PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber protein hewani yaitu susu, telur dan daging yang berasal dari ternak. Daging merupakan salah satu kebutuhan dasar pangan masyarakat. Daging mempunyai peranan yang besar dalam penyedian protein hewani asal ternak dibandingkan dengan produk telur dan susu. Kebutuhan protein hewani cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat. Pada umumnya, konsumsi daging masyarakat terutama golongan berpenghasilan rendah yang merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia masih sedikit dan jauh dari kebutuhan gizi. Karena itu usaha penyedian daging yang memadai dan terjangkau oleh seluruh masyarakat sangat penting sekali. Untuk meningkatkan usaha perbaikan gizi masyarakat perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong yang menghasilkan daging. Pemenuhan kebutuhan daging diperoleh dari produksi daging sapi, kambing, domba, ayam ras, ayam lokal, itik, bebek, kerbau, kuda, kelinci, dan babi. Semua jenis daging dari hasil ternak tersebut halal untuk dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
terkecuali daging babi yang tidak dapat dikonsumsi terkecuali oleh masyarakat kaum non muslim. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, kebutuhan protein hewani yang belum bisa terpenuhi ternyata juga disebabkan belum memadainya produksi di bidang peternakan. Salah satu komoditi peternakan yang layak untuk ditingkatkan pengusahaannya adalah usaha ternak babi. Usaha ternak babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifatsifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size) yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75 – 80%) dan persentase karkas yang tinggi (65 – 80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi juga mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, kambing, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10 – 14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Dari segi nutrisi kandungan lemaknya lebih tinggi, sehingga nilai energinya pun lebih tinggi. Usaha ternak babi membutuhkan pemeliharaan yang intensif untuk mendapatkan produksi yang maksimal. Dalam pemeliharaan ternak babi sama dengan ternak lainnya membutuhkan pakan yang baik dimana biaya untuk pakan 70% dari biaya operasional. Oleh karena itu perlu dicari suatu alternatif lain untuk mengurangi biaya pakan, salah satunya dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu, penyusunan komposisi ransum dengan level yang tepat dan seoptimal mungkin harus dilakukan, sehingga diperoleh ransum yang baik dan seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak. Bahan pakan yang komersil dapat dicarikan substitusinya. Bahan pakan yang disubstitusi adalah dedak padi. Dedak padi merupakan bahan pakan ternak yang umum dipergunakan dalam pembuatan pakan ternak. Penggunaan dedak padi dalam pakan ternak terus meningkat, hal ini dikarenakan hampir semua ternak menggunakannya dalam campuran pakan sehingga berdampak terhadap kenaikan harga dedak padi. Ketersedian dedak padi juga hanya banyak ditemukan disaat musim panen padi. Oleh karena itu, perlu dicarikan alternatif lain sebagai pengganti dedak padi. Pencarian bahan pakan alternatif pengganti dedak padi ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan, kualitas, harga, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan pakan alternatif yang dimaksud diantaranya adalah hasil samping pertanian yaitu kulit kakao atau pod kakao (sheel fod husk). Komposisi Buah kakao terdiri dari 74% kulit buah, 24% biji, dan 2% plasenta. Setelah dilakukan analisis proksimat, pod kakao mengandung 22% protein dan 3-9% lemak (Nasrullah dan Ella, 1993) sehingga memungkinkan dijadikan pakan alternatif ternak. Limbah pod kakao yang masih banyak dibuang oleh petani, potensial sebagai media pengembangan hama penggerek buah kakao Conomorpha cramella. Dengan adanya pemanfaataan kulit kakao yang merupakan hasil samping pertanian ini, maka akan terbentuk pola usaha integrasi antara usaha perkebunan kakao dan usaha ternak babi. Pola ini akan cukup memberikan dampak positif bagi peternak di pedesaan khususnya peternak-perkebunan kakao
Universitas Sumatera Utara
rakyat. Hal inilah yang sekaligus berdampak mampu memberikan nilai tambah pendapatan rumah tangga peternak di daerah pedesaan. Kulit
kakao atau pod kakao ini memang memiliki kelemahan untuk
dijadikan bahan makanan ternak, hal ini dikarenakan pada pod kakao mengandung serat kasar dan zat anti nutrisi berupa lignin dan theobromin yang tinggi Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung theobromin secara terus-menerus dapat menurunkan pertumbuhan ternak (Tarka et al., 1998). Namun dengan menggunakan teknologi sederhana seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya dapat diperbaiki dan zat anti nutrisinya dapat diturunkan. Proses fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan suatu energi melalui sistem kerja enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi merupakan proses “protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu. Metode fermentasi yang dapat digunakan adalah dengan menggabungkan mikroorganisme Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp. Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Koji Takkakura, salah satu peneliti asal Jepang. Berdasarkan penelitian Koji Takakura sebaiknya dalam fermentasi dipakai mikroorganisme lokal. Hal ini dapat dipahami karena pemakaian mikroorganisme lokal akan menghemat biaya, dan masyarakat dapat membiakkan sendiri mikroorganisme tersebut dengan cara sederhana. Dalam metode ini digunakan mikroorganisme yang baik dan mudah didapat sehingga hasil fermentasi sesuai dengan harapan mampu meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar dan zat anti nutrisi pod kakao (zat lignin dan theobromin) (Ginting N, 2010). Fakta ini yang mendasari prospek potensial mendukung konsep integrasi perkebunan kakao-ternak babi. Prospek penanganan limbah pod kakao sebagai bahan pakan ternak babi perlu dikaji lebih lanjut. Juga diperlukan sosialisasi pemanfaatan pod kakao sebagai bahan baku pakan ternak yang mendukung upaya pemanfaatan limbah hasil pertanian.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan potensi pod kakao (Theobroma cacao L) yang difermentasikan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp sebagai substitusi dedak padi terhadap konsumsi pakan, konversi pakan dan pertambahan bobot badan ternak babi peranakan Landrace jantan lepas sapih umur 2-5 bulan.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana peternakan di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan diharapkan pula berguna untuk pihakpihak yang berkepentingan dalam pola usaha integrasi perkebunan kakao dengan peternakan babi yaitu pemanfaatan pod kakao sebagai bahan pakan ternak dan usaha ternak babi.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian Bahwa pod kakao yang merupakan hasil limbah pertanian dapat digunakan sebagai substitusi dedak padi pada ransum babi dengan memberikan hasil yang baik.
Universitas Sumatera Utara