Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 71- 76
6 Pages
PEMILIHAN UMUM MENURUT UUD 1945 (Argumentasi Antara Pemilihan Umum Serentak dan Pemilihan Umum Tidak Serentak) 1)
Mirza Sahputra1, Husni Jalil2, Iskandar A. Gani3 Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail :
[email protected] 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract:Article 22 paragraph (2) of the 1945 Constitution on the General Elections states that “The general election is held in order to elect members of the House of Representatives, Regional Legislatives Council, the President and Vice President, and the Regional Representatives Council". With the Consitutional Court Rulling Number 14 / PUU-XI / 2013, there have been amandmentsto thepractice of general election in Indonesia in which the legislative and presidential elections shall be held simultaneously. The aim of this research is to identify, analyze and explain whether the Constitutional Court Rulling No. 14 / PUU-XI / 2013. The research methodology used is a normative legal research (normative juridical). The finding of this research reveals that application of the simoultaneous general election has been constitutional with the 1945 Constitution,. Juridical implications of the constituional court rulling are that holding simultaneous general elections will be more efficient in the use of state financial budget and threshold (presidential threshold) requirement is no longer valid as a result of elections simultaneously. It is suggested that the Constitutional Court Rulling should interpret the meaning of Article 9 of Law No. 42 Year 2008 on threshold (presidential threshold) Keywords : General Election and the 1945 Constitution Abstrak: Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 tentang pemilihan umum berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Dengan putusan Mahkamah Kosntitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 telah terjadi perubahan terhadap pemilihan umum di Indonesia agar pemilihan umum legislatif, Presiden, dan Wakil Presiden dilaksanakan secara serantak. Tujuan penelitian untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013 tentang pemiluhan umum serentak Presiden, Wakil Presiden dan Legislatif. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (Yuridis Normatif). Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan pemilihan umum serentak konstitusional dengan UUD 1945. Adapun implikasi yuridis terhadap putusan tersebut adalah dalam peyelengaraan pemilu serantak akan lebih efesien dalam penggunaan anggaran keuangan negara, dan ambang batas (presidential threshold) menjadi tidak berlaku lagi sebagai akibat dari pemilu serentak. Disarankan bahwa seharusnya dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menafsirkan terhadap Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang ambang batas (presidential threshold) Kata kunci : Pemilihan Umum dan Undang-Undang Dasar 1945
jadwal ketatanegaraan yang telah ditentukan
PENDAHULUAN Pemilihan umum (general election)
peraturan perundang-undangan Sesuai dengan
merupakan salah satu sarana penyaluran hak
prinsip kedaulatan rakyat dimana rakyatlah yang
asasi warga negara yang sangat prinsipil, oleh
berdaulat, maka semua aspek penyelenggaraan
karena itu dalam rangka pelaksanaan hak-hak
pemilihan umum itu sendiri pun harus juga
asasi warga negara merupakan keharusan bagi
dikembalikan pada rakyat untuk menentukannya
pemerintah
(Jimly Asshiddiqqie, 2006 : 172).
untuk
menjamin
terlaksananya
penyelenggaraan pemilihan umum sesuai dengan 71 -
Volume 3, No. 2, Mei 2015
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya
kekuasaan
tertinggi
dalam
suatu
negara.
disebut UUD 1945) yang merupakan Konstitusi
Rakyatlah yang menentukan tujuan yang hendak
Negara Republik Indonesia mengatur masalah
dicapai oleh negara dan pemerintahannya itu
pemilihan umum terdapat dalam Bab VIIB
(Jimly Asshiddiqqie, 2006 : 168-169). Demokrasi
tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil
ialah pemerintahan dimana kekuasaan negara
Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001.
terletak ditangan sejumlah besar dari rakyat dan
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi No. 14/PUU-XI/2013
terjadi
perubahan
besar
menjalankan kekuasaan itu untuk kepentingan semua orang (M. Solly Lubis, 2007 : 59) .
terhadap sistem pemilihan umum di Indonesia,
Implementasi kedaulatan rakyat melalui
memutuskan bahwa pemilihan umum Presiden,
sistem pemilihan umum terdapat bermacam-
Wakil Presiden dan Legislatif harus dilakukan
macam teori, dimana antara teori yang satu
serantak untuk tahun 2019, yang sebelumnya
dengan teori yang lainnya terjadi perbedaan, baik
pelaksanaan pemilihan tersebut dilakukan dalam
dalam mekanismenya maupun terdapap hasil
waktu yang tidak bersamaan. Pengajuan uji
yang dapat diperoleh. Namun demikian dalam
materil (judicial review) terhadap Pasal 3 ayat
pandangan Hukum Tata Negara lazimnya dibagi
(5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14
dalam 2 (dua) seperti yang dikemungkakan oleh
ayat (2) dan Pasal 112, yang diajukan oleh
Harmily Ibrahim dan Bintan R. Saragih (Eddy
Effendi Gazali yang menganggap bahwa pasal-
Purnama, 2008 : 51) :
pasal tersebut bertentangan Pasal 6A ayat (2) dan
1. Sistem pemilihan organis dalam sistem ini
Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
rakyat dipadang sebagai suatu kelompok
Dasar 1945.
dari sejumlah individu (sebagai persekutuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang
hidup), seperti keluarga, fungsi tertentu
menjadi masalah dalam penelitian ini adalah
(ekonomi, industri, dan sebagainya), lapisan
sebagai berikut :
sosial (cendikiawan, buruh, dan lain-lain).
1. Apakah putusan Mahkamah Konstitusi No.
Kemudian pesekutuan inilah yang nantinya
14/PUU-XI/2013 adalah putusan hukum
yang
konstitusional atau inskonstitusonal dengan
mengendalikan hak tersebut serta mengutus
Undang – Undang Dasar 1945?
wakil-wakilnya
2. Apa konsekuensi yuridis putusan Mahkamah
mempunyai
hak
untuk
pilih
diangkat
dan
sebagi
perwakilan masyarakat. Oleh sebab itu,
Konstitusi Putusan No. 14/PUU-XI/2013
sistem
organis
ini
terhadap pemilihan umum di Indonesia?
penggakatan (penunjukan).
disebut
sistem
2. Sistem pemilihan mekanis, rakyat dipandang sebagai individu-individu yang sama sebagai
KAJIAN KEPUSTAKAAN Paham
kedaulatan
rakyat
(democracy)
pemegang hak pilih aktif. Dimana masing-
rakyatlah dianggap sebgai pemilik dan pemegang
masing individu itu memiliki satu orang satu Volume 3, No. 2, Mei 2015
- 72
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala suara”.
Sistem
ini
norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa
disebut juga dengan sistem pemilihan umum
“norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
biasa.
berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan”.
Perkembangan
pemilihan
dalam
mekanis
sistem
pemilihan
Norma hukum mengatur pembentukannya sendiri
mekanis ini lazimnya diselenggarakan melaui 2
karena suatu norma hukum menentukan cara
(dua) sistem pemilihan umum, yaitu (Mariam
untuk membuat norma hukum lainnya, dan juga
Budiharjo, 1985 : 177) :
sampai derajat tertentu menentukan isi dari
1. Single-member constituenency system yaitu
norma yang lainnya itu. Norma yang menentukan
dimana satu daerah pemilihan memilih satu
pembentukan norma lain adalah norma yang
orang wakil, sitem ini disebut dengan sistem
lebih tinggi, sedangkan norma yang dibentuk
distrik
menurut peraturan ini adalah norma yang lebih
2. Multy-member constituency system, yaitu
rendah
sistem satu daerah pemilihan memilih beberapa orang wakil. Sistem ini dinamakan juga proporsional representation (sistem
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam
perwakilan berimbang)
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif
Penemuan hukum diartikan sebagai sebuah
(yuridis
normatif)
yakni
penelitian
yang
proses pembentukan hukum oleh hakim atau
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-
petugas hukum lainnya terhadap peristiwa-
kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
peristiwa hukum yang konkrit. Atau dengan
(Johnny Ibrahim, 2012 : 295) Penelitian hukum
bahasa lain penemuan hukum adalah upaya
normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal,
konkretisasi peraturan hukum yang bersifat
karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan
umum dan abstrak berdasarkan peristiwa yang
hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau
real terjadi. Selain itu apabila suatu peraturan
bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini
perundang-undangan isinya tidak jelas maka
juga disebut sebagai penelitian kepustakaan. Hal
hakim berkewajiban untuk menafsirkan sehingga
ini disebabkan karena penelitian lebih banyak
dapat
sungguh-
dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder
sungguh adil dan sesuai dengan maksud hukum,
yang ada di perpustakaan dan menggunakan
yakni mencapai kepastian hukum.(Cut Asmaul
pendekatan
Husna, 2012 : 64)
approach). (Johnny Ibrahim, 2012 : 295)
diberikan
keputusan
yang
Mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan,
(statute
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan
Kelsen
antara data yang diperoleh secara langsung dari
mengemukakan Teori Stufenbau des Recht atau
bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh dari bahan-
The Hirarchy of law. (Raisul Muttaqien, 2006 :
bahan
179) Teori tersebut membahas mengenai jenjang
sekunder (Soejono Soekanto dan Sri Mamujdi,
73 -
Hans
perundang-undangan
Volume 3, No. 2, Mei 2015
pustaka
lazimnya
dinamakan
data
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2004 : 12). Sumber data dalam penelitian ini di
anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
peroleh dari data sekunder, yang terdiri dari:
Kabupaten/Kota dan pemilihan Presiden dan
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan
Wakil Presiden dengan Undang-Undang Nomor
hukum yang mengikat, (Soejono Soekanto
42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan
dan Sri Mamujdi, 2004 : 13) yang terdiri dari:
Wakil Presiden. Pada Pasal 3 ayat (5) Undang-
1) Undang-Undang
Undang 42 Tahun 2008 berbunyi, „Pemilu
Dasar
Republik
Indonesia 1945
Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan
2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
setelah pelaksanaan Pemilu DPR, DPRD dan DPD‟.
tentang Mahkamah Konstitusi 3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
Pengalaman yang telah berjalan ialah
tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Pemilu Presiden dilaksanakan setelah Pemilu
Presiden
DPR, DPD, dan DPRD, karena Presiden dan/atau
4) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012
Wakil
Presiden
dilantik
oleh
Majelis
tentang Pemilihan anggota DPD, DPR,
Permusyawaratan Rakyat (Pasal 3 ayat (2) UUD
DPRD
1945),
Provinsi,
dan
DPRD
Kabupaten/Kota
sehingga
didahulukan
5) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 14/PUU-XI/2013
Lembaga
Pemilu
untuk
inilah
DPR
dapat
yang
dan
dibentuk
kemudian
DPD MPR.
melantik
Presiden dan Wakil Presiden, oleh karenanya
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan
harus dibentuk lebih dahulu. Sesungguhnya telah
yang erat hubungannya dengan bahan-bahan
terjadi apa yang disebut desuetudo atau kebiasaan
hukum
membantu
(konvensi ketatanegaraan) telah menggantikan
menganalisa dan memahami bahan hukum
ketentuan hukum, yaitu suatu hal yang seringkali
primer seperti buku, tulisan para ahli dan
terjadi baik praktik di Indonesia maupun di
hasil-hasil penelitian.
negara lain.
primer
yang
dapat
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan
Kehadiran
konvensi
bukan
untuk
Undang-Undang
Dasar
Negara
hukum yang memberikan informasi tentang
mengubah
bahan-bahan hukum primer dan sekunder
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu,
seperti
konvensi
kamus,
makalah,
artikel-artikel,
majalah, koran dan internet.
Pemilihan umum di Indonesia dalam
pemilihan
legislatif
bertentangan
Dasar
Tahun
1945,
dengan
Negara
Republik
konvensi
berperan
sebagai partnership memperkokoh kehidupan
HASIL PENELITIAN
selama
boleh
Undang-Undang Indonesia
prakteknya
tidak
ini
memisahkan
yaitu
dengan
antara
Undang-
ketatanegaraan
Indonesia
Undang-Undang
Dasar
di
bawah
Negara
sistem
Republik
Indonesia (Dahlan Thaib, 2011 : 125)
Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Volume 3, No. 2, Mei 2015
- 74
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Sesuai
dengan
putusan
Mahkamah
dianut oleh UUD 1945 pasca amandemen,
Konstitusi, pemilihan umum anggota legislatif
dalam peyelengaraan pemilu serantak akan
(pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) pada
lebih efesian dalam penggunaan anggaran
tahun 2019 akan dilakukan secara serentak
keuanagan
adapun implikasi yuridisnya adalah sebagai
(presidential
berikut:
berlaku lagi sebagai akibat dari pemilu
1. Memperkuat sistem presidensil
negara,
dan
ambang
batas
threshold)
menjadi
tidak
serentak
2. Pemilihan umum akan lebih efesian 3. Ambang
batas
Presidential
Theshold
Saran
1. Bahwa
menjadi tidak berlaku
dalam
Konstitusi
Putusan
Nomor
Mahkamah
14/PUU-XI/2013
KESIMPULAN DAN SARAN
seharunya dalam putusannya melaksakan
Kesimpulan
pada saat diputus dikarenakan putusan
1. Penyelenggaraan
pemilihan
di
ini tidak akan berarti bila para legislatif
Indonesaia dalam prakteknya selama ini
merumuskan undang-undang pemilihan
mendahulukan pemilihan legislatif yang
legislatif, pemilihan presiden dan wakil
kemudian
presiden yang baru
disusul
dengan
umum
pemilihan
Presiden dan wakil Presiden sudah menjadi desuetudo
atau
kebiasaan
(konvensi
ketatanegaraan). Kehadiran konvensi bukan untuk mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
2. Bahwa
dalam
Konstitusi
Putusan
Nomor
Mahkamah
14/PUU-XI/2013
seharusnya Mahkamah Konstitusi harus menafsirkan terhadap Pasal 9 UU Nomor
oleh karena itu, konvensi tidak boleh
42 Tahun 2008 tentang amabang batas
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
(presidential threshold) sehingga tidak
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
menjadi multitafsir sebagai akibat dari
Pelaksaan pemilihan serentak legislatif,
pemilihan umum serantak
Presiden
dan
Wakil
Presiden
adalah
konstitusional sesuai ketentuan UUD 1945
DAFTAR KEPUSTAKAAN
yang
Cut Asmaul Husna, Penemuan Dan Pembentukan Hukum “The Living Law” Melalui Putusan Hakim, Jurnal Mizan Vol. 2 No.3 Fakultas Hukum Universitas Malikulsaleh, Lhokseumawe, 2012
mengendaki
pemilihan
legislatif,
Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara serantak. 2. Bahwa implikasi yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan No. 14/PUU-XI/2013 Terhadap Pemilihan Umum serantak adalah
Dahlan Thaib Teori dan Hukum Konstitusi (Edisi Ketiga), Rajawali Pers, Jakarta, 2011.
memperkuat sistem presidensial sesuai yang
Eddy Purnama, Lembaga Perwakilan Rakyat,
75 -
Volume 3, No. 2, Mei 2015
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Syiah Kuala University Press, Banda Aceh, 2008 Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, Russell & Russell, New York, 1961, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Cetakan I, Nusamedia, Bandung, 2006. Jimly Asshiddiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekrariat Jendral dan Kepanitrraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006 Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2012. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta 1985 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, 2004. Solly Lubis. M, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, 2007
Volume 3, No. 2, Mei 2015
- 76