PENDAHULLUAN
Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena wilayah Sulawesi Tenggara dengan luas daratan 3.814.000 ha sebagian besar atau sekitar 72% berada pada kemiringan di atas 15% (Anonim, 1996).
Luas pertanaman kakao di Sulawesi Tenggara
berdasarkan data tahun 2000 seluas 113.276 ha dan terus berkembang sampai sekarang, yang mana sekitar 95% pertanaman kakao tersebut merupakan perkebunan rakyat (Anonim, 2001). Perkebunan rakyat pada umumnya dikelola tanpa tindakan konservasi yang baik sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya degradasi tanah dan kerusakan lingkungan akibat erosi serta berdampak terhadap penurunan produktivitas.
Produktivitas kakao yang diperoleh di Sulawesi
Tenggara masih tergolong rendah (224,99 kg ha-1) jika dibandingkan dengan produksi yang didapat pada demplot yang dikembangkan ASKINDO di Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan dengan produktivitas masing-masing 1 – 1,5 ton ha-1 th-1
dan 1 – 1,7 ton ha-1 th-1 (Wahab et al. 2002; Abdul Razak, 2006). Rendahnya produktivitas disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah karena lapisan atas tanah yang memiliki sifat fisik yang baik serta kaya akan hara dan bahan organik telah terangkut melalui aliran permukaan (AP) dan erosi ke tempat lain. Hasil penelitian Sutono et al. (2005) menunjukkan bahwa walaupun petakan cukup datar (± 3%), bahan organik, P, dan K yang terbawa AP dan erosi lebih besar dibandingkan dengan residunya yang tertinggal di dalam tanah. Penanaman tanaman semusim di antara tanaman kakao muda (sebelum kanopi kakao saling menutup) banyak dilakukan petani guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini semakin meningkatkan kehilangan tanah akibat erosi terutama pada saat persiapan lahan. Hasil penelitian Abdurachman et al. (1985) menunjukkan bahwa laju erosi mencapai 14 – 15 mm th-1 pada Alfisol berlereng 9 – 10% yang ditanami tanaman pangan semusim, dan pada ultisol berlereng 14%, laju erosi mencapai 4,6 mm th-1 walaupun sisa tanaman berupa jerami padi dan jagung dikembalikan sebagai mulsa. Oleh karena itu, diperlukan
suatu upaya yang dapat mensinkronkan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan ekologi. Dengan upaya ini diharapkan penanaman tanaman semusim sebagai sumber pendapatan petani sebelum kakao berproduksi tetap dilakukan dan erosi yang terjadi juga dapat ditekan sampai sama dengan atau di bawah nilai erosi yang diperbolehkan atau Tolerable Soil Loss (TSL). Upaya yang dapat dilakukan yakni melakukan pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi yang dapat memberikan nilai faktor C yang rendah. Nilai faktor C merupakan salah satu komponen dari enam komponen dalam Persamaan Umum Pelepasan Tanah atau Universal Soil Loss Equation (USLE) yang turut menentukan besarnya erosi dari sebidang tanah, dimana faktor C mengukur pengaruh bersama tanaman dan pengelolaannya. Dalam penelitian ini, pengelolaan tanaman kakao dilakukan dengan penanaman tanaman padi gogo dan kedelai secara berurutan di antara tanaman kakao yang disertai dengan strip tanaman sebagai penghambat AP (strip tanaman Arachis pintoi). Penanaman padi gogo dan kedelai dilakukan dengan sistem pengelolaan tanaman yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi, di antaranya jarak tanam yang lebih rapat pada barisan searah kontur dan pengembalian sisa panen dan hasil pangkasan tanaman sebagai mulsa dan bahan organik. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di satu sisi dan di sisi lain AP dan erosi tetap dapat ditekan sampai di bawah nilai TSL. Tanaman padi gogo dan kedelai memberi penghasilan yang cepat kepada petani sebelum tanaman kakao menghasilkan. Sahardi (2000) mengemukakan bahwa penanaman padi gogo sebagai tanaman sela pada lahan perkebunan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu (i) pemanfaatan lahan lebih efisien, (ii) kebun atau tanaman utama lebih terpelihara dengan baik, (iii) tersedianya pangan atau beras bagi petani, dan (iv) sebagai sumber pendapatan petani sebelum tanaman utama menghasilkan. Hasil penelitian Wibawa (1994) menunjukkan bahwa tanaman padi gogo toleran naungan yang ditanam di bawah tanaman karet umur 3 tahun dengan naungan 60 – 80% masih memberi produksi 2 ton ha-1 dan di bawah tanaman karet umur 1 tahun produksi padi gogo mencapai 3 ton ha-1. Selain peningkatan produktivitas dan pendapatan petani sebelum tanaman kakao berproduksi, sistem yang memasukkan tanaman semusim sebagai tanaman
2
sela dan A. pintoi sebagai tanaman strip juga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman kakao jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh perbaikan sifat-sifat tanah dengan penutupan tajuk dan sumbangan bahan organik yang tinggi yang bersumber dari pemangkasan tanaman kakao dan A. pintoi serta sisa panen tanaman semusim. Haridjaja (1996) mengemukakan bahwa bahan organik yang dibenamkan ke dalam tanah akan membentuk struktur tanah dan selanjutnya akan meningkatkan stabilitas struktur tanah serta akan mempengaruhi pori ketersediaan air dan aerasi tanah. Hasil penelitian Yahya dan Indrasuara (2000) menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik berupa pupuk hijau/legum penutup tanah maupun seresah kakao secara nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Perbaikan pertumbuhan tanaman kakao disebabkan pemeliharaan tanaman kakao secara tidak langsung telah dilakukan dengan pemeliharaan tanaman semusim melalui penyiangan dan pemupukan. Sejalan dengan hasil penelitian Subagyo dan Mangoensoekarjo (1993) pada pertanaman karet dan kelapa hibrida, bahwa tanaman karet dan kelapa hibrida tumbuh lebih baik dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dibandingkan dengan pakan ternak dan legume penutup tanah sebagai tanaman sela. Hal ini disebabkan residu pupuk tanaman pangan dapat dimanfaatkan oleh karet maupun kelapa hibrida. Perbaikan sifat-sifat tanah selain berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman secara langsung juga berpengaruh terhadap AP dan erosi melalui perbaikan stabilitas agregat yang dapat menjamin porositas tanah semula tetap tidak terganggu dan kapasitas infiltrasi dapat terjaga selama waktu terjadi hujan. Dengan demikian, secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai faktor C. Penelitian untuk penetapan nilai faktor C tanaman kakao, khususnya untuk karakteristik lahan di Indonesia belum banyak dilakukan. Hal ini penting karena tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan dan komoditi ekspor yang banyak memberikan devisa ke negara akan semakin banyak diusahakan oleh petani.
Nilai faktor C yang diperoleh akan membantu dalam perencanaan
pengelolaan sumberdaya lahan yakni dalam memprediksi besarnya erosi yang akan terjadi berdasarkan USLE jika tanaman tersebut diusahakan. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2000) bahwa USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng
3
dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan.
Ketika nilai faktor C yang diperoleh dapat memberikan
nilai erosi aktual sama dengan atau di bawah nilai TSL, maka kekhawatiran akan terjadinya degradasi tanah dan kerusakan lingkungan lainnya oleh erosi akibat ektensifikasi pertanaman kakao (di Sulawesi Tenggara) menjadi berkurang. Rumusan Masalah dan Kerangka Pikir Penelitiaan Degradasi tanah yang terjadi di Indonesia umumnya disebabkan oleh erosi air hujan akibat tingginya jumlah dan intensitas hujan. Indonesia Bagian Timur yang tergolong daerah beriklim kering banyak terjadi proses erosi yang cukup tinggi meskipun curah hujan (CH) tahunan relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh penutupan vegetasi yang rendah dan sering terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi. Penutupan vegetasi yang rendah pada pertanaman kakao muda dengan topografi berlereng memicu terjadinya erosi yang tinggi. Penanaman tanaman semusim di antara tanaman kakao yang tidak disertai dengan tindakan pengelolaan konservasi semakin meningkatkan erosi tanah terutama pada saat persiapan lahan dan pada fase awal pertumbuhan tanaman semusim. Hal ini akan menyebabkan terjadinya degradasi tanah akibat terangkutnya lapisan atas tanah yang memiliki sifat fisik yang bagus serta kaya akan hara dan bahan organik. Degradasi tanah berimplikasi terhadap penurunan produktivitas tanah yang akan berdampak terhadap penurunan pendapatan petani. Arsyad (2000) mengemukakan bahwa kandungan unsur hara dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi dari kandungan unsur hara dan bahan organik pada tanah yang tertinggal. Hal ini sebagian disebabkan oleh peristiwa selektivitas erosi dan sebagian lagi disebabkan oleh karena lapisan atas tanah mengandung unsur hara lebih tinggi dari pada tanah lapisan bawah. Kecepatan pemiskinan tanah akibat erosi menyebabkan perlunya penerapan metode konservasi yang dapat menurunkan erosi tanah sampai sama dengan atau di bawah TSL. Metode vegetatif yang memasukkan tanaman padi gogo dan kedelai yang ditanam berurutan di antara tanaman kakao dengan strip tanaman A. Pintoi diharapkan dapat memberikan AP dan erosi yang rendah. Struktur tanaman A. Pintoi yang memiliki batang yang tumbuh menjalar dengan susunan batang dan daun yang cukup padat di atas permukaan tanah, menyebabkan tanaman tersebut berpotensi besar dalam menghambat AP dan mencegah penghanyutan tanah. Pertumbuhan yang cepat dari tanaman padi gogo dan kedelai dapat menutup permukaan tanah secara cepat dan pengembalian jerami sebagai mulsa dapat melindungi permukaan tanah dari tumbukan langsung
4
air hujan sehingga agregat tanah tetap terpelihara. Demikian pula penambahan bahan organik ke dalam tanah yang bersumber dari sisa panen tanaman kedelai dan hasil pangkasan A. Pintoi dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti stabilitas agregat. Stabilitas agregat yang tinggi dapat menjamin porositas tanah semula tetap tidak terganggu dan kapasitas infiltrasi dapat terjaga selama waktu terjadi hujan. Box et al. (1996) mengemukakan bahwa penghancuran agregat tanah berkurang dengan adanya residu tanaman, batu, dan vegetasi di atas permukaan tanah.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa dekomposisi residu tanaman yang
diberikan ke permukaan tanah sebagai bahan organik mempengaruhi sifat tanah permukaan, yakni mengurangi AP dan erosi sebagai dampak dari perbaikan sifat fisik tanah yang tahan terhadap energi kinetik hujan dan kekuatan gerus AP. Rendahnya AP dan erosi sebagai respon dari sistem pengelolaan yang diterapkan akan memberikan nilai faktor C yang rendah. Pengusahaan tanaman yang memiliki nilai faktor C yang rendah akan memberikan kedalaman tanah yang cukup dengan sifat fisik dan kimia yang bagus sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman untuk tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari. Dengan demikian, fungsi ganda dari ekosistem (fungsi pelestarian dan fungsi pendapatan) dapat tercapai.
Adapun bagan alir kerangka berpikir penelitian
ditunjukkan pada Gambar 1.
Erosivitas hujan
Topografi berlereng
Nilai faktor C
Pertanaman tanpa teknik konservasi AP dan erosi 5
Produktivitas tanah Pendapatan petani Perlu pengelolaan yang baik Teknik konservasi vegetatif Tumpangsari + strip A. pintoi +mulsa + bahan organik Pendapatan petani
Sifat fisik
Sifat kimia
Distribusi pori dan s.agregat serta BD AP dan erosi
Kadar hara NPK, C-org. & KTK Nilai faktor C
Kesuburan tanah
Produktivitas tinggi secara lestari
Gambar 1. Bagan alir kerangka pikir penelitian
Tujuan Penelitian 1. Mempelajari efektifitas padi gogo, kedelai, dan tanaman A. pintoi sebagai tindakan konservasi vegetatif dalam mengendalikan AP dan erosi tanah pada pertanaman kakao, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan kakao, hasil kedelai dan padi gogo
6
2. Menentukan nilai faktor C tanaman kakao berbagai umur dengan tindakan pengelolaan yang diterapkan 3. Mempelajari sifat fisik dan kimia tanah sebagai respon terhadap tindakan konservasi vegetatif pada pertanaman kakao dengan topografi berlereng Hipotesis Penelitian 1. Penggunaan padi gogo, kedelai, dan tanaman A. pintoi sebagai metode konservasi vegetatif memegang peran yang nyata dalam mengendalikan AP dan erosi tanah pada pertanaman kakao muda dengan topografi berlereng, serta memberikan tambahan pendapatan kepada petani 2. Penerapan tindakan pengelolaan konservasi pada umur tanaman kakao yang berbeda akan memberikan nilai faktor C yang berbeda pula 3. Tindakan konservasi vegetatif memegang peran yang nyata dalam perbaikan sifat fisik dan kimia tanah Kegunaan Penelitian 1. Menjadi salah satu acuan dalam strategi pengelolaan lahan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering dan perbaikan fungsi ekosistem, baik sebagai fungsi pelestarian maupun fungsi pendapatan 2. Memberikan tambahan pendapatan kepada petani dengan metode konservasi dan mengurangi AP da erosi tanah 3. Nilai faktor C yang diperoleh membantu dalam prediksi erosi dengan USLE untuk menentukan pilihan tindakan pengelolaan, khususnya pada pertanaman kakao
7