Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
PENATAAN INTERIOR UNIT HUNIAN RUMAH SUSUN SEWA SURABAYA SEBAGAI HASIL DARI PROSES ADAPTASI BERDASARKAN PERILAKU PENGHUNI
Ratna Puspitasari 1*, Muhammad Faqih 2, Happy Ratna Santosa 3 Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 1*
[email protected] Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 2 Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 3 Abstrak Salah satu solusi untuk permasalahan permukiman di Indonesia adalah dengan dibuatnya rumah susun sewa bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Permasalahan rumah susun sewa yang diteliti adalah hubungan antara perilaku penghuni dengan desain fisik bangunan. Penelitian ini mengeksplorasi fenomena yang saling berkaitan terhadap perilaku penghuni yang muncul dalam menanggapi lingkungan binaan sehingga diketahui pola penataan interior unit hunian sebagai bentuk proses adaptasi penghuni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan material, jumlah dan fungsi ruang, tampilan fisik, dan batas pada unit hunian yang merupakan wujud dari pemenuhan terhadap kebutuhan penghuni. Kata kunci: perilaku, penataan interior, rumah susun sewa. Abstract One solution to the problems of settlements in Indonesia is made a public leasing flats for low-income people.The issue of rental flat which is observed is its inhabitants’s behavior with physical design of the building. These research will explore the phenomenon of inter-related to its inhabitants’s behavior who appeared in response the built environment, thus the pattern of its interior setup is known as the result of the behavior which is formed as the adaptation process of its inhabitants. These result shows the changing of material, number and room’s function, the appearance, and dwelling border as form of dweller’s needs. Keywords: behavior, interior setup, leasing flat.
1. Pendahuluan Dalam konsep perancangan arsitektur sering ditemukan perbedaan persepsi antara perancang dan penghuni. Jurnal Architectural Design mengenai Interactive Design Environment (Haque,2007a:29) mengungkapkan tentang pentingnya penelitian mengenai pengguna. Pertimbangan mengenai pengguna produk arsitektur sangat penting karena menyangkut kebudayaan dan perilaku pemakai. Dengan penelitian tersebut dapat diketahui hal-hal yang menjadi kebiasaan dalam melakukan sesuatu. Dengan cara ini pengguna baru secara intuitif dapat menggunakan sebuah produk rancangan. Sehingga tindakan pengguna menjadi masukan yang berharga bagi proses perancangan. Lingkungan binaan dirancang manusia agar sesuai dengan budaya dan tindakan-tindakan sehari-hari mereka. Built environment dibangun dengan dasar pilihan dan keputusan serta cara tertentu untuk melakukan sesuatu. Manusia memiliki aturan untuk segalanya, tak hanya
membangun, kegiatan harian, cara bersikap serta berpakaian dibentuk oleh aturan yang berlaku untuk komunitas tertentu (Rapoport dalam Snyder & Catanese, 1991). Dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi dari suatu produk arsitektur, yaitu bangunan rumah susun sewa (rusunawa) yang ada di Surabaya. Objek rumah susun yang diambil adalah rumah susun Sombo yang memiliki suatu ruang bersama dengan ukuran cukup luas untuk berbagai pemenuhan kebutuhan penghuninya. Terdapat keterkaitan antara desain yang dibuat perancang dan karakteristik penghuni menyebabkan terbentuknya perilaku sebagai tanggapan dari penghuni, salah satunya adalah penataan interior unit hunian dalam rumah susun sewa. Dengan penelitian ini dapat diketahui jenis perubahan yang terjadi pada proses penataan interior unit hunian rumah susun Sombo.
Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
2. Metode studi Metode yang diterapkan dalam studi ini adalah dengan membandingkan desain awal perancangan dengan desain setelah dihuni. Metode tersebut ditunjang dengan hasil studi statistik dan studi lapangan. Dengan melihat perbandingan tersebut akan diketahui perubahan desain yang terjadi akibat proses adaptasi penghuni. Sedangkan dari hasil studi statistik dan lapangan didapatkan karakteristik penghuni yang mempengaruhi perilaku dalam penataan interior unit rumah susun. 3. Kerangka Teori 3.1 Interior dalam Ruang Hunian Tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan fungsi, pengayaan estetis, dan peningkatan psikologi ruang interior karena dalam desain interior melakukan suatu perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar terhadap naungan dan perlindungan, mempengaruhi bentuk aktivitas, dan memenuhi aspirasi serta mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan manusia. Di samping itu, sebuah desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati, dan kepribadian seseorang (Ching, 2002: 46). Sebagai titik tolak komposisi arsitektur dan merupakan kesatuan ruang terkecil, ruang interior harus dipelajari terlebih dahulu. Biasanya satu ruang interior memiliki batas-batas berupa dinding, kolom, langit-langit, dan lantai yang merupakan elemen-elemen tradisionalnya serta memiliki jendela dan pintu yang menjadi penghubung eksterior. Dengan mempelajari hal tersebut, elemen-elemen teknis suatu ruang dapat ditentukan. Semua itu menjadi terbaca dan jelas melalui definisi ukuran, proporsi (hubungan antara panjang, tinggi, dan lebar), dan bentuknya. Komponen-komponen ini langsung merujuk pada fungsi ruang tersebut yang memungkinkan terbentuknya hunian manusia, tata letak perabot, dan pelaksanaan aktivitas tertentu. Sifat dasar suatu ruang sangat ditentukan oleh pembatasnya, yang memisahkannya dari ruang eksterior dan membentuknya menjadi ruang interior (Krier, 2001: 71). Dalam Rapoport (1969: 61) disebutkan bahwa terdapat lima aspek yang mempengaruhi bentuk rumah: 1. Cara menjalankan aktivitas dasar Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat hidup dengan nyaman, Strategi yang dipakai akan berdampak pada detail-detail bangunan yang berbeda karena ukuran yang digunakan setiap budaya relatif berbeda.
2. Struktur Keluarga Bentuk rumah dapat dipengaruhi juga oleh struktur keluarga. 3. Peran Gender Dalam suatu sistem keluarga terdapat peran penting yang dilakukan oleh wanita. Karena menghabiskan sebagian waktunya dalam rumah, dibutuhkan perlindungan yang cukup tinggi dalam mendapatkan privasi. 4. Privasi Menjadi suatu kebutuhan dasar masyarakat yang memiliki bentuk dan variasi yang kompleks dengan bermacam-macam gejalanya. 5. Proses Sosial Setiap masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda akan menciptakan ruang yang berbeda pula untuk interaksi sosial. Dari aspek-aspek tersebut akan dicari karakteristik dari penghuni rusunawa yang berpengaruh dalam penataan ruang interior pada masing-masing unit hunian. 3.2 Sistem Aktivitas dan Sistem Setting Konsep Rapoport tentang sistem aktivitas dan sistem setting dipakai untuk menjelaskan interaksi antara manusia dengan lingkungan binaan melalui budaya. Aktivitas dianggap sebagai komponen terendah dari budaya yang berhubungan secara langsung dengan lingkungan binaan, tetapi juga mempertanyakan asumsi yang menyatakan bahwa arsitektur mewadahi perilaku. Melalui kajian fakta-fakta lintas budaya sepanjang waktu menunjukkan bahwa sesungguhnya arsitektur mewadahi perilaku, tetapi tidak dilakukan secara ketat. Dari fenomena lintas budaya sepanjang waktu menunjukkan bahwa jajaran aktivitas yang dilakukan manusia lebih terbatas dibandingkan dengan variasi lingkungan yang dibangun untuk aktivitas tersebut. Setting merupakan variabel secara budaya yang diikuti oleh anggota atau kelompok dari budaya tersebut. Usulan-usulan mengenai aktivitas dan setting dihubungkan melalui sebuah makna, dengan kata lain mekanisme utama yang menghubungkan sebuah aktivitas dan setting adalah meaning. Jika manusia bertindak (secara tipikal, walaupun setting tidak menentukan) sesuai apa yang dimaksud oleh perancang, maka suatu rancangan tersebut dapat dikatakan tepat sasaran. Hal ini merupakan tujuan utama dari lingkungan binaan. Semua yang terjadi di dalamnya harus diatur dan disusun, beberapa macam individu harus terpikirkan oleh perancang (Rapoport, 1984). Adapun lingkungan binaan terdiri dari beberapa elemen, yaitu: 1. Fixed-feature elements
Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
Terdiri dari bangunan, lantai, dinding, dan sebagainya. 2. Semi-fixed-feature elements Terdiri dari furnitur interior dan eksterior dan sejenisnya. 3. Non-fixed-feature elements Terdiri dari manusia dan aktivitas serta perilakunya. Melalui elemen-elemen tersebut berlangsung komunikasi dalam sebuah setting berupa tandatanda situasi, aturan main, dan perilaku. Banyak aktivitas dapat berlangsung dalam satu tempat dengan merubah semi fixed-feature elements tanpa mengubah fixed-feature elements. Sehingga dapat dikatakan bahwa semi fixedfeature elements tetap lebih penting untuk mengkaji suatu aktivitas dalam setting (Rapoport, 1982a dalam Kent, 1997: 13). Dalam paper ini akan diteliti perubahan pada fixed-feature elements dan semi-fixed-feature elements di dalam unit hunian rusun. 4. Pembahasan Rumah susun sewa Sombo dibuat dengan konsep perancangan yang dianggap dapat “menggantikan” suatu wilayah pemukiman kumuh (awalnya adalah daerah perkampungan bernama Los KMS). Pembuatan rusunawa ini dimaksudkan untuk membantu warga Sombo agar dapat meningkatkan taraf kehidupannya sehingga dapat memiliki hunian yang bersih dan layak. Karena lahan tersebut milik pemerintah kota, maka kepemilikan rumah susun adalah sewa. Dalam rumah susun sewa terdapat beberapa aturan yang membatasi penghuni dalam melakukan perubahan hunian. Namun dalam perkembangannya terjadi perubahan yang signifikan pada unit hunian akibat berkembangnya kebutuhan penghuni. Di rumah susun ini terdapat suatu ruang bersama yang menghubungkan unit-unit hunian di setiap lantai. Keberadaan ruang bersama ini ditujukan agar warga memiliki tempat bersosialisasi seperti pada saat daerah ini berupa perkampungan. Ruang bersama ini dapat menjadi suatu kontrol dalam keberlangsungan rumah susun.
A
C
B
Gambar 1 Salah satu denah rusun tipe 1 Sumber: Dok. LAB.Permukiman ITS
Pada gambar 1 terlihat pola perancangan layout rumah susun. Pada tipe 1 terdapat satu buah
tangga sebagai akses keluar-masuk menuju lantai atas. Penghuni akan selalu melewati ruang publik berupa dapur bersama (A). Kemudian penghuni harus melalui ruang bersama yang terdapat di bagian kanan dan kiri bangunan (B) untuk menuju unit hunian masing-masing (C). Dengan pola tersebut maka tingkat keamanan warga sangat tinggi terhadap kedatangan pihak asing. Pada bangunan tipe 2 memiliki 2 buah tangga yang terdapat di samping kanan dan kiri bangunan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran. Pada tipe ini, jumlah unit lebih banyak dibandingkan dengan tipe 1.
C B A
Gambar 2 Salah satu denah rusun tipe 2 Sumber: Dok. LAB.Permukiman ITS
Untuk unit hunian lantai dasar disediakan kamar mandi pribadi, sedangkan pada lantai atas (lantai 2, 3, dan 4) tidak disediakan kamar mandi pribadi, namun diberikan balkon di setiap unitnya. Dari sini muncul kebutuhan terhadap ruang yang terus berkembang sehingga dilakukan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan melakukan beberapa perubahan pada unit hunian. Berdasarkan studi teori dan pustaka serta observasi pada objek penelitian didapatkan pengelompokan jenis perubahan yang terjadi pada unit rusun. Perubahan tersebut adalah: 1. Perubahan material Meliputi perubahan material plafon, dinding, dan lantai. Jenis perubahan dikategorikan menjadi: 1) Tetap / tidak berubah 2) Disemen / dicat 3) Dikeramik 2. Perubahan / penambahan jumlah ruang dan fungsi ruang Meliputi pembuatan sekat / pembatas. Jenis perubahan dilihat dari adanya penambahan ruang dengan membuat ruang baru dan adanya perubahan fungsi balkon. 3. Tampilan fisik Meliputi perubahan pintu dan jendela. 4. Batas rumah Meliputi perubahan teras / balkon menjadi ruang tertutup yang dilakukan oleh penghuni lantai atas dan perubahan luas halaman hunian
Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
yang dilakukan oleh penghuni lantai dasar. Perubahan dikategorikan sebagai berikut: 1) Tetap / tidak berubah 2) Disekat 3) Diperluas dan disekat 4.1 Contoh kasus unit hunian lantai 4 Balkon
Ruang utama
Di area tengah hunian digunakan sebagai ruang tidur anak. Dibuat dinding kamar menggunakan tripleks sehingga terbentuk koridor yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang / balkon hunian. Sebagai pembatas ruang digunakan tirai berwarna merah. Pada dinding ruang tidur banyak terdapat pernakpernik khas perempuan dilengkapi dengan kipas angin jika suhu ruang terasa panas. Balkon telah berubah fungsi menjadi ruang setrika dan menyimpan barang sekaligus ruang tidur. Dibuat dinding tambahan yang dilengkapi dengan jendela sehingga tercipta suatu ruang yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang pribadi. Terdapat pintu yang memisahkan ruang ini dengan ruang utama, sehingga ruangan ini terkesan sangat privat. Keluarga ini pada awalnya adalah keluarga inti dengan dua orang anak perempuan. Ketika anakanak menjadi dewasa, maka diperlukan ruang pribadi untuk mereka. Kemudian dibuatlah kamar dengan membongkar plafon, sehingga terbentuklah lantai 5. Pembuatan kamar ini menggunakan kayu sejenis teakwood agar bangunan kuat dan tahan lama. Biaya yang dibutuhkan + 2 juta rupiah dengan pengerjaan selama seminggu. Di beberapa unit hunian lain, ruang tambahan seperti ini ada yang difungsikan secara komersial dengan cara dikontrakkan kepada orang lain. Posisi tangga diletakkan di pojok depan ruangan agar tidak terlihat mencolok. Ruang tidur ini berukuran + 3 x 3 meter dengan kondisi ruang tertutup rapat karena letaknya yang berada di langit-langit sehingga dikuatirkan masuknya binatang jika terdapat suatu bukaan. Satu-satunya aliran udara didapat dari lubang tempat tangga berada. Kemiringan tangga mencapai 45 0 untuk menyesuaikan dengan lebar ruangan. Dengan kemiringan tersebut, diperlukan kewaspadaan bagi pengguna tangga.
Gambar 3 Pembagian fungsi ruang Sumber: Dok.pribadi
Tampilan fisik hunian mengalami perubahan pada warna pintu yang diganti dengan warna kuning. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud aktualisasi diri penghuni. Pada bagian depan rumah ditempatkan kursi untuk menerima tamu dan bersantai. Ruang depan sekaligus ruang utama pada hunian ini digunakan sebagai tempat menerima tamu sekaligus sebagai ruang keluarga. Material dinding telah diplester dan dicat dengan warna krem agar serasi dengan furnitur ruangan yang berwarna coklat. Pada dinding ruangan terdapat keris yang menandakan masih kentalnya budaya Madura di keluarga tersebut.
Gambar 4 Pembuatan tangga dalam unit hunian Sumber: Dok.pribadi
4.2 Contoh kasus unit hunian lantai 1
Gambar 5 Denah awal dan denah setelah perubahan
Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
Dari hasil uji statistik, diketahui bahwa faktor usia sangat mempengaruhi terhadap adanya perubahan terutama terhadap material. Hal tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 1: Crosstab usia dan perubahan material Umur 0-35 Count 36-55 Count >55 Count Total Count
Gambar 6 Pembagian fungsi ruang Sumber: Dok.pribadi
Tampilan fisik hunian tidak tampak mengalami perubahan. Kondisi unit hunian masih sama seperti awal ditempati. Dinding dengan material batako ekspose dan lantai tegel melengkapi setiap jengkal ruangan. Unit hunian dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Pada ruang depan terdapat meja dan kursi tamu sehingga ruang ini dapat difungsikan sebagai tempat menerima tamu dan bersantai. Pemisahan batas ruang depan dengan ruang tengah dilakukan dengan memberi tirai sepanjang 3 meter. Ruang tengah digunakan untuk ruang tidur. Furnitur di ruang ini hanya terdapat satu tempat tidur untuk dua orang dan almari pakaian. Ruang ini menghubungkan ruang utama dengan ruang belakang hunian yang difungsikan sebagai dapur dan tempat cuci. Pada ruang belakang unit hunian terdapat kamar mandi pribadi dan ruang untuk mencuci. Dalam perkembangannya terjadi perluasan lahan di belakang hunian. Bagian belakang yang awalnya adalah ruang terbuka untuk bangunan rusun mulai dialihfungsikan sejak tanaman yang berada di lahan tersebut mati. Kemudian dibuatlah atap di lahan tersebut dengan alasan agar tidak terkena tampias air dari atas karena tempat mereka berada paling bawah. Keadaan tersebut dilanjutkan dengan membuat dinding sehingga terdapat tambahan ruang bagi penghuni di unit tersebut. Ada juga yang dibiarkan terbuka untuk tempat berjualan.
Perubahan material dinding tetap Disemen dikeramik / dicat 0 20 6 0 42 4 1 2 0 1 64 10
Total 26 46 3 75
Kecenderungan yang didapat adalah pada usia 055 tahun melakukan perubahan dengan finishing plester, cat, hingga keramik. Sedangkan penghuni dengan usia di atas 55 tahun, jika melakukan perubahan hanya terbatas pada finishing plester / cat. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap penghuni ingin menunjukkan jati diri agar rumah mereka terlihat berbeda dengan rumah lainnya. Sedangkan jika dilihat dari jenis pekerjaan, dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu pekerjaan dengan penghasilan tetap dan pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap. Jika diakumulasikan maka mayoritas penghuni memiliki pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap. Hal tersebut akan mempengaruhi banyaknya penghasilan yang didapatkan, sehingga terjadi skala prioritas dalam pemenuhan kebutuhan. Jika penghasilan yang didapat tidak mencukupi, maka kecil kemungkinan bagi penghuni untuk memikirkan penataan interior dengan mempertimbangkan estetika. Dari hasil analisa terdapat kedekatan antara jenis pekerjaan dengan terjadinya perubahan tampilan fisik. Hasil dari uji statistik dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2: Crosstab jenis pekerjaan dan perubahan tampilan fisik Pekerjaan Penghasilan tetap Count Penghasilan tidak tetap Count Total Count
Tampilan fisik tetap Ada perubahan / penambahan 7 19
Total 26
1
48
49
8
67
75
Hasil uji statistik antara jumlah unit dengan perubahan luas, jumlah, dan fungsi ruang menunjukkan adanya kedekatan seperti pada tabel:
Seminar Nasional Pascasarjana XI – ITS, Surabaya 27 Juli 2011 ISBN No.
Tabel 3: Crosstab jumlah unit dan perubahan luas, jumlah, dan fungsi ruang Jumlah unit
½ unit Count 1-1 ½ unit Count 2-2 ½ unit Count >2 ½ unit Count Total Count
Luas, jumlah, dan fungsi ruang Ada perubahan / Tetap penambahan 1 5 64 1 3 0 1 0 69 6
Total
6 65 3 1 75
Tidak terjadinya perubahan / penambahan karena memang tidak ada kemungkinan bagi penghuni untuk menambah luas ruang akibat keterbatasan jumlah unit yang didapat, seperti yang terjadi pada penghuni yang mendapat setengah unit. Namun terjadi penambahan fungsi atau jumlah ruang dengan membuat lantai atas untuk tambahan tempat tidur ataupun tempat penyimpanan barang-barang, umumnya terjadi pada penghuni setengah unit bagian depan (tanpa balkon). 5. Kesimpulan Dalam evaluasi purna huni yang dilakukan, diketahui bahwa perilaku penghuni dalam menanggapi lingkungan binaannya dipengaruhi berbagai faktor, terutama karakteristik dari penghuni. Salah satu faktor yang paling dominan adalah usia. Pada usia produktif keinginan untuk menciptakan hunian yang nyaman sangat tinggi sehingga mendorong terjadinya perubahan tersebut. Akibatnya terjadi suatu perubahan pada objek studi karena kebutuhan terhadap ruang semakin meningkat. Perubahan tersebut menimbulkan permasalahan internal karena terbentur aturan yang diberlakukan untuk rumah susun sewa. Namun dari perubahan yang dilakukan mencerminkan terjadinya peningkatan kualitas dari penghuni. Hal tersebut dapat menjadi suatu pertimbangan dalam melakukan perancangan rumah susun sewa bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dimana terdapat berbagai kemungkinan perubahan fisik maupun non fisik dalam suatu lingkungan binaan. Dengan konsep perancangan yang tepat dapat tercipta suatu keberlangsungan suatu lingkungan binaan, dalam hal ini adalah rumah susun. 6. Daftar Pustaka Ching, Francis D.K. (2002). Architectue, Space and Order, New York, New York: Maxmillan Publishing Company. Haque, Usman, (2007a). .Jurnal Architectural Design, Interactive Design Environment. Kent, Susan. (1997), Domestic Architecture and The Use of Space: an interdisciplinary
cross-cultural study, Cambridge University Press, Great Britain. Krier, Rob. (2001). Komposisi Arsitektur. Erlangga. Jakarta. Snyder, James C. dan Catanese, Anthony J. (1991). Pengantar Arsitektur. Erlangga, Jakarta. Rapoport, A., (1969), House Form and Culture, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall. .