BAB III KONSEP PEMIKIRAN M UMER CHAPRA TENTANG SUMBER-SUMBER UTAMA EKSPANSI MONETER
A. Biografi M Umer Chapra M. Umer Chapra adalah seorang ahli ekonomi yang mendapat pendidikan S2 (master) di Karachi dan S3 (Ph.D) di Minnesota. Ia memiliki pengalaman mengajar dan meneliti di bidang ekonomi.1 M.Umer Chapra adalah ekonom kelahiran Pakistan. Mengajar di beberapa perguruan Tinggi di Amerika Serikat. Ia
lebih dikenal dengan
M.Umer Chapra, dilahirkan di Pakistan pada bulan Pebruari tahun 1933. Dia adalah seorang ekonom profesional dan seorang sarjana Islam yang mempunyai komitmen. Pada dirinya seseorang akan melihat gabungan model baru kesarjanaan Islam, dimana arus pengetahuan tradisional dan modern saling memenuhi satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan akademiknya. Pada tahun 1950 dia mengikuti ujian masuk di Universitas Karachi, Pakistan. Setelah mendapatkan gelar B. Com. (= BBA) dan M.Com. (= MBA), keduanya dari Universitas Karachi pada tahun 1954 dan tahun 1956, dia memperoleh gelar Ph.D dalam bidang ekonomi pada tahun 1961 dengan predikat cum laude dari Universitas Minnesota, Minneapolis, Amerika Serikat.2
1
Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta: LPPI, 2001, hlm. 59 Biografi M.Umer Chapra dalam Introduction of Dr..M. M.Umer Chapra, http://www .geogle. com/M.Umer Chapra/biografi.htm. 2
42
43
Nama M.Umer Chapra selalu melekat dengan sejumlah lembagalembaga riset akademik bergengsi. Pada tahun 1961 tidak lama setelah kembalinya ke Pakistan, dari Amerika Serikat, dia bergabung dengan Central Institute of Islamic Research selama dua tahun dan secara sistematis mengkaji gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam tradisi Islam yang menurut pandangannya dapat memenuhi premis intelektual bagi sebuah sistem ekonomi yang sehat. Disamping bergabung sebagai reader (associate professor) pada Central Institute of Islamic Research, dia juga bekerja sebagai ekonom senior dan Associate Editor pada Pakistan Development Review di Pakistan Institute of Economic Development. Pada tahun 1964, M.Umer Chapra berangkat kembali ke Amerika Serikat. Dia mempunyai pengalaman yang luas dalam mengajar di berbagai universitas dan institusi profesional diantaranya: Harward Law School, Universitas Autonoma, Madrid, Universitas Loughborough, U.K., Oxford Center for Islamic Studies, London School of Economic, Universitas Malaga, "' Spanyol. Setelah mengajar ekonomi di beberapa Universitas di Amerika Serikat selama beberapa tahun, M.Umer Chapra bergabung dengan Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA), Riyadh, sebagai penasehat ekonominya dan pensiun dari lembaga ini pada tahun 1999. Dia juga bekerja sebagai penasehat riset pada Islamic Receach and Training Institute (IRTI) di Islamic Development Bank (1DB), Jeddah. Posisi ini menyebabkan M.Umer Chapra aktif dalam membangun ekonomi Arab Saudi. Sebagai penghargaan atas
44
jasanya pada tahun 1983 M.Umer Chapra dianugerahi kebangsaan Arab oleh King Khalid atas permohonan Menteri Keuangan Syekhh Muhammad Abd alKhail. Selain itu M.Umer Chapra juga aktif dalam berbagai organisasi international dan regional, seperi IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC, dan GCC. Di bidang jurnalistik, dia aktif sebagai dewan pengurus redaksi dalam berbagai jurnal, termasuk Economic Jurnal of The Royal Economic Society, U.K. Disamping aktif dalam berbagai kegiatan ekonomi, M.Umer Chapra juga aktif memberikan ceramahnya secara teratur mengenai al-Qur'an, hadis, dan fiqh. M.Umer Chapra menerima banyak penghargaan karena gagasangagasannya yang cemerlang. Pada tahun 1990, dia mendapat penghargaan Islamic Development Bank Award karena pengabdiannya pada ekonomi Islam dan King Faisal Internasional Price untuk kajian Islam. Pada bulan Agustus 1995, M.Umer Chapra mendapat medali emas dari Institute of Overseas Pakistanis (IOP) yang diserahkan langsung oleh Presiden Pakistan pada konferensi pertama IOP di Islamabad. 3
B. Karya-karya M.Umer Chapra Berbagai kegiatan yang menyita perhatian M.Umer Chapra, mulai dari mengajar, riset dan merumuskan kebijakan, tidak menyurutkan semangatnya
3
Biografi M.Umer Chapra dalam Introduction of Dr..M. M.Umer Chapra, http://www .geogle. com/M.Umer Chapra/biografi.htm. lihat juga M.M.Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer, terj. Nur Hadi Ihsan dan Rifqi Amar, Surabaya Risalah Gusti, 1999, hlm. xxii – xxiii. M.M.Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. xvi – xvii
45
untuk berkarya dalam hal tulis menulis. Hal ini dapat dilihat pada beberapa tulisannya baik dalam bentuk buku maupun artikel. M.Umer
Chapra
menjadi
sangat
terkenal
karena
sumbangan
pemikirannya bagi ekonomi dan keuangan Islam selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir. Di tengah-tengah kesibukannya mengajar di berbagai universitas, dia tetap tidak meninggalkan kebiasaan baiknya untuk menulis, terbukti lebih dari 12 buku sudah dia susun, 70 naskah dan sembilan buku ulasan. Beberapa di antara karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, diantaranya Bahasa Perancis, Jepang, Jerman, Spanyol, Polandia, Arab, Urdu, Turki, Malaysia, Indonesia dan Bangladesh. Buku pertama yang ditulis M.Umer Chapra berjudul "The Economic System of Islam: A Discussion of It's Goals and Nature", diterbitkan oleh The Islamic Foundation tahun 1970. Karyanya yang lain diterbitkan oleh penerbit yang sama pada tahun 1970 adalah The Islamic Welfare State and It's Role in The Economy. Di antara karya-karya M.Umer Chapra yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia adalah: a. Toward a Just Monetary System (diterbitkan oleh The Islamic Foundation, Leicester, 1985), dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Sistem Moneter Islam, (Jakarta; Gema Insani Press, 2000). Buku inilah yang telah membawanya memperoleh medali bergengsi, yaitu Islamic Development Bank Award dan King Faisal International Price
46
(1990) dan telah menegaskan kredensialnya sebagai tokoh intelektual terkemuka yang sangat berpengaruh di dalam dunia Islam. Buku ini berisi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan analisa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan sistem perbankan dan keuangan Islam, di mana penghapusan riba merupakan salah satu jawaban atas
persoalan-persoalan
ekonomi
yang
ingin
ditegakkan
dalam
menciptakan keadilan sosioekonomi. b. Islam and Economic Development (diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought and Islamic Research Institute, Herndan, 1989) dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta; Gema Insani Press, 2000). Buku ini merupakan versi yang telah diperluas dari sebuah paper yang dipresentasikan M.Umer Chapra pada sebuah seminar tentang ekonomi Islam yang diadakan di Kairo bulan September 1988 di bawah sponsor International Institute of Islamic Thought, Herndan, VA (USA) dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.4 c. Islam and The Economic Challenge (diterbitkan oleh the Islamic Foundation and the International Institute of Islamic Thought, Herndan, 1995) dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) Dalam karya ilmiah ini M.Umer Chapra mengkaji dengan kecanggihan dan ketelitian seorang pakar terhadap tiga sistem ekonomi 4
Muslim H.Kara, Bank Syari'ah di Indonesia, Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Perbankan Syari'ah, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 51-52
47
Barat dan berakhir dengan suatu lembaran neraca realistis dari prestasiprestasinya maupun kegagalan-kegagalannya. Dia juga mengemukakan pendekatan Islam terhadap ekonomi dan persoalan-persoalannya serta mengajukan saran-saran konkrit bagi restrukturisasi perekonomian dunia Islam, sekaligus memperlihatkan jalan-jalan baru menuju perencanaan pembangunan. d. The Future of Economic: An Islamic Perspective (diterbitkan oleh The Islamic Foundation, Laicester, 2000) dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001). Buku ini merupakan elaborasi yang lebih rinci dari gagasangagasan yang disampaikan M.Umer Chapra dalam suatu ceramah di gedung Islamic Development Bank, Jeddah, pada tanggal 29 Oktober 1990, Sejak itu, ceramah tersebut dipublikasikan oleh IDB sebagai suatu monograf dengan judul what is islamic economic? The Future of Economics : An Islamic Perspective merupakan suatu kontribusi seminar bukan saja bagi literatur ekonomi Islam, melainkan juga bagi perdebatan ekonomi kontemporer. Pesan dari buku ini adalah bahwa ilmu ekonomi membutuhkan pengayaan moral dari perspektif Islam sehingga ia benar-benar berguna bagi umat manusia dalam mencari tatanan dunia yang adil.5
5
Ibid, hlm. 52
48
C. Konsep Pemikiran M. Umer Chapra Tentang Kebijakan Moneter Melalui Tiga Sumber Utama Ekspansi Moneter Gagasan M.Umer Chapra tentang kebijakan moneter ia tuangkan dalam penjelasan yang cukup jelas. Ia mengatakan bahwa untuk menciptakan iklim pertumbuhan moneter yang memadai dalam arti mencukupi, dan tidak "berlebihan", perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter. Dua di antaranya adalah domestik. Pertama, membiayai defisit anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral. Kedua, ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial. Ketiga, bersifat eksternal, yaitu "menguangkan" surplus neraca pembayaran luar negeri. Pertama, defisit fiskal. Menurutnya tak ada kontroversi di kalangan para ekonom mengenai apakah defisit fiskal dapat dan memang telah dilakukan menjadi suatu sumber penting bagi ekspansi moneter "ekspansif.6 Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengambil sumbersumber riil pada laju yang lebih cepat dari yang berkesinambungan pada tingkat harga yang stabil, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat penawaran uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan, di negara-negara industri utama, defisit fiskal yang besar telah menjadi sebab utama kegagalan memenuhi target suplai uang. Hal ini cenderung menggeser beban perjuangan dalam menghapuskan inflasi pada kebijakan moneter. Akan tetapi, seperti yang secara sangat tepat dinyatakan oleh para ekonom yang tergabung dalam Economists Advisory Group Bussiness Research Study, 6
M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin Basri, Towards a Just Monetary System, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 137
49
"makin besar ketergantungan sektor pemerintah kepada sistem perbankan, makin sukar bagi bank sentral untuk melakukan suatu kebijakan moneter yang konsisten. Kedua, penciptaan Kredit Bank Komersial Deposito bank komersial merupakan bagian penting dari penawaran uang. Sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, "deposito primer" yang menyediakan sistem perbankan dengan basis uang (uang kontan dalam bank + deposito di bank central). Kedua, "deposito derivatif" yang dalam sebuah sistem cadangan proporsional mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan merupakan sumber utama ekspansi moneter dalam perekonomian dengan kebiasaan perbankan yang sudah maju.
Ketiga, surplus neraca pembayaran Hanya sebagian kecil negara-negara muslim menikmati surplus neraca pembayaran, sedangkan sebagian besar dari mereka mengalami defisit. Untuk menjalankan
tiga
sumber
utama
ekspansi
moneter
di
atas,
maka
mekanismenya terdiri atas enam elemen.
1. Target Pertumbuhan dalam M dan M0 Setiap tahun, bank sentral harus menentukan pertumbuhan peredaran uang yang diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk laju pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, tetapi yang berkesinambungan
50
dan stabilitas mata uang. Target pertumbuhan dalam M ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau kapan saja bila diinginkan dengan melihat kinerja perekonomian dan trend (arah) variabel-variabel (faktor tidak tetap) penting lainnya. Hal ini disebabkan karena target moneter menganggap bahwa kecepatan pendapatan uang (income velocity of money) dapat diprediksi (diramalkan) dengan tepat selama periode tersebut. Sementara itu, hal ini dapat diharapkan lebih tepat dalam suatu perekonomian Islam sesudah penghapusan bunga dan implementasi reformasi yang disarankan. Walaupun begitu, ia akan diperlukan untuk menjaga target agar tetap terkontrol. Targettarget ini jangan terlalu sering diubah kecuali terdapat gejolak-gejolak ekonomi, baik domestik maupun eksternal. Mengingat telah diakui bahwa pertumbuhan pada M berkaitan erat dengan pertumbuhan dalam M0 atau uang berdaya tinggi (high powered money) yang didefinisikan sebagai mata uang dalam sirkulasi plus deposito pada bank sentral, bank sentral harus mengatur ketersediaan dan pertumbuhan M0. Tentu saja, hal ini menuntut suatu kebijakan fiskal yang berorientasi kepada sasaran dan pengaturan yang tepat terhadap akses lembaga keuangan untuk mendapatkan kredit dari bank sentral. Seperti yang sudah disebutkan di depan, suatu kebijakan fiskal yang baik perlu bagi semua negara untuk memenuhi target-target moneter. Akan tetapi, nyaris tidak dapat dihindarkan di negara-negara muslim, di mana peran kebijakan moneter secara alami terbatas karena kurangnya pasar uang yang terorganisasi dengan baik.
51
2. Saham Publik terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral) Sebagian uang giral bank komersial, sampai ukuran tertentu, misalnya 25 persen, harus dialihkan kepada pemerintah untuk memungkinkannya membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara sosial di mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak diinginkan. Ini merupakan tambahan bagi jumlah yang dilimpahkan kepada pemerintah oleh bank sentral untuk melakukan ekspansi basis moneter (M0). Alasan di balik usulan ini, adalah: pertama, bank-bank komersial bertindak sebagai agen; kedua, bank-bank itu tidak membayar pengembalian apa pun pada uang giral; dan ketiga, publik tidak menanggung resiko apa pun pada deposito ini sekiranya ini sepenuhnya dijamin. Karena itu, adalah adil untuk mengharapkan bahwa sumber-sumber daya masyarakat yang menganggur dimobilisasikan dan dipergunakan untuk kemaslahatan sosial. Salah satu cara yang penting dalam menggunakannya untuk kemaslahatan umum adalah dengan mengalihkan sebagian deposito untuk dimobilisasi kepada perbendaharaan publik untuk membiayai proyekproyek yang bermanfaat secara sosial tanpa memaksakan beban pada pundak publik lewat pajak yang dikumpulkan untuk tujuan ini oleh perbendaharaan. Seperti yang telah ditunjukkan di depan, pemerintah harus memikul beban sebagian ongkos total memobilisasi deposito untuk memberikan pelayanan kepada para deposan yang berkaitan dengan deposito ini dan membiayai skema asuransi deposito. Perlu ditambahkan di sini bahwa rasio 25 persen yang disebutkan di depan adalah sebagai batas maksimal dalam keadaan normal. Barangkali, hal
52
itu dapat dilampaui dalam keadaan-keadaan yang eksepsional, yaitu ketika terjadi keadaan darurat nasional atau ketika pemerintah harus berperan sebagai lokomotif dalam sebuah perekonomian yang sedang mengalami penurunan. Dalam sebuah resesi, bank-bank cenderung memiliki likuiditas berlebihan dan penggunaan yang lebih besar oleh pemerintah terhadap deposito akan memberikan pertolongan sementara kepada bank-bank tersebut melalui partisipasi pemerintah yang lebih besar dalam menanggung ongkos memobilisasi dan mencicil deposito ini. Dalam situasi normal, rasio yang dipakai pemerintah dapat lebih kecil dari 25 persen kecuali jika ia dipakai sebagai suatu mekanisme untuk menyalurkan sebagian laba ekstra bank pada saat perekonomian boom dan mengurangi likuiditas sektor swasta. 3. Cadangan Wajib Resmi Bank-bank komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu, misalnya 10-20%, dari deposito unjuk mereka dan disimpan di bank sentral sebagai cadangan wajib. Bank sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank komersial persis seperti pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25 persen deposito unjuk yang dialihkan kepada pemerintah. Cadangan resmi ini dapat divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter. Alasan di balik cadangan wajib hanya diberlakukan kepada deposito unjuk, seperti yang telah disebutkan di depan, adalah sifat ekuitas deposito mudharabah dalam sebuah perekonomian Islam. Mengingat bentuk ekuitas lain dikecualikan dari cadangan wajib resmi, tak ada alasan untuk mewajibkan
53
deposito mudharabah dengan ketentuan semacam ini. Hal ini tidak harus berdampak buruk pada kontrol sirkulasi uang yang harus direalisasikan melalui kontrol uang berdaya tinggi pada sumbernya seperti yang sudah disebutkan di depan. Dapat dikatakan bahwa cadangan wajib resmi juga akan membantu menjamin keamanan deposito dan likuiditas yang memadai bagi sistem perbankan. Tujuan-tujuan ini dapat dicapai melalui suatu kewajiban modal yang lebih tinggi, adanya aturan yang baik dan dijalankan dengan tepat, termasuk rasio likuiditas yang sesuai, diperkuat dengan sistem pengujian bank yang efektif. Hal ini lebih dipilih untuk menahan sebagian deposito mudharabah melalui dana kewajiban cadangan yang cenderung membuat kurang mendatangkan keuntungan dibandingkan dengan bentuk-bentuk ekuitas lainnya. Suatu ketentuan cadangan demikian juga akan mendorong pergeseran deposito mudharabah dan bank-bank komersial kepada institusiinstitusi finansial lainnya dengan meletakkan bank-bank komersial pada suatu posisi yang relatif kurang menguntungkan. Dapat juga dikatakan bahwa pada praktiknya, perbedaan antara giro dan tabungan atau deposito berjangka menjadi kabur, terutama jika cek dapat ditulis untuk deposito berjangka. Kemungkinan seperti ini secara substansial dapat dikurangi dalam sistem Islam karena sifat ekuitas deposito mudharabah dan keterlibatan dalam risiko yang diperlukan. Walaupun demikian, bankbank Islam mungkin bersedia, seperti halnya dengan mitra mereka bank-bank konvensiona untuk mencairkan cek yang ditulis untuk deposito tabungan atau
54
memperbolehkan penarikan deposito mudharabah sebelum kedaluwarsa (jatuh tempo), dengan atau tanpa pemberitahuan. Untuk menghadapi kemungkinan seperti itu, bank-bank harus mempertahankan sejumlah kecil deposito demikian sebagai kas dalam saku, menyusul praktik perbankan konvensional. Jika mereka dituntut juga untuk mempertahankan cadangan dengan bank sentral untuk deposito ini cadangan-cadangan akan cenderung beku dan tidak tersedia bagi bank untuk memperbolehkan penarikan. Dana-dana yang diterima oleh bank sentral melalui kewajiban cadangan resmi dapat dipergunakan untuk memungkinkannya dengan dua tujuan. Sebagian dari dana harus dipergunakan untuk memungkinkannya melayani peminjaman sebagai lender of last resort. Seperti yang telah disebutkan di depan, bank-bank komersial Islam, dengan sumber-sumber daya yang ada padanya dalam suatu kerangka bagi hasil, mungkin akan mendapatkan tugas memprediksi cash flow-nya yang lebih sulit daripada perbankan konvensional. Karena itu, di samping persiapan-persiapan yang sudah disarankan tadi, mungkin ada peluang ketika memerlukan bantuan dari bank sentral sebagai lender of last resort. Bank sentral dapat menciptakan suatu penghimpunan umum untuk meningkatkan sumber-sumber daya melalui suatu kewajiban cadangan khusus atau diversi proporsi tertentu dari total cadangan resmi bank komersial. Fungsi utama penghimpunan ini adalah untuk memungkinkan bank sentral berfungsi sebagai lender of last resort dalam batas-batas yang disepakati untuk menghindarkan penggunaan fasilitas ini secara tidak benar, Dalam suatu situasi krisis, bank sentral dapat melampaui
55
batas-batas ini, seperti yang telah disarankan, dengan hukuman-hukuman yang tepat dan peringatan-peringatan serta suatu program korektif yang sesuai. Sisa dana yang ditingkatkan melalui cadangan wajib dapat diinvestasikan oleh bank sentral Islam, seperti yang dilakukan oleh bank sentral kapitalis. Karena obligasi pemerintah yang mengandung bunga tidak tersedia, bank sentral Islam harus menemukan lahan-lahan alternatif bebas bunga untuk investasi. Bagaimanapun juga, ia harus menahan diri dari melakukan investasi berapa pun dana yang ia anggap perlu untuk mengelola kebijakan moneter.7
4. Pembatas Kredit Alat-alat yang disebutkan di atas akan mempermudah bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, ekspansi kredit masih dapat melebihi batas yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena: pertama, tidak mungkin menentukan secara akurat kucuran dana kepada sistem perbankan, selain yang telah disediakan oleh pinjaman mudharabah bank sentral, terutama dalam sebuah pasar uang yang masih kurang berkembang, seperti yang ada di negara-negara muslim; kedua, hubungan antara cadangan bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Perilaku sirkulasi uang merefleksikan sebuah interaksi yang kompleks oleh berbagai faktor internal dan eksternal perekonomian. Karena itu, perlu menetapkan batasan pada kredit bank komersial untuk menjamin bahwa 7
Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin Basri, Towards a Just Monetary System, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 137-145
56
penciptaan kredit total adalah konsisten dengan target- target moneter. Dalam alokasi batasan di antara bank-bank komersial individual, perlu melakukan kehati-hatian sehingga terjamin terwujudnya kompetisi yang sehat di antara bank-bank. 5. Alokasi Kredit yang Berorientasi kepada Nilai Mengingat kredit bank terjadi karena dana yang dimiliki oleh publik, kredit harus dialokasikan dengan tujuan supaya membantu merealisasikan kemaslahatan sosial secara umum. Kriteria untuk alokasi ini, seperti dalam kasus sumber-sumber daya yang disediakan Allah pada umumnya, harus merealisasikan
sasaran-sasaran
masyarakat
Islam
dan
kemudian
memaksimalkan keuntungan privat. Hal ini dapat dicapai dengan menjamin bahwa: a. Alokasi kredit akan menimbulkan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar anggota masyarakat, dan b. manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis dalam masyarakat. Cara yang tepat untuk mencapai tujuan pertama adalah dengan mempersiapkan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai dan kemudian menyambungkan perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial untuk implementasi yang efisien. Pendekatannya harus: pertama, menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang sektor dan area mana dalam ekonomi yang harus didorong lewat pembiayaan bank-bank komersial dan apa
57
sasaran-sasaran yang harus direalisasikan; kedua, mengadopsi tindakantindakan institusional untuk tujuan ini. Tak ada upaya yang dilakukan untuk mengikat bank-bank komersial dengan suatu jaringan kontrol. Operasi kekuatan-kekuatan pasar telah diakui oleh Islam, namun dalam kerangka nilainya. Sekiranya perencanaan tersebut menentukan kerangka nilai dan tindakan-tindakan institusional yang diperlukan itu dilakukan, tidak perlu memiliki kontrol-kontrol yang kaku atau memiliki intervensi yang berlebihan. Alasan yang secara normal diberikan oleh bank-bank komersial untuk memberikan sebagian kecil dana (kredit) kepada pengusaha kecil dan menengah adalah resiko yang lebih besar dan biaya yang dilibatkan dalam pembiayaan semacam ini. Karena itu, usaha kecil menghadapi dua kesulitan: tidak mampu mendapatkan pembiayaan dan perbankan atau mendapatkannya dengan persyaratan yang mencekik (dalam bentuk ongkos dan kolateral) dibandingkan dengan mitra usaha besar mereka. Dengan demikian, pertumbuhan dan kelangsungan hidup usaha kecil terganggu meskipun mereka memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja dan memasok output dan memperbaiki distribusi pendapatan. Adapun yang keenam dapat digunakan teknik yang lain. Senjata kualitatif dan kuantitatif di atas dapat diperlengkapi dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan. Termasuk di antaranya adalah "rayuan moral" (moral suasion) yang akan menempati kedudukan penting dalam perbankan sentral dalam Islam. Bank sentral melalui kontak personalnya, konsultasi, dan rapat-rapat dengan bank-bank
58
komersial, dapat saling bahu-membahu menjaga kekuatan dan memecahkan persoalan perbankan serta memberikan saran kepada mereka tentang tindakantindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Dewan Ideologi Islam Pakistan dengan beberapa ulama telah menyarankan instrumen untuk melakukan variasi dalam rasio bagi hasil bagi pembiayaan yang disediakan oleh bank sentral kepada bank-bank komersial dan untuk menentukan saham para deposan dan pengusaha sehubungan dengan deposito mudharabah yang diterima dan pembiayaan yang disediakan oleh bank-bank komersial: "Sementara itu, indikasi suatu range dari rasio bagi hasil yang masuk akal antara para deposan, bank, dan pengusaha dapat berfungsi sebagai suatu pedoman, namun hal itu tidak diperlukan bagi bank sentral untuk meregulasi rasio-rasio ini, seperti yang sudah disarankan oleh Dewan. Hal ini disebabkan karena rasio pada dasarnya akan bergantung pada profitabilitas, yang bergantung pada sejumlah faktor yang berbeda dari sektor ke sektor dalam bisnis dan Industri, bahkan berbeda dari perusahaan ke perusahaan dalam sektor yang sama. Karena itu, menentukan suatu rasio yang seragam tidak dapat diterapkan sementara menentukan suatu band tidak juga bermanfaat, terutama jika band itu luas. Menurut saran Dewan, sekalipun jika rasio tersebut diatur oleh bank sentral untuk "mereduksi kompetisi yang tidak sehat di antara lembaga finansial", juga tidak baik untuk melakukan variasi rasio ini terlalu sering sebagai suatu instrumen kebijakan moneter. Karena merupakan suatu lembaga
59
nirlaba, bank sentral itu sendiri tidak ada persoalan mengambil saham yang lebih rendah dengan tujuan untuk merealisasikan sasaran-sasaran tertentu yang secara nasional dituntut, tetapi mengapa para deposan, bank-bank komersial, atau pengusaha dipaksa harus menerima kurang dari saham keuntungan yang adil dan masuk akal? Lebih-lebih, jika terjadi kerugian, syariat menuntut bahwa kerugian-kerugian harus ditanggung menurut rasio pembiayaan yang diberikan, dengan mengabaikan apakah pembiayaan itu berasal dari bank sentral atau dari sektor swasta. Sementara itu, bank-bank komersial akan senang memperoleh rasio keuntungan yang lebih tinggi, sekiranya rasio itu diwajibkan oleh bank sentral. Mengapa para deposan atau kalangan bisnis yang diberi kredit bersedia menerima rasio yang lebih rendah juga jika hal itu di luar proporsi rasio bagi hasil mereka? Di samping itu, apabila rasio telah ditandatangani dalam kontrak, yang merupakan hal pokok menurut syariat, rasio tidak dapat diubah sebelum masa kontrak berakhir. Untuk mengubahnya sekalipun bagi suatu kontrak baru, juga tidak diperlukan karena ini akan menimbulkan ketidakadilan. Karena itu, lebih baik meninggalkan penentuan rasio dengan melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan persepsi kondisi pasar dan profitabilitas. Bagaimanapun juga, bank sentral atau pemerintah dapat melakukan intervensi bila dirasa perlu untuk menjamin keadilan dan menghapuskan kompetisi yang tidak sehat. Tiga instrumen yang dapat dipakai oleh bank sentral untuk menciptakan suatu dampak yang lebih langsung pada cadangan bank-bank
60
komersial dari pada suku bunga diskonto dan operasi pasar adalah uang giral pemerintah yang ada pada bank-bank komersial, persetujuan tukar mata uang asing oleh bank sentral dengan bank-bank komersial, dan "pengumpulan umum". Sekiranya cadangan bank-bank komersial ingin ditingkatkan atau dikurangi, bank sentral bisa jika diberi kekuasaan untuk berbuat demikian menggeser uang giral pemerintah ke atau dari bank komersial. Dengan demikian, akan mempengaruhi cadangan mereka secara langsung. Efek yang sama juga dapat dicapai dengan penggunaan, dalam suatu batas tertentu, perjanjian pertukaran mata uang asing (dimungkinkan di negara-negara yang tidak memiliki kontrol devisa). Bank sentral dapat menukar mata uang lokal dengan valuta asing ketika bank merasa tertekan, dengan berusaha bahwa bank tersebut akan membeli kembali valuta dari bank sentral setelah melalui suatu periode tertentu dengan laju pertukaran yang berlaku, tentu tunduk kepada sebaran. Sebaran antara laju pembelian dan pembelian kembali dapat divariasikan oleh bank sentral untuk menghukum atau meringankan bank-bank komersial, seperti yang dikehendaki. Fasilitas ini tidak boleh disediakan bagi bank-bank untuk melakukan spekulasi valas. Instrumen ketiga yang juga dapat dipakai secara efektif untuk tujuantujuan kebijakan moneter oleh bank sentral, yang mirip pemberian diskonto kembali dalam bank-bank sentral konvensional, adalah "penghimpunan umum", seperti yang sudah disebutkan. Ini seperti perjanjian kooperatif antara bank-bank dalam naungan bank sentral untuk menyediakan keringanan kepada bank-bank pada saat menghadapi persoalan likuidasi.
61
Instrumen lainnya juga telah disarankan dalam literatur perbankan Islam. Tiga di antaranya adalah: a. membeli dan menjual saham dan sertifikat bagi hasil untuk menggantikan obligasi pemerintah dalam operasi pasar; b. rasio pemberian kembali pembiayaan; c. rasio pemberian pinjaman. Keunggulan masing-masing instrumen akan dibahas di bawah ini. Instrumen berbasis penyertaan modal tidak dapat dipergunakan untuk operasi pasar terbuka karena sejumlah alasan. Pertama, ia tidak diinginkan oleh bank sentral untuk membeli dan menjual saham-saham dan perusahaan sektor swasta. Semua yang dapat ia lakukan adalah memberi dan menjual saham perusahaan sektor pemerintah. Kedua, instrumen berbasis penyertaan modal tidak dapat memiliki kedalaman yang diperlukan di mana sekuritas pemerintah cenderung memilikinya, sedangkan operasi pasar terbuka dalam bentuk instrumen semacam ini akan mempengaruhi harga-harga secara signifikan kecuali jika dipergunakan dalam keadaan yang sangat terbatas, yang tidak memadai untuk mencatat tujuan kebijakan moneter. Ketiga, variasi dalam harga pada instrumen berbasis ekuitas yang dilakukan dalam operasi pasar terbuka oleh bank sentral, tidak dengan sendirinya bermanfaat atau menghukum para pemegang saham perusahaan yang saham-sahamnya dipergunakan untuk tujuan ini. Hal demikian, tidak diinginkan karena tujuan utama operasi adalah untuk meningkatkan atau mengurangi likuiditas sektor swasta dan mengantarkan kesenjangan dalam pasar saham.
62
Rasio peminjaman telah didefinisikan oleh Dr. Siddiqi sebagai persentase uang giral yang dapat dipinjamkan oleh bank komersial sebagai qardhul hasan bagi nasabah mereka. Rasio pemberian pembiayaan kembali telah didefinisikan olehnya, yaitu suatu pembiayaan yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank komersial sebagai bagian dari qardhul hasan yang diberikan oleh mereka. Telah diusulkan bahwa bank-bank komersial harus dituntut untuk memberikan sebagian tertentu dari uang giralnya kepada pemerintah sebagai qardhul hasan. Bank-bank komersial harus mampu mendapatkan pinjaman sertifikat qardhul hasan alas kehendak bank sentral, bergantung pada sejauh mana kebutuhan untuk meringankan kekurangan likuiditas temporer bank komersial, dan menyediakan kepada mereka uang berdaya tinggi ketika dipandang perlu. Akan tetapi, hal ini bukanlah tanggung jawab bank komersial untuk memberikan qardhul hasan kepada para nasabah mereka di sektor swasta kecuali sebatas kewenangannya. Karena itu, tidak perlu bagi bank sentral untuk menentukan suatu rasio peminjaman atau pembiayaan kembali untuk tujuan-tujuan ini. Strategi yang diusulkan di atas tidak mengklaim bahwa permintaan swasta terhadap uang dapat diperkirakan secara jitu oleh bank sentral. Semua yang dikandung oleh strategi tersebut adalah bahwa mengingat kapasitas perekonomian untuk menghasilkan laju pertumbuhan riil tententu dan kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah untuk tidak memperbolehkan defisit fiskalnya melebihi batas yang diinginkan oleh target-target moneter, bank sentral dapat (dalam suatu batas kesalahan) melakukan estimasi uang
63
berdaya tinggi yang diperlukan untuk menghasilkan target laju pertumbuhan pada uang beredar dan jumlah kredit mudharabah yang dapat ia sediakan bagi bank komersial selama periode tertentu. Oleh karena proyeksi itu tidak selalu benar karena adanya kesalahankesalahan dalam melakukan ramalan atau karena terjadi perubahan-perubahan variabel ekonomi yang penting, target harus selalu diulang secara periodik dan direvisi kapan saja bila dirasa perlu. Sementara itu, pada jangka panjang terdapat korelasi yang tinggi antara perubahan dalam basis moneter (monetary base) dan yang ada dalam uang yang beredar, sedangkan pada jangka pendek, korelasi seperti ini mungkin tidak tinggi, terutama karena di negara-negara muslim terdapat pasar uang yang belum benar-benar terorganisasi. Hal ini disebabkan karena mata uang (currency) yang beredar merupakan bagian terbesar dari basis moneter dan dalam suatu periode pendek (minggu, bulan, kuartal) rasio perubahan dalam mata uang terhadap perubahan dalam uang yang beredar mungkin tidak stabil. Untuk menggantikan efek ketidakstabilan jangka pendek dalam multiplier (pengganda) uang, bank sentral harus selalu waspada dan menghindari ketegangan likuiditas karena hal ini akan merusak iklim bisnis. Dalam astern kapitalis, pengetatan ini menyebabkan melonjaknya suku bunga, penjualan jatuh, dan kebangkrutan manakala bank-bank tidak mau me-roll over kredit, sedangkan dalam sistem Islam, mereka cenderung menyebabkan penjualan jatuh dan kerugian, baik kepada bank maupun pengusaha. Karena itu, bank sentral harus melakukan segalanya untuk mengurangi pengetatan
64
likuiditas dalam kerangka disiplin yang telah disarankan. la harus dapat merealisasikan ini lewat penggunaan sebagian atau seluruh instrumen kebijakan moneter seperti yang telah disarankan, termasuk "penghimpunan umum", kredit mudharabah bank sentral kepada bank-bank komersial, rasio peminjaman dan pembiayaan kembali terhadap qardhul hasan bank komersial kepada pemerintah, rasio cadangan wajib resmi, pembatasan tertinggi kredit, dan manipulasi bank sentral terhadap uang giral pemerintah yang ada pada bank-bank komersial, diperkuat dengan instrumen lainnya, seperti rasio likuiditas dan perjanjian nilai tukar.8
Tiga Sumber Utama Ekspansi Moneter 1 Membiayai defisit anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral
2 Ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial
3 "menguangkan" surplus neraca pembayaran luar negeri
Instrumen Kebijakan Moneter 1 2 3 4 5 6 8
Target pertumbuhan dalam M dan Mo Saham publik terhadap deposito unjuk (uang giral) Cadangan wajib resmi Pembatas kredit Alokasi kredit yang berorientasi kepada nilai Teknik yang lain
M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, terj. Ikhwan Abidin Basri, Towards a Just Monetary System, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. x-xiii dan 137-151
65