TEMU ILMIAH IPLBI 2014
Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal Feni Kurniati(1), Hanson E. Kusuma(2) (1)
Program Studi Magister Arsitekur, SAPPK, ITB Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, SAPPK, ITB
(2)
Abstrak Tingginya tingkat kebutuhan rumah tinggal melahirkan sebuah solusi bermukim di perumahan yang disediakan secara massal oleh pemerintah maupun pihak pengembang. Solusi rumah massal dengan luas dan layout unit yang tipikal di sisi lain juga menimbulkan persoalan lemahnya kemampuan rumah tinggal dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi penghuninya. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk adaptasi perilaku dan modifikasi yang dilakukan oleh penghuni untuk mencapai pola bermukim yang sesuai dengan harapan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan membahas tiga jurnal yang bertema sama yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data teks untuk mengidentifikasi pola adaptasi dan modifikasi pada unit hunian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa adaptasi perilaku yang sering dilakukan adalah berbagi ruang dan menggunakan ruang untuk berbagai fungsi. Sedangkan modifikasi dilakukan jika adaptasi perilaku tidak mampu memenuhi kebutuhan prioritas penghuni. Bentuk-bentuk modifikasi yang cenderung ditemukan adalah perluasan dan penambahan jumlah ruang, serta perubahan pada material hunian. Kata-kunci : adaptasi perilaku, modifikasi, keterbatasan ruang, privasi, rumah impian
Pengantar Kebutuhan terhadap rumah merupakan kebutuhan dasar manusia. Selain menjadi tempat berlindung dan beristirahat, rumah juga berfungsi sebagai wadah pendidikan dan regenerasi nilai dan budaya dalam sebuah keluarga. Untuk bisa memenuhi kebutuhan ini, rumah seharusnya mampu memberikan paling tidak dua hal kepada penghuninya: kepuasan fisik dan fungsi dan kepuasan psikologis (Omar, Endut & Saruwono, 2010: diadaptasi dari Habitability Pyramid Vischer, 2007). Kepuasan fungsi merupakan kemampuan rumah, dari segi ketersediaan elemen fisik, untuk mewadahi berbagai aktifitas dan kebutuhan ruang bagi penghuninya. Sedangkan kepuasan psikologis, secara lebih dalam, merupakan pencitraan dari unsur kepercayaan dan nilai-nilai ideal yang dianut oleh penghuni rumah. Pemenuhan kepuasan fungsi dan psikologis hanya dapat tercapai jika kondisi elemen fisik ruang pada rumah memadai. Isu keterbatasan
ruang ini menjadi masalah utama dari maraknya fenomena hunian vertikal sebagai alternatif berhuni di berbagai kota besar di Indonesia. Selain perubahan sistem kehidupan dari rumah deret ke rumah susun, solusi disain “one design fits all” juga menjadi masalah utama karena dianggap tidak mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan spesifik yang merupakan cerminan dari konsep diri masing-masing individu (Omar, Endut & Saruwono, 2010; Sime, 1995). Hal ini menjadi semakin rumit khususnya dalam kasus rumah susun yang sangat menjunjung tinggi nilai ekonomis, tidak tersedianya ruang yang cukup untuk mewadahi kegiatan sebuah keluarga inti. Ketidaksesuaian antara desain dan nilai ideal penghuni menyebabkan berbagai kekecewaan yang harus dihadapi para penghuni rumah susun. Akan tetapi, karena keterbatasan pilihan, penghuni dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi tersebut. Tulisan ini fokus pada berbagai bentuk adaptasi dan peProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 | E_33
Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal
nyesuaian yang dilakukan penghuni rumah susun untuk mendamaikan kenyataan dan impian tentang rumah ideal.
perilaku yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan privasi visual penghuni terrace house.
Metode
Tabel 1. Tabel tabulasi bentuk adaptasi perilaku penelitian 1
Metode Pengumpulan Data
Adaptasi Perilaku
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kualitatif (Creswell, 2008). Data dikumpulkan dikumpulkan dari tiga jurnal yang memiliki topik bahasan yang sejenis.
Pemisahan kamar tidur orang tua dan anak Pemisahan kamar tidur anak laki-laki dan perempuan
Metode Analisis Data
perempuan/laki-laki
Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah analisis data teks yang dilakukan melalui tabulasi data untuk mengidentifikasi pola adaptasi dan modifikasi yang terjadi pada rumah hunian yang diproduksi secara massal. Analisis dan Interpretasi Penelitian pertama yang dibahas dalam tulisan ini berjudul “Behavioral Adaptation of
Malay Families and Housing Modification of Terrace Houses in Malaysia”. Tujuan penelitian
adalah untuk melihat pola perilaku dan modifikasi rumah yang dilakukan penghuni terrace house sebagai akibat dari proses adaptasi dan penyesuaian dalam menghuni rumah, serta mengidentifikasi alasan-alasan yang melatarbelakanginya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara personal, observasi dan review analitis terhadap denah dan potongan rumah pada 11 keluarga yang tinggal di terrace house (rumah deret). Penelitian dilakukan pada dua kota di Malaysia, yaitu kota Kajang dan Kuala Lumpur.
Antar anggota keluarga:
Sharing kamar tidur dengan sesama saudara Anggota keluarga dan tamu: Menggunakan ruang keluarga sebagai ruang tamu Menyambut tamu laki-laki di serambi rumah Membatasi/menghindari adanya tamu yang menginap Tuntutan pemisahan kamar tidur antara orang tuadan anak dan antara anak laki-laki dan perempuan bersumber dari budaya Malaysia yang dilatarbelakangi oleh ajaran agama Islam. Ketika anak masih di bawah umur, adaptasi perilaku berbagi kamar tidur dengan saudara berjenis kelamin sama sudah dapat menyelesaikan persoalan keterbatasan ruang. Namun ketika anak mulai beranjak dewasa, kebutuhan privasi mereka meningkat dibanding ketika mereka masih kanak-kanak.
Temuan penelitian ini menyatakanbahwa adaptasi perilaku penghuni rumah merupakan respon terhadap kondisi rumah yang tidak sesuai dengan harapan dan latar belakang bu-daya penghuninya. Adaptasi perilaku biasanya hanya bersifat sementara, sebelum modifikasi rumah dapat dilakukan.
Demikian juga halnya dengan pemenuhan privasi ketika ada tamu berkunjung. Dalam budaya masyarakat Malaysia, menjamu tamu merupakan sebuah kewajiban. Karena ketidaktersediaan ruang khusus untuk tamu, maka tamu yang berkunjung biasanya disambut di ruang keluarga. Hal ini berdampak pada terganggunya aktivitas anggota keluarga yang lain.Untuk menghindari konflik tersebut, penghuni terkadang juga menjamu tamu di teras rumah, khususnya bagi tamu laki-laki. Di satu sisi, privasi anggota rumah dapat terjaga. Namundi sisi lain, menjamu tamu di luar tidak sesuai dengan budaya menghormati tamu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Malaysia.
Tujuan adaptasi perilaku dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan privasi visual antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan tamu. Berikut bentuk-bentuk adaptasi
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan perlunya dilakukan modifikasi terhadap rumah. Bentuk modifikasi yang sering dilakukan pada terrace house di Malaysia adalah penambahan dan
E_34 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Feni Kurniati
peng-organisasian ulang ruang pada lantai dasar, penambahan area untuk aktifitas keluarga, dan pengubahan karakteristik pintu dan jendela rumah. Tabel 2. Tabulasi data modifikasi penelitian 1
Modifikasi Penambahan dan pengorganisasian ulang ruang lantai dasar: Relokasi posisi tangga ke area yang lebih privat Penambahan/perluasan area serambi untuk ruang tamu Penambahan dan pengorganisasian ulang kamar tidur Penambahan dapur Penambahan area keluarga: Penambahan luas ruang keluarga (karena ruang keluarga tidak lagi digunakan sebagai ruang tamu) Pengubahan karakteristik pintu dan jendela: Penggunaan kaca jendela yang berwarna pada kamar tidur Penggunaan louver windows pada perluasan dapur Penggunaan pintu kaca geser pada ruang keluarga Penggunaan casement dan kaca berwarna pada kamar tidur Modifikasi pada lantai dasar berupa pemindahan tangga ke area yang lebih privat dan perluasan serambi di bagian depan, dilakukan untuk menciptakan privasi penghuni sehingga merasa leluasa untuk melakukan aktifitas seharihariketika ada tamu berkunjung. Sedangkan penambahan kamar tidur di lantai dasar dilakukan untuk memfasilitasi tamu atau sanak keluarga yang ingin bermalam. Sehingga, selain memenuhi kebutuhan privasi penghuni rumah, modifikasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap tamu. Penambahan dapur pada bagian belakang rumah dilakukan karena dapur eksisting tidak mampu menampung kebutuhan ruang masakmemasak anggota keluarga. Perluasan area dapur menyebabkan bangunan melebihi garis batas yang semestinya. Sehingga jarak antar bangunan semakin dekat. Hal ini berdampak pada berkurangnya tingkat privasi dengan tetangga.
Dengan demikian, dilakukan penyesuaian material pada pintu dan jendela untuk mengurangi interaksi yang tidak diharapkan dengan lingkungan luar. Selain untuk memenuhi kebutuhan privasi, penyesuaian karakter material juga berfungsi untuk menjaga kualitas cahaya dan pertukaran udara ke dalam rumah. Penelitian yang kedua adalah “Adapting by
Altering: Spatial Modification of Terraced Houses in The Klang Valley Area”. Studi ini menemukan bentuk modifikasi-modifikasi ruang yang dilakukan pada 50 rumah di area Klang Valley, Malaysia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi dan wawancara informal, dimana peneliti berperan sebagai calon pembeli. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kerja sama yang baik dari pihak agen dan pemilik rumah. Temuan awal penelitian menunjukkan bahwa modifikasi yang dilakukan pada interior rumah meliputi perluasan, pengurangan, dan relokasi fitur-fitur tertentu. Modifikasi dilakukan karena persepsi penghuni terhadap keterbatasan dan ketidaklayakan ruang untuk mewadai aktifitas keseharian di dalam rumah. Bentuk modifikasi yang lazim dilakukan pada terrace house di Klang Valley area: Tabel 3. Tabulasi modifikasi penelitian 2
Modifikasi: Penambahan dapur basah untuk memasak dan mencuci Penambahan/perluasan kamar tidur ketika keluarga berkembang Pengubahan teras menjadi ruang tamu Perluasan ruang keluarga sebagai akibat dari penciptaan ruang tamu Pengubahan fungsi kamar (yang paling kecil) menjadi gudang Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penambahan ruang mencerminkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas privasi anggota rumah (dalam hal ini penambahan jumlah kamar) dan menciptakan fungsi yang lebih baik terhadap ruang-ruang tertentu seperti ruang kerja, ruang belajar atau perpustakaan kecil. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014| E_35
Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal
Sedangkan pengubahan ruang menunjukkan adanya tingkat prioritas ruang yang berbeda. Seperti teras rumah yang dianggap tidak begitu penting kemudian diubah menjadi ruang tamu yang lebih dibutuhkan. Baik penambahan maupun pengubahan fungsi ruang mengakibatkan dilakukannya relokasi terhadap beberapa unsur untuk meningkatkan kualitas susunan ruang yang lebih efektif.
Tabel 4. Tabulasi data modifikasi penelitian 3
Penelitian ketiga adalah ”Perubahan Bentuk dan Fungsi Hunian pada Rumah Susun Paska Penghunian”. Penelitian ini mengungkap bentuk-bentuk perubahan pada rumah susun sederhana sewa di Penjaringan, baik dari segi fisik maupun fungsional ruang huniannya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penambahan ruang secara vertikal
Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dengan metode penelitian deduktif kualitatif. Pendekatan rasionalistik adalah pendekatan yang melihat kebenaran bukan hanya dari fakta lapangan namun juga melalui proses berfikir yang logis. Sedangkan metode deduktif kualitatif adalah metode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teori umum (premis mayor) untuk menguji fokus penelitian (premis minor). Teori umum yang digunakan untuk mengkaji objek penelitian adalah teori Hebraken tentang perubahan lingkungan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada rusunawa Penjaringan terbagi atas dua kategori, yaitu perubahan secara fisik dan secara fungsional. Perubahan fisik meliputi perubahan jumlah ruang, perubahan material bangunan, dan penambahan material pada bagian bangunan. Sedangkan perubahan fungsional meliputi pengalihan atau pemadatan fungsi pada ruang-ruang tertentu. Penemuan penelitian menunjukkan bahwa kedua perubahan ini terjadi secara merata pada semua blok rumah susun yang dijadikan objek penelitian. Bentuk-bentuk perubahan yang dilakukan pada rusunawa Penjaringan adalah sbb:
E_36 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Perubahan Fisik: Perubahan material lantai dengan menggunakan keramik Perubahan dinding dengan penambahan plesteran Penambahan jumlah ruang dalam hunian dengan melakukan penyekatan Penggunaan pintu teralis Perubahan Fungsional: Perubahan fungsi ruang keluarga sebagai ruang tamu, ruang kerja, atau ruang tidur Penambahan fungsi hunian sebagai ruang kerja atau ruang usaha Penambahan luas ruang dengan menggunakan koridor atau balkon Perubahan fungsi ruang dengan pemindahan ruang dapur ke ruang cuci Menjaga penampilan ketika pintu hanya ditutup dengan pintu teralis untuk menjaga sirkulasi udara Perubahan fisik merupakan bentuk-bentuk modifikasi yang dilakukan pada unit rumah. Perubahan fisik, khususnya perubahan pada penggunaan material keramik untuk lantai dan plester untuk dinding, juga merupakan bentuk pemenuhan aspirasi penghuni tentang kualitas ruang dari rumah yang dihuni. Sedangkan penggunaan pintu teralis bertujuan untuk memberikan rasa aman bagi penghuni, sekaligus berfungsi sebagai jalur ventilasi pada rumah. Selain itu, perubahan fisik pada interior rumah juga dilakukan dengan penyekatan ruang baik secara horizontal maupun secara vertikal yang bertujuan untuk menambah jumlah ruang dan tingkat privasi penghuninya seiring perkembangan jumlah dan usia keluarga. Di samping perubahan fisik tersebut, di rumah susun Penjaringan juga ditemukan perubahan fungsional ruang. Yaitu pengalihfungsian peruntukan ruang sebagai bentuk adaptasi perilaku penghuni terhadap keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi. Perluasan/penambahan jumlah ruang ke area balkon dan lorong, misalnya, menjadi sebuah cerminan adaptasi perilaku penghuni dalam memenuhi keterbatasan luas
Feni Kurniati
dan jumlah ruang. Demikian juga halnya dengan fenomena penggunaan ruang keluarga sebagai ruang serbaguna yang juga berfungsi sebagai ruang makan, ruang tidur dan ruang tamu, menunjukkan bahwa adaptasi perilaku telah menjadi salah satu solusi terhadap permasalah keterbatasan ruang pada rusunawa Penjaringan. Dari kajian tiga penelitian sejenis melalui tabulasi data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses menghuni rumah massal, penghuni melakukan usaha-usaha untuk mengontrol keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik jumlah maupun kualitas ruang, demi menciptakan kondisi hidup yang sesuai dengan aspirasi penghuni, yaitu melalui proses adaptasi perilaku dan proses modifikasi pada fisik hunian. Bentuk-bentuk adaptasi perilaku dan modifikasi yang sering ditemukan dari ketiga penelitian dapat dilihat pada digram 1. Keduanya merupakan bentuk usaha penghuni untuk meng-
Diagram 1. Bentuk adaptasi perilaku dan modifikasi dari ketiga penelitian.
atasi keterbatasan ruang yang menyebabkan terganggunya kualitas privasi dan kualitas aktifitas sehari-hari penghuni. Selanjutnya, ketiga penelitian menunjukkan bahwa adaptasi perilaku merupakan usaha tahap awal yang dilakukan penghuni. Selain bertujuan untuk optimalisasi kondisi eksisting dalam pemenuhan kebutuhan penghuni, adaptasi perilaku juga berfungsi sebagai tahap memahami kondisi lingkungan fisik sebelum dilakukan perubahan/modifikasi fisik terdahap unit rumah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses menghuni terdiri dari beberapa tahap (lihat diagram 1). Tahap adaptasi perilaku, dalam beberapa kasus penelitian yang dibahas, mampu menyelesaikan permasalahan keterbatasan ruang, khususnya pada ruang yang sifatnya tidak membutuhkan tingkat privasi yang tinggi, atau pada ruang yang dapat digunakan secara bersama-sama. Namun, dalam beberapa hal lain, modifikasi fisik rumah tetap dibutuhkan karena adaptasi perilaku saja tidak mampu mengatasi bentrok kepentingan yang terjadi pada ruang hunian. Hal ini biasanya terjadi pada ruang yang mewadahi aktifitas dengan tingkat privasi yang tinggi. Sehingga dibutuhkan penyesuaian hunian melalui tahap modifikasi. Setelah modifikasi dilakukan, dibutuhkan tahap adaptasi perilaku lanjutan terhadap kondisi hunian yang baru agar ruang hunian dapat berfungsi secara maksimal dalam mewadahi aktifitas keseharian penghuni sebagaimana yang diharapkan (lihat diagram 2). Adaptasi perilaku tersebut berlangsung secara perlahan untuk menjawab kemungkinan adanya permasalahan yang belum terselesaikan atau permasalahan baru yang muncul sebagai dampak modifikasi. Sehingga melalui adaptasi perilaku paska modifikasi, dapat diidentifikasi kebutuhankebutuhan penghuni yang belum terpenuhi dan solusi terhadapnya. Apakah cukup hanya dengan adaptasi perilaku, atau dibutuhkan modifikasi lanjutan. Hal ini tergantung pada tingkat prioritas kebutuhan penghuni terhadap fungsi tertentu dalam hunian.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014| E_37
Adaptasi Perilaku dan Modifikasi sebagai Proses Menciptakan Hunian Ideal Bagi Penghuni Perumahan Massal
Terraced Houses in The Klang Valley Area. Asian Journal of Environment-Behavior Studies, Vol.1, Number 3. Rahim, Z.A., Hasyim.A.H. (2012). Behavioral
Adaptation of Malay Families and Housing Modification of Terrace Houses in Malaysia. Asian
Diagram 2. Tabel modifikasi hunian
alur
adaptasi
perilaku
dan
Kesimpulan Penelitian ini mengungkap bahwa proses berhuni pada perumahan massal membutuhkan adaptasi dan penyesuaian (modifikasi) secara bertahap. Adaptasi perilaku yang paling sering dilakukan oleh penghuni adalah berbagi ruang dan menggandakan fungsi ruang yang tidak membutuhkan privasi tinggi. Sedangkan penyesuaian melalui modifikasi bentuk yang paling sering dilakukan adalah perluasan bangunan, penambahan jumlah ruang (penyekatan) dan pengorganisasian ulang ruang berdasarkan zona privat dan publik. Kedua proses ini dibutuhkan untuk mencapai kondisi berhuni yang sesuai harapan dan latar belakang budaya penghuni. Kajian serupa yang lebih mendalam dapat dilakukan pada unit-unit hunian massal ekonomis yang berlokasi di Indonesia untuk mengetahui permasalahan ketimpangan antara desain unit hunian yang ditawarkan dan kebutuhan berhuni penghuni. Sehingga dapat dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas berhuni di perumahan massal yang kemudian bisa diterjemahkan ke dalam desain hunian massal selanjutnya. Hal ini menjadi penting untuk dapat meminimalisir permasalahan hunian di Indonesia yang semakin kompleks. Daftar Pustaka Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative,
Quantitative,
and
Mixed
Methods
Approaches.
California: Sage Publications, Inc. Luthfiah. (2010). Perubahan Bentuk dan Fungsi Hunian pada Rumah Susun Paska Penghunian. Omar, E.O., Endut, Esmawee, & Saruwono, Masran. (2010). Adapting by Altering: Spatial Modifications of E_38 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014
Journal of Environment-Behavior Studies, Vol.3, Number 8. Sime, Jonathan D. (1995). Readings in Environmental Psychology: Creating Places or Designing Spaces?. London: Academic Press Limited.