PEMINDAHTANGAN BMN YANG TIDAK PERLU MENDAPAT PERSETUJUAN DPR Oleh Margono WIDYAISWARA PADA PUSDIKLAT KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
Abstract
Selama ini masyarakat beranggapan bahwa tukar menukar (ruilslag) aset tetap pemerintah yang merupakan salah satu bentuk pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan milik negara selalu merugikan (negara). Hal itu dapat dipahami karena masyarakat hanya melihat dari satu sisi yaitu tanah dan /atau bangunan milik negara di lokasi strategis harus diserahkan ke pihak ketiga (yang umumnya swasta), sedangkan tanah/ bangunan pengganti mungkin berada di pinggiran kota. Anggapan merugikan Negara juga dapat timbul karena menurut peraturan yang berlaku, tidak semua pemindahtangan Barang Milik Negara harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan tidak perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipandang proses pemindahantangan BMN tidak ada pengendalian yang memadai dari wakil rakyat tersebut. Tulisan ini mendiskripsikan hasil kajian penulis atas peraturan yang terkait dengan pemindahtangan BMN yang tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Pemindahtangan tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR adalah tanah bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota, harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran, diperuntukkan bagi pegawai negeri, diperuntukkan bagi kepentingan umum dan dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannnya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Terdapat undang-undang yang mengatur tentang tata ruang yaitu UU 24 tahun 1992 dan telah diganti dengan UU nomor 26 tahun 2007. Penjualan rumah negeri diatur dalam UU no 72 tahun 1957 tentang Penetapan UU Darurat Nomor 1955 tentang penjualan rumah negeri kepada 1
pegawai negeri sebagai undang-undang. Proses bisnis Direktorat Jenderal Bea Cukai sangat terkait dengan barang yang harus segera dimusnahkan atau dilelang. Penanganan barang seperti ini telah diatur dalam PMK nomor 62/PMK.04/2011 tentang Penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, Barang yang dikuasai Negara, dan Barang yang menjadi Milik Negara. Dari kajian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pemindahtangan BMN yang tidak memerlukan persetujuan DPR secara umum telah diatur dalam undang-undang tersendiri. Dari paparan berikut diharapkan dapat disajikan kepada pembaca uraian singkat atas peratuan terkait dengan pemindahtangan BMN yang tidak memerlukan persetujuan DPR. Pemindahtangan Barang Milik Negara/Daerah Undang undang nomor 1 tahun 2004 Pasal 45 ayat 1 mengatakan bahwa Barang milik negara/ daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. Dari bunyi pasal ini dapat muncul pertanyaan bagaimana jika ada BMN yang tidak lagi diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah, apakah dapat dipindahtangankan? Walaupun tidak ada jawaban yang jelas, namun pada pasal 45 ayat 2 dikatakan bahwa pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara sebagai tindak lanjut dari Penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal pemerintah Pemindahtangan BMN dapat dilakukan dengan penjualan. Berdasarkan Pasal 51 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, ditentukan bahwa penjualan Barang Milik Negara dilakukan secara lelang. Ketentuan ini berlaku umum, terdapat pengecualian yaitu untuk penjualan rumah dinas golongan III sebagaimana akan dibahas di bagian berikut ini. Pemindahtangan BMN juga dapat dilakukan dengan cara tukar menukar. Untuk BMN berupa tanah dan atau bangunan secara umum yang melakukan tukar menukar adalah pengelola barang kecuali tanah dan bangunan yang masih digunakan oleh pengguna tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan rencana tata ruang. Sementara itu tukar menukar selain tanah dan bangunan dilakukan oleh pengguna setelah mendapat persetujuan pengelolan barang.
Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud di atas adalah untuk pemindahtangan tanah dan bangunan dan selain tanah dan bangunan. Pemindahtangan BMN selain tanah dan bangunan 2
yang memerlukan persetujuan DPR adalah pemindahtangan BMN selain tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus milliar). Tidak semua pemindahtangan BMN tanah dan atau bangunan mesti mendapat persetujuan DPR . Pemindahtangan tanah dan bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPR adalah tanah bangunan yang : (1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; (2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran; (3) diperuntukkan bagi pegawai negeri; (4) diperuntukkan bagi kepentingan umum; (5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannnya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Tata Ruang diatur dengan Undang Undang no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sebelumnya tata ruang diatur dengan Undang Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2007 pasal 61 huruf a dikatakan bahwa dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Selanjutnya pada pasal 62 dikatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61, dikenai sanksi adminstrasi. Untuk menerapkan undang-undang tentang tata ruang tersebut, daerah menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Peraturan daerah tersebut dapat mengalami perubahan dan jika hal ini terjadi maka dapat saja lokasi tanah dan/atau bangunan Milik Negara terjadi perubahan peruntukan dan / atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan. Jika terdapat BMN berupa tanah dan bangunan yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah, maka tanah dan bangunan tersebut sudah seyogyanya untuk dipindahtangkan misalkan dengan cara tukar menukar. Seperti kita ketahui bersama, peraturan daerah sebelum ditetapkan sudah dilakukan pembahasan yang mendalam antara pemerintah daerah dengan wakil rakyat, dengan demikian mengikuti ketetapan dalam perda tersebut merupakan tindakan yang dilakukan. Bangunan yang sudah tua sudah selayaknya direkonstruksi. Jika anggaran pengganti bangunan lama sudah tersedia, yang dihapus adalah bangunan lama yang berdiri di atas tanah 3
tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen anggaran. Anggaran untuk melakukan rekonstruksi harus dibahas dengan DPR. Jika aggaran untuk rekonstruksi bangunan yang lama sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka bangunan yang lama harus dihapuskan tanpa harus mendapat persetujuan DPR. Tentunya pada waktu membahas anggaran pembangunan bangunan pengganti keberadaan bangunan lama sudah ikut dibahas. Penjualan rumah negeri diatur dalam UU no 72 tahun 1957 tentang Penetapan UU Darurat Nomor 1955 tentang penjualan rumah negeri kepada pegawai negeri sebagai undangundang. Pada intinya Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan persetujuan Menteri Keuangan dapat menjual rumah‐rumah Negeri kepada pegawai negeri/pegawai daerah otonomi, pegawai negeri/pegawai daerah otonom yang sudah pension (UU no 72 tahun 1957 pasal 1). Selanjutnya menurut pasal 3 Penjualan rumah dan tanahnya dilakukan dengan cara sewa‐beli dengan jangka waktu paling lama 20 tahun dan paling pendek 5 tahun, dengan ketentuan, bahwa angsuran pertama berjumlah sedikit‐dikitnya 5% dari harga rumah. Sementara itu pengadaan, penghunian, pengelolaan, dan pengalihan status dan hak atas Rumah Negara juga diatur dalam PP 40 tahun 1994 tentang rumah Negara. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri. Rumah Negara meliputi rumah Negara golongan I, Rumah Negara Golongan II serta Rumah Negara Golongan III. Rumah Negara Golongan I adalah Rumah Negara yang dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal dirumah tersebut, serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut. Rumah Negara Golongan II adalah Rumah Negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya disediakan untuk didiami oleh Pegawai Negeri dan apabila telah berhenti atau atau pensiun rumah dikembalikan kepada Negara. Sementara itu
Rumah Negara Golongan III adalah Rumah Negara yang tidak termasuk
Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya. Hal ini dipertegas dalam PP 40 tahun 1994 pasal 16 ayat 1 bahwa rumah Negara yang dapat dialihkan haknya adalah rumah 4
Negara golongan III. Pemindahtangan rumah golongan III ini telah diatur dengan undangundang sehingga tatacara pendahtangannya harus mengikuti peraturan tersebut. Terkait dengan kegiatan Direktorat Jenderal Bea Cukai, terdapat barang-barang dengan status sebagai Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (BTD), Barang yang Dikuasai Negara (BDN) serta Barang Yang Menjadi Milik Negara (BMN). Salah satu contoh BTD adalah barang yang tidak dikeluarkan dari tempat penimbunan sementara yang berada didalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari ) sejak penimbunannya. Salah satu contoh BDN adalah barang dan atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal. Sementara itu contoh BMN adalah barang dan atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk Negara. Atas BTD setelah memenuhi ketentuan dapat ditetapkan untuk dilelang. Atas BDN, sesuai dengan PMK nomor 62/PMK.04/2011 tentang Penyelesaian terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, Barang yang dikuasai Negara, dan Barang yang menjadi Milik Negara, segera dimusnahkan (untuk BDN yang mudah busuk), dilelang (untuk BDN yang tidak tahan lama, merusak, berbahaya, yang pengurusannya memerlukan biaya yang tinggi). Barang yang menjadi milik Negara dapat diusulkan diselesaikan dengan dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dihapuskan dan atau ditetapkan status penggunaannya. Dari penjelasan di alinea di atas dapat kita pahami bahwa BTD, BDN serta BMN seperti di atas wajar jika penghapusannya tidak memerlukan persetujuan DPR. Undang Undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum mengatur tatacara perolehan tanah untuk kepentingan umum. Yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kepentingan umum dapat dikatakan merupakan kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan Negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan atau kepentingan pembangunan. Kategori bidang-bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain adalah : (1) jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan atau salurun pembuangan air; (waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi; (3) rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; (4) pelabuhan, bandara udara, stasiun kereta api atau terminal; (5) peribadatan; pendidikan atau sekolah; (7) pasar umum; (8) fasilitas 5
pemakaman umum; (9) fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan lain-lain bencana; (10) pos dan telekomunikasi; (11) sarana olah raga; (12) stasiun penyiaran radio, televise beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran public; (13) Kantor Pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan Negara asing, Perserikatan Bangsa Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan PBB; (14) fasilitas TNI dan Kepolisian RI sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; (15) Rumah susun sederhana; (16) tempat pembuangan sampah; (17) cagar alam dan cagar budaya; (18) Pertamanan; (19) panti social; (20) pembangkit, transmisi dan distribusi tenaga listrik Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah yang diselenggarakan sesuai dengan: (a) Rencana Tata Ruang Wilayah; (b) Rencana Pembangunan Nasional/Daerah; (c) Rencana Strategis; dan (d) Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah. Sesuai UU no 2 tahun 2012, pasal 5 Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah. Sesuai dengan amanah Undang Undang no 2 tahun 2012, pasal 5 di atas tentunya jika ada BMN yang diperlukan untuk kepentingan umum, harus dipindahtangankan dari Kuasa Pengguna Barang yang menatausahakan BMN tersebut.
Daftar Pustaka Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 72 tahun 1957 tentang Penetapan UU
Darurat Nomor 1955 tentang penjualan rumah negeri kepada pegawai negeri sebagai undang-undang. Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pemerintah Republik Indonesia, Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang
6
Nomor
1
Tahun
2004
tentang
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1994 tentang rumah
Negara Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pemerintah Republik Indonesia, Keppres No. 13 tahun 1974 tentang Perubahan dan Penetapan
Status Rumah Negara. Pemerintah Republik Indonesia, Keppres No. 40 tahun 1974 tentang Tata Cara Penjualan Rumah
Negara. Pemerintah Republik Indonesia, Keppres No. 81 tahun 1982 tentang Perubahan Keppres No. 13
tahun 1974 tentang Perubahan Penetapan Status Rumah Negara
7