1
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari
PIMPINAN UMUM/PENANGGUNG JAWAB DEKAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT WAKIL PIMPINAN UMUM/WAKIL PENANGGUNG JAWAB KETUA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT MITRA BESTARI Prof. Dr.H.Anas Subarnas, M.Sc., Apt. Prof.Dr. Entun Santosa, M.Sc. Prof.Dr.H.Muhammad Ali Ramdhani, MT. Prof.Dr. Ieke Sartika, MS.
DEWAN EDITOR Ketua Sekretaris Anggota
: : :
dr.Hj. Syifa Hamdani, MARS. Setiadi Ihsan, M.Si., Apt. Riska Prasetiawati, M.Si., Apt Dr. Nizar AH,MM.,MT.,M.Si
EDITOR PELAKSANA Ketua Sekretaris Anggota
: : :
Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt Revi Yenti, M.Si., Apt Daden Wahyudin Darajat, M.Pd Wiwin Winingsih, M.Si., Apt
Penerbit: Jurusan Farmasi FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT
Alamat Penerbit Jurusan Farmasi FMIPA UNIGA Jl. Jati No. 42B Kecamatan Tarogong Kaler Kab. Garut 44151 Telp/Fax (0262) 540007 email :
[email protected] website: www.fmipa.uniga.ac.id
2
Kata Pengantar
Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal Farmako Bahari ini dapat terbit. Seiring dengan meningkatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan serta sumber daya manusia maka hasil-hasil penelitian maupun teori baru dalam bidang farmasi perlu dipublikasikan. Berkaitan dengan hal ini, Program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut berinisiatif untuk memberikan ruang dan peluang bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk menuangkan tulisannya dalam “ Jurnal Farmako Bahari”. Jurnal Farmako Bahari diharapkan dapat terbit dua kali setahun dengan topik kajian yang beragam sesuai dengan bidang kefarmasian. Semoga Jurnal Farmako Bahari ini dapat menambah dan melengkapi diseminasi hasil hasil penelitian di bidang farmasi.
Pimpinan Umum Jurnal Farmako Bahari Prof.Dr. Ny. Iwang S Soediro
3
Jurnal Ilmiah Farmako Bahari
Juli 2014, Volume 5 Nomor 2
Hal Kata Pengantar Daftar Isi
i ii
Novianti
KAJIAN ETNOFARMAKOGNOSI DAN ETNOFARMAKOLOGI PENGGUNAAN TUMBUHAN OBAT DI DESA CISANGKAL KECAMATAN CIHURIP KABUPATEN GARUT TAHUN 2014
1-19
Retty Handayani
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
20-42
Ardi Rustamsyah
ISOLASI FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN SIMPUR (Dillenia suffruticosaGriff. ex Hook)
43-59
Deden Winda Suwandi
AKTIVITAS ANALGETIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIDAGURI (Sida rhombifolia L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE GELIAT (SIEGMUND)
60-68
Farid Perdana
TELAAH PENDAHULUAN FITOKIMIA DAUN PEPINO (Solanum muricatum. L)
69-78
Ruchiyat
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Fe DAN Mn ES BATU YANG ADA DI KECAMATAN TAROGONG KABUPATEN GARUT DENGAN METODE SPEKTROFOMETRI SERAPAN ATOM
79-88
4
KAJIAN ETNOFARMAKOGNOSI DAN ETNOFARMAKOLOGI PENGGUNAAN TUMBUHAN OBAT DI DESA CISANGKAL KECAMATAN CIHURIP KABUPATEN GARUT TAHUN 2014
Novianti Abstrak
Telah dilakukan kajian etnofarmakognosi dan etnofarmakologi penggunaan tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan pada periode januari 2014 sampai dengan maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 24 suku tumbuhan dan 36 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut, dengan suku tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah Zingiberaceae. Berdasarkan golongan obatnya yang paling banyak adalah obat maag. Penggunaan bagian tumbuhan yang paling banyak adalah daun. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat paling banyak diperoleh di pekarangan rumah. Cara pengolahan tumbuhan paling banyak direbus. Terdapat 25 tumbuhan obat yang telah ditemukan penelitian farmakologinya yang sesuai dengan penggunaan empiris yaitu daun salam, daun sirih, rimpang koneng gede, daun jambu batu, daun jati belanda, daun ki rinyuh, daun ki pecah beling, daun sirsak, daun babadotan, rimpang cikur, daun alpuket, rimpang jahe, kulit buah manggis, daun sukun, daun kumis kucing, buah jeruk nipis, rimpang koneng, daun katuk, daun singkong, biji jambe, rimpang lempuyang, akar eurih, daun randu, daun ki urat dan buah takokak. Kata kunci: etnofarmakognosi, etnofarmakologi, Cisangkal
1.
Pendahuluan
Sejak lama manusia menggunakan tumbuhan dan bahan alami lainnya untuk mengurangi rasa sakit, menyembuhkan dan mencegah penyakit tertentu, selain itu juga berkhasiat untuk mempercantik diri serta menjaga kondisi badan agar tetap sehat dan bugar (1). Keanekaragaman hayati Indonesia adalah sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan bangsa. Hal ini bukan karena posisinya sebagai salah satu negara terkaya di dunia dalam keanekaragaman hayati, tetapi karena keterkaitannya yang erat dengan kekayaan keanekaragaman budaya lokal dan pengetahuan tradisional yang dimiliki bangsa ini (2). Indonesia 5
merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Jauh sebelum penjajahan Belanda, bangsa Indonesia telah mengenal pengobatan secara tradisional, misalnya dengan tumbuhan, binatang, mineral, do’a dan pijat. Sayangnya, cara-cara ini tidak dicatat dengan baik karena teknik pengobatannya diajarkan secara lisan. Dalam perkembangannya banyak teknik kuno yang hilang atau terlupakan. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan obat dan penggunaannya harus dilestarikan oleh penerusnya. Hal tersebut disebabkan pengetahuan tentang cara penyembuhan terhadap penyakit yang dilakukan oleh nenek moyang zaman dahulu sebenarnya sangat bermanfaat dan aman bagi kesehatan (3). Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait, yaitu pengobatan rumah tangga atau pengobatan sendiri, pengobatan medis, dan pengobatan tradisional. Persentase terbesar masyarakat memilih pengobatan sendiri untuk menanggulangi keluhannya. Pengobatan sendiri adalah upaya pengobatan sakit menggunakan obat, obat tradisional atau cara tradisional tanpa petunjuk ahlinya. Perilaku pengobatan sendiri menggunakan obat tradisional merupakan salah satu perilaku kesehatan (4). Di Indonesia, sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang, jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001; 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri tanpa bantuan medis; 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisonal dan 9,8% memilih cara pengobatan tradisional lainnya (5). Meningkatnya penggunaan obat tradisional salah satunya disebabkan harga obat-obatan sintetis saat ini sudah semakin mahal, sehingga masyarakat mulai mencari alternatif pengobatan yang murah, mudah didapatkan, tetapi tidak kalah manjur dengan obat-obatan tersebut dengan efek samping yang ditimbulkan sangat kecil atau seminimal mungkin. Banyak masyarakat di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut yang menggunakan tumbuhan obat sebagai pertolongan pertama dalam pengobatan. Masyarakat setempat menganggap suatu tanaman tertentu memiliki khasiat sebagai obat dengan efek samping yang sangat kecil, dan tanaman tersebut pun mudah di dapatkan di lingkungan sekitarnya, selain itu faktor sulitnya mendapatkan transportasi umum, keadaan jalan dan jarak tempuh dari tempat tinggal ke pusat kesehatan pun menjadi alasan untuk masyarakat menggunakan tanaman obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian studi literatur terhadap tanaman-tanaman yang sering digunakan sebagai obat oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. 6
Pada penelitian ini yang menjadi dasar penelitian adalah tumbuhan obat apa saja yang digunakan oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut, serta bagaimana cara penggunaan, khasiat dan kajian ilmiah dari tumbuhan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi, mendokumentasi dan mendeterminasi tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut dan bagaimana cara penggunaannya serta khasiat yang diberikan oleh tumbuhan tersebut, sehingga pengetahuan pengobatan tradisional menjadi tercatat dan dapat dilestarikan.
2.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini meliputi studi area, studi etnofarmakognosi dan etnofarmakologi. Studi area meliputi observasi, yaitu melakukan survei atau pengamatan mengenai lokasi Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip yang akan menjadi objek penelitian dan pengumpulan data. Studi etnofarmakognosi dan etnofarmakologi meliputi wawancara terhadap beberapa masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip yang memiliki pengetahuan tentang tumbuhan obat dan terhadap tokoh masyarakat serta paraji di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip. Pengambilan spesimen berdasarkan hasil wawancara, kemudian dilakukan identifikasi terhadap tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Cihurip dalam upaya pengobatan. Setelah dilakukan pengelompokkan jenis tumbuhan spesimen, maka dilakukan determinasi di SITH Herbarium Bandungense. Selanjutnya dilakukan pembandingan antara penggunaan empiris taumbuhan obat oleh masyarakat dengan kajian ilmiah untuk membuktikan khasiat dari tumbuhan tersebut. 3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Studi Area Pengamatan lokasi Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip berdasarkan letak geografis, letak sumber mata air, sawah, kebun, hutan dan pengumpulan data penduduk. Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cihurip. Desa Cisangkal terletak di sebelah selatan Kecamatan Cihurip dengan luas wilayah 571 Ha dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Jayamukti Kecamatan Cihurip, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwajaya Kecamatan Pendeuy, sebelah barat berbatasan dengan Desa Jayamukti Kecamatan Cihurip dan sebelah selatan 7
berbatasan dengan Desa Jatisari Kecamatan Cisompet. Sumber mata air yang digunakan oleh masyarakat Desa Cisangkal berasal dari gunung yang disebut “ciliang”. Terdapat 162 Ha sawah yang terletak di sebelah utara, kebun 159 Ha yang terletak di sebelah barat, hutan terletak di sebelah timur dengan jumlah penduduk sebanyak 3.118 jiwa. Data Penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip
Jumlah
Kepala keluarga 953
Pria
Wanita
Jumlah total
1560
1558
3118
Studi Etnofarmakognosi dan Etnofarmakologi Penelitian yang dilakukan meliputi penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara observasi, dengan wawancara terbuka. Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yaitu terhadap seorang tokoh masyarakat yang bernama Bapak Aen dan terhadap seorang paraji “ma” Ihat dan dua orang narasumber yaitu Ibu Kulsum dan Ibu Yani. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara pengumpulan data tentang tumbuhan obat. Pada saat melakukan penelitian kualitatif dan kuantitatif ini, dilakukan pendekatan etnofarmakognosi seperti mengenali nama tumbuhan, morfologi tumbuhan, waktu pemanenan atau pemetikan tumbuhan, cara pencucian dan pengeringan tumbuhan, jenis alat rebusan, cara pembuatan dan penggunaan ramuan, cara perebusan, cara penyimpanan ramuan obat, cara meminum ramuan obat, bagian tumbuhan yang digunakan, dan pembudidayaan tumbuhan obat yang digunakan sebagai pengobatan. Pendekatan etnofarmakologi juga dilakukan seperti khasiat dan dosis penggunaan atau takaran penggunaan. Sampel tumbuhan yang telah diambil kemudian dideterminasi Herbarium Bandungense, SITH ITB. Dari berbagai tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan di Desa Cisangkal, tidak terlalu diperhatikan waktu pemanenan/pemetikannya. Tumbuhan dipanen ketika tumbuhan tersebut terlihat sudah tua/matang. Cara pencucian dari berbagai tumbuhan yang digunakan dengan cara direndam terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada bagian tumbuhan kemudian dicuci dengan air mengalir. Sebagian besar tumbuhan yang digunakan tidak dikeringkan terlebih dahulu karena langsung digunakan dalam keadaan segar. Jenis alat perebusannya oleh ahli pengobatan direkomendasikan menggunakan kendi, namun kebanyakan masyarakat menggunakan panci. Cara perebusan berbagai tumbuhan dengan menggunakan api sedang. Ramuan yang telah selesai dibuat lalu didinginkan dan langsung diminum, namun jika ingin disimpan maka disimpan dalam wadah tertutup dan tidak lebih dari 12 jam. 8
Sebagian besar ramuan diminum setelah makan. Tidak ada pembudidayaan tumbuhan obat. Penggunaan Tumbuhan Obat di Desa Cisangkal Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip menggunakan beberapa jenis tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan yang dapat dilihat pada lampiran 5. Suku Tumbuhan yang Digunakan Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis suku tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit Suku Tumbuhan yang Digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Suku Zingiberaceae Asteraceae Piperaceae Euphorbiaceae Poaceae Rutaceae Myrtaceae Lauraceae Malvaceae Cucurbitaceae Arecaceae Lamiaceae/Labiatae Moraceae Annonaceae Clusiaceae (Guttiferae) Acanthaceae Menispermaceae Verbenaceae Liliaceae Crassulaceae Bombacaceae Agavaceae Plantaginaceae Solanaceae Jumlah
Jumlah spesies 5 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 36
Persentase (%) 13,89 8,34 8,34 5,56 5,56 5,56 5,56 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 2,77 100
9
Dari hasil penelitian dan determinasi tersebut, diketahui terdapat 24 suku dan 36 spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pengobatan di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Suku tanaman yang paling banyak digunakan sebagai pengobatan adalah Zingiberaceae dengan persentase 13,89%; selanjutnya berturut-turut yaitu Asteraceae dan Piperaceae dengan persentase 8,34%; (Myrtaceae, Euphorbiaceae, Poaceae, dan Rutaceae dengan persentase 5,56%); (Annonaceae, Verbenaceae, Lauraceae, Moraceae, Arecaceae, Acanthaceae, Malvaceae, Cucurbitaceae, Lamiaceae, Clusiaceae, Menispermaceae, Liliaceae, Crassulaceae, Bombacaceae, Agavaceae, Plantaginaceae, Solanaceae dengan persentase 2,77%). Hal itu mungkin dikarenakan suku tumbuhan tersebut dapat tumbuh di daerah Desa Cisangkal, mudah didapatkan dan sudah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut. Macam-macam Golongan Obat Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis golongan obat dan tumbuhan-tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit Macam-macam Golongan Obat No Golongan obat / khasiat Jumlah tumbuhan Persentase (%) 1 Obat maag 9 21,44 2 Obat ginjal 6 14,29 3 Obat hipertensi 3 7,15 4 Obat benjol 2 4,76 5 Obat memperlancar asi 2 4,76 6 Obat kolesterol 2 4,76 7 Obat demam 2 4,76 8 Obat pengerut rahim 2 4,76 9 Obat luka luar 2 4,76 10 Obat penambah stamina 2 4,76 11 Obat mata 1 2,38 12 Obat jantung 1 2,38 13 Obat batuk 1 2,38 14 Obat keputihan 1 2,38 15 Obat amandel 1 2,38 16 Obat pijat anak 1 2,38 17 Obat cacing 1 2,38 18 Obat kelenjar 1 2,38 19 Obat demam berdarah 1 2,38 20 Obat kulit 1 2,38 Jumlah 42 100 10
Dari hasil penelitian yang menjadi khasiat dari berbagai tanaman obat di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut terdapat 20 macam golongan obat. Yang paling banyak adalah golongan obat maag dengan persentase 21,44%; selanjutnya berturut-turut yaitu obat ginjal dengan persentase 14,29%; obat hipertensi dengan persentase 7,15%; (obat benjol, obat memperlancar asi, obat kolesterol, obat demam, obat luka luar, obat penambah stamina dan obat pengerut rahim dengan persentase 4,76%); (obat jantung, obat batuk, obat keputihan,obat mata, obat kulit, obat amandel, obat pijat anak, obat cacing, obat kelenjar, obat demam berdarah dengan persentase 2,38%). Golongan obat yang paling banyak ditemukan adalah obat untuk mengatasi penyakit maag dan ginjal. Umumnya obat maag ini dikonsumsi oleh para wanita sedangkan obat ginjal oleh pria. Bagian Tumbuhan yang Digunakan Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut mengenal beberapa jenis bagian tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit Bagian Tumbuhan yang Digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bagian tumbuhan yang digunakan Daun Rimpang Buah Biji Getah Umbi Batang Akar Kulit buah Jumlah
Jumlah
Persentase (%)
24 6 3 2 1 1 1 1 1 41
58,57 14,63 7,32 4,88 2,49 2,49 2,49 2,49 2,49 100
Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut diketahui jenis bagian tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dimana bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daun dengan persentase 58,57%; selanjutnya berturut-turut yaitu rimpang dengan persentase 14,63%; buah dengan persentase 7,32%; (getah dan biji dengan persentase 4,88%); (umbi, batang, akar dan kulit buah dengan persentase 2,49%). Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh karena mudah diambil dan mudah tumbuh lagi. Sedangkan buah tidak bisa diambil setiap waktu karena tumbuhan tidak
11
sepanjang waktu berbuah, dan juga tidak semua tumbuhan berbuah, sedangkan akar bisa mematikan tumbuhan apabila akarnya dicabut. Cara Pengolahan Tumbuhan Obat Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut mengenal cara pengolahan tumbuhan obat yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit Cara Pengolahan Tumbuhan Obat No 1 2 3 4 5 6 7 8
Cara pengolahan Direbus Diremas/diparud/ditumbuk lalu dimakan/diminum Diremas/ditumbuk lalu ditempel Dioleskan/dibalurkan Dimakan langsung/dikunyah Diteteskan Dikukus Disayur Jumlah
Jumlah 19 5
Persentase (%) 52,78 13,89
4 3 2 1 1 1 36
11,11 8,33 5,56 2,77 2,77 2,77 100
Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut diketahui cara pengolahan tumbuhan obat yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Dimana cara pengolahan yang paling banyak adalah direbus dengan persentase 52,78%; selanjutnya berturut-turut yaitu (diremas/diparud/ditumbuk lalu dimakan/diminum dengan persentase 13,89%); (diremas/ditumbuk lalu di tempel (penggunaan luar) dengan persentase 11,11%; (dimakan langsung/dikunyah, dioleskan/dibalurkan, dan diteteskan dengan persentase 5,56%); (dikukus, dan disayur dengan persentase 2,77%). Cara pengolahan tumbuhan obat dengan cara direbus paling banyak digunakan oleh penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut karena direbus bisa mengurangi rasa hambar dan pahit dibandingkan dimakan langsung, serta dengan direbus lebih steril karena bisa membunuh kuman ataupun bakteri yang patogen. Distribusi Loksi Tumbuhan Obat Dari hasil penelitian diketahui bahwa penduduk Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut menemukan beberapa jenis tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit di berbagai tempat
12
Distribusi Lokasi Tumbuhan Obat No 1 2 3 4 5
Lokasi tumbuhan obat Pekarangan rumah Kebun Pinggir jalan/sawah Hutan Sawah Pinggir jalan/sawah Sawah Jumlah
Jumlah 15 7 7 6 1 36
Persentase (%) 41,67 19,44 19,44 16,67 2,78 100
Dari hasil penelitian di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut diketahui tumbuhan yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Dimana paling banyak ditemukan di pekarangan rumah dengan persentase 41,67% ; kebun dan hutan dengan persentase 19,44% ; pinggir jalan atau pinggir sawah 16,67% dan sawah 2,78%. Hal tersebut mungkin disebabkan karena masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut memanfaatkan tumbuhan yang terdekat dahulu dan menanam tumbuhan yang berguna bagi obat dipekarangan rumah sehingga apabila diperlukan mudah untuk didapatkan, sedangkan di kebun digunakan untuk menanam tumbuhan yang digunakan untuk tumbuhan yang dikonsumsi. Determinasi Hasil determinasi dari tumbuhan daun salam, daun sirih, koneng gede, daun jambu batu, daun jati belanda, ki rinyuh, ki pecah beling, daun sirsak, babadotan, cikur, daun alpuket, jahe, manggis, sukun, daun kumis kucing, buah jeruk nipis, koneng, katuk, daun singkong, biji jambe, lempuyang, akar eurih, daun randu, ki urat, takokak, bawang merah, kembang sepatu, waluh siem, beras ketan hideung, brotowali, jombang pait, buntiris, daun suji, daun karuk, ki sereuh dan ki beceta. Hasil determinasi dilampirkan pada Lampiran 6. Studi Literatur Mengenai Efek farmakologi Dari hasil determinasi tumbuhan-tumbuhan yang didapat tersebut dilakukan studi literatur. Studi literatur dilakukan dengan membandingkan penggunaan empiris masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut dengan data-data hasil penelitian yang telah diuji efek farmakologinya atau literatur yang akurat Dari 36 jenis tumbuhan obat yang digunakan, salah satu tumbuhan belum tercatat dalam Medical Herb Index in Indonesia (MHI). Tumbuhan tersebut adalah ki rinyuh. Tumbuhan lain yang telah tercatat diantaranya memiliki kesamaan manfaat namun tumbuhan yang lain memiliki manfaat yang berbeda. Misalnya ki pecah beling oleh masyarakat Desa Cisangkal digunakan sebagai obat ginjal, demikian juga dalam MHI disebutkan kegunaannya sebagai obat 13
batu ginjal. Selanjutnya akar eurih oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat hipertensi demikian juga dalam MHI disebutkan kegunaannya sebagai obat tekanan darah tinggi. Namun untuk beberapa tanaman misalnya daun kumis kucing oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat maag sedangkan dalam MHI kegunaannya sebagai diuretik dan radang selaput lendir hidung. Demikian juga dengan daun jati belanda oleh masyarakat Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut digunakan sebagai obat kolesterol sedangkan dalam MHI disebutkan sebagai obat kolera. Selain membandingkan dengan MHI, dilakukan pula studi literatur. Dalam studi literatur dilakukan pengkajian mengenai penggunaan tumbuhan secara empiris dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan. Sebanyak 25 tumbuhan telah ditemukan hasil penelitian farmakologinya yang sesuai dengan penggunaan empiris sedangkan 11 tumbuhan lainnya belum ditemukan hasil penelitiannya. Pembandingan Penggunaan Empiris dengan Studi Literatur No
Nama Tumbuhan
Nama latin
Penggunaan empiris
Kandungan kimia
1
Salam
Syzygium polyanthum (Weight) Walpers
Hipertensi
Kuersitrin
2
Sirih
Piper betle L
Keputihan
Alil pirokatekol
3
Koneng gede
Curcuma xanthorrhiza Roxb
Maag
Xantorizol
4
Jambu Batu
Psidium guajava
Demam berdarah
Flavonoid dan tannin
5
Jati Belanda
Tectona grandis L.f.
Kolesterol
Tilirosida
Hasil penelitian Campuran ekstrak daun salam dan daun kumis kucing memberikan efek penurunan tekanan darah yang bermakna (α= 0,05) dibandingkan kelompok kontrol hipertensi (18). Ekstrak daun sirih (Piper betle L.) berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang ditunjukkan dengan adanya daerah jernih (clear zona) yang terbentuk pada media uji (19). Dekok temulawak memiliki potensi sebagai pencegah kerusakan mukosa lambung (20). Ekstrak etanol daun jambu batu merah dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan trombosi dan hematrosit pada dosis 100 mg/200 gram dengan persentase peningkatan sebesar 72,57% di bandingkan dengan kontrol negativ (21). Ekstrrak etanol 70% dari 6 tumbuhan obat Indonesia yang diteliti yaitu jati
14
6
Ki rinyuh
Chromolaena odorata (L.) R.M. King &
Luka
Flavonoid, tannin, saponin
7
Kipecah beling
Strobilantes crispus bi
Ginjal
Verbaskosid
8
Sirsak
Annona muricata L
Kelenjar
Alkaloid, tanin, flavonoid, glikosida, steroid/triter penoid, dan saponin Nobiletin (5,6,7,8,3’,4’ heksametok siflavon)
9
Babadotan
Ageratum conyzoides L.
Maag
10
Cikur
Kaempferia galangal L.,
Benjol
Etil-pmetoksisina mat
11
Alpukat
Persea mericana
Ginjal
Kuersetin
Obat cacing
Minyak atsiri zingiberena, zingiberol, bisabolena, kurkumin, ginggirol dan resin pahit.
12
Jahe
Zingiber officinale
13
Manggis
Garcinia mangostana L.
Kolesterol
α-mangostin
14
Sukun
Artocarpus altilis (Park) Fosberg
Jantung
flavonoida, saponin,ster oida/triterp
belanda, kedaung, kumis kucing, sambiloto, sidaguri, dan tempuyung diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang diukur menggunakan metode CUPRAC, DPPH dan FRAP (22). Krim dengan konsentrasi ekstrak daun kirinyuh 10% menunjukkan efek penyembuhan luka yang lebih cepat dari pada pembanding dengan konsentrasi povidon iodine 10% (23). Kombinasi ekstrak daun alpukat dan daun keji beling sangat berpengaruh nyata untuk meluruhkan kalsium batu ginjal (24). Ekstrak Annnona muricata L., aktif terhadap Escherichia coli dan Bacillus pumilus (25). Ekstrak Ageratum conoides L., aktif pada bakteri uji staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Candida albicans (25). Minyak atsiri dari rimpang kencur menunjukkan aktivitas antiinflamasi sebesar 36,47% dengan menggunakan metode analisis konduksi karagenan (26). Kombinasi ekstrak daun alpukat dan daun keji beling sangat berpengaruh nyata untuk meluruhkan kalsium batu ginjal (24).
Ekstrak etanol rimpang jahe dengan dosis 0,2 gram/mL dapat membunuh dan memparalisis cacing dalam waktu 35 menit (27).
Ekstrak etanol kulit manggis dengan dosis 280 dan 560 mg dapat meningkatkan HDL kolesterol (28). Ekstrak etil asetat daun sukun pada tikus jantan galur Wistar menunjukkan
15
enoida dan tanin
15
16
17
18
Kumis kucing
Orthoshipon aristatus
Jeruk nipis
Citrus aurantifolia (Christm & Panzer) Swingle
Koneng
Katuk
Curcuma longa L
Sauropus androgynus (L.) Merrill
Maag
Amandel
Sinensetin
saponin, flavonoid dan minyak atsiri
Maag
Kurkumin
Memperla ncar asi
Alkaloid, triterpen oid, saponin, tanin, polifenol, glikosida dan
bahwa pada dosis 25 mg/kg bb dapat menghambat perkembangan radang secara berbeda bermakna terhadap kontrol (p<0,05) (29). Sediaan uji ekstrak etanol daun kumis kucing dengan dosis 500 mg/kg bb dapat mengurangi jumlah dan keparahan tukak dengan metoda ANOVA dan LSD berbeda bermakna disbanding dengan kontrol positif pada p<0,05 (30). Air perasan buah jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75%, dan 100% dan terdapat pengaruh lama kontak terhadap pertumbuhan bakteri dimana bakteri tidak tumbuh seteleh kontak 5 menit pertama dan diikuti menit-menit
Serbuk C. longa secara oral adalah 100 mg/kg berat badan per hari selama 6 hari mampu meningkatkan kandungan mucin pada cairan lambung kelinci yang berguna untuk melindungi lapisan mukosa lambung terhadap iritasi. Curcuma memiliki aktivitas protektif terhadap perlukaan lambung yang diinduksi histamin (32). Daun katuk dapat meningkatkan (P < 0,05) produksi air susu induk dan PBB anak selama 3 minggu, tetapi perlakuan tidak mempengaruhi mortalitas anak dan
16
flavonoid.
19
Singkong
Manihot esculenta Crantz
Maag
Flavonoid , saponin, tannin dan Triterpen oid
20
Jambe
Areca catechu L
Maag
Alkaloid, saponin, monoterp en, seskuiter pen, flavonoid, tannin, polifenol, kuinon, triterpen oid
21
Lempuya
Zingiber
Maag
Zerumbon
respon imun induk (33).
Ekstrak daun Singkong (Manihot esculenta) memiliki efek antiinflamasi yang mirip dengan obat kimia aspirin, namun tidak mempercepat proses penyembuhan luka. Kandungan nutrisi yang terdapat pada daun Singkong berperan pada perbaikan kualitas jaringan ikat yang mendukung epitel di atasnya sehingga luka tidak meninggalkan defek (34). Ekstrak etanol biji pinang pada dosis 125, 250, 500 mg/kg BB menunjukkan adanya aktivitas analgetika dengan masing-masing persentase proteksi sebesar 9,58%; 45,35%; 60,28% dibandingkan dengan kontrol negatif dengan persentase efektivitas analgetika sebesar 18,07%; 85,57%; 113,73% dibandingkan terhadap aspirin. Aktivitas analgetika tertinggi dperlihatkan ekstrak etanol dosis 500 mg/kg BB (35). Ekstrak Zingiber
17
22
ng
zerumbet
Akar eurih
Imperata cylindrica
Hipertensi
Polifenol, flavonoid,
23
Randu
Ceiba pentandra
Obat mata
Flavoniod , steroid, saponin dan kuinon
24
Ki urat
Plantago major
Luka
Baikalein
25
Takokak
Solanum torvum
Stamina
Flavonoid, polifenol.
zerumbet Sm. memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri uji Bacillus substilis , Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa (36). Imperata cylindrica dengan dosis 25 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB mempunyai aktivitas antihipertensi yang bermakna pada Fraksi dari ekstrak etanol daun kapuk memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermilis ATCC 12228 dan propionibacterium acnes isolate klinik, dimana fraksi etil asetat memberikan aktivitas terbesar dengan konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) 0,25% terhadap kedua bakteri uji (38). Formula suspensi ki urat dengan zat pensuspensi CMC dengan konsentrasi 1% mempunyai aktivitas yang lebih baik sebagai antiulser dibandingkan zat pensuspensi CMC 1,5% (39). Ekstrak etanol buah takokak dosis 500 mg/kg BB mampu memberikan aktivitas immunomodulator
18
yang lebih baik dibandingkan dosis 250 mg/kg BB yang ditunjukkan dengan penurunan nilai leukosit ketika infeksi terjadi. Ekstrak etanol takokak dosis 500 mg/kg BB juga mampu memberikan aktivitas immunomodulator yang lebih baik dibandingkan dosis 250 mg/kg BB yang ditunjukkan dengan perubahan nilai limfosit lebih rendah dari nilai awal (40).
4.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian diketahui terdapat 24 suku tumbuhan dan 36 spesies tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat di Desa Cisangkal Kecamatan Cihurip Kabupaten Garut, dengan suku tumbuhan paling banyak digunakan adalah Zingiberaceae. Berdasarkan golongan obatnya yang paling banyak adalah obat maag. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daun. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat paling banyak diperoleh di pekarangan rumah. Cara pengolahan tumbuhan paling banyak direbus. Terdapat 25 (dua puluh lima) tumbuhan yang telah ditemukan penelitian farmakologinya yang sesuai dengan penggunaan empiris yaitu daun salam, daun sirih, rimpang koneng gede, daun jambu batu, daun jati belanda, daun ki rinyuh, daun ki pecah beling, daun sirsak, daun babadotan, rimpang cikur, daun alpuket, rimpang jahe, kulit buah manggis, daun sukun, daun kumis kucing, buah jeruk nipis, rimpang koneng, daun katuk, daun singkong, biji jambe, rimpang lempuyang, akar eurih, daun randu, daun ki urat dan buah takokak.
5. Daftar Pustaka Permana, H., 2007, “Tanaman Obat Tradisional”, Titian Ilmu, Bandung, Hlm. 1. Setyowati, F.M., 2010, “Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman Obat Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur”, Media Litbang Kesehatan, Vol. XX (3), Hlm. 104. 19
Hariana, A., 2004, “Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1”, Penebar Swadaya, Jakarta, Hlm. 5-6. Setjen RI, 2009, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Sulistyawati, E., dan Santhyami, “Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh Garut Jawa Barat”, Laporan Penelitian ITB, Hlm. 2. Rahyuni, Eni, Y., Dkk., 2013, “Kajian Etnobotani Tumbuhan Ritual Suku Tajio di Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong”, Online Jurnal Of Natural Science, Vol II (2), Hlm. 47. Moelyono, M.W., http :// Farmasi.unpad.ac.id / blog / etnofaramkognosi – cikal -bakal – penemuan – obat – baru/,(25 Desember 2014 10:31). Firman, M., 2013. “Studi Etnofarmakognosi – Etnofarmakologi Pemanfaatan Bahan Alam sebagai Obat di Kampung Pulo desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten Garut”, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 5-6. Heinrich, M., 2009, “Farmakognosi dan Fitoterapi”, EGC, Jakarta, Hlm. 53, 57. Tjay, T.H., dan K. Rahardja, 2007, “Obat – Obat Penting”, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta, Hlm. 3. Sulanjani, I., Meiana, D., Dkk., 2013, “Dasar-Dasar Farmakologi”, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Hlm. 13. Dermawan, R., 2013, “Peran BATTRA dalam Pengobatan Tradisional pada Komunitas Dayak Agabag di Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan”, e-Jurnal Sosiologi Konsentrasi, Vol. I (4), Hlm. 52. Erpina SP, evrinasp.wordpress.com/2013/09/08/pengembangan-jamu-sebagaiwarisan-budaya/, Diakses tanggal 7 Januari 2014 19:25. Dirjen POM, “Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka”, Departemen Kesehatan, Jakarta, Hlm. 2.
20
Ahmad, S., 2013. “Inventarisasi dan Studi Literatur Atas Tumbuhan yang Digunakan sebagai Obat Oleh Ahli Pengobatan di Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013”, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 7,8,16. Kusuma, R.F., dan M. Zaky., 2005. “Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat”, PT. Argomedika Pustaka, Jakarta, Hlm. 8-15. Http://Kamus bahasa Indonesia.org/determinasi, Diakses tanggal 9 Januari 2014 09:52. Agustini, K., Firdayani., Dkk., 1 Maret 2005, “Pengaruh Pemberian Campuran Ekstrak Daun Salam (Syzigium polyanthum Wight.) dan Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) terhadap Tekanan Darah Tikus Putih Jantan yang Dibuat Hipertensi”, Artocarpus Vol. V, BPPT, Hlm. 32. Anang, H., Hana, E., Dkk. 2007, “Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.,) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk”, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, Hlm. 6. Sudjari., Umi, K., Dkk., 2004, “Pengaruh Pemberian Temulawak Pada Lambung Tikus yang Mengalami Ulkus Peptikum Akibat Induksi Indometasin”, Program Studi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Hlm. 99. Ami, T., Eli, H., Dkk., November 2010, “Effects of Ethanolic Extracts From Meniran Herbs (Phyllanthus niruri L.), Papaya Leaves (Carica papaya L.), and Red Guava Leaves (Psidium guajava L.) Againts The Numbers of Trombocytes, Erytrocytes, and Hematocrit Level On Female While Rats (Rattus novergicus) by Using Heparin Induction Method”, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung, Hlm. 92. Rafi, M., Niken, W., Dkk., 2013, “Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenol dan Flavonoid Total Dari Enam Tumbuhan Obat Indonesia”, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Hlm. 33. Refi, Y., Ria, A., Dkk., 2011, “Formulasi Krim Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh (Euphatorium odoratum. L) Untuk Penyembuhan Luka”, Majalah Kesehatan Pharma Medika, Vol. III, Hlm. 230. 21
Rahmawati, H., Joni, T., Dkk., 2014, “Uji Efek Kombinasi Ekstrak Daun Alpokat (Persea americana) dan Daun Kejibeling (Strobilantes crispus BI) serta Formulasi Eliksirnya Berfungsi sebagai Peluruh Kalsium Batu Ginjal”, Jurnal Farmasi Vol. VII, Hlm. 98. Dewi, U., 2004, “Studi Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Ageratum conyzoides L., Annona muricata L., Annona squamosa L., Crinium asiaticum L.,, dan Physalia angulata L., terhadap Bakteri dan Fungi”, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 40. Aliya, N., Fikri, N., Dkk., 2010, “Essential Oils Content Analysis And AntiInflamantory Activity Test from Extract of Kaempferia galanga Linn.Rhizome”, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung, Hlm. 32. Kusriani, R., Eli, H., Dkk., November 2010, “Anthelmintic Effect of Kaempferia pandurata, ROXB., Zingiber zerumbet (L.) J.E.SMITH, and Zingiber Offficinale, ROXB. VAR. SUNTI, VAL. Against Ascaris suum Helmith”, Fakultas Farmasi ITB, Bandung, Hlm. 100. Anas, S., Sindytia R., Dkk., November 2010, “Antihyperlipidemic Activity of The Ethanol Extraxt of Garcinia mangostana Linn. Fruit Hulls In White Male Rats”, Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung, Hlm. 19. Robayani, N., 2008, “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etil Asetat Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park) Fosberg) pada Tikus Jantan Galur Wistar”, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 39. Nurlela, Y., 2005, Uji “Aktivitas Antitukak Lambung Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing (Orthoshipon aristatus (BL) Miq.) dengan Penginduksian Asetosal pada Tikus Betina”, Tugas Akhir Sarjana MIPA, Jurusan Farmasi, Universitas Garut, Garut, Hlm. 29. Abdul, R., Aziz, D., Dkk., 2013, “Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro”, Jurnal Kesehatan Andalas, Hlm. 5. Simanjuntak, P., 2012, “Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma longa L) sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor, Hlm. 106. 22
Akbar, M., Sjofjan, O., Dkk., 2013, “Produksi Air Susu Induk dan Tingkat Mortalitas Anak Kelinci yang Diberi Pakan Tambahan Tepung Daun Katuk (Sauropus Androgynus L. Merr)”, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, Hlm. 233. Vina, M., Nisa., Dkk., 2013, “Efek Pemberian Ekstrak Daun Singkong (Manihot esculenta) terhadap Proses Penyembuhan Luka Gingiva Tikus (Rattus norvegicus)”, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember, Jember, Hlm. 7. Widyasari., 2007, “Aktivitas Analgetika Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu Linn.) dengan Metode Geliat Pada Mencit”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 43. Yuniarty, D., 2001, “Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet)”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 60. Farhatunnabilah, D., 2014, “Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Etanol Rimpang Alang-alang (Imperata cylindrical L.,) pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague dawley”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. iii. Ibrahim., 2013, “Formulasi Facial Wash Antijerawat dengan Fraksi Teraktif dari Ekstrak Etanol Daun Kapuk (Ceiba pentandra L.,) dan Aktivitas Antibakterinya terhadap Staphylococcus epidermidis dan Propionibacterium acnes”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 56. Abdullah, Y., 2002, “Aktivitas Antiulser Sediaan Suspensi Ki Urat (Plantago major L.,) pada Tikus Putih”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. 61. Rizkio, A., 2014, “Uji Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Buah Takokak (Solanum torvum Swartz.) terhadap Sistem Imun secara In Vivo pada Tikus Galur Wistar”, Tugas akhir Sarjana Farmasi, Universitas Padjajaran Jatinangor, Bandung, Hlm. ii.
23
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK MIKROEMULSI EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
Retty Handayani Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi sediaan mikroemulsi dari ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan uji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol tersebut. Formulasi mikroemulsi terdiri dari ekstrak etanol daun kemangi, parafin cair, propilenglikol,tween 80, metil paraben, propil paraben dan etanol 96%. Perbedaan dari kedua formula yaitu pada ekstrak etanol daun kemangi yaitu 0,1% dan 0,5%. Formula yang paling stabil pada penyimpanan selama 28 hari yaitu formula 2 dilihat dari hasil evaluasi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, dan freez-thaw. Hasil uji iritasi diketahui formula 1 dan 2 tidak menimbulkan efek iritasi. Hasil uji aktivitas antioksidan sediaan dengan menggunakan metode DPPH (2,2-difenil 1-pikrilhidrazin) diketahui aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 formula 1 dan 2 berturut-turut yaitu 287,04; 224,71. kata kunci : ekstrak etanol daun kemangi, mikroemulsi, antioksidan .
1. Pendahuluan Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda, mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam kosentrasi yang kecil. Senyawa antioksidan dapat ditemui dalam berbagai jenis bahan pangan dan dari hasil sintetis reaksi kimia. Antioksidan banyak digunakan dalam dunia kesehatan dan teknologi makanan. Dalam dunia kesehatan, Antioksidan sangat bermanfaat bagi tubuh karena dapat menetralisir radikal bebas yang sangat berbahaya. antioksidan alami adalah koumarin, hidroksi sinamat, tokoferol, flavonoid, kathekin dan asam askorbat. Salah satu antioksidan alami adalah pada daun kemangi. Tumbuhan kemangi (Ocimum americanum L.) banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai macam penyakit seperti luka di kulit, malaria, influenza, radang. Dr. Nuri Andarwulan Institut Pertanian Bogor (IPB) 24
menyatakan bahwa kemangi (Ocimum americanum L.) mengandung antioksidan alami yang berkhasiat menjaga kesehatan badan. Senyawa antioksidan alami tersebut berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino dan amina), dan beta karoten. Beta karoten yang terkandung dalam kemangi merupakan senyawa antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel tubuh pada manusia. Secara umum penggunaan tumbuhan kemangi oleh masyarakat dibuat dengan cara direbus, akan tetapi penebusan tidak praktis untuk dikonsumsi oleh karena itu diperlukan sediaan farmasi yang lebih praktis dan mudah untuk digunakan (1). Sediaan farmasi antioksidan dapat diberikan secara oral atau topikal, pemberian secara topikal yaitu pemberian obat secara lokal dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina, dan rektum. Bentuk sediaan antioksidan topikal yang banyak terdapat dipasaran yaitu bentuk krim, lotio dan gel, sedangkan mikroemulsi adalah bentuk sediaan baru yang mempunyai beberapa keuntungan diantaranya bentuk sediaan yang transparan, ukuran partikel yang kecil yang dapat menembus lapisan kulit lebih cepat. Mikroemulsi adalah dispersi isotropik, stabil secara termodinamis, transparan, dengan ukuran partikel berkisar antara 5-100 nm, berasal dari pembentukan spontan bagian hidrofobik dan hidrofilik molekul surfaktan. Mikroemulsi tersusun atas air, minyak, dan surfaktan, kadang bersama dengan kosurfaktan. Mikroemulsi minyak dalam air dapat meningkatkan kelarutan zat aktif larut minyak, seperti likopen , lutein dan phitosterol. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sediaan mikroemulsi yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) sebagai antioksidan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi sediaan mikroemulsi dari ekstrak daun kemangi yang stabil, efektif, aman dan nyaman dalam penggunaannya.
2.
Metode Penelitian
Tahap awal dilakukan pengumpulan bahan tumbuhan kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh dari persawahan yang beralamatkan di Leles – Garut. kemudian dilakukan determinasi tumbuhan di Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Tumbuhan dibersihkan dari pengotor, kemudian dirajang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 40 ˚C, simplisia yang sudah kering lalu dihaluskan. Simplisia di maserasi dengan etanol selama 3 x 24 jam, setiap harinya ekstrak di saring dan 25
ditampung. Ampasnya ditambahkan pelarut kembali dan dibiarkan selama 24 jam, dilakukan selama 3 hari. Setelah diperoleh ekstrak cair lalu dilakukan evaporasi untuk memperoleh ekstrak yang lebih kental. Kemudiaan dilakukan orientasi uji aktivitas antioksidan terlebih dahulu dengan melarutkan ekstrak etanol daun kemangi dalam etanol dan dibuat dengan berbagai konsentrasi . Tahap selanjutnya dilakukan orientasi basis untuk mengetahui berapa konsentrasi tween 80 yang dapat membentuk massa mikroemulsi yang baik. Basis mikroemulsi dibuat menggunakan surfaktan tween 80 pada konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%. Setelah basis mikroemulsi terbentuk dilakukan evaluasi untuk memperoleh basis yang transparan, mudah dioleskan, dan memenuhi persyaratan. Setelah hasil pengamatan diperoleh, kemudian dibuat mikroemulsi yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan berbagai konsentrasi.Setelah itu ekstrak yang mengandung ekstrak etanol daun kemangi dievaluasi yang meliputi pengamatan organoleptis (perubahan warna bau dan homogenitas), pengukuran pH, viskositas, sentrifugasi, bobot jenis, penyimpanan sediaan mikroemulsi, uji volume sedimentasi, dan pengujian antioksidan dengan metode DPPH. Pengamatan sediaan dilakukan selama 28 hari penyimpanan.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penelitian digunakan tanaman uji daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang dapat digunakan sebagai antioksidan dan akan dibuat sediaan mikroemulsi. Daun kemangi ini diperoleh dari perkebunan di daerah Leles Garut dan dideterminasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan teknologi Hayai Institut Bandung. Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Daun Kemangi (Ocimum L.)
americanum
Berat Basah (gram)
Berat Kering (gram
Randemen (%)
3000
500
16,6
Hasil Ekstraksi Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Berat Simplisia (gram) 350
Berat Ekstrak Kental (gram) 12,34
Randemen (%) 3,56
26
Hasil pemeriksaan karakteristik menunjukan bahwa simplisia kering daun kemangi (Ocimum americanum L.) mengandung kadar abu total 10,5%; kadar sari larut air 13,07%, kadar sari larut etanol 6% dan susut pengeringan 12,8%, Kadar air 6%. Hasil karakterisasi simplisia kering daun kemangi ini telah memenuhi persyaratan yang tertera pada Materia Medika Indonesia. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Karakterisasi
Hasil (%)
Kadar abu total Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Susut pengeringan Kadar Air
10,5 13,07 6 12,8 6
Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa daun kemangi (Ocimum americanum L.) mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid/triterpenoid. Senyawa flavonoid telah diketahui berkhasiat sebagai antioksidan yaitu dapat menangkal radikal bebas. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum americanum L.) Senyawa Kimia
Hasil
Alkaloid Flavovoid Kuinon Saponin Tannin Steroid/triterpenoid
+ + + + +
Ekstrak daun kemangi diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% selama 3x24 jam. Hasil maserasi disaring kemudiaan dipekatkan dengan evaporator hingga menjadi ekstrak kental dengan hasil rendemen 3,56%. Tahap selanjutnya dilakukan percobaan pendahuluan yaitu pembuatan formula basis mikroemulsi dengan berbagai konsentrasi tween 80 (10%, 20%, 30%, 40%, 50%). tween berfungsi sebagai surfaktan/sebagai emulgator, sedangkan fungsi komponen yang lainnya, propilenglikol berfungsi sebagai pelarut fase air, paraffin cair berfungsi sebagai pelarut fase minyak, etanol 96% befungsi sebagai kosolven, metil paraben dan profil paraben berfungsi sebagai pengawet. Berdasarkan uji pendahuluan tersebut, ternyata formula mikroemulsi yang baik 27
dan stabil yaitu formula mikroemulsi dengan konsentrasi tween 80 30%. dilihat dari pH, viskositas, organoleptik, berat jenis, sentrifugasi dan Freeze-thaw tidak menunjukan perubahan selama 28 hari penyimpanan sehingga dijadikan basis untuk pembuatan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.). Pada tahap selanjutnya dibuat tiga sediaan mikroemulsi, 2 sediaan mikroemulsi mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) dengan konsentrasi 0,1% (F1), 0,5% (F2) dan satu sediaan dibuat tanpa penambahan ekstrak daun kemangi (F0). Formula Basis Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80 Formulasi Paraffin cair Tween 80 Propilenglikol Ethanol 96% Metil paraben Propel paraben Aquadest add Keterangan :
B1 B2 B3 B4 B5
B1 5 10 30 10 0.1 0,05 100
Persentase(%) B2 B3 B4 5 5 5 20 30 40 30 30 30 10 10 10 0.1 0.1 0.1 0,05 0,05 0,05 100 100 100
B5 5 50 30 10 0.1 0,05 100
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5%
Pengujian Organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan, rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa), Pada pengamatan organoleptik yang di uji yaitu konsistensi, warna berbeda-beda antara sediaan tanpa ekstrak daun kemangi dengan sediaan yang mengandung ekstrak daun kemangi. sediaan tanpa ekstrak daun kemangi terlihat berwarna kuning jernih transparan, sedangkan pada sedian mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi mempnyai warna yang berbeda-beda. Pada formula mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,1% terlihat kuning jingga transparan, kental dan halus. Formula mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,5% terlihat hijau pekat transparan, kental dan halus. perubahan warna dan kosistensi yang terjadi disebabkan oleh perbedaan konsentrasi ekstrak daun kemangi yang ditambahkan ke dalam formula basis mikroemulsi, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang 28
ditambahkan kedalam formula mikroemulsi warnanya begitupun dengan perubahan konsistensi, semakin tinggi kosistensinya semakin kental. untuk baunya semua formula terjadi perubahan beraroma daun kemangi karena tidak aroma lain pada proses pembuatan.
semakin pekat. konsentrasi maka mikroemulsi tidak ada penambahan
Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Dasar Mikroemulsi yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan
Keterangan :
Basis
Tekstur
Warna
Bau
Konsistensi
B1
H
BT
K
CH
B2
H
BT
K
CH
B3
H
KJT
K
KH
B4
H
KJT
K
KH
B5
H
KJT
K
KH
B1 B2 B3 B4 B5 H BT KJT K CH KH
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5% = Halus = Bening transparan = Kuning jernih transparan = Khas = Cair homogen = Kental homogen
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan sediaan mikroemulsi bahan aktif dengan bahan tambahan yang digunakan tercampur secara homogen, Pada pengamatan homogenitas, semua formula mikroemulsi tidak mengalami perubahan homogenitas tetap homogeny selama 28 hari penyimpanan, hal ini menunjukan bahwa ekstrak terdistribusi merata dalam basis karena proses pembuatannya dilakukan pada kondisi panas dan pengadukan yang kuat. Pengujian pH adalah untuk mengetahui tingkat keasaman suatu sediaan yang dibuat, pada pengujian pH dapat diketahui bahwa setiap sediaan yang dibuat dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi selama 28 hari penyimpanan mempunya rang pH 4,76 – 5,41. semakin tinggi konsentrasi 29
ekstrak daun kemangi yang ditambahkan ke dalam setiap formula basis mikroemulsi pH semakin menaik. dan semakin lama waktu penyimpanan, masing-masing sediaan menunjukan adanya kenaikan harga pH namun kenaikan harga pH tersebut masih memenuhi persyaratan pH kulit yaitu berkisar 4,5 – 6,5. Hasil Pengukuran pH Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke1 7 14 21 28 4,67 4,25 4,21 4,19 4,17 4,89 4,54 4,56 4,53 4,49 5,86 5,82 5,82 5,76 5,73 6,18 6,18 6,15 6,16 6,15 6,25 6,17 6,23 6,21 6,22
Basis B1 B2 B3 B4 B5 Keterangan :
B1 B2 B3 B4 B5
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.5%
Pengujian viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya, pada pengujian viskositas, diketahui bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kemangi yang ditambahkan, maka viskositasnya semakin naik, dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pada grafik selama 28 hari penyimpanan semua sediaan stabil tidak mengalami perubahan viskositas. Hasil Pengukuran Viskositas (Cps) Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80 Pada 28 Hari Penyimpanan
Basis B1 B2 B3 B4 B5
Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada Hari Ke1 7 14 21 28 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 350 350 350 350 350 450 500 600 600 600 300 350 400 400 400 30
Keterangan :
B1 B2 B3 B4 B5
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0.5%
Pengujian sentrifugasi adalah proses menggunakan sentrifuga untuk memisahkan padatan dari cairan, pada pengujian sentrifugasi, diketahui bahwa semua sediaan yang dilakukan selama 5 jam setiap tiga puluh menit diamati tidak mengalami pemisahan atau terjadinya perubahan dua fase. Hasil Pengamatan Uji Sentrifugasi Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80 Selama 5 Jam Pengujian Basis
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
B1
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
B2
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
B3
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
B4
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
B5
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
B1 B2 B3 B4 B5 TM
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5% = Tidak memisah
Pengujian freez-thaw adalah untuk mengetahui apakah sediaan masih tahan bila disimpan dalam suhu dingin, suhu kamar dan suhu panas, pada pengujian freezthaw dengan menggunakan metode freez-thaw, semua formula setelah dilakukan pengamatan selama penyimpanan 5 siklus semuanya tetap stabil dan tidak terjadi pemisahan.
31
Hasil Pengamatan Uji freez-thaw Formula Dasar Mikroemulsi dengan Berbagai Konsentrasi Tween 80 Selama 15 Hari Penyimpanan Basis B1
Siklus 1 TM
Siklus 2 TM
Siklus 3 TM
Siklus 4 TM
Siklus 5 TM
B2
TM
TM
TM
TM
TM
B3
TM
TM
TM
TM
TM
B4
TM
TM
TM
TM
TM
B5
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
B1 B2 B3 B4 B5 TM
= Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,2% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,3% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,4% = Mikroemulsi yang mengandung tween 80 0,5% = Tidak memisah
Formula Akhir Mikroemulsi yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Formulasi Ekstrak Daun Kemangi Paraffin cair Tween 80 Propilenglikol Ethanol 96% Metil paraben Propel paraben Aquadest add Ket :
Persentase(%) F0 0 5 30 30 10 0,1 0,05 100
F1 0,1 5 30 30 10 0,1 0,05 100
F2 0,5 5 30 30 10 0,1 0,05 100
F0 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0% F1 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,1% F2 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,5%
32
Formula Akhir Mikroemulsi yang Mengandung Berbagai Konsentrasi Vitamin C Persentase(%)
Formulasi
F0 0 5 30 30 10 0,1 0,05 100
Vitamin C Paraffin cair Tween 80 Propilenglikol Ethanol 96% Metil paraben Propel paraben Aquadest add Keterangan :
F1 0,1 5 30 30 10 0,1 0,05 100
F2 0,5 5 30 30 10 0,1 0,05 100
F0 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0% F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%
Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan Formula Tekstur F0 F1 F2 Keterangan :
F0 F1 F2 H KT KJT HPT K BK KH
H H H
Warna
Bau
Konsistensi
KT KJT HPT
K BK BK
KH KH KH
= Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5% = Homogen = Kuning transparan = Kuning jingga transparan = Hijau pekat transparan = Khas = Bau kemangi = Kental homogen
33
Hasil Pengamatan Organoleptik Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan Formula Tekstur Warna Bau Konsistensi
Keterangan :
F0
H
KT
K
KH
F1
H
KT
K
KH
F2
H
KT
K
KH
F0 F1 F2 H KT K KH
= Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5% = Homogen = Kuning transparan = Khas = Kental homogen
Hasil Pengamatan pH Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan
Formula F0 F1 F2
Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke1 5,64 4,76 5,16
7 5,64 4,76 5,16
14 5,64 5,31 5,16
21 5,67 5,29 5,18
28 5,69 5,33 5,19
pH
7 5
F0 F1
3
F2 1 0
7
14
21
28
Waktu (Hari ke-)
Pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH mikroemulsi berbagai konsentrasi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) 34
Keterangan :
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%
Hasil Pengamatan pH Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan Formula F1 F2
Pengukuran pH Mikroemulsi Pada Hari Ke1 7 14 21 28 4,51 4,51 4,75 4,78 4,79 4,78 4,78 4,78 4,84 4,85
pH
7 5 F1 3
F2
1 0
7
14
21
28
Waktu (Hari ke-)
Pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH mikroemulsi berbagai konsentrasi Vitamin C Keterangan : F1 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% F2 = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%
Hasil Pengamatan Viskositas (Cps) Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada Hari KeFormula 1 7 14 21 28 F0 350 350 350 350 350 F1 500 500 450 450 450 F2 750 750 700 700 700
35
Viskositas
800 700 600 500 400 300
F0 F1 F2 0
7
14
21
28
Waktu (Hari ke-)
Pengaruh waktu penyimpanan terhadap viskositas (cps) mikroemulsi berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi (ocimum americanum L.) Keterangan :
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%
Hasil Pengamatan Viskositas (Cps) Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan Pengukuran Viskositas (Cps) Mikroemulsi Pada Hari Ke1 7 14 21 28 1050 1050 1050 1050 1050 1650 1650 1650 1650 1650
Formula
Viskositas
F1 F2
1700 1500 1300 1100 900 700 500
F1 F2 0
7
14
21
28
Waktu (Hari ke-)
Gambar 4.9
Keterangan :
Pengaruh waktu penyimpanan terhadap viskositas (Cps) mikroemulsi berbagai konsentrasi vitamin c F1 F2
: Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% : Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5% 36
Hasil Pengamatan Sentrifugasi Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan formula
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
F0
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
F1
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
F2
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5%
Hasil Pengamatan Sentrifugasi Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan Formula
60
90
120
150
180
210
240
270
300
F0
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
F1
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
F2
TM TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
30
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%
Hasil Pengamatan freez-thaw Formula Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Americanum L.) Selama Penyimpanan Formula F0
Siklus 1 TM
Siklus 2 TM
Siklus 3 TM
Siklus 4 TM
Siklus 5 TM
F1
TM
TM
TM
TM
TM
F2
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5% 37
Hasil Pengamatan freez-thaw Formula Mikroemulsi Vitamin C Selama Penyimpanan Formula Siklus 1 F0 TM
Siklus 2 TM
Siklus 3 TM
Siklus 4 TM
Siklus 5 TM
F1
TM
TM
TM
TM
TM
F2
TM
TM
TM
TM
TM
Keterangan :
F0 F1 F2
= Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung vitamin C 0,5%
Setelah dibuat sediaan mikroemulsi, dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH secara kuantitatif, sediaan mikroemulsi tersebut dalam ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas antioksidan. hal ini menandakan bahwa dalam sediaan mikroemulsi tersebut terdapat aktivitas antioksidannya. Untuk melihat apakah ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) masih memiliki aktivitas antioksidan digunakan vitamin C sebagai pembanding dengan berbagai konsentrasi yang sama dengan ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.). Berdasarkan data pada tabel IV 28 menunjukkan bahwa F2 ( formula mikro emulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi 0,5%) memiliki aktivitas aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan F1. Hal ini dapat dilihat dari hasil IC50 yang didapat formula 2 adalah 224,71 lebih kecil dari pada IC50 yang didapat formula 1 adalah 287,04. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) yang ditambahkan kedalam sediaan mikroemulsi maka semakin besar aktivitas antioksidannya. tetapi apabila dibandingkan dengan sediaan mikroemulsi yang mengandung vitamin C dengan konsentrasi yang sama, aktivitas antioksidan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) lebih kecil dari pada aktivitas antioksidan mikroemulsi yang mengandung vitamin C, hal ini menunjukan bahwa efek antioksidan dari daun kemangi sedikit dibandingkan dengan vitamin C. Pada pengujian keamaan (uji iritasi) yang dilakukan pada dua puluh orang sukarelawan dengan cara uji temple terbuka (patch test) selama 2 sampai 5 menit menggunakan mikroemulsi yang mengandung berbagai konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.), dari hasil pengamatan diketahui bahwa seluruh formula tidak memberikan efek iritasi terhadap dua puluh orang sukarelawan yang ditandai dengan kulit merah dan timbul rasa gatal, sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan ini aman dalam penggunaan.
38
Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun Kemangi Konsentrasi 0,1% Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi 10 20 30 40 50 60
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,737 0,724 0,712 0,703 0,695 0,681
22,74 24,10 25,36 26,31 27,14 28,61
252,05
y = 0.1615x + 16.639 R² = 0.9859
100 %Inhibisi
80 60 40
Linear (% Inhibisi)
20 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri ekstrak etanol daun kemangi 0,1% Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Ekstrak Daun Kemangi Konsentrasi 0,5% Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi 50 100 150 200 250 300
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,713 0,625 0,586 0,492 0,426 0,312
25,26 34,48 38,57 48,42 55,34 67,29
207,26
39
100
y = 0.1615x + 16.639 R² = 0.9859
%Inhibisi
80 60 40
% Inhibisi
20 0 0 50 100 150 200 250 300 350 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri ekstrak etanol daun kemangi 0,5% Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Vitamin C Konsentrasi 0,1% Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi
% Inhibisi
10 20 30 40 50 60
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,507 0,495 0,483 0,474 0,463 0,455
46,85 48,11 49,37 50,31 51,46 52,30
37,52
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 0.1093x + 45.912 R² = 0.9957 % Inhibisi Linear (% Inhibisi) 0 10 20 30 40 50 60 70 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri vitamin C 0,1%
40
Hasil Pengujian Orientasi Aktivitas Antioksidan Pada Vitamin C Konsentrasi 0,5% Pada Panjang Gelombang 517 nm konsentrasi
% Inhibisi
50 100 150 200 250 300
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,415 0,368 0,287 0,211 0,085 0,052
56,49 61,42 69,91 77,88 91,09 94,54
21,34
y = 0.1641x + 46.505 R² = 0.9808
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
% Inhibisi Linear (% Inhibisi) 0
50 100 150 200 250 300 350 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri vitamin C 0,5%
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,1% (Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi) Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi 10 20 30 40 50 60
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,751 0,748 0,735 0,723 0,716 0,702
21,27 21,59 22,95 24,21 24,94 26,41
287,04
41
% Inhibisi
y = 0.1057x + 19.866 R² = 0.9809
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
% Inhibisi Linear (% Inhibisi) 0 10 20 30 40 50 60 70 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,1%
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,5% (Mikroemulsi Ekstrak Daun Kemangi) Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi 50 100 150 200 250 300
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,734 0,648 0,603 0,524 0,457 0,339
23,06 32,07 36,79 45,07 52,09 64,46
224,71
100
y = 0.157x + 14.72 R² = 0.984
% Inhibisi
80 60 40
% Inhibisi
20
Linear (% Inhibisi)
0 0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,5% 42
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,1% (Mikroemulsi Vitamin C) Pada Panjang Gelombang 517 nm Konsentrasi
% Inhibisi
10 20 30 40 50 60
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,516 0,512 0,505 0,495 0,487 0,476
45,91 46,33 47,06 48,11 48,95 50,10
61,76
y = 0.0854x + 44.758 R² = 0.9821
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
% Inhibisi Linear (% Inhibisi) 0
10 20 30 40 50 60 70 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,1%
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Pada Mikroemulsi Uji 0,5% (Mikroemulsi Vitamin C) Pada Panjang Gelombang 517 nm konsentrasi 50 100 150 200 250 300
Absorban Kontrol
Absorban
% Inhibisi
IC 50
0,955
0,462 0,414 0,326 0,269 0,155 0,092
51,57 56,60 65,82 71,80 83,75 90,35
50,93
43
100 y = 0.1608x + 41.851 R² = 0.9891
% Inhibisi
80 60 40
% Inhibisi
20
Linear (% Inhibisi)
0 0 50 100 150 200 250 300 350 Konsentrasi (ppm)
Hasil regresi linear dari berbagai konsentrasi seri mikroemulsi 0,5% Hasil Pengamatan Uji Keamanan Formula Uji Mikroemulsi Yang Mengandung Ekstrak Daun Kemangi (Ocinum Americanum L.) Formula F0 F1 F2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,1% = Mikroemulsi yang mengandung ekstrak kemangi 0,5% = tidak terjadi iritasi
Sukarelawan
Keterangan :
F0 F1 F2 -
44
4.
Kesimpulan
Ditinjau dari segi organoleptik, uji pH, viskositas, sentrifugasi dan freez-thaw terhadap formula 0, 1, dan 2, semua formula relatif stabil selama 28 hari penyimpanan. Formula mikroemulsi ekstrak daun kemangi konsentrasi 0,1% ; 0,5% memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 yang didapat formula 1 adalah 287,04 dan formula 2 adalah 224,71. setiap sediaan mikroemulsi yang mengandung ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum L.) pada konsentrasi 0,1%; 0,5% menunjukan tidak terjadi reaksi iritasi pada kulit setelah penggunaan.
5.
Daftar Pustaka
Hussain, M., 2008, “Manfaat dan Khasiat Kemangi sebagai Antioksidan”, http://idesehat.com/, Diakses 23 Juni 2012. Novita, Maylia, E.C., 2014, ,“Daun Kemangi sebagai Alternatif Pembuatan Handsanitaizer”, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Hlm. 151. Swarbrick, J and J.C., Boylan., 1995, “Encyclopedia of Pharmaceutical technology”, Volume IX, New York. p. 375-399. Winarsi, Hery, M.S., 2007, “Antioksidan Alami & Radikal Bebas, Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 11-23. Dirjen POM, 1995, “Materi Medika Indonesia”, Jilid VI, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 72. Syaifuddin, B., 1997,”Anatomi Fisiologi”, Edisi II, Buku Kedokteran, Jakarta, Hlm. 141-143. Dirjen POM, 1979, “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hlm. 57, 96, 395, 401, 709, 458.
45
Dalimatta, A., S., 2000, “Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia”, Jilid IV, Pustaka Lartika, Jakarta. Kun, Harismah, Agus, Sriyanto, Dkk., 2013, “Pemanfaatan Kemangi(Ocimum Sanctum L) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun Herbal Antioksidan”, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Hlm. 1. Ansel, 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, Edisi IV, UI Press, Jakarta, Hlm. 212-217. Wina, R., 2007, “Formulasi Vitamin E dengan Sistem Mikroemulsi”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi Fakutas MIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 11-14. Kemala, Retno, D., 2010, “Optimasi Formulasi Mikroemulsi Sediaan Hormon Testosteron Undekanoat”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Hlm. 7-13. Yunit, 2012, “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Daun Cabe Rawit (Capsicum frutescens L.) dan Identifikasi Golongan Senyawa dari Fraksi Teraktif”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Hlm. 25-29. Yuwanti, S., Raharjo, S., Dkk., 2011, “Formulasi Mikroemulsi Minyak dalam Air (O/W) yang Stabil Menggunakan Kombinasi Tiga Surfaktan Non Ionik dengan Nilai HLB Rendah, Tinggi dan Sedang, Agritech,Vol. 31 (1), 21-29. Ankur, J., Surya, P., Dkk., 2010, Development & Characterization of Ketoconazole Emulgel For Topical Drug Delivery, Pelagia Research Library Der Pharmacia Sinica, 2010, Vol. 1 (3), 221-231.
46
ISOLASI FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN SIMPUR (Dillenia suffruticosaGriff. ex Hook) Ardi Rustamsyah
Abstrak Telah dilakukan isolasi flavonoid dari daun simpur (Dillenia suffruticosa ex. Hook). Simplisia daun simpur (Dillenia suffruticosa ex. Hook) diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan maserasi menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan ekstraksi cair-cair dengan n-heksan dan etil asetat sebagai pelarut sehingga didapat 3 fraksi. Dari subfraksi etil asetat dilakukan pemurnian menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif dan didapat isolat A. Isolat A diuji kemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis tiga pengembang serta KLT 2 dimensi. Isolat A diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometri uv-vis dan pereaksi geser (NaOH, AlCl3, CH3CooNa, AlCl3 + HCl, CH3CooNa + H3BO3). Penapisan fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak metanol daun simpur menunjukan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, steroid/triterpenoid. Isolat A memiliki panjang gelombang maksimum 332 nm dan 264 nm. Setelah penambahan pereaksi geser NaOH, AlCl3 + HCl, dan CH3CooNa. Panjang gelombang maksimum isolat A untuk pita I bergeser +60 nm, kekuatan tidak menurun, +26 nm pita I, kekuatan berkurang -2 pada pita II, dan + 42 nm pita I. Berdasarkan hasil tersebut Isolat A diduga merupakan flavonol yang tersubtitusi 3,7,8 trihidroksi. Isolat A tersebut mempunyai kerangka senyawa yang diduga 3,7,8 trihidroksiflavonol. Kata kunci : Daun simpur, flavonoid, isolasi, spektrofotometri uv-vis, flavonol. 1. Pendahuluan Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga, buah atau bijinya. Ada pula yang berasal dari organ binatang dan bahan-bahan mineral. Agar pengobatan secara tradisional dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan penelitian-penelitian ilmiah seperti penelitian-penelitian dibidang farmakologi, 47
farmakognosi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan. Senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan umumnya dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, kumarin (1).
Flavonoid mempunyai aktivitas beragam, diantaranya mempunyai efek sebagai antivirus, antikanker, antiinflamasi, antioksidan, antihepatoksik, antidiabetes (2). Salah satu tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat tradisional adalah simpur (Dillenia Suffruticosa Griff. Ex Hook). Tumbuhan ini banyak tumbuh di Kalimantan Barat dan merupakan salah satu tumbuhan endemik Kalimantan Barat. Tumbuhan ini terutama tumbuh di hutan atau dalam pembukaan lahan di hutan-hutan tidak terganggu kebanyakan pada rawa, hutan bakau, tepi sungai, tapi kadang-kadang juga ditemukan di bukit dan pegunungan (3). Oleh masyarakat Melayu, daun simpur digunakan untuk obat, daun dan akar digunakan dalam nyeri peradangan, gatal-gatal, sakit perut, dan meringankan setelah melahirkan. Masyarakat Melayu masih memanfaatkan tanaman dalam pengobatan tradisional, pengetahuan ini mereka dapatkan secara turuntemurun, dimana sampai sejauh ini juga belum dilaporkan tentang kandungan kimia tumbuhan daun simpur yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Melayu(3). Hal ini, memberikan inspirasi kepada peneliti untuk melakukan isolasi flavonoid dari tumbuhan daun simpur. Adapun tujannya untuk mendapatkan isolat berupa senyawa flavonoid dari daun simpur serta sebagai dasar ilmiah dan informasi baru untuk penelitian selanjutnya.
2.
Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemisahan, pemurnian, dan karakterisasi isolat.Penyiapan bahandimulai dengan menentukan bagian tumbuhan yang akan digunakan, setelah itu lakukan determinasi tumbuhan. Tumbuhan yang terkumpul dilakukan pemilihan, kemudian dibersihkan dari pengotor dengan air mengalir. Pengeringandilakukan dengan lemari pengering selama 3 hari. Setelah pengeringan, dilakukan pemilihan kembali untuk memastikan tidak ada komponen asing yang terbawa. Simplisia daun simpur disimpan dalam wadah 48
kedap udara. Untuk tahap penelitian selanjutnya simplisia diserbukan terlebih dahulu untuk menunjang keefektifan. Karakteristik simplisia meliputi penentuan karakteristik makroskopik, penetpan kadar abu, dan penetapan kadar abu larut air, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol. Kandungan senyawa organik ditentukan dengan penapisan fitokimia sebagai langkah awal untuk mengetahui komponen-komponen kimia dari bahan. Penapisan kimia dilakukan secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin,kuinon, saponin, dan steroid/terpenoid. Metode ekstraksi yang digunakan ialah maserasi dingin menggunakan pelarut metanol selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring sehingga menghasilkan filtrat, setelah itu filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator didapat ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol dilakukan penapisan fitokimia kembali yang dilakukan secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin,kuinon, saponin, dan steroid/terpenoid.Ekstrak metanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturutturut dengan n-heksan dan etil asetat, sehingga diperoleh fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol. Masing-masing fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara penguapan menggunakan alat rotary vacuum evaporator (penguapanputarvakum).Fraksi n-heksan dan etil asetat yang telah dipekatkan dipantau dengan kromatografi lapis tipis analitik menggunakan penampak bercak sitroborat dan diperiksa dibawah sinar ultraviolet. Pemisahan fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Pemeriksaan dan identifikasi senyawa dari setiap fraksi yang diperoleh dilakukan dengan kromatografi lapis tipis analitik. Fraksi yang diduga megandung senyawa yang sama disatukan. Pemisahan fraksi hasil kromatografi cair vakum dilakukan dengan kromatografi kolom dengan pengembang kloroform : etilasetat : metanol (8:1:1). Pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dengan komposisi pengembang yang telah dioptimasi. Identifikasi hasil pemurnian dilakukan secara kromatografi lapis tipis dua dimensi dan isolat yang didapat dikarakterisasi dan diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet danpereaksigeser (28).
49
3.
Hasil Penelitian dan pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan daun simpur yang diperoleh dari Desa Mensasak, Kecamatan Hulu Gurung, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Bahan yang telah dikumpulkan dipastikan identitasnya dengan Cara determinasi yang dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini termasuk spesies DilleniasuffruticosaGriff.ex Hook. Sebelum dilakukan proses pengeringan, tanaman yang akan dibuat simplisia harus melalui beberapa tahapan dimulai dari pengumpulan bahan baku hingga proses pengeringan. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Setelah dilakukan pengumpulan daun maka dilakukan sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Selanjutnya daun dicuci di air mengalir, hal ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada daun. Daun kemudian dikeringkan yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan karakteristik dari simplisia ini bertujuan untuk spesifikasi dari simplisia yang diteliti. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dipeoleh penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu larut air sebesar, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia No
Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan (%) 7,82
1
Penetapan Kadar Abu total
2
Penetapan Kadar Abu Larut Air
1,95
3
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
0,9
4
Penetapan Susut Pengeringan
3,67
5
Penetapan Kadar Sari Larut Air
7
6
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
15
50
Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia simplisa serbuk daun simpur menunjukan adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel dibawah Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia No
Golongan senyawa
Simplisia
Ekstrak MeOH
1
Alkaloid
+
+
2
Flavonoid
+
+
3
Tanin
-
-
4
Kuinon
-
-
5
Saponin
+
+
6
Steroid dan terpenoid
+
+
Keterangan:
+ = terdeteksi - = tidak terdeteksi
Pembuatan ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi 3 x 24 jam dengan menggunakan pelarut metanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara perkerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan maksud agar mempermudah penyerapan pelarut karena semakin halus permukaan simplisia semakin mudah. Selama proses maserasi, pada maserat sekali-kali dilakukan pengadukan dengan maksud mengoptimalkan proses penyarian. Jumlahserbuk simplisia yang dimaserasi sebanyak 1000 g, dan jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 12 L. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotary vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental metanol. Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan metode ekstraksi caircair. Esktrak pekat metanol dilarutkan dalam air panas. Tujuannya ialah untuk menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Kemudian masing-masing fraksi n-heksan dan etil asetat yang didapat dipekatkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator sehingga diperoleh 0,68 g fraksi pekat n-heksan dan 4,78 g fraksi pekat etil asetat. 51
Masing-masing fraksi diperiksa dengan metode KLT, tetapi hanya fraksi etil asetat yang dilanjutkan pemeriksaannya. Hasil kromatografi dapat dilihat pada gambar dibaawah.
F1
F2 F3 (A)
Gambar
F1
F2 (B)
F3
F1
F2 F3 (C)
KromatografiLapisTipis (silika gel GF254) ekstrakdaunsimpur (Dilleniasuffruticosa): (A) Sinar UV 254 ; (B) Sinar UV 366 ; (C) Sinar UV 366 penampak bercak sitroborat
Keterangan : F1 = Fraksi Etil Asetat F2 = Fraksi N-Hexan F3 = Extrak Kental Metanol Nilai Rf jarak antara noda pada sinar UV 366 dengan penampak bercak sitroborat yaitu 0,266. Tahap pemisahan selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum dengan sistem pelarut landaian n-heksan-etil asetat-metanol dengan berbagai perbandingan pelarut. Dari hasil kromatografi cair vakum tersebut diperoleh 21 fraksi dan kemudian masing-masing fraksi diuapkan. Setiap fraksi dikromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF 254, fase gerak kloroformetil asetat-metanol (8:1:1), penampak bercak sitroborat dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Fraksi yang memiliki pola kromatografi yang sama digabungkan, yaitu fraksi 8 sampai fraksi 13. Hasil kromatografi dapat dilihat pada gambar dibawah
52
Gambar Kromatografi Lapis Tipis fraksi-fraksihasil KCV Keterangan : Ga = Garisawalpenotolan Gb = Batasakhirpengembang Pengembang =Kloroform :etilasetat : metanol (8:1:1) Fasediam = Silika gel GF 254 F2- F20 =Fraksihasil KCV Penampakbercak=sinar UV 366 nm, sitroborat.
Kemudian fraksi tersebut dilanjutkan pemisaahan dengan menggunakan kromatografi kolom, pengembang yang digunakan adalah kloroform-etil asetatmetanol dengan perbandingan (8:1:1). Kemudian masing-masing fraksi dari hasil kromatografi kolom dilakukan pemantauan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, pengembang kloroform-etil asetatmetanol dengan perbandingan sebagai berikut (8:1:1), penampak bercak sitruborat dan H2SO4 kemudian diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa fraksi 37 sampai fraksi 50 menunjukkan pemisahan yang baik. Selanjutnya fraksi tersebut digabungkan kemudian dilakukan pemantauan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, pengembang kloroform-etil asetat-metanol dengan perbandingan (8:1:1), penampak bercak sitruborat dan H2SO4 kemudian diamati dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Hasil positif flavonoid ditunjukkan dengan adalanya pola yang berpendar pada plat kromatografi lapis tipis setelah disemprot dengan penampak bercak sitroborat. Hasil kromatografi kolom dapat dilihat pada gambar dibawah
53
Gambar Kromatografi Lapis Tipis subfraksi hasil kromatografi kolom
Keterangan : Ga Gb
= Garis awal penotolan = Batas akhir pengembang
Selanjutnya dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat metanol (8:1:1), penampak bercak sirtoborat, kemudian diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm dan dihasilkan II pita, yaitu pita I dan II. Dari kedua pita yang dihasilkan kromatografi lapis tipis preparatif hanya pita II yang menghasilkan warna yang berpendar dengan penampak bercak sitroborat. Hasil kromatografi dapat dilihat pada gambar dibawah
Gambar Hasil kromatografi lapis tipis preparative dari subfraksi 54
Keterangan: Ga = Garis awal penotolan Gb = Batas akhir pengembang Fase diam = Silika gel GF254 Fase Gerak = Kloroform : Etil asetat : Metanol (80:10:10) Penampak bercak UV 366 nm, sitroborat.
Isolat yang diperoleh yaitu isolat A selanjutnya dilakukan pemeriksaan kemurnian isloat dengan kromatografi tiga pengembang berbeda dan dua dimensi dengan menggunakan pengembang I = toluen: aseton (10:250µl) memberikan nilai Rf 0,77 dan Pengembang II = etil asetat : kloroform (10:500µl) memberikan nilai Rf 0,4 dengan penampak bercak sitroborat memberikan satu noda yang berpendar. Hasil kromatografi dapat dilihat pada gambar dibawah
Gambar Hasil KLT 3 pengembang berbeda Keterangan : P2 = Pita II A = Pengembang I Toluen: aseton (10:250µl) B = Pengembang II etil asetat : kloroform (10:500µl) C = Pengembang III Etil asetat: metanol (8:2) Fase diam = silika gel GF254 Penampakbercaksinar UV366, dansitroborat
Isolat A kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometri ultraviolet dan pereaksi geser. Pereaksi geser yang digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), natrium asetat NaOAc), almunium klorida AlCl 3, asam klorida (HCl) dan asam borat (H3BO3).
55
Gambar Hasil Uji kemurinian Keterangan : Pengembang I Pengembang II Fase diam
= Toluen: aseton (10:250µl) = Etil asetat : kloroform (10:500µl) = Silika gel GF254 = penotolan awal Penampakbercak sinar UV366, dansitroborat
Hasil pemeriksaan spektrofotometri ultraviolet untuk isolat A yaitu pita I pada panjang gelombang 332 nm dan pita II pada panjang gelombang 264 nm. Menurut markham (1988)Puncak-puncak tersebut mendekati serapan senyawa Flavonol yang mempunyai serapan pada daerah panjang gelombang pita I 330360 nm dan pita II 250-280 nm (14). Dengan penambahan larutan NaOH terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar + 60 nm kekuatan tidak menurun setelah lima menit, yang menunjukan adanya 3-OH tidak ada 4’-OH bebas, dengan penambahan AlCl3 + HCl terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar +26 menunjukan o-di OH pada cincin A, dengan penambahan NaOAc terjadi pergeseran batokromik pada pita I sebesar +26 menunjukan 7- OH. Hasil karakteristik dan identifikasi dapat dilihat pada gambar dibawah
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dalam metanol (MeOH) dari fraksi etil asetat 56
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH)
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH ) 5 menit
57
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan almunium klorida (AlCl3)
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan almunium klorida (AlCl3) + asam klorida (HCl)
58
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat (NaOAc)
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat (NaOAc) 5 menit
59
Gambar Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan natrium asetat (NaOAc) dan asam borat (H3BO3)
Dari data tersebut diduga bahwa isolat A merupakan senyawa flavonoid turunan Flavonol (22).
Gambar Struktur 3,7,8 trihidroksiflavonol
4.
Kesimpulan
Penapisan fitokimia pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol daun simpur menunjukan adanya alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan terpenoid. Dari fraksi etil asetat berhasil diiolasi suatu senyawa yang mempunyai kerangka senyawa flavonol dengan 3-OH tidak ada 4’- OH bebas, o-di OH pada cincin A dan 7- OH.
60
5.
Daftar Pustaka
Adfa, Morina, 2005, “Survei Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid, dan Uji Brine Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Provinsi Bengkulu”, Jurnal Gradien, Vol 1 (1), Hlm. 43-50. Cody, V., 1985, “Flavonoid in Biology and Medicine II”, Liss Inc, New York. Hlm. 22-35 Yazan, Saiful L., Armania N., 2014, “Dillenia Species: a Review of the Traditional Uses, Active Constituents and Pharmacological Properties from Pre-clinical Studies”, Pharmaceutical Biology, Malaysia, Hlm. 890-897. Tiwari, K.P., Srivastava, S.D., Etc., 1980, “a-l-Rhamnopyranosyl-3/3-hydroxy-lup 20(29)-en-28-oic Acid from the Stem of Dillenia pentagyna”, Phytochemistry, Malaysia, Hlm.19. Srivastava, S.D., 1981, “Flavonoids from the Stem of Dillenia pentagyna”, Phytochemistry, Malaysia, Hlm. 20. Uppalapati, L., Rao, J.T., 1980, “Antimicrobial Efficiency of Fixed Oil and Unsaponifiable Matter of Dillenia indica Linn.”,Indian Drugs Pharm Ind, Malaysia, Hlm. 35-38. Khanum, A., Khan, I., Etc., A., 2007, “Ethnomedicine and Human Welfare”, Ukaaz Publications, Malaysia, Hlm 4. Banerji, N., Majumder, P., Etc., 1975, “a New Pentacyclic Triterpenes Lactone from Dillenia indica”, Phytochemistry, Malaysia, Hlm. 7–8. Shah, G.L., 1978, “Dillenia indica and Dillenia pentagyna”,Flora of Gujarat, Malaysia, Hlm. 49. Parvin, N., Rahman, S., Etc., 2009, “Chemical and Biological Investigations of Dillenia indica Linn”, Bangladesh J Pharmacol,Malaysia, Hlm. 2-5. Mukherjee, K.S, Badruddoza, S., 1981, “Chemical Constituents of Dillenia Indica Linn. and Vitex negundo Linn”, J Indian Chem Soc, Malaysia, Hlm. 97–98. Md. Muhit, A., Tareq, S.M., Etc., 2010, “Isolation and Identification of Compounds from the Leaf Extract of Dilleniaindica Linn.”, Bangladesh Pharm J, Malaysia, Hlm. 49-53.
61
Bate-smith, E.C., Harborne, J.B., 1975, “Differences in Favonoids Content Between Fresh and Herbarium Leaf Tissue in Dillenia”, Phytochemistry, Malaysia, Hlm. 5-8. Md. Abdille, H., Singh, R.P., Etc., 2010, “Antioxidant Activity of the Extracts from Dillenia indica fruits”, FoodChemistry,Malaysia, Hlm. 6. Kumar, S., Kumar, Etc., O., 2011, “Antidiabetic, Hypolipidemic and Histopathological Analysis of Dillenia indica (L.) Leaves Extract on Alloxan Induced Diabetic Rats”, Asian Pacific journal of tropical medicine, India, Hlm. 47-52. Abdille, M.H., Singh, R.P., Etc., 2005, “Antioxidant Activity of the Extracts from Dillenia indica fruits”, Food Chem, India, Hlm. 1–6. Nick., A., Wright, Etc., 1995, “Antibacterial Triterpenoids from Dillenia papuana and Their Structure-activity Relationships”, Pytochemistry, Hlm.Malaysia, 1–5. Grosvenor, P.W., Supriono, A., Etc., 1995, “Medicinal Plants fr Riau Province, Sumatra, Indonesia. Part 2: Antibacterial and Antifungal Activity”, J Ethnopharmacol, Malaysia, Hlm. 97. Wiart, C., Mogana, S.,Etc., 2004, “Antimicrobial Screening of Plants Used for Traditional Medicine in the state of Perak Peninsular ”, Malaysia, Hlm. 68–73. Depkes RI, 1985, “Cara Pembuatan Simplisia”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 7-10. Harbone, J. B., 1987, “MetodeFitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan”, Penerjemah Padmawinata, Edisi II,Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 123-134. Syamsuni, A., 2006, “Ilmu Resep”, EGC, Jakarta, Hlm. 217-219. Ansel, H. C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”,Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Edisi IV, UI-Press, Jakarta, Hlm. 237-258. Voigt, R., 1994, “Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, Diterjemahkan oleh Sendani N, Edisi V, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Hlm. 329-335. Gritter, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Terjemahan dari “Introduction to Chromatography” diterjemahkan oleh Padmawinata, Edisi III, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 157-163. 62
Stahl E., 1995, “Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi”, Terjemahan dari “Drug Analysis by Chromatography”, Diterjemahkan oleh Padmawinata, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 50-61. Markam, K.R., Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan Kosasih, ITB, Bandung, Hlm 15-53. Ditjen POM, 1995, “Materia Medika Indonesia”, Jilid V,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213. Ditjen POM, 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 13-18.
63
AKTIVITAS ANALGETIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIDAGURI (Sida yrhombifolia L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER DENGAN METODE GELIAT (SIEGMUND) Deden Winda Suwandi Abstrak
Telah dilakukan penelitian aktivitas analgetik kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.) pada mencit jantan galur Swiss Webster dengan metode Siegmund (geliat). Pada pengujian ini digunakan asam asetat 0,7% sebagai penginduksi nyeri yang diberikan secara intraperitoneal. Hasil pengujian menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.) dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb pada pengamatan menit ke 45, menit ke 30 dan menit ke 5 memiliki efek analgetik dengan menurunkan jumlah geliat berbeda bermakna terhadap kelompok control (p<0,005). Efek analgetik terbesar ditunjukan oleh ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 400 mg/kgbb dengan persentase proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas analgetik sebesar 78,08%. Kata kunci : Kulit batang sidaguri, analgetik, siegmund, swiss webster
1. Pendahuluan Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul apabila jaringan sedang dirusak. Individu bereaksi untuk menghilangan rasa nyeri tersebut. Untuk menghilangkan rasa nyeri, umumnya digunkan obat anti nyeri atau analgetik (1,2,3). Analgetik adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi rasa nyeri. Efeknya dapat dicapai dengan berbagai macam cara, misalnya menekan kepekaan reseptor rasa nyeri terhadap rangsang nyeri mekanik, termik, listrik atau kimiawi dipusat maupun perifer, atau dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai meditor rasa nyeri. Kelompok obat ini terbagi dalam golongan obat analgetik kuat (analgetik narkotik) yang bekerja secara sentral terhadap SSP misalnya turunn morfin (morfin, kodein dan heroin), turunan meperidin (petidin dan loperamid), turunan metadon (metdon), turunan lain-lain (tramadol). Dan golongan analgetik lemah (non narkotik) yang bekerja secara perifer contohnya turunan anilin dan para-aminofenol (asetaminofen), turunan 5-pirazolon (metamizol), turunan asam saalisilat 64
(asetosal), turunan 5-pirazolidonion (fenilbutazon), turunan asam Narilantranilat (asam mefenamat), turunan asam arilasetat (ibuprofen), turunan oksikam (piroksikam) (4). Disamping obat sintetik yang biasa digunakan secara klinis banyak obat herbal yang biasa digunakan oleh masyarakat secara tradisional dengan menghilangkan rasa nyeri, salah satu contohnya adalah tanaman sidaguri. Berdasarkan pengalaman empirik tanaman sidauri (Sida rhombifolia L.) telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat asam urat dan untuk menurunkan nyeri. Biasanya masyarakat menggunkan rebusan air sidaguri dari seluruh bagian tanaman mulai dari daun, batang dan akar. Secara umum tanaman sidaguri berkhasiat dapat menghilangkan rasa nyeri (analgetik), selain itu juga dapat digunakan sebagai antiradang, peluruh kencing (diuretik), peluruh haid dan pelembut kulit (5,6). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji kebenaran khasiat tanaman sidaguri sebagai obat asam urat. Pada penelitian sebelumnya sudah dibuktikan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sidaguri memberikan efek penurunn kadar asam urat, pada dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB (8). Peradangan yang disebabkan oleh kelebihan asam urat dalam darah sering menimbulkan rasa nyeri. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas analgetik ekstrrak etanol kulit batang sidaguri pada mencit putih jantan dengan menggunakan metode geliat (Siegmund) dengan penginduksi nyeri asam asetat. Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah: Apakah ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombhifolia L.) dapat memberikan efek analgetik pada mencit? Dan berapa dosis efektif kulit batang sidaguri yang digunakan terhadap aktivitas analgetik pada mencit jantan galur Swiss Webster? Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui: Aktivitas analgetik ekstrak etanol kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.) pada mencit galur Swiss Webster dengan metode geliat atau Siegmund method dengan penginduksi nyeri asam asetat dan Dosis efektif ekstrak etanol kulit batang sidaguri terhadap analgetik pada mencit jantan galur Swiss Webster. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar ilmiah bagi pemanfaatan kulit batang sidaguri sebagai obat penghilang rasa nyeri.
65
2.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dilaboratorium. Pada penelitian ini, bahan yang digunakan adalah kulit batang sidaguri (Sida rhombhifolia L). Setelah dikumpulkan kulit batang sidaguri disortasi basah, dicuci, dirajang, dikeringkan, disortasi kering, lalu dilakukan pembuatan serbuk. Sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dengan etanol selama 3 x 24 jam sampai didapati filtrat dipekatkan hingga didapat ekstrak kental.Pada penelitian ini, hewan uji dibuat nyeri dengan pemberian penginduksi asam asetat 0,7% secara intraperitonial dengan dosis 10 mL/kg bb lalu dilakukan perhitungan daya proteksi dan efektivitas analgetik. Parameter yang diamati yaitu adanya penurunan jumlah geliat pada mencit yang diberi sediaan uji. Penurunan aktivitas analgetik pada hewan dapat diukur dengan metode geliat (Siegmund). Penelitian ini menggunakan 5 kelompok mencit, tiga kelompok diberi ekstrak kulit batang sidaguri dosis uji 1, dosis uji 2 dan dosis uji 3, satu kelompok sebagai kelompok kontrolyang diberi suspensi PGA 2% dan satu kelompok sebagai kelompok pembanding yang diberi asetosal. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan pengambilan sampel tumbuhan, determinasi, pengolahan bahan menjadi simplisia, ekstraksi simplisia, penapisan fitokimia, penentuan kadar dan pengujian aktivitas lalu data diolah dengan menggunakan Analisis Variansi (ANAVA) dan uji lanjut dengan metode LSD (Least Significant Different), untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas analgetik obat uji terhadap hewan percobaan.
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan tanaman kulit batang sidaguri (Sida rhombifolia L.) yang sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan asam urat studi pustaka sidaguri memiliki khasiat sebagai analgetik. Tanaman yang digunakan pada tanaman ini dideterminasi terlebih dahulu di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB Bandung. Hasil determinasi tanaman menunjukan bahwa tumbuhan sidaguri termasuk ke dalam: divisi Magnoliophyta; subdivisi Dilleniidae; kelas Magnoliopsida (Dicots); subkelas Dialypetalae; bangsa Malvales; suku Malvaceae; marga Sida; jenis Sida rhombifolia L. Pengolahan kulit batang sidaguri menjadi simplisia, meliputi sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lain, pencucian bertujuan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain yang melekat pada bahan simplisia, perajangan bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan, pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan 66
sinar matahari bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing, penyimpanan dan penggilingan menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia kulit batang sidaguri. Penapisan fitokimia dilakukan pada serbuk dan ekstrak etanol. Hasil Penapisan Simplisia Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (Sida rhombifolia L.) No
Pemeriksaan
1 Alkaloid 2 Flavonoid 3 Saponin 4 Tannin 5 Kuinon 6 Steroid/Triterpenoid Keterangan : (-) = tidak terdeteksi (+) = terdeteksi
Hasil pengamatan Simplisia Ekstrak + + + + + + + + + +
Hasil penapisan fitokimia serbuk kulit batang sidaguri menunjukkan adanya metabolit sekunder berupa senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin dan steroid/triterpenoid sedangkan kuinon tidak terdeteksi adanya metabolit. Pada penapisan fitokimia ekstrak etanol menunjukkan adanya metabolit sekuder senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid sedangkan kuinon tidak terdeteksi adanya metabolit. Hasil Pemeriksaan Karakterristik Simplisia Kulit Batang Sidaguri (Sida rhombifolia L.) No 1 2 3 4 5 6 7
Pemeriksaan Kadar abu larut air Kadar air Kadar sari larut air Kadar abu tidak larut asam Kadar sari larut etanol Kadar abu total Susut pengeringan
Kadar (%) 1,5 8 10,9 0,94 12,9 7,6 8,5
67
Pada hasil penetapan karakteristik simplisia kulit batang sidaguri diperoleh kadar air 8%; kadar abu total 7,6%; kadar abu larut air 1,5%; kadar abu tidak larut asam 0,94%; kadar sari larut air 10,9%; kadar sari larut etanol 12,9%; dan susut pengeringan 8,5%. Simplisia dibuat ekstrak dengan cara maserasi untuk mencengah kerusakan senyawa aktif yang tahan panas. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Sebanyak 100 gram serbuk simplisia kulit batang sidaguri dimaserasi dengan etanol 70% selama 3 x 24 jam kemudian disaring dengan kain flannel dan diambil filtratnya. Diperoleh ekstrak cair yang kemudian dipekatkan menjadi ekstrak kental dengan menggunakan alat penguap vakum putar (evaporator) sehingga diperoleh ekstrak kental. Sebelum pengujian hewan percobaan di aklimatisasi dahulu selama 1 minggu lalu dilakukan uji pendahuluan yang bertujuan untuk menyeleksi hewan yang peka terhadap inductor asam asetat 0,7% yaitu dengan adanya efek geliat pada hewan percobaan. Jika percobaan menunjukkan geliatan lebih dari 2 kali dalam 5 menit berarti menunjukkan hewan percobaan dapat digunakan untuk melakukan pengujian aktifitas analgetik. Dari 25 mencit yang diuji semuanya menunjukkan kepekaaan terhadap induktor nyeri yaitu asam asetat 0,7% Asam asetat sebagai induktor nyeri memiliki mekanisme kerja dengan cara melepaskan H+ didalam rongga peritoneal dan dapat merangsang ujung saraf nyeri sehingga menimbulkan nyeri. Rangsangan nyeri yang diberikan asam asetat dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-meditor nyeri. Pengujian aktivitas analgetik dari ekstrak etanol kulit batang sidaguri dilakukan pada dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb, dengan menggunakan metode siegmund (geliat). Kondisi sakit ditimbulkan dengan pemberian asam asetat 0,7%. Parameternya adalah bagaimana suatu zat uji dapat menekan rasa nyeri dengan mengurangi jumlah geliat pada hewan uji yang di induksi oleh asam asetat. Asam asetil salisilat yang banyak dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik (penahan rasa sakit atau nyeri) antipiretik (demam) dan anti-inflamasi (peradangan) yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb memiliki efek analgetik dimana pada dosis 100mg/kg bb menunjukkan penurunan jumlah geliat berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p<0,05) pada menit ke 45,50,55,60; dosis 200mg/kgbb pada menit ke 30,35,40,45,55,60; sedangkan dosis 400 mg/kgbb pada menit ke 5,10,15,20,25,30,35, 40,45,50,55,60.
68
Jumlah Geliat Rata-rata Mencit Rata-rata jumlah geliat mencit setiap waktu pengamatan
Kelompok 0-5 15,6 ±4,0 7,4 ±1,9* 13,6 ±2,2 12,2 ±2,6 9,6 ±4,7*
Kontrol Pembanding Dosis I Dosis II Dosis III
5-10 15,2 ±3,1 6,6 ±2,6* 12,8 ±2,4 12 ±3,2 8,8 ±2,9*
10-15 13,4 ±5,0 5 ±2,9* 11,6 ±2,9 10 ±3,1 8,2 ±4,7*
Keterangan : *) P Dosis I Dosis II Dosis III Pembanding
15-20 13,6 ±4,9 4,4 ±2,3* 10 ±2,1 9,6 ±4,0 6,6 ±4,8*
20-25 13,2 ±5,8 3,6 ±1,8* 10 ±2,6 8,6 ±3,6 5,6 ±2,4*
25-30 12 ±5,1 4 ±0,7* 8,4 ±1,1 7 ±4,4* 5,8 ±1,9*
30-35 11,2 ±4,0 4,6 ±1,1* 7,6 ±1,5 6,6 ±2,7* 5,4 ±4,4*
35-40 10,8 ±5,5 4 ±1,9* 6,8 ±2,4 6 ±2,3* 5,2 ±4,1*
40-45 9,2 ±3,3 3,2 ±1,3* 5 ±2,1* 5,2 ±3,2* 3,8 ±4,0*
45-50 7,8 ±2,4 2,2 ±1,3* 4 ±1,6* 4,6 ±2,7 3,2 ±3,6*
50-55 7 ±3,4 1,2 ±1,1* 3,6 ±1,1* 3,4 ±2,4* 2,4 ±3,4*
55-60 5,8 ±3,1 0,6 ±0,9* 3 ±1,2* 2,6 ±2,4* 2 ±2,0*
= Berbeda bermakna dibandingkan kelompok control (p<0,05) = Nilai Signifikan = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400mg/kgbb) = Aspirin (65 mg/kgbb)
Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb menunjukan rata-rata total persentase proteksi sebesar 29,74%, 41,03% dan 52,71%; sedangkan efektivitas analgetik sebesar 38,77%; 55,01%; dan 78,08%. Ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 3 yaitu 400mg/kgbb menunjukkan aktivitas analgetik terbesar dengan total penurunan jumlah geliat paling besar, persentase proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas analgetik sebesar 78,08%. Persentase Proteksi Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (Sida rhombifolia L) yang Diinduksi dengan Asam Asetat Kelompok Perlakuan
Persentase Proteksi (%) 303520-25 25-30 35 40
0-5
5-10
1015
15-20
0
0
0
0
0
0
0
Pembanding
52,56
56,57
62,68
67,64
72,72
66,66
Dosis I
12,82
15,78
14,43
26,47
24,24
Dosis II
21,79
21,05
25,37
29,41
Dosis III
38,46
42,10
38,80
51,47
Kontrol
Keterangan
: Dosis I Dosis II Dosis III
Total (%) 4045
4550
5055
5560
0
0
0
0
0
58,92
62,96
65,21
71,79
82,85
89,65
30
32,14
37.03
45,65
48,71
48,57
21,05
34,84
41,66
41,07
44,44
43,47
41,02
51,42
55,17
57,57
51,66
51,78
51,85
58,69
58,97
65,71
65,51
= Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100 mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200 mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400 mg/kgbb) 69
0 67,51 29,74 41,03 52,71
Persentase Efektivitas Analgetik Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (Sidarhombifolia L) Dibandingkan Pembanding (Asetosal) Kelompok Perlakuan
Persentase Efektivitas Analgetik (%) 0-5
5-10
Dosis I
24,39
27,89
21,42
39,13
33,33
45,00
54,54
58,81
50,00
67,85
58,62
23,48
38,77
Dosis II
41,45
37,21
40,47
43,48
47,90
62,49
69,70
70,05
66,66
57,13
62,06
61,53
55,01
Dosis III
73,17
74,42
61,90
76,09
79,16
77,49
87,88
82,35
90,00
82,14
79,31
73,07
78,08
Keterangan
: Dosis I Dosis II Dosis III
1520
2025
2530
3035
3540
4045
45-50
5055
55-60
Ratarata
1015
= Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100 mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200 mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400 mg/kgbb)
jumlah geliat mencit
20 kontrol P
15
pembanding 10
D1
5
D2 D3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Diagram garis rata-rata geliat mencit Keterangan Kontrol Pemb Dosis I Dosis II Dosis III
= PGA 2% = Aspirin (65mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (100mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (200mg/kgbb) = Ekstrak Etanol Kulit Batang Sidaguri (400mg/kgbb)
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang sidaguri dengan dosis 400mg/kgbb merupakan dosis yang paling efektif karena dapat menurunkan jumlah geliat lebih besar dari dosis 100 dan 200 mg/kgbb.
70
4.
Kesimpulan
Hasil penelitian pengujian aktivitas analgetik ekstrak etanol kulit batang sidaguri pada mencit jantan galur Swiss Webster dengan metode Siegmund (geliat) menunjukan bahwa ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 100, 200 dan 400 mg/kgbb memiliki aktivitas analgetik dengan menurunkan total jumlah geliat berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol positif (p<0,05) pada pengamatan menit ke 45, 30 dan 5. Efek analgetik terbesar ditunjukan oleh ekstrak etanol kulit batang sidaguri dosis 3 yaitu 400mg/kgbb dengan persen proteksi sebesar 52,71% dan efektivitas analgetik sebesar 78,08%.
5.
Daftar Pustaka
Guyton, A.C., 1990, “Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit”, Alih bahasa: Petrus Andrianto, ECG, Jakarta, Hlm. 443-453. Widjajanti, V.N., 1989,“Obat-obatan”, Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 34-37. Mutschaler, E., 1986, “Dinamika Obat” Edisi V, Terjemahan M.B.Widianto dan A.S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 177-197. Suryawati, B.S., 1993, “Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik”, Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Phyto Medica, Jakarta, Hlm. 3-4. Dalimartha, Setiawan,2003, “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia”, Jilid III, Puspa Swara, Jakarta, Hlm. 140-144. Haryanto, Sugeng, 2010, “Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia”, Palmall, Yogyakarta, Hlm. 478. Adi, L.T.,2006 “ Tanaman Obat dan Jus Untuk Asam Urat dan Rematik”, PT.Agromedia Pustaka, Jakarta, Hlm. 104 Simarmata, Y.B.C., A. Saragih, dan S. Bahri, 2012 “Efek Hipourikemia Ekstrak Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L.) pada Mencit Jantan”. Journal of pharmaceutics and pharmacology, vol1 (1): 21-28., Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Sukandar, E.Y., DKK., “ISO Farmakoterapi”, Penerbit PT.ISFI, Jakarta, Hlm. 248.
71
Tjay T.H dan Rahardjo K, 2002 “Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya”, Edisi V, PT.Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta, Hlm. 117. Harborne, J.B, 1987, “Metode Fitokimia”, Terjemahan padmawinata, K dan Soediro, I, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 242-252. Janiar, H., 2013, “Uji Efek Analgetik Ekstrak N-Heksan Rimpang Bangle (Zingiber cassumanar, Roxb) pada Mencit Galur Swiss Webster dengan Metode Siegmund (Geliat)”, Tugas Akhir Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 11. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional., 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hlm. 17-23. Musfiroh, Ida., 2011, “Metode Penelitian Tanaman Obat”, Widya Padjajaran, Bandung, Hlm. 5-15. Ganiswara, S., 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, “Farmakope Indonesia", Edisi IV, Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 31.
72
TELAAH PENDAHULUAN FITOKIMIA DAUN PEPINO (Solanum muricatum. L) Farid Perdana Abstrak
Telah dilakukan telaah pendahuluan fitokimia daun pepino (Solanum muricatum.L). Hasil penapisan fitokimia daun pepino menunjukan adanya senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/ triterpenoid. Serbuk simplisia diekstraksi menggunakan metode maserasi danekstraksi cair-cair dengan menggunakan pelarut yaitu n-heksan, metilenklorida dan etil asetat, menghasilkan 4 fraksi yaitu fraksi nheksan,fraksi metilenklorida,fraksi etil asetat dan fraksi air. Fraksi etil asetat difraksinasi dengan kromatografi cair vakum dan dilanjutkan dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi, diperoleh suatu senyawa yang diduga steroid. Kata kunci : Daun pepino (Solanum muricatum. L), fitokimia, ekstraksi, fraksinasi. 1. Pendahuluan Tanaman pepino mulai dikenal di Indonesia pada akhir tahun 2000. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama, antara lain melodi, puspita, merong, husada dewa, cabai manis, timun manis dan lain- lain. Di Indonesia, tanaman ini mulamula ditemukan di daerah Dieng sehingga disebut melon Dieng, disingkat melodi. Tanaman ini disebut puspita karena digunakan sebagai tanaman hias. Sebutan buah husada dewa mengacu kepada khasiatnya sebagai obat yang dapat menyembuhkan diabetes militus, batu ginjal, jantung, stroke, liver, tekanan darah tinggi, dan sebagainya. Sebutan merong karena sosok buahnya yang mirip terung. Tanaman ini memiliki nama latin Solanum muricatum. L dan mempunyai nama sinonim Solanum guatemalense. Hort yang termasuk famili solanaceae (terung- terungan). Sementara nama umum yang digunakan untuk menyebutnya berbeda-beda, tergantung bahasanya(1). Pepino merupakan tanaman asli dari pegunungan Andes yang beriklim sedang, terutama di wilayah Columbia, Peru, dan Chili. Tanaman ini tidak ditemui dihutan belantara dan detail asalnya tidak diketahui. Buahnya dikembangkan secara komersial di Selandia Baru, Chili, dan Australia Barat. Pepino pernah dikembangkan di San Diego sebelum tahun1889(1). 73
Tanaman pepino ini kemungkinan dikenalkan di Amerika dari Guatemala pada tahun 1882 oleh Gistav Elsen Review.Buahnya beraroma, halus dan berair, rasanya seperti terung yang asam, jika disimpan dalam wadah tertutup buahnya bisa bertahan sampai pertengahan musim dingin (2). Penelitian yang terkait yang pernah dilakukan oleh Nyi Mekar Saptarini, Dadan Suryasaputra dan Atep Misbah Saepulhak (2011),menyatakan bahwa hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa sari buah pepino (Solanum muricatum. L) mengandung alkaloid, flavanoid dan tanin (3). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kandungan senyawa apa saja yang terkandung dalam daun pepino (Solanum muricatum.L) diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi kepada masyarakat akan kandungan senyawa dari tanaman pepino dan sebagai acuan untuk dijadikan tanaman obat. 2.
Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dari penyiapan bahan, pemeriksaan makroskopik, determinasi tanaman, pemeriksaan karakteristik simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, fraksinasi, pemisahan, pemurnian dan uji kemurnian.Penyiapan bahan dimulai dari menentukan bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman yang akan dipanen, cara pemanenan, sortasi basah, pencucician, perajangan, pengeringan pada suhu kamar, sortasi kering, dan penyimpanan simplisia.Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar abu tidak larut air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol.Setelah penyiapan simplisia dilakukan penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid/ triterpenoid dengan cara bertahap. Dari hasil penapisan didapat gambaran mengenai kandungan golongan senyawa dari simplisia. Ekstraksi dilakukan adalah metode maserasi dingin dengan pelarut metanol selama 24 jam dan proses maserasi diulang sebanyak 3 kali.Hasil maserasi dikumpulkan kemudian dipekatkan dengan penguap vakum putar sampai didapat ekstrak kental metanol.Ekstrak metanol pekat dilarutkan dalam air pada suhu ±70oC, kemudian disaring untuk memisahkan klorofil dari ekstrak metanol. Filtrat difraksinasi dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair dengan pelarut yang meningkat kepolarannya mulai dari n-heksan, metilenklorida dan etil asetat.Pemeriksaan dan identifikasi ekstrak menggunakan metode kromatografi lapis tipis dengan plat silika gel GF 254 sebagai langkah awal untuk menetahui senyawa-senyawa yang terekstraksi oleh setiap pelarut. Setelah itu dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif. Kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis 2 dimensi. 74
3.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tanama daun pepino (Solanum muricatum. L) berasal dari Desa Baru Dua, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Pengumpulan bahan dilakukan di Desa Baru Dua. Pemeriksaan determinasi dilakukan di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, menunjukkan bahwa tanaman ini termasuk familiSolanaceae, jenis Solanum muricatum. L. Selanjutnya dilakukan pengolahan bahan menjadi simplisia yang meliputi sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan asing lainya dari bahan simplisia. Pencucian dengan air mengalir, bertujuan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada daun, pemotongan bertujuan untuk mempermudah pengeringan dan penyimpanan, kemudian di keringkan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia, penggilingan bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi karena luas permukaan akan semakin besar, penyimpanan simplisia dalam wadah yang bersih, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isinya, sehingga tidak terjadi reaksi serta penyimpanan warna, bau dan rasa pada simplisia. Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan karakteristik simplisia yang meliputi kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, susut pengeringan, kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Pepino (Solanum muricatum. L) No 1 2 3 4 5 6
Jenis Uji
%
Kadar Abu Total Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Susut Pengeringan Kadar Sari Larut Etanol Kadar Sari Larut Air
12,53 4,67 4,33 10,31 14,67 34,67
75
Pemeriksaan penapisan fitokimia simplisia serbuk daun pepino (Solanum muricatum .L) menunjukan adanya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon dan steroid / triterpenoid. Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Pepino (Solanum muricatum. L) No 1 2 3 4 5 6
Jenis Uji
Senyawa kimia
Alkaloid + Flavonoid + Saponin + Tanin + Kuinon + Steroid/ Triterpenoid + Keterangan : (+) = (terdeteksi), (-) = tidak terdeteksi
Pembuatan ekstrak dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut metanol. Metanol merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk senyawa polar dan non polar, dengan demikian diharapakan senyawa yang terkandung dalam simplisia dapat tertarik. Keuntungan ekstraksi maserasi dingin adalah cara kerja dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum dilakukan maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan tujuan mempermudah penyerapan pelarut karena semakin luas pemukaan simplisia semakin kuat penetrasi pelarut masuk kedalam membran sel / berinteraksi dengan simplisia. Setelah dimaserasi 3 x 24 jam hasil ekstrak disaring dan maserat dikumpulkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan menggunakan penguap vakum putarsehingga diperoleh ekstrak kental metanol. Ekstrak metanol dilarutkan dalam air dengan suhu ±70 o C , dengan tujuan menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Ekstrak kental metanol difraksinasi dengan menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair adalah pelarut dengan kepolaran yang meningkat yaitu n- heksan, metilenklorida dan etil asetat. Masing- masing fraksi dipekatkan dengan penguap vakum putar. Setiap fraksi (metanol pekat, nheksan, metilenklorida dan etil asetat) diperiksa dengan metode KLT. Hasil KLT tiap fraksi yang memberikan bercak paling dominan adalah pada fraksi etil asetat karena dilihat pada panjang gelombang 366 nm memberikan pola pemisahan yang baik.
76
Tahap pemisahan selanjutnya fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi cair vakum (KCV) dengan sistem perbandingan fase gerak yang meningkat kepolarannya yaitun-heksan : etil asetat sebagai berikut : (0:100), (10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50(A)), (50:50(B)), (60:40(A)), (60:40(B)), (70:30), (80:20), (90:10) dan (100:0). Dari hasil kromatografi cair vakum tersebut diperoleh 13 fraksi dan masing- masing fraksi diuapkan. Semua fraksi di kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak nheksan : etil asetat (3 : 7). Fraksi yang memiliki pemisahan yang sama digabungkan yaitu fraksi 9-11. Selanjutnya fraksi gabungan dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF 254 , dan fase gerak n-heksan : etil asetat (3:7). Kemudian dilihat pada lampu UV 254 nm dan UV 366 nm, menghasilkan 3 pita. Hasil kromatografi lapis tipis preparatif dikerok kemudian di maserasi selama 24 jam. Isolat hasil dari kromatografi lapis tipis preparatif dilakukan uji kemurniandengan kromatografi lapis tipis dua dimensi, menggunakan fase gerakke-1 n-heksan : etil asetat (3:7) dan fase gerak ke-2 metilenklorida : etil asetat (5:5). Uji kemurnian isolat I dari pita 1 memberikan nilai Rf 0,37 dan isolat II dari pita 3 memberikan nilai Rf 0,37
HASIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SEMUA FRAKSI
Y
F1
F2
F3
F4
X
Hasil kromatogram fraksi-fraksi 77
Keterangan: A = UV 366 nm sebelum disemprot B = UV 366 nm sesudah disemprot dengan penampak bercak H2SO4 Fase Gerak = kloroform : metanol : amoniak ( 9 : 1 : 0,5 ) Fase Diam = Silika Gel GF254 F1 = Ekstrak metanol F2 = Fraksi n- heksan F3 = Fraksi metilenklorida F4 = Fraksi etil asetat X = Awal penotolan Y = Batas pengembang
Konsentrasi Perbandingan Eluen No
Konsentrasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
10 : 0 9:1 8:2 7:3 6:4 6:4 5:5 5:5 4:6 3:7 2:8 1:9 0 : 10
Etil Asetat (ml) 100 90 80 70 60 60 50 50 40 30 20 10 0
N- Heksan (ml) 0 10 20 30 40 40 50 50 60 70 80 90 100
78
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS HASIL KCV FRAKSI ETIL ASETAT
Y
X F1F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11F12F13
Hasil kromatogramlapis tipis KCV fraksi etil asetat Keterangan : Fase diam : Silika gel GF 254 Fase gerak : Etil asetat : n- heksan (7 : 3) Penampak bercak H2SO4 10% dalam metanol X = Awal penotolan, Y= batas pengembang, F1 = Fraksi (0:100), F2 = Fraksi (10:90), F3= Fraksi(20:80), F4 = Fraksi (30:70), F5= Fraksi (40:60), F6 = Fraksi (50:50), F7 = Fraksi (50:50), F8= Fraksi (60:40), F9 = Fraksi (60:40), F10 = Fraksi (70:30), F11 = Fraksi (80:20), F12 = Fraksi (90:10), F13 = Fraksi (100:0) KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF FRAKSI ETIL ASETAT
(1) (2) (3)
Hasil kromatogram lapis tipis preparatif fraksi etil asetat 79
Keterangan : Fase diam= Silika gel GF 254 Fase gerak = Etil asetat : n- heksan ( 7 : 3 ), X = Awal penotolan, Y =, Batas pengembang, Pita (1) = Isolat I, Pita (2)= Isolat II, Pita (3) = Isolat III, Sinar UV = 366 nm PEMERIKSAAN KEMURNIAN ISOLAT FRAKSI ETIL ASETAT
Kromatogram lapis tipis dua arah Isolat I (pita 1) Keterangan : Fase diam= Silika gel GF 254, Pengembang (1) = Etil asetat : n- heksan (7:3) Pengembang (2) = Etil asetat : metilenklorida ( 5: 5), Penampak bercak H2SO4 10 % dalam metanol, Sinar UV 366 nm
Kromatogram lapis tipis dua arahIsolat II (pita 3)
80
4.
Kesimpulan
Hasil penapisan fitokimia pada serbuk simplisia daun pepino (Solanummuricatum.L) menunjukan adanya senyawa flavanoid, alkaloid, tanin, kuinon, saponin dan steroid/ triterpenoid. Sedangkan pada fraksi etil asetat berhasil di isolasi dua senyawa yang diduga merupakan senyawa steroid / triterpenoid.
5.
Daftar Pustaka
Sarno, A.Md., 2005,“Pepino Buah Mewah Berkhasiat Obat”,Mitra Agro Melodi, Penerbit Kanisius,Hlm. 3-17. Bailey, L.H., 1960,“The Standard Cydlopedia of Horticulture”, Vol. III P-Z The Mc Millan, New York, p. 3182. Nyi Mekar S., Dadan S.S., Dkk., 2011, “Analisis Rasio Proteksi Antiulser Sari Buah Pepino (Solanum muricatum. Aiton) Menggunakan Mencit Sebagai Model Hewan Coba”, Majalah Obat Tradisional, 16(2),Hlm. 75 – 80. Fransworth, N. R., 1996,“Biological And Phytochemikal Screening Of Plant”, J., Pharm., Sci., Hlm. 255-269. OgataY, 1995,“Medical Herb Indeks In Indonesia” , 2nd Edition, Indonesia, Jakarta, Hlm. 128-129.
PT Eisai
Kaufman, P. B, ( et. al ), 1998,“Natural Products From Plants”, Boca Raton, London, CRC Press, Hlm. 23. Markham, K.R., 1998,“Cara mengindentifikasi Flavanoid”,Terjemahan K. Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung,Hlm. 1-47. Trease, G.,E., and W.C Evans, 1972,“Pharmacognosy”,10thEdition, Published in the United States of American, Hlm. 117-122. Harborne, J.B.,1987,“Metode Fitokimia”,Terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 8-9, 147-149, 152-155, 234-240. Soediro,I., 1991,“Farmakognosi”, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB, Bandung, Hlm. 121.
81
Robinson, T.,1995,“Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi”, Edisi Terjemahan Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 152 – 158.
VI.
Nurlala, B., 1987, “Membandingkan Dua Metode Extrasi Solasodin dari Solanum Khasianum C.B. Clarke”,Tugas Akhir Fakultas MIPA, UNPAD, Bandung, Hlm. 10. Ditjen POM, 2000,“Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Depkes RI, Jakarta, Hlm. 10-32. Ditjen POM, 1989,“Materia Medika Indonesia”, Jilid V, Departemen Kesehatan Rebublik Indonesia, Jakarta, Hlm. 536 – 540.
82
ANALISIS KANDUNGAN LOGAM Fe DAN Mn ES BATU YANG ADA DI KECAMATAN TAROGONG KABUPATEN GARUT DENGAN METODE SPEKTROFOMETRI SERAPAN ATOM Ruchiyat Abstrak
Telah dilakukan penelitian analisis kandungan logam Fe dan Mn pada es batu yang ada di Kecamatan Tarogong Kabupaten Garut dengan Metode spektrofotometri serapan atom. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengukur kandungan logam Fe dan Mn pada es batu dengan metode spektrofometri serapan atom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 dari 14 sampel menunjukkan hasil positif mengandung logam Fe dan logam Mn. Pada penetapan kadar logam Fe dengan panjang gelombang 248,3 nm yang terdeteksi pada sampel 5 sebesar 0,315 mg/l, sampel 9 sebesar 0,226 mg/l, sampel 11 sebesar 0,277 mg/l dan sampel 13 sebesar 0,121 mg/l. Untuk hasil kadar logam Mn dengan panjang gelombang 279,5 nm yang terdeteksi pada sampel 6 sebesar 0,611 mg/l, sampel 9 sampel 3,127 mg/l, sampel 13 sebesar 0,5981 mg/l dan sampel 14 sebesar0,4664 mg/l. Kata kunci : Es Batu, Spektrofometri Serapan Atom, Fe, Mn. 1. Pendahuluan Air konsumsi adalah air yang memenuhi persyaratan sebagaimanaditetapkan Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum yaitu kadar Fe sebesar 0,3 mg/L. Secara kualitas, ditemukan beberapa penyimpangan terhadap parameter kualitas air bersih, baik kualitas fisik, kimia, biologi, ataupun radioaktif. Penurunan kualitas air diantaranya diakibatkan oleh adanya kandungan besi yangsudah ada pada tanah karena lapisan-lapisan tanah yang dilewati air mengandungunsur-unsur kimia tertentu, salah satunya adalah persenyawaan besi. Besi merupakan salah satu unsur pokok alamiah dalam kerak bumi. Keberadaan besidalam air tanah biasanya berhubungan dengan pelarutan batuan dan mineralterutama oksida, sulfida karbonat, dan silikat yang mengandung logam-logam tersebut (1). Salah satu sumber daya alam yang paling penting bagi hidup manusia adalah sumber daya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia sehari-hari, sehingga dapat dikatakan manusia tidak dapat hidup tanpa air. Oleh karena itu perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi kehidupan manusia serta 83
makhluk hidup lainnya. Diperkirakan dari tahun ke tahun kebutuhan akan air semakin meningkat, bukan hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk akan tetapi disebabkan oleh kebutuhan per kapita yang meningkat sesuai dengan perkembangan pola hidup manusia (2). Pencemaran air yang disebabkan oleh komponen – komponen anorganik dan organik yang berasal dari kegiatan manusia seperti industri maupun buangandomestikdiantaranya berbagai logam berat berbahaya.Beberapa logam tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan, karena diproduksi secara rutin dalam skala industri.Penggunaan logam – logam berat tersebut ternyata langsung maupun tidak langsung telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Kandungan Fe di bumi sekitar 6,22 %, di tanah sekitar 0,5 – 4,3%, di sungai sekitar 0,7 mg/L, di air tanah sekitar 0,1 – 10 mg/L, air laut sekitar 1 – 3 ppb, pada air minum tidak lebih dari 200 ppm. Pada air permukaan biasanya kandungan zat besi relatif rendah yakni jarang melebihi 1 mg/L sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/L sampai dengan + 25 mg/L. Kandungan Mn di bumi sekitar 1060 ppm, di tanah sekitar 61 – 1010 ppm, di sungai sekitar 7 mg/L, di laut sekitar 10 ppm, di air tanah sekitar <0.1 mg/L. Logam – logam tersebut diketahui dapat berada di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Telah diketahui bahwa persediaan air dari berbagai sumber air sangat terbatas dengan distribusi yang tidak merata, sehingga perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi kelangkaan air bagi generasi yang akan datang. Kelangkaan air akan merangsang pemanfaatan air dari berbagai sumber air. Dilihat dari parameter kualitas lingkungan, termasuk kualitas air memerlukan suatu pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang pengertian parameter kualitas lingkungan, keterkaiatan antara parameter, hubungan kausatif antar-parameter,peranan parameter-parameter tersebut dalam keseimbangan lingkungan.(3). Adanya unsur besi (Fe)atau mangan (Mn)yang terkena udara atau oksigen maka reaksi orksidasi besi atau mangan akan timbul dengan lambat membentuk endapan atau gumpalan koloid dari oksidasi besi atau oksida mangan yang tidak diharapkan. dalam air bersih menyebabkan timbulnya rasa bau logam, menimbulkan warna koloid merah (karat) dalam air akibat oksidasi oleh oksigen terlarut dan dapat merupakan racun bagi manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian analisis kandungan Fe dan Mn dengan
84
tujuan untuk mengetahui jumlahlogam berat pada es batu dengan menggunakan metode Spetrofotometri Serapan Atom. Permasalahandalam penelitian ini adalah apakah es batu yang ada dipasaran mengandung logam-logam berat. Karena pada pertengahan Maret 2014 lalu terdapat kasus beredarnya es batu yang mengandung bahan kimia sehingga menjadi perhatian khusus BPOM. Sehingga memberikan ide untuk meneliti es batu yang mengandung logam berat seperti unsur zat besi (Fe) atau mangan (Mn). Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui banyaknya kandungan logam berat Fe dan Mn pada es batu yang ada di daerahKecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garut, karena zat besi dan mangan sendiri dalam konsentrasi yang lebih besar akan memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa logam. Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi produsen es batu agar memperhatikan dalam pembuatan es batu dan konsumen agar mengetahui adanya bahaya kontaminasi zat logam berat pada es batu.
2.
Metode Penelitian
Penelitian bersifat eksperimental laboratorium, dengan melakukan analisis kandungan logam zat besi dan mangan pada es batu.Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling yaitu dengan mengambil 14 sampel es batu dari berbagai tempat yang berada di daerah Kabupaten Garut Kecamatan Tarogong Kaler.Metode yang dipilih berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menentukan kadar logam dalam es batu yaitu dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom. Prosedur analisis diawali dengan sampel yang akan diuji, kemudian pembuatan larutan baku logam Fe dan Mn, pembuatan kurva kalibrasi, serta pengukuran sampel uji. Panjang gelombang untuk masingmasing logam tersebut yaitu pada panjang gelombang (λ) = 248,3 nm untuk analisis Fe dan untuk analisis Mn dengan panjang gelombang (λ) = 279,5 nm.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan Telah dilakukan penelitian analisis kandungan logam Fe dan Mn pada es batu yang ada di Kecamatan Tarogong Kaler Kabupaten Garutdengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan logam Fe dan Mn pada es batu.Pada pembuatan es batu yang baik juga diperlukan proses yang benar pertama 85
panaskan air yang akan dijadikan es batu sampai mendidih agar tidak ada bakteri pada air tersebut. Proses selanjutnya didinginkan baru kemudian dimasukkan kedalam kulkas/fresser selama 1 hari agar es batu terbentuk padatan. Penelitian ini diawali dengan pemilihan sampel es batu secara acak (random sampling). Sampel yang digunakan sebanyak 14 sampel yang didapat dari berbagai tempat yang berbeda. Tahap selanjutnya sampel yang akan diteliti dilakukan perlakuan pendahuluan yaitu dengan penambahan asam nitrat pekat. Tujuan dari pemberian asam nitrat pekat yaitu agar logam Fe dan Mn dapat terdeteksi sempurna oleh alat. Pemberian asam nitrat ini juga dapat mengurangi pengotor yang ada pada sampel air. Sampel yang telah dilakukan perlakuan pendahuluan tersebut kemudian siap untuk ditentukan kadar logamnya. Pengukuran dimulai dengan kurva standar dari masing-masing logam. Pada logam Fe diukur pada panjang gelombang 248,3 nm dan pada logam Mn diukur dengan panjang gelombang 279,5 nm. Hasil dari kurva kalibrasi Fe diperoleh persamaan garis y=0,1165x + 0,0119 dengan nilai r 0,999. Pada kurva kalibrasi Mn diperoleh persamaan garis y= 0,1518x + 0,0082 dengan nilai r 0,998. Dengan hasil kurva kalibrasi Fe dan Mn, menunjukan persamaan garis yang baik.
KURVA BAKU LARUTAN STANDAR Fe Kadar (ppm)
Absorbansi
0,5 1 1,5 2
0,070 0,126 0,190 0,024
86
y = 0.1165x + 0.0118 R² = 0.9994
0.3
absorbansi
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
0.5
1 1.5 konsentrasi
2
2.5
Grafik kurva standar logam Fe yang diukur pada panjang gelombang 248,3 nm dengan persamaan regresi y=0,1165x + 0,0119
Dari hasil uji presisi didapatkan nilai %RSD Fe 0,006627% dan %RSD Mn 0,00004706%. Ketelitian alat dapat dikatakan baik apabila nilai RSD kurang dari 11%. Karena nilai dari logam Fe dan Mn jauh dibawah 11% maka spektrofotometri serapan atom yang digunakan mempunyai ketelitian yang sangat baik sehingga layak untuk digunakan dalam analisis es batu. Hasil Uji Presisi Fe Larutan standar Fe1 ppm 1 1 1 1 1 ∑ Konsentrasi Rata-rata SD (%) RSD Ketelitian alat
Y
: : : :
0,1265 0,1266 0,1266 0,1264 0,1265 0,6326 0,9838 0,0000652 0,006627% 99,9933%
X
X2
0,9836 0,9845 0,9845 0,9828 0,9836 4,919
0,96746896 0,96933743 0,96933743 0,96595995 0,96746896 4,839573
87
Hasil Uji Akurasi Fe Uji
Penambahan Baku (ppm)
A
C Total Sampel (ppm)
C sampel (ppm)
1
0,5
0,1895 0,1895 0,1893
1,5244 1,5244 1,5227
1
0,1894 0,1895 0,1893
1,5236 1,5244 1,5227
1
Rata – rata 2
0,5 Rata – rata
% Recovery
104,88 104,88 104,54 104,76 104,72 104,88 104,54 104,71
Hasil Uji Batas Deteksi Fe X (ppm) 0,5 1 1,5 2
Yi
Ŷ
(yi - ŷ)
0,0705 0,1265 0,1891 0,2438
0,07015 0,1284 0,1866 0,2449
0,00035 0,0019 0,0025 0,0011 ∑ (yi - ŷ)² S ⁄ Y BD X
(yi - ŷ)² 0,000000122 0,0000036 0,0000062 0,0000012 = 0,000011122 = 0,0023581 = 0,01897 = 0,06068
Dari hasil uji akurasi untuk logam berat Fe pada pengukuran 1 didapat nilai ratarata sebesar 104,76% dan pada pengukuran 2 sebesar 104,71%. Dari hasil uji akurasi untuk logam berat Mn pada pengukuran 1 di dapat nilai rata-rata sebesar 95,33% dan pengukuran 2 sebesar 95,45%. Untuk uji akurasi hasil ini menunjukan rata-rata dari logam Fe dan Mn masih masuk dalam range, karena uji akurasi antara 95% - 105%. Batas deteksi untuk Fe adalah 0,06mg/L, penentuan dilakukan secara statistik melalui garis linier dari kurva kalibrasi. Pada sampel 5, 9, 11 dan 13 menujukan nilai positif karena Fe berada diatas batas deteksi, sisa sampel menunjukan nilai yang negatif dikarenakan konsentrasi kecil atau dibawah batas deteksi. Batas deteksi untuk Mn adalah 0,1 mg/L, penentuan dilakukan secara statistik melalui garis linier dari kurva kalibrasi. Pada sampel 6, 9, 13 dan 14 menujukan nilai positif karena Mn berada diatas batas deteksi, sisa sampel menunjukan nilai yang negatif dikarenakan konsentrasi kecil atau dibawah batas deteksi. 88
absorbansi
Data Absorbansi Kurva Baku Kadar (ppm)
Absorbansi
0,5 1 1,5 2
0,086 0,160 0,229 0,315 y = 0.1518x + 0.0082 R² = 0.9981
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
0
0.5
1 1.5 konsentrasi
2
2.5
Grafik kurva standar logam Mn yang diukur pada panjang gelombang 279,5 nm dengan persamaan regresi y=0,1518x + 0,0082 Hasil Uji Presisi Mn Larutan standar Y Mn1 ppm 0,1602 1 0,1602 1 0,1604 1 0,1603 1 0,1602 1 ∑ 0,8013 Konsentrasi Rata-rata : 0,10624 SD : 0,00000005 (%) RSD : 0,00004706% Ketelitianalat : 99,99995294%
X
X2
0,10618 0,10618 0,10638 0,10628 0,10618 0,5312
0,0112741 0,0112741 0,0113167 0,0112954 0,0112741 0,0564344
89
Hasil Uji Akurasi Mn Uji
Penambahan Baku (ppm)
A
C Total Sampel (ppm)
C sampel (ppm)
1
0,5
0,2322 0,2326 0.2323
1,4756 1,4782 1,4762
1
1
95,38 95,64 95,52
Rata – rata 0,2324 0,5 0,2326 0,2325 Rata – rata
X (ppm)
Yi
0,5
0,086
1
0,1602
`1,5
0,2299
2
0,3157
1,4769 1,4782 1,4776
% Recovery
95,12 95,64 95,24 95,33 104,72 104,88 104,54
95,45
Hasil Uji Batas Deteksi Mn Ŷ (yi - ŷ)
(yi - ŷ)²
0,0841
0,0019
0,00000361
0,16
0,0002
0,00000004
0,2359
0,006
0,000036
0,3118
0,0039
0,00001521
∑ (yi - ŷ)² S ⁄ Y BD X
= 0,00005216 = 0,0051068 = 0,02352 = 0,1
Pada pengujian kadar Fe dan Mn menunjukan adanya nilai logam yang berbedabeda pada setiap sampel yang diujikan. Pada kadar Fe dan Mn setelah dilakukan pembacaan pada alat spektrofotometer, sampel yang diujikan banyak yang tidak terdeteksi. Hal ini kemungkinan karena larutan standar yang digunakan untuk pengujian berbeda sehingga nilai kandungan Fe dan Mn pada sampel sangat kecil atau dibawah nilai standar batas deteksi. Untuk hasil uji kadar Fe, masih dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi, untuk hasil uji kadar Mn tidak bisa dikatakan aman, karena sampel yang terdeteksi karena menurut SNI kadar es batu yang aman untuk kadar Fe dan Mn adalah 0,3 mg/L dan 0,1 mg/L.
90
Kadar Logam Fe dan Mn dalam Sampel No Sampel 5 9 11 13
4.
Kadar Fe ( mg/mL ) 0,315 0,226 0,277 0,121
No Sampel 6 9 13 14
Kadar Mn ( mg/mL ) 0,611 3,127 0,5981 0,4664
Kesimpulan
Hasil nilai kadar untuk logam berat Fe yang terdeteksi pada sampel 5 sebesar 0,315 mg/L, sampel 9 sebesar 0,226 mg/L, sampel 11 sebesar 0,277 mg/Ldan sampel 13 sebesar 0,121 mg/L. Untuk hasil kadar logam berat Mn yang terdeteksi pada sampel 6 sebesar 0,611 mg/L, sampel 9 sebesar 3,127 mg/L, sampel 13 sebesar 0,5981 mg/L dan sampel 14 sebesar 0,4664 mg/L. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) es batu, standar mutu air minum yang dipersyaratkan baik dikonsumsi untuk Fe adalah 0,3 mg/L dan Mn 0,1 mg/L. Hasil ini menunjukan nilai kadar Fe masih aman untuk dikonsumsi karena tidak melebihi persyaratan SNI, tetapi untuk nilai kadar Mn hasil didapat melebihi dari persyaratan yang ditetapkan.
5.
Daftar Pustaka
Depkes RI, 2002, ‘‘Keputusan Mentri Kesehatan RI No 907/Menkes/Sk/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum’’, Depkes RI, Hlm. 5-15. Mahida., U.N., 1986, “Pencemaran Air dan Pemanfaaatan Limbah Industri”, Gajah Mada University-Press, Jakarta, Hlm. 104-105. Effendi., H. 2003, “Telaah Kualitas Air”, Cetakan I, Penerbit Konisius, Yogyakarta, Hlm. 49-50. Dewan Standarisasi Nasional (SNI), 1995,‘’SNI 01-3839-1995 Es Batu’’.
91
Anonima, http://www.okewaya.com/2014/03/tips-membuat-es-batu.html Tanggal akses 23 November 2014)
(
Anonimb,http://www.mesinraya.co.id/mengenal-berbagai-jenis-dan-bentuk-esbatu.html (Tanggal akses : 15 Januari 2014) Alaerts, G. dan Sri S.S, 1997, “Metode Penelitian Air”, Usaha Nasional, Surabaya, Hlm. 73-77. Sutrisno,C.T., 1996, “Teknologi Penyediaan Air Bersih”, Cetakan III, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 54. Slamet,J.S., 1994, “Kesehatan Lingkungan”, Gajah Mada University-Press, Yogyakarta, Hlm. 39-40. Gandjar, I.G. dan Abdul R., 2007, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 46-55. Vogel, 1994,“Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik”, Edisi IV, PenerbitBuku Kedokteran EGC, Jakarta, Hlm. 98-99. Harmita, 2004, “Petunjuk Pelakasanaan Validasi Metode dan Perhitungannya”, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol 1, No.3,Hlm. 117-135.
Cara
Abdul, R., 2008, “Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 1013.
92