PEMODELAN LUAS PANEN PADI DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN INDIKATOR EL NINO SOUTHERN OSCILLATION MELALUI PENDEKATAN ROBUST BOOTSTRAP LEAST TRIMMED SQUARE Bin Hariyati dan Sutikno Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak- Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian telah mengembangkan model produksi padi dan menerbitkan Angka Ramalan (ARAM). Namun dalam proses penyusunan model tersebut belum mempertimbangkan faktor iklim. Penelitian ini membahas pemodelan luas panen padi dengan menggunakan indikator El Nino Southern Osscilation yaitu Sea Surface Temperature. Metode yang digunakan adalah robust bootstrap least trimmed square karena diharapkan mampu menangani permasalahan outlier dan data kecil. Penelitian ini dilakukan di daerah lumbung padi di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Lamongan sebagai studi kasus. Tahap awal pemodelan dilakukan dengan metode regresi kuadrat terkecil, namun model yang dihasilkan banyak parameter yang tidak signifikan dan beberapa asumsi model terlanggar. Pemodelan dengan menggunakan metode robust bootstrap least trimmed square menghasilkan koefisien determinasi yang lebih baik daripada metode kuadrat terkecil.. Peramalan luas panen padi menunjukkan ketepatan prediksi untuk periode 1 adalah sebesar 95,32%, periode 2 sebesar 66,71%, dan periode 3 sebesar 36,82%. Sementara peramalan produksi padi menghasilkan ketepatan prediksi untuk periode 1 adalah sebesar 86,96%, periode 2 sebesar 70,49%, dan periode 3 sebesar 42,88%. Kata kunci- luas panen padi, outlier, robust bootstrap least trimmed square, sea surface temperature
I.
P
PENDAHULUAN
adi merupakan salah satu komoditas pangan utama karena makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi (beras). Ketersediaan komoditas padi sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional [1]. Pemerintah terus berupaya melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertaninan untuk meningkatkan produksi padi, seperti perluasan lahan, penerapan teknologi budidaya, hingga eksplorasi potensi genetik jenis padi [1]. Selain upaya strategis tersebut, dibutuhkan juga upaya lain yang lebih bersifat taktis untuk pemenuhan kebutuhan padi. Upaya taktis ini dilakukan melalui pengembangan model produksi padi sebagai langkah antisipasi kemungkinan buruk. Informasi yang dihimpun dari model luas panen padi dapat menjadi dasar kebijakan tentang komoditi pangan Indonesia. Pemodelan produksi padi setiap tahun telah dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian. Namun metode yang diterapkan belum mempertimbangkan faktor iklim dalam pemodelannya. Dalam kenyataan seharihari, faktor iklim sangat berpengaruh terhadap luas panen dan produksi padi. Luas panen dan produksi padi rentan keragaman iklim terutama kejadian ekstrim: El-Nino dan La-Nina yang merupakan gejala perubahan iklim [2]. Berdasarkan artikel [3], fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang,
El Nino bahkan pernah menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Sedangkan fenomena La Nina menimbulkan curah hujan berlebihan di berbagai kawasan khatulistiwa, termasuk Indonesia. Pada saat terjadi El-Nino produksi padi pada tahun 1991, 1994, dan 1997 mengalami penurunan yang cukup dratis. Demikian juga pada tahun La-Nina (1995) terjadi penurunan produksi padi [2]. Oleh sebab itu pemodelan produksi dengan indikator ENSO (El Niño Southern Oscillation) menjadi sangat strategis untuk diteliti dalam mendukung program peningkatan ketahanan pangan. BPS dan Departemen Pertanian melakukan pendataan dan perhitungan ramalan hasil produksi padi menggunakan analisis regresi dan kecenderungan linier [7]. Istilah yang kemudian sering dipakai untuk menggambaran besaran ramalan produksi padi adalah ARAM. ARAM tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini disebabkan karena masa penanaman padi hingga panen membutuhkan waktu 3-4 bulan [8], [9]. Beberapa peneliti telah mengembangkan beberapa model terkait produksi padi dengan melibatkan indikator iklim. Penelitian produksi padi dengan indikator curah hujan [10] menunjukkan pendekatan metode regresi robust lebih baik dalam meramalkan produksi padi daripada ordinary least square (OLS). Selain itu Misbahul [11] juga pernah meneliti produksi padi dengan metode lebih mutakhir yaitu fast and robust bootstrap for least trimmed square. Pada penelitian lain [2] digunakan Sea Surface Temperature (SST) Nino 3.4 sebagai indikator iklim. Data SST lebih memadai tersedia untuk berbagai kawasan. Namun penelitian ini masih memiliki keterbatasan pada metode yang digunakan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lamongan karena merupakan daerah penghasil padi terbanyak di Jawa Timur. Dari segi topografi, kabupaten ini merupakan dataran rendah yang relatif subur untuk tanaman padi dan tanaman pangan lainnya. Fakta ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai pemodelan padi dengan melibatkan perubahan iklim di Kabupaten Lamongan. Berdasarkan uraian tersebut, muncul gagasan untuk membuat model baru luas panen padi yang melibatkan indikator SST Nino 3.4. Peristiwa El Nino dan La Nina mengindikasikan adanya pengamatan outlier. Oleh karena itu dibutuhkan model yang handal terhadap kejadian ekstrim. Hal ini menjadi latar belakang penggunaan metode robust bootstrap for least trimmed square. Dengan metode tersebut diharapkan dapat memodelkan produksi padi dengan estimasi parameter yang robust terhadap outlier akibat kejadian ekstrim. Pada akhirnya model ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi ARAM BPS dan Departemen Pertanian. 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Regresi Robust Regresi robust diperkenalkan Andrews (1972) sebagai alat penting untuk menganalisis data yang dipengaruhi oleh outlier sehingga dihasilkan model robust atau resistance terhadap outlier [4]. Prosedur robust ditujukan untuk mengakomodasi adanya keanehan data, sekaligus meniadakan identifikasi adanya data outlier dan juga bersifat otomatis menanggulangi data outlier [5]. Least Trimmed Square (LTS) merupakan suatu metode pendugaan parameter regresi robust untuk meminimumkan jumlah kuadrat sebanyak h residual (fungsi objektif). h
e i 1
dengan
i :n
(k
2) / 2
(2)
dan e (2i ) adalah kuadrat residual yang diurutkan dari terkecil ke terbesar 2 2 2 2 e (1 ) < e (22 ) < e (23 ) < …. < e ( i ) < … < e ( h ) < … < e ( n ) sedangkan n adalah banyaknya pengamatan, dan k adalah parameter regresi. LTS meminimumkan trimmed sum square of residuals, sehingga membiarkan beberapa pengamatan berpotensial berpengaruh (outlier) yang bersifat memiliki residual besar. Apabila outlier tersebut tidak terlalu berpengaruh pada model maka digunakan least square. LTS lebih efisien daripada M-estimation karena memiliki fungsi objektif yang lebih halus sehingga kurang sensitif terhadap efek tertentu dan breakdown point –nya besar [6]. Algoritma LTS menurut Rousseeauw dan Van Driessen (1999) dalam [6] adalah FAST-LTS. Ide dasar dari FASTLTS adalah algoritma untuk membentuk sejumlah h subset data, mengaplikasikan C-steps hingga fungsi objektif kecil dan konvergen. Pembentukan estimasi parameter dilakukan hingga Final Weighted Least Square dengan fungsi: 0 , e i /s LTS
wi
r
1 , lainn ya
(3)
diketahui r = 3 dan s LTS
d h ,n
1
c h ,n
1
n
h
i 1
2
e(i)
(4)
1
d h ,n
2n
(1 / c h , n )
hc h , n
(5)
1 1
(( h
2
ii. Menentukan e i melalui OLS (b0) 2
iii. Menghitung h0 pengamatan dengan e i terkecil iv. Menghitung v.
n ) / 2 n ))
(6) adalah fungsi kumulatif n adalah banyak pengamatan, normal standart, dan adalah fungsi density normal standart. B. Robust Bootstrap LTS Konsep metode Robust Bootstrap LTS adalah mengestimasi distribusi sampel LTS dengan menggunakan bootstrap yaitu sampling dengan pengembalian sebanyak n dari data asli, dilakukan berulang kali sebanyak B. Setiap
h0
2
ei i 1
Melakukan estimasi parameter pengamatan melalui OLS.
bnew
dari
h0
2
vi. Menentukan e i yang sesuai dengan OLS (bnew) 2
vii. Menghitung hnew pengamatan dengan e i terkecil. viii. Menghitung
n/2
h
(1)
2
sampel bootstrap dihitung menggunakan LTS estimation. Algoritma pembentukan model LTS adalah FAST LTS yang dilanjutkan Final Weighted Least Square (FWLS): i. Menghitung estimasi parameter bo melalui OLS.
h new
2
ei i 1
ix. Melakukan C-steps yaitu tahap iv sampai vii untuk mendapatkan fungsi objektif kecil dan konvergen. x. Mengestimasi parameter dengan Weighted Least Square sesuai fungsi pembobot (persamaan 3) Pada langkah selanjutnya digabungkan sampel bootstrap untuk mendapatkan estimasi rata-rata parameternya [6]. III.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian dan The National Oceanic and Atmospheric Administration (http://noaasis.noaa.gov/NOAASIS/). Data tersebut terdiri atas 20 pengamatan, dengan periode tahun 1990-2009. Model luas panen (LP) yang disusun terdisi atas tiga model sesuai dengan subround yang disusun oleh BPS, yaitu: Model Periode 1 (Subround 1): LP1 = f(SSTJan, SSTFeb, SSTMrt, SSTApr) + ε Model Periode 2 (Subround 2): LP2 = f(SSTMei, SSTJun, SSTJul, SSTAgst) + ε Model Periode 3 (Subround 3): LP3 = f(SSTSept, SSTOkt, SSTNov, SSTDes) + ε Produksi padi per periode merupakan perkalian antara LP per periode dan produktifitas per periode. Produksi per tahun merupakan penjumlahan produksi per periode. Penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan software SAS (V9.00) dan Minitab 15. Tahapan analisis secara umum dibagi menjadi tiga. Tahap pertama identifikasi hubungan kedua variabel, tahap kedua penyusunan model, dan tahap terakhir adalah validasi dan peramalan satu periode. IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Luas Panen Padi di Kabupaten Lamongan Luas panen padi di Kabupaten Lamongan memiliki tren naik sejak tahun 1990-2010 (Gambar 1). Luas panen padi pada periode 1 lebih tinggi daripada periode 2 dan 3.
2
LP3
60000 40000 20000 0
Gambar 1 Plot Data Luas Panen Padi di Kabupaten Lamongan. Tabel 1. Nilai Pemusatan dan Penyebaran Data Luas Panen Padi (Ha)
Periode
Mean
1 2 3
61.361,10 38.584,33 11.867,10
Std. Deviasi 3.826,64 8.134,39 4.580,21
Min
Maks
53.981 25.825 6.252
68.125 55.465 24.786
Selama periode 1 (Januari-April) di Indonesia adalah musim hujan, sehingga lahan ladang dimanfaatkan untuk menanam padi. Oleh karena itu pada periode 1, rata-rata luas panen padi lebih besar daripada periode lain seperti disajikan pada Tabel 2. Di sisi lain luas panen periode 3 paling sedikit daripada periode lain, hal ini dikarenakan pada rentang bulan September-Desember panen padi hanya dihasilkan dari sawah yang mempunyai teknologi irigasi yang baik dan tidak bergantung pada air hujan. B. Deskripsi SST Nino 3.4 Perubahan iklim di Samudera Pasifik dicirikan oleh anomali suhu dan tekanan permukaan laut serta distribusi curah hujan. Perubahan suhu permukaan laut setiap bulan dapat dilihat pada Gambar 2.
Data SST Januari dan Desember mempunyai nilai simpangan baku lebih besar daripada bulan-bulan lainnya, artinya pada bulan-bulan tersebut suhu permukaan laut cenderung fluktuatif dan berubah-ubah dari tahun ke tahun. Rata-rata suhu permukaan laut di tahun 1990-2010 adalah 27,07 ºC maka dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat kasus anomali rataan SST yang lebih dari 0,5 ºC yaitu pada bulan Januari, April, Mei, Juni, dan Desember. Fenomena ini menggambar-kan keadaan yang berbeda dengan pola musim penghujan dan kemarau di Indonesia. Oleh sebab itu faktor iklim menjadi hal penting untuk diperhatikan dalam pertanian. C. Pola Hubungan Luas Panen Padi dan SST Nino 3.4 Identifikasi pola hubungan luas panen padi dan SST Nino 3.4 dapat dilihat dari scatter plot yang menunjukkan tidak ada pola linier, melainkan tersebar acak (lihat Gambar 3). Beberapa titik pengamatan mengindikasikan adanya outlier, karena terletak cukup jauh dari kumpulan titik pengamatan lainnya. LP1 vs SSTJan
LP1 vs SSTFeb
LP 1 * S S T 1
LP 1 * S S T 4
55000 6 8 LP2 2vs SST2Mei
24
7 LP2 vs 2SST Juni
25
LP 2 * S S T 5
.6 2 8 .8 2 7 LP2 vs2 7SST LP2 vs2 8SSTAgst2 9 Juli
29
2 6 .4
LP 2 * S S T 6
LP 2 * S S T 7
LP 2 * S S T 8
50000 40000 30000 8 27 28 2 6 .5 vs .5 28.5 LP3 vs2SST Sept2 9 LP 3 vs SST Okt 2 9 LP 3 2 7 SST Nov
27
LP 3 * S S T 9
20000
LP 3 * S S T 1 0
25
LP3 vs2 7SSTDes 2 9
LP 3 * S S T 1 1
LP 3 * S S T 1 2
15000 10000
26.0
2 7 .5
292 .05
27
29 25
27
29
25
27
29
S e a S ur fa c e Te mp e r a t u r e
Gambar 3 Scatter Plot Data Luas Panen Padi dan SST Nino 3.4.
27.5 27 26.5 26 25.5
Gambar 2 Rataan Data Sea Surface Temperature Per Bulan
Rataan SST bulan Maret hingga April terus meningkat sampai bulan Mei dengan rataan suhu permukaan laut tertinggi. Pada periode akhir tahun, suhu permukaan laut akan menurun pada titik rata-rata SST. Tabel 2. Nilai Pemusatan dan Penyebaran Data SST Nino 3.4 Std. Bulan Mean Min Maks Deviasi 26,58 1,20 24,65 29,10 Januari 26,73 1,02 24,83 28,86 Februari 27,25 0,76 26,07 28,83 Maret 27,84 0,57 26,83 29,14 April 27,92 0,55 26,97 28,99 Mei 27,69 0,59 26,60 28,94 Juni 27,28 0,68 25,94 28,92 Juli 26,85 0,80 25,49 28,84 Agustus 26,69 0,86 25,07 28,93 September 26,72 1,05 25,01 29,23 Oktober 26,71 1,20 25,06 29,32 November 26,61 1,31 24,79 29,26 Desember
Besar hubungan luas panen padi dan SST Nino 3.4 juga dapat diukur secara statistik dengan korelasi Pearson yang menunjukkan hubungan lemah dan tidak signifikan pada α sebesar 5%. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh outlier. Oleh sebab itu perlu dilakukan pendeteksian outlier terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih lanjut. D. Deteksi Pengamatan Outlier Pemeriksaan data outlier secara visual dapat diamati dari box plot, sedangkan untuk pengamatan secara statsitik dapat dilakukan dengan pengujian DFFITS. 7 00 00 62194.5
6 00 00
5 00 00 Lu a s Pa ne n Pa d i
SST (oC)
LP1 vs SSTApr
LP 1 * S S T 3
60000
28.5 28
LP1 vs SSTMrt
LP 1 * S S T 2
65000
Lua s Pa ne n Pa d i
LP2
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Luas Panen Padi (Ha)
LP1
80000
4 00 00 36716
3 00 00
2 00 00
1 00 00
10416.5
0 LP1
LP2
LP3
Gambar 4 Box Plot Data Luas Panen Padi
Pengamatan outlier tidak tampak pada data luas panen padi dari Gambar 4. Periode 2 memiliki range data yang 3
cukup lebar dibandingkan periode 1 dan periode 3. Pengamatan secara visual harus dibandingkan dengan nilai statistik DFFITS agar lebih pasti dalam menyimpulkan keberadaan outlier. Tabel 3 menunjukkan pengamatanpengamatan yang dianggap sebagai outlier di masingmasing periode karena nilai |DFFITSi| > 1 [3].
Tabel 5. Estimasi Parameter Model dengan Menggunakan OLS
Periode
1
Tabel 3. Nilai DFFITS Dari Titik Pengamatan Outlier Per Periode
Periode 1 2 3
Titik Pengamatan 9 14 19 9 18 8 16 17 18
DFFITS 1,174057 -1,327420 2,284696 1,203696 1,347443 -1,279380 1,248023 1,001234 1,062274
Pada periode 1 terdapat 3 pengamatan outlier, periode 2 terdapat 2 pengamatan outlier dan periode 3 terdapat 4 pengamatan outlier. Dari ketiga periode, data outlier terletak pada titik pengamatan yang sama yaitu di antara titik pengamatan ke-8 dan ke-9. Hal tersebut menjelaskan bahwa terjadi perubahan luas panen yang cukup ekstrim hingga dianggap outlier pada tahun 1997-1998 dan tahun 2006-2008. Kejadian El Nino dan La Nina pada tahuntahun tersebut menjadi penyebab terjadinya outlier pada luas panen padi. E. Pemodelan Regresi OLS dan Pengujian Asumsi Residual Analisis pemodelan diawali dengan menggunakan metode regresi kuadrat terkecil. Selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi model secara serentak maupun parsial dan pengujian asumsi residual. Hasil pengujian signifikasi model OLS secara serentak terdapat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Nilai FHitung Model dengan Menggunakan OLS
Periode 1 2 3
FHitung 2,34 0,83 0,12
P-value 0,103 0,526 0,952
Tabel 4 menunjukkan bahwa ketiga persamaan model luas panen padi untuk periode I, II dan II tidak signifikan secara serentak karena pada taraf nyata α = 10%, karena statistik uji Fhitung < F0,05(19;15) = 1,9626. Pengujian parameter dilanjutkan secara individu di tiap model. Pengujian signifikansi secara parsial menunjukkan bahwa parameter model regresi di tiap periode tidak nyata, karena tidak signifikan pada α = 10%. Walaupun ada satu parameter untuk variabel SST 1 pada pemodelan LP1 yang signifikan karena statistik uji |thitung| lebih besar dari t0,05(15) = 1,753, namun secara umum model dinyatakan kurang baik untuk menggambarkan hubungan LP dan SST karena mayoritas parameter tidak nyata.
2
3
Parameter β0 β1 β2 β3 β4 β0 β1 β2 β3 β4 β0 β1 β2 β3 β4
Estimasi -16.928 -6.705 580 8.491 354 114.954 - 6.404 287 2.218 1.237 34.888 - 241 - 1.117 - 159 637
thitung -0,31 -2,03 0,10 1,25 0,09 1,13 -1,25 0,03 0,17 0,15 0,80 -0,04 -0,17 -0,02 0,14
P-value 0,760 0,060 0,919 0,230 0,932 0,277 0,230 0,980 0,864 0,880 0,436 0,967 0,865 0,983 0,889
Selain model yang tidak signifkan, koefisien determinasi R2 yang dihasilkan oleh masing-masing model juga tidak besar, yaitu R2 LP1 = 38,4% ; R2 LP2 = 18,1% ; R2 LP3 = 4,2%. Nilai R2 yang kecil tersebut menjelaskan bahwa keragaman yang dapat dijelaskan oleh model kecil. Hasil pemodelan kurang baik diduga karena adanya pengaruh outlier di beberapa data. Langkah terakhir pada tahap pemodelan regresi OLS adalah pengujian asumsi residual Independen, Identik dan berdistribusi Normal atau biasa disingkat IIDN (0, σ2). Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian menunjukkan residual dari model LP untuk masing-masing periode telah memenuhi syarat berdistribusi Normal karena P-value lebih besar daripada alfa 5% (0,994; 0,975; 0,657). Pengujian asumsi dilanjutkan pada Uji Glejser yang merupakan metode untuk menguji heterokedastisitas. Hasil pengujian menunjukkan tidak ada variabel bebas yang signifikan berpengaruh pada nilai absolut residual, kecuali variabel bebas SST4 pada model periode 1. Hal ini menunjukkan bahwa model periode 2 dan periode 3 mempunyai residual yang homogen pada taraf nyata α = 10%. Sedangkan satu variabel pada model periode 1 yang menyebabkan residual tidak heterogen selanjutnya akan diatasi dengan metode Robust Bootstrap LTS karena di dalam pemodelan metode tersebut digunakan Weighted Least Square. Selanjutnya pengujian asumsi residual independen dapat dilihati dari nilai statistik Durbin Watson. Model ketiga periode berada di antara nilai dl = 0,60 dan du=1,74, sehingga kesimpulannya tidak ada autokorelasi antar pengamatan.. Selain menguji autokorelasi untuk menyatakan independensi residual, juga diuji multikolinearitas data. Multikolinearitas terjadi karena terdapat korelasi tinggi antar variabel independen. Pengujian dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflated Factor (VIF) pada tiap model. Nilai VIF lebih dari10, maka bisa dikatakan data mengandung kasus multikolinearitas [12]. Penelitian ini menunjukkan ada kasus multikolinearitas karena keseluruhan nilai VIF lebih dari 10. Oleh sebab itu dicoba menggunakan metode Principal Component untuk mengatasi permasalahan tersebut. 4
F.
Pemodelan Regresi Robust Bootstrap LTS Jumlah sampel bootstrap yang biasa digunakan adalah sebanyak 50 kali [13]. Hasil estimasi parameter model regresi Robust Bootstrap LTS diperoleh dari rata-rata estimasi parameter tiap replikasi. Hasil parameter dengan menggunakan metode ini menunjukkan beberapa di antara parameter telah signifikan pada α = 10% untuk tiap sampel karena nilai χ2hitung lebih besar dari χ20,1(19) = 8,9083, walaupun masih tetap ada parameter di beberapa replikasi yang tidak signifikan. Tabel 6. Estimasi Parameter Model Robust Bootstrap LTS
Periode 1
2
3
Parameter β0 β1 β2 β3 β4 β0 β1 β2 β3 β4 β0 β1 β2 β3 β4
Rata-rata Estimasi -33.327 -5.090 861 2.138 5.323 156.115 -11.453 2.081 -221 5.539 -11.964 4.462 3.324 -8.171 1.183
Selain menghasilkan estimasi parameter, tiap replikasi juga menghasilkan nilai R2. Rataan koefisien determinasi untuk periode 1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut 80,88%, 68,77%, dan 71,23% Dengan memperhatikan koefisien determinasi yang dihasilkan oleh metode regresi Robust Bootstrap LTS maka dapat disimpulkan metode tersebut memiliki kinerja yang lebih baik daripada regresi OLS. Nilai R2 untuk model periode 1 lebih baik dibandingkan koefisien determinasi model di periode lain. Hal tersebut mengindikasikan bahwa variabel SST lebih kuat mempengaruhi variabel LP pada masa periode 1. Kesimpulan ini didukung oleh fenomena alam dimana pada periode 1 tanaman padi banyak ditanam di lahan ladang yang pengairannya bergantung air hujan.
G. Peramalan Luas Panen dan Produksi Padi Dengan melihat keterhandalan model robust bootstrap LTS maka dapat dilakukan peramalan luas panen dan produksi padi menggunakan model tersebut. Validasi model menggunakan satu pengamatan bebas yaitu data tahun tahun 2010. Model yang digunakan merupakan hasil pemodelan luas panen padi dan Sea Surface Temperature selama tahun 1990-2009. Untuk meramalkan luas panen padi tiap periode tahun 2010, diperlukan informasi data SST pada tahun tersebut. Nilai SST dimasukkan ke dalam model, sehingga dari persamaan model didapatkan hasil ramalan luas panen padi berikut ini. Tabel 7. Ramalan Luas Panen Padi (Ha) Tahun 2010
Periode 1 2 3
Aktual 63.579 52.202 25.002
Ramalan 60.601 34.822 9.207
Prosentase Ketepatan 95,32% 66,71% 36,82%
Gambar 5 dan Tabel 7 menunjukkan perbandingan luas panen padi di Kabupaten Lamongan tahun 2010 secara aktual dan luas panen padi hasil ramalan model robust bootstrap LTS. Hasil ramalan model periode 1 mendekati nilai aktual luas panen, sedangkan untuk hasil model periode 2 dan 3 kurang baik dalam meramalkan nilai luas panen padi karena jauh dari nilai aktualnya. 80000 Luas Panen Padi (Ha)
Hasil penyelesaian dengan Principal Component (PC) menghasilkan variabel independen baru untuk setiap periode. Periode 1 menggunakan variabel independen PC1 untuk menggambarkan 94,7% data asli (SST 1, SST2, SST3, dan SST4) , periode II menggunakan variabel independen PC1 dan PC2 untuk menggambarkan 97,2% data asli (SST5, SST6, SST7, dan SST8), periode III menggunakan variabel independen PC1 untuk menggambarkan 97,4% data asli (SST9, SST10, SST11, dan SST12). Pemodelan regresi OLS dilanjutkan kembali dengan menggunakan variabel independen yang baru untuk setiap periode. Hasil dari pemodelan regresi tersebut tidak memuaskan karena nilai R2 semakin kecil untuk periode 1 sebesat 3,3%, perode 2 sebesar 18,8%, dan periode 3 sebesar 3,6%. Selain nilai R2 yang kurang baik, parameter PC juga tidak nyata pada α = 10%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa transformasi Principal Component tidak dapat digunakan untuk mengatasi kasus multikolinearitas ini karena karakteristik data berubah sehingga justru merusak model regresi.
Aktual
Ramalan
60000 40000 20000 0 Periode 1
Periode 2
Periode 3
Gambar 5 Diagram Batang Ramalan dan Aktual Data Luas Panen Padi Kabupaten Lamongan Tahun 2010
Selain luas panen padi, diramalkan juga nilai produksi padi menggunakan model luas panen padi dan rataan produktivitas. Nilai produksi padi diperoleh dari perkalian nilai luas panen padi dengan nilai produktivitas padi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa luas panen padi dan produktivitas padi merupakan resultan dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi (pupuk, irigasi, benih unggul, dan lain-lain). Dalam peramalan produksi padi, nilai produktivitas yang digunakan adalah rataan produktivitas 5 tahun terakhir. Hal ini didasarkan pada karakteristik prduktivitas yang lebih konstan. Berdasarkan informasi produktivitas padi dan luas panen padi, maka berikut ini adalah hasil ramalan produksi padi Kabupaten Lamongan tahun 2010 beserta nilai aktualnya. Tabel 8. Ramalan Produksi Padi (Ton) Tahun 2010
Periode 1 2 3
Aktual 424.078 291.394 118.797
Ramalan 368.770 205.414 50.935
Prosentase Ketepatan 86,96% 70,49% 42,88%
Ketepatan prediksi produksi padi untuk periode 1 dan periode 2 cukup baik dengan nilai prosentase di atas 70%. 5
Perbedaan hasil ramalan dari nilai aktual produksi padi Kabupaten Lamongan tahun 2010 dapat dilihat pada diagram batang Gambar 6 berikut ini. Produksi Padi (Ton)
500000
Aktual Ramalan
400000 300000 200000 100000 0 Periode 1
Periode 2
Periode 3
Gambar 6 Diagram Batang Ramalan dan Aktual Data Produksi Padi Kabupaten Lamongan Tahun 2010
Model untuk periode 1 dan 2 yang didapatkan dengan robust bootstrap LTS memiliki kinerja yang baik. Model periode 1 memberikan hasil memuaskan untuk meramal luas panen padi dan produksi padi selama satu tahun ke depan. Model periode 2 menghasilkan ramalan yang cukup baik untuk produksi padi. Sedangkan model periode 3 menunjukkan hasil yang tidak cukup baik. Sebagai catatan penting, model yang dihasilkan ini hanya mampu memprediksi baik untuk jangka waktu pendek. Peramalan jangka panjang memerlukan data dan model terbaru. Ketepatan hasil ramalan yang lebih baik akan memberikan rekomendasi yang semakin tepat dalam pengambilan kebijakan terkait program ketahanan pangan di Indonesia. V.
1 dan periode 2 cukup baik, sedangkan periode 3 kurang baik hasilnya. Penelitian berikutnya dapat difokuskan pada pemilihan metode untuk memodelkan hubungan iklim dan luas panen padi. Model dikatakan lebih baik ketika mampu memprediksi luas panen padi yang mendekati kenyataan sehingga dapat lebih dipercaya dalam menentukan ARAM oleh BPS dan Departemen Pertanian. Model tersebut merupakan model parsimoni yang lebih bersifat sustainable sehingga dapat digunakan untuk meramalkan produksi padi dalam jangka waktu yang lebih lama.
KESIMPULAN DAN SARAN
Permasalahan outlier dan data kecil dalam kasus pemodelan luas panen padi dapat diatasi dengan metode robust bootstrap LTS. Metode ini mampu menghasilkan model yang memiliki koefisien determinasi lebih baik daripada metode regresi OLS. Peramalan luas panen padi menunjukkan ketepatan prediksi untuk periode 1 yang baik. Selain itu dilakukan peramalan produksi padi dengan cara mengalikan nilai luas panen dan nilai produktivitas padi. Hasil ketepatan prediksi produksi padi untuk periode
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
[12] [13]
Hutapea. Ketahanan Pangan Dan Teknologi Produktivitas Menuju Kemandirian Pertanian Indonesia. (2008). Available: http://www.ebookpp.com/ma/makalah-teknologi-pertanian-padidoc.html Naylor, R., Falcon, W., Wada, N., dan Rochberg, D. Using El NinoSouthern Oscillation Climate Data to Improve Food Policy Planning in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 38, No. 1. (2002). 75-91. Maulana. Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia. (2010). Available: http://ojanmaul.wordpress.com/2010/01/01/dampak-elnino-dan-la-nina-terhadap-indonesia/. Ryan, T., P. Modern Regression Methods. New York: A WileyInterscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. (1997) Aunuddin. Analisis Data. Bogor: IPB Press. (1989) Willems, G. dan Aelst, S.V. “Fast and Robust Bootstrap for LTS”. Computational Statistics Data Analysis, No. 48. (2005) 703-715. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Buku Pedoman Pengumpulan Data Tanaman Pangan. Jakarta: BPS Deptan. (2007) Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik Produksi Padi. Jakarta: BPS (2005-2009) Badan Pusat Statistik. Produksi Padi Palawija Propinsi Jawa Timur. Jakarta: BPS (2005-2010) Sutikno. Statistical Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi. Disertasi Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. (2008) Mishbahul. Prediksi Produksi Padi Menggunakan Weighted Rainfall Index dengan Pendekatan Fast and Robust Bootstrap for Least Trimmed Square (Studi Kasus di Kabupaten Gunungkidul). Thesis Program Magister. Surabaya: ITS Surabaya. (2010) Gujarati, N. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. (2003) Buhlmann, P. & Bin Yu. Analyzing Bagging. The Annals of Statistics, Vol. 30, No. 4. (2002) 927-961.
6