REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI, IBN KHALDUN, DAN M. UMER CHAPRA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Disusun oleh: MOH TOHIR 010135011141
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 0324H/1103M
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 17 April 2014
MOH TOHIR 109046100250
iii
Abstrak Sistem ekonomi apapun di dunia ini tujuan akhirnya adalah terciptanya kehidupan yang sejahtera, adil, dan merata. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan itu adalah melalui pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai upaya secara sadar melalui kegiatan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik. Pencapaian tertinggi dalam sistem ekonomi Islam adalah tercapainya falah, sedangkan falah dapat tercapai dengan pemenuhan konsep maqashid syari’ah, yaitu terpeliharanya keyakinan, jiwa, pikiran, keturunan, dan harta. Melihat kondisi ekonomi dunia yang semakin rapuh akibat dari sistem yang tidak memadai, maka perlu dihadirkan sebuah konsep atau sistem ekonomi baru yang mampu mengubah tatanan kehidupan yang lebih adil, ramah lingkungan, manusiawi, dan bermoral, sehingga menjamin keberlangsungan kehidupan manusia. Sistem ekonomi Islam boleh dikatakan sistem ekonomi yang sangat konprehensif mencangkup aspek material dan non-material yang oleh sistem ekonomi sekuler diabaikan. Ilmuwan ekonomi Muslim seperti Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra telah memaparkan konsep pembangunan ekonomi yang komprehensif, seimbang, dan universal. Dalam skripsi ini penulis mencoba menggali pemikiran ketiga tokoh yang telah disebut yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi. Kata Kunci: pembangunan ekonomi, maqashid syari’ah
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,tentunya sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Allah SWT, karena berkat kehendak dan keridhoan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi S1 ini
2.
Bapak Mukasir (Ayah) dan Ibu Misih (Ibu) yang senantiasa mendukung penuh semua cita-cita dan selalu mendoakan penulis.
3.
Bapak J.M. Muslimin, M.A., Ph.D. selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang saya hormati dan menjadi guru bagi kita semua.
4.
Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada saya selama menjadi mahasiswa prodi Muamalat.
5.
Bapak Djaka Badranaya, M.E selaku dosen
pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.
v
6.
PT. Angkasa Pura II yang telah membiayai dan memberikan Beasiswa BUMN selama saya menempuh Studi S1 di UIN Syarif Hidayatullah
7.
Keluarga Besar (Mbak Situn sekeluarga, Mas Samiran sekeluarga, Mbak Darti sekeluarga, Mas Yusman sekeluarga, Mbak Ari sekeluarga, Mas Satir sekeluarga, Amelinda Kuswardani sekeluarga, dan adik tercinta Muji Asih serta Hadi Wiyatno) yang selalu mendukung penulis baik moral maupun material, semoga Allah akan membalas jasa semuanya.
8.
M. Idham Rasyid, Syamsul Ma’arif, dan Alvin Joeshar, Stephani Hendistia, Yusuf Ahmadi sahabat seperjuangan yang selalu ada untuk bertukar pikiran.
9.
Kanda Arif Soleh dan Kanda Eddy Najmuddin yang selalu memberi inspirasi.
10.
Bapak H. Utob Tobroni, Lc., MCL., dan keluarga selaku ayah kedua dan sumber inspirasi yang telah mendidik dan membina saya selama berada di Asrama Ma’had UIN Jakarta
11.
Teman-teman kelas G Perbankan Syariah (PS-G) dan teman – teman angkatan 2009 yang menjadi tempat berdiskusi yang menyenangkan dan semoga dilancarkan segala urusannya.
12.
Kawan – kawan kelompok kajian ekonomi Islam COINS, BEM-J, BEM-F, Organisasi Ma’had UIN Jakarta, dan HMI KomFakSy cabang Ciputat yang telah memberikan begitu banyak ilmu beserta pengalaman bagi penulis sehingga dapat berkembang menjadi seperti sekarang ini
vi
13.
Ucapan terima kasih khusus untuk anggota dan pengurus C.O.I.N.S yang menjadi keluarga ideologis dan tempat mengasah pemikiran bersama.
14.
Semua pihak yang telah membantu penulis baik selama masa pendidikan hingga pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 17 April 2014
Moh Tohir
vii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1 B. Identifikasi Masalah ....................................................................................6 C. Pembatasan Masalah ...................................................................................6 D. Rumusan Masalah .......................................................................................7 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................7 F. Kerangka Berpikir .......................................................................................8 G. Studi Review Terdahulu ..............................................................................8 H. Metode Penelitian ......................................................................................11 I. Sistematika Penulisan ...............................................................................12
BAB II EKONOMI PEMBANGUNAN A. Definisi Pembangunan Ekonomi ...............................................................14 B. Tujuan Utama Pembangunan .....................................................................15
viii
C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam .........................................................17 D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam .................................26 E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan .............................30 BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi A. Al-Ghazali ..................................................................................................41 B. Ibn Khaldun ................................................................................................51 C. M. Umer Chapra ........................................................................................72 D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi Indonesia ....................................................................................................84 BAB IV Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ...............................................................................................87 B. Saran ..........................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA
ix
BAB I A. Latar Belakang Kemajuan peradaban dunia dalam bidang ekonomi seperti saat ini adalah proses panjang pembentukan peradaban manusia. Paradigmanya dari masa ke masa terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Jika kita melihat secara kasat mata atau secara parsial, kemajuan peradaban saat ini didominasi oleh peran negara-negara Eropa yang merepresentasikan kaum sekuler, yakni masyarakat yang memisahkan nilai-nilai agama dalam berbagai urusan dunia.1 Sementara di lain pihak negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim bahkan yang menggunakan sistem pemerintahan Islam sekalipun rata-rata berada dalam kategori negara berkembang bahkan masuk dalam kategori negara miskin2. Kondisi negara-negara Islam3 dalam beberapa dekade terakhir yang cenderung masuk dalam kategori negara terbelakang seolah-olah telah membenamkan kebesaran para ilmuwan Islam dalam bidang ekonomi, dan meragukan sistem ekonomi Islam untuk menjawab tantangan-tantangan ekonomi
1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) /sékulér/ a bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian) 2 Untuk lebih lanjut bisa mengakses data di www.undp.org 3 Mengacu pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau The Organisation of the Islamic Conference (OIC) yang merupakan sebuah organisasi antar-pemerintah dengan 57 (lima puluh tujuh) negara anggota pada 2002 (sebagian besar negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim). Organisasi ini didirikan pada September 1969, di antara tujuan lain, untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama antara negara-negara anggota di bidang politik, ekonomi, budaya, ilmiah dan sosial.
1
2
di lain pihak. Bahkan banyak ilmuwan yang menganggap Islam sebagai penghambat pembangunan.4 Padahal sesungguhnya peradaban Islam mempunyai pengalaman yang baik dalam membangun peradaban termasuk dalam bidang ekonomi. Menurut beberapa ilmuwan Barat seperti Toynbee (1935), Hitti (1958), Hodgson (1977), Baeck (1994) dan Lewis (1995) berpendapat bahwa Islam pada masanya telah berperan secara positif dalam pembangunan masyarakat. Hanya karena faktor Islam yang mampu menjawab kenapa masyarakat Badui (Arab) yang mana mempunyai karakter saling bermusuhan satu dengan lainnya, kekurangan sumberdaya, dan iklim yang tidak bersahabat, serta memiliki sedikit kriteria untuk tumbuh, tetapi mereka bisa tumbuh dengan cepat melawan berbagai rintangan dan bertahan dengan kokoh menghadapi superioritas kerajaan Byzantium dan kerajaan Persia5. Peradaban Islam juga telah melahirkan banyak ilmuwan yang memiliki ide yang original di bidang ekonomi. Bahkan pemikiran para ilmuwan ekonomi Islam sebenarnya pelopor dan peletak dasar-dasar ilmu ekonomi telah banyak menginspirasi tokoh-tokoh barat. Misalnya Ibn Khaldun yang diakui oleh dunia sebagai bapak ilmu sosial dalam karya monumentanya yaitu Al-Muqaddimah 4
Salah satunya Timur Kuran dalam Why the Middle East is Economically Underdeveloped: Historical Mechanisms of Institutional Stagnation. The Journal of Economic Perspectives. Selain Kuran, Noland juga menyimpulkan hal yang sama bahwa Islam, berdasarkan data-data yang ada memang menghambat pembangunan . untuk lebih lanjut dapat dilihat di Noland, M. Religion, culture, and economic performance. Unpublished paper,
[email protected]. 5 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 846
3
telah menjelaskan teori-teori pembagian kerja, pasar, ekonomi pembangunan, good governance dan lain-lain berabad-abad sebelum kemunculan buku Adam Smith the Wealth of Nation. Atau Al-Ghazali yang telah merumuskan konsep maqashid syaria‟ah, sebuah konsep kedilan yang sangat penting dalam kajian ekonomi pembangunan saat ini. pemikirinnya jauh sebelum karya John Rawls “Justice as Fairness” dan “A Theory of Justice” atau teori-teori kedilan Barat diterbitkan. Serta teori-teori distribusi pendapatan yang juga menjadi tema sentral dalam ekonomi pembangunan telah menjadi perhatian khusus oleh Ya‟qub bin Ibrahim Abu Yusuf dalam karyanya Al-Kharaj. Namun runtuhnya kekuasaan Islam berdampak pada hancurnya sendi-sendi peradaban Islam dan mulai bergeser pada dominasi Barat. Selama Barat mengalami masa kebangkitan di lain pihak Islam sedang mengalami keterpurukan, sehingga terjadi gap sejarah. Para ilmuwan barat mendominasi ilmu pengetahuan dengan melupakan sumber-sumber yang mereka peroleh, tak lain berasal dari peradaban Islam. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat bahwa, ketika Islam dalam masa kejayaan sebaliknya Barat masih dalam zaman kegelapan atau dark age, bahkan pada tahun 1000 M (Barat) masih sedemikian terbelakangnya, dan harus hanya bersandar secara total kepada ilmu pengetahuan Dunia Islam (Kneller)6.
6
hal. 34
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrine, dan Peradaban, (Yayasan Paramadina : Jakarta, 2000)
4
Kegagalan sistem pembangunan yang berlandaskan paham Kapitalis dan Sosialis dalam mewujudkan kesejahteraan di berbagai negara dengan munculnya berbagai krisis yang terus muncul secara periodik telah membangkitkan para ilmuwan ekonomi pada umumnya untuk mencari sistem ekonomi alternatif dan motivasi tersendiri untuk ilmuwan Islam membuktikan serta membangkitkan kembali sistem ekonomi Islam untuk menggantikan sistem ekonomi yang tidak memadai lagi. Dalam dunia Islam semangat itu ditandai dengan munculnya paradigma baru yang diutarakan oleh Muhammad Iqbal mengenai “Pintu Ijtihad Masih Terbuka”. Paradigma yang dihadirkan oleh Iqbal telah membangkitkan semangat kebangkitan Islam. Sehingga dalam bidang ilmu ekonomi dewasa ini telah muncul ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ekonomi Islam di era modern. Salah satu tokoh ekonomi Islam yang sangat berpengaruh adalah Umer Chapra. Ia adalah salah satu tokoh ekonomi Islam kontemporer yang sangat produktif dengan karya-karyanya yang sangat fundamental dan komprehensif. Umer Chapra dalam tulisan-tulisannya mampu menganalisis dengan tajam berbagai kebobrokan sistem-sistem ekonomi yang telah mapan, serta mampu menjelaskan ekonomi Islam dengan baik. Karya-karya Umer Chapra membahas mengenai sistem ekonomi Islam secara umum, keuangan Islam, sejarah pemikiran ekonomi, kelembagaan ekonomi Islam, serta ekonomi pembangunan Islam. Karya-karya Umer Chapra diantaranya adalah; Islam and the Economic Challenge, Toward a Just Monetary System, The Future of Economic: An Islamic
5
Perspective, Economic Development in Muslim Countries dan lain-lain baik dalam bentuk buku, jurnal, ataupun paper. Kebangkitan ilmu ekonomi Islam dan ilmu pembangunan Islam pada khususnya telah memunculkan inisiatif untuk menerapkan sistem ekonomi Islam di berbagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim oleh para ilmuwan ekonomi pembangunan Islam maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasi, hal ini juga terjadi di Indonesia. Upaya untuk menerapkan sistem ekonomi yang berbasiskan ajaran Islam semakin menguat karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia serta ketidakmampuan pemerintah hingga saat ini untuk mewujudkan ekonomi yang bekeadilan. Kita sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk masuk Islam secara kaffah, termasuk dalam bidang ekonomi. Untuk menjalankan ekonomi Islam yang sesuai konsep maqashid syari‟ah harus dilakukan Islamisasi ekonomi. Bagaimanapun Islamisasi harus tidak dipahami suatu penawar semua permasalahan negara-negara muslim. Beberapa masalah yang diciptakan oleh kemunduran sosio ekonomi, politik dan moral yang telah ada selama berabadabad, kebijakan domestik yang salah dan program eksternal yang tidak sehat pasti akan berlangsung lama. Juga harus dipahami bahwa Islamisasi adalah
6
proses yang bertahap. Ia tidak dapat dicapai dengan serta merta melalui penggunaan kekuatan atau regimentasi.7 Untuk menerapkan sistem ekonomi Islam dan pembangunan ekonomi Islam khususnya diperlukan upaya untuk memahami berbagai pemikiran ilmuwan Islam di bidang ekonomi pembangunan, sehingga akan muncul rumusan konsep ekonomi pembangunan Islam. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis memilih judul; “Rekonstruksi Pemikiran Pembangunan Ekonomi Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan M. Umer Chapra” B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah yang ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya, antara lain: 1.
Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi dalam Islam?
2.
Bagaimana konsep pembangunan ekonomi dalam Islam?
3.
Bagaimanakah implementasi dari konsep pembangunan ekonomi Islam?
4.
Apa tantangan pembangunan ekonomi Islam?
C. Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa maka dalam penelitian ini, penulis hanya akan membatasi permasalahan pada konsep
7
Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi. (Gema Insani : Jakarta 2000) hal. 380
7
pembangunan ekonomi Islam dari para tokoh pembangunan ekonomi Islam diantaranya Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Umer Chapra. Penulis akan mencoba untuk merekonstruksi pemikiran ketiga tokoh tersebut. Rekonstruksi adalah pengembalian
sesuatu
ketempatnya
yang
semula
;
Penyusunan
atau
penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula.8 D. Rumusan Masalah Untuk dapat memberikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang akan diteliti, berikut ini diajukan beberapa pertanyaan penelitian yang dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah konsep pembangunan ekonomi menurut Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra?
2.
Bagaimanakah relevansi konsep pembangunan Islam dan pembangunan Indonesia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian a. Tersusunnya format pemikiran pembangunan ekonomi menurut AlGhazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra
8
B.N. Marbun , Kamus Politik, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta1996), hal.469.
8
b. Terumuskannya
dimensi-dimensi
implementasi
pemikiran
pembangunan ekonomi Islam. 2.
Manfaat Penelitian a. Menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi penulis khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya terkait ekonomi pembangunan Islam b. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepustakaan dalam hal Ekonomi Pembangunan Islam c. Menjadi masukan dan saran bagi para penelitian selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain
F. Kerangka Berfikir Pembahasan tentang ekonomi pembangunan termasuk hal yang masih baru, baik di dunia pada umumnya maupun dalam dunia Islam khususnya. Khasanah keilmuan Islam khususnya dalam bidang ekonomi sebenarnya telah dimulai semenjak lahirnya Islam itu sendiri. Telah banyak para ilmuwan Islam yang menulis tentang ekonomi walaupun belum secara sistematis. Masing-masing para tokoh memiliki karakteristik pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan tantangan yang dihadapi pada masanya. Tentunya terdapat banyak persamaan maupun perbedaan pemikiran yang kemudian apabila disatukan akan menjadi rumusan yang akan bisa menjawab
9
tantangan pembangunan ekonomi yang terus berkembang di masa sekarang maupun masa akan datang. G. Studi Review Terdahulu Penulis
Dina Rahma Umami (Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009).
Judul
Pemikiran Ekonomi Mubyarto Dalam Prespektif Ekonomi Islam
Pembahasan
Pada skripsi ini penelitian yang dilakukan
adalah untuk
mengetahui konsep filsafat, nilai-nilai dasar dan nilai instrumental dari sistem ekonomi Islam, konsep filsafat, nilainilai dasar dan nilai instrumental dari pemikiran ekonomi Mubyarto dan pandangan system ekonomi Islam terhadap pemikiran ekonomi dari Mubyarto Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, pemikiran ekonomi Mubyarto tidak bertentangan dengan sistem ekonomi Islam, sebab: a. Pemikiran ekonomi Mubayrto berjiwa religious dan mengedepankan unsur moral yang menginginkan adanya keseimbangan
dan
keselarasan
hubungan
vertical
dan
10
horisontal. b. Bersifat karakyatan yang memberikan perhatian besar pada penderitaan rakyat kecil yang merupakan korban dari kesenjangan ekonomi c. Bersifat humanis dimana ia tidak menginginkan terjadinya ekspolitasi, penindasan dan dominasi sesame manusia. e. Penulis kategorikan pemikiran Mubyarto sebagai pemikiran yang berhaluan soislis religious. Penulis
Arif Soleh (Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
Judul
Konsep Pembangunan Ekonomi: Studi Komparatif Pemikiran Mubyarto dan Umer Chapra
Pembahasan
Pada Skripsi ini membahas tentang beberapa pokok masalah: 1. Bagaimana konsep pemikiran Mubyarto dan Chapra dalam konsep pembangunan ekonomi? 2. Bagaimana relevansi pemikiran Mubyarto dan Chapra terhadap
perekonomian
Indonesia?
11
Pendekatan yang penulis gunakan untuk mengkaji dan menganalisa
pokok
masalah
yang
telah
ditentukan
menggunakan metode library research dengan tekhnik analisa ANN (Artificial Neuron Network) Hasil penelitian
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa baik Mubyarto maupun Chapra memiliki pemikiran yang kesamaan dalam segi relevansi dan urgensi. Pemikiran keduanya patut untuk dikembnagkan
mengingat
perlunya
bangsa
Indonesia
melepaskan diri dari ketergantungan pihak asing. Keduanya telah dengan tepat meletakkan dasar-dasar dimensi moral dan keadilan
ditengah keadaan
Indonesia
yang
membutuhkan reformasi di bidang ekonomi.
H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisa kualitatif,9 dengan mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik. Untuk kemudian dilakukan analisis
9
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999)
12
dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. 2. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Data primer berasal dari tulisan-tulisan para tokohtokoh ekonomi pembangunan Islam diantaranya Al-Muqaddimah karya Ibn Khaldun, Economic Development in Muslim Countries karya Umer M. Chapra, Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali. Sedangkan sumber sekunder berupa pemikiran para tokoh yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk essay, jurnal, buku, ataupun karya ilmiah lainnya. 3. Teknik Pengambilan Data Didalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, dalam hal ini adalah buku, jurnal dan artikel. I. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini, penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:
13
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. BAB II KERANGKA TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori pembangunan pada umumnya dan konsep dasar ekonomi pembangunan Islam menurut para tokoh-tokoh ekonomi pembangunan Islam. BAB III GAMBARAN UMUM Pada bab ini akan dijabarkan profil dan pemikiran dari Al-Ghazali dan Ibn Khaldun sebagai representatif ilmuwan generasi awal kemudian Umer Chapra sebagai representatif ilmuwan ekonomi pembangunan di era modern. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraukan hasil rekonsrtuksi pemikiran para tokoh dalam hal ini Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra mengenai konsep ekonomi pembangunan dalam Islam. BAB V PENUTUP Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang dikemukakan dari pembahasan.
14
BAB II Pembangunan Ekonomi A. Definisi Pembangunan Ekonomi Pada dasarnya, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial. Ilmu ini menyoroti manusia, serta sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia pada umumnya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya yang mendasar (yaitu pangan, sandang dan, papan) dan untuk memenuhi keinginan-keinginannya yang bersifat nonmaterial (seperti pendidikan, pengetahuan, dan pemuasan spiritual). Sebagai ilmuawan sosial, para ekonom acapkali berhadapan dengan situasi yang tidak biasa, oleh karena mereka dan objek studinya, yaitu manusia dan segenap tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, senantiasa berubah10
mengikuti
perubahan
zaman
itu
sendiri.
Kompleksnya
permasalahan dalam ekonomi memunculkan fokus-fokus pembahasan yang lebih mendetail, diantaranya adalah ekonomi keuangan yang fokus untuk membahas masalah keuangan, ekonomi politik yang fokus membahas masalah ekonomi dikaitkan dengan politik, ekonomi mikro dan makro, serta yang paling baru adalah ekonomi pembangunan yang membahas isu-isu dan upaya-upaya pembangunan ekonomi. Beberapa tokoh mendefinisikan pembangunan ekonomi diantaranya adalah;
10
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama: 1998) hal. 12
15
a. Menurut Todaro pembangunan merupakan upaya manusia secara sadar dan sistematik baik individu atau kolektif untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan merupakan proses tanpa henti b. Definisi yang berbeda disampaikan oleh Lauterbach, menurutnya pembangunan merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang lebih baik bagi rakyat suatu negara secara keseluruhan, sesuai dengan kebutuhan mereka yang sesungguhnya, tanpa mengganggu sistem nilai dan cara-cara hidup mereka.11 c. Menurut Kartasasmita pembangunan adalah proses perubahan keadaan menuju pada kondisi yang lebih baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah upaya sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik melalui perubahan-perubahan yang positif dengna tetap melindungi nilai-nilai yang dianut masyarakat. B. Tujuan Utama Pembangunan Tujuan dari pembangunan yang benar-benar sempurna memang tidaklah mudah untuk merumuskannya. Perdebatan mengenai hal ini sudah berlangsung sangat lama dan masing-masing orang berpegang pada keyakinannya masing-masing. Namun secara keseluruhan dapat terangkum
11
Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif : Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002) hal. 68
16
dalam pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lain yakni terdapat tiga tujuan pembangunan. Pertama kecukupan (sustenance), yang dimaksud kecukupan bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, maka akan muncul kondisi keterbelakangan absolut.12 Kedua adalah jati diri (self-esteem) komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu.13 Pembangunan harus mampu memberikan penghargaan diri sebagai manusia, dan tidak digunakan sebagai alat dari orang lain. Artinya, pembangunan harus mampu mengangkat derajat manusia dan menciptakan kondisi untuk tumbuhnya jati diri (self-esteem)14. Ketiga adalah kebebasan dari menghamba (freedom from servitude); nilai universal terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini 12
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 20 13 Ibid hal.. 20 14 Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2
17
hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan.15 Pembangunan harus membebaskan atau memerdekakan manusia dari penghambaan dan ketergantungan akan alam, kebodohan dan kemelaratan.16 Pembangunan dilakukan untuk tujuan peningkatan kebebasan setiap orang dari kungkungan atau tekanan-tekanan kepentingan yang ada. Ketiga inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman.17 C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam 1. Konsep Pembangunan Ekonomi dalam Khasanah Peradaban Islam Istilah pembangunan dalam khasanah peradaban Islam dan dalam karya-karya klasik lazimnya dihubungkan dengan konsep „imârah al-ard (memakmurkan bumi) yang dipahami dari ayat al-qur‟an salah satunya surah Hud ayat 61.18 Mayoritas penulis berpendapat bahwa kata al-„imârah
15
Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 21 16 Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2 17 Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 19 18 Asmuni Mth, Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun 2003. Hal 128-129
18
(memakmurkan atau mengelola bumi untuk kemakmuran hidup manusia) identik dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah (pembangunan ekonomi)19
Artinya: “dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hambaNya)." Walaupun dalam bahasa Arab modern arti kata dari isti‟mar diartikan penjajahan, isti‟mara adalah menjajah. Makna
ini
tidak dikenal dalam
bahasa Al-Quran, dan memang ia merupakan penamaan yang tidak sejalan dengan kaidah bahasa Arab dan akar katanya.20 Kata isti‟mara pada ayat di atas terdiri dari huruf sin dan ta‟ yang dapat berarti meminta seperti dalam kata istighfara, yang berarti meminta 19
Ibid. hal 131 Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558 20
19
maghfirah
(ampunan).
Dapat
juga
kedua huruf
tersebut
berarti
“menjadikan” seperti pada kata hajar yang berarti “batu” bila digandengkan dengan
sin
dan
ta‟ sehingga terbaca istahjara yang maknanya adalah
menjadi batu. Kata „amara dapat diartikan dengan dua makna sesuai dengan objek dan konteks uraian ayat. Surat Al-Tawbah (9): 17 dan
18 yang
menggunakan kata kerja masa kini ya‟muru, dan ya‟muru dalam konteks uraian tentang masjid diartikan memakmurkan masjid
dengan
jalan
membangun, memelihara, memugar, membersihkan, shalat, atau I‟tikaf di dalamnya. Sedangkan surat Al-Rum (30): 9 yang mengulangi dua kali kata kerja masa lampau
„amaru
berbicara
tentang
bumi,
diartikan
sebagai membangun bangunan, serta mengelolanya untuk memperoleh manfaatnya. Jika demikian, kata ista‟marakum dapat berarti “menjadikan kamu”
atau
“meminta/menugaskan
kamu”
mengolah
bumi
guna
memperoleh manfaatnya.21 Masalah pembangunan juga dibahas secara mendalam oleh Ibn Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah. Istilah yang digunakannya adalah „Umran Al-„Alam. Walaupun sebagaian besar ilmuwan maupun masyarakat umum memaknai „Umran dengan istilah yang sudah popular yaitu “sosial”
21
Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558
20
(ijtima‟), “tamadun” (hadarah), dan “perkotaan” (madaniyyah). Namun yang dimaksud oleh Ibn Khaldun adalah makna yang lebih luas. Pada hakikatnya, „Umran Al-„Alam merupakan suatu ilmu baru yang dinamis serta mengandung makna yang sangat luas, bukan saja dari segi sosial atau pembangunan yang bersifat fisik dan lokal, tetapi meliputi aspek rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Teori `umran al-`alam telah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun untuk menangani krisis politik dan sosio-ekonomi yang melanda masyarakat Islam di Asia Barat, khususnya di Andalus dan Afrika Utara pada abad ke-14M akibat terjadinya keruntuhan agama dan akhlak serta perpecahan sesama umat Islam disebabkan perbedaan mazhab, di satu pihak, serta dampak dan pengaruh pemikiran tradisionalis Islam yang diimpor dari kebudayaan dan pemikiran Persia dan Yunani kuno, di pihak yang lain. Pada waktu yang sama, umat Islam pada waktu itu tidak memahami hukum masyarakat (ilmu sosial masyarakat) dan alam yang sudah ditentukan oleh Allah Ta`ala serta kurang peduli terhadap pemeliharaan dan kelestarian alam sekitar yang berdampak pada kehidupan.22 Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemegang otoritas tertinggi baik dalam bidang agama maupun negara sebenarnya telah meletakkan dasar-
22
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 3
21
dasar pembangunan ekonomi yang komprehensif atau telah menjalankan konsep „umran al-„alam. Dasar-dasar pembangunan yang diletakkan oleh Rasulullah mengintregasikan antara spirit duniawi dan spirit ukhrawi. Pembangunan aqidah dan akhlak atau attitude sebagai etos kerja menjadi prioritas utama. Sebagai bentuk upaya membangun peradaban baru Rasulullah segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat pertama, membangun masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masjid bukan hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, melainkan untuk berbagai pembinaan masyarakat serta untuk kegiatan muamalah di sekelilingnya. Kedua, menjalin ukhwah islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dalam bentuk membuat entrepreneur partnership baik dalam mengembangkan pertanian maupun perdagangan. Ketiga, Rasulullah membuat undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban setiap individu masyarakat agar tercipta kehidupan yang tertib. Keempat, meletakkan dasar-dasar keuangan negara. Dalam hal ini didirikanlah Batul Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Batul Mal menjadi pusat pengumpulan pendapatan negara yang berasal dari dana ziswaf serta retribusi dari negara. Kemudian dana yang dikumpulkan disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, pendidikan serta pengentasan kemiskinan.23 2. Pembangunan Ekonomi Islam di Era Modern 23
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 74-80
22
Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah ibadah, melainkan mengatur semua aspek dalam kehidupan salah satunya adalah muamalah. Muamalah mengatur berbagai aturan hubungan sesama manusia termasuk di dalamnya urusan ekonomi. Bahkan seorang orientalis paling terkenal bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is much more than a system of theology it‟s a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap). Prinsip-prinsip
ekonomi
dalam
Islam
pada
dasarnya
telah
dipraktekkan pada zaman Rasulullah sampai para sahabat-sahabatnya walaupun belum ada penyusunan prinsip-prinsip ekonomi yang sistematis pada waktu itu. Tulisan-tulisan pemikiran tentang ekonomi ditulis dalam kitab-kitab filsafat maupun fiqh. Para cendekiawan muslim berusaha untuk mengidentifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam.24 Runtuhnya kekuasaan negara-negara Islam dan bahkan mengalami penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa menyababkan degradasi peradaban Islam yang sangat signifikan. Peradaban Islam seolah benar-benar tidak penah ada, termasuk dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam. Josep Schumpeter misalnya mengatakan, adanya “Great Gap” dalam sejarah pemikian ekonomi selama 500 tahun yaitu masa yang dikenal sebagai the dark age. Dalam karyanya, “History of Economics Analysis”, ia menegaskan bahwa pemikir ekonomi muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno pada abad 4 SM dan 24
Ibid hal. 17
23
bangkit kembali pada abad 13 M di tangan pemikir skolastik Thomas Aquinas.25 Negara-negara Islam yang sebagian besarnya baru merdeka pasca Perang Dunia II ternyata belum sepenuhnya bisa mengaktualisasikan sistem perekonomian yang sesuai ajaran Islam. Hal tersebut dikarenakan bangsa asing masih ikut campur tangan dalam berbagai hal, termasuk sistem ekonomi yang berbasis pada kapitalisme dan sekularisme. Penerapan sistem dari Barat ternyata tidak sepenuhnya berhasil dan cenderung gagal. Kondisi negaranegara muslim yang hampir seluruhnya masuk dalam kategori negara berkembang (adapun negara yang maju dikarenakan kekayaan minyak mentah dan gas alam, maka dibutuhkan upaya untuk merubah struktur ekonomi kearah pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan), dan sebagiannya lagi dalam kategori negara miskin.26 Negara-negara Islam pada umumnya tidak mampu menginternalisasi mesin pertumbuhan. Paradoks yang terjadi di negara muslim adalah bahwa mereka kaya akan sumber daya alam, namun ekonominya lemah dan miskin.27 Ilmuwan sering menyebut paradoks ini dengan kutukan sumber daya atau “resorce curse”. Perkonomian mereka tegantung pada negara Barat dalam banyak hal, misalnya impor bahan makanan, barang-barang manufaktur, 25
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 69 Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance 27 Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. 172 26
24
tekhnologi, dan lain-lain, disisi lain mereka mengekspor produk primer. Sebagiannya menderita karena efek dari warisan sistem ekonomi kolonial yang berlarut-larut, dan ini adalah contoh yang sempurna dari hubungan “negara maju di pusat – negara miskin pinggiran”.28 Untuk menanggapi semua isu yang berkembang khususnya pada dunia Islam dan mencari upaya untuk mengatasinya permasalahan tersebut, pada tahun 1976 Universitas King Abdul Aziz menggelar “International Conference on Islamic Economics” yang pertama. Konferensi ini di hadiri oleh 200 ekonom dan ulama dari seluruh dunia.
Konferensi ini boleh
dikatakan sebagai awal kebangkitan ilmu ekonomi Islam di era modern serta lahirnya ilmu ekonomi pembangunan Islam. Pokok-pokok bahasan dalam konferensi tersebut diantaranya konsep dan metodologi ekonomi Islam, produksi dan konsumsi dalam ekonomi Islam, peran negara dalam ekonomi Islam, asuransi dengan konsep syari‟ah, bank bebas bunga, zakat dan kebijakan fiskal, dan ekonomi pembangunan Islam.29 Ekonomi pembangunan menjadi topik yang sangat relevan mengingat resep pembangunan yang ditawarkan oleh barat nyatanya tidak sesuai dengan kondisi sosio-kultur negara muslim. 3. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam
28
Ibid hal. 172 Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. xvii 29
25
Istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah “the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life” (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan).30 Sedangkan menurut DR. Abdel-Rahman Yousri Ahmed Pembangunan adalah perubahan struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara aspek material dan spiritual.31 Atau jika kita mengacu pada literatur klasik bahwa pembangunan memiliki arti „umran al-„alam maka konsep dari Ibn Khaldun menjadi konsep pembangunan yang komprehensif. Di atas kaedah inilah maka Ibn Khaldun mendefinisikan `umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Jabri, iaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang bekerjasama/bermuafakat di kawasan kota atau desa dalam sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang bahagia dan makmur baik segi rohani atau jasmani bersamaan dengan penerapan ajaran agama dan akhlak serta hukum dan peraturan kejadian alam
30 31
http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 10:40
Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance
26
dan manusia ciptaan Allah Ta`alan” (Muhammad `Abid al-Jabri, 1992:132138, 298) Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang dimaksud dalam islam adalah upaya yang dilakukan oleh sekumpulan masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik disertai dengan pengamalan ajaran Islam yang universal demi kehidupan yang berkelanjutan. D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam Menurut Umer Chapra tujuan dari suatu sistem ekonomi sangat dipengaruhi oleh pandangan-duniannya. Salah satunya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana alam semesta muncul, makna dan tujuan hidup manusia, kepemilikan dan penggunaan objektif sumber daya yang langka untuk kehidupan manusia, serta hubungan antar sesama manusia (termasuk hak dan kewajiban mereka) juga pada lingkungan. Sebagai contoh, jika pandangan mengenai alam semesta tercipta dengan sendirinya, maka akibatnya manusia tidak perlu bertanggungjawab pada siapapun dan hidup bebas sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya sekedar mencari kesenangan, tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkannya dan apa akibatnya bagi orang lain dan lingkungannya. Kemudian, pemenuhan kepentingan pribadi dan seleksi alam menjadi norma-norma yang paling logis dari kebiasaan. Jika diyakini bahwa manusia hanyalah pion-pion dalam papan catur sejarah dan kehidupan mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar di
27
mana mereka tidak memiliki kontrol, sehingga meraka tidak bertangung jawab terhadap apa yang terjadi disekeliling mereka dan tidak perlu khawatir dengan ketidak adilan yang terjadi.32 Akan tetapi, jika keyakinannya bahwa manusia dan apapun yang dimilikinya diciptakan oleh Maha Pencipta dan mereka bertanggung jawab kepada-Nya, mereka mungkin tidak menganggap diri mereka benar-benar bebas untuk berkehendak sesuka hati atau seperti pion yang tak berdaya di papan catur sejarah. Lebih dari itu, mereka memiliki misi yang harus dijalankan, dan harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta saling peduli satu sama lain dan lingkungannya dalam rangka menjalankan misinya.33 Oleh karena cara pandang sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu sistem yang diterapkan maka Islam harus memiliki pandangan-dunia yang holistik mencangkup unsur kemanusian dan ketuhanan. Menurut Chapra prinsip utama dalam ekonomi pembangunan Islam adalah tauhid, khilafah, dan „adalah. Sementara menurut Khurshid Ahmad prinsip utama atau landasan filosofi ekonomi pembangunan Islam ada empat (4) yaitu; tauhid, rububiyyah, khilafah, dan tazkiyah. Sedangkan Aidit Ghazali (1990) dalam bukunya “Development: An Islamic Perspective” membagi filosofi dasar menjadi lima (5) yaitu; tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah,khilafah, tazkiyyah 32
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad Islamic Reseach Institute Press : 1993). Hal. 33 Ibid
28
an-nas, dan al-falah. Walaupun terdapat beberapa perbedaan namun pada dasarnya memiliki persamaan sumber yaitu Qur‟an dan Hadits dan juga tujuan yang sama yakni maqashid syari‟ah. Prinsip-prinsip ekonomi pembangunan dalam Islam yaitu;34 1. Tauhid Ulihiyyah, yaitu percaya pada Kemahatunggalan Allah dan semua yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya pembangunan manusia harus sadar bahwa semua sumber daya yang tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan kepentingan pribadi. 2. Tauhid Rububiyyah, yaitu percaya bahwa tuhan sendirilah yang menenrukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaanya serta menurut siapa saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. Dalam konteks upaya pembangunan, manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tidak hanya bergantung pada upayanya sendiri, tetapi juga pada pertolongan Tuhan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Pada satu titik ekstrem, sikap fatalistic tidak dibenarkan sementara pada titik ekstrem lainnya, kepercayaan sepenuhnya pada upaya-upaya manusia sendiri dianggap tidak adil bagi Sang Pencipta. 3. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di samping sebagai wakil atas segala sumber daya yang diamanatkan
34
Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan, (Jakarta : Penerbit Erlangga2010) hal. 23-24
29
kepadanya, manusia yang beriman juga harus menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemberi teladan atau contoh yang baik bagi manusia lainnya. 4. Tazkiyyah an-nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian manusia
sebagai
prasyarat
yang
diperlukan
sebelum
manusia
menjalankana tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya. Manusia adalah agen perubahan dan pembangunan (agent of change and development). Oleh karena itu, perubahan dan pembangunan apa pun yang terjadi sebagai akibat upaya manusia ditujukan bagi kebaikan lain dan tidak hanya bagi pemenuhan kepentingan pribadi. 5. Al-falah, yaitu konsep keberhasilan dalam Islam bahwa keberhasilan apa pun yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai semasa hidup di dunia tidak menyalahi petunjuk atau bimbingan yang telah Tuhan tetapkan. Oleh karena itu, tidak ada dikotomi di antara upaya-upaya bagi pembangunan di dunia ataupun persiapan bagi kehidupan akhirat. 6. „Adalah, tanpa disertai keadilan sosio-ekonomi, persaudaraan yang merupakan satu bagian integral dari konsep-konsep sebelumnya akan tetap menjadi konsep yang tidak memiliki substansi. Rasulullah sangat tegas
dalam
menghadapi
perihal
keadilan,
bahkan
Rasulullah
menyamakan ketidakadilan dengan dzulm “kegelapan mutlak”. Ibnu Taimiyah
juga
menegaskan
akan
pentingnya
keadilan.
“Tuhan
30
menegakkan negeri yang adil meskipun kafir, tetapi tidak menegakkan negeri yang tidak adil meskipun beriman.35 Sementara untuk mewujudkan keadilan tersebut setidaknya harus dilakukan dengan cara ; (1) pemenuhan kebutuhan, (2) penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik, (3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, (4) pertumbuhan dan stabilitas.36 E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan 1. Tantangan Pembangunan Tantangan dalam pembangunan di manapun dan dalam sistem apapun hampir semuanya memiliki permasalahan yang sama, yaitu; kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pengangguran, kerusakan lingkungan, ketimpangan pembangunan, dan kerusakan moral masyarakat. a. Kemiskinan Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti
dengan kefakiran
yang
berasal
dari
asal
kata fakir dengan
awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat kekurangan. Al-Qur‟an memakai beberapa kata dalam menggambarkan kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum,tetapi dua kata 35
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya : Risalah Gusti 1999) hal. 229-
36
Ibid. hal 230
230
31
yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur‟an. Kata fakir dijumpa dalam al-Qur‟an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut sebanyak 25 kali, yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang hampir sama.37 b. Ketimpangan Ketimpangan dibagi menjadi dua, ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan pendapatan adalah kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi masyarakat dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan penyebab ketimpangan pembangunan antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu, misalnya di Indonesia pembangunan lebih terpusat di pulau jawa tepatnya Jakarta. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. c. Pengangguran Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
37
M Amin Abdullah, Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari Agama, diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014
32
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat
menyebabkan
timbulnya kemiskinan dan
masalah-
masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan
ekonomi.
Akibat
jangka
panjang
adalah
menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk
mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri akan berdampak
33
positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja.38
d. Degradasi Lingkungan Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah. Akibat dari degradasi lingkungan adalah menurunnya kemampuan alam untuk menyediakan bahan pemenuh kebutuhan manusia. Beberapa bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil secara tidak langsung dari aktivitas manusia sehingga dampaknya bisa disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan memiliki dampak terhadap
produktivitas pertanian, menurunnya
kualitas
air,
kualitas
lingkungan, dan memiliki efek terhadap ketahanan pangan. e. Kerusakan Moral Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh manusia secara positif-konstruktif maupun secara negative-destruktif tergantung kepada moral dan mental manusia (Bintarto, 1994:39) yang berperan sebagai pencipta, pengembang, dan penggunanya, dalam bahasa Djuretna 38
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014
34
A Iman Muhni ilmu pengetahuan dan teknologi selalu terkait dengan pemilik dan pemakainya yakni manusia yang sering tidak mampu mengendalikan nafsu serakahnya sendiri dalam artian moral.39 Hal serupa terjadi dalam pembangunan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, namun jika tidak ada landasan moral maka akan menimbulkan masalah yang baru. Walaupun jarang dibahas terutama dalam ekonomi pembangunan konvensional, kerusakan moral sesungguhnya memiliki pengaruh yang kuat dalam pembangunan jangka panjang. Masyarakat yang tidak memiliki pegangan nilai moral yang benar maka akan mengalami degradasi peradaban. Misalnya, dalam sistem kapitalis persaingan menjadi pemicu utama
pertumbuhan
ekonomi
yang
berakibat
pada
timbulnya
individualism. Pembangunan yang mengabaikan moral berakibat pada rusaknya generasi sebagaimana menurut professor Thomas Lickona dari Cortland University dengan cirri-ciri (1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak
kekerasan, (4)
meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) penurunan etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua
39
Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 42
35
dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) ketidak jujuran yang telah begitu membudaya, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.40 2. Indikator Pembangunan Pada dasarnya arti dari pembangunan sebagaimana diungkapkan oleh Ginandjar Kartasasmita adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Untuk mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana, maka diperlukan sebuah ukuran (indikator). Walaupun masingmasing negara memiliki kebutuhan berbeda dalam melaksanakan pembanguanan, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, maka indikator-indikator pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial. Indikator ekonomi terdiri dari; a. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
40
Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 45
36
Tampaknya
pendapatan
per
kapita
telah
menjadi
indikator
makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak
mengukur
distribusi
pendapatan
dan pemerataan
kesejahteraan,
termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.41 b. Perubahan Struktural yang Tinggi Perubahan struktural dalam perubahan ekonomi modern mencangkup peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industry ke jasa, peru bahan dalam skala unit-unit produktif.42 Pergeseran intersektoral ini dibarengi dengan pertumbuhan dalam skala perusahaan, dan terjadi perubahan bentuk organisasi dalam sektor seperti manufakturing atau perdagangan, yaitu dari perusahaan kecil tidak berbadan hukum menjadi unit usaha yang besar dengan struktur industri dan teknologi yang berubah cepat. Adapula perubahan yang terjadi dengan cepat, yaitu dalam alokasi produk yang terjadi di antara
41
http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal 13 Februari 2014 42 M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 60
37
berbagai perusahaan produksi dalam segala bentuk dan ukurannya. Akibantnya terjadi juga perubahan dalam alokasi tenaga kerja.43 c. Urbanisasi Pertumbuhan ekonomi modern juga ditandai dengan semakin banyaknya perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan akibat dari perkembangan industrialisasi di kota. Urbanisasi mempersatukan orang-orang dari berbagai asal maupun latar belakang. Interaksi di perkotaan menuntut mereka untuk saling belajar dan bekerja sama. Perubahan juga terjadi pada angka kelahiran dan bergeser kearah keluarga kecil, selain itu hal ini juga menciptakan iklim bagi tumbuhnya kegiatan intelektual. Sementara menurut Simon Kuznet, urbanisasi mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumen melalui tiga cara. Pertama, menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi yang makin meningkat, serta meningkatnya usaha dari rumah tangga. Kedua, meningkatnya harga kebutuhan pokok. Ketiga, berlakunya demonstration effect kehidupan kota mendorong pengeluaran para urban meningkat.44 d. Tingkat Tabungan Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat memungkinkan masyarakat untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung. Dengan meningkatnya jumlah tabungan ini maka ketersediaan modal usaha
43
M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 61 44 M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 62
38
semakin meningkat, dengan meningkatnya modal maka jumlah usaha baru akan meningkat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas produksi. Keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh kinerja indikator ekonomi tidak sepenuhnya menjamin bahwa pembangunan itu telah berhasil. Misalnya peningkatan pendapatan tanpa disertai pemerataan pendapatan, akhirnya akan menghambat kenaikan pendapatan sebagai akibat menurunnya semangat kerja dan sangat mungkin juga karena meningkatnya keteganganketegangan sosial.45 Pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan fisik tanpa mempertimbangkan nilai-nilai terbukti telah gagal. Oleh sebab itu para ilmuwan mencoba mengembalikan akan pentingnya nilai dan etika dalam pembangunan. salah satu pendapat yaitu dari Goulet (1995) “Etika menempatkan konsep pembangunan dalam kerangka kerja yang luas dimana pembangunan pada akhirnya berarti kualitas hidup dan kemajuan masyarakat melalui nilai-nilai yang diekpresikan dalam berbagai budaya. Ini adalah tujuan utama untuk menciptakan kesempatan manusia untuk hidup seutuhnya sebagai manusia sejati.46
45
Mustopadidjaja AR, Perannya Sekitar10 Januari 1966: Landasan Perekonomian Orde Baru, dalam “Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro” Editor Moh. Arsyad Anwar dkk. (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara2007) hal 78 46 Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 4
39
Oleh karena itu dalam Islam indikator sosial menjadi prioritas utama tentunya dengan tidak mengesampingkan indikator ekonomi. Walaupun pembangunan dengan perspektif pembangunan manusia relative baru, gagasan tentang kehidupan yang lebih baik sebenarnya adalah tema-tema ulangan dari filsuf muslim awal, misalnya Al-Ghazali dan Ibn Khaldun.47 Pada umumnya indikator sosial dinyatakan dalam indeks-indeks yang meliputi Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup dan Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia. 1) Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggabungkan tiga komponen penting yaitu; harapan hidup pada umur 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan kinerja ekonomi terendah, sedangkan 100 adalah kinerja ekonomi tertinggi.48 2) Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia adalah
program
UNDP
untuk
menganalisis
perbandingan
status
pembangunan sosial ekonomi di berbagai negara. UNDP mengeluarkan laporan ini setiap tahunnya berupa Human Development Report.
47
Ibid. hal. 7 Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5), (Yogyakarta : UPP STIM YKPN2010) hal.19 48
40
Komponen dalam HDI meliputi, angka harapan hidup, literasi, dan pendapatan perkapita riil. Visi pembangunan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan akhirat, dengan menjadikan nilai-nilai ajaran ilahi sebagai fondasi dengan tujuan akhirnya adalah tercapainya maqashid syari‟ah. Maqashid syariah terdiri dari lima elemen yang sangat penting yang terdiri dari hifz ad-din (menjaga keimanan), hifz an-nafs (menjaga jiwa), hifz al-aql (menjaga akal), hifz an-nasl (menjaga keturunan), dan hifz al-mal (menjaga harta). Untuk mengukur pencapain maqashid syari‟ah Humayon A Dar dan Saidat F. Otiti membuat sebuah terobosan dengan memasukkan indikatorindikator ekonomi dan non-ekonomi kedalam unsur-unsur maqashid syari‟ah misalnya faktor hifz ad-din (menjaga keimanan) diukur dengan menggunakan indeks kepercayaan, hifz an-nafs (menjaga jiwa) dapat diukur dengan Angka Harapan Hidup, hifz al-aql (menjaga akal) diukur menggunakan Indeks Pendidikan hifz an-nasl (menjaga keturunan) dapat diukur dengan Indeks Nilai Keluarga dan Emisi Karbon.
41
BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi A. Al-Ghazali 1. Profil Al-Ghazali Lahir pada tanggal 14 Jumadil Akhir 450 / 18 Desember 1058 M di kota Thusi sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid al-Ghazâli Muhammad ibn Muhammad al- Ghazâli alThusi.
Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah,
tepat pada saat kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia hidup ditengah berbagai masalah yang sedang dialami umat Islam. Pada masa al-Ghazâli, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran kalam yang masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan fanatisrne golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertama yang beraliran Mu‟tazilah sehingga mazhab dan
42
aliran lainnya (seperti mazhab Syifi‟i dan Asy‟ari) menjadi tertekan, bahkan banyak korban dan tokoh-tokohnya.49 Ayah Al-Ghazali wafat ketika ia masih kecil, sehingga untuk pendidikan formal diperolehnya di Madrasah setelah dianjurkan oleh para sufi yang mengasuhnya, karena ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri. Ia belajar fiqh dari Ahmad Ibnu Muhammad arRazkan at-Thusi di Thus dan tasawwuf dari Yusuf an- Nasaj, kemudian hinggà 470 H. Al-Ghazali, belajar ilmu-ilmu dasar yang lain, termasuk bahasa Persia dan Arab pada Nasr al-Ismâil di Jurjin. Pada usia 20 tahun telah menguasai beberapa ilmu-ilmu dasar dan dua bahasa pokok yang lazim dipergunakan oleh masyarakat ilmiah ketika itu, sehingga dua bahasa ini mengantarkan dalam memahami buku-buku ilmiah secara otodidak. Tahun 473 H. Al- Ghazâli pergi ke Naizabur untuk belajar di Madrasah anNizamiah, ketika itu Imam al-Haramain Diya ad-Din al-Juwaini (478 H.) bertindak sebagai kepala dan tenaga pengajar di sana.50 2. Pemikiran Al-Ghazali Walaupun Al-Ghazali lebih dikenal sebagai tokoh sufi yang termashur, namun tidak sedikit karya-karyanya yang membahas tentang masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, diantaranya masalah ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali mengenai ekonomi boleh dikatakan 49
H. Hadi Mutamam, “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam AlMuatashfa”, Mazahib, vol. IX. No. 1, Juni 2007. Hal 13 50 ibid
43
pemikiran yang orisinal karena pemikirannya telah terkonsep jauh sebelum teori-teori ekonomi yang berkaitan konsep maslahah, dengan pasar, evolusi uang, serta aktivitas produksi disusun oleh ilmuwan ekonomi Barat. Diantara banyak pemikiran dalam bidang ekonomi yang paling menonjol adalah pemikiran tentang konsep maqasid al-syari‟ah. Konsep ini secara langsung disebutkan baik dalam qur‟an maupun hadits serta telah dibahas oleh banyak ilmuwan muslim.51 Seluruh alasan syar‟i yang mendasarinya, yang mana disepakati oleh sebagian besar para ulama adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia (jalb al-mashalih) serta prinsip menjauhkan manusia dari segala bahaya (daf‟u al-mafashid). Al-Ghazali merumuskan maqasid al-syari‟ah kedalam lima kategori utama sebagaimana terdapat dalam perkataanya “ Tujuan utama syari‟ah adalah meningkatkan kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan iman, hidup, akal, keturunan dan harta. Apa saja yang menetapkan perlindungan kelima hal ini merupakan kemaslahatan umum dan diinginkan, juga apapun yang menyakiti mereka berarti melawan kemaslahatan public dan tidak diinginkan.”52 Pemikiran Al-Ghazali jika kita cermati, telah menembus batasan ruang dan waktu. Pemikirannya bisa diaplikasikan dimana saja dan kapan saja.
51
Beberapa tokoh yang sangat terkemuka telah me nguraikan tentang maqasid al-Sharī„ah mereka adalah : al-Māturīdī (d.333/945), al- Shāshī (d.365/975), al-Bāqillānī (d. 403/1012), al-Juwaynī (d.478/1085), al-Ghazālī (d.505/111), Fakhr al-Dīn al-Rāzī (d. 606/1209), al-Āmidī (d. 631/1234), „Izz al-Dīn „Abd al-Salām (d. 660/1252), Ibn Taymiyyah (d. 728/1327), al-Shātībī (d. 790/1388) and Ibn „Āshūr (d.1393/1973) 52 M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 5-6
44
Misalnya sekarang sedang berkembang paradigm pembangunan inklusif (inclusive
development)53,
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development)54, dan juga MDG‟s (Millennium Development Goals)55, semua paradigm pembangunan itu telah terangkum semua dalam konsep maqasid syariah. Semua ulama sepakat dengan lima kategori dalam konsep maqasid syari‟ah, namun terdapat perbedaan dalam menempatkan point mana yang diutamakan, akan tetapi sebenarnya kelima point tersebut memiliki keutamaan yang sama jadi penempatan urutan tidak berarti apapun, itu hanya tergantung dari sudut pandang para ulama saja. Hal terpenting adalah pemihaman dan pengimplementasian maqasid syariah dalam segala aspek kehidupan dan khususnya dalam pembangunan ekonomi. Kelima aspek maqasid syariah jika disederhanakan akan menjadi dua komponen besar, yaitu, komponen nonmaterial manusia diwakili oleh perlunya menjaga iman (hifdz din) dan komponen materiil manusia yang terwakili oleh menjaga hidup, akal, keturunan, dan harta.
53
Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat tanpa pengecualian, mamberikan akses yang sama untuk ikut serta ataupun meninkmati hasil pembangunan 54 Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan masa kini dengan tidak mengorbankan kebutuhan generasi penerus akibat dari kerusakan lingkungan. 55 MDGs adalah kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala negara atau perwakilannya dari 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000. Tujuan dari kesepakatan ini adalah peningkatan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat dunia pada tahun 2015. Kesepakatan itu terdapat dalam butir-butir diantaranya, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas kesehatan.
45
a. Urgensi Menjaga Iman (hifdz din) Kata hifdz din diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi faith, kemudian dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kepercayaan atau iman. Iman menjadi salah satu unsur dalam maqasid syariah karena memang manusia membutuhkan sebuah kepercayaan. Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.56 Kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang kehidupan yang kemudian dalam tahapan lebih tinggi akan menghasilkan kebudayaan. Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan penguasa semesta akan berimplikasi pada kehidupan dan melahirkan sebuah nilai, yaitu, bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki manusia sesungguhnya milik Tuhan. Sehingga segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia mendapat pengawasan dari Tuhan dan harus dipertanggung jawabkan. Kepercayaan dalam islam dibahas dalam ajaran tauhid yang mengajarkan kepercayaan selain percaya pada eksistensi Tuhan, juga harus percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui Rasul-rasulnya, serta melalui kitab-kitab sucinya. Memegang teguh ajaran tauhid akan
56
Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam
46
menghasilkan nilai atau perilaku atau akhlak57 mulia yang pada akhirnya akan membangun peradaban yang tinggi, seperti, sikap saling menolong, peduli pada lingkungan dan lain-lain. Tuhan menciptakan manusia bukan hanya terdiri dari unsur fisik saja melainkan unsur rahani juga. Keduanya telah diakui eksistensinya, keduanya juga membutuhkan asupan tersendiri. Jika tubuh manusia membutuhkan makanan untuk bertahan hidup dan berkembang, pakaian dan papan untuk berlindung, maka jiwa manusia membutuhkan sebuah kepercayaan yang benar untuk memenuhi kebutuhannya. Sangat jelas bahwa aspek hifzd din sangat penting dalam pembangunan. Karena dengan menjadikan kepercayaan atau agama sebagai unsur penting dalam pembangunan telah menjadikan pembangunan sebagi konsep yang utuh, yakni meliputi kebutuhan manusia baik fisik maupun nonfisik. b. Urgensi Menjaga Kehidupan (an-nafs), Akal (hifdz „aql), Keturunan (annasl), dan Harta (al-mal) Manusia diciptakan Tuhan ke muka bumi tidak lain untuk menjadi khalifah. Tugas utama khalifah adalah untuk memakmurkan bumi. Memakmurkan
57
dalam
pembahasan
ini
sama
pengertiannya
dengan
Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumuddin mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatanperbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau atau direncanakan sebelumnya
47
pembangunan. Sedangkan pembangunan sangat tergantung pada kualitas manusia itu sendiri, atau menurut Ibn Khaldun “bangkit dan runtuhnya suatu peradaban tergantung kualitas manusia.” Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqasid syari‟ah seharusnya mengutamakan keselamatan hidup manusia. Pembangunan harus mengutamakan ketersediaannya kebutuhan hidup. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi baik oleh individu maupun kelompok sosial. Para fuqaha telah membagi kebutuhan kedalam tiga kategori, yaitu, kebutuhan pokok (dharuriyyat), kebutuhan sekunder (hajjiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniat). Semua ini, seperti yang didefinisikan oleh fuqaha‟, mengacu pada barang dan jasa yang membuat perbedaan nyata dalam kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan tertentu, mengurangi kesulitan, atau memberikan kenyamanan.58 Penyelenggara
pembangunan
harus
mengutamakan
pemenuhan
kebutuhan dengan meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, menjamin tersedianya lapangan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan keamanan. Karena esensi maqasid syari‟ah bukan hanya pembangunan fisik yang dihitung dengan tingkat PDB ataupun pedapatan perkapita, namun lebih mengutamakan kualitas hidup manusia. Untuk mengetahui kinerja dari faktor
58
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 20
48
perlindungan hidup (hifdz nafs) bisa dihitung dengan menggunakan Angka Harapan Hidup atau Life Expectancy Index.59 Perlindungan terhadap akal (hifdz „aql) menjadi alat pengganda kualitas hidup manusia. Sejatinya manusia tidak memiliki instrument alami untuk mempertahankan hidupnya. Manusia tidak seperti macan yang diberi kecepatan lari dan taring yang kuat untuk memangsa, jerapah diberi leher yang panjang karena kebutuhannya akan daun yang muda. Manusia hanya diberi akal sebagai bekal mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan mengapa syari‟ah harus menjaga akal. Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan akal dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik. Pendidikan harus melakukan tujuan ganda. Pertama, harus mencerahkan anggota masyarakat tentang pandangan dunia dan nilai-nilai moral Islam serta misi mereka di dunia ini sebagai khalifah Allah. Kedua, harus memungkinkan mereka untuk tidak hanya melakukan pekerjaan mereka secara efisien dengan bekerja keras dan teliti, tetapi juga harus memperluas pengetahuan dan basis teknologi masyarakat. Tanpa meningkatkan moral, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan mereka serta peningkatan basis teknologi, tidak mungkin untuk
59
Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 13
49
mempercepat dan mempertahankan pembangunan.60 Untuk mengukur kinerja dari menjaga akal (hifdz „aql) dapat diukur dengan menggunakan tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, dan tingkat penguasaan tekhnologi. Jika masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan tekhnologi yang tinggi maka produktivitas masyarakat akan meningkat. Peningkatan ini akan menyebabkan penghasilan meningkat juga. Pendapatan yang meningkat memungkinkan masyarakat melakukan transaksi yang tinggi untuk memiliki barang-barang yang diinginkan. Maka yang penting selain peningkatan pendapatan adalah perlindungan terhadap harta (hifdz mal). Perlindungan diimplementasikan dalam bentuk kebebasan untuk memiliki sesuatu atau diakuinya hak milik. Pengakuan hak milik akan menjadi insentif bagi seseorang untuk lebih giat bekerja. Sebaliknya jika hak milik tidak diakui dan tidak dilindungi maka semangat untuk bekerja akan pudar. Walaupun kebebasan hak milik dijamin dalam ajaran islam namun cara-cara memperolehnya harus sesuai dengan syariat. Selain itu, dalam ajaran islam sangat ditekankan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada orang yang kaya saja.61 Kekayaan harus disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan dengan akad yang telah disepakati sebelumnnya. Karena
60
M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 19 61 M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 24
50
penumpukan kekayaan pada orang-orang tertentu saja akan menimbulkan kecemburuan sosial yang berakibat pada ketegangan antar masyarakat. Untuk mempertahankan generasinya makhluk hidup secara kodrati melakukan proses reproduksi uktuk melahirkan generasi baru menggantikan generasi lama atau menambah jumlah spesiesnya. Tentunya perlindungan keturunan (hifdz nasl) dalam konsep maqasid syari‟ah bukan berarti hanya menyangkut reproduksi semata. Memang diantaranya diatur masalah pernikahan untuk menjaga silsilah kekeluargaan yang jelas. Pemahaman menjaga keturunan seharusnya dimaknai lebih luas lagi mengingat eksistensi manusia tidak hanya bergantung dari lahirnya keturunan baru, namun lebih bagaimana mempersiapkan generasi selanjutnya agar lebih siap menghadapi hidup, karena tantangan zaman yang semakin sulit. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (Qs : An-Nisa‟: 9). Firman Allah tersebut memerintahkan kepada kita sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat atau negara untuk mempersiapkan generasi penerus sebaik mungkin. Generasi yang tercukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, memiliki keimanan kuat ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, sehat jasmani, dan memiliki warisan yang cukup. Lebih luas lagi bahwa menjaga keturunan berarti harus mengacu pada pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Berkelanjutan
51
memiliki
makna
kemampuan
sebuah
sistem
atau
proses
untuk
mempertahankan dirinya sendiri tanpa batas, sehingga pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan kualitas manusia, sosial, dan ekonomi yang mampu mempertahankan keharmonisan alam tanpa batas dalam sistem semesta alam.62 Terjaganya lingkungan akibat dari ekploitasi alam yang berlebihan
dan
pencemaran
akan
membuat
pembangunan
semakin
sustainable. B. Ibn Khaldun 1. Lingkungan dan Sejarah Pembentuk Karakter Ibn Khaldun Abad 8 H (14 M) merupakan masa yang relatif sunyi bagi dunia intelektual Islam jika dipandang secara keseluruhan, dengan kesan kuat akan adanya dominasi neo-Hanbalisme. Tetapi sunyi tidaklah berarti sama sekali mandek. Barangkali benar bahwa pada abad itu dunia intelektual Islam telah banyak kehilangan momentumnya. Tetapi, seperti pernah dialami sebelumnya, selalu tampak adanya perkecualian. Di Tunisia, yang dari pandangan geopolitik Dunia Islam termasuk pinggiran, tampil di atas pentas sejarah pemikiran manusia salah seorang ilmuwan Islam yang sangat cemerlang dan termasuk yang paling dihargai oleh dunia intelektual modern.63
62
Sustainability Indicators: A Scientific Assessment, Edited by Tomas Hak, Bedrich Moldan, and Arthur Lyon Dahl, (London : Island Press 2007). Hal. 2 63 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 929
52
Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi‟ di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibn Khaldun.64 Masa kanak-kanak sampai remaja Ibn Khaldun dihabiskan di Tunisia sampai usianya 18 tahun (1332 M - 1350 M). Ibn Khaldun sejak kecil mendapat pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Muhammad ibn Muhammad adalah ayah Ibn Khaldun yang tak lain adalah seorang yang tinggi ilmunya. Ibn Khaldun merasakan pendidikan langsung dari ayahnya tidak lama karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349. Ibn Khaldun adalah pemuda yang sangat berbakat dan bersemangat untuk menuntut ilmu, Ia belajar membaca dan menghafal Al-Qur‟an dan fasih dalam Qirā‟āt sab‟ah (tujuh cara membaca Al-Qur‟an). Ia juga memperlihatkan perhatian yang seimbang antara mata pelajaran tafsir, hadist, fiqh, gramatika bahasa Arab65, ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, tasawuf, dan metafisika. Selain itu ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah, ekonomi,
64
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 225 Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, (juni 2012) hal. 207 65
53
geografi, fisika, dan matematika. Dalam semua bidang studinya, ia mendapat nilai yang sangat memuaskan dari guru-gurunya.66 Ketika Ibn Khaldun berumur delapan belas tahun, terjadi dua peristiwa penting yang menyebabkannya berhenti belajar. Pertama, berkecamuknya wabah kolera (pes) tahun 747 H/ 1345 M di bagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat, yang meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga Maghribi, Italia, dan sebagian besar negara-negara Eropa dan Andalusia. Wabah kolera ini menimbulkan banyak korban jiwa. Di antaranya adalah ayah dan ibu Ibn Khaldun dan sebagian besar guru yang pernah mengajarnya. Kedua, setelah terjadinya malapetaka tersebut, banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat dari wabah itu pada tahun 750 H/ 1348 M berbondong-bondong meninggalkan Tunisia dan berpindah ke Afrika Barat Laut. Dengan terjadinya dua peristiwa ini jalan pemikiran Ibn Khaldun berubah. Ia terpaksa berhenti belajar dan mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat dalam pemerintahan dan peran dalam percaturan politik di wilayah itu.67 Karier politik Ibn Khaldun dimulai dengan mengabdi kepada pemerintah Abu Muhammad ibn Tafrakin pada tahun 751 H/ 1349 M. Pada pemerintahan ini, Ibn Khaldun menduduki jabatan sebagai penulis kata-kata al-hamdulillāh dan al-shukrulillāh dengan pena serta tulisan basmalah yang mengawali surat atau instruksi. Jabatan ini
66
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 226 Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, (juni 2012) hal. 208 67
54
membutuhkan suatu keahlian di bidang mengarang sehingga rangkaian kata-kata syukur dan isi surat dapat terpadu menjadi satu kesatuan tulisan yang serasi.68 Jabatan sebagai juru tulis tidak berlangsung lama karena adanya pergolakan politik. Pada tahun 753 H/ 1351 M Amir Qusanthinah yang tak lain adalah cucu dari Sultan Abu Yahya al-Hafsi penguasa sebelumnya, menyerang Tunisia dan merebut kembali kekuasaanya. Ibn Khaldun menyelamatkan diri berpindah ke Baskarah sebuah kota di Aljazair. Ibn Khaldun mendapatkan sambutan yang hangat di Baskarah selain itu ia juga diangkat menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan di Fez atau sekarang dikenal dengan Maroko. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi sekretaris sultan. Namun, jabatanya tidak sampai berumur 2 tahun ia harus menghadapi tuduhan bersekongkol dengan salah seorang lawan politik sultan. Sehingga ia dijebloskan ke penjara selama 2 tahun. Ibn Khaldun bebas setelah meninggalnya sultan, namanya direhabilitasi dan mendapat beberapa jabatan penting, ia diangkat menjadi sekretaris negara dan urusan hukum. Lagi-lagi karena kondisi politik yang tidak stabil mengharuskan ia pindah ke Granada di Andalusia. Di Granada ia diangkat oleh Sultan Bani Amhar menjadi duta kerajaan di Castilla, sebuah kerajaan Kristen di Seville.69
68 69
Ibid, hal. 208 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal.227
55
Ibn Khaldun selama karir politiknya berada dalam keadaan politik yang tidak stabil, pergantian rezim yang berulang-ulang mengharuskan ia berpindahpindah tempat. Dari Fez ke Granada kemudian ia kembali lagi ke Basrah, untuk dua kalinya ia juga harus kembali ke Granada namun karena rezim tidak menginginkannya ia harus kembali ke Maghribi. Setelah berbagai pergolakan politik yang dialaminya ia berjanji untuk berhenti dari dunia politik. Ibn Khaldun kemudian fokus untuk menulis buku dan mengajar di Universitas AlAzhar. 2. Pemikiran Ibn Khaldun Asal usul teori pertumbuhan atau pembangunan ekonomi menurut Boulakia dan Desomogyi ditelusuri oleh Ibn Khaldun. Khaldun mendahului pemikiran Adam Smith dalam hal teori pembagian tenaga kerja, Karl Marx tentang tenaga kerja yang diperlukan dan surplus tenaga kerja, serta teori David Ricardo yang menjadikan emas dan perak sebagai ukuran baku dan sebagai komoditas. Meskipun pemikiran Ibn Khaldun tidak sejelas Marx dan Ricardo. Namun, konsep-konsep utama ekonomi yang sudah ia bahas meliputi; nilai, pertumbuhan, distribusi, pembangunan, uang, harga, keuangan public, siklus bisnis, sewa, manfaat perdagangan dan ekonomi politik.70 Pemikiran Ibn Khaldun yang berkaitan dengan pembangunan dapat kita temukan pada maha karyanya yakni Muqaddimah. Buku Ibn Khaldun
70
Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, Ph.D., Principles of Sustainable Development in Ibn Khaldun‟s Economic Thought, Malaysia Journal of Real Estate, Vol. 5 No. 1 tahun 2010. Hal 5
56
dinamakan Muqaddimah karena memang merupakan landasan teoretis tentang sejarah (termasuk di dalamnya dasar ilmu-ilmu sosial) yang dia tulis menjadi buku yang jauh lebih besar dan berjilid-jilid, berjudul Kitâb Al-„Ibar. Kata Al„Ibar bisa berasosiasi dengan kata-kata pinjaman dari bahasa Arab, yaitu ibarat, atau mengambil tamsil (pelajaran yang tersembunyi). Jadi, Kitâb Al„Ibar berarti kitab yang mengambil pelajaran-pelajaran dari sejarah bangsa Arab dan bangsa Barbar.71 Pembahasan mengenai pembangunan termasuk tema yang penting dalam karyanya. Istilah pembangunan dalam karyanya mengacu pada istilah „umran al-„alam atau memakmurkan dunia. Istilah „umran al-„alam dibentuk dari tiga komponen yaitu; sejarah (tarikh), kerjasama masyarakat (al-ijtima` alinsani) dan alam semesta (al-kawn). Ada juga pendapat yang lain membaginya menjadi tiga komponen, yaitu manusia (insan), kehidupan (al-hayat) dan alam (al-kawn) (Muhamad Sa`id Ramadan al-Buti, 1998: 19-20). Ketiga-tiga komponen ini berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakat yang digerakkan oleh semangat persaudaraan (solidaritas atau ashabiyah) sehingga melahirkan negara (dawlah) dan kemakmuran („umran). Di atas kaidah inilah Ibn Khaldun mendefinisikan „umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh alJabri, yaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang bekerjasama/bermufakat di kawasan kota atau desa dalam
71
Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 2126
57
sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang menyenangkan dan makmur baik dari segi rohani atau jasmani yang dipandu dengan agama dan akhlak serta hukum dan peraturan penciptaan alam serta manusia ciptaan Allah Ta`ala.”72 Sebelum membahas mengenai teori pembangunan Ibn Khaldun terlebih dahulu kita harus mengetahui spirit dari teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam konsep asabiyyah. Asabiyyah merupakan faktor ynag dominan penentu dari bangkit dan runtuhnya suatu negara. Kata asabiyyah dalam perkembangannya
dimaknai
sebagai
“empati
kelompok”,
“solidaritas
persaudaraan”, dan “kesadaran kelompok”. Walaupun kata asabiyyah dimaknai lebih dangkal oleh oleh muslim tradisional yaitu “dukungan buta dari seseorang pada suatu kelompok tanpa memperhatikan aspek keadilan. Namun ia memaknai asabiyyah lebih luas dan lebih dalam meliputi aspek lingkungan, psikologis, sosiologi, ekonomi dan kekuatan politik.73 Asabiyyah dibentuk dari sikap altruis atau mementingkan kepentingan orang lain terlebih dahulu sebagaimana menurut Hegel. Hegel membagi sikap altruis kedalam tiga kelompok yaitu; pertama, particular altruism yang terbatas pada keluarga saja. Kedua, universal ego, sikap altruis ini cangkupannya lebih besar yaitu masyarakat, namun dalam hal ini kepentingan pribadi menjadi prioritas utama
72
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 4 73 Fida Mohammad, Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel, Marx, and Durkheim, The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II. Hal. 27
58
dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Ketiga, universal altruism, dalam tahap ini kesadaran masyarakat lebih tinggi, kepentingan individu diselaraskan dengan kebutuhan bersama. Namun dimensi asabiyyah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan pendapat Hegel. Sikap mementingkan kepentingan bersama dalam konsep asabiyyah bukan berasal dari teori survival of the fittes namun lebih condong kepada sifat dasar manusia yang berasal dari anugerah Tuhan yaitu sifat ingin saling membantu. Selain itu dimensi asabiyyah tidak melulu dalam hal material tapi mencangkup dimensi spiritual juga. Asabiyyah berasal dari perintah Tuhan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan (Qs: AlMai‟idah : 2). Dalam memahami masyarakat Ibnu Khaldun menggunakan sejarah sebagai alat untuk memahami dinamika alami suatu masyarakat. Pada mulanya masyarakat adalah kelompok kecil yang kemudian berkembang menjadi masyarakat yang lebih kompleks. Ia membagi masyarakat dalam dua kelompok yaitu, badui (badawa) yang hidup secara nomaden, dan yang hidup menetap di suatu tempat (hadarah). Teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam muqaddimah menjelaskan bagaimana sebuah negara bangkit dan terpuruk. Dasar teori itu dituangkan dalam istilah Ibn Khaldun “delapan nasehat utama” (kalimat hikamiyyah) dari kearifan politik, antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang kuat, jika diurutkan maka antara yang awal dan yang akhir
59
tidak dapat dipisahkan.74 Delapan nasehat itu adalah; 1) Pemerintah yang kuat tidak akan terwujud kecuali melalui pelaksanaan syariah75, 2) Syariah tidak dapat diwujudkan kecuali melalui pemerintahan (al-mulk), 3) Kerajaan tidak akan meningkatkan kekuatannya kecuali melalui masyarakat (ar-rijal), 4) Masyarakat tidak akan bertahan kecuali dengan kekayaan (al-mal), 5) Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al-imarah), 6) Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (al-adl), 7) Keadilan adalah kriteria (al-mizan) yang mana digunakan oleh Tuhan untuk menilai manusia, dan 8) Pemerintahan dibebankan tanggung jawab untuk merealisasikan keadilan.76 Delapan nasehat yang diistilahkan oleh Ibn Khaldun merupakan inti dari muqaddimah atau dengan kata lain muqaddimah adalah elaborasi dari delapan prinsip tersebut. Kelebihan dari analisa dan penjelasan Khaldun karena multidisiplin dan karakter yang dinamis. Multidisiplin karena analisis dari Ibn Khaldun menghubungkan semua variable penting sosio-ekonomi dan politik yaitu; pemerintahan atau otoritas politik (G), keyakinan dan aturan berperilaku atau Syariah (S), masyarakat (N), kekayaan atau cadangan sumberdaya (W), pembangunan (g), dan keadilan (j).
74
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 839 75 Kata syariah secara harfiah mengacu pada makna keyakinan, kelembagaan, atau aturan perilaku dalam masyarakat, namun sekarang kata syariah lebih dikaitkan dengan Islam 76 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). hal 849
60
Kesemua variabel tidak dapat berdiri sendiri bahkan dalam teori yang dibangun Ibn Khaldun tidak mengenal istilah cateris paribus77 karena pada dasarnya antara satu variabel dengan variabel lainnya saling mempengaruhi. Masing-masing variabel jika dijabarkan sebagai berikut; 1. Peran Manusia atau ar-rijal (N) Perhatian utama dari analisis-analisis dari Ibn Khaldun menurut Franz Rosenthal adalah manusia itu sendiri. Dalam muqaddimah dijelaskan bahwa manusia berbeda dengna makhluk lain, karena manusia memiliki cirri-ciri sendiri yaitu; a) manusia memiliki pengetahuan dan keahlian yang merupakan hasil dari berfikir, b) manusia butuh akan pengaruh yang sanggup mengendalikan, dan kepada kekuasaan yang kokoh, sebab tanpa itu (yang dimaksud adalah organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani) eksistensinya nihil, c) manusia bisa melakukan berbagai usaha untuk menciptakan penghidupan, d) manusia menginginkan peradaban yang maju, maksudnya adalah manusia senang mengambil tempat, dan menetap di kota-kota atau di desa-desa tempat beramah tamah dengan kaum kerabat, serta tempat unruk memenuhi semua kebutuhan, sesuai dengan watak alami manusia yang senang bantu membantu.78
77
Cēterīs pāribus adalah istilah dalam bahasa Latin, yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai "dengan hal-hal lainnya tetap sama", dan dalam bahasa Inggris biasanya diterjemahkan sebagai "all other things being equal." 78 Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal. 67-68
61
Sebab Ibn Khaldun sangat mengutamakan analisisnya terhadap manusia adalah karena pada dasarnya bangkit dan terpuruknya suatu negara tergantung dari manusia itu sendiri. Bahkan Tuhan sendiri tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau berubah (QS 13:11). Sedangkan untuk melakukan perubahan manusia harus memiliki suatu keahlian. Namun keahlian saja tidak cukup, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan harus saling bekerja sama. Bekerja sama yang dimaksud adalah membentuk organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani. Misalnya, tak ada seorangpun dengan sendirian dapat memperoleh sejumlah gandum yang dibutuhkan untuk makanan. Namun bila enam atau sepuluh orang, terdiri dari tukang besi dan tukang kayu untuk membuat alat-alat, dan yang lain bertugas menjalankan sapi, mengolah tanah, mengetam hasil tanaman dan semua kegiatan pertanian lainnya, bekerja untuk memperoleh makanan secara terpisah-pisah atau berkumpul bersama, dan dengan kerja itu akan dapat memenuhi kebutuhan penduduk beberapa kali lipat. Pekerjaan yang terkombinasi menghasilkan lebih banyak daripada kebutuhan dan kepentingan para pekerja.79 Contoh tersebut tidak hanya berlaku untuk memperoleh makanan melainkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi untuk pembangunan.
79
417
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.
62
Pembangunan dalam teori Khaldun menempatkan manusia sebagai actor utama pembangunan. Semua upaya pembangunan ditujukan untuk kemakmuran manusia yang haqiqi, yaitu selamat dunia dan akhirat. 2. Peran Pembangunan atau al-imarah (g) dan Keadilan atau al-adl (j) Jika manusia menjadi pusat analisis, maka pembangunan menjadi dan keadilan menjadi hubungan paling penting dalam rangkaian sebab-akibat bangkit dan runtuhnya suatu negara. Pembangunan menjadi sangat penting karena tanpa adanya perbaikan nyata dalam kesejahteraan rakyat, mereka tidak termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Selain itu, dengan tidak adanya pembangunan, masuknya cendekiawan, seniman, tenaga kerja dan modal yang harus diadakan dari masyarakat lain untuk mendorong pembangunan lebih lanjut mugkit tidak terjadi. Hal ini dapat mempersulit untuk mempertahankan pembangunan dan akhirnya dapat menyebabkan kemunduran.80 Dalam analisisnya mengenai pembangunan ada dua kelompok alami dalam masyarakat yakni masyarakat pedesaan dan masyarakat kota. Masyarakat desa digambarkan dengan masyarakat yang masih memiliki standar kehidupan sederhana. Mereka menjadi petani, peternak atau mengembala. Sedang masyarakat kota sebenarnya adalah evolusi dari masyarakat desa yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan menginginkan penghidupan yang lebih baik lagi. Keduanya adalah unsur
80
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal 840
63
utama dalam pembangunan sebuah peradaban. Menurutnya, perbedaan kondisi yang
diamati antara generasi (Ikhtilaf al-ajyāl) masyarakat pedesaan dan
perkotaan adalah hasil dari cara yang berbeda dalam mereka mencari nafkah. Ibn Khaldun mengatakan bahwa motivasi alami mereka adalah perbaikan kondisi sosial ekonomi dan akuisisi lebih banyak kekayaan dan kenyamanan yang lebih dari yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa bersantai dan menikmati hidup. Berangkat dari kondisi sosial-ekonomi ini, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa karena ini adalah kasus untuk masyarakat baik di pedesaan dan perkotaan, adalah wajar bahwa "pertemuan sosial mereka memungkinkan mereka untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan itu (yaitu mencari nafkah), dan mulai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang sederhana, sebelum mereka sampai pada tahap kemudahan dan kemewahan.81 Meskipun dalam karyanya Ibn Khaldun mengutip beberapa pemikiran para “hukama” (filsuf Yunani) serta sependapat bahwa “menurut fitrahnya manusia adalah makhluk sosial”, bukan berarti ia setuju dengan semua pemikiran mereka. Terlebih mengenai konsep masyarakat kota menurut Plato dan Aristoteles yang cenderung sekuler yang dikenal dengan dikenal “masyarakat Madani” (civil society), karena pada saat yang sama, ia
81
Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. P 146-242
64
mengecam hebat pandangan filsuf Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali.82 Pembangunan yang dimaksudkan dalam analisis Ibn Khaldun tidak selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang hanya mementingkan pembangunan secara fisik saja. Namun pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan yang terintegrasi yang meliputi aspek rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Namun semaju apapun pembangunan yang dicapai suatu bangsa tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya keadilan, karena pada dasarnya pembangunan dan keadilan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibn Khaldun memaknai keadilan bukan hanya dalam hal ekonomi yang sempit, melainkan keadilan dalam segalan bidang sebagaimana apa yang diungkapkannya “Jangan berpikir bahwa ketidakadilan terdiri hanya mengambil uang atau harta dari pemiliknya tanpa kompensasi atau sebab, meskipun ini adalah apa yang umumnya dipahami. Ketidakadilan lebih komprehensif daripada ini. Siapapun yang menyita milik seseorang atau memaksa dia untuk bekerja untuknya, atau menekan klaim dibenarkan terhadap dirinya, atau memaksakan pada dirinya tugas tidak diperlukan oleh Syariah, telah melakukan ketidakadilan. Pungutan pajak tidak dapat sesuai juga ketidakadilan, perampasan pada properti orang
82
Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 7-8
65
lain atau membawanya pergi dengan paksa atau pencurian merupakan ketidakadilan; menyangkal orang lain hak-hak mereka juga ketidakadilan”83 Nilai inti dalam sistem Islam dan pandangan dunia adalah keadilan disertai dengan kemurahan hati. Ibn Khaldun menegaskan bahwa keadilan sebagai ciri khas dari kehidupan Islam dan masyarakat, dan sebagai bagian tak terpisahkan dari hukum, sosial dan kemajuan ekonomi (Ahmad 2003). Selain itu, Islam menekankan bahwa keadilan tidak hanya berakar dalam sistem masyarakat tetapi juga harus beresonansi melalui semua tingkat kehidupan sosial, dalam semua hubungan dan urusan dari keluarga kepada negara.84 Konsep keadilan merupakan bagian integral dalam pemahaman konsep solidaritas sosial atau “Asabiyyah” yang diuraikan oleh Ibn Khaldun. Hal ini menetapkan keseimbangan melalui pemenuhan hak dan kewajiban, dan dengan menghilangkan kesewenang-wenangan serta kesenjangan semua bidang kehidupan. Misalnya, manfaat dan biaya dari skema kerjasama sosial harus dibagi secara proporsional dengan kontribusi yang dibuat oleh masing-masing peserta. Selain itu, individu harus dijamin hak dan kesempatan untuk kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan pekerjaan (Parvez 2000).85
83
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841 84 Dr. Asyraf Wadji Dasuki, Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication To Group-Based Lending Scheme, 4th International Islamic Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur, Malaysia. Hal. 4 85 Ibid. hal 5
66
Keadilan diwujudkan dalam kegiatan ekonomi dapat berupa redistribusi dengan penyesuaian pungutan pajak kepada masyarakat. Ibn Khaldun berpendapat “apabila pembebanan dan kewajiban pajak atas rakyat, kecil, mereka bersemangat dan senang bekerja. Usaha cultural berkembang dan meningkat, sebab pajak yang rendah membawa kepuasan hati. Apabila usaha cultural meningkat, jumlah kewajiban dan pembebanan pajak individu menjadi naik. Konsekuensinya, pendapatan pajak, yang merupakan total pembebanan individu, bertambah banyak.”86 Kemudian pengalokasian atau redistribusi juga harus merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga wajib member perlindungan kepada orang atau instansi yang telah membayar pajak. Ibn Khaldun mengemukakan bahwa para pemilik modal membutuhkan wibawa dan proteksi, karena mereka telah banyak membantu kebutuhan masyarakat. Pembangunan berperan besar dalam membentuk sebuah peradaban yang makmur. Karena dengan pembangunan akan memberikan stimulus kepada masyarakat untuk giat bekerja. Dengan adanya pembangunan para tenaga ahli dan para pekerja akan dapat menyalurkan keahliannya masingmasing. Sementara keadilan adalah prinsip yang sangat penting dalam pembangunan, karena dengan tidak adanya keadilan akan menjadi pemicu utama keruntuhan suatu bangsa. 3. Peran Lembaga (S) dan Pemerintahan (G)
86
349
Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.
67
Keadilan, bagaimanapun, membutuhkan aturan perilaku tertentu dalam bentuk sebuah lembaga yang disebut Ekonomi Kelembagaan dan nilai-nilai moral dalam pandangan keagamaan. Semua itu adalah standar bagi orang (N) berinteraksi dan memenuhi kewajiban mereka terhadap satu sama lainnya (M: 157-58; R: I. 319-21). Semua masyarakat memiliki aturan tersebut berdasarkan pandangan dunia mereka sendiri. Dasar utama dari aturan ini dalam masyarakat Muslim adalah Syariah (S). Ibn Khaldun memaknai syariah sebagai “Hukum Ilahi perintah melakukan yang baik dan melarang melakukan apa yang jahat dan merusak” (M: 304; R: II 142.). Oleh karena itu, semua itu menurunya syariah “untuk kebaikan manusia dan melayani kepentingan mereka” (M: 143; R: I. 292). Sifat dasar ketuhanan (dalam diri manusia) membawa mereka meningkatkan potensi kesediaan untuk saling membantu dan kepatuhan terhadap syariah dan kesediaannya untuk menjadi agen persatuan antar kelompok sehingga tetap bersatu kuat (M: 151-52; R: I. 305-8 dan
319-22). Hal
ini
dapat
membantu
mengekang
perilaku
yang
membahayakan secara sosial, menjamin keadilan (j), dan meningkatkan solidaritas dan saling percaya antara orang-orang, sehingga memungkinkan untuk meningkatkan pembangunan (g).87 Walau bagaimanapun, sebaik apapun sebuah peraturan tidak akan berarti jika tidak dilaksanakan secara adil dan tidak memihak. Syariah pada
87
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841-842
68
hakikatnya hanya bisa memberikan sebuah aturan dalam masyarakat, ia tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Oleh karena itu diperlukan sebuah otoritas yang bisa menjalankan semua aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, dan pedoman. Sangat jelas bahwa kehadiran pemerintahan dalam menjalankan syariah sangat diperlukan. Rasulullah juga dengan jelas berpendapat mengenai pentingnya sebuah pemerintahan melalui hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik, “Allah itu mencegah melalui sultan (berdaulat) apa yang dia tidak bisa mencegah melalui Qur'an”. Makna dari mencegah yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah mencegah ketidak adilan dan mencegah penderitaan rakyat, maka peran pemerintah menjadi sangat vital dalam urusan tersebut. Maka kehadiran pemerintah akan bermakna jika pemerintah berperan sebagai mana mestinya. Menurut Ibn Khaldun “Makna sebenarnya dari otoritas kerajaan (al-mulk) terwujud ketika penguasa membela dan berpihak pada rakyatnya.
Kemudian
menjadikan
mereka
ke
arah
kebaikan
dan
kedermawanan, semua itu adalah bagian dari meringankan mereka dan menunjukkan perhatian kepada mereka dalam hal mencari nafkah. Hal ini penting bagi penguasa dalam memperoleh cinta rakyatnya.” Aspek ekonomi di sini jelas menjadi perhatian utama, dengan ekspresi “untuk menunjukkan minat pada cara mereka mencari nafkah”.88 4. Peran Kekayaan atau Al-Mal (W) 88
Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. P 146-242
69
Kekayaan dalam kehidupan sangatlah penting, karena kekayaan menyediakan bahan utama yang diperlukan untuk memastikan keadilan dan pembangunan berjalan dengan baik, memacu efetifitas pelaksanaan aturanaturan oleh pemerintah, serta terciptanya kesejahteraan masyarakat. Kekayaan tidak tergantung pada bintang-bintang. Atau adanya tambang emas dan perak (Desfosses dan Levesque, 1975). Hal ini tergantung lebih pada kegiatan ekonomi (M: 360 dan 366; R:. II 271 dan 282), Luasnya pasar, insentif dan fasilitas yang diberikan oleh negara dan alat-alat produksi, kesemuanya itu yang pada gilirannya tergantung pada tabungan atau “surplus” yang tersisa dari pendapatan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Semakin besar aktivitas perekonomian, semakin besar pula pendapatan. Pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi untuk tabungan lebih besar dan investasi yang lebih besar dalam alat atau infrastruktur, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada pembangunan (g) dan kekayaan (W) yang lebih besar. Dia menekankan peran investasi lebih lanjut dengan mengatakan: “Dan ketahuilah bahwa kekayaan tidak tumbuh ketika ditimbun dan mengumpulkan dalam brankas”. Kekayaan itu akan lebih tumbuh dan berkembang bila digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk memberi hak-hak mereka, dan untuk menghilangkan kesulitan mereka (M: 306; R:. II 146). Hal ini membuat rakyat lebih makmur, eksistensi negara menguat, zaman yang sejahtera, dan meningkatkan prestise (negara) (M: 306; R:. II 146). Faktor-faktor yang bertindak sebagai katalis adalah rendahnya tingkat pajak
70
(M: 279-81; R:. II 89-91), keamanan jiwa dan harta benda (M: 286; R:. II 103), dan lingkungan fisik yang sehat berlimpah tersedia dengan pohon-pohon dan air dan fasilitas lain dari kehidupan89 Dalam analisanya
Ibn Khaldun juga menekankan pentingnya
pembagian kerja dan spesialisasi dengan kata lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan
dalam
masyarakat
diperlukan
peningkatan
produktivitas
masyarakat. Selain itu masyarakat juga harus bekerja sama membentuk organisasi masyarakat (ijtima‟ insani) untuk suatu tujuan bersama. Dengan adanya organisasi masyarakat baik dalam bentuk usaha pertanian bersama, kerajinan, jasa ataupun industri efisiensi akan semakin baik dan produktivitas akan terus meningkat. Faktor tekhnologi juga tidak luput dari analisa Ibn Khaldun, dalam analisanya disebutkan bahwa kelebihan manusia dengan binatang lainnya adalah kemampuan manusia untuk menghasilkan perkakas atau tekhnologi. Dengan adanya perkakas manusia bisa mengolah sumber daya yang ada menjadi lebih berguna, dan juga dengan meningkatnya kualitas tekhnologi tentunya akan semakin mempermudah pekerjaan manusia. Dengan semangat asabiyyah, skill individu yang baik, dan tekhnologi yang baik maka tingkat produktivitas akan meningkat yang berkolerasi dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan juga pendapatan negara. Sehingga fasilitas dan pelayanan negara akan semakin baik seiring dengan meningkatnya
89
M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 843
71
pendapatan negara dan pada akhirnya kemakmuran menjadi hal yang mungkin terwujud. Analisa teori pembangunan Ibn Khaldun sangat kompleks, antar satu faktor dengan faktor lainnya tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisahkan. Masing-masing faktor member kontribusi yang penting yang tidak dapat diabaikan. Penulis mencoba mengilustrasikan pemikiran pembangunan Ibn Khaldun ke dalam sebuah gambar 1 sebagai berikut.
Gambar 1. Struktur Unsur Pembangunan Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kesejahteraan menjadi tujuan utama. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpeliharanya agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta. Sedangkan masyarakat yang menjadi pusat analisa Ibn Khaldun bertindak sebagai actor utama dalam mewujudkan kemakmuran. Tetunya masyarakat secara individu agar bisa mencapai kemakmuran harus memiliki spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu untuk memenuhi segala kebutuhannya.
72
Sedangkan
pembangunan
berperan
sebagai
pemacu
semangat
masyarakat untuk semakin produktif. Dengan meningkatnya pembangunan berarti semakin banyak fasilitas yang tersedia, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, tekhnologi, pasar, dan sarana umum. Fasilitasfasilitas tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan produktivitas. Meningkatnya produktivitas masyarakat juga akan berpengaruh terhadap tabungan masyarakat dan pendapatan negara pada sektor pajak. Pembangunan yang tinggi tanpa disertai dengan keadilan tidak akan berarti apa-apa karena ketidakadilan akan menimbulkan berbagai konflik di tengah masyarakat. Selanjutnya, faktor-faktor yang lain memrlukan lembaga yang memiliki legitimasi dan kekuatan untuk menjalankan kesemuanya itu, maka diperlukanlah pemerintahan yang berdaulat dan berwibawa. Sementara untuk keseimbangan dan keberlanjutan pembangunan maka pemerintahan harus berpegang kuat pada syariah. Terakhir faktor yang paling penting adalah semangat menjaga asabiyyah karena dengan semangat kebersamaan apapun tujuannya dan dalam kondisi apapun akan dapan teratasi. C. Umer Chapra 1. Biografi Umer Chapra M. Umer Chapra dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933, di Bombay India M. Umer Chapra adalah ekonom yang lahir di Bombay India pada tanggal 1 Februari 1933, ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra
73
dilahirkan dikeluarga yang kental dengan nilai-nilai agama Islam yang kelak menjadi pegangan kuat dalam mengembangkan pemikirannya tentang ekonomi Islam. Selain itu ia juga terlahir dikeluarga yang berkecukupan sehingga ia bisa memperoleh kehidupan dan pendidikan yang baik. Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman.90 Umer Chapra memulai karirnya di bidang akademik pada tahun 1950 dengan memperoleh medali emas saat ujian masuk di Universitas Sindh, ia menempati urutan pertama mengalahkan 25.000 mahasiswa lainnya. Kemudian ia melanjutkan studinya di Universitas Karachi 1954 sampai 1956. Bidang yang didalaminya adalah ekonomi dan bisnis, ia memperoleh gelar M.BA (Master Business Administration). Kecintaan akan ilmu membawanya untuk melanjutkan pendidikannya jenjang yang lebih tinggi, yakni melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Minnesota di Minneapolis. Chapra dikenal oleh hampir seluruh kalangan di kampus ia berada karena kecemerlangannya serta sikap rendah hatinya. Pembimbing Chapra selama program doctoral adalah Prof. Harlan Smith yang memujunya karena akhlak dan prestasi akademiknya. 90
http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014
74
Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian yang berkonsentrasi pada ekonomi Islam. Saat ini dia menjadi penasehat pada Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah Arab Saudi. Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasihat peneliti senior. Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Tidak hanya itu saja, lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga yang berkaitan dengan persoalan ekonomi diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu banyak
kegiatan
diselenggarakan
ekonomi oleh
yang
dikutinya,
lembaga
ekonomi
termasuk dan
kegiatan
keuangan
yang dunia
seperti IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dan lain-lain.91 2. Pemikiran Umer Chapra Pemikiran Umer Chapra tentang pembangunan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pada saat itu, khususnya di negara-negara Muslim yang ratarata masih dalam kategori negara berkembang dan masih menggantungkan pada sistem serta bantuan dari Barat dan Amerika yang menganut sekularisme. Pemikiran Chapra, khususnya dalam buku Islam and Economic Development merupakan kritik atas kecacatan sistem ekonomi Barat, penyadaran akan 91
http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014
75
pentingnya menggunakan sistem yang berbasis ajaran Islam, serta tawaran solusi-solusi untuk pembangunan yang lebih baik. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari argumen dasar (basic thesis) yang dibangun dalam bukunya Islam and Economic Development. Dalam basic thesis-nya
Chapra
mengungkapkan
“Ketika
masyarakat
sekuler
terus
meremehkan kebutuhan untuk pengembangan moral, mereka semua sekarang menyatakan komitmennya untuk pembangunan dengan keadilan. Ini adalah tesis dasar dari buku ini bahwa bahkan pengembangan material dengan keadilan tidak mungkin tanpa pengembangan moral. Alasan logis untuk anggapan ini adalah bahwa pembangunan yang berkeadilan membutuhkan „efisien‟ dan „pemerataan‟ penggunaan dari semua sumber daya, baik „efisiensi‟ maupun „keadilan‟ tidak bisa didefinisikan atau diaktualisasikan tanpa suntikan dimensi moral dalam kegiatan ekonomi.92 Umer Chapra sepakat dengan nilai dasar dan tujuan ekonomi pembangunan yang telah dibahas oleh ilmuwan dan ulama‟ sebelumnya, oleh karena itu tidak akan dibahas dalam bab ini. Menurut penulis pemikiran Chapra lebih pada upaya penyegaran pemikiran, respon, dan tawaran solusi atas masalah-masalah ekonomi pada umumnya dan pembangunan khususnya yang dihadapi umat Islam. Pemikiran Umer Chapra diantaranya adalah sebagai berikut;
92
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute Press 1993). Hal. 7
76
a. Efisiensi, Keadilan, dan Moral Efisiensi dan keadilan didefinisikan dalam beberapa sudut pandang. Dalam sudut pandang syariah, definisi yang paling tepat adalah sesuatu yang dapat mewujudkan visi pembangunan Islam. Maka dari itu, efisiensi yang optimal dapat dicapai dalam alokasi sumber daya apabila jumlah batas maksimum dari barang dan jasa pemenuh-kebutuhan diproduksi dengan tingkat stabilitas ekonomi yang wajar dan tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan.93 Efisiensi dapat diindikasikan dengan kemampuan untuk mencapai hasil yang dapat lebih diterima secara sosial tanpa menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi yang berkepanjangan dan tanpa terlalu menguras sumber daya tak terbarukan atau merusak lingkungan. Sedangkan pemerataan dapat dikatakan tercapai dengan optimal jika distribusi sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan semua individu memadai dan ada pemerataan pendapatan dan kekayaan yang tidak mengurangi motivasi untuk bekerja, menabung, investasi dan berwirausaha. Definisi untuk efisiensi dan pemerataan yang diberikan di atas, bagaimanapun, tidak bisa eksis dengan absennya moral. Hal ini sesuai dengan prinsip yang paling penting dari ilmu fisika yaitu materi tidak dapat diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga total output akan selalu sama dengan
93
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute Press 1993). Hal. 7
77
total input dalam hukum fisika. Definisi efisiensi yang benar bisa jadi akan seperti pendapat yang disampaikan Frank Knight, peerbandingan antara output yang berguna dengan total output atau input, bukan antara total output dengan jumlah input. Ini berarti bahwa ukuran „kegunaan‟ diperlukan untuk mengukur efisiensi.94 Jadi segala sesuatu dikatakan efisien jika tingkat input maupun output sama dengan kegunaannya. Pandangan mengenai efisiensi dan keadilan sangatlah penting menjadi landasan dalam pembangunan, karena selama ini asumsi yang dibangun oleh teori selalu tentang kelangkaan dihadapkan dengan maksimalisasi kepuasan. Akibatnya adalah timbulnya keserakahan dan ketimpangan dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, pembangunan dalam islam („umran al-„alam) harus bisa menciptakan efisiensi dan pemerataan sumber daya yang terbatas diantara kebutuhan manusia yang tak terbatas. b. Peran Negara Dalam sistem perekonomian apapun sering terjadi pertentangan antara peran negara dan pasar. Misalnya para menganut paham liberal berpendapat bahwa “pemerintah yang baik adalah yang semakin kecil campur tangannya”. Paham liberal mengagungkan kebebasan pasar dan menginginkan peran negara seminimal mungkin, di sisi lain paham komunis menginginginkan semua berada di bawah kendali negara termasuk hak milik.
94
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute Press 1993). Hal 8
78
Bagaimanapun, sebuah kepercayaan (iman) tidak akan bisa membantu menyejahterakan manusia. Suatu hal yang tidak realistis jika beranggapan bahwa semua orang akan menjadi manusia yang sepenuhya sadar bermoral di tengah-tengah masyarakat, hanya karena percaya akan Tuhan dan pertanggung jawaban di hari akhir. Selain itu, bahkan jika manusia sadar akan moral, mungkin mereka tidak menyadari prioritas sosial dalam penggunaan sumber daya. Hal ini alasan kenapa kehadiran negara diperlukan, untuk memainkan perannya untuk menjalankan syari‟ah, melakukan pembangunan dan pemerataan.95 Peran pemerintah yang dimaksudkan disini tidaklah sama dengan apa yang diterapkan di pemerintahan Tiangkok dan Uni Soviet yang totaliter. Hal ini lebih merupakan peran pelengkap yang akan dimainkan oleh pemerintah melalui internalisasi nilai-nilai Islam di masyarakat, penciptaan lingkungan sosial ekonomi yang sehat, dan pengembangan lembaga-lembaga yang memungkinkan tepat, dan tidak melalui kontrol yang berlebihan, pelanggaran yang tidak perlu terhadap kebebasan individu , dan penghapusan hak milik.96 Peran-peran pemerintah yang dimaksud diantaranya; 1) Membangun Kualitas Sumber Daya Manusia (People Centre of Development)
95
Umer Chapra, Islam and Economic Development (revised edition), (Jeddah : Islamic Reseach Institute Islamic Development Bank 2007). Hal 36 96 Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute Press 1993). Hal 62
79
Manusia merupakan elemen kehidupan yang tak terpisahkan dari setiap program pembangunan. Manusia adalah tujuan dan aktor dalam pembangunan. Mereka tidak akan memberika kontribusi positiv terhadap pembangunan, kecuali jika ada stimulus dan jaminan atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka dalam batasan kesejahteraan sosial, tidak ada yang lain, selain manusia yang bisa berhasil dalam mewujudkan tujuan dasar Islam. Oleh karena itu, tugas yang paling menantang di hadapan negara-negara Muslim adalah untuk memotivasi faktor manusia, untuk melakukan semua yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan yang berkeadilan. Individu harus bersedia untuk membuat yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien dengan integritas, kesadaran dan disiplin, dan berkorban untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan. Mereka juga harus bersedia untuk mengubah pola konsumsi, tabungan dan investasi perilaku mereka sesuai dengan apa yang dibutuhkan untuk menaikkan tingkat pertumbuhan dengan pemerataan dan meminimalisir ketidakseimbangan.97 Agar pembangunan dapat berjalan dengan cepat maka kualitas dan etos kerja sumber daya manusianya perlu terus ditingkatkan. Peningkatan dalam hal keahlian, kemampuan menejemen, dan penguasaan tekhnologi melalui peningkatan mutu pendidikan, mengadakan pelatihan-pelatihan, dan penelitian. Meningkatnya kualitas SDM dengan sendirinya akan meningkatkan produksi
97
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute Press 1993). Hal 64
80
dan juga kenaikan pendapatan masyarakat. Pada kenyataanya negara-negara muslim penduduknya mendapat upah yang rendah walaupun jam kerja tinggi, sehingga kesejahteraan sukar dicapai. Oleh karena itu tugas pemerintah adalah melakukan reformasi dalam hal ketenaga kerjaan. 2) Mengurangi Pemusatan Kekayaan Rintangan paling serius dalam merealisasikan maqashid adalah pemusatan kepemilikan atas sarana-sarana produksi di negara-negara Muslim, sebagaimana juga di negara-negara di seluruh negara-negara ekonomi pasar. Cara untuk mengatasi masalah ini salah satunya dengan cara pengambilan langkah-langkah radikal yang diperbolehkan syariat. Namun, strategi ini sangat berbeda dengan sosialisme dalam menghilangkan ketidakadilan dalam kapitalisme dengan pemerintah yang totaliter. Agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan maka kebijakan land reform (reformasi pertanahan). Penguasaan tanah oleh sebagian kelompok tertentu akan menyebabkan kemiskinan sulit untuk dihapuskan. Karena pada dasarnya yang miskin tidak punya faktor produksi yaitu tanah. Selain kebijakan land reform negara juga harus pro terhadap usaha mikro dengan pemberian akses keuangan untuk permodalan. Usaha mikro adalah bentuk kemandirian masyarakat oleh karenanya harus menjadi agenda khusus negara. Pemusatan kekayaan juga bisa terjadi karena kebijakan negara yang melakukan pembangunan hanya terpusat di kota-kota saja. Desa hanya dijadikan penopang kebutuhan masyarakat kota. Pembangunan yang terpusat
81
di kota berakibat pada arus urbanisasi yang tak terbendung, sehingga di desa mengalami masalah karena kurangnya SDM untuk membangun desa, sementara di kota mengalami masalah karena jumlah penduduk yang membludak. Pembangunan di desa pada dasarnya akan mereduksi pemusatan kekayaan. 3) Restukturasi Ekonomi dan Keuangan Restrukturisasi ekonomi dilaksanakan melalui realokasi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan yang merata tidak akan berjalan, tanpa adanya suatu penataan kembali perekonomian yang meliputi semua aspek ekonomi, termasuk konsumsi swasta, keuangan pemerintah, formasi kapital dan produksi.98 Upaya yang dilakukan adalah dengan mengubah preferensi konsumen melalui memperkenalkan filter moral, membedakan antara kebutuhan dan kemewahan, kriteria untuk mengklasifikasi kedalam dua kategori tersebut adalah norma-norma Islam dalam konsumsi dengan ketersediaan sumber-sumber daya dan dampaknya pada persaudaraan dan persamaan sosial.99 Keuangna adalah senjata politik, sosial, dan ekonomi yang ampuh di dunia modern. Ia berperan penting tidak hanya dalam alokasi dan distribusi sumber daya yang langka, tetapi juga dalam stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Ia juga menentukan sumber kekuatan, status sosial dan kondisi 98
M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam dan Pembangunan Ekonomi, hal.112 99 Ibid, h,. 113
82
ekonomi individu. Dengan begitu, tidak ada reformasi sosio-ekonomi tanpa restrukturisasi sistem keuangan sesuai dengan tujuan-tujuan sosial-ekonomi dari masyarakat. Restrukturisasi harus cukup menyeluruh agar lembaga keuangan dapat memberikan sumbangan penuh terhadap penghapusan ketidakseimbangan, dan terhadap intermediasi yang adil dan efisien dari sumber-sumber keuangan.100 Karena sumber-sumber lembaga keuangan berasal dari deposit yang diletakkan oleh lembaga bagian yang representative mewakili seluruh penduduk, cukup rasional kalau ia dianggap sebagai kekayaan nasional. Oleh sebab itu, seluruhnya harus digunakan untuk kesejahteraan bagi semua sektor penduduk dan bukan untuk lebih memperkaya mereka yang sudah kaya dan berkuasa.101
Namun yang lebih penting adalah bahwa sistem keuangan
berbasih bunga yang diterapkan oleh hampir seluruh perekonomian di dunia ini terbukti tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi, dan cenderung menambah parah keadaan ekonomi. Penggunaan riba yang diharamkan tentunya mengharuskan negara-negara Muslim harus meninggalkan sistem riba dan menjalankan sistem keuangan yang Islami.
100
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (terj), Ikhwan Abidin dari juldul asli Islam and Economic Challenge, (Jakarta : Gema Insani Press 2000) hal. 351 101 Ibid. hal. 351
83
Pemikiran ketiga tokoh di atas dapat dilihat dalam table berikut ini;
Indikator Pembangun an
Al-Ghazali Tercapainya maslahah (terlindunginya kebebasan berkeyakinan, perlindungan kehidupan, perlindungan pikiran, perlindungan harta, perlindungan keturunan)
Ibn Khaldun Tercapainya maslahah (terlindunginya kebebasan berkeyakinan, perlindungan kehidupan, perlindungan pikiran, perlindungan harta, perlindungan keturunan) Manusia, Lingkungan dan Spiritual
Umer Chapra Tercapainya maslahah (terlindunginya kebebasan berkeyakinan, perlindungan kehidupan, perlindungan pikiran, perlindungan harta, perlindungan keturunan) Manusia, Lingkungan dan Spiritual Pemerintah sebagai perencana dan pembuat regulasi dan masyarakat sebagai partisipator aktif dalam pembangunan Revitalisasi keuangan publik (ZISWAF), reformasi keuangan publik dengan mengatur prioritas pengeluaran, pajak yang adil dan efisien, membatasi defisit. Liberalisasi pada sektor tertentu untuk kepentingan masyarakat
Objek dan Subjek Pembangun an Peran Pemerintah dan Masyarakat
Manusia, Lingkungan dan Spiritual
Pemerintah sebagai lembaga pengatur distribusi keadilan ekonomi
Hukum saling ketergantungan (linked) antar faktorfaktor pendorong pembangunan
Keuangan
Uang sebagai alat tukar menggantikan sistem barter yang sulit terwujud
Pasar
Mekanisme pasar akan bekerja jika ada tempat bertemu antara permintaan dan penawaran, serta diperlukannya alat tukar sebagai pengganti sitem barter yang sulit diterapkan
Emas dan perak sebagai mata uang sah, pentingnya departemen pengelola pajak, untuk memaksimalkan pendapatan dan pengeluaran negara Mekanisme pasar akan menentukan harga, dan harga sangat dipengaruhi oleh faktor produksi dan pajak
84
D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi Indonesia Sebagai negara dengan penduduk masyoritas memeluk agama islam yakni di atas 80%. Sudah selayaknya sistem ekonomi di Indonesia berlandaskan ajaran Islam. Namun yang terjadi adalah para founding father tidak meletakkan islam sebagai landasan negara. Ekonomi Indonesia disusun berdasarkan konstitusi yang telah disepakati oleh seluruh founding father negara Indonesia yaitu UUD 1945. Asas perekonomian Indonesia diatur dalam UUD 1945 pasal 27, pasal 33, dan pasal 34. Walaupun tak sepenuhnya sama, namun, sistem pembangunan ekonomi baik Indonesia maupun pembangunan ekonomi Islam memiliki substansi yang sama dan saling akomodatif. Hal ini dapat dilihat dalam table berikut ini: Indonesia bentuk usaha
Islam
Pasal 33 1. usaha bersama berdasarkan Kebersamaan, kekeluargaan
kepemilikan
ukhwah,
kepedulian, dan solidaritas sosial
2. cabang produksi strategis kepemilikan individu, umum, dan dikuasai negara
negara.
Sumber
3. bumi dan air dan kekayaan Konsep
ekonomi
alam dikuasai
strategis
untuk kesejahteraan rakyat
fay‟
;bumi
dan
oleh negara kandungannya dikuasai negara dan diperuntukan
untuk
masyarakat
umum peran negara
4.
Perekonomian
nasional Peran negara dalam menyediakan
85
didasarkan
pada
ekonomi
dengan
demokrasi fasilitas dan pelayanan umum
kebersamaan,
prinsip efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta
menjaga kemajuan
dengan
keseimbangan dan
kesatuan
ekonomi nasional. kebebasan,
5.
ketentuan
lebih
lanjut Kebebasan
yang
keadilan, dan mengenai pelaksanaan pasal ini bertanggungjawab, kerjasama
diatur dalam undang-undang.
persaingan
yang berkeadilan dan kerjasama serta keseimbangan
Fakir miskin
Pasal 34 1. fakir miskin dan anak-anak Salah satu karakter dasar dari yang terlantar dipelihara oleh ekonomi negara
Islam
keberpihakannya
adalah terhadap
perlindungan orang-orang lemah, seperti kaum fakir, miskin, anak terlantar dan orang tidak mampu lainnya Sistem jaminan sosial
secara spesifik mengembangkan Islam memperkenalkan beberapa sistem jaminan sosial bagi instrumen untuk melindungi seluruh rakyat dan orang-orang lemah, yaitu Zakat, Pelarangan riba, Kerjasama memberdayakan rakyat yang ekonomi, Jaminan sosial, dan lemah dan tidak mampu sesuai Peranan negara 2.
negara
dengna martabat kemanusiaan Peran negara
3. negara bertanggung jawab Sistem fay‟ sebagai sumber untuk
86
atas
penyediaan
pelayanan
fasilitas menyediakan
kesehatan
pelayanan
dan
dan fasilitas umum
fasilitas umum yang layak Fasilitas
dan 4.
ketentuan
lebih
lanjut
pelayanan
mengenai pelaksanaan pasal ini
umum
diatur dalam undang-undang. Pasal 27
Konsep kerja
2.
Tiap-tiap
berhak
Halal
dan
Thayyib
atas
warga
negara Islam sangat menganjurkan dan
pekerjaan
dan menghargai setiap individu yang
penghidupan yang layak bagi
bekerja untuk kepentingan dirinya
kemanusiaan
dan keluarga yang ditanggungnya Islam
mengatur
perihal
etika
dalam bekerja khususnya terkait dengan cara dan objeknya yang tidak boleh bertentangan dengan syari‟at Islam
Peran Negara
Negara punya kewajiban untuk menyediakan layak
bagi
perkerjaan rakyatnya
yang beserta
sistem pengupahan yang adil Sumber: Sistem Ekonomi dan Pembangunan Islam oleh Makhlani
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Indonesia sejalan dengan sistem ekonomi Islam. Dengan kata lain apabila bangsa Indonesia konsisten dalam menjalankan UUD 1945 berarti penerapan ekonomi Islam secara substansial telah terlaksana dengan baik.
87
BAB IV Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Berdasarkan penelaahan yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut; 1. Pembangunan ekonomi dalam khasanah islam dikenal dengan istilah „umran al-„alam yang berarti memakmurkan bumi yang tak lain adalah tugas utama manusia sebagai khalifah. Pembangunan ekonomi dalam islam diartikan sebagai upaya secara sadar untuk membuat perubahan struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara aspek material dan spiritual. 2. Sumbangsih dari pemikiran Al-Ghazali dalam pembangunan ekonomi berupa tujuan utama dalam pembangunan ekonomi yaitu tercapainya unsur maqashid syari‟ah, yakni, untuk melindungi iman (hifdz din), melindungi jiwa (hifdz nafs), melindungi akal (hifdz „aql), melindungi keturunan (hifdz nasl), dan melindungi harta (hifdz mal). Sedangkan pemikiran Ibn Khaldun menguraikan tentang harmonisasi semua unsur pembangunan, manusia sebagai unsur utama pembangunan haruslah menjadi focus utama, unsur yang lain seperti sumber daya alam, organisasi masyarakat, syariah
88
semuanya digerakkan oleh otoritas yang memiliki legitimasi yaitu pemerinta. Semua unsur tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya semangan asabiyyah. Sedangkan Umer Chapra menekankan pentingnya unsur moral, keadilan dan efisiensi dalam upaya pembangunan. Beberapa gagasan Umer Chapra mengenai strategi pembangunan dalam islam diantanya adalah peningkatan SDM, penghapusan penumpukan kekayaan pada kelompok tertentu, restrukturisasi ekonomi, dan juga restrukturisasi sistem keuangan. 3. Kesamaan prinsip-prinsip ekonomi Indonesia dengna ekonomi Islam sangatlah substansial, dimana pembangunan ekonomi baik Indonesia maupun Islam tidak hanya mengedepankan pembangunan fisik, namun mengutamakan kesejahteraan manusia seutuhnya. Dalam konstitusi Indonesia perekonomian diatur dalam UUD 1945 pasal 27, 33, dan 34 yang semuanya sejalan dengna konsep khilafah, ukhwah, dan „adl. B. Saran Setelah melakukan telaah pembangunan ekonomi islam, penulis ingin menyampaikan beberapa saran, diantara sebagai berikut; 1. Penelitian yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam islam perlu ditingkatkan, mengingat sebagian besar negara-negara Muslim masih dalam taraf negara berkembang, sehingga diperlukan formula khusus untuk menangani berbagai masalah yang ada.
89
2. Bagi para pembaca skripsi ini, hendaknya menelaah dengan kritis sehingga dan penulis berharap pembaca dapat memberikan masukan, saran, dan kritik yang akan sangat berguna bagi penulis. 3. Kepada siapa saja yang akan memimpin negara ini, diharapkan bisa menjadikan pembangunan ekonomi islam sebagai landasan pembangunan.
90
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia Abdullah, M Amin. Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari Agama. diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Agustianto. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi islam makalah diakses dari http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 Ahmad, Khurshid (ed). Studies In Islamic Economics, Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University,1980. Ahmed, Abdel Rahman Yousri. An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance. Makalah diakses dari
http://conference.qfis.edu.qa/app/media/248
pada
tanggal 24 Jnuari 2014 Al-Araki, Abdul Magid From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. Diakses dari http://home.online.no/~al-araki/arabase/ibn/Ibn%20Khaldun_04.pdf tanggal 14 Maret 2014
pada
91
AM, Daud Effendy. Manusia, Lingkungan dan Pembangunan : Prospektus Islami. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata, 2010. AR, Mustapadidjaja dkk, ed. BAPPENAS dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. Jakarta: LP3ES, 2012. Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas, 2010. Budhy, Munawar-Rachman. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011. Chapra, M. Umer. "Ibn Khaldun's theory of development: Does it help explain the low performance of the present-day Muslim world?." The Journal of SocioEconomics 37.2 (2008): 836-863. Diakses dari http://ie.um.ac.ir/ pada tanggal 24 Desember 2013 Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. Islamabad Islamic Reseach Institute Press, 1993. Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Surabaya: Risalah Gusti, 1999. Chapra, M Umer. The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah. Jeddah: Islamic Research and Training Institute IDB. 2007.
92
Dar, Humayon A and Saidat F. Otiti. Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries. Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University, 2002. Diakses dari https://dspace.lboro.ac.uk pada tanggal 14 November 2013. Dasuki, Asyraf Wadji. Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication To Group-Based Lending Scheme, 4th International Islamic Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur, Malaysia. Hák, Tomás, Bedrich Moldan, and Arthur Lyon Dahl, eds. Sustainability indicators: a scientific assessment. Island Press, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014 http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014 http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan
diakses
tanggal 13 Februari 2014 Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2004.
93
Khaldun, Ibn. Muqaddimah. Alih bahasa Ahmadie Thaha. Pustaka Firdaus Jakarta: 2000. Kuncoro, Mudrajat. Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5). Yogyakarta : UPP STIM YKPN, 2010. Kuncoro, Mudrajat. Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010. Ladzi, Muhammad. Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma
Humanizing
Development.
Makalah
diakses
dari
http://makalahpendidikanagama.blogspot.com/ pada tanggal 20 Februari 2014 Lane, Jan-Erik, and Svante Ersson. "Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif." (2002) Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. Madjid, Nurcholish. Islam: doktrin dan peradaban: sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000. Marbun, B.N. Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, (juni 2012)
94
Moh. Arsyad Anwar dkk, ed. Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2007. Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999. Mth, Asmuni. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun (2003): 128-151. Diakses dari https://forum.uii.ac.id pada tanggal 12 Januari 2014 Mohammad, Fida. Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel, Marx, and Durkheim. The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II. Mutamam, H. Hadi. “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam Al-Muatashfa”, Mazahib. vol. IX. No. 1, Juni 2007 Novack, David E., Robert Lekachman, and David E. Novack, eds. Development and society: the dynamics of economic change. St. Martin's Press, 1964. Shihab, Moh Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996. Tjokrowonoto, Moeljanto. Pembangunan : Dilema dan Tantangan.Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Todaro, Michael P. Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I). Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama, 1998.
95
Sasana, Hadi. "Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan." Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP) 1.Nomor 1 (2004): 31-38. Diakses dari https://eprints.undip.ac.id pada tanggal 14 Februari 2014 Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana, 2006. Nitisastro, Widjojo. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro. Jakarta: Kompas, 2010. Yahaya ,Mahayudin Hj. „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change. International Journal of West Asian Studies. Vol. 3, No.1 (2011). Diakses dari http://www.ukm.my/ijwas/images/koleksi_jurnal_pdf/vol3_n1_2011a/1_UM RAN_IKRAB pada tanggal 21 Maret 2014