PENAMPILAN PRODUKSI ANAK DOMBA SELAMA PERIODE PRA SAPIH DI UP3 JONGGOL
SKRIPSI YUDI SAPUTRA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN YUDI SAPUTRA. D14104057. 2008. Penampilan Produksi Anak Domba Selama Periode Pra Sapih Di UP3 Jonggol. Skripsi. Praogram Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si Pembimbing Anggota : Muhamad Baihaqi, S.Pt Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang penting dalam produksi peternakan, Pertumbuhan ternak yang baik akan meningkatkan produksi. Salah satu fase dalam proses produksi ternak adalah fase pra sapih, dimana proses pertumbuhan ternak pada fase ini sangat mempengaruhi produktivitas ternak pada fase pertumbuhan selanjutnya. Pada ternak domba jika pada fase pra sapih bobot lahir, rataan PBBH (pertambahan bobot badan harian) dan bobot sapih tinggi, maka pertumbuhan selanjutnya akan tinggi pula. Penelitian ini dilaksanakan di UP3 (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan) Jonggol pada bulan Juli sampai bulan September 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi (bobot lahir, rataan PBBH, dan bobot sapih) anak domba pra sapih di UP3 Jonggol. Materi penelitian yang digunakan adalah domba ekor tipis sejumlah 30 induk (I1 = 3 ekor, I2 = 4 ekor, I3 = 8 ekor, I4 = 12 ekor) dan anak (jantan = 12 ekor dan betina = 19 ekor). Data produktivitas berupa bobot lahir, rataan PBBH dan bobot sapih dicatat selama 2 bulan, kemudian dikelompokan berdasarkan jenis kelamin anak dan umur induk.Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis deskriptif. Untuk mengetahui hubungan antara peubah ( bobot lahir, rataan PBBH dan bobot sapih ) dilakukan analisis korelasi ( walpole, 1995 ). Hasil dari penelitian menunjukan bahwa berdasarkan umur induk, bobot lahir anak terendah didapat pada induk I1 (2007±563 g) diikuti induk I3 (2280±727 g) dan I4 (2197±545) dan yang tertinggi didapatkan pada induk I2 (2316±349 g). Rataan PBBH terbesar pada induk I3 (85,1±32,3 g/hari) dan yang terendah pada induk I1 (41,7±21,5 g/hari). Bobot sapih terbesar pada induk I3 (7385±2351) dan terendah pada induk I1 (4533±1841 g). Berdasarkan jenis kelamin anak, bobot lahir anak domba didapat pada jenis kelamin betina (2264±438 g) lebih besar dibanding jantan (2149±716 g), rataan PBBH pada jenis kelamin jantan (80,3 ± 24,8 g) lebih besar dibanding betina (69,9 ± 26,9 g). Bobot sapih pada jenis kelamin jantan (6969±2078 g) lebih besar dibandingkan betina (6469±1788 g). Hasil analisis korelasi, nilai korelasi tertinggi terdapat antara rataan PBBH dengan bobot sapih (0,965) dan yang terendah antara bobot lahir dengan rataan PBBH (0,458), secara umum ketiganya berpengaruh sangat nyata (P< 0,01). Kata-kata kunci : Bobot lahir, rataan PBBH, bobot sapih, nilai korelasi
ABSTRACT Performance of Pre-weaning Sheep Production for Two Months in UP3 Jonggol (Jonggol Animal Science Teaching and Research Unit) Saputra, Y., S. Rahayu and M. Baihaqi The purpose of this research was to obtain the birth weight, average daily gain, and weaning weight performance on pre-weaning sheep and compare them based on age, sex of ewes and make a correlation between those parameters. The research was conducted from July 2007 up to the middle of September 2007 in UP3 Jonggol. The number of observation sheep were 30 ewes (I1= 3 heads, I2 = 4 heads, I3 = 8 heads, I4 = 12 heads) dan lamb (male = 12 heads and female = 19 heads), all of them were Javanese thin-tailed and every sheep was necklace for to identify. Data were analyzed using description statistic and correlation analyzed. The research result concluded that based on age of ewes, birth weight value from the lowest to the highest were obtained I1 ewes (2007±563 g); I3 (2280±727 g); I4 (2197±545 g) and I2 (2316±349 g) respectively, still based on age of ewes the highest average daily gain value was I3 (85,1±32,3 g/day) and the lowest was I1 (41,7±21,5 g/day). The highest weaning weight value was I3 (7385±2351) and the lowest was I1 (4533±1841 g). Based on sex from lamb, birth weight female (2264±438 g) was higher than male (2149±716 g); average daily gain male (80,3 ± 24,8 g) was higer than female 69,9 ± 26,9 g) and weaning weight male (6969±2078 g) was higer than female (6469±1788 g). In the other hand, the result from correlation analyzed was the highest correlation (0,965) between average daily gain and weaning weight and the lowest correlation (0,458) between birth weight and average daily gain. Generally, birth weight, average daily gain, and weaning weight were very significantly. Keywords: birth weight, average daily gain, weaning weight, correlation value
PENAMPILAN PRODUKSI ANAK DOMBA SELAMA PERIODE PRA SAPIH DI UP3 JONGGOL
YUDI SAPUTRA D14104057
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PENAMPILAN PRODUKSI ANAK DOMBA SELAMA PERIODE PRA SAPIH DI UP3 JONGGOL
Oleh: YUDI SAPUTRA D14104057
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 02 Mei 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP. 131 667 775
Muhamad Baihaqi, S.Pt NIP. 132 315 791
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1986 di Serang – Banten. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Iswandi Rachman dan Ibu Yunani Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK Krakatau Steel Cilegon pada tahun 1990-1992, dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SD IV Krakatau Steel Cilegon pada tahun (1992-1998). Penulis menyelesaikan Sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 2001 di SLTP Krakatau Steel Cilegon, kemudian dilanjutkan ke SMUT Krida Nusantara Bandung dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Institut Pertanian Bogor angkatan 2004 (41). Selama perkuliahan di IPB penulis aktif di organisasi dan kegiatan kemahasiswaan yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa 2005/2006, Rohis 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Penulis juga aktif dalam perkumpulan mahasiswa Banten di Bogor. Selain itu, penulis juga berperan aktif dalam berbagai kepanitiaan di dalam dan luar fakultas. .
KATA PENGANTAR Assalamualikum Wr.Wb Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penampilan Produksi Anak Domba Selama Periode Pra Sapih di UP3 Jonggol. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pada keseluruhan proses produksi ternak, Bobot lahir, pertambahan bobot badan dan bobot sapih merupakan salah satu indikator pertumbuhan ternak selanjutnya, maka produksifitas peride pra sapih perlu mendapatkan perhatian yang besar. Oleh sebab itu kajian tentang produktivitas ternak selama periode pra sapih perlu dilakukan secara mendalam dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Tak ada gading yang tak retak dan manusia penuh dengan kelemahan, begitupun dengan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Penulis berharap agar skripsi ini tidak hanya sebagai pelengkap di perpustakaan, tetapi lebih dari itu dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat dan hikmat-Nya kepada kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Bogor, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .....................................................................................
i
ABSTRACT ........................................................................................
ii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................
vi
DAFTAR ISI .......................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
viii
PENDAHULUAN .................................................................................
1
Latar Belakang ......................................................................... Tujuan ......................................................................................
1 1
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
2
Domba Lokal Indonesia ............................................................. Produktivitas Ternak Domba...................................................... Tipe Kelahiran ........................................................................... Bobot lahir ................................................................................. Pertambahan Bobot Badan ......................................................... Bobot Sapih ............................................................................... Tingkat Mortalitas ..................................................................... Penentuan Umur Domba ............................................................ Padang Rumput dan Rumput ......................................................
2 2 3 3 3 4 5 5 7
METODE .............................................................................................
9
Lokasi dan Waktu ...................................................................... Materi ........................................................................................ Prosedur .................................................................................... Peubah yang Diamati ................................................................. Rancangan Percobaan ................................................................
9 9 9 10 10
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
11
Keadaan Umum ......................................................................... Penampilan Produksi .................................................................
12 14
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
22
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
25
LAMPIRAN ........................................................................................
28
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rataan Curah Hujan, Suhu Lingkungan dan Kelembapan Juli – September 2007 di UP3 Jonggol .................................................
12
2. Tabel Kandungan Nutrisi Rumput B.humidicola ...........................
14
3. Tabel Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Umur Induk dan Jenis Kelamin .......................................................................................
14
4. Tabel Rataan PBBH Berdasarkan Umur Induk dan Jenis Kelamin
16
5. Tabel Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk dan Jenis Kelamin ............ ..........................................................................
19
6. Tabel Nilai Korelasi Antar Bobot Lahir, Rataan PBBH dan Bobot sapih.................. ..........................................................................
21
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Peta Lokasi UP3 Jonggol .............................................................
11
2. Kandang Domba dan Padang Rumput B.humidicola ....................
13
3. Grafik Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Umur Induk ...................
15
4. Grafik Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Jenis Kelamin ................
16
5. Grafik Rataan PBBH Berdasarkan Umur Induk Setiap Minggu ....
17
6. Grafik Rataan PBBH Berdasarkan Jenis Kelamin Setiap Minggu .
18
7. Grafik Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk ..................
19
8. Grafik Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Jenis Kelamin ...............
20
26
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Rataan PBBH / Minggu Berdasarkan Jenis Kelamin .......................
28
2. Rataan PBBH / Minggu Berdasarkan Umur Induk ..........................
29
3. Bobot Badan / Minggu Berdasarkan Jenis Kelamin .........................
30
4. Bobot Badan / Minggu Berdasarkan Umur Induk ............................
31
5. Bobot lahir dan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk ...................
32
6. Bobot lahir dan Bobot Sapih Berdasarkan Jenis Kelamin ................
33
7. Hasil Analisis Korealsi Bobot Lahir, Rataan PBBH dan Bobot Sapih ..............................................................................................
34
8. Hasil Analisis Deskriptif Bobot Lahir, Rataan PBBH dan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk ......................................................
35
9. Hasil Analisis Deskriptif Bobot Lahir, Rataan PBBH dan Bobot Sapih Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................
36
PENDAHULUAN Latar Belakang Peranan daging domba di Indonesia sangat penting untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Dari data BPS 2007 jumlah konsumsi daging domba pada tahun 2006 mencapai 51, 894 ton atau 2,5% dari jumlah konsumsi protein hewani lainnya. Kebutuhan daging ini cukup besar dan selama ini belum dapat dipenuhi dari produksi daging domba dalam negeri. Sedangkan total nilai Impor daging domba masih tinggi dan mengalami peningkatan tahun 2007 yaitu US$ 53,5 ribu atau Rp 508.250.000 (Ditjenak, 2006), oleh karena itu untuk meningkatkan produksi domba maka produksifitas harus diperhatikan, diantaranya adalah dengan memperhatikan penampilan produksi ternak. Pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang penting dalam produksi peternakan. Pertumbuhan ternak yang baik akan meningkatkan penampilan produksi. Salah satu fase dalam proses produksi ternak adalah fase pra sapih, dimana proses pertumbuhan ternak pada fase ini sangat mempengaruhi produksifitas ternak pada fase pertumbuhan selanjutnya. Pada ternak domba jika pada fase pra sapih bobot lahir, rataan PBBH (pertambahan bobot badan harian) dan bobot sapih tinggi, maka pertumbuhan selanjutnya akan tinggi pula. Beberapa faktor pembatas yang menyebabkan tidak tercapainya tingkat penampilan produksi yang tinggi pada domba adalah angka kelahiran yang rendah, tingkat persentase kematian yang tinggi, pertambahan bobot badan harian yang rendah, juga manajemen yang kurang baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi (bobot lahir, rataan PBBH, dan bobot sapih) anak domba pra sapih di UP3 (Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan) Jonggol. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar pengembangan domba di daerah tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Indonesia Menurut Subandriyo (1996) domba lokal terdiri atas dua bangsa yaitu domba Ekor Tipis dan domba Ekor Gemuk. Asal-usul domba ini tidak diketahui dengan pasti. Namun diduga berasal dari India dan domba ekor Gemuk berasal dari Asia Barat. Domba Ekor tipis mempunai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen Prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo. 1996),. Domba ekor tipis ini memiliki tubuh yang kecil, untuk domba jantan dewasa 15-20 kg, biasanya berwarna putih disertai belang hitam disekitar mata dan hidung. Domba jantan memiliki tanduk sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Domba Garut merupakan domba hasil persilangan segi tiga, yaitu antara domba asli Indonesia, domba Merino dari Asia Kecil dan domba Ekor Gemuk. Karakteristik domba ini memiliki badan agak besar, lebar dengan leher yang kuat, Dahi konveks, tanduk besar dan kuat, tanduk pada jantan melingkar berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu sedang yang betina tidak bertanduk, memiliki bulu yang lebih panjang dan lebih halus dari pada domba asli. Domba jantan dewasa bobot badannya 60-80 kg, sedangkan untuk betina hanya mencapai sekitar 30-40 kg (Sugeng. 1991). Produktifitas Ternak Domba Perbedaan yang dapat diamati pada ternak-ternak untuk berbagai sifat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini berperan sangat penting dalam menentukan keunggulan suatu ternak. Usaha untuk meningkatkan produktifitas ternak domba di suatu wilayah, menurut Devandra dan Nozawa (1976) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) penggunaan bibit yang baik; 2) peningkatan banyaknya anak kambing yang dilahirkan serta memperpanjang kehidupan induk domba yang produktif; 3) usaha memperbanyak jumlah ternak ternak domba yang dipelihara; 4) meningkatkan penggunaan bibit yang telah terbukti keunggulannya, 5) penerapan sistem pengelolaan yang lebih efisien terutama dalam hal penyediaan makanan dan usaha pengendalian penyakit; 6) kegiatan penelitian terhadap ternak bersangkutan serta penerapannya dalam praktek melalui pendidikan.
Tipe Kelahiran Seekor induk mampu melahirkan satu, dua, tiga bahkan lebih dari tiga ekor anak dalam sekali beranak. Dua ekor anak adalah kejadian yang paling sering terjadi (Sumoprastowo, 1993). Penelitian Sabrani et al. (1981) pada ternak domba di Garut, mendapatkan kejadian beranak tunggal, kembar dua, kembar tiga dan kembar empat masing-masing 37,7; 56; 5, 7 dan 0,6 persen Abdulgani (1981) menyatakan bahwa tipe kelahiran dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan tingkat kesuburan. Pada ternak kambing dan domba tingkat kesuburan atau fertilitas dicerminkan oleh keberlangsungan induk beranak kembar. Bobot Lahir Faktor-faktor yang menentukan bobot lahir antara lain ialah jenis kelamin, bangsa, tipe kelahiran, umur domba, kondisi induk dan ransum tambahan untuk induk saat bunting. Anak dengan bobot lahir besar akan tumbuh lebih cepat dibanding dengan anak yang bobot lahirnya kecil. Namun adakalanya, anak domba dengan bobot lahir yang rendahpun bisa tumbuh cepat asalakan bukan berdasarkan keturunan tetapi dengan manajemen pemeliharaan yang baik (Sumoprastowo, 1993). Partodiharjo et al. (1983) menyatakan bahwa anak-anak domba yang lahir kembar tiga, baik jantan mupun betina bobot lahirnya rendah, sifat fisiknya lemah, pembagian saat menyusu pada induk tidak teratur, kompetisi memperoleh susu induk sangat tergantung kekuatan fisik mereka mengakibatkan betina yang lahir bersama jantan dalam kembar tiga lebih menderita Pada penelitian Baliarti (1981) dilaporkan bahwa anak domba jantan memiliki bobot lahir lebih tinggi dibanding dengan anak domba betina. Tuah dan Baah (1985) menyatakan bahwa penyebab hal tersebut adalah pertumbuhan tulang kerangka anak jantan lebih cepat dibandingkan dengan anak betina sehingga mempengaruhi bobot badan lahir. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan Bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak.
Astuti (1983)
pengamatannya terhadap domba lokal, pertambahan bobot badan jantan lebih tinggi
2
dibandingkan dengan betina 95,45 dan 66,6 g/hari. Fenomena pertambahan bobot badan domba jantan lebih cepat dan lebih berat dibandingkan dengan betina tetapi dengan pengecualian pertambahan bobot badan sebelum sapih dan bobot sapih dibawah kondisi stasiun percobaan.(Subandriyo, 1984). Tipe kelahiran merupakan sumber keragaman terbesar dalam mempengaruhi pertumbuhan sebelum masa penyapihan dan bobot sapih (Adu dan Buvanendran, 1982). Hasil penelitian Baliarti (1981) menyatakan bahwa anak-anak domba jantan memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat daripada yang betina. Hal ini berbeda dengan pengamatan Subandriyo (1984) di stasiun percobaan yang mendapatkan pertambahan bobot badan betina lebih cepat dibanding dengan yang jantan. Natasasmita (1979) menyatakan bahwa pakan sangat diperlikan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan ternak, sehingga harus mengandung gizi dan tersedia terus. Pakan yang umum diberikan berupa hijauan, tetapi pada saat ketersediaan hijauan berkurang maka perlu diberikan penambahan pakan penguat atau hijauan yang telah diawetkan. Bobot Sapih Devandra (1976) menyatakan bahwa bobot sapih anak dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur sapih, umur induk dan produksi susu induk. Bobot sapih selain ditemtukan oleh bobot lahir yang merupakan akumulasi pertumbuhan embrio sampai fetus, juga tergantung pada produksi susu yang dihasilkan induk (Sumaryadi dan Manalu, 1995b). Sitorus dan Subandriyo (1986) menyatakan bahwa bobot anak saat disapih dipengaruhi oleh tipe kelahirannya. Baliarti (1981) melaporkan bahwa anak domba jantan memiliki berat sapih lebih tinggi disbanding dengan anak domba betina. Subandriyo (1985) dalam pengamatannya terhadap domba ekor tipis di Jawa Barat melaporkan bahwa umur induk hanya nyata berpengaruh terhadap jumlah bobot badan pada saat disapih. Umur induk tidak berpengaruh nyata pada bobot badan anak pada saat lahir dan disapih telah dilaporkan oleh Subandriyo (1986).
3
Mortalitas Tiesnamurti et al. (1985) melaporkan bahwa bangsa domba berpengaruh nyata terhadap kemampuan hidup anak saat dilahirkan. Dari penelitian selanjutnya pada domba di pulau Jawa, didapatkan bahwa mortalitas paling tinggi pada anak domba hasil persilangan domba ekor tipis dengan domba ekor gemuk (17%) dan paling rendah adalah pada domba ekor titpis murni. Bangsa dan jenis kelamin pengaruhnya tidak nyata pada tingkat mortalitas dari lahir sampai umur disapih. Hinch et al. (1983) yaitu jumlah anak yang dilahirkan secara langsung akan mempengaruhi kemampuan hidup anak karena adanya kompetisi dalam uterus untuk mendapatkan zat-zat makanan yang terbatas dari induk melalui plasenta, tetapi dengan pemberian nutrisi yang baik pada akhir kebuntingan maka akan dihasilkan daya hidup maksimum 94% atau mortalitas 6% pada kelahiran kembar tiga dengan total bobot lahir diatas lima kilogram Penentuan Umur Domba Domba memiliki masa pertumbuhan, seperti halnya makhluk hidup lainnya.. Cara yang paling akurat dalam menentukan umur pada domba adalah dengan melihat kartu catatan produksi atau registrasi domba yang bersangkutan, namun ada cara lain untuk menentukan umur domba adalah dengan melihat kondisi gigi, tetapi hai ini tidak dapat secara pasti ditentukan karena hanya berdasarkan perkiraan saja. Anak domba yang baru dilahirkan telah mempunyai dua buah gigi seri sulung. Pada umur satu bulan, gigi seri sulung telah lengkap (Sumoprastowo, 1993). Pendugaan umur domba berdasarkan gigi tetap disajikan pada tabel 1 Tabel 1. Pendugaan Umur Domba Berdasarkan Pergantian Gigi Seri Tetap Umur
Jumlah Gigi Seri Tetap
Kode Umur
Kurang dari 1 tahun
Belum ada gigi seri tetap
Io
1,0 – 1,5 tahun
Sepasang gigi seri tetap
I1
1,5 – 2,0 tahun
Dua pasang gigi seri tetap
I2
2,5 – 3,0 tahun
Tiga pasang gigi seri tetap
I3
3,5 – 4,0 tahun
Empat pasang gigi seri tetap
I4
Gigi seri tetap aus serta mulai lepas : Mulyono, S. (1999)
Lebih dari 4 tahun Sumber
I5
4
Padang Rumput Padang rumput adalah areal yang ditumbuhi rerumputan terdapat sedikit pohon dan semak-semak secara tersebar (Spedding, 1978). Tata laksana padang pengembalaan melibatkan dua macam variabel penting yaitu ; tata laksana padang rumput atau hijauan dan tata laksana pengembalaan ternak. Padang rumput permanene adalah padang rumput yang terus menerus digunakan sebagi sumber pakan ternak dalan jangka waktu yang cukup lama. Cara ini paling tepat apabila digunakan pada daerah yang bertopografi miring karena dapat mencegah erosi tanah. Tata laksana penggembalaan ternak bertujuan untuk memberikan kesempatan mencapai tingkat pertumbuhan hijauan atau rumput yang optimal di padang rumput tersebut. Selain itu pengontrolan terhadap penggembalaan ternak dilakukan di dalam areal yang terbatas atau dibatasi akan lebih mudah untuk mencapai keseragaman penggunaaan rumput oleh ternak (Subagiyo dan Kusmartono, 1998) Rumput Makanan ternak adalah segala yang dapat dimakan oleh ternak dalam bentuk dicerna sebagian atau seluruhnya dengan tidak mengganggu kesehatan ternak bersangkutan. Rumput merupakan bagian pakan terpenting dalam peningkatan produksi protein hewani. Penyediaan hijauan pakan ternak secara kontinu dalam jumlah yang cukup dan bernilai gizi tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha peternakan. Pakan umum yang diberikan pada domba dan kambing berupa rumput dan daun-daunan. Pemberian rumput yang bernilai gizi tinggi lebih diutamakan dalam mempertahankan kelestarian domba maupun kambing (Williamson dan Payne, 1965). Brachiaria humidicola Reksohadiprojo (1985), mengklasifikasikan rumput Brachiaria humidicola sebagai berikut : Phylum
: Spermatopyta
Sub phylum
: Angiospermae
Classis
: Monocotyledoneae
Ordo
: Glumiflora
Familia
: Gramineae
5
Sub familia
: Panicoideae
Tribus
: Paniceae
Genus
: Brachiaria
Spesies
: Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika selatan,
meyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea. Batang yang berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm. Helai daun berwarna hijau terang, lebar 5-16 mm dan panjang 12-25 cm. Imran melaporkan bahwa rumput ini lebuh kompetitif dari alangalang. Hal ini karena rumput ini bersifat stolonifer dapat membentuk anakan yang banyak sehingga dapat membentuk rumpun yang lebih lebat, karena setiap buku yang bersinggungan dengan tanah dapat mengeluarkan akar dan timbul anakan. Skerman dan Hyine (1978) di fiji Brachiaria humidicola menghasilkan 10.929 Kg bahan kering / Ha tanpa dipupuk, dan menghasilkan 34.018 kg / Ha dengan menggunakan nitrogen 452 Kg / Ha dapat menyentuh puncaknya (hasilnya maksimal). Pada tahun 1972 di Sigatoka, Fiji, ketika menggunakan 450 Kg / Ha superphospat, rumput Brachiaria humidicola dapat menghasilkan 17.500 Kg bahan kering / Ha atau sekitar 49 %.
6
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) Fakultas Peternakan IPB. UP3 Jonggol ini terletak di Desa Singasari Kecamatan Jonggol, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai pertengahan September tahun 2007. Materi Ternak Ternak yang digunakan selama penelitian yaitu 30 induk ekor tipis (I1 = 3 ekor, I2 = 5 ekor, I3 = 8 ekor, I4 = 14 ekor) dan anakan (jantan = 12 ekor dan betina = 19 ekor) domba ekor tipis. Padang Rumput Padang rumput yang digunakan adalah rumput B.humidicola UP3J. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini berupa kandang kelompok (pen) sistem panggung dengan ukuran kandang P X L (15 m X 10 m). Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah: termometer ruangan, termometer bola basah-bola kering, timbangan bobot badan anak domba merk Barkel kapasitas 20 kg dengan skala 10 g dan timbangan bobot badan induk domba merk Slater kapasitas 50 kg dengan skala 200 g. Prosedur Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi terhadap induk domba bunting, melahirkan serta umur induk pada tanggal l9 Juli 2007 – 14 Juli 2007. selain itu dipersiapkan kandang panggung domba dengan membersihkan kandang dan dilakukan pengelompokan kandang berdasarkan anak dan induk. Anak domba yang baru dilahirkan diidentifikasi jenis kelaminnya dan dibiarkan bersama induk selama 2-3 hari. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan sensor indra penyayang induk kepada anaknya. Menurut Lindsay dan fletccher (1968) tingkah laku induk yang mempunyai kasih sayang akan memberikan produksi
susu yang tinggi
dan pertumbuhan anak yang lebih baik pada sistem
penggembalaan. Pakan yang diberikan selama penelitian adalah hijauan rumput lapang. Domba mendapatkan hijauan dari lahan penggembalaan dengan cara digembalakan mulai pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB. Peubah yang Diamati Bobot Lahir Bobot lahir adalah bobot badan anak domba sesaat setelah baru dilahirkan. Bobot lahir ditimbang pada saat baru dilahirkan sampai beberapa saat kemudian. Pertambahan Bobot Badan PBBH adalah peningkatan bobot badan anak setiap hari atau minggu sebelum disapih. Pengukuran PBBH selama peneitian dilakukan dengan mengurangi bobot akhir pada saat di sapih dengan bobot awal anak domba. Penimbangan bobot badan (BB) dilakukan sekali dalam satu minggu selama penelitian yang berlangsung selama 2 bulan. Adapun PBB harian (PBBH) setiap harinya diukur berdasarkan rumus : BB minggu X (n) – BB minggu (n-1) PBBH (g / hari) =
hari
Bobot Sapih Bobot sapih adalah bobot badan anak pada saat disapih dari induknya. Bobot sapih ditimbang pada saat disapih dari induknya selama 2 bulan. Rancangan Percobaan Analisa Data Data yang didapatkan dikelompokan berdasarkan umur induk dan jenis kelamin, selanjutnya dianalisa dengan analisis deskriptif berdasarakan umur induk dan jenis kelamin. Selain itu untuk melihat hubungan antara ketiga peubah dilakukan analisis korelasi ( Walpole, 1995 ) dengan rumus: rx1x2 =
n∑x1x2 – (∑x1)(∑x2)
√{n∑x12 – (∑x1)2}{ n∑x22 – (∑x2)2} keterangan
r
= koefisien korelasi,
x2 = peubah bebas ke 2
x1
= peubah bebas ke 1,
n
= jumlah pengamatan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian
6 Ha
7 Ha 17 Ha
Grass and legum plots Cattle sheds
1,5 Ha J
Front Gate 2 Ha Weatherstation
7 Ha
Tree Plots
3 Ha
B. Decumbens B. Humudicolla (1 Ha)
Water Tank B. Humudicolla Pasture 20 Ha
2 Ha
E
B. Humudicolla (0,5 Ha) Guest house (0,5 Ha)
King Grass
2 Ha
8 Ha
Staff Garden (0,5 Ha)
2 Ha
Sheep sheds
B. Humudicolla Pasture
1 Ha
Water Storage
B. Humudicola
13 Ha
Pasture
Legum tree
B. Humudicolla Pasture
Deep hore
Chicken sheds
34,5 Ha A Legum tree alley cropping B. Decumbens
U
Peta Bogor
Gambar 1. Peta lokasi UP3 Jonggol UP3 Jonggol merupakan tempat pendidikan dan penelitian peternakan yang dimiliki oleh Fakultas Peternakan IPB, tempat ini terletak antara 106,530 BT dan 06,530 LS dengan ketinggian 145 m diatas permukaan laut. Terletak di Desa Singasari Kecamatan Jonggol Bogor, mempunyai jarak ± 75 KM dari kota Bogor. Luas lahan yang dimiliki sekitar 169 ha yang terdiri dari kandang, pastura, kantor, ruang kelas, laboratorium, gudang dan perumahan (gues house). Denah lokasi UP3
Jonggol dapat dilihat pada Gambar 1. Informasi mengenai curah hujan, kelembapan udara dan suhu lingkungan bulan Juli, Agustus dan september 2007 dapat dilihat pada Tabel 1. Kondisi klimat pada saat penelitian adalah musim kering yang terkadang diselingi hujan. Periode kering biasanya selama 3 - 4 bulan yaitu Juni sampai September (Data UP3 Jonggol). Tabel 1. Rataan Curah Hujan, Kelembapan Udara dan Suhu Lingkungan Bulan Juli, Agustus dan September 2007 Bulan Kondisi Umum Juli
Agustus
September
Curah Hujan (mm)
8,50
159,00
25,20
Kelembaban (%)
91,70
89,63
89,40
Suhu Min (0C)
20,80
20,84
21,18
Suhu Max (0C)
31,75
32,42
32,95
Sumber : Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (2007)
Populasi Ternak Domba dan Manajemen Pemeliharaan Populasi domba di UP3 Jonggol mencapai 725 ekor (159 jantan dan 489 betina), yang pemeliharaannya adalah dikandangkan dan digembalakan di padang rumput B.humidicola. Penggembalaan dilakukan pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB, hal ini untuk menghindari rumput dengan kadar air berlebih yang dapat menyebabkan domba mengalami bloat atau kembung. Kandang yang digunakan berupa kandang panggung, karena untuk memudahkan dalam pemeliharan kebersihan kandang. Selain domba terdapat juga ternak ayam, sapi, dan kerbau tetapi populasi itu semakin berkurang hal ini dikarenakan permasalahan teknis internal UP3 Jonggol. Terdapat juga persawahan yang dimanfaatkan untuk bercocok tanam seperti pohon pisang, kolam yang ditanami ikan dan padi yang hasilnya dimanfaatkan oleh warga atau karyawan sebagai sumber pendapatan tambahan. Kondisi Padang Rumput Padang rumput yang dimiliki UP3 Jonggol diantaranya B.humidicola dengan luas ± 55 Ha, B.decumbens dengan luas 19 ± Ha dan King grass dengan luas ± 2 Ha, selebihnya rumput alam seperti Themeda spp, Imperata cylindrica dan gulma seperti Eupatorium spp, Melastoma spp dan Lantana spp.. Padang rumput yang digunakan 11
pada saat penggembalaan seluas ± 2 ha dengan jenis rumput B.humidicola. Produksi rumput B.humidicola di padang rumput UP3 Jonggol sebesar 60 – 70 ton / tahun. Rumput ini tumbuh dengan membentuk hamparan yang tebal, dan tahan terinjakinjak oleh ternak. Rumput ini tampak kuning pada musim kemarau dan cepat membentuk akumulasi daun kering.
Gambar 2. Kandang Domba dan Padang Rumput B.humidicola Rumput ini merupakan tanaman makanan ternak yang biasa digunakan sebagai hijauan dalam padang penggembalaan (Reksohadiprojo, 1985). Areal padang rumput penggembalaan dikelilingi dengan pagar kawat, hal ini untuk memudahkan pengamatan serta keamanan. Meskipun cuaca panas di padang penggebalaan, terdapat pohon-pohon besar, pohon ini digunakan oleh domba untuk bernaung dari cuaca panas. Kondisi padang rumput B.humidicola di UP3 Jonggol pada saat penelitian keadaannya kering. Hal ini diduga disebabkan karena teriknya matahari yang kuat akibat masuknya musim kemarau dan dimungkinkan kekurangan zat hara. Tabel 2
menggambarkan kandungan nutrisi yang terdapat pada rumput
B.humidicola, Rumput ini merupakan pakan utama bagi ternak pada saat digembalakan di padang rumput.
12
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Rumput B.humidicola Komposisi Nutrisi Pakan
Kadar air2
Serat kasar2
Brachiaria.humidicola
55,87
37,40
Keterangan :
Protein Lemak2 Kasar2 5,10
1,05
Abu2 9,8
Kadar Bahan air1 kering1 55,87
44,13
1
Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan IPB 2 Skerman (1990)
Penampilan Produksi Bobot Lahir Bobot lahir merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan prestasi produksi selanjutnya. Tabel 3 menunjukan rataan bobot lahir domba di UP3 Jonggol Tabel 3. Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Umur Induk dan Jenis kelamin (gram) Jenis Kelamin Anak Umur Induk
Rataan Jantan
Betina
---------------------------gram-----------------------------I1
-
2007 ± 563 (3)
2007 ± 563 (3)
I2
1900 ± 0,0 (1)
2420 ± 300 (4)
2316 ± 349 (5)
I3
2303 ± 887 (4)
2258 ± 666 (4)
2280 ± 727 (8)
I4
2097 ± 720 (7)
2285 ± 362 (8)
2197 ± 545 (15)
Rataan
2149 ± 716 (12)
2264 ± 438 (19)
-
Keterangan : () = Jumlah Anak Yang dilahirkan
Dari tabel dapat dilihat bahwa berdasarkan umur induk, bobot lahir anak terendah didapat pada induk I1 (2007±563 g) diikuti induk I4 (2197 ± 545 ) dan I3 (2280 ± 727 g) dan yang tertinggi didapatkan pada induk I 2 (2316±349 g). Hal ini bertentangan dengan pernyataan Ensminger (2002) yaitu umur induk yang lebih tua mempunyai bobot lahir anak yang lebih besar daripada yang lebih muda. Penurunan bobot lahir ini mungkin dikarenakan pengaruh dari dari tipe kelahiran dari induk I3 dan I4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Partodiharjo et al. (1983), yaitu anak-anak domba yang lahir kembar baik jantan maupun betina bobot lahirnya rendah, sifat 13
fisiknya lemah kompetisi memperoleh susu tergantung kepada kekuatan fisiknya. Secara umum bobot lahir anak domba UP3 Jongol sesuai dengan standart bobot lahir domba Garut yang masih domba lokal Indonesia yaitu sebesar 2,0-3,2 kg (Heriyadi, 2007), berarti anak domba di UP3 Jonggol memiliki bobot lahir yang baik walaupun keadaan di Jonggol tidak mendukung. Berdasarkan jenis kelamin anak, bobot lahir anak domba di UP3 Jonggol terbesar pada jenis kelamin betina (2264±438 g) dibanding jantan (2149±716 g). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Baliarti (1981) yaitu bahwa anak domba jantan memilki bobot lahir yang tinggi dibanding dengan anak domba betina. Hal ini dikarenakan kemungkinan induk yang sebelum melahirkan memiliki kondisi tubuh yang kurang baik sehingga mempengaruh bobot lahir anak didalam kandungan dan setelah dilahirkan. Hal ini sesuai dengan peryataan Bauman et al. (1982), pada periode akhir kebuntingan yang perlu diperhatikan adalah proses mobilisasi zat-zat makanan ke dalam sirkulasi untuk memprioritaskan kebutuhan fetus. Perkembangan fetus yang baik selama fase ini akan memberikan hasil akhir dalam bentuk bobot
Raaan Bobot Lahir (gram)
lahir yang baik.
2400
2250
2100
1950
1800 I1
I2
I3
I4
Umur Induk
Gambar 3. Grafik Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Umur Induk
14
Rataan Bobot Lahir (gram)
2300
2200
2100
2000 Jantan
Betina
Jenis Kelamin
Gambar 4 Grafik Rataan Bobot Lahir Berdasarkan Jenis Kelamin Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan merupakan salah satu ciri adanya pertumbuhan seekor ternak dan kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertambahan bobot badan biasa digunakan sebagai ukuran kecepatan pertumbuhan, dan merupakan respon kemampuan dalam mencerna makanannya. Tabel 4 menunjukan rataan PBBH anak domba di UP3 Jonggol. Tabel 4. Rataan PBBH Berdasarkan Umur Induk dan Jenis Kelamin (gram) Jenis Kelamin Anak Umur Iduk
Rataan Jantan
Betina
---------------------------gram-----------------------------I1
-
41,7 ± 21,5 (3)
41,7 ± 21,5 (3)
I2
73 ,0 ± 0,0 (1)
75,88 ± 7,58 (4)
75,3 ± 6,6 (5)
I3
86,4 ± 26,0 (4)
83,7 ± 42,0 (4)
85,1 ± 32,3 (8)
I4
77,8 ± 27,8 (7)
63,3 ± 15,72 (8)
74 ± 24 (15)
Rataan
80,3 ± 24,8 (12)
69,9 ± 26,9 (19)
Keterangan : () = Jumlah Anak Yang dilahirkan
Dalam penelitian ini rataan PBBH terbesar berdasarkan umur induk didapatkan pada induk I3 (85,1±32,3 g/hari) hal ini dikarenakan induk yang dewasa akan menghasilkan produksi susu lebih banyak sehingga pertumbuhan anak sebelum 15
disapih lebih cepat dibandingkan dengan induk muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dass dan Acharya (1970), yaitu induk dewasa menghasilkan bobot sapih lebih besar daripada induk muda karena adanya peningkatan produksi susu induk tetapi induk I4 lebih kecil dari I3, hal ini dimungkinkan karena produksi susu induk I4 mulai menurun. Sedangkan rataan PBBH terendah didapat pada induk I 1 (41,7±21,5 g/hari). Atkins (1980) menyatakan bahwa pada umumnya anak yang lahir dari induk yang berumur dua tahun atau induk I1 lebih lambat pertambahan bobot badannya dibandingkan dengan anak dari induk lebih tua. Berdasarkan jenis kelamin, rataan PBBH domba UP3 Jonggol pada jenis kelamin jantan (80,3 ± 24,8 g), lebih besar dibanding dengan betina (69,9 ± 26,9 g). Sesuai dengan pernyataan Tuah dan Baah (1985), hal ini disebabkan pertumbuhan tulang kerangka anak jantan lebih tinggi dibanding betina. Lebih lanjut dilaporkan oleh Astuti (1983) dalam stasiun penelitian pertambahan bobot badan jantan lebih tinggi dibanding dengan betina. Pertambahan bobot badan atau kecepatan pertumbuhan ditentukan juga oleh faktor genetik, makanan dan tatalaksana (Hardjosubroto, 1994). 150
PBBH (gram)
120 90 60 30 0 1
2
3 I1
4 5 6 Waktu (minggu) I2
I3
7
8
I4
Gambar 5. Grafik PBBH Berdasarkan Umur Induk Setiap Minggu
16
140
PBBH (gram)
120 100 80 60 40 1
2
3
4 5 Waktu (minggu) jantan
6
7
8
betina
Gambar 6. Grafik PBBH Berdasarkan Jenis Kelamin Setiap minggu. Pada minggu kedua anak dari induk I1 mengalami penurunan bobot badan yang besar. Hal ini dikarenakan terjadi stress pada induk yang berpengaruh terhadap produksi susu untuk anaknya akibat adanya pemindahan kandang dan tempat penggembalaan yang baru, tetapi setelah beradaptasi berangsur-angsur mengalami peningkatan pertambahan bobot badan yang baik. Secara umum PBBH anak domba mengalami penurunan pada tiap minggunya, hal tersebut karena kemungkinan induk domba tidak mendapatkan nutrisi yang baik sehingga produksi susu untuk anaknya kurang tercukupi. Pertambahan bobot badan anak domba berdasarkan jenis kelamin dan umur induk dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6 Bobot Sapih Bobot sapih merupakan bobot badan anak domba pada saat disapih dari induknya, lamanya waktu sapih tergantung dari manajemen peternak. Tabel 5 menunjukan rataan bobot sapih di UP3 Jonggol. Bobot sapih terbesar didapatkan pada induk I3 (7385±2351), hal ini sesuai dengan pernyataan (Dass dan Acharya, 1970) yaitu induk dewasa menghasilkan bobot sapih lebih besar daripada induk muda karena adanya peningkatan produksi susu induk. Dan pernyataan Devandra (1976) yaitu bobot sapih anak dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur sapih, umur induk dan produksi susu induk. Namun bobot sapih pada I3 lebih besar dibandingkan dengan I4 (6644±1722). Hal ini kemungkinan dikarenakan susu yang dihasilkan induk I4 semakin berkurang, dimana susu tersebut dibutuhkan untuk perkembangan 17
anaknya sebelum disapih. Sedangkan bobot sapih terendah pada induk I 1 (4533±18 41g). Secara umum Bobot sapih anak di UP3 jonggol juga lebih rendah daripada standar bobot lahir domba Garut yang masih domba lokal Indonesia yaitu sebesar 8 – 10 kg (Heriyadi, 2007). Tabel 5 Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk dan Jenis Kelamin (gram) Jenis Kelamin Anak Umur Induk
Rataan Jantan
Betina
---------------------------gram-----------------------------I1
-
4533 ± 1841(3)
4533 ± 1841 (3)
I2
6300 (1)
6975 ± 741 (4)
6840 ± 709 (5)
I3
7488 ± 2437 (4)
7275 ± 2646 (4)
7385 ± 7385 (8)
I4
6769 ± 2156 (7)
6535 ± 1384 (8)
6644 ± 1722 (15)
Rataan
6969 ± 2078 (12)
6469 ± 1788 (19)
-
Keterangan : () = Jumlah Anak Yang dilahirkan
Berdasarkan jenis kelamin bobot sapih terbesar pada jenis kelamin jantan (6969±2078 g) lebih besar dibandingkan betina (6469±1788 g), hal ini disebabkan oleh laju pertumbuhan anak jantan lebih cepat sehingga mempengaruhi bobot sapih. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Triesnamurti et al. (1985) dalam penelitiannya pada domba di pulau Jawa yaitu bobot sapih jantan lebih tinggi dibandingkan betina masing- masing 8,3 kg dan 7,6 kg dengan masa sapih 3 bulan
Rataan Bobot Sapih (gram)
7200
6800
6400
6000 Jantan
Betina Jenis Kelamin
Gambar 7. Grafik Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Jenis Kelamin 18
Rataan Bobot Sapih (gram)
8000 6000 4000 2000 0 I1
I2
I3
I4
Umur Induk
Gambar 8. Grafik Rataan Bobot Sapih Berdasarkan Umur Induk Mortalitas Anak Mortalitas adalah presentase kematian anak yang didapat dari jumlah anak yang mati dibagi jumlah anak yang dilahirkan. Kematian anak ini memperlihatkan berapa besar daya hidup anak setelah dilahirkan. Tingkat mortalitas dari keseluruhan ternak anak domba pra sapih sampai umur disapih di UP3 Jonggol hanya terjadi pada anak domba dengan tipe kelahiran kembar dari induk I4, yaitu sebesar 9,6 %. Hal ini bisa terjadi karena Induk I4 pada saat bunting memiliki status nutrisi yang terbatas untuk janin, sehingga anak domba kembar didalam kandungan tidak mendapatkan nutrisi yang maksimal. Nutrisi yang tidak maksimal akan mempengaruhi daya hidup anak domba setelah lahir. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat (Hinch et al, 1983) yaitu jumlah anak yang dilahirkan secara langsung akan mempengaruhi kemampuan hidup anak karena adanya kompetisi dalam uterus untuk mendapatkan zat-zat makanan yang terbatas dari induk melalui plasenta, tetapi dengan pemberian nutrisi yang baik pada akhir kebuntingan maka akan dihasilkan daya hidup maksimum 94% atau mortalitas 6% pada kelahiran kembar tiga dengan total bobot lahir diatas lima kilogram Hubungan Antara Bobot Lahir, Rataan PBBH, Bobot Sapih Pendugaan penampilan produksi bisa dilihat dengan penampilan bobot lahir, rataan PBBH, dan bobot sapih, karena penampilan tersebut adalah hasil dari proses yang berkesinambungan. Hasil analisis korelasi ditunjukan pada tabel 6. Berdasarkan tabel 6, bahwa korelasi antara bobot lahir, rataan PBBH dan bobot sapih sangat beragam serta dapat menghasilkan nilai yang kecil sampai yang besar.
19
Tabel 6 Nilai Korelasi Antara Bobot Lahir, Rataan PBBH dan Bobot Sapih Peubah
Bobot Lahir
Rataan PBBH
Bobot lahir
-
-
Rataan PBBH
0.458**
-
Bobot Sapih
0,672**
0,965**
Ket : Tanda ** menunjukan berpengaruh sangat nyata (P< 0,01)
Nilai korelasi tertinggi terdapat antara rataan PBBH dengan bobot sapih (0,965) dan yang terendah antara bobot lahir dengan rataan PBBH (0,458), secara umum hubungan ketiganya berpengaruh sangat nyata (P< 0,01). Hasil analisis penelitian ini didapatkan nilai positif. Menurut (Laidding, 1996) korelasi positif berarti peningkatan suatu sifat menyebabkan sifat lain meningkat sedangkan korelasi negatif berarti peningkatan suatu sifat menyebabkan sifat lain menurun. Pada penelitian ini rataan PBBH dengan bobot sapih mempunyai hubungan yang sangat erat (P< 0,01), yang berarti meningkatnya PBBH anak domba meningkat juga bobot sapihnya. Sedangkan korelasi antara bobot lahir dengan PBBH cenderung kecil atau tidak terlalu erat. Penyebab kecilnya nilai korelasi tersebut memiliki beberapa faktor, diantaranya yaitu ketersediaan makanan yang diberikan atau dikonsumsi induk kurang sehingga berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas susu untuk anaknya. Natasasmita (1978) menyatakan bahwa pakan sangat diperlukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan ternak, sehingga harus mengandung gizi dan tersedia terus.
20
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penampilan produksi anak domba pra sapih di UP3 Jonggol memperlihatkan bobot sapih dan rataan PBBH terbesar dari induk I 3 yaitu (7385±2351) dan (85,1±32,3 g/hari) sedangkan untuk bobot lahir terbesar didapatkan pada anak domba dari induk I2 yaitu (2316±349 g). Berdasarkan jenis kelamin, bobot sapih dan rataan PBBH terbesar didapatkan pada jenis kelamin jantan yaitu (6969±2078 g) dan (80,3 ± 24,8 g), dan bobot lahir terbesar didapatkan pada jenis kelamin betina yaitu (2264±438 g). Secara umum bobot lahir anak domba sesuai dengan standart yang ada pada domba lokal indonesia dan bobot sapih anak domba UP3 jonggol dibawah ratarata yang ada pada domba lokal, serta PBBH secara umum mengalami penurunan tiap minggunya dan bobot badan meningkat tiap minggunya. Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa secara umum nilai korelasi tertinggi pada rataan PBBH dengan bobot sapih (0,965) sehingga dapat digunakan sebagai pendugaan untuk seleksi. Saran 1.
Perlu dilakukan penelitian terhadap rumput Brachiaria humidicola, karena rumput ini sebagai sumber pakan ternak domba pada saat digembalakan di padang rumput serta manajemen padang rumput
2.
Perlu dilakukan penelitian terhadap penampilan anak domba dengan memperpanjang waktu sapih dengan pemberian pakan tambahan standar.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akademik dan merupakan salah satu syarat meraih gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada keluarga tercinta, ayahanda Iswandi Rachman dan ibunda tercinta Yunani. Karena beliaulah yang dengan pengorbanan moril dan materil membiayai studi penulis hingga selesai dan atas do’a restunya yang senantiasa mengiringi gerak langkah penulis hingga saat ini. Terima kasih atas semua pendidikan dan bentukan karakter dari rumah, yang membuat penulis mengambil banyak kebaikan dan pelajaran. Tiap patah katanya adalah doa, tiap langkah kakinya adalah usaha dan pengorbanan, dan tiap tetes keringatnya adalah perjuangan demi putra-putri tercintanya.karena penulis yakin dengan selesainya sementara studi ini, penulis dapat memberikan suatu persembahan yang dapat dibanggakan kepadanya. Beliaulah yang selalu menjadi sumber inspirasi, motivator, semangat, tenaga, berbagi kasih sayang baik dalam suka dan duka.Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Adinda Anita Rachman dan Adelisa, mereka yang selalu memberikan dorongan moril yang tidak henti-hentinya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Sri Rahayu, MSi selaku pembimbing utama dan Bapak Muhamad Baihaqi, S.Pt selaku pembimbing anggota, karena dengan sepenuh hati dan penuh kesabaran telah membimbing, membagi pengalaman dan meluangkan waktu selama penelitian serta penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Niken Ulupi MSi sebagai pembimbing akademik atas segala bimbingan, nasehat serta dorongan yang diberikan dan juga kepada Dr. Ir. Cece Sumantri M. AgrSc selaku kepala departemen IPTP, Dr. Ir. Kartiaso, MSc dan Ir. Maman Djuljaman selaku penguji akhir penulisan karya ilmiah ini, terus terang saya banyak belajar banyak dari beliau. Terima kasih juga kepada tim pengelola UP3J dalam hal ini Dr. Ir. Bagus Purwanto M.Agr sebagai ketua UP3J, Koheri, Karman, Widodo dan sesepuh daerah Jonggol, Engkong. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih kepada teman satu tim penelitian diantaranya, Prima, Tri Utami, Ahmad Saleh dan Bp Jarmuji, tanpa kalian penulis merasa tidak ada artinya.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada TPT’ers 41 dan Civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Amin. Bogor, Mei 2008
Penulis
23
DAFTAR PUSTAKA Abdulgani, I. K. , 1981 . Beberapa cirri populasi kambing di Desa Ciburuy dan Cigombong serta kegunaannya bagi peningkatan produktifitas. Disertai Doktor, Fakultas Peternakan, Institute Pertanian Bogor, Bogor. Adu, I. F and V. Buvanendra. 1982. Pre weaning performance of lambs from pure and crossbred mating among Nigerian breed of sheep. Word rev. of Anim. Prod. Vol. XVIII. No. 1: 73 . Astuti, M., 1983. Parameter produksi kambing dan domba di daerah dataran tinggi, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Domba dan kambing di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta. Atkins, K. D., 1980. The comparative productivity of five ewe breed. 1-Lamb growth and survival. Aust. J. Of Expt. Agric. And Anim. Husb., 20 : 228295. Baliarti, E. 1981. Rata-rata Berat Lahir, Berat Sapih dan Pertambahan Bobot Badan Anik Domba yang dipelihara Secara Tradisional. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bauman, D. E., J. H. Eisemann and W. B. Currie. 1982. Hormonal effects on partitioning of nutrien for tissue growth : Role of growth hormone and prolactin. Fed. Proc. 41 : 2538-544. Bogdan, A. V. 1997. Tropical Pasture and Fodder Plants. Whistestable Litho Ltd. Kent. Dass, G. S. And R. M. Acharya. 1970. Growt of Binakeri sheep. J. Anim. Sci. 31 : 14. Devendra, C. and K. Nozawa. 1976. Goat in South East Asia Their Status and Production. Z. Tierzucht. Zuchtgebiol. 93 : 101-120. Ditjenak. 2008. Informasi Data Impor Daging Domba. Ensminger, M.E. 2002. Sheep and Goat Science. 6th Ed. Interstate Publisher, Inc.USA. Gasperz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico, Bandung. Garrigus, W. P. , 1952. Introductory Animal Science. 3rd. Ed. J.B. Lippincot Company. New York. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di lapangan. PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta. Heriyadi, D. 2007. Standarisasi Plasma Nutfah Mutu Bibit Domba Garut. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung
Hinch, G. N. , R.w. Kelly, J.I. Owens and S.F. Croble. 1983. Pattern of lamb survival hight fecundity boorola flocks. Prod. Of The, N.Z. Soc. Anim. Prod. 43:29-32. Laidding, A. R. 1996. Hubungan berat badan dan lingkar dada dengan beberapa sifat-sifat ekonomi penting pada sapi Bali. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. IV (10) : 127. Natasasmita, A. 1978. Body composition of swamp Buffalo (Bubalus bubalia) A study of developmental growth and of sex differences. Ph.D. Thesis. University of Melbourn. Partodihardjo, S., I.Supriyatna, D. Patunru, Hardiyanto, Y.D. Wijaya. 1983. Produksi Domba Melalui Obat Perangsang Birahi, Kelahiran Kembar dan Inseminasi Buatan Dengan Mani Beku Atau Cair Tahap Satu dan Dua. Laporan Penelitian. Departemen Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Bogor. Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan makanan Ternak Tropik. Rangkuman. BPFE, Yogyakarta. Sabrani, M., P. Sitorus, M. Rangkuti, Subandriyo, I. W. Mathius, T. D. Sudjana dan A. Samali. 1981. Laporan survey baseline ternak kambing dan domba. Balai penelitian ternak, Bogor. Subagiyo.I dan Kusmartono. Ilmu Kultur Padangan. 1998. Universitas Brawijaya. Malang. Subandriyo. 1984. Factor Affecting Survival of Range Sheep in The U.S and Characterization of sheep in Indonesia. Thesis. Montana State University, Bozeman, Montana. Subandriyo. 1985. Sheep production in three vilagge of West Java. Working Paper, no. 60. Balai penelitian ternak, Bogor. Subandriyo. 1986. Sheep production in vilagge of west Java. Working Paper, no. 83. Balai penelitian Ternak, Bogor. Subandriyo. 1996. The Small ruminant CRSP in Indonesia 1980-1983: Achievments and impact. Humid Tropics: Hairs sheep and integration o sheep into tree crop plantation. Small Ruminant Workshoop Proceedings Hal: 57-65. Sugeng, Y. B. 1991. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Jakarta. Sumaryadi, M. Y. Dan W. Manalu. 1995b. Peranan kosentarasi progesteron dalam serum Induk Selama periode Kebuntingan dalam Mendukung Keberhasilan Reproduksi : Pengaruh Pada Pertumbuhan Fetus, Klenjar Susu, Produksi Susu dan Berat Sapi Anak. Makalah Lomba Penulisan Ilmiah Boedhi Rahardjani Award. Seminar Nasional Ikatan Ahli Faal Indonesia, Bandung, Semarang. 26-28 oktober 1995. Sumoprastowo, R. M. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Penerbit Bharata, Jakarta. 25
Sitorus, P. And Subandriyo. 1986. Small Ruminant Production in Low Village of Cirebon, west Java. Working Paper Nomor 84. balai Penelitian Ternak, Bogor. Spedding, C. R. W. 1978. Sheep Production and Grazzing Management. Bailliere Tindall and Cassell. London. Skerman, P.J 1990. Tropical Grass Food and Agriculture, Organization of the United Nations. Skerran. And Hyne. 1978. Topical Grass and Grazing Manajement, Organization of the United Nations. Tiesnamurti, I. Inounu, P. Sitorus and subandriyo. 1985. Pre-Weaning performance of Javanese lamb. Working Paper, no. 42. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Tuah, A. K. And J. Baah. 1985. Reproductive performance pre-weaning growth rate and pre-weaning lamb mortalitas of Djallonke sheep in Ghana. Trp. Anim. Prod. 17 : 107-113. Tugu, A. dan W. Manalu. 1996. Hubungan Antara Progesteron dan estradiol Dalam Serum Induk Dengan Laju Pertumbuhan Fetus pada Tikus Putih Dengan Berbagai Jumlah Anak. Prosiding Temu Ilmiah Hasil-hasil Penelitian Peternakan Balitnak, Ciawi, Bogor (In Press). UP3J. 2007. Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan, Bogor. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Satatistika. Ed III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Williamson, G and W. J. A. Payne. 1965. Introduction to Animal Husbandry in the Tropics. 5 th Ed. Longmans Green and Company, Ltd. London.
26
LAMPIRAN
Lampiran 1. PBB Harian/Minggu Berdasarkan Jenis Kelamin (gram) PBB Harian/minggu Berdasarkan Jenis Kelamin (gram)
Jenis no kelamin
Betina
Jantan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
60 61 63 54 42 28 67 21 55 5 2 7 14 36 73 1 58a 58b 66
43 92 57 44 85 118 120 178 24 135 167 164 100 115 95 97 88 68 53
17 106 257 78 97 161 54 101 40 125 148 127 215 82 104 125 105 84 118
17 127 -140 80 97 75 100 108 48 111 127 111 84 46 97 97 33 47 43
20 -21 1 102 77 73 57 87 53 94 -20 65 220 56 68 64 54 21 40
7 74 74 73 85 73 48 57 31 85 205 108 -17 60 73 78 25 30 -47
31 57 37 51 85 63 43 57 0 100 145 78 80 41 57 57 74 23 -14
10 60 38 143 35 60 71 107 -25 71 64 83 51 85 71 50 -24 25 81
14 50 71 30 -21 61 35 57 28 71 78 40 47 43 50 7 113 48 0
47 8 23 65 12 10 16 29 57 27 64 38
113 120 113 125 80 150 135 121 151 115 144 133
128 38 164 203 154 130 55 53 140 131 138 16
58 65 103 117 83 104 58 68 98 138 58 43
80 48 84 90 53 153 35 88 107 90 60 23
55 43 127 101 78 143 54 97 91 67 50 7
43 38 78 110 61 85 78 75 90 125 44 14
100 23 63 83 58 47 78 51 78 55 24 -11
7 35 48 81 71 61 71 50 43 34 10 70
28
Lampiran 2. PBB Harian/Minggu Berdasarkan Umur (gram) PBB Harian/minggu Berdasarkan Umur (gram) Umur induk I1
60 61 63
Minggu 1 43 92 57
I2
54 42 28 47 67
44 85 118 113 120
78 97 161 128 54
80 97 75 58 100
102 77 73 80 57
73 85 73 55 48
51 85 63 43 43
143 35 60 100 71
30 -21 61 7 35
21 55 5 8 2 23 65 12
178 24 135 120 167 113 125 80
101 40 125 38 148 164 203 154
108 48 111 65 127 103 117 83
87 53 94 48 -20 84 90 53
57 31 85 43 205 127 101 78
57 0 100 38 145 78 110 61
107 -25 71 23 64 63 83 58
57 28 71 35 78 48 81 71
7 14 10 16 29 57 36 27 64 38 73 1 58a 58b 66
164 100 150 135 121 151 115 115 144 133 95 97 88 68 53
127 215 130 55 53 140 82 131 138 16 104 125 105 84 118
111 84 104 58 68 98 46 138 58 43 97 97 33 47 43
65 220 153 35 88 107 56 90 60 23 68 64 54 21 40
108 -17 143 54 97 91 60 67 50 7 73 78 25 30 -47
78 80 85 78 75 90 41 125 44 14 57 57 74 23 -14
83 51 47 78 51 78 85 55 24 -11 71 50 -24 25 81
40 47 61 71 50 43 43 34 10 70 50 7 113 48 0
I3
I4
no
Minggu 2 17 106 257
Minggu 3 17 127 -140
Minggu 4 20 -21 1
Minggu 5 7 74 74
Minggu 6 31 57 37
Minggu 7 10 60 38
Minggu 8 14 50 71
29
Lampiran 3.Bobot Badan / Minggu Berdasarkan Jenis Kelamin (gram) BB / minggu Berdasarkan jenis kelamin (gram)
Jenis no kelamin
Betina
Jantan
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8
60 61 63 54 42 28 67 21 55 5 2 7 14 36 73 1 58a 58b 66
1480 2600 1940 2540 2000 2700 2440 1670 2480 1780 3100 2680 1580 2440 2280 2660 2380 1980 2280
1780 3246 2340 2850 2600 3530 3280 2920 2650 2730 4270 3830 2280 3245 2950 3340 3000 2460 2655
1900 3990 4140 3400 3282 4660 3660 3630 2930 3610 5310 4720 3790 3820 3680 4220 3740 3050 3480
2020 4880 3160 3960 3960 5190 4360 4391 3270 4390 6200 5500 4380 4147 4360 4900 3970 3380 3780
2160 4730 3170 4680 4500 5700 4760 5000 3640 5050 6060 5960 5920 4540 4840 5350 4350 3527 4060
2210 5250 3690 5190 5100 6210 5100 5400 3860 5650 7500 6720 5800 4960 5350 5900 4530 3740 3730
2430 5650 3950 5550 5700 6650 5400 5800 3880 6350 8520 7270 6360 5250 5750 6300 5030 3900 3630
2500 6070 4220 6550 5950 7070 5900 6550 3680 6850 8970 7850 6720 5850 6250 6650 4880 4080 4200
47 8 23 65 12 10 16 29 57 27 64 38
1900 1330 2560 3400 1920 3340 1420 1260 2000 3700 1940 2020
2691 2175 3350 4280 2480 4390 2370 2106 3060 3510 2950 2955
3590 2445 4500 5700 3560 5300 2760 2480 4040 4430 3920 3070
4000 2900 5220 6520 4140 6030 3170 2960 4730 5400 4330 3370
4560 3240 5810 7150 4510 7100 3420 3580 5480 6030 4750 3530
4950 3540 6700 7860 5060 8100 3800 4260 6120 6500 5100 3580
5250 3810 7250 8630 5490 8700 4350 4790 6750 7380 5410 3680
5950 3970 7690 9210 5900 9030 4900 5150 7300 7770 5580 3600
30
Lampiran 4.Bobot Badan / Minggu Berdasarkan Umur (gram) BB / minggu Berdasarkan Umur (gram) Umur induk I1
60 61 63
Minggu 1 1480 2600 1940
I2
54 42 28 47 67
2540 2000 2700 1900 2440
2850 2600 3530 2691 3280
3400 3282 4660 3590 3660
3960 3960 5190 4000 4360
4680 4500 5700 4560 4760
5190 5100 6210 4950 5100
5550 5700 6650 5250 5400
6550 5950 7070 5950 5900
21 55 5 8 2 23 65 12
1670 2480 1780 1330 3100 2560 3400 1920
2920 2650 2730 2175 4270 3350 4280 2480
3630 2930 3610 2445 5310 4500 5700 3560
4391 3270 4390 2900 6200 5220 6520 4140
5000 3640 5050 3240 6060 5810 7150 4510
5400 3860 5650 3540 7500 6700 7860 5060
5800 3880 6350 3810 8520 7250 8630 5490
6550 3680 6850 3970 8970 7690 9210 5900
7 14 10 16 29 57 36 27 64 38 73 1 58a 58b 66
2680 1580 3340 1420 1260 2000 2440 3700 1940 2020 2280 2660 2380 1980 2280
3830 2280 4390 2370 2106 3060 3245 3510 2950 2955 2950 3340 3000 2460 2655
4720 3790 5300 2760 2480 4040 3820 4430 3920 3070 3680 4220 3740 3050 3480
5500 4380 6030 3170 2960 4730 4147 5400 4330 3370 4360 4900 3970 3380 3780
5960 5920 7100 3420 3580 5480 4540 6030 4750 3530 4840 5350 4350 3527 4060
6720 5800 8100 3800 4260 6120 4960 6500 5100 3580 5350 5900 4530 3740 3730
7270 6360 8700 4350 4790 6750 5250 7380 5410 3680 5750 6300 5030 3900 3630
7850 6720 9030 4900 5150 7300 5850 7770 5580 3600 6250 6650 4880 4080 4200
I3
I4
no
Minggu 2 1780 3246 2340
Minggu 3 1900 3990 4140
Minggu 4 2020 4880 3160
Minggu 5 2160 4730 3170
Minggu 6 2210 5250 3690
Minggu 7 2430 5650 3950
Minggu 8 2500 6070 4220
31
Lampiran 5. Bobot lahir anak dan Bobot sapih anak Berdasarkan Umur Induk (gram) I1 1480 2600 1940 Bobot lahir (gram)
umur induk I2 I3 2540 1670 2000 2480 2700 1780 1900 1330 2440 3100 2560 3400 1920
I4 2680 1580 3340 1420 1260 2000 2440 2700 1940 2020 2380 1980 2280 2280 2660
I1 2720 6400 4480 bobot Sapih (gram)
umur induk I2 I3 7350 7100 6050 3880 7750 7900 6300 4600 6750 10250 8300 10350 6700
I4 8500 7150 10200 5800 5940 7350 6270 8700 5650 5850 4700 4760 7800 7250 3740
32
Lampiran 6. Bobot lahir anak dan Bobot sapih anak Berdasarkan Jenis Kelamin (gram) Jenis kelamin Jantan Betina
Bobot lahir (gram)
1330 3340 1420 1260 2000 2700 1940 3400 2020 1920 1900 2560
1670 2540 2480 1780 2680 3100 1580 2440 2440 2000 1480 2600 1940 2700 2380 1980 2280 2660 2280
Jenis kelamin Jantan Betina
bobot sapih (gram)
4600 8300 1020 5800 5940 7350 8700 5650 1035 3740 6300 6700
7100 7350 3880 7900 8500 10250 7150 6270 6050 2720 6400 4480 7750 5850 4700 4760 7800 6750 7250
33
Lampiran 7. Hasil Analisis Korelasi bobot lahir, Rataan PBBH dan Bobot sapih Korelasi: bobot lahir; pbbh; bobot sapih
pbbh
bobot sapih
bobot lahir 0,458 0,010 0,672 0,000
pbbh
0,965 0,000
Keterangan: Nilai Korelasi Pearson Nilai P
34
Lampiran 8. Hasil Analisis Deskriptif Bobot lahir, Rataan PBBH dan bobot sapih Berdasarkan Umur induk. Peubah
Bobot Lahir
Rataan PBBH
Bobot Sapih
Umur I1
I2
I3
I4
Rataan±SB
2007±563
2316±349
2280±727
2197±545
n (ekor)
3
5
8
15
Min-Max
1480-2600
1900-2700
1330-3400
1260-3340
Rataan±SB
41,7±21,5
75,3±6,6
85,1±32,3
74±24
n (ekor)
3
5
8
15
Min-Max
20-63
67,5-84
23-119
29-114
Rataan±SB
4533±1841
6840±709
7385±2351
6644±1722
n (ekor)
3
5
8
15
Min-Max
2720-6400
6050-7750
3880-10350
3740- 10200
Keterangan : n = Jumlah Anak Yang dilahirkan ; SB = Simpangan Baku
35
Lampiran 9. Hasil Analisis Deskriptif Bobot lahir, Rataan PBBH dan Bobot Sapih Berdasarkan Jenis Kelamin. Peubah
Bobot Lahir
Rataan PBBH
Bobot Sapih
Rataan ± SB n (ekor) Min-Max Rataan ± SB n (ekor) Min-Max Rataan ± SB n (ekor) Min-Max
Jenis kelamin jantan 2149 ± 716 12 1260-3400 80,3 ± 24,8 12 29-116 6969 ± 2078 12 3740-10350
Betina 2264 ± 438 19 1480-3100 69,9 ± 26,9 19 20-119 6469 ± 1788 19 2720-10250
Keterangan : n = Jumlah Anak Yang dilahirkan ; SB = Simpangan Baku
36