PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR
MARIA ANITA GOBA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penanganan dan Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Pemotongan Babi Jeletreng Gunung Sindur Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Maria Anita Goba NIM D14080185
ABSTRAK MARIA ANITA GOBA. Penanganan dan Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Potong Babi Jeletreng Gunung Sindur Bogor. Dibawah bimbingan HENNY NURAINI dan LUCIA CYRILLA ENSD. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi teknik penanganan karkas dan non karkas di tempat pemotongan, serta menganalisis distribusi karkas dan non karkas dari Tempat Potong Babi (TPB) sampai ke konsumen. Data diperoleh dari pengamatan kegiatan secara langsung dan wawancara dengan pemilik serta pelaku pemasaran menggunakan instrumen berupa kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tempat pemotongan babi Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor belum melakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem; penerapan higiene dan sanitasi belum terlaksana dengan baik, pengemasan produk menggunakan plastik dan tidak dilakukan pemisahan antara karkas dan non karkas. Saluran distribusi dan pemasaran karkas dan non karkas babi dari produsen sampai ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran yaitu pedagang pemborong dan pedagang pengecer. Kata kunci: babi, distribusi, karkas, non karkas, penanganan.
ABSTRACT MARIA ANITA GOBA. Handling and Distribution of Carcass and Non-carcass Swine at The Jeletreng Abbatoir Gunung Sindur Bogor. Under the direction of HENNY NURAINI and LUCIA CYRILLA ENSD. The aimed of this study was to evaluate the technique of handling the carcass and non carcass at the abattoir, and to analyze the distribution of carcass and non carcass from an abattoir to the consumer. Data obtained from the observation of activities and interviews with owner and enterpreneurs of marketing using a questionnaire instrument. Data were analyzed descriptively. The results showed that the pig abbatoir Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor has not check antemortem and postmortem; application of hygiene and sanitation not done well, packaging products made using plastic and no separation between the carcass and non carcass. The distribution line and marketing of carcass and non carcass pigs from producer to consumer marketing agencies that involve contractor merchants and retailers. Keywords: carcass, distribution, handling, non carcass, swine.
PENANGANAN DAN DISTRIBUSI KARKAS DAN NON KARKAS DARI TEMPAT PEMOTONGAN BABI JELETRENG GUNUNG SINDUR BOGOR
MARIA ANITA GOBA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penanganan dan Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Potong Babi Jeletreng Gunung Sindur Bogor Nama : Maria Anita Goba NIM : D14080185
Disetujui oleh
Dr Ir Henny Nuraini, MSi Pembimbing I
Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Penanganan dan Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Potong Babi Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Ir Lucia Cyrilla ENSD., MSi sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan menyediakan waktunya untuk membimbing penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Ir Komariah, MSi, bapak Dr Ir Didid Diapari, MSi dan bapak Edit Lesa Aditia, SPt, MSc yang telah menyediakan waktunya untuk menjadi dosen penguji. Disamping itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Joko selaku pemilik tempat potong babi dan dede Selus yang telah membantu selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, ayah Robertus Nusa, ibu Servince Sues, mama Martha Retong , bapak Thomas Alfares, kakak Maya, kakak Renatha Alfares, adik Irene Alfares, Rina Alfares, Rischa Alfares, Marryo dan Aldo atas cinta, doa dan dukungannya. Terima Kasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat (Cece, Zani, Keysa, Arini, Eva, Maria) dan teman-teman D’Technoduct 45 atas kebersamaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Maria Anita Goba
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Ruang Lingkup Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan dan Alat 2 Prosedur 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not defined. Keadaan Umum TPB Jeletreng Error! Bookmark not defined. Evaluasi proses pemotongan di TPB Jeletreng 4 Distribusi 13 SIMPULAN 16 DAFTAR PUSTAKA 16 RIWAYAT HIDUP 17
DAFTAR TABEL 1 Hasil evaluasi proses penanganan karkas dan non karkas babi di tempat potong babi (TPB) 2 Hasil pengamatan terhadap harga jual karkas dan non karkas pada tiap lembaga pemasaran
4 15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Diagram alir proses pemotongan babi Proses penyembelihan Proses scalding Proses eviserasi Proses pemisahan kepala (A) dan pembelahan karkas (B) Saluran pemasaran karkas dan non karkas babi
4 11 11 12 13 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu ternak sumber protein yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan daging untuk masyarakat. Ternak babi juga berpotensi sebagai penghasil daging yang ditunjukkan oleh persentase karkas yang tinggi sekitar 75% dari bobot hidup dan bersifat prolifik. Seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia, konsumsi daging babi di Indonesia terus meningkat. Laju perputaran modal yang cepat pada usaha ini menarik minat banyak pelaku usaha. Para pelaku usaha ini amat beragam mulai dari subsistem agribisnis hulu hingga subsistem agribisnis hilir. Salah satunya ialah Tempat Potong Babi (TPB) Jeletreng yang berlokasi di daerah Gunung Sindur, Bogor. Subsistem agribisnis ini merupakan tahap antara proses budidaya dan menghasilkan produk serta berkecimpung dalam dunia pemasaran. Pemasaran merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari seluruh kegiatan usaha. Kegiatan ini dapat membantu produsen dalam menyalurkan produk hasil ternaknya agar sampai kepada konsumen. Dilihat dari mata rantai penyediaan daging babi di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah proses penanganan di tempat pemotongan babi. Di tempat potong babi ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) menjadi daging. Penanganan hewan dan daging di tempat potong babi yang kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap mutu dan keamanan daging yang dihasilkan. Karkas babi adalah bagian tubuh dari seekor babi yang telah dipotong dikurangi atau dipisahkan bagian kepala, paru-paru, jantung, jeroan, keempat kaki mulai carpus dan tarsus. Kulit, ekor dan leher merupakan bagian dari karkas. Kualitas karkas ternak babi dipengaruhi oleh faktor sebelum pemotongan, antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan pakan serta proses setelah pemotongan, di antaranya metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi. Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim yang dapat mengurai atau memecah beberapa komponen gizi yang akhirnya menyebabkan pembusukan daging. Daging dikategorikan sebagai pangan yang mudah rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap tempat-tempat pemotongan babi, antara lain studi kasus pada TPB Jeletreng Gunung Sindur, Bogor.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi teknik penanganan karkas dan non karkas di tempat pemotongan, serta menganalisis distribusi karkas dan non karkas dari tempat potong babi (TPB) sampai ke konsumen.
2 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup penanganan karkas dan non karkas di tempat pemotongan serta gambaran proses distribusi dan pemasaran karkas dan non karkas babi dari produsen ke konsumen.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Januari sampai bulan Maret 2013 di tempat potong babi (TPB) milik bapak Joko yang dikelola secara individu atau perseorangan di Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur, Bogor.
Bahan dan Alat Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi jantan yang dipotong di tempat potong babi (TPB) Jeletreng, Gunung Sindur, Bogor. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, kamera, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahapan yang dilakukan di TPB yaitu penyembelihan, penanganan karkas, penimbangan dan distribusi. Semua tahapan tersebut diamati kesesuaiannya dengan Standar Nasional Indonesia tentang Rumah Potong Hewan (SNI 01-6159-1999) dan SK Menteri Pertanian Nomor 431/Kpts/TN.310/7/1992 tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging. Semua tahapan yang diamati di tempat pemotongan hewan meliputi aspek higiene dan sanitasi mulai di area penampungan ternak hidup sampai proses distribusi produk karkas dan non karkas. Data diperoleh dari pengamatan kegiatan secara langsung dan melakukan wawancara dengan pemilik lokasi pemotongan, para pekerja serta individu atau pelaku pemasaran yang terlibat dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang disusun sebelumnya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian ini. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif. Evaluasi proses pemotongan dilakukan dengan cara memberikan penilaian atau saran tindakan koreksi terhadap tahapan proses pemotongan yang belum mengikuti standar.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tempat Potong Babi Jeletreng Gunung Sindur Bogor Tempat potong babi (TPB) yang diamati berada di Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur. Tempat pemotongan ini milik bapak Joko yang dikelola secara individu atau perseorangan. Akses jalan menuju tempat pemotongan dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Namun pada saat hujan akses jalan yang dilalui sangat sulit karena mengalami kerusakan. Tempat potong babi tersebut berada di lokasi pemukiman padat penduduk. Lokasinya jauh dari tempat pembuangan sampah, jauh dari industri kimia, namun lokasi tersebut tidak bebas dari bau menyengat yang berasal dari peternakan babi disekitarnya. Lokasi juga tidak bebas dari debu dan asap yang berasal dari kendaraan yang sering melewati daerah tersebut. Air yang digunakan untuk kebutuhan ternak sehari-hari berasal dari sumur gali dan air hujan. Tenaga kerja yang ada di tempat potong babi tersebut berjumlah 3 orang. Tiap tenaga kerja menangani 1 ekor babi. Pemeriksaan kesehatan ternak dan tenaga kerja tidak pernah dilakukan serta belum pernah ada pelatihan tentang higiene dan mutu daging. Tenaga kerja tidak menggunakan perlengkapan yang sesuai pada saat proses pemotongan ternak dan peralatan yang digunakan mudah berkarat. Bangunan utama tempat pemotongan terdiri atas kandang penampungan dan bangunan tempat potong babi tersebut. Jarak antara kandang penampungan dan tempat potong babi berkisar 10 m. Tempat potong babi berukuran panjang 4 m, lebar 3 m dan tinggi 1.5 m. Lantai dan dinding dibuat dari bahan semen, sehingga tidak licin dan tahan benturan. Namun lantai dan dindingnya tidak kedap air, sehingga menimbulkan banyak lumut yang menempel. Bangunan tempat pemotongan babi menggunakan atap seng yang mudah dibersihkan tetapi atap seng juga sangat mudah berkarat, sehingga debu dan karatan seng dapat masuk ke tempat pemotongan dan menyebabkan karkas dan non karkas mudah terkontaminasi. Tempat potong babi tidak dilengkapi dengan area penurunan hewan. Ternak babi yang dipotong berasal dari peternakan milik tetangga sekitar yang tinggal di daerah tersebut, yaitu dari daerah Cinere dan daerah Sewan. Tempat potong babi juga tidak dilengkapi dengan kandang isolasi, ruang bersih dan ruang kotor untuk penanganan karkas dan non karkas, ruang pelayuan dan sarana penanganan limbah. Limbah yang dihasilkan dari ternak babi dan limbah yang dihasilkan selama proses pemotongan tidak ditangani dengan baik, dan limbah tersebut dialirkan langsung ke sungai. Selama pengamatan berlangsung ternak babi yang diamati berasal dari peternakan milik warga yang tinggal di sekitar tempat pemotongan tersebut dan tidak adanya informasi mengenai cara pemeliharaan ternak babi selama di peternakan tersebut. Ternak babi yang berasal dari peternakan sekitar dibawa menuju tempat potong babi menggunakan alat transportasi berupa motor yang hanya dapat menampung satu ekor ternak babi serta tidak ada ruang gerak untuk
4
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan)
ternak tersebut, sedangkan ternak yang berasal dari daerah Cinere dan Sewan diangkut menggunakan mobil pick-up. Saat tiba di tempat pemotongan ternak diturunkan kemudian ditimbang. Ternak babi digiring dan dimasukkan kedalam kandang penampungan. Ternak babi tersebut diberi pakan berupa makanan sisa manusia (nasi, limbah sayuran, tulang ikan) dan dedak. Ternak babi yang dipotong memiliki berat badan rata-rata 50 sampai 90 kg. Ternak babi yang dipotong setiap harinya berjumlah 2 sampai 3 ekor tergantung permintaan pasar. Pemeriksaan antemortem dan postmortem tidak dilakukan karena tidak adanya dokter hewan. Penyembelihan ternak dilakukan mulai pukul 03.00 pagi. Babi dipingsankan di dalam kandang penampungan kemudian dibawa ke tempat potong babi. Proses pemotongan babi meliputi pemingsanan, pemotongan dan pengeluaran darah, pencucian, perendaman, pembuluan, pengeluaran jeroan, dan pemotongan karkas. Diagram alir proses pemotongan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir proses pemotongan babi
Evaluasi Proses Pemotongan di TPB Jeletreng Pada tempat potong babi dilakukan pengamatan tentang tahapan proses pemotongan hingga penanganan karkas dan non karkas. Hasil pengamatan terhadap proses pemotongan disajikan dalam Tabel 1 Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng Tahapan proses Kondisi seharusnya Kondisi di TPB Tindakan pemotongan ternak SNI dan Jeletreng, koreksi yang babi Kepmentan Gunung Sindur diperlukan 1. Tahapan penerimaan dan penampungan ternak
Hewan ternak diturunkan dari alat angkut dengan hatihati dan tidak membuat ternak
Penurunan ternak dari truk kurang hati-hati
Sebaiknya disediakan area penurunan ternak
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan) stres Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu dikandang penampungan minimal 12 sampai 24 jam sebelum pemotongan Hewan ternak dipuasakan tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong 2.
3.
Pemeriksaan antemortem
Persiapan pemotongan ternak
Ternak babi di istirahatkan selama 1 sampai 2 hari diberi makan dan minum
Tidak ada tindakan koreksi
Ternak babi dipuasakan selama 24 jam tetapi tetap diberi minum
Tidak ada tindakan koreksi
Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem)
Ternak babi tidak diperiksa kesehatannya sebelum dipotong
Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan
Tidak dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan atau ahli medis
Seharusnya dilakukan pemeriksaan antemortem untuk memastikan kesehatan ternak Seharusnya dilakukan pemeriksaan oleh dokter hewan
Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong
Penimbangan dilakukan ketika ternak datang
Hewan ternak dibersihkan terlebih dahulu dengan air sebelum masuk ruang pemotongan 4.
Proses pemingsanan
5
Hewan ternak harus dipingsankan atau tidak dipingsankan
Sebaiknya dilakukan penimbangan sebelum ternak dipotong Sebelum Tidak ada disembelih ternak tindakan koreksi babi dimandikan atau disiram dengan air dingin terlebih dahulu. Dilakukan Tidak ada pemingsanan tindakan koreksi dengan cara mekanik yaitu dengan memukul bagian dahi menggunakan balok kayu
6
5.
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan) Proses penyembelihan dan pengeluaran darah
Dilakukan dengan cara memotong pembuluh darah di leher atau menusukkan pisau ke jantung Darah dari tubuh hewan yang dipotong sebaiknya dikeluarkan sebanyak mungkin
6.
Dilakukan dengan cara memotong pembuluh darah bagian leher menggunakan pisau Darah tidak keluar sempurna karena ternak tidak digantung.
Tidak ada tindakan koreksi
Seharusnya dilakukan penggantungan sehingga darah bisa keluar dengan sempurna Tidak ada tindakan koreksi
Leher dipotong dan kepala dipisahkan dari bagian tubuh ternak
Dilakukan pemisahan antara kepala dan tubuh ternak
Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikaitkan sehingga bagian leher berada dibawah yang bertujuan agar darah keluar sempurna
Kedua kaki belakang tidak diikat pada tempat gantungan manual sehingga darah tidak keluar sempurna
Seharusnya disediakan alat untuk menggantung karkas
Perendaman dan Pengerokan bulu pembuluan dilaksanakan setelah babi direndam dalam air hangat dengan suhu antara 60 sampai 70oC selama lima sampai enam menit Perendaman pada air panas (scalding) sebaiknya dilakukan pada bak (vat) yang terbuat dari bahan anti karat
Babi tidak direndam kemudian dilakukan dengan cara disiramkan air panas keseluruh tubuh ternak babi menggunakan gayung kemudian dilakukan pengerokan sehingga masih terlihat bulu yang menempel pada tubuh ternak dan
Sebaiknya disediakan bak (vat) untuk mempercepat proses pembuluan
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan)
7
dibutuhkan waktu yang lama sekitar 7 menit. 7.
Pengulitan
Pengulitan dilakukan dengan cara melakukan irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung
Di tempat potong babi tidak dilakukan pemisahan kulit namun pemisahan kulit dilakukan jika ada permintaan pasar
Tidak ada tindakan koreksi
8.
Pembelahan dada dan pengeluaran perutan
Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut Organ-organ yang ada di rongga perut dikeluarkan
Dibuat irisan dari rongga perut sampai dada
Tidak ada tindakan koreksi
Organ dikeluarkan dari rongga perut
Tidak ada tindakan koreksi
Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung,paru, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, esophagus)
Tidak dilakukan pemisahan antara jeroan merah dan jeroan hijau
Seharusnya dilakukan pemisahan antara jeroan merah dan jeroan hijau
jeroan (perut besar dan usus) dibawa ke ruang pengolahan bagian kotor setelah dikeluarkan dari rongga perut
Jeroan berupa perut besar dan usus tidak dibawa keruang bagian kotor.
Seharusnya disediakan ruang bersih dan ruang kotor
Setelah dibersihkan dengan mencuci, organ tersebut
Jeroan dicuci dengan menggunakan air
Seharusnya disediakkan tempat untuk
8
9.
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan)
Pemeriksaan postmortem
10. Pembelahan karkas
diletakkan diatas meja pemeriksaan untuk diperiksa
kran. Jeroannya dibersihkan dengan cara memasukkan selang yang dialiri air kedalam saluran organ yang akan dibersihkan sehingga kotorannya lebih mudah keluar dan jeroan yang dihasilkan lebih bersih. Jeroan yang sudah bersih diletakkan dilantai
menaruh jeroan dan juga disediakan meja pemeriksaan
Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan
Tidak dilakukan pemeriksaan postmortem
Seharusnya dilakukan pemeriksaan postmortem oleh dokter hewan untuk memastikan karkas aman dikonsumsi.
Pemeriksaan Tidak dilakukan postmortem pemeriksaan dilakukan terhadap lanjutan kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas
Tidak ada tindakan koreksi
Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjut
Tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan
Tidak ada tindakan koreksi
Karkas dibelah dua sepanjang tulang dengan kapak yang tajam atau mesin
Di tempat potong babi pembelahan dilaksanakan setelah
Tidak ada tindakan koreksi
Tabel 1 Hasil evaluasi proses pemotongan babi di TPB Jeletreng (Lanjutan)
9
yang disebut automatic cattle splinter
memisahkan karkas dari kepala dan keempat kaki serta organ visera. Pembelahan dilakukan dengan membagi karkas menjadi dua bagian dengan menggunakan kapak
11. Pelayuan
Karkas yang telah dipotong disimpan diruang dingin
Karkas tidak disimpan di ruangan dingin
Sebaiknya dilakukan penggantungan karkas untuk mencapai rigormortis
12. Distribusi
Karkas harus diangkut dengan angkutan khusus yang diidesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar
Karkas diangkut menggunakan motor tanpa boks tertutup sehingga dapat terjadi kontaminasi disepanjang perjalanan
Seharusnya disediakan angkutan khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin
Jeroan diangkut dengan alat angkut yang terpisah dengan karkas
Jeroan diangkut Sebaiknya dengan alat diangkut secara angkut yang sama terpisah dengan karkas
Karkas dan jeroan harus disimpan dalam wadah atau kemasan sebelum diangkut
Karkas dan jeroan dikemas dalam kantong plastik
Sebaiknya karkas dan jeroan dikemas terlebih dahulu
Pada Tabel 1 diperlihatkan hasil evaluasi terhadap proses pemotongan di TPB Jeletreng. Beberapa tindakan koreksi perlu dilakukan agar tercapai proses pemotongan yang sesuai standar.
10 Pengistirahatan Babi sebelum dipotong ditempatkan didalam kandang penampungan yang memiliki kapasitas penampungan 3 - 5 ekor/kandang penampungan. Babi tiba di kandang penampungan sementara dan diistirahatkan selama 1–2 hari, diberikan minum dan makan yang cukup. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan bobot badan babi dan mengurangi faktor stres akibat kelelahan. Di tempat potong babi ternak yang ada dalam kandang penampungan diistirahatkan dan dipuasakan selama 24 jam tanpa pemberian pakan tetapi masih diberikan minum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith et al. (1978), babi sebelum disembelih sebaiknya diistirahatkan 12 sampai 24 jam tanpa pemberian pakan tetapi tetap diberi minum. Pengistirahatan pada babi berguna untuk memudahkan evicerasi dan mengurangi migrasi bakteri dari gastrointestinal ke darah yang berlanjut ke karkas. Babi sebelum disembelih dimandikan atau disiram dengan air dingin terlebih dahulu. Pekerja yang menanganinya menyatakan bahwa tujuan dari penyiraman tersebut agar babi merasa tenang dan bersih. Menurut Zulfanitha (2008) ternak yang disiram dengan air dingin sebelum disembelih agar ternak menjadi lebih bersih sehingga kebersihan karkas lebih terjamin dan terjadi kontraksi perifer sehingga darah di bagian tepi tubuh menuju bagian tengah tubuh pada waktu disembelih darah dapat keluar sempurna. Di tempat potong babi tidak dilakukan pemeriksaan antemortem sebelum hewan disembelih. Menurut Dirjennak (1993) sebelum babi disembelih dilakukan pemeriksaan antemortem yang bertujuan untuk memastikan babi bebas dari penyakit. Pemeriksaan antemortem dilakukan dengan syarat yaitu pemeriksaan dilakukan pada hari yang sama dengan pemotongan, dilakukan inspeksi dimana hewan diamati dalam keadaan diam dan bergerak dari dua sisi kiri dan kanan hewan diamati terhadap kemungkinan adanya kelainan-kelainan dan keadaan yang dijumpai pada pemeriksaan ini kemudian disimpulkan bahwa hewan dalam keadaan normal atau abnormal. Hasil pemeriksaan antemortem yaitu hewan diijinkan untuk disembelih tanpa syarat, disembelih dengan syarat, ditunda penyembelihannya dan ditolak untuk disembelih. Pemingsanan Penyembelihan babi kebanyakan secara tidak langsung, yaitu dengan pemingsanan. Proses pemingsanan yang dilakukan di tempat potong babi yaitu menggunakan cara mekanik dengan alat pemingsan pemukul berupa balok kayu yang dipukul di daerah dahi. Menurut Soeparno (1992), pemingsanan dengan menggunakan aliran listrik, yaitu dengan alat mirip penjepit yang diletakan dibelakang telinga dengan voltase rendah sekitar 70 volt atau lebih. Pemingsanan dengan alat listrik sebaiknya sebelumnya diikuti dengan penyiraman pada badan babi agar tubuh bersih dan listrik mudah menjalar (Soeparno 1992). Pemingsanan dapat juga menggunakan cara fisik dengan alat pemingsan pemukul, pistol pemingsan atau jenis yang lain. Pemingsanan secara kimia menggunakan 70% CO2 selama 20 detik, sehingg O2 dalam darah di otak berkurang dan merangsang otak untuk pingsan/seolah-olah tertidur karena kekurangan O2 (Smith et al.1978).
11 Penyembelihan Penyembelihan pada lokasi tempat potong babi tersebut dilakukan oleh tukang jagal yang tidak memiliki sertifikat tetapi sudah terbiasa melakukan penyembelihan (Gambar 2). Proses penyembelihan yang dilakukan di babi yaitu dengan cara menusukkan pisau pada bagian leherke arah pembuluh-pembuluh darah besar dan jantung di dekat ujung anterior sternum.
Gambar 2 Proses penyembelihan pada leher babi Proses penyembelihan tersebut diharapkan darah dapat maksimal keluar. Penyembelihan pada pembuluh darah arteri karotid, vena jugularis dan vena kava anterior akan lebih efektif jika dilakukan pada babi. Secara normal sekitar 9 menit waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan darah pada babi dengan berat 90 kg (Smith et al.1978). Di tempat potong babi, pada saat dilakukan penyembelihan darah tidak keluar dengan sempurna. Hal ini karena tidak dilakukan penggantungan setelah pemotongan. Penghilangan Bulu Proses pengerokan bulu di tempat potong babi dilakukan dengan cara menyiramkan air panas keseluruh tubuh ternak babi menggunakan gayung kemudian dilakukan pengerokan sehingga mengakibatkan masih terlihat bulu yang menempel pada tubuh ternak dan dibutuhkan waktu yang lama sekitar 7 menit. Proses penghilangan bulu disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Proses penghilangan bulu pada babi Pengerokan bulu dilaksanakan setelah babi direndam dalam air hangat dengan suhu antara 60-70 oC selama 5-6 menit (Soeparno 1992). Suhu dan waktu yang digunakan untuk perendaman juga tergantung pada jenis bulu. Bulu tipe keras memerlukan suhu 61 oC selama 4.5 menit dan tipe sedang 57 oC selama 4 menit. Perendaman pada air panas sebaiknya dilakukan pada bak yang terbuat dari bahan anti karat (Smith et al. 1978). Pada TPB tidak dilakukan pemisahan kulit namun pemisahan kulit akan dilakukan jika ada permintaan pasar. Proses pengulitan tidak dilakukan pada babi, karena lemak subkutan pada babi relatif banyak dan harganya mahal jika dijual sebagai daging (Soeparno 1992).
12 Evicerasi Proses evicerasi untuk mengeluarkan isi abdominal dan isi rongga dada dilaksanakan oleh seorang pekerja (Gambar 4). Penyayatan dilakukan pada bagian leher menembus dada, memotong intestinum dan mengikuti garis tengah badan (garis tipis putih pada tengah badan) sampai diantara dua paha (pertemuan dua tulang paha). Bagian abdominal dan penutupnya dibuka, tulang dada dibelah, kemudian pekerja menekan dan memotong bagian lambung, intestinum, hati dan empedu untuk mengeluarkan organ visera dan perlemakan yang menempel pada rongga perut. Selanjutnya membran diafragma disayat dan dibuka sehingga memudahkan untuk mengambil isi rongga dada.
Gambar 4 Proses eviserasi Di tempat potong babi jeroan yang sudah dikeluarkan segera dipisahkan dari karkas dan langsung dibersihkan oleh pekerja. Jeroannya dibersihkan dengan cara memasukkan selang yang dialiri air kedalam saluran organ yang akan dibersihkan sehingga kotorannya lebih mudah keluar dan jeroan yang dihasilkan lebih bersih. Jeroan yang sudah bersih langsung dimasukkan kedalam kantong plastik untuk dijual. Setelah proses eviserasi sebaiknya dilakukan pemeriksaan postmortem sehingga dapat memenuhi syarat untuk didistribusikan ke berbagai wilayah pemasaran. Pemeriksaan daging adalah metode pemeriksaan dan penilaian hewan sembelihan untuk melihat kelayakannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Pemeriksaan ini dilakukan mulai dari hewan masih hidup (pemeriksaan antemortem) sampai setelah hewan disembelih (pemeriksaan postmortem) pada karkas dan organ-organnya. Pemeriksaan daging dilakukan seefisien dan secepat mungkin untuk mengetahui daging dapat diedarkan ke masyarakat mengingat adanya kemungkinan penularan penyakit yang dapat membahayakan konsumen. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter hewan yang bertindak sebagai petugas pemeriksa daging. Wewenang ini dapat dialihkan kepada petugas yang diberi wewenang dengan syarat-syarat pendidikan atau keahlian khusus. Pembelahan Di tempat potong babi pembelahan dilaksanakan setelah memisahkan karkas dari kepala dan keempat kaki serta organ visera. Pembelahan dilakukan dengan membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan kapak tepat pada garis tengah punggung (Gambar 5).
13
A B Gambar 5 Proses pemisahan kepala (A) dan pembelahan karkas (B) Menurut Soeparno (2005), karkas adalah bagian-bagian tubuh dari seekor babi yang telah dipotong setelah dikurangi atau dipisahkan bagian kepala, paruparu, jantung, jeroan, keempat kaki mulai korpus dan tarsus. Kulit, ekor dan leher merupakan bagian dari karkas. Pendinginan Kepala dipisahkan dengan memotong pada bagian occipito-atlantal, perlemakan dan ginjal dihilangkan. Karkas babi dibelah pada bagian tengah vertebral column, karkas dibersihkan dengan pemotongan untuk menghilangkan pembuluh darah dan kelenjar yang ada, dan dicuci dengan menyemprot air hangat dilanjutkan dengan pemotongan bagian-bagian karkas. Karkas didinginkan pada suhu -2 oC sekitar 12 sampai 24 jam (Smith et al. 1978). Di tempat potong babi tidak dilakukan proses pendinginan. Karkas dan non karkas dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air. Hal ini bertujuan untuk membersihkan karkas dan non karkas dari sisa kotoran dan lemak yang masih menempel. Karkas dan non karkas yang sudah dibersihkan kemudian dikemas dengan cara dimasukkan kedalam kantong plastik tanpa dilakukan pemisahan. Pengangkutannya tidak dilengkapi dengan pendingin. Kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan karkas dan non karkas menggunakan motor. Menurut Kepmentan (1992) karkas harus diangkut dengan angkutan khusus yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar. Jeroan diangkut dengan alat angkut yang terpisah dengan karkas. Karkas dan jeroan harus ditempatkan dalam wadah atau kemasan sebelum diangkut.
Distribusi Pada tempat potong babi dilakukan pengamatan terhadap distribusi karkas dan non karkas. Hasil pengamatan mengenai gambaran saluran pemasaran karkas dan non karkas dari tempat potong babi sampai ke konsumen disajikan pada Gambar 6.
14
Gambar 6 Saluran pemasaran karkas dan non karkas babi dari TPB ke konsumen Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen (Swastha 2000). Untuk tercapainya proses distribusi dari produsen ke konsumen perlu adanya lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Lembaga pemasaran merupakan badanbadan yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran pada saat produk bergerak dari produsen sampai ke konsumen akhir, yaitu badan-badan yang termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga-lembaga pemberi jasa (Limbong dan Sitorus 1987). Karkas dan non karkas dari tempat potong babi didistribusikan ke pasar BSD dan pasar Cinere serta ke restoran. Saluran pemasaran pada karkas dan non karkas babi meliputi saluran nol tingkat, saluran satu tingkat dan saluran dua tingkat. Tempat potong babi mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyampaian produk ke konsumen. Terdapat beberapa tahapan kegiatan diantaranya pemotongan, pengangkutan dan penyimpanan. Lembaga pedagang pengecer merupakan pedagang yang menjual langsung kepada konsumen. Pedagang pengecer membeli barang langsung ke produsen atau melalui pedagang pemborong dan menjualnya langsung ke konsumen. Pedagang pengecer membeli hasil potongan ternak dari produsen berupa karkas, usus, lidah, jantung, hati dan lemak perut. Pedagang pemborong adalah pedagang yang membeli hasil potongan ternak potong yang berupa jeroan, kulit dan kaki dari tempat potong babi dan menjualnya di pasar. Potongan ternak berupa kepala dipasarkan oleh produsen langsung ke konsumen. Penentuan harga di tingkat pedagang pemborong dengan produsen dilakukan dengan sistem sepihak. Hal ini mengingat daya tawar produsen lebih besar, karena para produsen juga menjual karkas dan non karkas langsung ke konsumen dan produsen sudah memiliki langganan tetap. Harga yang diberikan lebih murah kepada pedagang pemborong karena mereka membeli dalam jumlah yang lebih besar dan pasti. Harga jual karkas dan non karkas bervariasi pada tiap lembaga yang terlibat didalam saluran pemasaran tersebut. Hasil pengamatan terhadap harga jual karkas dan non karkas disajikan dalam Tabel 2.
15 Tabel 2 Hasil pengamatan terhadap harga jual karkas dan non karkas pada tiap lembaga pemasaran Bagian Karkas dan Pelaku Non Karkas Pemasaran
Harga Jual (Rp/kg) Pemborong
Pengecer
Konsumen
35 000 -
50 000 55 000 -
60 000 60 000 sampai 65 000
-
-
20 000 -
35 000 -
25 000 -
35 000
60 000/kepala 45 000 sampai 50 000 -
1. Karkas Produsen Pemborong Pengecer 2. Non karkas a. Kepala Produsen Pemborong Pengecer b. Tulang Produsen Pemborong pengecer c. Kaki
d. Lemak perut e. Lidah
f. Usus
g. Kulit
h. Hati
i. Jantung
Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer Produsen Pemborong pengecer
15 000
10 000 5 000 30 000 7 000 3 000 -
15 000 10 000 42 500 12 000 4 500 -
45 000 35 000 20 000 15 000 55 000 18 000 7 000
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap harga jual dan saluran pemasaran karkas dan non karkas babi dapat dilihat bahwa saluran nol tingkat merupakan jalur pemasaran yang terpendek karena penjualannya langsung oleh produsen ke konsumen, sehingga menghasilkan nilai tambah dan keuntungan terbesar diluar biaya operasional dari masing-masing lembaga pemasaran.
16
SIMPULAN Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap TPB Jeletreng, Gunung Sindur menunjukkan bahwa proses pemtongan ternak belum mengikuti ketentuan yang disyaratkan SNI atau Permentan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belum dilakukan pemeriksaan antemortem dan postmortem; penerapan higiene dan sanitasi belum terlaksana dengan baik; pengemasan produk menggunakan plastik dan tidak dilakukan pemisahan antara karkas dan non karkas. Saluran distribusi dan pemasaran karkas dan non karkas babi dari produsen sampai ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran yaitu pedagang pemborong dan pengecer. .
DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standar Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia Nomor 01 6159-1999. Tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID): BSN. Downey WD, Erickson ST. 1989. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID): Erlangga. Limbong WH, Sitorus P.1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. [Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian Smith GC, King GT, Carpenter ZL. 1978. Laboratory Manual for Meat Science.ed. Ke-2.Boston Massachusetts (US) : American Pr. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat.Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr. Swastha B. 2000. Azas-azas Marketing. Liberty. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr. Zulfanita. 2008. Peningkatan ketersediaan dan kebutuhan pangan melalui teknologi produksi sapi potong. Purworejo (ID) : Universitas Muhammadiah Purworejo. [Kepmentan] Surat Keputusan Mentri Pertanian. 1992. SK Nomor 431/Kpts/TN.310/7/1992. Tentang syarat dan tata cara penyembelihan ternak serta penanganan daging. Jakarta (ID) : Kementrian Pertanian.
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Maumere, Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 12 Februari 1990 dari Ayah Robertus Nusa dan Ibu Servince Sues. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis dibesarkan di Lekebai dan menempuh pendidikan sekolah dasar di SDK Lekebai pada tahun 1996-2002, SMPK Virgo Fidelis Maumere pada tahun 2002-2005, dan melanjutkan pendidikan di SMAK St. Gabriel Maumere pada tahun 2005-2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Fakultas Peternakan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) sebagai anggota (2008-2010) dan Organisasi Mahasiswa Daerah GAMANUSRATIM.