PEMODELAN KEJADIAN KEMATIAN BAYI DI INDONESIA MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK TERBOBOTI
RAY SASTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Kejadian Kematian Bayi di Indonesia Menggunakan Regresi Logistik Terboboti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2015 Ray Sastri G152130364
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN
RAY SASTRI. Pemodelan Kejadian Kematian Bayi di Indonesia Menggunakan Regresi Logistik Terboboti. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO dan INDAHWATI. Kejadian kematian bayi bersifat multidimensi karena berkaitan dengan banyak hal; karakteristik bayi, ibu, tempat tinggal, kebijakan pemerintah dan juga kondisi geografis wilayah. Mengacu pada kebutuhan pemerintah akan informasi pada level kabupaten/kota, maka unit analisis dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota dimana datanya didapatkan dengan cara menggabungkan data individu yang bersifat kategorik biner pada setiap kabupaten/kota. Proses penggabungan data ini menimbulkan masalah statistik. Selain itu, adanya variasi antar wilayah, dan rumitnya matriks pembobot spasial membuat pemodelan data kejadian kematian bayi perlu menggunakan cara-cara yang khusus. Regresi logistik adalah regresi untuk memodelkan peubah respon biner. Ketergantungan spasial dapat dimasukkan sebagai salah satu peubah penjelas dalam model. Regresi logistik untuk data dikelompokkan melanggar asumsi homoskedastisitas. Untuk mengatasi pelanggaran ini, pemodelan akan menerapkan metode kuadrat terkecil terboboti. Penelitian ini menggunakan data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012 (SDKI 2012) dari Badan Pusat Statistik (BPS), dan data fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) pada tahun 2011 per kabupaten/kota dari Kementerian Kesehatan. Peubah respon adalah proporsi bayi yang meninggal di setiap kabupaten/kota. Model yang terbentuk fit dengan data dengan R kuadrat 54.80. Berdasarkan model tersebut dapat disimpulkan bahwa peubah yang signifikan mempengaruhi kematian bayi adalah persentase anak dengan urutan kelahiran ke4 atau lebih, persentase anak yang lahir pada saat ibu berusia dibawah dua puluh tahun dan di atas empat puluh tahun, rasio fasilitas kesehatan per 1000 penduduk, dan peluang kematian bayi di kabupaten/kota terdekat. Peluang kematian bayi terendah terdapat di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yaitu sebesar 0.68 persen dan peluang kematian bayi tertinggi terdapat di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, yaitu sebesar 14.79 persen. Model kemudian digunakan untuk membuat peta tematik peluang kematian bayi di Indonesia. Kata kunci: kematian bayi, ketergantungan spasial, regresi terboboti, SDKI
SUMMARY
RAY SASTRI. Modelling The Infant Mortality Data in Indonesia Using Weigthed Logistics Regression. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and INDAHWATI. Infant mortality is multidimensional problem because it related to several determinants, such as the infant’s characteristics, maternal and fertility factors, housing condition, government policies and also geographical area. Information on the district level was very important for goverment policies, so that the unit of analysis in this study was district. The district data was obtained by aggregating the binary categorical individual data for every district. The aggregation process has raised a statistical problem. Logistic regression is a regression for modelling the binary response variable. Spatial dependence can be included as one of the explanatory variables in the model. Logistic regression for grouped data is in violation of the assumption of homoscedasticity. To overcome this violation, we apply a weighted least squares method. This study uses data from Indonesia Demographic and Health Survey Year 2012 (IDHS 2012) from the Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik/BPS), and data wellness facilities, health workers, Health Operational Assistance (BOK) in 2011 per district / city from the Ministry of Health. The response variable was the proportion of infants who died in each district. The weighted model fit the data well with R square 54,80 percent. The significant variables which affected infant mortality are the percentage of children with birth order four or more, the ratio of health facilities per 1000 population, and the infant mortality in neighbor district. The lowest probability estimation of infant mortality is in Sukoharjo, Central Java, 0.68 percent and the highest is in Paser Regency, East Kalimantan, 14.79 percent. The model then used to make a thematic map of probability estimation of infant mortality in Indonesia. Keywords: infant mortality, spatial dependence, weighted regression, IDHS
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PEMODELAN KEJADIAN KEMATIAN BAYI DI INDONESIA MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK TERBOBOTI
RAY SASTRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Anang Kurnia, MSi
Judul Tesis Nama NIM
: Pemodelan Kejadian Kematian Bayi di Indonesia Menggunakan Regresi Logistik Terboboti : Ray Sastri : G152130364 Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, MS Ketua
Dr Ir Indahwati, MSi Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Indahwati, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 30 Oktober 2015
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kematian bayi, dengan judul Pemodelan Kematian Bayi di Indonesia Menggunakan Regresi Logistik Terboboti. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Khairil Anwar Notodiputo, MS dan Ibu Dr Indahwati, MSi sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr Erni Tri Astuti, MMat dari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik yang telah memberi semangat dalam proses penulisan dan Bapak Parwoto, MStat dari Subdit Demografi Badan Pusat Statistik, yang telah membantu dalam pengumpulan data dan informasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anak-anak, dan seluruh keluarga besar atas dukungan yang tiada tara kepada penulis selama menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2015
Ray Sastri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
vi vi vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Keluaran yang Diharapkan
1 1 2 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Indeks Kesejahteraan Bantuan Operasional Kesehatan Model Regresi Logistik Model Regresi Logistik dengan Peubah Spasial Pendugaan Parameter Pemilihan Model Terbaik Regresi Bertatar Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas dan Model Tegresi Terboboti
4 4 5 5 5 6 7 8 8 9 9
3 METODE PENELITIAN Data Peubah Model Tahapan Penelitian
12 12 12 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian Kematian Bayi di Indonesia Deskripsi Peubah Penjelas Korelasi Antar Peubah Regresi Bertatar dan Regresi Himpunan Bagian Terbaik Masalah Keheterogenan Ragam Diskusi Hasil Pemodelan Pemanfaatan Model
15 15 15 17 18 18 20 22
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
24 24 24
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
25 27 32
DAFTAR TABEL 1 Peubah yang digunakan dalam pemodelan kematian bayi di Indonesia 2 Kandidat model terbaik dari regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik 3 Karakteristik kelompok yang disusun dalam model regresi terboboti
13 19 20
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan Angka Kematian Bayi di Indonesia Tahun 19912012 (Sumber: Publikasi BPS) 2 Ilustrasi kebertetanggaan wilayah 3 Tahapan analisis data 4 Diagram kotak persentase kematian bayi di Indonesia 5 Persentase kematian bayi berdasarkan urutan kelahiran 6 Persentase kematian bayi berdasarkan pendidikan ibu 7 Persentase kematian bayi berdasarkan IK 8 Diagram pencar sisaan terhadap peluang duga dan jumlah contoh 9 Selang kepercayaan simpangan baku sisaan tiap kelompok pada model regresi logistik dan model regresi terboboti 10 Peta tematik peluang dugaan kematian bayi per provinsi di Indonesia
1 6 14 15 16 16 17 19 20
23
DAFTAR LAMPIRAN 1 Korelasi Pearson antara log odd kematian bayi dan peubah penjelas 2 Penduga parameter pada model penuh 3 Keluaran hasil olah data untuk regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik 4 Keluaran hasil olah data untuk model regresi logistik terboboti
27 28 29 31
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Kematian bayi merupakan kejadian kematian pada bayi sesaat setelah dilahirkan sampai dengan sebelum mencapai umur tepat satu tahun (BPS 2013). Di Indonesia, Angka Kematian Bayi (AKB) diukur melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap lima tahun sekali. AKB di Indonesia tahun 2012 adalah 32 kematian per 1000 kelahiran atau satu dari setiap 31 anak yang dilahirkan meninggal sebelum ulang tahun yang pertama (BPS 2013). Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa AKB menurun tajam pada rentang 1991-2003, lalu menurun perlahan selama 20032012. AKB pada tahun 2012 hampir setengah dari AKB pada tahun 1991. 80 70 60 50 40 30 20 10
0
1991
1994
1997
2003
2007
2012
Gambar 1. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tahun 1991-2012 (Sumber: Publikasi BPS) Meskipun menunjukkan kecenderungan menurun, AKB Indonesia berada pada urutan keempat teratas dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Fakta ini kemudian membuat pemerintah pusat menetapkan tingkat kematian bayi sebagai indikator kunci pembangunan dan harus selalu dimonitor. Untuk keperluan tersebut, pemerintah menyusun berbagai program dan menyiapkan anggaran. Pada era otonomi daerah seperti saat ini, program-program disusun oleh pemerintah pusat untuk kemudian laksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Untuk keperluan tersebut, pemerintah pusat membutuhkan suatu informasi mengenai kejadian kematian bayi pada level kabupaten/kota beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Kejadian kematian bayi bersifat multidimensi karena berkaitan dengan banyak hal; karakteristik bayi, ibu, tempat tinggal, kebijakan pemerintah dan sebagainya. Pada level kabupaten/kota, kejadian kematian bayi dapat dipengaruhi oleh ketergantungan spasial antar wilayah. Hal ini berdasar pada kenyataan bahwa aktifitas sosial dan ekonomi yang memengaruhi kematian bayi di suatu wilayah
2 tidak dapat lepas dari aktifitas sosial dan ekonomi di wilayah lain, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan. Dalam SDKI, data kejadian kematian bayi adalah data individu perorangan yang bersifat kategorik dengan dua keluaran, ya dan tidak. Dikatakan ya jika anak meninggal pada umur 1 tahun kebawah, dan dikatakan tidak jika anak mampu bertahan hidup pada umur di atas 1 tahun. Selanjutnya diberi kode 1 untuk ya, dan kode 0 untuk tidak. Pemodelan peubah kategorik dengan 2 keluaran biasanya menggunakan regresi logistik. Selaras dengan kebutuhan pemerintah akan informasi pada level kabupaten/kota, maka peubah respon dalam regresi logistik pun berubah. Peubah respon tidak lagi peubah yang berkode 1 dan 0 pada level individu, melainkan menjadi proporsi anak yang mati pada usia 1 tahun ke bawah dibandingkan total anak yang dilahirkan pada level kabupaten/kota. Penggabungan informasi dari level individu ke level kabupaten/kota menimbulkan masalah baru. Ada 24 kabupaten/kota yang memiliki proporsi bayi mati sama dengan 0. Atau dengan kata lain, tidak ada satu pun bayi yang mati di kabupaten/kota tersebut. Pada kenyataannya sangat tidak mungkin kondisi tersebut terjadi. Hal ini sangat berkaitan dengan jumlah ukuran contoh dan faktor kebetulan. Adanya nilai 0 ini membutuhkan pendekatan khusus di dalam analisis statistika. Dalam level wilayah, model spasial yang tengah berkembang seperti Spatial Autoregressive (SAR) atau Geographically Weighted Regression (GWR) biasa digunakan oleh peneliti untuk melihat pengaruh ketergantungan wilayah terhadap peubah respon. Model-model ini selain menghasilkan satu model global yang berlaku secara keseluruhan, jika ada variasi nilai antar wilayah maka akan menghasilkan model-model lokal yang berbeda pada tiap-tiap wilayah. Memodelkan variasi spasial dalam data kematian bayi penting karena dapat menghasilkan penduga yang lebih tepat. Akan tetapi, proses komputasi dari SAR dan GWR membutuhkan sebuah matriks pembobot spasial. Jika unit analisis kabupaten/kota, maka kita membutuhkan matriks pembobot spasial berdimensi 503x503. Masalahnya adalah kabupaten/kota rata-rata memiliki 4 tetangga, sehingga secara rata-rata akan ada 499 kolom dalam setiap baris yang bernilai 0. Selain itu, Indonesia adalah sebuah negara kepulauan dengan kondisi geografis yang tidak beraturan dan banyak kabupaten/kota yang terpisah dari kabupaten/kota lainnya. Sehingga diperlukan sebuah solusi khusus di dalam pendugaan pengaruh ketergantungan antar wilayah. Banyaknya kabupaten/kota yang memiliki proporsi bayi mati yang bernilai 0, adanya variasi antar wilayah, dan rumitnya matriks pembobot spasial membuat pemodelan data kejadian kematian bayi ini perlu menggunakan cara-cara yang khusus. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pola sebaran kematian bayi di Indonesia? 2. Peubah apa saja yang memengaruhi kematian bayi di Indonesia? 3. Apakah ada pengaruh spasial terhadap kematian bayi?
3 4.
Bagaimana model terbaik untuk menggambarkan kematian bayi? Tujuan Penelitian
1. 2.
Penelitian ini betujuan untuk : Membentuk model yang dapat menggambarkan pengaruh peubah-peubah penjelas terhadap kejadian kematian bayi di Indonesia. Memetakan pola sebaran kematian bayi di Indonesia. Keluaran yang diharapkan
1. 2.
Keluaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah : Model terbaik yang mampu menggambarkan kejadian kematian bayi di Indonesia. Peta tematik peluang kematian bayi di Indonesia.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu
Hill (2003) mengemukakan bahwa kelangsungan hidup anak dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: faktor ibu, kontaminasi lingkungan, defisiensi gizi, cedera/kecelakaan, dan kontrol terhadap penyakit. Faktor ibu dan faktor lingkungan dapat diperoleh datanya melalui survei-survei BPS dengan cakupan wilayah seluruh Indonesia, sedangkan tiga faktor lainnya sulit untuk mendapatkan datanya. Hubungan antara kematian bayi dan faktor-faktor yang memengaruhinya telah dikaji dalam beberapa penelitian terdahulu. Menurut Bappenas (2009), setiap peningkatan jumlah persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan dan rata-rata lama sekolah, akan berdampak pada menurunnya angka kematian bayi. Sedangkan Ashani (2010) menyimpulkan bahwa kematian bayi dipengaruhi oleh usia ibu, usia kawin pertama ibu, kualitas perumahan, dan imunisasi. Poerwanto et al. (2003) memodelkan data kematian bayi menggunakan regresi logistik dengan menggunakan teknik pemilihan model Generalized Estimating Equation (GEE). Penelitian ini menyimpulkan bahwa resiko kematian bayi pada keluarga dengan Indeks Kesejahteraan (IK) rendah adalah hampir dua kali dibandingkan pada rumah tangga dengan IK tinggi dan resiko kematian bayi pada ibu yang menamatkan sekolah formal kurang dari 7 tahun lebih tinggi dibandingkan ibu yang menamatkan sekolah formal lebih dari 7 tahun. Graduasi tingkat kematian menurut kelompok umur di Indonesia berdasarkan jenis kelamin dan tempat tinggal pernah diteliti oleh Astuti (2013). Dalam penelitiannya, Astuti (2013) mendapatkan kesimpulan bahwa tingkat kematian laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan pada semua tingkatan umur dan tingkat kematian di wilayah perdesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan perkotaan untuk kelompok 0-5 tahun. Selain bergraduasi, data kematian bayi juga bertingkat berdasarkan tingkatan wilayahnya. Pengaruh wilayah ini pernah digunakan oleh Titaley (2011) pada saat meneliti faktor-faktor yang berpengaruh pada kematian bayi berusia di bawah satu bulan di Indonesia dengan menggunakan analisis tabel kontingensi dan regresi logistik multilevel. Selain menggunakan peubah sosio demografi, beberapa peneliti berusaha memasukkan peubah spasial dalam kajian mengenai kematian bayi. Afri (2012) menganalisis data kematian bayi di Jawa Timur menggunakan Geographically Weighted Negative Binomial. Winarno (2009) memodelkan Angka Kematian Bayi di Jawa Timur menggunakan Spatial Error Model. Data yang digunakan berasal dari publikasi-publikasi berupa data agregat level kabupaten/kota dengan menggunakan matriks pembobot spasial. Peubah respon dalam penelitian tersebut adalah AKB dengan skala rasio dan peubah bebasnya adalah indikator-indikator makro. Sementara itu, Pramono et al. (2012) mengidentifikasi faktor yang memengaruhi angka kematian bayi di Jawa Timur dengan menggunakan Regresi Spatial Durbin Model yaitu menambahkan lag spasial dari peubah respon dan peubah penjelas secara bersama-sama sebagai kovariat tambahan.
5 Indeks Kesejahteraan Untuk mengukur tingkat sosial ekonomi sebuah rumah tangga, Macro International dan World Bank membentuk sebuah indeks yang dinamakan Indeks Kesejahteraan (IK). IK dibentuk menggunakan analisis komponen utama yang berdasar pada aset, kenyamanan dan jasa yang dimiliki oleh sebuah rumah tangga. Peubah ini mencakup informasi kepemilikan peralatan elektronik dan kendaraan bermotor, dan karakteristik rumah tangga lainnya seperti sumber air minum, fasilitas sanitasi, jenis lantai, dinding, dan atap rumah. Oleh BPS, IK rumah tangga dikategorikan menjadi lima; sangat kaya, kaya, menengah, miskin, dan sangat miskin (BPS 2013). Dalam penelitian ini, IK digunakan sebagai salah satu pendekatan terhadap pendapatan rumah tangga karena pendapatan rumah tangga sulit diukur. IK diduga berpengaruh terhadap kejadian kematian bayi. Bantuan Operasional Kesehatan Dalam penurunan AKB, pemerintah pusat membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal pada Bidang Kesehatan. Pemerintah pusat memberikan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) kepada pemerintahan kabupaten/kota. Tujuan utama BOK adalah meningkatkan kinerja Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Model Regresi Logistik Variabel respon (Z) dalam penelitian ini berskala biner menggunakan dua nilai kategorik, Z = 1 jika anak meninggal pada usia di bawah satu tahun dan Z = 0 untuk lainnya. Jika diambil contoh acak sebanyak untuk kabupaten/kota ke-j maka kita memiliki , , ... yang bebas satu sama lain. Kemudian, jika adalah banyaknya bayi yang mati di kabupaten/kota ke-j, maka secara statistik, =∑ akan mengikuti sebaran binomial ( , ). Peluang kematian bayi di kabupaten/kota ke- j dapat dihitung melalui formula = / . Bentuk umum model peluang regresi logistik diformulasikan sebagai berikut:
=
(
(
⋯
⋯
)
)
dimana j adalah indeks untuk kabupaten/kota, adalah peluang terjadinya kematian bayi di kabupaten ke-j, ... adalah peubah penjelas, adalah intersep, dan ... adalah koefisien regresi untuk peubah penjelas yang bersesuaian.
6 Fungsi merupakan fungsi non linear yang sulit untuk diinterpretasi. Agar parameter lebih mudah diinterpretasi, fungsi tersebut perlu dibawa kebentuk linier dengan cara melakukan transformasi menggunakan fungsi hubung logit. Hasil transformasi adalah sebagai berikut: =
=
+
+
+
+
+ ⋯+
+⋯+
(
)
(
)
+
+
+
+
(1)
dimana j adalah indeks untuk kabupaten/kota, adalah peluang terjadinya kematian bayi di kabupaten/kota ke-j, ... adalah peubah penjelas, adalah intersep, ... adalah koefisien regresi untuk peubah penjelas yang bersesuaian, dan adalah sisaan pada kabupaten/kota ke-j. Model (1) kemudian disebut model regresi logistik. Model Regresi Logistik dengan Peubah Spasial Data spasial ada dua jenis; (1) Data yang mengandung koordinat posisi suatu wilayah di permukaan bumi, (2) Posisi suatu wilayah terhadap wilayah lain. Data spasial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah posisi suatu wilayah terhadap wilayah lain. Jika dua wilayah berdekatan saling berbagi garis batas, maka wilayah tersebut disebut tetangga (Lesage 1999). Pada wilayah-wilayah berbentuk persegi, ilustrasi wilayah yang dikatakan tetangga disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Ilustrasi kebertetanggaan wilayah Dalam kenyataannya, wilayah-wilayah di Indonesia tidak berbentuk kotakkotak persegi. Gumpertz et al. (1997) mengatakan bahwa tidaklah penting bentuk areanya, yang paling penting adalah kita dapat menentukan wilayah mana yang menjadi tetangga first order, second order, dan seterusnya. Model regresi logistik dengan memasukkan peubah spasial sering digunakan untuk memodelkan sebaran spesies hewan dan tumbuhan atau pola penjualan produk tertentu. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Besag pada tahun 1974. Menurut Besag (1974), jika Z adalah peubah acak yang diamati, dimana ∈ 0,1 merepresentasikan observasi pada titik ke-i untuk i=1,...,n, maka persamaan model regresi logistik menjadi sebagai berikut :
7 ( (
) )
=
+∑
+ ∑
dimana adalah peubah penjelas ke-p pada observasi ke-j, adalah parameter regresi, adalah parameter ketergantungan jika dan bertetanga. Unit analisis dalam penelitian Besag adalah wilayah sebagai sebuah individu, bukan sebagai sebuah gabungan dari beberapa individu. Penelitian ini akan menggunakan model pada persamaan (1) dengan unit analisis berupa wilayah sebagai gabungan dari beberapa individu. Definisi wilayah yang bertetangga yang akan digunakan adalah wilayah yang jaraknya berdekatan. Menghitung jarak antara dua wilayah berbentuk poligon dapat dilakukan dengan cara menghitung jarak dari sentroid daerah yang satu ke sentroid daerah yang lain. Sentroid adalah pusat massa dari sebuah wilayah yang berupa titik dimana sebuah bidang datar akan menjadi seimbang ketika ditempatkan pada sebuah tiang. Sentroid lebih dipilih untuk mewakili suatu wilayah dibandingkan dengan pusat kota karena sentroid bersifat seperti nilai tengah untuk sekumpulan data spasial yang mampu mewakili semua titik yang berada dalam wilayah tersebut. Penentuan titik sentroid dan jarak antar wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Log odd kematian bayi pada dua wilayah kabupaten/kota yang jaraknya paling dekat akan dimasukkan ke dalam model (1) sebagai peubah penjelas dan . Dimana ( ) adalah log odd kematian bayi pada ( ) kabupaten/kota yang paling dekat dan adalah log odd kematian bayi pada kabupaten/kota terdekat kedua. Bentuk logaritma dipilih agar hubungannya dengan peubah respon menjadi linier. Pendugaan Parameter Pada model regresi logistik, pendugaan parameter biasanya dilakukan dengan Metode Kemungkinan Maksimum (MKM) dengan log fungsi kemungkinan sebagai berikut: ( ; )= ∑
log
+
+∑
−
1+
∑
Penduga parameter diperoleh dari nilai vektor yang mampu memaksimumkan fungsi kemungkinan. Titik maksimum tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa melainkan harus menggunakan algoritma Newton Raphson. Proses pendugaan parameter ini secara komputasi dapat diselesaikan dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang menyediakan paket regresi logistik. Metode lain yang dapat digunakan untuk menduga parameter adalah Metode Kuadarat Terkecil (MKT). MKT adalah metode yang paling sederhana dalam menduga parameter. Metode ini fokus kepada mencari sebuah nilai dari parameter yang mampu meminimumkan jumlah kuadrat sisaan.
8 ∑
=∑
−
−
−
− ⋯−
(
)
−
(2)
Meminimumkan persamaan (2) dapat dilakukan dengan cara membuat turunan pertama dari persamaan tersebut sama dengan nol. Sehingga didapatkan vektor penduga bagi parameter , ,... sebagai berikut: =(
)
′
dengan adalah vektor peubah respon (nx1), adalah matrik peubah penjelas (n x (k+1)), n adalah banyaknya observasi dan k adalah banyaknya parameter. Dugaan parameter yang diperoleh diuji menggunakan uji t. Hipotesis uji t adalah sebagai : = 0 melawan : ≠ 0 dengan statistik uji :
dimana
=
adalah galat baku dari penduga parameter
.
Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model regresi terbaik dilakukan dengan regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik. Keduanya memulai pemilihan dengan model paling sederhana yaitu model dengan satu peubah. Selanjutnya dimasukan peubah lain satu per satu sampai didapat model yang memenuhi kriteria terbaik. Kriteria didasarkan pada penambahan dan , atau kedekatan nilai Mallow dengan jumlah peubah dalam model. Menurut Hosmer dan Lemeshow (2000), ada suatu saat dimana peubah respon yang dipelajari termasuk hal yang baru, belum diketahui faktor-faktor yang memengaruhinya, dan asosiasi antara kovariat dan peubah respon belum terlalu dipahami. Pada keadaan seperti ini, prosedur bertatar dapat cepat dan efektif untuk menyaring jumlah peubah yang banyak dan membangun sejumlah persamaan regresi logistik secara simultan. Regresi Bertatar Prosedur regresi bertatar dimulai dengan memilih satu peubah penjelas yang paling berkorelasi dengan peubah bebas lalu membuat sebuah model regresi linier. Kemudian diperiksa apakah peubah penjelas berpengaruh signifikan terhadap peubah bebas. Jika tidak, maka kita berhenti dan menggunakan model = sebagai model terbaik. Jika ya, peubah tersebut dipertahankan dalam model. Langkah selanjutnya adalah mencari peubah kedua untuk masuk ke dalam model. Penambahan peubah ditentukan oleh nilai uji F parsial untuk menyeleksi peubah mana yang harus dimasukkan berikutnya. Peubah penjelas dengan nilai uji F parsial yang terbesar terpilih untuk dimasukkan ke dalam model. Kemudian
9 akan dibuat model regresi kedua. Model yang terbentuk diperiksa signifikansinya, penamabahan R kuadrat, dan nilai uji F parsial kedua peubah. Nilai uji F parsial selanjutnya dibandingkan dengan kriteria F yang telah ditentukan sebagai dasar dipilihnya sebuah peubah. Jika nilai F parsial lebih besar, maka peubah tersebut tetap dipertahankan di dalam model. Jika F parsial lebih kecil, maka peubah tersebut dikeluarkan dari model. Begitu seterusnya hingga tidak ada lagi peubah yang bisa dimasukkan ke dalam model atau dikeluarkan dari model (Draper dan Smith, 1998). Pengujian Asumsi Pendugaan parameter menggunakan OLS membutuhkan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah sisaan menyebar normal, tidak ada korelasi antar peubah bebas, ragam sisaan homogen, dan sisaan saling bebas (Draper dan Smith, 1998). Pada data kematian bayi yang telah dikelompokkan per kabupaten/kota, sisaan tidak saling bebas karena ada hubungan antar kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang berdekatan nomor urut mempunyai hubungan yang tinggi karena sebagian besar data yang berurutan nomor urut menunjukkan kedekatan wilayah geografis. Sedangkan kedekatan geografis telah dicakup dalam salah satu peubah penjelas. Jika urutan diacak, tanpa mengubah data, maka tidak terjadi autokorelasi dalam sisaan. Menurut Gujarati (2004), dalam data yang telah dikelompokkan, jika jumlah contoh cukup besar dan jika setiap observasi pada X tertentu mengikuti sebaran binomial, maka sisaannya mengikuti sebaran normal. Oleh karena itu, asumsi yang sangat diperhatikan di dalam penelitian ini adalah tidak adanya korelasi antar peubah penjelas dan ragam sisaan homogen. Heteroskedastisitas dan Model Regresi Terboboti Salah satu asumsi dalam model regresi adalah adanya kesamaan ragam antar sisaan. Asumsi ini disebut homoskedastisitas. Ragam bersyarat dari pada saat diketahui konstan dan tidak tergantung pada nilai-nilai peubah X. Secara simbolis dapat ditulis sebagai berikut: =
j=1,2,....n
Jika terjadi ketidaksamaan ragam atau yang biasa disebut heteroskedastisitas, maka ragam bersyarat dari pada saat diketahui tidak lagi konstan. Secara simbolis dapat ditulis sebagai berikut: =
j=1,2,....n
Menurut Theil (1970), dalam regresi logistik untuk data yang telah dikelompokkan, jika jumlah contoh cukup besar dan jika setiap observasi pada X
10 tertentu mengikuti sebaran binomial, maka sisaannya mengikuti sebaran normal dengan ragam yang tidak tetap untuk setiap observasi. ~
0,
(3)
Ketidak samaan ragam dalam suatu kajian yang melibatkan perbedaan karakteristik antar wilayah dapat terjadi karena basis data dari satu atau lebih peubah mengandung nilai-nilai dengan jarak antara nilai terkecil dan nilai terbesar sangat lebar. Selain itu, aktifitas sosial ekonomi sangat berbeda antar wilayah. Wilayah yang mempunyai sumber daya alam melimpah dan akses transportasi yang mudah akan mempunyai aktifitas yang lebih bervariasi dibandingkan wilayah yang miskin dan akses transportasi susah. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendetesi heteroskedastisitas baik secara formal maupun non formal. 1. Sifat persoalan. Seringkali, sifat persoalan yang diteliti menyarankan atau menunjukkan kemungkinan adanya heteroskedastisitas. 2. Metode grafik. Adanya pola tertentu pada plot antara galat dan nilai dugaan dari peubah respon. 3. Uji Park dan uji White untuk data individu. 4. Uji Bartlet untuk data berkelompok. Adanya heteroskedastisitas dapat membuat kita salah membuat kesimpulan dalam pengujian hipotesis. Misalkan model regresi dengan satu peubah penjelas sebagai berikut: =
Maka penduga OLS dari
+
+
adalah sebagai berikut: =
∑
∑
=
∑
∑
∑
(∑
∑ )
dengan ragam sebagai berikut: =
∑
(∑
)
Jika ragamnya sama antar sisaan, maka ragamnya menjadi : =∑ adalah penduga tak bias linier terbaik jika asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka tetaplah penduga yang linier dan tak bias tetapi tidak lagi memiliki ragam yang minimum sehingga tidak lagi menjadi penduga terbaik. Karena ragam tidak minimum, selang kepercayaan dari penduga parameter akan lebih pendek dari yang seharusnya dan cenderung membuat kita tidak menolak hipotesis nol dalam uji hipotesis.
11 Sebuah metode pendugaan yang dinamakan kuadrat terkecil yang digeneralisasi (generalized least qquare-GLS) akan memanfaatkan informasi mengenai heteroskedastisitas dalam mendapatkan penduga tak bias linier terbaik. Jika ragam diketahui, dan jika model (1) dibagi dengan maka persamaan menjadi sebagai berikut: ∗
=
=
∗
+
+
∗
∗
+
+
∗
∗
+ ⋯+
+ ⋯+
∗
∗
+
+
(4)
∗
Model pada persamaan (4) kemudian disebut model regresi terboboti. Notasi ∗ ... ∗ adalah parameter dari model yang telah ditansformasi. Ragam dari sisaan kemudian menjadi: ∗
= ( ∗) =
=
2
2
=
2
2
=1
Ragam sisaan pada model regresi terboboti adalah konstan dan asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Jika kita menerapkan metode pendugaan OLS pada model terboboti, maka penduga ∗ ... ∗ adalah penduga tak bias linier terbaik. Dalam GLS, penduga ∗ ... ∗ diperoleh dengan cara meminimumkan jumlah kuadarat sisaan terboboti dengan pembobot = 1/ 2 .
12
3 METODE PENELITIAN Data
Penelitian ini menggunakan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Survei dilaksanakan pada 466 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Contoh yang diambil adalah 46 000 rumah tangga. Pada seluruh rumah tangga contoh diperoleh 45 607 wanita berusia 15-49 tahun. Jika wanita tersebut pernah melahirkan, maka mereka ditanya secara detail satu persatu anak yang pernah dilahirkan. Kejadian kematian anak dicatat dengan pertanyaan apakah anak yang dilahirkan masih hidup atau tidak. Jika telah meninggal, dicatat usia pada saat meninggal. Faktor-faktor yang berhubungan dengan karakteristik bayi, ibu, dan rumah tangga juga dicatat dalam SDKI. Selain data SDKI, penelitian ini juga menggunakan tiga data dari Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun 2011 per Kabupaten/kota. Ketiga data yang digunakan adalah data untuk tahun 2011 karena biasanya pengaruhnya tidak langsung terlihat pada periode yang sama melainkan ada faktor kelambanan yang menyebabkan pengaruhnya terlihat satu atau dua peride selanjutnya. Ketiga data ini diperoleh dari website kementerian kesehatan Republik Indonesia. Selain itu, penelitian ini mengasumsikan bahwa BOK, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan jumlahnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Peubah Peubah yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan karakteristik anak, ibu, rumah tangga, kebijakan pemerintah, dan wilayah. Peubah yang berkaitan dengan karakteristik anak adalah jenis kelamin dan urutan kelahiran. Peubah yang berkaitan dengan karakteristik ibu adalah pendidikan dan umur ketika melahirkan. Peubah yg berkaitan dengan rumah tangga adalah Indeks Kesejahteraan (IK). Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa tidak ada perubahan yg signifikan antara IK rumah tangga pada saat seorang anak meninggal dengan tahun diadakannya survei. Peubah kebijakan pemerintah diwakili oleh jumlah Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), rasio fasilitas kesehatan dan rasio tenaga kesehatan untuk tiaptiap kabupaten. Berikut adalah ringkasan dari peubah-peubah yang akan digunakan.
13 Tabel 1. Peubah yang digunakan dalam pemodelan kematian bayi di Indonesia Peubah Nama Peubah Peubah Proporsi Bayi Yang Meninggal Respon Peubah X1 Rasio jenis kelamin laki laki-laki Bebas terhadap perempuan X2 Persentase Anak dengan Urutan Kelahiran Nomor 4 atau Lebih X3 Persentase Ibu dengan Pendidikan Tamat SMP atau di bawahnya X4 Persentase ibu yang melahirkan pada usia beresiko (< 20 tahun dan >= 40 tahun) X5 Persentase Rumah Tangga dengan IK Menengah kebawah X6 Jenis Wilayah X7 Jumlah Bantuan Operasional Kesehatan X8 Rasio Jumlah Fasiltas Kesehatan per 1000 Penduduk X9 Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan per Penduduk X10 Log Odd Kematian Bayi Pada Kabupaten Tetangga Terdekat Pertama X11 Log Odd Kematian Bayi Pada Kabupaten Tetangga Terdekat Kedua
Tipe Numerik
Satuan
Numerik Numerik
Persen
Numerik
Persen
Numerik
Persen
Numerik
Persen
Dummy Numerik Numerik
Juta Rp
Numerik Numerik Numerik
Model Model dasar yang akan dibangun adalah sebagai berikut: =
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
(5)
Dari persamaan (5) dipilih model yang lebih sederhana dengan menggunakan regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik. Selanjutnya diperiksa asumsi-asumsinya. Jika terjadi pelanggaran asumsi kehomogenan ragam, penanganannya akan menggunakan model regresi terboboti. Tahapan Analisis Tahapan analisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan data peubah respon dan peubah penjelas per kabupaten/kota. 2. Menduga parameter dan uji signifikansi parameter.
14 3. Mendapatkan model terbaik dengan regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik. 4. Menguji asumsi mengenai sisaan, jika ada asumsi yang tidak terpenuhi maka akan dilakukan penanganan. 5. Mendapatkan nilai dugaan peluang kematian bayi pada setiap kabupaten/kota berdasarkan model terpilih. 6. Membuat peta tematik peluang kematian bayi di Indonesia. Tahapan analisis tersebut dapat divisualisasikan seperti pada Gambar 3.
Mulai
Penggabungan data ke level kab/kota
Data individu
Model terbaik
Ada kab/kota peluang = 0 ?
Pendugaan parameter
Ya Uji asumsi: normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi
Selesai
Tambah 0,01
Tidak
Pemilihan model terbaik dengan regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik
Ya
Melanggar asumsi?
Membuat Peta Tematik
Gambar 3. Tahapan analisis data
Pembobotan
Tidak
Uji signifikansi
Interpretasi
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Kejadian Kematian Bayi di Indonesia Secara umum, wilayah bagian timur dan tengah Indonesia memiliki peluang kematian bayi lebih tinggi dibandingkan wilayah bagian barat Indonesia. Propinsi di Indonesia dengan peluang kematian bayi terendah adalah Kalimantan Timur (2.1 persen), DKI Jakarta (2.2 persen), Riau (2.4 persen), DI Yogyakarta (2.5 persen), Sulawesi Selatan (2.5 persen.). Sedangkan propinsi dengan peluang kematian bayi tertinggi adalah Papua Barat (7.4 persen), Gorontalo (6.7 persen), Maluku Utara (6.2 persen), Sulawesi Barat (6.0 persen), dan Sulawesi Tengah (5.8 persen) (BPS 2013). Sementara itu, berdasarkan penghitungan langsung pada data sampel SDKI, diketahui bahwa rata-rata peluang kematian bayi di kabupaten/kota di Indonesia mencapai 5.6 persen. Peluang kematian bayi tertinggi terdapat di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, yaitu sebesar 26.9 persen. Peluang terendah ada di 24 kabupaten/kota sebesar 0.0. Sedangkan nilai terendah sebelum 0.0 adalah 0.7 persen terdapat di kabupaten Lampung Utara, Lampung. Sebaran nilai peluang ini disajikan pada Gambar 4. 30 25
Persen
20 15 10 5 0
Gambar 4. Diagram kotak persentase kematian bayi di Indonesia Deskripsi Peubah Penjelas Dari 83 650 anak yang disurvei, 51.66 persen adalah laki-laki dan 48.34 persen adalah perempuan. Kejadian kematian bayi lebih banyak terjadi pada anak laki-laki yaitu sekitar 6.79 persen dari total anak laki-laki yang lahir. Dan kematian bayi pada anak perempuan sebesar 5.17 persen dari total anal perempuan yang lahir. Berdasarkan urutan kelahiran, persentase kematian bayi pada anak pertama adalah 5.98 persen. Kemudian menurun pada anak ke-2 dan ke-3. Hal ini terjadi karena anak pertama adalah pengalaman pertama seorang ibu menjadi orang tua sehingga ada beberapa hal yang belum diketahui mengenai cara merawat anak. Sedangkan pada saat melahirkan anak ke-2 dan ke-3, ibu telah berpengalaman dalam merawat anak pada kelahiran sebelumnya. Akan tetapi, persentase kematian bayi kembali menaik pada anak keempat, begitu seterusnya hingga
16
Persentase Kematian Bayi (%)
mencapai puncak pada anak kesebelas dan kembali menurun pada anak ke-12. Bahkan mencapai 0.0 persen pada anak ke-13 dan ke-14. Penurunan ini berkaitan dengan sangat sedikitnya anak yang lahir pada urutan 12 ke atas. 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00
5.00 0.00
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
Urutan Kelahiran
Gambar 5. Persentase kematian bayi berdasarkan urutan kelahiran Pendidikan adalah faktor penting yang mempengaruhi cara berpikir dan mengambil keputusan. Meskipun demikian, hanya ada 8 persen dari total wanita yang pernah melahirkan yang menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian besar dari mereka hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD) yaitu 44 persen. Kemudian disusul tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 42 persen dan tidak menamatkan SD sebanyak 6 persen. Berdasarkan pendidikan ibu, kematian bayi lebih banyak terjadi pada anak yang memiliki ibu yang tidak tamat SD. Kemudian menurun seiring meningkatnya jenjang pendidikan ibu. 12,25%
Tidak Sekolah
7,90%
3,98%
2,27%
Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA ke atas
Gambar 6. Persentase kematian bayi berdasarkan pendidikan ibu Umur ibu ketika melahirkan anak berada pada rentang 10-49 tahun. 82 persen diantaranya melahirkan pada saat berumur 20-39 tahun. Dari keseluruhan anak yang dilahirkan pada masing-masing rentang umur ibu ketika melahirkan, kematian bayi terjadi sekitar 9.50 persen pada rentang umur ibu 10-19 tahun, 5.0 persen pada rentang umur ibu 20-39 tahun dan 10.0 persen pada rentang umur 40 tahun ke atas. Berdasarkan IK, sebagian besar bayi yang meninggal berasal dari rumah tangga menengah ke bawah yaitu 44.7 persen berasal dari rumah tangga sangat miskin, 21.3 persen dari rumah tangga miskin, dan 14.9 persen dari rumah tangga
17 menengah. Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa IK sangat mempengaruhi asupan gizi, kebersihan lingkungan, dan penangan ketika terjadi penyakit. Sangat Kaya; 7,2%
Kaya; 11,8% Menengah; 14,9%
Sangat Miskin; 44,7%
Miskin; 21,3%
Gambar 7. Persentase kematian bayi berdasarkan IK Rasio tenaga kesehatan per penduduk belum merata di seluruh Indonesia. Wilayah bagian timur Indonesia cenderung memiliki rasio tenaga kesehatan per penduduk yang lebih tinggi dibandingkan wilayah tengah dan barat Indonesia. Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua, memiliki rasio tenaga kesehatan per penduduk sangat tinggi. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Yalimo hanya 11 orang perawat dengan jumlah penduduk 50 763. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan kondisi geografis wilayah tersebut. Tidak banyak petugas medis yang bersedia bertugas di daerah terpencil dengan medan yang berat dan gaji yang sama dengan wilayah lain. Hal ini tentu saja berdampak besar pada kematian bayi. Korelasi Antar Peubah Peubah respon dalam penelitian ini adalah proporsi anak yang mati ketika masih bayi. Metode regresi logistik menggunakan OLS mengharuskan kita mentransformasi peubah respon tersebut dalam bentuk logaritma dari odd. Jika berdasarkan data sampel SDKI tahun 2012 ada kabupaten/kota yang memiliki peluang kematian bayi sama dengan nol, maka log odd tidak dapat diidentifikasi. Untuk mengatasi hal ini, pada kabupaten/kota yang peluang kematian bayinya sama dengan 0, maka peluangnya ditambahkan dengan bilangan yang kecil yaitu 0.01 sebagai bentuk intervensi agar hasil log odd dapat diidentifikasi. Penambahan ini tidak merubah substansi data, karena pada kenyataannya hampir tidak mungkin ada kabupaten/kota yang peluang kematian bayinya 0. Log odd kematian bayi memiliki korelasi yang sangat rendah dengan peubah-peubah bebas. Statistik korelasi Pearson antara peubah-peubah bebas dengan log odd kematian bayi tidak ada yang mencapai 0.50. Korelasi tertinggi terdapat pada hubungan dengan persentase bayi yang lahir dengan urutan kelahiran empat atau lebih yaitu 0.42. Sedangkan korelasi terendah terdapat pada hubungan dengan rasio jenis kelamin yaitu -0.06. Matriks korelasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Rendahnya korelasi antara log odd kematian bayi dengan peubah-peubah bebas tidak berarti bahwa peubah-peubah bebas tersebut tidak berpengaruh. Jika
18 dianalisis secara bersama-sama dalam suatu model, maka ada kemungkinan peubah-peubah bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap log odd kematian bayi. Regresi Bertatar dan Regresi Himpunan Bagian Terbaik Model regresi logistik menghasilkan model yang fit dengan R kuadrat 32.11 persen dan 6 peubah bebas yang tidak signifikan pada taraf nyata 0.05. Estimasi parameter dapat dilihat pada Lampiran 2. Karena ada banyak peubah yang tidak signifikan, maka akan dilakukan pemilihan model terbaik dengan menggunakan regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik. Model regresi himpunan bagian terbaik memberikan tiga kandidat model terbaik. Ketiga kandidat ini terpilih karena nilai R kuadrat yang tinggi dan nilai Cp Mallow mendekati jumlah peubah. Akan tetapi, dalam model ini ada peubah yang tidak signifikan masuk ke dalam model. Kandidat model pertama mengandung jumlah peubah tidak signifikan yang paling kecil, maka model ini dipilih menjadi model terbaik dari regresi himpunan bagian terbaik. Sementara itu, model terpilih dari regresi bertatar terdiri dari lima peubah dengan R kuadrat yang lebih kecil jika dibandingkan dengan model regresi himpunan bagian terbaik dan nilai Cp Mallow –nya berbeda dengan jumlah peubah. Akan tetapi karena semua peubah penjelas yang masuk ke dalam model memberi pengaruh yang signifikan maka model terbaik yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya adalah model regresi bertatar. Proses pemilihan model regresi himpunan bagian terbaik dan regresi bertatar dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 2. Kandidat model terbaik dari regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik Model RHBT 1 RHBT 2 RHBT 3 RB
Jumlah Peubah 6
Peubah Penjelas X1. X2. X4. X5. X8. X10
31.4
30.5
Cp Mallows 6.8
7
X1. X2. X4. X5. X7. X8. X10
31.6
30.6
7.4
7
X1. X2. X4. X5. X8. X10. X11
31.6
30.5
7.5
5
X2. X4. X5. X8. X10
30.9
30.1
8.3
Peubah Tidak Sig. X1 X1 dan X7 X1 dan X11 -
Masalah Keheterogenan Ragam Hasil uji Park dan uji White tidak menunjukkan adanya ketidaksamaan ragam. Akan tetapi, kedua uji ini digunakan pada unit analisis individu sehingga hasilnya tidak dapat digunakan dalam penelitian dengan unit analisis kabupaten/kota. Seprti disebutkan pada persamaan (3), sisaan memiliki ragam sama dengan 1/ 1− dimana adalah peluang kematian bayi di kabupaten/kota ke-j
19
2
2
1
1
0
0
Sisaan
Sisaan
dan adalah jumlah anak yang dilahirkan di kabupaten/kota ke-j. Sehingga. secara teori, ragam berhubungan terbalik dengan . Semakin besar semakin kecil ragam, semakin kecil semakin besar ragam. Plot antara sisaan dan nilai dugaan adalah plot yang biasa digunakan untuk mendeteksi ketidaksamaan ragam pada data dengan unit analisis individu. Dalam Gambar 8(a) tidak terlihat adanya pola khusus dari sisaan. Sebaliknya. jika diperhatikan plot antara sisaan dan jumlah pada Gambar 8(b) maka akan terlihat jelas pola mengerucut. Hal ini menandakan bahwa ketidaksamaan ragam disebabkan oleh perbedaan jumlah .
-1 -2 -3
-1
-2
-4,0
-3,5
-3,0
-2,5
Dugaan
(a)
-2,0
-1 ,5
-1 ,0
-3
0
1 00
200
300
400
500
600
Jumlah contoh
700
800
900
(b)
Gambar 8. Diagram pencar sisaan terhadap peluang duga dan jumlah contoh Uji kesamaan ragam sisaan dilakukan dengan uji Bartlet dengan tingkat kepercayaan 95 persen pada kondisi sebelum dan sesudah diboboti. Hasil pengujiannya disajikan pada Gambar 9(a) untuk data sebelum diboboti dan Gambar 9(b) untuk data setelah diboboti. Pada Gambar 9(a) dapat dilihat bahwa p-value 0.000 yang berarti bahwa ada perbedaan ragam yang nyata pada beberapa kelompok. Selain itu, Gambar 9(a) juga memperlihatkan garis-garis yang menunjukkan selang kepercayaan pada tiap kelompok. Selang kepercayaan ragam kelompok 19 tidak beririsan dengan selang kepercayaan ragam kelompok 1, 3, dan 4. Sedangkan selang kepercayaan ragam kelompok 17 tidak beririsan dengan selang kepercayaan ragam kelompok 3 dan 4. Untuk mengatasi masalah ketidaksamaan ragam sisaan, kabupaten/kota dikelompokkan ke dalam 19 kelompok berdasarkan rentang jumlah anak yang dilahirkan. Karakteristik masing-masing kelompok disajikan dalam Tabel 3. P-value untuk uji Bartlet pada data yang telah diboboti adalah 0.093. Ini berarti bahwa tidak cukup data untuk mengatakan bahwa ada perbedaan ragam sisaan pada sembilan belas kelompok. Gambar 9(b) memperlihatkan selang kepercayaan ragam pada semua kelompok mempunyai nilai yang beririsan. Dengan demikian, model regresi logistik terboboti dianggap telah memperbaiki masalah keheterogenan ragam sisaan.
20 Tabel 3. Karakteristik kelompok yang disusun dalam model regresi terboboti Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jumlah n 26-37 38-50 51-62 63-75 76-86 87-100 101-113 114-125 126-137 138-150 151-175 176-200 201-225 226-250 251-275 276-300 301-400 401-500 > 500
Jumlah Observasi 17 21 25 27 33 39 27 23 24 26 39 23 26 16 17 16 32 12 23
Simpangan Baku
Ragam 0.71 0.45 0.89 0.76 0.47 0.39 0.46 0.57 0.40 0.29 0.35 0.20 0.21 0.15 0.37 0.21 0.15 0.16 0.09
0.84 0.67 0.94 0.87 0.68 0.62 0.68 0.76 0.63 0.54 0.59 0.44 0.46 0.39 0.61 0.46 0.39 0.40 0.30
Berikut adalah hasil uji pada kondisi sebelum dan sesudah diboboti. 1
1
Bartlett’s Test
2
P-Value
3
4
4
0,093
5
6
6
7
7
8
9
Kelompok
Kelompok
P-Value
3
5
10 11
12 13
14
8
9
10 11
12 13
14
15
15
16
16
17
17
18
19
Bartlett’s Test
2
0,000
18
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1 ,0
1 ,2
1 ,4
1 ,6
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
(a)
1 ,8
19
0,5
1 ,0
1 ,5
2,0
2,5
3,0
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
(b)
3,5
Gambar 9. Selang kepercayaan simpangan baku sisaan tiap kelompok pada model regresi logistik dan model regresi terboboti Diskusi Hasil Pemodelan Pemodelan dengan regresi logistik terboboti menghasilkan model yang fit dengan R kuadrat 54.80 persen. Model yang terbentuk tidak mengandung multikolinieritas antar peubah penjelas. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang
21 tidak lebih dari 5 pada setiap peubah. Nilai VIF selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil pengujian asumsi kenormalan meunjukkan bahwa sisaan tidak menyebar normal. Namun hal ini tidak mengherankan karena besarnya jumlah contoh yang menyebabkan selang kepercayaan menjadi lebar dan peluang untuk menolak hipotesis nol dalam pengujian kenormalan menjadi besar. Ini berakibat pada kecenderungan menolak H sehingga disimpulkan data tidak normal. Model yang terbentuk adalah sebagai berikut: ∗
= −2.1880 + 0.01376 (p=0.000)
+ 0.5986 (p=0.000)
(p=0.002)
∗
∗
+ 0.01034 (p=0.068)
∗
− 0.00154
(p=0.457)
∗
− 0.01750
(p=0.000)
∗
(6)
Dari persamaan (6) terlihat bahwa pada tingkat kepercayaan 90 persen. pengaruh dari peubah ∗ . ∗ . ∗ . dan ∗ nyata. Sedangkan pengaruh dari peubah ∗ tidak nyata. Interpretasi dari hasil ini adalah sebagai berikut. Urutan kelahiran ( ∗ ) nyata berarti bahwa anak yang lahir pada urutan ke4, 5, dan seterusnya cenderung mati pada usia satu tahun ke bawah dengan rasio odd sebesar , =1.10. Artinya semakin tinggi persentase anak yang lahir dengan urutan ke empat atau lebih, semakin besar peluang terjadinya kematian bayi di suatu kabupaten/kota. Ini berimplikasi perlunya perhatian khusus pada anak urutan ke-4 dan seterusnya. Sejalan dengan hasil penelitian Ashani (2010), usia ibu ( ∗ ) memiliki pengaruh nyata. Ini berarti bahwa anak yang lahir pada saat ibu berusia dibawah 20 tahun dan 40 tahun keatas cenderung mati pada saat bayi dengan rasio odd sebesar , = 1.01. Dengan demikian, kehamilan pada usia di bawah 20 tahun dan 40 tahun ke atas perlu dihindari agar peluang kematian bayi menurun. Peubah rasio fasilitas kesehatan ( ∗ ) belum pernah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya dalam menganalisis kematian bayi. Model yang terbentuk memperlihatkan bahwa peubah ini berpengaruh nyata dengan rasio odd , sebesar =0.98. Rasio odd seharusnya berada di atas 1.00 karena secara logika penambahan fasilitas kesehatan akan membuat peluang kematian bayi semakin menurun. Oleh karena itu, agar terjadi penurunan kematian bayi, sangat perlu untuk menambah jumlah fasilitas kesehatan. Pengaruh spasial dapat dilihat dari signifikansi koefisien regresi untuk ∗ peubah . Jika Afri (2012), Winarno (2009), dan Pramono (2012) menyimpulkan bahwa peubah spasial berpengaruh pada kematian bayi di Jawa Timur, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang sama untuk wilayah Indonesia. Semakin tinggi angka kematian bayi di suatu kabupaten/kota, maka semakin tinggi pula kematian bayi dikabupaten yang berdekatan dengannya , dengan rasio odd sebesar =1.82. Ini menunjukkan bahwa program penurunan angka kematian bayi tidak dapat berdiri sendiri pada setiap kabupaten/kota. Sehingga sangat diperlukan program-program kesehatan yang terintegrasi antara kabupaten/kota yang berdekatan. Dilihat dari besarnya koefisien regresi, peubah log odd kematian bayi di kabupaten/kota terdekat adalah yang paling besar. Dalam analisis kematian bayi
22 selanjutnya, peubah ini tidak boleh diabaikan. Besar koefisien regresi selanjutnya disusul berturut-turut oleh rasio fasilitas kesehatan per 1000 penduduk dan persentase anak yang lahir dengan urutan ke-4 atau lebih. Oleh karena itu. rasio fasilitas kesehatan dan nomor urut kelahiran adalah dua hal yang penting untuk diperhatikan dalam analisis kematian bayi. Pemanfaatan Model Model yang terbentuk digunakan untuk menduga peluang kematian bayi pada setiap kabupaten/kota di Indonesia. Melalui pendugaan ini, kita dapat melihat wilayah mana yang baik kondisi kesehatannya dan wilayah mana yang rentan terhadap kematian bayi. Dengan demikian pemerintah dapat membuat rencana yang terbaik mengenai pemanfaatan anggaran dan sumber daya dalam menurunkan angka kematian bayi. Untuk memudahkan analisis dan memperjelas perbedaan antar daerah, dugaan peluang ini disajikan dalam sebuah peta tematik pada Gambar 10. Rata-rata peluang dugaan kematian bayi di Indonesia adalah 4.95 persen dengan simpangan baku 2.77. Peluang terkecil terdapat di Kabupaten Sukoharjo sebesar 0.68 persen, diikuti oleh Kabupaten Blora sebesar 0.80 persen dan Kabupaten Bojonegoro 0.82 persen. Ini mencerminkan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan di daerah tersebut sangat baik dan fasilitas kesehatan sangat memadai. Kondisi ini pastinya membawa pengaruh positif pada daerah-daerah lain yang ada disekitarnya. Sangat jauh berbeda dengan tiga wilayah sebelumnya, Kabupaten Paser mempunyai peluang kematian bayi tertinggi yaitu 15.32 persen. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Gorontalo sebesar 15.20 persen dan Kabupaten Maluku Tengah sebesar 14.79. Ketiga kabupaten/kota ini terdapat di wilayah tengah dan timur Indonesia. Ini memperlihatkan adanya perbedaan kondisi sosial ekonomi antara wilayah yang berada di Pulau Jawa dengan diluar Pulau Jawa. Selain untuk pendugaan, model regresi logistik terboboti juga dapat dimanfaatkan dalam memprediksi peluang kematian bayi pada wilayah yang tidak ada datanya. Dalam SDKI tahun 2012, ada 37 kabupaten/kota yang tidak menjadi contoh sehingga tidak diketahui peluang kematian bayi di daerah-daerah tersebut. Pengetahuan mengenai faktor resiko juga penting dalam rangka menurunkan angka kematian bayi. Pada intinya, semua faktor resiko harus dikendalikan. Akan tetapi, jika ada keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, maka pemerintah harus memutuskan faktor mana yang diprioritaskan untuk dikendalikan. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini memperlihatkan peubah yang berpengaruh nyata terhadap kematian bayi. Peubah-peubah yang berpengaruh nyata ini adalah faktor resiko yang perlu diprioritaskan agar diperoleh hasil yang terbaik.
23
PASER 15,32
GORONTALO 15,20
MALUKU TENGAH 14,79
Peluang dugaan
0,680 - 2,886 2,887 - 4,248 4,285 - 6,363
6,364 - 11,576
11,577 - 15,320
SUKOHARJO 0,68
BLORA 0,80
BOJONEGORO 0,82
Gambar 10. Peta tematik peluang dugaan kematian bayi per provinsi di Indonesia
24 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik dapat digunakan untuk memodelkan kejadian kematian bayi setelah melalui pembobotan. Peubah yang signifikan mempengaruhi kematian bayi adalah persentase anak dengan urutan kelahiran ke-4 atau lebih, persentase anak yang lahir pada saat ibu berusia dibawah 20 tahun dan 40 tahun, rasio fasilitas kesehatan per 1000 penduduk, dan peluang kematian bayi di kabupaten/kota terdekat. Peluang kematian bayi terendah terdapat di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yaitu sebesar 0.68 persen dan peluang kematian bayi tertinggi terdapat di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, yaitu sebesar 14.79 persen. Saran Penelitian ini menghadapi masalah adanya nilai nol pada peluang kematian bayi di beberapa kabupaten/kotal. Oleh karena itu, metode lain yang dapat menangani masalah nilai nol ini perlu dicoba untuk data ini. Misalnya model zero inflated binomial atau probit. Selain itu, peubah-peubah yang digunakan perlu distandarisasikan. Contohnya peubah BOK, perlu dicoba untuk menggunakan BOK perkapita atau BOK per luas wilayah
DAFTAR PUSTAKA
25
Afri LE. 2012. Geographically weighted Negative Binomial Regression for Data of Infant Mortality (Case Study 38 Regency/City in East Java) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Agresti A. 2007. An Introduction to Categorical Data Analysis. 2nd edition. New Jersey (USA): John Wiley & Sons. Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models (Studies in Operational Regional Science). New York (USA): Springer Publishing. Ashani TA. 2010. Kematian Bayi Menurut Karakteristik Demografi dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat: Analisis Data SDKI 2007. [Internet]. Jurnal Bumi Indonesia. 1(3). [Diakses 10 Juli 2015 dari URL www.lib.geo.ugm.ac.id] Astuti ET. 2013. Statistical Modelling for Mortality Data Using Local Generalized Poisson Regression Model. International Journal of Applied Mathematics and Statistic (IJAMAS). 33(3):92-101. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Kajian Evaluasi Pembangunan Sektoral: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Anak.. Jakarta (ID): Bappenas. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta (ID): BPS Besag JE. 1974. Spatial Interaction and the Statistical Analysis of Lattice Systems. Journal of the Royal Statistical Society. Series B (Methodological). 36(2):192-236. Caragea P, Kaiser M. 2009. Autologistic models with interpretable parameters. Journal of Agricultural. Biological. and Environmental Statistic. 14(3):281-300. Collett D. 2003. Modelling Binary Data. 2nd edition. London (UK): Chapman & Hall/CRC. Draper NR, Smith H. 1998. Applied Regression Analysis. New York (USA): John Wiley and Sons. Inc. Hill K. 2003. Frameworks for studying the determinants of child survival. [Internet]. Bulletin of the World Health Organization. 8(2) [Diakses pada 10 Juli 2015 dari URL : http://www.who.int/bulletin/volumes/81/2/PHC0203.pdf. Hosmer DW, Lemeshow JS. 2000. Applied Logistic Regression. New York (USA): John Wiley and Sons. Inc. Gujarati D. 2004. Basic Econometrics. New York (USA): McGraw-Hill. Gujarati D. 2015. Econometrics by Examples. London (UK): Palgrave. Gumpertz ML, Graham JM, Ristaino JB. 1997. Autologistic Model of Spatial Pattern of Phytophthora Epidemic in Bell Pepper: Effects of Soil Variables on Disease Presence. Journal of Agricultural. Biological. and Environmental Statistics. 2(2):131-156. [Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2011. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Lesage JP. 1999. The Theory and Practice of Spatial Econometrics. Ohio (AS): University of Toledo
26 McLean WG, Nelson EW. 1988. Schaum's Outline of Theory and Problems of Engineering Mechanics: Statics and Dynamics. New York (USA): McGraw-Hill. Parwoto. 2012. Regresi Multilevel Zero Inflated Poisson Untuk Pemodelan Data Respon Count (Studi Kasus: Kejadian Kematian Bayi di Propinsi Jawa Barat) [Tesis]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Pramono MS, Aditie NB, Sutikno. 2012. Regresi Spasial Durbin Model Untuk Mengidentifikasi Faktor yang Berpengaruh Pada Angka Kematian Bayi di Jawa Timur. Buletin Penelitian Kesehatan. 40:190 – 200. Poerwanto S, Stevenson M, Klerk N. 2003. Infant Mortality and Familiy Welfare: Policy Implications for Indonesia. Epidemol Community Health. 57:493498. Theil H. 1970. On the Estimation of Relationships Involving Qualitative Variables. The American Journal of Sociology. 76(1):103-154 Titaley CR. 2011. Neonatal Mortality in Indonesia : the Protective Role of Antenatal. Delivery and Postnatal Care Services [Tesis]. Sidney (AU): University of Sidney Winarno D. 2009. Analisis Angka Kematian Bayi di Jawa Timur dengan Pendekatan Model Regresi Spasial [Tesis]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.
27 Lampiran 1.
Korelasi Pearson antara log odd kematian bayi dan peubah penjelas
L
X1
0.42
0.05
0.30
-0.01
0.01
0.43
X6
-0.27
0.05
-0.19
-0.44
X8
-0.08
-0.12
-0.34
0.04
X10
0.18
X1
-0.06
X3
0.32
X2 X4 X5 X7 X9
X11
0.42
0.02 0.06
X2
0.23 0.52
0.09
-0.03
0.07
0.01
-0.11
-0.05
0.24
0.21
0.00
0.05
0.13
X3
0.49
X4
0.30
-0.36
-0.55
0.05
-0.47
0.10
0.13
0.03
-0.02
0.22
0.27
0.06
0.09
X5
0.12
X6
0.02
-0.13
0.02
-0.26
0.21
X7
0.04
0.16
-0.01
0.01
-0.09
0.26
0.05
X8
0.50
-0.08
-0.12
X9
0.02
0.04
X10
0.25
28 Lampiran 2.
Penduga parameter pada model penuh
Parameter db Intercept 1 X1 1 X2 1 X3 1 X4 1 X5 1 X6 1 X7 1 X8 1 X9 1 X10 1 X11 1
Estimasi -4.3120 -0.2070 0.0237 -0.0048 0.0204 0.0076 -0.0033 0.000034 0.0109 -0.000121 0.0981 0.0514
Galat Baku 0.4510 0.1230 0.0036 0.0047 0.0047 0.0023 0.0997 0.000025 0.0043 0.000112 0.0446 0.0442
P-value 0.000 0.093 0.000 0.314 0.000 0.001 0.974 0.175 0.011 0.282 0.028 0.245
VIF 1.04 1.49 1.66 1.39 3.01 1.73 1.10 2.16 1.67 1.09 1.15
29 Lampiran 3. Keluaran hasil olah data untuk regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik Best Subsets Regression: L versus X1; X2; ... Response is L Vars 1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 10 10 11
R-Sq 18.0 17.5 26.5 23.4 28.5 27.8 29.9 29.3 30.9 30.5 31.4 31.1 31.6 31.6 31.8 31.8 32.0 31.9 32.1 32.0 32.1
R-Sq (adj) 17.8 17.4 26.2 23.0 28.0 27.3 29.3 28.7 30.1 29.7 30.5 30.2 30.6 30.5 30.6 30.6 30.6 30.6 30.6 30.5 30.5
R-Sq (pred) 17.2 16.8 25.4 22.3 27.0 26.2 28.3 27.6 28.9 28.4 29.1 28.9 29.0 29.0 28.9 28.8 28.8 28.5 28.4 28.5 28.1
Mallows Cp 86.7 89.5 31.6 52.4 20.4 25.2 12.6 16.7 8.3 10.9 6.8 8.7 7.4 7.5 8.2 8.3 9.0 9.2 10.0 11.0 12.0
S 0.68770 0.68944 0.65164 0.66527 0.64353 0.64672 0.63755 0.64036 0.63397 0.63577 0.63225 0.63356 0.63195 0.63204 0.63183 0.63192 0.63171 0.63180 0.63169 0.63239 0.63238
X X X X X 1 2 3 4 5 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X 1 1 6 7 8 9 0 1
X
X
X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X
X X
X X X X X
X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X
Regression Analysis: L versus X1; X2; X3; X4; X5; X7; X8; X9; X10; X11; X6 Method
Categorical predictor coding
(1; 0)
Stepwise Selection of Terms
α to enter = 0.05; α to remove = 0.05 Analysis of Variance Source Regression X2 X4 X5 X8 X10 Error Total
DF 5 1 1 1 1 1 460 465
Model Summary
Adj SS 82.562 20.579 9.175 8.308 4.157 2.502 184.882 267.444
Adj MS 16.5125 20.5792 9.1753 8.3076 4.1571 2.5024 0.4019
F-Value 41.08 51.20 22.83 20.67 10.34 6.23
P-Value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.013
30 S 0.633969
R-sq 30.87%
R-sq(adj) 30.12%
Coefficients Term Constant X2 X4 X5 X8 X10
Coef -4.304 0.02500 0.02096 0.00832 0.01105 0.1086
SE Coef 0.207 0.00349 0.00439 0.00183 0.00343 0.0435
R-sq(pred) 28.91%
T-Value -20.78 7.16 4.78 4.55 3.22 2.50
P-Value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.013
VIF
1.43 1.20 1.88 1.37 1.03
Regression Equation
L = -4.304 + 0.02500 X2 + 0.02096 X4 + 0.00832 X5 + 0.01105 X8 + 0.1086 X10
Residual Plots for L
Normal Probability Plot
99,9 90
Residual
Percent
99 50 10 1
0,1
-2
-1
Residual
1
2
Histogram
80
0
-1
-2
-4
-3
Fitted Value
-2
-1
Versus Order
1
60 40 20 0
1
2
Residual
Frequency
0
Versus Fits
2
-2,4
-1 ,8
-1 ,2
-0,6
0,0
Residual
0,6
1 ,2
0
-1
-2
1
50
1 00
1 50
200
250
300
Observation Order
350
400
450
31 Lampiran 4. Keluaran hasil olah data untuk model regresi logistik terboboti Regression Analysis: L* versus X2*; X4*; X5*; X8*; X10* Analysis of Variance Source Regression X2* X4* X5* X8* X10* Error Total
DF 5 1 1 1 1 1 460 465
Model Summary S 1,36255
R-sq 54,80%
Adj SS 1035,40 17,52 6,23 1,03 46,96 482,47 854,01 1889,41
R-sq(adj) 54,31%
Coefficients Term Constant X2* X4* X5* X8* X10*
Adj MS 207,079 17,521 6,235 1,030 46,958 482,472 1,857
Coef -2,188 0,01376 0,01034 -0,00154 -0,01750 0,5986
F-Value 111,54 9,44 3,36 0,55 25,29 259,88
P-Value 0,000 0,002 0,068 0,457 0,000 0,000
R-sq(pred) 53,44%
SE Coef 0,199 0,00448 0,00564 0,00206 0,00348 0,0371
T-Value -11,01 3,07 1,83 -0,74 -5,03 16,12
P-Value 0,000 0,002 0,068 0,457 0,000 0,000
VIF
1,90 2,01 2,82 1,69 1,71
Regression Equation
L* = -2,188 + 0,01376 X2* + 0,01034 X4* - 0,00154 X5* - 0,01750 X8* + 0,5986 X10*
Residual Plots for L*
Normal Probability Plot
99,9
Residual
Percent
90 50 10 1
0,1
-5,0
-2,5
2,5
Residual
Residual
40 20 -4,5
-3,0
-1,5
0,0
Residual
0,0 -2,5 -12
-10
1,5
3,0
4,5
-8
-6
Fitted Value
-4
Versus Order
5,0
60
0
2,5
-5,0
5,0
Histogram
80
Frequency
0,0
Versus Fits
5,0
99
2,5 0,0 -2,5 -5,0
1
50
100
150 200
250 300 350 400
Observation Order
450
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumbawa pada tanggal 18 Desember 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Mikrad Ramen dan Ibu Nuraini. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMU Negeri 5 Mataram program IPA. lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2007. Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pusat Statistik Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kesempatan untuk melanjutkan program master (S2) pada program studi Statistika Terapan, Sekolah Pascasarjana IPB, diperoleh pada tahun 2013 dengan program Beasiswa APBN Badan Pusat Statistik.