Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
2015
KINERJA JANGKA PANJANG PADA PEMBELIAN KEMBALI SAHAM
Abdur Rafik Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia Jln. Condong Catur-Depok-Sleman-DIY 55283 Telp: +6274-881546/885376/884019; Fax: +6274-882589 Email:
[email protected]/
[email protected]
Abstract Many studies consider the potential economic value of a stock repurchase. On average, the stock prices of repurchasing companies increase significantly in the short run and in the long run. The most common explanation for the short-term performance is that the repurchase announcement signal a positive information or that it reflects the benefits from a reduction in the agency costs of free cash flow. While the most common explanation for the longrun performance standsfor market timing hypothesis that posits that managers can benefit long-term shareholders by buying back stocks when these are undervalued. A well-developed literature documents that shareholders have historically realized positive abnormal returns subsequent to repurchase programs. Of them conclude that repurchase companies’ stocks are undervalued and that the market react slowly to the information implicit in the repurchase programs. This study tests the hypothesis in Indonesian context using event study methodology. The samples consist of all companies conducted stock repurchase programs from 2000-2014. The results provide an evidence that the repurchasing companies experienced long-term abnormal returns. Consistent with the findings of Ikenberry et al. (1995) suggesting that the market treats repurchase announcements with skepticism, the results also find a strong evidence that market slowly adjust the prices over times (5 years) following repurchase programs.
Keywords: pembelian kembali saham, kinerja jangka panjang, underreaction
PENDAHULUAN Penelitian yang menyoroti dampak jangka panjang dari program pembelian kembali saham (stock repurchase)oleh perusahaantelah cukup banyak dilakukan. Namun sampai saat ini, kebanyakan penelitian tersebut umumnya dilakukan di negara-negara maju, seperti di UK, Kanada, dan USA. Meskipun dari waktu ke waktu aktivitas pembelian kembali saham cenderung mengalami peningkatan di berbagai belahan dunia, namun hingga saat ini bukti internasionalterkait dengan dampak jangka panjang aktivitas tersebut masih terbatas dantidak konklusif, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di samping itu, adanya regulasi yang berbeda antar negara terhadap proses pembelian kembali saham seringkali memunculkan motivasi yang berbeda di kalangan para manajer, yang pada gilirannya berdampak berbeda pula pada pembentukan harga dalam jangka panjang.
Ikenberry, Lakonishok, dan Vermaelen(1995), misalnya, mengidentifikasi adanya motivasi undervaluation pada pembelian kembali saham di USA, yang dalam jangka panjang membuat saham-saham value mengalami peningkatan abnormal return yang positif. Temuan yang identik dihasilkan oleh Zhang (2002) di Jepang, Park dan Jung (2005) di Korea, serta Akyol dan Foo(2013) di Australia. Lee, Ejara, dan Gleason(2010) juga meneliti pembelian kembali saham di beberapa negara di Eropa, seperti Prancis, Jerman, Italia, dan UK. Pembelian kembali saham oleh perusahaan di Jerman dan Italia memiliki pola yang identik dengan yang ditemukan di USA, namun tidak demikian dengan di Prancis dan UK. Di Prancis, pembelian kembali saham tidak berdampak pada kinerja saham dalam jangka panjang, sementara di UK berdampak namun kecil. Secara lebih jauh, Crawford dan Wang (2012) menemukan bahwa meskipun ada peningkatan kinerja jangka panjang, namun pembelian kembali saham di UK tidaklah dimotivasi oleh adanya undervaluation.
1
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
Adanya perbedaan temuan ini mengindikasikan bahwa perbedaan institusional antar negara menghadirkan perbedaan hasil terhadap fenomena pembelian kembali saham. Apalagi, temuan penelitian belakangan juga mengkonfirmasi bahwa motivasi perusahaan dalam membeli kembali sahamnya seringkali didorong karena ikut-ikutan kompetitor (Massa, Rehman, & Vermaelen, 2007), dan karena trik manajer untuk memberikan sinyal yang salah terhadap pasar (Chan, Ikenberry, Lee, & Wang, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak dari aktivitas pembelian kembali saham yang diumumkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia selama kurun waktu yang dimulai dari tahun 2000 sampai tahun 2014. Penelitian ini berkontribusi di antaranya terhadap keberadaan literatur pembelian kembali saham dalam konteks negara berkembang, khususnya Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA HIPOTESIS
DAN
PENGEMBANGAN
Apa alasan perusahaan melakukan pembelian kembali saham dan bagaimana dampak pembelian kembali tersebut pada kinerja jangka panjang saham menjadi dua pertanyaan utama yang mengitari isu pembelian kembali saham dalam banyak penelitian. Sampai saat ini, tidak ada temuan yang mampu memberikan penjelasan tunggal terhadap penyebab dan dampak pembelian kembali saham terhadap saham itu sendiri. Ada beberapa alasan yang teridentifikasi di literatur, yang menjadi penyebab kenapa perusahaan melakukan pembelian kembali saham. Beberapa alasan tersebut di antaranya adalah: Hipotesis Modal Berlebih (Excess Capital Hypothesis) Menurut hipotesis ini, pembelian kembali saham dilakukan perusahaan karena adanya modal yang melebihi peluang investasi perusahaan. Kelebihan modal ini oleh perusahaan bisa ditahan sebagai kas atau bisa didistribusikan kepada pemegang saham. Dalam konteks yang kedua, pembelian kembali saham berfungsi hampir sama seperti dividen, yaitu untuk mendistribusikan kelebihan kas (Easterbrook, 1984; Jensen, 1986).
2015
pertama; dalam pembelian kembali saham, perusahaan tidak harus berkomitmen terhadap realisasi pembelian sehingga distribusi modal menjadi lebih fleksibel bagi perusahaan (Kaplan dan Reishus, 1990; Denis, Denis, dan Sarin, 1994). Kedua, perusahaan sangat mungkin untuk lebih memilih pembelian kembali saham karena alasan manfaat pajak dari capital gain. Manfaat pajak ini muncul karena umumnya pajak capital gain bertarif lebih rendah dibandingkan pajak dividen. Dalam konteks yang kedua ini, investor bisa menunda pajak capital gain sampai ada realisasi return dari kemungkinan penjualan saham. Hipotesis Penilaian Hypothesis)
yang
Murah
(Undervaluation
Jika hipotesis kelebihan modal menawarkan fleksibilitas pada perusahaan dalam mendistribusikan kelebihan modal, hipotesis penilaian yang murah secara lebih jauh menawarkan fleksibilitas pada kapan distribusi itu sebaiknya dilakukan. Dalam hipotesis ini, diasumsikan bahwa ada asimetri informasi antara insider dan pemegang saham yang memungkinkan harga saham misvalued. Jika insider percaya bahwa harga saham terlalu murah, maka ia akan melakukan pembelian kembali untuk memberikan sinyal misvaluation pada pasar atau sekedar untuk investasi pada sahamnya sendiri yang dianggap dihargai terlalu murah. Karena itu, atas dasar hipotesis ini, adanya pembelian kembali saham seringkali dianggap sebagai indikasi bahwa harga saham di pasar saat ini dalam keadaan sangat murah (Vermaelen, 1981; dan Ikenberry, Lakonishok, & Vermaelen, 1995). Hipotesis Rasio Hutang Optimal (Optimal Leverage Ratio Hypothesis) Jika rasio hutang optimal dalam bahasan struktur modal memang ada, maka pembelian kembali saham dapat digunakan perusahaan untuk mengoptimalkan rasio hutang. Ketika perusahaan mendistribusikan kelebihan modal sebagaimana yang dinyatakan hipotesis kelebihan modal, maka modal perusahaan akan berkurang dan rasio hutangnya akan meningkat (Bagwell dan Shoven, 1988). Karena itu, perusahaan sangat mungkin untuk menggunakan pembelian kembali saham apabila rasio hutangnya di bawah target optimal.
Pembelian kembali saham sangat mungkin untuk lebih dipilih perusahaan dibandingkan dividen karena dua alasan,
2
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
Hipotesis Rasio Hutang Optimal (Optimal Leverage Ratio Hypothesis) Tidak hanya bisa merubah rasio hutang, pembelian kembali saham juga memungkinkan manajer untuk mendistribusikan kas tanpa mendilusi nilai per lembar saham. Melindungi harga saham akan menjadi salah satu kepentingan manajemen jika para manajer dan karyawan di perusahaan sedang memegang opsi saham. Adanya opsi akan mendorong manajer untuk mengganti pembagian dividen dengan pembelian kembali saham karena pembelian kembali saham tidak mendilusi nilai per lembar saham. Selain itu, saham yang disediakan untuk manajer ketika mereka mengexercise opsi mereka biasanya berasal dari saham treasury(Jolls, 1996). Karena itu, perusahaan yang mengkompensasi para manajernya dengan opsi saham sangat mungkin akan mengambil manfaat dari pembelian kembali saham. Hipotesis Penangkalan Takeover(Takeover Deterrence Hypothesis) Pembelian kembali saham tidak hanya bisa digunakan untuk mempengaruhi kepentingan perusahaan dan investornya, tetapi juga dapat digunakan untuk mempengaruhi hubungan antara perusahaan dengan pihak luar. Hal inilah yang dinyatakan hipotesis penangkalan takeover. Brown dan Ryngaert (1991), dan Hodrick (1996) mendokumentasikan adanya heterogenitas pemegang saham dan kurva penawaran yang menaik pada saham. Dengan adanya kurva penawaran yang menaik, maka perusahaan yang menjadi target akuisisi bisa meningkatkan harga akuisisi dengan pembelian kembali saham. Pembelian kembali saham diasumsikan dapat menaikkan nilai akuisisi karena pemegang saham yang menjual sahamnya saat pembelian kembali umumnya adalah mereka yang memiliki nilai cadangan paling rendah. Jadi, pembelian kembali saham bisa digunakan sebagai penangkal takeover karena ia bisa menjadi stimulus pendongkrak harga. Karena itu, perusahaan dengan risiko tinggi untuk diakuisisi sangat mungkin untuk melakukan pembelian kembali saham. Dalam perkembangannya, Massa et al. (2007) bahkan mengkonfirmasi adanya motivasi ikut-ikutan (mimicking) dari perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham sebagai akibat dari adanya pembelian kembali saham oleh kompetitor. Menurut Massa et al. (2007), dengan membeli kembali sahamnya, di saat yang bersamaan perusahaan
2015
mengirimkan sinyal positif ke pasar dan sinyal negatif ke kompetitornya. Karena itu, untuk menghindari dampak negatif, perusahaan ikut-ikutan malakukan pembelian kembali saham ketika kompetitornya terlebih dahulu melakukannya. Temuan menarik lain dihasilkan oleh Chan et al. (2010), yang menemukan sebagian fakta bahwa manajer menggunakan pembelian kembali saham untuk mengelabui pasar dengan memberikan sinyal yang keliru. Telah banyak diidentifikasi dalam litaratur, bahwa pembelian kembali saham adalah sinyal positif bagi pasar karena umumnya dilakukan atas asumsi harga yang kemurahan (undervaluation hypothesis). Kepercayaan ini dimanfaatkan oleh manajer yang sedang dalam tekanan untuk membuat harga naik untuk memberikan sinyal palsu ke pasar dengan melakukan pembelian kembali saham. Meskipun motivasi sebenarnya yang mendasari pembelian kembali saham tidak mudah untuk diketahui secara eksplisit, namun berbagai hasil penelitian telah mengkonfirmasi adanya perbedaan respon pasar dalam jangka panjang seiring dengan perbedaan motivasi. Dittmar (2000), misalnya, menemukan bahwa mayoritas pembelian kembali saham di USA didasari motif undervaluation, meskipun pada titik tertentu manajer juga punya motivasi yang berbeda ataupun motivasi ganda. Temuan Dittmar (2000) ini mempertegas temuan Ikenberry et al. (1995) yang mengkonfirmasi peningkatan abnormal return positif dalam jangka panjang untuk saham-saham yang teridentifikasi undervalue. Temuan tentang adanya abnormal return positif jangka panjang ini juga dipertegas kembali di antaranya oleh Yook (2010) dan Khaledi dan Darayseh (2013). Di Australia, Akyol dan Foo (2013) menemukan bahwa perusahaan yang membeli kembali sahamnya dengan motivasi undervalue mengalami peningkatan abnormal return yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang membeli kembali sahamnya dengan motivasi yang lain. Di Eropa, dengan menguji dampak pembelian kembali saham di Prancis, Jerman, UK, dan Italia, Lee et al. (2010) menemukan adanya perbedaan respon jangka panjang meskipun motivasi pembelian kembali sahamnya serupa. Perusahaan-perusahaan yang berada di Jerman dan Italia mengalami peningkatan harga yang signifikan dalam jangka panjang seiring dengan dikeluarkannya keputusan pembelian kembali saham. Perusahaan di UK juga mengalami
3
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
peningkatan harga dalam jangka panjang, namun dengan besaran yang tidak signifikan. Sementara di Prancis, tidak ditemukan adanya perbedaan kinerja saham jangka panjang seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pembelian kembali saham. Kajian tentang alasan dan dampak di balik pembelian kembali saham telah juga dilakukan di Negara berkembang. Beberapa di antaranya yang bisa disebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Park dan Jung (2005) di Korea, serta Wang, Lin, Fung, dan Chen(2013) di Taiwan. Meskipun hasil penelitian mereka menghasilkan simpulan yang konsisten dengan temuan di banyak Negara maju yang mengkonfirmasi adanya peningkatan kinerja jangka panjang pada saham seiring pembelian kembali saham, namun bukti lain masih dibutuhkan untuk mengkonfirmasi kekokohan temuan di balik tindakan pembelian kembali saham di Negara berkembang. Penelitian ini, meskipun tidak dalam upaya untuk membuktikan motivasi pembelian kembali saham, berupaya berkontribusi terhadap literatur dengan cara memperkaya bukti dampak jangka panjang dari pembelian kembali saham terhadap kinerja saham.
METODE PENELITIAN Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu OSIRIS, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Bloomberg, dan NewsFeed Bursa Efek Indonesia. Tabel di bawah ini menyajikan diskripsi data yang digunakan berikut sumbernya: Tabel 1. JENIS DATA DAN SUMBERNYA Jenis Data
Sumber
Pengumuman pembelian kembali saham (memuat tanggal pengumuman, dan tanggal pembelian efektif) Laporan tahunan emiten sampel. Digunakan untuk memverifikasi realisasi beli Harga penutupan bulanansaham sampel, dimulai dari 24 bulan sebelum pengumuman sampai60 bulan setelah pengumuman Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimulai dari 24 bulansebelum pengumuman sampai 60 bulan setelah pengumuman pembelian kembali saham emiten ke-i.
OSIRIS, ICMD, News Feed BEI ICMD, BEI
2015
Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan pemeriksaaan berulang terhadap data pengumuman pembelian kembali saham dengancaracross section. Misalnya, data pengumuman pembelian kembali saham i diperoleh dari OSIRIS pada tanggal t. Pengumuman tersebut kemudian diperiksa kembali dalam prospektus di ICMD dan News Feed yang dirilis BEI pada seputaran tanggal t. Jika data tidak ditemukan, maka dilakukan penelusuran lebih lanjut terhadap arsip media-media online nasional yang terpercaya, seperti bisnis.com, detik.com, dan kontan.co.id. Jika data pengumuman tidak tersedia di OSIRIS, namun tersedia di sumber data lainnya seperti ICMD dan News Feed BEI, maka data tersebut tetap dimasukkan ke dalam analisis. Setelah data pengumuman terdokumentasikan, lalu diperiksa realisasi pembelian yang telah dilaksanakan perusahaan. Pengumuman yang tidak disertai dengan realisasi pembelian sama sekali dikeluarkan dari sampel. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya diskresi manajemen untuk mengelabui pasar melalui program pembelian kembali saham, sebagaimana yang diidentifikasi oleh Chan, Ikenberry, Lee, dan Wang (2010). Dari proses ini, dihasilkan sampel akhir sebanyak 46 emiten sampel dari rentang waktu tahun 2000-2014. Setelah sampel akhir didapatkan, data pada Tabel 1 dikumpulkan lalu dianalisis menggunakan pendekatan studi peristiwa (event study). Secara keseluruhan, analisis data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Menentukan periode estimasi dan periode referensi. Periode estimasi dimulai dari t-24sampai t-1sebelum pengumuman pembelian kembali saham. Sementara periode referensidibuat secara bertingkat, mulai dari 3 bulan setelah (t+3), 6 bulan setelah (t+6), 1 tahun setelah (t+12), 2 tahun setelah (t+24), 3 tahun setelah (t+36), 4 tahun setelah (t+48), dan 5 tahun setelah (t+60). 2. Menghitung Akumulasi Rerata Return Tidak Normal (ARRTN)(Cummulative Average Abnormal Return [CAAR]) selama periode referensi dengan rumus: n
ARRTNt1,t2
1 = ∑ ARTNi,t1,t2 … … . . (1) n i=1
Bloomberg
Bloomberg
Dimana n adalah jumlah sampel dan ARTNi,t1,t2adalah Akumulasi Return Tidak Normal untuk saham i yang dimulai dari waktu t1 sampai waktu t2.ARRTNpada tahap ini diperoleh melalui tahapan perhitungan berikut:
4
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
a. Menghitung return bulananmasing-masing saham dan return bulananpasar (IHSG) selama periode estimasi dan referensi. Perhitungan return dilakukan dengan menggunakan metode log. b. Meregresikan return bulanan pasar (Rmt) pada return bulanan masing-masing saham (Rit) sehingga diperoleh nilai α dan β untuk masing-masing saham. Model regresi ini diperlukan karena perhitungan return tidak normal (abnormal return [AR]) dalam penelitian ini dilakukan dengan market model. Sebagai pembanding, peneliti juga menggunakan pendekan mean adjusted model untuk menghitung abnormal return. c. Menghitung return tidak normal pada masing-masing saham dengan rumus; 𝑅𝑇𝑁𝑖𝑡 = 𝑅𝑖𝑡 − (𝑎 + 𝑏𝑅𝑚(𝐼𝐻𝑆𝐺)𝑖𝑡 ) … . (2) Menghitung akumulasi return tidak normal (ARTN) (cumulative abnormal return [CAR])untuk masing-masing saham dengan rumus; 𝑡2
𝐴𝑅𝑇𝑁𝑖,𝑡1,𝑡2 = ∑ 𝑅𝑇𝑁𝑖𝑡 … (3) 𝑡=1
3. Menguji signifikansi ARRTN. Signifikansi ARRTN diuji menggunakan Patell t test. Pengujian Patell t-test dilakukan dengan terlebih dahulu menstandarisasi RTNdengan kesalahan standar peramalan: 𝑅𝑇𝑁
𝑖,𝑡 𝑅𝑇𝑁𝑇𝑖,𝑡 = 𝐾𝑆𝑃(𝑅𝑇𝑁 ….(4) )
2015
RTNTi,tadalah nilai abnormal return saham ke-i periode waktu ke-t yang telah distandarisasi. KSP(RTNi,t) adalah kesalahan standar peramalan saham ke-i pada hari ke-t di periode referensi, sedangkan RTN(i)adalah standar deviasi untuk return tidak normal. Mi adalah jumlah hari pada periode estimasi dan dF adalah degree of freedom yang berarti 2 karena menggunakan market model. Rm,tadalah return pasar ke-t di periode peristiwa, Rm,j adalah return pasar ke-j di periode estimasi, dan Rm , pe adalah rata-rata return pasar pada periode estimasi. ARTNi(t1,t2) adalahakumulasi abnormal return yang telah distandarisasi untuk saham ke-i pada waktu ke t1-t2. Sementara N adalah jumlah saham sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian terhadap ke-46 sampel, diperoleh hasil sebagaimana yang terlihat di Gambar 1 dan 2, serta Tabel 2 dan 3. Pada gambar 1 dan 2 dapat kita lihat pergerakan ARRTN mulai dari saat pengumuman pembelian kembali saham dirilis sampai 5 tahun setelahnya. Kedua gambar tersebut menunjukkan adanya trend pergerakan ARRTN yang meningkat seiring waktu. Ini artinya, adanya pengumuman kembali saham direspon positif oleh pasar meskipun dengan penyesuaian yang lambat. Peningkatan ARRTN baru mencapai puncaknya pada kurun waktu 5 tahun setelah adanya pengumuman. Dari grafik terlihat bahwa pola ini tampak konsisten, baik untuk ARRTN yang diperoleh menggunakan pendekatan market model maupun mean-adjusted model.
𝑖,𝑡
ARRTN/CAAR (Market Model)
𝐾𝑆𝑃(𝑅𝑇𝑁𝑖,𝑡 ) 2
= 𝜎𝑅𝑇𝑁(𝑖) √1 +
𝑅𝑚,𝑝𝑒 ) (𝑅𝑚,𝑡 − ̅̅̅̅̅̅̅ 1 (5) + 2…. 𝑀𝑖 ∑𝑡−24 (𝑅 − ̅̅̅̅̅̅̅ 𝑅 ) 𝑡=𝑡−1
𝑡2
𝐴𝑅𝑇𝑁𝑇𝑖(𝑡1,𝑡2) = ∑ 𝑡=𝑡1
𝑚,𝑗
𝑚,𝑝𝑒
𝑅𝑇𝑁𝑖,𝑡 … . (6) 𝐾𝑆𝑃(𝑅𝑇𝑁𝑖,𝑡 )
𝑀 −𝑑𝐹
𝜎𝐴𝑅𝑇𝑁𝑇(𝑖) = √𝑇 𝑀 𝑖−2𝑑𝐹….(7) 𝑖
𝑡𝑃𝑎𝑡𝑒𝑙𝑙 =
1
𝑁
∑
√𝑁 𝑖=1
𝐴𝑅𝑇𝑁𝑇𝑖 … . . (8) 𝜎𝐴𝑅𝑇𝑁𝑇(𝑖)
CAAR, 58, CAAR, CAAR, 60, CAAR,57, 59, 20.4% 20.2% 20.1% CAAR, 56, 19.2% CAAR,CAAR, 48, 55, 16.8% CAAR, 47, 15.8% CAAR, 51, 15.6% CAAR, 54, CAAR, 52, CAAR, 49, CAAR, 53, 13.7% 12.9% CAAR, 46, 12.5% 12.0% 11.9% 11.5% CAAR, 50, CAAR, 36, 9.8% 8.0% CAAR, 21, CAAR, 42,45, CAAR, 22, 6.7% CAAR, CAAR, 41, CAAR, 35, CAAR, 40, CAAR, 44, 5.0% 4.7% CAAR, 43, 4.4% 23,CAAR, 4.4% CAAR, 15, CAAR, 39, CAAR, 34, CAAR, 0, 2.9% CAAR, 37, CAAR, 24, 2.7% CAAR, 20, 2.5% 2.4% CAAR, 33, 2.4% CAAR, CAAR, 14,17, -19,- CAAR, CAAR, 1, -CAAR, CAAR, - 26,CAAR, 32, -1.8% 1.3% CAAR, 13, -18, CAAR, --0.0% 0.3% CAAR, 27, --1.3% CAAR, 29, - 38, 0.2% 16, - - 25, CAAR, 0.0% CAAR, 28, CAAR, 3, - CAAR, 0.3% 0.5% CAAR, 11, 0.8% CAAR, 8, 1.0% 1.1% 1.3% CAAR, 2, 1.4% CAAR, 10, 1.9% CAAR, 12, 2.0% CAAR, 9, 2.3% CAAR, 7, CAAR, 31,-2.6% 2.6%30, CAAR, 2.9% 2.5% 2.9% 3.0%3.7% CAAR, 6, - 2.8% 3.4% 4.1% 4.5% CAAR, 4.9% CAAR, 4,5, -4.8% 5.4% 5.4% 5.6% 6.1% 7.7% 8.0%
Gambar 1. GRAFIK PERGERAKAN ARRTNDENGAN MARKET MODEL MULAI DARI PENGUMUMAN SAMPAI 60 BULAN SETELAHNYA
5
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
ARRTN/CAAR (Mean Adjusted Model) CAAR, 58, CAAR, 57, 60, 59, 32.6% 32.2% CAAR, 56, 31.4% 30.9% CAAR, 48, CAAR, 47, CAAR, 55, CAAR, 46,28.5% CAAR, 49, 27.2% 27.0% 26.1% CAAR, 54, 25.0% CAAR, 51, CAAR, 53, CAAR, 52, 23.8% CAAR, 45, CAAR, 41, CAAR, 42, CAAR, 40, CAAR, 39, 22.4% 21.5% 21.4% CAAR, 36, CAAR, 50, 20.9% CAAR, 44, 20.3% 20.3% CAAR, 43, 19.9% 19.1% 19.1% CAAR, 38, 17.8% CAAR, 37, 18.0% 17.1% 16.6% CAAR, 35, 15.2% 14.8% CAAR, 22, CAAR, 23, 12.2% CAAR,33, 34, CAAR, 24, CAAR, CAAR, 21, 9.4% CAAR, 25, CAAR, 32, CAAR, 26, 8.9% CAAR, 17, 8.7% CAAR, 14, CAAR, 29, 8.1% 8.1% CAAR, 13, 7.7% CAAR, CAAR, 11,15, CAAR, 27, CAAR, 30, CAAR, 28, CAAR, 3,CAAR, CAAR, 8,9,10, 5.8% 5.8% 5.7% CAAR, 31, 5.3% 5.2% CAAR, 4.9% CAAR, 16, CAAR, 7, CAAR, 0,1,2, CAAR, 18, CAAR, CAAR, 20, 4.6% CAAR, 12, CAAR, 6, CAAR, 4.1% 3.9% 3.7% 3.7% CAAR, 19, 3.6% 3.3% 2.9% 2.9% CAAR, 5, 2.3% 1.8% CAAR, 4,0.8% - 1.4% 1.4% 1.4% 1.4% 1.3% 1.2% 0.8% 0.7% 0.2% 0.9% 1.8%
Gambar 2. GRAFIK PERGERAKAN ARRTNDENGAN MEAN ADJUSTED MODEL MULAI DARI PENGUMUMAN SAMPAI 60 BULAN SETELAHNYA Namun begitu, pola peningkatan ARRTN ini tidak signifikan ketika diuji menggunakan Patell t test. Hasil pengujian dengan menggunakan standard t test (tidak dilaporkan di artikel ini) yang juga dilakukan peneliti menghasilkan kesimpulan yang identik dengan Patell t test. Ini artinya bahwa meskipun teridentifikasi adanya peningkatan kinerja jangka panjang pada saham setelah adanya pembelian kembali saham, namun penyebab peningkatan tersebut masih mungkin untuk ditelusuri secara lebih jauh, apakah benar karena pasar mempersepsikan positif pembelian kembali saham ataukah karena stimulus dari peristiwa lain yang lepas dari kontrol penelitian ini Table 2. HASIL PENGUJIAN RRTN DAN ARRTN(MARKET MODEL) Periode Referensi t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 t+12 t+13 t+14 t+15 t+16 t+17 t+18
RRTN 0.2% -1.4% -3.0% 1.2% -5.0% 0.3% 1.6% 0.7% 1.7% -1.3% 0.4% 1.1% -1.4% 2.8% 1.0% 2.3% -4.1% 2.0% -2.1%
Patell t 0.01 -1.02 -1.40* 0.70 -0.45 0.22 0.17 -0.82 -0.06 -0.87 -0.11 0.19 -0.18 0.66 -0.23 0.40 -1.68** 1.32* -0.59
Market Model ARRTN 0.24% -1.12% -4.14% -2.96% -7.96% -7.67% -6.06% -5.39% -3.66% -4.94% -4.50% -3.36% -4.80% -2.00% -0.96% 1.32% -2.80% -0.79% -2.87%
Patell t 0.01 -0.71 -1.40 -0.36 0.11 -0.09 0.15 -0.23 -0.30 -0.29 -0.30 0.02 0.00 0.13 0.11 0.04 -0.30 -0.08 0.17
Periode Referensi t+19 t+20 t+21 t+22 t+23 t+24 t+25 t+26 t+27 t+28 t+29 t+30 t+31 t+32 t+33 t+34 t+35 t+36 t+37 t+38 t+39 t+40 t+41 t+42 t+43 t+44 t+45 t+46 t+47 t+48 t+49 t+50 t+51 t+52 t+53 t+54 t+55 t+56 t+57 t+58 t+59 t+60
RRTN 1.6% 1.0% 5.3% -0.6% -1.7% -2.7% -2.5% 0.7% -0.7% -0.3% 0.3% -3.0% 0.2% 4.0% 0.9% 0.8% 2.3% 4.1% -6.7% -2.3% 3.6% 1.2% 0.5% 1.8% -2.9% 0.5% 2.0% 5.4% 3.9% 1.9% -3.7% -3.9% 4.9% -0.9% -0.5% 0.9% 3.4% 1.0% 3.4% 0.2% -1.1% 0.9%
Patell t 0.45 0.54 1.36* -0.32 0.01 -1.12 -0.48 0.68 0.87 0.09 0.20 -0.47 -0.57 0.88 0.86 -0.20 0.77 1.64* -0.94 -0.43 1.53 0.53 0.71 0.39 -1.41 0.19 1.09 1.92 0.98 1.01 -0.36 -0.58 0.53 -0.22 -0.19 0.79 0.51 0.51 1.49* 0.47 0.37 0.44
2015
Market Model ARRTN -1.26% -0.26% 5.01% 4.44% 2.70% -0.03% -2.55% -1.89% -2.59% -2.90% -2.62% -5.62% -5.42% -1.39% -0.49% 0.28% 2.54% 6.65% -0.03% -2.29% 1.27% 2.43% 2.89% 4.71% 1.82% 2.36% 4.40% 9.78% 13.71% 15.63% 11.92% 8.02% 12.92% 12.04% 11.52% 12.45% 15.81% 16.80% 20.18% 20.38% 19.24% 20.12%
Patell t -0.03 0.22 0.40 0.22 -0.06 -0.22 -0.31 0.04 0.29 0.18 0.05 -0.05 -0.19 0.05 0.30 0.11 0.09 0.40 0.11 -0.22 0.18 0.32 0.19 0.17 -0.15 -0.18 0.19 0.44 0.42 0.28 0.09 -0.13 -0.01 0.04 -0.06 0.08 0.17 0.13 0.26 0.26 0.11 0.10
Tabel 3. HASIL PENGUJIAN RRTN DAN ARRTN (MEAN ADJUSTED MODEL) Periode Referensi t0 t+1 t+2 t+3 t+4 t+5 t+6 t+7 t+8 t+9 t+10 t+11 t+12 t+13 t+14
RRTN 1.4% -0.1% -0.6% 2.2% -4.8% 1.0% 1.6% 0.7% 1.5% -1.1% 2.1% -0.2% -2.9% 3.7% 0.7%
Mean Adjusted Model Patell t ARRTN 0.42 1.4% -0.81 1.3% -0.57 0.7% 1.21 2.9% -0.88 -1.8% 0.49 -0.9% 0.49 0.8% -0.57 1.4% 0.06 2.9% -0.28 1.8% 0.70 3.9% -0.39 3.7% -0.77 0.8% 1.29 4.6% -0.17 5.2%
Patell t 0.42 -0.27 -0.79 0.31 0.14 -0.16 0.36 -0.03 -0.17 -0.07 0.12 0.08 -0.31 0.13 0.27
6
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
Periode Referensi t+15 t+16 t+17 t+18 t+19 t+20 t+21 t+22 t+23 t+24 t+25 t+26 t+27 t+28 t+29 t+30 t+31 t+32 t+33 t+34 t+35 t+36 t+37 t+38 t+39 t+40 t+41 t+42 t+43 t+44 t+45 t+46 t+47 t+48 t+49 t+50 t+51 t+52 t+53 t+54 t+55 t+56 t+57 t+58 t+59 t+60
RRTN -1.1% -2.7% 3.8% -3.9% -1.2% 1.0% 6.5% 1.7% -0.5% -0.8% -2.3% -0.1% -2.0% -0.4% 1.6% -1.3% -1.3% 3.5% 2.3% 0.6% 3.5% 5.8% -3.1% 0.3% 3.9% 0.0% 1.2% -0.4% -3.3% 0.5% 3.2% 4.6% 2.0% 0.2% -3.3% -6.0% 3.7% -0.6% 0.5% 1.0% 3.7% 2.4% 4.1% -0.3% -1.4% 0.5%
Mean Adjusted Model Patell t ARRTN -1.09 4.1% -0.95 1.4% 2.02** 5.3% -1.56* 1.4% -0.93 0.2% 0.58 1.2% 2.61*** 7.7% 0.66 9.4% 0.16 8.9% -0.23 8.1% -0.51 5.8% 0.13 5.7% -1.09 3.7% -0.92 3.3% 1.08 4.9% -0.76 3.6% -1.62* 2.3% 1.17 5.8% 0.93 8.1% 0.37 8.7% 1.98** 12.2% 2.78 18.0% -0.97 14.8% -0.09 15.2% 1.45* 19.1% -0.59 19.1% 0.19 20.3% -0.70 19.9% -1.90 16.6% -0.53 17.1% 1.02 20.3% 1.48* 25.0% 0.32 27.0% 0.53 27.2% -1.37 23.8% -1.97 17.8% 1.22 21.5% -0.73 20.9% 0.22 21.4% 0.66 22.4% 0.86 26.1% 1.61* 28.5% 1.59* 32.6% 0.34 32.2% -0.16 30.9% -0.04 31.4%
Patell t -0.29 -0.46 0.23 0.10 -0.50 -0.07 0.60 0.60 0.15 -0.01 -0.13 -0.06 -0.16 -0.33 0.03 0.05 -0.37 -0.07 0.31 0.19 0.33 0.66 0.25 -0.14 0.18 0.11 -0.05 -0.07 -0.33 -0.31 0.06 0.31 0.22 0.10 -0.10 -0.40 -0.09 0.06 -0.06 0.10 0.17 0.28 0.36 0.21 0.02 -0.02
Meskipun tidak bisa secara kokoh disimpulkan bahwa peningkatan kinerja saham dalam kurun waktu 5 tahun setelah pengumuman pembelian kembali saham merupakan dampak dari program pembelian kembali saham, namun secara deskriptif dapat dikatakan bahwa tampaknya dalam konteks Indonesia pun pengumuman kembali saham dianggap sebagai sinyal positif oleh pasar. Namun demikian, pasar tampak lambat bereaksi terhadap sinyalemen positif tersebut. Hal ini dapat dilihat dari peningktan ARRTN yang baru tampak mencuat setelah kurun waktu 30 bulan setelah pengumuman.
2015
Temuan yang dihasilkan penelitian ini berkesesuaian dengan kebanyakan hasil penelitian di negara maju yang umumnya telah mengkonfirmasi adanya peningkatan abnormal return positif setelah dirilisnya pengumuman kembali saham. Konsisten dengan temuan Ikenberry et al.(1995), Yook (2010), Khaledi dan Darayseh (2013), serta Akyol dan Foo (2013), penelitian ini juga berhasil membuktikan, meski tidak dengan cukup kokoh, adanya peningakatan kinerja saham dalam jangka panjang seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pembelian kembali saham. Sejalan dengan temuan Ikenberry et al.(1995), penelitian ini juga menemukan adanya rekasi yang lambat (underreaction) dari pasar terhadap pembelian kembali saham. Meskipun dapat mengungkap keberadaan abnormal return positif jangka panjang setelah pengumuman kembali saham, namun penelitian ini memeiliki beberapa kelemahan lain, yang patut diantisipasi oleh penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang. Pertama, penelitian ini tidak melakukan kontrol terhadap kemungkinan masuknya peristiwa penting lain selama periode pengamatan. Tidak adanya control peristiwa lain di tengah keberadaan jumlah sampel yang tidak cukup memadai berpotensi menyebabkan hasil penelitian misleading. Kedua, penelitian ini belum dapat mengungkap motivasi apa yang sebenarnya mendasari perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk melakukan pembelian kembali saham. Kelemahan-kelemahan ini akan lebih baik jika dapat diantisipasi oleh penelitian sejenis di masa yang akan datang.
KESIMPULAN Penelitian ini mencoba meembuktikan ada tidaknya peningkatan kinerja saham seiring dengan dirilisnya pengumuman pembelian kembali saham oleh perusahaan. Penelitian ini menemukan hasil yang serupa dengan yang telah umum ditemukan di Negara maju. Setelah dirilisnya pengumuman kembali saham, harga bergerak meningkat dan menghasilkan return tidak normal positif di kisaran 20-30% pada kurun waktu 5 tahun setelah pengumuman. Meskipun ada indikasi peningkatan return, namun pasar tampaknya merespon pengumuman kembali saham secara lambat. Kelambatan respon ini berkesesuaian dengan temuan Ikenberry et al.(1995) yang mengkonfirmasi adanya fenomena underreaction pada pembelian kembali saham. Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan. Selain tidak mengontrol kemungkinan adanya peristiwa penting lain selama periode pengamatan, penelitian ini juga belum mampu mengungkap motivasi di balik pembelian kembali
7
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
saham yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian sejenis di masa yang akan datang hendaknya bisa memperluas kajian penelitian ini sehingga penyebab dan dampak pembelian kembali saham, baik pada perusahaan maupun investor, dapat diungkap dengan lebih baik.
2015
Hodrick, L. S. (1996). Does price elasticity affect corporate financial decision? Working paper. New York: Columbia University. Ikenberry, D., Lakonishok, J., & Vermaelen, T. (1995). Market underreaction to open market share repurchases. Journal of Financial Economics, 39, 181– 208.
DAFTARPUSTAKA Akyol, A. C., & Foo, C. C. (2013). Share Repurchase Reasons and the Market Reaction to Actual Share Repurchases: Evidence from Australia. International Review of Finance, 13(Brown 2007), 1–37. doi:10.1111/j.1468-2443.2012.01159.x Bagwell, L. S., & Shoven, J. B. (1988). Share repurchases and acquisitions: An analysis of which firms participate. In Alan J. Auerbach (ed), Corporate takeovers: Causes and Consequences. Chicago: University of Chicago Press. Brown, D. T., & Ryngaert, M. D. (1991). The determinants of tendering rates in interfirm and self-tender offers. Journal of Business, 65, 529-556. Chan, K., Ikenberry, D. L., Lee, I., & Wang, Y. (2010). Share repurchases as a potential tool to mislead investors. Journal of Corporate Finance, 16(2), 137– 158. doi:10.1016/j.jcorpfin.2009.10.003 Crawford, I., & Wang, Z. (2012). Is the market underreacting or overreacting to open market share repurchases? A UK perspective. Research in International Business and Finance, 26(1), 26–46. doi:10.1016/j.ribaf.2011.05.002
Jensen, M. C. (1986). Agency costs of free cash flow. American Economic Review, 76, 323-329. Jolls, C. (1996). The role of compensation in expmbridge, Mass.: Harverd Law School. Kaplan, S., & Reishus, D. (1990). Outside directorships and corporate performance. Journal of Financial Economics, 27, 389-410. Khaledi, N., & Darayseh, M. (2013). Information content of stock repurchases. Economics, Management, and Financial Markets, 8(3), 11–18. Lee, C. I., Ejara, D. D., & Gleason, K. C. (2010). An empirical analysis of European stock repurchases. Journal of Multinational Financial Management, 20(23), 114–125. doi:10.1016/j.mulfin.2010.07.002 Massa, M., Rehman, Z., & Vermaelen, T. (2007). Mimicking repurchases. Journal of Financial Economics, 84(3), 624–666. doi:10.1016/j.jfineco.2006.02.006 Park, Y., & Jung, K. (2005). Stock Repurchase in Korea: Market Reactions and Operating Performance. Review of Pacific Basin Financial Markets and Policies. doi:10.1142/S0219091505000300
Denis, D., Denis, D., & Sarin, A. (1994). Information content of dividend changes: Cash flow, signaling, overinvestment, and dividend clienteles. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 29, 567-587.
Vermaelen, T. (1981). Common stock repurchases and market signaling: An empirical study. Journal of Financial Economics, 9, 139-183.
Dittmar, A. K. (2000). Why Do Firms Repurchase Stock? The Journal of Business. doi:10.1086/209646
Wang, L. H., Lin, C. H., Fung, H. G., & Chen, H. M. (2013). An analysis of stock repurchase in Taiwan. International Review of Economics and Finance, 27, 497–513. doi:10.1016/j.iref.2013.01.007
Easterbrook, F. (1984). Two agency-cost explanations of dividends. American Economic Review, 74, 650-659
Yook, K. C. (2010). Long-run stock performance following stock repurchases. Quarterly Review of Economics and Finance, 50(3), 323–331. doi:10.1016/j.qref.2010.03.006
8
Seminar Nasional & Call For Paper, Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-7“Dinamika Dan Peran Ilmu Manajemen Untuk Menghadapi AEC”Jakarta, 10-12 November
2015
Zhang, H (2002). Share repurchase under the Commercial Law 212-2 in Japan: Market reaction and actual implementation. Pacific-Basin Finance Journal, 10, 287–305.
PERNYATAAN / PENGHARGAAN Penelitian ini merupakan sub-bagian penting dari penelitian laindengan cakupan yang lebih luas, yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian.Penelitian ini dibiayai oleh Pusat Pengembangan Manajemen (PPM) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia(UII).
9