LAPORAN KHUSUS
Pembelian Saham Newmont Perlu Persetujuan dpr BPK tidak pernah melarang pemerintah untuk membeli 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont), sepanjang dilakukan melalui prosedur dan koridor hukum dan ketentuan yang berlaku.
S
idang sengketa pembelian saham Newmont di Mahkamah Konstitusi (MK) terus bergulir. Sidang perkara yang teregistrasi nomor 2/SKLN-X/2012, 8 Mei 2012 memasuki sidang kedelapan. Agenda sidang adalah mendengarkan sejumlah saksi dan pendapat akhir. Sidang dihadiri oleh pemohon dan para termohon. Sebagai pemohon mewakili presiden adalah Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Adapun, Termohon 1 mewakili DPR hadir Nusron Wahid dan Arif Budimanta Sebayang. Sementara itu dari Termohon 2, hadir Ketua BPK Hadi Purnomo, Wakil Ketua BPK Hasan Bisri. Ketua BPK Hadi Poernomo, mengawali sidang kali ini dengan menyampaikan pendapat akhir. Menurut dia, pemeriksaan yang dilakukan BPK terhadap proses Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 23
pembelian 7% saham divestasi Newmont merupakan pelaksanaan amanat Pasal 23E ayat (1) UUD 1945. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selain itu, LHP BPK juga wajib ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan pemerintah. Bila tidak ditindaklanjuti, dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 26 ayat (2) UU 15 tahun 2004. Selain melakukan pemeriksaan, lanjutnya, BPK juga diberikan kewenangan untuk memberikan pendapat berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab APRIL 2012
23
26/06/2012 16:12:28
LAPORAN KHUSUS wakilnya dalam jajaran anggota menurut dia, karena secara nature keuangan negara. Hal ini diatur Dewan Komisaris Newmont agar menimbulkan implikasi adanya dalam Pasal 11 huruf a UU Nomor 15 dapat turut serta mengendalikan pemisahan keuangan negara yang Tahun 2006. jalannya perusahaan. semula berada dalam lingkup APBN “Dengan begitu kewenangan BPK Nah, berdasarkan fakta-fakta menjadi keuangan negara yang untuk melakukan pemeriksaan dan tersebut, Ketua BPK Hadi Poernomo dipisahkan dari APBN. memberikan pendapat merupakan berpendapat bahwa pembelian 7% Selain itu, niat pemerintah kewenangan eksklusif BPK yang saham Newmont oleh PIP adalah untuk melakukan pembelian saham tidak dibagi dengan pemerintah penyertaan modal pemerintah pada Newmont belum dibahas bersama atau lembaga negara lain,” kata Hadi perusahaan swasta tertutup. Oleh dengan DPR. Hadi juga menegaskan Poernomo saat memberikan closing karena itu, argumentasi pemerintah sikap Kementerian ESDM dan BKPM statement di MK. yang menyatakan pembelian 7% yang hingga kini belum memberikan Terkait dengan proses pembelian saham oleh PIP adalah investasi persetujuan sejalan dengan hasil saham Newmont, BPK tidak jangka panjang nonpermanen, adalah pemeriksaan BPK. menilai suatu kebijakan dan atau tidak benar. Di sisi lain, nilai transaksi yang menafsirkan peraturan perundangDalam pandangan Hadi akan dilakukan dalam jual beli undangan. Sebaliknya, BPK hanya Poernomo, istilah Investasi jangka saham tersebut senilai US$246 juta memeriksa dan menilai kepatuhan atau setara dengan Rp2,2 triliun. pemerintah terhadap pelaksanaan Adapun, jumlah dana investasi peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam APBN dalam proses pembelian saham Tahun 2011 adalah senilai Rp1 Newmont itu. Pemeriksaan BPK triliun. Selisih nilai transaksi dilakukan terhadap rangkaian akan menggunakan sisa hasil kegiatan yang telah dilakukan keuntungan dari bisnis PIP tahunKementerian Keuangan dalam tahun sebelumnya. Penggunaan rangka pembelian saham itu. “Ini dana investasi Rp1 triliun dari dana membuktikan telah terjadinya APBN 2011 maupun dari dana sisa proses pembelian 7% saham hasil keuntungan bisnis PIP tahundivestasi PT Newmont,” tuturnya. tahun sebelumnya tersebut, belum Menurut dia, ada sejumlah pernah dibahas bersama dengan fakta yang ditemukan BPK di komisi terkait DPR. antaranya pembelian 7% saham Hadi mengungkapkan PP Newmont dilakukan bukan Nomor 1 Tahun 2008 telah melalui pasar modal. Namun, memperluas kewenangan langsung antara PIP dengan Menteri Keuangan dan juga pihak NTP BV. Selain itu BPK juga diungkapkan bahwa PMK Nomor menemukan, Newmont adalah 44/PMK.05/2011 tanggal 9 perusahaan swasta tertutup, kompas/riza fathoni Agus Martowardojo Maret 2011 telah memperluas bukan perusahaan terbuka. obyek investasi dalam bentuk Dengan begitu pembelian saham pembelian saham, dari semula akan diikuti dengan perubahan panjang nonpermanen hanya hanya saham perusahaan terbuka anggaran dasar Newmont. terdapat dalam Standar Akuntansi (go public), diperluas menjadi pada Pemeriksaan BPK, lanjut Hadi, Pemerintahan (SAP) yakni perusahaan baik terbuka maupun juga menemukan tujuan pembelian pengelompokan aset dalam proses tertutup. Selama ini, pemerintah saham tersebut sesuai dengan akuntansi. Bukan substansi dan status tidak pernah membeli saham penjelasan Menteri Keuangan hukum investasi itu sendiri. “Proses perusahaan tertutup manapun dalam kepada BPK. Menteri Keuangan akuntansi harus mengikuti proses keadaan perekonomian normal. mengungkapkan pembelian saham bisnis, bukan sebaliknya proses bisnis Dengan demikian, penetapan PMK Newmont, selain untuk memperoleh mengikuti proses akuntansi,” katanya. Nomor 44/PMK.05/2011 ‘patut keuntungan ekonomi dan sosial, diduga’ dimaksudkan khusus juga agar Pemerintah dapat ikut untuk kepentingan pembelian mengelola Newmont. Berdasarkan Persetujuan DPR saham Newmont yang merupakan SPA yang sudah ditandatangani, BPK Menyinggung mengenai perusahaan tertutup. juga menemukan, adanya tuntutan perlunya persetujuan DPR dalam Terkait dengan penetapan PIP PIP untuk menempatkan seorang proses pembelian saham Newmont,
24
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 24
Warta BPK
26/06/2012 16:12:29
LAPORAN KHUSUS
Ketua BPK Hadi Poernomo tengah memberikan penjelasan dalam sidang perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Presiden dengan DPR dan BPK.
sebagai pembeli 7% saham divestasi melalui KMK Nomor 43/KMK.06/2011, tanggal 1 Februari 2011, sedangkan PMK yang saat itu berlaku adalah PMK Nomor 181/PMK.05/2008 yang dalam Pasal 6 mengatur bahwa pembelian saham hanya dapat dilakukan atas saham yang diterbitkan perusahaan terbuka, maka KMK Nomor 43/ KMK.06/2011 ‘patut diduga’ cacat hukum. Sementara terkait kelembagaan PIP sebagai BLU, menurut Hadi Poernomo, tidaklah sesuai dengan makna filosofis dan tujuan pembentukan BLU. Pasalnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 68 UU 1/2004, BLU seharusnya berfungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan tidak mencari keuntungan. Selain itu, anggaran, kekayaan dan laporan keuangan BLU merupakan bagian tak terpisahkan dari anggaran, kekayaan dan laporan keuangan kementerian induknya. Penggunaan dana BLU untuk melakukan penyertaan modal pada perusahaan swasta, sama dengan memisahkan kekayaan negara dari APBN untuk dikelola oleh perusahaan swasta, Newmont. Menurut dia, sebagai Bendahara Umum Negaran (BUN), Menteri Keuangan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembelian 7% saham Newmont. Kewenangan BUN
Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 25
dalam investasi pemerintah, adalah sebatas melakukan penempatan uang di bank dalam rangka manajemen kas dan pembelian Surat Utang Negara (SUN). Hal ini seperti diatur, dalam pasal 7 ayat (2) huruf h. UU No. 1/2004 . Seperti diketahui, dalam Pasal 41 UU No. 1/2004, disebutkan investasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah investasi jangka panjang dalam bentuk pembelian surat berharga dan investasi langsung seperti penyertaan modal dan pemberian pinjaman. Apabila pemerintah akan melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan negara atau swasta, keputusan investasi tersebut harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah dapat memutuskan penyertaan modal pada perusahaan negara atau swasta apabila anggarannya tersedia dalam APBN. “Dengan demikian Menteri Keuangan tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan penyertaan modal pemerintah pada perusahaan negara atau swasta,” kata Hadi.
Rugikan BPK Dia khawatir bila permohonan SKLN Pemohon dikabulkan, akan menimbulkan konsekuensi yang merugikan BPK. Yakni terlanggarnya kewenangan konstitusional BPK
dalam melaksanakan pemeriksaan. Justru bila LHP BPK dapat digugat memiliki implikasi yang sangat luas yakni ketidakpastian hukum. “Bahkan kalau gugatan ini dikabulkan, LHP BPK dapat digugat oleh orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara berdasarkan hasil audit BPK,” kata Hadi. Sebaliknya, apabila Kementerian Keuangan yakin tidak memerlukan izin dari DPR, seharusnya pada saat diperiksa dapat mengajukan penolakan pemeriksaan. Namun, apabila menerima dan mengikuti semua prosedur pemeriksaan sampai dengan LHP diterbitkan, LHP BPK tersebut wajib ditindaklanjuti dan hasilnya final dan mengikat. Bila BPK dianggap menghalangi, mengurangi, mengambil dan atau merugikan kewenangan pemerintah, Hadi meminta agar ditunjukkan pada pasal dan ketentuan perundangundangan mana yang dihalangi, dikurangi, diambil dan atau dirugikan. Sebab dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK berdasarkan pada fakta dan sesuai dengan UU. Hadi Poernomo menegaskan BPK tidak pernah melarang pemerintah untuk membeli 7% saham Newmont, sepanjang dilakukan melalui prosedur dan koridor hukum atau ketentuan yang berlaku. bw/bd APRIL 2012
25
26/06/2012 16:12:35
LAPORAN KHUSUS
Daerah Juga Inginkan Saham Divestasi 7%
M. Zainul Majdi
Di tengah permasalahan divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) yang akan dibeli pemerintah pusat tanpa konsultasi dengan DPR, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, pun menginginkannya. “Terkait dengan 7%, posisi dari daerah, saya dapat menyampaikan di sini, posisi dari daerah karena juga telah merupakan menjadi keputusan dari DPRD Provinsi dan kedua kabupaten [Sumbawa dan Sumbawa Barat], gubernur, dua bupati beserta DPRD-nya masing-masing, memang telah memutuskan untuk meminta, agar 7% ini juga diberikan kesempatan untuk daerah,” ungkap Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi. Zainul menghadiri sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sengketa kewenangan pembelian 7% saham divestasi Newmont antara Pemerintah dan DPR yang melibatkan BPK. Dia mengaku ditelepon oleh Ketua DPRD Provinsi NTB untuk menyampaikan pesan kepada majelis sidang bahwa harapan daerah terhadap 7% saham ini sangat besar. Pihak pemprov sebenarnya sudah ikut melibatkan diri dalam kepemilikan saham divestasi Newmont sebesar 24% yang ditawarkan sebelum penawaran saham divestasi 7%. Berawal dengan kerja sama antara Pemprov NTB dan Pemkab Sumbawa dan Pemkab Sumbawa Barat.
26
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 26
Hasil kerja sama itu adalah membentuk perusahaan daerah dengan nama PT Daerah Maju Bersaing. Perusahaan ini, diakui Zainul, dibentuk sebagai wadah kebersamaan dari pemerintah daerah dalam upaya untuk ikut berpartisipasi membeli saham divestasi Newmont, yang dalam kontrak karya memang wajib untuk didivestasikan dalam beberapa tahap. Untuk itu, PT. Daerah Maju Bersaing ini bersama pihak swasta yang mau diajak bekerjasama membentuk perusahaan lagi dengan nama PT Multi Daerah Bersaing. Dalam proses pembeliannya, disepakati bersama antara Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa, Pemkab Sumbawa Barat, dan DPRD masingmasing agar pembelian saham ini tidak membebani APBD. Artinya, tidak menggunakan dana dari daerah. Oleh karena itu, tiga pemerintah daerah bersama DPRD masing-masing menyepakati untuk melakukan kerja sama dengan pihak lain, yaitu pihak swasta nasional untuk melakukan pembelian saham Newmont yang didivestasikan itu. Dalam proses yang dilaksanakan sejak 2009, disepakati untuk melaksanakan proses yang transparan yaitu dengan melakukan penawaran kepada perusahaan swasta utnuk diajak bekerjasama dalam membeli saham divestasi sebesar 24%. “Pada waktu itu, pemerintah daerah menilai pihak mana yang paling besar memberikan manfaat untuk daerah. Paling besar itu diukur dari berapa persentase yang diberikan kepada daerah dengan tanpa daerah mengeluarkan pendanaan,” papar Zainul. Artinya, pihak ketiga itu komitmen untuk menyiapkan semua pendanaan
dan pemerintah daerah mendapatkan bagian. “Nah, mana yang bisa memberikan bagian terbesar itulah yang kemudian dijadikan mitra oleh pemerintah daerah. Hasilnya, pihak ketiga yaitu PT Multi Capital memberikan skema yang terbaik untuk daerah pada waktu itu.” Skemanya adalah 25 % untuk daerah, dan 75 % untuk pihak PT Multi Capital dengan komitmen perjanjian seluruh pendanaan ditanggung oleh swasta nasional itu dan pemerintah daerah tidak dibebani utang untuk membayar pendanaan itu. Akhirnya pembelian saham divestasi sebesar 24% dibeli melalui tiga tahapan. Tahap pertama membeli 10%, kedua sebesar 7%, dan terakhir kembali membeli 7 %. Sebanyak 24% saham kepemilikan Newmont yang didivestasikan ini, pemerintah daerah mendapatkan 6%, sementara 18% lainnya dimiliki pihak swasta nasional yang bekerjasama dengan pemerintah daerah itu. Besaran saham kepemilikan Newmont ini sesuai dengan skema 25% untuk daerah dan 75% untuk pihak PT Multi Capital. Walau sudah ikut berpartisipasi dalam 24% kepemilikan saham divestasi Newmont, pemerintah daerah masih menginginkan 7% saham divestasi yang kini dipersengketakan di MK terkait kewenangan pemerintah untuk membelinya dan permintaan izin kepada DPR. “Kalau yang 7 % ini akan diberikan kepada daerah, maka pemda akan melakukan beauty contest kembali. Karena mitra kami yang sudah membeli 24% menyatakan tidak akan membeli lagi yang 7%,” ucap Zainul. and
Warta BPK
26/06/2012 16:12:37
LAPORAN KHUSUS
“BPK Tak Pernah Mengurangi Kewenangan Presiden” Pemeriksaan terhadap proses pembelian saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) yang dilakukan BPK merupakan permintaan DPR. Pendapat BPK semata-mata berdasarkan fakta dan sesuai dengan undang-undang. Saat mengikuti sidang di MK (8/5) Hadi Poernomo mengungkapkan pembentukan lembaga negara merupakan amanah konstitusi untuk mewujudkan tujuan bernegara, yakni menjadikan masyarakat yang adil dan makmur. Oleh karena itu sesuai dengan UUD 1945 setiap lembaga negara mengemban tugas masingmasing yang dalam pelaksanaannya diatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Hanya saja, lanjutnya, untuk memastikan setiap lembaga negara melaksanakan tugas sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan, konstitusi sudah mengaturnya. Caranya dengan menempatkan lembaga negara yang lain sebagai pengontrol. “Dalam sistem ketatanegaraan mekanisme demikian disebut dengan check and balances,” katanya. Seiring hal tersebut, tambahnya, konstitusi telah mengamanatkan dibentuknya Badan Pemeriksa Keuangan. Tugas BPK sesuai Pasal 23 E UUD 1945, yakni memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hanya saja, agar BPK bisa melaksanakan tugasnya konstitusi sudah menetapkan BPK haruslah bebas dan mandiri. “Seperangkat peraturan perundangundangan sudah mengatur pelaksanaan tugas BPK yang bebas dan mandiri,” kata Hadi Poernomo.
Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 27
Hadi Poernomo
Oleh karena itu, lanjutnya, apa yang dilakukan BPK melalui tugas pemeriksaannya, semata-mata berdasarkan fakta dan apa yang tertuang dalam undang-undang. Dia menegaskan BPK bekerja secara independen dan selalu menjaga integritas serta menjunjung tinggi profesionalisme. “BPK tidak merumuskan hasil pemeriksaannya berdasarkan pesanan, permintaan, dan atau keinginan suatu pihak tertentu,” jelasnya. Hadi mengaku sebagai Ketua BPK, dia merasa prihatin dengan adanya sidang SKLN ini. Meskipun begitu dia tetap harus menjalaninya. “Saya berharap melalui sidang ini fakta dan apa kata undang-undang akan mengungkapkan pendapat mana yang benar dan yang salah,” kata Hadi. Dia menjelaskan pemeriksaan
terhadap proses pembelian saham Newmont yang dilakukan BPK atas permintaan DPR. Hasil pemeriksaan BPK selanjutnya dirumuskan dalam kesimpulan dan pendapat BPK. Pendapat BPK mengenai proses pembelian saham tersebut sematamata berdasarkan fakta dan sesuai dengan UU. “BPK tidak mengurangi atau melebih-lebihkan pendapatnya,” tegasnya. Selain itu, dalam pemeriksaan tersebut, BPK tidak menilai suatu kebijakan atau menafsirkan peraturan perundang-undangan. Justru yang dilakukan BPK yakni memeriksa dan menilai kepatuhan pemerintah terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelian saham Newmont. BPK tidak pernah menghalangi, mengurangi, mengambil dan merugikan kewenangan lembaga negara lain. “Termasuk kewenangan Presiden dalam pembelian saham Newmont,” jelasnya. Seperti diketahui, DPR telah membentuk paket UU di bidang keuangan negara. Paket UU itu terdiri dari UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan negara. Hadi Poernomo mengingatkan pada waktu paket UU di bidang keuangan negara tersebut dibahas di DPR, saat itu dia masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak. Oleh karena itu, dia selalu mengikuti perkembangan pembahasannya bersama-sama dengan para pejabat kementerian keuangan lainnya. Ketua BPK ini merupakan salah satu saksi sejarah pembuatan paket UU di bidang keuangan negara. “Jadi pada waktu BPK melakukan pemeriksaan atas proses pembelian saham Newmont, saya sangat memahami dasar peraturan perundang-undangan yang harus diikuti oleh pemerintah dalam pembeliannya,” tuturnya. bw APRIL 2012
27
26/06/2012 16:12:39
LAPORAN KHUSUS
Pemeriksaan BPK Sesuai Wewenangnya Ahli Hukum Tata Negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, berpendapat bahwa pemeriksaan BPK atas permintaan DPR terkait permasalahan saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara sudah sesuai dengan wewenangnya. Pun hal yang sama dengan pemberian pendapat BPK atas hasil pemeriksaan itu. Pemeriksaan BPK atas rencana pemerintah untuk membeli 7 persen saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara dan pemberian pendapat atas hasil pemeriksaan tersebut, sudah sesuai dengan kewenangannya sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara. Wewenang BPK sendiri diatur dalam UUD 1945 Pasal 23E ayat 1 dan UU No.15 Tahun 2006 Pasal 11 huruf a. Pada UUD 1945 pasal 23E ayat 1 berbunyi “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri”. Menurut Bagir Manan, dalam ilmu hukum, segi ilmu hukum tata negara dan hukum administrasi negara, kekuasaan yang dimiliki berdasarkan hukum seperti yang ditentukan dalam undang-undang dasar, disebut juga sebagai wewenang. Wewenang sekaligus memuat hak dan kewajiban. Dengan demikian kekuasaan atau wewenang BPK berdasarkan UUD 1945 Pasal 23E ayat 1 adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dimanapun uang negara berada yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembagalembaga negara lain, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan badan-badan atau lembaga lain yang mengelola keuangan negara.
28
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 28
Bagir Manan
Sementara, istilah “Mengelola” lazim dipadankan dengan mengurus. Mengurus menurut hukum memiliki berbagai fungsi. Selain fungsi mengurus, mengurus juga melakukan fungsi-fungsi lain termasuk fungsi mengatur dan lainnya. Baik dalam rangka mengelola maupun mengurus, termasuk di dalamnya melakukan fungsi mengawasi atau fungsi kendali sebagai salah satu unsur manajemen. Dengan demikian kekuasaan BPK, memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, mengandung pula makna, mengawasi keuangan negara, baik tatacara penggunaan, tujuan atau sasaran penggunaan, atau peruntukkan keuangan negara, dan berbagai wewenang sebagai tugas untuk menjamin keuangan negara dikelola atau diurus atau dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya. Adapun Pasal 11 huruf a UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, yang menyebutkan antara lain, BPK dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lain, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, yayasan dan lembaga atau badan lain yang diperlukan karena sifat
pekerjaannya. Penjelasan Pasal 11 huruf a, mengatakan pendapat yang diberikan BPK, termasuk perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, pinjaman, privatisasi, likuidasi, merger, akuisisi, penyertaan modal pemerintah, penjaminan pemerintah dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam penjelasan Pasal 11 tersebut digunakan kata “termasuk”. Bahkan pada bagian lain dipergunakan ungkapan “dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara”. Penggunaan kata dan ungkapan tersebut, menunjukkan bahwa BPK dapat memberikan pendapat yang tidak terbatas, sepanjang menyangkut atau berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Berdasarkan UU No.15 Tahun 2006 Pasal 11 huruf a di atas, maka BPK berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945 Pasal 23E ayat 1, BPK juga berwenang memberikan pendapat kepada lembaga-lembaga yang mengelola atau mengurus keuangan negara. Hal lain diungkapkan Bagir Manan terkait dengan kekuasaan yang dimiliki BPK dalam ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23E ayat 1, BPK merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri. Secara konstitusional hanya ada tiga lembaga negara yang dimaknai sebagai penyelenggara kekuasaan negara yang merdeka atau bebas dalam kaitan hubungan dengan penyelenggaraan negara lainnya, yaitu Mahkamah Agung dengan peradilan di bawahnya, Mahkamah Konstitusi dan BPK. and Warta BPK
26/06/2012 16:12:42
LAPORAN KHUSUS
‘Pembelian Newmont Bukan Penyertaan Modal’ Menurut Prof. HS Natabaya, saksi ahli yang didatangkan pemerintah, tindakan pemerintah untuk mendahului pembelian saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) sesuai dengan ketentuan dalam kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dan Newmont. Berdasarkan Pasal 24 dalam kontrak karya tersebut, pemerintah punya hak untuk mendahului dalam membeli saham divestasi ini. Dan, ini bukan modal penyertaan yang harus meminta izin dulu kepada DPR. “Dari kontrak karya ini terlihat perbuatan hukum oleh pemerintah adalah tindakan pembelian saham divestasi Newmont bukan pengertian penyertaan modal sebagaimana yang diatur Pasal 24 ayat 7 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003,” ucapnya. Dia mendasarkan pada Pasal 24 ayat 7 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang berada pada Bab 6 tentang hubungan kewenangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat. Oleh karena itu, lanjutnya, membaca dan menafsirkan Pasal 24 Ayat 7, tidak terlepas dari judul Bab 6 ini. Apabila dipilah Pasal 24 Ayat 7 terdapat beberapa unsur. Pertama, harus ada keadaan tertentu untuk penyelamatan perekonomian nasional. Kedua, memberikan pinjaman atau melakukan penyertaan modal. Dari dua unsur inilah harus ada persetujuan DPR. Namun, Natabaya berpendapat pemerintah dalam pembelian saham divestasi Newmont, tidak dalam keadaan suasana yang genting, atau darurat, sebagaimana tertera dalam Pasal 24, untuk penyelamatan perekonomian nasional. Selain itu, perbuatan hukum yang dilakukan
Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 29
HS Natabaya
pemerintah, adalah divestasi Newmont bukan pinjaman atau melakukan penyertaan modal. Oleh karena itu, karena tidak dipenuhinya unsur satu dan dua, tidak perlu ada persetujuan DPR dalam pembelian 7% saham Newmont tersebut. Sebaliknya, pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya, telah mendasarkan pada Pasal 8 huruf F, junto UU No. 17 tahun 2003, junto Pasal 7 Ayat 2 UU No. 1 Tahun 2004. Pasal 8 huruf f berbunyi, “Dalam pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal menteri keuangan mempunyai tugas melaksanakan fungsi bendahara umum negara”. Adapun, Pasal 7 Ayat 2, huruf h, UU No. 1 Tahun 2004, berbunyi, “Menteri keuangan selaku bendahara umum negara berwenang menempatkan uang negara dan mengelola dan menatausahakan investasi”. Sebagai tindak lanjut, Presiden telah mengeluarkan PP No.1 Tahun 2008 tentang investasi pemerintah dalam rangka pengelolaan investasi dengan jelas telah diatur dalam Pasal 41 Ayat 1, 2, dan 3. Ayat 1 berbunyi, “Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial atau manfaat
lainnya”. Investasi yang dimaksud sebagaimana yang dimaksud pada Ayat 1 dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung. Jadi, bukan penyertaan modal. Sementara pada Ayat 3, investasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, di atas diatur dalam peraturan pemerintah. Jadi, tanpa ada persetujuan DPR. Dengan memperhatikan peraturan perundangundangan tersebut, menurut Natabaya, maka kewenangan pemerintah membeli 7% saham adalah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UUD. Pemerintah mempunyai kepentingan langsung mengenai masalah tersebut. Mengenai persoalan alokasi dana, di mana menurut BPK belum ada alokasi dana pembelian 7% saham divestasi pada APBN tahun 2011. Apabila dibaca secara seksama, UU No. 10 Tahun 2010, tentang APBN tahun anggaran 2011, dalam penjelasan Pasal 29 Ayat 3, tentang pembiayaan dalam negeri, huruf b, angka 5, dana investasi pemerintah telah ditentukan, sebesar Rp1 triliun. Persoalan timbul bagaimana mengatasi kalau kekurangan dana, dalam hal ini pemerintah dan DPR menyepakati perlu adanya suatu badan layanan umum atau BLU yang merupakan lembaga yang keberadaannya terdapat dalam lingkungan pemerintah. Pemberian status BLU kepada satuan kerja tertentu di lingkungan suatu kementerian atau lembaga dimaksudkan sebagai jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik, dalam penyelenggaraan pemerintah. Sumber dana BLU yang berasal dari pembiayaan bukan melalui belanja. Sehingga ketentuan pasal 15 ayat 5 Undang-Undang Keuangan negara yang menjadi dasar dari BPK, menyebutkan APBN yang sudah disetujui DPR, terisi sampai organisasi fungsi, program, kegiatan, jenis belanja adalah mengatur secara eksplisit, belanja pengeluaran, bukan pembiayaan. and APRIL 2012
29
26/06/2012 16:12:45
LAPORAN KHUSUS Dalam pandangan Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir, salah satu faktor yang memicu terjadinya sengketa antara pemerintah dengan DPR dan BPK terkait divestasi 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) adalah faktor ketidaksepahaman mengenai penggolongan dan kriteria investasi. Mencermati silang pendapat tersebut, dia mengungkapkan betapa besarnya perbedaan pandangan antara pemerintah dan BPK mengenai penggolongan dan kriteria investasi. Secara tidak langsung BPK menggolongkan transaksi tersebut sebagai investasi langsung karena menyebutnya sebagai penyertaan modal. Sebaliknya, karena menolak penggolongan transaksi itu sebagai penyertaan modal, secara tidak langsung pemerintah menggolongkan transaksi tersebut sebagai investasi surat berharga. “Untuk mengurai silang pendapat tersebut, salah satu cara yang perlu ditempuh adalah dengan mengungkapkan penggolongan dan kriteria investasi secara lebih jelas,” katanya. Revrisond menjelaskan penggolongan investasi menjadi investasi surat berharga (portfolio investment) dan investasi langsung (direct investment) sudah diterima sebagai konvensi secara internasional. Namun karena kegiatan investasi terjadi pula dalam lingkup lintas negara, maka penggolongan investasi menjadi investasi surat berharga dan investasi langsung tersebut berlaku pula dalam kegiatan investasi lintas negara. Investasi langsung lintas negara biasanya disebut sebagai investasi asing langsung (foreign direct investment). Sejalan dengan konvensi internasional tersebut, lanjutnya, penggolongan investasi di Indonesia dilakukan dengan cara serupa. Hal itu dapat disimak baik dalam Peraturan Pemerintah No.1/2008 tentang Investasi Pemerintah, maupun dalam
30
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 30
“Pembelian 7% saham Newmont Harus Dibatalkan” Tidak tepat bila hasil pemeriksaan BPK dinyatakan oleh pemerintah sebagai suatu tindakan yang bersifat menghalangi penggunaan hak konstitusional pemerintah.
Revrisond Baswir
PMK No. 181/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah. Lantas faktor apakah yang membedakan kedua golongan investasi tersebut? Dia menunjuk PP No. 1/2008 dan PMK No. 181/2008. Perbedaan antara keduanya cenderung agak kabur. Pembatasan investasi surat berharga pada perusahaan terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) PMK 181/2008, misalnya, melalui penerbitan PMK No. 44/PMK.05/2011, dapat dengan mudah diubah dengan memperluas cakupannya pada perusahaan tertutup. Oleh karena itu, Revrisond berpandangan perbedaan antara investasi surat berharga dengan investasi langsung tidak dapat hanya disimak berdasarkan jangka waktu investasi dan corak perusahaannya. Melainkan wajib ditelusuri hingga ke konsekuensinya terhadap kemampuan untuk turut mengendalikan jalannya roda perusahaan.
Secara spesifik, kemampuan untuk turut mengendalikan jalannya roda perusahaan itu ditandai oleh diperolehnya hak untuk turut terlibat secara langsung dalam pengelolaan seharihari perusahaan, baik dengan menduduki jabatan komisaris dan/atau jabatan direksi perusahaan. Berdasarkan kriteria investasi langsung, pembelian 7% saham Newmont oleh pemerintah, dapat digolongkan secara lebih tegas. Dokumen Perjanjian Jual Beli Divestasi Saham Tahun 2010, menyebutkan bahwa pembelian itu secara jelas menimbulkan konsekuensi berupa diperolehnya hak oleh pemerintah untuk turut mengendalikan Newmont. Dengan latar belakang seperti itu, lanjut Revrisond, sejalan dengan hasil pemeriksaan BPK, pembelian 7% saham itu tidak dapat digolongkan lain kecuali sebagai investasi langsung atau penyertaan modal. Revrisond menganggap tidak tepat bila hasil pemeriksaan BPK dinyatakan oleh pemerintah sebagai suatu tindakan yang bersifat menghalangi penggunaan hak konstitusional pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK justru telah mengungkapkan terjadinya praktik pengaburan konstitusional oleh pemerintah. Oleh sebab itu, memperhatikan hasil pemeriksaan BPK, tidak ada tindakan lain yang perlu dilakukan oleh pemerintah kecuali membatalkan transaksi tersebut. bw
Warta BPK
26/06/2012 16:12:45
LAPORAN KHUSUS
Kesimpulan BPK tidak Melampaui Kewenangan Pesetujuan DPR dalam pembelian 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara tidak dapat dikatakan sebagai melampaui kewenangan. Namun, hanya perbedaan tafsir terhadap peraturan perundang-undangan. Pakar hukum tata negara Ni’matul Huda menyesalkan sengketa kewenangan lembaga negara antara pemerintah, DPR, dan BPK dalam pembelian 7% saham Newmont. Seharusnya antara pemerintah dan DPR bersama-sama menentukan cabang produksi yang dinilai penting bagi hajat hidup orang banyak. Dia menilai pemerintah tidak dapat secara sepihak menafsirkan cabang-cabang produksi yang mana saja yang dinilai penting bagi hajat hidup orang banyak. Artinya, rakyat melalui wakilnya di DPR harus dilibatkan. Dia memandang argumentasi pemerintah yang bersandar pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 tidak tepat. Jika pembelian 7% saham itu menjadi sesuatu yang penting dan diharapkan nantinya dapat memberikan sebesar-besarnya kemakmuran bagi rakyat, tentu DPR sebagai wakil rakyat harus dimintai persetujuannya. Huda mengatakan dalam penjelasan umum angka 5 UU No. 17 Tahun 2003 memang menyatakan Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan tersebut, sebagian kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Oleh karena itu, Ni’matul Huda menilai adanya pandangan yang mendalilkan bahwa UU No. 1 Tahun 2004 lex specialis dari UU No. 17 Tahun Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 31
Ni’matul Huda
2003, sehingga UU No. 1 Tahun 2004 dapat mengesampingkan UU No. 17 Tahun 2003 dianggap kurang tepat. Pasalnya, UU No. 1 Tahun 2004 satusatunya undang-undang yang dijadikan konsideran adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (LN RI Tahun 2003 No. 47, Tambahan LN No. 4286). Hal itu berarti pengaturan tentang Perbendaharaan Negara tidak boleh mengesampingkan apalagi bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2003. Dengan demikian spirit UU No. 17 Tahun 2003 membatasi keleluasaan pemerintah (Presiden) melalui Menteri Keuangan untuk menempatkan uang negara dan mengelola/ menatausahakan investasi. Dengan kata lain, lanjutnya, keleluasaan yang diberikan kepada pemerintah melalui Menteri Keuangan untuk melakukan investasi tetap dibatasi oleh adanya persetujuan DPR. Sebab penyertaan modal dilakukan kepada perusahaan swasta bukan kepada perusahaan negara atau daerah.
Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 24 ayat (7) UU No. 17 Tahun 2003. Dalam pandangan Huda, DPR dan BPK sudah bertindak proporsional. DPR telah secara resmi meminta kepada BPK untuk mengaudit dengan tujuan tertentu terhadap proses pembelian saham Newmont. Hasilnya, berdasarkan pengujian kepatuhan atas peraturan perundang-undangan BPK menyatakan pembelian saham oleh pemerintah seharusnya dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR. “Dengan demikian, apa yang dilakukan BPK bukan menginterpretasikan Pasal 24 ayat (7) UU No. 17 Tahun 2003 tetapi melakukan audit dengan tujuan tertentu,” katanya. Kesimpulan BPK yang menyatakan pembelian saham 7% itu seharusnya dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR tidak dapat dikatakan sebagai melampaui kewenangan. “Sebab itu merupakan tugas utama BPK yang diamanahkan Pasal 23E UUD 1945,” tuturnya. Huda menilai perkara yang disengketakan ke MK bukan merupakan persoalan melampaui kewenangan. Namun, perbedaan tafsir terhadap beberapa peraturan perundangundangan antara pemerintah, di satu pihak dengan DPR di pihak lain. Dengan begitu, pemerintah melakuan kesalahan ketika mengikutsertakan BPK sebagai Termohon II. Pasalnya, kesimpulan BPK yang dilaporkan ke DPR sifatnya rekomendatif. Pemohon telah salah memaknai keberadaan BPK yang tugas utamanya dijamin oleh UUD 1945 untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara. Sebaliknya, dia menganggap LHP BPK seharusnya ditindaklanjuti oleh pemerintah. Bukan membawanya menjadi sengketa kewenangan lembaga negara ke MK. “Apabila setiap LHP BPK dapat disengketakan oleh pihak yang diperiksa melalui sengketa kewenangan, hal ini akan dapat mendelegitimasi eksistensi BPK yang dijamin oleh UUD 1945,” paparnya. bw APRIL 2012
31
26/06/2012 16:12:46
LAPORAN KHUSUS Anggota DPR Nusron Wahid berpendapat perkara pembelian 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) bukan termasuk dalam Sengketa Kewenangan antar Lembaga Negara (SKLN). Pasalnya, DPR dan BPK telah melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya sesuai peraturan perundangundangan. Hal itu dilontarkan Nusron saat membacakan closing statement dalam sidang SKLN belum lama ini. Di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Ahmad Sodiki, dia mengungkapkan jika pemerintah tidak mengakui pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang yang dilakukan oleh DPR dan BPK, hal itu merupakan hak pemerintah. Hanya saja, dia mengingatkan konstitusi telah mengamanatkan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK wajib dilaksanakan oleh lembaga negara. “Bukan dengan cara membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi,” tegasnya. Pada hakekatnya, tambahnya, hubungan antara pemerintah dan DPR adalah suatu hubungan kelembagaan, politik (check and balances). Oleh karena itu dengan adanya ketidaksepahaman antara pemerintah dan DPR yang bermuara ke MK akan menjadi problem besar dalam tata kelola pemerintahan dan mempunyai dampak buruk. Nusron mengungkapkan Pasal 7 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur kewenangan Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk melakukan investasi. Selanjutnya Pasal 41 mengatur mengenai pengelolaan investasi negara, baik investasi langsung berupa penyertaan modal dan atau pinjaman dan investasi tidak langsung yang berbentuk saham dan surat utang. Untuk diketahui, lanjutnya, bahwa Pasal 29 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
32
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 32
“Pemeriksaan BPK Wajib Dilaksanakan Pemerintah” Konstitusi telah mengamanatkan, hasil pemeriksaan BPK wajib dilaksanakan oleh lembaga negara termasuk pemerintah. Bukan dengan cara membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi.
Nusron Wahid
mengamanatkan diperlukannya UU yang mengatur pelaksanaan APBN dan APBD. Selanjutnya, lahirlah UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Karena itu, sebagai UU organik, harus selaras pada UU No. 17 Tahun 2003. “Artinya dalam implementasinya tidak berdiri sendiri,” kata Nusron. Dia mengatakan bahwa pengertian investasi langsung pada UU No 1 Tahun 2004 diartikan oleh Pasal 24 UU No. 17 Tahun 2003 adalah penyertaan modal dan pinjaman atau hibah. “Berdasarkan pasal tersebut juga dikatakan bahwa baik penyertaan modal maupun
pinjaman/hibah harus mendapatkan persetujuan DPR,” kata Nusron. Dalam Sales Purchase Agreement (SPA), tegasnya, juga tertera ada transfer of ownership sehingga pemerintah mempunyai aset kepemilikan di Newmont yang ditandai dengan adanya izin dari Kementerian ESDM, BKPM dan Kementerian Hukum dan HAM. “Hal ini menandakan bahwa pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah, (PIP) melakukan investasi langsung berupa penyertaan modal sehingga membutuhkan persetujuan DPR,” kata Nusron. bw
Warta BPK
26/06/2012 16:12:46
LAPORAN KHUSUS
Penyelesaian Sengketan Melalui Legislative Review Solusi cara yang paling cepat untuk menyelesaikan sengketa pembelian 7% saham Newmont melalui pengujian UU. Presiden dan DPR memiliki fungsi dan kekuasaan memberikan kepastian hukum melalui legislative review.
Andi Irmanputra Sidin
Pembelian 7% saham PT Newmont Nusa Tenggara (Newmont) oleh pemerintah telah menimbulkan persoalan sengketa kewenangan antar lembaga negara di Mahkamah Konstitusi. Hanya saja persoalannya akankah pembelian saham itu temasuk dalam sengketa kewenangan antarlembaga negara. Pengamat hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin menjelaskan pelaksanaan kekuasaan antarlembaga negara memang seringkali berpotensi menimbulkan gesekan. Hanya saja, tidak semua gesekan itu termasuk dalam sengketa kewenangan antarlembaga negara. Sekalipun pelaksanaan kewenangan tersebut menimbulkan terganggunya pelaksanana fungsi negara di tempat lainnya. Bisa saja yang menjalankan kewenangannya Warta BPK
23 - 34 laporan khusus .indd 33
berdasarkan UU tersebut karena adanya perbedaan tafsir. Lantas akankah pembelian 7% saham Newmont itu termasuk dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang penyelesaiannnya di MK. Menurut Irmanputra Sidin, untuk istimewa menentukan sebagai sengketa kewenangan konstitusional antarlembaga negara memang tidak mudah. Hanya saja selama lembaga negara seringkali menggunakan kamar SKLN ini karena dianggap ‘jalan tol’ untuk penyelesaian sengketa yang cepat dan aman dibandingkan dengan lainnya. “Karenanya harus bisa dibedakan antara sengketa kewenangan konstitusional atau perselisihan tafsir antara lembaga negara,’ katanya. Menurut dia, jika suatu lembaga negara menjalankan tugasnya dengan masih berlandaskan dan mencantumkan UU tertentu sebagai landasan legalitas pelaksanaan tugasnya yang kemudian tidak bisa diterima lembaga negara lain, maka tidak otomatis menjadi kebutuhan konstitusional MK untuk
menyelesaikan. Walaupun diakui oleh Irmanputra Sidin, bahwa MK merupakan forum untuk mencari kepastian konstitusional terhadap suatu pelaksanaan tugas, fungsi, hak, dan kewenangan lembaga negara. Apabila ada perbedaan cara pandang, tafsir, cara pelaksaaan suatu UU yang dianggap merugikan lembaga negara lain. Menyinggung mengenai kewenangan BPK, Irmanputra mengatakan kewenangannya telah diatur dalam dalam Pasal 24 Ayat (7) UU Keuangan Negara dan UU mengenai Perbendaharaan Negara. Hanya saja, lanjutnya, dalam kasus ini, Presiden tidak bisa menerima dan merasa terganggu atas tafsir UU tersebut. Akibatnya terimplementasi dalam pelaksanaan kewenangan BPK tersebut maka tidaklah menjadi kebutuhan konstitusional untuk menyelesaikannya di kamar SKLN. “Bahwa yang pasti, lembaga yang menjalani fungsi pengawasan seperti DPR atau BPK tentunya berpotensi besar untuk tidak disetujui tafsir pelaksaaan UU oleh lembaga Presiden atau lembaga terperiksa.” Namun, tambahnya, tafsir tersebut belum tentulah benar bagi kedua pihak. Bisa jadi memang ada kebutuhan konstitusional untuk memberikan kepastian hukum atas pelaksanaan tafsir tersebut. Hanya saja, tentu kebutuhan tersebut tidak otomatis menjadi kebutuhan konstitusional. “Artinya tidak harus MK yang menyelesaikannya,” papar Irmanputra Sidin. Dia menawarkan solusi yang paling cepat untuk menyelesaikan yaitu menggunakan kamar APRIL 2012
33
26/06/2012 16:12:46
LAPORAN KHUSUS
pengujian UU, bukan SKLN. Alasannya, yang bersengketa Presiden dan DPR. Keduanya memiliki fungsi dan kekuasaaan memberikan kepastian hukum melalui legislative review. Presiden memiliki hak subjektif mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (perpu) untuk memberikan kepastian konstitusional terhadap kata, frasa yang diperdebatkan. Cara konstitusional yang paling pas menjaga wibawa masing masing lembaga negara seperti Presiden, DPR, BPK dan MK, adalah mempersoalkan perselisihan tafsir ini melalui legislative review. “Bisa juga dengan constitusional review pengujian UU atau SKLN di MK,” katanya.
Gejala Ketidakmampuan Sebaliknya, MK untuk menyelesaikan justru bisa
34
APRIL 2012
23 - 34 laporan khusus .indd 34
jadi menimbulkan gejala ketidakmampuan organ-organ kekuasaan menyelesaikan masalahnya sendiri. Padahal mereka mempunyai kewenangan dan hak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Namun tidaklah secara otomatis kekuasaan pengelolaan dan penanggungjawab keuangan negara bagian yang melekat dan tak dapat dipisahkan bagi organ manapun yang memegang kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara termasuk penangungjawab pengelolaan keuangan negara adalah kekuasaan yang dilekatkan kepada Presiden oleh open legal policy sebuah produk hukum di tingkat UU. Oleh karena itu, tutur Irmanputra, kekuasaan pengelolaan keuangan negara memang adalah kewenangan
konstitusional. Presiden, karena kewenangan tersebut, memang bukan inkonstitusional namun kewenangan untuk menguasai pengelolaan keuangan negara sesungguhnya kewenangan yang bukan diberikan langsung oleh UUD 1945. Irmanputra Sidin menegaskan penyelesaian sengketa ini ternyata tidak harus dengan SKLN. Sebab, Presiden tidak punya kedudukan konstitusional atas nama rezim kekuasaan pengelolaan keuangan negara. Di sisi lain, pihak MK sendiri juga belum ada kebutuhan konstitusional untuk ‘mengobral’ SKLN pada perselisihan tafsir seperti ini. Solusinya Presiden mengeluarkan perpu, atau mengajukan RUU Perubahan kepada DPR. Semua solusi ini adalah konstitusional guna mendapatkan kepastian konstitusional. bw
Warta BPK
26/06/2012 16:12:50
AGENDA
P
ada Rabu (18/4), sekitar pukul 10.30 WIB, bertempat di Ruang Prof. Dr. Kusumah Atmadja, SH Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Ketua MA Muhammad Hatta Ali mengambil sumpah jabatan dua anggota BPK yang baru terpilih yaitu Sapto Amal Damandari dan Agung Firman Sampurna. Hadir dalam acara itu, di antaranya ketua dan wakil ketua BPK serta anggota BPK lainnya, pimpinan lembaga negara, para menteri, anggota komisi-komisi DPR, eselon I BPK, wakil ketua MA bidang yudisial, wakil ketua MA bidang non yudisial, para ketua muda MA, dan para undangan lainnya. Juga nampak hadir Ketua Komisi Yudisial Erman Suparman dan Hakim Agung Gayus Lumbun. Sapto Amal Damandari dan Agung Firman Sampurna terpilih sebagai Anggota BPK periode 20122017. Mengisi dua posisi lowong anggota BPK yang berakhir pada 2012 yaitu Anggota V BPK Sapto Amal Damandari sendiri dan Wakil Ketua (alm) Herman Widyananda. Oleh karena posisi (alm) Herman Widyananda sebagai Wakil Ketua BPK telah diisi oleh Hasan Bisri yang sebelumnya menjabat Anggota III BPK, maka posisi yang lowong ada pada Anggota III BPK. Posisi kosong lainnya pada Anggota V BPK yang sebelumnya dijabat Sapto Amal Damandari yang saat ini kembali terpilih. Peresmian pengangkatan Sapto Amal Damandari dan Agung Firman Sampurna sebagai Anggota BPK baru periode 2012-2017 ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 37/P Tahun 2012 tanggal 9 April 2012, yang didasarkan pada Keputusan DPR RI No. 11/DPR-RI/2011-2012 tanggal 20 Maret 2012. Dua anggota baru itu lolos fit and proper test oleh Komisi XI DPR dan dilakukan voting. Sapto Amal Damandari memperoleh suara
Warta BPK
35 - 37 agenda.indd 35
Dua Anggota BPK Baru Dilantik
Dua anggota BPK yang baru terpilih yaitu Sapto Amal Damandari dan Agung Firman Sampurna tengah menandatangani naskah pelantikan di Mahkamah Agung belum lama ini.
terbanyak (34 suara) dan Agung Firman Sampurna memperoleh suara terbanyak kedua (28 suara). Berdasarkan hasil penghitungan suara tersebut, Komisi XI DPR sepakat bahwa calon dengan perolehan suara terbanyak pertama dan kedua, Hasil tersebut kemudian disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 20 Maret 2012. Sapto Amal Damandari termasuk berpengalaman di BPK. Dia telah menjadi anggota BPK, pada 2007, pada periode kepemimpinan BPK periode 2004-2009. Karena masa jabatannya masih berlangsung, dia termasuk dalam kepemimpinan BPK periode 2009-2014. Saat masa jabatannya berakhir tahun ini, dia kembali terpilih menjadi pimpinan BPK periode 2012-2017. Artinya,
dia akan tetap menjadi salah satu pimpinan BPK walau kepemimpinan BPK periode 2009-2014 berakhir. Sementara Agung Firman Sampurna sendiri menjadi pimpinan BPK termuda. Mungkin salah satu pimpinan termuda yang ada dalam sejarah BPK. Lahir pada 19 November 1971 atau berusia sekitar 41 tahun pada November 2012 nanti. Sejak 2011, dia menjabat sebagai Fungsional Umum pada Pusat Kajian Manajemen Kebijakan Lembaga Aparatur Negara (LAN). Pelaksanaan tugas dan wewenang kedua Anggota BPK yang baru terpilih itu akan ditentukan dengan berdasarkan Peraturan BPK RI. No.1 Tahun 2010 tentang Pembagian dan Wewenang Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK RI. and APRIL 2012
35
6/11/2012 2:55:47 PM
AGENDA
Peserta sarasehan Pepaska berfoto bersama.
Sarasehan Para Sesepuh BPK
P
ada Sabtu (14/4), bertempat di Auditorium Pusdiklat BPK, Jakarta, Persatuan Pasca Karya BPK RI (Pepaska) menyelenggarakan sarasehan tiga tahunan. Dalam sarasehan kali ini, diangkat tema Mewujudkan Kesejahteraan dan Kesetiakawanan Anggota Pepaska BPK RI. Acara diisi oleh Dharma Wanita Setjen BPK, pemutaran film cuplikan-cuplikan foto-foto BPK dari masa ke masa, dan pembagian door prize. Sarasehan Pepaska ini merupakan suatu forum silaturahim yang menghadirkan seluruh anggota dari beberapa daerah, yaitu Yogyakarta dan wilayah Jabodetabek. Dalam acara ini juga penasbihan Ketua Umum Pepaska Sukoyo menggantikan Misnoto. Hadir dalam acara tersebut beberapa pengurus Pepaska regional daerah dan pusat sebagai peserta sarasehan. Ketua BPK Hadi Poernomo, Sekjen BPK Hendar Ristriawan, dan beberapa pejabat eselon I dan II BPK juga berkesempatan menghadiri acara pensiunan pegawai BPK ini. Agung Firman Sampurna, anggota BPK yang baru saja terpilih, ikut hadir dalam acara tersebut. Selain itu, hadir mantan anggota BPK. Tampak terlihat Bambang Triadji, yang juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal BPK, kemudian pernah terpilih sebagai Wakil Ketua BPK periode (1998-2004). Selain tamu undangan, acara ini juga dimeriahkan paduan suara dari Dharma Wanita Setjen BPK. Dalam kesempatan itu, Ketua Panitia Sarasehan yang terpilih sebagai Ketua Umum Pepaska yang baru, Sukoyo, menyatakan bahwa terselenggaranya sarasehan ini dalam
36
35 - 37 agenda.indd 36
APRIL 2012
rangka meningkatkan silaturahim sesama anggota. Dia melaporkan bahwa penyelenggaraan sarasehan didasarkan pada keputusan Ketua Umum Pepaska pada 6 Desember 2011, tentang pembentukan panitia sarasehan. Tugas panitia antara lain menyelenggarakan pertemuan sarasehan, menyelenggarakan pemilihan ketua umum Pepaska untuk masa bhakti 2012-2015. “Akhirnya pertemuan sarasehan baru terselenggara pada 14 April 2012, sedangkan untuk pemilihan ketua umum, kami telah membentuk panitia pemilihan. Alhamdulillah, pelaksanaan pemilihan telah berjalan lancar, cukup demokratis, dengan partisipasi yang tinggi dari semua anggota, yang nanti oleh panitia pemilihan akan mengumumkan hasilnya,” kata Sutoyo melaporkan kegiatan panitia yang dipimpinnya. Adapun pemilihan tema sarasehan kali ini, menurut dia, sesuai dengan kondisi organisasi Pepaska saat ini. Menurut dia, untuk meningkatkan kesejahteraan sangat diperlukan kesetiakawanan sesama anggota. Misnoto, Ketua Umum Pepaska periode 2009-2012, menyatakan bahwa selama ini Pepaska belum banyak dikenal oleh anggotanya sendiri, yang merupakan pensiunan pegawai BPK. Oleh karena itu, pada kesempatan sarasehan ini menjadi waktu yang baik untuk mendekatkan Pepaska dengan para anggotanya. Misnoto mengakui bahwa selama ini tidak banyak yang bisa dilakukan Pepaska. Dengan kata lain, Pepaska ini masih kurang dirasakan manfaatnya oleh para anggota. Selama ini, kegiatan Pepaska yang menonjol hanya memberikan
Warta BPK
6/11/2012 2:55:52 PM
AGENDA santunan kepada keluarga anggota Pepaska yang meninggal. Selain itu, komisariat-komisariat seperti di Bogor, aktif bersilaturahim setia sebulan sekali. Misnoto bersyukur karena BPK secara kedinasan sangat membantu dalam kegiatan-kegiatan tertentu yang dilakukan Pepaska. Bahkan, menyediakan ruangan untuk Pepaska di Kantor Pusat BPK. Dia juga menyampaikan laporannya bahwa Pepaska memiliki 1.082 anggota yang terbagi ke dalam komisariatkomisariat di beberapa daerah. Ada tujuh tempat yang mewakili daerah masing-masing, di mana para anggota Pepaska itu berdomisili.
Peran Penting Sekjen BPK Hendar Ristriawan dalam kesempatan itu menyampaikan bagaimana pentingnya peran Pepaska sebagai sesepuh BPK yang menjadi jembatan penghubung dengan para pegawai BPK yang masih aktif bekerja. Perlu tali silaturahmi agar komunikasi dapat terjalin dengan baik. Oleh karena itu, dia berjanji akan menyediakan ruang khusus untuk pepaska yang baru manakala perluasan gedung BPK di Kantor Pusat BPK selesai dibangun.
Menurut dia, acara sarasehan ini bisa menjadi momentum untuk menyelenggarakan suatu forum rutin yang sekaligus dijadikan sebagai media untuk melakukan silaturahmi, baik antara para anggota Pepaska, maupun pegawai yang masih aktif di BPK dengan anggota Pepaska. “Harapannya adalah forum yang diselenggarakan secara aktif dan dinamis akan mampu dijadikan sarana untuk pertukaran dan pengembangan pemikiran serta gagasan positif lainnya dalam rangka menunjang aktivitas kita semua,” ucapnya. Tak lupa Hendar mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas kinerja, loyalitas, dan dedikasi anggota Pepaska sewaktu aktif bekerja di BPK, sehingga bisa menjadi teladan bagi para pegawai BPK yang masih aktif bekerja. “Seluruh jajaran BPK berharap silaturahmi antara kita tidak boleh terputus hanya karena Bapak-Ibu sekalian telah memasuki masa purna tugas. Kita adalah satu keluarga besar, keluarga BPK, hanya waktu sajalah yang membagi peran dan membedakan posisi kita saat ini. Namun hakikatnya kita merupakan satu kesatuan, dalam
proses pengabdian kepada negara melalui institusi yang kita cintai, BPK,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua BPK Hadi Poernomo yang berkesempatan menyampaikan kata sambutannya, mengharapkan agar para pegawai BPK yang masih aktif bekerja hendaknya selalu bisa menghormati dan menghargai para pendahulunya. Berbagai kemajuan saat ini, menurutnya, tidak bisa dilepaskan dari hasil karya para pendahulu. Tugas pegawai BPK yang masih aktif adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan jerih payah dan hasil pengabdian dari para pendahulu. “Oleh karena itu sudah selayaknya kita tidak melupakan jasa dan pengabdian para senior dan para pendahulu kita,” ujarnya. Penghargaan atas para pendahulu akan bisa membuat sebuah kemajuan. Hadi mencontohkan bagaimana kemajuan yang didapat Singapura. Walau negara ini punya wilayah yang sangat kecil dan sumber daya yang sangat terbatas, namun bisa mencapai kemajuan yang berarti. “Kami pernah menanyakan kepada Bapak Lee Kuan Yew (mantan Perdana Menteri Singapura), bagaimana Bapak kalau jadi orang Indonesia, apa yang harus diperbaiki oleh kita? Jawaban beliau singkat, hormatilah seniornya, hormatilah Pepaskamu, Insya Allah kamu akan mendapatkan jalan yang lurus,” ungkapnya. Oleh karena itu, lanjut Hadi, BPK membuka pintu lebar-lebar kepada para pensiunan pegawai BPK yang ingin berkunjung ke kantor BPK. “Silakan datang dan jangan merasa asing di kantor BPK,” ucapnya. Dia merasa sedih jika para pensiunan BPK merasa sungkan ke kantor BPK karena merasa asing seperti bukan di rumah sendiri. Oleh karena itu, ia menyampaikan gagasan agar disediakan khusus ruangan untuk para pensiunan agar bisa berkumpul bersama atau bertemu dengan pegawai BPK yang masih aktif. and
Suasana sarasehan Pepaska di Auditorium Pusdiklat BPK, Jakarta.
Warta BPK
35 - 37 agenda.indd 37
APRIL 2012
37
6/11/2012 2:55:56 PM
ANTAR LEMBAGA
Presiden Rombak Susunan Organisasi PPATK Presiden mengeluarkan peraturan Nomor 48 Tahun 2012 tentang organisasi baru di Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
P
residen Susilo Bambang Yudhoyono merombak organisasi Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Perombakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2012. Perpres yang diteken Presiden pada 24 April 2012 itu, merupakan amanat Pasal 60 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
38
APRIL 2012
38 - 39 antar lembaga.indd 38
Uang terutama Pasal 60 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut aturan baru ini, organisasi PPATK kini terdiri atas kepala, wakil kepala, sekretariat utama, deputi bidang pencegahan, deputi bidang pemberantasan, pusat teknologi informasi, inspektorat, jabatan fungsional, dan tenaga ahli.
Warta BPK
26/06/2012 16:15:50
ANTAR LEMBAGA Sebelumnya, organisasi PPATK Adapun, inspektorat adalah dalam Keputusan Presiden No. 81 unsur pengawas di lingkungan Tahun 2003, terdiri atas kepala dan PPATK. Inspektorat berada di bawah empat wakil kepala, yaitu wakil dan bertanggung jawab kepada kepala bidang riset, analisis dan kerja kepala PPATK. Inspektorat terdiri sama antar lembaga, wakil kepala atas satu subbagian tata usaha bidang hukum dan kepatuhan, dan kelompok jabatan fungsional wakil kepala bidang teknologi auditor. Untuk Pusat Teknologi informasi, dan wakil kepala bidang Informasi dipimpin oleh kepala administrasi. pusat. Dia berada di bawah dan Selain itu, dalam perpres ini bertanggung jawab kepada kepala tugas kepala PPATK juga mengalami PPATK. Struktur organisasi di Pusat perubahan. Kepala PPATK Teknologi dan Informasi ini terdiri bertanggung jawab memimpin atas satu subbagian tata usaha, dan dan mengendalikan pelaksanaan dua bidang dan kelompok jabatan tugas, fungsi dan wewenang fungsional. PPATK. Selain itu, kepala PPATK juga mewakili PPATK di dalam dan luar pengadilan. Wakil kepala PPATK bertugas membantu kepala PPATK. Wakil kepala PPATK bertanggung jawab pada kepala PPATK. Artinya, jika kepala PPATK berhalangan, wakil kepala PPATK bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK. Dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 disebutkan, kepala dan wakil kepala PPATK diangkat dan diberhentikan oleh Presiden untuk masa jabatan selama 5 tahun. Kepala dan wakil PPATK juga dapat diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Sekretariat utama dipimpin oleh seorang sekretaris utama (Sestama). Pejabat itu berada dan bertanggung jawab kepada kepala PPATK. Sekretariat utama dibagi Agus Santoso paling banyak tiga biro. Setiap biro terdiri atas paling banyak tiga bagian. Kepala PPATK bertanggung Sementara deputi berada di jawab memimpin dan bawah dan bertanggung jawab kepada kepala PPATK. Terdiri paling mengendalikan pelaksanaan banyak tiga direktorat. Setiap tugas, fungsi dan wewenang direktorat terdiri atas kelompok jabatan fungsional yang jumlahnya PPATK. Selain itu, kepala disesuaikan dengan kebutuhan. PPATK juga mewakili PPATK di Sekretaris utama dan deputi dalam dan luar pengadilan. diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul kepala PPATK.
Warta BPK
38 - 39 antar lembaga.indd 39
Tenaga Ahli Ketentuan dalam perpres itu, menyebutkan kepala PPATK dapat mengangkat tenaga ahli paling banyak lima orang. Tugasnya untuk memberikan pertimbangan mengenai masalah tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Tenaga ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala PPATK. Perpres tu juga menegaskan jika dipandang perlu, jabatan struktural tertentu di lingkungan PPATK dapat diisi dari bukan pegawai negeri sipil (PNS). Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, hak keuangan, administrasi, dan fasilitasfasilitas lain mengenai pengangkatan non-PNS dalam jabatan struktural di PPATK diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mengenai eselonisasi jabatan-jabatan struktural pada PPATK, dijelaskan pada Pasal 30 yang disebutkan Sestama dan deputi adalah jabatan struktural eselon I.b. Kepala Biro, Direktur, Kepala Pusat dan Inspektur adalah jabatan struktural eselon II.a. Kepala Bagian dan Kepala Bidang adalah eselon III.a. Sementara Kepala Subbagian Tata Usaha adalah eselon IV.a. Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengaku siap melaksanakan implementasi perombakan organisasi itu. Agus berjanji dengan telah diterbitkannya perpres ini, PPATK akan segera melakukan langkah-langkah untuk mengimplementasikan organisasi baru ini. “PPATK juga akan mempersiapkan pengisian jabatan-jabatan strategis pada tingkatan eselon I yang diperlukan, yaitu Sestama, deputi pencegahan dan deputi pemberantasan,” katanya. bw APRIL 2012
39
26/06/2012 16:15:50
GALLERY FOTO
Ketua BPK Hadi Poernomo didampingi oleh Anggota dan Sekjen BPK berfoto bersama seusai penandatanganan peresmian gedung kantor perwakilan BPK Provinsi Kepulauan Riau dan penandatanganan nota kesepahaman antara BPK RI dengan pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan BP Batam di wilayah Provinsi Kepualaun Riau tentang pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pada 13 Maret 2012.
Anggota BPK Ali Masykur Musa tengah memberikan arahan kepada petani Sutojayan kecamatan Pakisaji - Malang, pada 5 Maret 2012.
Anggota BPK Ali Masykur Musa, tengah menyaksikan simbolis penyerahan benih padi dan jagung oleh Udhoro Kasih Anggoro (kanan), kepada Ali Maschan Musa (kiri), pada 5 Maret 2012.
Sekjen BPK Hendar Ristriawan tengah meresmikan Lounching Website JDIH BPK RI dan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, di Auditorium Pusdiklat BPK RI pada Kamis, 22 Maret 2012.
40
APRIL 2012
40 - 41 galeri foto.indd 40
Warta BPK
6/11/2012 2:58:49 PM
Ketua BPK Hadi Poernomo tengah meresmikan Mushola AR-RAHMAN BPK Provinsi Banten yang ditandai dengan penanaman pohon pada 29 Maret 2012.
Wakil Ketua BPK RI Hasan Bisri dan Tortama AKN VI Abdul Latief menyaksikan penandatanganan MoU mengenai pengembangan dan pengelolaan akses data dan sistem informasi se-Provinsi Maluku di Ambon pada 29 Maret 2012.
Tripartit pembahasan dan penyelesaian permasalahan pengelolaan BMN Kementerian/Lembaga yang diselenggarakan di ruang Dhanapala Kementerian Keuangan pada 14 Maret 2012. Tampak Tortama AKN II Syafri Adnan Baharudin (paling kiri) tengah menyampaikan paparannya.
Warta BPK
40 - 41 galeri foto.indd 41
APRIL 2012
41
6/11/2012 2:59:01 PM
TEMPO
S
atuan kerja pemeriksa, sejak berdirinya BPK, mengalami dinamika yang panjang dan terusmenerus sampai saat ini. Saat ini, satuan kerja pemeriksa terdiri dari tujuh auditorat keuangan negara. Dua auditorat keuangan negara membawahi BPK Perwakilan di daerah-daerah tingkat provinsi. Sementara pimpinan BPK, yaitu Anggota I sampai Anggota VII membawahi auditorat keuangan negara masing-masing. Komposisi ini tidak serta-merta sama sejak BPK pertama kali menjalankan tugasnya. Banyak perubahan terjadi dalam struktur organisasi BPK, terutama pada satuan kerja pemeriksa. Dari awal berdiri yang sederhana, sampai masa Orde Lama berkuasa yang mulai rumit. Dan, pada saat berakhirnya Orde Lama, dengan mulai berkuasanya Orde Baru, struktur organisasi terkait satuan kerja pemeriksaan di BPK semakin rumit, walau belum mencerminkan keseluruhan pemeriksaan keuangan negara. Perubahan pada masa itu terus-menerus dilakukan untuk mencari struktur organisasi yang ideal, khususnya satuan kerja pemeriksa. Periode 1947-1949, satuan kerja pemeriksa dikenal dengan Bagian
42
APRIL 2012
42 - 43 tempo doeloe.indd 42
doeloe
Perkembangan Satuan Kerja Pemeriksa Satuan kerja pemeriksa menjadi satuan kerja yang mencerminkan bisnis proses di BPK. Dengan kata lain, tanpa mengesampingkan peranan satuan kerja lain, satuan kerja pemeriksa ini yang mewakili kewenangan BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan Operasional. Bagian ini yang menjadi alat BPK dalam melakukan pemeriksaan setempat. Hasil pemeriksaannya dikirimkan langsung kepada Seksi Keuangan Badan Pimpinan Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP). Komite Nasional Indonesia Pusat inilah yang merupakan cikal-bakal dari DPR. Selain itu, ada juga satuan kerja yang terkait dengan Bagian Pemeriksaan Operasional, yaitu Bagian Verifikasi. Bagian ini bertugas melakukan verifikasi
dan mengadakan surat-menyurat. Tugas surat-menyurat ini terkait dengan surat pertanggung-jawaban pemeriksaan maupun pertanggungjawaban dari pihak yang diperiksa. Lalu, surat perintah membayar uang (ganti rugi dalam hal ini kerugian negara) dan lain-lain. Juga, memberikan bahan-bahan keperluan pemeriksaan setempat. Pada 1950, BPK berubah nama menjadi Dewan Pengawas Keuangan. Dasar hukumnya mengacu pada UUD Sementara Republik Indonesia Serikat (UUDS RIS) atau Konstitusi RIS. Satuan kerja pemeriksa di BPK juga mengalami perubahan. Pada masa itu, satuan kerja pemeriksaan terdiri dari delapan inspektorat, Kantor Perwakilan Yogyakarta, Kantor Cabang Surabaya, Kantor Cabang Makassar, dan Kantor Cabang Den Haag, Belanda. Adanya kantor di Belanda, dikarenakan hubungan ketatanegaraan antara Indonesia sebagai RIS yang merupakan semacam negara persemakmuran Kerajaan Belanda. Entitas yang menghubungkan Indonesia dengan Kerajaan Belanda ini istilahnya Uni Indonesia-Belanda.
Warta BPK
6/11/2012 3:33:06 PM
TEMPO
doeloe
Sementara delapan inspektorat ini disebut Inspektorat A sampai Inspektorat H. Periode 1958-1961, kembali ada perubahan. Satuan kerja pemeriksa tidak disebut sebagai Inspektorat A atau berdasarkan abjad, tetapi angka romawi, menjadi Inspektorat I dan seterusnya. Ada sembilan inspektorat dengan menangani pemeriksaan di berbagai entitas. Komposisi satuan kerja pemeriksa ini, kurang lebih tetap berlanjut sampai 1966.
Empat Kali Perubahan Pada kurun 1966 sampai 1972, organisasi dan tata kerja BPK mengalami empat kali perubahan. Peraturan Menko/Ketua BPK No. 1 Tahun 1966 tertanggal 1 Januari 1965, salah satu peraturan yang membuat perubahan dalam struktur organisasi BPK, yang juga berimbas pada satuan kerja pemeriksa. Peraturan ini diberlakukan mulai 1Juli 1966. Dengan peraturan tersebut, BPK dibagi ke dalam beberapa direktorat. Nama direktorat memakai abjad. Ada tujuh direktorat, yaitu Direktorat A sampai Direktorat G. Direktorat A sampai D, terdiri dari beberapa inspektorat dengan jenis tugas pemeriksaan. Selain itu, direktorat yang terkait dengan pemeriksaan adalah Direktorat F yang bertugas pada bidang perhitungan anggaran, tuntutan ganti rugi, dan tuntutan perbendaharaan. Tidak hanya sampai di situ. Pada 23 September 1966, keluarlah Surat Keputusan Ketua BPK No. 28/ SK/K/1996. Dalam surat itu berisi pembentukan Pimpinan Eksekutif
Warta BPK
42 - 43 tempo doeloe.indd 43
yang akan berlaku mulai 1 Agustus 1966. Pimpinan Eksekutif ini pada dasarnya merupakan pembagian tugas antarpimpinan BPK, kecuali Ketua BPK, dalam hal bidang pemeriksaan. Masing-masing tiga pimpinan dalam satu bidang. Bidangbidang pemeriksaan sendiri terbagi dalam bidang rutin atau anggaran rutin, bidang pembangunan, bidang kredit dan devisa, dan bidang perusahaan negara. Dalam rangka mengintensifkan penyelenggaraan program pelaksanaan Rencana Kerja BPK tahun 1968, BPK memprioritaskan pemeriksaan terhadap pelaksanaan APBN. Dengan latar belakang itu, keluarlah Surat Keputusan Ketua BPK No. 38/SK/K/68, pada 3 Oktober 1968. Surat Keputusan Ketua BPK itu berisi pembentukan unit-unit operasional dan pembagian pekerjaan antar Wakil-Wakil Ketua dan Anggota-
Anggota BPK. Unit operasional itu berjumlah tujuh unit dengan memakai angka romawi, Unit I sampai Unit VII. Unit I sampai VI memiliki tiga tugas. Pertama, melakukan pemeriksaan terhadap tata buku anggaran. Kedua, melakukan pemeriksaan, baik untuk keperluan pemeriksaan laporan triwulan Pemerintah tentang pelaksanaan APBN tahun 1968, maupun untuk pemeriksaan perhitungan anggaran tahun 1968. Ketiga, mengintensifkan kontak dengan pengawasan intern. Sementara Unit VII bertugas mengumpulkan dan mengolah data dan dokumen-dokumen untuk keperluan pemeriksaan operasional, pemeriksaan dan penetapan kebijakan tentang pelaksanaan tugas-tugas BPK. Pada pertengahan dan akhir 1969, keluarlah tiga surat keputusan BPK. Ketiga surat keputusan itu, yaitu Surat Keputusan BPK No. 13/SK/K/69 tanggal 3 Juni 1969, Surat Keputusan BPK No.20/SK/K/69 tanggal 5 Agustus 1969, dan Surat Keputusan BPK No. 32/SK/K/69 tanggal 28 Desember 1969. Dalam ketiga surat keputusan itu, satuan kerja pemeriksa yang terdiri dari unit-unit dihilangkan, diganti menjadi inspektorat. Terdapat tujuh inspektorat dengan pemakaian abjad dan angka. Jadi, inspektorat A-1, dan seterusnya. Selain inspektorat terdapat Perwakilan Kantor BPK di Yogyakarta dengan dua inspektorat memiliki lingkungan kerja pemerintahan daerah tingkat I yaitu satu inspektorat untuk Jawa Tengah, dan satu inspektorat lagi untuk Jawa Timur dan Yogyakarta. and APRIL 2012
43
6/11/2012 3:33:11 PM
AKSENTUASI
Perlunya
Standar Akuntansi Internasional
S
emua negara memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda. Dalam era globalisasi saat ini, hal ini tentu menyulitkan. Butuh suatu keseragaman agar standar akuntansi masing-masing negara yang berlaku secara internasional. Hal ini juga penting bagi akuntansi sektor publik, seperti pengelola keuangan negara. Butuh suatu standar baku yang berlaku secara internasional. Oleh karena itulah, International Federation of Accountants (IFAC), sebuah organisasi akuntan internasional, membentuk komite khusus atau badan yang bertugas menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional. Badan tersebut dikenal dengan nama International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB). IPSASB inilah yang kemudian berhasil menyusun apa yang disebut Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik atau IPSAS (International Public Sector Accounting
44
44 - 46 akentuasi.indd 44
APRIL 2012
Standards). Selain menyusun IPSAS ini, IPSASB ini juga berupaya mendorong agar masing-masing negara mengadopsinya. IPSAS ini diterapkan untuk entitas sektor publik seperti pemerintahan, lembaga sosial kemasyarakatan, yayasan, dan partai politik. Cakupan yang diatur dalam IPSAS juga meliputi seluruh organisasi sektor publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan entitas-entitas kerjanya (dinasdinas). Dalam mengembangkan standar akuntansi sektor publik, IPSASB sangat mendorong keterlibatan pemerintah dan penyusun standar di berbagai negara melalui penyampaian tanggapan atau komentar atas proposal-proposal IPSASB yang dinyatakan dalam exposure draft. IPSAS yang diterbitkan oleh IPSASB terkait dengan pelaporan keuangan sektor publik, baik untuk yang masih menganut basis kas (cash basis) maupun yang telah mengadopsi basis akrual (accrual basis). IPSAS yang berbasis akrual dikembangkan dengan mengacu kepada International Financial Reporting Standards (IFRS), standar akuntansi bisnis yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB), sepanjang ketentuan-ketentuan di dalam IFRS dapat diterapkan di sektor publik. Meskipun demikian, IPSASB tetap memperhatikan isuisu yang spesifik di sektor publik yang tidak tercakup di dalam IFRS. Diadopsinya IPSAS oleh
pemerintah di berbagai negara diharapkan akan meningkatkan kualitas dan daya banding informasi keuangan yang dilaporkan entitas-entitas sektor publik di seluruh dunia. Dalam mendorong pengadopsian dan harmonisasi ketentuan-ketentuan akuntansi sektor publik di berbagai
Warta BPK
26/06/2012 16:19:38
AKSENTUASI Instruments: Recognition and Measurement 30. IPSAS 30— Financial Instruments: Disclosures 31. IPSAS 31— Intangible Assets. (IFAC, 2010)
negara dengan IPSAS, IPSASB menghormati hak pemerintah dan penyusun standar di tingkat nasional dalam menetapkan standar dan pedoman pelaporan keuangan di dalam jurisdiksi mereka masingmasing. Meskipun demikian, laporan keuangan sektor publik hanya boleh mengklaim telah mematuhi IPSAS jika laporan keuangan itu memenuhi semua ketentuan yang berlaku di dalam masingmasing standar. Standar akuntansi sektor publik yang telah dihasilkan oleh IPSASB hingga tahun 2010 adalah: 1.
2. 3.
4.
5, 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
IPSAS 1— Presentation of Financial Statements Ahmadi Hadibroto IPSAS 2—Cash Flow Statements IPSAS 3—Accounting 17. Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors 18. IPSAS 4—The Effects of 19. Changes in Foreign Exchange Rates IPSAS 5—Borrowing Costs 20. IPSAS 6—Consolidated and Separate Financial Statements 21. IPSAS 7—Investments in Associates 22. IPSAS 8—Interests in Joint Ventures IPSAS 9—Revenue from 23. Exchange Transactions IPSAS 10—Financial Reporting in Hyperinflationary Economies 24. IPSAS 11—Construction Contracts IPSAS 12—Inventories 25. IPSAS 13—Leases 26. IPSAS 14—Events After the Reporting Date 27. IPSAS 15—Financial 28. Instruments: Disclosure and Presentation 29. IPSAS 16—Investment Property
Warta BPK
44 - 46 akentuasi.indd 45
IPSAS 17—Property, Plant, and Equipment IPSAS 18—Segment Reporting IPSAS 19—Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets IPSAS 20—Related Party Disclosures IPSAS 21—Impairment of NonCash-Generating Assets IPSAS 22—Disclosure of Information about the General Government Sector (IFAC, 2010) IPSAS 23—Revenue from NonExchange Transactions (Taxes and Transfers) IPSAS 24—Presentation of Budget Information in Financial Statements IPSAS 25—Employee Benefits IPSAS 26—Impairment of CashGenerating Assets IPSAS 27—Agriculture IPSAS 28—Financial Instruments: Presentation IPSAS 29—Financial
IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual basis). Terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan untuk basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh organisasi sektor publik yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke accrual basis. Organisasi sektor publik yang telah memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang diatur oleh IPSAS. Laporan keuangan akrual berdasarkan IPSAS, secara umum setidaknya terdiri dari: 1. Statement of Financial Position (Neraca) 2. Statement of Financial Performance (Laporan Kinerja Keuangan) 3. Statement of Changes In Net Assets/Equity (Laporan Perubahan dalam Aset Bersih/ Ekuitas) 4. Cash Flow Statement (Laporan Arus Kas) 5. Accounting Policies and Notes to The Financial Statements (Catatan atas Kebijakan Akuntansi dan Catatan atas Laporan Keuangan).
APRIL 2012
45
26/06/2012 16:19:40
AKSENTUASI Salah satu persyaratan untuk menjadi member dari IFAC bahwa asosiasi akuntannya diwajibkan mengadopsi standard yang berlaku secara internasional. “Jadi, termasuk untuk pemerintahan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tentunya tidak punya kuasa untuk mengatur pemerintah agar harus memakai IPSAS. Namun, IAI punya kewajiban moril untuk secara terus-menerus membujuk pemerintah kita, mengupayakan agar pemerintah mau mengikuti internasional standar itu,” papar Ahmadi Hadibroto, mantan Ketua IAI. Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik. Ada enam exposure draft yang dikeluarkan: 1. Penyajian Laporan Keuangan 2. Laporan Arus Kas 3. Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi 4. Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri 5. Kos Pinjaman 6. Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas Kendalian
Pembentukan KSAP Dengan dikeluarkannya Undangundang Nomor 1 Tahun 2004, tentang perbendaharaan negara, kemudian dibentuklah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). Pembentukannya berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan pada Tanggal 5 Oktober 2004. Kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari 2005. KSAP sendiri bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan dalam
46
44 - 46 akentuasi.indd 46
APRIL 2012
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan/ atau pemerintah daerah. Dengan demikian, KSAP bertujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan mempromosikan penerapan standar tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, SAP telah disusun dengan berorientasi pada IPSAS. Selain itu dalam penyusunannya, SAP juga telah diharmoniskan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh: 1. International Federation of Accountant (IFAC). 2. International Accounting Standards Committee (IASC). 3. International Monetary Fund (IMF). 4. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 5. Financial Accounting Standards Board (GASB). 6. Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik Indonesia. 7. Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan. Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat international, dengan tetap mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan praktik-praktik akuntansi yang berlaku maupun kondisi sumber daya manusia. Selain itu, strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan pemerintahan dilakukan dengan proses transisi menuju basis akrual. Saat ini, pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual. SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemendepartemennya maupun di pmerintah daerah dan dinasdinasnya. Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan 11 pernyataan, yaitu: 1.
PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan 2. PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran 3. PSAP 03Laporan Arus Kas 4. PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan 5. PSAP 05 Akuntansi Persediaan 6. PSAP 06 Akuntansi Investasi 7. PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap 8. PSAP 08 Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan 9. PSAP 09 Akuntansi Kewajiban 10. PSAP 10 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa 11. PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasi Di Indonesia, pengaturan untuk sektor publik dipisahkan. Entitas pemerintahan menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang disusun oleh komite standar akuntansi pemerintahan, sedangkan entitas nirlaba menggunakan PSAK 45: Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Sementara ini PSAK 45 masih menjadi bagian SAK. Di masa depan, PSAK 45 ini akan dipisahkan menjadi standar akuntansi tersendiri mengingat perbedaan tujuan entitas, tujuan pelaporan, dan kerangka konseptual. and Warta BPK
26/06/2012 16:19:40
REFORMASI BIROKRASI
Piloting e-audit Sebagai Langkah Penyempurnaan Sejak digulirkan kebijakan untuk menerapkan pemeriksaan secara elektronik atau e-audit, BPK berusaha untuk mewujudkannya. Salah satunya dengan piloting e-audit.
P
engembangan e-audit, walaupun tidak mengubah metodologi pemeriksaan, telah berdampak pada seluruh proses internal BPK. Untuk mengelola proyek pengembangan e-audit agar lebih terarah, efisien, dan efektif, BPK telah menyusun grand design dan roadmap pengembangannya. Selain itu, salah satu strategi yang digunakan BPK untuk menuju implementasi penuh adalah dengan memulai penerapan e-audit secara bertahap, yaitu dengan melakukan kegiatan uji coba atau piloting. Piloting merupakan sebuah
metode yang digunakan untuk mengurangi risiko kegagalan yang besar. Dengan piloting hasil pengembangan sistem secara bertahap dapat disempurnakan sesuai dengan kondisi yang diinginkan oleh pengguna dalam hal ini adalah pemeriksa. Tujuan penerapan e-audit dalam pemeriksaan adalah untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan dengan perencanaan pemeriksaan yang lebih matang, pelaksanaan uji petik pemeriksaan yang lebih luas dan terarah serta pelaporan pemeriksaan yang lebih cepat dan akurat.
Tabel I. Fitur Portal e-audit dan Status Penyelesaiannya
Warta BPK
47 - 51 reformasi birokrasi.indd 47
Pengembangan sistem e-audit sendiri dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan penyiapan sistem untuk pemeriksaan data keuangan terstruktur sampai dengan penyiapan sistem untuk pemeriksaan data nonkeuangan tidak terstruktur. Oleh karena itu, kegiatan piloting sebagai metode uji coba pemeriksaan pada lingkungan e-audit juga akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan sistem e-audit untuk menyediakan kebutuhan data bagi para pemeriksa BPK. Pada 2011, BPK telah menginisiasi kegiatan piloting e-audit untuk pertama kalinya. Pada tahap inisiasi, piloting dilakukan dalam rangka pemeriksaan interim laporan keuangan pada beberapa entitas terperiksa yang sebelumnya terpilih menjadi sampel. Beberapa dari sampel terpilih telah memenuhi beberapa komponen utama untuk melakukan piloting. Komponen utama tersebut, yaitu BPK dan entitas terperiksa telah terikat dengan Nota Kesepahaman Bersama untuk mengakses data secara elektronik; entitas terperiksa memiliki kesiapan sistem TI (Teknologi Informasi) yang cukup memadai; serta Tim Pemeriksa terkait memiliki kesiapan yang memadai dalam hal pemahaman terhadap proses bisnis entitas dan pemahaman dalam penggunaan TABK (Teknik Audit Berbantuan Komputer). Piloting tahap pertama dilakukan terhadap pemeriksaan laporan keuangan semester I tahun anggaran 2011 dari 17 entitas pemeriksaan yang terdiri atas Laporan Keuangan APRIL 2012
47
6/11/2012 3:42:28 PM
REFORMASI BIROKRASI Pemerintah Pusat (LKPP), enam Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKKL), delapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dengan disertai dukungan dari dua laporan BUMN terkait laporan PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum) dan laporan PPBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor). Dengan kata lain, pemeriksaan laporan keuangan interim melalui piloting e-audit dilakukan pada 15 entitas terperiksa yang terdiri dari tujuh Kementerian dan Lembaga (K/L) pada level pemerintah pusat serta delapan pemerintah daerah. Adapun dua BUMN yaitu PT PLN dan PT Pertamina menyediakan bagian data yang dibutuhkan untuk proses match pada pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah tersebut. PT PLN menyediakan data PPJU (Pajak Penerangan Jalan Umum) yang akan di-matching-kan dengan data Pemerintah Daerah Tingkat II (Kabupaten dan Kota). Untuk PT Pertamina akan menyediakan data PBBKB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) yang akan di-matchingkan dengan data Pemerintah Daerah Tingkat I.
Fokus Piloting 2011 1. Infrastruktur TI. Jaringan komunikasi data antara BPK dan entitas, pusat data, serta portal e-audit 2. Perangkat lunak pendukung implementasi e-audit berupa Pedoman, POS (Prosedur Operasional Standar), dan Panduan 3. Sumber data dari entitas dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh sistem e-audit yang dikenal dengan pengujian intra dan antarentitas dari datadata elektronik dalam pusat data e-audit 4. Kemampuan pemeriksa dalam mengimplementasikan sistem e-audit secara mandiri. Hasil yang diperoleh pada saat piloting tahap I, pertama, portal e-audit telah dapat menyediakan data yang dibutuhkan untuk pemeriksaan serta menyajikan fitur-fitur tambahan lainnya. Kedua, sebagian pemeriksa
48
APRIL 2012
47 - 51 reformasi birokrasi.indd 48
telah dapat memanfaatkan pusat data BPK melalui command center. Infrastruktur pendukung command center dinilai telah cukup memadai pada kantor pusat, tetapi tidak demikian halnya infrastruktur pada kantor perwakilan. Ketiga, Tim Pengembangan e-audit telah menyelesaikan lima dari delapan konsep Pedoman, Prosedur Operasional Standar (POS), dan Panduan yang digunakan baik oleh pengelola maupun pengguna sistem e-audit. Keempat, Tim Pengembangan e-audit telah memetakan data entitas ke dalam peta data BPK untuk terutama untuk memungkinkan sistem e-audit melakukan pengujian antarentitas. Kelima, Pemeriksa secara umum dinilai telah cukup familiar dalam menggunakan prosedur pengujian intra dan antarentitas dengan memanfaatkan sistem e-audit. Keenam, Pelatihan TABK masih diperlukan untuk
Warta BPK
6/11/2012 3:42:28 PM
REFORMASI BIROKRASI meningkatkan kemampuan pemeriksa agar dapat mengimplementasikan e-audit dengan pendampingan yang minimal. Pada piloting tahap I ini, proses penyiapan data awal entitas terperiksa dilakukan dengan melibatkan AKN Terkait sebagai pemilik data, Dit. Litbang sebagai
pengembang e-audit, dan Biro TI sebagai pengembang dan pengelola e-audit. Dalam membangun sistem e-audit, salah satu infrastruktur yang harus dibangun adalah koneksi antara BPK dengan Entitas. Dari 17 entitas peserta piloting, Tim Pengembangan e-audit 2011 telah berhasil membangun jaringan komunikasi data dengan 15 entitas terperiksa. Entitas yang belum memiliki komunikasi data dengan BPK hanyalah Kabupaten Waykanan dan Provinsi DKI Jakarta. Jaringan belum terpasang karena Kabupaten Waykanan belum memiliki infrastruktur TI yang memadai.
Piloting 2012
Gambar 1: Skenario Piloting sebagai bagaian dari Strategi Pengembangan e-Audit s.d. Implementasi penuh
Sesuai dengan roadmap pengembangan e-audit, piloting tahap kedua akan dilakukan pada tahun 2012 dengan berpedoman salah satunya pada hasil piloting tahun 2011.
Fokus Piloting 2012 1. Hasil pengembangan infrastruktur TI yang telah diperluas, antara lain jaringan komunikasi data antara BPK dan entitas serta hasil pengembangan fitur portal e-audit 2. Hasil pengembangan dan penyempurnaan kebijakan pemanfaatan e-audit yang direpresentasikan dengan juklak dan juknis pemeriksaan, pedoman serta prosedur operasional standar (software) 3. Kesiapan sumber data entitas dari penambahan objek piloting 4. Kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) pendukung dan pengguna sistem e-audit. Berbekal dari kekurangan yang terjadi pada pengalaman piloting tahap pertama, metode piloting tahun 2012 akan sedikit berbeda. Pada piloting pertama, inisiatif unit kerja pemeriksaan untuk terlibat dalam piloting sangat tinggi, tetapi beberapa entitas terperiksanya masih belum memiliki salah satu dari dua prasyarat utama piloting, yaitu kesiapan TI entitas dan kesiapan data elektronik entitas. Untuk skenario piloting tahap II, satuan kerja pemeriksaan akan dilibatkan secara aktif dalam memilih entitas sebagai objek piloting. Entitas terperiksa yang menjadi sampel pada piloting kedua nantinya adalah merupakan hasil inisiasi satuan kerja pemeriksaan (Auditorat Keuangan Negara/AKN dan BPK Perwakilan) terkait dengan terlebih dahulu mengajukan usulan berupa proposal yang berisi deskripsi pemenuhan prasyarat yang menjadi ketentuan untuk menyelenggarakan piloting. Tim Implementasi e-audit akan mereviu proposal tersebut dan memutuskan entitas pemeriksaan yang akan menjadi prioritas dalam
Warta BPK
47 - 51 reformasi birokrasi.indd 49
melakukan uji coba sistem e-audit pada pelaksanaan pemeriksaannya sebagai entitas piloting pemeriksaan dengan pendekatan e-audit tahun 2012. Kegiatan piloting tahap kedua merupakan perluasan dari piloting tahap pertama. Selain meneruskan uji coba kegiatan pemeriksaan laporan keuangan seperti pada piloting sebelumnya, piloting tahap kedua juga akan melibatkan dua jenis pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dengan bertambahnya lingkup piloting, bertambah pula pihak-pihak yang akan dilibatkan sebagai kunci keberhasilan piloting. Untuk memberi arah yang jelas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam piloting kedua, maka penyusunan Panduan Piloting 2012 sebagai kerangka acuan menjadi sangat diperlukan. Panduan Piloting 2012 digunakan untuk memperjelas tugas dan tanggung jawab pihak-pihak tersebut, baik yang berperan sebagai pengembang sistem e-audit, pengelola sistem e-audit, pendamping piloting, serta pengguna sistem e-audit. Ruang lingkup piloting e-audit tahun 2012 diperluas dari sisi sistem yang akan diuji-coba, jenis pemeriksaan, serta entitas objek piloting. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk piloting akan menjadi salah satu faktor pembatas. Piloting e-audit 2012 merupakan kegiatan lanjutan dan tidak terpisahkan dari piloting tahun anggaran 2011 dengan ruang lingkup yang diperbesar. Berbeda dengan kegiatan piloting yang dilakukan hanya pada periode pemeriksaan, pengembangan e-audit dilakukan sepanjang tahun sehingga hasil pengembangan e-audit yang dilakukan di luar periode piloting akan diujicobakan APRIL 2012
49
6/11/2012 3:42:28 PM
REFORMASI BIROKRASI pada tahun 2012. Pada tahun 2011, piloting pemeriksaan dengan dukungan e-audit terbatas hanya untuk kegiatan pemeriksaan laporan keuangan. Tapi, akan ada perluasan penggunaan jenis pemeriksaan lain pada piloting 2012. Pada piloting tahap kedua, pemeriksaan keuangan terinci tetap akan menjadi objek sebagai kelanjutan dari pelaksanaan piloting tahap pertama. Sebagai perluasan cakupan kegiatan, piloting 2012 juga akan mengikutsertakan jenis pemeriksaan lain, yaitu pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemilihan entitas calon calon objek Piloting 2012 akan mempertimbangkan kesiapan tim pemeriksa dan
kesiapan entitas dari sisi teknologi informasi. Entitas yang memiliki struktur data yang dapat memenuhi kebutuhan tim pemeriksa dan telah siap melakukan komunikasi data akan menjadi prioritas objek piloting 2012. Piloting e-audit melibatkan pihak eksternal yaitu entitas terperiksa dan pihak internal BPK. Entitas terperiksa sebagai pihak eksternal merupakan counterpart Tim Pengembangan e-audit yang berperan sebagai penyedia data untuk kebutuhan pemeriksaan. Pihak Internal BPK merujuk kepada Tim Implementasi e-audit yang akan dibantu oleh Tim Pendamping Piloting sebagai pengembang sistem e-audit (developer), Biro TI di kantor pusat dan LO TI di kantor perwakilan (sebagai pengelola), serta Tim Pemeriksa sebagai pengguna (users).
50
APRIL 2012
47 - 51 reformasi birokrasi.indd 50
Kendala Selain kendala internal BPK, entitas terperiksa juga masih berada pada tahap awal dalam hal penggunaan sistem aplikasi untuk mendukung proses bisnisnya. Hal ini dicerminkan dari ketiadaan kamus data untuk beberapa sistem aplikasi. Jika ketersediaan kamus data tersebut dapat dipenuhi, maka pemahaman proses bisnis entitas termasuk penyiapan data awal akan menjadi lebih mudah. Adapun kendala internal dalam penyiapan data awal, yang terekam saat menjalankan piloting antara lain karena belum didokumentasikannya pemahaman Tim Pemeriksa atas proses bisnis entitas ke dalam kertas kerja pemeriksaan (tacit knowledge) sehingga menyulitkan Biro TI dalam memahami struktur dan bentuk data yang tersedia di masingmasing entitas objek piloting. Termasuk kurangnya informasi mengenai sistem aplikasi yang digunakan oleh entitas tersebut. Tim Pemeriksa LKPP telah memiliki pemahaman yang memadai mengenai proses bisnis, sistem aplikasi yang digunakan, serta struktur data yang tersimpan didalamnya. Sedangkan tim pemeriksa LKKL masih harus memetakan proses bisnis kementerian/lembaga dengan lebih lengkap dan memadai. Dalam hal pemeriksaan LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah), Piloting e-audit 2011 mencatat bahwa baik tim pemeriksa maupun tim pengembangan e-audit telah memiliki pemahaman yang memadai khusus untuk struktur data yang tersimpan dalam aplikasi SIMDA dan SIKDA. Hal ini disebabkan karena Pemda memiliki keleluasaan untuk memilih sistem aplikasi yang digunakannya untuk mendukung proses bisnisnya. Tiap-tiap Pemda menggunakan sistem aplikasi yang beragam sehingga membutuhkan waktu dan usaha lebih untuk memahami sistem aplikasi dan struktur data entitas Pemda. Untuk mengatasi kendala ini, pada piloting 2012, Tim Pengembangan e-audit dari Biro TI akan menyusun Panduan IT Assessment dan Panduan Pemahaman Proses Bisnis Entitas.
Warta BPK
6/11/2012 3:42:29 PM
REFORMASI BIROKRASI Dalam pemeriksaan dengan memanfaatkan e-audit, pemeriksa akan menemui prosedur pemeriksaan pengujian antar-intra entitas yang membutuhkan pemahaman data entitas lain yang terkait dengan entitas yang sedang diperiksanya. Pada piloting 2011, tim pemeriksa mengalami kesulitan untuk memahami data entitas lain. Dengan demikian, pada piloting 2012, sistem e-audit akan menyediakan data yang memudahkan pemeriksa untuk memahami pemanfaatan data dari entitas terperiksanya maupun entitas terkait lainnya. Selain itu, kendala ini akan diminimalkan dengan adanya Pedoman Struktur Data serta userguide Portal e-audit. Pengujian intra-entitas pada objek piloting memberikan indikasi terhadap lemahnya pengendalian internal maupun TI general control entitas, antara lain dengan ditemukannya hal-hal berikut. 1. Lemahnya pengendalian dalam hal input data (IT general control); 2. Ketidaktertiban pegawai terkait dalam hal pencatatan, misalnya pencatatan kode rekening, kode satker, dll (manual control); 3. Ketiadaan atau ketidakpatuhan entitas terhadap POS pengolahan data entitas. Contohnya tidak adanya batas waktu pengesahan SPJ, sehingga data SPJ beberapa bulan sebelumnya, belum terdapat dalam sistem pada saat pemeriksaan (manual control); 4. Kendala dalam pengujian inter-entitas adalah masalah integritas data yang belum dapat diyakini secara memadai. Artinya data yang masuk ke dalam sistem e-audit masih mungkin diubah oleh entitas. Kendala ini dapat dijadikan sebagai temuan pemeriksaan atas kelemahan pengendalian entitas. Selain itu, sistem e-audit akan semakin lebih efektif apabila BPK melakukan pemeriksaan TI entitas (IT Audit) terlebih dahulu sebelum data dikirimkan ke pusat data BPK; 5. Pengujian antarentitas belum dapat dilakukan secara maksimal karena kendala ketersediaan data. Salah satu masalah ketersediaan data adalah ketiadaan key field yang menghubungkan antara data yang memberikan informasi yang sama namun bersumber dari dua/beberapa entitas yang berbeda. Kendala ini dapat diatasi dengan menyarankan kepada entitas dalam bentuk rekomendasi hasil pemeriksaan, untuk memunculkan key field yang diperlukan oleh BPK di masa yang akan datang; 6. Kendala lain yang dihadapi saat pengujian antarentitas adalah ketika terdapat dua atau lebih data dari dua atau lebih entitas yang memberikan kesimpulan yang berbeda. Apabila hal ini terjadi, maka penyelesaian terhadap perbedaan tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur pemeriksaan
Warta BPK
47 - 51 reformasi birokrasi.indd 51
untuk masing-masing entitas terperiksa. Masingmasing tim pemeriksa dapat melakukan prosedur tambahan, sesuai dengan materialitas atau tidaknya perbedaan data yang diperoleh berdasarkan pertimbangan profesionalnya. Pusat data berfungsi untuk menyimpan data entitas yang dibutuhkan pemeriksa. Untuk inisiasi awal implementasi e-audit, tim pemeriksa mengidentifikasi data entitas yang diperlukan untuk pemeriksaan. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyiapan pusat data e-audit. Pertama, perbedaan jenis data pada masing-masing entitas. Data yang masuk pada pusat data berasal dari berbagai bentuk sistem aplikasi yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan data yang dapat diperbandingkan (match) antarentitas. Perlu ada penyeragaman bentuk data. Proses penyeragaman tersebut memerlukan waktu antara lain untuk menjamin bahwa substansi data tersebut tidak berubah dan bebas intervensi. Untuk mengantisipasi kendala ini pada piloting 2012, diperlukan tenaga profesional TI yang mumpuni. Penyiapan tenaga profesional TI akan dilakuan dengan berbagai pelatihan yang diperlukan untuk mendukung pengembangan e-audit. Kedua, proses penyeragaman struktur data untuk kebutuhan matching. Untuk dapat melakukan prosedur matching, prosedur pemeriksaan konfirmasi secara elektronik, data elektronik yang diperoleh dari entitas terperiksa harus melalui tiga tahap pemrosesan. Data as is dari entitas terperiksa (disebut data stage 1) akan diproses untuk menjadi data dalam bentuk *.mdf (disebut data stage 2). Kemudian akan diproses lebih lanjut agar data mengikuti struktur peta data BPK (disebut data stage 3). Tahap/stage 3 menggambarkan bahwa data entitas terperiksa sudah sesuai dengan struktur data yang dibutuhkan BPK untuk melakukan proses matching dan dapat ditampilkan pada portal e-audit. Data yang diperlukan untuk prosedur match, prosedur pemeriksaan konfirmasi elektronik, akan diolah dalam pusat data BPK untuk menghasilkan data sesuai dengan struktur data BPK. Penyeragaman struktur data tersebut dilakukan terhadap data yang berbicara mengenai informasi yang sama namun berasal dari berbagai sumber/entitas terperiksa. Dengan demikian, tidak seluruh data perlu untuk diseragamkan strukturnya. Data yang diperlukan hanya untuk menjalankan prosedur pengujian inter entitas, tidak perlu melalui tiga tahap pemrosesan data seperti yang dijelaskan di atas. Untuk memenuhi kebutuhan data stage 3 dari masing-masing entitas pada portal e-audit, maka Tim Pengembangan e-audit perlu memetakan data yang dibutuhkan untuk proses matching. and APRIL 2012
51
6/11/2012 3:42:29 PM
BPK DAERAH
SDM Kurang, Jadi Ber-jibaku’
Foto bersama dengan jajaran civitas akademika Universitas Andalas-Padang.
Masalah SDM menjadi kendala utama BPK Perwakilan Sumatra Barat. Selain itu, masalah geografis juga kerap menghambat perjalanan auditor ke tempat entitas. Meski begitu, kualitas hasil pemeriksaan tetap dijaga dengan mengedepankan integritas, independen, dan profesional. Bagaimana dengan perlaksanaan e-audit, berikut penjelasan Kepala Perwakilan BPK Sumatera Barat Betty Ratna Nuraeny, belum lama ini. Bagaimana program dan kebijakan sebagai Kepala Kantor BPK Sumatra Barat untuk 2012? Programnya masuk di Rencana Kerja Pemeriksaan dan Penunjang yaitu Keseketariatan. Kecuali ada hal-hal tertentu. Intinya untuk tahun ini, kita masukkan dulu ke rencana kerja tahunan kami. Apa prioritas program yang dikembangkan tahun ini?
52
APRIL 2012
52 - 54 bpk daerah.indd 52
Mungkin kalau dikembangkan sih tidak, tetapi harus dapat mencapai target yang ditentukan di LKPD. Di samping itu untuk kinerja dan tujuan tertentu. Untuk pengembangan, utamanya peningkatan SDM, baik pemeriksaan maupun kesekretariatan. Sampai saat ini, apa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program? SDM yang kurang banyak, baik di pemeriksaan maupun penunjang. Kasubbag Hukum dan Humas saja memiliki dua pekerjaan, sekarang staf nya hanya ada empat orang. Mana mungkin. Berapa idealnya jumlah SDM di perwakilan? Kami memiliki entitas LKPD saja ada 20, belum bank, PDAM, atau perusahaan. Kalau ada 20 dengan minimal masing-masing entitas empat saja, harus ada 80 auditor. Namun, sekarang kami hanya memiliki 63 auditor.
Warta BPK
6/12/2012 3:14:39 PM
BPK DAERAH Apalagi, kalau provinsi itu minimal harus tujuh dengan pengendali. Jadi sangat kurang mengenai SDM. Dengan keterbatasan SDM, bagaimana kualitas hasil laporan pemeriksaan? Kami usahakan semaksimal mungkin. Namun, ya begitu jadi harus berjibaku. Saya sendiri mengoreksinya kewalahan karena ingin mendapatkan kualitas yang baik. Seharusnya memang keterbatasan SDM tidak membatasi kualitas pemeriksaan. Cuma memang kita harus ekstra kerjanya. Saya sendiri pulang ke rumah membawa laporan setiap hari. Sampai sekarang di mobil saya ada laporan. Banyak hal yang harus dilihat seperti substansi, keserasian, kesesuaian, gaya bahasa, dan sebagainya. Bagaimana kiat Anda untuk mencegah auditor ‘main mata’ dengan auditee? Saya percayakan kepada mereka [auditor]. Sebelum mulai, saya memberikan pengarahan. Tolong integritas, independen, dan profesional [IIP] terus dijaga. Selain itu, kepada entitas juga, ketika bertemu, kami minta bantuan untuk membantu menjaga juga. Jadi percaya kepada auditor sembari memberikan pengarahan [kepada entitas]. Insyaallah, selama saya ada di sini tidak terjadi [main mata] itu. Sejauh ini apakah kiat Anda berhasil? Alhamdulillah, karena kami juga bicara kepada entitas.
Sebelum laporan keuangan kami periksa, penyerahan dan ketemu dengan kepala daerah, di sini kami meminta agar tidak memfasilitasi tim kami karena sudah dibayar. Jadi hotel bayar sendiri, makan bayar sendiri. Mobil juga kita carter selama 1 bulan. Sampai biaya fotocopy kita yang sediakan. Saya juga kadang kadang melakukan sidak kepada mereka. Banyak yang terkejut juga. Dengan cara ini, mereka juga akan hati-hati. Kita juga tidak boleh berburuk sangka. Sebaiknya kita percaya karena sudah memberikan pengarahan sebelumnya. Bagaimana opini entitas selama ini? Untuk tahun kemarin WTP tidak ada. Sebanyak dua entitas mendapatkan disclaimer dan sisanya WDP. Pada 2009 ada entitas yang mendapatkan WTP. Namun, setelah saya ada di sini, opini itu turun menjadi WDP. Bahkan, entitasnya sampai mengamuk. Masalah ini sampai dibawa ke Jakarta. Namun kenyataannya setelah di-review tetap turun, tidak dapat bertahan di WTP. Masalah apa yang menjadi penyebab entitas mendapatkan WDP? Mayoritas masalah aset, penyertaan modal yang belum jelas, persediaan, penggunaan langsung, kesalahan penganggaran. Namun yang paling banyak masalah aset. Memang di sini masalah aset ini memang rumit. Meski sudah dimiliki selama 3 tahun, tapi tidak bisa dimiliki
Anggota BPK Bahrullah Akbar didampingi Kepala Perwakilan BPK Sumatera Barat Betty Ratna Nuraeny berfoto bersama dengan para Mahasiswa Universitas Andalas-Padang.
Warta BPK
52 - 54 bpk daerah.indd 53
APRIL 2012
53
6/12/2012 3:14:42 PM
BPK DAERAH Tabel 1 : Wilayah Kerja Pemeriksaan
Betty Ratna Nuraeny
oleh pemda. Meski neneknya sudah memberikan, tetapi cucunya nanti bisa menggugat. Ini terkait dengan karakter budaya. Daerah mana yang biasanya dihindari oleh auditor, mungkin sulit dijangkau atau sebab lain? Mentawai. Biasanya mereka menghindar karena rawan gempa, tsunami, jauh, kapalnya 1 kali dalam seminggu, kendaraan juga sulit. Kalau yang melalui darat masih bisa dijangkau. Kalau di Mentawai tidak ada rental, paling ada ya ... ojek sepeda motor. Bagaimana dengan pelaksanaan e-audit? Sampai sekarang MoU saja belum. Kami sudah mengusulkan namun belum ada kesempatan untuk dilaksanakan. Terakhir tanggal 12 April, tapi masih ada kesibukan di kantor pusat. Bagaimana persiapan infrastruktur, baik perwakilan maupun entitas untuk melaksanakan e-audit? Hanya di provinsi, atau kota yang ada di provinsi. Tidak semua dari 20 entitas siap, apalagi Mentawai, orangnya saja banyak yang tidak mengerti. Namun, kami mendukung program pimpinan. Meski begitu, perlu penjelasan karena kami pernah dianggap akan memberikan fasilitas sarana dan prasarana TI karena niatnya dari kita, mereka menganggap akan dikasih peralatan. Memang baik program e-audit ini, tetapi karakteristik pemda itu berbeda. Tidak bisa disamakan. Belum masalah peraturan daerah yang tidak sama antara satu dengan yang lain. Ada beberapa ketentuan yang berbeda juga dengan pusat. aiz
54
APRIL 2012
52 - 54 bpk daerah.indd 54
1. Kab. Pesisir Selatan 2. Kab. Solok 3. Kab. Sw. Lunto 4. Kab. Tanah Datar 5. Kab Padang Pariaman 6. Kab. Agam 7. Kab. Lima Puluh Kota 8. Kab. Pasaman 9. Kab. Kepulauan Mentawai 10. Kab. Dharmasraya 11. Kab. Solok Selatan 12. Kab. Pasaman Barat 13. Kota Padang 14. Kota Solok 15. Kota Sawah Lunto 16. Kota Padang Panjang 17. Kota Bukit Tinggi 18. Kota Payakumbuh 19. Kota Pariaman 20. Kabupaten Sijunjang Tabel 2. Jumlah BUMD, rumah sakit, dan PDAM 1. Bank Nagari, 2. Andalas Tuah Sakato, 3. PD Dinamika, 4. Mekar Jaya Madani, 5. Perusda Kinantan, 6. Sanjung Husada Mandiri, 7. Yayasan Sanjung Mandiri, 8. Perusda Tuah Sepakat, 9. Pembangunan Sumbar, 10. Sarana Andalas Agung, 11. Melati Bus Antar Kota, 12. Kadin, 13. Padang Puskud Bina Satwa, 14. PD Tuah Saiyo, 15. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) 16 unit, 16. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 14 unit , 17. PD PAM 1 unit
Warta BPK
6/12/2012 3:14:44 PM