SKRIPSI
PENAMBAHAN NILAI CHICKEN CARCASS MEAT (CCM) MELALUI PENGEMBANGAN PRODUK BARU PERKEDEL AYAM BERKALSIUM DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA-CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG
Oleh: IRENE YULIENTIN F24102023
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Irene Yulientin. F24102023. Penambahan Nilai Chicken Carcass Meat (CCM) melalui Pengembangan Produk Baru Perkedel Ayam Berkalsium di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, Cikande-Serang. Di bawah bimbingan Adil Basuki Ahza dan Lukman Hakim S. (2006).
ABSTRAK Proses pengolahan lanjut karkas ayam menyisakan daging yang masih bernilai ekonomis di bagian leher dan punggung. Daging-daging yang masih melekat pada bagian tersebut dapat dipisahkan dengan dua metode, manual dan mekanik. Pemisahan secara manual atau hand deboned memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar, memakan waktu lama, dan biaya tinggi. Pemisahan secara mekanik akan menghasilkan Mechanically Deboned Meat (MDM). MDM dikenal dengan Chicken Carcass Meat (CCM) di PT. Charoen Pokphand Indonesia. CCM bukan merupakan permintaan konsumen pada umumnya, tapi dapat digunakan dalam produk-produk olahan sehingga dapat meningkatkan keuntungan industri. CCM merupakan pasta daging (jenis daging merah) dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Oleh karenanya, upaya-upaya penggunaan dan penambahan nilai CCM dalam produk olahan perlu terus dilakukan antara lain melalui pengembangan produk baru perkedel ayam berkalsium. Fokus penelitian ini adalah mendapatkan formulasi terbaik perkedel ayam berkalsium. Formulasi penambahan kalsium laktat dicobakan untuk mencapai tiga klaim kalsium yaitu: ‘diperkaya kalsium’ jika kandungan kalsium memenuhi 10% AKG, ‘sumber kalsium yang baik’ jika kandungan kalsium memenuhi 10-19% AKG, dan ‘tinggi kalsium’ jika kandungan kalsium memenuhi 20% AKG. Produk hasil masing-masing formula diamati pengaruh penambahan kalsium laktat terhadap produk. Penelitian pendahuluan analisis proksimat dan kalsium pada CCM menunjukkan bahwa CCM mengandung kadar air 61,31%, kadar abu 1,9%, lemak 24,66%, protein 12,05%, karbohidrat 0,08% serta kalsium 0,19%. Uji threshold pada rempah-rempah, garam, dan MSG mendapatkan threshold lada 0,06%, pala 0,04%, bawang merah 0,06%, bawang putih 0,09%, garam 0,05%, dan MSG 0,02%. Pengolahan awal kentang yang memadai dilakukan dengan menggoreng potongan-potongan kentang (diameter 6-7 cm, tebal 1 cm) yang telah dicuci dan dikupas pada suhu 160-170°C selama 5-6 menit. Hasil penelitian lanjutan formulasi batter dan breadcrumbs terhadap penampakan produk menunjukkan kombinasi batter dan breadcrumbs yang sesuai adalah batter dengan kadar air 70% dan breadcrumbs halus. Formulasi penambahan kentang menghasilkan threshold (sudah dapat menciptakan aroma dan rasa kentang) sebesar 20% dan optimasi formulasi yaitu formulasi perbandingan Skinless Boneless Breast (SBB) dan CCM terhadap kesukaan panelis menghasilkan perbandingan SBB dan CCM yang paling disukai adalah 10%:25% dengan skor penerimaan lebih dari
empat untuk atribut tekstur, aroma dan warna. Sedangkan untuk atribut rasa, diteliti lebih lanjut seiring dengan penambahan kalsium laktat. Dari atribut rasa ditemukan bahwa penambahan kalsium laktat optimal diperoleh pada level klaim ‘diperkaya’ karena produknya menghasilkan intensitas rasa asam paling rendah dan tidak menyisakan after taste pahit. Hasil tersebut digunakan untuk mengkaji formulasi seasoning dalam tahap selanjutnya. Hasil uji organoleptik menyatakan bahwa formula seasoning yang diujikan tidak berbeda nyata (p>0,05). Oleh karena itu dipilih formula dengan jumlah seasoning minimal, yaitu garam 0,88%, lada 0,6%, pala 0,14%, MSG 0,09%, bawang merah 0,6%, dan bawang putih 0,34% menjadi seasoning produk. Aplikasi batter dan breader aplicator menghasilkan pick-up batter 10,41% dan pick-up breader 17,52%. Penggorengan dilakukan dengan mesin deep fat frier dengan suhu 161°C selama 135 detik. Selama proses penggorengan, terjadi cooking loss sebesar 6,53% dengan suhu pusat produk 79,9°C. Proses pembekuan menggunakan mesin IQF (Individual Quick Freezing) selama 30 menit sehingga suhu produk mencapai 18,2°C. Pada proses pembekuan terjadi freezing loss sebesar 0,55%. Hasil analisis proksimat menunjukkan produk terpilih memiliki karakteristik kadar air 43,97%, kadar abu 2,00%, kadar karbohidrat 15,81%, kadar protein 10,68%, kadar lemak 27,64% dan kadar kalsium sebesar 42,32 mg per sajian. Penurunan kadar kalsium sebesar 29,47% dari target yang ingin dicapai (10% AKG) diperkirakan karena proses penggorengan. Pada proses penggorengan terjadi proses evaporasi dan kalsium terlucuti keluar dari produk. Perhitungan biaya pokok produk dilakukan dengan menjumlahkan bahan mentah produk dan Factory Over Head (FOH), menghasilkan harga pokok produk per kilo adalah Rp. 14.884,17. Penentuan nilai tambah yang dikaji dari penelitian ini terutama analisis pada nilai sosial (atas ditemukannya produk perkedel yang disukai konsumen) dan nilai ekonomis sebagai berikut: harga produk tanpa penggunaan CCM adalah Rp. 16.259,11 per kilo sedangkan produk dengan CCM dan formulasi baru menurunkan biaya produksi menjadi Rp. 14.884,17 per kg atau dengan kata lain terdapat penurunan biaya sebesar 8,46%.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENAMBAHAN NILAI CHICKEN CARCASS MEAT (CCM) MELALUI PENGEMBANGAN PRODUK BARU PERKEDEL AYAM BERKALSIUM DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA-CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh IRENE YULIENTIN F24102023 Dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1984 di Semarang Tanggal Lulus : 7 Juli 2006 Juni 2006 Menyetujui, Bogor,
Juli 2006September 2006
Lukman Hakim S., STP Pembimbing II
Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS Pembimbing I Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENAMBAHAN NILAI CHICKEN CARCASS MEAT (CCM) MELALUI PENGEMBANGAN PRODUK BARU PERKEDEL AYAM BERKALSIUM DI PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA-CHICKEN PROCESSING PLANT, CIKANDE-SERANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh IRENE YULIENTIN F24102023
2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KATA PENGANTAR
Hanya rasa syukur yang dapat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan anugerah, berkat dan belas kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil kegiatan magang-penelitian yang dilakukan selama kurang lebih empat bulan di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, CikandeSerang dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan dan saran selama penelitian, penyusunan dan penyelesaian skripsi penulis. 2. Lukman Hakim S., STP selaku pembimbing lapang yang telah memberikan pengarahan dan saran selama penelitian, penyusunan dan penyelesaian skripsi penulis 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi MSc. selaku dosen penguji atas segala masukan dan saran yang sangat berharga bagi penulis. 4. Papa dan mama tercinta, atas segala perjuangan, cinta kasih, perhatian, dukungan semangat serta doa yang tiada pernah berhenti bagi penulis. 5. Gien Suhadi, kakakku satu-satunya dan Lilisianawati atas perhatian, dorongan dan kasih sayang yang melimpah bagi penulis. 6. FX. Yanuar Sidharta, atas kesetiaan, kasih sayang, semangat dan doa yang selalu ada bagi penulis. Terima kasih telah mengajarkan arti ketulusan dan mengisi kehidupan penulis dengan saling menghargai dan berbagi. 7. Pihak-pihak di PT. CPI khususnya departemen further dan PDQC: Pak Ruhin, Pak Oman, Pak Udin, Pak Budi, Mba Dayu, Mba Vera, Mba Iroh, Mba Wiwik, Mba Eka, Mba Lala, Pak Secin, Mba Sarah, Mba Endang, Novi, Pak Irsan, Reza, Yupik, semua yang terlibat di uji organoleptik serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas kerja sama dan kehangatan yang tercipta selama kegiatan magang. 8. Teman-teman ITP’39: Ririn, Manginar, Olga (A5), Tisa, Farah, Putra (rekan2 sebimbingan), Heru (teman seperjuangan magang), Endang, Ansor, Ana, Herold, Didin, Dadik, Evie, Desma, Tono, Inal, Randy, Ajeng, Karen, Feni, Pretty, Inggrid, Mumus, Tina, Inda, Ulik, Stut dan lain-lain atas keceriaan dan kebersamaan yang selalu tercipta. 9. KPS’ers dan Alumninya: Ap & Ode (untuk persahabatannya yang indah), Nata, Andrias, Eko, Herlin, Jackle, Kristin, K’ Winanda, K’ Luhud, K’ Ardi, K’ Ocha, K’ Paul, K’ Richard, Ci Astrid, K’ Dedi, K’ Astor, K’ Wawuk dan lain-lain yang senantiasa mendukung dan menyayangi penulis 10. Papa Sing-Mami Lani sekeluarga, Om Heru-Wak Pin sekeluarga, dan Keluarga H. Rachmat, atas segala kemurahan, kasih sayang, dan kebaikan selama tiga tahun ini kepada penulis. 11. Palem Merah Grup dan teman-teman kos Serang : Mba Nana, Mba Santi (untuk pengertiannya selama ini) & Mba Nora, Mba Sinta, Alin, Emma, Ci Erlis, K’ Evi, K’ Laely, Mba Yustin dan lain-lain atas keceriaan dan berbagai pengalaman indah. 12. Rekan-rekan Loyola : DKKL (Hohok, Agnes, Linda, Eric, Mony, Deo, Anton), Adelin, Erna, Oh Cecep, Ci Mohung, Anas, Ci Rani, Oh Itok, Sucen atas perhatian dan kebersamaan selama ini 13. Laboran-laboran Departemen ITP (Pak Wahid, Pak Yahya, Bu Rubiyah, Teh Ida dan lain-lain) atas segala bantuannya. 14. Rekan-rekan Paduan Suara Fateta atas semua kenangan yang pernah ada. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan yang penulis lakukan. Akhir kata, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membutuhkan. Semoga Tuhan selalu memberkati kita semua. Bogor, Juli 2006 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1984 di Semarang, dan merupakan anak bungsu dari pasangan Tan Giok Dhoo dan Yetty
Wardiati
Kusumo.
Penulis
pernah
mengenyam
pendidikan di SD Marsudirini St. Yusuf Semarang, SLTP Domenico Savio Semarang, SMU Kolese Loyola Semarang, dan melanjutkan ke program studi Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2002. Selama menempuh perkuliahan di IPB, penulis tergabung dalam organisasi HIMITEPA, Komisi Pelayanan Siswa-Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB,
dan Paduan Suara Fakultas Teknologi Pertanian. Selain itu,
penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti panitia Lepas Landas Sarjana, panitia National Student Paper Competition, panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan dan lain-lain. Penulis juga sempat menjadi guru bantu pengajaran agama Kristen di SMKN 1 Bogor dan SMP 11 Bogor. Penulis menyelesaikan tugas akhir perkuliahan melalui kegiatan magang-penelitian selama empat bulan di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant, Cikande-Serang.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
v
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ...................................................................
1
B. TUJUAN .........................................................................................
3
C. MANFAAT ...................................................................................
3
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ...............................................
4
A. SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN .......................................
4
B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ..........................
8
C. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ...........................................
8
III.TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
10
A. PERKEDEL AYAM ......................................................................
10
B. CHICKEN CARCASS MEAT (CCM) .............................................
10
C. DAGING AYAM ..........................................................................
11
D. KENTANG (Solanum tuberosum L) .............................................
13
E. EMULSI MINYAK .......................................................................
13
F. PATI KENTANG ...........................................................................
14
G. SEASONING ...................................................................................
15
H. KALSIUM DAN KALSIUM LAKTAT ........................................
17
I. PENAMBAHAN NILAI DAN BIAYA PRODUKSI ....................
18
IV. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
20
A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................
20
B. METODOLOGI ..............................................................................
20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
35
A. PENELITIAN PENDAHULUAN .................................................
35
B. PENELITIAN LANJUTAN ..........................................................
44
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
61
A. KESIMPULAN . ..............................................................................
61
B. SARAN ...........................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
63
LAMPIRAN .............................................................................................
67
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia CCM/MDM mentah per 100 gram bahan .......
11
Tabel 2. Komposisi kimia daging merah dan daging putih ayam ............
12
Tabel 3. Komposisi kimia umbi kentang per 100 gram bagian yang dapat dimakan ...................................................................
13
Tabel 4. Sifat-sifat beberapa jenis garam kalsium .....................................
18
Tabel 5. Konsentrasi bumbu untuk uji threshold .....................................
22
Tabel 6. Formulasi batter dan breadcrumb terhadap penampakan produk
24
Tabel 7. Formulasi penambahan kentang goreng ......................................
24
Tabel 8. Formulasi perbandingan CCM dan SBB .....................................
25
Tabel 9. Formulasi penambahan kalsium laktat .......................................
27
Tabel 10. Formulasi penambahan seasoning ...............................................
28
Tabel 11. Hasil analisis kimia Chicken Carcass Meat ................................
35
Tabel 12. Hasil uji threshold bumbu .........................................................
43
Tabel 13. Pengaruh lama penggorengan terhadap tekstur dan warna kentang goreng pada suhu 169-170°C .........................................
43
Tabel 14. Hasil pengamatan formulasi penambahan kentang goreng .........
45
Tabel 15. Hasil pengamatan formulasi penambahan kalsium laktat ...........
51
Tabel 16. Komposisi kimia produk perkedel ayam berkalsium ..................
56
Tabel 17. Hasil analisis kekerasan produk dengan Texture Analyzer .........
57
Tabel 18. Hasil pengamatan analisis warna dengan Chromameter .............
59
Tabel 19. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam berkalsium untuk kapasitas 200 kg ...............................................................
59
Tabel 20. Perbandingan biaya produksi produk perkedel ayam berkalsium tanpa dan dengan penggunaan CCM...........................................
60
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram alir pembuatan kentang goreng ..................................
22
Gambar 2. Diagram alir pembuatan perkedel ayam skala laboratorium ....
23
Gambar 3. Chicken Carcass Meat / Mechanically Deboned Meat .............
37
Gambar 4. Adonan perkedel ayam setelah dicetak (manual) ......................
39
Gambar 5. Perkedel ayam sebelum dan setelah digoreng ...........................
41
Gambar 6. Diagram batang skor hedonik rata-rata tekstur perkedel ..........
48
Gambar 7. Diagram batang skor hedonik rata-rata rasa perkedel ...............
49
Gambar 8. Diagram batang skor hedonik rata-rata aroma perkedel ...........
49
Gambar 9. Diagram batang skor hedonik rata-rata warna perkedel............
50
Gambar 10. Perkedel ayam dengan perbandingan CCM dan SBB 10:25 (C1); 15:20 (C2); 17,5:17,5(C3); 20:15 (C4) dan 25:10 (C5) ..
50
Gambar 11. Diagram batang skor hedonik rata-rata rasa produk (II) ...........
53
Gambar 12. Batter aplicator sistem submersion (Owens, 2001) ..................
53
Gambar 13. Breading aplicator (Owens, 2001)............................................
54
Gambar 14. Grafik analisis tekstur produk terpilih hasil penelitian ............
58
Gambar 15. Grafik analisis tekstur produk komersial .................................
58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis CCM berdasarkan berat basah ........................
68
Lampiran 2. Lembar uji threshold bumbu ..................................................
68
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu .....................................................
69
Lampiran 4. Lembar uji hedonik optimasi formulasi .................................
75
Lampiran 5. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB kesukaan panelis dalam atribut tekstur ...................................
76
Lampiran 6. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB kesukaan panelis dalam atribut rasa .......................................
76
Lampiran 7. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB kesukaan panelis dalam atribut aroma....................................
76
Lampiran 8. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB kesukaan panelis dalam atribut warna ....................................
77
Lampiran 9. Hasil sidik ragam pengaruh penambahan kalsium laktat terhadap tekstur produk ..........................................................
77
Lampiran 10. Lembar uji hedonik formulasi seasoning .............................
78
Lampiran 11. Hasil sidik ragam pengaruh formulasi seasoning terhadap kesukaan panelis dalam atribut rasa .....................................
78
Lampiran 12. Hasil pengamatan berat perkedel ayam aplikasi batter dan breader aplicator, continuous deep fat fryer dan IQF ........
79
Lampiran 13. Hasil pengamatan pick up batter, pick up breader, cooking loss dan freezing loss ............................................................
79
Lampiran 14. Hasil analisis kimia produk terpilih .....................................
79
Lampiran 15. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam tanpa CCM .....
80
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Karkas ialah daging ayam yang masih bersama kulit dan tulangtulangnya yang telah diperoleh dari hasil pemotongan, setelah dipisah dari kepala, kaki dan isi rongga perut (Winarno, 1993). Karkas tersebut akan diproses lebih lanjut baik dengan memotong bagian-bagian tertentu seperti sayap dan kaki (drum stick) maupun dengan mengambil daging dada (breast meat), kulit, dan lain-lain. Proses-proses tersebut akan menyisakan bagian leher dan punggung dimana masih terdapat daging-daging yang melekat pada tulang. Daging-daging yang tertinggal pada bagian leher dan punggung dapat diambil secara manual maupun mekanik. Pengerjaan secara manual (hand deboned) membutuhkan waktu yang lama dan biaya lebih tinggi daripada secara mekanik. Pengolahan secara mekanik menghasilkan Mechanically Deboned Meat (MDM). Istilah MDM tidak digunakan di PT. Charoen Pokphand Indonesia, tetapi diganti dengan Chicken Carcass Meat (CCM). CCM bukan merupakan permintaan konsumen pada umumnya meskipun memiliki nilai gizi tinggi, tetapi dilakukan untuk keuntungan industri. CCM dapat menjadi bahan campuran daging dalam produksi nugget dan produk olahan lainnya sehingga CCM menjadi bernilai lebih (value added), dan produk yang dihasilkan memiliki biaya lebih murah. Melalui penelitian ini, upaya dalam memberikan nilai tambah bagi CCM dilakukan dengan menggunakannya dalam produk perkedel ayam. Perkedel merupakan pangan khas Indonesia yang biasanya terbuat dari kentang dan berbentuk bulat. Produk perkedel instan bersifat ready to cook (siap untuk dimasak) artinya hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menyiapkannya, sekitar 1-3 menit. Produk-produk instan yang berada di pasaran biasanya tersedia dalam bentuk beku dan dikenal dengan produk fast food (Astawan, 2005). Konsumsi fast food telah menjadi kebiasaan di masyarakat. Produk fast food biasanya merupakan produk olahan daging yang mengandung cukup protein dan berharga mahal. Produk perkedel pada penelitian merupakan
kombinasi bahan nabati dan hewani sehingga diperoleh produk bergizi tinggi namun memiliki harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat luas. Kalsium merupakan elemen makro yang banyak terdapat pada kerangka dan gigi (99%), pada syaraf, otot, serta darah. Kalsium dalam tubuh memiliki peranan dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi, proses pembekuan darah, serta menjaga fungsi normal otot dan syaraf (Gaman dan Sherrington, 1990). Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi pada tahun 1998 adalah 300 mg/hari untuk bayi, remaja 600-700 mg/hari dan 500-800 mg/hari untuk orang dewasa. Absorbsi kalsium cenderung meningkat pada saat kebutuhan fisiologis meningkat, sehingga dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi kalsium sekitar 400 mg lebih tinggi dari angka kecukupan biasa pada usia remaja, saat hamil, dan menyusui (Muhilal et al., 1998). AKG yang dipilih dalam penelitian ini adalah 600 mg/hari sehingga dapat memenuhi target remaja dan dewasa. Orang Indonesia rata-rata hanya mengkonsumsi 298 mg kalsium/hari (Ferguson seperti dikutip oleh Anonymous, 2000). Konsumsi kalsium yang rendah dapat menyebabkan defisiensi. Defisiensi yang berkelanjutan dapat mengakibatkan rickets, tetany, osteomalacia (pelunakan tulang), dan osteoporosis (pengeroposan tulang) (Mervyn, 1989). Tingkat konsumsi kalsium masyarakat Indonesia yang rendah memerlukan perhatian khusus. Selain itu, kejadian osteomalacia dan osteoporosis umumnya dijumpai pada orang dewasa. Kurangnya konsumsi pangan yang cukup mengandung kalsium merupakan alasan yang penting untuk membuat jenis pangan yang kaya kalsium (memenuhi 10% AKG), sumber kalsium yang baik (memenuhi 10-19% AKG) maupun tinggi kalsium (memenuhi 20% AKG). Sumber kalsium yang akan digunakan pada produk perkedel ini adalah CCM dan kalsium laktat. Kalsium laktat dipilih sebagai penambah kalsium karena kandungan kalsium yang tinggi (13-14%), berupa garam
dengan
kelarutan tinggi, berflavor netral, berbentuk powder, serta harga yang relatif lebih murah dibanding kalsium susu.
B. TUJUAN Secara umum tujuan kegiatan Processing
Department,
PT.
Charoen
magang-penelitian di Further Pokphand
Indonesia-Chicken
Processing Plant, Cikande-Serang adalah untuk mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi dalam menghadapi kondisi dan situasi yang ada di perusahaan dan melatih keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang berkaitan dengan penguasaan konsepsional dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi secara integral dan profesional. Selain itu,
kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus, yaitu : a. Meningkatkan nilai tambah Chicken Carcass Meat (CCM) dalam produk perkedel ayam berkalsium. a. Menentukan formulasi perkedel ayam berkalsium. b. Menentukan setting mesin batter dan breader aplicator, continuous deep fat fryer, dan Individual Quick Freezing untuk memproduksi perkedel ayam berkalsium. c. Mengetahui pick-up batter dan breader dengan batter dan breader aplicator, cooking loss (frying), dan freezing loss. d.
Menentukan biaya produksi perkedel ayam berkalsium dan penambahan nilai dari CCM.
C. MANFAAT Kegiatan magang-penelitian ini adalah memberikan nilai tambah Chicken Carcass Meat (CCM) melalui pengembangan produk baru. Selain itu juga menciptakan produk perkedel ayam berkalsium, harga terjangkau, dan dapat diterima secara organoleptik. Hasil kegiatan magang-penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi PT. Charoen Pokphand Indonesia setelah dilakukan riset pasar yang lebih mendalam.
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Singkat Perusahaan Perseroan didirikan berdasarkan akta No. 6 tanggal 7 Januari 1972. Akta dibuat dihadapan Drs. Gde Ngurah Rai, SH, notaris di Jakarta dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No Y.A. 5/197/21 tanggal 8 Juni 1983. Hal tersebut telah diumumkan dalam Berita Negara Indonesia no 65, tambahan no. 573 tanggal 14 Agustus 1973 dengan fasilitas penanaman modal asing berdasarkan Keputusan Mentri Perindustrian Republik Indonesia No. 616/M/SK/XII/1971 tanggal 29 November 1971. Anggaran Dasar perseroan telah beberapa kali mengalami perubahan dan diubah seluruhnya dengan akta No. 24 tanggal 6 Desember 1990 yang dibuat di hadapan Achmad Abid, SH pengganti dari Sutjipto, SH notaris di Jakarta. Akta tersebut telah mendapat persetujuan dari mentri Kehakiman RI dengan Surat Keputusan No. C2 6525 HT.01.04 tanggal 17 Desember 1990 dan telah diumumkan dalam Berita Acara Negara RI No. 4, tanggal 11 Januari 1991. Perubahan terakhir atas Anggaran Dasar perseroan dinyatakan dalam akta no. 184 tanggal 31 Agustus 1994, dibuat dihadapan Achmad Abid, SH sebagai pengganti Sutjipto, SH notaris di Jakarta antara lain mengenai peningkatan modal dasar perseroan dari Rp. 100 milyar menjadi Rp. 130 milyar. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Mentri Kehakiman
Republik
Indonesia
dengan
Surat
Keputusan
No.
C2-16.666.HT.01.04 tanggal 7 November 1994. Perseroan bergerak dalam bidang produksi dan perdagangan pakan ternak, memulai produksi komersialnya pada tahun 1972 di atas lahan seluas 27.284 m2 di Jakarta dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 ton per tahun. Pada tahun 1976, perseroan melakukan ekspansi usaha ke Surabaya dengan mendirikan pabrik pakan ternak di atas lahan seluas 62.625 m2 dengan kapasitas produksi sebesar 24.000 ton per tahun. Kemudian pada tahun 1979 melakukan ekspansi ke Medan dengan mendirikan pabrik pakan ternak di atas lahan seluas 17.505 m2 dengan kapasitas produksi 80.000 ton per tahun. Untuk
memenuhi permintaan yang terus meningkat, pada tahun 1992 perseroan membangun pabrik pakan ternak di desa Balaraja, Banten di atas lahan 101.080 m2 dengan kapasitas produksi sebesar 250.000 ton per tahun. Semua tanah-tanah tersebut merupakan milik perseroan. Setelah mengalami beberapa kali peningkatan produksi, pada saat ini perseroan memiliki kapasitas produksi sebesar 1.000.000 ton per tahun yang tersebar di Jakarta dengan kapasitas produksi 200.000 ton. Pada tahun 1988, perseroan melakukan ekspansi usaha dengan dengan mendirikan pabrik pakan udang di Medan dengan kapasitas produksi sebesar 40.000 ton per tahun. Pabrik ini mulai melakukan produksi komersial pada awal tahun 1990. Pada tahun 1990, perseroan mengambil alih 80% saham PT. Charoen Pokphand Jaya Farm yaitu suatu perseroan yang bergerak dalam bidang pembibitan ayam bibit induk (DOC Parent Stock) dan ayam usia sehari komersial (DOC Final Stock). Pada tahun itu juga, perseroan membangun pabrik karung plastik di Tangerang, Banten dengan kapasitas produksi sebesar 10 juta lembar karung plastik per tahun. Kemudian pada tahun 1992, perseroan meningkatkan kapasitas produksi karung plastiknya menjadi 15 juta lembar karung plastik per tahun. Seluruh hasil produksi digunakan untuk keperluan sendiri. Pada tahun 1991, perseroan membangun pabrik alat-alat peternakan di Tangerang, Banten. Pabrik ini mulai melakukan produksi komersialnya pada tahun 1992. Produk-produk yang dihasilkan antara lain adalah sangkar ayam, tempat telur, kipas ventilasi, tempat makan ayam, tempat minum ayam, dan sebagainya. Pada tahun 1993, perseroan mengambil alih 80% saham PT Udangmas Inti Pertiwi yaitu suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyalur/agen pemasaran (partai besar/wholesaler) hasil produksi perseroan untuk wilayah pemasaran di Jakarta, Surabaya, dan Medan. Pada tahun 1994, perseroan mengambil alih 80% saham PT Mega Kahyangan yaitu suatu perusahaan yang bergerak di bidang konstributor pakan udang dan pakan ternak hasil produksi perseroan yang memiliki wilayah pemasaran di Medan dan Tangerang. Pada tahun 1995, dengan akta notaris Ny. Siti Katamsi, SH No 12 tanggal 13 Agustus 1995, didirikanlah
PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant sebagai industri rumah potong dan pengolahan daging ayam di atas tanah seluas 2,1 hektar yang berkedudukan di Jalan Industri Modern IV modern Industri Estate Kav. 6-8 Desa Nambo Ilir-Cikande, Serang. Perusahaan ini mulai beroperasi pada tahun 1997 sebagai industri tindak lanjut pasokan ayam potong untuk diolah menjadi daging mentah, daging beku, dan daging olahan ayam untuk dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Dalam perkembangannya sebagai bukti kepedulian terhadap mutu produk, PT Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant telah memperoleh : Sertifikat Halal untuk Produk Ayam Mentah dan Olahan Lanjut, Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV), dan Sertifikat HACCP. 1. Sertifikat Halal Produk Ayam Mentah dan Olahan Lanjut : a. No. 07820398 tanggal 13 Maret 2001 untuk Chicken Meat b. No. 11091099 tanggal 28 Agustus 2001 untuk Chicken Ball Five Star c. No. 11101099 tanggal 28 Agustus 2001 untuk Sosis Ayam Okey d. No. 10530799 tanggal 28 Agustus 2001 untuk Chicken nugget, Chiken Karage, Schnitzel, Stikie, Katsu, Super Stick, dan Spicy Karage e. No. 10520799 tanggal 28 Agustus 2001 untuk Spicy Wing (Five Star dan QP) f. No. 1320082000 tanggal 6 Agustus 2002 untuk Chicken Patties KFC, dan Chicken Fries KFC g. No. 2076062002 tanggal 15 Juni 2002 untuk Chicken Nugget Aro, dan Nugget Dino Five Star h. No. 2276102002 tanggal 31 Oktober 2002 untuk Frozen Marinated Chicken KFC i.
No. 2277102002 tanggal 31 Oktober 2002 untuk Pok-pok Fiesta, dan Happy Star Fiesta
j.
No. 2074062002 tanggal 15 Juni 20002 untuk Chicken Sausage Vegetable, Chicken Sausage Cheese, Chicken Sausage Black Pepper, Chicken Sausage Parsley, Chicken Sausage Rice, Chicken Sausage Mushroom dan Chicken Sausage (Five Star), dan Chicken Sausage Champ
k. No. 2276102002 tanggal 31 Oktober 2002 untuk Frozen Marinated Chicken KFC l.
No. 2444052003 tanggal 1 Mei 2003 untuk Chicken Nugget Champ, Chicken Stick Champ, Chicken Ball Champ, Spicy Chick Fiesta, Fried Chicken Fiesta, Smoked Chicken Breast Fiesta, Chicken Breast Golden Fiesta, Drum Stick Golden Fiesta, Chicken Cocktail Fiesta, dan New Orleans Chicken wing Pizza Hut
m. No. 2488025003 tanggal 21 Mei 2003 untuk Chicken Stick CFC dan Chicken Patties CFC 2. Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dengan No. 13-322010-A 3. Sertifikat HACCP, untuk : a. Rumah potong unggas, nomor TU. 210/240/E/0599 tanggal 21 dan 23 April 1999 b. Produk Spicy Wing, nomor PO. 02.02.3.4.0304.1 tanggal 20-21 Desember 1999 c. Produk Chicken Sausage, nomor PO. 02.02.3.4.0304.2 tanggal 20-21 Desember 1999 d. Produk Chicken Ball, nomor PO. 02.02.3.4.0304.3 tanggal 20-21 Desember 1999 e. Produk Schnitzel, nomor PO. 02.02.3.4.0304.4 tanggal 20-21 Desember 1999 f. Produk Karage, nomor PO. 02.02.3.4.0304.5 tanggal 20-21 Desember 1999 g. Produk Chicken Nugget, nomor PO. 02.02.3.4.0304.6 tanggal 20-21 Desember 1999 h. Produk Smoked Chicken Breast, nomor PO. 02.02.3.4.0304.7 tanggal 20-21 Desember 1999 i.
Produk New Orleans, nomor PO. 02.02.3.4.0304.8 tanggal 20-21 Desember 1999
j.
Produk Buffalo Wing, nomor PO. 02.02.3.4.0304.9 tanggal 20-21 Desember 1999
B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN PT.
Charoen
Pokphand
Indonesia-Chicken
Processing
Plant
merupakan industri yang bergerak dalam bidang pemotongan dan pengolahan daging ayam. Industri ini terletak di Jalan Industri Modern IV Kav. 6-8, Kawasan Industri Modern, Desa Nambo Ilir, Cikande-Serang, Banten. Perusahaan ini menempati areal seluas 2,1 hektar. Perusahaan ini berkantor pusat di Jalan Parangtritis raya A-5/E 12A Ancol Barat, Jakarta Utara. Pabrik ini terdiri dari tiga plant utama yaitu Slaughter House, Further Processing, dan Sausage Plant. Slaughter House melakukan kegiatan pemotongan ayam dan menghasilkan daging ayam, sedangkan Sausage Plant dan Further Processing Plant menghasilkan daging ayam lanjutan. Bangunan PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant terdiri dari dua lantai. Pada lantai pertama terdapat kantor Personalia, Product Development and Quality Control, ruang rapat, gudang, dan ketiga Plant di atas. Selain itu, di perusahaan juga terdapat dua pos satpam di pintu gerbang masuk, kantin, dan masjid.
C. PENGELOLAAN SUMBER DAYA Sumber daya yang menjadi kunci utama dalam menghasilkan mutu produk yang mampu memenuhi spesifikasi konsumen terdiri dari sumber daya manusia, prasarana, dan lingkungan kerja. Sumber daya manusia merupakan subyek bagi terselenggaranya proses produksi. Jumlah karyawan yang ada di PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant adalah terbagi dalam tiga departemen besar, yaitu Sausage Department, Slaughter House department, dan Further Processing Department. Jumlah karyawan yang ada di Further Processing Department adalah 303 karyawan terdiri dari 144 karyawan tetap dan 159 karyawan kontrak. Seluruh karyawan ini terbagi menjadi tiga grup dalam tiga shift kerja. Shift 1 (jam kerja 07.00-15.00), shift 2 (jam kerja 15.00-23.00), dan shift 3 (jam kerja 23.00-07.00). Selain itu, terdapat jadwal cleaning total pada hari Sabtu. Kehadiran (absensi) karyawan mempunyai pengaruh penting terhadap karyawan yang bersangkutan. Bagi karyawan tetap, kehadiran mempengaruhi
prestasi kerja yang bersangkutan. Sedangkan untuk karyawan kontrak, kehadiran mempengaruhi gaji yang akan diperolehnya. Hak dan kewajiban untuk karyawan tetap dan karyawan kontrak secara garis besar adalah sama. Namun terdapat juga perbedaan diantara keduanya. Kewajiban karyawan secara umum adalah menaati peraturanperaturan yang berlaku dalam perusahaan. Hak-hak yang diperoleh adalah tunjangan kesehatan, penggunaan fasilitas perusahaan, waktu cuti, dan Tunjangan Hari Raya (THR). Sumber daya prasarana yang ada di PT. Charoen Pokphand IndonesiaChicken Processing Plant meliputi gedung, ruang kerja, peralatan proses, dan jasa pendukung. Sumber daya lingkungan kerja meliputi kebersihan ruang produksi dan suhu ruangan produksi serta kondisi hubungan antar karyawan dalam upaya mewujudkan iklim kerja yang konduksif.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. PERKEDEL AYAM Definisi perkedel berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), adalah sebagai berikut : makanan yang dibuat dari kentang goreng atau rebus yang dihaluskan, dicampur dengan daging giling diberi bumbu merica, bawang putih, garam halus, kemudian dibentuk bundar-bundar pipih, dilumuri tepung dan digoreng. Perkedel merupakan makanan khas Indonesia dan sering digunakan sebagai makanan pelengkap soto, sop, dan lain-lain. Perkedel pada awalnya hanya dibuat dari kentang namun sekarang sudah lebih bervariasi seperti perkedel ayam, perkedel udang, perkedel tahu, dan sebagainya. Kandungan nutrisi yang terkandung dalam perkedel sangat tinggi terutama sumber energi (karbohidrat) yang berasal dari kentang. Inovasiinovasi yang ada sekarang berupaya untuk meningkatkan nutrisi perkedel sehingga tidak hanya sebagai sumber karbohidrat namun juga sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral. Produk instan menurut Astawan (2005), dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ready to eat (langsung makan) dan ready to cook (perlu waktu menyiapkannya 1-3 menit). Produk perkedel ini termasuk ready to cook karena merupakan produk beku yang perlu dimasak dahulu (digoreng) sebelum dikonsumsi.
B. CHICKEN CARCASS MEAT (CCM) Proses pengolahan lanjutan dari karkas akan menyisakan bagian leher dan punggung serta daging-daging yang masih menempel di bagian-bagian tersebut. Daging-daging tersebut dapat diambil secara mekanik (deboning machine) dan menghasilkan Chicken Carcass Meat (CCM) atau Mechanically Deboned Meat (MDM). CCM/MDM memiliki tekstur seperti pasta, masih dapat digunakan dengan batas-batas tertentu (Baker dan Bruce, 1989). Komposisi proksimat dari CCM/MDM tergantung dari beberapa faktor seperti umur unggas, jumlah lemak tubuh, proporsi tulang dalam bahan yang dilalukan dalam deboning machine, setting deboning machine, dan
mentah atau matangnya bahan (Baker dan Bruce, 1989). Jika kandungan tulang dalam CCM/MDM terlalu banyak atau berukuran terlalu besar, akan terdeteksi pada saat proses pengunyahan atau tidak diterima secara sensori. Komposisi kimia CCM/MDM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia CCM/MDM mentah per 100 gram bahan Komposisi Kimia
Kandungan
Air (gram)
62,66
Abu (gram)
0,96
Protein (gram)
11,39
Lemak (gram)
24,73
Karbohidrat (gram)
0,00
Kalsium (miligram)
138
Sumber : Baker dan Bruce (1989) Adanya partikel tulang yang terdapat dalam CCM/MDM tidak menunjukkan bahaya. Partikel tulang terbesar dengan diameter rata-rata 513 μm ditemukan pada CCM/MDM kalkun yang dipisahkan secara manual. Pemisahan mekanik memiliki diameter rata-rata partikel tulang sebesar 233 μm. Departemen Pertanian Amerika Serikat mengijinkan kandungan partikel tulang di dalamnya berkisar 1% (Baker dan Bruce, 1989). Field (1988) menyatakan bahwa partikel tulang yang terkandung dalam CCM/MDM akan larut secara total dalam larutan HCl yang sama seperti yang ada di dalam perut. Hasil analisis beberapa penelitian juga menyatakan bahwa penggunaan CCM/MDM tidak berbahaya bagi konsumen.
C. DAGING AYAM Menurut Forrest dan kawan-kawan seperti dikutip oleh Junaedi (1988), daging secara umum didefinisikan sebagai jaringan hewani yang cocok digunakan sebagai makanan. Berdasarkan warnanya, daging dibagi menjadi dua, yaitu daging merah dan daging putih. Daging ayam giling yang digunakan sebagai bahan baku diperoleh dari bagian dada tanpa tulang dan tanpa kulit sehingga tergolong dalam daging putih. Daging merah banyak
mengandung lemak, mioglobin, Fe, Na, Cu, dan Zn. Daging putih lebih banyak mengandung protein terlarut, jaringan ikat, dan glikogen. Dalam hal kandungan mineral K, Mg, Ca, dan Ni, perbandingannya hampir sama antara daging merah dan putih (Junaedi, 1988). Protein merupakan bahan kering terbesar dalam daging. Selain itu, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan senyawa anorganik. Komposisi daging diperkirakan terdiri dari 75% air, 19% protein, 3,5 % subtansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 1995). Mountney seperti dikutip oleh Nurchotimah (2002) menyatakan bahwa daging unggas memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada daging lain. Kandungan protein daging unggas 23-25%, sapi 21-27%, babi 23-24%, dan domba 21-24%. Lemak daging unggas sebagian besar disimpan di bawah kulit, tidak didistribusikan ke jaringan-jaringan seperti hewan besar. Daging dada ayam masak hanya mengandung 1,3% lemak. Lemak daging ayam juga lebih baik dibanding hewan ternak besar karena mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh yang umumnya merupakan asam lemak esensial (Junaedi, 1988). Komposisi kimia daging merah dan daging putih ayam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia daging merah dan daging putih ayam Komposisi Kimia
Daging merah
Daging putih
Air (%)
73,7
73,7
Protein (%)
20,6
23,4
Lemak (%)
4,7
1,9
Abu (%)
1,0
1,0
Sumber : Junaedi (1988)
D. KENTANG (Solanum tuberosum) Kentang (Solanum tuberosum) termasuk dari kelas Dicotledon (tanaman berkeping dua), ordo Tubliliflora, famili Solanaceae, genus Solanum, dan spesies Solanum tuberosum (Sunarjono, 1975). Komposisi kimia umbi kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya varietas, keadaan tanah, pupuk, umur umbi, waktu serta suhu penyimpanan (Siswoputranto, 1985). Komposisi utama kentang adalah air 80%, karbohidrat 18%, dan protein 2% (Biro Pusat Statistik, 1984). Komposisi kimia kentang dari sumber lain dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia umbi kentang per 100 gram bagian yang dapat dimakan Komponen
Kandungan
Air (g)
77,8
Karbohidrat (g)
19,1
Protein (g)
2,0
Lemak (g)
0,1
Kalsium (mg)
11
Fosfor (mg)
36
Besi (mg)
0,7
Vitamin A (SI)
-
Vitamin B (SI)
0,11
Vitamin C (mg)
17
Energi (kal)
83
Sumber : Direktorat Gizi Kesehatan RI (1981)
E. EMULSI MINYAK Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Banyak jenis emulsi yang dapat ditemukan dalam makanan, tetapi yang terkenal adalah mayonnaise, french dressing, cheese cream, kuning telur, serta susu (Winarno, 1992).
Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang berupa lemak. Bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi agar butir-butir minyak tadi tetap tersuspensi dalam air. Senyawa ini molekulmolekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua cairan tersebut. Daya afinitas harus parsial dan tidak sama terhadap kedua cairan tersebut (Winarno, 1992). Di PT. Charoen Pokphand Indonesia, emulsi minyak yang digunakan adalah emulsi antara air dan es, minyak nabati dan isolat protein kedelai dengan perbandingan tertentu. Emulsi minyak tersebut dapat dikatakan sama dengan lemak preemulsifikasi, karena proses pembuatannya dilakukan dengan mencampurkan protein, lemak, dan air pada ratio 1:5:5 sampai 1:8:8 (Zayas, 1997). Isolat protein yang ditambahkan dapat meningkatkan penyerapan lemak atau pengikatan dan menjaga stabilitasnya selama proses pengolahan (Zayas, 1997).
F. PATI KENTANG Kentang merupakan sumber pati yang edible. Jenis kentang yang biasa digunakan dalam pembuatan pati adalah jenis kentang putih (white potato). Pembuatan pati kentang dilakukan melalui proses ekstraksi. Granula-granula pati kentang bersifat sederhana, berbentuk spherical dan ovoid yang tidak beraturan serta berdiameter 30-100 mm (Rodley, 1976). Pati kentang sudah digunakan dalam pangan di banyak negara terutama di bagian Eropa. Karakteristik utama yang dimiliki pati kentang adalah gelnya yang bersifat stringy (berserabut) dan jernih. Pati kentang juga dapat digunakan untuk menggantikan pati tapioka, pati gandum dan lainnya. Contoh produk yang menggunakan pati kentang antara lain adalah puding, produk bakery, jelly serta kamaboko. Pada produk yang terakhir, pati kentang menambah kekuatan gel dari kamaboko (Rodley, 1976). Pada produk-produk olahan daging seperti pada perkedel ini, pati kentang berperan sebagai bahan
pengisi dan pengikat dalam adonan sehingga berpengaruh terhadap tekstur produk (Owens, 2001).
G. SEASONING Seasoning merupakan bahan campuran yang terdiri atas satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam makanan selama pengolahan atau dalam persiapan sebelum disajikan untuk memperbaiki flavor alami makanan sehingga lebih disukai oleh konsumen (Farrell, 1990). Rempah-rempah yang digunakan dapat berbentuk ekstrak, oleoresin, atau minyak esensial. Pruthi (1980) membagi seasoning dalam tiga kategori, yaitu (1) ground spice seasoning, (2) soluble spice seasoning,
dan (3) kombinasi
antara ground dan soluble spice seasoning. Seasoning tidak dapat dibuat dari hanya satu jenis rempah saja dan sangat sulit mencapai flavor yang stabil. Pada industri seasoning, rempah-rempah ini dicampur (blending) dengan sejumlah komponen flavor seperti garam, Monosodium Glutamat (MSG), gula, phosphat, acidulant, dan sebagainya. Tujuan pencampuran ini untuk memberikan keseimbangan pada flavor makanan sehingga tercapai kepuasan konsumen secara maksimal. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pencampuran adalah karakteristik alat pencampur dan karakteristik bahan tambahan kering yang digunakan. 1. Garam Garam telah digunakan sebagai seasoning makanan sejak dahulu. Tidak dapat dipungkiri bahwa garam berkontribusi terhadap flavor, efek dietary, pengawetan dan stabilitas produk. Penambahan garam dalam makanan dapat memberikan kesan spesifik dan dimensi baru karena keasinannya. Garam mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Garam mengandung tidak kurang dari 97,5% natrium klorida setelah dikeringkan. Pada konsentrasi rendah (1-3%) garam tidak bersifat germisidal (membunuh mikroorganisme) tetapi hanya sebagai bumbu yang akan memberikan citarasa gurih pada bahan pangan yang ditambahkan (Zaitsev et al., 1969 diacu dalam Trindade et al., 2003).
2. Bawang merah dan bawang putih Bawang merah dan putih dalam pembuatan adonan perkedel ayam berfungsi sebagai pemberi cita rasa atau flavor (Ikhsanudin, 2004). Bawang merah dan bawang putih yang digunakan dalam penelitian sudah digiling terlebih dahulu. 3. Lada Lada berasal dari buah tanaman famili Piperaceae. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting, yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kandungan monoterpen pada merica mengakibatkan adanya rasa segar, sedangkan rasa pedas pada lada ditimbulkan akibat kandungan piperin, piperanin, dan khavisin (persenyawaan antara piperin dengan alkaloida). Piperin merupakan zat aktif yang terkandung pada lada dalam kadar kira-kira 0,02%. Konsentrasi 10% zat aktif mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan khamir. Merica digunakan sebagai bumbu masakan, pengawet, dan bahan tambahan pada minuman (Rismunandar, 1993). 4. Pala halus Buah pala, terutama biji dan fulinya merupakan komoditas ekspor dan terbanyak dimanfaatkan manusia sebagai bahan segar, instan, minyak pala maupun oleoresin (Hadad, 2001). Pala yang digunakan dalam pembuatan perkedel ini berfungsi sebagai pemberi flavor. 5. MSG (Monosodium Glutamat) Penambahan MSG bertujuan untuk meningkatkan flavor dari produk karena
MSG
memiliki
kekuatan
untuk
membangkitkan
citarasa
(Ikhsanudin, 2004). 6. Phosphat Penambahan phosphat bertujuan untuk membantu pengekstrakan protein, meningkatkan Water Holding Capacity serta menghambat terjadinya ketengikan oksidatif. Phosphat yang ditambahkan biasanya berkisar 0,3-0,4 % (Owens, 2001).
H. KALSIUM DAN KALSIUM LAKTAT Di antara beberapa unsur gizi, mineral merupakan salah satu unsur gizi yang biasa ditambahkan/difortifikasikan ke dalam bahan pangan. Tiga mineral (kalsium, magnesium dan fosfor) dan 6 trace element (Cu, F, I, Fe, Mn, dan Zn) merupakan elemen esensial yang biasa digunakan sebagai nutritional food additives. Terdapat beberapa pertimbangan untuk pemilihan mineral sebagai nutritive food : (1) harga, (2) bioavailabilitas dari mineral dalam bentuk garam, (3) kelarutan dan (4) pengaruh potensial terhadap sifat-sifat produk (Branen et al., 1990). Kalsium merupakan salah satu mineral esensial dan merupakan mineral terbesar dalam tubuh (2,2%), yang diperlukan dalam sistem metabolisme manusia, terutama dalam pembentukkan tulang dan gigi. Mineral ini merupakan makroelemen penyusun tubuh yang banyak terdapat pada kerangka dan gigi (99%), sedangkan sisanya (1%) terdapat pada syaraf, otot, dan darah (Rahmawan, 2005). Kalsium berperan penting dalam sistem transmisi impuls syaraf, mengatur konstraksilitas otot, komponen matriks tulang dan gigi, serta mempertahankan asam basa dalam tubuh. Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi pada tahun 1998 adalah 300 mg/hari untuk bayi, remaja 600-700 mg/hari, dan 500-800 mg/hari untuk orang dewasa. Absorbsi kalsium cenderung meningkat pada saat kebutuhan fisiologis meningkat, sehingga dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi kalsium sekitar 400 mg lebih tinggi dari angka kecukupan biasa pada usia remaja, saat hamil, dan menyusui (Muhilal et al., 1998). Mineral kalsium yang ditambahkan/difortifikasi ke dalam bahan pangan adalah bentuk garam. Branen et al. (1990), telah mengevaluasi dari sejumlah sumber kalsium dan melaporkan beberapa kalsium sebagai nutritional food cukup baik dalam ketersediaan biologis. Beberapa kalsium yang diijinkan untuk ditambahkan ke dalam makanan sebagai nutritional food additives adalah Ca Glyserolphosphate, CaOH, CaO, dan Ca pirophosphate. Keempat garam kalsium tersebut pada tahun 1979 oleh Food and Drug Administration (FDA) dinyatakan aman atau GRAS (Generally Recognized as
Safe). Menyusul pada tahun 1983, oleh FDA Ca karbonat, Ca klorida, dan Ca Sitrat dinyatakan GRAS. Menurut Kaup (1991), penggunaan kalsium klorida, kalsium sulfat, kalsium karbonat, kalsium sitrat, dan kalsium laktat sebagai garam kalsium yang ditambahkan pada makanan akan menghasilkan flavor dan sifat-sifat sensori yang berbeda. Perbedaan beberapa jenis garam kalsium disajikan pada Tabel 4. Menurut Scott (1986), penambahan garam kalsium harus hati-hati sebab jika berlebihan akan diperoleh produk yang lebih keras, pahit, serta tekstur yang kasar. Tabel 4. Sifat-Sifat Beberapa Jenis Garam Kalsium Garam kalsium Kelarutan(%w/w) 9,0 Kalsium L4,5 Laktat 0,1 Kalsium D< 0,1 Laktat < 0,1 Kalsium sitrat Kalsium fosfat Kalsium karbonat Sumber : Jonkhans (1994)
Flavor Baik / lembut Baik/ lembut Berpasir/asam Berpasir seperti susu Berpasir/ hambar
Kalsium laktat dipilih sebagai sumber kalsium pada penelitian ini karena memiliki kandungan kalsium yang tinggi, yaitu 13-14%. Penggunaan kalsium laktat ini juga sangat mudah karena sifat kelarutannya yang tinggi. Kalsium laktat juga tercatat memiliki flavor yang lembut daripada garam kalsium lain. Selain itu, daya serap kalsium laktat terbukti lebih baik daripada garam kalsium lainnya dengan harga yang lebih terjangkau.
I. PENAMBAHAN NILAI DAN BIAYA PRODUKSI Proses penambahan nilai (value-added) adalah sebuah istilah yang berarti menambah kenyamanan dan variasi bagi konsumen (Owens, 2001). Peningkatan daya tarik bagi konsumen juga berarti peningkatan harga. Selain menguntungkan konsumen, proses penambahan nilai juga dapat berarti menguntungkan pengolah/produsen (Owens, 2001). Pengolah akan terus berupaya menghasilkan produk yang semakin menarik dan memberi kelebihan
bagi konsumen dan dilain pihak penambahan nilai itu berefleksi pada peningkatan keuntungan pengolah. Produksi (manufacturing) adalah transformasi (mengubah bentuk) bahan baku menjadi barang lain melalui penggunaan tenaga kerja dan fasilitas pabrik. Ada tiga unsur utama dalam biaya suatu produk : (1) bahan baku langsung (direct materials), (2) tenaga kerja langsung (direct labor), dan (3) biaya overhead pabrik. Bahan baku langung adalah semua bahan baku yang secara fisik bisa diidentifikasi sebagai bagian dari barang jadi dan yang dapat ditelusuri pada barang jadi itu dengan cara yang sederhana dan ekonomis (Horngren, 1993). Tenaga kerja langsung adalah seluruh tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara fisik pada barang jadi dengan cara yang ekonomis. Sedangkan biaya overhead pabrik adalah semua biaya selain bahan baku langsung atau upah langsung yang berkaitan dengan proses produksi (Horngren, 1993).
IV. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kentang (Solanum tuberosum L) jenis Granola dengan merek dagang Tess yang dibeli dari pasar tradisional di daerah Serang. Bahan yang lain diperoleh dari PT. Charoen Pokphand Indonesia adalah Chicken Carcass Meat (CCM), Skinless Boneless Breast (SBB), emulsi minyak, pati kentang, phosphat, maizena, tepung terigu, breadcrumbs, air, minyak goreng, dan bumbu-bumbu. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kimia dan fisik produk diperoleh dari stok laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan toko kimia di Bogor 2. Alat Alat-alat yang digunakan adalah grinder, mixer, alat cetak, pisau, neraca, sendok, fryer, freezer, wadah, dan alat-alat untuk uji proksimat dan kalsium serta peralatan uji organoleptik.
B. METODOLOGI 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi analisis kimia bahan baku yang digunakan dalam penelitian terutama Chicken Carcass Meat (CCM) yang dalam produk yang akan dibuat berfungsi sebagai sumber kalsium.
Di
PT. Charoen Pokphand Indonesia juga dilakukan pengamatan proses pembuatan nugget yang diaplikasikan pada pembuatan perkedel ayam. Selain itu, pada penelitian pendahuluan juga dilakukan uji threshold bumbu (pala, lada, garam, MSG, bawang putih, dan bawang merah) dan pengolahan awal kentang.
a. Analisis Kimia Chicken Carcass Meat Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference). Dilakukan pula uji kadar kalsium menggunakan Atomic Absorption
Spectrophotometer
(AAS).
Metode-metode
yang
dilakukan untuk analisis proksimat dan kalsium sama seperti analisis kimia untuk produk terpilih di tahap selanjutnya. b. Identifikasi Proses Pembuatan Perkedel Ayam Pada tahap ini dilakukan pengamatan proses pembuatan nugget yang akan diaplikasikan pada pembuatan perkedel ayam.
Hal ini
bertujuan agar perusahaan tidak melakukan investasi yang terlalu besar untuk pengembangan produk baru tersebut. Selain itu, juga dicari kondisi optimum proses pembuatan perkedel tersebut pada skala laboratorium. c. Uji Threshold Bumbu (Meilgaard et al., 1999) Uji threshold dilakukan pada bumbu yang akan digunakan untuk pembuatan perkedel Uji threshold dimaksudkan untuk mengetahui jumlah bumbu minimal yang sudah dapat dirasakan oleh lidah panelis sehingga penambahan bumbu dalam pembuatan perkedel ayam dapat dilakukan sehemat mungkin. Bumbu yang diuji threshold adalah bawang putih, bawang merah, lada, pala, MSG, dan garam. Cara melakukan uji threshold adalah dengan mengujikan bumbu yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi yang berbeda-beda kepada panelis. Konsentrasi bumbu yang ditambahkan bervariasi mulai dari yang kecil sampai besar. Panelis diminta untuk mengidentifikasi apakah dalam masing-masing larutan sudah dapat dirasakan bumbu yang dimaksud. Hasil uji panelis kemudian dihitung untuk menentukan ambang batas (threshold) masing-masing bumbu. Konsentrasi bumbu yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Konsentrasi bumbu untuk uji threshold Bumbu
Konsentrasi (%)
Lada
0,02
0,04
0,10
0,20
0,40
0,80
Pala
-
0,05
0,10
0,20
0,40
0,80
MSG
0,01
0,02
0,04
0,10
0,20
0,40
Garam
0,02
0,04
0,08
0,10
0,20
0,40
Bawang putih
-
0,05
0,10
0,20
0,40
0,80
Bawang Merah
-
0,05
0,10
0,20
0,40
0,80
d. Pengolahan Awal Kentang Kentang mentah yang akan digunakan dalam pembuatan perkedel mengalami pengolahan awal terlebih dahulu. Pengolahan kentang mentah menjadi kentang goreng dapat dilihat pada Gambar 1. Kentang Mentah Kentang mentah ↓ dicuci (washing) ↓ dikupas (peeling) ↓ dipotong (cutting) (± 1 cm) ↓ digoreng (frying) (160-170°C, 5-6 menit) ↓ Kentang goreng masak Kentang Gambar 1. Diagram alir pembuatan kentang goreng 2. Penelitian Lanjutan a. Pembuatan Produk Perkedel Ayam Berkalsium Pada penelitian lanjutan dilakukan formulasi-formulasi produk perkedel ayam berkalsium melalui beberapa tahap. Diagram alir proses pembuatan perkedel skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2.
Raw material ¶ pencampuran ¶ pencetakan ¶ pelapisan dengan batter ¶ pelapisan dengan breader ¶ penggorengan (160°C, 150-180 detik) ¶ pembekuan (-37°C, 30 menit) ¶ pengemasan ¶ penyimpanan beku ¶ Perkedel ayam Gambar 2. Diagram alir pembuatan perkedel ayam skala laboratorium 1). Formulasi Batter dan Breadcrumbs Produk Perkedel Ayam Berkalsium
terhadap Penampakan
Batter dan breadcrumbs akan melapisi adonan produk sebelum digoreng. Batter yang digunakan terbuat dari tepung terigu, maizena, dan air. Batter dibuat beberapa jenis berdasarkan kadar airnya, mulai dari 50%, 60%, 70%, dan 80%. Terdapat dua jenis breadcrumbs pada formulasi, yaitu breadcrumbs kasar dan halus.
Masing-masing
formula
dinilai
secara
subyektif
berdasarkan kesempurnaan batter dan breadcrumbs dalam melapisi produk dan tekstur produk setelah digoreng. Kombinasi formula batter dan breadcrumbs dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Formulasi batter dan breadcrumbs terhadap penampakan produk Jenis breadcrumbs
Kadar air batter (%)
Kode
50
B11
60
B21
70
B31
80
B41
50
B12
60
B22
70
B32
80
B42
Kasar
Halus
2). Formulasi Penambahan Kentang terhadap Tekstur, Rasa, Aroma dan Warna Perkedel Ayam Pada tahap ini dilakukan penambahan kentang dengan presentasi 10%, 20%, 30%, dan 40%. Kentang yang ditambahkan merupakan kentang hasil pengolahan awal, berupa kentang goreng. Bahan pengisi (pati kentang) ditetapkan sebesar 10% dari raw material. Perbandingan CCM (daging) dan emulsi minyak ditetapkan sebesar 1:1 untuk semua formulasi agar pengaruh dari kentang dapat terlihat dengan baik. Seasoning yang ditambahkan adalah hasil threshold pada uji pendahuluan dan phosphat yang ditambahkan sebesar 0,3% (Owens, 2001). Formulasi penambahan kentang goreng dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Formulasi penambahan kentang goreng K goreng (%)
CCM (%)
E. minyak (%)
Pati kntg (%)
Kode
10
40
40
10
K1
20
35
35
10
K2
30
30
30
10
K3
40
25
25
10
K4
Produk tiap-tiap formula dinilai secara subyektif bersama panel ahli berdasarkan tekstur, warna, aroma dan rasa. Hasil uji organoleptik formula-formula tersebut diolah dengan uji ANOVA. Formula terpilih digunakan pada tahap-tahap berikutnya.
3). Optimasi Formulasi dan Uji Organoleptiknya Tahap optimasi formulasi adalah upaya untuk meningkatkan penerimaan. Perbaikan formulasi dinilai berdasarkan atribut mutu (tekstur, rasa, aroma dan warna). Perbaikan formulasi dilakukan berdasarkan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini dilakukan perbaikan tekstur dan warna dengan penambahan SBB. Pada Tabel 8 disajikan formula-formula perbandingan CCM dan SBB. Tabel 8. Formulasi perbandingan CCM dan SBB K. goreng(%)
E. minyak(%)
Pati kntg (%)
CCM : SBB(%)
20
35
10
10 : 25
C1
20
35
10
15 : 20
C2
20
35
10
17.5 : 17.5
C3
20
35
10
20 : 15
C4
20
35
10
25 : 10
C5
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap sampel perkedel. Metode uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan terhadap atribut tekstur, rasa, aroma dan warna. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Hasil uji hedonik diolah dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan jika ada pengaruh nyata pada uji sebelumnya. Selang kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Hasil terbaik digunakan untuk tahap-tahap penelitian
Kode
selanjutnya. Skor rata-rata minimal untuk masing-masing atribut yang ditargetkan adalah 4 (netral). Jika tidak memenuhi target tersebut akan diperbaiki dalam tahap-tahap selanjutnya.
4). Formulasi Penambahan Kalsium Laktat Kalsium laktat yang ditambahkan memiliki kandungan kalsium sebesar 13-14%. Penambahan kalsium laktat didasarkan pada formula terpilih hasil uji organoleptik optimasi. Klaim yang akan dituju adalah ’diperkaya kalsium’ (memenuhi 10% AKG), ’sumber kalsium yang baik’ (memenuhi 10-19% AKG), dan ’tinggi kalsium’ atau memenuhi 20% AKG (Blanchfield, 2000). AKG yang dituju adalah 600 mg per hari. Serving size atau ukuran penyajian yang dipilih adalah 4 buah perkedel. Hal itu disesuaikan dengan produk-produk beku yang ada di pasaran pada umumnya, atau sekitar 50 gram per saji. Ukuran 50 gram per saji setara dengan satu potong ikan (tanpa kepala dan ekor) maupun satu potong daging (Sukirman et al., 2006). Kandungan kalsium dari keempat buah perkedel hanya dihitung dari kandungan kalsium dari CCM. Kalsium dari bahan lain tidak dimasukkan dalam perhitungan karena kandungan kalsium yang rendah. Kekurangan kalsium untuk mencapai target klaim yang dituju dipenuhi oleh kalsium laktat. Formulasi pada tahap ini bertujuan untuk melihat apakah penambahan kalsium laktat menimbulkan pengaruh terhadap produk dalam tekstur maupun rasa. Formulasi penambahan kalsium laktat dapat dilihat pada Tabel 9. Pengaruh terhadap tekstur diukur dengan alat Texture Analyzer dan diolah dengan ANOVA dengan selang kepercayaan 95% dengan membandingkan masing-masing formula. Pengaruh terhadap rasa dinilai secara subyektif oleh panel ahli.
Tabel 9. Formulasi penambahan kalsium laktat Berat adonan
Jumlah kalsium dari CCM
Penambahan kalsium laktat
Klaim kalsium
Kode
44 g
8,36 mg
0,8 %
Diperkaya
D1
44 g
8,36 mg
1,35%
Sumber yang baik
D2
44 g
8,36 mg
1,8%
Tinggi
D3
5). Formulasi Seasoning dan Uji Organoleptiknya Formulasi seasoning dilakukan karena atribut rasa pada uji organoleptik sebelumnya yang masih memiliki skor rata-rata penerimaan kurang dari 4. Formula-formula seasoning yang dicoba dapat dilihat pada Tabel 10. Masing-masing formula diber kode E1 sampai E12. Dipilih tiga formula secara subyektif untuk uji organoleptik yaitu formula E10, E11 dan E12. Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap sampel perkedel. Metode uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan terhadap atribut rasa. Skor penilaian yang digunakan dalam uji ini ada 7 tingkat, yaitu 7 = sangat suka, 6 = suka, 5 = agak suka, 4 = netral, 3 = agak tidak suka, 2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka. Hasil uji hedonik diolah dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan jika terjadi perbedaan yang nyata pada uji sebelumnya. Skor ratarata minimal target kesukaan adalah 4. Jika tidak memenuhi target, akan dilakukan formulasi ulang.
Tabel 10. Formulasi penambahan seasoning Garam
Lada
Pala
MSG
B.merah
B.putih
Kode
0,44%
0,3%
0,14%
0,09%
0,6%
0,34%
E1
0,44%
0,3%
0,14%
0,09%
0,9%
0,34%
E2
0,44%
0,3%
0,14%
0,09%
1,2%
0,34%
E3
0,44%
0,6%
0,14%
0,09%
0,6%
0,34%
E4
0,44%
0,6%
0,14%
0,09%
0,9%
0,34%
E5
0,44%
0,6%
0,14%
0,09%
1,2%
0,34%
E6
0,88%
0,3%
0,14%
0,09%
0,6%
0,34%
E7
0,88%
0,3%
0,14%
0,09%
0,9%
0,34%
E8
0,88%
0,3%
0,14%
0,09%
1,2%
0,34%
E9
0,88%
0,6%
0,14%
0,09%
0,6%
0,34%
E10
0,88%
0,6%
0,14%
0,09%
0,9%
0,34%
E11
0,88%
0,6%
0,14%
0,09%
1,2%
0,34%
E12
6). Penentuan Batter Pick-up, Breader Pick-up, Cooking Loss dan Freezing loss Penentuan batter pick-up, breader pick-up, cooking loss dan freezing loss dilakukan melalui aplikasi mekanik dengan batter aplicator, breading aplicator, continuous deep fat frying dan Individually Quick Freezing (IQF). Selain mengetahui hal-hal di atas, juga akan diperoleh setting mesin yang digunakan. Perhitungan batter dan breader pick-up, cooking loss dan freezing loss dikaji melalui pengukuran bobot produk. Perhitunganperhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Batter pick-up (%)
= (A - B) B
x 100%
Breader pick-up (%) = (C - B) C
x 100%
Cooking loss (%)
= (D - C) C
x 100%
Freezing loss (%)
= (E - D) D
x 100%
Keterangan : A = bobot produk setelah dicetak B = bobot produk setelah pelapisan batter dengan batter aplicator C = bobot produk setelah pelapisan breader dengan breader aplicator D = bobot produk setelah melalui continuous deep fat fryer E = bobot produk setelah melalui IQF
b. Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakuan terhadap produk meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat) dan analisis kalsium. 1). Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak terdegradasi pada suhu 100ºC. Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven suhu 105°C selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator selama 5 menit. Cawan ditimbang dan dicatat bobotnya. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Sampel dikeringkan dalam oven sampai bobotnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0,003 gram). Setelah itu cawan yang berisi sampel kering didinginkan di dalam desikator. Ditimbang bobot akhirnya. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (X - Y) Kadar air (% bb) =
x 100% (X - A) (X - Y)
Kadar air (% bk) =
x 100% (Y - A)
Keterangan: X
: bobot cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
Y
: bobot cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
A
: bobot cawan alumunium kosong (g)
2). Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC, 1995) Cawan 400-600oC,
porselin
dikeringkan
dalam
tanur
bersuhu
kemudian
didinginkan
dalam
desikator
dan
ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama
4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih.
Kemudian sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. berat abu (g) Kadar Abu (%) =
x 100% berat sampel (g)
3). Kadar lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet), yang berisi pelarut dietil eter. Reflux dilakukan selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. berat lemak (g) Kadar lemak (%) =
x 100% berat sampel (g)
4). Kadar protein, Metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995) Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 gram ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldhal 30 ml. Kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg
bahan organik di atas 15 mg. Sampel didihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu distilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml ditambahkan, kemudian dilakukan destilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kirakira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan. (ml HCl-ml blanko) x N x 14,007 x 100 Kadar N (%) = mg sampel Kadar Protein = % N x faktor konversi (6,25)
5). Kadar Karbohidrat (By difference) Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference dilakukan dengan cara: Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (air + protein + lemak + abu)%
6).
Pengukuran Kadar Kalsium dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (APHA, 1998) Untuk menentukan kandungan mineral bahan makanan, bahan harus dihancurkan atau didestruksi terlebih dahulu. Cara yang dipilih adalah pengabuan basah menggunakan HNO3 dan H2SO4. Sejumlah sampel yang mengandung 5-10 gram padatan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Sebanyak 10 ml HNO3
ditambahkan ke dalam labu, kemudian labu dipanaskan perlahanlahan.
Sebanyak
10
ml
H2SO4 ditambahkan,
kemudian
dipanaskan perlahan-lahan sampai diperoleh larutan berwarna gelap. Pembentukan buih yang berlebihan dihindari. Sebanyak 1-2 ml HNO3 ditambahkan dan pemanasan dilanjutkan selama 5-10 menit sampai larutan tidak gelap lagi. Sebanyak 10 ml akuades ditambahkan dan dipanaskan sampai tidak berasap. Larutan didiamkan sampai larutan dingin kembali, kemudian ditambahkan 5 ml akuades. Larutan dididihkan sampai berasap. Larutan yang diperoleh dipindahkan ke dalam labu takar yang sesuai, kemudian permukaan larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan air, dicampur merata. Alat AAS disiapkan sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap larutan standar logam, larutan blanko, dan larutan sampel. Selama penetapan sampel, dilakukan pemeriksaan secara periodik terhadap nilai standar. Nilai standar harus tetap konstan. Perhitungan : Kadar logam (mg/kg) =
a x 100 W
Keterangan : W
= bobot sampel (g)
a
= hasil pembacaan AAS (ppm)
c. Analisis Fisik Analisis fisik yang dilakukan meliputi warna dan tekstur. Analisis ini dilakukan terhadap produk terpilih. 1). Tekstur Tekstur perkedel diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Parameter yang diamati adalah kekerasan produk. Tingkat kekerasan digambarkan sebagai puncak tertinggi pada grafik. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk
memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami deformasi bentuk. Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut. Kekerasan didefinisikan sebagai gram gaya yang diperlukan untuk memecah perkedel, dinyatakan dalam gram force (gf). Probe yang digunakan adalah jenis Blade Set. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu diatur jarak masuk probe ke dalam sampel yang diukur. Sampel ditempatkan pada alas probe yang sudah tersedia yang dapat digerakkan ke atas dan ke bawah. Probe akan bergerak ke bawah dan menyentuh permukaan sampel, setelah itu probe akan memotong sampel dan kembali ke tempat semula. Puncak pertama pada kurva menunjukkan besarnya gaya terbesar yang diperlukan untuk memecah sampel.
2). Warna, Metode Hunter (Hutching, 1999) Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameter CR 310. Prinsip kerjanya berdasarkan pengukuran pantulan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L yang menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Nilai lain yang dilihat adalah °H atau parameter hue. Arti dari nilai °H tersebut adalah sebagai berikut : Red purple
: °H 342-18
Green
: °H 162-198
Red
: °H 18-54
Blue Green
: °H 198-234
Yellow Red
: °H 54-90
Blue
: °H 234-270
Yellow
: °H 90-126
Blue purple
: °H 270-306
Purple
: °H 306-342
Yellow green : °H 126-162
d. Perhitungan Costing dan Penambahan Nilai Costing bertujuan untuk mengetahui harga pokok produk dengan memperhitungkan bahan baku (bahan utama dan bahan pendukung dalam pembuatan produk perkedel ayam berkalsium) dan Factory Over Head PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Processing Plant. Factory Over Head (FOH) merupakan biaya perbulan yang dikeluarkan oleh perusahaan dibagi dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya-biaya tersebut meliputi tenaga kerja, depresiasi bangunan dan peralatan, listrik dan air, perlengkapan, pemeliharaan, dan lain-lain Selain menghitung biaya pokok produk terpilih, dihitung pula biaya pokok produk perkedel ayam tanpa penambahan CCM. Persentase selisih dari kedua biaya pokok tersebut dinyatakan sebagai penambahan nilai CCM. Selisih harga tersebut menunjukkan bahwa CCM
dapat
mengurangi
biaya
menguntungkan produsen dan konsumen.
produksi
sehingga
dapat
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Analisis Proksimat dan Kalsium Chicken Carcass Meat Chicken Carcass Meat (CCM) atau Mechanically Deboned Meat (MDM) di PT. Charoen Pokphand Indonesia berasal dari daging-daging yang masih menempel pada bagian leher, pungung dan kerangka. Bagianbagian tersebut dilalukan dalam deboning machine dengan tipe rotating auger di dalam sebuah silinder yang kemudian akan melewati saringan berupa lubang-lubang dengan diameter 0,3 mm. Diameter lubang ini lebih kecil dari pada diameter pada umumnya untuk CCM/MDM, yaitu 0,5 mm (Field, 1988). Setelah melalui deboning machine, CCM/MDM
yang
dihasilkan akan berupa pasta dan berwarna merah. Field (1988) menyatakan bahwa CCM/MDM berupa pasta, berserat, mengandung pigmen tinggi, mengandung otot/urat, lemak, dan jaringan pengikat. Hasil analisis CCM/MDM dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Analisis Kimia Chicken Carcass Meat Komponen Kimia Kadar air (%) Kadar abu (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Protein (%) Kalsium (%)
Kandungan Literatur * Hasil analisis 62,66 61,31 0,96 1,9 0,00 0,08 24,73 24,66 11,39 12,05 0,14 0,19
* : Baker dan Bruce, 1989
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa air merupakan komponen tertinggi dari CCM/MDM (61,31%). Hasil analisis ini tidak berbeda jauh dengan literatur-literatur yang ada yang menyatakan bahwa kadar air berkisar antara 60,8-72,8% (Koolmees dan kawan-kawan seperti dikutip oleh Field, 1988) dan 62,7% (Baker dan Bruce, 1989). Selain dari kondisi daging dan mesin itu sendiri, perbedaan kadar air dari berbagai
analisis juga dapat dipengaruhi oleh pencucian daging dengan air selama proses yang dapat mempengaruhi kandungan air (Field, 1988). Kandungan terbesar kedua dari hasil analisis adalah lemak yang mencapai 24,66%. Lemak dalam CCM/MDM berasal dari sumsum tulang (Field, 1988). Sumsum tulang dapat meningkatkan 16-30% berat dari CCM/MDM karena sumsum kaya akan lemak (Field, 1988). Sumsum merah pada tulang belakang akan meningkat seiring umur dari umur unggas. Field (1988) juga menyatakan bahwa komposisi asam lemak dari sumsum tulang ayam adalah seimbang dengan produk-produk dengan pemisahan manual. Asam-asam lemak dominan pada semua sumsum tulang adalah 16:0, 18:0, dan cis-18:1. Kandungan protein dari hasil analisis CCM/MDM adalah 12,05%. Nilai tersebut mendekati kandungan protein dalam literatur
pada
Tabel 11, yaitu 11,39%. Froning (1981) diacu dalam Trindande et al. (2003), menyatakan bahwa kualitas protein dari CCM/MDM hampir seimbang dengan produk-produk hand-deboned. Oleh karena itu, penggunaan CCM/MDM pada produk daging tidak akan mengorbankan kualitas protein. Pemikiran
mengenai
kualitas
protein
CCM/MDM
sering
dipertanyakan karena berdasar pada fakta bahwa tulang-tulang yang akan dilalukan pada deboning machine kaya akan jaringan pengikat dimana jaringan pengikat tersebut rendah dalam asam amino esensial dan memiliki nilai PER rendah. Sebagai tambahan tulang itu sendiri mengandung 20-30% kolagen. Pemikiran tersebut merupakan suatu kesalahan karena kerasnya tulang dan liatnya kolagen menyebabkan keduanya memiliki kemungkinan kecil lolos dalam saringan mesin deboning machine (Field, 1988). Kadar abu hasil analisis CCM/MDM ini adalah 1,9%. Field (1988) menyatakan bahwa kadar abu CCM/MDM selalu lebih tinggi dari hand deboned meat karena adanya beberapa partikel tulang halus yang ikut dalam produk. Nilai kadar abu tersebut lebih besar dari literatur baik Baker dan Bruce (1989) yang menyatakan kadar abu CCM adalah 1,09%
dan 0,99-1,62% (Koolmees dan kawan-kawan seperti dikutip oleh Field, 1988). Perbedaan-perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal baik kondisi bahan dan alat maupun perbedaan metode pengujian. Kondisi bahan dan alat yang dapat menjadi penyebab antara lain : umur unggas, jumlah lemak tubuh, proporsi tulang dalam bahan yang dilalukan dalam deboning machine, setting deboning machine dan mentah atau matangnya bahan (Baker dan Bruce, 1989). Kandungan kalsium hasil analisis CCM adalah 0,19% atau 190 mg per 100 gram bahan. Nilai ini berkisar 15-17 kali lebih tinggi daripada daging ayam baik daging putih maupun merah, yang berkisar 11-12 mg/100 gram bahan (Baker dan Bruce, 1989). Hasil analisis juga sesuai dengan pernyataan Koolmees dan kawan-kawan seperti dikutip oleh Field (1988), bahwa kandungan kalsium CCM berkisar 0,07-0,25%. Gambar CCM/MDM dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Chicken Carcass Meat / Mechanically Deboned Meat
2. Identifikasi Proses Pembuatan Perkedel Ayam Proses pembuatan perkedel ayam hampir sama dengan proses pembuatan nugget yang ada di PT. Charoen Pokphand Indonesia hanya berbeda pada persiapan awal saja yaitu proses pengolahan kentang mentah menjadi kentang goreng. Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan perkedel adalah : a. Pencampuran Pada proses pencampuran, bahan baku yang meliputi daging, kentang goreng, emulsi minyak, pati kentang serta bahan-bahan lainnya dicampur sampai homogen. Pada skala laboratorium yang
dilakukan, proses pencampuran dilakukan dengan alat mixer. Proses ini dilakukan pada suhu kurang dari 20ºC. Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein oleh panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang menimbulkan panas. Proses ini juga berfungsi untuk meningkatkan luas permukaan agar ekstraksi berlangsung sempurna. Ekstraksi protein merupakan tahap yang penting, karena jika tidak terekstraksi maka hancuran daging tidak akan menyatu saat dimasak sehingga tekstur produk yang dihasilkan tidak baik (Owens, 2001). Proses pencampuran dilakukan sampai adonan homogen, kurang lebih selama 20 menit. Suhu adonan pada saat berakhirnya mixing adalah ± 18ºC. Suhu awal daging dan emulsi minyak kurang dari 10ºC, tetapi suhu akhir adonan cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh suhu awal kentang goreng cukup tinggi (berkisar 20ºC) dan adanya panas yang ditimbulkan dari gesekan-gesekan pada proses pencampuran. Meskipun demikian, suhu adonan tersebut masih di bawah 20ºC sehingga diperkirakan denaturasi protein kecil (Owens, 2001). Pada skala industri, indikator berakhirnya proses mixing adalah adonan berada pada kisaran suhu -4 – (-6)ºC. Proses mixing skala industri memerlukan waktu ± 30 menit dan menggunakan bantuan liquid nitrogen dalam pencapaian suhu adonan. Kebutuhan nitrogen diperkirakan sebesar 0,6 m3/kg raw material. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai terjadi over mixing atau less mixing. Apabila terjadi over mixing maka tekstur produk akan terlalu kenyal (rubbery) sedangkan less mixing akan mengakibatkan tekstur rapuh dan mudah pecah. b.
Pencetakan (Forming) Proses pencetakan pada skala industri menggunakan mesin forming. Owens (2001), menjelaskan proses pencetakan sebagai berikut, yaitu : adonan daging masuk melalui hopper, kemudian
didorong oleh auger ke dalam papan pencetak (molding plate). Adonan kemudian ditekan melewati papan pencetak tersebut dan menghasilkan adonan yang diinginkan. Adonan nugget dengan suhu diatas -2,2oC mengakibatkan adonan menjadi lengket dengan mesin pencetak. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, nugget akan sulit dicetak dan dapat merusak mesin pencetak (Owens , 2001). Pada skala laboratorium adonan dicetak secara manual pada molding plate. Suhu adonan saat dicetak secara manual berkisar ± 18oC. Proses pencetakan tersebut dibantu dengan alat penekan sehingga adonan dapat tercetak dengan padat. Adonan hasil cetakkan ini kemudian didinginkan atau disimpan di freezer. Pada Gambar 4 disajikan adonan perkedel ayam setelah dicetak secara manual.
Gambar 4. Adonan perkedel ayam setelah dicetak (manual) c.
Battering dan Breading Menurut Suderman (1983), secara keseluruhan fungsi batter dan breading adalah memperbaiki penampakan dan memperbaiki karakteristik rasa produk seperti kerenyahan tekstur maupun warna yang lebih menarik. Selain itu, batter dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi, menambah kenikmatan, dan menjaga kelembaban produk. Batter biasanya merupakan campuran air, tepung pati, dan bumbu-bumbu (Suderman dan Cunningham, 1983). Suhu air yang ditambahkan kurang dari 10oC, sehingga suhu akhir batter yang dihasilkan berkisar 14-16oC. Pick-up adalah istilah untuk menyatakan jumlah breader (batter dan breadcrumbs) yang menempel pada
permukaan adonan. Besar kecilnya pick-up
dipengaruhi oleh
viskositas batter. Pada skala laboratorium, suhu adonan yang sesuai untuk proses battering berkisar 2-3ºC atau dengan kata lain, adonan yang tercetak masih dalam keadaan beku. Hal tersebut untuk menghindari mencampurnya adonan dalam batter jika suhu kurang rendah. Cunningham (1989) melaporkan, suhu adonan 2ºC memiliki penampakan coating lebih baik daripada suhu 24ºC. Breadcrumbs yang digunakan ada beberapa jenis yaitu Japanese, American flour dan lain-lain. Pada produk perkedel, dicobakan jenis breadcrumbs Japanese. Pada tahap pendahuluan, breadcrumbs yang digunakan dibedakan berdasarkan tekstur dan ukurannya, yaitu kasar dan halus. Breadcrumbs kasar memiliki ukuran partikel yang lebih besar tentunya. Kasar dan halusnya breadcrumbs yang digunakan akan mempengaruhi tekstur dan kerenyahan produk (Owens, 2001) Pada skala industri, proses battering menggunakan sistem submersion, yaitu produk berjalan di atas konveyor melalui genangan batter atau dengan kata lain, produk terendam seluruhnya ke dalam batter. Pada proses breading, adonan berjalan diatas konveyor yang tertutupi breadcrumbs sehingga bagian bawah adonan dapat ditutup oleh breadcrumbs, sedangkan dari atas bagian mesin penabur breadcrumbs sehingga penampakan atas produk juga dapat tertutup merata. Selain itu terdapat pula pressure rolls sehingga sisi-sisi samping produk tertutup breadcrumbs. Mesin breading yang digunakan memiliki sistem resirkulasi. d. Penggorengan Proses ini mengakibatkan produk berwarna coklat keemasan. Munculnya warna ini disebabkan karena reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna tergantung dari lama, suhu menggoreng, dan komposisi kimia pada permukaan luar bahan, sedangkan jenis lemak
yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 1986). Metode penggorengan yang digunakan baik skala industri maupun laboratorium adalah deep fat frying atau seluruh bagian produk tercelup dalam minyak. Jika suhu yang dipilih terlalu tinggi, permukaan produk yang dihasilkan akan gelap sedangkan bagian pusat/tengah produk belum termasak sempurna. Jika suhu yang dipilih terlalu rendah, waktu penggorengan akan semakin lama. Selang suhu yang disarankan adalah 160-180ºC (Lisinska dan Leszczynski, 1989). Suhu yang dipilih untuk penggorengan perkedel adalah 160ºC karena ukuran produknya yang kecil. Pada skala laboratorium, waktu penggorengan yang digunakan adalah 150-180 detik. Pada saat itu, suhu inti produk berkisar 75-80ºC. Suhu dan waktu penggorengan dipilih berdasarkan hasil akhir yang diinginkan, yaitu bagian dalam perkedel ayam sudah matang dengan bagian luar perkedel berwarna kuning kecoklatan. Perkedel ayam sebelum dan setelah digoreng dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Perkedel ayam sebelum dan setelah digoreng e.
Pembekuan Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) bahan pangan. Kombinasi dari suhu yang rendah, berkurangnya aw, dan adanya perlakuan awal menjadi bentuk pengawetan. Secara umum, semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin kecil
terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellow, 1992). Potter dan Joseph (2000) menerangkan bahwa pemilihan suhu -18°C atau di bawahnya sebagai suhu yang direkomendasikan untuk pembekuan dan penyimpanan beku berdasarkan data-data yang membandingkan antara kualitas produk dan biaya yang dibutuhkan. Secara mikrobiologis, suhu -18°C dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen di mana sebagian besar bakteri patogen tidak dapat tumbuh di bawah suhu -3,5°C. Beberapa mikroorganisme pembusuk tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah -9,5°C. di sisi lain, terjadi perubahan suhu yang bervariasi selama transportasi dan penyimpanan, sehingga penggunaan suhu -18°C dapat memberikan rentang suhu yang aman terhadap pertumbuhan mikroorganisme pembusuk bahkan bakteri patogen. Selain itu, suhu -18°C terbukti dapat menghambat kerja banyak enzim pangan, yang dapat secara nyata menghambat kerusakan produk pangan.
3. Uji Threshold Bumbu (Pala, Lada, Bawang Putih, Bawang Merah, Garam serta MSG) Uji threshold dilakukan pada bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk pembuatan perkedel ayam. Bumbu yang diuji threshold adalah bawang merah, bawang putih, pala, lada, MSG, dan garam. Hasil uji threshold bumbu menunjukan bahwa ambang batas konsentrasi bumbu yang sudah bisa dirasakan adalah 0,06% untuk lada, 0,06% untuk bawang merah, 0,09% untuk bawang putih, 0,04% untuk garam, 0,04% untuk pala, dan 0,02% untuk MSG. Hasil uji threshold bumbu dapat dilihat pada Tabel 12 sedangkan hasil uji panelis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Masing-masing bumbu memiliki karakteristik flavor yang berbeda. Bawang putih dan bawang merah memiliki flavor bersulfur. Pala memiliki flavor hangat, pedas, sangat aromatik, dan pahit. Sementara itu, lada putih berflavor panas dan pedas yang tajam (Farrel, 1990).
Tabel 12. Hasil uji threshold bumbu Bumbu
4.
Threshold (%)
Lada
0,06
Pala
0,04
Bawang putih
0,09
Bawang merah
0,06
Garam
0,04
MSG
0,02
Pengolahan Awal Kentang Kentang (Solanum tuberosum L) yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri-ciri berbentuk oval dan bagian dalam berwarna kuning. Kentang jenis ini dikenal baik untuk produk perkedel dan kroket. Kentang mentah dicuci, dikupas kemudian dipotong dengan tebal ±1 cm. Diameter rata-rata kentang adalah 6-7 cm. Kentang tersebut kemudian digoreng (metode deep fat frying), 160-170ºC selama 5-6 menit. Kentang goreng yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, bertekstur lunak, dan bersuhu pusat 88-90ºC. Rendemen dari pengolahan kentang ini berkisar 71%. Pada Tabel 13 disajikan pengaruh lama penggorengan kentang terhadap tekstur dan warna kentang goreng yang dihasilkan. Tabel 13. Pengaruh lama penggorengan terhadap tekstur dan warna kentang goreng pada suhu 160-170ºC Lama penggorengan
Karakteristik kentang goreng
2 menit
Tekstur keras, warna kuning pucat
3 menit
Tekstur agak keras, warna kuning pucat
4 menit
Tekstur agak keras, warna kuning
5 menit
Tekstur lunak, warna kuning kecoklatan
6 menit
Tekstur lunak, warna kuning kecoklatan
7 menit
Tekstur lunak, warna coklat
B. PENELITIAN LANJUTAN 1. Pembuatan Perkedel Ayam Berkalsium a. Formulasi Batter dan Breadcrumbs terhadap Penampakan Produk Perkedel Ayam Berkalsium Batter pada penelitian ini terdiri dari air, tepung terigu dan maizena. Perbandingan terigu dan maizena adalah 5 : 1. Batter yang diuji bervariasi dalam hal kadar air. Semakin besar kadar air batter, semakin encer batter tersebut. Hal tersebut akan berimbas pada pick up batter. Semakin rendah viskositas batter, semakin kecil pula pick up-nya (Owens, 2001). Batter dengan kadar air 80% baik dengan breadcrumb kasar maupun halus akan menghasilkan produk dengan coating tipis, breadcrumbs tidak menempel sempurna terutama untuk yang kasar, warna adonan perkedel masih kelihatan. Batter 70% menghasilkan coating yang tipis merata, warna adonan perkedel tertutupi dan breadcrumbs menempel dengan baik. Breadcrumbs kasar akan menghasilkan tekstur yang sangat renyah dibanding breadcrumbs halus. Batter 60% melapisi produk agak tebal dan terlapis merata sehingga bagian dalam/adonan perkedel tidak kelihatan. Batter 50% sangat kental sehingga lapisan yang dihasilkan tebal. Produk akhir yang dihasilkan sangat keras dan terlalu renyah karena banyak breadcrumbs yang menggumpal di permukaan produk. Semakin kental batter maka pick-up akan makin tinggi dan semakin kasar breadcrumb, maka tekstur dan kerenyahan produk juga makin tinggi (Owens, 2001). Penggunaan batter 70% dengan breadcrumbs halus dianggap paling sesuai untuk produk perkedel ayam mengingat tekstur produk yang dihasilkan dan tampilan permukaan produk. Batter 70% kemudian diuji viskositas dengan alat Zahn cup 3 serta diuji pula salinitasnya. Viskositas batter terpilih adalah 82 centistokes dengan kadar salinitas 2%.
b. Formulasi Penambahan Kentang Goreng terhadap Tekstur, Rasa, Aroma dan Warna Perkedel Ayam Berdasarkan formula-formula yang ada pada Tabel 7, diamati bahwa : pada formula K1 (kentang goreng 10%), aroma dan rasa kentang tidak terdeteksi. Produk dengan formula K2 (kentang goreng 20%) sudah terdeteksi aroma dan rasa kentang. Formula K3 dan K4 (kentang goreng 30% dan 40%) menghasilkan produk dengan aroma dan rasa kentang yang terasa kuat. Formula K2 (kentang goreng 20%) dipilih untuk tahap selanjutnya dimana pada formula tersebut persentase kentang sudah dapat menyebabkan rasa dan aroma terdeteksi dan persentase daging masih cukup besar. Hasil pengamatan formulasi penambahan kentang goreng dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil pengamatan formulasi penambahan kentang goreng Formula
Tekstur
Rasa Kentang
Aroma Kentang
Warna
K1
++
+
-
+++
K2
++
++
+
++
K3
++
+++
++
++
K4
+++
+++
++
++
Keterangan : Tekstur Rasa : tidak terasa + : agak lembek agak terasa ++ : lembek terasa +++ : sangat lembek sangat terasa K1 : penambahan kentang goreng 10% K2 : penambahan kentang goreng 20% K3 : penambahan kentang goreng 30% K4 : penambahan kentang goreng 40%
Aroma tidak tercium agak tercium tercium sangat tercium
Warna agak gelap gelap sangat gelap
Hasil percobaan menyatakan bahwa persentase kentang 10-40% menghasilkan tekstur lembek dan warna perkedel gelap. Tekstur yang lembek akan menimbulkan kesulitan saat proses pencetakan, sedangkan warna yang gelap dikhawatirkan tidak disukai oleh konsumen. Menurut Winarno (1992), jenis umbi-umbian seperti kentang mengandung polisakarida berupa pati yang berfungsi sebagai sumber energi, bukan penguat tekstur seperti selulosa, lignin, dan pektin yang
terdapat banyak pada buah-buahan. Padahal kandungan pati pada kentang mencapai 75% dari berat kering kentang itu sendiri (Lisinska dan Leszcynki, 1989). Gelatinisasi pada pati, pelarutan sebagian hemiselulosa yang dikombinasikan dengan kehilangan turgor sel karena pemanasan bisa menimbulkan pelunakan tekstur (Fellow, 1992). Hal itulah yang diperkirakan menyebabkan tekstur produk yang lembek dengan presentase penambahan kentang 10-40%. Warna yang dihasilkan dari keempat formula penambahan kentang masih dinilai gelap oleh panel ahli. CCM/MDM yang merupakan pasta daging merah mendominasi warna produk (gelap). Pigmen warna tersebut juga dipengaruhi oleh sumsum tulang dan otot yang terdapat pada CCM/MDM. Sumsum tulang tersebut kaya akan hemoglobin dan otot kaya akan mioglobin. Keduanya berkontribusi terhadap warna merah CCM/MDM (Field, 1988). Jika mengalami proses pemanasan (penggorengan), akan terjadi denaturasi globin. Hasil denaturasi tersebut jika teroksidasi akan menghasilkan warna coklat (Winarno, 1992). Kentang
dapat
mengalami
penggelapan
warna
setelah
pemasakan. Fenomena ini dikenal dengan after-cooking darkening. Hal tersebut dikarenakan adanya oksidasi non enzimatis dari kompleks fenol dan besi yang terdapat pada kentang (Lisinska dan Leszcynki, 1989). Selain itu, proses penggorengan itu sendiri dapat menyebabkan reaksi Maillard yang akan menimbulkan warna gelap pada produk (Ketaren, 1986). Daging SBB (Skinless Boneless Breast) diputuskan untuk ditambahkan dalam tahap berikutnya untuk memperbaiki tekstur dan warna produk. Selain itu, penggunaan emulsi minyak juga tercatat dapat mempercerah warna dan meningkatkan tekstur (Field, 1988).
c. Optimasi Formulasi dan Uji Organoleptiknya Pada tahap sebelumnya telah diputuskan penambahan daging SBB (Skinless Boneless Breast) untuk memperbaiki warna dan tekstur
dari produk perkedel ayam. Dengan adanya penambahan daging SBB akan didapati tekstur produk yang makin keras (tidak lembek seperti tanpa penambahan SBB). SBB yang ditambahkan merupakan SBB giling dengan diameter saringan grinder 0,5 mm. SBB merupakan daging putih yang didalamnya banyak terkandung protein miofibrilar. Protein ini bersifat larut pada suhu rendah, larut garam, mempunyai daya emulsi tinggi dan kemampuan membentuk gel yang baik pada suhu tinggi (Lawrie, 1995). Pada saat proses mixing, garam yang ditambahkan selain berfungsi sebagai penambah rasa juga berfungsi mengekstrak protein sehingga protein miofibril tersebut menjadi larut dan cair. Protein terlarut tersebut akan mengisi ruang-ruang dalam adonan. Ketika adonan
dimasak/dipanaskan,
protein
terlarut
tersebut
akan
terdenaturasi dan menjadi padat sehingga dapat mengikat adonan (Baker dan Bruce, 1989). Hal tersebut membuktikan penambahan SBB dapat memperbaiki tekstur dari perkedel. Adonan juga lebih mudah untuk dicetak. Penambahan SBB juga mengakibatkan warna produk yang makin terang karena SBB merupakan daging putih yang memiliki kandungan mioglobin rendah (Junaedi, 1988). Selain kentang, aroma produk juga dipengaruhi oleh daging SBB dan CCM. Pada daging ayam, protein sarkoplasma yang ada akan berkontribusi pada citarasanya. Kandungan lemak CCM yang tinggi juga akan mempengaruhi flavor dan citarasa produk. Uji organoleptik dilakukan oleh panelis agak terlatih. Panelispanelis tersebut dikategorikan agak terlatih karena panelis-panelis tersebut pernah melakukan/mengalami uji organoleptik sebelumnya meskipun tidak sering. Panelis-panelis tersebut merupakan karyawan perusahaan pada tingkat supervisor, foreman/lady, line inspector, dan ketua regu. Menurut Soekarto (1985), untuk uji hedonik dapat dilakukan pada panelis agak terlatih berjumlah minimal 25 orang. Uji
kali ini diikuti oleh 30 orang panelis. Hasil uji organoleptik untuk masing-masing atribut dapat dilihat sebagai berikut. 1. Tekstur Skor hedonik tekstur yang diberikan oleh panelis berkisar antara 3,7-4,47 atau agak tidak suka sampai netral. Dari grafik ada Gambar 7 dapat dilihat bahwa formula C3 memiliki skor kesukaan paling tinggi. Namun hasil tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan formula C1, C2, dan C4 dan C5 pada uji ANOVA. Meskipun secara teori penambahan SBB akan memperbaiki tekstur namun hal tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0,05) dalam hal tingkat kesukaan panelis. Perbedaan secara absolut dalam diagram batang dapat dilihat pada Gambar 6
skor hedonik rata-rata
sedangkan hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 5. 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
4.1
4.23
4.47
4.13 3.7
C1
C2
C3
C4
Keterangan : C1 = CCM : SBB 10% : 25% C2 = CCM : SBB 15% : 20% C3 = CCM : SBB 17,5% : 17,5% C4 = CCM : SBB 20% : 15% C5 = CCM : SBB 25% : 10%
C5
form ula
Gambar 6. Diagram batang skor hedonik rata-rata tekstur perkedel 2. Rasa Dari hasil uji hedonik, kisaran skor untuk rasa antara 3-4 (agak tidak suka sampai netral). Hal ini disebabkan oleh kurangnya seasoning pada produk karena masih menggunakan batas threshold sehingga rasa produk kurang enak. Formula dengan skor kesukaan tertinggi adalah formula C3, kemungkinan disebabkan oleh perpaduan rasa yang seimbang. Formula C1 akan menghasilkan produk yang sangat tawar sedangkan formula C5 menghasilkan produk yang terlalu gurih. Meskipun demikian, dengan uji ANOVA, skor rata-rata semua formulasi tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Meskipun dinyatakan tidak berbeda nyata
dalam uji statistik, perbedaan secara absolut skor hedonik rata-rata atribut rasa dapat dilihat
pada Gambar 7. Hasil uji ANOVA
skor hedonik rata-rata
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.1 4 3.9 3.8 3.7 3.6 3.5 3.4 3.3 3.2 3.1
3.97
3.63
3.63 3.47
3.4
C1
C2
C3
C4
Keterangan : C1 = CCM : SBB 10% : 25% C2 = CCM : SBB 15% : 20% C3 = CCM : SBB 17,5% : 17,5% C4 = CCM : SBB 20% : 15% C5 = CCM : SBB 25% : 10%
C5
form ula
Gambar 7. Diagram batang skor hedonik rata-rata rasa perkedel 3. Aroma Dari hasil uji hedonik, dapat dilihat bahwa formula C1 memiliki skor tertinggi, kemungkinan disebabkan oleh kandungan SBB yang lebih tinggi,
sehingga kentang daging
lebih
mendominasi karena kandungan protein sarkoplasma (prekursor citarasa) rendah. Kandungan CCM yang tinggi menimbulkan aroma yang tidak disukai panelis. Meskipun demikian, skor dari kelima formula tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam hasil ANOVA pada Lampiran 7. Perbedaan secara absolut skor rata-rata atribut aroma dalam diagram batang dapat dilihat pada Gambar 8.
s k o r h e d o n ik ra t a - ra t a
4.9 4.8
4.77 4.67
4.7 4.57
4.6 4.5
4.33
4.4
4.37
4.3
Keterangan : C1 = CCM : SBB 10% : 25% C2 = CCM : SBB 15% : 20% C3 = CCM : SBB 17,5% : 17,5% C4 = CCM : SBB 20% : 15% C5 = CCM : SBB 25% : 10%
4.2 4.1 C1
C2
C3
C4
C5
formula
Gambar 8. Diagram batang skor hedonik rata-rata aroma perkedel
4. Warna Perbedaan nyata perhitungan ANOVA (p<0,05) hanya diperoleh pada atribut warna. Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 8. Warna C1 memiliki skor hedonik tertinggi dan menunjukkan perbedaan yang nyata dengan formula C2,C3, C4 dan C5 pada uji Duncan. Oleh karena itu, formula C1 dipilih sebagai formula yang akan digunakan dalam tahap-tahap selanjutnya. Diagram batang skor hedonik rata-rata atribut warna dapat dilihat pada Gambar 9.
4.8
4.6
skor hedonik rata-rata
4.6
4.57
4.47
4.4 4.2 4
3.9
3.87
C4
C5
3.8
Keterangan : C1 = CCM : SBB 10% : 25% C2 = CCM : SBB 15% : 20% C3 = CCM : SBB 17,5% : 17,5% C4 = CCM : SBB 20% : 15% C5 = CCM : SBB 25% : 10%
3.6 3.4 C1
C2
C3 formula
Gambar 9. Diagram batang skor hedonik rata-rata warna perkedel Berdasarkan hasil uji organoleptik, diperoleh bahwa formula C1 terpilih untuk tahap-tahap sebelumnya. Formula C1 ini mendapat skor penerimaan di atas 4 untuk atribut tekstur, aroma dan warna. Atribut rasa masih mendapat skor penerimaan kurang dari 4. Oleh karena itu, formulasi terhadap rasa produk dilakukan pada tahap selanjutnya.
C1
C2
C4
C3
C5
Gambar 10. Perkedel ayam dengan perbandingan CCM dan SBB 10:25(C1); 15:20(C2); 17,5:17,5(C3); 20:15(C4); 25:10(C5)
d. Formulasi Penambahan Kalsium Laktat Scott (1986) menyatakan bahwa penambahkan kalsium dapat mempengaruhi tekstur dan rasa pahit pada produk. Pada tahap ini, perubahan terhadap tekstur tidak dapat terdeteksi secara subyektif, oleh karena itu digunakan Texture Analyzer. Hasil analisis fisik dengan Texture Analyzer menyatakan bahwa tekstur produk ketiga formula tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan tekstur produk tanpa penambahan kalsium laktat. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 9. Pengaruh terhadap rasa produk dideteksi dengan timbulnya rasa asam pada produk. Selain itu rasa pahit (getir) juga terdeteksi sebagai after taste produk. Rasa asam diperkirakan berasal dari asam laktat dari kalsium laktat yang terurai selama proses pengolahan. Keasaman formula D1 dinilai rendah dan after taste pahit tidak terdeteksi. Produk dengan formula D2 sudah terasa asam, after taste pahit mulai terasa. Pada formula D3 rasa asam dan pahit sangat terasa. Keasaman pada formula D1 kemungkinan dapat ditutupi oleh penambahan seasoning meskipun hal tersebut akan berimbas pada biaya. Oleh karena itu, formula D1 dipilih untuk tahap penelitian selanjutnya. Hasil pengamatan formulasi penambahan kalsium laktat dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil pengamatan formulasi penambahan kalsium laktat Formula
Rasa Asam
After taste pahit
D1
+
-
D2
++
+
D3
+++
++
Keterangan : : tidak terasa asam/pahit + : sedikit terasa asam/pahit ++ : terasa asam/pahit +++ : sangat terasa asam/pahit
D1 : formula dengan klaim ‘diperkaya kalsium’ D2 : formula dengan klaim ‘sumber kalsium yang baik’ D3 : formula dengan klaim ‘tinggi kalsium’
e. Formulasi Seasoning dan Uji Organoleptiknya Berdasarkan hasil uji organoleptik sebelumnya, diperoleh bahwa hanya atribut rasa yang tidak memenuhi target (skor rata-rata kesukaan kurang dari 4). Perbaikan atribut rasa dilakukan dengan memperbaiki formulasi seasoning yang akan ditambahkan pada produk. Formulasi
seasoning keseluruhan dilakukan berdasarkan
threshold dan kelipatannya untuk mencari konsentrasi minimum bumbu. Formula-formula lanjutan ditekankan pada kombinasi garam, lada dan bawang merah yang merupakan bumbu utama produk perkedel. Garam dan lada dicoba dengan konsentrasi 10 dan 20 kali threshold, bawang merah sebesar 10, 15 dan 20 kali threshold. Seasoning yang lain ditetapkan penggunaannya pada 4 kali threshold setelah diuji coba sebelumnya. Dari berberapa formula yang diteliti akan dipilih tiga formula secara subyektif yang akan di uji secara organoleptik. Atribut mutu yang digunakan untuk pemilihan formula terbaik adalah rasa. Hasil terbaik dari formulasi bumbu ini merupakan produk terpilih yang akan digunakan untuk analisis-analisis selanjutnya. Ketiga formula tersebut adalah formula E10, E11 dan E12. Persentase seasoning merupakan persentase dari berat raw material (CCM, SBB, kentang goreng, pati kentang, dan emulsi minyak). Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan dilakukan oleh 26 panelis agak terlatih. Hasil uji ANOVA dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ketiga formula tidak berbeda nyata (p>0,05). Dipilih formula E10 karena penggunaan seasoning paling minimum (konsentrasi bawang merah paling kecil). Diagram batang yang menampilkan perbedaan absolut skor rata-rata hedonik dapat dilihat pada Gambar 11 sedangkan hasil ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 11. Formula terpilih pada uji ini akan digunakan sebagai formula untuk analisis selanjutnya. Pada optimasi kedua ini, tidak perlu terjadi pengulangan formulasi karena skor ratarata kesukaan sudah melebihi target (lebih dari 4).
Keterangan : Garam : lada : pala : MSG : B.merah : B.putih E10 = 0,88 : 0,6 : 0,14 : 0,09 : 0,6 : 0,34 E11 = 0,88 : 0,6 : 0,14 : 0,09 : 0,9 : 0,34 E12 = 0,88 : 0,6 : 0,14 : 0,09 : 1,2 : 0,34
skor rata-rata rasa
6.00
5.46
5.50
5.00
4.92
5.00
4.50 E10
E11
E12
formula
Gambar 11. Diagram batang skor hedonik rata-rata rasa produk (II) f. Penentuan Batter Pick-up, Breader Pick-up, Cooking Loss dan Freezing loss Aplikasi batter, breading dan frying dengan mesin menghasilkan produk yang mempunyai penampakan yang lebih baik dari pada yang dibuat secara manual untuk skala laboratorium karena batter dan breadcrumbs yang lebih merata. Aplikasi coating secara manual menghasilkan produk yang bervariasi karena jumlah dan tekanan yang dikeluarkan oleh masing-masing pekerja berbeda (Suderman dan Cunningham, 1983). Batter aplicator yang digunakan memiliki prinsip kerja sistem submersion, yaitu produk berjalan di atas konveyor melalui genangan batter atau dengan kata lain, produk terendam seluruhnya ke dalam batter. Pada aplikasi ini, pick-up batter yang diperoleh adalah 10,41%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Gambar batter aplicator disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 . Batter aplicator sistem submersion (Owens, 2001)
Pada proses breading, adonan berjalan diatas konveyor yang tertutupi breadcrumbs sehingga bagian bawah adonan dapat ditutup oleh breadcrumbs, dari atas ada bagian mesin penabur breadcrumbs sehingga penampakan atas produk juga dapat tertutup
merata.
Terdapat pula pressure rolls yang akan menekan produk sehingga sisi-sisi samping produk tertutup breadcrumbs. Aplikasi ini yang menyebabkan nilai pick-up breader sangat tinggi yaitu 17,52%. Hasil pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Mesin breading yang digunakan memiliki sistem resirkulasi. Gambar Breader aplicator dapat dilihat pada Gambar 13. Meskipun pick-up breader sangat tinggi, pick-up coating total (batter dan breadcrumbs) tidak melebihi standar single coating yaitu maksimal 30% (Suderman dan Cunningham, 1983).
Gambar 13. Breading aplicator (Owens, 2001) Proses penggorengan dilakukan dengan setting suhu mesin 161°C dengan waktu penggorengan 135 detik. Panjang mesin continous deep fat frier adalah 6 m. Suhu pusat produk setelah digoreng adalah 79,9°C. Suhu ini sudah memenuhi standar perusahaan, yaitu 75-80°C. Penampakan luar produk setelah digoreng berwarna coklat keemasan. sebesar
Setelah proses penggorengan, terjadi cooking loss
6,53%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12
dan Lampiran 13. Cooking loss ini disebabkan oleh air yang menguap dari produk. Air yang menguap merupakan air bebas dalam raw
material produk. Air ini akan keluar dari produk dan digantikan oleh minyak goreng. Proses pembekuan skala industri menggunakan mesin IQF (Individual Quick Freezing). Setting mesin pada proses pembekuan ini adalah 30 menit dengan suhu setting IQF -37°C dan suhu rail -36°C. Suhu pusat produk akhir adalah -18,2°C. Suhu ini sudah memenuhi standar perusahaan yaitu minimal -18°C. Gambar IQF dapat dilihat pada Gambar 14. Pada proses pembekuan juga terjadi freezing loss sebesar 0,55%. Hasil pengamatan bobot produk dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Pada proses pembekuan, akan terjadi heat transfer dari dalam produk ke luar. Proses tersebut menyebabkan evaporasi air dari dalam produk sehingga terjadi pengurangan berat produk walaupun kecil (Fellow, 1992). Proses pembekuan juga menurunkan WHC sehingga terjadi weight loss pada produk (Field, 1988).
2. Analisis Kimia Berdasarkan hasil analisis proksimat produk terpilih diperoleh hasil sebagai berikut : kadar air
43,97%, kadar abu 2,00%, kadar protein
10,68%, kadar lemak 27,54% dan kadar karbohidrat 15,81%. Air tetap merupakan komponen tertinggi dari produk ini, meski produk yang dianalisis telah mengalami penggorengan. Kadar air yang tinggi berasal dari kentang, emulsi minyak, dan daging baik SBB maupun CCM sehingga kandungan air yang terikat juga tinggi. Kadar air dalam produk berhubungan dengan WHC produk. WHC produk dipengaruhi oleh adanya penambahan garam phosphat dan garam dalam seasoning. Kadar lemak dari produk akhir kemungkinan besar berasal dari emulsi minyak serta minyak goreng yang masuk menggantikan air yang hilang saat penggorengan. Kandungan karbohidrat yang tinggi berasal dari kentang yang sebagian besar berupa pati. Kadar kalsium yang diperoleh dengan metode AAS adalah 813,78 mg/kg. Bila dikonversikan setiap penyajian (52 gram, 4 buah
perkedel @13 gram), kandungan kalsiumnya adalah 42,32 gram. Terdapat selisih 17,68 gram dari kalsium target (60 gram) atau terjadi kehilangan kalsium sebesar 29,47%. Hasil analisis proksimat produk perkedel ayam berkalsium disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Komposisi kimia produk perkedel ayam berkalsium Komponen kimia
Kandungan
Kadar air (%)
43,97
Kadar abu (%)
2,00
Karbohidrat (%)
15,81
Lemak (%)
27,54
Protein (%)
10,68
Kalsium (mg/kg)
813,78
Keterangan : Hasil analisis merupakan rata-rata 2 ulangan
Menurut Boskou dan Elmadfa (1999), komponen mineral dapat menunjukkan perubahan yang besar pada operasi pemasakan karena kelarutannya dalam air. Kemungkinan kehilangan kalsium disebabkan dari proses penggorengan pada pembuatan perkedel ayam. Kalsium laktat sebagai sumber mineral bersifat larut air sehingga dimungkinkan hilang pada saat air keluar pada proses penggorengan. Kalsium tersebut diperkirakan berpindah ke dalam minyak goreng yang digunakan. Kehilangan kalsium pada proses pemasakan juga terjadi pada produk kacang Navy, yaitu sebesar 49% (Fennema, 1985).
3. Analisis Fisik Analisis fisik yang dilakukan meliputi tekstur (kekerasan) dan warna. Pada analisis ini, produk hasil penelitian juga dibandingkan produk komersial yang ada dengan bahan baku yang hampir sama. a. Tekstur Pengukuran tekstur produk dilakukan dengan alat Texture Analyzer. Berdasarkan hasil analisis tersebut, diperoleh hasil bahwa besarnya gaya tertinggi yang dibutuhkan untuk memecah produk
perkedel ayam berkalsium hasil penelitian adalah 2325,73 gram force, sedangkan produk perkedel komersial dengan merek “So-Lite” yang diproduksi oleh PT. Macroprima Panganutama Tangerang adalah 2703,05 gram force. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 . Hasil analisis kekerasan produk dengan Texture Analyzer Ulangan
Kekerasan (gram force) Produk penelitian
Produk komersial
1
2197,40
2703,05
2
2454,05
Rata-rata
2325,73
2703,05
Produk komersial memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi pada coating-nya dikarenakan breadcrumbs yang digunakan lebih kasar dan berukuran lebih besar daripada breadcrumbs produk penelitian, sehingga produk perkedel komersial menghasilkan gaya lebih besar untuk memecahnya atau lebih renyah coating-nya. Berdasarkan grafik pada Gambar 14 dan 15 juga terlihat bahwa analisis tekstur perkedel komersial membentuk satu peak saja sedangkan produk terpilih terdapat dua peak yang menyatakan tekstur coating dan adonan. Hal tersebut juga menggambarkan bahwa tekstur adonan (bagian dalam perkedel) produk komersial lebih lembek dari pada produk terpilih dan kemungkinan lebih mendekati tekstur perkedel tradisional. Namun, tekstur yang lembek juga menyebabkan hasil cetak yang kurang baik yang terlihat pada bentuk produk komersial.
Gambar 14. Grafik analisis tekstur produk terpilih hasil penelitian
Gambar 15. Grafik analisis tekstur produk komersial
b. Warna Parameter warna yang diukur dalam penelitian ini adalah L (lightness) yang menyatakan kecerahan dan °H atau hue dengan alat Chromameter. Hasil pengamatan yang diperoleh menyatakan bahwa produk perkedel ayam berkalsium memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi daripada perkedel ayam komersial. Nilai L untuk perkedel ayam berkalsium adalah 60,43 sedangkan produk komersial memiliki nilai L 57,90. Produk perkedel ayam berkalsium juga memiliki nilai hue 91,25 untuk warna bagian dalam dan produk perkedel ayam komersial memiliki nilai hue 96,3 Keduanya termasuk kategori warna kuning. Produk komersial memiliki nilai hue yang lebih tinggi (mengarah ke warna hijau) karena adanya potongan sayur seledri yang ada dalam adonan produk. Nilai L dan °H dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil pengamatan analisis warna dengan Chromameter Sampel
Parameter L (lightness)
°H (hue)
Penelitian
60.43
91,25
Komersial
57,90
96,3
4. Perhitungan Costing dan Penambahan Nilai Terdapat dua unsur utama yang digunakan dalam penghitungan biaya produksi yaitu bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik. Berdasarkan hasil perhitungan, biaya produksi perkedel ayam berkalsium per kg adalah Rp. 14.884,17. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam berkalsium dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam berkalsium untuk kapasitas 200 kg. Komposisi Bahan Raw material
Bahan pendukung dan seasoning Batter (Pick up : 10,41% ) Breader (Pick up : 17,52 %) Minyak goreng (14,75% dari Finish good) Nitrogen Cair (0,6m3/kg RM) Total Biaya Bahan Baku Langsung
SBB segar CCM Kentang segar Emulsi minyak Pati kentang Phosphat Bumbu Ca-laktat
Jumlah Harga (kg) (Rp/kg) 50 22.727,20 20 4.654,35 56,34 5.950 70
Harga (Rp) 1.136.360 93.087 335.223
5.500
385.000
20 4.416 0.6 11.960 6.74 13.568,84 1.6 44.160 24.28 1.231,50
88.320 7.176 91.454 70.656
49.54
29.900,82
6.800
336.872
4.400
170.632
1.200
144.000
38.78 120
2.888.680.82
Biaya Bahan Baku Langsung per kg = Rp. 2.888.680,82 / 262,89 = Rp. 10.988,17 Biaya Produksi per kg = Rp 10.988,17 + FOH = Rp. 10.988,17 + Rp. 3.896 = Rp. 14.884,17 Penambahan nilai CCM diwujudkan salah satunya melalui nilai ekonomis. Penggunaan CCM sebesar 10% dalam produk sebagai pengganti daging SBB dapat menurunkan biaya produksi sebesar Rp. 1.374,94 per kg atau sebesar 8,46%. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam berkalsium tanpa CCM dapat dilihat pada Lampiran 15. Penurunan biaya produksi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perbandingan biaya produksi produk perkedel ayam berkalsium tanpa dan dengan penggunaan CCM Harga produksi produk (Rp/kg) Tanpa CCM CCM 10% 16.259,11
14.884,17
Selisih biaya (Rp/kg)
Penurunan biaya (%)
1.374,94
8,46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Formula terpilih produk perkedel ayam berkalsium adalah sebagai berikut : CCM/MDM 10%, Skinless Boneless Breast (SBB) 25%, emulsi minyak 35%, dan pati kentang 10%. Batter yang digunakan terbuat dari tepung terigu dan maizena (5:1) dengan penambahan air 70%. Breadcrumbs yang digunakan merupakan Japanese breadcrumbs halus. Penambahan kalsium laktat diputuskan sebesar 0,8% untuk mencapai klaim diperkaya (memenuhi 10% AKG). Kombinasi seasoning yang diperoleh yaitu garam 0,88%, lada 0,6%, pala 0,14%, MSG 0,09%, bawang merah 0,6%, dan bawang putih 0,34% menjadi seasoning produk. Pick-up batter adalah 10,41% dan pick-up breader 17,52%. Setting proses penggorengan adalah suhu 161°C selama 135 detik dan terjadi cooking loss sebesar 6,53%. Proses pembekuan menggunakan mesin IQF dengan suhu -40°C selama 30 menit. Freezing loss yang terjadi sebesar 0,55%. Perhitungan biaya pokok produk dilakukan dengan menjumlahkan bahan mentah produk dan biaya perbulan yang dikeluarkan oleh perusahaan per kilo produksi atau dikenal dengan Factory Over Head (FOH). Hasil perhitungan menyatakan bahwa harga pokok produk per kilo adalah Rp.14.884,17. Peningkatan nilai tambah CCM diwujudkan dalam nilai sosial (atas ditemukannya produk perkedel yang disukai konsumen) dan nilai ekonomis yaitu penggunaan CCM dapat menurunkan biaya produksi. sebesar 8,46%.
B. SARAN Perlu dilakukan studi kesukaan dan penerimaan konsumen melalui riset pasar yang lebih mendalam, penelitian lebih lanjut tentang improvisasi batter dan breadcrumbs yang digunakan, penelitian lebih lanjut mengenai tekstur perkedel dibandingkan produk-produk komersial yang lainnya selama penyimpanan, dan penelitian lanjut tentang kehilangan kalsium sampai di
tangan konsumen. Selain itu juga perlu dilakukan trial skala industri atau scale up produksi perkedel ayam berkalsium untuk mengetahui kendalakendala dan setting proses lebih tepat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2000. Cegah Osteoporosis. Anlene. Jakarta. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington DC. APHA. 1998. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water 20th ed. American Public Health Association. USA. Astawan, M. 2005. Nugget Ayam, Bukan Makanan http:/www.kompas-cybermedia.com. [30 Agustus 2005].
Sampah!.
Baker, R.C. dan Bruce, C.A. 1989. Further processing of poultry. Di dalam : Mead, G.C. (Ed.). Processing of Poultry. Elsevier Applied Science. London. Biro Pusat Statistik. 1984. Neraca Bahan Makanan di Indonesia. BPS. Jakarta. Blanchfield, J.R. 2000. Food Labelling. CRC Press. New York Boskou, D. dan Elmadfa, I. 1999. Frying of Food. Technomic Publishing. Lancaster. Branen, A.L., Davidson, P.M., dan Salminen, S. 1990. Food Additives. Marcel Dekker Inc. New York. Cunningham, F.E. 1989. Developments in enrobed products. Di dalam : Mead, G.C. (Ed.). Processing of Poultry. Elsevier and Applied Science. London. Direktorat Gizi Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Djatmiko, B dan Enie, A.B. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Agro Industri Press. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings. The AVI Publishing Company, Inc. Westport-Connecticut. Fellow, P.J. 1992. Food Processing Technology : Principles and Practises. Ellis Hoorwood Ltd. England. Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. Field, R.A. 1988. Mechanically separated meat, poultry and fish. Di dalam : Pearson, A.M. dan Dutson, T.R. (Eds.). Edible Meat By Products
Advances in Meat Research volume 5. Elsevier Applied Science. New York. Froning, G.W. 1981. Mechanically Deboning of Poultry and Fish. Advances in Food Research. Academic Press. New York. Gaman, P.M. dan Sherrington, K.B. 1992. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hadad, H.M. 2001. Perbaikan Budidaya dan Mutu Hasil Tanaman Pala. Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Horngren, C.T. 1993. Pengantar Akuntansi Manajemen Jilid 1 edisi keenam. Terjemahan oleh : Hutauruk, G. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance 2nd ed. Aspen Publishing Inc. New York. Ikhsanudin, I. 2004. Mempelajari Sistem Pengendalian Mutu Produksi Perkedel Ayam di CV. Fiva Food dan Meat Supply Bekasi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Johnkans, A. 1994. Carving a Nice For Fortified Frit Based Products. Asia Pacific Food Chemistry, August; 76-77. Junaedi, D. 1988. Mempelajari Rendemen dan Kondisi Mutu Karkas Ayam, Hasil Industri Pemotongan Ayam di Daerah Kotamadya Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Kaup, S.M., Greger J.I., dan Lee, K. 1991. Nutritional Evaluation with Animal Model of Cottage Cheese Fortified with Calcium and Guar Gum. Journal Food Science. 5(3); 692-695. Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. UI Press. Jakarta Lisinska dan Leszczynski, W. 1989. Potato Science and Technology. Elsevier Applied Science. London Meilgaard, M., Civille, G.V., dan Carr, B.T. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd ed. CRC Press. New York. Mervyn, L. 1989. Thorsons Complete Guide to Vitamins and Minerals: All You Want to Know About Vitamins and Minerals For Your Health. Thorsons Publishing Group. England.
Muhilal, F.J. dan Hardiansyah. 1998. AKG yang Dianjurkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. LIPI. Jakarta. Nurchotimah. 2002. Pemanfaatan Daging-Tulang Leher Ayam sebagai Bahan Baku Tambahan Kerupuk. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. Owens, C.M. 2001. Coated poultry products. Di dalam : Sams, A.R. (Ed.). Poultry Meat Processing. CRC Press. USA Potter, N.N. dan Joseph, N.H. 2000. Food Science 5th ed. Chapman and Hall. New York. Pruthi, J.S. 1980. Spices, Condiments: Chemistry, Microbiology, Technology, Advances in Food Research Suplement IV. Academic Press. New York Rahmawan, E. 2005. Evaluasi Ketersediaan Biologis Kalsium dari Tulang Ayam Presto. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya, dan Tataniaga. Penebar Swadaya. Jakarta. Rodley, J.A. 1976. Industrial Uses of Starch and Its Derivatives. Applied Science Publisher. London. Scott, R. 1986. Cheese Making Practise 2nd ed. Elsevier Applied Science. New York. Siswoputranto, L.L.D. 1985. Teknologi Pasca Panen di dalam Kentang. Balai Penelitian Hortikultura. Lembang. Soekarto, S.T. 1985. Pernilaian Organoleptik. Pusbangtepa, IPB. Bogor. Suderman, D.R dan Cunningham, F.E. 1983. Batter and Breading Technology. The AVI Publishing Company. Westport-Connecticut. Sukirman, Susana, H., Giarno, M.Y., dan Lestari, Y. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sunarjono, H. 1975. Budidaya Kentang. PT. Soroengan. Jakarta. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 2. Balai Pustaka. Jakarta. Trindade, M.A., Felicio, P.E., dan Castillo,C.J.C. 2003. Mechanically Separated Meat of Broiler Breeder and White Layer Spent Hens. http:/www.scielo.br/scielo.php. [10 Juni 2006].
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Zaitsev, V., Kizevetter, L., Lagunov, T., Makova, I., Minder dan Podsevalov, V. 1969. Fish Curing and Processing. Elsevier Applied Science. London Zayas, J.F. 1997. Functionality Proteins in Food. Springer. Heidelberg.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis CCM berdasarkan berat basah Analisis Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Karbohidrat Kalsium
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Jumlah (%) 61.07 61.55 1.96 1.84 12.04 12.06 24.90 24.43 0.03 0.12 0.18 0.20
Rata-rata (%) 61.31 1.90 12.05 24.66 0.08 0.19
Lampiran 2. Lembar uji threshold bumbu Nama Sampel
: :
Hari/tgl :
Instruksi : Rasakan sampel secara berurutan dari kiri ke kanan. Isi kolom kode dan respon dengan tanda (-) bila rasa sampel tidak berbeda dengan kontrol, dan berikan tanda (+) bila terdapat perbedaan dengan kontrol. Kode sampel Respon
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu Hasil uji threshold lada Panelis Konsentrasi (%) 0.02 0.04 0.1 0.2 0.4 + + + 1
BET
Log 10
0.8 +
0.141
-0.85078
2
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
3
-
-
-
+
-
+
0.566
-0.24718
4
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
5
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
6
-
-
-
-
-
+
0.566
-0.24718
7
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
8
-
-
-
-
-
+
0.566
-0.24718
9
+
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
10
-
-
+
+
+
+
0.063
-1.20066
11
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
12
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
13
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
14
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
15
-
-
-
+
-
+
0.566
-0.24718
16
-
-
+
+
+
+
0.063
-1.20066
17
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
18
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
19
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
20
+
-
+
+
-
+
0.566
-0.24718
Sum
-24.6558
0.059
-1.23279
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu (lanjutan) Hasil uji threshold pala Panelis Konsentrasi (%) 0.05 0.1 0.2 0.4 + + + 1
BET
Log 10
0.8 +
0.141
-0.85078
2
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
3
+
-
+
+
+
0.141
-0.85078
4
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
5
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
6
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
7
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
8
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
9
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
10
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
11
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
12
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
13
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
14
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
15
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
16
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
17
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
18
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
19
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
20
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
21
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
22
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
23
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
24
+
+
+
+
+
-1.60206
25
+
+
+
+
+
0.025 0.025 Sum 0.035
-1.60206 -36.4377 -1.45751
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu (lanjutan) Hasil uji threshold bawang putih Panelis Konsentrasi (%) 0.05 0.1 0.2 0.4 + + + + 1
BET
Log 10
0.8 +
0.025
-1.60206
2
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
3
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
4
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
5
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
6
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
7
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
8
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
9
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
10
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
11
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
12
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
13
-
-
-
-
+
0.566
-0.24718
14
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
15
+
+
-
+
+
0.282
-0.54975
16
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
17
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
18
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
19
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
20
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
21
-
-
-
+
+
0.282
-0.54975
22
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
23
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
24
-
-
-
+
+
0.282
-0.54975
25
-
-
+
+
+
0.141 Sum 0.086
-0.85078 -26.6542 -1.06617
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu (lanjutan) Hasil uji threshold bawang merah Panelis Konsentrasi (%) 0.05 0.1 0.2 0.4 + + + + 1
BET
Log 10
0.8 +
0.025
-1.60206
2
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
3
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
4
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
5
-
-
+
-
+
0.566
-0.24718
6
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
7
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
8
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
9
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
10
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
11
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
12
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
13
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
14
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
15
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
16
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
17
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
18
+
+
+
+
+
0.025
-1.60206
19
-
-
+
+
+
0.141
-0.85078
20
-
+
+
+
+
0.071
-1.14874
21
-
+
+
+
+
0.071
22
+
+
+
+
+
-1.14874
0.025
23
+
+
+
-
+
-1.60206
0.566
24
-
-
+
+
+
-0.24718 -0.85078
25
+
+
+
+
+
0.141 0.025 Sum 0.058
-1.60206 -31.008 -1.24032
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu (lanjutan) Hasil uji threshold garam Panelis Konsentrasi (%) 0.02 0.04 0.08 0.1 0.2 + + + + 1
BET
Log 10
0.4 +
0.056
-1.25181
2
-
+
+
-
+
+
0.141
-0.85078
3
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
4
+
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
5
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
6
+
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
7
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
8
+
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
9
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
10
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
11
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
12
+
+
+
+
+
+
0.010
-2.00000
13
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
14
-
-
+
-
+
+
0.141
-0.85078
15
-
+
+
+
+
+
0.028
-1.55284
16
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
17
+
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
18
+
+
-
+
+
+
0.089
-1.05061
19
-
-
-
+
+
+
0.089
-1.05061
20
-
-
+
+
+
+
0.056
-1.25181
Sum
-27.1255
0.044
-1.35628
Lampiran 3. Hasil uji threshold bumbu (lanjutan) Hasil uji threshold MSG Panelis Konsentrasi (%) 0.01 0.02 0.04 0.1 0.2 + + + + 1
BET
Log 10
0.4 +
0.063
-1.20066
2
-
-
-
+
+
+
0.063
-1.20066
3
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
4
+
+
-
+
+
+
0.063
-1.20066
5
-
-
+
+
-
+
0.282
-0.54975
6
+
+
+
+
+
+
0.005
-2.30103
7
-
-
+
+
+
+
0.023
-1.63827
8
+
-
+
+
-
+
0.282
-0.54975
9
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
10
+
+
+
+
+
+
0.005
-2.30103
11
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
12
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
13
-
+
-
+
+
+
0.063
-1.20066
14
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
15
-
+
-
+
+
+
0.063
-1.20066
16
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
17
+
+
+
+
+
+
0.005
-2.30103
18
+
+
+
+
+
+
0.005
-2.30103
19
+
+
+
+
+
+
0.005
-2.30103
20
-
+
+
+
+
+
0.014
-1.85387
Sum
-33.2233
0.022
-1.66116
Lampiran 4. Lembar uji hedonik optimasi formulasi Nama Sampel
: : Perkedel
Tanggal :
Instruksi : • Cicipi sampel uji secara berurutan dari kiri ke kanan • Nyatakan skor kesukaan anda dengan memberikan skor 1-7 pada kolom penilaian untuk masing-masing atribut 1 = Sangat tidak suka 5 = Agak suka 2 = Tidak suka 6 = Suka 3 = Agak tidak suka 7 = Sangat suka 4 = Netral • Beri komentar untuk pada kolom yang tersedia • Jangan membandingkan antar sampel !! A. Kode sampel : Atribut Tekstur
Rasa
Aroma
Warna
Rasa
Aroma
Warna
Rasa
Aroma
Warna
Rasa
Aroma
Warna
Rasa
Aroma
Warna
Penilaian Komentar : B. Kode sampel : Atribut Tekstur Penilaian Komentar : C. Kode sampel : Atribut Tekstur Penilaian Komentar : D. Kode sampel : Atribut Tekstur Penilaian Komentar : E. Kode sampel : Atribut Tekstur Penilaian Komentar :
Lampiran 5. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB terhadap kesukaan panelis dalam atribut tekstur
Sumber keragaman
Model Panelis Sampel
Jumlah kuadrat
Kuadrat rata-rata 79.032 4.255
dh
2687.093a 123.393
34 29
9.293
4
2.323
Galat
189.907
116
1.637
Total
2877.000
150
F hitung 48.275
Signifikansi .000
2.599
.000
1.419
.232
Lampiran 6. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB terhadap kesukaan panelis dalam atribut rasa
Sumber keragaman
Model Panelis Sampel Galat Total
Jumlah kuadrat
F hitung
Signifikansi
2132.773a
34
Kuadrat rata-rata 62.729
44.308
.000
161.340
29
5.563
3.930
.000
5.773
4
1.443
1.019
.400
164.227 2297.000
116
1.416
dh
150
Lampiran 7. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB terhadap kesukaan panelis dalam atribut aroma
Sumber keragaman Model Panelis Sampel
Jumlah kuadrat 3178.427a 82.460
34 29
2.843
2.080
.773
4.227
4
1.057
Galat
158.573
116
1.367
Total
3337.000
150
.
F hitung
Kuadrat rata-rata 93.483
dh
68.385
Signifikansi
.000 .003 .545
Lampiran 8. Hasil sidik ragam pengaruh perbandingan CCM dan SBB terhadap kesukaan panelis dalam atribut warna
Sumber keragaman Model Panelis
Jumlah kuadrat 2861.693a
Sampel Galat Total
Duncan
F hitung
Signifikansi
dh 34
Kuadrat rata-rata 84.167
29
3.689
55.065 2.414
.000
106.993 15.493
4
3.873
2.534
.044
177.307 3039.000
116
1.529
.000
150
a,b
SAMPEL C5 C4 C3 C2 C1 Sig.
N 30 30 30 30 30
Kehomogenan 2 1 3.87 3.90 4.47 4.47 4.53 4.53 4.60 .058 .697
Lampiran 9. Hasil sidik ragam pengaruh penambahan kalsium laktat terhadap tekstur produk
Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Jumlah kuadrat
df
Kuadrat rata2
F hitung .844
24254.363
3
8084.788
114941.5 139195.9
12
9578.460
15
Signifikansi .496
Lampiran 10. Lembar uji hedonik formulasi seasoning Nama Sampel
: : Perkedel
Tanggal :
Instruksi : Uji Hedonik • • •
Cicipi sampel uji secara berurutan dari kiri ke kanan Nyatakan skor kesukaan anda dengan memberikan skor 1-7 pada kolom respon 4 = Keterangan : 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka Netral 3 = Agak tidak suka
•
Jangan membandingkan antar sampel !!
Kode sampel Respon
226
421
742
Lampiran 11. Hasil sidik ragam pengaruh formulasi seasoning terhadap kesukaan panelis dalam atribut rasa
Sumber keragaman
Model Panelis Sampel Galat Total .
Jumlah kuadrat 2101.077a
Kuadrat rata2
dh
F hitung
Signifikansi
28
75.038
50.077
.000
45.385 4.410
25
1.21 1.472
.276
2
1.815 2.205
74.923 2176.000
50
1.498
78
.239
Lampiran 12. Hasil pengamatan bobot perkedel ayam aplikasi batter dan breader aplicator, continuous deep fat fryer dan IQF Ulangan
1 2
Bobot adonan awal (g)
Setelah Battering (g)
Setelah Breading (g)
Setelah Frying
107 108 108 107
119 120 121 120
145 146 146 145
135 136 137 136
(g)
Setelah Freezing (g) 135 135 135 136
Lampiran 13. Hasil pengamatan pick-up batter, pick-up breader, cooking loss, dan freezing loss Ulangan 1 2 Rata-rata
Pick-up batter (%) 10,08 10,00 10,74 10,83 10,41
Pick-up breader (%) 17,93 17,81 17,12 17,24 17,52
Cooking loss (%) 6,90 6,84 6,16 6,21 6,53
Freezing loss (%) 0,00 0,73 1,46 0,00 0,55
Lampiran 14. Hasil analisis kimia produk terpilih Analisis Kadar air Kadar karbohidrat Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kalsium
Ulangan 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Jumlah (%) 45,41 42,54 15,67 15,94 26,29 28,80 10,58 10,79 2,05 1,94 823,11 mg/kg 804,44 mg/kg
Rata-rata (%) 43,97 15,81 27,54 10,68 2,00 813,78 mg/kg
Lampiran 15. Perhitungan biaya produksi perkedel ayam tanpa CCM Komposisi Bahan Raw material
Bahan pendukung dan seasoning Batter ( Pick up : 10.41% ) Breader ( Pick up : 17.52 %) Minyak goreng (14.75% dari Finish good) Nitrogen Cair (0.6m3/kg RM) Total Biaya Bahan Baku Langsung
SBB segar Kentang segar Emulsi minyak Pati kentang Phosphat Bumbu Ca-laktat
Jumlah Harga (kg) (Rp/kg) 70 22.727,20 56,34 5.950 70
Harga (Rp) 1.590.904 335.223
5.500
385.000
20 4.416 0.6 11.960 6.74 13.568,84 1.6 44.160 24.28 1.231,50
88.320 7.176 91.454 70656 29.900,82
49.54 6.800
336.872
4.400
170.632
1.200
144.000
38.78 120
3.250.137,82
Biaya Bahan Baku Langsung per kg = Rp. 3.250.137,82 / 262.89 = Rp. 12.363,11 Biaya Produksi per kg = Rp 12.363,11 + FOH = Rp. 12.363,11 + Rp. 3.896 = Rp. 16.259,11 Penurunan biaya (%) = (16.259,11-14.884,17) x 100 % 16.259,11 = 8,46%