PENATALAKSANAAN BEDAH TERKINI DARI KARSINOMA LAMBUNG Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bedah pada Fakultas Kedokteran, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 28 Juli 2007
Oleh: BACHTIAR SURYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
Bismillahirrahmanirrahim Yang terhormat, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik Universitas Sumatera Utara, Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara, Para Dekan, Ketua Lembaga dan Unit Kerja, Dosen dan Karyawan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, Bapak/Ibu/Sdr/i para undangan, keluarga, teman sejawat, mahasiswa, serta hadirin yang saya muliakan.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul di tempat yang berbahagia ini dalam keadaan sehat walafiat. Atas berkat dan rida-Nya jualah saya dapat berdiri di sini untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar di hadapan majelis yang terhormat ini dalam Rapat Senat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya dengan mengharapkan izin dan rida dari-Nya, perkenankanlah saya membacakan pidato ilmiah saya dalam pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bedah pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan judul: PENATALAKSANAAN BEDAH TERKINI DARI KARSINOMA LAMBUNG
1. PENDAHULUAN Meskipun telah terjadi penurunan angka insiden karsinoma lambung di dunia dalam setengah abad belakangan ini, namun berbagai laporan menyebutkan angka kematian akibat kanker lambung (KL) masih menduduki urutan kedua terbanyak di dunia yakni mencapai 500.000 kematian setahun. Data di Inggris Raya menyebutkan insiden karsinoma
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
1
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
lambung ini berkisar 12.000 kasus per tahun, sedangkan angka kematiannya mencapai 10.000 kematian dalam setahun. Prognosa karsinoma lambung masih jelek, yakni hanya sekitar 20% untuk harapan hidup 5 tahun. Data dari Amerika Serikat menyebutkan angka kematian 10 orang pria dalam 100.000 populasi. Namun demikian laporan dari sejumlah centre terkemuka di Jepang khususnya menyebutkan angka survival yang lebih tinggi mencapai 2 hingga 3 kali lipat lebih baik. Peningkatan angka harapan hidup ini disebabkan bertambahnya temuan kejadian karsinoma lambung dini (KLD) dan perbaikan opsi penatalaksanaan terhadap karsinoma lambung. Di Indonesia insiden karsinoma lambung belum tercatat secara nasional, hanya berdasarkan laporan dari beberapa centre yang tidak dapat menggambarkan angka kejadian secara nasional.
2. SEJARAH Sejarah karsinoma lambung agaknya mulai dikenali sejak 1600 tahun SM melalui tulisan George Ebers Papyrus. Tulisan Hippocrates pada abad ke-2 SM di Roma memunculkan istilah cancer dan karsinoma, yang berasal dari bahasa Yunani karkinos dan karkinoma. Pada masa itu pengetahuan anatomi manusia banyak mengutip tulisan Galen dengan bukunya yang terkenal tentang anatomi monyet yang diyakini menyerupai anatomi manusia. Buku Anatomi Galen ini setidaknya tetap dianut selama sepuluh abad, disebabkan adanya larangan autopsi tubuh manusia menurut otoritas agama. Pada masa itu menurut teori Hippocrates semua penyakit disebabkan oleh penyerapan empedu hitam dari usus ke dalam darah yang dapat diobati dengan obat pencahar, suntikan, dan membuang darah kotor. Baru pada akhir milenium pertama, deskripsi kanker lambung secara jelas dijumpai pada Ensiklopedia Avicenna. Avicenna adalah seorang pakar kedokteran Arab pada abad ke-11 yang menggabungkan pengetahuan kedokteran pada masa itu dan peradaban Islam tetapi tidak mengemukakan teori kedokteran yang berbeda dengan Hippocrates. Adalah J. Cruveilhier, pada tahun 1835 yang menjelaskan misteri kematian Napoleon Bonaparte, sang Emperor Prancis yang meninggal 1821 yang disebabkan oleh karsinoma lambung. Hal ini dimungkinkan atas perintah sang raja kepada dokter pribadinya sesaat sebelum meninggal dengan ucapannya yang terkenal “…I desire you open my body to examine my stomach and to make a detailed report which you will give to my son”. Dua hari kemudian sang raja meninggal, tiga hari setelah itu jenazahnya diotopsi oleh delapan
2
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
dokter kerajaan. Dr. Antonmarchi, sang dokter kerajaan menulis: “…the volume of the stomach was small, it’s anterior surface seems to be normal but on the right side exists a close adhesion with the inferior face of the left liver. Near the small curvature there was a hard area, perforated in the center. The perforation was closed by the liver adesion. On opening the organ along its large curvature its capacity appeared filled with a considerable quantity of matters mixed with a liquid resembling the sediment of coffee”. Berdasarkan laporan tersebut, Cruveilhier seorang ahli anatomi mendeskripsikan tentang ulkus dan karsinoma lambung serta perjalanan penyakitnya yang dilaporkan oleh Bayle tahun 1839. Sedangkan operasi pertama karsinoma lambung berupa reseksi lambung dilakukan oleh Jules Emile Pean, ahli bedah terkenal dari Perancis, pada tanggal 9 April 1879. Sayangnya penderita meninggal lima hari kemudian. Setahun kemudian Profesor Ludwig R. von Rydyger, melakukan operasi serupa, namun penderita meninggal pada malam harinya. Barulah setahun kemudian, 22 Januari 1881, Theodor Billroth, berhasil melakukan reseksi lambung. Pasiennya adalah seorang ibu rumah tangga, ibu dari delapan anak yang mengalami karsinoma pilorus dengan gejala obstruksi lambung dan dilakukan reseksi daerah antrum pylorus dan nastomose gastroduodenostomy. Operasi ini dikenal sebagai prosedur Billroth I dan masih populer hingga saat ini. Berselang enam tahun kemudian, pada tahun 1897, Karl Scahlatter melakukan operasi total gastrektomi pertama terhadap seorang wanita berusia 56 tahun yang menderita karsinoma lambung. Rekonstruksi yang dilakukan berupa oesophago-jejunostomy. Setelah keberhasilan tersebut, operasi total gastrektomi dilakukan dengan berbagai teknik yang berbeda di seantero dunia hingga saat ini. Jutaan manusia telah didiagnosis menderita karsinoma lambung dan menjalani tindakan operasi tidak memandang kaya maupun miskin, warna kulit, dan jenis kelamin. Salah seorang pasien karsinoma lambung yang terkenal adalah Paus John XXIII yang berasal dari Italia Utara, dengan riwayat keluarga menderita karsinoma lambung. Gejalanya dimulai dengan rasa mual dan diikuti muntah. Pada Oktober 1962, sewaktu kongres tahunan ahli bedah Itali di Roma, empat ahli bedah Itali, diundang ke Vatikan untuk mengobati Paus. Ahli bedah tersebut menganalisis rontgen film dan mendapati adanya karsinoma lambung distal yang menutupi antrum. Pada pemeriksaan dijumpai massa tumor yang telah teraba di region hipokondrium kanan. Keempat ahli bedah tersebut berbeda pendapat dalam hal keputusan yang akan diambil. Satu dari mereka menganggap bahwa tumor sudah inoperable karena telah teraba, sedangkan yang lainnya menganggap tumor masih dapat diangkat namun faktor kegemukan dan usia menjadi pertimbangan. Akhirnya diputuskan
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
3
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
Paus tidak menjalani operasi. Sang Paus menjalani sisa hidupnya selama beberapa bulan dan meninggal pada 2 Juni 1963. Seiring dengan sejarah karsinoma lambung di dunia belahan barat, sejak perkembangan serupa juga terjadi di Jepang, Cina dan Korea, dan negaranegara Pasifik lainnya di mana karsinoma lambung dikenal sebagai kanker pembunuh utama. Meskipun sejarahnya tidak dikenal secara luas, kemajuan penatalaksanaan karsinoma lambung di Jepang berbeda dengan dunia barat hingga saat ini yang tercermin dalam klasifikasi dan standar bedah yang dilakukan.
3. FAKTOR RISIKO Studi komparatif antara Asia dan Barat menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam insiden dan survival karsinoma lambung, di mana diduga faktor etnis sebagai salah satu faktor risiko. Insiden di Jepang adalah yang tertinggi di dunia, lebih 40 kasus/100.000 penduduk, diikuti oleh Asia Timur, Amerika Selatan, dan Eropa Timur. Sementara Kanada, Eropa Utara, Afrika, dan Amerika Serikat memiliki insiden yang rendah, kurang 10 kasus/100.000 penduduk. Penelitian pada generasi pertama migran daerah insiden tinggi ke daerah insiden rendah masih menunjukkan risiko karsinoma lambung yang tinggi sebagaimana daerah asal mereka, sedangkan generasi berikutnya didapati angka risiko yang lebih rendah. Hal ini menegaskan pengaruh lingkungan lebih besar dari faktor etnis. Beberapa faktor diet dan kebiasaan hidup juga telah diteliti, di antaranya diet tinggi garam, makanan yang diasap-asapi atau kurang dimasak mengandung nitrat dan nitrit serta amino sekunder diyakini sangat berkaitan dengan meningkatnya risiko karsinoma lambung. Mengkonsumsi makanan yang tinggi garam dan makanan yang dipanas-panaskan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan athropi gastritis dan perubahan dalam lingkungan lambung disusul terbentuknya kompleks karsinogenik N-nitroso. Sebaliknya diet buah-buahan dan sayur-sayuran mengurangi risiko terjadinya kanker. Hal ini dibuktikan oleh Haung dkk., pada penelitian retrospektif terhadap penderita kanker lambung di Jepang (877 kasus), ditemukan bahwa mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan mentah menurunkan risiko kematian karsinoma lambung secara signifikan oleh karena efek dari antioksidan yang dikandungnya. Beberapa faktor risiko genetis telah dikenali di antaranya golongan darah A, anemi pernisiosa, riwayat keluarga, HNPCC, dan Syndrome Li-Fraumeni. Menghadapi risiko ini tidak banyak yang kita lakukan dan insiden lesi
4
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
prekusor-nya (gastritis athropi, polip adenoma gaster) adalah rendah. Selain faktor intake makanan dan faktor genetik di atas, infeksi Helicobacter pylori saat ini diyakini juga berkaitan dengan karsinoma lambung. Hal ini diakibatkan oleh karena timbulnya athropi mukosa lambung dan meningkatnya keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso. Faktor-faktor lain yang saat ini patut diduga berhubungan dengan karsinoma lambung di antaranya adalah gastritis athropi kronis, gastropathy hyperthropic (Metenier’s disease), polip lambung, status sosio-ekonomi yang rendah, dan obesitas.
4. SKRINING KARSINOMA LAMBUNG Penataan karsinoma lambung akan sangat berhasil apabila penyakit tersebut ditemukan pada stadium dini. Akan tetapi karena penyakit ini umumnya belum memberikan gejala kecuali setelah mencapai stadium lanjut, maka skrining karsinoma lambung adalah satu-satunya cara untuk menemukan penyakit ini dalam stadium awal. Tujuan karsinoma lambung tentunya menemukan karsinoma lambung dini yang potensial untuk kuratif. Namun ada beberapa kendala yang dihadapi, di antaranya: akan banyak populasi yang akan mengikuti tes namun hasilnya negatif; tes yang sangat sensitif adalah endoskopi atau barium meal khusus yang tentu saja memerlukan hospitalisasi dan tidak cocok untuk populasi yang banyak. Oleh sebab itu, skrining karsinoma lambung diarahkan kepada mereka yang memiliki risiko tinggi termasuk: memiliki riwayat keluarga terpapar karsinoma lambung dan penderita anemia pernisiosa. Meskipun karsinoma lambung sering didahului oleh gastritis, namun diagnosis ini tidak terlalu membantu dalam memprediksi terjadinya karsinoma lambung karena kelainan ini ditemukan pada jumlah populasi sehat yang banyak. Penderita dengan risiko tinggi terjadinya karsinoma lambung dianjurkan menjalani pemeriksaan endoskopi dan barium meal khusus sekali dalam 6–24 bulan. Mengingat cost efektivitasnya, maka skrining karsinoma lambung tidak dianjurkan pada daerah dengan insiden rendah seperti Amerika Serikat dan Kanada. Sebaliknya di daerah dengan insiden karsinoma lambung yang tinggi sangat dianjurkan melakukan skrining ini. Bahkan di Jepang dan Cina, 50%-80% karsinoma lambung ditemukan dalam stadium dini. The American Society for Gastrointestinal Endoscopy malah merekomendasikan endoskopi skrining pada kelompok risiko tinggi seperti: riwayat adenoma, FAP, HNPCC, Peutz-Jeghers syndrome, dan penyakit metenier.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
5
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
5. TANDA DAN GEJALA Gejala umum dari karsinoma lambung di antaranya berupa nyeri di sekitar, lambung, penurunan berat badan, dan sulit makan. Gejala awal barangkali adalah berupa nyeri dada dan sulit menelan. Namun gejala ini juga merupakan simtom dari penyakit lain dan sangat sedikit populasi dengan gejala ini menderita karsinoma lambung. Gejala dini lainnya adalah berupa gejala perasaan kenyang meski baru memakan makanan dalam jumlah yang sedikit. Diagnosis karsinoma lambung membutuhkan pemeriksaan histopatologi dari jaringan atau pemeriksaan sitologi dari lambung. Beberapa sistem klasifikasi telah dikemukakan oleh para ahli untuk membantu mendeskripsikan karsinoma lambung baik melalui gambaran makroskopis (Borrmann) atau gambaran mikroskopis (klasifikasi Ming). Namun yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi Lauren dan sistem WHO. Klasifikasi Lauren membagi karsinoma lambung atas dua histopatologi: tipe intestinal dan diffusa. Sistem ini didasari atas susunan mikroskopis dan gambaran pertumbuhan. Tipe diffusa memiliki sel tumor yang tidak kohesif, menginfiltrasi jaringan struma lambung dan sering menampilkan gambaran desmoplasia dan terjadinya peradangan mukosa. Tipe ini kurang dipengaruhi oleh lingkungan, insidennya akhir-akhir cenderung meningkat, mengenai usia muda dan memiliki prognosis yang buruk. Karsinoma ini tidak berkaitan dengan metaplasia intestinal, tidak terletak di antrum dan dapat muncul dari mutasi sel tunggal dalam kelenjar lambung yang normal. Sebaliknya tipe intestinal menunjukkan formasi kelenjar yang dapat dikenali, mulai dari diferensiasi baik hingga buruk, cenderung tumbuh membesar dibandingkan dengan infiltrasi dan diyakini terjadi akibat gastritis athropi kronik. Infeksi H.pylori dan gastritis autoimmun adalah penyebab yang paling sering menciptakan lingkungan yang kondusif untuk peradangan lambung. Jika peradangan lambung terjadi, timbul athropi mukosa lambung, diikuti metaplasia intestinal yang dapat menyebabkan displasia. Karsinoma didiagnosis manakala tumor menginvasi lamina propria atau hingga mukosa muskularis. Lebih dari 80% lesi displasi berkembang menjadi invasi. Klasifikasi Lauren terbukti bermanfaat dalam mengevaluasi karsinoma lambung khususnya yang terkait dengan insiden, gambaran kliniko patologis, dan faktor prekursor. WHO telah mendefinisikan karsinoma lambung sebagai berikut: tumor ganas epitel dari mukosa lambung dengan differensiasi kelenjar. Klasifikasi WHO mendasari karsinoma lambung
6
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
berdasarkan derajat kemiripan metaplasia jaringan intestinal dan terbagi atas 5 tipe: adenokarsinoma (intestinal dan diffusa), papillary, tubuler, mucinous, dan signet-ring cell. Pemeriksaan fisik umumnya tidak memberikan informasi yang adekuat. Pasien dengan tumor lanjut dapat ditemukan adanya massa yang teraba di abdomen, cachexia, ascites, hepatomegali, dan edema tungkai bawah. Seeding peritoneal dapat melibatkan ovarium (tumor Krukenberg atau pelvic cul-de-sac (Blumer’s shelf). Metastasis dapat berupa pembesaran kelenjar getah bening supra klavikular (Virchow’s node), kelenjar getah bening ketiak kiri (Irish’s node) atau kelenjar getah bening periumbilikal (Sister Mary-Joseph’s node).
6. DIAGNOSIS Saat ini endoskopi diyakini sebagai metode diagnosis yang sensitif dan spesifik pada karsinoma lambung. Endoskopi memungkinkan visualisasi langsung lokasi tumor, ekstensi keterlibatan mukosa dan biopsi untuk diagnosis jaringan. Pemeriksaan lain adalah: endoskopi ultrasound (EUS) yang dapat menentukan staging tumor secara lebih akurat oleh karena dapat melihat kedalaman invasi tumor dan menilai perluasan ekstensi kelenjar getah bening perigastrika. Bahkan Willis dkk., meyakini EUS sebagai alat diagnosis yang paling dapat dipercaya untuk menegakkan staging karsinoma lambung dan menentukan reseptabilitasnya. Pemeriksaan Barium enema gastrointestinal atas, meliputi instillasi cairan Barrium ke dalam lambung dan kombinasi dari empat teknik: evaluasi barium, double contras, gambaran mukosa lambung dan gambaran kompresi lambung. Prosedur ini memungkinkan ditandainya gambaran irregulitas mukosa. Halvorsen dkk. menyarankan bahwa meskipun endoskopi telah menjadi metode yang terbaik dalam diagnosis karsinoma lambung, namun menggabungkannya dengan pemeriksaan Barrium meal dapat saling melengkapi dan memiliki ketepatan diagnostik yang sama. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan untuk staging karsinoma lambung. Pemeriksaan ini mendeteksi metastasis hati, kelenjar getah bening regional dan jauh dan dapat memprediksi jaringan yang diinvasi secara langsung oleh tumor. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah berkisar 88% menurut Kuntz dkk. Sebaliknya MRI (Magnetic Resonance Imaging) memiliki manfaat yang terbatas dalam staging karsinoma lambung khususnya jika dihubungkan dengan: kesulitan menilai artefak,
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
7
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
harga yang relatif tinggi, waktu untuk pemeriksaan dan kurangnya zat kontras oral yang sesuai. Namun beberapa ahli malah menemukan bahwa MRI lebih sensitif dalam menilai faktor T dalam staging karsinoma lambung. Namun demikian MRI unggul dalam menilai hati, tulang, dan penyebaran peritonium. Keunggulan nyata dari MRI adalah kemampuannya memberikan gambaran foto multiplanar, tidak terpapar radiasi dan dapat digunakan pada penderita yang sensitif terhadap kontras.
7. STADIUM OPERATIF Ada 2 buah sistem staging yang paling sering digunakan saat ini, yakni berdasarkan TNM/AJCC/UICC dan JRSGC (Japanese Research Society For Gastric Cancer). Keduanya memiliki kemiripan di samping perbedaan. TNM system edisi terakhir menekankan pada jumlah kelenjar yang dijumpai sewaktu operasi, sedangkan sistem Jepang lebih kompleks menyangkut stasiun kelenjar getah bening, keterlibatan liver dan peritoneum. Klasifikasi lengkap sesuai tabel. Tabel 1. Staging Karsinoma Lambung Berdasarkan AJCC Tahun 2002
STAGING American Joint Committee on Cancer Staging of Gastric Cancer, 2002 PRIMARY TUMOR (T) TX
Primary tumor cannot be assessed
T0
No evidence of primary tumor
Tis
Carcinoma in situ: intraepithelial tumor without invasion of the lamina propria
T1
Tumor invades lamina propria or submucosa
T2
Tumor invades muscularis propria or subserosa
T2a
Tumor invades muscularis propria
T2b
Tumor invades subserosa
T3
Tumor penetrates serosa (visceral peritoneum) without invasion of adjacent structures
T4
Tumor invades adjacent structures
REGIONAL LYMPH NODES (N) NX
Regional lymph node(s) cannot be assessed
N0
No regional lymph node metastasis
N1
Metastasis in 1 to 6 regional lymph nodes
N2
Metastasis in 7 to 15 regional lymph nodes
N3
Metastasis in more than 15 regional lymph nodes
DISTANT METASTASIS (M)
8
MX
Distant metastasis cannot be assessed
M0
No distant metastasis
M1
Distant metastasis
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
STAGE GROUPING Stage 0
Tis
N0
M0
Stage 1A
T1
N0
M0
Stage IB
T1
N1
M0
T2a/b
N0
M0
T1
N2
M0
T2a/b
N1
M0
T3
N0
M0
T2a/b
N2
M0
T3
N1
M0
T4
N0
M0
Stage IIIB
T3
N2
M0
Stage IV
T4
N1–3
M0
T1–3
N3
M0
Any T
Any N
M1
Stage II
Stage IIIA
From AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York, Springer-Verlag, 2001.
Gambar 1. Klasifikasi Faktor T pada Karsinoma Lambung
Staging
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
9
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Klasifikasi Karsinoma Lambung Berdasarkan JRSGC
10
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
Tabel 3. Daftar Stasiun Kelenjar Getah Bening pada Abdomen Bagian atas Menurut JRSGC
8. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG DINI (KLD) Meningkatnya teknik pemeriksaan dengan endoskopi telah meningkatkan pula temuan karsinoma dini lambung, yakni berkisar 20% di negara-negara Eropa dan sekitar 50% di Jepang. Dengan terapi pembedahan standar diperoleh angka survival 5 tahun lebih dari 90%. Namun mengingat sejumlah kendala pasca-operasi gastrektomi yang menyangkut kualitas hidup penderita, terbuka peluang untuk melakukan sejumlah tindakan yang lebih minimal.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
11
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Daftar Level Kelenjar Getah Bening Berdasarkan Lokasi Tumor Primer
Karsinoma
Lambung
Terapi pembedahan yang optimal pada karsinoma lambung dini, khususnya yang menyangkut ekstensi lymphadenektomi belum terjadi persesuaian antara yang dikerjakan di Barat dengan Jepang khususnya. Barat umumnya beranggapan bahwa gastrektomi diikuti oleh D1 sudah memadai, sedangkan Jepang memakai D2 sebagai terapi bedah standar untuk KLD. Studi dari 12.098 pasien di Jepang menunjukkan bahwa KLD dapat juga mengalami metastasis sebanyak 10% yang melibatkan N1 dan N2 masingmasing 7,6% s.d. 18% dan 1,4%-5,4%. Insiden pembesaran kelenjer gerah bening ini memang rendah, akan tetapi memiliki risiko residif yang tinggi apabila tidak dilakukan diseksi KGB yang komplit. D1 hanya memadai untuk diseksi KLD yang terbatas perigastrika. Sedangkan diseksi D2 bermanfaat pada ± 5% dari seluruh kasus karsinoma submukosa. Efek buruk dari diseksi D2 dalam hal morbiditas dan mortalitas hanya dijumpai bermakna pada senter yang baru mengembangkan teknik ini (Learing curve). Sedangkan pada senter yang telah maju, khususnya di Jepang, diseksi D2 tidak berbeda bermakna dalam morbilitas dan morbalitas dibandingkan dengan D1 atau D0. Teknik terbaru berupa endoskopi ultrasonografi (EUS) telah mampu membawa perkembangan terapi bedah karsinoma lambung dini dengan mengunakan teknik reseksi mukosa endoskopi (EMR). Reseksi lambung per laparoskopi juga telah banyak dikembangkan. Namun pemakaian kedua teknik yang baru ini
12
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
terbatas pada kasus-kasus tanpa pembesaran kelenjar getah bening. Memprediksi KGB negatif dengan akurasi diagnosis yang tepat secara makros dan histologi haruslah memiliki kriteria sekurang-kurangnya sebagai berikut: (a) kedalaman tumor terbatas pada lapisan mukosa; (b) tumor < 2 cm; (c) tipe makroskopis (tipe I, IIA, IIIB). (d) tipe histologi (diferensiasi baik, tipe intestinal). Kriteria ini berbeda pada beberapa senter. Apabila memenuhi keseluruhan kriteria tersebut dapat diprediksi bahwa tidak dijumpai kelenjar getah bening hingga 100% kasus. Reseksi per laparoskopi dibandingkan dengan EMR memberikan keunggulan margin reseksi dan kemungkinan diseksi KGB. Gambar 2. Batas Reseksi Lambung dengan Diseksi D1 dan D2
Masih dijumpai sejumlah kendala dalam aplikasi EMR dan reseksi perlaparoskopi, di antaranya: (1) masih kurangnya data follow up jangka panjang; (2) akurasi kedalaman invasi tumor < 70% kecuali pemakai EUS; (3) kurangnya kriteria seleksi yang mengakurat dan (4) kemungkinan adanya mikro metastasis di kelenjar perigastrika. Pemeriksaan immunohistokimia mampu mendeteksi adanya KGB terigastrika hingga 12,2% dan 11,5% pada mukosa dan submukosa karsinoma lambung dini yang dengan pemeriksaan histologi rutin telah dinyatakan negatif. Namun demikian infasi mikro ini hanya memiliki signifikansi pronostik sedikit di atas rata-rata dan kriteria ini hanya dijumpai 1,6% dan 3,8% pada karsinoma mukosa dan submukosa. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan signifikansi prognosis mikrometastasis pada karsinoma lambung dini.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
13
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
Terapi bedah standar pada karsinoma lambung dini memiliki angka rekurensi yang rendah yakni sekitar 2%. Hal ini menjadikan terapi bedah merupakan pilihan yang optimal baik di Jepang maupun di Barat. Adapun EMR dan reseksi perlaparoskopi yang memberikan harapan kualitas hidup yang lebih baik hanya dilaksanakan pada senter-senter khusus yang mengembangkan teknik ini dan pasien yang memiliki kriteria yang tepat. Penerapan kedua teknik yang baru ini belum dapat direkomendasikan sebelum adanya data survival jangka panjang.
9. PENATALAKSANAAN KARSINOMA LAMBUNG LANJUT Berbeda dengan KLD, karsinoma lambung lanjut (KLL) memiliki prognosis yang buruk. Di Amerika Serikat angka harapan hidup lima tahun pada stadium IIIA, IIIB, dan IV berkisar antara 3% dan 13%. Untuk mengurangi angka rekurensi dan memperbaiki survival berbagai prosedur operasi yang agresif telah dilaksanakan. Pada saat laparotomi seorang ahli bedah harus menjawab empat pertanyaan kritis pada pembedahan KLL yang memiliki potensi kurabilitas, yakni: (1) subtotal atau total gastrektomi; (2) preservasi limfa atau splenektomi; (3) preservasi pankreas atau pankreatektomi distal; (4) diseksi D1 atau diseksi D2/D3. Masing-masing pilihan operasi memiliki alasan dan risiko tersendiri. 9.1. Subtotal vs Total Gastrektomi Total gastrektomi nyata menghilangkan kemungkinan rekurensi karsinoma lambung pada pungtung lambung sebagai mana dimungkinkan pada subtotal gastrektomi. Kelenjar getah bening yang sering tertinggal pada subtotal gastrektomi adalah no. 1 dan no. 2 sesuai klasifikasi JRSGC (Japanese Research Society for Gastric Cancer) yang terletak sepanjang vasa gastrika brevis. KGB ini tertinggal pada saat melakukan subtotal gastrektomi. Pada karsinoma lambung yang terletak di proksimal dan sepertiga tengah, total gastrektomi merupakan pilihan pembedahan. Untuk tumor yang terletak di distal sejumlah studi retrospektif menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal survival antara total dan subtotal gastrektomi. Di Jepang subtotal gastrektomi merupakan standar reseksi pada tumor antrum, sedangkan di Jerman menganut paham yang lebih radikal yakni total gastrektomi khususnya pada tipe diffusa klasifikasi Lauren.
14
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
Gambar 3. Batas Reseksi Lambung Berdasarkan Lokasi Tumor Primer
9.2. Splenektomi vs Preservasi Limfa Pedoman melakukan splenektomi pada pembedahan karsinoma lambung lanjut belum ada keseragaman antara Barat dan Jepang khususnya. Namun demikian sejumlah studi menunjukkan bahwa splenektomi dianjurkan, dilaksanakan apabila memenuhi tiga kriteria: reseksi R0 manakala KGB No. 10 yang terletak di hilus limpa turut diangkat, terukurnya efek splenektomi jangka pendek maupun jangka panjang, dipertimbangkannya pengaruh splenektomi pada survival. Insiden keterlibatan KGB perihilus berkisar 0-1,9% untuk tumor yang terletak sepertiga tengah dan distal, 15,5% untuk tumor yang diproksimal dan 20,7% untuk tumor yang menginfiltrasi seluruh lambung. Pada laporan sebelumnya infiltrasi hilus hanya ditemukan pada tumor T3 dan T4. Adalah nyata bahwa splenektomi tidak meningkatkan angka reseksi R0 pada karsinoma dini lambung dan karsinoma lambung distal. Para meter stadium dan lokasi tumor digunakan sebagai plediktor untuk mengidentifikasi KGB di hilus sebab pemeriksaan preoperatif baik dengan CT maupun EUS tidak sensitif, dan bahkan pemeriksaan intra opratif sekalipun sering tidak akurat. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa indikasi splenektomi pada reseksi lambung didasarkan atas dua hal: (1) invasi langsung tumor ke limpa; (2) pembesaran KGB di hilus. Limpa juga harus ikut di reseksi pada karsinoma gaster proksimal meskipun kriteria diatas tidak terpenuhi, sebab kemungkinan tumor menginfiltrasi hilus mencapai 20%. Di luar hal tersebut diatas seyogianya limpa dapat dipreservasi. 9.3. Pankreatektomi Distal vs Preservasi Pankreas Pankreatektomi distal sebagai bagian en bloc reseksi lambung dan limpa dianjurkan oleh sebagian ahli dalam upaya membuang KGB secara komplit sepanjang arteri lienalis. Namun pankreatektomi distal ini sangat
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
15
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
berbahaya. Suatu studi di Hongkong menemukan bahwa pankreatektomi distal pada diseksi D3 menyebabkan komplikasi sepsis (abses subprenikus) pada 50% kasus. Hasil ini sama dengan penelitian di Inggris di mana didapati angka morbiditas (58%) dan mortalitas (16%) meningkat 100% manakala diseksi D2 diikuti dengan pankreatektomi distal. Marujama dkk. mendapati bahwa penderita karsinoma lambung progsimal hidup lebih lama pada kelompok yang tidak dilakukan pankreatektomi distal. Hal ini dapat dijelaskan bahwasanya KGB di vena lienalis bukan terletak di parenkim pankreas melainkan di atas permukaannya. Di seksi komplit KGB no. 11 dapat dicapai tanpa melakukan pankreatektomi distal. Disimpulkan bahwa para ahli mengajurkan melakukan preservasi pankreas distal kecuali apabila nyata telah terjadi invasi langsung ke pankreas. 9.4. Ekstensi Limphadenektomi Penatalaksanaan bedah karsinoma lambung saat ini yang paling menimbulkan kontroversi adalah menyangkut ekstensi diseksi kelenjar getah bening. Diseksi D2/D3 telah lebih 3 dekade di laksanakan di Jepang namun hanya 1 dekade terakhir prosedur ini dikenal di dunia Barat. Menurut JRSGC kelenjar getah bening abdomen bagian atas dibagi atas 16 stasiun, yang terbagi atas 4 level (N1-N4) sesuai letak tumor primer. Ekstensi limphadenektomi diklasifikasikan sesuai derajat diseksi KGB (D1D4). D1 meliputi diseksi KGB perigastrika yakni KGB yang melekat ke gaster (stasiun 1 s.d. 6, level N1); sedangkan D2 adalah mengangkat KGB level N1+KGB 7 s.d. 11 (level N2). Sedangkan D3 dan D4 adalah diseksi KGB no. 12 s.d. 14 (level N3) dan KGB no. 15 dan 16 (level N4). Sedangkan di Amerika dan Eropa KGB diklasifikasikan sesuai sistem TNM. Ada sejumlah perbedaan di antara kedua sistem ini yang juga menggambarkan perbedaan pendekatan bedah antara Barat dan Jepang. Tidak diragukan lagi bahwa reseksi D2 meningkatkan R0 dibandingkan dengan D1, namun penelitian di Barat masih belum dapat menemukan manfaat nyata D2 dibandingkan dengan D1. Hal ini berbeda dengan temuan di Jepang yang secara nasional telah menetapkan D2 sebagai standar terapi karsinoma lambung. Berbagai studi dilakukan untuk membandingkan manfaat D2 atas D1, namun manakala dibandingkan hasilnya dengan studi serupa di Jepang adalah tidak proporsional mengingat Jepang memiliki kasus yang banyak dan tradisi yang lama dalam hal diseksi D2 dibandingkan dengan belahan dunia lainnya. Beberapa penulis mengemukakan sejumlah alasan mengapa diseksi D2 di Barat kurang menggembirakan hasilnya dibandingkan di Jepang, di antaranya: (1) pasien di Barat lebih gemuk, sedangkan di Jepang lebih kurus sehingga diseksi lebih mudah; (2) Komorbid pasien di Barat lebih banyak; (3) Barat masih
16
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
dalam fase learning curve; (4) meningkatnya insiden karsinoma lambung proksimal di Barat. Laporan dari berbagai center di Jepang umumnya menghasilkan data yang lebih menyokong dilakukannya D2 dibandingkan dengan D1 atau D0. Angka survival 5 tahun pada kasus yang dilakukan D2 mencapai 45%, angka yang jauh melebihi survival di Barat yang kurang dari 20%. Beberapa penjelasan tambahan coba dikemukakan seperti: (a). “Will Rogers Phenomenon“ yakni meningkatnya stadium karsinoma lambung apabila dilakukan diseksi D2 sebab semakin banyak jumlah stasiun yang diperiksa; (b). Adanya mikrometastases hingga 90% pada stasiun KGB yang negatif pada pemeriksaan histologi biasa, namun positif jika dilakukan pemeriksaan immunohistokimia; (c). Tidak adanya studi randomised control study di Jepang mengenai manfaat D2, kecuali kebanyakan berupa studi retrospektif dan beberapa prospektif. Namun mengingat tradisi di Jepang yang telah lebih 3 dekade menerapkan D2 pada bedah karsinoma lambung, tentunya akan menghadapi kendala etis dalam melakukan studi RCT. Oleh sebab itu ada sejumlah penulis yang skeptis melihat perbedaan ini dan hanya dapat berkata: “West is West, East was East”. Menurut Hemat penulis, faktor skill juga memegang peranan penting dalam memberikan hasil yang baik untuk suatu prosedur yang rumit ini. Sebagai perbandingan, Eropa baru mengenal diseksi D2 sejak pertengahan tahun 90-an, sedangkan Jepang sudah mengerjakan D2 sejak tahun 70-an. Ahli bedah Eropa umumnya belajar D2 di Jepang atau mereka mendatangkan ahli bedah Jepang untuk waktu tertentu ke negara mereka agar dapat melatih ahli bedah setempat. Di British MRC trial, seorang ahli bedah khusus gaster hanya mengerjakan D2 rata-rata 1,8 kasus setahun dengan angka mortalitas mencapai 13%, sedangkan 4 orang ahli bedah Jepang di National Cancer Center Hospital (NCCH) melakukan > 250 kasus D2/D3 dengan angka mortalitas 0,4%. Perbedaan angka mortalitas ini makin meneguhkan keyakinan penulis bahwa Eropa masih dalam taraf learning curve dalam menguasi teknik diseksi D2.
10. SURVIVAL SETELAH RESEKSI D2 Manfaat diseksi D2 terus menjadi kontroversi dalam bidang penatalaksanaan kasinoma lambung hingga saat ini. Dimulai dengan perbedaan sistem staging antara Barat dan Jepang, adanya fenomena “Hill Rogers”, kualiatas pembedahan yang tidak sama serta adanya mikrometastases hingga 90% pada node negatif KGB, mortalitas di Barat
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
17
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
mencapai 13% sedangkan di Jepang hanya 0,4%; keseluruhannya makin membuat sulit dalam menilai keunggulan D2. Dalam laboran Roukos dkk. di Yunani, mereka menedapatkan manfaat D2 pada pasien dengan N2. Sementara penelitian di Jerman mendapatkan peningkatan angka survival pada stadium II/IIIA. Sementara laporan dari NHCC Jepang terus menampilkan angka survival yang semakin baik, bahkan setelah melakukan eliminasi faktor phenomena Will Rogers. Disimpulkan bahwa D2 adalah teknik pembedahan optimal saat ini untuk karsinoma lambung lanjut, karena dapat meningkatkan angka kuratif reseksi, mengurangi rekurensi lokoregional, dan menjanjikan peningkatan survival.
11. KEMOTERAPI Penderita karsinoma lambung tanpa infiltrasi kelenjar getah bening mempunyai angka survival hingga 75% jika hanya menjalani tindakan pembedahan semata. Sedangkan jika telah menginfiltrasi KGB angka survival berkisar antara 10%-30%. Karsinoma lambung mempunyai kecendrungan untuk rekurensi lokal rekurens, metastasis ke liver dan peritoneum bahkan setelah reseksi kuratif R0 sekalipun. Di sinilah peranan kemoterapi diharapkan untuk membantu perbaikan angka survival. Kemoterapi adjuvan maupun neo-adjuvan telah banyak dilakukan, namur hasilnya masih belum konklusif dan dan konsistens. Hal ini barangkali disebabkan oleh perbedaan populasi, klasifikasi patologi, ekstensi diseksi KGB dan pemilihan saat pemberian kemoterapi yang tepat. Sedikitnya ada 7 buah penelitian metaanalisis mengenai manfaat kemoterapi pada karsinoma lambung. Disimpulkan hanya dijumpai sedikit manfaat kemoterapi dan itu pun dalam kategori border line yang pemakaiannya harus sangat hati-hati. Umumnya laporan tersebut tidak merekomendasikan penggunaan kemoterapi secara rutin setelah reseksi lambung.
12. KESIMPULAN Pembedahan adalah satu-satunya cara yang tersedia hingga saat ini untuk dapat mencapai kurabilitas R0 pada karsinoma lambung. Pemeriksaan preoperative yang lengkap mencakup barium meal, CT Scan, endoskopi hingga EUS sangat dibutuhkan untuk memprediksi staging dari tumor dan pemeriksaan satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Kontroversi masih terjadi hingga saat ini dalam hal ekstensi reseksi lambung,
18
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
splenektomi, pankreatektomi distal dan ekstensi diseksi kelenjar getah bening. Untuk karsinoma lambung dini, hanya sekitar 5% tumor submukosa lambung yang menginfiltrasi hingga level N2 sehingga reseksi lambung D2 dikerjakan secara selektif. Bahkan di senter yang maju telah dikerjakan EMR dan gastrektomi per-laparoskopi. Namun pada karsinoma lambung lanjut tindakan pembedahan yang luas tentu sangat diperlukan. Meskipun belum disokong penelitian RCT dalam meningkatan survival, namun D2 telah terbukti dalam mengontrol rekurensi loko-regional dan bila disokong dengan keterampilan ahli bedah yang terlatih dapat dikerjakan secara aman dengan mortalitas dan morbiditas yang rendah. Masih dibutuhkan penelitian level 1 yang luas untuk menyokong manfaat kemoterapi pada karsinoma lambung pasca-pembedahan.
UCAPAN TERIMA KASIH Bapak Rektor, Anggota Wali Amanat, Anggota Senat, para Dekan, para Guru Besar, serta seluruh hadirin yang saya muliakan, sebelum mengakhiri pidato pengukuhan ini izinkanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan segenap anggota senat Universitas Sumatera Utara, para Pembantu Rektor, Dekan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD KGEH, mantan Dekan Prof. Dr. T. Bahri Anwar Johan, SpJP(K) dan para Pembantu Dekan. Terima kasih saya juga kepada guru-guru saya sejak SR, SMP, SMA, Fakultas Kedokteran USU, dan guru-guru saya di Departemen Ilmu Bedah FK-USU dan Departemen Ilmu Bedah FK-UNPAD, terutama kepada (alm.) Dr. R. Soenaryo Sosroamijoyo yang pertama sekali menerima saya sebagai asisten Ilmu Bedah di FK-USU, kemudian Prof. Dr. R. Santoso Soewandi, (alm.) Prof. Dr. Menam Ginting, (alm.) Dr. Panusunan Nasution, (alm.) Dr. Effendi Nasution, (alm.) Prof. Bukhari Kasim, Dr. Humala Hutagalung, Dr. Warko Karnadiharja, DR. Dr. Basrul Hanafi, Dr. Yayat Ruchiyat, Dr. Sukamto S., Dr. Nurhayat Usman, Dr. Nonong Sutardi, Dr. Haryono Yarman. Terima kasih untuk seluruh staf Departemen Ilmu Bedah FK-USU untuk kerjasamanya selama ini. Kepada almarhum Ayah saya, Surya Sadjuri dan almarhumah Ibu saya Poniyam saya doakan semoga Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berkenan menempatkan beliau di tempat yang sebaik-baiknya di alam barzah. Juga saya doakan Bapak dan Ibu Mertua saya almarhum H.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
19
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
Hatunggal Siregar, SH dan almarhumah Hj. Siti Rahmah, semoga mendapat tempat yang sebaik-baiknya juga di sisi-Nya. Kepada istri saya Dr. Rosdiana Siregar dan keempat anak saya Delly, Dennis, Deryne, dan Desiree marilah sama berdoa semoga kita tetap mendapat keampunan, petunjuk dan rida dari Allah SWT dan tetap mensyukuri nikmat-Nya. Kepada semua anggota panitia pengukuhan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas jerih payah yang telah diberikan sehingga upacara pengukuhan ini dapat terlaksana dengan baik. Semoga Allah SWT membalasnya dengan berlipat ganda atas budi baik yang telah saudarasaudara lakukan. Kepada saudara-saudara yang lain dan sahabat-sahabat saya yang tak dapat saya sebutkan namanya satu per satu saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan simpatinya. Terima kasih kepada hadirin atas kesediannya mengikuti upacara ini sampai selesai, mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada tingkah laku dan tutur kata saya yang tidak berkenan di hati Bapak/Ibu, Saudara/i sekalian. Akhir kata, wabillahi taufik wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
20
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
DAFTAR PUSTAKA 1.
Bonenkamp J.J., Hermans J., Sasako M., van de Velde C.J. Extended lymphnode dissection for gastric cancer. Dutch Gastric Cancer Group. N Engl J Med 1999; 340: 908–14.
2.
Cuschieri A., Weeden S., Fielding J., Bancewicz J., Craven J., Joypaul V., Sydes M., Fayers P. Patient survival after D1 and D2 resections for gastric cancer: long-term results of the MRC randomized surgical trial. Surgical Cooperative Group. Br J Cancer 1999;79:1522–30.
3.
Sasako M., McCulloch P., Kinoshita T., Maruyama K. New method to evaluate the therapeutic value of lymph node dissection for gastric cancer. Br J Surg 1995; 82: 346–51.
4.
Maruyama K., Sasako M., Kinoshita T., Sano T., Katai H., Okajima K. Pancreas-preserving total gastrectomy for proximal gastric cancer. World J Surg 1995; 19: 532–6.
5.
Japanese Gastric Cancer Association. Japanese Classification of Gastric Carcinoma, 2nd English edition. Gastric Cancer 1998; 1: 8–24.
6.
Kattan M.W., Karpeh M.S., Mazumdar M., et al.: Postoperative nomogram for disease-specific survival after an R0 resection for gastric carcinoma. J Clin Oncol 21:3647-3650, 2003.
7.
Siewert J.R., Kestlmeier R., Busch R., et al.: Benefits of D2 lymph node dissection for patients with gastric cancer and pN0 and pN1 lymph node metastases. Br J Surg 83:1144-1147, 1996.
8.
Le Voyer T.E., Sigurdson E.R., Hanlon A.L., et al: Colon cancer survival is associated with increasing number of lymph nodes analyzed: A secondary survey of Integroup Trial INT-0089. J Clin Oncol 21: 29122919, 2003.
9.
Roder J.D., Bottcher K., Busch R., et al.: Classification of regional lymph node metastasis from gastric carcinoma. Cancer 82:621-631, 1998.
10. Feith M., Stein H.J., Siewert J.R.: Pattern of lymphatic spread of Barrett’s cancer. World J Surg 27: 1052-1057, 2003.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
21
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
11. Noda N., Sasako M., Yamaguchi N., et al.: Ignoring small lymph nodes can be a major cause of staging error in gastric cancer. Br J Surg 85: 831-834, 1998. 12. Bunt A.M., Hermans J., Smit V.T., et al.: Surgical/pathologic-stage migration confounds comparisons of gastric cancer survival rates between Japan and Western countries. J Clin Oncol 13:19-25, 1995. 13. Estes N.C., MacDonald J.S., Touijer K., et al.: Inadequate documentation and resection for gastric cancer in the United States: A preliminary report. Am Surg 64:680-685, 1997. 14. Swisher S.G., Deford L., Merriman K.W., et al.: Effect of operative volume on morbidity, mortality, and hospital use after esophagectomy for cancer. J Thorac Cardiovasc Surg 119: 1126-1132, 2000. 15. Charlton A., Blair V., Shaw D., et al. Hereditary diffuse gastric cancer: predominance of multiple foci of signet ring cell carcinoma in distal stomach and transitional zone. Gut 2004; 53: 814–20. 16. Fennerty M., Sampliner R., McGee D., et al. Intestinal metaplasia of the stomach: identification by a selective mucosal staining technique. Gastrointest Endosc 1992; 38: 696–98. 17. Caldas C., Carneiro F., Lynch H.T., et al. Familial gastric cancer: overview and guidelines for management. J Med Genet 1999; 36: 873– 80. 18. Toth E., Sjolund K., Thorsson O., et al. Evaluation of gastric acid secretion at endoscopy with a modified congo red test. Gastrointest Endosc 2002; 56: 254–9. 19. Tatsuta M., Okuda S., Tamura H., et al. Endoscopic determination of the extent of early ulcerated gastric cancer by the congo red test. Endoscopy 1982; 14: 41–4. 20. Iishi H., Tatsuta M., Okuda S. Diagnosis of simultaneous multiple gastric cancers by the endoscopic congo red-methylene blue test. Endoscopy 1988; 20: 78–82.
22
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
21. Acar O., Schwizer O., Hauri D. The use of Congo red mapping and marking for delineating the antral-corpus boundary during gastric bladder augmentation and replacement. Br J Urol 1999; 84: 725–26. 22. Pharoah P., Guilford P., Caldas C., et al. Incidence of gastric cancer and breast cancer in CDH1 (E-cadherin) mutation carriers from hereditary diffuse gastric cancer families. Gastroenterology 2001; 121: 1348–53. 23. Tsukuma H., Oshima A., Narahara H., et al. Natural history of early gastic cancer: a non-concurrent long term followup study. Gut 2000; 47: 618–21.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
23
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nama NIP Pangkat/Golongan Tempat/Tgl. Lahir Agama Nama Orang Tua
: : : : : :
7. Nama Istri 8. Nama Anak
: :
9. Alamat
:
Dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD 140 068 960 Pembina Utama Madya/IVd Tanjung Pura, Langkat/26 Oktober 1945 Islam Ayah : Surya Sadjuri (alm.) Ibu : Poniyam (alm.) Dr. Rosdiana Siregar, SpKK 1. Delly Paramita, SE, MSc. 2. Dennis Paramita, SE, MSc. 3. Dr. Deryne Anggia Paramita 4. Desiree Anggia Paramita Jl. Dr. Mansyur Baru II No. 17 Telp. (061) 8212817 Medan
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. 2. 3. 4. 5. 6.
SR Chung Hwa Rantau Prapat SMP Negeri Rantau Prapat SMA Negeri V Medan Fakultas Kedokteran USU Medan Keahlian Ilmu Bedah FK-USU Medan Konsultan Bedah Digestif FK-UNPAD Bandung
Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1957 1960 1963 1974 1984 1996
III. PENDIDIKAN TAMBAHAN 1. Basic Surgical Science January 2nd-May 31th 1981, University of Singapore 2. Basic Laparoscopy Surgery 5-6 Juli 1993, Universitas Sumatera Utara Medan 3. Laparoscopic Suturing and Knotting Workshop May 5th–7th 1995, University Hospital Singapore 4. 2nd Course on Colorectal and Anal Surgery August 26th–30th 1995, Sticking Intercorporate Amsterdam Bali 5. Workshop on Diagnostic and Therapeutic Gastrointestinal Endoscopy February 28th–29th 1996, University Hospital Singapore
24
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
6. Advance Trauma Life Support Course 5–7 Desember 1997, Medan 7. Surgical Nutrition Training June 12th–16th 2000, The University of Auckland New Zealand 8. Kursus Biologi Molekular Dasar 26 Januari–1 Maret 2004, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan 9. Surgical Perioperative Course 23-26 Maret 2006, Medan
IV. RIWAYAT PEKERJAAN Tahun 1974–1977 1977–1978 1978–1979 1984–1994 1994–1996
1994–sekarang
1994–2005 2005–sekarang 2005–sekarang
Jabatan/Kepangkatan Dokter Puskesmas Kecamatan Mandah, Khairiah Mandah, Indragiri Hilir, Riau. Pejabat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan–Riau. Bekerja di RSUD Dr. Pirngadi Medan, mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis Bedah. Dokter Spesialis Bedah pada RSU Kabupaten Deli Serdang di Lubuk Pakam. Mengikuti Pendidikan Konsultan Bedah Digestif di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran/RSUP Hasan Sadikin, Bandung. Staf pada Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik, Medan. Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Kepala SMF Bedah RSUP H. Adam Malik, Medan.
V. RIWAYAT ORGANISASI Tahun 1974–1978 1978–1984 1984–1994 1994–sekarang
Keanggotaan Anggota IDI cabang Anggota IDI cabang Anggota IDI cabang Anggota IDI cabang
Indragiri Hilir, Riau Medan Deli Serdang, Lubuk Pakam Medan
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
25
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
1984–sekarang 1996–sekarang 1993–sekarang 1995–sekarang 2004–sekarang
Anggota Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) cabang Medan Anggota Ikatan Ahli Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) cabang Medan Anggota Endolaparoskopik Indonesia Anggota Endolaparoskopik Asia Ketua Ikatan Ahli Bedah Digestif Indonesia (IKABDI) cabang Sumatera Utara-NAD
VI. KARYA ILMIAH Penelitian: 1. Surya, Bachtiar: Sistem Skor dalam Mendiagnosis Appendisitis Akut, (1995). 2. Surya, Bachtiar: Peran C Reactive Protein dalam Menentukan Diagnosis Appendisitis Akut, (2000). 3. Surya, Bachtiar: Simarmata, Albiner: Perbandingan Nyeri Paska Hernioraphy Shouldice “Pure Suture” dengan Lichtenstein Tension Free, (2003). 4. Surya, Bachtiar: Perbandingan Lama Rawat Inap Penderita Peritonitis Paska Operasi Laparotomy dengan dan tanpa Pemberian Enteral Immunonutrisi, (2005). 5. Surya, Bachtiar: Perbedaan Tekanan Intraabdomen Pre dan Pasca Laparotomy dengan atau tanpa Pemasangan Drain, (2005). 6. Surya, Bachtiar: Hubungan Lamanya Nyeri dengan Tipe Histopatologi Appendiks pada Appendisitis Akut Dewasa, (2005). 7. Surya, Bachtiar: Simarmata, Johannes: Translokasi Kuman pada Obstruksi Usus Mekanik Sederhana di RSUP H. Adam Malik/RSUD Dr. Pirngadi Medan, (2006). 8. Surya, Bachtiar: Pembuktian Sistem E Pass Sebagai Prediksi Komplikasi Paska Operasi Elektif Bedah Digestif pada Rumah Sakit Pendidikan di Medan, (2005). 9. Surya, Bachtiar: Uji Klinis Acak Pemberian Antibiotika Amikasin® dangan atau tanpa Metronidazole® Terhadap Infeksi Paska Bedah pada Kasus Appendisitis Akut Dewasa di RSUP H. Adam Malik/RSUD. Dr. Pirngadi Medan, (2006). 10. Surya, Bachtiar: Appendikogram Appendisitis Kronik di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, (2007).
26
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
VII. PERTEMUAN ILMIAH 1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
Penilaian Kerusakan Organ Abdomen Karena Luka Tembus pada Perut Bagian Depan Dihubungkan dengan Kondisi Abdomen Sebelum Pembedahan. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKABI X, 10–11 Maret 1995 di Nusa Dua Bali. Transposisi Kolon Sebagai Operasi Jalan Pintas pada Struktur Luas Usofagus Akibat Bahan Korosif. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKABDI IV 8–10 Desember 1995 di Palembang. Perbandingan Hasil Herniorafi dengan dan Tanpa “Relaxion Incision” pada Hernia Inguinalis Reponibilis Dewasa. Dipresentasikan pada Muktamar IKABDI IV, 8–10 Desember 1995 di Palembang. Penanganan Fistula Perianal. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan X IKABI, 10–11 Maret 1996 di Bali. Penanganan Sepsis Paska Operasi. Dipresentasikan pada Simposium New Approach in Critical Management, 5 September 1996 di Medan. Karsinoma Rektum. Dipresentasikan pada The Jakarta Surgical Update IV, 21–22 Februari 1997 di Jakarta. Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Pendidikan di Medan. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKABI XI, 28–30 Juli 1997 di Bandung. Deteksi Dini Karsinoma Kolorektal. Dipresentasikan pada Seminar Pencegahan Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 29 Juli 2000 di Medan. Sistem Skor Dalam Mendiagnosa Appendisitis Akut. Dipresentasikan pada Muktamar Ahli Bedah Indonesia (MABI) XIV, 11–13 Juli 2002 di Sanur Bali. Pengamatan Fungsi Anorektal pada Penderita Penyakit Hirschprung Paska Operasi Pull Throuch. Dipresentasikan pada Muktamar Ahli Bedah Indonesia (MABI) XIV, 11–13 Juli 2002 di Sanur Bali. Perbandingan Herniorapi dengan atau Tanpa Pemasangan Mesh di Rumah Sakit Pendidikan Medan. Dipresentasikan pada Kongres Nasional (KONAS) IKABI XIV, 11–13 Juli 2002 di Sanur Bali. Jalur Nutrisi Parenteral. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKABDI XV/Colorectal Week III 2004 di Semarang. Gambaran Obstruksi Usus di RSUP H. Adam Malik/RSUD Dr. Pirngadi Medan Ditinjau dari Aspek Diagnostik dan Penatalaksanaannya. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan PABI I, 4–7 Maret 2004 di Bandung.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
27
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara
14. Pengalaman Bedah Laparoskopi di Laboratorium Bedah FK-UNPAD/RS Hasan Sadikin Bandung. Dipresentasikan pada Kongres Nasional (KONAS) II Perhimpunan Bedah Laparoskopi, 26 September 2004 di Bali. 15. Deteksi Dini Karsinoma Gaster. Dipresentasikan pada Seminar Sehari Karsinoma Kolorektal, Mammae dan Serviks, 30 April 2005 di Medan. 16. Inflamatory Bowel Disease (Kolitis). Dipresentasikan pada The 4th IKABDI Colorectal Week, 5–6 Juni 2005 di Palembang. 17. Pembuktian Sistem E Pass Sebagai Prediksi Komplikasi Paska Operasi Elektif Bedah Digestif pada Rumah Sakit Pendidikan di Medan. Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan IKABI XV Bedah Bersatu dalam Ilmu dan Pelayanan, 13–16 Juli 2005 di Jakarta. 18. Nyeri Paska Operasi. Dipresentasikan pada 1st Annual Scientific Meeting of Pharmacy & Pharmacology, 19 November 2005 di Medan.
VIII. MENGHADIRI PERTEMUAN ILMIAH INTERNASIONAL 1.
ELSA–Australian Endosurgery Congress, Perth-Western Australia October 20th–22th 1994. 2. Stichting Intercongress on Colorectal Anal Surgery, Bali-Indonesia September 26th–30th 1995. 3. Euro–Asian Congress of Endoscopic Surgery, Istanbul–Turki, June 17th– 21th 1997. 4. 20th European Conference on Microcirculation, Paris–France, August 30th–September 2nd 1998. 5. Lilly Lecture Series, Bangkok, September 24th–25th 1999. 6. European Society of Surgical Oncology, Groningen–Netherlands, April 5th–8th 2000. 7. The 4th Asian Congress for Microcirculation, Bandung–Indonesia, February 25th–27th 2000. 8. 18th World Congress of Digestive Surgery, Hongkong, December 8th– 11th 2002. 9. 9th Hongkong International Cancer Congress, Hongkong, December 10th-11th 2002. 10. 5th World Congress of The International Hepato-Pancreato-Biliary Association, Tokyo – Japan, April 25th–29th 2002. 11. 6th Asia Pacific Congress of Endoscopic Surgery, Kuala Lumpur– Malaysia, September 10th–13rd 2003. 12. 4th World Congress of Gasless Laparoscopic Surgery, Bali–Indonesia, September 26th–29th 2004.
28
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
Penatalaksanaan Bedah Terkini dari Karsinoma Lambung
13. Asian Pacific Digestive Week 2005, Seoul–Korean, September 25th–28th 2005. 14. European Multidisciplinary Colorectal Cancer Congress 2006, Berlin– Germany, February 12nd–14th 2006. 15. 15th World Congress of Gastrointestinal Cancer 2007, Barcelona–Spain, Juni 26th–30th 2007.
Bachtiar Surya: Penatalaksanaan Bedah Terkini Dari Karsinoma Lambung, 2007.
29