Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)
Oleh, AHMAD FAUZI NIM : 106046101582
KONSENTARSI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 143I H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Agustus 2010
Ahmad Fauzi
ABSTRAK Ahmad Fauzi, 106046101582 “Pemikiran M, Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia” Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan hasil penyajian dengan bentuk deskriptif yaitu dengan mengumpulkan datadata actual dengan melaksanakan studi kepustakaan dari beberapa literature tertulis. Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi makro yang bertujuan untuk mengarahkan ekonomi makro kearah yang lebih baik. Dengan jalan mengatur peredaran jumlah uang yang beredar, baik itu memperbanyak atau mengurangi jumlah uang yang beredar tersebut di tengah masyarakat lalu mengarilkannya ke otoritas moneter. Dalam kapasitasnya sebagai otoritas moneter Bank Indonesia mempunyai satu tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Bank Indonesia menggunakan cara pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah yang diatur dan dikelola dalam perbanakan syariah dengan pelaksanaan instrument syariah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter. Dalam perekonomian dapat menjadi wacana yang penting untuk dipertimbangkan dan dikaji bahkan diimplementasikan lebih lanjut di Indonesia. Bukan hal yang mustahil untuk menerapkan pemikiran M. Umer Chapra ini di Indonesia. i
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Nya, begitupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kemudahan dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi dengan judul “Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia”. Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Strata Satu (S1) Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada penghuni surga, yang telah membawa umatnya kepada zaman penegetahuan ilmu dunia dan akhirat, kepada baginda terbesar yang ada dimuka bumi ini yaitu Habibina wa syafina wa maulana Muhammad SAW. Yang memberikan inspirasi pada penulis dalam mencapai kegigihan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
2.
Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.
6.
Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama serta Staf TU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berbaik hati memberikan reference kepada penulis dan kemudahan dalam surat menyurat.
7.
Orang Tua yang teristimewa, yaitu Sunardi dan Siti Salbiyah, terima kasih atas segalanya yang tidak pernah henti-hentinya mendoakan penulis dalam menuntaskan studi demi meraih cita-cita.
8.
Kakak Nur Syamsi dan adik Wahyu Ramadhan yang senantiasa memberi motivasi kepada penulis.
9.
Sahabat-sahabat seperjuangan, penghuni PS A
angkatan 2006 khususnya
Muhammad Nasir, Satria Laksono, Ahmad Zamahsari dan Hasanudin yang telah memberikan support kepada penulis.
iii
10.
Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selalu ceria dan pujaan hatiku terima kasih untuk doa dan motivasinya hingga penulis bisa bangkit menyelesaikan skripsi ini. Penulis dengan segala keterbatasan yang ada tidak akan mampu membalas
segala budi baik semua pihak yang telah diutarakan diatas. Dengan tulus penulis memohon kehadirat Allah SWT kiranya berkenan dalam memberikan ganjaran yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berkenan berpartisipasi.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
v
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
6
D. Kerangka Teori
7
E. Metode Penelitian
9
F. Kajian Pustaka Terdahulu
11
G. Sistematika Penulisan
12
KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM A. Sistem Moneter Islami
14
B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter Islam
19
C. Kesehatan Moneter
24
PEMIKIR EKONOMI ISLAM M. UMER CHAPRA A. Pendidikan M. Umer Chapra
33
B. Pemikiran-pemikiran M. Umer Chapra dan Karya-karyanya
37
C. Pemikiran M. Umer Chapra Tentang Instrumen Kebijakan Moneter
41 v
BAB IV
PELUANG PENERAPAN PEMIKIRAN M. UMER CHAPRA DI INDONESIA
BAB V
A. Kebijakan Moneter di Indonesia
53
B. Analisis Peluang Implementasinya di Indonesia
57
PENUTUP A. Kesimpulan
61
B. Saran
63
DAFTAR PUSTAKA
64
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah M. Umer Chapra adalah seorang pakar ekonomi berkebangsaan Pakistan yang kemudian menetap dan mendapatkan kebangsaan Saudi. Beliau dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933 di anak benua India yang pada waktu itu belum terbagi menjadi Pakistan dan India. 1 M. Umer Chapra mengungkapkan tiga sasaran utama dari kebijakan moneter yang ada dalam sistem ekonomi Islam. Pertama tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi (full employment and economic growth). Kedua sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata (socio-economic justice and equitable distribution income and wealth). Ketiga stabilitas nilai uang (stability in the value of money). 2 Tujuan kebijakan moneter yang direkomendasikan M. Umer Chapra ini mengingatkan kita pada sasaran yang juga dimiliki oleh sistem konvensional, yaitu tenaga kerja penuh (full employment), pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan stabilitas harga (price stability). Apa yang diungkapkan M. Umer Chapra merupakan
1
M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi Sebuah Solusi Perspektif Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. ix. 2 Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern (T.tp: PARADIGMA & AQSA Publishing, 2007), h. 264.
1
sasaran antara (semi-objectives) dari sasaran akhir kebijakan moneter Islam, yaitu memaksimalkan kesejahteraan manusia (maximize human welfare). 3 Fokus kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya sumber daya ekonomi, dimana ini menjadi inti ekonomi Islam Islam pada semua bentuk kebijakan dan ketentuan yang diperkenankan oleh syariah. Dengan demikian dalam Islam, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya usahausaha ekonomi dan atau produk keuangan syariah yang mampu menyerap potensi investasi masyarakat, atau ketentuan- ketentuan yang mendorong preferensi penggunaan potensi investasi pada usaha produktif terjadi. 4 Larangan Islam mengenai bunga akan mengharuskan negara-negara muslim untuk mendorong dan memudahkan investasi modal asing. Tidak diragukan ini sangat perlu sebab modal investasi telah terbukti bermanfaat untuk negara-negara berkembang dan sebagaimana diharapkan dengan menciptakan suatu iklim yang mendukung untuk investasi. 5 Sedangkan di Indonesia kebijakan moneternya masih menggunakan suku bunga. Dalam konteks kebijakan moneter di Indonesia, implementasi kebijakan moneter mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat dinamis. Secara garis besar kebijakan moneter di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni
3
Ibid., h. 264. Ibid., h. 266. 5 M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challenge (Riyadh: International Islamic Publishing House, 1992), h. 309. 4
2
kebijakan moneter pada era prakrisis 1997/98 dan pascakrisis 1997/98. Keduanya memiliki pendekatan yang berbeda yang perlu untuk dipahami. 6 Sebelum krisis 1997/98, kebijakan moneter dituntut berperan ganda. Selain diarahkan untuk memelihara kestabilan moneter, kebijakan moneter dituntut juga untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan, yaitu pemerataan pendapatan,pertumbuhan ekonomi, serta peluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, walaupun disadari bahwa tidak mudah melaksanakan suatu kebijakan moneter dengan berbagai tujuan dimaksud karena adanya konflik dalam upaya untuk stabilisasi moneter dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan. Selain itu, mengingat neraca pembayaran masih merupakan salah satu tantangan berat dalam pengelolaan perekonomian Indonesia, penentuan kebijakan moneter juga harus mempertimbangkan pengaruh faktor eksternal. Hal ini semakin penting, mengingat keterbukaan perekonomian Indonesia serta dianutnya sistem devisa bebas yang sudah berjalan sejak tahun 1971. Bahkan dalam keadaan seperti sekarang ini, pertimbangan pengamanan neraca pembayaran sangat menonjol dalam era sistem nilai tukar mengambang dimana gejolak eksternal secara langsung mempengaruhi berbagai variable domestik. 7 Mengingat keterbatasan sumber daya untuk membiayai pembangunan pada masa Pemerintahan Orde Baru, kebijakan moneter pada masa itu diselaraskan dengan prioritas sasaran pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Di satu sisi, koordinasi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan ekonomi makro 6
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.4. 7 Ibid., h. 5.
3
lainnya dapat dilakukan dengan baik karena secara kelembagaan Bank Indonesia berada di bawah pemerintah. Di sisi lain, sikap prudent sebuah bank sentral menjadi kurang menonjol dalam kebijakan Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan moneter. Fungsi mendorong pertumbuhan ekonomi tampak terlalu dipaksakan sehingga kebijakan kebijakan perkreditan cenderung longgar dan dilakukan langsung oleh Bank Indonesia melalui pemberian kredit likuiditas. 8 Setelah masa krisis 1997/98, kebijakan moneter mengalami perubahan yang cukup mendasar sejalan dengan perubahan tantangan yang dihadapi. Perubahan kerangkan kebijakan moneter ini sejalan dengan perubahan tatanan kelembagaan otoritas moneter. Dengan berlakunya Undang-Undang No.23 Tahun 1999, Bank Indonesia selaku otoritas moneter menjadi lembaga yang independen dan fungsi fokus pada stabilitas nilai tukar rupiah. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, Bank Indonesia tidak lagi dituntut berperan ganda sebagaimana diatur dalam UndangUndang No. 13 Tahun 1968, tetapi mempunyai sasaran tunggal, yaitu inflasi. Inflasi menyebabkan perlunya kontrol harga dan subsidi pada bahan makanan dan barangbarang esensial yang dikonsumsi. Sementara, kontrol harga akan menghambat pertumbuhan jangka panjang bagi pasokan barang-barang ini, subsidi justru menambah beban berat pada anggaran pemerintah yang kini sudah tidak tertanggung lagi. Inflasi juga menyebabkan kurs menjadi overnilai yang diadopsi oleh pemerintah untuk menahan tekanan-tekanan inflasioner. 9 Walaupun demikian, bukan berarti tugas Bank Indonesia lebih mudah. Sebagai lembaga yang independen, Bank 8
Ibid., h. 6. M. Umer Chapra, Islamic and Economic Developmet (Islamabad: Islamic Research Istitute Press, 1993), h.36. 9
4
Indonesia dituntut lebih mampu dalam menjalankan tugasnya untuk menghadapi tantangan perubahan perekonomian global. Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga. Suku bunga kebijakan, yang dikenal dengan istilah BI Rate, ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam tataran operasional, BI rate tercermin dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank. 10 Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis membuat skripsi ini dengan judul “Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia”. Alasan pemilihan tema tersebut didasarkan pada hal-hal berikut: 1. Ingin mengetahui dan memahami konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter. 2. Ingin mengatahui dan mengkaji lebih lanjut bagaimana peluang implementasinya pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter di Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dalam pembatasan skripsi ini akan dibatasi pada pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter Islam dan peluang implementasinya di Indonesia. 2. Perumusan Masalah 10
Bank Sentral Republik Indonesia, Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia, artikel diakses pada 14 Maret 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Operasi+Moneter/Penjelasan+Operasi+Moneter. html
5
Adapun beberapa pokok bahasan yang akan penulis kembangkan dalam penyusunan skripsi ini antara lain: a. Bagaimana konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam? b. Bagaimana peluang implementasi pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan suatu gambaran tentang pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulis skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dalam Islam. 2. Untuk mengetahui peluang implementasi pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter di Indonesia. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian skripsi ini adalah: 1. Diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia, bagi penulis dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya. 2. Memperkaya khazanah litelatur kepustakaan ekonomi yang islami khususnya mengenai pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia. 6
3. Bagi Bank Indonesia dapat dijadikan bahan masukan dan informasi bagi Bank Indonesia dalam menerapkan kebijakan moneter Bank Indonesia.
D. Kerangka Teori Dalam teori ini dapat diuraikan meliputi tentang pengertian kebijakan moneter secara umum, dan instrumen-instrumen kebijakan moneter adalah sebagai berikut: Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan perubahan jumlah uang beredar (money supply) dan tingkat bunga (interest rates) untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan mengurangi ketidaksetabilan didalam perekonomian. Dengan kebijakan moneter pemerintah juga dapat melakukan pengendalian terhadap jumlah uang yang beredar, kredit dan sistem perbankan. 11 Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu opersi pasar terbuka (open market operation), penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Ada instrumen lain yang digunakan oleh pemerintah selaku pengelola moneter, yaitu himbauan moral atau moral persuasion. 12 Menurut Umar Chapra instrumen kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:
11
Muana Nanga, Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan (Jakarta: Rajawali Pres, 2001), h. 180 12 Ahmad Syukri, “Implementasi Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari http://asyukri.wordpress.com/2009/05/27/implementasi-kebijakanmoneter-dan-fiskal-dalam-islam. html.
7
Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentu mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrumen kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan. Statutory Reserve Requirement (Cadangan Wajib Minimum). Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory Reserve Requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial.
8
Alokasi Kredit yang Berorientasi Kepada Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank. Teknik yang Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sifat penelitiannya adalah deskriptif yang menjelaskan data-data yang diperoleh apa adanya secara sistematis. Dan melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subjek tertentu agar memberikan gambaran yang lengkap mengenai subjek tersebut. 13 2. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku yang berjudul Sistem Moneter Islam,
13
Ety Rochaety, dkk., Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009), hal.17.
9
Islam dan Pembangunan Ekonomi, Islam dan Tantangan Ekonomi, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data skripsi ini penulis menggunakan library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. 14 4. Teknik Analisis Data Data-data yang telah terkumpul dianalisis kualitatif, cara mendeskripsikan dan menganalisis objek penelitian. Yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik. Berusaha mendapatkan gambaran yang jelas mengenai semua faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam masalah dan berusaha mengetahui kemungkinan hubungan antara faktor- faktor dan kekuatan- kekuatan itu. 15 Untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. 5. Teknik Penulisan Teknik penulisan ini merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
14
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),
15
Moehar Daniel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 17.
hal.3.
10
F. Kajian Pustaka Terdahulu Adapun kajian pustaka terdahulu yang digunakan dari penulisan ini adalah: 1. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wina Tresa Rahayu (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul Otoritas Moneter Masa Abbasiyah Kajian Pemikiran Moneter Ibnu Khaldun. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2002 ini fokus pada masa peralihan khalifah Abbasiyah ke kuasaan Dinasti Moghul dengan merujuk pada pemikiran Ibnu Khaldun. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Wina jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada salah satu objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran M. Umer
Chapra
tentang
Instrumen
Kebijakan
Moneter
dan
Peluang
Implementasinya di Indonesia. 2. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Jalalludin (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul Dinar dan Dirham; Mengasas Standarisasi Sistem Moneter Islam. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2003 ini mempunyai fokus pada penjelasan mengenai konsep uang dalam Islam, standar mata uang universal yang layak menurut Islam. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan Jalalludin menggunakan kajian kepustakaan. Penelitian yang dibuat oleh Jalalludin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada salah satu objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia.
11
Namun konsep uang yang diutarakan bisa membantu penulis sebagai salah satu sumber data. 3. Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Cepi Cahyana (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul Arah Kebijakan Moneter Sebelum Reshufle Kabinet Indonesia Bersatu. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini fokus pada penjelasan mengenai cara mencapai tujuan strategis komprehensif negara selain dari berusaha mencapai distribusi dan kesejahteraan yang wajar. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dibuat oleh Cepi Cahyana menggunakan kajian kepustakaan. Penelitiannya jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak salah satunya pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia. Namun, pembahasan tentang kebijakan moneter yang diutarakan bisa membantu penulis sebagai salah satu sumber data.
G. Sistematika Penulisan Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arahan dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis dalam skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa hal dalam pembahasan sebagai berikut: Pada bab pertama yaitu pendahuluan yang akan membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, kajian pustaka terdahulu dan sistematika penulisan. 12
Pada bab kedua yaitu kebijakan moneter Islam yang akan membahas mengenai sistem moneter, sumber-sumber ekspansi moneter, dan sistem bagi hasil dan margin dalam moneter Islam. Pada bab ketiga yaitu pemikir ekonomi Islam M. Umer Chapra yang akan membahas mengenai pendidikan M. Umer Chapra dan karya-karya M. Umer Chapra. Pada bab keempat yaitu peluang pemikiran M. Umer Chapra di Indonesia yang akan membahas tentang pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter Islam, kebijakan moneter di Indonesia dan analisis peluang implementasinya di Indonesia. Pada bab kelima yaitu penutup yang akan berisikan kesimpulan dan saran.
13
BAB II KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM
A. Sistem Moneter Islami Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat interdependensi terhadap berbagai variabel dalam perekonomian. Di satu sisi, kebijakan moneter banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, di sisi lain kebijakan moneter secara langsung juga mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan yang pada gilirannya akan membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil atau sektor nyata. 16 Kebijakan moneter merupakan instrumen bank sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variabel-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi. 17 Wujud bunga berikut dengan karakteristiknya yang menjanjikan suatu keuntungan yang tetap atas sejumlah uang pada masa yang akan datang (fixed and
16
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 9. 17 Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h. 255.
14
pre-determined return) dalam perekonomian, menciptakan sebuah aktifitas yang khas dalam perekonomian secara keseluruhan. Keberadaan bunga ini kemudian juga menimbulkan
konsekwensi-konsekwensi
yang
begitu
mendasar
dalam
perekonomian. 18 Dalam sistem moneter konvensional instrumen yang dijadikan alat kebijakan moneter moneter, pada dasarnya ditunjukkan untuk mengendalikan uang beredar (money supply) di masyarakat baik perorangan, kelompok, atau unit usaha. Dengan begitu kebijakan moneter dengan instrumennya (bunga) akan mampu mengendalikan preferensi si pemilik dana untuk tidak bermain di pasar keuangan yang akan mempengaruhi kestabilan ekonomi baik melalui pasar keuangan maupun prilaku konsumtif. Sementara dalam Islam secara alami sistem tidak akan memiliki kecenderungan seperti konvensional, system tidak memperkenankan praktek-praktek spekulasi
dan
menganjurkan
prilaku
konsumsi
yang
hemat.
Islam tidak
memperkenankan bunga eksis di pasar, dengan demikian tidak ada kecenderungan money creation melalui sektor perbankan yang kemudian menggelembungkan jumlah uang dimana semakin memperlebar ketimpangan sektor moneter dan riil. Disamping itu absensi bunga dalam ekonomi bermakna pula tidak ada faktor yang menggoda para pemegang dana untuk menahan uang mereka di pasar keuangan, dimana semakin berkembang pasar keuangan semakin besar pula uang yang tertahan dan ini pun bermuara pada semakin dalamnya jurang perpedaan antara sektor moneter dan riil. Sehingga, melihat dasar filosofi ini, fokus pada money supply untuk menset
18
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern (T.tp: PARADIGMA & AQSA Publishing, 2007), h. 250.
15
kebijakan moneter beserta instrumennya berupa tingkat bunga tertentu menjadi tidak relevan. Fokus kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya sumber daya ekonomi, dimana ini menjadi inti ekonomi Islam pada semua bentuk kebijakan dan ketentuan yang diperkenankan oleh syariah. Dengan demikian dalam Islam, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha ekonomi dan produk keuangan syariah yang mampu menyerap “potensi investasi” masyarakat, atau ketentuan-ketentuan yang mendorong preferensi penggunaan “potensi investasi” pada usaha produktif terjadi. Dengan begitu waktu memegang uang oleh setiap pemilik dana akan ditekan seminimak mungkin, dimana waktu tersebut sebenarnya menghambat velocity. Dengan kata lain penyediaan regulasi berupa peluang usaha, produk-produk keuangan syariah serta ketentuan lainnya berkaitan dengan arus uang di masyarakat. Akan semakin meningkatkan velocity dalam perekonomian. Dengan demikian perhatian regulasi moneter tidak tertuju pada konsep money supply seperti yang dianut konvensional, tetapi lebih pada velocity perekonomian. Salah satu ajaran Islam yang terpenting untuk menegakkan keadilan dan penghapusan eksploitas dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan secara tidak adil. Salah satu sumber penting peningkatan kekayaan yang tidak diperbolehkan adalah menerima keuntungan moneter dalam sebuah transaksi bisnis tanpa memberikan suatu imbalan setimpal yang asil. Riba
16
mewakili dalam sistem nilai Islam suatu sumber utama keuntungan yang tidak diperbolehkan. 19 Sistem
keuangan
Islam
sesungguhnya
merupakan
pelengkap
dan
penyempurna sistem ekonomi Islam yang berdasarkan kepada produksi dan perdagangan, atau yang dikenal dengan istilah sektor riil. Kegiatan yang tinggi dalam bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang beredar, sedangkan kegiatan ekonomi yang akan berakibat rendahnya perputaran dan jumlah uang beredar. 20 Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Uang adalah barang khalayak masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau perorang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept. 21 Dalam kehidupan ekonomi, uang mempunyai peranan yang cukup penting di antaranya, uang merupakan standar nilai atas kegiatan ekonomi yang ada, baik konsumsi, produksi, atau refleksi atas kekayaan dan penghasilan. Uang dapat memudahkan kita dalam melakukan barter atas barang dan jasa diantara individu masyarakat. 22 Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada 19
Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Gema Insani Press: Jakarta, 2000), hal. 20. Nurul Huda, dkk., Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 168. 21 Eko Suprayatino, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h. 197. 22 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 42. 20
17
umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap uang karena motif spekulasi pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah uang yang dipegang oleh publik. 23 Keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang terpenting, ketidakadilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai tukar
uang
akan
mengakibatkan
perekonomian
tidak
berjalan
pada
titik
keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasikan keadilan dalam sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial. Ibn Khaldun mengatakan bahwa suatu negara tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya. Stabilitas harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relatif berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata, terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment dan stabilitas perekonomian. 24 Dengan demikian wajib menjaga nilai uang dengan mengatur jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan.
23 24
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 134. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.
179.
18
B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter Islam Fungsi utama sistem moneter adalah melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi. Fungsi ini harus menjamin bahwa pertumbuhan moneter adalah memungkinkan dan excessive atau deficien. Oleh karena itu, kita perlu melihat dan mengontrol sumber-sumber ekspansi moneter. 25 Menurut M. Umer Chapra, bahwa tujuan dan fungsi yang paling penting adalah: (a) kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, (b) keadilan sosioekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan, (c) stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai bagian satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil, (d) penagihan yang efektif dan semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan. 26 Tujuan dari meningkatkan lapangan kerja yang merupakan sebuah cara penting untuk meningkatkan kondisi rakyat miskin telah terhambat pula dengan adanya pengangguran yang menjadi problem utama. 27 Yang lebih mengkhawatirkan adalah tingkat pengangguran generasi muda yang lebih tinggi dari tingkat rata-rata, karena akan merugikan harga diri mereka, mengurangi kepercayaan mereka di masa depan, meningkatkan rasa permusuhan mereka terhadap masyarakat, dan merugikan 25
Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2002), h. 10-11. 26 Ibid., h. 16. 27 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h. 142.
19
kemampuan dan potensi mereka. Satu-satunya perangkat yang tersedia dalam strategi Negara sejahtera untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah tingkat pertumbuhan yang tinggi. Sangatlah
perlu
memperkuat
nilai-nilai
moral
dengan
melakukan
restrukturisasi sosioekonomi dalam suatu cara yang memungkinkan individu memenuhi kepentingan diri mereka hanya dalam batas-batas kesejahteraan social dan stabilitas ekonomi. Restrukturisasi itu harus bertujuan: 1. Mentransformasi faktor manusia dalam pembangunan untuk menjadikannya mampu berperan aktif dan konstruktif dalam alokasi sumber daya yang efisien dan merata, 2. Mereduksi konsentrasi kepemilikan sarana-sarana produksi yang kini sedang berjalan sebanyak mungkin untuk melengkapi peran transformasi moral dalam meminimalkan pengaruh kekuasaan dan kekayaan dalam alokasi dan distribusi sumber-sumber daya, 3. Mengeliminasi atau meminimalkan segala bentuk konsumsi “berlebihan” dan “tidak perlu” baik pada tingkat swasta maupun pemerintah dalam rangka meningkatkan tabungan dan memperbesar volume sumber daya yang tersedia untuk investasi dan pemenuhan kebutuhan, 4. Melakukan reformasi sistem keuangan sedemikian rupa sehingga mampu berperan secara komplementer dalam rekstrukturisasi di atas. 28
28
M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.
83.
20
Fungsi uang sebagai medium of exchange dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran. Sebelum ditemukannya koin, komoditi seperti hewan ternak berfungsi sebagai uang, begitu juga dengan logam seperti emas dan perak yang digunakan pada masa lampau. Koin Eropa yang dikenal modern saat itu sebenarnya berasal dari Bizantium dan negara Muslim yang diperkirakan ditemukan pada abad ke-17 pada masa Islam. Ada tiga tahap perkembangan fungsi uang, yaitu commodity money, token money dan deposit money. Commodity money sebagai medium of exchange yang mempunyai nilai komoditi apabila komoditi tersebut digunakan bukan sebagai uang. Sebagai medium of exchange terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan: 1. Kelangkaan (Scarcity), supply dari medium of exchange haruslah terbatas. Apabila tidak, maka nilai pertukaran dari komoditi tersebut tidak ada. 2. Daya tahan (durability), jelas bahwa medium of exchange harus taham lama dan hal ini berhubungan dengan fungsi ketiga dari uang secara konvensional yaitu sebagai store of value. 3. Nilai tinggi, sebagai medium of exchange sangatlah nyaman apabila unit tersebut mempunyai nilai tinggi sehingga tidak membutuhkan jumlah yang banyak (kuantiti) dalam melakukan transaksi. Dari uraian tentang kualitas di atas, jelas bahwa logam (emas dan perak) sebagai medium of exchange di masa lalu, memenuhi persyaratan di atas. Tetapi seiring dengan semakin meningkatnya volume dan kompleksitas dari pertukaran tersebut, maka logam (emas dan perak) tersebut menjadi tidak memuaskan (inconvenient). Perkembangan perdagangan dan skala bisnis yang semakin tinggi 21
melebihi kemampuan uang sebagai bentuk yang efisien untuk transaksi keuang yang besar, maka akan digunakan bentuk lain dari uang. 29 Token money, goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para bankir menyadari bahwa meminjam komoditi (seperti emas dan perak) dan kemudian mengeluarkan tanda penerimaan (receipt) akan menghasilkan keuntungan. Mereka akan memberikan bunga atas deposit koin emas dan perak. Apabila harga emas batangan naik dan daya beli koin turun, maka mereka dapat melebur koin tersebut menjadi bentuk batangan, atau bila harga di luar lebih tinggi dari harga di dalam maka mereka akan menjual ke luar. Kedua aktivitas tersebut akan memberikan keuntungan. Semakin tanda terima (receipt) yang berputar di antara para depositor, maka goaldsmith dan para bankir akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk menggunakan emas dan perak tersebut dan memperoleh lebih banyak keuntungan. Karena stabilitas nilai uang adalah tanggung jawab pemerintah, maka pencetakan uang dimonopoli oleh pemerintah dan masyarakat dilarang untuk mencetak dan mengedarakan uang palsu. Sejalan dengan waktu, uang logam ini kemudian digantikan dengan paper notes dan mata uang (uang legal atau M 1). Deposit money, semakin pesatnya pertumbuhan industri dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan uang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan pembangunan pabrik, pembelian mesin, pembelian bahan baku dalam jumlah besar, pengiriman barang dalam jumlah besar, juga transaksi antarnegara dalam jumlah besar. Untuk itu 29
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.
83-85.
22
dibutuhkan perubahan
di bidang keuangan, terutama tentang cara pembayaran.
Banyak para pengusaha membayar tagihan mereka dengan menggunakan cheques. Hanya pengeluaran kecil, gaji para karyawan, dan transportasi yang dibayar dengan tunai. Pihak yang menerima pembayaran akan memasukkan uang tersebut ke bank mereka. 30 Walaupun suku bunga dihapuskan dan tidak terdapatnya suatu kebijakan pasar terbuka, namun sejumlah alat kebijakan moneter seperti rasio cadangan tunai, rasio likuiditas, pembiayaan dan imbauan moral dalam suatu perekonomian Islam yang dapat digunakan secara sah, sebagai komponen yang sangat penting dalam kebijakan-kebijakan stabilitas, distribusi, dan pertumbuhan. Di samping itu, karena pengaruh gerakan modal internasional, maka kebijakan moneter akan mempunyai keuntungan khusus dalam menentukan neraca keseimbangan pembayaran. 31 Sebuah negara tidak boleh menjalankan otoritanya secara semena-mena. Justru negara harus menggunakan kekuasaanya untuk memungkinkan pasar berfungsi dengan baik dan menciptakan suatu lingkungan yang tepat bagi realisasi pembangunan dan keadilan. Negara hendaknya merupakan lembaga yang berorientasi kepada kesejahteraan, moderat dalam berbelanja,menghormati hak milik orang lain dan menghindari perpajakan yang membebani. Sebagai pemerintah juga hendanya berfungsi sebagai penolong dan membantu rakyat dalam menjalankan usaha mereka secara lebih efesien, mencegah mereka dari melakukan hal-hal yang berbahaya dan
30
Ibid., h. 86. M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 214-215. 31
23
menghapuskan segala bentuk ketidak adilan. 32 Dengan demikian, maka sebuah pemerintahan itu akan menjamin berlakunya syariah, dan berperan sebagai fasilitator pembangunan manusia dan kesejahteraan.
C. Kesehatan Moneter Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter “mencukupi” dan tidak “berlebihan”, perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter. Dua diantaranya adalah domestik. Pertama, membiayai defisit anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral. Kedua, ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial. Ketiga, bersifat eksternal, yaitu “menguangkan” surplus neraca pembayaran luar negeri. 33 1. Defisit Fiskal Tidak ada kontroversi di kalangan para ekonom mengenai apakah defisit fiskal dapat –dan memang telah dilakukan- menjadi suatu sumber penting bagi ekspansi moneter “ekspansif”. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengambil
sumber-sumber
riil
pada
laju
yang
lebih
cepat
dari
yang
berkesinanbungan pada tingkat harga yang setabil, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat penawaran uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan, di negara-negara industri utama, defisit fiskal yang besar telah menjadi sebab utama kegagalan memenuhi target suplai uang. Hal ini cenderung menggeser
32
Jusmaliani, dkk, Kebijakan Ekonomi dalam Islam (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h.
33
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.137.
34.
24
beban perjuangan dalam menghapus inflasi pada kebijakan moneter. Akan tetapi, seperti yang secara sangat tepat dinyatakan oleh para ekonom yang bergabung dalam Economists Advisory Group Bussiness Research Study, “Makin besar ketergantungan sektor pemerintah kepada sistem perbankan, makin sukar bagi bank sentral untuk melakukan suatu kebijakan yang konsisten. Karena itu, kalau tidak ingin kebijakan moneter menjadi kurang efektif atau terlalu restriktif, harus ada koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk merealisasikan tujuan-tujuan nasional. Ini menggarisbawahi perlunya suatu kebijakan fiskal noninflasioner dan realistis di negara-negara muslim. Karena itu, suatu pemerintah muslim yang bersungguh-sungguh komitmen kepada pencapaian sasaran ini harus melakukan suatu kebijakan fiskal yang konsisten dengan sasarannya. Ini lebih penting karena pasar-pasar uang di negara-negara muslim relatif terbelakang dan kebijakan moneter tidak dapat berperan efektif dalam meregulasi suplai uang, seperti yang dapat dilakukan dalam kebijakan fiskal. Ini tidak dengan sendirinya meniadakan defisit fiska, tetapi memaksakan batasan bahwa defisit diperbolehkan hanya sejauh diperlukan untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang yang berkesinanbungan dan kesejahteraan yang berbasis luas dalam kerangka harga-harga yang stabil. 34 Bagaimanapun juga, penghapusan defisit fiskal yang “berlebihan” tetap menjadi sebuah harapan kosong di negara-negara muslim selama penyebab utama defisit tidak dituntaskan. Di antaranya yang penting adalah sebagai berikut. Pertama, ketidakmampuan atau ketidaksediaan pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan 34
Ibid., h. 137.
25
yang memadai melalui perpajakan dan sumber-sumber pemasukan noninflasioner lainnya untuk memenuhi pengeluaran produktif dan penting lainnya. Kedua, kurangnya kesediaan pada sisi pemerintah untuk mengeliminasi atau mereduksi secara substansial pengeluaran mereka yang mubazir dan tidak produktif. Karena itu, suatu pemerintah Islam harus –jika ingin sesuai dengan nama yang disandangnyamenghapus kedua sumber penyebab defisit itu. Keseluruhan struktur pajak negaranegara Muslim perlu di uji secara tidak memihak. Terdapat beberapa sektor dalam perekonomian negara Muslim yang terkena pajak berlebihan, bukan karena pertimbangan-pertimbangan sosioekonomi yang rasional, tetapi karena keinginan untuk
memenuhi
kepentingan
kelompok
tertentu.
Jika
sistem
pajak
dirasionalisasikan, ketidakmeratakan dalam sistem akan dapat dihapuskan dan pelaksaan pajak akan dijalankan dengan baik, pemasukan dari pajak akan dapat ditingkatkan secara subtansial dengan suatu dampak ekonomi yang lebih baik pada insentif, output, dan distribusi. Akan tetapi, hal ini bukanlah tugas yang enak karena masih tersedia sumber-sumber daya yang mudah bagi defisit melalui pinjaman yang tetap dilirik pemerintah. 35 Perlunya mengliminasi pengeluaran yang tidak prouktif dan mubazir merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim. Akan tetapi, terutama bagi pemerintah, hal ini tidak bisa dihindari karena mereka menggunakan sumber-sumber daya yang sediakan oleh rakyat sebagai suatu amanah dan menggunakannya secara mubazir atau tidak produktif merupakan suatu penghianatan terhadap amanah ini. Sumber-sumber daya yang tersedia di tangan pemerintah untuk membiayai 35
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 138.
26
pengeluarannya adalah terbatas di semua negar, termasuk di negara-negara muslim yang berkembang. Sumber-sumber daya ini perlu dimanfaatkan secara efesien dan efektif dibarengi perasaan tanggung jawab kepada Allah. Kesungguh-sungguhan dalam menggunakan dana-dana tidak dapat dicapai hanya dengan mengapuskan hiasan-hiasan luarnya. Ia memerlukan suatu pandangan yang hati-hati terhadap keseluruhan program pengeluaran sesuai dengan ajaran-ajaran Islam; memusatkan perhatian bukan saja pada berapa jumlah yang harus dikeluarkan, tetapi juga bagaimana hal itu akan dibelanjakan. Kalau hal ini tidak dilakukan, suatu pemerintah muslim yang tidak bertanggung jawab, akan menemukan sumber-sumber dayanya kepada pasar tertutup, sehingga akan melakukan pinjaman secara semena-mena dari bank sentral dan hal ini akan menyebabkan kehancuran perekonomian di samping menggagalkan realisasi pemenuhan sasaran Islam. Sesudah semua pengeluaran yang tidak perlu dan mubazir dieliminasi, neraca pengeluaran pemerintah dapat dibagi menjadi tiga bagian: (a) pengeluaran rutin, (b) pengeluaran proyek, dan (c) pengeluaran darurat. 36 Semua pengeluaran pemerintah rutin, termasuk biaya pada proyek yang tidak disetujui bagi persiapan bagi hasil, dapat dibiayai oleh penerimaan dari pajak seperti yang sudah dijelaskan tadi. Ketiadaan pembiayaan lewat utang bagi tujuan ini harus menjadi rahmat tersembunyi dan membantu memperkenalkan disiplin dalam pengeluaran pemerintah, yang realisasinya digagalkan oleh kemudahan memperoleh pembiayaan berbasis bunga. Dalam hal proyek-proyekyang memiliki biaya sangat tinggi, pembengkakan harus dihindari –seperti yang sudah disebutkan di depan36
Ibid., h. 139.
27
melalui penentuan waktu yang tepat dan memasang semua proyek dalam suatu rencana perspektif dan menggunakan leasing atau sewa beli (hire-puchase) selama mungkin. Jika perlu bagi kemaslahatan umum, proyek-proyek yang disetujui lewat pembiayaan penyertaan modal, dapat dilakukan pemerintah, tetapi pembiayaan harus dicapai oleh penjualan saham kepada lembaga-lembaga finansial dan publik. Suatu penentuan harga yang berorientasi secara komersial, harus diadopsi tanpa dibarengi dengan subsidi umum. Semua subsidi yang diperlukan bagi orang-orang miskin atau keluarga kelas menengah yang rendah harus dipersiapkan dari penerimaan pajak, donasi, atau qardul hasan. Pembiayaan lewat penyertaan modal dan penentuan harga komersial harus dapat menghapuskan beberapa priduk yang kurang diperlukan dan tidak produktif yang kadang-kadang pemerintah melakukannya untuk memenuhi kepentingan vested interest. Hal ini tentu saja memerlukan penyeimbangan sosial antara melanyani publik dan produksi swasta sejalan dengan ajaran-ajaran Islam. Semua pembiayaan darurat, seperti pembiayaan untuk peperangan, yang tidak dapat dibiayai oleh kedua cara di atas, harus dibiayai dengan pinjaman wajib. Peperangan berarti pengorbanan dan pengorbanan yang dilibatkan pada orang-orang kaya hanyalah bunga yang ditiadakan bagi mereka pada pinjaman tersebut. Peperangan yang tidak diinginkan oleh rakyat dan mereka tidak bersedia untuk melakukan pengorbanan yang tidak berarti, harus dihindarkan. 37 Walaupun demikian, pemerintah dapat dibatasi untuk meminjam bagi pembiayaan defisit yang tidak dapat dihindarkan dan persiapan-persiapan harus 37
Ibid., h. 139.
28
dilakukan untuk memungkinkannya melakukan hal demikian dalam suatu batasan tertentu, melalui pinjaman bank sentral dalam kerangka noninflasioner, seperti yang telah disebutkan dan sebagian –namun juga harus dibatasi- dari bank-bank komersial. 38 2. Penciptaan Kredit Bank Komersial Deposito bank komersial merupakan bagian penting dari penawaran uang. Sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, “deposito primer” yang menyediakan sistem perbankan dengan basis uang (uang kontan dalam bank + deposito di bank sentral). Kedua, “deposito derivatif” yang dalam sebuah sistem cadangan proporsional mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan merupakan sumber utama ekspansi moneter dalam perekonomian dengan kebiasaan perbankan yang sudah maju. Deposito derivatif demikian akan menimbulkan suatu peningkatan penawaran uang, seperti halnya mata uang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau bank sentral. Karena ekspansi ini –persis seperti defisit pemerintah- memiliki potensi inflasioner jika tidak ada pertumbuhan pengganti dalam output, ekspansi dalam deposito derivatif harus diatur jika pertumbuhan moneter yang diinginkan harus dicapai. Hal ini dapat direalisasikan dengan mengatur ketersediaan uang basis bagi bank-bank komersial. Untuk tujuan ini, ketiadaan bunga sebagai mekanisme pengatur akan berguna. Sebenarnya, ia akan berguna karena akan menghapuskan efek yang menimbulkan ketidaksetabilan suku bunga yang berfluktuasi, akan menstabilkan
38
Ibid., h. 139.
29
permintaan terhadap uang, dan secara subtansial mengurangi amplitude fluktuasi ekonomi. 3. Surplus Neraca Pembayaran Hanya sebagian kecil Negara-negara muslim menikmati surplus neraca pembayaran, sedangkan sebagian besar dari mereka mengalami defisit. Mereka yang mengalami surplus, surplus itu tidak terjadi dalam sector swasta dan tidak menyebabkan suatu ekspansi otomatis dalam penawaran uang. Ia terjadi hanya karena pemerintah menguangkan surplus dengan membelanjakannya secara domestic, sedangkan defisit neraca pembayaran sektor swasta tidak menggantikan ini secara memadai. Jika dalam suatu negara dengan suatu surplus, pengeluran pemerintah diatur menurut kapasitas ekonoi untuk menghasilkan penawaran riil, seharusnya tidak ada inflasi yang dihasilkan secara internal sebagai akibat dari adanya surplus neraca pembayaran. Di negara-negara yang mengalami defisit, sumber utama defisit berasal dari ekspansi moneter yang tidak sehat dibarengi dengan konsumsi mencolok dari sektor swasta dan pemerintah melalui defisit transaksi berjalan dan kebocoran modal. Hal ini tidak dapat dihapuskan tanpa reformasi sosioekonomi pada tingkatan yang lebih dalam dan kebijakan fiskal maupun moneter sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. 39 Dengan tidak adanya suku bunga, uang beredar dapat diatur oleh bank sentral menurut kebutuhan sektor riil perekonomian dan sasaran-sasaran masyarakt muslim. Pertumbuhan dalam peredaran uang yang diinginkan (M) dapat
diatur untuk
merelisasikan sasaran kesejahteraan berbasis luas dan suatu laju pertumbuhan 39
Ibid., h. 140.
30
optimal, tetapi realistis dalam konteks stabilitas harga. Target dalam (M) ini akan dapat dicapai dengan menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan dalam uang berdaya tinggi melalui suatu kombinasi defisit fiskal dan pinjaman mudharabah oleh bank sentral kepada lembaga-lembaga finansial. 40 Total kredit yang diberikan kepada sektor pemerintah maupun swasta, akan dipergunakan untuk tujuan-tujuan kesejahteraan sosial seperti mengentaskan kemiskinan, mencapai pertumbuhan kesempatan kerja yang tinggi, dan menegakkan keadilan sosioekonomi. Hal itu tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan vested interest dan menambah konsentrasi kekayaan, tetapi juga akan memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih efektif daripada yang dimungkinkan dalam sistem perbankan konvensional. 41 Dalam keseluruhan pengeluaran, baik dalam sektor pemerintah maupun swasta, sebagai konsekuensi dari disiplin yang diperkenalkan dalam pengeluaran konsumsi dan investasi. Hal ini akan digantikan oleh sejumlah keuntungan. Pertama, ia akan membantu pertumbuhan yang lebih sehat dalam uang beredar. Kedua, ia akan meminimalkan permintaan terhadap uang untuk pengeluaran yang tidak esensial dan mubazir serta pembiayaan bagi proyek-proyek yang meragukan dan sia-sia. Ketiga, ia akan menimbulkan peningkatan dalam aliran pembiayaan bagi tujuan-tujuan produktif di samping distribusinya yang luas di kalangan sejumlah besar pelaku bisnis dan memperbaiki alokasi di antara berbagai sektor ekonomi. Hal ini diharapkan akan menjamin suatu produksi serta distribusi barang dan jasa yang memadai yang
40 41
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 162. Ibid., h. 163.
31
dibutuhkan oleh sebagian besar anggota masyarakat sesuai dengan perencanaan yang berorientasi kepada nilai. Keempat, instabilitas yang ditimbulkan oleh perubahanperubahan dalam suku bunga dan fluktuasi dalam pengeluaaran agregat, akan dapat dikurangi secara subtansial. 42 Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan akan menimbulkan suatu dimensi yang sehat dalam perekonomian dan membantu siapa saja.
42
M. Umer Chapra, Al Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil, h. 196.
32
BAB III PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM M. UMER CHAPRA
A. Pendidikan M. Umer Chapra M. Umer Chapra adalah seorang pakar ekonomi berkebangsaan Pakistan yang kemudian menetap dan mendapatkan kebangsaan Saudi. Beliau dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933 di anak benua India yang pada waktu itu belum terbagi menjadi Pakistan dan India. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik. Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman. 43 Dalam karir akademiknya M. Umer Chapra dari kecil sudah memperlihatkan kecerdasan sehingga pada ujian mendapatkan medali emas dari universitas Sind pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagi urutan pertama dalam ujian masuk
43
Ekonomi Syariah, “Dr. M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 15 Juni 2010 http://blogekonomisyariah.wordpress.com/2010/03/30/dr-m-umer-chapra-tokoh-ekonomi-islamkontemporer/. html
33
dari 25.000 mahasiswa. 44 Setelah itu, beliau melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di University of Karachi dan memperoleh gelar B. Com. pada tahun 1954 dan M. Com. pada tahun 1956. Beliau akhirnya menyelesaikan program Ph.D. dalam bidang ekonomi di University of Minnesota pada tahun 1961. 45 Semasa menjadi mahasiswa, beliau telah berusaha untuk mempelajari ajaranajaran Islam yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi. Tidak lama setelah kembalinya ke Pakistan dari AS pada tahun 1961, M. Umer Chapra bergabung dalam Center Institute of Islamic Research dan berkutat selama 2 tahun dan secara sistematis mengkaji gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam tradisi Islam yang menurut pandangannya, dapat memenuhi premis intelektual bagi sebuah sistem ekonomi yang sehat. Upaya ini yang kemudian ditingkatkan dan dimatangkan oleh kajian dan refleksinya yang mendalam, telah menghantarkan kepada bukunya yang berjudul, The Economic System of Islam: A Discussion of Its Goals and Nature (London, 1970). 46 Pada tahun 1964, M. Umer Chapra berangkat kembali ke AS. Setelah mengajar ekonomi di beberapa Universitas di AS selama beberapa tahun, beliau bergabung dengan Saudi Arabian Monetery Agency sebagai penasihat ekonominya. Asosiasinya yang lama dengan organisasinya ini, telah memberikan beliau segudang pengalaman langsung dengan aspek operasional kompleks dari keuangan dan finansial masa kini. Kendati beliau berhubungan dengan tugas-tugas profesional yang 44
Luqman, “Dr. M. Umer Chapra, ekonom muslim kontemporer,” artikel diatas diakses pada 14 Juni 2010 dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/07/28/dr-m-umer-chapra-ekonommuslim-kontemporer. html 45 M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi Sebuah Solusi Perspektif Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. ix. 46 Ibid. h. xii
34
berkaitan dengan kebijakan moneter, beliau tetap sebagai sarjana. Beliau tidak pernah berhenti belajar dan berpikir mengenai karakteristik suatu sistem moneter, dan kenyataannya, suatu sistem ekonomi yang suatu saat dapat menjadi Islami dan layak berjalan. Beliau percaya bahwa sebuah sistem moneter yang adil dapat ditegakkan hanya pada prinsip-prinsip Islam. Diktrin yang mendominasi dunia -kapitalisme, sosialisme, komunisme dan doktrin Negara kesejahteraan- semuanya terlalu lemah untuk membimbing manusia dalam upayanya menegakkan sistem ekonomi yang mengkombinasikan kemajuan ekonomi dan keadilan serta menjamin standar hidup yang lebih tinggi yang melaju sama cepatnya dengan standar moral yang tinggi. Ini adalah fokus utama M. Umer Chapra dalam bukunya yang berjudul, Toward a Just Monetery System (Leicester, 1985). 47 Beliau mempunyai pengalaman luas dalam mengajar dan riset di bidang ilmu ekonomi. Nama beliau selalu melekat dengan sejumlah lembaga-lembaga riset akademik bergengsi seperti Institute of Development Economics dan Central Institute of Islamic Research, Pakistan. Beliau telah mengajar pada Universitas Wisconsin, Plattville, dan Kentucky, Lexington, USA. Selama dua puluh tahun terakhir, beliau telah mengabdi sebagai ekonom senior Saudi Arabia Moneter Agency. Beliau menguasai betul perspektif pengetahuan barat maupun Islam dalam ilmu ekonomi dan kemasyarakatan. Dalam lima belas tahun terakhir, beliau secara mendalam terlibat dalam pengembangan pendekatan Islam pada ilmu ekonomi. Karyanya yang
47
M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000),
h. xvi-xvii.
35
pertama, Toward a Just Monetary Syatem memperoleh pujian dari kalangan masyarakat dunia Islam dan telah membawanya memperoleh medali bergengsi, yaitu Islamic Development Bank Award karena pengabdiannya pada ekonomi Islam (1990) dan King Faisal International Price untuk kajian Islam (1990). Dengan demikian M. Umer Chapra adalah pakar yang kompeten, yang dapat berbicara secara lebih fundamental, mengenai persoalan-persoalan sistem perekonomian saat ini. 48 Kritis dan kontruktif itulah corak pemikirannya yang telah banyak mempengaruhi ekonom muslim di dunia. Mazhab pemikirannya beraliran mainstream( mempertahankan pendapat orang banyak). Dimana tokoh tokoh aliran ini berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan pandangan konvensional. Yaitu sumber daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek pemikiran beliau yang tergambar pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya adalah spiritualisasi pemikiran dan kesejahteraan sosial, dengan menjadikan kehidupan yang selaras antara kebahagiaan di dunia dan akhirat. Motif ini tergambar dalam bukunya Islam and the Economic Challenge. Dalam bukunya The future of economic: an Islamic Perspective beliau banyak merujuk kitab kitab klasik terutama konsep ibnu koldun. Beliau menformulasikan konsep Ibnu Khaldun menjadi siklus yang mudah di mengerti dan di visualisasikan. Bukunya ini sangat dikagumi oleh Prof. Samuel hayes III dari Harvard dan sarjana-sarjana terkemuka Jerman, Spanyol, Inggris. DR. Murad hofman dari Jerman memberikan berkomentar kalau buku ini
48
Ibid., h. xvi.
36
adalah buku yang sangat penting pada abad ini untuk kebangkitan islam. 49 Demikianlah sekilas tentang pemikir ekonomi Islam M. Umer Chapra.
B. Karya-karyanya M. Umer Chapra
Beliau
terkenal dengan kontribusinya mengenai perkembangan ekonomi
Islam selama 3 dekade. Beliau sangat dihormati atas pandangan dan pendekatan ilmiahnya. 50 M. Umer Chapra telah menulis tak kurang 16 buah buku dan monograf serta lebih dari 100 paper dan review buku-buku. Beberapa diantara buku, monograf dan paper itu telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, antara lain: Arabic, Bangladesh, Perancis, Indonesian, Jepang, Malaysia, Persia, Polandia, Spanyol, Turki dan Urdu.
Berkat kontribusinya yang beragam bagi ekonomi Islam, tahun 1989 M. Umer Chapra memperoleh penghargaan King Faishal Internasional in Award Islamic Studies, serta penghargaan dari Islamic Development Bank Award in Islamic Economics sebagai tokoh penulis terbaik yang memberikan sumbangan alternatif solusi praktek ekonomi skala internasional. 51
Beberapa karya tulisan Umer Chapra adalah sebagai berikut:
49
Eko Susanto. “biografi DR.M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://indonesiakiblatekonomiislamdunia.blogspot.com/2009/06/biografi-drm-umer-chapra.html 50 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi (Jakarta: Granada Press, 2007), h. 263. 51 Willy Mardian, “Lebih Dekat Dengan Dr Muhammad Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://telagaalkautsar.multiply.com/journal/item/161/Lebih_Dekat_Dengan_Dr_Muhammad_Umer_C hapra_. html
37
1. Menuju Sistem Moneter (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1985). 2. Sistem Ekonomi Islam (diterbitkan secara bersamaan oleh Pusat Islam, London, dan University of Karachi - 1970). 3. Tujuan Ekonomi Islam Orde (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979) - tulisan ini merupakan dua bab pertama buku itu, Sistem Ekonomi Islam (London: Islam Dewan Eropa, 1975) 4. Negara Kesejahteraan Islam dan Peranan dalam Ekonomi (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979). Makalah ini pertama kali dipresentasikan pada Konferensi Ekonomi Islam di Mekah pada bulan Februari 1976 di bawah naungan Raja Abdul Aziz Universitas dan diumumkan dalam Khurshid Ahmad dan Zafar Ishaq Ansari, Islamic Perspectives (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979). 5. Islam dan Tantangan Ekonomi (Leicester, UK: Yayasan Islam; dan Washington, DC: IIIT, 1992) 6. Islam dan Pembangunan Ekonomi: Strategi Pembangunan dengan Stabilitas dalam terang Kehakiman dan pengajaran Islam (Washington, DC, dan Islamabad, IIIT, 1994). 7. Apa itu Ekonomi Islam? (Jeddah, IRTI / IDB, No 9 di Hadiah Kuliah 'Pemenang Seri IDB itu, 1996). 8. Masa Depan Ekonomi Sebuah Perspektif Islam (Leicester, UK: Yayasan Islam, 2000). 9. Dengan Khan Tariqullah, Peraturan dan Pengawasan Bank Islam (Jeddah: IRTI / IDB, Occasional Paper No 3, 2000).
38
10. Larangan Bunga: Apakah Make Sense? (Jakarta: Gerakan Dakwah Islam, Agustus 2001). 11. Dengan Habib Ahmed, Corporate Governance di Lembaga Keuangan Islam (Jeddah: IRTI / IDB, Occasional Paper No 6, 2002). 12. Ekonomi dan Keuangan Reformasi: Dasar dari Arsitektur Baru (Durban: Islam Gerakan dakwah, Agustus 2004). 13. Muslim Peradaban: Penyebab Kemunduran dan Kebutuhan untuk Reformasi (Leicester, UK: Yayasan Islam, 2008). 14. Visi Islam Pembangunan di Terang Maqasid al-Syariah (Jeddah: IRTI / IDB, 2008 dan Washington: Institut Internasional Pemikiran Islam, 2008). 15. Krisis Keuangan Global: Beberapa Saran untuk Reformasi Arsitektur Keuangan Global di Cahaya Keuangan Islam (Kyoto, Jepang: Pusat Penelitian Studi Wilayah Islam, Kyoto University, 2008). 52
Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai "Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai saat ini" dalam Bulletin of the British Society for Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut. 53
52
M. Umer Chapra,“Buku dan Karya Tulis,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://www.muchapra.com. html. 53
BSO KSEI FE UNJ, “Tokoh : M. Umer Chapra,” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari
39
Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge, di deklarasikan oleh ekonom besar Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam resensi pre-publikasinya, sebagai analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan kapitalisme, sosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun Non-Muslim. Buku ini telah diresensikan dalam berbagai jurnal ekonomi barat. Profesor Louis Baeck, meresensikan buku ini di dalam Economic Journal dari Royal Economic Society dan berkata: “ Buku ini telah ditulis dengan sangat baik dan menawarkan keseimbangan literatur sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer. Membaca buku ini akan menjadi tantangan intelektual sehat bagi ekonom barat“ ( September 1993, hal. 1350 ). Profesor Timur Kuran dari Universitas South Carolina, mereview buku ini dalam Journal of Economic Literature untuk American Economic Assosiation dan mengatakan bahwa buku ini menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari keterbukaan pasar Ekonomi Islam. Kritiknya terhadap sistem ekonomi yang ada secara tidak biasa diungkap dengan pintar dan mempunyai dokumentasi yang baik. Umer Chapra, menurutnya telah membaca banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot. Dan, Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan sempurna dalam pemahaman ekonomi Islam. 54 Dengan demikian M. Umer Chapra adalah pakar yang kompeten, yang dapat berbicara
secara
lebih
fundamental,
perekonomian saat ini.
54
Ibid
40
mengenai
persoalan-persoalan
sistem
C. Pemikiran M. Umer Chapra Tentang Instrumen Kebijakan Moneter Islam Mekanisme kebijakan moneter tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama dengan permintaan riil terhadap uang, tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang benar-benar riil dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat Islam lainnya. Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan berbagai instrumen kebijakan moneter, yaitu:
1. Target Pertumbuhan dalam M dan Mo Setiap tahun, bank sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang yang diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk laju pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, tetapi yang berkesinambungan dan stabilitas mata uang. Target pertumbuhan dalam (M) ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau kapan saja bila diinginkan dengan melihat kinerja perekonomian dan trend variablevariabel penting lainnya. Hal ini disebabkan karena target moneter menganggap bahwa kecepatan pendapatan uang (income velocity of money) dapat diprediksikan dengan tepat selama priode tersebut. Hal ini dapat diharapkan lebih tepat dalam suatu perekonomian Islam sesudah penghapusan bunga dan implementasi reformasi yang disarankan. Walaupun begitu, ia akandiperlukan untuk menjaga target agar tetap terkontrol. 55 Karena sudah diketahui bahwa pertumbuhan pada (M) sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan pada (Mo) atau high powered money, bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan (Mo). Tentu hal ini memerlukan kebijakan 55
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.141.
41
fiskal yang mempunyai tujuan tertentu dan pengaturan yang memadai bagi akses lembaga-lembaga keuangan kepada bank sentral. Sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya, adanya kebijakan fiskal yang dapat dipertanggung jawabkan itu penting untuk memenuhi target-target moneter. Tentunya tidak terkecuali bagi masyarakat Islam yang umumnya peranan kebijakan moneter hanya terbatas karena kurang adanya pasar uang yang terorganisasi dengan baik. 56 Karena penciptaan Mo terjadi hak khusus yang dinikmati oleh bank sentral untuk menciptakan uang, yang memang merupakan hak prerogatifnya, sumbersumber daya yang dapat diturunkan dari kekuatan ini harus dimanfaatkan hanya untuk memenuhi sasaran-sasaran masyarakat Islam yang berorentasi kepada kesejahteraan sosial. Mereka harus dipergunakan terutama untuk membiayai proyekproyek yang akan membantu merealisasikan ideal-ideal umat yang merupakan satu saudara, yang tidak akan terpisahkan oleh kesenjangan pendapatan dan kekayaan. 57 Untuk merealisasikan tujuan di atas, bank sentral harus membuat total Mo yang diciptakannya tersedia, sebagian bagi pemerintah dan sebagian bagi bank-bank komersial dan lembaga keuangan khusus. Proporsi Mo yang dialihkan penggunaannya oleh bank sentral bagi masing-masing lembaga ini harus ditentukan oleh kondisi perekonomian, sasaran-sasaran ekonomi Islam, dan keinginan kebijakan moneter. Sebagian dari Mo diberikan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek
56
M. Umer Chapra, Al Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 173-174. 57 Ibid., h. 174
42
kepentingan sosialnya, termasuk penyediaan perumahan, fasilitas kesehatan dan pendidikan bagi yang miskin. 58 Sebagian Mo yang diberikan kepada bank komersial, yang pada umumnya dalam bentuk pinjaman mudharabah dan bukan mengandung diskonto, harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai alat kontrol kuantitatif dan kualitatif untuk mengotrol kredit. Ia harus memadai untuk memungkinkan bank-bank komersial membiayai aktivitas pertumbuhan ekonomi yang diinginkan dalam sektor swasta tanpa menimbulkan kepanasan inflasioner. Dalam merasionalkan kredit di antara bank-bank komersial, bank sentral harus selalu memonitor promosi kredit bank komersial untuk tujuan-tujuan dan sektor-sektor tertentu sesuai dengan keseluruhan sasaran perekonomian Islam. Sebagian laba yang diraih oleh bank sentral dari pinjaman ini harus diberikan kepada pemerintah untuk dipergunakan dalam membiayai proyek-proyek yang ditunjukan untuk menghilangkan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pendapatan dan sebagian disimpan oleh bank sentral untuk memenuhi pengeluarannya. 59 Sebagian Mo yang diberikan kepada lembaga-lembaga kredit khusus harus juga dalam bentuk pinjaman mudharabah. Ia harus dipergunakan terutama untuk membiayai aktivitas produktif seperti wirausaha, petani, industri rumah tangga dan pembiayaan bisnis kecil lainnya, yang meskipun layak dan secara sosial diperlukan, tetapi tidak mendapatkan dana yang cukup dari bank-bank komersial dan LKNB. 60
58
Ibid. Ibid,. h.174-175 60 Ibid. 59
43
2. Saham Publik terhadap Deposito Unjuk Sebagian uang giral bank komersial, sampai ukuran tertentu, misalnya 25 persen, harus dialihkan kepada pemerintah untuk memungkinkannya membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial di mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak diinginkan. Ini merupakan tambahan bagi jumlah yang dilimpahkan kepada pemerintah oleh bank sentral untuk melakukan ekspansi basis moneter (Mo). Alasan di balik usulan ini, seperti yang sudah disebutkan di depan, adalah: pertama, bankbank komersial bertindak sebagai agen; kedua, bank-bank itu tidak membayar pengembalian apa pun pada uang giral; ketiga, publik tidak menanggung risiko apa pun pada deposito ini sekiranya ini sepenuhnya dijamin. Karena itu, adalah adil untuk mengharapkan bahwa sumber-sumber daya masyarakat yang menganggur dan dimobilisasikan dipergunakan untuk kemaslahatan sosial. Salah satu cara yang penting dalam menggunakannya untuk kemaslahatan umum adalah dengan mengalihkan sebagian deposito unjuk yang dimobilisasikan kepada pembendaharaan publik untuk membiayai proyek-proyek yang bermanfaat sosial tanpa memaksakan beban pada pundak publik lewat pajak yang dikumpulkan untuk tujuan ini oleh pembendaharaan. Seperti yang telah ditunjukkan di depan, pemerintah harus memikul beban sebagian ongkos total memobilisasi deposito unjuk, memberikan pelayanan kepada para deposan yang berkaitan dengan deposito ini, dan membiayai skema ansuransi deposito. 61 Perlu ditambahkan disini bahwa rasio 25 persen yang disebutkan di depan adalah sebagai batas maksimal dalam keadaan normal. Hal tersebut dapat dilampaui 61
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam , h. 142-143.
44
dalam keadaan-keadaan yang eksepsional, yaitu ketika terjadi keadaan darurat nasional atau ketika pemerintah harus berperan sebagai lokomotif dalam sebuah perekonomian yang dalam mengalami penurunan. Dalam sebuah resesi, bank-bank cenderung memiliki likuiditas berlebihan dan penggunaan yang lebih besar oleh pemerintah terhadap deposito unjuk akan memberikan pertolongan sementara kepada bank-bank tersebut melalui partisipasi pemerintah yang lebih besar dalam menanggung ongkos memobilisasi dan mencicil deposito ini. Dalam situasi normal, rasio yang dipakai pemerintah dapat lebih kecil dari 25 persen kecuali jika ia dipakai sebagai suatu mekanisme untuk menyalurkan sebagian laba ekstra bank pada saat perekonomian boom dan mengurangi likuiditas sektor swasta. 62
3. Cadangan Wajib Resmi Bank-bank
komersial
diwajibkan
untuk
menahan
suatu
proposal
tertentu,misalnya 10-20%, dari deposito unjuk mereka dan disimpan di bank sentral sebagai cadangan wajib. Bank sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank komersial, persis seperti pemerintah menggung ongkos memobilisasi 25 persen deposito unjuk yang dialihkan kepada pemerintah. Cadangan resmi ini dapat divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter.63 Alasan di balik cadangan wajib hanya diberlakukan kepada deposito unjuk, seperti yang telah disebutkan di depan, adalah sifat ekuitas deposito mudharabah dalam sebuah perekonomian Islam. Mengingat bentuk ekuitas lain dikecualikan dari
62 63
Ibid,. h. 143. Ibid,.
45
cadangan wajib resmi, tidak ada alasan untuk mewajibkan deposito mudharabah dengan ketentuan semacam ini. Hal ini tidak harus berdampak buruk pada kontrol sirkulasi uang yang harus direalisasikan melalui kontrol uang berdaya tinggi pada sumbernya seperti yang sudah disebutkan. 64 Dapat dikatakan bahwa cadangan wajib resmi juga akan membantu menjamin keamanan deposito dan likuiditas yang memadai bagi sistem perbankan. Tujuantujuan ini dapat dicapai melalui suatu kewajiban modal yang lebih tinggi, adanya aturan yang baik dan dijalankan dengan tepat, termasuk rasio likuiditas yang sesuai, diperkuat dengan sistem pengujian bank yang efektif. Hal ini lebih dipilih untuk menahan sebagian deposito mudharabah melalui dana kewajiban cadangan yang cenderung membuat kurang mendatangkan keuntungan dibandingkan dengan bentukbentuk ekuitas lainnya. Suatu ketentuan cadangan demikian juga akan mendorong pergeseran deposito mudharabah dari bank-bank komersial kepada institusi-institusi finansial lainnya dengan meletakkan bank-bank komersial kepada institusi-institusi finansial lainnya dengan meletakkan bank-bank komersial pada suatu posisi yang relatif kurang menguntungkan. 65 Dapat juga dikatakan bahwa pada praktiknya, perbedaan antara giro dan tabungan atau deposito berjangka menjadi kabur, terutama jika cek dapat ditulis untuk deposito berjangka. Kemungkinan seperti ini secara subtansial dapat dikurangi dalam sistem Islam karena sifat ekuisitas deposito mudharabah dan keterlibatan dalam risiko yang diperlukan. Walaupun demikian, bank-bank Islam mungkin
64 65
Ibid,. Ibid,. h. 143-144.
46
bersedia, seperti halnya dengan mitra mereka bank-bank konvensional, untuk mencairkan cek yang ditulis untuk deposito tabungan atau memperbolehkan penarikan deposito mudharabah sebelum kadaluwarsa (jatuh tempo), dengan atau tanpa pemberitahuan. Untuk menghadapai kemungkinan seperti itu, bank-bank harus mempertahankan sejumlah kecil deposito demikian sebagai kas dalam saku, menyusul praktik perbankan konvensional. Jika mereka dituntut juga untuk mempertahankan cadangan dengan bank sentral untuk deposito ini, cadangancadangan akan cenderung beku dan tidak tersedia bagi bank untuk memperbolehkan penarikan. 66 Dana-dana yang diterima oleh bank sentral melalui kewajiban cadangan resmi dapat dipergunakan untuk memungkinkannya dengan dua tujuan. Sebagian dari dana harus dipergunakan untuk memungkinkannya melayani peminjaman sebagai lender of last resort. Bank-bank komersial Islam, dengan sumber-sumber daya yang ada padanya dalam suatu kerangka bagi hasil, mungkin akan mendapatkan tugas memprediksi cashflow-nya yang lebih sulit daripada perbankan konvensional. Karena itu, disamping persiapan-persiapan yang sudah disarankan tadi, mungkin ada peluang ketika memerlukan bantuan dari bank sentral sebagai leder of last resort. Bank sentral dapat menciptakan suatu penghimpunan umum untuk meningkatkan sumbersumber daya melalui suatu kewajiban cadangan khusus atau diversi proporsi tertentu dari total cadangan resmi bank komersial. Fungsi utama penghimpunan ini adalah untuk memungkinkan bank sentral berfungsi sebagai lender of last resort dalam batas-batas yang disepakati untuk menghindarkan penggunaan fasilitas ini secara 66
Ibid,.
47
tidak benar. Dalam suatu situasi krisis, bank sentral dapat melampaui batas-batas ini, seperti yang telah disarankan, dengan hukuman-hukumanyang tepat dan peringatanperingatan serta suatu program korektif yang sesuai. 67 Sisa dana yang ditingkatkan melalui cadangan wajib dapat diinvestasikan oleh bank sentral Islam, seperti yang dilakukan oleh bank sentral kapitalis. Karena obligasi pemerintah yang mengandung bunga tidak tersedia, bank sentral Islam harus menemukan lahan-lahan alternative bebas bunga untuk investasi. Bagaimanapun juga, ia harus menahan diri dari melakukan investasi berapa pun dana yang ia anggap perlu untuk kebijakan moneter. 68
4. Pembatas Kredit Alat-alat yang disebut diatas akan mempermudahkan bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, akspansi kredit masih dapat melebihi batas yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena; pertama, tidak mungkin menentukan secara akurat kucuran dana kepada system perbankan, selain yang telah disediakan oleh pinjaman mudharabah bank sentral, terutama dalam sebuah pasar uang yang masih kurang berkembang, seperti yang ada di Negaranegara muslim; kedua, hubungan antara cadangan bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Perilaku sirkulasi uang mereflesikan sebuiah uanteraksi yang kompleks oleh berbagai faktor internal dan eksternal perekonomian. Karena itu, perlu menetapkan adanya batasan pada kredit bank komersial untuk menjamin bahwa
67 68
Ibid,. h. 144-145. Ibid,.
48
penciptaan kredit total adalah konsisten dengan target-target moneter. Dalam alokasi batasan di antara bank-bank komersial individual, perlu melakukan kehati-hatian sehingga terjamin terwujudnya kompetisi yang sehat di antara bank-bank. 69
5. Alokasi Kredit yang Berorientasi kepada Nilai Mengingat kredit bank terjadi karena dana yang dimiliki oleh publik, kredit harus dialokasikan dengan tujuan supaya membantu merealisasikan kemaslahatan social secara umum. Kriteria untuk alokasi ini, seperti dalam kasus sumber-sumber daya yang disediakan Allah pada umumnya, harus merealisasikan sasaran-sasaran masyarakat Islam dan kemudian memaksimalkan keuntungan privat. Hal ini dapat dicapai dengan menjamin bahwa: a. Alokasi kredit akan menimbulkan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar anggota msyarakat. b. Manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis dalam masyarakat. Cara yang tepat untuk mencapai tujuan utama adalah dengan mempersiapkan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai dan kemudian menyambungkan perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial untuk implementasi yang efisien. Pendekatannya harus: pertama, menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang sektor dan area mana dalam ekonomi yang harus didorong lewat pembiayaan bankbank komersial dan apa sasaran-sasaran yang harus direalisasikan; kedua, mengadopsi tindakan-tindakan institusional untuk tujuan ini seperti tak ada upaya 69
Ibid,.
49
yang dilakukan untuk mengikat bank-bank komersial dengan suatu jaringan kontrol. Operasi kekuatan-kekuatan pasar telah diakui oleh Islam, namun dalam kerangka nilainya. Sekiranya perencanaan tersebut menentukan kerangka nilai dan tindakantindakan institusional yang diperlukan untuk dilakukan, tidak perlu memiliki kontrolkontrol yang kaku atau memiliki intervensi yang berlebihan. 70 Alasan yang secara normal diberikan oleh bank-bank komersial untuk memberikan sebagian kecil dana (kredit) kepada pengusaha kecil dan menengah adalah risiko yang lenih besar dan biaya yang dilibatkan dalam pembiayaan. Karena itu, usaha kecil menghadapi dua kesulitan: tidak mampu mendapatkan pembiayaan dari perbankan atau mendapatkannya dengan persyaratan yang berat dibandingkan dengan mitra usaha besar mereka. Dengan demikian, pertumbuhan dan kelangsungan hidup usaha kecil terganggu meskipun mereka memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan memasok output dan memperbaiki distribusi pendapatan. Oleh karena itu, risiko dan biaya dari pembiayaan semacam itu perlu dikurang. Risiko dapat dikurangi dengan memperkenalkan seatu skema jaminan pinjaman yang dijamin sebagian oleh pemerintah dan sebagian lagi oleh bank komersial. Dalam hal bank-bank Islam, skema jaminan tidak dapat menjamin pengembalian utang dengan bunga seperti dalam kasus bank-bank konvensional. Skema ini akan dilakukan sesudah investigasi yang tepat terhadap usaha yang dimaksud. Ia juga akan melakukan training bisnis untuk mempertahanakan rekening yang diinginkan dan dipersiapkan agar selalu dapat diaudit kapan saja saat diperlukan. Dengan demikian, sejumlah usaha bisnis skala akan dapat memperoleh 70
Ibid,. h. 145-146.
50
pembiayaan dari bank. Pada saat terjadi kegagalan pasar dan kerugian, bank tentu akan ikut berbagi konsekuensi dengan bisnis, sesuai dengan proporsi pembiayaan yang diberikan
6. Teknik yang Lain Senjata kualitatif dan kuantitatif di atas dapat dilengkapi dengan senjatasenjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan. Termasuk diantaranya adalah “rayuan moral” yang akan menempati kedudukan penting dalam perbankan sentral Islam. Bank sentral melalui kontrak personalnya, konsultasi dan rapat-rapat dengan bank-bank komersial, dapat saling bahu-membahu menjaga kekuatan dan memecahkan persoalan perbankan serta memberikan saran kepada mereka tentang tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan mencapai tujuan yang diinginkan. 71 Tiga instrumen yang dapat dipakai oleh bank sentral untuk menciptakan suatu dampak yang lebih langsung pada cadangan bank-bank komersial dari pada suku bunga diskonto dan operasi pasar adalah uang giral pemerintah yang ada pada bankbank komersial, persetujuan tukar mata uang asing oleh bank sentral dengan bankbank komersial, dan pengumpulan umum. Efek yang sama juga dapat dicapai dengan penggunaan, dalam suatu batas tertentu, perjanjian pertukaran mata uang asing (dimungkinkan di Negara-negara yang tidak memiliki control devisa). Bank sentral dapat menukar mata uang lokal dengan valuta asing ketika bank mereka tertekan, dengan berusaha bahwa bank 71
Ibid,. h. 147.
51
teresebut akan membeli kembali valuta dari bank sentral setelah melalui periode tertentu dengan laju pertukaran yang berlaku, tentu tunduk kepada sebaran. Sebaran antara laju pembelian dan pembelian kembali dapat divariasikan oleh bank sentral untuk menghukum atau meringankan bank-bank komersial, seperti yang dikehendaki. Fasilitas ini tidak boleh disediakan bagi bank-bank untuk melakukan spekulasi valas. Instrumen ketiga yang juga dapat dipakai secara efektif untuk tujuan-tujuan kebijakan moneter oleh bank sentral, mirip dengan pemberian diskonto kembali dalam bank-bank sentral konvensional, adalah penghimpunan umum. Ini seperi perjanjian kooperatif antara bank-bank dalam naungan bank sentral untuk menyediakan keringanan kepada bank-bank pada saat menghadapi persoalan likuiditas. 72
72
Ibid,. h. 149.
52
BAB IV PELUANG PEMIKIRAN M. UMER CHAPRA DI INDONESIA
A. Kebijakan Moneter di Indonesia Peran yang dilakukan bank sentral dalam perekonomian suatu Negara sangat penting, terutama di bidang moneter, keuangan dan perbankan. Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undang-undang RI No. 23 Tahun 1999 adalah lembaga Negara yang independen. Dalam kapasitasnya sebagai otoritas moneter, bank Indonesia mempunyai tujuan, tugas, dan wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya. Salah satu sasaran tunggalnya yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai mata uang rupiah. 73 Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta mengatur dan mengawasi bank. 74 Terminologi kestabilan nilai rupiah paling tidak menimbulkan dua interpretasi. Kestabilan secara internal, yaitu kestabilan harga, atau kestabilan eksternal, yaitu kestabilan nilai tukar. Pilihan atas kedua interpretasi yang berbeda tersebut mempunyai kerangka implementasi yang berbeda dalam hal kerangka kebijakan moneter yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran kestabilan. Dalam mencapai sasaran kebijakan moneter sesuai dengan interpretasi tersebut, Bank Indonesia dapat memilih baik target-target kuantitas (quantity targeting) seperti 73
Tri Kunawangsih Pracoyo dan Antyo Pracoyo, Aspek Dasar Ekonomi Makro di Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), h. 165. 74 Kasmir, Pemasaran Bank, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.14.
53
jumlah uang beredar (Mo, M1, atau M2), maupun target-target harga (price targeting) seperti suku bunga (SBI, PUAB, deposito, atau pinjaman). 75 Indonesia banyak mendapat keuntungan besar dari keterbukaannya kepada perekonomian dunia. Indonesia menikmati hubungan yang sangat dekat dengan komunitas
bantuan
internasional,
baik
donor
bilateral
maupun
organisasi
multinasional. 76 Perkembangan perbankan syariah dengan cepat, serta jumlah cabang dari bank syariah baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah dari bank umum konvensional, juga meningkatnya kemampuan dalam menyerap dana masyarakat yang terlihat dari dana simpanan pihak ketiga yang tertera di neraca bank-bank syariah tersebut. Hal tersebut mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk lebih menaruh perhatian dan lebih hati-hati dalam menjalankan fungsi pengawasannya sebagai bank sentral yang bertugas mengawasi bank-bank umum yang ada di bawahnya sekaligus dengan tidak mengganggu momentum pertumbuhan ban-bank syariah.77 BI dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut: a. Giro Wajib Minimum (GWM), biasanya dinamakan Statutory Reserve Requirement, yaitu simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan persentase tertentu dari dana
75
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 100-101. 76 Hal Hill, Ekonomi Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 90. 77 Ahmad Syukri, “Implementasi Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari http://asyukri.wordpress.com/2009/05/27/implementasi-kebijakanmoneter-dan-fiskal-dalam-islam. html.
54
pihak ketiga. GWM ini adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking) serta juga mempunyai peran sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan jumlah peredaran uang. Dalam pelaksaannya GWM ini besarnya adalah 5% dari dana pihak ketiga yang berbentuk IDR (Rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan dan pihak ketiga dimaksud di sini adalah dalam bentuk: 1) Giro Wadiah 2) Tabungan Mudharabah 3) Deposito Investasi Mudharabah 4) Kewajiban lainnya. Dana pihak ketiga bank dalam IDR ini tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia (BI) dan BPR. Sedangkan dan pihak ketiga dalam mata uang asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak ketiga termasuk bank dan Bank Indonesia (BI) yang terdiri dari: 1) Giro Wadiah 2) Deposito Investasi Mudharabah 3) Kewajiban lainnya. Adapun kesalahan dan keterlambatan dalam penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM ini dikenakan denda oleh Bank Indonesia.
55
Sedangkan untuk bank yang melakukan pelanggaran GWM ini dikenakan sanksi baik kekurangan dari minimum maupun kekurangan negatif. b. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (Sertifikat IMA), serifikat IMA adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah yang berlebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dan di lain pihak sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana. Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pemindahtanganankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran akan dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan bagi hasil (yang dibayarkan awal bulan berikutnuya dengan nota kredit melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia, atau transfer elektronik). c. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), SWBI adalah instrument Bank Indonesia yang sesuai syariah Islam yang digunakan. Selain itu, SWBI ini juga dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek. Dalam operasionalnya, SWBI ini mempunyai suatu nilai nominal minimum Rp 500 juta dengan jangka waktu yang dinyatakan dalam hari (misalnya: 7 hari, 14 hari, 30 hari). Pembayaran dan pelunasan SWBI adalah melalui debet/kredit rekening giro bank yang ada di Bank Indonesia. Jika jatuh tempo dana akan dikembalikan beserta bonus yang ditentukan berdasarkan sertifikat IMA. 78
78
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.
234.
56
B. Analisis Peluang Implementasinya di Indonesia Sebagaimana diketahui efektifitas kebijakan moneter sangat tergantung pada kondisi dari dunia perbankan, terutama dalam penyaluran kredit (pembiayaan). Agar dapat mencapai sasaran, otoritas moneter harus memahami mengenai masalah bagaimana sektor perbankan akan bereaksi terhadap perubahan dalam kebijakan moneter secara lengkap. Dan pada kenyataanya bank terhubung dengan sektor riil melalui aktivitas penyaluran kredit (pembiayaan). Dibutuhkan suatu instrumen yang lain agar dapat tercipta keseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter, jadi kebijakan yang harus ditempuh adalah yang bisa mempengaruhi permintaan dan penawaran uang secara bersama. Kita tidak dapat mengandalakan satu instrument kebijakan saja. Harus ditemukan cara untuk meningkatkan permintaan kredit (pembiayaan) dan mendorong investasi di sektor riil. Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
57
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter. Dalam perekonomian dapat menjadi wacana yang penting untuk dipertimbangkan dan dikaji bahkan diimplementasikan lebih lanjut di Indonesia. Bukan hal yang mustahil untuk menerapkan pemikiran M. Umer Chapra ini di Indonesia.
Mengingat pada tahun 2008 telah disahkan undang-undang baru bank syariah (UUPS) yang menggantikan UUPS tahun-tahun sebelumnya. Terjadi peningkatan jumlah cabang bank syariah , baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah bank umum konvensional. Meningkatnya kemampuan menyerap dana masyarakat terlihat dari dana simpanan yang tercantum di neraca bank-bank syariah tersebut. pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset
58
sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%. Hal tersebut mengharuskan Bank Indonesia, sebagi bank sentral dan bank yang memiliki otoritas moneter, lebih menaruh perhatian dan lebih berhati-hati dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap bank-bank umum, tanpa mengganggu momentum pertumbuhan bank-bank syariah tersebut.
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
59
M. Umer Chapra percaya bahwa sebuah sistem moneter yang adil dapat ditegakkan hanya pada prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sehingga dapat membimbing manusia dalam upayanya menegakkan sistem ekonomi yang mengkombinasikan kemajuan ekonomi, keadilan dan menjamin standar hidup lebih tinggi yang melaju sama cepatnya dengan setandar moral yang tinggi.
60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Bedasarkan analisis yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1.
Konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter yaituTarget Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentu mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrumen kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.Statutory Reserve Requirement (Cadangan Wajib Minimum). Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory Reserve Requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus 61
membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial. Alokasi Kredit yang Berorientasi Kepada Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank. Teknik yang Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral suasion atau himbauan moral. 2.
Pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter. Dalam perekonomian dapat menjadi wacana yang penting untuk dipertimbangkan dan dikaji bahkan diimplementasikan lebih lanjut di Indonesia. Bukan hal yang mustahil untuk menerapkan pemikiran M. Umer Chapra ini di Indonesia. Mengingat pada tahun 2008 telah disahkan undang-undang baru bank syariah (UUPS) yang menggantikan UUPS
62
tahun-tahun
sebelumnya.
Terjadi
peningkatan jumlah cabang bank syariah , baik dari bank umum yang berdasarkan syariah maupun divisi syariah bank umum konvensional
B. Saran 1. Untuk merealisasikan sasaran-sasaran ekonomi Islam, tidak saja harus melakukan reformasi perekonomian dan masyarakat sejalan dengan dengan garis-garis Islam, tetapi juga memerlukan peran positif pemerintah dan semua kebijakan Negara termasuk fiskal, moneter dan pendapatan, harus berjalan seirama. 2. Bagi negara-negara yang didominasi penduduk muslim yang belum memakai ekonomi yang berasaskan syari’at Islam, diharapkan beralih kepada sistem yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah atau yang kita kenal dengan sistem ekonomi Islam. 3. Perlu diadakan kajian tentang moneter Islam dan ekonomi Islam serta perananya dan prospek kedepan. Serta keuntungan yang akan diperoleh untuk masyarakat agar terciptanya mashalahah bersama, dan kajian-kajian lainnya yang menyangkut tentang keuntungan menerapkan sistem ekonomi Islam.
63
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Granada Press, 2007. Chapra, M. Umer. Reformasi Ekonomi Sebuah Solusi Perspektif Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. ---------. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani Press, 2000. ---------. Islam and the Economic Challenge. Riyadh: International Islamic Publishing House, 1992. ---------. Islamic and Economic Developmet. Islamabad: Islamic Research Istitute Press, 1993. ---------. Sistem Moneter Islam. Gema Insani Press: Jakarta, 2000. ---------. Al Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. ---------. Islam dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer. Surabaya: Risalah Gusti, 1999. Daniel, Moehar. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003. Huda, Nurul. dkk. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Hill, Hal. Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Jusmaliani. Dkk. Kebijakan Ekonomi dalam Islam. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005 Kasmir, Pemasaran Bank. Jakarta: Prenada Media, 2004. Mannan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995. Mujahidin, Akhmad. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
64
Pohan, Aulia. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Rochaety, Ety. dkk. Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004. Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern. T.tp: PARADIGMA & AQSA Publishing, 2007. Suprayatino, Eko. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. Pracoyo, Tri Kunawangsih dan Pracoyo, Antyo. Aspek Dasar Ekonomi Makro di Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo, 2007. Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004. Bank Sentral Republik Indonesia. “Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia.” artikel diakses pada 14 Maret 2010 dari http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Operasi+Moneter/Penjelasan+Operasi+ Moneter. Html BSO KSEI FE UNJ, “Tokoh : M. Umer Chapra,” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari http://kseiunj.blogspot.com/2009/06/masa-kecilnya-ia-habiskan-ditanah.html Chapra, M. Umer,“Buku dan Karya Tulis,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://www.muchapra.com/. Html Ekonomi Syariah, “Dr. M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 15 Juni 2010 dari http://blogekonomisyariah.wordpress.com/2010/03/30/dr-m-umer-chapratokoh-ekonomi-islam-kontemporer/. Html Luqman, “Dr. M. Umer Chapra, ekonom muslim kontemporer,” artikel diatas diakses pada 14 Juni 2010 dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/07/28/dr-mumer-chapra-ekonom-muslim-kontemporer. html Mardian,Willy. “Lebih Dekat Dengan Dr Muhammad Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://telagaalkautsar.multiply.com/journal/item/161/Lebih_Dekat_Dengan_D r_Muhammad_Umer_Chapra_. html 65
Susanto, Eko. “biografi DR.M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://indonesiakiblatekonomiislamdunia.blogspot.com/2009/06/biografi-drmumer-chapra.html Syukri, Ahmad, “Implementasi Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari http://asyukri.wordpress.com/2009/05/27/implementasi-kebijakan-moneterdan-fiskal-dalam-islam. html.
66