1
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari
PIMPINAN UMUM/PENANGGUNG JAWAB DEKAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT WAKIL PIMPINAN UMUM/WAKIL PENANGGUNG JAWAB KETUA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT MITRA BESTARI Prof. Dr.H.Anas Subarnas, M.Sc., Apt. Prof.Dr. Entun Santosa, M.Sc. Prof.Dr.H.Muhammad Ali Ramdhani, MT. Prof.Dr. Ieke Sartika, MS.
DEWAN EDITOR Ketua Sekretaris Anggota
: : :
dr.Hj. Syifa Hamdani, MARS. Setiadi Ihsan, M.Si., Apt. Riska Prasetiawati, M.Si., Apt Dr. Nizar AH,MM.,MT.,M.Si
EDITOR PELAKSANA Ketua Sekretaris Anggota
: : :
Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt Revi Yenti, M.Si., Apt Daden Wahyudin Darajat, M.Pd Wiwin Winingsih, M.Si., Apt
Penerbit: Jurusan Farmasi FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT
Alamat Penerbit Jurusan Farmasi FMIPA UNIGA Jl. Jati No. 42B Kecamatan Tarogong Kaler Kab. Garut 44151 Telp/Fax (0262) 540007 email :
[email protected] 2
website: www.fmipa.uniga.ac.id
Kata Pengantar
Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal Farmako Bahari ini dapat terbit. Seiring dengan meningkatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan serta sumber daya manusia maka hasil-hasil penelitian maupun teori baru dalam bidang farmasi perlu dipublikasikan. Berkaitan dengan hal ini, Program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut berinisiatif untuk memberikan ruang dan peluang bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk menuangkan tulisannya dalam “ Jurnal Farmako Bahari”. Jurnal Farmako Bahari diharapkan dapat terbit dua kali setahun dengan topik kajian yang beragam sesuai dengan bidang kefarmasian. Semoga Jurnal Farmako Bahari ini dapat menambah dan melengkapi diseminasi hasil hasil penelitian di bidang farmasi.
Pimpinan Umum Jurnal Farmako Bahari Prof.Dr. Ny. Iwang S Soediro
3
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari
Juli 2014, Volume 5 Nomor 1
Hal Kata Pengantar Daftar Isi
i ii
Retty Handayani
FORMULASI SEDIAAN TABLET HISAP DARI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni, Blume) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
1-26
Novianti
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR CUCI TANGAN ANTISEPTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.)
27-42
Ardi Rustamsyah
Isolasi Senyawa Fenolat Dari Ekstrak Metanol Daging Buah Asam Paya (Eleiodoxa Conferta (Griff.) Burret.)
43-53
Deden Winda Suwandi
UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER
54-62
Farid Perdana
PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR αMANGOSTIN DALAM EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
63-79
Ruchiyat
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KADAR KLORIN PADA AIR KOLAM RENANG DI CIPANAS GARUT
80-89
4
FORMULASI SEDIAAN TABLET HISAP DARI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni, Blume) SEBAGAI ANTIOKSIDAN Retty Handayani Abstrak
Telah dikembangkan formula sediaan tablet hisap dari ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Blume) sebagai antioksidan. Tujuan penelitian ini adalah membuat tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Blume) yang memiliki aktivitas antioksidan serta memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV. Teknik pembuatan tablet dilakukan dengan metode granulasi basah dengan perbedaan konsentrasi pengikat PVP dari ketiga formula yaitu 1%, 2%, dan 3%. Evaluasi tablet meliputi uji organoleptis, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, friabilitas, friksibilitas dan kekerasan serta dikuti dengan uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis dan uji kesukaan. Hasil evaluasi tablet menunjukkan bahwa formula 2 merupakan formula terbaik dibandingkan dengan formula 1 dan 3 yang telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV. Hasil uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis bersifat aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 153,14 ppm (formula 1), 132,59 ppm (formula 2) dan 154,91 ppm (formula 3) sedangkan IC 50 Vitamin C sebesar 15,88 ppm. Kata kunci : tabet hisap, kulit kayu manis, antioksidan
1.
Pendahuluan
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam, diantaranya memiliki tanaman khas yang biasa digunakan oleh semua lapisan masyarakat baik untuk bahan pangan maupun obat tradisional. Penggunaan obat tradisional yang berasal dari tanaman semakin meningkat. Seiring perkembangan teknologi pengobatan maka dilakukan pengembangan terhadap sediaannya agar lebih mudah dan 5
disukai penggunaannya. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan adalah kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl). Kulit kayu manis memiliki khasiat untuk kesehatan yaitu dalam meringankan flu, menghangatkan tubuh, menurunkan kolesterol serta mengontrol gula darah. Selain itu juga tanaman kayu manis memiliki kelebihan, Menurut Wahyu dan Yulfi kulit kayu manis juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (1). Berdasarkan kelebihannya tersebut maka penelitian ini akan dikembangkan formulasi tablet hisap dari tanaman kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl). Tablet hisap adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis yang dapat melarut atau hancur perlahan dalam mulut (2). Tablet ini dimaksudkan untuk memberi efek lokal pada mulut atau kerongkongan dan umumnya digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan atau untuk mengurangi batuk pada influenza dan dapat juga dimaksudkan untuk diabsorbsi secara sistemik setelah ditelan. Jenis tablet ini dirancang agar tidak hancur di dalam rongga mulut tetapi melarut atau terkikis secara perlahan dalam waktu 30 menit atau kurang (3). Sediaan ini dapat mengandung vitamin, antibiotik, antiseptik, anestetik lokal, antihistamin, dekongestan (obat hidung tersumbat), kortikosteroid, astringen, analgesik, aromatik, demulsen (pereda radang atau iritasi-penyejuk), atau kombinasi bahan tersebut (4). Adapun masalah yang akan diteliti adalah apakah sediaan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) memenuhi persyaratan sesuai FI Edisi IV Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yang memiliki aktivitas antioksidan serta memenuhi persyaratan FI Edisi IV. Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi khususnya pada bidang Teknologi Farmasi bahwa tanaman kayu manis dapat dijadikan sediaan tablet hisap. 2.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini diawali dengan pengumpulan kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii, Bl) yang diperoleh dari perkebunan kota Singkawang. 6
Tanaman ini dideterminasi di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak. Kemudian dilakukan pembuatan simplisia dengan pengecilan ukuran partikel kulit kayu manis setelah itu dilakukan pengovenan untuk mengurangi kadar air pada kulit kayu manis. Tahap selanjutnya dilakukan maserasi kulit kayu manis dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama ±3 hari. Pelarut diganti setiap 1 x 24 jam selama ± 3 kali sampai warna yang dihasilkan tidak pekat. Setiap pergantian pelarut dilakukan pengadukan sesekali. Ekstrak disaring dan dikentalkan pada suhu 40-50°C dengan menggunakan rotary evaporator. Kemudian dilakukan uji karakteristik simplisia dan ekstrak etanol kulit kayu manis yang meliputi pemeriksaan organoleptis, penetapan kadar air, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, pentapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, dan penetapan kadar sari larut etanol. Selanjutnya dilakukan uji penapisan fitokimia meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, kuinon, saponin, steroid dan triterpenoid. Untuk penentuan konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet hisap terlebih dahulu dilakukan orientasi aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol kulit kayu manis dengan menggunakan metode DPPH dan vitamin C sebagai pembanding. Tahap selanjutnya adalah pembuatan tablet hisap dengan bobot 300 mg, yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis dengan metode granulasi basah, digunakan PVP sebagai pengikat dengan konsentrasi yang berbeda pada setiap formulasi. Adapun evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan bentuk sediaan tablet dengan mutu yang baik, evaluasi terdiri dari evaluasi granul dengan pemeriksaan kandungan lembab, sifat alir granul, bobot jenis, indeks kompresibilitas, kadar pemampatan dan evaluasi tablet yaitu sifat organoleptik, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, friabilitas, uji friksibilitas, uji kekerasan, dan uji kesukaan. Tahap akhir dilakukan pengujian aktivitas antioksidan pada sediaan tablet hisap yang mengandung ekstrak etanol kulit kayu manis dengan menggunakan metode DPPH dan vitamin C sebagai pembanding.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini untuk membuat tablet hisap antioksidan dengan menggunakan ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl). Kulit kayu manis diperoleh dari perkebunan kota Singkawang. Tanaman ini di determinasi di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak. Hasil determinasi menunjukkan bahwa memang benar tumbuhan tersebut adalah kayu manis dengan spesies (Cinnamomum burmannii, Bl). Kayu Manis merupakan tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia selain itu kayu manis 7
juga merupakan salah satu bahan bumbu yang sering digunakan dalam masakan. Pemilihan kulit kayu manis ini karena diketahui bahwa kulit kayu manis mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan yang dapat digunakan sebagai zat aktif dalam pembuatan tablet hisap. Selanjutnya dilakukan pembuatan simplisia untuk mengetahui simplisia yang digunakan memenuhi syarat atau tidak dalam pembuatan sediaan tablet hisap dilakaukan uji karakteristik simplisia serta dilakukan uji penapisan fitokimia. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia kulit kayu manis yang meliputi kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, susut pengeringan adalah 6,4%; 0,21%; 7,5%; 17,56%; 9,1% telah memenuhi persyaratan FHI (22). Hasil penapisan fitokimia simplisia kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yaitu mengandung flavonoid, saponin, fenol, tanin, dan sterol/triterpenoid. Hasil Pemeriksaan Organoleptik Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii, Blume) Pengamatan
Hasil Pengamatan
Warna Bau
Jingga kecoklatan Khas kayu manis
Bentuk
Cairan kental
Hasil Pemeriksaan Kadar Abu Total, Kadar Abu Tidak Larut Asam, Kadar Air Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis No
Karakterisasi
Hasil (%)
1
Kadar abu total
0,23
3
Kadar abu tidak larut asam
0,05
4
Kadar air
9,56
Hasil Penapisan Fitokimia Kulit Kayu Manis No
Senyawa Uji
1 2 3 4
Alkaloid Flavonoid Saponin Fenol
Hasil Penapisan Simplisia + + +
Ekstrak + + + 8
5 6
Tanin Sterol/triterpenoid
+ +
+ +
pembuatan ekstrak etanol kulit kayu manis terlebih dahulu dilakukan maserasi, dengan cara merendam simplisia kedalam pelarut. Maserasi mempunyai kelebihan yaitu mudah digunakan dan alatnya sederhana serta digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas. Rendemen ekstrak etanol kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yang diperoleh adalah 15,217%. Hasil pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol kulit kayu manis yang meliputi kadar air, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam adalah 9,56%; 0,23%; dan 0,05% telah memenuhi persyaratan FHI (22). Hasil penapisan fitokimia simplisia kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii, Bl) yaitu mengandung flavonoid, saponin, fenol, tanin, dan sterol/triterpenoid. Adapun senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan adalah adalah senyawa fenol berupa sinamaldehid. Dimana senyawa tersebut mampu meredam aksi radikal bebas yang menyerang tubuh dan menyebabkan kerusakan pada DNA (23). Hasil Pemeriksaan Organoleptik Kulit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii, Blume) Pengamatan
Hasil Pengamatan
Rasa Warna
Manis Coklat
Bau Bentuk
Khas kayu manis Serbuk
Hasil Pemeriksaan Susut Pengeringan, Kadar Abu Total, Kadar Abu Tidak Larut Asam, Kadar Sari Larut Air, Kadar Sari Larut Etanol Simplisia Kulit Kayu Manis No 1 2 3 4 5
Karakterisasi Kadar abu total Kadar abu tidak larut asam Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Susut pengeringan
Hasil (%) 6,40 0,21 7,50 17,56 9,10
9
Untuk penentuan konsentrasi ekstrak kulit kayu manis dilakukan orientasi aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH untuk memperoleh nilai IC50. Inhibition concentration (IC50) dapat didefinisikan sebagai konsentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 ppm, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 100-150 ppm, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 150-200 ppm (24). Nilai IC50 yang diperoleh pada ekstrak etanol kulit kayu manis 88,68 ppm dan 62,64 ppm pada konsentrasi 0,1% dan 1% sedangkan untuk vitamin C sebagai pembanding konsentrasi 0,1% dan 1% dengan nilai IC50 22,76 ppm dan 3,29 ppm. Dilihat dari nilai IC50 ekstrak etanol kulit kayu manis masuk kedalam kategori antioksidan yang kuat. Konsentrasi ekstrak etanol kulit kayu manis yang digunakan dalam pembuatan sediaan tablet hisap yaitu 1%. Hasil Orientasi Vitamin C Sebagai Pembanding Vitamin C
0,1
1
Absorban Kontrol 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774
C (ppm) 10 20 30 40 50 60 100 200 300 400 500 600
Absorban
% Inhibisi
0,421 0,396 0,368 0,335 0,318 0,288 0,358 0,340 0,306 0,276 0,256 0,226
45,607 48,837 52,455 56,718 58,915 62,791 53,747 56,072 60,465 64,341 66,925 70,801
IC50
22,76
3,29
10
70.000
% Inhibisi
60.000
y = 0.344x + 42.179 R² = 0.9958
50.000 40.000 30.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
10.000 0.000 0
20
40
60
80
Kosentrasi (ppm)
Grafik persamaan regresi linier dari vitamin C pada konsentrasi 0,1% 80.000 70.000
y = 0.0348x + 49.888 R² = 0.9945
% Inhibisi
60.000 50.000 40.000
Series1
30.000
Linear (Series1)
20.000 10.000 0.000 0
200 400 600 Konsentrasi(ppm)
800
Grafik persamaan regresi linier dari vitamin C pada konsentrasi 1%
Hasil Orientasi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Ekstrak
0,1
Absorban Kontrol 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774
C (ppm) 10 20 30 40 50
Absorban
% Inhibisi
IC50
0,653 0,640 0,570 0,542 0,521
15,633 17,313 26,357 29,974 32,687
88,68
11
0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774 0,774
1
60 100 200 300 400 500 600
0,491 0,360 0,352 0,342 0,310 0,275 0,228
36,563 53,488 54,522 55,814 59,948 64,470 70,543
62,64
40.000
35.000
y = 0.4411x + 10.982 R² = 0.9617
% Inhibisi
30.000 25.000 20.000
Series1
15.000
Linear (Series1)
10.000 5.000 0.000 0
20 40 60 Konsentrasi (ppm)
80
% Inhibisi
Grafik persamaan regresi linier dari ekstrak etanol kulit kayu manis pada konsentrasi 0,1%
80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0.000
y = 0.0341x + 47.873 R² = 0.92
Series1 Linear (Series1)
0
200
400
600
800
Konsentrasi (ppm)
12
Grafik persamaan regresi linier dari ekstrak etanol kulit kayu manis pada konsentrasi 1% Pada pembuatan tablet hisap ini digunakan metode granulasi basah, metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Bahan pengisi yang digunakan yaitu manitol dan sorbitol, dimana kedua bahan tersebut merupakan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembutan tablet. Keuntungan dari kedua pengisi tersebut adalah dapat memperbesar massa tablet, sehingga tablet memiliki ukuran yang praktis untuk dicetak terutama zat aktif yang dosisinya kecil. PVP sebagai bahan pengikat yaitu dengan perbedaan konsentrasi 2%, 3%, 4% di setiap formula. Formulasi Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Fasa Dalam Fasa Luar
BAHAN Ekstrak etanol kulit kayu manis Manitol Sorbitol PVP Talk Mg Stearat Bobot Per Tablet
I 1 44,5 44,5 2 5 3 300 mg
FORMULA (%) II III 1 1 44 43,5 44 43,5 3 4 5 5 3 3 300 mg 300 mg
Keterangan : FI : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 2 % FII : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 3 % FIII : Sediaan tablet hisap dengan konsentrasi PVP 4 % Pembuatan tablet diawali dengan pencampuran bahan-bahan yang meliputi fase dalam dan fase luar. Pencampuran dilakukan untuk mendapatkan distribusi zat aktif yang merata dan homogen. Zat aktif yang digunakan adalah ekstrak etanol kulit kayu manis dengan konsentrasi 1%. Pewarna yang digunakan adalah pewarna makanan yang berwarna jingga. Pengisi yang digunakan adalah manitol dan sorbitol. Penambahan pengisi yaitu digunakan untuk menggenapkan bobot tablet. Pengikat yang digunakan adalah PVP. Penambahan bahan pengikat digunakan agar terbentuk massa yang dapat dikepal dan mudah diayak, sehingga menghasilkan granul basah dengan ukuran yang diinginkan.
13
Sebelum dilakukan pencetakan tablet granul yang diperoleh dievaluasi terlebih dahulu evaluasi granul meliputi pemeriksaan kandungan lembab, sifat alir granul, bobot jenis, dan indeks kompresibilitas. Uji kandungan lembab dilakukan agar kandungan lembab pada granul kelembabannya tidak lebih dan tidak kurang dari persyaratan yang telah ditentukan menurut Farmakope Indonesia edisi IV yaitu granul memiliki kandungan lembab yang memenuhi persyaratan 2-4% (2). Kandungan lembab yang tinggi akan menyebabkan penempelan pada die, sedangkan kandungan lembab yang rendah dapat menyebabkan laminating atau capping. Hasil dari uji kandungan lembab adalah F1, F2, dan F3 yaitu 3,52%; 2,51%; dan 3,20%. Uji sifat alir granul dilakukan untuk mengetahui apakah aliran granul sudah bagus, karena dengan aliran granul yang bagus maka granul akan mudah mengalir dari hopper ke dalam cetakan. Pada uji ini dapat diketahui bahwa semua formula memiliki sifat alir yang bagus, karena semua formula memiliki sifat alir yang memenuhi persyaratan, yaitu ≥ 10 gram/detik (2). Dari ketiga formula diperoleh aliran F1, F2, dan F3 yaitu 13,19 gram/detik, 21,98 gram/detik, dan 13,36 gram/detik. Penentuan bobot jenis pada granul dilakukan dengan dua cara yaitu penetuan bobot jenis nyata dan bobot jenis mampat. Uji bobot jenis ini diketahui bahwa semua formula memiliki bobot jenis yang baik, karena semua formula memiliki bobot jenis yang memenuhi persyaratan, yaitu 0,2-0,6 gram/mL (2). Hasil uji bobot jenis nyata granul menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu 0,465; 0,417; dan 0,444. Sedangkan uji bobot jenis mampat granul pada ketukan 500 menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu 0,56; 0,48; dan 0,53. Dari kedua uji ini akan mempengaruhi hasil kadar pemampatan dan persentase kompresibilitas. Hasil Uji Bobot Jenis Nyata Granul
1
2
Formula
W
V
P
1
20
43
0,465
2
20
43
0,465
3
20
43
0,465
1
20
48
0,417
2
20
48
0,417
3
20
48
0,417
14
3
1
20
45
0,444
2
20
45
0,444
3
20
45
0,444
Keterangan : P = Bobot Jenis Nyata W = Bobot Granul V = Volume Granul Tanpa Pemampatan
Hasil Uji Bobot Jenis Mampat Granul
Formula
W
Ketukan
Vn
Pn
1
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
10
39 39 39 38 38 38 37 37 37 36 36 36 45 45 45 44 44 44 43 43 43 42 42 42 43 43 43 41
0,51 0,51 0,51 0,53 0,53 0,53 0,54 0,54 0,54 0,56 0,56 0,56 0,44 0,44 0,44 0,45 0,45 0,45 0,47 0,47 0,47 0,48 0,48 0,48 0,47 0,47 0,47 0,49
2
3
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
50
100
500
10
50
100
500
10
50
Mean
SD
KV
0,51
0,00
0,00
0,53
0,00
0,00
0,54
0,00
0,00
0,56
0,00
0,00
0,44
0,00
0,00
0,45
0,00
0,00
0,47
0,00
0,00
0,48
0,00
0,00
0,47
0,00
0,00
0,49
0,00
0,00
15
2 3 1 2 3 1 2
20 20 20 20 20 20 20
3
20
100
500
41 41 39 39 39 38 38
0,49 0,49 0,51 0,51 0,51 0,53 0,53
38
0,53
0,51
0,00
0,00
0,53
0,00
0,00
Keterangan : Pn = Bobot Jenis Mampat ; W = Bobot Granul ; Vn = Volume Granul Pada n Ketukan Hasil Uji Indeks Kompresibilitas Granul
Formula
1
2
3
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
Ketukan
10
50
100
500
10
50
100
500 10
p
Pn
Indeks Kompresibilitas
0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,465 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,417 0,444 0,444
0,51 0,51 0,51 0,53 0,53 0,53 0,54 0,54 0,54 0,56 0,56 0,56 0,44 0,44 0,44 0,45 0,45 0,45 0,47 0,47 0,47 0,48 0,48 0,48 0,47 0,47
8,82 8,82 8,82 12,26 12,26 12,26 13,89 13,89 13,89 16,96 16,96 16,96 5,23 5,23 5,23 7,33 7,33 7,33 11,28 11,28 11,28 13,13 13,13 13,13 5,53 5,53
Mean
SD
KV
8,82
0
0
12,26
0
0
13,89
0
0
16,96
0
0
5,23
0
0
7,33
0
0
11,28
0
0
13,13
0
0
5,53
0
0
16
3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
50
100
500
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
0,47 0,49 0,49 0,49 0,51
5,53 9,39
12,94
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
0,51 0,51 0,53 0,53 0,53
12,94 12,94 16,23 16,23 16,23
9,39 9,39
9,39
0
0
12,94
0
0
16,23
0
0
Mean
SD
KV
9,30
0
0
11,63
0
0
13,95
0
0
16,28
0
0
6,25
0
0
8,33
0
0
10,42
0
0
12,50
0
0
Keterangan : P = Bobot Jenis Nyata ; Pn = Bobot Jenis Mampat
Hasil Uji Kadar Pemampatan Granul
Formula
1
2
V0
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48 48
3
48
Ketukan
10
50
100
500
10
50
100
500
Vt
Kp
39 39 39 38 38 38 37 37 37 36 36 36 45 45 45 44 44 44 43 43 43 42 42
9,30 9,30 9,30 11,63 11,63 11,63 13,95 13,95 13,95 16,28 16,28 16,28 6,25 6,25 6,25 8,33 8,33 8,33 10,42 10,42 10,42 12,50 12,50
42
12,50
17
3
1 2 3 1 2
45 45 45 45 45
3 1 2 3 1 2
45 45 45 45 45 45
3
45
10
43 43
50
43 41 41
4,44 4,44 4,44 8,89 8,89
41 39 39 39 38 38
8,89 13,33 13,33 13,33 15,56 15,56
38
15,56
100
500
4,44
0
0
8,89
0
0
13,33
0
0
15,56
0
0
Keterangan : Kp = Kadar Pemampatan (%) ; Vo = Volume Granul Sebelum Pemampatan ; Vt = Volume Ganul Pada t Ketukan
Hasil pada uji indeks kompresibilitas dapat menunjukkan bagaimana sifat aliran dari granul. Dari hasil uji indeks kompresibilitas dapat diketahui bahwa ketiga formula memiliki kompresibilitas yang menunjukkan aliran cukup baik, karena semua formula tersebut masuk pada rentang 11-20% (2). Uji indeks kompresibilitas granul pada ketukan500 menunjukkan bahwa F1, F2, dan F3 yaitu 16,96%; 13,13%; dan 16,23%. Hasil Uji Kandungan Lembab granul (%) Formula 1
2
3
Replikasi 1 2 3 1 2 3 1 2 3
kadar air 3,69 3,43 3,43 2,97 2,45 2,12 3,56 3,12 2,92
Mean
SD
3,52
0,15
2,51
0,43
3,20
0,33
18
Hasil Uji Sifat Alir Granul (g/det) Formula 1
Formula 2
1
100
7,67
Sifat Alir (g/det) 13,04
2
100
7,64
3
100
7,58
No
Berat (gram)
Waktu (detik)
Formula 3
100
4,58
Sifat Alir (g/det) 21,83
13,09
100
4,56
13,19
100
4,55
Berat (gram)
Waktu (detik)
100
7,54
Sifat Alir (g/det) 13,26
21,93
100
7,49
13,35
21,98
100
7,42
13,48
Berat (gram)
Waktu (detik)
Mean
13,11
21,91
13,36
SD
0,08
0,07
0,11
KV
0,60
0,33
0,81
Setelah semua uji granul dilakukan, maka granul siap dicetak menjadi tablet. Sebelum dicetak, granul ditambahkan fase luar yaitu pelicin, tujuan ditambah pelicin adalah mempermudah pada saat proses pencetakan agar tidak lengket, ditambah pewarna untuk memperbaiki penampilan dan melihat homogenitas. Setelah itu diperoleh tablet, dilakukan evaluasi meliputi sifat organoleptik, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, friabilitas, friksibilitas, uji kekerasan, uji aktivitas antioksidan, dan uji kesukaan. Hasil Uji Friabilitas Tablet
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Mean SD KV
Formula 1 0,663 0,674 0,676 0,671 0,007 1,043
Friabilitas (%) Formula 2 0,674 0,690 0,682 0,682 0,008 1,173
Formula 3 0,673 0,691 0,685 0,683 0,009 1,342
Hasil uji Friksibilitas Tablet Friksibilitas (%) 19
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Mean SD KV
Formula 1 0,489 0,486 0,488 0,488 0,002 0,313
Formula 2 0,487 0,492 0,489 0,489 0,003 0,514
Formula 3 0,489 0,494 0,492 0,492 0,003 0,512
Hasil Uji Kekerasan Tablet
No
Kekerasan Tablet (Kg) Formula II
Formula I
Formula III
R1
R2
R3
R1
R2
R3
R1
R2
R3
1
4,89
4,89
4,87
6,00
6,22
6,22
13,56
13,57
13,56
2
4,77
4,76
4,76
6,30
6,35
6,30
13,40
13,41
13,40
3
4,12
8,11
5,11
6,45
6,55
6,55
13,67
13,66
13,67
4
4,25
5,11
5,26
6,67
6,50
6,50
13,78
13,78
13,79
5
4,56
4,56
5,56
6,78
6,60
6,60
14,15
14,15
14,16
6
4,45
4,46
4,45
6,90
6,87
6,87
14,35
14,36
14,36
7
4,34
4,34
4,32
7,21
7,25
7,25
13,72
13,72
13,71
8
4,43
4,42
4,42
7,11
7,11
7,14
14,24
14,25
14,25
9
5,19
5,20
5,20
6,97
6,95
6,97
13,15
13,17
13,17
10
5,20
5,20
5,20
6,89
6,89
6,87
13,43
13,43
13,42
11
5,23
5,24
5,24
7,32
7,34
7,32
13,50
13,50
13,51
12
5,87
4,89
4,89
6,72
6,74
6,74
13,63
13,62
13,62
13
5,34
5,35
5,35
6,38
6,38
6,37
13,54
13,53
13,54
14
5,21
5,21
5,20
6,72
6,71
6,71
14,12
14,12
14,14
15
5,29
5,29
5,28
6,37
6,37
6,36
14,05
14,05
14,07
16
4,44
4,43
5,43
6,27
6,26
6,26
13,75
13,76
13,76
17
4,50
4,50
4,50
6,58
6,60
6,58
13,32
13,34
13,34
18
4,53
4,52
4,52
7,03
7,05
7,05
14,21
14,22
14,22
19
4,61
5,12
4,62
6,20
6,20
6,21
14,19
14,19
14,19
20
5,10
5,12
5,12
6,25
6,25
6,26
14,25
14,25
14,24
Mean
4,83
5,07
4,97
6,66
6,66
6,66
13,80
13,80
13,81
SD
0,48
0,81
0,38
0,37
0,35
0,36
0,36
0,36
0,37
20
KV
9,91
1,03
7,68
5,57
5,33
5,37
2,64
2,63
2,65
Keterangan : R = Replikasi Uji sifat organoleptis bertujuan untuk melihat warna, bau dan rasa tablet. Dari evaluasi tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis secara organoleptis menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki hasil yang sama, baik warna, bau dan rasa yaitu bewarna jingga tua, bau khas kayu manis dan berasa manis. Hasil uji keseragaman bobot dan keseragaman ukuran, ketiga formula memiliki bobot dan ukuran yang tidak jauh berbeda. Pada uji keseragaman bobot, ketiga formula memenuhi persyaratan keseragaman bobot pada Farmakope edisi IV, yaitu tidak boleh dua tablet lebih dari 5% bobot rata-rata dan tidak boleh satu tablet lebih dari 10% bobot rata-rata. Hasil dari uji keseragaman bobot rata-rata adalah F1, F2, dan F3yaitu 300,53 mg; 300,76 mg; dan 300,62 mg. Hasil Uji Keseragaman Bobot Tablet Bobot Tablet (mg) No
Formula 1
Formula 2
Formula 3
R1
R2
R3
R1
R2
R3
R1
R2
R3
1
300
300
301
302
300
300
300
300
300
2
301
300
300
300
300
301
298
300
300
3
300
301
302
301
301
301
300
302
299
4
302
300
300
300
300
302
301
302
300
5
301
301
302
302
302
300
302
302
300
6
299
300
300
300
302
301
301
300
300
7
302
300
301
300
301
300
300
300
300
8
302
300
301
300
301
300
300
300
300
9
301
300
300
301
300
302
300
300
302
10
300
300
302
300
300
300
301
300
302
11
300
301
299
300
302
300
302
301
300
12
300
300
299
300
301
300
301
302
302
13
300
300
300
301
300
302
300
302
301
14
301
302
300
301
300
301
300
300
300 21
15
301
300
300
302
301
300
300
301
301
16
301
301
300
300
302
302
300
302
302
17
300
302
302
302
302
301
300
300
302
18
300
300
301
301
301
302
300
300
301
19
300
302
300
300
300
301
302
300
301
20 Me an
300 300,5 5
300 300, 50
301 300, 55
301 300, 70
300 300, 80
300 300, 80
302 300, 50
300 300, 70
300 300, 65
SD
0,83
0,76
0,94
0,80
0,83
0,83
1,00
0,92
0,93
KV
0,27
0,25
0,31
0,27
0,28
0,28
0,33
0,31
0,31
Keterangan : R = Replikasi
Hasil uji keseragaman ukuran, semua tablet memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, persyaratannya adalah diameter tablet tidak lebih dari 3 kali tebal tablet dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet (2). Hasil dari uji keseragaman ukuran rata-rata adalah F1, F2, dan F3 yaitu 5,32 mm; 5,32 mm; dan 5,31 mm. Hasil Uji Keseragaman Ukuran Tablet
D
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Ketebalan (mm)
Ketebalan (mm)
Ketebalan (mm)
No
(mm)
R1
R2
R3
R1
R2
R3
R1
R2
R3
1
6,95
5,35
5,30
5,40
5,35
5,30
5,40
5,35
5,40
5,30
2
6,95
5,35
5,30
5,35
5,30
5,25
5,35
5,35
5,30
5,25
3
6,95
5,25
5,30
5,35
5,35
5,30
5,35
5,35
5,30
5,30
4
6,95
5,35
5,35
5,30
5,30
5,30
5,35
5,35
5,25
5,35
5
6,95
5,35
5,35
5,25
5,30
5,30
5,25
5,35
5,35
5,30
6
6,95
5,30
5,25
5,35
5,35
5,30
5,35
5,30
5,25
5,35
7
6,95
5,40
5,35
5,35
5,35
5,40
5,35
5,35
5,25
5,35
8
6,95
5,25
5,35
5,30
5,35
5,25
5,20
5,40
5,35
5,30
9
6,95
5,30
5,25
5,30
5,30
5,35
5,35
5,20
5,25
5,30
10
6,95
5,35
5,35
5,30
5,30
5,35
5,35
5,30
5,30
5,30
11
6,95
5,40
5,35
5,35
5,35
5,35
5,35
5,25
5,30
5,30 22
12
6,95
5,30
5,35
5,35
5,30
5,30
5,35
5,40
5,35
5,35
13
6,95
5,35
5,40
5,40
5,30
5,35
5,35
5,30
5,35
5,35
14
6,95
5,25
5,20
5,20
5,30
5,30
5,35
5,25
5,30
5,30
15
6,95
5,35
5,35
5,35
5,30
5,30
5,25
5,35
5,30
5,30
16
6,95
5,30
5,35
5,35
5,35
5,35
5,30
5,40
5,35
5,35
17
6,95
5,40
5,35
5,35
5,35
5,30
5,35
5,25
5,30
5,30
18
6,95
5,35
5,35
5,30
5,35
5,30
5,30
5,30
5,35
5,30
19
6,95
5,25
5,25
5,30
5,30
5,25
5,25
5,30
5,30
5,25
20
6,95
5,20
5,25
5,25
5,25
5,25
5,20
5,30
5,30
5,25
Mean
6,95
5,32
5,32
5,32
5,32
5,31
5,32
5,32
5,31
5,31
SD
0,00
0,06
0,05
0,05
0,03
0,04
0,06
0,05
0,04
0,03
KV 0,00 Keterangan
1,05 : D
0,95 0,91 0,55 0,75 = Diameter ; R = Replikasi
1,04
1,00
0,76
0,62
Uji friabilitas bertujuan untuk mengetahui apakah tablet capping atau tidak. Data friabilitas digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialami sewaktu pengemasan dan pengiriman. Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan <1% (2). Hasil dari uji friabilitas adalah F1, F2, dan F3 yaitu 0,671%; 0,682%; dan 0,683%. Uji friksibilitas bertujuan untuk mengetahui ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialami sewaktu pengemasan dan pengiriman. Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa semua formula memenuhi persyaratan <1% (2). Hasil dari uji friksibilitas adalah F1, F2, dan F3yaitu 0,488%; 0,489%; dan 0,492%. Uji kekerasan tablet dilakukan untuk memastikan bahwa tablet yang telah dibuat tidak rapuh dan tidak mudah patah. Semua tablet memiliki kekerasan yang memenuhi persyaratan, yaitu 4-8 kg (14). Rata-rata kekerasan tablet pada ketiga formula yaitu 4,95 kg; 6,66 kg; dan 13,80 kg. Pada F3 tidak memenuhi persyaratan karena terlalu keras. Semakin tinggi konsentrasi pengikat pada tablet maka tablet semakin keras karena terdapat daya adhesivitas yang tinggi dalam tablet. Uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis bertujuan untuk mengetahui apakah didalam sediaan tablet hisap yang telah jadi masih mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Dari hasil uji aktivitas antioksidan 23
yang didapat, semua formula mempunyai aktivitas antioksidan. F1, F2, dan F3 mempunyai nilai IC50 sebesar 153,14 ppm; 132,59 ppm; dan 154,91 ppm. Ketiga formula tersebut terjadi peningkatan nilai IC50 atau penurunan aktivitas antioksidan pada sediaan tablet hisap. Hal ini disebabkan kemungkinan oleh adanya pemanasan granul serta proses penyimpanan yang kurang baik. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis Formula Tablet
1
1
2
1
3
1
Absorban Kontrol
C (ppm)
0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756
100 200 300 400 500 600 100 200 300 400 500 600 100 200 300 400 500 600
Absorban
% Inhibisi
0,415 0,345 0,325 0,252 0,230 0,210 0,411 0,343 0,309 0,235 0,225 0,210
45,106 54,365 57,011 66,667 69,577 72,222 45,635 54,630 59,127 68,915 70,238 72,222
0,425 0,345 0,309 0,245 0,225 0,205
43,783 54,365 59,127 67,593 70,238 72,884
IC50
153,14
132,59
154,91
24
% Inhibisi
80.000 y = 0.0545x + 41.737 R² = 0.9568
60.000 40.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
0.000 0
200 400 600 Konsentrasi (ppm)
800
Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis pada formulasi I
% Inhibisi
80.000 y = 0.0542x + 42.84 R² = 0.9327
60.000 40.000
Series1
20.000
Linear (Series1)
0.000 0
200 400 600 Konsentrasi (ppm)
800
Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis pada formulasi II
% Inhibisi
80.000 60.000
y = 0.0576x + 41.173 R² = 0.9465 Series1
40.000 20.000
Linear (Series1)
0.000 0
200 400 600 Konsentrasi (ppm)
800
Grafik persamaan regresi linier dari tablet hisap ekstrak etanol kayu manis pada formulasi III 25
Hasil Uji Tablet Vitamin C Sebagai Pembanding Vitamin C
% Inhibisi
1
Absorban Kontrol 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756 0,756
Konsentrasi (ppm) 100 200 300 400 500 600
Absorban
% Inhibisi
0,364 0,355 0,343 0,326 0,309 0,301
51,852 53,042 54,630 56,878 59,127 60,185
62.000 60.000 58.000 56.000 54.000 52.000 50.000
IC50
15,88
y = 0.0178x + 49.735 R² = 0.988 Series1 Linear (Series1) 0
200
400
600
800
Konsentrasi (ppm)
Grafik persamaan regresi linier dari tablet vitamin C sebagai pembanding
Uji kesukaan bertujuan untuk mengetahui apakah responden menyukai atau tidak tablet hisap yang dibuat. Dari hasil uji kesukaan yang didapat, formula 2 lebih banyak disukai dibandingkan dengan formula 1 dan 3. Hal ini disebabkan karena formula 2 memiliki tingkat kemanisan yang baik, tidak keras, serta pada saat dihisap melarut semua didalam mulut. Hasil Uji Kesukaan Tablet Hisap Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis
Responden 1
Formula I Tidak Suka Suka √
Formula II Tidak Suka Suka √
Formula III Tidak Suka Suka √ 26
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah % Total Keterangan: - FI - FII - FIII 4.
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 11 55%
9 45%
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ 18 90%
2 10%
√ √ 4 20%
16 80%
= Pengikat PVP (2%) = Pengikat PVP (3%) = Pengikat PVP (4%)
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Dari hasil orientasi aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit kayu manis dengan metode radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikril hidrazil) nilai IC50 yang diperoleh adalah sebesar 62,64 ppm pada konsentrasi 1%.
27
Dari hasil evaluasi granul yang meliputi pemeriksaan kandungan lembab,sifat alir granul, bobot jenis, dan indeks kompresibilitas, semua dari hasil uji tersebut telah memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV. Dari hasil evaluasi tablet yang meliputi uji sifat organoleptik, uji keseragaman bobot, uji keseragaman ukuran, uji friabilitas, uji friksibilitas semua dari hasil uji tersebut telah memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV sedangkan untuk uji kekerasan hanya formula 3 yang tidak memenuhi persyaratan. Hasil uji aktivitas antioksidan tablet hisap ekstrak etanol kulit kayu manis menunjukkan semua formula mempunyai aktifitas antioksidan. Formula tersebut adalah F1, F2, dan F3 yaitu dengan nilai IC50 sebesar 153,14 ppm; 132,59 ppm; dan 154,91 ppm. Dari hasil uji kesukaan yang didapat, formula II lebih banyak disukai dibandingkan dengan formula I dan III.
5.
Daftar Pustaka
Wahyu, Yulfi Zetra, Dkk, 2006, “Minyak Atsiri dari Kulit Batang Cinnamomum burmannii (Kayu Manis) dari Famili Lauraceae Sebagai Insektisida Alami, Antibakteri, dan Antioksidan”, Jurnal Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh November, Hlm. 6-7. Ditjen POM, 1995, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 6-8 Banker, G.S., Anderson, N.R., 1986, “The Theory and Practice Of Industrial Pharmacy”, 3rd Ed, Lea & Febiger, Philadelphia, p. 293-343. Siregar, Charles, J. P., 2010, “Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis”, EGC, Jakarta, Hlm. 9, 27-29, 33-36, 505. BPOM RI., 2009, “Herbal Indonesia Berkhasiat Bukti Ilmiah dan Cara Racik” Vol 8 PT. Trubus Suwafaya, Jakarta, Hlm. 318. BPOM RI., 2010, “Acuan Sediaan Herbal Volume Kelima Edisi Pertama”, Direktorat Obat Asli Indonesia, Jakarta, Hlm.90-91. 28
BPOM RI., 2006, Acuan “Sediaan Herbal Volume Kedua Edisi Pertama”, Direktorat Obat Asli Indonesia , Jakarta, Hlm.38. Winarsi, W., 2007, “Antioksidan Alami dan Radikal Bebas”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 8-10. Howart, D.R., Talcott, S.T., Etc., 2000, “Changes in phytochemical and antioxidant activity of selected pepper cultivars (Capsicum species) as influenced by maturity”, Vol. 48 (2000), Journal of Agricultural and Food Chemistry, Weslaco, p. 1713-1720. Sandor PS., D.,Clemente L., et al., 2005, “Efficacy of coenzyme Q10 in migraine prophylaxis: A randomized controlled trial”, Vol. 64 Neurology, p. 713-715. Wangcharoen, and W., Morasuk., 2008, “Antioxidant Capacity Changes In Chilli Spur Pepper (Capsicum Annum Linn, Var. Acuminatum Finger) During Drying Process”, Asian Journal Of Food And Agro-Industry, Departement Of Food Technologi, Faculty Of Engineering And Agro-Industry, Maejo University, Chiang 62 Mai 50290, Thailand, p. 7-10. Voight, R., 1994., “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, penerjemah DR. Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hlm. 163-165, 221-222, 361-362, 505, 509. Lachman, L., Lieberman H.A., Dkk., 1994 “Teori dan Praktek Farmasi Industri”, Edisi III, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hlm. 162-163. Ansel, H.C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, edisi IV, Penerjemah F. Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hlm. 254-256, 259-262. Lachman, L, H. Lieberman H.A., Etc., 1990, “Pharmaceutical Dosage From: Tablet”, 2rd Edition, Marcel Dekker Inc., New York, p. 293-294, 296-303, 304307. Daoust, R.G Lynch, M.J., 1990., “Mannitol in Chewable Tablets Drug and Cosmetic Industry”., p. 26-28 Martin, S.W.Hoover, J.E., 1998 “Husa’s Pharmaceutical Dispendsing”, 5th Edition, Mack Publishing Co, Easton, Pennsylvania, p. 78.
29
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., Etc., 2009, “Handbook Of Pharmaceutical Excipients”, 6th Edition, Pharmaceutical Press, London, p. 703-704. Ditjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 87-102. Ditjen POM, 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat” Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 13-17. Ditjen POM, 1989, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 536-540, 549-553.
Ditjen POM, 2009, “Farmakope Herbal Indonesia”, Edisi I, Menkes Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 46-50. Prasetyaningrum, R., Utami, R., Dkk., 2012, “Aktivitas Antioksidan, Total Fenol, dan Antibakteri Minyak Atsiri dan Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)”, Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 (1). Hlm. 10 Molyneux, P., 2004, “The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity”, Vol. 26 (2), Songklanakarin J. Sci. Technology, Songkhla, p. 211-219.
30
FORMULASI SEDIAAN SABUN CAIR CUCI TANGAN ANTISEPTIK DARI EKSTRAK ETANOL DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.)
Novianti Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik dari ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan pengujian aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan E.coli dengan metode difusi agar. Hasil aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) pada konsentrasi 50%, 25% dan 12,5% dengan zona hambat 17,25 mm, 15,00 mm, dan 16,25 mm, pada bakteri Staphylococcus aureus, dan pada konsentrasi 50% , 25% dan 12,5% dengan zona hambat 17,25 mm, 16,35 mm, 13,15 mm pada bakteri E.coli dan koefisien fenol 5 kalinya . Hasil evaluasi sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik menunjukan bahwa hasil uji organoleptik (warna, bau, konsistensi), homogenitas, pH, viskositas, bobot jenis, dan tinggi dan kestabilan busa memenuhi standar SNI. Hasil uji keamanan sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) menunjukan tidak terjadi iritasi dan untuk hasil uji kesukaan menunjukan sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik pada konsentrasi 6 % yang paling disukai.
31
Kata kunci : Sabun, Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.), Antiseptik, Staphylococcus aureus dan E.coli
1. Pendahuluan Dalam menjaga kesehatan tubuh kita, memelihara kebersihan tangan merupakan hal yang sangat penting. Dalam aktivitas kita sehari-hari tangan seringkali terkontaminasi dengan mikroba, sehingga tangan dapat menjadi perantara masuknya mikroba ke dalam tubuh kita. Salah satu cara yang paling sederhana dan paling umum dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun (1). Tangan memiliki stuktur permukaan yang kompleks sehingga merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada permukaan kulit dapat ditemukan mikroorganisme menetap dan mikroorganisme sementara (2). Ribuan mikroba menempel pada tangan manusia yang kemudian ikut masuk kedalam tubuh manusia bersamaan dengan makanan yang masuk kedalam mulut. Pada umumnya mikroba penyebab gangguan saluran pencernaan masuk kedalam tubuh manusia melalui oral (3). Gangguan pencernaan yang timbul pada usus dapat menimbulkan salah satu penyakitnya adalah diare. Salah satu bakteri penyebab diare yaitu Escherichia coli(E.Coli). Penyakit infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh mikroba tersebut masih sering melanda masyarakat Indonesia. Kejadian ini dibuktikan dengan angka prevalensi penyakit diare dan disentri yang semakin meningkat (3). Dewasa ini minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali bahan–bahan alam bagi kesehatan, terutama obat–obatan dari tumbuhan cenderung meningkat apalagi penggunaan bahan alam untuk kosmetik. Sejalan dengan meningkatnya pemakaian tumbuh–tumbuhan sebagai obat, bahan obat dan kosmetik, maka penelitian untuk membuktikan kebenaran khasiat maupun efek samping perlu dioptimalkan (4). Penelitian tentang khasiat daun kemangi sebagai antibakteri telah dilakukan oleh khalil (2013). Ekstrak etanol daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan diameter zona hambat 21 mm pada konsentrasi 200 mg/mL untuk bakteri Escherichia coli dan 16 mm pada konsentrasi 200 mg/mL untuk bakteri Staphylococcus aureus (5).
32
Kemangi juga memiliki kegunaan sebagai antiseptik. Antiseptik adalah zat kimia yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme baik dengan cara menghambat dan membunuh, dilakukan terhadap jaringan hidup. Syarat antiseptik adalah dapat membunuh mikroba, non toksik pada hewan dan manusia dan tidak korosif terhadap instrumen. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium dan natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun pencuci tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk cair (6). Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan sabun pencuci tangan sebagai antiseptik, yang disukai dan aman. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu upaya pemanfaatan sumber alam Indonesia khususnya daun kemangi dengan memaksimalkan manfaat daun kemangi sebagai bahan baku kosmetik yang bermanfaat sebagai antiseptik. Penelitian ini juga diharapkan merupakan tahap awal dalam pengembangan sediaan sabun cair cuci tangan dengan ekstrak etanol daun kemangi yang mempunyai khasiat antiseptik.
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Garut. Daun Kemangi diperoleh dari Daerah Samarang, Kabupaten Garut. Penelitian diawali dengan pengumpulan dan Determinasi daun kemangi, kemudian dilakukan karakteristik dan penapisan fitokimia daun kemangi, pembuatan ekstrak daun kemangi dengan menggunakan pelarut etanol, pengujian aktivitas ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan pengujian koefisien fenol. Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan dan pemilihan formula dasar sabun cair yang sesuai, yang akan digunakan untuk bahan sabun cair antiseptik. Setelah diperoleh formula dasar yang sesuai kemudian dilakukan pembuatan sediaan sabun cair yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi. Setelah itu dilakukan evaluasi tehadap sabun cair ekstrak etanol daun kemangi meliputi evaluasi sabun cair meliputi pengamatan organoleptik (bau, warna, konsistensi) pengujian berdasarkan Standar Nasional Indonesia, (bobot jenis, viskositas, pH, Tinggi dan kestabilan busa dan tegangan permukaan), uji keamanan, uji kesukaan sabun cair pencuci tangan. Pengamatan terhadap sediaan sabun cair pencuci tangan dilakukan selama 28 hari penyimpanan.
33
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang dibuat menjadi sabun cair cuci tangan antiseptik dan diuji aktivitas antiseptik dengan metode koefisien fenol. Daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari daerah Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanaman daun kemangi (Ocimum americanum L.) dideterminasi di Herbarium Bandungese, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ,Institut Teknologi Bandung. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa tanaman tersebut benar daun kemangi (Ocimum americanum L.). Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa daun kemangi (Ocimum ameicanum L.) mengandung alkaloid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid dan flavonoid. Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukan bahwa simplisia kering daun kemangi (Ocimum ameicanum L.) mengandung kadar abu total 10,51%; kadar sari larut etanol 6%, susut pengeringan 12,8%; kadar sari larut air 13,07%; Kadar air 6% yang mana hasil karakteristik tersebut memenuhi syarat pada Materia Medika Indonesia (MMI). Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Jenis Uji Kadar abu total Susut pengeringan Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar air
Kadar (%) 10,51 12,8 13,07 6 6
MMI(%) <13,0 >5,0 >3,5 >10
Ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) diperoleh dengan cara dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% dlakukan selama 3x24 jam. Rendemen simplisia daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh sebanyak 16,6%; sedangkan rendemen ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh sebanyak 13,78% Rendemen Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Berat Basah (gram) 3000
Berat Kering (gram) 500
Rendemen (%) 16,6
Rendemen Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.)
34
Berat Kering (gram) 500
Berat Ekstrak Pekat (gram) 68,88
Rendemen (%) 13,78
Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum ameicanum L.) tehadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli(E.Coli )dengan berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum ameicanum L.) untuk bakteri Staphylococcus aureus pada konsentarsi 50% menghasilkan diameter hambat 17,25 mm; pada konsentrasi 25% menghasilkan diameter hambat 15,00 mm; 12,5% menghasilkan diameter hambat 16,25 mm; Untuk bakteri Escherichia coli(E.Coli) pada konsentrasi 50% menghasilkan diameter hambat 17,75 mm; pada konsentrasi 25% menghasilkan diameter hambat 16,35 mm; pada konsentrasi 12,5% menghasilkan diameter hambat 13,15 mm; Hasil pengujian bakteri terhadap ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dibanding dengan etanol 70% menunjukan diameter zona hambat 20 mm untuk ekstrak dan 12 mm untuk etanol 70%. Hasil Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan E.Coli Konsentrasi (%) Diameter Hambat (mm) Staphylococcus aureus E.Colli 50 17,25 17,25 25 15,00 16,35 12,5 16,25 13,15 Hasil Uji Bakteri Tehadap Ekstrak Etanol Daun Kemangi, Etanol 70% Bahan Uji Diameter Hambat (mm) Ekstrak Etanol Daun Kemangi 20 Alkohol 70% 12 Ekstrak etanol daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri terbukti dengan zona hambat ekstrak pekat lebih besar dibanding dengan zona hambat etanol 70%.. Hasil pengujian koefisien fenol terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli(E.Coli) dari ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.)pada konsentrasi 25%, 20%, 15%, 10% dan 5% diperoleh bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 25% menit ke 5 dan 10 menunjukkan hasil negatif (-) dan pada menit ke 15 menunjukan hasil positif, tetapi pada konsentrasi lain menit ke 5, 10 dan 15 menunjukan hasil positif, kecuali menit ke 15 untuk konsentrasi 15% menunjukan hasil negatif
35
Hasil Uji Fenol Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan E.Coli Konsentrasi (%) Waktu( menit) 5’ 10’ 15’ 5 + + + 4 + + + 3 + + 2 + + + 1 + + +
Hasil Uji Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Konsentrasi (%) Waktu (menit) 5’ 10’ 15’ 25 + 20 + + + 15 + + 10 + + + 5 + + + Untuk bakteri Escherichia coli (E. Coli) pada menit ke 5 menunjukan hasil positif (+), dan pada konsentrasi 15% menit ke 10 dan 15 menunjukan hasil negatif (-). Hasil positif (+) menunjukan bahwa adanya perkembangan mikroorganisme dan untuk hasil negatif menunjukan tidak adanya perkembangan mikroorganisme. Hasil tersebut didapat untuk koefisien fenolnya yaitu 5 kalinya. Hasil Hasil Uji Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Terhadap Bakteri E.Coli Konsentrasi (%) Waktu (menit) 5’ 10’ 15’ 25 + + + 20 + + + 15 + 10 + + + 5 + + + Tahap berikutnya dilakukan dilakukan percobaan pendahuluan yaitu pembuatan formula basis sabun cair cuci tangan antiseptik (B1, B2, B3) dengan berbagai 36
konsentrasi Na CMC (1%, 2%, 3%) Na CMC sebagai surfaktan , asam stearat sebagai penstabil busa, Na Benzoat sebagai pengawet, Kalium hidroksida sebagai basa, oleum lavender sebagai pewangi, cocamid diethanolamid sebagai surfaktan, minyak zaitun sebagai asam lemak. Berdasarkan hasil uji pendahuluan tersebut, formula basis B3 ini dipilih karena lebih stabil, memiliki konsistensi yang baik untuk sediaan sabun cair cuci tangan yang selanjutnya akan diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun cair cuci tangan antiseptik yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum ameicanun L.).
Formulasi Basis Sabun Cair Cuci Tangan Komposisi Minyak zaitun Kalium hidroksida Na CMC Asam stearat Natrium bisulfit Natrium benzoat Cocamid diethanolamid Pewangi oleum lavender Aquadest
Persentase (%) F1 F2 F3 20 20 20 16 16 16 1 2 3 0,5 0,5 0,5 0,05 0,05 0,05 0,5 0,5 0,5 5 5 5 q.s q.s q.s 100 100 100
Keterangan : B1 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 1% B2 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 2% B3 = Basis sabun cair cuci tangan yang mengandung Na CMC 3%
Pada pembuatan keempat formula sediaan sabun cair cuci tangan, yang masing-masing sediaan mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan konsentrasi 5%; 5,5%; 6%; dan satu sediaan tanpa ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai basis sediaan sabun cair cuci tangan. Evaluasi sediaan sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dilakukan dengan cara membandingkan keadaan sabun cair cuci tangan sebelum dan sesudah penyimpanan selama 28
37
hari. Evaluasi sabun cair cuci tangan meliputi pengujian organoleptik (meliputi bau, warna, konsistensi), pH, viskositas, bobot jenis, tinggi dan kestabilan busa dan tegangan permukaan. Hasil Pengamatan Organoleptik Basis Sabun Cair Cuci Tangan Basis
Pengamatan
B1
Warna Bau Konsistensi Warna Bau Konsistensi Warna Bau Konsistensi
B2
B3
Hasil pengamatan pada hari ke1 7 14 21 28 P P P P P Tb Tb Tb Tb Tb K K K K K P P P P P Tb Tb Tb Tb Tb K K K K K P P P P P Tb Tb Tb Tb Tb K K K K K
Keterangan : B1 = Basis sabun cair cuci tangan mengandung Na CMC 1% B2 = Basis sabun cair cuci tangan mengandung Na CMC 2% B3 = Basis sabun cair cuci tanagn mengandung Na CMC 3% P = Putih Tb = Tidak berbau K = Kental
Formula Sabun Cair Cuci Tangan Dengan Berbagai Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Bahan Ekstrak etanol daun kemangi Minyak Zaitun KOH Asam stearat Na CMC Natrium benzoat Cocamid diethanolamid Pewangi
F0 0 20 16 0,5 3 0,5 5 q.s
Formula (%) F1 F2 5 5,5 20 20 16 16 0,5 0,5 3 3 0,5 0,5 5 5 q.s q.s
F3 6 20 16 0,5 3 0,5 5 q.s
38
Aquadest
100
100
100
100
Keterangan : F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5% F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5% F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6% Berdasarkan data formula F0 memiliki warna putih, sedangkan formula F1, F2 dan F3 warna sabun mandi yang dihasilkan berwarna hijau tua. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrai ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang ditambahkan, maka semakin pekat warna sediaan warna dalam sediaan, penambahan parfum pada sediaan sabun cair cuci tanagan menyebabkan ke-4 formula F0, F1, F2 dan F3 memiliki bau parfum lavender. Parfum lavender ini dipilih karena memiliki bau yang lembut dan cocok untuk sediaan sabun cair cuci tangan. Dari hasil pengujian pH sabun cair cuci tangan menunjukan bahwa pH sediaan dari ke empat formula, menunjukan pH yang dihasilkan rata- rata 8, sehingga sediaan tersebut memenuhi persyaratan pH sabun cair menurut standar SNI yaitu ada pada range (6-8). (SNI 06-4085-1996)
Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Formula
F0 F1 F2 F3
Lama penyimpanan (minggu) ke0 1 2 3 4 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
39
10
pH
8 F0
6
F1
4
F2
2 0
1
2
3
4
F3
Minggu keGrafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap pH Keterangan : F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5% F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5% F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6%
Pengujian viskositas bertujuan untuk melihat kekentalan yang dihasilkan dari sediaan yang dibuat. Pengamatan terhadap viskositas pada hari pertama pembuatan menunjukan bahwa viskositas sediaan semakin tinggi (kental) dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak etanol daun kemngi (Ocimum americanum L.) yang ditambahkan. Dimana hasil pengujian viskositas untuk F0 memiliki nilai rata-rata 1960 cps, F1 rata-rata 5880 cps, F2 rata-raat 6240 cps, F3 rata-rata 9720 cps. Sehingga pada sediaan sabun cair tersebut memenuhi persyaratan viskositas menurut standar SNI yaitu (500-20.000 cps). (SNI 064085-1996).
Hasil Pengukuran Viskositas Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Formula
F0 F1
Pengukuran Viskositas (Cps) Sabun Cair Ekstrak Etanol DaunKemangi pada minggu ke0 1 2 3 4 1600 1600 1600 2400 2600 5800 5800 6000 5800 6000 40
Viskositas (Cps)
F2 F3
3600 8400
3600 8400
8000 8600
8000 11.600
8000 11.600
14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
F0 F1 F2 F3 0
1
2
3
4
Minggu keGrafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap Viskositas Keterangan : F0 = Sabun cair cuci tangan tanpa ekstrak etanol daun kemangi F1 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5% F2 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 5,5% F3 = Sabun cair cuci tangan ekstrak etanol daun kemangi 6% Pengujian bobot jenis bertujuan untuk mengetahui kemurnian dari suatu sediaan sabun. Dari hasil pengujian tersebut rata-rata bobot jenis untuk F1 1,04; F2 1,05; dan F3 1,03; sehingga formulasi tersebut memenuhi persyaratan bobot jenis standar SNI berkisar 1,01-1,10 g/mL. Pada pengamatan tegangan permukaan sabun cair cuci tangan dihasilkan ratarata untuk F0 23 dyne/cm, F1 23 dyne/cm, F2 23 dyne/cm dan F3 23 dyne/cm yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) ternyata hasil yang diperoleh tidak memenuhi syarat SNI dimana syarat SNI yaitu 27-49 dyne/cm , itu dikarnakan nilai surfaktannya tinggi sehingga nilai tegangan permukaannya kecil. Hasil Pengamatan Homogenitas Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Selama Waktu Penyimpanan Formula F0 F1 F2
0 H H H
1 H H H
minggu ke2 H H H
3 H H H
4 H H H 41
F3
H
H
H
H
H
Hasil Pengujian Bobot Jenis Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Formula
Bobot Jenis (g/ml)
F0 F1 F2 F3
Bobot jenis (g/mL) Minggu ke0 1 2 3 4 0,98 0,98 1,01 1,01 1,02 1,05 1,05 1,05 1,05 1,06 1,02 1,02 1,02 1,03 1,03 1,02 1,03 1,03 1,03 1,03
1.1 1.05 F0
1
F1
0.95
F2
0.9 0
1
2
3
4
F3
Minggu keGrafik Hubungan Waktu Penyimpanan Terhadap Bobot Jenis Pengamatan tinggi dan kestabilan busa dengan menggunakan air suling dan air sadah, dimana tinggi busa pada air suling lebih tinggi dibandingkan dengan air sadah, yaitu untuk rata-rata tinggi busa pada air biasa pada F0 56,2 mm; F1 57 mm; F2 55 mm dan F3 52 mm, untuk air sadah rata-rata tinggi busa yang dihasilkan pada F0 12 mm, F1 5 mm , F2 6 mm dan F3 6 mm , formula tersebut memenuhi persyaratan tinggi busa SNI berkisar 13-220 mm. Dimana tinggi busa air suling lebih tinggi dibading air sadah, hal itu dikarenakan pada air sadah terdapat logam- logam berat yang terkandung didalam air tersebut seperti magnesium karbonat, kalium karbonat dan H2SO4 yang dapat mempengaruhi tinggi busa yang dihasilkan. (SNI 1992). Hasil Pengukuran Tinggi dan Kestabilan Busa Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Pada Air Suling Formula 0 menit
Tinggi busa (mm) Minggu ke5 menit 42
0 70 80 70 60
F0 F1 F2 F3
1 70 80 70 70
2 80 70 70 60
3 80 60 60 60
4 85 60 60 60
0 50 70 55 50
1 50 70 55 50
2 60 55 60 60
3 65 43 55 55
4 55 50 45 45
Hasil Pengukuran Tinggi dan Kestabilan Busa Sediaan Sabun Cair Cuci Tangan Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Pada Air Sadah Formula
F0 F1 F2 F3
0 menit 1 2 15 10 5 5 5 10 5 10
0 15 5 5 5
Tinggi busa (mm) Minggu ke5 menit 3 4 0 1 2 10 10 15 15 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5 10 5 5 5 5 10
3 10 5 5 5
4 10 5 5 5
Hasil uji keamanan dan kesukaan terhadap sediaan dilakukan pada 20 orang sukarelawan sehat dengan waktu 2 x 24 jam setiap hari. Pada pukul 06.00 dan 17.00 hasil menunjukan bahwa sediaan sabun cair cuci tangan yang duji tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Sukarelawan tidak mengalami reaksi panas, iritasi ataupun rasa gatal pada tangannya setelah penggunaan sediaan ini. Hasil Uji Keamanan
Sukarelawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1 F0
F1
F2
F3
F0
-
-
-
-
-
Hari ke2 F1 F2 -
-
3 F3
F0
F1
F2
F3
-
-
-
-
-
-
43
17 18 19 20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan: (+) = terjadi iritasi pada kulit tangan (-) = tidak terjadi iritasi pada kulit tangan
Hasil Uji Kesukaan
Sukarelawan
1 F0
F1
F2
F3
1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2
2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hari ke2 F0 F1 F2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 2 1
3 F3
F0
F1
F2
F3
2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2
1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1
2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1
2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2
Keterangan : 1 = tidak suka; 2 = tidak suka 4.
Kesimpulan
44
Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50% memilki diameter hambat yaitu 17,25 mm; 25% adalah 15,00 mm; dan 12,5% adalah 16,25 mm; sedangkan untuk bakteri Escherichia coli(E.Coli) pada konsentrasi 50% memiliki diameter hambat 17,75 mm; 25% adalah 16,35 mm ;dan 12,5% adalah 13,15 mm. Hasil pengujian koefisien fenol ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) tehadap bakteri Staphylococcus aureus yang menunjukan nilai koefisien fenol yaitu 5 kalinya. Dari hasil pembuatan sediaan sabun cair cuci tangan dengan berbagai konsentrasi ekstrak etanol daun kemngi (Ocimum americanum L.) F3 yang menunjukan hasil yang baik dan dari hasil evaluasi yang meliputi permeriksaan organoleptik, pH, viskositas, bobot jenis, tinggi dan kestabilan busa, uji keamanan dan uji kesukaan memenuhi persyaratan sabun cair standar SNI. Kecuali untuk tegangan permukaan tidak memenuhi standar SNI.
5.
Daftar Pustaka
Maksum Radji, Herman Suryadi dkk, 2007, “Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Merek Dagang Pembersih Tangan Antiseptik”, Majalah Ilmu Kesehatan Kefarmasian, vol. IV (1), 1693-9883, Hlm 1. Siti Fuiziah Noer, 2011 “Pengaruh Kadar Etanol dalam Sediaan Gel Antiseptik terhadap Pertumbuhan BakteriSalmonella thyposa”, vol 6, 12, Hlm 1. Sutiyami, Siti Nuryani, “Uji Aktivitas Minyak Atsiri Kemangi(Ocimum Sanctum L) pada Berbagai Kuman Penyebab Diare”, Tugas Akhir, Jurusan Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Yogyakarta,Yogyakarta, Hlm 1. Novita Maylia Eka Cahyani, 2014, Jurnal Kesehatan Masyarakat,“Daun Kemangi sebagai Alternatif Pembuatan Handsanitaizer”, Hlm 151. Kun Harismah, Agus Sriyanto, dkk, 2013, “Pemanfaatan Kemangi(Ocimum Sanctum L) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun Herbal Antioksidan”, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2013, Hlm 1.
45
Deni Anggraini, Wiwik Sri Rahmides, dkk, 2012, “Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak Batang Nanas (Ananas Comosus L)untuk Mengatasi Jamur Candida Albicans”, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Fakultas Farmasi Universitas Andalas, Padang, Hlm 1. Dalimatta, A., S., 2000, “Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia”, Jilid IV. Pustaka Lartika, Jakarta. Djuanda, Adhi, 1987, “Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin”, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm 3-4, 6-9. Fera Puspita, 2013,”Formulasi Sediaan Sabun Transparan Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Kemangi(Ocimum americanum L)”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA-Universitas Garut, Garut, Hlm 28-32. Dirjen POM, 1995, “Materi Medika Indonesia”, Jilid VI, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm 72. Drs. H. Syaifuddin, B., Ac., 1997,”Anatomi Fisiologi”, Edisi 2, Buku Kedokteran, Jakarta, Hlm 141-143. Dirjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hlm 57, 96, 395, 401, 709, 458. Olivia H, Weny Wiyono, dkk, 2013,“Pengaruh Basis Salep terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum L) pada Kulit Punggung Kelinci yang dibuat Infeksi Staphylococcus aureus”, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol.2 (02), Hlm 28. Satrias Apgar, 2010, “Formulasi Sabun Mandi Cair yang Mengandung Gel Daun Lidah Buaya (Aloe vera L.)Webb) dengan Basis Virginia Coconut Oil (VCO)”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA-Universitas Islam Bandung, Bandung, Hlm 14,15.
46
Isolasi Senyawa Fenolat Dari Ekstrak Metanol Daging Buah Asam Paya (Eleiodoxa Conferta (Griff.) Burret.)
Ardi Rustamsyah Abstrak Telah dilakukan isolasi senyawa fenolat dari daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret.). Simplisia daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret.) diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Penapisan fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak metanol daging buah asam paya menunjukan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan ekstraksi cair-cair dengan n-heksan dan etil asetat sebagai pelarut sehingga didapat 3 fraksi. Dari subfraksi etil asetat dilakukan kromatografi cair vakum didapat 21 fraksi. Fraksi 11dan13digabung dan dimurnikan menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif dan didapat isolate A. Isolat A diuji kemurnian menggunakan kromatografi dengan 3 pengembang tunggal serta kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Isolat A diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometri uv-vis dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang maksimum 265 nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi peningkatan panjang gelombang maksimum menjadi 272 nm. Pemeriksaan kromatografi lapis tipis dua dimensi isolat A menggunakan pengembang 1 asam asetat : 47
kloroform (1 : 9) menunjukkan hasil HRf 53dan pengambang 2 etil asetat : benzen (9 : 11) menunjukkan hasil HRf 83. Berdasarkan hasil tersebut isolat A diduga senyawa fenolat yaitu asam p-hidroksibenzoat. Kata kunci : Asam paya, senyawa fenolat, isolasi, spektrofotometri uv-vis, Asam p-hidroksibenzoat
1. Pendahuluan Pada saat ini masyarakat Indonesia banyak memilih obat tradisional sebagai suatu alternatif dalam pengobatan penyakit. Hal ini dikarenakan masyarakat berfikir bahwa obat tradisional mempunyai efek samping yang kecil, meskipun aktivitas yang ditunjukkan tidak terlalu signifikan dan berlangsung lama. Akan tetapi, meningkatnya keinginan masyarakat menggunakan bahan alam dengan adanya tren “kembali ke alam” tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan alam ini sehingga bahan alam ini belum dapat diberdayakan secara maksimal. Hal ini merupakan warisan secara turun-temurun, bagian yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional bermacam-macam, yaitu buah, daun, kulit, batang, akar dan bunga. Oleh karena itu, untuk mengetahui bahwa suatu tumbuhan yang digunakan di masyarakat sebagai obat maka dilakukan berbagai penelitian, baik dari segi fitofarmakologi maupun dari segi fitokimia. Asam paya (Eleiodoxa conferta) termasuk dalam kelompok Palmae, suku Arecaceae yang banyak digunakan secara tradisional sebagai obat sariawan dan digunakan masyarakat sebagai pemberi rasa asam dalam masakan serta tumbuh tersebar di Bangka, Lampung, Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur (1,2). Asam paya (Eleiodoxa conferta) banyak tumbuh liar di hutan di sekitar mata air dan rawa di Bangka. Kerabat salak itu adaptif di lahan berkadar air tinggi. Anggota keluarga Arecaceae itu biasa tumbuh berdampingan dengan nipah, pandan, dan sagu. Sebetulnya asam paya (Eleiodoxa conferta) juga tersebar di Sumatera (Lampung, Sumatera Selatan, dan Riau) serta Kalimantan (Kalimantan Timur). Di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, asam paya (Eleiodoxa conferta) dipakai untuk campuran sambal terasi. Di Kalimantan Timur asam paya 48
(Eleiodoxa conferta) diolah sebagai manisan seperti di Bangka. Sedangkan di Jawa, buah itu tak populer (2).
Penelitian mengenai daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta) ini belum banyak dilakukan secara mendalam, terutama kandungan fenoliknya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi golongan senyawa fenolik dari ekstrak metanol daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta).
2.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan langkah-langkah meliputi penyiapan bahan, pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemisahan, dan karakterisasi isolat. Pertama-tama dilakukan penyiapan bahan dengan menentukan bagian tumbuhan yang akan digunakan, determinasi, pengumpulan bahan, pengolahan bahan menjadi simplisia, yang terdiri dari sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan pada suhu kamar, sortasi kering, penghalusan menjadi simplisia serta penyimpanannya, dan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan dilakukan menurut metode Materia Medika Indonesia (10) (11). Setelah penyiapan simplisia, tahapan selanjutnya penapisan fitokimia dilakukan untuk pemeriksaan awal untuk menduga keadaan suatu golongan senyawa kimia yang berada dalam simplisia, yang meliputi pemeriksaan kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/dan terpenoid (10). Metode ekstraksi yang digunakan ialah maserasi dingin menggunakan pelarut metanol selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring sehingga menghasilkan filtrat, setelah itu filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator didapat ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol dilakukan penapisan fitokimia kembali yang dilakukan secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid/terpenoid. Ekstrak metanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturut-turut dengan n-heksan dan etil asetat, sehingga diperoleh 49
fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol sisa. Masing-masing fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara penguapan menggunakan alat rotary vacuum evaporator. Fraksi n-heksan dan etil asetat yang telah dipekatkan dipantau dengan menggunakan kromatografi lapis tipis analitik menggunakan penampak bercak sitroborat dan diperiksa dibawah sinar ultraviolet. Pemisahan fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum dengan menggunakan pengembang diklorometan-metanol dengan perbandingan 9:1. Pemeriksaan dan identifikasi senyawa dari setiap fraksi yang diperoleh dilakukan dengan kromatografi lapis tipis analitik. Fraksi yang diduga mengandung senyawa yang sama disatukan. Pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dengan komposisi pengembang yang telah dioptimasi. Identifikasi hasil pemurnian dilakukan secara kromatografi lapis tipis dua dimensi dan isolat yang didapat dikarakterisasi dan diidentifikasi dengan Spektrofotometri ultraviolet-tampak.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan daging buah asam paya (Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret.) yang diperoleh dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Bahan yang telah dikumpulkan dipastikan identitasnya dengan melakukan determinasi tumbuhan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjung Pura Pontianak yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini termasuk famili Arecaceae dan spesies Eleiodoxa conferta (Griff.) Burret. Sebelumnya dilakukan proses pengeringan, tanaman yang akan dibuat simplisia harus melalui beberapa tahapan dimulai dari pengumpulan bahan baku hingga proses pengeringan. Bagian tanaman yang digunakan adalah buah. Setelah dilakukan pengumpulan buah maka dilakukan sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Selanjutnya buah dicuci di air mengalir, hal ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada buah. Buah kemudian dikeringkan yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan karakteristik dari simplisia ini bertujuan untuk spesifikasi dari simplisia yang diteliti. Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah
50
Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia No. 1 2 3 4 5 6
Pemeriksaan Kadar Abu Total Kadar Abu Larut Dalam Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Susut Pengeringan Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol
Hasil Pemeriksaan (%) 6 2,5 2 3,75 5,5 5
Pada penapisan fitokimia serbuk simplisia daging buah asam paya menunjukkan adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid. Tabel dapat dilihat pada tabel di bawah Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol Daging Buah Asam Paya No. 1 2 3 4 5 6
Golongan Senyawa Alkaloid Flavonoid Saponin Tanin Kuinon Steroid/Triterpenoid
Simplisia
Ekstrak MeOH
+ + + + + +
+ + + + + +
Pembuatan ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut metanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan maksud agar mempermudah penyerapan pelarut karena semakin luas permukaan simplisia sehingga penetrasi pelarut kedalam membran sel/berinteraksi dengan simplisia semakin mudah. Selama proses maserasi, pada maserat sesekali dilakukan pengadukan dengan maksud mengoptimalkan proses penyarian. Jumlah serbuk simplisia yang dimaserasi sebanyak 1000 g, dan jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 8 L. Hasil maserasi dikumpulkan dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum evaporatory sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol yang didapat dilakukan pemeriksaan penapisan fitokimia dan hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan 51
adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/triterpenoid. Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan metode ekstraksi caircair. Ekstraksi pekat metanol dilarutkan dalam air panas. Tujuannya ialah untuk menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Kemudian masing-masing fraksi n-heksan dan etil asetat yang dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporatory sehingga diperoleh 2,7 g fraksi pekat n-heksan dan 3,4 g fraksi pekat etil asetat. Masing-masing fraksi diperiksa dengan metode KLT, hasil yang diperoleh fraksi etil asetat yang positif mengandung fenol. Hasil Kromatogram Masing-Masing Fraksi
F1 F2 F3
F1 F2 F3
F1 F2 F3
Gambar Kromatogram fraksi ekstrak kental metanol daging buah asam paya, n-heksan, etil asetat : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat. Keterangan : Fase Gerak Fase Diam F1 F2 F3
= Diklorometan : Metanol (9:1) = Silika Gel GF254 = Ekstrak Kental Metanol Daging Buah Asam Paya = Fraksi N-Heksan = Fraksi Etil asetat
52
Tahap pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum dengan menggunakan sistem landai n-heksan-etil asetat-metanol dengan perbandingan pelarut. Dari hasil kromatografi cair vakum tersebut diperoleh 21 fraksi, kemudian masing-masing fraksi diuapkan. Setiap fraksi dikromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak diklorometan-metanol (9:1), penampak bercak sinar UV 254 nm dan 366 nm, dan sitroborat. Fraksi yang memiliki kromatografi yang sama digabungkan yaitu fraksi 11-13. Selanjutnya fraksi gabungan dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak diklorometan-metanol (9:1), dipantau di sinar UV 254, UV 366, dan menggunakan penampak bercak sitroborat. Dari kromatografi lapis tipis preparatif menghasilkan 3 pita, hanya pita 1 yang menunjukan bercak tajam dominan kuning. Isolat yang diperoleh yaitu isolat A, kemudian dilakukan pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis tiga pengembang beda dan dua dimensi. Pada kromatografi lapis tipis tiga pengembang berbeda digunakan pengembang diklorometan : metanol (4 : 250 µl), etil asetat : metanol (9 : 250 µl) dan toluen : aseton (9 : 1), sedangkan pada dua dimensi digunakan pengembang etil asetat : n-heksan (9:500µl) dan etil asetat : metanol (9:500µl) dengan penampak bercak H2SO4. Isolat A kemudian dikarakteristik menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi dan menggunakan spektrofotometri ultraviolet. Hasil Kromatogram Fraksi-Fraksi Kcv
F1
F2
F3
F4 F5
F6
F7
F8 F9 F10
(C)
(B) F1
F2
F3
F4 F5
F6
F7
F8 F9 F10
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
F8
53
F9 F10
Gambar Kromatogram fraksi-fraksi kromatografi cair vakum : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat. Keterangan : Fase Gerak Fase Diam F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10
= Diklorometan : Metanol (9:1) = Silika Gel GF254 = Fraksi Etil Asetat = Fraksi 5 = Fraksi 7 = Fraksi 9 = Fraksi 11 = Fraksi 13 = Fraksi 15 = Fraksi 17 = Fraksi 19 = Fraksi 21
Hasil Kromatogram Preparatif Fraksi Gabungan
(A)
(B)
Pita 3
54
Pita 2 Pita 1 (C) Gambar Kromatogram preparatif fraksi gabungan : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat. Keterangan : Fase gerak Fase diam
= Diklorometan : Metanol (9:1) = TLC Silika gel 60 F254
Hasil pemeriksaan kromatografi lapis tipis dua dimensi pada isolat A dengan menggunakan pengembang 1 asam asetat : kloroform (1:9) dan pengembang 2 etil asetat : benzen (9:11), kemudian dibandingkan dengan data pustaka dan didapatkan hasil yang diduga golongan fenol sederhana yaitu asam phidroksibenzoat (13). Hal ini diperkuat dengan hasil KLT Rf (x 100) dalam pengembang asam asetat : kloroform (1:9) didapatkan Rf 0,53 dan dalam pengembang etil asetat : benzen (9:11) didapatkan Rf 0,83 serta hasil spektrofotometri UV untuk isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang maksimum yaitu 265 nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi kenaikan. Menurut Harborne hasil identifikasi dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi, KLT Rf (x100) dan spektrofotometri UV menunjukkan isolat A merupakan golongan fenol sederhana yang diduga senyawa asam phidroksibenzoat (13). HASIL SPEKTRUM ISOLAT A
55
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH dan penambahan NaOH 4.
Kesimpulan
Penapisan fitokimia pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol daging buah asam paya menunjukan adanya flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, kuinon, steroid/triterpenoid. Dari fraksi etil asetat berhasil diisolasi satu senyawa yang termasuk golongan fenol sederhana yaitu senyawa asam p-hidroksibenzoat. 5. Daftar Pustaka Afriani Sari, Idiawati Nora,Dkk., 2014, “Uji Aktivitas Antioksidan Daging Buah Asam Paya (Eleiodoxa conferta Burret)”, JKK, Vol.3, No.1,Pontianak,http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/6003, Diakses tanggal 27 Desember 2014.
Roswati Sri, 2014, “Buah Langka Indonesia, Coba dan Rasakan Sensasinya (Bagian 2)”,http://www.tempokini.com/2014/08/buah-langka-indonesia-cobadan-rasakansensasinya-bagian-2/.html, Diakses tanggal 27 Desember 2014.
Mukarlina,2015,“DeterminasiTumbuhan”,No.005/A/LB/FMIPA/UNTAN/2015,Fa kultasMatematikaDanPengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Lim, T.K., 2012, “Edible Medicinal and Fruits”,Springer, New York, London, Hlm. 70-75.
Non-Medicinal
Plants:Vol.1
56
Ansel, Howard C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”,Edisi IV, Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, UI-Press, Jakarta, Hlm. 607-608.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, “Sediaan Galenik”, Depkes RI, Jakarta, Hlm. 50-55.
Heinrich, M., Barnes, J.,Dkk.,2010, “Farmakognosi dan Fitoterapi”, EGC, Jakarta, Hlm. 82-123.
Harborne, J.B., 1996, “Metode Fitokimia”, Terjemahan Kosasih Padmawinata & Iwang Soediro, ITB, Bandung, Hlm. 4-147.
Soediro, I., Dkk., 1983, “Isolasi Rutin dari Beberapa Tumbuhan di Indonesia”, Laporan Penelitian No. 7614284 DIP-ITB Tahun 1983-1984, Bandung, Hlm. 5-37.
Ditjen POM, 1995, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm.429-433, 536-540.
Maskan, Doni, 2005, “Pemeriksaan Flavonoid dan Asam Fenolat Herba Tempuh Wiyang (Emilia sonchifolia (L.) DC.)”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi FMIPAUniversitas Garut,Garut, Hlm. 21-24.
Ditjen POM, 1980,“Materia Medika Indonesia”, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.
Harbone, J. B., 1987, “Metode Fitokimia”, Penerbit ITB, Bandung,Hlm. 123-234.
Ditjen POM,“Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat”,Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Hlm. 13-38.
57
Markham, K. R., 1988, “Cara Mengidentifikasi Flavonoid”, Terjemahan Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 15-53.
Gritter, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Terjemahanoleh Padmawinata, Edisi III, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 157-163.
UJI AKTIVITAS ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Deden Winda Suwandi Abstrak
Telah dilakukan pengujian aktivitas antidiare ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.)dengan metode proteksi terhadap diare oleh oleum ricini dan metode transit intestinal terhadap mencit jantan galur Swiss Webster. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode pengujian aktivitas antidiare dengan oleum ricini sebagai induktor diare, ekstrak etanol daun sendok dosis 50; 100;dan 200 mg/kgbb memiliki aktivitas sebagai antidiare dengan menurunkan bobot feses dan frekuensi defekasi, memperbaiki konsistensi feses, mengurangi lamanya diare yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05); serta menekan waktu muncul diare walaupun tidak berbeda bermakna terhadap kontrol positif; jugadisertai kecenderungan penekanan gerakan peristaltik usus pada dosis 200 mg/kg bb. Kata kunci : antidiare, daun sendok, metode proteksi diare, metode transit Intestinal
58
1. Pendahuluan Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan feses berbentuk cairan atau setengah cairan (setengah padat), kandungan air feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 mL/24 jam. Buang air besar encer dengan atau tanpa darah atau lender, dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (1). Diare dapat bersifat akut atau kronis, dan penyebabnya bermacam-macam. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dengan bakteri seperti Escherichia coli, Shigella sp., Vibrio cholera, virus, amuba seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dapat pula disebabkan oleh toksin bakteri seperti Staphylococcus aureus, Clostridium welchii yang mencemari makanan. Sedangkan diare kronis mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan gastrointestinal. Ada pula diare yang berlatar belakang kelainan psikosomatik, alergi oleh makanan atau obatobat tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan vitamin dan sebagai akibat radiasi (2). Diare yang berkepanjangan sangat melemahkan penderitanya karena tubuhnya kehilangan banyak energi cairan dan elektrolit tubuh, sehingga memerlukan terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori, obat antibakteri atau antiamuba tergantung penyebab diare, maupun obat-obat lain yang bekerja memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri, atau menenangkan (2). Bersamaan dengan makin tingginya insidensi diare dalam masyarakat, maka banyak dilakukan upaya-upaya pengobatan diare. Sampai sekarang, pengobatan antidiare baik yang tradisional maupun kimia telah banyak dikembangkan. Masyarakat di Indonesia sendiri, terutama masyarakat golongan menengah kebawah, lebih sering mengatasi diare ini dengan berbagai macam tanaman obat. Dibandingkan obat kimia, obat herbal memiliki beberapa keuntungan yaitu lebih murah, efek sampingnya lebih minimal, dan memiliki lebih banyak manfaat. Daun sendok atau daun urat (Plantago mayor L.) merupakan tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat yang mengatasi keluhan-keluhan penyakit tertentu seperti luka (bengkak), kencing manis, kencing batu, ginjal dan empedu berbatu. Pemakaian empirik dari daun sendok antara lain adalah untuk nyeri perut dan disentri. Di dalam daun sendok terkandung zat-zat seperti alkaloid (kalium alkaloid yang tidak beracun), lendir dengan asam D59
galakturonat, pluntagon, glikosida aukobin, invertin, enzim emulsin, vitamin C, tanin, minyak lemak, asam sitrat (3). Pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian efek antidiare dari ekstrak etanol 50% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap tikus dengan dosis 1 (50mg/100gbb), dan dosis 2 (150mg/100gbb), sebagai pembanding digunakan loperamid dosis 0,12 mg/100gbb. Hasil percobaan menunjukan bahwa efek antidiare ekstrak daun sendok baik dosis 50 mg/100 gbb, maupun 150 mg/100 gbb tidak ada beda nyata terhadap pembanding loperamid dosis 0,12 mg/100 gbb (3). Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat diidentifikasikan adalah apakah ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) memiliki efek antidiare. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiare dari berbagai dosis ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap mencit jantan galur Swiss Webster dan untuk mengetahui berapa dosis efektif ekstrak etanol 70% daun sendok yang digunakan sebagai antidiare. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode proteksi terhadap diare yang diinduksi oleum ricini dan metode transit intestinal yang dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare berdasarkan pengaruh jarak rasio usus yang ditempuh oleh suatu marker pada waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan (2). Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi terhadap masyarakat tentang aktivitas antidiare daun sendok (Plantago mayor L.) sehinga penggunaannya dapat dibuktikan secara ilmiah.
2.
Metode Penelitian
Penelitian diawali dengan pengumpulan tanaman uji, penyiapan simplisia, determinasi tanaman, karakterisasi simplisia dan penapisan fitokimia, serta pembuatan sediaan uji berupa ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) lalu dilakukan perhitungan dosis yang digunakan pengujian efek. Pengujian aktivitas antidiare ekstrak etanol 70% daun sendok (Plantago mayor L.) pada mencit jantan putih galur Swiss Webster dilakukan dengan menggunakan metode proteksi terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini dan metode transit intestinal. Uji metode proteksi dilakukan pada mencit dengan oleum ricini sebagai induktor diare. Efek antidiare dievaluasi berdasarkan parameter waktu muncul diare, konsistensi feses, frekuensi defekasi, bobot feses, dan lamanya diare. Kemudian dilanjutkan dengan metode 60
transit intestinal untuk melihat mekanisme kerja antidiare terhadap gerakan peristaltik usus, berdasarkan pengaruh pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan. Keberhasilan pengujian ditandai dengan adanya penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat. Jika efek antidiare menunjukkan efek positif. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan metode ANAVA dan uji lanjut LSD (Least Significant Differences) untuk menilai bahwa antar kelompok kontrol dan kelompok uji ada perbedaan bermakna, sehingga dapat disimpulkan adanya aktivitas obat uji (2,4).
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan daun sendok(Plantago mayor L.) yang didapat dari Kecamatan Leles Kabupaten Garut sebagai tumbuhan uji, karena berdasarkan pengalaman empirik dan studi beberapa pustaka serta penelitian sebelumnya, tanaman ini memiliki khasiat sebagai antidiare. Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini dideterminasi terlebih dahulu di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung. Hasil determinasi (dapat dilihat pada Lampiran 2) tanaman menunjukkan bahwa klasifikasi dari tanaman daun sendok ini berasal daridivisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida (Dicots), anak kelas Asteridae, bangsa Plantaginales, familia Plantaginaceae, spesies Plantago major L, sinonim Plantago hasskarlii Decne. Nama umum great plantain, nipple grass (Inggris), daun urat, daun sendok (Indonesia), ki urat (Sunda). Pengolahan bahan daun sendok menjadi simplisia, meliputi sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lain, pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain yang melekat pada bahan simplisia, pengeringan simplisia dilakukan dengan cara diangin-anginkan tidak kontak langsung dengan sinar matahari agar kandungan zat aktif yang terkandung pada daun tidak rusak, sortasi kering bertujuan untuk memisahkan simplisia yang kualitasnya kurang baik akibat proses pengeringan, penyimpanan dan penggilingan menjadi serbuk dengan menggunakan blender (13). Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol 70% Daun sendok (Plantago mayor L.) Hasil No
Pemeriksaan
Simplisia
Ekstrak 61
1 2 3 4 5 6
Alkaloid Flavonoid Saponin Tannin Kuinon Steroid/triterpenoid
Keterangan :
(+) (-)
+ + + + +
+ + + + +
= Terdeteksi = Tidak terdeteksi
Hasil penapisan fitokimia terhadap simplisia dan ekstrak daun sendok menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak daun sendok mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin galat/katekat, steroid/triterpenoid. Senyawa tanin berdasarkan pustaka telah diketahui memiliki khasiat sebagai adstringen, yaitu dapat merapatkan dan menciutkan selaput lendir usus lebih tahan terhadap rangsangan senyawa kimia sehingga meringankan atau mengobati, flavonoid dapat menghambat mortilitas usus sehingga mengurangi sekresi dan elektrolit, sedangkan steroid yang terdapat dalam daun sendok dapat meningkatka nabsopsi air dan elektrolit dalam usus sehingga mengakibatkan absorpsi air dan elektrolit dalam usus menjadi normal kembali (3).
Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Sendok (Plantago mayor L.) No. 1 2 3 4 5 6 7
Pemeriksaan Kadar air Kadar abu total Kadar abu tidak larut asam Kadar abu larut air Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Susut pengeringan
Kadar (%) 6 7,6 0,4 2,6 32,7 9,9 8,5
Standar MMI (%) Tidak lebih dari 15 Tidak lebih dari 0,4 Tidak kurang dari 30 Tidak kurang dari 4 -
Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun sendokdiperoleh kadar air sebesar 6%; kadar abu total 7,6%; kadar abu tidak larut asam 0,4%;kadar abu larut air 2,6%; kadar sari larut air 32,7%; kadar sari larut etanol 9,9%; dan susut pengeringan 8,5%. Berdasarkan hasil tersebut untuk kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol dinyatakan memenuhi persyaratan MMI yaitu kadar abu total tidak lebih dari 15% (7,6%) kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,4% (0,4%) kadar sari larut air tidak kurang dari 30% (32,7%) dan kadar sari larut etanol tidak kurang dari 4% (9,9%). 62
Secara umum karakterisasi simplisia dilakukan untuk menentukan apakah simplisia yang digunakan memenuhi standar yang berlaku atau tidak (14). Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi untuk menjaga supayazat aktif yang terdapat di dalam tanaman tidak terurai atau rusak oleh proses pemanasan karena belum diketahui ada atau tidaknya zat yang tidak tahan panas. Ekstraksi yang dilakukan menggunkan pelarut etanol karena pelarut ini universal dapat menarik senyawa-senyawa polar maupun non-polar (15). Selanjutnyahasilmaserasi yang didapatdipekatkandengan alat penguap vakum putar hingga diperoleh ekstrak. Lalu dikeringkan dalam cawan penguap hingga didapat ekstrak etanol kental dengan bobot sebanyak 16,75 gram sehingga didapat rendemen ekstrak sebanyak 16,75%. Pada penelitian sebelumnya dilakukan pengujian efek anti diare dari ekstrak etanol 50% daun sendok (Plantago mayor L.) terhadap tikus dengan dosis1 (50mg/100gbb), dan dosis 2 (150mg/100gbb), sebagai pembanding digunakan loperamid dosis 0,12 mg/100gbb. Hasil percobaan menunjukan bahwa efek antidiare ekstrak daun sendok baik dosis 50 mg/100 gbb, maupun 150 mg/100 gbb tidak ada bedanya terhadap pembanding loperamid dosis 0,12 mg/100 gbb (3). Oleum ricini digunakan sebagai induktor diare karena oleum ricini dapat meningkatkan gerak peristaltik usus sehingga terjadi diare. setelah satu jam pemberian sediaan uji ekstrak daun sendok dan untuk pembanding diberikan loperamid HCl,lalu diberikan oleum ricini secara oral kepada hewan percobaan. Pada uji aktivitas antidiare ini, digunakan metode proteksi terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini dan metode transit intestinal. Metode proteksi terhadap diare yang diinduksi oleh oleum ricini bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun sendok dalam menghambat diare pada mencit yang diinduksi oleum ricini. Parameter yang diamati pada metode induksi oleum ricini yaitu bobot feses, frekuensi defekasi, konsistensi feses, waktu muncul diare, dan lama diare dimana kelompok uji dapat dikatakan positif memiliki efek antidiare jika terjadi penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat. Metode transit intestinal digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare apakah berkaitan dengan gerak peristaltik usus atau tidak, berdasarkan pengaruh ekstrak daun sendok terhadap rasio jarak usus yang ditempuh marker dalam waktu tertentu dalam panjang usus keseluruhan pada mencit. Marker yang digunakan yaitu karbon aktif. Pada metode transit intestinal parameter yang diamati yaitu panjang usus mencit yang dilalui karbon aktif yang kemudian dibandingkan terhadap panjang usus mencit keseluruhan (2,4).
63
Pemberian Loperamid HCl pada mencit sebanyak 4 mg/70kgbb menunjukkan efek antidiare dilihat dari penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini valid. Selanjutnya pengujian aktivitas antidiare dari ekstrak etanol daun sendok dilakukan dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sendok dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb memiliki aktivitas antidiare dengan penurunan bobot feses dan frekuensi defekasi, peningkatan konsistensi feses serta waktu muncul diare yang lambat dan lama waktu diare yang cepat yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05). Pada kelompok dosis 1 (50mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan penurunan bobot feses, berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 30-60, 180-210;penurunan frekuensi defekasi, berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada menit ke30-60, 150-180, 210-240, 270300;serta peningkatan konsistensi feses, berbeda bermakna secara statistik dibanding kelompok kontrol positif (p<0,05) pada menit ke 30-60,150-180, 180210, 240-270. Pada kelompok dosis II(100mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan penurunanbobot feses , berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 0-30, 30-60, 240-270;penurunan frekuensi defekasi, berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) pada menit ke 30-60, 60-90; peningkatan konsistensi feses, berbeda bermakna secara statistik dibanding kelompok kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 30-60, 150-180, 180-210, 240270(p<0,05). Pada kelompok dosis III (200mg/kg bb mencit) pengamatan menunjukkan penurunanbobot feses , berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 0-30, 30-60, 150-180, 180-210, 240-270;penurunan frekuensi defekasi, berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) pada menitke 30−60, 60-90, 120-150, 150-180, 180-210;serta peningkatan konsistensi feses, berbeda bermakna secara statistik dibanding kelompok kontrol positif (p<0,05)pada menit ke 30-60, 60-90, 120-150, 150-180, 180-210, 240-270. Waktu Muncul Diare dan Lama Diare pada Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol 70% Daun Sendok(Plantago mayor L.) pada Mencit
64
Kelompok Kontrol positif Pembanding EDSD 1 EDSD2 EDSD 3
Waktu Muncul Diare (menit) 17,33±12,74 27,67±1,53 24,33±14,15 22,667±8,39 25,33±3,51
Lama Diare (menit) 346±65,8 263±19,05* 282±23,43* 267,67±22,81* 259±19,05*
Keterangan : * ) =Berbeda makna terhadap kontrol positif pada p < 0,05 Kont. + =Diberi suspensi tragakan 1% EDSD I = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 1 (50 mg/kg bb) EDSD II = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 2 (100 mg/kg bb) EDSD III = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 3 (200 mg/kg bb) Pemb. = Diberi Loperamid HCl Hasil Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak Daun Sendok Metode Transit Intestinal Kelompok Kontrol Pembanding EDSD I EDSDII EDSD III
Lintas usus % 61,07±17,88 44,53±10,32 68,83±10,46 56,87±6,27 38,47±7,81*
Keterangan : * ) =Berbeda makna terhadap kontrol positif pada p < 0,05 Kont. + =Diberi suspensi tragakan 1% EDSD I = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 1 (50 mg/kg bb) EDSD II = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 2 (100 mg/kg bb) EDSD III = Diberi Ekstrak Daun Sendok dosis 3 (200 mg/kg bb) Pemb. = Diberi Loperamid HCl
4.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sendok dosis I(50 mg/kgbb mencit), dosis II (100 mg/kgbb mencit), dan dosis III (200 mg/kgbb mencit), memiliki aktivitas antidiare dengan menurunkan bobot feses dan frekuensi defekasi, memperbaiki konsistensi feses, mengurangi lamanya diare yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05) serta menekan waktu muncul diare walaupun tidak berbeda bermakna terhadap kontrol positif. Efek
65
antidiare terbesar ditunjukkan oleh ekstrak etanol 70% daun sendok dosis 200 mg/kgbb yang disertai kecenderungan penekanan gerakan peristaltik usus. 5.
Daftar Pustaka
Syaifulloh, 1996, “Ilmu Penyakit Dalam”, Edisi III, Jilid I, Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 451-457. Suryawati, S., dan B. Santhoso, 1993, “Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik”, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedika, Jakarta, Hlm. 19-21 dan 155 – 157. Sundari, D., Dkk, 2005, “Uji Khasiat Antidiare Ekstrak Daun Sendok (Plantago Major L) pada Tikus Putih”, Media Litbang Kesehatan, Volume XV. Syamsuhidayat, S.S., dan J, R. Hutapea, 1991, “Inventaris Tanaman Obat Indonesia” Jilid I, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI., Jakarta. Badan POM Republik Indonesia, 2011, “Acuan Sediaan Herbal”, Jilid I, Direktorat Obat Asli Indonesia Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, Jakarta, Hlm 30-34. Ganiswara, S.G., 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi Ke-IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta, Hlm. 197. Mutschler, E., 1991, “Dinamika Obat”, Edisi V, Penerbit ITB, Bandung, 1991. Hlm. 542-543. Priyanto, M., 2009, “Farmakoterapi dan Terminologi Medis”. Lenskofi, Depok, Hlm. 108, 110, 113. Tim Penyusun, 1999, ”Kapita Selekta Kedokteran”, Edisi.III, Jilid 1, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, hlm. 500-504. Tjay, T.H., dan K. Rahardja, 2007, “Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya”, Edisi VI, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, Hlm. 288296, 305. Hardman, J.G., Dkk, “Dasar Farmakologi Terapi”, Edisi X, Vol. II, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. 66
Sukandar, E.Y., Dkk., 2008, “Iso Farmakoterapi”, Penerbit PT. ISFI, Jakarta, Hlm. 349-353 Mulyani, S., dan D. Gunawan, 2004, “Ilmu Obat Alam (Farmakognosi)”, Jilid I, Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 11-12. Ditjen RI., 1989, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Depkes RI., Jakarta, Hlm. 253-257. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, “Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia”, Jakarta.
PENGARUH METODE EKSTRAKSI TERHADAP KADAR α-MANGOSTIN DALAM EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
Farid Perdana Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh metode ekstraksi terhadap kadar α-mangostin dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Sampel kulit buah manggis diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi dengan menggunakan pelarut metanol yang diekstraksi selama 1, 2, 3 dan 4 jam. Analisis kadar α-mangostin dari ekstrak menggunakan instrumen KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) yang dilengkapi dengan kolom C-18 dengan suhu kolom 30oC, fase gerak asetonitril: 0,1% H3PO4 dalam air (95:5% v/v),laju alir 1,0 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 320nm, dan volume injeksi 10μl. Hasil penentuan kurva kalibrasi pada kisaran konsentrasi standar 100-2000μg/mL didapat koefisien korelasi (r2) = 0,997. Hasil pengukuran, didapat kadar α-mangostin paling tinggi pada sampel ekstrak yang diekstraksi dengan metode sokletasi 67
selama 3 jam yaitu 1,1920% per 100mg/mL ekstrak.Dari hasil uji statistik dua rata-rata dihasilkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata kadarα-mangostinyang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. Hasil uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar α-mangostin yang diekstraksi pada waktu yang berbeda (1, 2, 3, dan 4 jam) baik secara refluks maupun sokletasi. Kata kunci : α-mangostin, refluks, sokletasi, KCKT.
1. Pendahuluan Garcinia mangostana L. (manggis, Clusiaceae) sejak jaman dahulu digunakan sebagai tanaman obat. Rasa lezat dan unik telah membuat buah ini sangat populer. Kulit buah G. mangostana telah digunakan selama ratusan tahun di seluruh dunia dan sebagian besar di Asia Tenggara digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Xanton, terpenoid dan gula yang terkandung dalam kulit buah G.mangostana telah dilaporkan memiliki aktivitas biologi. Komponen utama dari kulit buah manggis adalah senyawa golongan xanton seperti mangosti -mangostin dan -magostin, garsinon, mangostanol dan garsinin. Dari seluruh senyawa yang ada, turunan xanton berupa -mangostin merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada kulit manggis. Selain jumlahnya yang lebih banyak, -mangostin juga memiliki aktivitas biologi yang paling baik (1,2,3,4). Senyawa -mangostin merupakan senyawa golongan xanton, senyawa ini diisolasi dari kulit buah manggis (G. mangostana). -mangostin diisolasi pertama kali oleh Schmid pada tahun 1855. Menurut penelitian, efek farmakologi dari -mangostin yaitu sebagai antiinflamasi, antihistamin, antioksidan, antikanker, dan antimikroorganisme (5,6,7). Untuk memperoleh senyawa α-mangostin dalam kulit buah manggis diperlukan proses ekstraksi. Perlakuan dalam mendapatkan ekstrak kulit buah manggis dapat dilakukan dengan berbagai metode ekstraksi seperti ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Jujun dkk. (2009), menggunakan metode ekstraksi maserasi pada kulit buah manggis dengan pelarut etanol 95% untuk menententukan stabilitas dari mangostin. Aisha dkk. (2012), menggunakan metode ekstraksi refluks dengan pelarut etanol 75% untuk menentukan kadar -, -, dan mangostin. Namun belum diteliti pengaruh metode ekstraksi yang menghasilkan kadar senyawa -mangostin yang tinggi (2,8).
68
Keberhasilan proses ekstraksi dilihat dengan menentukan kadar αmangostin. Spektroskopi dan kromatografi merupakan instrumen yang secara umum dipergunakan untuk mengukur kadar mangostin. Secara spektroskopi, spektrofotometri UV-VIS merupakan salah satu instrumen yang dipergunakan dalam mengukur kadar mangostin. Aisha dkk. (2012), mengukur kadar -mangostin pada panjang gelombang 320nm. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan instrumen yang sering digunakan. Dalam berbagai penelitian, KCKT yang dipergunakan untuk menganalisis mangostin dengan detektor UV pada panjang gelombang 320nm yang menggunakan kolom C-18 dengan suhu 30oC dan fase geraknya asetonitril : 0,1% v/v H3PO4 dalam air (95:5% v/v) (2,8). Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode ekstraksi manakah kadar α-mangostin dapat diperoleh secara maksimal dan apakah metode ekstraksi serta lamanya waktu ekstraksi dapat mempengaruhi kadar α-magostin. Batasan masalah dari penelitian ini yaitu metode ekstraksi kulit buah manggis dilakukan dengan metode refluks dan sokletasi dengan pelarut metanol, sedangkan analisis kualitatifnya dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan pengukuran kadar atau analisis kuantitatif -mangostin dilakukan dengan instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai metode ekstraksi terbaik untuk mendapatkan kadar -mangostin terbanyak, dan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. 2.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, sampel kulit buah manggis yang sudah masak, berwarna ungu kehitaman dan usia panennya kurang lebih 114 hari diperoleh dari Desa Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Selanjutnya dilakukan determinasi, determinasi bahan dilakukan dengan maksud memastikan identitas dari bahan yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Sampel dikumpulkan dan kemudian dilakukan pengolahan menjadi serbuk simplisia. Dalam sistem ekstraksi, dipergunakan pelarut metanol p.a dengan teknik ekstraksi refluks dan soxhletasi. Sebelum diekstraksi, dilakukan penapisan fitokimia pada serbuk kulit buah manggis untuk menentukan metabolit sekunder apa saja yang terkandung dalam serbuk kulit buah manggis. Identifikasi -mangostin dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pertama-tama dilakukan KLT pada ekstrak kulit buah dengan menggunakan fase gerak kloroform : etil asetat : 69
metanol (80:10:5) dengan fase diam silika gel 60 F254 deteksi pada UV 366nm dan UV 254nm. Selanjutnya, pengukuran kadar -mangostin pada KCKT dimulai dengan melakukan optimasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) terlebih dahulu di Laboratorium Kimia Instrumen Universitas Pendidikan Indonesia. Dalam pengoptimasian KCKT, langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan fase gerak yang terdiri dari asetonitril : 0,1% H 3PO4 dalam air (95:5% v/v). Setelah itu, dilakukan penentuan waktu retensi standar mangostin pada panjang gelombang 320nm dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada konsentrasi standar -mangostin 1000 g/mL dan 2000 g/mL, kemudian dibuat kurva kalibrasi standar -mangostin pada rentang konsentrasi 100, 250, 500, 1000, 1500 dan 2000 g/mL. Pengukuran kadar -mangostin dalam sampel diakukan dengan menggunakan KCKT yang dilengkapi dengan detektor UV. Fase diam yang digunakan adalah kolom C-18 (250mm x 4,6mm, 5 m) pada suhu 30oC, fase geraknya adalah asetonitril : 0,1% H3PO4 dalam air (95:5% v/v) dengan laju alir 1,0mL/menit, detektor UV pada panjang gelombang 320nm. Sampel yang dianalisis harus disaring terlebih dahulu dengan Milipore 0,45 m kemudian disuntikan sebanyak 10 L ke dalam KCKT untuk dideteksi.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Proses ekstraksi serbuk kulit buah manggis dilakukan dengan menggunakan metode refluks dan sokletasi. Serbuk kering kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebanyak 10g masing-masing diekstraksi dengan 2 cara yaitu refluks dan sokletasi menggunakan 100mL metanol selama 1, 2, 3 dan 4 jam. Proses ekstraksi dilakukan dua kali pengulangan pada masing-masing sampel yang berbeda. Metanol merupakan pelarut polar sehingga mampu menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar. Uji penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan kandungan kimia yang terdapat dalam kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Hasil penapisan fitokimia pada kulit buah manggis menunjukkan hasil positif terhadap senyawa golongan saponin, falvonoid dan tanin, sedangkan menunjukan hasil negatif terhadap senyawa alkaloid, steroid/triterpenoid dan kuinon. Untuk mengetahui kandungan senyawa α-magostin dalam ekstrak kulit buah manggis, telah dilakukan analisis kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan analisis kuantitatif dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
70
Hasil KLT dengan menggunakan pembanding standar α-mangostin, menggunakan larutan pengembang campuran kloroform : etil asetat : metanol perbandingan 80 : 10 : 5 dan fase diam silika gel 60F 254 dengan penampak bercak asam sulfat (H2SO4) dalam etanol 10% (v/v) dan penyinaran dengan sinar UV pada panjang gelombang 254nm dan 366nm
(a)
(b)
(c)
(a) (b) (c)
(II)
Hasil KLT sampel ekstrak kulit buah manggis dengan cara refluks (a), dan soklet (c) beserta standar α-mangostin (b) yang dilihat pada sinar UV dengan panjang gelombang 366nm (I) dan 254nm (II).
Rata-rata Rf α-mangostin dalam Sampel Metode Ekstraksi Refluks
Rata-rata Rf α-mangostin dalam Sampel 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 0,75625 0,775 0,7875 0,725
Sokletasi
0,7185
0,75625
0,7375
0,75625
Rf Standar α-mangostin 0,6375
Berdasarkan data analisis kualitatif di atas, Rf standar α-mangostin adalah 0,6375. Menurut Misra. dkk (2009), Rf α-mangostin pada kisaran 0,50. Hasil Rf yang didapat mendukung teori di atas. Semua sampel terbukti mengandung senyawa α-mangostin yang dibuktikan dengan nilai Rf-nya mendekati nilai Rf standar α-mangostin (17). Pada penelitian ini dilakukan analisis kuantitatif dengan KCKT, diawali dengan penentuan waktu retensi standar α-mangostin, dilanjutkan dengan mengukur luas area atau AUC (Area Under Curve) standar -mangostin konsentrasi 2000 dan 1000μg/mL pada panjang gelombang 320nm. Panjang gelombang 71
maksimum diperoleh dari beberapa penelitian sebelumnya (Aisha, dkk (2012), Khumsupan, dkk (2014), dan Azharul Islam, dkk (2011)) (8,42,43). Dalam analisis dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yang menjadi parameter dalam identifikasi adalah waktu retensi. Hasil penentuan waktu retensi standar -mangostin dapat dilihat pada Gambar V.2 dan Gambar V.3.
Grafik hasil penentuan Waktu Retensi (tR) standar α-mangostin C = 2000 𝛍g/mL
Grafik hasil penentuan Waktu Retensi (tR) standar α-mangostin C = 1000 𝛍g/mL Waktu retensi standar α-mangostin yang diperoleh adalah 2,21 menit (C = 2000μg/mL) dan 2,08 menit ( C = 1000μg/mL) karena pada waktu tersebut AUC 72
yang diperoleh sangatlah tinggi. Menurut Jujun dkk. (2009), waktu retensi α-mangostin terdeteksi pada 4,671 menit. Hasil waktu retensi yang didapat sedikit berbeda dengan teori diatas dikarenakan kondisi instrumen KCKT dan jenis instrumen KCKT yang digunakan berbeda (2). Dalam mengukur kadar α-mangostin dalam sampel, diperlukan suatu persamaan yang diperoleh dengan membuat kurva kalibrasi dengan mengukur AUC α-mangostin pada berbagai konsentrasi. Standar α-mangostin yang dibuat dengan konsentrasi 100, 250, 500, 1000, 1500 dan 2000μg/mL diperiksa AUC-nya pada panjang gelombang 320nm. Hasil penelitian didapat persamaan y = 45853x – 1147204 dengan koefisien korelasi persamaan r2 = 0,997. Hasil Pengukuran AUC Standar α-mangostin C (μg/mL) 100 250 500 1000 1500 2000
AUC 3561478 9971955 19981760 46382585 70407507 88125657
100000000 y = 45853x - 1147204 R² = 0,997
AUC
80000000
60000000 40000000
Series1
20000000
Linear (Series1)
Gambar V.4 Grafik pengukuran AUC standar α-mangostin 0
0
500
1000 1500 2000 2500
Kadar sampel (x) dapat diperoleh dengan memplotkan hasil Konsentrasi α-mangostin (μg/mL)
(y) ke dalam kurva kalibrasi y = 45853x – 1147204. Sehingga dapat diperoleh kadar α-mangostin dalam sampel. Pengukuran kadar sampel masing-masing dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan, kemudian dari hasil tersebut dibuat kadar rata-rata setiap sampel, konsentrasi ekstrak kulit buah manggis adalah 73
100mg/mL. Hasil pengukuran kadar α-mangostin dalam sampel ekstrak kulit buah manggis dengan pelarut metanol yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi selama 1, 2, 3, dan 4 jam dapat dilihat pada Tabel V.3 dan grafik perbadingan rata-rata kadar α-mangostin
Hasil Pengukuran Kadar α-mangostin pada Sampel Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis dengan Metode Refluks dan Sokletasi Metode Ekstraksi
Waktu Ekstraksi (jam)
Refluks Soxhlet
Rata-rata kadar α-mangostin dalam sampel (%) 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 1,02825±0,004 1,4256±0,028 1,1920±0,077 1,0707 ± 0,034 0,0698±0,006 0,6399±0,093 1,6808±0,351 1,3615 ± 0,051
2 1.5
1
Refluks
0.5
Sokletasi
0 1
2
3
4
Rata-rata kadar α-mangostin (%)
Grafik perbandingan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi Berdasarkan data di atas, pada ekstraksi dengan metode refluks, proses ekstraksi selama 2 jam menghasilkan senyawa α-mangostin yang lebih besar dibandingkan dengan proses ekstraksi selama 1, 3 dan 4 jam yaitu 1,1920% per 100mg/mL ekstrak metanol kulit buah manggis. Hal tersebut membuktikan bahwa ekstraksi dengan metode refluks memiliki waktu efektif untuk memperoleh kadar maksimal α-mangostin yaitu selama 2 jam. Pada ekstraksi dengan metode sokletasi, proses ekstraksi selama 3 jam menghasilkan senyawa α-mangostin yang lebih besar dibandingkan dengan proses ekstraksi selama 1, 2 dan 4 jam yaitu 1,6808% per 100mg/mL ekstrak metanol kulit buah manggis. Hal tersebut membuktikan bahwa ekstraksi dengan metode refluks memiliki waktu efektif untuk memperoleh kadar maksimal αmangostin yaitu selama 3 jam.
74
Menurut Ahmad dkk. (2013), titik leleh α-mangostin adalah 175-177oC yang menunjukan bahwa senyawa α-mangostin bersifat termostabil. Meskipun berdasarkan teori yang ada bahwa α-mangostin bersifat termostabil, namun bila terus menerus mendapat perlakuan pemanasan yang terlalu lama maka senyawa α-mangostin sebagian akan rusak (18). Kadar maksimal α-mangostin terdapat pada metode ekstraksi sokletasi, pemanasan secara tidak langsung merupakan faktor utama α-mangostin dapat tetap stabil (28). Berdasarkan tabel, untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi terhadap kadar α-mangostin dilakukan uji dua rata-rata dengan dugaan Ho : tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi, dan Ha : terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. Hasil uji dua rata-rata dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% Hasil Uji Dua Rata-Rata Kadar α-mangostin yang Diekstraksi dengan Metode Refluks dan Sokletasi Perbedaan metode ekstraksi dengan tingkat kepercayaan 95% Standar T Signifikan Deviasi Penurunan Kenaikan (Upper) (Lower) 0,736831 -0,9306248 1,4128748 0,655 0,559 Merujuk pada kriteria pengujian di atas, karena nilai signifikan = 0,559 > α = 0,05 atau karena Lower bertanda negatif dan nilai Upper bertanda positif maka Ho diterima, artinya tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. Selain menguji pengaruh metode ekstraksi terhadap kadar α-mangostin, dilakukan pula pengujian pengaruh lamanya waktu ekstraksi terhadap kadar α-mangostin dengan menggunakan uji ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin dengan lamanya waktu ekstraksi dengan cara refluks dapat dilihat pada Tabel V.5 sebagai output pertama dan Tabel V.6 sebagai output kedua. Output Pertama (oneway ANOVA) pada Metode Ekstraksi Refluks F Sig. 31,742
0,003
75
Output Kedua (Post Hoc Test) pada Metode Ekstraksi Refluks (I) (J) waktu waktu 1
2
3
4
Perbedaan Berarti (I-J)
2
-0,3973500*
3
-0,1637500*
4
-0,0424500
1
0,3973500*
3
0,2336000*
4
0,3549000*
1
0,1637500*
2
-0,2336000*
4
0,1213000
1
0,0424500
2
-0,3549000*
3 -0,1213000 *Perbedaan berarti dengan tingkat kepercayaan 95% Dari output pertama oneway ANOVA dihasilkan nilai Fhitung = 31,742 dan sig. 0,003. Nilai Sig. 0,003 < α = 0,05 artinya pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin yang diekstraksi pada waktu yang berbeda. Dari output kedua Post Hoc Test, tanda * menunjukkan waktu ekstraksi yang berbeda secara signifikan. Dari tabel diatas terdapat delapan tanda * yaitu : 0,3973500* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam; -0,1637500* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -0,3973500* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; 0,2336000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; 0,3549000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 4 jam; 0,1637500* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; -0,2336000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam dan -0,3549000* menunjukkan terdapat perbedaan yang 76
signifikan antara waktu ekstraksi selama 4 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam. Hasil uji perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin dengan lamanya waktu ekstraksi dengan cara sokletasi Output Pertama (oneway ANOVA) pada Metode Ekstraksi Sokletasi F Sig. 30,995
0,003
Tabel V.8 Output Kedua (Post Hoc Test) pada Metode Ekstraksi Sokletasi (I) (J) waktu waktu 1
2
3
4
Perbedaan Berarti (I-J)
2
-0,5701000*
3
-1,6110000*
4
-1,2917000*
1
0,5701000*
3
-1,0409000*
4
-0,7216000*
1
1,6110000*
2
1,0409000*
4
0,3193000
1
1,2917000*
2
0,7216000*
3 -0,3193000 *Perbedaan berarti dengan tingkat kepercayaan 95% Dari output pertama oneway ANOVA dihasilkan nilai Fhitung = 30,995 dan sig. 0,003. Nilai Sig. 0,003 < α = 0,05 artinya pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin yang diekstraksi pada waktu yang berbeda. Dari output kedua Post Hoc Test, tanda * menunjukkan waktu ekstraksi yang berbeda secara signifikan. Dari tabel diatas terdapat delapan tanda * yaitu : 0,5701000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam; -1,6110000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 77
1 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -1,2917000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 1 jam dan waktu ekstraksi selama 4 jam; 0,5701000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; -1,0409000 * menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 3 jam; -0,7216000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 2 jam dan waktu ekstraksi selama 4 jam; 1,6110000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam dan 1,0409000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 3 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam; 1,2917000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 4 jam dan waktu ekstraksi selama 1 jam; 0,7216000* menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara waktu ekstraksi selama 4 jam dan waktu ekstraksi selama 2 jam. Linieritas adalah suatu koefisien korelasi antara konsentrasi larutan standar dengan serapan yang dihasilkan yang merupakan garis lurus. Metode analisis yang menggambarkan kemampuan suatu alat untuk memperoleh hasil pengujian yang sebanding dengan kadar analitik alat dalam sampel uji pada rentang konsentrasi tertentu. Dari hasil pengujian diperoleh persamaan regresi y = 45853x - 1147204 dengan koefisien korelasi (r) = 0,998. Koefisien korelasi ini memberikan hasil yang linier karena memenuhi kriteria penerimaan yaitu ≥ 0,997, sehingga penggunaan metode tersebut dapat digunakan untuk mengukur kadar α-mangostin dengan hasil yang baik. Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam contoh yang dapat dideteksi. Sedangkan batas kuantifikasi adalah konsentrasi terendah dalam contoh yang dapat diukur secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Batas deteksi yang diperoleh adalah 145,558μg/mL dan batas kuantifikasi yang diperoleh = 485,194μg/mL.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Dengan menggunakan metode ekstraksi secara sokletasi selama 3 jam menghasilkan kadar α-mangostin maksimal yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi secara refluks. Tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar α-mangostin yang diekstraksi dengan metode refluks dan sokletasi. 78
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar α-mangostin yang diekstraksi pada waktu yang berbeda baik dengan metode refluks maupun sokletasi.
5.
Daftar Pustaka
Obolskiy, D., Pischel, I., Etc., 2009, “Garcinia mangostana L.: A Phytochemical and Pharmacological Review”, Phytoteraphy Research, Vol. 23, p. 1047.
Jujun, P., Pootakham, K., Etc., 2009, “HPLC Determination of Mangostin and Its Application to Storage Stability Study”, CMU.J.Nat.Sci, Vol. 8(1), p. 43-45.
Kaomongkolgit, R., Jamdee, K., Etc., 2009, “Antifungial Actifityof AlphaMangostin Againts Candida albicans”, Journal of Oral Science, Vol. 51(3), p. 401-402.
Febriyanti, N.E., 2010, “Ekstraksi Xanthone dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Aplikasinya dalam Bentuk Sirup”, Tugas Akhir Sarjana Teknologi Pertanian, Fakultas Industri Pertanian, IPB, Bogor, Hlm. 5.
Malathi, R., V. Kabaleeswaran, Etc., 2000, “Structure of Mangostin”, Journal of Chemical Crystallography, Vol. 30(3), p. 203.
Yates, P., and S. George, 1957, “The Structure of Mangostin”, Departement of Chemistry Harvard University, Amerika Serikat, p. 1691.
Nugroho, A.E., 2011, “Manggis (Garcinia mangostana L.) : Dari Kulit Buah yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat”, http://mot.farmasi.ugm.ac.id/, Diakses 28 Maret 2015.
79
Aisha, A.F.A., Abu-Salah, K.M., Etc., 2012, “Quantification of α-, β- and γMangostin in Garcinia mangostana Fruit Rind Extracts by a Reverse Phase High Performence Liquid Chromatography”, Academic Journals, Vol. 6(29), p. 4526.
Watson, R.R., 2013, “Bioactive Dietary Factors and Plant Extracts in Dermatology”, Humana Press, New York, p. 452.
Lim, T.K., 2012, “Edible Medicinal and non-Medicinal Plants”, Vol. 2, Springer, Netherlands, p. 83.
Sobir, 2009, “Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia”, AgroMedia, Jakarta, Hlm. 129-130.
Utami, Prapti., 2008, “Tanaman Obat”, AgroMedia, Jakarta, Hlm. 172. Budistra, W., 1999, “Penanganan Lepas Panen Manggis untuk Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 40.
Ekspor”,
Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2004, “Direktorat Tanaman Buah SPO Manggis”, http://www.deptan.go.id, Diakses 06 Februari 2015.
Ali, A.A.E., Taher, M., Etc., 2012, “Development and Validation of Analitical Method by RP-HPLC for Quantification of Alpha-Mangostin Encapsulated in PLGA Microsphares”, J. Anal Bioanal Techniques, Vol. 3(7), p. 1.
Walker, E. B., 2007, “HPLC Analysis of Selected Xanthones in Mangosteen Fruit”, J. Sep. Sci, Vol. 30(9), p. 1229.
Misra, H., Dwivedi, B.K., Etc., 2009, “Development and Validation of High Performence Thin-Layer Chromatographic Method for Determination of αMangostin in Fruit Pericarp of Mangosteen Plant (Garcinia Mangostan L.) using Ultraviolet-Visible Detection”, Rec. Nat. Prod., Vol. 3(4), p. 180-184. 80
Ahmad, M., Yamin, B.M., Etc., 2013, “A Study on Dispersion and Characterisation of α-Mangostin Loaded pH Sensitive Microgel System”, Chemistry Central Journal, Vol. 7(85), p. 1-3.
Matsumoto, K., Akao, Y., Etc., 2004, ”Prefential Traget is Mitocondria in αMangostin-Induced Apoptosis in Human Leukemia HL60 Cells”, Bioorganic and Medicinal Chemistry, Vol. 2, p. 5799-5806.
Chairusrilerd, N., Furukawa, K., Etc., 1996, “Pharmacologycal Properties of αmangostin, a Novel Histamine H1 Receptor Antagonist”, Eur J Pharmacol., Vol. 314(3), p. 351-356.
Dungir, S.G., D.G. Katja, Dkk., 2012, “Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)”, J. FMIPA UNSRAT, Vol. 1(1), Hlm. 11. Winarsi, Hery., 2007, “Antioksidan Alami dan Radikal Bebas”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 5.
Mardawati, E., Filianty, F., Dkk., 2008, “Kajian Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya”, Jurnal UNPAD, Vol. 2(3), Hlm. 7-8.
Goeswin, Agoes, 2007, “Teknologi Bahan Alam”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 21-22.
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 1995, “Farmakope Indosesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hlm. 7,1010.
Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan RI, 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Cetakan Pertama, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hlm. 10-11.
81
Voight, R., 1995, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Alih Bahasa Drs Soedani Noerono Soewandhi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Hlm. 577-578.
Mukhraini, 2014, “Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif”, Jurnal Kesehatan, Vol. VII(2), Hlm. 362-363.
Medicafarma, 2008, “Ekstraksi”, http://medicafarma.com, Diakses 06 Februari 2015.
Sigma Aldrich, 2015, “Methanol”, http://sigmaaldrich.com, Februari 2015.
Diakses 06
Astarina, N,W.G., Astuti, K.W., Dkk., 2013, “Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.)”, http://download.portalgaruda.org/, Diakses 10 Februari 2015.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2012, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 378-394.
Willard, H.H., Merrit, L.L.Jr., Etc., 1988, “Instrumental Metrhods of Analysis”, 7th Edition, Wadswort Publishing Company, California, p. 580.
Sabrina, A., surjani, W., dkk., 2013, “Perbandingan Metode Spektrofotometri UV-Visibel dan KCKT pada Analisis Kadar Asam Benzoat dan Kafein dalam Teh Kemasan”, http://jurnal-online.um.ac.id/, Diakses 10 Februari 2015. Skoog, D.A., Holler, F.J., Etc., 1988, “Principles of Instrumental Analysis”, 5th Edition , Saunder College Publishing, San Fransisco, p. 747, 739, 748. Hatam, S.F., Suryanto, E., Dkk., 2013, “Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak kulit Nanas (Ananas comosus (L) Merr)”, Jurnal Farmasi UNSRAT, Vol. 2(1), Hlm. 9. 82
Astuti, K.W., 2012, “Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap Perolehan Kembali Cannabinoid dari Daun Ganja”, Indonesian Journal of Legal and Forensic Science, Vol. 2(1), Hlm. 22.
Windarini, L.G.E., Astuti, K.W., Dkk., 2013, “Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)”, http://download.portalgaruda.org/, Diakses 10 Februari 2015.
Rismana, E., Kusumaningrum, Dkk., 2014, “Pengaruh Aktifitas Aniacne Nanopartikel Kitosan-Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana)”, Media Litbangkes, Vol. 24(1), Hlm. 22.
Islam, M.A., and Begum, S., 2011, ”Quantitaive Analysis of α-Mangostin in Mangosteen Fruit Rind Extract”, Int. J. Agril. Innov. & Tech, Vol. 1(1&2), p. 56.
Khumsupan, P., Sithisan, P., Etc., 2014, “Simple Quantitative Analysis of αMangostin in Mangosteen Rind Extracts and their Microparticle Preparations using HPLC Method”, Journal of Chemical, Biological and Physical Science, Vol. 4(4), p. 3408.
Zamri, R.J., 2008, “Validasi Metode Penentuan Kadar Apigenin dalam Ekstrak Seledri dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”, Tugas Akhir Sarjana Sain, Jurusan Kimia, FMIPA, IPB, Bogor, Hlm. 12-14.
83
ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF KADAR KLORIN PADA AIR KOLAM RENANG DI CIPANAS GARUT
Ruchiyat Abstrak
Analisis kualitatif dan kuantitatif kadar klorin pada air kolam renang di Cipanas, Garut, Jawa Barat telah dilakukan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menentukan kadar klorin pada air kolam renang di Cipanas Garut. Sampel air kolam renang berjumlah 12 (dua belas) sampel yang di ambil dari air kolam renang yang berada di Cipanas Garut. Pengujian dilakukan menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 451 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua belas sampel positif mengandung klorin dengan kadar klorin tertinggi diperoleh dari sampel 7 yaitu 4,184 ppm/5mL atau 836,8 ppm/L.Angka tersebut melebihi ambang batas Badan SNI 06-48248-1998 atau Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Kata kunci : Klorin, Kolam Renang, Spektrofotometri
84
1. Pendahuluan Air sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup. Air selalu berkaitan erat dengan keberadaan makhluk biologis dan kehidupannya dalam alam ini dan planet bumi tempat makhluk biologis tumbuh dan berkembang biak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sangat tergantung pada air dan kualitas kesehatan juga sangat ditentukan oleh kualitas air untuk keperluan sehari-hari. Untuk mendapatkan kualitas air yang baik, pada saat ini di beberapa tempat terutama pada daerah yang padat pemukiman sukar diperoleh karena adanya pencemaran air yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Untuk menentukan kualitas air bersih sangat sulit karena ditentukan oleh banyak faktor, seperti ditinjau dari kegunaan dan sumber air itu sendiri. Kegunaan air dapat berupa untuk air minum, keperluan rumah tangga, keperluan industri, irigasi pertanian dan perkebunan, perikanan, rekreasi dan lainnya (1). Renang adalah olahraga yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan manusia. Berenang di kolam renang merupakan kegiatan olahraga atau rekreasi yang banyak digemari oleh masyarakat termasuk anak-anak. Banyak yang tidak menyadari bahwa keberadaan kolam renang dapat menjadi sarana dalam penularan penyakit melalui media air. Secara langsung, contact yang terjadi di antara pengunjung dapat menjadi transmisi kuman penyakit. Dengan demikian kolam renang dapat menjadi salah satu media dalam penularan penyakit melalui perantara air kolam renang, sehingga sanitasi kolam renang perlu diperhatikan. Pemerintah telah memberikan rekomendasi tentang persaratan kolam renang yang sehat dan bersih. Syarat kolam renang diatur sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang kualitas air kolam renang dan keluhan kesehatanpengguna. Salah satu aspek yang harus diawasi dari sanitasi kolam renang adalah kualitas airnya yang harus memenuhi syarat, baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi (2). Pengawasan kualitas air kolam renang secara kimiawi termasuk salah satu upaya sanitasi yang dilakukan. Salah satunya adalah pemberian senyawa kimia berupa senyawa klor berupa kaporit CaOCl2 yang berfungsi untuk menjernihkan dan mendesinfeksi kuman. Namun, penggunaan kaporit juga harus diperhatikan dengan baik dan harus sesuai dengan batas aman yang ada. Penggunaan kaporit dalam konsentrasi yang kurang dapat menyebabkan kuman yang ada di kolam renang tidak terdesinfeksi dengan baik. Sedangkan penggunaan kaporit dengan konsentrasi yang berlebih dapat meninggalkan sisa klor yang menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Sebagai desinfektan, sisa klor dalam penyediaan air sengaja dipelihara, tetapi dalam konsentrasi yang berlebih klor ini dapat 85
terikat pada senyawa organik dan membentuk halogen-hidrokarbon (CH-Cl) banyak diantaranya dikenal sebagai senyawa karsinogenik. Umumnya air yang normal memiliki pH sekitar netral, berkisar antara 6 – 8. Air limbah atau air yang tercemar memiliki pH sangat asam atau pH cenderung basa, tergantung pada komponen pencemarnya, sebagai contoh air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6,2 – 7,6 sedangkan air buangan pabrik susu dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5,3 – 7,8 ; air buangan pabrik bir biasanya mempunyai pH 5,5 – 7,4 dan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7,6 – 9,5 (3). Berdasarkan hasil uraian di atas peneliti berharap ingin mengetahui kadar klorin dan pemenuhan kesesuaian dalam air kolam renang yang berada di Cipanas Garut apakah sudah sesuai dengan standar. Adapun permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti yaitu berapakah kadar klorin yang terdapat dalam air kolam renang yang berada di Cipanas Garut yang ditentukan dengan metode spektrofotometri dan apakah kadar klorin yang terdapat dalam air kolam renang di Cipanas Garut telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar klorin yang terdapat pada air kolam renang yang berada di Cipanas Garut serta untuk mengetahui apakah kadar klorin yang terdapat pada air kolam renang di Cipanas Garut telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI. Adapun manfaat dalam melakukan penelitian ini untuk memberikan informasi tentang cara menentukan kadar klorin pada air kolam renang yang berada di Cipanas Garut dan kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan Badan SNI 06-48248-1998 yaitu 0,011-4,0 mg/L atau menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu sisa klor 0,2-0,5 mg/L (dalam waktu 4 jam pada suhu udara) (2,4).
2.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, klorin diukur dengan menggunakan spektrofotometri UVVisibel. Sampel uji yang digunakan yaitu air kolam renang di Cipanas Garut dengan melakukan pemeriksaan Laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
86
Pada penelitian ini dilakukan penentuan kadar klorin pada air kolam renang yang dikumpulkan dari air kolam renang Cipanas Garut. Klorinasi (chlorination) merupakan proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah dan efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianuratdan kloramin(6). Analisis kadar klorin pada air kolam renang di Cipanas Garut menggunakan uji kualitatif pendahuluan yaitu uji warna dengan menggunakan pereaksi DPD serta menggunakan amilum-KI dan dilanjutkan dengan uji kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Visibel. Sampel yang digunakan pada analisis ini sebanyak 12 sampel air kolam renang yang diambil dari kolam yang berbeda-beda di Cipanas garut . Sampel yang telah terkumpul kemudian dilakukan uji warna dengan menggunakan pereaksi DPD serta uji warna menggunakan amilum-KI. Uji warna dilakukan dengan menggunakan pereaksi DPD akan terbentuk warna merah jingga atau merah . Sedangkan uji warna dengan menggunakan amilumKI akan terbentuk warna biru. Hasil Uji Warna reagen DPD(N-diethyl-p-phenylenediamin) dan reagen Amylum-KI
No.
Sampel
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. .
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7 Sampel 8 Sampel 9 Sampel 10 Sampel 11 Sampel 12
Reaksi Warna reagen DPD(N-diethyl-pphenylenediamin)
Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda Merah Muda
Keterangan
Reaksi warna AmylumKI
Keterangan
Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin
Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Biru Muda Biru Muda Biru Muda Biru Muda
Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin Positif Klorin
87
Hasil uji warna ini menunjukkan bahwa ke-12 sampel air kolam renang positif mengandung klorin. Selain itu juga dilakukan validasi metode , meliputi : Uji Presisi Uji presisi dilakukan untuk membuktikan ketelitian suatu alat berdasarkan tingkat ketelitian hasil analisis yang ditunjukkan dari nilai standar deviasi (SD) dan relative standar deviasi (RSD). Konsentrasi yang diperoleh dari pengukuran dilakukan sebanyak 7 kali yaitu 5 ppm yang dimasukkan kedalam persamaan uji presisi.
Hasil Uji Presisi Larutan Standar Klorin (CaOCl) Larutan standar Y Kalsium Klorin (CaOCl) 5 ppm 5 0,330 5 0,331 5 0,331 5 0,330 5 0,332 5 0,329 5 0,332 ∑
2,315
Konsentrasi Rata-rata SD (%) RSD Ketelitian alat
: : : :
X2
X 5,105 5,131 5,131 5,105 5,157 5,078 5,157
26,061025 26,327161 26,327161 26,061025 26,594949 25,786084 26,594949
35,864
183,7524
5,123 0,0009596190 0,018731583 99,99981269%
Uji Akurasi Uji akurasi dilakukan dengan menambahkan larutan baku. Berdasarkan hasil uji akurasi yang dilakukan pada 2 sampel diperoleh % perolehan kembali yaitu pada sampel 1 diperoleh hasil 100,876% dan pada sampel 2 diperoleh hasil 100,350%. Suatu metode mempunyai akurasi yang baik apabila nilai % perolehan kembali diantara 95 – 105%. Uji
Penambahan Baku (ppm)
A
C Total Sampel (ppm)
C sampel (ppm)
% Recovery
88
1
5 Rata – rata
2
5 Rata – rata
0,708 15,052 0,708 15,052 0,707 15,026 Rata – rata 0,707 15,026 0,707 15,026 0,706 15,000 Rata – rata
10
10
101,05 101,05 100,52 100,87 100,52 100,52 100,00 100,35
Uji Liniearitas Uji linearitas ditentukan dengan membuat larutan klorin (CaOCl) dengan variasi konsentrasi dan selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer visible (sinar tampak). Hasilnya selanjutnya diplotkan menjadi kurva standar yang menunjukkan hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi standar klorin (CaOCl). Hasil serapan yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai koefisien korelasi (r), intersep (a) dan slop (b) sehingga akan diperoleh persamaan y = bx + a. Dari gambar diperoleh persamaan garis lurus y = 0,038x + 0,136. Didapat bahwa nilai b (slope) = 0,038, nilai a (intercept) = 0,136 dengan harga r = 0,99. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Dengan demikian persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar klorin (CaOCl) pada air kolam renang di Cipanas Garut. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 9 Gambar 4.6 Kurva Baku Klorin (CaOCl). Data Absorbansi Kurva Baku Kadar (ppm) 5 7,5 10 12,5 15 17,5
Absorbansi 0,331 0,423 0,521 0,611 0,715 0,810
89
Uji Batas Deteksi Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih terdeteksi oleh metode pada tingkat kepercayaan tertentu. Batas deteksi (BD) ditentukan dengan bantuan kurva kalibrasi, yaitu intercept kurva dan standar deviasi regresi.
y
Dari hasil uji limit deteksi diperoleh nilai S x = 0,00734 dan nilai Y BD = 0,15802 ppm. Sedangkan untuk nilai x yg diperoleh dari rumus regresi linear dengan memplotkan Y BD ke dalam rumus dan diperoleh nilai X sebesar 0,5794 ppm. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 10 Tabel 5.5 Hasil Uji Batas Deteksi. Hasil Uji Batas Deteksi X (ppm) 5 7,5 10 12,5 15 17,5
Yi 0,331 0,423 0,521 0,611 0,715 0,810
Ŷ 0,326 0,421 0,516 0,611 0,706 0,801
(yi - ŷ) (yi - ŷ)² 0,005 0,000025 0,002 0,000004 0,005 0,000025 0 0 0,009 0,000081 0,009 0,000081 ∑ (yi - ŷ)² = 0,000216 S ⁄ = 0,00734 Y BD = 0,15802 X = 0,5794ppm
Tahap selanjutnya merupakan metode kuantitatif menggunakan spektrofotometri UV-Visibel bertujuan untuk mengetahui kadar klorin pada ke12 sampel air kolam renang yang telah teridentifikasi positif mengandung klorin melalui uji warna dengan menggunakan pereaksi DPD dan amilum-KI. Pengukuran kadar klorin dengan metode spektrofotometri UV-Visibel dilakukan 90
dengan menggunakan standar klorin yang telah diketahui kadarnya dan dibandingkan dengan absorban sampel yang belum diketahui kadarnya. Langkah pertama analisis kuantitatif ini adalah penentuan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana serapan zat terhadap sinar diperoleh nilai absorbansi yang maksimum. Menurut Rohman(10), ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimum adalah sebagai berikut : (a).Pada panjang gelombang maksimum, kepekaannya juga maksimum karena pada panjang gelombang maksimum tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan adalah yang terbesar, (b).Disekitar panjang gelombang maksimum, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali ketika digunakan panjang gelombang maksimum. Pada penelitian ini didapat panjang gelombang maksimum adalah 451 nm. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 4.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Tahap selanjutnya yaitu penentuan kadar Klorin (CaOCl) pada sampel . Sebanyak 12 sampel masing-masing diambil 5 mL ke dalam gelas kimia 100 mL. Kemudian pada tiap sampel ditambahkan pereaksi DPD dan di diamkan selama beberapa menit sampai terjadi perubahan warna merah pada sampel . Apabila pada sampel telah terjadi perubahan warna merah, maka sampel dapat langsung di ukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan spektrofotometri didapatkan nilai absorbansi sampel yang kemudian dimasukkan kedalam persamaan regresi y = 0,038x + 0,136 sehingga diperoleh kadar klorin (CaOCl)pada sampel. Kadar klorin (CaOCl)tertinggi diperoleh pada sampel 7 yaitu sebesar 4,184 ppm/5 mL sampel. Dengan demikian kadar tertinggi diperoleh pada sampel 7 yaitu sebesar 4,184 ppm atau 836,8 ppm/L. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 11 Tabel 5.6 Kadar Klorin (CaOCl) dalam sampel. Kadar CaOCl dalam Sampel Sampel Sampel 1
∑ ̅ Sampel 2
Absorbansi Sampel 0,022 0,022 0,022 0,066 0,022 0,018 0,018
Kadar NaOCl (ppm/5ml)
Kadar NaOCl (ppm/L)
4,157
831,4
4,052
810,4
91
∑ ̅ Sampel 3
∑ ̅ Sampel 4
∑ ̅ Sampel 5
∑ ̅ Sampel 6
∑ ̅
Sampel Sampel 7
∑ ̅ Sampel 8
∑ ̅ Sampel 9
0,018 0,054 0,018 0,021 0,021 0,021 0,063 0,021 0,011 0,011 0,011 0,033 0,011 0,013 0,013 0,013 0,039 0,013 0,016 0,016 0,016 0,048 0,016
Absorbansi Sampel 0,023 0,023 0,023 0,069 0,023 0,014 0,014 0,014 0,042 0,014 0,021 0,021
4,131
826,2
3,868
773,6
3,921
784,2
4,000
800
Kadar CaOCl (ppm/5mL)
Kadar CaOCl (ppm/L)
4,184
836,8
3,947
789,4
4,131
826,2
92
∑ ̅ Sampel 10
∑ ̅ Sampel 11
∑ ̅ Sampel 12
∑ ̅
4.
0,021 0,063 0,021 0,021 0,021 0,021 0,063 0,021 0,009 0,009 0,009 0,027 0,009 0,011 0,011 0,011 0,033 0,011
4,131
826,2
3,815
763
3,868
773,6
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap ke-12 sampel air kolam renang yang ada di daerah Cipanas garut menunjukkan bahwa ke-12 sampel positif mengandung klorin dengan kadar klorin tertinggi pada sampel 7 yaitu sebesar 4,184 ppm/5ml atau 836,8 ppm/L. 5.
Daftar Pustaka
Situmorang, M., 2007,“Kimia Lingkungan”,Cetakan I,F MIPA UNIMED. Medan, Hlm 45-115. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990,“tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air”, Jakarta, Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Fardiaz, S,. 1992, “Polusi Air dan Udara”, Kanisius, Yogyakarta, EGC, Jakarta. Kaporit Menurut SNI, 1992, Jakarta, SNI. 93
Effendi, H., 2003, “Telaah Kualitas Air”, Kanisius, Yogyakarta, EGC, Jakarta. Chandra, B., 2005,“Pengantar Kesehatan Lingkungan”,Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, Hlm 55. Khopkar, S.M., 2002, “Konsep Dasar Kimia Analitik”, Penerbit UI-press.,Jakarta. Mulja, M dan Suharman., 1995, “Analisis Instrumental”,Airlangga University Press, Surabaya, Hlm 51-57. Harmita, 2004, “Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Perhitungannya”, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol 1, No. 3, hal 117-135.
Cara
Rohman, A,. 2008, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka pelajar, Yogyakarta. Rahayu, Eka Octiani. 2015. “Analisis Kandungan Zat Warna Metanil Yellow pada beberapa Produk Tahu Kuning Yang Beredar di Wilayah Garut dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Uv-Vis”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, F.MIPA-Universitas Garut, Garut, Hlm 37-46.
94