1
PENCAPAIAN KEHIDUPAN BERMAKNA (THE MEANINGFUL LIFE) SETELAH KEMATIAN PASANGAN BERDASARKAN TEORI VIKTOR FRANKL PADA JANDA LANJUT USIA Kartika Melati (
[email protected]) Yoyon Supriyono Faizah Universitas Brawijaya Malang Abstract The purpose of this study is to determine how meaningful life achievement after the loss of a spouse in the elderly widow. Subjects in this study consist of 3 elderly widowed aged 60-74 years. This study use qualitative methods with phenomenological approach. Data collection techniques use non-participant observation and semi-structured interviews. Data analysis techniques use coding. Validity and reliability use credibility, transferability, and confirmability. The result of this study shows that elderly widows have successfully achieve the meaningful life after the loss of spouse because it has met all three components of meaningful life belongs to Viktor Frankl. The first subject achieved meaningful life because she still thinked of the fate of her children, so now he can willingly accept the death of her spouse and live actively. The second subject achieved meaningful life due to love from her children, so that makes she can succumb to the death of her spouse and still feel blessed by God. The third subject achieved meaningful life because she want to lead their children to become more devoted, so now in her daily life she participate in various activities and always try to do everything by herself. These elderly widows also still feel the happiness which is the reward of success achieving meaningful life. Keyword: The Meaningful life, elderly, widow Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencapaian kehidupan bermakna setelah kematian pasangan pada janda lanjut usia. Subjek penelitian ini adalah 3 orang janda lanjut usia berusia 60-74. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi non-partisipan dan wawancara semi terstruktur. Teknik analisis data menggunakan pengkodean data. Validitas dan reliabilitas menggunakan uji credibility, transferability, dan confirmability. Hasil penelitian menunjukkan janda lanjut usia berhasil mencapai kehidupan bermakna setelah kematian pasangan setelah memenuhi ketiga komponen kehidupan bermakna Viktor Frankl. Subjek pertama berhasil mencapai kehidupan bermakna karena masih memikirkan nasib anak-anaknya, sehingga saat ini dia dapat ikhlas menerima kematian pasangannya dan kembali aktif menjalani kehidupan. Subjek kedua berhasil mencapai kehidupan bermakna karena masih merasakan kasih sayang dari anak-anaknya, sehingga membuatnya dapat pasrah atas kematian pasangannya dan masih merasa diberkahi oleh Tuhan. Subjek ketiga berhasil mencapai kehidupan bermakna dikarenakan masih ingin menuntun anak-anaknya menjadi orang yang lebih bertaqwa, sehingga dalam kesehariannya kini dia aktif mengikuti berbagai kegiatan dan selalu berusaha melakukan segala sesuatu sendiri. Janda lanjut usia tersebut juga tetap merasakan kebahagiaan yang merupakan reward dari keberhasilan mencapai kehidupan bermakna. Kata Kunci : Kehidupan bermakna, janda, lanjut usia, makna hidup
2 Latar Belakang Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, dan penuh dengan manfaat yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut diperlukan adanya penyesuaian oleh lanjut usia. Dari sekian banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh lanjut usia, salah satu diantara penyesuaian yang paling utama adalah penyesuaian yang harus dilakukan karena kehilangan pasangan hidup (Hurlock, 2004). Kehilangan pasangan hidup yang terjadi pada lanjut usia umumnya lebih banyak disebabkan oleh kematian. Menurut Rahe dan Holmas (Tarigan, 2010), kehilangan pasangan hidup karena kematian merupakan peristiwa peringkat pertama yang dapat menimbulkan stres bagi lanjut usia. Penyebab stres ini umumnya dikarenakan banyaknya kegiatan yang sebelumnya dapat dibagi atau dilakukan bersama pasangan kini harus dilakukan sendiri, misalnya membahas tentang masa depan anak, masalah ekonomi rumah tangga maupun tentang hubungan sosial. Kehilangan pasangan hidup ini membuat seseorang menyandang status baru sebagai janda. Menurut Harris (Nalungwe, 2009), menjadi janda merupakan suatu peristiwa yang memiliki probabilitas tinggi bagi wanita lanjut usia, dan biasanya terjadi pada wanita yang berusia 65 tahun atau lebih. Hal ini dikarenakan wanita mempunyai harapan hidup yang lebih lama daripada pria, dan wanita cenderung menikahi pria yang lebih tua dari dirinya (Tarigan, 2010). Pendapat ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (Laksono, 2008) bahwa perbandingan jumlah duda dengan janda di Indonesia adalah 469:100, artinya jumlah duda hanya seperlima dari jumlah janda. Menyandang status janda apalagi di usia tua bukanlah hal yang mudah, karena janda lanjut usia yang tengah berkabung biasanya merasakan rasa bersalah yang cukup dalam.
3 Ketika mendapati pasangannya meninggal mereka juga akan mengalami perasaan terkejut dan tidak percaya, penolakan, kesedihan yang mendalam, dan kesepian selama periode duka cita (Nalungwe, 2009). Hal ini juga berdampak secara psikologis, seperti mengalami psikosomatis, depresi, dan gangguan mood (Santrock, 2002). Bagaimanapun juga perasaan seperti itu merupakan hal yang alami terjadi. Costello (Nalungwe, 2009) berpendapat bahwa rasa sedih yang dirasakan setelah kematian pasangan biasanya akan kembali dan menghilang seperti sebuah siklus. Perasaan kaget, mati rasa, dan rasa ketidakpercayaan lama-kelamaan akan memudar, hingga akhirnya berubah menjadi perasaan yang lebih baik. Meskipun demikian, tetap bukan hal yang mudah bagi seorang janda lanjut usia untuk dapat menjalani kehidupannya seperti dulu saat masih hidup bersama pasangannya, dimana mereka juga harus kembali mencapai kehidupan yang bermakna guna mendapatkan kebahagiaan. Pandangan optimis mengenai kehidupan yang bermakna (the meaningful life) dan kebahagiaan dikemukakan oleh Viktor Frankl. Dalam teorinya, Frankl meyakini bahwa makna hidup (the meaning of life) dan kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama setiap manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life). Kebahagiaan sendiri menurut Frankl tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang menemukan makna hidup dan memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna. Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna, dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan, sedangkan mereka yang tidak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (Bastaman, 2007). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat satu faktor tunggal yang menjadi inti dari keseluruhan teori yang dikemukakan oleh Viktor Frankl, yaitu makna hidup.
4 Dalam penelitian yang dilakukan oleh DePaola & Ebersole, serta Viterbo & McCarthy (Takkinen & Ruoppila, 2001) dikemukakan bahwa hal yang paling mempengaruhi makna hidup manusia adalah hubungan antar manusia. Lebih lanjut DePaola & Ebersole (Takkinen & Ruoppila, 2001) mengadakan penelitian terhadap pasangan lanjut usia yang pernikahannya telah mencapai ulang tahun emas dan terhadap lanjut usia yang tinggal di panti jompo. Hasil dari penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa faktor terpenting yang berpengaruh terhadap makna hidup pada kedua sampel tersebut adalah hubungan antar manusia. Seorang janda lanjut usia, berarti telah kehilangan salah satu faktor terpenting yang berpengaruh terhadap makna hidupnya, yaitu hubungan antar manusia. Berbagai permasalahan yang harus dihadapi oleh janda lanjut usia setelah kematian pasangannya juga tentu saja akan ikut mempengaruhi proses dalam menemukan makna hidupnya. Namun Frankl (Bastaman, 2007) menyatakan bahwa makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam keadaan menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cynthia (2001) yang meneliti tentang proses pencapaian kebermaknaan hidup pada perempuan yang mengalami peristiwa traumatis menunjukkan bahwa ketika seseorang memilih untuk tidak lari dari masalah dan mampu mengambil hikmah atas segala peristiwa yang dialaminya, orang tersebut akan merasakan hidupnya menjadi lebih bermakna. Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2011) yang melakukan studi kualitatif tentang kebermaknaan hidup pada narapidana yang divonis hukuman seumur hidup juga menunjukkan bahwa seseorang memiliki kebermaknaan hidup dapat dilihat dari penghayatan subjek terhadap freedom of will, the will to meaning, dan the meaning of life yang merupakan komponen kehidupan bermakna yang diungkapkan oleh Viktor Frankl, oleh karena itu selama janda lanjut usia mampu menemukan setiap hikmah dalam penderitaan yang mereka rasakan sekalipun dan mampu menghayati ketiga komponen
5 kehidupan bermakna yang diungkapkan oleh Viktor Frankl, mereka akan tetap dapat menemukan makna hidupnya dan mencapai taraf kehidupan yang bermakna. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningful Life) Setelah Kematian Pasangan Berdasarkan Teori Viktor Frankl pada Janda Lanjut Usia”. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pencapaian kehidupan bermakna (the meaningful life) setelah kematian pasangan berdasarkan teori Viktor Frankl pada janda lanjut usia? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pencapaian kehidupan bermakna (the meaningful life) setelah kematian pasangan berdasarkan teori Viktor Frankl pada janda lanjut usia. Kajian Pustaka Gambaran Umum Teori Viktor Frankl Kerangka pikir teori yang dikemukakan Viktor Frankl digambarkan secara ringkas sebagai berikut: Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan teori Viktor Frankl kebahagiaan itu ternyata tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk bermakna (the will to meaning) dan menemukan makna hidupnya (the meaning of life). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (the meaningful life), dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan. Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (Bastaman, 2007).
6 A. Komponen Kehidupan Bermakna 1. Kebebasan Berkehendak (The Freedom of Will) Kebebasan berkehendak adalah kebebasan untuk mengambil sikap atas kondisikondisi yang terjadi dalam kehidupan dan kebebasan disini bukan kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab. 2. Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning) Keinginan untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama pada manusia yang mendorong setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Bila hasrat ini dapat dipenuhi, barulah kehidupan akan dirasakan bermakna, sebaliknya bila tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tak bermakna. 3. Makna Hidup (The Meaning of Life) Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Bila hal tersebut terpenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang bermakna (the meaningful life) dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. B. Sumber-sumber Makna Hidup 1. Nilai-nilai kreatif (Creative values) Merupakan kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. 2. Nilai-nilai penghayatan (Experiential values) Merupakan keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan, serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya.
7 3. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal values) Merupakan menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. C. Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningfull Life) Frankl (Bastaman, 2007) mendeskripsikan orang-orang yang mencapai dan menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan hidup, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang jelas bagi orang-orang ini, dengan demikian kegiatan yang mereka lakukan pun menjadi lebih terarah. Mereka mampu untuk mencintai dan menerima cinta kasih orang lain, serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu yang menjadikan hidup ini bermakna D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Viktor Frankl (Bastaman, 2007). 1. Faktor internal adalah seluruh potensi yang terdapat pada diri manusia, antara lain bakat dan kemampuan, sarana (raga, jiwa, rohani), daya-daya pribadi (insting, daya pikir, emosi), kehendak untuk hidup bermakna, serta kemampuan untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya (the self determining being). 2. Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan alam sekitar dan situasi masyarakat serta norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku di tempat seseorang menjalani kehidupan sehari-hari. 3. Faktor transedental adalah kemampuan manusia untuk mengatasi kondisi kehidupan saat ini dan menentukan apa yang diidamkan dengan memanfaatkan daya-daya imajinasi, kemampuan merencanakan, dan menetapkan tujuan, serta mengambil sikap baru atas kondisi saat ini.
8 Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Polkinghorne (Herdiansyah, 2010) mendefinisikan fenomenologi sebagai sebuah studi untuk memberikan gambaran tentang arti dari pengalaman-pengalaman beberapa individu mengenai suatu konsep tertentu. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang, dengan dua sumber data, yaitu primer (ketiga subjek penelitian) dan subjek sekunder (anak dan cucu dari ketiga subjek penelitian). Metode pengambilan subjek dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang merupakan teknik dalam non-probability sampling. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah: 1. Janda berusia 60-74 tahun. Batasan usia tersebut termasuk kedalam batasan usia lanjut usia (elderly) menurut WHO (Haryati, 2010). 2. Menyandang status janda dikarenakan pasangannya meninggal dan bukan dikarenakan bercerai. 3. Subjek telah memasuki batas usia lanjut usia ketika pasangannya meninggal, yaitu 60-74 tahun. 4. Subjek telah menyandang status janda selama lebih dari 4 tahun. 5. Sehat secara fisik dan mental. 6. Masih bisa berkomunikasi secara aktif. 7. Subjek tinggal bersama anggota keluarga atau kerabat terdekat. Ada dua teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu wawancara semi terstruktur dan observasi non-partisipan. Teknik analisis data menggunakan pengkodean data (open coding, axial coding, dan selective coding). Validitas dan reliabilitas menggunakan uji credibility (triangulasi sumber dan teknik), transferability, dan confirmability.
9 Hasil Penelitian Subjek 1 (S) Setelah kematian pasangannya terjadi kondisi tidak menyenangkan, namun karena S memikirkan nasib anak-anaknya maka dia memilih untuk ikhlas menerima kematian pasangannya, S juga mulai mencari kesibukan antara lain mengikuti pengajian, merawat cucu-cucunya, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kebahagiaan yang dirasa saat berkumpul bersama anak-anak dan cucu-cucunya dan pilihannya untuk fokus merawat cucucucunya menambah alasan untuk menjadikan kebahagiaan anak-anak dan cucunya sebagai makna hidupnya. Tabel 1. Komponen Kehidupan Bermakna Subjek 1 (S) Komponen Kehidupan Bermakna S menghayati kebebasannya dalam berkehendak dengan cara mengambil sikap untuk ikhlas dan menerima kematian pasangannya serta memilih untuk terus melanjutkan hidup demi Kebebasan Berkehendak anak dan cucunya. (The Freedom of Will) S juga memanfaatkan kewenangan dan kebebasan yang dia miliki atas barang-barang peninggalan pasangannya dengan baik dan bertanggung jawab. S mengarahkan dirinya untuk kembali memiliki makna dalam Kehendak Hidup hidupnya dengan cara mencari kesibukan, mengikuti kegiatan Bermakna yang diadakan oleh masyarakat tempat tinggalnya, dan menjaga (The Will to Meaning) hubungan baik dengan orang-orang sekitarnya Keinginan S untuk dapat terus mendoakan cucu-cucunya dan rasa Makna Hidup syukur atas kehadiran keluarganya yang selalu menemaninya (The Meaning Of Life) hingga saat ini. Pencapaian Kehidupan Merasa masih berguna bagi orang sekitarnya dan merasa masih Bermakna bisa membantu orang yang membutuhkan. (The Meaningfull Life) Tabel 2. Sumber-sumber Makna Hidup Subjek 1 (S) Sumber Makna Hidup Nilai Kreatif (Creative Values) Nilai Penghayatan (Experiential Values)
Kegiatan yang dilakukan S setalah kematian pasangannya antara lain merawat cucu-cucunya, mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengikuti pengajian atau tahlilan. Kebahagiaan yang dirasa saat berkumpul bersama anak-anak dan cucu-cucunya dan keyakinannya akan nilai kebaikan, yaitu senang membantu dan memberi kepada orang lain.
10
Nilai Bersikap (Attitudinal Values)
Memilih untuk menjadikan kondisi yang terjadi setelah kematian pasangannya sebagai jalan untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan memilih untuk fokus merawat cucu-cucunya.
Subjek 2 (SS) Setelah kematian pasangannya SS merasakan kasih sayang yang besar dari anak-anaknya. Berangkat dari perasaan tersebut, SS kemudian memutuskan untuk pasrah atas kematian pasangannya dan mulai mencari kesibukan mengerjakan beberapa kegiatan baik di dalam maupun di luar rumah, kemudian untuk menyikapi masalah yang mungkin terjadi lagi setelah kematian pasangannya, SS memilih untuk terbuka pada anak-anaknya tentang segala hal. SS menyadari bahwa saat ini hal terpenting dalam hidupnya adalah anak-anaknya, sehingga dia selalu menginginkan agar anak-anaknya bisa bahagia, selalu rukun satu sama lain, dan dapat berhasil di kehidupannya. Rasa cinta kasih dan kedekatan SS dan anak-anaknya itu juga yang membuat dirinya merasa diberkahi oleh Tuhan sehingga dalam kehidupannya saat ini dia masih bisa merasakan kebahagiaan meskipun telah hidup tanpa pasangannya. Tabel 3. Komponen Kehidupan Bermakna Subjek 2 (SS) Komponen Kehidupan Bermakna SS menghayati bahwa dirinya memiliki kebebasan untuk mengubah kondisi -kondisi tidak menyenangkan setelah kematian Kebebasan Berkehendak pasangannya dengan cara pasrah menerima kematian (The Freedom of Will) pasangannya dan mengembalikan segala hal yang terjadi dalam hidupnya kini kepada Tuhan
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Makna Hidup (The Meaning Of Life) Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningfull Life)
Seiring dengan pilihannya untuk pasrah menerima kematian pasangannya, SS kemudian memiliki keinginan untuk kembali memaknai hidupnya dengan cara mencari kesibukan dan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan kelompok pengajiannya di masjid. SS juga terus berusaha menjaga hubungan baik dengan temanteman lamanya. Keinginan untuk melihat anak-anaknya bahagia, selalu rukun dan berhasil baik di pekerjaan maupun di keluarga mereka masingmasing. Merasa bahwa dirinya diberkahi oleh Tuhan sehingga dalam kehidupannya saat ini dia masih bisa merasakan kebahagiaan meskipun telah hidup tanpa pasangannya.
11 Tabel 4. Sumber-sumber Makna Hidup Subjek 2 (SS) Sumber Makna Hidup
Nilai Kreatif (Creative Values)
Nilai Penghayatan (Experiential Values) Nilai Bersikap (Attitudinal Values)
Setelah kematian pasangannya, kegiatan yang dilakukan SS antara lain: - SS aktif mengikuti kegiatan di masjid - mengikuti kegiatan senam pagi - mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keyakinan SS bahwa segala kondisi yang terjadi merupakan rencana Tuhan dan nilai kasih sayang yang dia dapatkan dari anak-anaknya. Memilih untuk bersyukur pada Tuhan dan memilih untuk terbuka pada anak-anaknya tentang segala hal.
Subjek 3 (M) Setelah kematian pasangannya terjadi kondisi tidak menyenangkan yang terjadi disikapi M dengan cara mulai mengarahkan dirinya untuk kembali memaknai kehidupannya, alasan dibalik keinginannya tersebut adalah karena M ingin menuntun anak-anaknya menjadi orang yang lebih bertaqwa kepada Tuhan. Makna hidup diperoleh M dari keinginannya untuk berumur panjang dan melihat anak-anaknya menjadi orang yang labih baik, juga keinginan untuk meninggal dalam keadaan baik. Oleh karena itu dalam kesehariannya saat ini M mengikuti berbagai kegiatan dan pekerjaan. Sehingga meskipun pasangannya telah meninggal, M merasa dirinya masih mampu melakukan segala sesuatu sendiri dan mendapatkan apa yang dia inginkan, sehingga saat ini M masih merasakan kebahagiaan. Tabel 5. Komponen Kehidupan Bermakna Subjek 3 (M) Komponen Kehidupan Bermakna M memilih untuk tidak larut dalam kesedihan dan menyikapi rasa bersalahnya tersebut adalah dengan langsung mendoakan mendiang pasangannya tiap kali dirinya teringat pada pasangannya. Kebebasan Berkehendak M juga memilih untuk mengatur pola makannya demi (The Freedom of Will) kesehatannya. Dalam kehidupan sosial M memilih teman-teman yang menurutnya lebih membuat dirinya nyaman. Menjaga peninggalan pasangannya dengan penuh tanggung jawab
12
Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning) Makna Hidup (The Meaning Of Life) Pencapaian Kehidupan Bermakna (The Meaningfull Life)
M mulai mengarahkan dirinya untuk kembali memaknai kehidupannya dengan cara menyibukkan diri mengikuti berbagai kegiatan, melakukan pekerjaan rumah tangga, dan rajin berkumpul bersama teman-teman dan saudara-saudaranya Keinginan M untuk memiliki usia yang panjang supaya bisa menuntun anak-anaknya bahagia, sejahtera, dan selalu bertaqwa kepada Tuhan dan meninggal dalam keadaan baik atau khusnul khotimah Merasa dirinya masih mampu melakukan segala sesuatu sendiri dan mendapatkan apa yang dia inginkan, sehingga saat ini M masih merasakan kebahagiaan.
Tabel 6. Sumber-sumber Makna Hidup Subjek 3 (M) Sumber Makna Hidup -
Nilai Kreatif (Creative Values)
Nilai Penghayatan (Experiential Values) Nilai Bersikap (Attitudinal Values)
M rutin mengikuti kelompok pengajian dan masih aktif mengikuti kegiatan organisasi - Mengerjakan pekerjaan rumah tangga - Membaca buku atau Koran - Membantu biaya hidup anak-anak dan biasa sekolah cucucucunya - Memberi nasehat kepada anak dan cucunya ketika ada masalah. Keyakinan M bahwa setiap manusia nasibnya telah ditentukan oleh Tuhan dan pada akhirnya nanti semua manusia juga akan kembali kepada Tuhan. Memilih untuk menjalani kehidupan setelah kematian pasangannya dengan cara terus berdoa pada Tuhan
Diskusi Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada setiap subjek, diketahui bahwa ketiga subjek telah berhasil mencapai kehidupan bermakna setelah kematian pasangan. Keberhasilan janda lanjut usia dalam mencapai kehidupan bermakna dikarenakan ketiga subjek telah dapat memenuhi ketiga komponen kehidupan bermakna yang dinyatakan oleh Frankl (Bastaman, 2007), yaitu kebebasan berkehendak (the freedom of will), kehendak hidup bermakna (the will to meaning), dan makna hidup (the meaning of life), serta telah mampu merealisasikan ketiga nilai yang menjadi sumber makna hidup yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap.
13 Komponen kehidupan bermakna yang pertama adalah kebebasan berkehendak (the freedom of will). Dalam penelitian ini, ketiga subjek berhasil memenuhi dan menghayati diri mereka sebagai individu yang memiliki kebebasan dalam berkehendak setelah kematian pasangan. Hal tersebut dilihat dari keputusan ketiga subjek yang sama-sama memilih untuk ikhlas menerima kematian pasangannya, tidak larut dalam kesedihan, dan langsung berdoa ketika teringat pada pasangannya. Dalam kehidupan sehari-hari pun ketiga subjek dalam penelitian ini masih mampu untuk memutuskan sendiri hal-hal yang akan mereka kerjakan atau lakukan baik itu untuk diri mereka maupun orang lain lain di sekitarnya. Ketiga subjek ini juga memperlihatkan bahwa mereka bertanggung jawab melakukan pekerjaan, kegiatan atau keputusan yang telah mereka pilih setelah kematian pasangannya. Komponen kehidupan bermakna yang kedua adalah kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning). Pada penelitian ini sebagian besar cara yang dilakukan ketiga subjek untuk kembali memaknai kehidupannya adalah dengan mencari kesibukan dalam aktivitas sehari-harinya. Subjek janda lanjut usia dalam penelitian ini juga berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya seperti saudara, tetangga, dan teman-teman lamanya, sehingga meskipun telah hidup tanpa pasangannya, ketiga subjek ini masih memiliki kehidupan sosial selain keluarganya. Komponen kehidupan bermakna yang terakhir adalah makna hidup (the meaning of life). Makna hidup adalah sesuatu yang dirasa sangat penting dan dijadikan sebuah tujuan hidup. Makna hidup yang diperoleh janda lanjut usia bersumber dari realisasi tiga nilai, yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap. Setelah kematian pasangannya, ketiga subjek dalam penelitian ini memiliki hal yang dijadikan makna hidup dan dianggap sangat penting yang kemudian dikembangkan menjadi tujuan
14 hidup, yaitu keinginan untuk melihat keluarganya terutama anak-anak dan cucunya bahagia serta menuntun dan mendoakan mereka. Keinginan tersebut yang akhirnya menjadi alasan ketiga subjek dalam penelitian ini mampu bertahan hingga saat ini meski telah hidup tanpa pasangannya. Pada penelitian ini, keberhasilan mencapai kehidupan bermakna setelah kematian pasangan pada janda usia lanjut ditunjukkan dengan sikap positif dan menerima segala kondisi yang terjadi setelah kematian pasangan serta dapat menjalaninya dengan tenang. Mereka juga mampu hidup mandiri dan tak terlalu tergantung pada keluarga, apalagi membebaninya. Mereka memiliki teman dan sahabat serta lingkungan di luar keluarga tempat berkomunikasi dan bergaul. Kondisi kesehatannya terjaga dengan baik, demikian pula kesejahteraannya atau kondisi ekonominya. Janda lanjut usia yang mencapai kehidupan bermakna juga dihormati dan menjadi panutan keluarga dan lingkungannya, dimana mereka bersedia membagi pengalamanpengalamannya yang bermanfaat, dan dalam usianya yang lanjut mereka selalu memiliki harapan dirinya akan menjadi lebih baik dan bersedia memperbaiki diri. Keinginan mereka antara lain adalah melihat keluarganya bahagia, menjadi orang yang memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada lingkungan sekitarnya, dan tentu saja selalu meningkatkan iman dan takwanya kepada Tuhan.
15 Daftar Pustaka
Bastaman, H. D. 2007. Logoterapi Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cynthia, T. 2007. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Pada Perempuan yang Mengalami Peristiwa Traumatis. Jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma. Vol.2. ISSN: 1858-2559. Sumber: http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/464/1/Trida_C_Proses_Pencapa ian.pdf. Diakses tanggal: 6 Maret 2012. Haryati, S. 2010. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14512/1/10E00077.pdf. Diakses tanggal: 21 Maret 2012. Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Hurlock, E. B. 2004. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Laksono, A. R. 2008. Pemecahan Masalah Pada Wanita Sebagai Orang Tua Tunggal. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sumber: http://etd.eprints.ums.ac.id/3737/2/F100040121.pdf. Diakses tanggal: 5 April 2012. Lubis, Siska M. 2011. Kebermaknaan Hidup Pada Narapidana yang Divonis Hukuman Seumur Hidup (Studi Kualitatif terhadap Seorang Narapidana yang Divonis Hukuman Seumur Hidup di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Sukamiskin). Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Sumber: http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skrip. Diakses tanggal: 4 Juli 2012. Nalungwe, P. 2009. Loneliness Among Elderly Widows And It’s Effect On Their Mental Well Being Literature Review. Degree Programme In Nursing Bachelor Thesis. Laurea University of Applied Sciences. Sumber: https://publications.theseus.fi/bitstream/handle/10024/4467/Patricia_final_thesis.pdf?se quence=1. Diakses tanggal: 27 Februari 2012. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Takkinen, S. & I. Ruoppila. 2001. Meaning In Life In Three Samples Of Elderly Person With High Cognitive Functioning. International Journal Aging and Human Development. Vol. 53(1), Hal. 51-73. Sumber: http://www.gigusa.org/resources/gt/50.pdf. Diakses tanggal: 28 Januari 2012 Tarigan, C.S.K. 2010. Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Kematian Pasangan Berdasarkan Peran Wanita. Skripsi. Fakultas Psikologi Sumatera Utara. Sumber: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25287. Diakses tanggal: 4 Maret 2012.