AWASLU B BULETIN
EDISI 08, AGUSTUS 2014
Badan Pengawas Pemilihan Umum
Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014
Pengadilan terhadap Proses Demokrasi Indonesia
Bawaslu Peringati HUT Kemerdekaan RI ke-69
Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak
Mengawasi Pemilu, Menjaga Integritas, Netralitas, dan Objektifitas
MK Putuskan Tolak Seluruh Permohonan Prabowo-Hatta
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Sengketa Pilpres dan Pengadilan Demokrasi
Di sisi lain, KPU yang mengklaim sudah bekerja berdasarkan AWASLU aturan dan tidak melakukan kecurangan apalagi manipulasi Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014 pun ikut menyerahkan barang Pengadilan terhadap Proses buktinya. Keterangan dan alat Demokrasi Indonesia bukti itu juga mendapat dukungan dari pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Di tangan MK, harga diri dan nama baik demokrasi dipertaruhkan. Di palu mahkamah, kinerja KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu dibuktikan kebenarannya. Maka, suatu kelegaan bagi penyelenggara pemilu tatkala MK akhirnya memutuskan menolak gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2014. Kelegaan itu tentu bukan lantaran memihak salah salah satu pihak peserta pemilu. Kelegaan itu berarti penyelenggara pemilu telah berhasil mengawal suara rakyat untuk menentukan pemimpinnya lima tahun ke depan.
B
BULETIN
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 Joko Widodo - Jusuf Kalla dinyatakan sebagai pemenang pemilu berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2014. Tetapi, meski sempat meminta publik untuk menunggu hasil resmi pilpres versi KPU, masih ada pihak yang tidak menerima keputusan KPU tersebut. Tim pasangan calon nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menuding ada kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif yang melibatkan penyelenggara pemilu. Kecurangan itu disebut sebagai penyebab kekalahan Prabowo-Hatta pada perhelatan demokrasi yang puncaknya digelar 9 Juli lalu. Masih dalam suasana Idul Fitri 1435 Hijriah, Mahkamah Konstitusi bersidang. Sejak pagi hingga malam hari sidang digelar untuk mencari pihak mana yang memang benar berdasarkan hukum. Kebenaran demokrasi seakan-akan sedang diadili di ruang sidang MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Pihak penggugat dan pihak yang digugat saling adu argumentasi dan alat bukti. Tim Prabowo-Hatta menyerahkan sedikitnya 60 alat bukti untuk mendukung kebenaran versinya.
Bawaslu Peringati HUT Kemerdekaan RI ke-69
EDISI 08, AGUSTUS 2014
Badan Pengawas Pemilihan Umum
Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak
Mengawasi Pemilu, Menjaga Integritas, Netralitas, dan Objektifitas
MK Putuskan Tolak Seluruh Permohonan Prabowo-Hatta
Salam Awas
Daftar isi:
BADAN
UM
UM SI IK INDO
A S L U
I
N
E
B
BL
W
R
P
U
A
RE
A
-
Divisi Update Divisi Organisasi dan SDM Bawaslu Gelar Rakor Persiapan Evaluasi Pengawasan Pemilu di Luar Negeri ..................................................................................................... 15 Divisi Pengawasan Bawaslu Evaluasi Program Pengawasan Pemilu ............................. 17 Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Sidang Sengketa PHPU Pilpres di Makamah Konstitusi ..... 18 Sudut Pandang Pengawas Pemilu Berperan terhadap Perkembangan Demokrasi Indonesia .............................................................................. 20 Putusan MK dan DKPP TIdak BIsa Dibandingkan ..................... 21 Ekspose Daerah ............................................................................................ 22 Hentikan Perkara Wabup, Bawaslu Jateng Sayangkan Sikap Polres Purbalingga ................................................................... 22 Ketua Bawaslu Apresiasi Sentra Gakkumdu Sulteng ........ 24 Masyarakat Kaltim Menolak Pilkada Melalui DPRD ................ 24 Galeri ................................................................................................................ 24
Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.
AS PEMIL AW IH A NG
N
PE
Dari Redaksi ................................................................................................... 2 Laporan Utama Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014, Pengadilan terhadap Proses Demokrasi Indonesia.................................................................... 3 Opini Pilpres yang Menguras Emosi ...................................................... ...... 6 Sorotan Noken dalam Pemilu di Indonesia .................................................... 8 Kekurangan Pemilu Bukan Berarti Kecurangan ......................... 9 Investigasi Kontroversi Pembukaan Kotak Suara oleh KPU Tanpa Perintah MK .................................................................................................. 11 Bawaslu Terkini Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi Nama Baik Pimpinan Bawaslu RI ................................................................................................... 12 Profil Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak Mengawasi Pemilu, Menjaga Integritas, Netralitas dan Objektivitas .............................................................................................................................. 14
Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id
2
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014
Pengadilan terhadap Proses Demokrasi Indonesia
MUHTAR
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 menjadi hajatan demokrasi yang menyedot banyak energi. Semakin hari suhu politik Indonesia semakin panas. Bukan cuma media massa, media sosial pun dipenuhi bahasan politik mulai dari proses penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu hingga kabar soal kandidat.
H
anya diikuti oleh dua pasangan calon disinyalir sebagai alasan mengapa Pilpres 2014 menjadi pemilu yang paling panas sepanjang sejarah demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998. Adalah Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1. Sedangkan peserta nomor urut 2 adalah pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Prasangka dan curiga kerap mendorong kedua belah pihak saling lapor. Tak ayal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun kebanjiran laporan. Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak sempat berkelakar, fenomena saling lapor antar-kedua pasangan calon presiden dan wakil itu memiliki sisi positif. “Keduanya jadi saling mengawasi,” katanya. Tetapi, peserta pilpres bukan hanya mencurigai lawan politiknya. Penyelenggara pemilu juga turut dicurigai.
3
Independensi dan netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu dipertanyakan. Tidak jarang, tim sukses pasangan calon akan menuduh lawan politiknya bekerja sama melakukan kecurangan dengan penyelenggara pemilu setempat jika di suatu daerah pasangan yang diusungnya kalah suara. Misalnya, tim Prabowo-Hatta yang menuding adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres di Papua karena adanya penggunaan sistem noken. Di wilayah-wilayah yang menerapkan noken, pasagan Jokowi-JK menang. Di sisi lain, tim pasangan Jokowi-JK menuding kubu Prabowo-Hatta melakukan kecurangan di wilayah Madura, Jawa Timur hingga dapat menang telak di wilayah tersebut. Atas dasar kecurigaan dan barang bukti yang dimilikinya, tim PrabowoHatta pun menggugat KPU sebagai pihak yang berwenang menetapkan hasil
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Sambungan: Sengketa Hasil .... pilpres. Dalam Surat Keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014, KPU menetapkan, pasangan PrabowoHatta memperoleh 62.576.444 suara atau 45,85 persen sedangkan JokowiJK memperoleh 70.997.833 suara atau 53,15 persen. Selasa, 25 Juli 2014 malam, beberapa jam menjelang penutupan pendaftaran gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), Prabowo, Hatta bersama dengan tim hukumnya dan sejumlah perwakilan dari Partai Koalisi, resmi untuk mendaftarkan gugatan pemilu presiden yang dilaksanakan 9 Juli lalu. Kuasa hukum tim Prabowo-Hatta, Didi Supriyanto mengatakan, pihaknya menemukan adanya pelanggaran pemilu yang tersebar di 33 provinsi. Dia mengklaim terjadi kecurangan di 52 ribu tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia yang melibatkan 21 juta suara. Dia bahkan menyatakan optimistis bisa membuktikan kecurangan yang dilakukan penyelenggara pemilu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif. “Kalau data memang itu valid karena memang itu data orisinil yang kita dapat langsung dari KPU. Itu ada pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya sporadis ada beberapa daerah yang terkait dengan kepala daerah, di beberapa daerah ada rekomendasi Bawaslunya tidak dilaksanakan, ada yang harus pemungutan suara ulang tetapi tidak dilaksanakan dan lain sebagainya. Jadi memang berbagai macam temuan – temuan di lapangan yang kami sampaikan ke Mahkamah Konstitusi ini,” kata Didi Supriyanto. Di sisi lain, Panitera MK Kasianur Sidauruk mengatakan, tim PrabowoHatta menyerahkan 60 alat bukti dalam tiga bundel dokumen saat pendaftaran gugatan. Alat bukti yang diserahkan antara lain foto, surat teguran, rekomendasi Bawaslu pada KPU dan beberapa alat bukti lainnya. Alat bukti ini masih mungkin ditambah saat dalam persidangan. Dalam gugatannya, kubu PrabowoHatta meminta MK membatalkan surat
”
Kalau data memang itu valid karena memang itu data orisinil yang kita dapat langsung dari KPU. Itu ada pelanggaranpelanggaran yang sifatnya sporadis ada beberapa daerah yang terkait dengan kepala daerah, di beberapa daerah ada rekomendasi Bawaslunya tidak dilaksanakan, ada yang harus pemungutan suara ulang tetapi tidak dilaksanakan dan lain sebagainya. Jadi memang berbagai macam temuan – temuan di lapangan yang kami sampaikan ke Mahkamah Konstitusi ini,
”
Didi Supriyanto
keputusan KPU yang memenangkan Jokowi-JK dengan mengubah perolehan suara menjadi 67.139.153 suara untuk Prabowo-Hatta dan 66.435.124 suara untuk Jokowi-JK. Sehingga total pemilih sah sebanyak 133.574.277 suara. Jika MK berpendapat lain, penggugat memohon MK memerintahkan pemungutan suara ulang di beberapa
4
wilayah yang mereka nilai bermasalah di 5.349 TPS yang tersebar di Provinsi Jawa Timur seperti Surabaya, Sidoarjo, Malang, Kota Batu, Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Pemungutan suara ulang juga diminta dilakukandi TPS Nias Selatan, dua TPS di Kabupaten Gianyar-Bali, kemudian di Papua di 14 kabupaten yang memakai noken dan di Papua Barat. Terkait sistem noken, MK menyatakan, penggunaan sistem itu sah. “Penggunaan sistem noken adalah sah menurut hukum karena dijamin UUD,” kata Hakim MK Wahidudin Adams, Kamis (21/8/2014). Dalam masa transisi noken atau sistem ikat suara masih bisa dibenarkan. Tetapi harus dikondisikan penyelenggara secara tertib dan disaksikan saksi atau kepala suku. MK menilai sistem noken sesuai dengan putusan MK sebelumnya yang telah mengizinkan penggunaan noken di beberapa daerah di Papua. Dan sistem noken juga kerap digunakan saat Pemilihan Kepala Daerah Papua. “Menimbang berdasarkan diatas penilaian dengan sistem noken dalam PHPU presiden di Papua, Mahkamah berpandangan mahkamah menghormati sistem ikat dan noken,” ujar Adam. Selain keberatan soal noken, tim Prabowo-Hatta menuding, KPU telah melakukan kecurangan yang merugikan pihaknya. Di sisi lain Bawaslu dituding mendiamkankecurangan tersebut. dugaan kecurangan yang disampaikan pemohon adalah kasus pembukaan kotak suara oleh KPU sebelum diperintahkan MK. Namun, keberatan itu dimentahkan MK. MK berpendapat, pembukaan kotak suara sudah dilakukan dengan transparan dan akuntabel sesuai dengan Pasal 326 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pasalnya, Pembukaan kotak suara oleh KPU telah mengundang para saksi dan pihak kepolisian. Di sisi lain, Komisioner KPU Sigit Pamungkas menyampaikan, pembukaan kotak suara dapat dipertanggungjawabkan. Berita acara dari pembukaan kotak suara bisa menjadi dasar pertanggungjawaban langkah KPU itu.
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
MUHTAR
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah (kanan) dan Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak hadir dalam Sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi “Apakah pembukaan kotak suara itu hasilnya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak? Ada berita acara yang menunjukkan pembukaan itu adalah pekerjaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka ini tidak melanggar dimensi etis tata kelola yang baik yang dijabarkan dalam peraturan tentang kode etik,” tutur Sigit. Bawaslu juga tidak luput dari tudingan melakukan kecurangan. Hal itu segera dibantah Nelson Simanjuntak. Menurut Nelson, lembaganya sudah memetakan potensi pelanggaran, termasuk yang dilakukan kepala daerah. “Terstruktur itu harus ada tindakan dari orang yang bersifat struktural, tapi kami tak terima laporan,” ujarnya. Hampir dua pekan persidangan berlangsung, pemohon dan termohon saling adu alat bukti. Sebagai termohon, KPU juga didukung alat bukti yang diajukan Bawaslu baik di tingkat pusat maupun daerah. Atas dasar alat bukti dan keterangan saksi di persidangan, MK akhirnya memutuskan menolak seluruh permohonan kubu Prabowo-Hatta. Terhadap dalil pengabaian Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih tetap
(DPT), MK menilai, DPT telah melalui proses pemutakhiran dari tingkat bawah sampai pada struktur yang tertinggi. “Apabila ada keberatan mengenai DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemilih, seharusnya permasalahan diselesaikan penyelenggara dan peserta melalui mekanisme yang menurut hukum tersedia pada tahap-tahap sebagaimana diuraikan di atas,” ujar hakim anggota Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan hakim. Terkait dalil Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), Mahkamah berpendapat, warga negara yang dapat memilih adalah yang terdaftar dalam DPT. Permasalahannya ada warga negara yang secara hukum telah memenuhi syarat untuk memilih, tetapi tidak terdaftar dalam DPT. Mahkamah pun mengutip Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009, bertanggal 6 Juli 2009, dan Peraturan KPU. “DPTb, DPK, dan DPKTb yang diatur dalam PKPU harus dinilai sebagai implementasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka memenuhi pelaksanaan hak konstitusional warga negara untuk memilih. Secara materiil, DPTb, DPK, dan DPKTb yang diatur dalam PKPU
5
tidak bertentangan dengan hukum atau konstitusi,” kata dia. Terkait dalil ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang berupa mobilisasi pemilih di 46.013 TPS, Mahkamah menilai seluruh TPS yang dipersoalkan oleh Pemohon tidak terkait dengan perselisihan hasil perolehan suara. Putusan MK tersebut mengukuhkan bahwasanya demokrasi di Indonesia semakin menunjukkan kematangannya. Kekurangan dalam hal penyelenggaraan adalah hal yang sulit dihindari. Namun tentu kekurangan tidak serta merta berarti kecurangan. Semua pihak, baik yang menang maupun kalah, diminta untuk menerima dan menghormati putusan MK dengan legowo. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari meminta semua pihak menerimanya. Sebab putusan itu bersifat final dan mengikat. “Sebagai pimpinan MPR, saya tidak dalam posisi menilai substansi keputusan MK seperti yang Anda tanyakan. Saya hanya bisa mengatakan bahwa dalam perspektif konstitusi keputusan MK tentang sengketa hasil pemilu itu final dan mengikat,” ujarnya, Jumat (22/8/2014). [Dey]
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Pilpres yang Menguras Emosi Oleh: Vidi Vici Batlolone
Suatu kali, saat membawa saya, seorang supir taksi mengelak pertanyaan saya soal pilihannya pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. “Saya ragu mau jawab, Mas. Soalnya, pernah dimarahi penumpang karena berbeda pilihan,” katanya. Dia cerita, ada dua orang penumpang yang menanyakan siapa yang dia pilih di pilpres, Joko Widodo alias Jokowi atau Prabowo Subianto. Ketika si supir menjawab, penumpang tadi malah memojokannya. Mereka berdebat sampai salah satu penumpang bilang, “lu supir taksi, tahu apa sih soal politik?” “Saya jadi bingung, Mas. Mereka yang tanya saya sudah jawab, eh mereka malah marah-marah” Sejak itu si Supir jadi ragu untuk menjawab pertanyaan penumpang soal pilpres. “Kalau ngobrol, masalah yang lain saja deh.” Pemilu Presiden 2014 mungkin memang pemilu yang paling diikuti masyarakat dengan antusias sekaligus paling menguras emosi masyarakat. Sepanjang ingatan saya ikut tiga kali pemilu legislatif dan dua kali pemilu presiden serta beberapa pemilu lokal, belum pernah ada yang polarisasinya seperti Pilpres 2014 ini. Masyarakat seolah terbelah tajam ke dalam dua kubu. Pembicaraannya di sosial media, pun dalam percakapan langsung bisa menimbulkan ketegangan. Bahkan di sosial media, gara-gara pilpres ini antar teman saling memaki, menghina, dan terakhir memutuskan kontak. Di Pemilu sebelumnya seingat saya tidak seperti ini. Pada 2009, di sosial media (paling tidak di newsfeed akun Facebook saya), pemilu hanya dibicarakan selintas saja. Yang angkat bicara pun biasanya orangnya itu-itu saja, kebanyakan temanteman wartawan juga. Tapi di pemilu 2014 ini, newsfeed Facebook, linimasa Twitter seperti jalan raya yang berjejer poster dan spanduk kampanye. Semua orang seolah
jadi juru kampanye. Semua orang seperti jadi pengamat politik. Meme-meme lucu, positif, negatif, menghina, ada semua. Melukiskan kreatifitas yang tak habishabisnya. Itu membuat saya berpikir, sejauh ini, Pilpres 2014 menjadi yang paling menarik yang darinya kita bisa belajar banyak soal kampanye dan perilaku masyarakat. Banyak analisis mengatakan Pilpres 2014 yang baru saja digelar ini menarik karena hanya ada dua pasang calon. Saya kurang sepakat, di pemilu kepala daerah pun sering calon yang bersaing cuma dua. Di Pilpres 2004, pemilu putaran kedua pun hanya ada dua calon Susilo Bambang Yudhoyono- Jusuf Kalla versus Megawati- Hasyim Muzadi, tetapi dinamika di masyarakat rasanya tidak seperti sekarang. Mungkin yang membuat pemilu kali ini ketegangannya lebih intens, karena dua tokoh yang dianggap mewakili dua karakter berbeda. Perbedaan ini juga membelah mimpi masyarakat kepada dua idealisme kepemimpinan. Guru Besar Politik Universitas Diponegoro Fahri Ali melukiskan, Prabowo dianggap memenuhi bayangan orang soal pemimpin yang tegas, berani dan cerdas. Dia akan mengembalikan harga diri bangsa yang selama ini dipersepsikan sering diinjak-injak bangsa lain. Prabowo sendiri memang sejak semula mencitrakan dirinya seperti itu, misalnya dengan iklan politiknya sejak tahun 2004 sebagai ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI). Masih ingat, saya, nada suara Prabowo Subianto di layar kaca yang melukiskan ketegasan saat mengatakan “Saya Prabowo Subianto…” Ketegasan dan keberaniannya juga misalnya ditunjukan dengan gaya berpakaian yang sekilas meniru presiden pertama RI Soekarno, yang memang terkenal berani apalagi dengan ungkapannya “Inggris kita linggis, Amerika kita setrika” Sementara Joko Widodo memang ti-
6
dak segagah Prabowo Subianto. Dalam penampilan fisik juga tidak ingin memberikan kesan kekuatan dan ketegasan seperti Soekarno. Dia berdandan seperti orang kebanyakan. Dengan badan kurus, celana bahan, baju kotak-kotak dan sepatu kets, dia seperti pegawai rendahan di perusahaan. Seperti guru di sekolah swasta, seperti petani yang mau ke undangan, seperti tetangga di rumah kita yang setiap pagi mau berangkat kerja. Tapi justru di situlah orang menyukainya. Karena dia memang seperti kita. Formula yang kemudian dipakai untuk mendefinisikan Jokowi adalah merakyat. Sisi-sisi kesederhanaan inilah yang kemudian dikapitalisasi tim dan relawan Jokowi, mengubek-ubek emosional masyarakat dengan citra pemimpin merakyat dan sederhana. Para pendukung Jokowi juga mendefinisikan dualisme Prabowo dan Jokowi sebagai kekuatan lama orde baru yang mengekang dan otoriter melawan kekuatan baru di mana rakyat yang punya kuasa. Pendukung Prabowo juga sepertinya meyakini alur orde baru tersebut, namun mereka menyempurnakannya. Mereka tidak melihat orba dari sisi penindasan hak orang untuk berpendapat, atau kekejaman rezim, tapi dari sisi ketentraman dan kestabilan politik di era orde baru. Nah, Prabowo diimajinasikan sebagai pemimpin yang akan menyempurnakan kebaikan-kebaikan orde baru. Menurut saya polarisasi yang tercipta di masyarakat sehingga menimbulkan situasi yang emosional ketika membahas pilihan capres, akibat ekspektasi yang berlebihan kepada kedua calon pemimpin. Jokowi dengan kesederhanaanya diharapkan menjadi pemimpin yang juga peka terhadap penderitaan rakyat. Karena masyarakat sudah frustasi dengan pemimpin-pemimpin politik yang berjarak dengan rakyat, yang telinganya kedap jeritan rakyat karena terhalang jendela hitam mobil mewah, yang korupsi, plesiran, dan
Opini
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
GOOGLE.COM
tidak dengar apa-apa. Prabowo mewakili kepemimpinan politik yang tegas, galak, berani, karena masyarakat juga sudah muak dengan korupsi yang tidak pernah hilang, hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. Kampanye Hitam Tim sukses masing-masing mengeksploitasi citra-citra ini, berebut wacana publik. Tapi repotnya, bukan itu saja tim kampanye juga saling melakukan strategi fitnah, memfitnah untuk membusukan karakter calon yang lain. Fitnah dan pembusukan karakter inilah yang paling banyak saya temukan di sosial media (setidaknya di newsfeed Facebook dan linimasa Twitter). Banyak sekali isi dan bentuknya, dan sayangnya, saya prihatin sekali karena banyak teman-teman yang saya kira dari kalangan terdidik, ikut menyebarluaskannya. Mungkin karena terlampau semangat atau saking fanatiknya, mereka begitu saja menyebarkan kebohongan tanpa klarifikasi fakta-faktanya atau minimal kalau sulit menceknya, memeriksanya dulu dengan akal sehat. Begitu banyak kebohongan yang beredar, membuat saya takjub. Memang ada tangan-tangan kotor di kedua kubu yang bertugas memanipulasi informasi, memainkan kesadaran masyarakat, memporak-porandakan apa yang diketahui masyarakat. Menipu. Tangan-tangan ini memanfaatkan media massa, cetak maupun elektronik. Memborbardir masyarakat dengan informasi-informasi salah agar kemudian
menjadi kebenaran. Saya jadi ingat katakata yang konon milik Hitler. “Kebohongan yang terus menerus diucapkan lambat laun akan menjadi kebenaran.” Buya Syafii Maarif mengatakan di kampungnya, Sumatera Barat, banyak yang percaya Jokowi adalah non-Muslim. Teman-teman saya banyak yang percaya Prabowo berpisah dengan mantan istrinya Titiek Soeharto karena presiden kedua RI, Soeharto, mertuanya, tidak menyukainya. Macam-macam berita konyol beredar dan gilanya yang menyebarkan tementemen sendiri, yang menurut saya (seharusnya) terdidik. Mereka kirim alamat situs-situs berita tidak jelas, dengan narasumber anonim atau yang kredibilitasnya meragukan, akun-akun anonim yang kualitas informasinya payah. Beberapa kali sebuah kabar sudah terbukti kebohongannya, misalnya foto surat suara yang tidak ada foto Jokowi-JK. Kesan yang ditimbulkan, penyelenggara pemilu curang, berpihak pada PrabowoHatta. Belakangan diketahui, foto tersebut palsu, hanya hasil rekayasa gambar. Kemudian ada juga foto Jokowi sedang menjalani ibadah umroh, yang katanya mengenakan irham terbalik. Belakangan diketahui, itu juga hasil rekayasa. Lalu, ada foto tim sukses Prabowo bagi-bagi nasi bungkus berisi uang Rp 50 ribu. Setelah diselidiki ternyata tidak benar, karena foto uang di dekat kotak nasi ternyata gambar tempelan. Meski sudah banyak kejadian tipu menipu lewat gambar, kawan-kawan yang seharusnya pintar menimbang informasi
7
ini tetap saja ikut menyebarkannya. Di kampanye kali ini juga saya sedih melihat jatuhnya kredibilitas media, kredibilitas jurnalistik. Orang lebih banyak mempercayai akun-akun anonim di media sosial. Kepercayaan terhadap pers mainstream yang bekerja menggunakan standar jurnalistik yang lebih baik, turun. Pers umum dianggap sudah tercemar. Tudingan ini tidak lepas dari kenyataan bahwa memang banyak institusi pers yang sudah jadi media propaganda. Saya benci kampanye hitam, karena itu membodohi dan merusak. Tapi saya belakangan jadi realistis juga, kampanye model begini tidak bakal hilang. Di Amerika Serikat saja yang demokrasinya maju, rakyat lebih makmur, masih ada kampanye hitam. Presiden Barack Obama pernah diserang kampanye hitam bahwa dia Muslim, tujuannya untuk mengungkit-ngungkit sentimen anti-Muslim di Amerika. Kampanye hitam tetap dilakukan karena memang ada pasarnya, yaitu orang-orang yang malas berpikir, tidak kritis pada informasi. Orang-orang terdidik juga banyak yang begini, terutama mereka yang gandrung pada teori konspirasi. Disuapi apa pun yang berbau konspirasi, langsung percaya. Karena kampanye hitam bakal terus ada, jadi saya pikir seperti menggantang angin menyerukan tim sukses dan politisipolitisi itu untuk berhenti. Di atas panggung mereka pasti bicara yang manismanis soal program dan visi misi. Tetapi begitu turun, merencanakan perbuatanperbuatan nista. Saya, tak tahu dapat ilham dari mana, tapi percaya pada kekuatan rakyat. Orang boleh berkampanye yang macam-macam, tapi tidak akan mempan di dalam masyarakat yang semakin dewasa berpolitik. Masyarakat yang cerdas, bakal memaksa politisi lebih cerdas lagi. Masyarakat yang cerdas, akan melahirkan pemimpin yang bagus juga.Dengan sendirinya masyarakat yang dewasa berpolitik, akan menjadi kekuatan yang memaksa pemerintah bekerja efektif. (vd) Penulis adalah Wartawan Sinar Harapan, peliput pemilu
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Noken dalam Pemilu di Indonesia
Mekanisme pemungutan suara dengan sistem noken di beberapa wilayah di Papua menjadi salah satu materi gugatan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 yang diajukan tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kepada Mahkamah Konstutusi (MK). Tim menilai, sistem pemungutan suara itu tidak demokratis dan sarat kecurangan.
KOMPAS.COM
Sistem noken di Papua “Papua tidak dilaksanakan pemilu presiden di 14 kabupaten pegunungan seperti pemilu umumnya dengan sistem noken atau ikat,” kata kuasa hukum Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (6/8/2014). Kecurangan itu disinyalir karena ternyata sebelumnya tidak ada musyawarah tingkat kampung. Sistem noken dilakukan dengan intervensi penyelenggara. “Sehingga termohon (KPU) langsung memberi suara ke capres nomor urut dua,” ujarnya. Tuduhan kecurangan dalam penerapan sistem noken itu kemudian menuai protes banyak pihak. Salah satu protes dikemukakan waga Papua, Iche Margareth R Korwa. Ia mengatakan, sistem noken telah diakui MK pada 9 Juni 2009 melalui surat nomor surat No 47-48/PHPU-A-VI/2009 yaitu, pada Pilkada Kabupaten Yahokimo. Ia mengatakan, diperbolehkannya sistem noken justru yang mendorong masyarakat Papua berantusias berpartisipasi dalam Pemilu 2014. Selain telah disahkan MK, noken menjadi keraifan lokal, sehingga semua pihak seharusnya lebih bijak melihat tanah Papua. Sebelum pemungutan suara Pemilu 2014, Komisioner Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila menanyakan keabsahan sistem noken dan ikat dalam pelaksanaan pemilihan umum. Dia mengatakan, pihaknya khawatir sistem itu akan ditiru bahkan dijadikan panutan di tempat-tempat lain. Selain itu, kedua cara pemungutan suara ini berpotensi mengakibatkan pertikaian hingga konflik. Penggunaan sistem noken itu kemudian memunculkan pertanyaan, “Apakah sistem noken dalam pemilu mencerminkan demokrasi?” Noken merupakan tas anyaman tradisional Papua yang dibuat dari kulit kayu dan digunakan orang Papua yang mendiami pegunungan. Hasyim Sangaji, saksi ahli dalam persidangan sengketa Pilpres 2014 menyampaikan, bahwa sistem noken khas Papua dan sudah dipraktikkan sejak 1970-an. Dengan sistem ini, suara pemilih diletakkan dalam kantung-kantung yang sudah berisi nama calon. Sebelum suara diserahkan, di suatu desa telah digelar musyawarah mengenai rekam jejak calon yang akan dipilih. Dari musyawarah itulah muncul kesepakatan antara kepala suku dan masyarakat tentang kantong mana yang akan diisi oleh pemilih.
8
Kisah lain menyebutkan, sistem noken sudah diberlakukan sejak referendum rakyat Papua, waktu itu Irian Barat pada 1969. Saat itu, Presiden Soeharto menggelar penentuan pendapat rakyat (Pepera) untuk seluruh warga Papua. Dalam referendum itu, setiap warga Papua diharuskan memilih apakah ingin bergabung dengan Indonesia. Karena jangkauan dari satu wilayah pemilihan ke wilayah pemilihan lain terlampau jauh, ditetapkan pemilihan dengan musyawarah yang dipimpin ketua adat untuk menentukan pilihan. Dalam hajatan itulah, muncul istilah sistem noken yang berarti seluruh pendapat warga Papua dikumpulkan menjadi satu suara. Dengan demikian, dapat disimpulkan, sistem noken adalah simbol musyawarah tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua. Dari sudut pandang MK, Hakim MK, Aswanto memaparkan, dalam sistem kebudayaan masyarakat Papua, pengambilan keputusan dilakukan dengan sistem noken atau ikat. Mekanisme noken atau ikat dapat berdasarkan musyawarah bersama atau otoritas kepala suku yang merupakan representasi keputusan masyarakat. “Kenyataan empiris pemilu di Papua dengan menggunakan sistem noken atau ikat
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Kekurangan Pemilu Bukan Berarti Kecurangan
Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dalam berkas gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2014 ke MK menyatakan, banyak terjadi kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif. Kecurangan tersebut bahkan disebut melibatkan penyelenggara pemilu terutama di tingkat daerah. Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak menilai kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu 2014 adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Tetapi, dia menolak jika kekurangan tersebut didasari oleh kecurangan. “Bahwa tidak sempurna secara administrasi ya, tapi bukan kecurangan,” kata Nelson, Selasa (6/8/2014). Nelson mencontohkan, penggunaan KTP atau identitas lain di TPS yang tidak sesuai dengan domisili seperti banyak dipermasalahkan tim Prabowo-Hatta. Ia mengatakan, kasus tersebut hanya terkait masalah prosedur, namun bukan pelanggaran. Hal itu akan menjadi pelanggaran jika kemudian pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali baik di tem-
pat pemungutan suara (TPS) yang sama atau di TPS lain. “Tidak salah (memilih menggunakan KTP tidak sesuai domisili), kecuali dia berikan suara lebih dari satu kali ujarnya. Ia mengatakan, jika ada dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, Bawaslu pasti menindaklanjutinya. Adapun jika pelanggaran terjadi dalam proses rekapitulasi suara, maka perolehan suara akan dikoreksi secara berjenjang pada proses rekapitulasi. Hal senada disampaikan Ketua KPU Husni Kamil Manik. Ia mengatakan, dalam proses rekapitulasi suara, yang terjadi adalah kesalahan teknis penulisan semata dan bukan kecurangan yang disengaja. “Misalnya, angkanya yang dinyatakan delapan itu sesungguhnya nol dalam dokumen aslinya. Tapi kemudian, karena proses scan, mungkin ada yang tidak lengkap, kemudian sepertinya menjadi angka delapan. Tapi yang dihitung bukan angka delapan,” kata Husni. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar mengatakan, kekurangan dan kelemahan
yang sulit dihindari dalam penyelenggaran Pilpres 2014 disebabkan kelemahan hukum yang diatur Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang sudah digunakan pada pemilu presiden 2009. Dia mengatakan, ada beberapa hal yang dianggap sudah tidak relevan dalam UU tersebut, sebab UU nya tidak direvisi sehingga dinilai banyak terjadi kelemahan. “Karena itu, penyelenggaraan pemilu 2014, banyak terjadi kelemahan,” kata Zainal. Aktivis anti korupsi dari Universitas Gajahmada tersebut menilai, penyelenggaraan pemilu di Indonesia memang selalu ada kelemahan, sehingga belum bisa diharapkan berjalan sempurna. Dia memperkirakan Mahkamah Konstitusi sulit untuk mengabulkan gugatan dari pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa perihal sengketa pemilu presiden 2014. “Saya melihat gugatan yang diajukan diajukan pasangan Prabowo-Hatta lemah dan saksi-saksi yang diajukan juga tidak banyak mendukung gugatan,” katanya. [Dey]
dimulai pada pemilu 1971 di mana pemilu legislatif, pemilu kepala daerah atau pilpres dilakukan melalui sistem noken,” terang Aswanto dalam sidang pembacaan putusan PHPU Pilpres 2014, Kamis (21/8/2014). MK mempertimbangkan putusan MK Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009. Menurut mahkamah, pemilu di Yahukimo tidak diselenggarakan sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tidak dengan cara mencoblos atau mencontreng, melainkan kesepakatan warga atau aklamasi. MK menimbang dapat memahami dan menghargai nilai budaya di Papua sehingga MK menerima cara pemilihan kolektif dengan aklamasi. “Karena mekanisme pemungutan suara didasarkan pada hukum adat setempat dan tidak diatur dalam undang-undang pemilu. Tapi konstitusi memberikan pengakuan terhadap perlindungan masyarakat adat dan hak-hak konstutisonal,” jelas
Aswanto. Diketahui, ada dua sistem noken yang biasa digunakan masyarakat di pegunungan Papua. Salah satunya adalah pola big men, yakni seluruh suara diserahkan atau diwakilkan kepada ketua adat. Pola kedua adalah pola noken gantung, yaitu warga dapat melihat kesepakatan dan ketetapan suara. Berdasarkan putusan MK Nomor 6/32/PHPU.DPD/XII/2012 tertanggal 25 Juni 2012, sistem itu tak boleh dilaksanakan di tempat yang selama ini tidak menggunakan sistem noken. Untuk daerah yang tidak lagi menggunakan sistem noken, tidak disahkan menggunakan sistem itu lagi. Menurut MK, sampai saat ini masih terdapat di dearah tertentu. “Semua sistem noken harus diaplikasikan baik oleh penyelenggara pemilu. Sistem noken atau ikat hanya dapat diakui di tempat yang dilaksanakan secara terusmenerus. Tidak boleh dilaksanakan di tempat yang tidak lagi menggunakan no-
ken,” kata Aswanto. Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, sistem noken dan ikat adalah kejadian yang kasuistis. “Jadi amat jarang terjadi,” kata dia. Menurut dia, sistem noken di Papua terpaksa dilakukan karena pertimbangan geografis wilayah pegunungan yang susah diakses. Sehingga tak semua warga suatu suku dapat turun gunung demi mencoblos di tempat pemungutan suara. Selain itu Hamdan juga memperhitungkan jumlah suara yang diwakilkan. Sebab jika suara yang diwakilkan jumlahnya sedikit ketimbang selisih peserta pemilu yang menang dan kalah. “Jadi misal suara yang diwakilan itu jumlahnya 500 tapi selisih kedua peserta pemilu yang berperkara di MK lebih dari 5000 ya tidak akan berpengaruh,” kata Hamdan. “Tapi kami tetap dukung Pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia,” kata dia. [Dey]
9
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
MK Putuskan Tolak Seluruh Permohonan Prabowo-Hatta
WISNU
M
ahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1, Prabowo-Hatta dalam pembacaan putusan yang disampaikan oleh Sembilan Hakim Konstitusi, di Jakarta, Kamis (21/8) malam. “Menolak permohonan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi. Permohonan Prabowo dan Hatta Rajasa ditolak seluruhnya oleh MK berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi dan bukti pemohon dan termohon serta keterangan yang disampaikan oleh pihak terkait dan keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam pembacaan putusan setebal 4.390 halaman tersebut, Hakim MK menjelaskan beberapa dalil yang tidak bisa dibuktikan oleh pemohon untuk menunjukkan dalil-dalil tersebut bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan, juga tidak dapat menolong. Menanggapi putusan tersebut, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta, Habibukhrohman menyatakan kecewa dengan putusan MK. Menurutnya, terdapat banyak inkosistensi dalam putusan yang dibacakan sejak pukul 02.30 WIB tersebut. “Di satu sisi dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan bahwa suatu dalil tidak melanggar, tetapi di sisi lain MK menyatakan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksanya. Ini kan (pertimbangan) tidak konsisten,” tuturnya. Hal senada disampaikan oleh kuasa hukum yang lain, Egy Sudjana yang mengatakan bahwa putusan MK hanya seperti juru bicara bagi KPU. Putusan MK dinilai sangat ganjil karena hampir semua dalil permohonan ditolak. “Keadilan yang ditunjukkan malam ini
sangat jauh dari substansi dan tidak mencerminkan kebenaran. MK tidak sekedar menjadi juru bicara KPU, tetapi juga telah menciderai saksi-saksi dan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kecurangan tersebut ada,” tuturnya. Sementara itu, Anggota KPU Arief Budiman mengatakan menghargai putusan MK yang final dan mengikat tersebut. Pihaknya akan segera melakukan rapat pleno untuk menindaklanjuti putusan tersebut, dan merencanakan langkah selanjutnya. [FS]
FOTO: HUMAS
Capres dan Cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sesudah sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
10
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Kontroversi Pembukaan Kotak Suara oleh KPU Tanpa Perintah MK Di tengah sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali mengambil langkah kontroversial. Tanpa perintah Mahkamah Konstitusi (MK), KPU membuka kotak suara yang disegel yang seyogiyanya dijadikan alat bukti dipersidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di MK yang diajukan pihak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Keberatan pertama kali mencuat dari tim kuasa hukum Prabowo-Hatta. Ketua Tim Kampanye Daerah PrabowoHatta Provinsi DKI Jakarta Muhammad Taufik bahkan mencurigai, pembukaan kotak suara yang dilakukan tanpa perintah MK itu adalah upaya KPU menghilangkan barang bukti DPT, DKTb, DPK, DPKTb. Pembukaan kotak suara di Jakarta dilakukan secara serentak di lima wilayah. Aksi tersebut, kata dia, dilakukan terhadap 5.481 tempat pemungutan suara (TPS) yang selama ini dipersoalkan pihaknya. Sebelumnya, KPU mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446 tanggal 25 Juli 2014 yakni surat yang ditujukan kepada KPU provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk membuka kotak suara mengambil A5 dan C7 untuk difotokopi dan legalisir. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyayangkan penerbitan SE itu. “Tindakan KPU membuka itu bukan pidana tapi pelanggaran administrasi. Kalau pelanggaran administrasi itu biasanya pelanggaran etik,” ujar Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak. Menurut Nelson, kalau memang KPU harus membukanya, seharusnya KPU meminta surat penguat legislasi dari MK. Ke depan, Nelson meminta agar ada aturan tegas bagi KPU bisa membuka
kotak suara untuk mempersiapkan diri memberikan jawaban dalam gugatan hasil Pemilu di MK. Di sisi lain, KPU menegaskan, pembukaan kotak suara sebelum diperintah MK adalah sah. Anggota tim hukum KPU Ali Nurdin mengatakan, ada empat alasan yang mendasari mereka membuka kotak suara sebelum MK mengeluarkan perintah. “Pertama, kotak suara itu propertinya KPU,” ujar Ali di Gedung MK,
Selasa (19/8/2014). Kedua, ungkap Ali, kotak suara tersebut dibuka dengan tujuan baik yakni memberikan jawaban terkait dalil permohonan Prabowo-Hatta di MK sekaligus juga kepada masyarakat. Ketiga, lanjut dia, proses pembukaan kotak suara dilakukan secara transparan dan terbuka dengan mengundang pihak Bawaslu dan Panwaslu. “Yang keempat, semua data tidak kami ubah atau otak-atik. Kami kan hanya menyampaikan datanya dan untuk itu kami serahkan kepada Majelis,” ujar Ali. Selain itu, lanjut Ali, KPU memiliki dasar hukum membuka kotak suara berdasarkan Peraturan MK Nomor 4/2014 tentang Pedoman Beracara Dalam
11
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yakni Pasal 9 yang mewajibkan pihak termohon untuk menyusun jawaban sebelum sidang pemeriksaan dengan disertai alat buktinya. Tetapi, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ternyata berpendapat berbeda. DKPP menyatakan, pembukaan kotak suara tanpa perintah MK adalah pelanggaran kode etik. Karena itu, DKPP memberi sanksi peringatan kepada Ketua danAnggota KPU DKI Jakarta, Sumarno, Dahliah Umar, M. Fadlilah, Betty Epsilon Idroos, dan Moch. Sidik. DKPP juga menjatuhkan sanksi yang sama pada Ketua dan anggota KPU Jakarta Utara Abdul Muin, Yulis Setiawati, Marlina, Arif Budianto, dan Prianda Anatta kemudian, Ketua dan Anggota KPU Jakarta Pusat, Arif Bawono, Imam Hidayat, Wahyu Dinata, Yose Rizal, dan Ferid Nugroho. Lalu, juga kepada Ketua dan ANggota KPU Jakarta Timur Nurdin, Deden F. Radjab, Sandra S. Taliki, Wage Wardana, Pujadi dan Aryo Sanjaya kemuTIKA dian Ketua dan Anggota KPU Jakarta Selatan Muhammad Ikbal, Deti Kurniawati, Agus Sudono, Dahlan, dan Fathurachman. DKPP juga memberi sanski peringatan kepada Ketua dan Komisioner KPU Husni Kamil Manik, Ferry Kurnia Rizkiansyah, Ida Budhiati, Arif Budiman, Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri Ardiantoro. Bukan hanya memberi sanksi, DKPP juga meminta KPU menerbitkan regulasi yang berkaitan dengan pembukaan kotak suara. Regulasi ini untuk menciptakan kepastian hukum bagi penyelenggara pemilu sendiri. “Agar terdapat kepastian hukum bagi jajaran penyelenggara Pemilu,” kata anggota DKPP Valina Singka Subekti, Kamis (21/8/2014). [dey]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi Nama Baik Pimpinan Bawaslu RI
Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie, Komisioner DKPP, Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti, Anna Erliana dalam sidang kode etik penyelenggara Pemilu.
Dewan kehormatan penyelenggara pemilu (DKPP) menyatakan bahwa ketua dan komisioner Bawaslu RI tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu serta merehabilitasi nama baik seluruh teradu, yaitu Muhammad (Ketua), Nelson Simanjuntak (Pimpinan), Endang Wihdatingtyas (Pimpinan), Nasrullah (Pimpinan), dan Daniel Zuhron (Pimpinan) dalam sidang Putusan DKPP, Kamis (21/8).
Pengadu sebelumnya mendalilkan bahwa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bersikap diam, dan tidak menjalankan fungsinya sesuai tugas yang diamanatkan oleh Undang Undang menghadiri Rapat Pleno Penetapan Hasil Pemilihan Persiden dan Wakil Presiden. Selain itu, Bawaslu juga dianggap bersikap menerima dan seolah-olah membenarkan tindakan KPU untuk mengabaikan temuan-temuan pelanggaran pemilu yang harus diproses berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Terkait dengan membenarkan setiap tindakan KPU seperti yang disampaikan oleh Pengadu, Ketua Bawaslu RI Muhammad menyatakan hal tersebut tidak akurat dan tidak sesuai fakta. Karena faktanya dalam proses rekapitulasi, Bawaslu selalu mengambil langkah korektif apabila masih terdapat kesalahan yang dilakukan oleh KPU. Bawaslu secara aktif dan berulangkali memberikan
12
masukan, pendapat dan koreksi kepada KPU apabila terdapat pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan. Begitu juga ketika diminta oleh KPU untuk memberikan pendapat apabila masih terdapat keberatan dari saksi, Bawaslu telah aktif memberikan masukan, pendapat dan koreksi dalam bentuk rekomendasi. Pelaksanaan praktik dikeluarkannya rekomendasi dalam pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara ada dalam bentuk rekomendasi tertulis dan ada juga sifatnya lisan karena memerlukan tindakan hukum segera (immediately). Sesuai dengan jawaban teradu dan bukti yang disampaikan oleh teradu, dewan kehormatan penyelenggra Pemilu (DKPP) memutuskan untuk menolak permohonan pengadu untuk seluruhnya. Sementara itu, Dewan kehormatan Penyelenggra Pemilu (DKPP) memutuskan menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Teradu I atas nama
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Didimus Dogomo, Teradu II atas nama Yohanes Iyai, Teradu III atas nama Ev Emanuel Keiya, Teradu IV atas nama Yulianus Agapa, dan Teradu V atas nama Palfianus Kegou selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Dogiyai. “Memerintahkan kepada KPU Provinsi Papua untuk menindaklanjuti Putusan ini dan Memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan Putusan,” ujar Jimly Ashiddiqie, Ketua DKPP. Putusan DKPP berdasarkan keterangan Pdt. Robert Y. Horik, M.A (Ketua Bawaslu Papua) yang menyampaikan aduan tentang adanya dugaan pelanggaran pada waktu Rapat Pleno Rekapitulasi Perhitungan Suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Tingkat Provinsi, yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Dogiyai yaitu tidak menindaklanjuti Rekomendasi Panwaslu Kabupaten Dogiyai dan menggunakan Form DB-1 DPRD PILEG bukan FORM DB-1 PILPERS. Dan terhadap KPU Kabupaten Dogiyai yang belum menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu Kabupaten Dogiyai tersebut Bawaslu Provinsi Papua merekomendasikan kepada KPU Provinsi Papua untuk segera melakukan Pemilu Susulan Di Distrik Mapia Barat dan Mapia Tengah melalui Surat Rekomendasi No. 360/Bawaslu-Papua/VII/2014.
KARTIKA
Suasana sidang kode etik penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta. Pendapat berbeda (Dissenting Opinion) untuk meminta pertanggungjawaban KPU RI, disampaikan Anggota Majelis DKPP Nur Hidayat Sardini¸menyatakan Bahwa dalam pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat Dogiyai Papua, telah terjadi kegagalan dalam mendistribusikan logistik Pemilu atau tidak tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga pemungutan dan penghitungan suara (voting day) gagal dilakukan. Hal ini berakibat hilangnya kesempatan untuk menggunaan hak pilih terhadap
18.022 pemilih di kedua distrik tersebut. Terhadap gagalnya penggunaan hak memilih tersebut, sudah sepantasnya apabila Teradu Ketua dan anggota KPU Dogiyai dikenakan sanksi berupa “pemberhentian tetap”. Dan patut kiranya apabila tidak hanya KPU setempat yang diganjar dengan sanksi pemberhentian tetap, namun otoritas Pemilu di jenjang atasnya, tak terkecuali KPU RI, sebagai penanggung jawab utama (leading sector) Pemilu, layak untuk dimintai pertanggungjawaban terhadap gagalnya perwujudan Pemilu sebagaimana prinsip Pemilu berkedaulatan rakyat. [MM/FS]
KARTIKA
Ketua Bawaslu, Muhammad (tengah) didampingi Pimpinan Bawaslu Endang Wihdatiningtyas hadir dalam sidang kode etik DKPP.
13
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak
Mengawasi Pemilu, Menjaga Integritas, Netralitas dan Objektivitas Menjadi Koordinator Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu (Bawslu), membuat Nelson Simanjuntak menjadi Komisioner Bawaslu yang memiliki peran paling besar dalam mengawal sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Nelson bergelut dalam dunia pemilu bukan hanya sejak dipercayakan menjadi Anggota Bawaslu saja. Sejak 2004, lelaki berdarah batak itu sudah mengurus pemilu. Bahkan pada 2003 dia diminta untuk membantu Saut Sirait yang saat itu adalah Ketua Panitia Pengawas Pemilu. Karena saat itu banyak petinggi Panwaslu Nasional yang aktif di kelompok masyarakat sipil, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nelson pun menceburkan dirinya di organisasi itu. Biodata Nama : Nelson Simanjuntak Tempat Tanggal Lahir : Simargala, 15 Januari 1964 Pendidikan : u Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, 1981 u Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, 2009 Pengalaman kerja : u Anggota, Bawaslu, 2012-2017 u Anggota, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dari unsur Bawaslu, 2012-2017 u Tim Asistensi, Bawaslu, 2008-2012 u Aktivis, Perludem, 2004-2012 u Relawan, UNDP, 2004 u Wartawan, Satu Net, 2001 u Wartawan, Suara Bangsa, 1999 u Wartawan, Suara Pembaruan 1989-1994 u Aktivis, LSM Pendampingan Rakyat Kecil, 1988
Banyak berkenalan dan berdiskusi dengan penggiat pemilu membuat semakin tenggelam di dunia kepemiluan. Pada 2008, ia menjadi tim asistensi hukum Bawaslu. “Mulanya, tidak ada kepastian tentang honor saya. Tapi karena terlanjur cinta pada pemilu, saya piker saya ingin ikut berperan memberi kontribusi pada pemilu,” kata Nelson di Jakarta, Rabu (19/11/2014). Sebelum aktif di bidang pemilu, Nelson adalah seorang jurnalis di beberapa media, salah satunya di Suara Pembaruan. Menurutnya, menjadi wartawan dan pengawas pemilu sama-sama harus menjaga integritas, netralitas dan objektivitas. Kesamaan itulah yang membuatnya tidak kesulitan menyesuaikan diri berganti profesi. Visinya menjadi pengawas pemilu adalah menciptakan pemilu yang menghasilkan pemimpin yang memikirkan kesejahteraan bangsa Indonesia. “Bagi saya, mereka (anggota DPR, DPD,dan DPRD dan presiden dan wakil presiden) harusnya mewujudkan citacita Indonesia merdeka yang tercantum di Pembukaan UUD 1945,” kata Nelson. Karena itu, katanya, ada empat elemen pemilu yang harus dibenahi. Keempat hal itu adalah partai politik sebagai peserta pemilu, hukum, pemilih dan penyelenggara pemilu. Sebagai salah satu elemen demokrasi, parpol harus diperbaiki terutama dalam hal rekrutmen kader dan pencalonan anggota legislatif. Nelson menyesalkan masih adanya praktik suap di dalam tubuh parpol untuk dapat mendaftar menjadi caleg.
14
Dalam hal hukum pemilu, ia mengatakan harus ada aturan yang jelas yang dituangkan secara eksplisit di undang-undang terkait pemilu. “Pemilu ini konflik kepentingan politik karena pertarungan perebutan kekuasaan, karena itu harus ada aturan tegas supaya tegas dialankan asas luber dan jurdil itu,” kata Nelson. Penyelenggara pemilu juga harus meningkatkan profesionalitas dan netralitasnya. “Bukan hanya komisioner, tapi juga sekretariat, supaya bisa kita menjaga integritas penyelenggaraan pemilu dan pemilu itu sendiri,” kata Nelson. Di sisi lain, pemilih harus memilih kandidat peserta pemilu yang memang memperjuangkan aspirasinya, bukan yang memberi suap atau memiliki kedekatan emosional dengannya. (dey)
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia
Bawaslu Gelar Rakor Persiapan Pelaksanaan Evaluasi Pengawasan Pemilu di Luar Negeri
KARTIKA
Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri, Ibnu Said, Sekretaris Inspektorat Kemlu, Bambang Antarikso
P
impinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas mengungkapkan bahwa ada hal yang sangat positif ketika Bawaslu bisa menghadirkan Pengawas Pemilu luar negeri pada proses rekapitulasi nasional di KPU. Dalam melakukan tugas pengawasan Pemilu di luar negeri keberadaan panwas LN tidak dipandang sebelah mata. “Panwas LN bekerja sangat baik, terutama di Malaysia yang bisa menjelaskan secara detail terkait dengan pengawasan dropbox,” kata Endang Wihdatiningtyas saat menyampaikan sambutan pada rapat koordinasi Persiapan Pelaksanaan Evaluasi Pengawasan Pemilu di Luar Negeri, di Tangerang, Jumat (15/8). Selanjutnya Endang mengatakan
bahwa setelah melihat proses pengawasan tahun 2014 ini, ada peningkatan baik dari proses bimtek maupun komunikasi. “Kami memutuskan di pleno untuk melakukan evaluasi secara keseluruhan, baik dari pengawasan maupun kesekretariatannya. Pengawasan Pemilu di luar negeri ditekankan pada dropbox dan pos hantaran, serta memetakan lokasi TPS. Kami berencana membagi evaluasi di dua titik, agar dalam segi waktu, pengganggaran dan perencanaan bisa lebih pantas,” jelas Endang. Sementara itu Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri, Ibnu Said mengatakan bahwa evaluasi sangat penting karena pemilu tidak akan pernah berhenti dan selalu ada perbaikan. Selain itu Ibnu Said mengusulkan agar di setiap perwakilan Indonesia di luar negeri
15
supaya ada pengawas pemilu. Hadir pula dalam rakor evaluasi ini antara lain Sekretaris Inspektorat Kemlu, Bambang Antarikso, Kepala Biro TP3, Bernad D. Sutrisno, Kepala Bagian SDM dan Tata Usaha Pimpinan Bawaslu, Roy Siagian, Kepala Bagian Keuangan, Ernawati Perangin-angin, Tenaga Ahli Bawaslu, Ahsanul Minan dan Mulyadi, Tim Asistensi Bawaslu antara lain Novance Silitonga, Ahsan Djafar, Sukri Samosir, Pokja Waslu LN antara lain, Umar Badarsyah, Teguh Rahardjo, Woro Sawitri, Suyoto Herjan, Aan Djaman, Sugiri, Gultom, Kasubbag Publikasi dan Dokumentasi, Nurmalawati, Kasubbag TU Setjen, Fara Dilla, Kasubbag TU Pimpinan, Iris Pramono, para kasubbag dan staf di Sekretariat Jenderal Bawaslu. [CK]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Sidang Sengketa PHPU Pilpres di Mahkamah Konstitusi
HUMAS
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan Nelson Simanjuntak hadir dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden 2014 di MK. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang ke-8 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang dimohonkan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada hari Senin tanggal 18 Agustus 2014 diruang sidang Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang ke-8 ini yaitu pengesahan alat bukti dari para pihak. Dalam sidang ke-7 yang diselenggarakan hari Jum’at (15/8) lalu, beberapa ahli hukum tata negara dan politik telah memberikan keterangannya terkait materi permohonan. Salah seorang ahli dari pihak pemohon, Yusril Ihza Mahendra meminta agar MK dapat memutus konstitusionalitas dari pemilihan umum khususnya pemilihan Presiden dan wakil Presiden tahun 2014. Yusril mengharapkan MK RI dapat bertindak seperti MK Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga putusan tidak hanya menyangkut persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Di lain pihak, mantan Hakim Konstitusi, Harjono selaku ahli dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon menjelaskan bahwa dalil mengenai pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif, membutuhkan pembuktian yang kuat. Menurut Harjono, harus ada suatu kaitan antara maksud untuk bisa menang dengan cara yang curang. Sejauh ini ia menganggap bahwa kasus TSM tidak bisa dibuktikan. Maka itu tidak termasuk sebagai alasan terstruktur, sistematis dan massif yang akan mendorong MK mengambil keputusan untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU).
Sementara itu, saksi ahli pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, Saldi Isra menjelaskan bahwa dalil besarnya jumlah DPKTB dibandingkan jumlah ketersediaan surat suara tambahan kisaran 2% dari DPT tidak dapat dipersoalkan. Sebab keduanya tidak linear dalam arti pengguna hak suara yang tidak terdaftar dalam DPT atau pemilih yang menggunakan KTP tidak identik dengan jumlah surat suara tambahan yang disediakan. Ia pun memaparkan tidak ada satupun ketentuan yang mengatakan bahwa mereka yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus atau daftar pemilih khusus tambahan hanya boleh menggunakan tambahan suara 2% tersebut. Dengan ruang yang tersedia bagi setiap warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT untuk menggunakan hak pilihnya. Maka tidak ada alasan bagi penyelenggara Pemilu membatasai jumlahnya sepanjang pemilih yang mengggunakan KTP memberikan haknya sesuai dengan syarat dan waktu yang ditentukan. Serta masih tersedianya surat suara di TPS tempat memberikan suara, maka wajib hukumnya bagi penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi mereka memberikan hak pilihnya tanpa menilai dari jumlah surat suara tambahan. Sebagaimana diketahui, permohonan yang terdaftar dengan nomor registrasi 01/PHPU.PRES/XII/2014 ini menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 535/Kpts/KPU/ tahun 2014 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden tahun 2014. Keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 536/Kpts/KPU/tahun 2014 tentang penetapan pasangan
16
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran calon Presiden dan wakil Presiden terpilih dalam pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden yang dikeluarkan oleh KPU pada hari selasa (22/7) silam. Dalam keputusan nomor 535/ Kpts/KPU/tahun 2014 tersebut, telah ditetapkan perolehan suara masing-masing pasangan calon sebagai berikut : No
1 2
Nama pasangan calon Suara Presiden
%
H. Prabowo Sbianto Ir.H.M. Hatta Rajasa
62.576.444
46,85%
Ir. H. Joko Widodo – Drs. H.M. Jusuf Kalla
70.997.833
53,15%
133.574.227
100,00%
Jumlah
hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 tertanggal 22 juli 2014 juncto. keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 536/Kpts/ KPU/TAHUN 2014 tentang penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden tertanggal 22 juli 2014. Serta menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut : No
1 2
Dalam permohonannya yang dibacakan pada sidang pertama Rabu (6/8) lalu, pasangan Prabowo – Hatta menerangkan pendapatnya bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara tersebut tidak sah menurut hukum, karena perolehan suara pasangan calon Presiden dan wakil Presiden nomor urut 2 atas nama Joko Widodo – Jusuf Kalla diperoleh melalui cara-cara melawan hukum atau dengan disertai tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU. Selanjutnya dalam perbaikan permohonan yang diserahkan kepaniteraan MK, Kamis (7/8) pada pukul 11.30 WIB. Pemohon menjelaskan bahwa selisih suara sebanyak 8.421.389 telah diperoleh pasangan pemenang Pilpres melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum dan dengan disertai tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU selaku penyelenggara. Cara-cara tersebut berupa perbuatan melakukan kecurangan dan pelanggaran serius, yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara yang berakibat merugikan pemohon. Lebih lanjut pemohon menjelaskan pendapatnya bahwa telah terdapat kese-ngajaan dari penyelenggara ditingkat bawah untuk merubah hasil penghitungan suara secara sistematis dan terstruktur dengan tidak menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau Bawaslu Provinsi agar dilakukan pemungutan atau menghitungan suara ulang di TPS yang terbukti/terdapat pelanggaran. Sehingga terjadi atau diperoleh hasil penghitungan suara yang akhirnya memenangkan pasangan calon nomor urut 2 Joko Widodo – Jusuf Kalla. Pemohon juga mendalilkan, bahwa berdasarkan bukti-bukti yang ada pada pemohon sesuai Form C1-DA1 dan DB1 diseluruh Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota hasil rekapitulasi perolehan suara versi pemohon. dapat ditemukan adanya penambahan perolehan suara pasangan calon Presiden dan wakil Presiden nomor urut 2 sebanyak 1,5 juta suara dan ditemukannya pengurangan perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 sebanyak 1,2 juta suara yang terdapat di 155.000 TPS seluruh Indonesia. Berdasarkan dalil-dalil tersebut, pasangan calon nomor urut 1 memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan batal dan tidak sah atas keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang penetapan rekapitulasi
Nama pasangan calon Suara Presiden
%
H. Prabowo Sbianto Ir.H.M. Hatta Rajasa
67.139.153
50,26%
Ir. H. Joko Widodo – Drs. H.M. Jusuf Kalla
66.435.124
49,74%
33.574.277
100,00%
Jumlah
Dengan demikian, pemohon pun meminta MK untuk menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019 dan memerintahkan kepada termohon untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan pasangan calon yang terpilih yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa periode tahun 2014-2019. Dalam persidangan selanjutnya yang diselenggarakan pada hari Jumat (8/8). KPU menyampaikan jawabannya bahwa permohonan Prabowo-Hatta tidak jelas atau kabur (obscuur libel). Ali Nurdin kuasa hukum KPU selaku pihak termohon menjelaskan anggapannya, bahwa gugatan pemohon mengenai adanya pelanggaran dalam proses rekapitulasi perhitungan suara tidak disebutkan kapan, dimana, bagaimana dan pada tingkat apa rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang yang dilanggara oleh pemohon. Baik pada tingkat TPS, PPS dan PPK Provinsi atau Kabupaten/Kota. Sedangkan terkait adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif. KPU menjelaskan, pemohon ternyata tidak dapat menunjukan adanya perencanaan secara matang yang dilakukan oleh termohon untuk melakukan pelanggaran, pemohon juga tidak mampu menunjukan keterlibatan pemohon dari berbagai tingkatan penyelenggara pemilu dalam melakukan pelanggaran yang dituduhkan. Senada dengan KPU, kuasa hukum pasangan calon nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pihak terkait menilai pasangan calon nomor urut 1 tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonannya. Hal ini disebabkan adanya pernyataan Prabowo pada rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2014 yang dilaksanakan Selasa (22/7) lalu yang menyatakan menolak pelaksanaan pilpres dan menarik diri dari proses rekapitulasi yang masih berlangsung.
17
[Sumber: MK dan dari berbagai sumber/IR]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Divisi Pengawasan
Bawaslu Evaluasi Program Pengawasan Pemilu Tahun 2014
Ketua Bawaslu RI, Muhammad mengatakan evaluasi program-program kerja di Bawaslu perlu dilakukan, kita harus meningkatkan kinerja kerja kita pada tahun yang akan datang dengan mempelajari yang sudah dilakukan pada tahun 2014. Jika menemukan masalah kita sharing bersama, dengan sharing dan komunikasi yang baik Insya Allah kita bisa menemukan solusi yang lebih konferehenshif dan menyehatkan organisasi Bawaslu. Program kerja Tahun 2015 penting untuk didiskusikan. Walaupun pemilu legislatif dan Presiden telah selesai, kesemua itu tidak mengurangi bobot pengawasan pemilu oleh Bawaslu berkurang, sejumlah program kegiatan tahun 2015 perlu kita siapkan, yaitu Pemilu Kada. Yang terpenting adalah menjaga lembaga ini tetap eksis dan lebih jauh lagi peranannya untuk hadir dimasyarakat, kita perlu meyakinkan publik bahwa Bawaslu itu memang ada. ‘’Fungsi pengawasan pemilu itu suatu kebutuhan para pihak pemilu sehingga sangat dirindukan oleh setiap orang dan terutama yang berkepentingan‘’, ujar Muhammad. Lebih jauh Ketua Bawaslu Muhammad menekankan hal tersebut dalam kesempatan rapat evaluasi pelaksanaan program kegiatan dilingkup Bawaslu tahun 2014 bertempat di Hotel milenium
Jakarta, Kamis (27/8). Lebih lanjut Muhammad menyatakan pengawasan akan lebih banyak dilakukan oleh masyarakat dengan membangun center of knowledge. Kalau peranan itu sudah dilakukan oleh masyarakat Bawaslu tinggal melakukan penanganan pelanggaran dan sengketa. Muhammad berkeyakinan pada tahun 2015 kita harus dan mampu mengawalinya dengan sesuatu yang lebih baik, progresif dan sehat. Kelemahan di tahun 2014 menjadi bahan kajian dan dijadikan penyempurnaan untuk menuju tahun 2015 dengan spirit kinerja lebih baik lagi,” tegas Muhammad. Sementara itu Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro saat membuka acara rapat terkait evaluasi pelaksanaan program kegiatan perbagian Bawaslu tahun 2014 ini mengatakan, kita perlu melakukan revolusi mental, jika di program tahun 2014 seluruh jajaran Bawaslu focus pada pemilu pileg dan presiden termasuk ikut andil dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilu legislatif serta pemilu Presiden dan wakil Presiden tahun 2014, maka pada tahun 2015 kita semua sudah harus siap menghadapi pemilu kada. Keberadaan dan peranan Bawaslu harus tetap eksis mengawal proses pada setiap perhelatan pemilu kada, demikian Sekjen Bawaslu RI, Gunawan Suswan-
18
toro. Dikatakan Bawaslu memiliki patron pencegahan, patron-patron kita yang bisa dikatakan berhasil akan kita tularkan atau kita dorong kepada bawaslu Provinsi dalam hal melakukan pengawasan dan penindakan. Kita ajak masyarakat untuk lebih mengetahui bahwa program Bawaslu itu penting. Sementara itu Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron menambahkan. Gagasan pengawas adalah inspektorasi, kita sebagai pengawas pemilu bukan eksekutif. Pemilu kada adalah urusan daerah, dan kita belum merumuskan antara pusat dan daerah. Peranan Bawaslu kedepan akan lebih rumit lagi dalam melaksanakan pengawasan. Diharapkan jangan lagi membedakan UU Pileg Pilpres dan Pemilu kada. Pada PHPU pileg dan pilpres. Kalau tidak ada keterangan dari Bawaslu, MK akan kebingungan dalam mengambil keputusan. Peranan ini menegaskan Bawaslu merupakan induknya pengawas pemilu di Indonesia. Tegas Daniel. Hadir dalam rapat ini, ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro, Kepala Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal, Jajang Abdullah, Kepala Biro Administrasi, Dermawan Adhi Santoso, serta para Kepala bagian (Kabag) dan Kepala Subagian (Kasubag) di Bawaslu RI. [IR/NP]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Divisi Pengawasan
Mencari Arah Penyempurnaan Sistem Pemilu Menjadi idaman bagi bangsa Indonesia yakni sistem pemerintahan yang demokratis dan kekuasaan sepenuhnya ada ditangan rakyat. Artinya, suara rakyatlah yang menentukan pemimpinnya untuk masa depan. Selain itu, Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar WISNU tahun 1945. Ketua Bawaslu, Muhammad, Komisioner KPU, Juri Ardiantoro, Ketua Perludem,
P
engawasan Pemilu merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang jujur dan adil. Dalam kesempatan diskusi publik tentang rekomendasi perbaikan penyelenggaraan Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Publik, di Hotel Red Top, Jalan Peceno-ngan, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2014). Ketua Bawaslu Muhammad menyampaikan bahwa untuk menunjukkan bahwa proses Pemilihan Umum itu berlangsung secara demokratis paling tidak bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu pertama adalah aspek Pemilih, masyarakat ketika datang ke TPS tidak dalam tekanan apapun, tanpa intimidasi dan merasa nyaman. Yang kedua lanjutnya, adalah peserta Pemilu, baik Caleg, Parpol maupun Capres dan Cawapres, apakah sudah mengikuti peraturan yang ada. Yang ketiga adalah regulasi yang sudah memberikan penguatan terhadap upaya terwujudnya Pemilu yang demokratis. Muhammad melanjutkan dalam diskusi ini, agar nantinya Bawaslu punya fungsi yang lebih jelas dalam menjalankan tugasnya. “Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak menyidik diberikan, paling ti-
Didik Supriyanto hadir dalam Diskusi Publik “Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu” di Hotel Red Top Jakarta, Senin (25/8).
”
Ke depan, bukan Bawaslu ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenangan untuk menyidik,
”
Ketua Bawaslu, Muhammad dak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi kewenangan untuk menyidik,” tandasnya. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, semua laporan terkait pelanggaran Pemilu apakah administrasi, pidana atau etik itu masuk ke Pengawas Pemilu, setelah dikaji maka Bawaslu memberikan rekomendasi. Harapannya, untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu adalah adanya satu Lembaga Peradilan Pemilu yang mengatur tentang regulasi Pemilu, Disampaikan dalam diskusi yang sama, Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bahwa perlunya menghidupkan
19
kembali gagasan kodifikasi undang-undang Pemilu. Penyatuan undang-undang Pemilu tidak hanya dapat menghilangkan tumpang tindih dan kontradiksi pengaturan, tetapi juga dapat memudahkan standarisasi pengaturan sehingga terhadap substansi yang sama dalam Pemilu Legislatif, Pilpres dan Pilkada, pengaturannya pun juga sama. “Enam undang-undang pemilu yang ada hingga saat ini terdapat kekosongan hukum dan tumpang tindih dalam pemilu,” ujar Didik. Undang-Undang itu, lanjut Didik adalah Undang-Undang Nomor 32 tahun 20004 tentang Pemilihan Kepala Daerah, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang. Serta Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda. Dan UU no 42 tahun 2008 tentang Pilpres, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD. [WB/FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Ketua Bawaslu, Muhammad
Pengawas Pemilu Berperan Terhadap Perkembangan Demokrasi Indonesia Dunia mengakui bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan kualifikasi demokrasi yang terbaik. Hal ini terbukti dari suksesnya penyelenggaraan pemilu yang melibatkan 190 juta orang pemilih dan jutaan penyelenggara pemilu. “Prinsip-prinsip pemilu demokratis adalah adanya universalitas, kesetaraan, kebebasan, kerahasiaan, transparansi dalam penyelenggaraan Pemilu atau yang kita kenal dengan luber jurdil,“ ujar Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menyampaikan materi mengenai penyelenggaraan dan pengawasan pemilu di Indonesia di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (20/8/2014). Muhammad menambahkan, upaya peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia dilakukan dengan reformasi sistem ketatanegaraan, partai politik, dan pemilu serta lembaga penyelenggara pemilu. Reformasi sistem penyelenggaraan
pemilu menjadi syarat peningkatan demokrasi di Indonesia, sebab, kebijakan politik pascapemilu dinilai tidak berpihak pada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, penyelenggara dicurigai tidak netral. Hal itu, kata dia, berpengaruh pada tingkat partisipasi pemilih. Di sisi lain, ada pula rasa jenuh masyarakat untuk mengikuti pemilu karena banyaknya penyelenggaraan pemilu termasuk pilkada. Terkait lembaga Pengawas pemilu, Muhammad menuturkan, penguatan masyarakat sipil adalah ciri masyarakat modern. “Pengawasan publik atau pengawasan partisipatif, akan sangat strategis
KARTIKA
mengingat keterbatasan personil pengawas Pemilu. Diharapkan pengawasan penyelenggaraan pemilu dapat berjalan efektif dengan adanya keterlibatan masyarakat yang ikut mengawasi secara langsung,” kata Muhammad. [dey]
Ketua KPU, Husni Kamil Manik
Digugat ke Mana pun, KPU Siap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap menghadapi gugatan semua pihak atas keputusan KPU tentang Pemilu Presiden 2014. Ke mana pun gugatan dilayangkan oleh pemohon, KPU akan melayani. “Nah apabila masih ada pihak yang mempersoalkan baik peradilan di pengadilan tata usaha negara (PTUN) atau pengadilan negeri kami akan terus mengikutinya dan akan terus merespons apa yang menjadi perkembangan di peradilan itu,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik, Jumat (22/8/2014). Ia memprediksi, gugatan lain yang akan dihadapinya tidak akan serumit dan sesulit gugatan di Mahkamah Konsti-
tusi (MK). Misalnya, kata dia, gugatan di PTUN akan menekankan pada surat keputusan. “Persiapan menghadapi gugatan di Pengadilan Negeri ataupun di PTUN tidak serumit di MK tentunya. Karena biasanya yang dipersoalkan itu adalah surat keputusan, dan tidak terlalu banyak alat bukti yg diajukan, biasanya seperti itu,” katanya. Husni menyakini pada dasarnya KPU telah menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu. Karena itu, KPU pun menegaskan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan tersebut. “Jadi kami akan mengikuti perkembangan yg ada di peradilan itu,” katanya. [dey] GOOGLE.COM
20
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini
KPU Perlu Evaluasi Manajemen Pemilu KPU telah menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Meski demikian, penyelenggaraan diwarnai dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Karena itu, KPU dan Bawaslu harus mengevaluasi manajemen penyelenggaraan Pemilu 2014. “KPU perlu melakukan evaluasi menyeluruh atas penyelenggaraan pemilu 2014 lalu,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, Minggu (24/8). Dia mengatakan, evaluasi harus dilakukan mengingat, tugas KPU sebagai penyelenggara pemilu masih berlanjut. Setidaknya, lebih dari 200 pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) akan digelar pada 2015 nanti. Evaluasi tersebut, menurut Titi, harus segera dilakukan agar kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu yang profesional bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Evaluasi meliputi kerangka hukum menyangkut aturan perundang-undangan penyelenggaraan
pemilu. KPU juga disarankan melakukan evaluasi teknis dengan cara memperbaiki manajemen penyelenggaraan pemilu. Untuk memperbaiki kredibilitas jajaran penyelenggara pemilu di setiap level manajemen. “Perbaikan manajemen ini sangat penting menyangkut tata kerja secara administratif dan teknis,” ujar Titi. Menyongsong pelaksanaan pilkada, KPU juga disarankan Titi untuk memperhatikan aspek sosialisasi. Pelaksanaan pileg dan pilpres menunjukkan, partisipasi masyarakat dalam setiap aspek mempengaruhi pelaksanaan dan hasil pemilu. Selain menyiapkan pelaksanaan pilkada, evaluasi menyeluruh juga bisa dijadikan KPU sebagai persiapan penyusuunan kerangka hukum. Menyambut pelaksanaan Pilkada serentak pada 2019
RUMAHPEMILU.ORG
nanti. Khusus menyangkut kinerja penylenggaraan pemilu perorangan, Titi menyarankan KPU menyediakan mekanisme reward dan punishment. Putusan DKPP yang telah memberhentikan dan memberikan sanksi peringatan harus dijadikan KPU untuk melakukan perbaikan. “Sekaligus menjadi mekanisme kontrol internal dan deteksi dini terhadap upaya penyimpangan yang dilakukan jajaran KPU,” ungkap Titi. [dey]
Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun
Putusan MK dan DKPP Tak Bisa Dibandingkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden RI 2014 tidak bisa dibandingkan dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara
pemilu. “DKPP dan MK tidak bisa dibandingkan MK menilai sisi alat bukti apakah alat bukti sah atau tidak, lalu di DKPP meniai apakah melanggar kode etik tapi kan kategori ringan tidak ada intensi apa-apa, tidak ada maksud apa-apa untuk kemudian melakukan kecuranganTerlalu membesarbesarkan kalau putusan dua institusi itu dibandingkan,” kata Pengamat hukum tata negara Refly Harun, Jumat (22/8/2014). Sebelumnya, tim kuasa hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo SubiantoHatta Rajasa menilai MK GOOGLE.COM tidak konsisten karena
21
menganggap sah pembukaan kotak suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pengambilan bukti meskipun MK menilai hal tersebut pelanggaran kode etik. Sedangkan, dalam putusan sidang dugaan pelanggaran kode etik DKPP, KPU dianggap melanggar kode etik sebagaimana pembukaan kotak suara ini dipermasalahkan pemohon. “Pembukaan kotak suara dinilai melanggar kode etik oleh DKPP tapi itu pelanggaran ringan, sanksi cuma peringatan terhadap komisioner KPU pusat. Sementara di MK, pelanggaran kode etik di kotak suara, itu bukan wilayah mereka untuk menilainya. Itu kewenangan institusi lain, yang dinilai MK adalah apakah bukti pembukaan kotak suara itu bukti yang sah untuk dipertanggungjawabkan,” jelas Refly. [dey]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Hentikan Perkara Wabup, Bawaslu Jateng Sayangkan Sikap Polres Purbalingga
Pimpinan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah mengecam tindakan Kapolres Purbalingga yang melakukan penghentian penyidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Wakil Bupati Purbalingga Tasdi. Kecaman tersebut disampaikan oleh Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa Tengah Teguh Purnomo di Semarang Senin siang. “Kami sangat menyayangkan dan mengecam sikap Kapores Purbalingga yang mengentikan perkara Pemilu Pilpres, karena menurut kaca mata Bawaslu Jateng kasus tersebut dinilai tidak kadaluwarsa dan sejak awal sudah masuk ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan dinyatakan memenuhi unsur pelangggaran, tapi kok dihentikan ditengah jalan,” tandas Teguh, komisioner Bawaslu Jateng yang berlatar belakang Advokat ini. Teguh tidak sepaham dengan alasan pihak Kepolisian Resort Purbalingga melalui Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/59.A/VII/2014/Res. Pbg tertanggal 26 Juli 2014 dengan ala-
san bahwa syarat formil maupun materiil tidak terpenuhi. Ia menambahkan bahwa, kasus ini salah satu dari 4 perkara tindak pidana Pemilu Pilpres 2014 yang dikawal ketat oleh Bawaslu Jateng. Sebelumnya, dua tindak pidana Pemilu 2014 yang terjadi di Kabupaten Sragen terkait angggota KPPS dan masyarakat biasa melakukan pencoblosan surat suara 2 kali telah divonis bersalah masing-masing dengan hukuman 6 bulan kurungan dengan masa percobaan 12 bulan dan denda 6 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan. Terpidana atas nama Mulyadi dan Nanto alias Poto, warga Tegalombo, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 236 UU No.42 tahun 2008. Sedangkan satu kasus lagi yang masih dikawal Bawaslu Jateng adalah petugas KPPS yang juga PNS melakukan perusakan terhadap surat suara yang telah dipergunakan sehingga membuat 34 surat suara menjadi tidak sah. “Terkait perkara di Kabupaten Sukoharjo ini telah juga kami lakukan rekomendasi PSU (Pemungutan Suara Ulang), namun tidak menggugurkan tindak pidana
22
pelakunya,” tandas Teguh Bawaslu Jateng berharap, semua pihak yang terlibat dalam proses penanganan tindak pidana Pemilu Pilpres 2014 baik itu Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan untuk dapat berperspektif progresif dalam menangani perkara Pemilu, yang termasuk lex specialis dan artinya membutuhkan perhatian khusus. “Kasus penghentian penyidikan oleh kepolisian di Purbalingga ini dapat menjadi preseden buruk dalam penanganan tindak pidana Pemilu di Indonesia. Kesimpulan kepolisian yang mengatakan perkara tersebut tidak memenuhi unsur materiil dan formil setelah perkara tersebut sebelumnya disimpulkan telah memenuhi unsur. Bahayanya lagi jika ternyata ada unsur-unsur politis yang diduga mempengaruhi hal tersebut,” tegas Teguh. Pihaknya berharap,, baik Polda Jateng maupun Kejaksaan Tinggi Jateng untuk melakukan supervisi lebih lanjut atas kasus tersebut. Bawaslu Jateng juga akan melaporkan kasus ini ke Bawaslu Republik Indonesia, mengingat kasus ini sudah menasional. [Humas Bawaslu Jateng/FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Rusak Surat Suara, Anggota KPPS Dibui Setahun Perusak surat suara Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 di tempat pemungutan suara (TPS) 01 Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Sukini, 54, pada sidang Rabu siang kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo memvonis Sukini dengan hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp 12 juta. Ketua Manjelis Hakim PN Sukoharjo, Edwin Yudhi Purwanto menilai Sukini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perusakan surat suara pada penghitungan surat suara Pilpres 2014 hingga mengakibatkan surat suara milik orang tidak sah. Karenanya Sukini didakwa melanggar Pasal 234 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Hal-hal yang memberatkan terdakwa diantaranya, dia berstatus sebagai PNS dan anggota KPPS yang seharusnya menjadi panutan. Demikian disampaikan Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jateng Teguh Purnomo yang terus melakukan monitoring secara ketat atas persidangan kasus tersebut mengutip putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Jawa Tengah. Teguh menyitir isi putusan bahwa yang memberatkan huku-
man tersebut Terdakwa juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Sedangkan hal yang meringankan, diantaranya terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga dan sopan selama menjalani persidangan. Secara khusus, Bawaslu Jateng menyambut baik atas putusan kasus pidana Pemilu yang disidangkan di Pengadilan Negeri Sukoharjo tersebut.” Walaupun vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim adalah vonis hukuman minimal dari pasal yang digunakan, namun kami tetap berikan apresiasi, karena dari beberapa kasus di Jawa Tengah, hampir semua terbukti dan di hukum, namun rata-rata hukumannya percobaan, tetapi yang ini bukan percobaan, karena hukuman minimalnya adalah 12 bulan diterapkan ditambah dengan denda 12 juta rupiah”, tandas Teguh. Komisioner Bawaslu Jateng yang berlatarbelakang Advokat ini menambahkan bahwa dari 4 perkara Pilpres 2014, dua diantaranya di Kabupaten Sragen berupa penggunaan hak suara lebih dari satu kali diputus hukuman 6 bulan masa percobaan 1 tahun. Yang lebih parah lagi adalah yang
23
terjadi di kabupaten Purbalingga berupa kampanye di luar jadwal yang diduga dilakukan oleh Wakil Bupati Purbalingga Tasdi. Namun, prosesnya kandas di Polres Purbalingga karena Polres Purbalingga Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). “Kami sangat kecewa dengan sikap Kapolres Purbalingga yang justru mengeluarkan surat penghentian penyidikan, makannya hal ini telah kami laporkan ke Bawaslu RI untuk ditindaklanjuti”, tandas Teguh. Perlu Bongkar Aktor Dibelakang Layar Bagi Bawaslu Jateng, Sukini Anggota KPPS 1 Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo bisa jadi hanya merupakan pemain lapangan yang ditugaskan untuk memenangkan calon tertentu di TPS tersebut, dengan cara merusak surat suara yang tadinya sah. Yang belum terbongkar sampai vonis di jatuhkan adalah siapa dalang atau orang yang menyuruh lakukan hal tersebut. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, baik jajaran Bawaslu Jateng, Kepolisian dan Kejaksaan, karena Terdakwa sendiri dalam persidangan tidak menceriterakan hal tersebut secara gamblang”, tandas Teguh [Humas Bawaslu Jateng./FS]
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Ketua Bawaslu Apresiasi Sentra Gakkumdu Sulteng Ketua Bawaslu, Muhammad mengapresiasi kinerja dan koordinasi jajaran Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) Sulawesi Tengah (Sulteng) karena telah berhasil mengawal proses Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Hal tersebut dikatakan Ketua Bawaslu, Muhammad saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) se-Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014, di Palu, Kamis (4/9). Hadir dalam rakor ini, Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng, Ratna Dewi Pettalolo, Anggota Bawaslu Sulteng, Asrifai dan Zaidul Bahri Mokoagow dan peserta dari Polda, Kejati dan Pengawas Pemilu Sulteng. “Kita patut syukuri dan ini atas kinerja dan koordinasi yang baik dari teman-teman di Sulawesi Tengah (Pengawas Pemilu, Polda dan Kejati) di Sentra Gakkumdu,” ujar Muhammad. Selanjut-
nya Ketua Bawaslu, Muhammad menjelaskan bahwa sejak awal Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan menyusun Sentra Gakkumdu (MoU ditandatangani Ketua Bawaslu, Muhammad, Kapolri, Timur Pradopo, Jaksa Agung, Basrief AriefKARTIKA red) yang disusun Ketua Bawaslu, Muhammad dan Ketua Bawaslu Provinsecara berjenjang samsi Sulteng, Ratna Dewi Pettalolo dan Pimpinan Bawaslu pai ke tingkat pusat, Sulteng, Asrifai. tidak sedikitpun ada niat untuk menjadikan memastikan Pemilu Legislatifdan PemiGakkumdu ini sebagai instrumen untuk lu Presiden berjalan sesuai dengan yang mencari-cari kesalahan peserta Pemilu. kita harapkan. Yang benar harus dihargai, “Filosofinya Gakkumdu itu tidak untuk yang curang harus diberi penindakan humenghukum. Kita tidak mencari kesalahkum,” tegasnya. an caleg atau capres dan seterusnya, tetapi [CK] semata-mata tujuan Gakkumdu adalah
Masyarakat Kalimantan Timur Menolak Pilkada Melalui DPRD Pilkada merupakan sarana perwujudan demokrasi, artinya, kedaulatan penuh berada ditangan rakyat. Sebagaiman amanah pasal 1 ayat 2 undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan bahwa, kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Secara eksplisit, ketentuan tersebut dapat dimaknai rakyatlah yang harus diberikan mandat untuk menentukan masa depan bangsa ini. Termasuk dalam memeilih pemimpinnya sendiri. Untuk itu, Pilkada secara langsung merupakan jaminan bagi setiap warga Negara untuk dapat menentukan hak pilihnya. “Mengembalikan Pilkada kepada DPRD, berarti memotong hak politik tersebut ‘’ Setidaknya terdapat lima catatan mengapa Pilkada harus dilakukan secara langsung : Pertama : adanya otonomi daerah dalam rangka menjamin bagi rakyat ditingkat local. Kedua : tafsir konstitusi terhadap pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyebutkan bahwa, kata “ Demokratis” tidak harus melalui pemilihan
secara langsung, tidak berdasar. Dalam konteks Negara modern, terlebih Negara yang menjalankan system demokrasi seperti Indonesia. Pemilihan secara langsung oleh rakyat adalah perwujudan kedaulatan ditangan rakyat. Demokrasi perwakilan yang tersimbolisasi melalui pemilihan anggota DPRD memiliki dimensi yang berbeda dengan pemilihan kepala Daerah. Tafsir sila ke-4 pancasila mengenai “ permusyawaratan/perwakilan ’’ bukan hanya tafsir terhadap RUU pilkada. Akan tetapi harus dimaknai sebagai cara pengambilan kebijakan dalam berbangsa dan bernegara. Penyempitan Pengertian hal tersebut merupakan bentuk pengerdilan terhadap Pancasila sebagai norma fundamental bernegara. Ketiga : Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus memiliki konsistensi dalam system ketatanegaraan. Penyelenggara pemilihan pemimpin Negara ini harus selaras antara tingkat pusat dan tingkat local. Keempat : alasan biaya mahal bukanlah alasan yang tepat untuk merubah norma hukum dengan cara mencabut hak konstitusional warga Negara. Upaya perbaikan system Pilkada memang sebuah pekerjaan yang besar bangsa ini. Namun bukan be-
24
rarti hak konstitusional itu dicabut dari akarnya dan ditanam dilain tempat. Kelima : tidak ada yang dapat menjamin bahwa Pilkada melalui DPRD tidak menyuburkan politik transaksional dan politik dinasti. Bahkan kita pernah merasakan sejarah bahwa Pilkada melalui DPRD mengalami kegagalan dalam melahirkan Pemimpin yang amanah bahkan menghambat tujuan otonomi daerah. Secara keseluruhan, Pilkada langsung yang berlaku selama ini bukannya tanpa kekurangan. Namun solusi jalan pintas dengan mengembalikan Pilkada melalui DPRD juga tidak bijak. Manakala Pilkada dilakukan melalui DPRD maka hal ini adalah bentuk ‘’Korupsi Demokrasi’’. Sudah saatnya Indonesia mempunyai system Pilkada yang hemat dan menjamin hak Konstitusional warga Negara. Maka dari itu semua, masyarakat Kalimantan Timur rindu hadirnya Pilkada tanpa money Politic. Pilkada yang menjamin lahirnya pemimpin terbaik. “ Kami bukan hanya ingin sejahtera akan tetapi kami juga ingin dihargai sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara ‘’. [IR]
BULETIN 2014 BULETINBAWASLU, BAWASLU,EDISI EDISI08, 03,AGUSTUS MARET 2014
Bawaslu Peringati HUT Kemerdekaan RI ke-69 Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaksanakan Upacara untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di Gedung Bawaslu, Jalan MH. Thamrin No.14 Jakarta, Minggu (17/8). Bertindak sebagai inspektur upacara Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan sebagai Komandan Upacara Kepala Bagian Humas dan Kerjasama Antar Lembaga, Hengky Pramono. Dalam acara yang dihadiri oleh seluruh pejabat dan staf di Sekretariat Jenderal Bawaslu tersebut, hadir juga Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu Endang Wihdatiningtyas, dan Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro. Foto-foto : Humas Bawaslu Pimpinan Bawaslu, Nasrullah sebagai inspektur upacara.
Pembacaan naskah Pembukaan UUD 1945.
Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dan Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro.
25
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Tarik tambang
Lomba Memperingati HUT RI ke-69 Bermain Futsal
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro, Kepala Biro Administrasi Bawaslu, Adhi Santoso, Kepala Biro Administrasi DKPP, Ahmad Khumaidi, Kabag Humas dan Antar Lembaga, Hengky Pramono mengikuti lomba balap kelereng.
26
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
Lomba Masak Nasi Goreng
Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-69, Sekretariat Jenderal Bawaslu RI mengadakan lomba masak nasi goreng bagi Pimpinan Bawaslu dan pejabat Bawaslu. Ketua Bawaslu, Muahammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Nelson Simanjuntak, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro dan Kepala Biro Administrasi DKPP Ahmad Khumaidi turut berpartisipasi mengikuti lomba ini.
Koki-koki Bawaslu
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah serius memasak nasi goreng
Ketua Bawaslu, Muhammad dan Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro memasak nasi goreng.
Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dan Komisioner KPU, Ida Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak (kanan) dan Kepala Budhiati mengumumkan pemenang lomba masak nasi goreng. Biro Administrasi DKPP serius memasak nasi goreng
27
BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014
P S EMI A W L A IH G A N
WISNU
Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron berbincang dengan Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkyansyah setelah pelaksanaan sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
UM
BADAN
N
PE
HUMAS
Ketua Bawaslu Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro, Kabiro Administrasi, Adhi Santoso, Kabiro Pengawasan, Bernad D Sutrisno, Kabiro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal, Jajang Abdullah dan Kabiro Administrasi DKPP, Ahmad Khumaidi.
UM
A S L U WISNU
Diskusi KJPP tentang pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, di Gedung Bawaslu, Jumat (29/8).
I
N O IK IND
R
W
SI
BL
E
P
A
B
U
A
IRWAN
Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) membahas Laporan Realisasi Penyerapan Anggaran Tahun 2013 antara Komisi II DPR RI, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung DPR RI, Senin (25/8).
RE
HENDRU
Ketua Bawaslu Muhammad berfoto bersama Panwaslu Kab/Kota SeSumatera Utara pada Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakkumdu Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 di Hotel Grand Antares Medan, Senin (8/9)
-
HUMAS
Rapat persiapan Implementasi Perbawaslu Nomer 10 Tahun 2014 bertempat di Hotel Akmani Jakarta, juga dihadiri Kepala Biro Umum Bawaslu RI, berlangsung selama 2 hari yaitu dari Tanggal 6 s.d 7 Agustus 2014.
28