PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (HCVA`s) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur
ARIYANTO WIBOWO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (HCVA`s) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur
ARIYANTO WIBOWO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`S) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran, PT. Perkebunan Nusantara XII, Kab. Lumajang, Prov. Jawa Timur). Oleh Ariyanto Wibowo (E34104067) di bawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.ScF. Pertambahan jumlah penduduk di pulau Jawa menyebabkan pertambahan akan sandang, pangan, papan juga meningkat. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan lahan juga meningkat sehingga banyak terjadi konversi kawasan hutan menjadi kawasan pemukiman atau budidaya. Peningkatan konversi kawasan hutan ini menyebabkan bencana ekologis berupa penurunan biodiversitas pada flora dan fauna. Kebanyakan kawasan konservasi terfragmentasi oleh lahan bukan hutan dan pemukiman. Dari situasi tersebut tindakan-tindakan konservasi perlu segera dilaksanakan baik di dalam kawasan konservasi maupun kawasan non konservasi. Perhatian tersebut juga perlu pada kawasan budidaya yang kemungkinan ada beberapa spesies penting ada disana. Konsep HCVs merupakan suatu gagasan untuk mempromosikan pengelolaan lestari pada kawasan non konservasi. Konsep HCVAs dimulai dari identifikasi dan pemetaaan kawasan HCVs. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2009 di kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kab. Lumajang Prov. Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis-jenis penutupan lahan, memetakan kawasan HCVA`s dan menerapkan kriteria dan prinsip HCVA`s di perkebunan. Pengambilan data primer berupa data spasial yang digunakan untuk proses identifikasi awal kawasan HCV`s kemudian pengambilan data satwa burung dengan metode kombinasi IPA (Index Point of Abundance) dan transect serta data vegetasi dengan metode analisis vegetasi sebagai penilaian kawasan HCV`s selanjutnya. Jenis penutupan lahan yang ada di Kebun Kertowono bagian Kajaran adalah semak belukar 370,99 Ha, hutan/vegetasi rapat 64,39 Ha, lahan terbuka dan terbangun 15,35 Ha, lahan basah/rawa 4,28 Ha, areal perkebunan 650,88 Ha. Kawasan yang ada nilai HCVAs1 adalah hutan danyang dengan 24 jenis burung (6 jenis yang dilindungi) dan 24 jenis pohon dalam 0,2 Ha (2 jenis yang dilindungi), hutan sumur windu 22 jenis burung ( 7 jenis yang dilindungi) dan 25 jenis pohon dalam 0,2 Ha (1 jenis yang dilindungi), lahan basah-gumuk winong 36 jenis burung (8 jenis yang dilindungi). Kawasan yang ada nilai HCVAs2 adalah hutan danyang, hutan sumur windu dan Bestik. Kawasan yang ada nilai HCVAs4 adalah kawasan sempadan sungai di areal perkebunan. Jenis-jenis yang dilindungi adalah : Aceros undulatus (Julang emas), Pitta guajana (Paok pancawarna), Egretta alba (Kuntul besar), Egretta garzetta (Kuntul kecil), Leptotilus javanicus (bangau tongtong), Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih), Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau), Alcedo meninting (Raja udang-meninting), Alcedo coerulescens (Raja udang-biru), Rhipidura javanica (Kipasan belang), Megalaima javensis (Takur tulung tumpuk), Nectarinia jugularis (Burung madu sriganti), Anthreptes malacensis (Burung madu kelapa), Arachnotera longirostra (Pijantung kecil), Arachnotera affinis (Pijantung gunung). Jenis vegetasi yang dilindungi : Aleurites mollucana (L) Wild. (Kemiri) dan Pterospermum javanicum (Bayur), Shorea sp. (Meranti) Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis penutupan lahan Kebun Kertowono bagian Kajaran semak belukar, hutan/vegetasi rapat, lahan terbuka dan terbangun, lahan basah/rawa dan areal perkebunan. Kawasan yang ada nilai HCVAs adalah hutan danyang, hutan sumur windu, lahan basah-gumuk winong, sempadan sungai dan hutan Bestik. Kata kunci : Pemetaan, HCVAs, Sistem Informasi Geografis (SIG)
SUMMARY Mapping of High Conservation Value Areas (HCVAs) by Using Geographical Information System (Case Study in Kertowono Plantation, part of Kajaran, PT. Perkebunan Nusantara XII, Lumajang Regency, East Java). By: Ariyanto Wibowo (E34104067), Supervised by:Lilik Budi Prasetyo and Jarwadi Budi Hernowo. Population growth in Java Island has caused increase demand of food, and clothes. It is also lead to land and forest conversion for settlement and cultivation areas. Those convension may cause ecological inbalance clue to flora and fauna extinction. More over conservation area`s were fragmented by non forested land and settlement. Regording to the above situation conservation action both in conservation area`s and non conservation area`s should be taken. Attention should be given also in plantation area`s where over some important species might be exist. HCVs concept is idea to promote sustanable management in non conservation area. The HCVs concept initiated by identification and mapping HCV Area`s. This study was conducted during March-June 2009 in Kertowono Plantation part of Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII, Regency of Lumajang East Java. The aims of this study are detecting the types of land cover, mapping of HCVAs and implementing the criteria and principle of HCVAs in plantation. The primary data includes: spatial data that used for beginning identification process, the data of bird species that is taken by using combination method between IPA (Index Point of Abundance) and transect and also the data of vegetation that is taken by using vegetation analysis method in order to score the next HCVAs. The types of land cover in Kertowono Plantation part of Kajaran are scrubs (370,99 Ha), closed vegetation (64,39 Ha), open area (15,35 Ha), swamp land (4,28 Ha) and plantation area 650,88 Ha. The area which possesses HCVAs 1 index are Danyang forest with 24 bird species (6 of them are protected species) and 24 tree species in 0,2 Ha (2 of them are protected species); Sumur Windu forest with 22 bird species (7 of them are protected species) and 25 tree species in 0,2 Ha (one is protected species); Gumuk Winong swamp land with 36 bird species (8 of them are protected species) The area which have HCVAs 2 index are Danyang; Sumur Windu dan Bestik forest. While area which has HCVAs 4 index are river boundaries in plantation areal. Protected species of birds are included: Aceros undulatus (Wreathed Hornbill), Pitta guajana (Banded Pitta), Egretta alba (Great egret), Egretta garzetta (Little Egret) ,Leptoptilus javanicus (Lesser Adjutant), Haliaeetus leucogaster (White-bellied Sea-eagle), Spilornis cheela (Crested Serpent Eagle), Pavo muticus (Green Peafowl), Alcedo meninting (Blue-eared Kingfisher), Alcedo coerulescens (Small Blue Kingfisher), Rhipidura javanica (Pied Fantail), Megalaima javensis (Takur tulung tumpuk), Nectarinia jugularis (Olive-backed Sunbird), Anthreptes malacensis (Plain-throathed Sunbird), Arachnotera longirostra (Little Spiderhunter), Arachnotera affinis (Grey-breasred Spiderhunter). The protected species of plants are Candlanut (Aleurites moluccana), Bayur (Pterospermum javanicus),Meranti (Shorea sp.) The type of land cover in Kertowono plantation part of Kajaran are scrubs, covered vegetation, open area, swamp land and plantation. The area which have HCVAs index are Danyang forest, Sumur Windu forest, Gumuk Winong swamp land, river boundaries and Bestik forest. Keyword: Mapping, HCVAs and Geographical Information System (GIS).
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pemetaan High Conservation
Value Area`s
(HCVA`s)
dengan Menggunakan
Sistem
Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Agustus 2009
Judul Penelitian
: PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (HCVA`S)
DENGAN
MENGGUNAKAN
SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS, Studi Kasus di : Kebun Kertowono bagian Kajaran, PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur. Nama Mahasiswa
: Ariyanto Wibowo
NRP
: E34104067
Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo M.Sc
Ir. Jarwadi Budi Hernowo MSc.F
NIP. 19620316 198803 1 002
NIP. 19581111 198703 1 002
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 19611126 198601 1 001
Tanggal Lulus :
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil`alamin, penulis memanjatkan puji syukur ke pada Allah Rabb semesta alam atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil pembahasan secara ilmiah antara perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis dengan bidang kehutanan terutama kaitannya dengan konservasi sumberdaya alam. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat berguna bagi umat manusia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.ScF selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan nasehat yang tiada terputus bagi penulis. Selain itu, penghargaan juga disampaikan kepada pihak Kebun Kertowono Kabupaten Lumajang khususnya Bapak Ir. Kasto selaku pimpinan di Kebun Kertowono bagian Kajaran yang telah memberikan bantuan baik fisik dan moril serta rekan-rekan peneliti mahasiswa di Laboratorium Pemodelan Spasial dan Laboratorium Satwa Liar. Ucapan terimakasih penulis sampaikan ke ibu, bapak, kakak dan saudaraku atas iklhasnya lantunan doa dan kasih sayang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009
Ariyanto Wibowo
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 17 Januari 1986 dari pasangan Bapak Buyakhman WS dan Ibu Tasik Annah. Riwayat pendidikan penulis diawali pada tahun 1992-1998 di SDN Kedungan II dan melanjutkan ke pendidikan tingkat menengah di SLTPN 1 Pedan pada tahun 1998-2001. Tahun 2001 meneruskan pendidikan ke SMAN 1 KLATEN dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun itu juga penulis lulus seleksi masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota dan pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten (OMDA KMK) dari tahun 20042007, anggota dan pengurus di Departemen PSDM Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA)
tahun 2005-2006,
ketua
Departemen PSDM Lembaga Dakwah Fakultas DKM `Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2007, dan tahun 2008 diamanahkan sebagai anggota tim MS DKM `Ibaadurrahmaan, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun 2004-2008. Penulis dalam profesinya pernah melakukan Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap dan KPH Banyumas Barat, dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kampus Getas, provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 serta kegiatan Praktek Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) di Provinsi Lampung dan Bengkulu pada tahun 2008. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) di bawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo M.Sc dan Ir Jarwadi Budi Hernowo MS.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmaanirrahim…. Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji syukur hanya kepada Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala nikmat yang berikan dari sejak lahir hingga sampai waktu ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada qudwah hasanah (teladan yang baik) yaitu Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan ummatnya yang tetap istiqomah/bertahan dalam meniti dan
menyusuri jalan
panjang perjuangan untuk mengharapkan keridhoaan dan ampunan Allah SWT. Skripsi yang berjudul Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) alhamdulillah akhirnya bisa terselesaikan. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis hanya bisa menyampaikan penghargaan terhadap pihak-pihak yang telah membantu hingga skripsi bisa terselesaikan meskipun tak banyak yang bisa dilakukan selain menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, Bapak Buyakhman WS dan Ibunda Tasik Annah atas segala kasih sayang, nasehat, ikhtiar dan lantunan doa yang tiada pernah putus hingga tetesan air mata dan keringat. 2. Keluarga Besarku tercinta, My Team Mba Nurasih W, Mas Agus W, Mas Nugroho W dan Mba Retno Fajar W atas doa, dukungan dalam pembangun keluarga kita selama ini (matursuwun nggih…), serta yang tak terlupakan pasangan hidupku (teman main, diskusi, curhat)/saudara kembarku Ananto W. 3. Bapak Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo M.Sc dan Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo MS, selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc Dosen Penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Dra. Sri Rahayu M.Si Dosen Penguji dari Departemen
iv
Manajemen Hutan atas saran, kritik dan nasehat perbaikan yang disampaikan kepada penulis. 5. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB telah membantu dalam memberikan data. 6. Pihak PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kertowono Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. 7. Dwi S, Puji W, S.Hut atas bantuan alat dan pengetahuannya. 8. Para Murobbiku dan crew the little city circle, betapa indah dan nikmatnya bisa berbagi tausiyah sehingga saya masih bisa di berikan kekuatan dalam meniti jalan yang panjang ini. 9. Ustadz Syamsudin dan para pengurus Asistensi Mata Kuliah PAI-IPB tahun 2008(Toni,Hary,Anhar,Adit/Ari,Hendro/Ahmad,Yudi,Ikin,Aul,Fithriya,Atika, Ratih,Ucha,Rohmah,Shanty,Tri,Obi,Ayiz), betapa beruntungnya bisa satu amanah dan kerjasama dengan kalian. 10. Keluarga
Besar
DKM
`Ibaadurrahmaan
Fakultas
Kehutanan
IPB
(special to Al `Asry Family) terima kasih atas ukhuwah dan lantunan doanya kepada penulis sehingga bisa terus kuat dalam menjalankan berbagai amanah. Jazakumullah akhi/ukhti! 11. Keluarga Mahasiswa Klaten Angkatan 41,40,39-up atas bantuannya kepada penulis dalam menapaki jalan kehidupan di IPB. 12. Keluarga satu atap Wisma CLA-X, Wisma Madinah, dan DarE`Syabaab, indahnya bersama dalam lingkungan keluarga kecil. 13. Civitas akademika Fahutan IPB (KSH/terutama teman seperjuangan dalam menuntut ilmu anak-anak KSH41,BDH,MNH,THH) dan staf pengajar. 14. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan penulis, terimakasih atas bantuan dan masukannya.
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................................... v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................. 3 1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemetaan .......................................................................................... 2.2 Kebijakan Umum Konservasi ........................................................... 2.3 Kawasan Lindung............................................................................. 2.4 High Conservation Value Area (HCVAs) ......................................... 2.5 Sistem Informasi Geografis ( SIG ) ..................................................
4 4 6 7 8
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................ 11 3.2 Bahan dan Alat ................................................................................ 11 3.3 Metode Penelitian.............................................................................. 12 3.4 Metode Pengumpulan Data............................................................... 13 3.5 Metode Penentuan Kawasan HCV .................................................... 15 3.6 Metode Analisa Data ........................................................................ 17 3.7 Pemetaan Kawasan HCV.................................................................. 22 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah singkat Kebun Kertowono.................................................... 24 4.2 Letak Geografis ................................................................................ 25 4.3 Kondisi Fisik .................................................................................... 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Fisik Kebun Kertowono bagian Kajaran .............................. 5.2 Kondisi Biotik Kebun Kertowono bagian Kajaran ............................ 5.3 Pemetaan Kawasan High Conservation Value (HCV) ....................... 5.4 Bentuk Gangguan dan Kerusakan ..................................................... 5.5 Implementasi Terhadap Kebijakan Pengelolaan Kebun Kertowono Bagian Kajaran ................................................................................
27 35 42 53 54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 58 6.2 Saran ................................................................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 60 LAMPIRAN ................................................................................................ 63
vi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Pengkelasan Kemiringan Lereng .............................................................. 18 2. Klasifikasi fungsi hutan ............................................................................ 19 3. Klasifikasi jenis tanah .............................................................................. 20 4. Skoring parameter curah hujan ................................................................. 20 5. Jenis Penutupan lahan berdasarkan atas ijin areal konsesi perkebunan ...... 25 6. Jenis penutupan lahan di Kebun Kertowono bagian Kajaran berdasarkan hasil klasifikasi Citra Satelite Landsat tahun 2004 .................................... 27 7. Kepekaan Jenis Tanah pada Kebun Kertowono bagian Kajaran ................ 30 8. Luas masing-masing tingkat kelerengan di Kebun Kertowono bagian Kajaran ........................................................... 31 9. Luas kawasan yang diduga adanya HCVAs .............................................. 35 10. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Danyang ......................................................................... 35 11. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Sumur Windu ................................................................ 37 12. Spesies burung yang dilindungi di hutan Danyang................................... 39 13. Spesies burung yang dilindungi di Hutan Sumur Windu .......................... 40 14. Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong .......... 41 15. Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong menurut PP. No 7 tahun 1999 ................................................................. 48 16. Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang menurut PP. No 7 tahun 1999 ................................................................. 49
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Alur Perumusan Masalah ........................................................................ 3 2. Metode Penelitian ................................................................................... 12 3. Metode IPA dan Transect ........................................................................ 14 4. Bentuk jalur analisis vegetasi .................................................................. 15 5. Identifikasi HCV 1 .................................................................................. 15 6. Identifikasi HCV 2 .................................................................................. 16 7. Identifikasi HCV 4 .................................................................................. 16 8. Bagan alir pembuatan Peta Digital .......................................................... 17 9. Kriteria kawasan lindung ......................................................................... 19 10. Proses Pembuatan Peta Kawasan Lindung untuk Identifikasi HCV 1 ........................................................................ 23 11. Lokasi penelitian ..................................................................................... 26 12. Peta penutupan lahan Kebun Kertowono bagian Kajaran ......................... 29 13. Peta jenis tanah Kebun Kertowono bagian Kajaran.................................. 32 14. Grafik curah hujan tahunan di kebun Kertowono bagian Kajaran Tahun 1994-2004 .................................................................................... 33 15. Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 1994, 1999, dan 2004 di Kebun Kertowono bagian Kajaran ..................................................................... 34 16. Habitat hutan Danyang ............................................................................ 36 17. Habitat hutan Sumur Windu .................................................................... 37 18. Perbandingan jumlah jenis burung di setiap habitat ................................. 38 19. Perbandingan nilai Indeks Keanekaragaman jenis burung di setiap habitat ....................................................................................... 42 20. Lahan basah-Gumuk winong ................................................................... 43 21. Peta Kawasan lindung Kebun Kertowono bagian Kajaran ....................... 44 22. Burung-burung yang masuk CITES ......................................................... 47 23. Peta batas kawasan Kebun Kertowono bagian Kajaran ............................ 52 24. Peta kawasan HCV.................................................................................. 57
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Danyang ................................... 64 2. Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Sumur Windu ........................... 66 3. Status Perlindungan Spesies Vegetasi ...................................................... 69 4. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Hutan Danyang ............................................................ 71 5. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Hutan Sumur Windu ..................................................... 73 6. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Lahan basah-Gumuk Winong ....................................... 75 7. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Habitat Semak Belukar ........................................................................ 78 8. Status Perlindungan Burung .................................................................... 79
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan hutan di Indonesia mengalami berbagai macam tekanan terhadap luasannya terutama dengan adanya pertambahan areal non kehutanan dalam kawasan hutan. Salah satu contoh pertambahan areal non kehutanan adalah pertambahan areal perkebunan dan pertanian. Menurut World Bank (1990) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) menyatakan bahwa besar kemungkinan pendirian perkebunan atau areal budidaya baru, berada pada areal yang berhutan karena sangat sulit untuk mencari lahan yang tidak berhutan. Khususnya hutan di pulau Jawa mengalami keterancaman dalam luasannya, hal ini disebabkan karena sekitar 59,1% penduduk Indonesia dari data Statistik Indonesia tahun 2000 bertempat tinggal di pulau Jawa yang luasannya hanya sekitar tujuh persen dari luas wilayah daratan Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Frasser (1996) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) yang menyatakan bahwa tiap-tiap kenaikan 1% penduduk terjadi penurunan tutupan hutan sekitar 0,3%. Data Statistik Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,40% di DKI Jakarta dari periode sebelumnya. Tekanan – tekanan terhadap hutan selain menyebabkan kerusakan hutan juga menyebabkan penurunan biodiversitas flora dan fauna di dalamnya. Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan yang nyata dapat dipastikan biodiversitas tersebut dapat musnah. Tindakan – tindakan konservasi perlu segera dilakukan untuk mengatasi penurunan pada biodiversitas. Salah satu tindakan yang perlu segera dilakukan baik pemerintah atau institusi lainnya adalah usaha untuk memetakan kawasan konservasi dengan batasan-batasan yang jelas. Tindakan yang kedua adalah bagaimana menyelaraskan kepentingan dan kebijakan antara tindakan konservasi sumberdaya alam dengan kebijakan kehutanan sendiri serta pertanian atau perkebunan sehingga tidak terjadi benturan-benturan. Munculah ide bahwa konservasi sudah harus dilakukan pada kawasan di luar kawasan konservasi (misalnya: hutan produksi) karena selama ini konservasi ditangani dan dilakukan di wilayah yang telah ditetapkan menjadi kawasan
2
konservasi.
Konsep
ini
menggeser
perdebatan kehutanan dari sekedar
membicarakan pengertian jenis–jenis hutan tertentu (misalnya: hutan primer) atau metode–metode pemanenan hutan (misalnya: penebangan oleh industri) ke penekanan pada berbagai nilai – nilai yang membuat suatu kawasan bernilai penting. Tahun 1999, pertama kali munculah ide mengenai hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forests, HCVFs) dikembangkan oleh Forest Stewardship Council (FSC). Mengidentifikasi nilai–nilai kunci dan menjamin bahwa nilai–nilai tersebut dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, sangat dimungkinkan kemudian untuk membuat keputusan pengelolaan yang rasional dan konsisten dengan pemeliharaan nilai–nilai lingkungan dan sosial yang penting (Daryatun et al, 2003). HCVFs ini menjadi penting karena membuka peluang untuk konservasi spesies dan sebagainya di luar kawasan konservasi. Bidang perkebunan mulai digerakkan untuk bagaimana mengelola kawasan yang ramah terhadap lingkungan dan berbasis pada konservasi sehingga menjamin kelestarian. Pada perkebunan sawit sudah diterapkan prinsip pengelolaan lestari yang coba dilakukan oleh sebuah organisasi dunia yaitu The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang didalamnya ada pengaturan prinsip dan kriteria tentang tanggung jawab lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam serta keanekaragaman hayati perlindungan terhadap areal atau kawasan yang bernilai konservasi tinggi / High Conservation Values Areas (HCVAs). Penelitian ini tergolong baru karena mencoba untuk memetakan dan menerapkan prinsip HCVA`s ke dalam perkebunan kakao seperti yang sudah dilakukan pada perkebunan sawit, sehingga memudahkan unit pengelola perkebunan dalam mengelola kawasan yang masuk dalam kriteria HCVAs. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan alur permasalahan yang melatarbelakangi adanya penelitian ini.
3
Penambahan areal non kehutanan di kawasan hutan
Bencana ekologis/kerusakan hutan
Penurunan biodiversitas ekosistem hutan Upaya pelestarian dan konservasi di luar kawasan hutan/konservasi dengan penerapan HCV
Pengelolaan kawasan lestari
Gambar 1. Alur Perumusan masalah 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi penutupan lahan area perkebunan di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang. 2. Menerapkan prinsip dan kriteria High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dalam pengelolaan kawasan di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang. 3. Memetakan kawasan yang bernilai konservasi tinggi di di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang di dalam perencanaan pengelolaan kawasan. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1.
Memberikan informasi kawasan bernilai konservasi tinggi di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang.
2.
Memberikan masukan, informasi dan saran kepada pengambil kebijakan terutama pengelola kawasan dalam hal ini Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang dalam usaha perencanaan pengelolaan kawasannya.
3.
Sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemetaan Pemetaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan visualisasi dari data spasial (keruangan). Data spasial umumnya didefinisikan sebagai data keruangan yang terkait dengan permukaan Bumi (termasuk dasar laut) serta obyek, fenomena dan proses yang berada, terjadi atau berlangsung di atasnya. Produk suatu proses pemetaan adalah suatu informasi spasial yang dapat divisualisasikan dalam bentuk atlas (kertas maupun elektronis), peta (kertas maupun dijital), basis data dijital maupun Sistem Informasi Geografis (SIG).
2.2 Kebijakan Umum Konservasi Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan suatu aturan dasar di bawah Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur seluruh aktivitas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Undang undang ini disusun mengingat bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan; Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat. Kegiatan konservasi tersebut meliputi: 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta eksistemnya; dan 3. Pemanfaatan
secara
lestari
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya. Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan
5
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuan sistem penyangga kehidupan, pemerintah menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; 1. Pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; 2. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan. Oleh karena hal tersebut, maka setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan di dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut. Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan/atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya restorasi maupun rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan : 1. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; 2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Pengawetan
keanekaragaman
jenis
tumbuhan
dan
satwa
beserta
ekosistemnya, yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan suaka alam, dilaksanakan dengan (tetap) menjaga keutuhan kawasan hutan alam agar tetap dalam keadaan asli. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : 1. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; 2. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
6
2.3 Kawasan Lindung Menurut Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian hidup yang mencakup Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Buatan, meliputi (1) kawasan yang memberikan perlindungan bawahnya, (2) kawasan perlindungan setempat, (3) kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, (4) kawasan rawan bencana. Kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung menurut Surat Keputusan Mentari Pertanian No. 837 tahun 1980 adalah sebagai berikut :
Mempunyai lereng lapang lebih besar dari 45%
Tanah yang sangat peka terhadap erosi yaitu tanah regosol, litosol, organosol, dan rensina dengan lereng lapangan lebih dari 15%
Merupakan jalur pengaman aliran sungai / air, sekurang – kurangnya 100 m di kanan kiri sungai atau aliran air tersebut atau 100 m sekeliling mata air tersebut
Merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 m di sekeliling mata air
Mempunyai ketinggian 2000 m atau lebih diatas permukaan air laut
Kriteria kawasan lindung menurut Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 adalah sebagai berikut :
Kawasan hutan dengan faktor – faktor lereng lapang, jenis tanah, curah hujan yang melebihi skor 175
Kawasan hutan mempunyai lereng lapang ≥ 40%
Kawasan hutan dengan ketinggian 2000 m
100 m kiri kanan sungai besar dan 50 m dari kiri kanan anak sungai
Merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 m di sekeliling mata air tersebut
50 – 100 m dari tepi waduk / danau
100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat
7
2.4 High Conservation Value Area (HCVAs) Pada umumnya konservasi ditangani dan dilakukan di wilayah yang telah ditetapkan. Namun demikian sudah harus dilakukan pengelolaan kawasan di luar kawasan konservasi ( misalnya hutan produksi ) yang membuka peluang untuk konservasi spesies dan sebagainya. Pengelolaan ” Hutan Bernilai Konservasi Tinggi” (HCVF) kemudian menjadi elemen baru yang amat penting dalam kebijakan kehutanan di tingkat nasional maupun internasional (Meijaard et al, 2006). Daryatun et al (2003)) menyatakan kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri – ciri berikut : HCV1.Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai – nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia)). HCV2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi spesies, atau seluruh spesies yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola – pola distribusi kelimpahan alami. HCV3. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah. HCV4. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (seperti perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi). HCV5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis, pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan). HCV6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional lokal ( kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).
8
2.5 Sistem Informasi Geografis ( SIG ) 2.5.1 Definisi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Aronoff (1989) dalam Febriana (2004) merupakan sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi – informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek – objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG mempunyai empat kemampuan dalam menangani data yang bersifat geografi yaitu, pemasukan data, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), analisis dan manipulasi data serta keluaran data yang mana pemasukan data kedalam SIG ini dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi. Selain itu juga, Barus (1999) menyatakan bahwa kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan.
2.5.2 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) Ardiansyah et al. (2002) mengelompokkan komponen SIG ke dalam 4 komponen yaitu : 1. Perangkat keras Perangkat keras komputer utama dalam SIG adalah sebuah Personal Computer (PC) yang terdiri dari :
Central Processing Unit (CPU) sebagai pemroses data
Keyboard untuk memasukkan data atau perintah
Mouse untuk memasukkan perintah
Monitor untuk menyajikan hasil atau menampilkan proses yangsedang berlangsung
Harddisk untuk menyimpan data.
Perangkat keras tambahan yang diperlukan adalah :
Digitizer untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data vektor
9
Scanner untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan sebagai data raster
Plotter untuk mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi baik untuk data vekor atau data raster
CD Writer sebagai media penyimpanan cadangan (backup) selain hard disk
2. Perangkat lunak SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Saat ini banyak sekali perangkat lunak SIG baik yang berbasis vektor maupun yang berbasis raster. Nama perangkat lunak SIG yang berbasis vektor antara lain ARC/INFO. Arc View, Map INFO, CartaLINX dan AUTOCAD Map; sedangkan perangkat lunak SIG yang berbasis raster antara lain ILWIS, IDRISI,ERDAS, dan sebagainya.
3. Data dan Informasi Geografi Data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta – fakta data di permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relatif maupun referensi secara absolut, dan disajikan dalam sebuah format yang bernama peta. SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimport-nya dari perangkat – perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel – tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard (Gistut 1994 dalam Prahasta 2001).
4. Sumberdaya Manusia Komponen terakhir yang tidak terelakkan dari SIG adalah sumberdaya manusia yang terlatih. Peranan sumberdaya manusia ini adalah untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat tersebut. Sumberdaya manusia juga merupakan sistem analisis yang
10
menterjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG, sehingga
permasalahan
tersebut
bisa
teridentifikasi
dan
memilliki
pemecahannya.
2.5.3 Fungsi Sistem Informasi Geografis Menurut Scholten dan Stillwell (1990) dalam Febriana (2004) Sistem Informasi Geografis memiliki tiga fungsi utama; pertama, berfungsi menyimpan, mengatur, dan mengintegrasikan sejumlah besar data spasial yang telah diambil; kedua, mengartikan dan menganalisis data komponen geografis yang berhubungan secara khusus; ketiga, mengorganisasikan dan memanajemen sejumlah besar data dengan berbagai cara hingga informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh pengguna. Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk perencanaan lalu lintas dan transportasi, perencanaan pertanian, manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, perencanaan rekreasi, lokasi/alokasi keputusan, perencanaan tata guna lahan (landuse), perencanaan pelayanan umum (pendidikan, pelayanan sosial, kepolisian, dan lain – lain). Penerapan SIG lainnya dapat dilakukan antara lain dalam kegiatan jaringan jalan dan pipa, pertanian, penggunaan tanah, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, geologi, dan perencanaan kota ( Aronof (1989) dalam Febriana (2004)).
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2009 di Kebun Kertowono bagian Kajaran Perkebunan PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur . Sampling area berada di Lahan basah-Gumuk Winong afdeling Bedengan dan hutan Sumur Windu, hutan Danyang, dan Bestik di afdeling Kaliwelang. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa : 1. Citra Satelit Landsat TM Kabupaten Lumajang 2. Peta Digital Rupa Bumi Kabupaten Lumajang 3. Peta Digital Hidrologi Kabupaten Lumajang 4. Peta Digital Jenis Tanah di Kabupaten Lumajang 5. Peta Kontur Kabupaten Lumajang 6. Peta Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Seperangkat komputer (hardware) yang terdiri dari Personal Computer, Printer dan Scanner serta perangkat lunak (software) berupa ERDAS Imagine 9.0, Arc/View 3.2 dan Microsoft Office 2007 2. Global Positioning System (GPS) 3. Kamera Digital 4. Buku Toolkit HCVs, Fielguide Burung, Daftar CITES, Red List IUCN 5. Binokuler 6. Tali Tambang 7. Stopwatch
12
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengamatan adalah penggunaan pendekatan metode High Conservation Value Forests (hutan bernilai konservasi tinggi) ke dalam kawasan di luar hutan dalam hal ini perkebunan sehingga di dapatkan kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Area). Penggunaan metode High Conservation Values Areas (HCVAs) ini dalam bentuk toolkit Indonesia yang dimulai dari identifikasi pendahuluan yang disebut saringan kasar setelah didapatkan maka diproses lebih lanjut dengan penilaian yang menyeluruh/lengkap (full assesment). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram alir berikut : Kawasan/Area
Identifikasi Awal/Pendahuluan HCV dengan toolkit
Tidak Ada
Ada
Identifikasi Menyeluruh/Full Assesment
High Conservation Value Area
Monitoring Pengelolaan
Gambar 2 Metode Penelitian
PENELITIAN
13
3.4 Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Primer, berupa : a. Data Spasial Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 dari PPLH IPB. Peta Rupa Bumi Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Skala 1 : 250.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Tingkat II Lumajang. Peta Digital Geologi yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( PUSLITTANAK ) Bogor. Peta Kontur yang bersumber dari Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) ukuran pixel 90 meter. Peta Jenis Tanah daerah Kabupaten Lumajang Jawa Timur dengan skala 1 : 250.000 yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( PUSLITTANAK ) Bogor. b. Foto-foto tipe penutupan lahan dengan pemotretan menggunakan kamera digital. c. Data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk koordinat yang disebut Grand Control Point ( GCP ). Data ini didapatkan dengan melakukan cek langsung di lapangan. Data GCP ini selanjutnya dijadikan acuan dalam interpretasi citra satelite landsat 7-ETM+ dengan klasifikasi terbimbing untuk membuat peta penutupan lahan. d. Data satwaliar dan vegetasi 2. Data Sekunder, berupa data kondisi umum lokasi penelitian dan pustaka melalui studi literatur yang berasal dari instansi terkait. 3.4.1 Pengumpulan Data Satwaliar Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara dengan petugas lapangan, penelusuran data dokumen dan studi literatur. Pengamatan satwaliar difokuskan pada pengamatan burung. Pengambilan data burung dengan menggunakan kombinasi metode IPA (Indices Point of Abundance) dan jalur (transect). Data burung yang diambil adalah data jenis,
14
jumlah, dan penyebaran. Waktu yang diperlukan pengamatan untuk setiap titik adalah 15 menit. Setiap jenis burung yang dijumpai pada setiap titik dalam jalur pengamtan dicatat dengan segala bentuk aktifitasnya. Pengamatan ulang dalam penelitian dilakukan sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda.
50 meter
150 meter
r = 50 m
r =50 m
r = 50 m
150 meter
50 meter
Gambar 3 Metode IPA dan Transect Ketentuan dalam IPA menurut van Helvoort (1981) yaitu : 1) burung dalam keadaan tetap yaitu tidak mendekat atau menjauhi pengamat; 2) burung tidak melakukan pergerakan migrasi selama periode penghitungan; 3) perilaku burung tidak mempengaruhi satu sama lain; 4) burung dapat dideteksi sepenuhnya dalam pengamatan; 5) kegagalan dalam empat asumsi diatas tidak ada hubungannya dengan habitat atau elemen dalam rancangan penelitian; 6) burung sepenuhnya dapat diidentifikasi oleh pengamat; 7) penentuan jarak yang dilakukan tepat.
3.4.2 Pengumpulan Data Flora Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara
dengan pengelola, masyarakat dan tokoh masyarakat dan studi literatur. Observasi lapang menggunakan metode analisis vegetasi. Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi vegetasi habitat satwaliar. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak yaitu dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan. Ukuran petak adalah 20m x 20m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2m x 2m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5m x 5m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10m x 10m untuk tingkat pertumbuhan tiang (Gambar 4). Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi
15
bebas cabang, dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis. 10 m 5 m 2m 5m
10 m
Gambar 4 Bentuk jalur analisis vegetasi 3.5 Metode Penentuan Kawasan HCV Penentuan kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) ini menggunakan toolkit HVC 1, HCV 2 dan HCV 4. 1. Proses indentifikasi HCV 1 terdiri dari komponen-komponen : Kawasan Lindung Spesies hampir punah Konsentrasi spesies hampir punah, terancam atau endemik
Kawasan
Data Spesies Flora/Fauna
Kawasan Lindung
Identifikasi dengan spasial (Keppres No 32) Th.1990)
Penilaian menyeluruh
Analisis CITES/IUCN HCV 1 Analisis Konsentrasi
Gambar 5 Identifikasi HCV 1 Gambar 5 menunjukkan suatu kawasan yang mau dinilai ada tidaknya HCV diidentifikasi awal dengan menggunaan SIG menurut Keppres No 32 tahun 1990. Setelah didapatkan kawasan pendugaan kemudian dilakukan pengecekan lapangan untuk penilaian HCV mengenai data flora dan faunanya (survey, wawancara, pengamatan). Hasilnya kemudian dianalisis
16
mana yang masuk kriteria punah, dilindungi, hampir punah dan sebagainya sehingga daerah tersebut layak ditetapkan menjadi kawasan yang ber HCV 1. 2. Proses identifikasi HCV 2
Kawasan
Tingkat lanskap luas
Sisa Kawasan Hutan
HCV 2 Bagian Integral
Identifikasi dengan spasial (tutupan lahan)
Penilaian menyeluruh
Gambar 6 Identifikasi HCV 2
Gambar 6 menunjukkan suatu kawasan yang mau dinilai ada tidaknya HCV diidentifikasi awal dengan menggunaan SIG diklasifikasikan penutupan lahannya, kemudian dianalisis (pengamatan di lapang, survei) apakah kawasan hutan tersebut merupakan tingkat lanskap yang luas atau bagian integral dari tingkat lanskap yang luas jika benar maka kawasan tersebut masuk ke HCV 2. 3. Proses identifikasi HCV 4 Sumber mata air sehari-hari Kawasan Sempadan Sungai
Kawasan
HCV 4 Tangkapan air dan pengendali erosi
Identification
Full Assesment
Gambar 7 Identifikasi HCV 4 Proses penilaian HCV 4 pada Gambar 7 mirip seperti sebelumnya dengan menggunakan identifikasi awal dari hasil pengolahan data spasial yang kemudian dilakukan proses buffering (Keppres No 32 tahun 1990) kemudian dinilai dan dianalisis. Jika daerah tersebut sesuai dengan kriteria HCV 4 maka kawasan tersebut layak ditetapkan menjadi kawasan yang ber HCV 4.
17
3.6 Metode Analisa Data 3.6.1 Analisa Data Spasial Data Spasial yang berupa data peta rupa bumi, peta jenis tanah, serta citra landsat 7-ETM+ diolah dengan menggunakan konversi data sehingga dapat dibaca dan dilihat di dalam software yang akan digunakan dengan dijadikan peta digital. Ada dua macam format data yang digunakan dalam data spasial yaitu data yang berupa format raster dan data format vektor. Data format raster yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat 7-ETM+ dan data format vektor yang digunakan adalah peta rupa bumi, peta jenis tanah dan peta geologi. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data spasial meliputi : A.1 Pembuatan Peta Digital Data spasial format vektor yang berupa peta rupa bumi dan peta jenis tanah masing–masing diolah dan dijadikan peta digital. Peta batas kawasan di digitasi. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra (Gambar 8).
Peta batas kawasan
Scan Peta
Koreksi koordinat
Digitasi on Screen
Peta batas kawasan digital
Atributing
Gambar 8 Bagan alir pembuatan peta digital
A.2 Pengolahan Citra Pengolahan citra ini dilakukan pada data spasial yang berformat raster, yang mana data ini berupa citra satelite landsat 7-ETM+ tahun 2004 untuk wilayah Kab. Lumajang Jawa Timur. Citra satelite ini kemudian diolah untuk
18
menentukan tipe penggunaan lahan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.0 dengan tahapan sebagai berikut : a. Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik merupakan proses memproyeksi peta ke dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Penyeragaman data – data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan guna mempermudah proses pengintegrasian data – data. Proyeksi yang digunakan adalah koordinat UTM dan sistem koordinat geografis. b. Pemotongan Citra / cropping Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi obyek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Sehingga didapatkan peta daerah penelitian. c. Klasifikasi Citra Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan dilapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Proses tersebut dapat dilakukan dengan teknik klasifikasi terbimbing (supervised classification), sehingga diperoleh peta penutupan lahan (landcover) A.3 Pembuatan Kelas Lereng Dalam pembuatan kelas kemiringan lereng data yang digunakan adalah peta kontur digital. Pembuatan kelas lereng ini diolah pada sofware Arcview dimana operasi dilakukan adalah pembuatan TIN, convert to grid, derive slope, reclasify. Tabel 1 merupakan pengkelasan kelas kemiringan lereng. Tabel 1. Pengkelasan Kemiringan Lereng No 1 2 3 4 5
Kelas (%) 0-8% 8-15% 15-30% 25-40% ≥ 40%
Bentuk Lereng Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 revisi KEPPRES No. 32 Tahun 1990
A.4 Pembuatan Buffer/ Buffering Pembuatan buffer ini dilakukan pada kawasan jalur pengaman sungai 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter dari kiri kanan anak sungai,
19
merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut, serta 50 – 100 m dari tepi waduk/ danau. Buffer atau zona penyangga dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen – elemen yang bersangkutan. A.5 Pembuatan peta kawasan lindung Peta kawasan lindung dibuat berdasarkan SK. Menteri Pertanian N0.837/Kpts/Um/1980 (Gambar 9). Kriteria Kawasan Lindung
Kawasan hutan lindung
Skor > 175
Kemiringan lereng
Kemiringan lereng > 40%
Sempadan sungai
50 m kanan/kiri sungai
Gambar 9 Kriteria kawasan lindung Kawasan hutan lindung dibuat dengan berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, maka klasifikasi kelas kemiringan lereng, kelas jenis tanah, dan kelas curah hujan dikalikan masing-masing yaitu 20, 15 dan 10. Untuk menentukan fungsi hutan dari suatu wilayah hutan, maka ketiga jenis peta tersebut di-overlay. Peta yang terbentuk ditentukan fungsinya berdasarkan penjumlahan nilai skor tersebut. Klasifikasi fungsi
hutan berdasarkan
penjumlahan nilai skor disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi Fungsi Hutan No. Jumlah Nilai Skor 1 < 124 2 125 – 175 3 >175
Klasifikasi Fungsi Hutan Hutan Produksi Hutan Produksi terbatas Hutan Lindung
Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980
Kelas klasifikasi tanah dibuat untuk mengetahui lokasi-lokasi rawan erosi, peta ini dibuat berdasarkan kepekaan tanah terhadap erosi. Untuk jenis tanah kompleks, penentuan kelasnya adalah kelas dari jenis tanah yang terpeka
20
terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut. Klasifikasi tanah disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi Jenis Tanah Kelas Tanah I II III IV V
Jenis Tanah Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf kelabu, Laterite Air Tanah Latosol Brown Forest Soil, Non Calcics Brown, Mediteran Andosol, Laterits, Grumusol, Podsol, Podsolik Regosol, Litosol, Organosol, Renzina
Klasifikasi Tidak Peka Agak Peka Kurang Peka Peka Sangat Peka
Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980
Menurut SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, skor untuk parameter Intensitas hujan disajikan pada Tabel 4 berikut : Tabel 4 Skoring parameter Intensitas hujan No. Intensitas Hujan (mm/hari hujan) Skor 1 Sangat Rendah (<13,6) 1 2 Rendah (13,6-20,7) 2 3 Sedang (20,7-27,7) 3 4 Tinggi (27,7-34,8) 4 5 Sangat Tinggi (>34,8) 5 Penggunaan Sistem Informasi Geografis ini digunakan untuk menentukan kawasan lindung dan untuk melakukan pemetaan akhir kawasan hasil analisa perbedaan. 3.6.2 Analisa Data Burung a) Indeks Kekayaan Jenis Burung Pendugaan kekayaan jenis burung dengan metode Margalef yaitu :
Keterangan : Dmg = Indeks Margalef N = Jumlah Individu seluruh jenis S = Jumlah Jenis b) Dominansi Dominansi digunakan untuk mengetahui jenis burung yang dominan di dalam kawasan penelitian. Ditentukan dengan rumus : Di = ni/N X 100%
21
Keterangan : ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah individu dari seluruh jenis c) Indeks Keanekaragaman Jenis Burung Indeks Keanekaragaman Shanon-Winner digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis yaitu :
Atau H` = Keterangan : H` = Indeks keanekaragaman jenis Pi = Proporsi nilai penting Ln = Logaritma normal d) Indeks Kemerataan Jenis Burung Untuk mengetahui proporsi kelimpahan jenis burung digunakan indeks kemerataan ( Index of Evennes) yaitu : S Keterangan : E = Indeks kemerataan jenis H` = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah Jenis Ln = Logaritma normal e) Status perlindungan ( PP. N0 7 tahun 1999, daftar CITES, IUCN) 3.6.3 Analisa Data Flora Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan tabel. Selain itu dianalisis juga secara kualitatif yaitu dengan deskriptif. Untuk analisis vegetasi, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: Kerapatan (batang/ha)
=
Jumlah individu suatu jenis Luas seluruh petak
Kerapatan Relatif (%)
=
Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan seluruh jenis
22
Dominansi (m2/ha)
=
Luas bidang dasar suatu jenis Luas seluruh petak
Dominansi Relatif (%)
=
Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi seluruh jenis
Frekuensi
=
Frekuensi Relatif (%) Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting Luas bidang dasar suatu jenis =
Jumlah petak terisi suatu jenis Jumlah seluruh petak = Frekuensi suatu jenis x 100 % Frekuensi seluruh jenis = KR + FR +DR = KR + FR (Tumbuhan bawah) 1 . .d i2 4
Keterangan : di = diameter jenis ke-i KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Diameter Relatif -
Status perlindungan (PP. N0 7 tahun 1999, SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/1972, SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990, daftar CITES)
3.7 Pemetaan Kawasan HCV (High Conservation Value Area) Pemetaan kawasan HCV dilakukan ketika sudah didapatkan kawasan yang benar-benar mengandung nilai konservasi tinggi melalui pengecekan lapang. Hasil pemetaan ini dapat dijadikan pedoman pengelolaan kawasan perkebunan.
23 Peta Rupa Bumi
Peta Kontur
Peta Jenis Tanah
Citra Satelite ETM Peta DAS Digital
Digitasi,editing, transformasi koordinat, map join, atributing
DEM Kontur Digitasi,editing, transformasi koordinat, map join, atributing Peta Kemiringan Lereng Peta Jenis Tanah
Peta curah hujan/klasfikasi curah hujan
Digitasi,editing, transformasi koordinat, map join, atributing
Buffering
Cropping Peta Kawasan Sempadan
Digital Peta Penutupan Lahan Scoring, Query builder & calculate
Peta kawasan hutan Lindung lindung Overlay
In ERDas 9.1
Peta kawasan lindung/ peta dugaan kawasan HCV Full
In ArcView 3.2
Asessment/Penilaian Data
menyeluruh Peta kawasan HCV
Processing
Gambar 10 Proses Pembuatan Peta Kawasan Lindung untuk Identifikasi HCV Result
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Singkat Kebun Kertowono Kebun Kertowono dibuka pada tahun 1875 oleh Perusahaan Perkebunan N.V Ticdeman Van Ker Chen (TVK) dengan tanaman kina. Pada tahun 1910 mulai ditanami teh beserta pembibitannya sebagai upaya diversifikasi usaha komoditi perkebunan. Tahun 1942-1945 sebagian tanaman teh dan kina di bongkar untuk ditanami tanaman pangan, dan setelah Jepang meninggalkan Indonesia tanaman teh diperluas dengan mengganti sebagian tanaman kina. Berdasarkan perkembangan waktu, dapat disampaikan : Tahun 1957
: Masa nasionalisasi dimana perkebunan milik Belanda diambil alih menjadi milik negara Indonesia.
Tahun 1959-1961 : Kebun Kertowono bergabung dalam PPN V. Tahun 1961
: PPN IV bergabung dalam PPN Aneka Tanaman XII atau PPN ANTAN XII
Tahun 1968
: Kebun Kajaran di wilayah Kecamatan Pasirian yang dikelola NV. Kajaris (Expera) bergabung dengan kebun Kertowono.
Tahun 1972
: Menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP XXIII) yang merupakan penggabungan PPN ANTAN XII dan PPN Karet XV.
Tahun 1995
: Kebun Gunung Gambir menjadi kebun bagian Kertowono sesuai SK. Direksi PTP XXIV-XXV selaku Direksi PTP XXIII.
Tahun 1996
: Kebun Gunung Gambir kembali memisahkan diri dari Kebun Kertowono dan menjadi kebun tersendiri. PT Perkebunan (XXIII, XXVI, XXIX ) bergabung menjadi PTP Nusantara XII (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 tanggal 1996 dengan akta Notaris Harun Kamil, SH. No. 45 tanggal 11 Maret 1996.
25 4.2 Letak Geografis Kebun Kajaran adalah kebun bagian dari kebun Kertowono. Kebun Kertowono yang total luas HGU 2223,415 Ha merupakan salah satu kebun dari beberapa kebun yang dikelola PTPN XII wilayah III Malang yang terletak di Kabupaten Lumajang Jawa Timur yang terbagi atas dua kebun bagian yaitu : a. Kebun bagian Kertowono luasnya 1179,304 Ha terletak di Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang yang terbagi menjadi tiga afdeling yaitu afdeling Puring, afdeling Kamar Tengah, Afdeling Kertosuko. b. Kebun bagian Kajaran luasnya 1044,111 Ha terletak di Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang yang terbagi menjadi dua afdeling yaitu afdeling Bedengan dan afdeling Kaliwelang.
4.3 Kondisi Fisik Kebun bagian Kajaran terletak pada ketinggian 10-150 mdpl. Menurut Scmidht dan Ferguson tipe Iklim di kebun bagian Kajaran termasuk tipe B/C . Komoditi tanaman sebagian besar adalah tanaman Kakao dengan pohon selanya adalah Kelapa dan Sengon Laut. Ada beberapa lahan yang ditanami sengon, mahoni, dan akasia secara monokultur. Di beberapa bagian terdapat wilayah yang diperuntukkan sebagai hutan cadangan total luasnya sekitar 225,33 Ha dengan luas 30,36 Ha di afdeling Bedengan dan 194,97 Ha di afdeling Kaliwelang (sumber RKAP 2008). Berdasarkan data yang didapatkan dari ijin konsesi perkebunan bagian Kajaran didapatkan ada 5 jenis penutupan lahan yang berada di perkebunan bagian Kajaran pada tabel 2 sebagai berikut : Tabel 5 Jenis Penutupan Lahan berdasarkan atas Ijin Areal Konsesi Perkebunan No. 1 2 3 4 5
Jenis Penutupan Lahan Areal perkebunan Areal tidak bisa ditanami Hutan Cadangan Komplek perumahan,emplacement Jalan, curah, dan lain-lain Sumber : data Kebun Kertowono (diolah)
Luas (Hektar/Ha) 780,87 55,53 225,33 13,93 30,24
Persentase luasan (%) 70,61 5,02 20,37 1,26 2,73
26
Gambar 11 Lokasi Penelitian
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Fisik Kebun Kertowono bagian Kajaran 5.1.1 Penutupan lahan Berdasarkan hasil klasifikasi dari Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 pada areal Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII didapatkan lima (5) jenis penutupan lahan yang berada pada areal konsesi perkebunan bagian Kajaran yaitu semak belukar, hutan /vegetasi rapat, lahan terbuka, lahan basah, dan areal pekebunan dengan luasan tiap-tiap jenis penutupan lahan disajikan Tabel 6 sebagai berikut : Tabel 6 Jenis Penutupan lahan di Kabupaten Kertowono bagian Kajaran Berdasarkan Hasil Klasifikasi Citra Satelite Landsat tahun 2004 No.
Jenis Penutupan Lahan
1
Semak belukar Hutan/vegetasi rapat 2 Semak belukar 3 Lahan basah 4 Areal perkebunan 5 Lahan terbuka Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Luas ( Hektar/Ha) 64,39
Persentase luasan (%) 5,82
370,99 4,28 650,88 15,35
33,55 0,38 58,85 1,38
Kondisi penutupan lahan di kebun Kertowono bagian Kajaran sebagian besar adalah perkebunan dengan tanaman komiditi utama adalah kakao dengan tanaman sela adalah kelapa dan sengon. Tutupan lahan yang berupa hutan yang terdapat di kawasan tersebut termasuk dalam kategori hutan pantai. Hutan tersebut masih satu lanskap dengan hutan lindung yang dikelola oleh Perum PERHUTANI yang berbatasan dengan kebun Kertowono bagian Kajaran disebelah Utara dan Barat. Pada tutupan lahan yang berupa semak belukar, sebagian besar
kondisi vegetasinya berupa semak dan perdu serya
sesbagian tanaman pisang. Tanaman pisang tersebut merupakan milik masyarakat sekitar yang menggunakan lahan perkebunan secara ilegal. Tutupan lahan terbuka dan terbangun merupakan tutupan lahan berupa tanah terbuka atau areal yang merupakan kawasan pemukiman yang dibangun pihak perkebunan sebagai tempat tinggal para karyawan dan buruh tani dari perkebunan (Gambar 12). Dilihat dari kondisi aktual yang didapatkan dari pengolahn Citra Satelite Landsat 7 – ETM+ terjadi perbedaan kondisi luasan beberapa tutupan lahan dengan konsesi perkebunan.
28
Tutupan lahan berupa kebun menurut konsesi yang ada, luasan areal yang ditanami tanaman komoditi sebesar 780,87 Ha atau 70,61% total luasan dari ijin areal konsesi, sedangkan dari kondisi aktual dari pengolahan Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 didapatkan luasannya sekitar 650,88 Ha (58,85%). Penyusutan areal kebun ini kemungkinan disebabkan karena adanya proses peremajaan tanaman yang akan ditanami tanaman muda oleh pihak perkebunan sehingga pada Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ terbaca sebagai semak belukar. Sebab yang lain, Kebun Kertowono bagian Kajaran juga pernah mengalami penjarahan lahan oleh masyarakat sekitar dan sampai sekarang masih ada beberapa tempat dalam areal kawasan yang digunakan masyarakat untuk bercocok tanam dengan komoditi non perkebunan lainnya. Tutupan lahan berupa hutan juga mengalami penyusutan luasan dimana seharusnya tutupan lahan yang diperuntukkan sebagai hutan cadangan luasannya sebesar 225,33 Ha (20,37% dari total luasan) berkurang menjadi 64,39 Ha (5,82% dari total luasan). Hal ini disebabkan karena areal kawasan yang seharusnya diperuntukkan untuk hutan cadangan telah dijarah oleh masyarakat dan dialih fungsikan menjadi kawasan budidaya. Ada areal jarahan yang ditinggalkan sehingga menjadi semak belukar (Gambar 12).
29
Gambar 12 Peta Penutupan lahan Kebun Kertowono bagian Kajaran
30
5.1.1 Kepekaan Jenis Tanah dan Batuan Geologi Penentuan kepekaan jenis tanah ini didasarkan atas SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa jenis tanah yang terdapat di kebun Kertowono bagian Kajaran termasuk jenis tanah kompleks, sehingga penentuan kelasnya adalah kelas dari jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut. Jenis tanah yang terdapat di Kebun Kertowono bagian Kajaran ada dua macam tanah yaitu kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dengan luasan sekitar ± 1037,22 Ha . Tingkat kepekaan dan kelas jenis tanah didasarkan pada jenis tanah yang terpeka erosi yaitu Litosol sehingga jenis tanah kompleks ini masuk pada kelas tanah V dengan kepekaan terhadap erosi termasuk dalam kegori sangat peka dan memiliki susunan batuan induk yaitu Tuf dan batuan volkan masam intermedier dan basis. Jenis tanah yang kedua adalah Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat Kekelabuan Asosiasi dengan luasan ± 68,68 Ha. Tingkat kepekaan jenis tanah aluvial termasuk kategori tidak peka sehingga kelas jenis tanahnya masuk kategori kelas tanah I dengan batuan induk endapan liat (Tabel 7). Tabel 7. Kepekaan Jenis Tanah pada Kebun Kertowono bagian Kajaran No.
Jenis Tanah
1
Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol
2
Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat Kekelabuan Asosiasi
Tingkat Kepekaan Sangat Peka Tidak Peka
Luasan (Ha) 1037,22
Persentase (%) 93,8
68,68
6,2
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Rachim dan Suwardi (2002), menyatakan bahwa tanah Litosol merupakan tanah paling muda, dan batuan induknya seringkali dangkal (kurang dari 45 cm) sehingga jenis tanah ini sangat rentan terhadap erosi terlebih jika jenis tanah ini berada daerah dengan curah hujan tinggi. Berdasarkan Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan kebun Kertowono bagian Kajaran memiliki jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi sehingga untuk mempercepat proses pembentukan tanahnya dapat dilakukan tindakan dengan cara penanaman vegetasi baik berupa penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat proses pelapukan batuan induknya (Rachim dan Suwardi,
31
2002). Pola penyebaran jenis tanah pada kebun Kertowono bagian Kajaran disajikan pada Gambar 13. 5.1.2 Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ini di dapatkan dengan mengolah data digital DEM (Digital Elevation Model) dengan ukuran pixel 90 meter yang didapat dari data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). Data digital DEM kemudian dibuat klasifikasi tingkat kecuramannya sehingga didapatkan data pada tabel 8 sebagai berikut : Tabel 8 Luas masing-masing tingkat kelerengan di Kebun Kertowono bagian Kajaran. No.
Kelas
Bentuk lereng
Luas (Hektar/Ha) 1 0-8 % Datar 615,65 2 8-15% Landai 97,21 3 15-25% Agak curam 103,59 4 25-40% Curam 134,35 5 >40% Sangat Curam 155,10 Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Persentase luasan (%) 55,67 8,79 9,37 12,15 14,02
Menurut Purnamasari (2007), derajat dan panjang lereng adalah unsur yang mempengaruhi terjadinya longsor. Semakin tinggi derajat lereng maka akan memberikan bahaya rawan longsor yang lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 8 diatas bahwa ada sebagian kawasan kebun Kertowono bagian Kajaran dari tingkat kemiringan lereng termasuk kategori sangat curam (14,02%) dan hal ini haruslah sangat diperhatikan karena jika nanti curah hujan di daerah tersebut tinggi, dan jenis tanahnya adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, kemudian tutupan lahannya terbuka atau vegetasinya bukan merupakan pepohonan maka bisa menimbulkan bahaya rawan longsor karena tingkat kemiringan lereng yang sangat curam akan menambah kecepatan gerakan tanah yang mengalami longsor.
32
Gambar 13 Peta Jenis Tanah Kebun Kertowono bagian Kajaran
33
5.1.3 Curah hujan Data curah hujan didapatkan dari dua stasiun pengukur curah hujan ratarata tahunan di afdeling Bedengan sebesar 1737,091 mm/tahun dan afdeling Kaliwelang sebesar 1555,636 mm/tahun sehingga nilai curah hujan rata-rata tahunan Kebun Kertowono bagian Kajaran 1646,364 mm/tahun. Nilai Intensitas hujan Kebun Kertowono bagian Kajaran adalah 18,116 mm/hari hujan termasuk kategori rendah. Intensitas hujan adalah rata-rata curah hujan dalam milimeter setahun dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun. Berikut ini disajikan grafik curah hujan tahunan di kebun Kertowono bagian Kajaran dari tahun 1994-2004 (Gambar 14). Grafik Curah Hujan 3500
Volume (mm)
3000
2874 2644 2629
2500 2000
1704 1493
1500 1000
826 770
2074
1964
1894 1779
1883 1890
1794 1699 1509 1451 1453
1422 1238 635 595
500 0 1994 Bedengan
1995
1996
Kaliwelang
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
T ahun
Gambar 14. Grafik Curah Hujan Tahunan di Kebun Kertowono bagian Kajaran tahun 1994-2004 Berdasarkan tabel di atas curah hujan rata-rata pertahun dari kawasan kebun Kertowono bagian Kajaran cenderung mengalami kenaikan. Hal ini menandakan dari pengaruh perubahan iklim global dunia dan perlu diperhatikan karena curah hujan yang cenderung naik bisa menyebabkan banjir ataupun tanah longsor tiba-tiba. Menurut Purnamasari (2007), curah hujan disuatu daerah akan mempengaruhi kadar air dalam tanah, pada tanah yang mengalami peningkatan kadar airnya akan mengalami penurunan kuat gesernya serta akan terjadi penambahan berat masa tanah, sehingga akan mengakibatkan terjadinya gerakan tanah. Adanya pengaruh curah hujan yang tinggi akan memberikan bahaya gerakan tanah yang lebih tinggi. Perubahan
34
curah hujan juga dapat dilihat dari curah hujan bulanannya seperti grafik yang
Curah Hujan (mm)
disajikan pada Gambar 15 berikut : 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Bulan Bedengan (2004)
Bedengan (1999)
Bedengan (1994)
Kaliwelang (2004)
Kaliwelang (1999)
Kaliwelang (1994)
Gambar 15 Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 1994, 1999, dan 2004 di Kebun Kertowono bagian Kajaran. Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 1994 dan tahun 1999 bulan kering dimulai pada bulan April-Oktober dan bulan basah dimulai bulan November-Maret. Pada tahun 2004 bulan kering terjadi pada bulan April tetapi pada bulan Mei terjadi peningkatan curah hujan yang cukup tinggi kemudian curah hujan turun lagi pada bulan Juni dan berlanjut sampai dengan Oktober. Perubahan curah hujan bulanan yang terjadi pada bulan Mei tahun 2004 kemungkinan juga disebabkan karena pengaruh perubahan iklim global.
5.1.4 Kawasan Pendugaan HCVAs (High Conservation Value Area`s) Kawasan yang diduga HCVAs didapatkan dari kriteria kawasan lindung, penciri HVAs dan pengolahan data spasial baik berupa data raster (Citra Satelite Landsat 7 –ETM+) maupun data vektor (peta digital rupa bumi, peta digital batas kawasan, peta digital jenis tanah dan batuan geologi). Kawasan yang diduga adanya HCVAs didasarkan atas identifikasi dengan menggunaka peta-peta yang telah dibuat yaitu: -
Peta kawasan lindung (kawasan hutan lindung, kawasan sempadan sungai, kawasan perlidungan setempat) untuk pendugaan kawasan HCV1. (Gambar 21).
-
Peta tutupan lahan berupa hutan/vegetasi rapat di kebun Kertowono bagian Kajaran untuk pendugaan kawasan HCV2 (Gambar 12).
35
-
Peta buffering sempadan sungai atau mata air di kebun Kertowono bagian Kajaran untuk pendugaan kawasan HCV4.
Luasan kawasan yang diduga adanya HCVA`s dapat dilihat pada Tabel 9 berikut : Tabel 9 Luas kawasan yang diduga ada HCVA`s
1
No.
Dasar
Jenis
1
Kawasan Lindung
2
Peta Lahan
Kawasan hutan lindung Kawasan Sempadan sungai Kawasan Perlindungan Lainnya Hutan/vegetasi rapat
5.2
Penutupan
Luasan (Ha) 16,105 72,457 4,283 64,393
Persentase Luasan (%) 1,43 6,43 0,4 5,7
Kondisi Biotik Kebun Kertowono bagian Kajaran Potensi flora di kebun Kertowono bagian Kajaran di wakili di dua tempat yaitu habitat hutan Danyang, dan habitat hutan Sumur Windu yang terletak di afdeling Kaliwelang. Potensi fauna yang diambil adalah satwa burung yang ada di empat tempat yaitu habitat hutan Danyang, habitat Sumur Windu, dan habitat semak belukar yang terletak di afdeling Kaliwelang dan habitat di Lahan Basah-Gumuk Winong yang terletak di afdeling Bedengan.
5.2.2 Flora 5.2.2.1 Habitat Hutan Danyang Berdasarkan hasil pengamatan di habitat Hutan Danyang ditemukan sebanyak 24 jenis vegetasi tingkat pohon dalam luasan 0,2 Ha. Dari analisis vegetasi yang dilakukan diperoleh data seperti disajikan pada tabel 10 berikut : Tabel 10 Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Danyang No. 1 2 3 4 5 6
Tingkat vegetasi Pohon Tiang Pancang Semai Tumbuhan bawah Liana
Jumlah Jenis 24 3 7 9 3 1
Indeks Keanekaragaman 2,885 1,004 1,442 1,814 0,950 -
36
Tingkat pohon pada habitat hutan Danyang Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis Orophea sp1 (INP 35,430%), kemudian Spondias pinnata Kurz. (INP 34,516), Jolali (INP 26,755%), Heriteria litoralis (INP 26,520%) dan Shorea sp. (19,154%). Pada tingkat tiang INP tertinggi Orophea sp1 (INP 139,551%), kemudian Bischopia javanica (INP 104,496%). Tingkat pancang, nilai tertinggi INP terdapat pada Orophea sp2 (INP 80,769%). INP tingkat semai yang tertinggi adalah jenis Orophea sp1 (INP 53,333%). Indeks Nilai Penting pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Gambar 16 dibawah ini merupakan gambaran kondisi vegetasi habitat hutan Danyang.
Gambar 16 Habitat Hutan Danyang Hutan Danyang ditetapkan sebagai hutan cadangan oleh pihak pengelola kebun bersama Dinas Kehutanan setempat. Spesies vegetasi yang dilindungi di hutan Danyang adalah Aleurites mollucana (L) Medic. (kemiri) menurut SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/1972 dan Shorea sp. (meranti) menurut SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990 dan PP No 7 tahun 1999.
5.2.2.1.1
Habitat Hutan Sumur Windu Komposisi dan struktur jenis vegetasi pada habitat hutan Sumur Windu
dari hasil pengamatan didapatkan ada sekitar 25 jenis vegetasi pada tingkat pohon dalam 0,2 Ha.
37
Hasil dari analisis vegetasi pada habitat hutan Sumur Windu terdapat berbagai jenis vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan tumbuhan bawah, selebihnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11 Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Sumur Windu No. Tingkat vegetasi Jumlah jenis 1 Pohon 25 2 Tiang 7 3 Pancang 4 4 Semai 7 5 Tumbuhan bawah 5 Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Indeks Keanekaragaman 2,928 1,787 1,075 1,767 1,019
Tingkat pohon pada habitat hutan Sumur Windu Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis Pterospermum javanicum (INP 44,696%), kemudian Ficus variegata Bl. (INP 32,762), Laportes stimulan Miq. (INP 24,822%), Orophea sp1 (INP 21,257%) dan Anthochepalus cadamba Miq. (19,515%). Pada tingkat tiang INP tertinggi Orophea sp1 (INP 65,635%), kemudian Macaranga gigantea (INP 63,988%). Tingkat pancang, nilai tertinggi INP terdapat pada Orophea sp1 (INP 101,190%). INP tingkat semai yang tertinggi adalah jenis Orophea sp1 (INP 72,727%). Indeks Nilai Penting pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, tumbuhan bawah dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada Gambar 17 dibawah ini merupakan gambaran kondisi vegetasi habitat hutan Sumur Windu.
Gambar 17 Habitat Hutan Sumur Windu
Hutan Sumur Windu bersama hutan Danyang juga ditetapkan sebagai hutan cadangan oleh pihak pengelola kebun bersama Dinas Kehutanan
38
setempat. Untuk vegetasi yang dilindungi menurut SK. Mentan No 54/Kpts/Um/1972 di Sumur Windu ini adalah Pterospermum javanicum (Bayur).
5.2.2.2 Fauna 5.2.2.2.1
Kekayaan Jenis Burung di Setiap Habitat Berdasarkan hasil pengamatan dari keseluruhan habitat ditemukan
sebanyak 61 jenis burung dari 28 famili. Habitat yang memiliki jenis burung yang paling banyak adalah habitat lahan basah-gumuk winong sebanyak 36 jenis burung dari 18 famili, sedangkan yang paling sedikit adalah pada habitat semak belukar sebanyak 8 jenis burung dari 7 famili. Untuk data selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 18 berikut :
36 24
22
8
Gambar 18 Perbandingan Jumlah Jenis Burung di Setiap Habitat 5.2.2.2.2
Kelimpahan Burung di Hutan Danyang Habitat hutan Danyang memiliki jumlah jenis sebanyak 24 jenis
burung dari 17 famili (Lampiran 4). Nilai kelimpahan jenis burung di hutan Danyang terbesar dimiliki pada tiga jenis burung yaitu wallet linchi (Callocalia linchi) dari famili Apodidae, julang emas (Aceros undulatus ) dari famili Bucerotidae dan cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dari famili Pycnonotidae dengan nilai 0,079. Sedangkan delapan jenis burung lainnya memiliki kelimpahan terendah dengan nilai 0,026 yaitu tekukur biasa (Streptopelia chinensis), wiwik kelabu (Cacomantis merulinus), pelatuk kundang (Reinwardtipicus validus), cucak kuricang (Pycnonotus atriceps), anis kembang (Zoothera interpres), sikatan bubik (Muscicapa
39
dauurica), pijantung kecil (Arachnothera longirostra), dan cabai jawa (Dicaeum trochileum). Nilai indeks kemerataan dari habitat hutan Danyang sebesar 0,971. Untuk nilai nilai indeks keanekaragaman jenis burung di hutan Danyang sebesar 3,089 (Lampiran 4). Berikut ini spesies burung yang dilindungi di hutan Danyang (Tabel 12) Tabel 12 Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Dasar Hukum
1
Elang ular bido
Spilornis cheela
PP. No 7 tahun 1999, CITES
2
Merak hijau
Pavo muticus
3
Takur tumpuk
Megalaima javensis
PP. No 7 tahun 1999, CITES, IUCN PP. No 7 tahun 1999, IUCN
4
Pijantung kecil
tulung
Arachnothera PP. No 7 tahun 1999 longirostra 5 Pijantung Arachnothera PP. No 7 tahun 1999 gunung affinis 6 Julang Emas Aceros undulatus PP.No 7 Th. 1999, CITES Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Status IUCN/CITE S Apendiks II Rentan, Apendiks II Hampir terancam Apendiks II
5.2.2.2.3 Kelimpahan Burung di Sumur Windu Hasil pengamatan habitat hutan Sumur Windu memiliki jumlah jenis sebanyak 22 jenis burung dari 17 famili (Lampiran 5). Dari analisa data nilai kelimpahan jenis burung di hutan Sumur Windu terbesar dimiliki pada jenis burung yaitu burung merbah corok-corok (Pycnonotus simplex) dari famili Pycnonotidae dengan nilai 0,114. Sedangkan empat belas jenis burung lainnya memiliki kelimpahan terendah dengan nilai 0,029 yaitu Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), elang ular bido (Spilornis cheela), merak hijau (Pavo muticus), delimukan zamrud (Chalcophaps indica), kadalan kembang (Phaenicophaeus javanicus), takur tulung tumpuk (Megalaima javensis), pelatuk kundang (Reinwardtipicus validus), layang-layang api (Hirundo rustica), merbah cerukcuk (Pycnonotus goivavier), srigunting bukit (Dicrurus remifer), tepus leher putih (Stachyris thoracica), kucica hutan (Copsychus malabaricus), cinenen pisang (Orthotomus sutorius) dan prenjak padi (Prinia inornata).
40
Nilai indeks kemerataan dari habitat hutan Sumur Windu sebesar 0,943. Untuk nilai nilai indeks keanekaragaman jenis burung di hutan Sumur Windu sebesar 2,956 (Lampiran 5). Pada Tabel 13 dibawah merupakan spesies burung yang dilindungi pada habitat hutan Sumur Windu. Tabel 13 Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Sumur Windu No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Dasar Hukum
1
Elang laut perut putih
Haliaeetus leucogaster
PP. No 7 tahun 1999, CITES
2
Elang ular bido
Spilornis cheela
Apendiks II
3
Merak hijau
Pavo muticus
4
Takur tumpuk
PP. No 7 tahun 1999, CITES PP. No 7 tahun 1999, CITES,IUCN PP.No 7 Th. 1999, IUCN
5
Pijantung gunung
PP.No 7 Th. 1999
-
6
Julang Emas
Apendiks II
7
Paok Pancawarna
PP.No 7 Th. 1999, CITES PP.No 7 Th. 1999, CITES
tulung
Megalaima javensis Arachnothera affinis Aceros undulatus Piita guajana
Status IUCN/CITES Apendiks II
Rentan, Apendiks II Hampir terancam
Apendiks II
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
5.2.2.2.4
Kelimpahan Burung di Lahan Basah-Gumuk Winong Dari hasil pengamatan lapangan di habitat lahan basah-gumuk winong
jumlah jenis burung yang didapatkan sebanyak 36 jenis burung dari 18 famili (Lampiran 6). Analisa data nilai kelimpahan jenis burung di habitat lahan basah-gumuk winong terbesar dimiliki pada jenis burung bondol jawa (Lonchura leusgrastroides) dari famili Ploceidae dengan nilai 0,272. Burung yang memiliki kelimpahan terendah dengan nilai kelimpahan sebesar 0,009 ada enam belas jenis burung yaitu Cangak abu (Ardea cinerea), kuntul besar (Egretta alba), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), tikusan alis putih (Porzana cinerea), bubut alang-alang (Centropus bengalensis), raja udang meninting (Alcedo meninting), gelatik batu kelabu (Parus major), tepus leher putih (Stachyris thoracica), kucica hutan (Copsychus malabaricus), anis kembang (Zoothera interpres), cinenen jawa (Orthotomus sepiums), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), prenjak jawa (Prinia familiaris),
41
burung madu sriganti (Nectarinia jugularis) dan pijantung kecil (Arachnothera longirostra). Nilai indeks kemerataan dari habitat lahan basah-gumuk winong sebesar 0,807. Untuk nilai nilai indeks keanekaragaman jenis burung di lahan basah-gumuk winong sebesar 2,893 (Lampiran 6). Pada Tabel 14 dibawah merupakan spesies burung yang dilindungi pada habitat Lahan Basah-Gumuk Winong. Tabel 14 Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Dasar Hukum
1 2 3 4
Egretta alba Egretta garzetta Leptoptilos javanicus Alcedo meninting
PP. No 7 Th 1999 PP. No 7 Th 1999 IUCN PP. No 7 Th 1999
5
Kuntul besar Kuntul kecil Bangau tongtong Raja udang meninting Raja udang biru
Status IUCN/CITES Rentan -
Alcedo coerulescens
PP. No 7 Th 1999
-
6
Kipasan belang
Rhipidura javanica
PP. No 7 Th 1999
-
7
Burung kelapa
Anthreptes malacensis
PP. No 7 Th 1999
-
PP. No 7 Th 1999
-
8
madu
Burung madu Nectarinia jugularis sriganti Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
5.2.2.2.5
Kelimpahan Burung di Semak Belukar Komposisi vegetasi pada habitat semak belukar sebagian besar
ditumbuhi semak dan tanaman pisang yang ditanam masyarakat. Hasil pengamatan di habitat semak belukar ini jumlah jenis burung yang didapatkan sebanyak 8 jenis burung dari 7 famili (Lampiran 7). Analisa data nilai kelimpahan jenis burung di habitat semak belukar terbesar dimiliki pada jenis burung cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) dari famili Pycnonotidae dengan nilai sebesar 0,581. Sedangkan yang memiliki kelimpahan terendah ada lima jenis dengan nilai kelimpahan sebesar 0,032 adalah tekukur biasa (Streptolia chinensis), bubut alang-alang (Centropus bengalensis),
julang emas (Aceros undulatus),
merbah cerukcuk
(Pycnonotus goivavier), dan cinenen pisang (Orthotomus sutorius) dari famili Silviidae. Nilai indeks kemerataan dari habitat semak belukar
42
sebesar 0,633. Untuk nilai nilai indeks keanekaragaman jenis burung di semak belukar sebesar 1,390 (Lampiran 7). Berikut ini merupakan perbandingan nilai indeks keanekaragaman
Nilai Indeks Keanekaragaman
jenis burung pada setiap habitat (Gambar 19) : 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
3.089
2.956
2.893
1.39
Hutan Danyang
Hutan Sumur Lahan basah- Semak belukar Windu Gumuk Winong
Habitat
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Gambar 19 Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis pada setiap Habitat 5.3
Pemetaan Kawasan High Conservation Value (HCV)
5.3.2 Kawasan High Conservation Value 1 (HCV 1) High Conservation Value 1 merupakan kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional atau nasional (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat untuk menyelamatkan diri (refugia)) (Daryatun et al, 2003). Salah satu komponen dari HCV 1 ini adalah kawasan lindung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa tempat di areal perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran yang merupakan kawasan lindung, baik berupa kawasan hutan lindung, sempadan sungai, serta kawasan perlindungan lainnya dalam hal ini adalah lahan basah (wet land). Kawasan hutan lindung di areal perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran tersebar di dua tempat yaitu di daerah Bestik dengan luasannya sekitar 1,485 Ha dan di hutan Sumur Windu dengan luasan 14,194 Ha. Kawasan hutan lindung Sumur Windu merupakan bagian dari kawasan hutan Sumur Windu. Kawasan hutan lindung Sumur Windu ini berada di
43
dalam kawasan perkebunan dan terpisah dari hutan lindung milik Perum PERHUTANI yang berada di sekitar perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran. Sedangkan kawasan hutan lindung Bestik masih menyatu dengan hutan lindung milik Perum PERHUTANI di luar kawasan perkebunan. Kawasan sempadan sungai sebagian besar terdapat di afdeling Kaliwelang dengan luasan sekitar 72,457 Ha.
Kawasan perlindungan
lainnya atau lahan basah (wetland) terdapat di afdeling Bedengan, kawasan ini berdekatan dengan perbukitan kecil (Gumuk Winong) dengan tingkat kemiringan lereng agak curam oleh masyarakat sekitar dinamakan daerah Lahan Basah/rawa-Gumuk Winong dengan luasan 3,115 Ha (Gambar 20).
Lahan basah
Gumuk winong
Gambar 20 Lahan basah-Gumuk Winong Lahan basah-Gumuk Winong sebagian digunakan masyarakat menjadi lahan budidaya berupa persawahan, tapi masih ada beberapa tempat yang ditumbuhi semak-semak. Pada daerah ini ada beberapa spesies burung yang dilindungi menurut PP. No 7 Tahun 1999 dan IUCN (Tabel 15). Lahan basah ini masih menyatu dengan daerah rawa yang lebih luas yang terdapat di luar kawasan perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran. Untuk selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 21 berikut :
44
Gambar 21 Peta Kawasan Lindung Kebun Kertowono bagian Kajaran
45
Ketiga tempat kawasan lindung tersebut dilakukan penilaian terhadap keberadaan spesies-spesies yang dapat dijadikan indikasi HCVAs, terdapat dua tempat yang dijadikan tempat penilaian kawasan HCV 1 yaitu hutan lindung Sumur Windu dan Lahan basah-Gumuk Winong tentang keberadaan spesies hampir punah dan konsentrasi spesies endemik. Hutan lindung Sumur Windu terdapat enam spesies burung yang mempunyai nilai penting pada keanekaragaman hayati secara global dan nasional yaitu burung Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih), Spilornis cheela (Elang ular bido), Aceros undulatus (Julang emas), Pavo muticus (Merak hijau), Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) dan Pitta guajana (Paok pancawarna). Spesies-spesies tersebut kecuali Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) masuk dalam kategori CITES Apendiks II yang artinya spesies-spesies tersebut masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan berlanjut tanpa adanya pengaturan dan secara nasional masuk dalam daftar dilindungi di PP. No 7 tahun 1999 (Gambar 21). Pavo muticus (Merak hijau) untuk tingkat keterancaman dalam IUCN termasuk kategori vulnerable atau rentan artinya spesies ini memiliki resiko kepunahan yang tinggi di alam, untuk Megalaima javensis (Takur tulungtumpuk) masuk kategori IUCN Near Threathed atau hampir terancam artinya spesies ini memiliki keterancaman paling dekat. Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih) dan Spilornis cheela (Elang ular bido) termasuk dalam famili Accipitridae, famili ini dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan CITES, dikarenakan burung ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi penyeimbang ekosistem (Darmawan, 2006). Jenis burung pemangsa ini memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dari populasi hama tikus dan populasi ular yang berlebihan dengan cara memangsanya (Sozer et al 1999 dalam Darmawan, 2006). Aceros undulatus (Julang emas) termasuk dalam famili Bucerotidae. Famili Bucerotidae dilindungi pada tingkat suku/famili oleh pemerintah Indonesia dan CITES dikarenakan jenis ini memiliki manfaat yang besar sebagai indikator kesehatan hutan. Menurut Kemp (1993) dalam Darmawan
46
(2006), jenis burung anggota Bucerotidae memegang peranan penting dalam penyebaran biji. Bucerotidae ini menyenangi habitat hutan dengan penutupan tajuk lebar pohon dengan diameter besar dan banyak terdapat pohon buah. Sehingga suku tersebut dapat digunakan untuk melihat tingkat kesehatan atau kelestarian hutan, selain itu populasi jenis ini dialam sangatlah terbatas, dan rentan terhadap gangguan sehingga perlu dilindungi. Ada beberapa alasan suatu jenis burung perlu dilindungi pada tingkat spesies atau jenis karena jenis burung tersebut memiliki potensi diperdagangkan yang tinggi, terancam populasinya atau populasi di alam sedikit penyebarannya terbatas serta memiliki manfaat terhadap keseimbangan dan kelestarian lingkungan (Sozer et al, 1999). Hutan sumur windu mempunyai dua spesies pohon Ficus spp. yaitu Ficus variegata dan Ficus hispida yang merupakan sumber makanan dari Aceros undulatus (Julang emas). Menurut Meijaard et al (2006), ada tiga jenis buah yang dimakan oleh rangkong Asia yaitu buah yang kaya lemak dan berbentuk kapsul seperti Aglaia spp dan Myristica spp., buah berdaging dan berbiji dari marga Lauraceae dan Annonaceae, serta buah berkandungan gula tinggi seperti Ficus spp. Walaupun spesies-spesies Ficus ini tidak dilindungi oleh Undang-Undang tapi keberadaannya memegang peranan penting sebagai daya dukung untuk habitat burung famili Bucerotidae. Nilai dominansi untuk Aceros undulatus (Julang emas) dan Arachnothera affinis (Pijantung gunung) adalah 8,571% dan 5,714% untuk Pitta guajana ini berarti spesies burung tersebut dapat sering dijumpai di hutan lindung Sumur Windu. Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih) Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau) dan Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) nilai dominansinya masing-masing adalah 2,857% artinya spesies ini sub dominan dan jarang ditemukan di sekitar lokasi. Gambar 22 menunjukkan gambar burung Aceros undulatus (Julang emas) dan Pitta guajana (Paok pancawarna) :
47
Aceros undulatus
Pitta guajana
Foto : Andi NC
Foto : Hidayat A (LIPI)
Gambar 22 Burung-burung yang masuk CITES Terdapat satu spesies burung yang masuk kategori dilindungi secara nasional dalam daftar PP. No 7 tahun 1999 adalah Arachnotera affinis. Pada habitat Sumur Windu ini ada dua spesies burung yang endemik pulau Jawa yaitu Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk), dan Prinia inornata (Prenjak padi). Jenis-jenis endemik dan dilindungi dipandang memiliki tingkat urgensi tertinggi untuk dijaga keberadaannya mengingat jenis-jenis tersebut sangat tergantung pada keberlangsungan habitat asli yang didiaminya. Keberadaan jenis endemik ini bisa dijadikan sebagai inspirasi bagi masyarakat sekitar untuk tetap menjaga keberadaan hutan tanaman tersebut (Dewi, 2005). Berdasarkan data yang diperoleh untuk vegetasi yang dilindungi menurut SK. Mentan No 54/Kpts/Um/1972 di Sumur Windu ini adalah Pterospermum javanicum (Bayur). Pada habitat sumur windu juga terdapat spesies Macaranga sp. yang menandakan bahwa habitat sumur windu telah mengalami kerusakan, karena spesies Macaranga sp. merupakan spesies pohon yang umumnya terdapat pada habitat yang rusak. Habitat Lahan basah-Gumuk Winong juga memiliki nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global menurut IUCN adalah Leptoptilos javanicus (Bangau tongtong) dalam kategori vulnerable atau rentan. Habitat Lahan basah-Gumuk Winong sering dikunjungi spesies burung ini karena kebiasaan burung ini yang suka mengunjungi persawahan, padang rumput terbuka yang kebanjiran dan mangrove.
48
Untuk burung yang dilindungi secara nasional menurut PP. No 7 tahun 1999 yang disajikan dalam Tabel 15 berikut : Tabel 15 Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong menurut PP. No 7 tahun 1999 No. 1 2 3 4 5 6 7
Nama Lokal Nama Ilmiah Kuntul besar Egretta alba Kuntul kecil Egretta garzetta Raja udang meninting Alcedo meninting Raja udang biru Alcedo coerulescens Kipasan belang Rhipidura javanica Burung madu kelapa Anthreptes malacensis Burung madu sriganti Nectarinia jugularis Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Nama Inggris Great egret Little egret Blue-eared Kingfisher Small blue Kingfisher Pied fantail Plian-throated Sunbird Olive-backed Sunbird
Pada habitat lahan basah-Gumuk Winong spesies burung endemik pulau Jawa adalah Stachyris thoracica (Tepus leher putih). 5.3.3 Kawasan High Conservation Value 2 (HCV 2) High Conservation Value 2 merupakan kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal yang berada di dalam unit pengelolaan, atau yang mempunyai unit pengelolaan didalamnya, dimana sebagian besar atau semua populasi spesies berada pada pola-pola alami atau distribusi dan kelimpahan (Daryatun et al, 2003). Hasil penelitian didapatkan ada tiga tempat tutupan lahan yang masih berupa hutan/vegetasi rapat yaitu di hutan Danyang dengan luasan 4,189 Ha, hutan Sumur Windu luasannya 54,728 Ha dan Bestik luasannya 5,473 Ha (Gambar 12, hal. 39). Hutan Danyang dan hutan di Bestik dilihat dari citra klasifikasi Lansdsat 7 –ETM+ tahun 2004 (Gambar 23) merupakan bagian dari hutan lindung yang berada di luar kawasan perkebunan yang lebih luas sehingga hutan Danyang dan hutan Bestik termasuk ke dalam HCV 2. Dalam teori “biogeografi pulau”, hutan Danyang dan hutan Bestik merupakan daratan bagian dari pulau yang besar. Pada hutan Danyang terdapat empat spesies pada marga/famili Pycnonotidae (kutilang) dibandingkan pada habitat hutan sumur windu yang hanya ada dua spesies pada marga/famili Pycnonotidae, hal ini menandakan kemungkinan secara lansekap hutan Danyang yang luasnya 4,189 Ha merupakan tepian hutan karena banyak spesies dari kutilang umumnya hidup pada tepian hutan (Meijaard et al , 2006)
49
Penilaian lebih lanjut dilakukan tentang keberadaan spesies yang ada di hutan Danyang yang telah masuk HCV 2 di dapatkan bahwa ada spesies yang masuk kategori keanekaragaman hayati yang penting secara global dan nasional yaitu spesies burung Spilornis cheela (Elang ular bido), Aceros undulatus (Julang emas), Pavo muticus (Merak hijau), dan Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) yang masuk dalam daftar CITES Apendiks II dan PP. No 7 tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia dan IUCN. Ada juga beberapa spesies burung yang masuk dalam daftar dilindungi secara nasional menurut PP. No 7 tahun 1999, diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 16 berikut ini : Tabel 16 Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang menurut PP. No 7 tahun 1999 No 1 2
Nama Lokal Pijantung kecil Pijantung gunung
Nama Ilmiah Arachnotera longirostra Arachnothera affinis
Nama Inggris Little Spiderhunter Grey-breasred Spiderhunter
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Pada habitat hutan Danyang
spesies endemik yang ditemukan adalah
Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk). Selain itu, ditemukan satu spesies burung migran yaitu Muscicapa dauurica (Sikatan bubik). Spesies vegetasi yang
dilindungi di hutan Danyang adalah spesies
Aleurites mollucana (L) Medic. (kemiri)
menurut SK. Mentan No.
54/Kpts/Um/1972 dan Shorea sp. (meranti) menurut SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990 dan PP No 7 tahun 1999. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hutan Danyang selain merupakan kawasan HCV 2, juga merupakan kawasan HCV 1 karena terdapat spesies yang dilindungi baik secara global maupun nasional. Hutan Sumur Windu merupakan kawasan hutan yang terpisah dari tingkat lanskap hutan yang lebih luas di luar kawasan perkebunan yaitu hutan lindung milik PERHUTANI. Hutan Sumur Windu adalah habitat yang terfragmentasi. Fragmentasi habitat dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar dan kolonisasi. Banyak spesies burung pada daerah pedalaman hutan tidak dapat menyeberangi daerah terbuka karena adanya bahaya dimakan pemangsa (Primarck, 1998). Fragmentasi juga berakibat pada pengurangan jelajah dari hewan asli.
50
Teori “biogeografi pulau” menjelaskan hubungan antara luas area dengan jumlah spesies. Menurut Primarck (1998), diasumsikan bahwa penyempitan habitat alami pada suatu pulau yang memiliki sejumlah spesies akan menyebabkan
berkurangnya
jumlah
spesies-spesiesnya.
Hutan
yang
terfragmentasi adalah sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan habitat rusak atau habitat budidaya. Hutan sumur windu perlu dilindungi agar spesiesspesies burung dan vegetasi yang dilindungi disana tidak mengalami kepunahan. Hutan Sumur Windu terdapat spesies vegetasi yang hampir sama dengan yang ada di hutan Danyang, misalnya : Orophea sp1, Bischofia javanica Bl., Antidesma mentanum Bl., Macaranga gigantea, Heritria litoralis dan sebagainya (Lampiran 2 dan 3). Dilihat dari spesies kunci yang ada, di hutan Sumur Windu memiliki spesies kunci yang hampir sama dengan di hutan Danyang yaitu Aceros undulatus (Julang emas), Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau), Megalaima javensis (Takur tulung tumpuk) dan Arachnotera affinis (Pijantung gunung) sehingga dapat dinyatakan sebagai HCV 2 karena hutan Sumur Windu merupakan bagian integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas.
5.3.4 Kawasan High Conservation Value Areas 4 (HCV 4) High Conservation Value 4 merupakan kawasan hutan yang memberikan pelayanan dasar dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi) (Daryatun et al, 2003). HCV 4 berkaitan erat dengan kawasan hidrologi yang berada di dalam kawasan perkebunan. Pada kawasan perkebunan terdapat aliran mata air yang sepanjang tahun mengalir dan kadangkala digunakan untuk mandi, minum dan sebagainya walaupun sebenarnya masyarakat terutama para buruh perkebunan yang tinggal di pemukiman/emplacement di dalam perkebunan ada yang mempunyai sumur sendiri. Mereka juga menggunakan aliran mata air ini sebagai cadangan air. Menurut masyarakat aliran mata air ini akan menjadi besar jika terjadi hujan deras. Kawasan HCV 4 ini bisa menjadi HCV 5 jika digunakan masyarakat
51
untuk kebutuhan-kebutuhan penting sehari-hari yaitu memasak, mandi, dan mencuci. Kawasan HCV 4 ini menjadi penting karena daerah ini mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air, adanya hutan di sekitar anak sungai membuat daerah ini semakin kecil dalam resiko kekeringan.
.
52
Samudera Hindia
Gambar 23 Peta Batas Kawasan
53
5.4
Bentuk Gangguan dan Kerusakan Gangguan yang sering terjadi pada habitat adalah perburuan yang dilakukan oleh para penembak burung. Hal ini sangat berdampak dari keberadaan burung di habitat tersebut. Informasi yang didapatkan dari masyarakat bahwa jumlah-jumlah burung yang ada sekarang jauh telah berkurang dibandingkan ketika waktu dulu, ini disebabkan karena telah terjadi perburuan dan juga kerusakan pada habitatnya. Kerusakan yang nampak sampai sekarang adalah pada lahan yang ditetapkan menjadi hutan cadangan, yang kini telah berubah menjadi semak belukar karena terjadi penjarahan lahan. Bentuk gangguan lain adalah pencarian kayu bakar yang dilakukan masyarakat sebagai bahan bakar pengolahan gula jawa pada hutan-hutan yang masih ada (hutan Danyang, hutan Sumur Windu dan hutan milik Perum PERHUTANI). Dari pengamatan secara langsung pencarian kayu bakar ini tidak hanya mencari kayu-kayu atau ranting kering tetapi juga mereka memotong pohon-pohon seukuran tiang yang masih tegak berdiri. Hal ini biasa mereka lakukan ketika pagi hari dan sore hari. Bahkan setiap harinya mereka bisa mendapatkan kayu bakar tiap orang sekitar 1 m3 kayu dan dijual ke para pengusaha pengolah gula jawa ± Rp 25.000,00. Menurut Darmawan (2006), rusaknya penutupan lahan yang bervegetasi pohon akan berdampak bagi kelangsungan hidup burung. Jenis burung yang biasa memanfaatkan struktur vegetasi dan ruang tajuk akan kehilangan tempat untuk beraktivitas seperti makan istirahat, bermain. Hernowo (1985) menyatakan bahwa terdapatnya jenis burung disuatu habitat terkait dengan kondisi habitat, jenis burung, dan besarnya gangguan di tempat tersebut. Kondisi habitat tersebut adalah tersedianya makanan, istirahat, berlindung, tidur dan bersarang. Salah satu penyebab gangguan pada burung adalah terjadinya tekanan dan perubahan habitat burung. Hernowo et al. (1989) menyatakan bahwa akibat penggunaan sumberdaya alam oleh manusia yang kurang memperhatikan aspek kelestarian menyebabkan merosotnya populasi burung di alam. Sedangkan menurut Mackinnon et al. (1993) besarnya jumlah penduduk dan
54
meningkatknya tekanan terhadap eksploitasi terhadap semua sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, alam akan mengalami kemunduran. Hutan akan didesak sampai ke puncak gunung dan burung-burung akan diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual. Kebiasaan masyarakat sekitar yang mengembangkan lahan budidaya tidak memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan lahan-lahan baru di lerenglereng bukit menyebabkan permukaan lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air (drainase) yang seharusnya bisa menyebabkan adanya bencana tanah longsor jika daerah tersebut terkena curah hujan yang tinggi. Menurut Suryolelono (2005) dalam Purnamasari (2007), pengaruh hujan pada bagian lereng-lereng yang terbuka akibat aktivitas makhluk hidup terutama berkaitan dengan adanya budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak di perbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor.
5.5
Implementasi Terhadap Kebijakan Pengelolaan Kebun Kertowono bagian Kajaran. Penerapan prinsip dan kriteria High Conservation Value Area’s (HCVA’s) belum pernah dilakukan pada kebun Kertowono bagian Kajaran sehingga dalam kebijakan sebelumnya belumlah ada upaya-upaya yang mengarah pada kegiatan konservasi baik untuk internal maupun eksternal dalam hal ini masyarakat sekitar. Adanya data mengenai jenis burung dan vegetasi yang dilindungi pada daerah-daerah di kebun Kertowono bagian Kajaran mampu memberikan informasi tambahan dalam pengelolaan kawasan terutama yang terdapat jenis yang dilindungi tersebut. Pendekatan dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) meliputi penyimpanan, manipulasi dan penampilan tipe data pemetaan seperti tipe-tipe vegetasi, iklim, jenis tanah, topografi, hidrologi dan iklim/curah hujan menunjukkan korelasi antara elemen abitok dan biotik dalam lansekap,
55
sehingga dapat membantu dalam perencanaan kawasan dalam perlindungan keanekaragaman hayati bahkan mengarahkan upaya ke lokasi-lokasi potensial yang mungkin mengandung spesies langka. Rencana kebijakan pengelolaan kawasan terkait adanya HCVA’s di kawasan tersebut perlu segera dibuat. Pembuatan rencana kebijakan pengeloaan haruslah bersifat integral dan menyeluruh, artinya rencana kebijakan yang dibuat tidak hanya memperhatikan aspek budidaya dan pemanenan komoditi utama perkebunan tapi juga pengelolaan daerah yang terdapat nilai HCVnya serta aspek eksternal dalam hal ini masyarakat sekitar yang belum mengetahui tentang HCVA’s. Menurut Sutopo (2008) rencana kebijakan tentang pengelolaan dibuat dengan sebaik-baiknya serta diikuti dengan aksi yang menyeluruh. Perencanaan tersebut dapat diperkuat dengan memanfaatkan data jenis burung dan vegetasi yang dilindungi serta yang sudah masuk dalam daftar CITES. Kegiatan aksi dari rencana strategis dapat berupa kegiatan yang bersifat internal maupun eksternal. Kegiatan yang internal meliputi penetapan daerah yang mengandung nilai HCVA’s menjadi kawasan perlindungan. Penetapan daerah HCVA’s di suatu kawasan unit pengelolaan sangat penting dalam rangka pengelolaan daerah tersebut agar menjadi lebih efektif dan efisien. Kegiatan eksternal adalah kegiatan yang melibatkan masyarkat sekitar seperti program-program kegiatan yang mengarah konservasi misalnya pendidikan konservasi dan
kegiatan penyuluhan yang dapat dilaksanakan dengan
menjalin kerjasama bersama instansi lain yang ahli dalam konservasi. Kegiatan
penyuluhan
atau
pendidikan
konservasi
dapat
berisi
penginformasian kepada msayarakat tentang adanya kawasan HCVA’s di perkebunan dan juga spesies burung dan vegetasi yang dilindungi di kawasan tersebut. Adanya penerapan prinsip dan kriteria kawasan bernilai konservasi tinggi di dalam perkebunan menunjukkan bahwa pengelolaan terhadap kawasan kebun tersebut mempunyai nilai lebih daripada kebun yang tidak menerapkan prinsip dan kriteria kawasan bernilai konservasi tinggi terutama berkaitan dengan kelestarian dan perlindungan sumberdaya alam.
56
Perlindungan keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi merupakan tindakan penting dalam suatu strategi konservasi. Ketergantungan mutlak pada kawasan konservasi merupakan hal yang berbahaya, dimana perlindungan, perhatian dan pengelolaan hanya akan terfokus pada spesies dan komunitas pada kawasan tersebut, sementara keanekaragaman hayati di luar kawasan tersebut dimanfaatkan dengan tidak terkendali sehingga dalam hal ini perkebunan juga mempunyai peranan penting dalam tindakan-tindakan konservasi. Pendanaan dalam pengembangan konservasi bisa berasal dari pemerintah muapun pihak swasta (dalam negeri maupun luar negeri) sehingga pihak pengelola
tidak
perlu
mengkhawatirkan
dengan
pendanaan
perlindungan keanekaragaman hayati yang berada di kawasannya.
dalam
57
Gambar 24 Peta Kawasan HCV
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil klasifikasi dari Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 pada areal Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII di dapatkan ada lima jenis penutupan lahan yang berada pada areal konsesi perkebunan bagian Kajaran yaitu semak belukar seluas 370,99 Ha (33,55% dari luas kebun Kertowono bagian Kajaran), hutan /vegetasi rapat seluas 64,39 Ha (5,82% dari luas kebun Kertowono bagian Kajaran), lahan terbuka dan terbangun seluas 15,35 Ha (1,38% dari luas kebun Kertowono bagian Kajaran), lahan basah/rawa seluas 4,28 Ha (0,38% dari luas kebun Kertowono bagian Kajaran), dan areal kebun seluas 650,88 Ha (58,85% dari luas kebun Kertowono bagian Kajaran). 2. Letak, dan luas kawasan bernilai konservasi tinggi pada kebun Kertowono bagian Kajaran afdeling Kaliwelang sebagai berikut : hutan Danyang dengan luasan 4,189 Ha, hutan Sumur Windu luasannya 54,728 Ha, Bestik luasannya 5,473 Ha, kawasan sempadan sungai di afdeling Kaliwelang ditambah dengan kawasan riparian lainnya luasannya 72,457 Ha. Lahan basah-Gumuk Winong berada di afdeling Bedengan luasnya 3,115 Ha. 3. Prinsip dan Kriteria High Conservation Value Area`s pada tiap-tiap kawasan : hutan Danyang (HCV 1 dan 2), hutan Sumur Windu (HCV 1 dan 2), Bestik (HCV 1 dan 2), kawasan sempadan sungai di afdeling Kaliwelang ditambah dengan kawasan riparian lainnya (HCV 1 dan 4), Lahan basah-Gumuk Winong (HCV 1). Spesies burung yang dilindungi menurut kriteria CITES, IUCN dan PP. No 7 tahun 1999 : Aceros undulatus (Julang emas) dan Pitta guajana (Paok pancawarna), Egretta alba (Kuntul besar), Egretta garzetta (Kontul kecil), Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih), Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau), Alcedo meninting (Raja udang meninting), Alcedo coerulescens (Raja udang biru), Rhipidura javanica (Kipasan belang), Megalaima javensis (Takur tulung tumpuk), Nectarinia jugularis (Burung madu sriganti), Anthreptes malacensis
59
(Burung madu kelapa),
Arachnotera longirostra (Pijantung kecil),
Arachnotera affinis (Pijantung gunung). Spesies vegetasi yang dilindungi : Aleurites mollucana (L) Wild. (Kemiri) dan Pterospermum javanicum (Bayur) menurut SK. Mentan No. 54/Kpts/Um/1972. Shorea sp. (Meranti) menurut SK. Menhut No. 261/Kpts-IV/1990 dan PP. No 7 tahun 1999.
6.2
Saran
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk pengelolaan kawasan perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kab. Lumajang. 2. Bagi pihak unit pengelola kawasan untuk segera melindungi dan mengelola dengan intensif kawasan yang diduga ada nilai konservasi tinggi dari gangguan-gangguan yang dapat merusak habitat/kawasan tersebut. 3. Untuk memperoleh hasil yang komprehensif, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keberadaan nilai HCV 3, HCV 5 dan HCV 6.
DAFTAR PUSTAKA
[ANONIM]. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.32 tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. [ANONIM]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Pemanfaatan Sumberdaya Alam Hayati beserta Ekosistemnya. Ardiansyah H. D, Prabowo A. Nugroho dan J. Palapa. 2002. Modul Pengenalan GIS, GPS dan Remote Sensing. Departement GIS, Forest Watch Indonesia. Jakarta. Barus B.1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2:7-16. [BPS] Badan Pusat Statisik. 2009. Data Statistik Indonesia. [terhubung berkala]. http://www.bps.go.id/ .html. [7 September 2009]. Darmawan M.D. 2006. Keanekaragaman Jenis Burung pada Berbagai Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Daryatun, Anne G, Sigit H, Jeffrey H, Marc H, Jim J, Ben J, Steve J, Neil J, Darrel K, Dwi RM, Edward P, Alan P, Diah R, Niken S, Tony S, Doug S, Sugardjito. 2003. Mengidentifikasi, Mengelola dan Memantau Hutan Dengan Nilai Konservasi Tinggi: Sebuah Toolkit untuk Pengelola Hutan dan Pihak – Pihak Terkait lainnya. Rainforest Alliance dan Proforest kerjasama WWF dam IKEA untuk Proyek – Proyek Hutan. [DEPTAN] Departemen Pertanian. 1980. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/II/1980 Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung: Departemen Pertanian. Dewi T.S. 2005. Kajian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Lanskap Hutan Tanaman Pinus (Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu) [Skripsi].. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Febriana I. 2004. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Studi Kasus Kawasan Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut) [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
61
Firdaus E. 2007. Evaluasi Kawasan Lindung di Kabupaten Garut dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) [skripsi]. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hernowo, J.B. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungn di Wilayah II Bogor [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hernowo J.B dan Prasetyo L. B. 1989. Konsep Ruang Terbuka Hijau di Kota Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi Vol. II(4). Hal 61-77. MacKinnon J, Philipis K, Van Balen B. 1993. Seri Panduan Lapang BurungBurung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. LIPI. Bogor. Meijaard E, Douglas S, Robert N, David A, Barry R, Djoko I, Titiek S, Martin L, Ike R, Anna W, Tony S, Scott S, Tiene G, Timothy O. 2006. Hutan Pasca Pemanenan Melindungi Satwa Liar dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan. CIFOR. Bogor. Nuryanti D. 2007. Rancangan Tata Ruang Desa Sekitar Hutan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [Tugas Akhir]. Bogor. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2001. Konsep – konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. INFORMATIKA. Bandung. Primarck R.B, Jatna S, Mochammad I, Padmi K. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia Purnamasari D.C. 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Evaluasi Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Banjarnegara (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan sekitarnya Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara) [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Rachim. A.J dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor Sozer R, Saaroni Y, Nurwatha P.F. 1999. Jenis-Jenis Burung Dilindungi yang Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung.
62
Sunderlin WD dan Resosudarmo IAP. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia : Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Occasional Paper No. 9 (I). Sutopo. 2008. Keanekaragaman Burung pada Beberapa Tipe Habitat di Areal Hutan Lindung KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur [Skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
63 Lampiran 1 Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Danyang Pohon No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Family
Ilmiah
Euphorbiaceae Sterculiaceae
Antidesma mentanum Bl. Bischofia javanica Bl.
Anonaceae Euphorbiaceae Zingiberaceae Sterculiaceae Verbenaceae Sapindaceae
Orophea sp1 Abelmoschus moschatus (L) Medic Aleurites mollucana (L) Wild Klenhovia hospita L. Vitex pinnata L. Ganophylum falcatum BL.
Gutiferae
Calphylum inophylum
Anacardiaceae Anacardiaceae Smilaceae Moraceae Dipterocarpaceae Fabaceae Tiliaceae
Spondias pinnata Kurz. Buchanania arborescens BL. Smilax zeylania Lin. Ficus hampelas Shorea sp Dalbergia latifolia Roxb. Grewia celditifolia Juss
Euphorbiaceae Euphorbiaceae Palmae
Heriteria litoralis Macaranga gigantea Cf. Livistoma
Lokal Congis Garu Glintungan Jolali Kalak hitam Kapasan Kemiri Ketimo Laban Mangir Munung Nyamplung Pijetan Ploncing Poh-pohan Purwo Rempelas Solo/meranti Sono Talok Tutup awu Walangan Walik angin Wiyu Total
Jumlah 1 1 1 5 12 2 2 2 3 1 2 1 1 3 2 2 1 2 1 2 1 4 2 2 56
Jumlah Plot 1 1 1 4 4 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 4 2 2
Lbds 1.002 0.159 0.049 2.755 1.450 0.124 1.439 1.680 0.209 0.801 0.700 0.102 0.091 9.123 0.155 2.645 1.168 3.655 0.255 0.385 0.173 3.285 0.792 1.947 34.144
K
KR 1.786 1.786 1.786 8.929 21.429 3.571 3.571 3.571 5.357 1.786 3.571 1.786 1.786 5.357 3.571 3.571 1.786 3.571 1.786 3.571 1.786 7.143 3.571 3.571 100
5 5 5 25 60 10 10 10 15 5 10 5 5 15 10 10 5 10 5 10 5 20 10 10 280
F 0.2 0.2 0.2 0.8 0.8 0.2 0.4 0.4 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.4 0.2 0.4 0.2 0.8 0.4 0.4 8.2
FR 2.439 2.439 2.439 9.756 9.756 2.439 4.878 4.878 4.878 2.439 2.439 2.439 2.439 2.439 4.878 2.439 2.439 4.878 2.439 4.878 2.439 9.756 4.878 4.878 100
D
DR
5.012 0.795 0.245 13.777 7.248 0.619 7.194 8.400 1.046 4.004 3.498 0.509 0.454 45.617 0.774 13.226 5.842 18.275 1.275 1.924 0.867 16.425 3.960 9.736 170.720
2.94 0.47 0.14 8.07 4.25 0.36 4.21 4.92 0.61 2.35 2.05 0.30 0.27 26.72 0.45 7.75 3.42 10.70 0.75 1.13 0.508 9.621 2.319 5.703 100.000
INP 7.160 4.690 4.368 26.755 35.430 6.373 12.663 13.370 10.848 6.570 8.059 4.523 4.491 34.516 8.903 13.757 7.647 19.154 4.972 9.576 4.733 26.520 10.769 14.152 300.000
Pi 0.0179 0.0179 0.0179 0.0893 0.2143 0.0357 0.0357 0.0357 0.0536 0.0179 0.0357 0.0179 0.0179 0.0536 0.0357 0.0357 0.0179 0.0357 0.0179 0.0357 0.0179 0.0714 0.0357 0.0357 1
Ln Pi -4.025 -4.025 -4.025 -2.416 -1.54 -3.332 -3.332 -3.332 -2.927 -4.025 -3.332 -4.025 -4.025 -2.927 -3.332 -3.332 -4.025 -3.332 -4.025 -3.332 -4.025 -2.639 -3.332 -3.332
E -0.072 -0.072 -0.072 -0.216 -0.33 -0.119 -0.119 -0.119 -0.157 -0.072 -0.119 -0.072 -0.072 -0.157 -0.119 -0.119 -0.072 -0.119 -0.072 -0.119 -0.072 -0.189 -0.119 -0.119 2.8849
Tiang No.
Family
Ilmiah
Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
Lbds
K
KR
F
FR
D
1
Euphorbiaceae
Bischopia javanica Bl.
Girang
3
1
0.032
60
42.857
2
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak Hitam
3
1
0.072
60
42.857
3
Fagaceae
Quercus sundaica
Pasang
1
1
0.009
20
Total
7
0.114
140
DR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
0.2
33.333
0.645
28.306
104.496
0.429
-0.847
-0.363
0.2
33.333
1.444
63.361
139.551
0.429
-0.847
-0.363
14.286
0.2
33.333
0.190
8.333
55.952
0.143
-1.946
-0.278
100
0.6
100
2.280
100
300
1
-3.641
-1.004
E 1.004
64
Lanjutan lampiran 1 Pancang No.
Family
Ilmiah
Lokal
1
Cucurbitaceae
Trichosanthes bracteaut (Lmk) Wight
Cakar ayam
1
1
80
5
0.2
7.692
12.692
0.05
-2.996
-0.1498
2
Euphorbiaceae
Antidesma mentanum Bl.
Garu
1
1
80
5
0.2
7.692
12.692
0.05
-2.996
-0.1498
Jengger
1
1
80
5
0.2
7.692
12.692
0.05
-2.996
-0.1498
4
Anonaceae
Orophea sp2
Kalak Balong
10
4
800
50
0.8
30.769
80.769
0.5
-0.693
-0.3466
5
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak hitam
5
4
400
25
0.8
30.769
55.769
0.25
-1.386
-0.3466
6
Sapindaceae
Ganophylum falcatum BL.
Mangir
1
1
80
5
0.2
7.692
12.692
0.05
-2.996
-0.1498
7
Tiliaceae
Grewia celditifolia Juss
Talok
1
1
80
5
0.2
7.692
12.692
0.05
-2.996
-0.1498
1600
100
2.6
100
200
3
Jumlah
Total
Jumlah Plot
K
20
KR
F
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
E 1.442
-1.4421
Semai No.
Family
Ilmiah
Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
1
Euphorbiaceae
Antidesma mentanum Bl.
Garu
3
1
1500
9.091
0.2
2
Combretaceae
Terminalia belerica Roxb.
Joho
3
2
1500
9.091
0.4
3
Anonaceae
Orophea sp2
Kalak Balong
9
3
4500
27.273
0.6
4
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak Hitam
11
3
5500
33.333
0.6
5
Anacardiaceae
Spondias pinnata Kurz.
Ploncing
1
1
500
3.030
0.2
6.667
6
Anacardiaceae
Buchanania arborescens BL.
Poh-pohan
2
1
1000
6.061
0.2
6.667
7
Smilaceae
Smilax zeylania Lin.
Purwo
1
1
500
3.030
0.2
6.667
8
Tiliaceae
Grewia celditifolia Juss
Talok
2
2
1000
6.061
0.4
9
Palmae
Cf. Livistoma
Wiyu
1
1
500
3.030
0.2
16500
100
3
Total
33
K
KR
F
FR
INP
Pi
6.667
15.758
0.091
-2.398
-0.218
13.333
22.424
0.091
-2.398
-0.218
20
47.273
0.273
-1.299
-0.3543
20
53.333
0.333
-1.099
-0.3662
9.697
0.03
-3.497
-0.106
12.727
0.061
-2.803
-0.1699
9.697
0.03
-3.497
-0.106
13.333
19.394
0.061
-2.803
-0.1699
6.667
9.697
0.03
-3.497
-0.106
100
200
Tumbuhan bawah No.
Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
K
KR
F
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
1
Bo
1
1
2000
20
0.2
33.3333
53.3333
0.2
-1.609
-0.3219
2
Piser
3
1
6000
60
0.2
33.3333
93.3333
0.6
-0.511
-0.3065
3
Timunan
1
1
2000
20
0.2
33.3333
53.3333
0.2
-1.609
-0.3219
Total
5
10000
100
0.6
100
200
-0.9503
E 0.9503
Ln Pi
Pi Ln Pi
-1.8142
E 1.814
65 Lampiran 2 Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Sumur Windu Pohon No.
Family
Ilmiah
Nama Lokal
Jml
Jml
1
Sterculiaceae
2
Moraceae
Pterospermum javanicum Arthocarpus elastica Reinw. Ex Bl.
3
Sterculiaceae
4
Moraceae
Bischofia javanica Bl. Dyospyros hermaphiroditica (Zoll)
Pi
Ln Pi
Bayur
6
4
7.361
30
10.526
0.8
10.526
36.803
23.643
44.696
0.105
-2.251
-0.237
Bendo
1
1
3.987
5
1.754
0.2
2.632
19.933
12.805
17.191
0.018
-4.043
-0.071
Glintungan
2
2
0.138
10
3.509
0.4
5.263
0.688
0.442
9.214
0.035
-3.35
-0.118
Budengan
1
1
0.033
5
1.754
0.2
2.632
0.166
0.107
4.493
0.018
-4.043
-0.071
6
Euphorbiaceae
Antidesma mentanum Bl.
Congis
1
1
0.174
5
1.754
Garu
1
1
0.146
5
1.754
0.2
2.632
0.868
0.558
4.944
0.018
-4.043
-0.071
0.2
2.632
0.729
0.469
4.855
0.018
-4.043
-0.071
7
Euphorbiaceae
Leea indica (Burmn. F) Merr.
Girang
2
1
0.179
10
3.509
0.2
2.632
0.897
0.576
6.717
0.035
-3.35
-0.118
8 9
Moraceae
Ficus variegata Bl.
Gundang
6
3
4.465
Rubiaceae
Anthocepallus cadamba Miq.
Jabon
1
1
4.710
30
10.526
0.6
7.895
22.323
14.341
32.762
0.105
-2.251
-0.237
5
1.754
0.2
2.632
23.550
15.129
19.515
0.018
-4.043
-0.071
10
Myrtaceae
Syzigium sp.
Jambu-jambuan
1
1
11
Combretaceae
Terminalia belerica Roxb.
Joho
1
1
0.068
5
1.754
0.2
2.632
0.339
0.218
4.604
0.018
-4.043
-0.071
0.082
5
1.754
0.2
2.632
0.410
0.264
4.650
0.018
-4.043
-0.071
Jolali
1
13
Anonaceae
Orophea sp2
Kalak balong
1
1
0.030
5
1.754
0.2
2.632
0.151
0.097
4.483
0.018
-4.043
-0.071
1
0.121
5
1.754
0.2
2.632
0.603
0.387
4.773
0.018
-4.043
-0.071
14
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak hitam
6
3
0.883
30
10.526
0.6
7.895
4.414
2.836
21.257
0.105
-2.251
-0.237
15
Urticaceae
Laportes stimulan Miq.
16
Arecaceae
Arenga ephifolia
Kemado
6
3
1.993
30
10.526
0.6
7.895
9.963
6.401
24.822
0.105
-2.251
-0.237
Langkap
4
1
0.488
20
7.018
0.2
2.632
2.442
1.569
11.218
0.07
-2.657
-0.186
17
Meliaceae
18
Moraceae
Dysoxyllum sp.
Loloan
2
2
1.105
10
3.509
0.4
5.263
5.524
3.549
12.321
0.035
-3.35
-0.118
Ficus hispida L.
Luwingan
1
1
0.196
5
1.754
0.2
2.632
0.980
0.630
5.016
0.018
-4.043
-0.071
19 20
Polygalaceae
Xanthopylum vitellinum Bl.
Ndok-ndokan
2
1
0.115
10
3.509
0.2
2.632
0.575
0.369
6.510
0.035
-3.35
-0.118
Fagaceae
Quercus sundaica
Pasang
1
1
0.033
5
1.754
0.2
2.632
0.166
0.107
4.493
0.018
-4.043
-0.071
Pijetan
1
1
0.424
5
1.754
0.2
2.632
2.120
1.362
5.748
0.018
-4.043
-0.071
Urang-urang
5
2
0.422
25
8.772
0.4
5.263
2.111
1.356
15.391
0.088
-2.434
-0.213
Uris-urisan
1
1
0.077
5
1.754
0.2
2.632
0.386
0.248
4.634
0.018
-4.043
-0.071
5
12
21 22
Cratoxylon clandestinum Bl.
23
Lbds
K
KR
F
FR
D
DR
INP
Pi Ln Pi
24
Euphorbiaceae
Heriteria litoralis
Wadang wangkal
1
1
2.442
5
1.754
0.2
2.632
12.208
7.843
12.229
0.018
-4.043
-0.071
25
Euphorbiaceae
Macaranga gigantea
Walik angin
2
2
1.462
10
3.509
0.4
5.263
7.310
4.696
13.468
0.035
-3.35
-0.118
Total
57
31.132
285
100.000
7.6
100.000
155.660
100.000
300.000
-2.929
E 2.929
66
Lanjutan lampiran 2 Tiang No.
Family
Ilmiah
Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
1
Villeniaceae
Villenia sp
Beder
2
1
0.0597
40
12.5
2
Sterculiaceae
Bischofia javanica Bl.
Glintungan
1
1
0.0177
20
6.25
3
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak hitam
4
2
0.0659
80
4
Polygalaceae
Xanthopylum vitellinum Bl.
Ndok-ndokan
1
1
0.0177
20
5
Anacardiaceae
Buchanania arborescens BL.
Poh-pohan
1
1
0.0314
20
Cratoxylon clandestinum Bl.
Urang-urangan
4
1
0.0833
Macaranga gigantea
Walik angin
3
2
0.0824
6 7
Euphorbiaceae
Total
Lbds
K
16
KR
F
FR
D
DR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
0.2
11.111
1.195
16.681
40.292
0.13
-2.079
-0.25993
0.2
11.111
0.353
4.932
22.293
0.06
-2.773
-0.17329
25
0.4
22.222
1.319
18.413
65.635
0.25
-1.386
-0.34657
6.25
0.2
11.111
0.353
4.932
22.293
0.06
-2.773
-0.17329
6.25
0.2
11.111
0.628
8.768
26.129
0.06
-2.773
-0.17329
80
25
0.2
11.111
1.666
23.257
59.368
0.25
-1.386
-0.34657
60
18.75
0.4
22.222
1.649
23.016
63.988
0.19
-1.674
-0.31387
320
100
1.8
100
7.162
100
300
-1.78681
Pancang No.
Family
Nama Ilmiah
Nama Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
K
KR
F
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
1
Villeniaceae
Villenia sp
Beder
3
2
240
25
0.4
28.571
53.571
0.25
-1.386
-0.3466
2
Anonaceae
Orophea sp2
Kalak balong
1
1
80
8.333
0.2
14.286
22.619
0.083
-2.485
-0.2071
3
Anonaceae
Orophea sp1
Kalak hitam
7
3
560
58.333
0.6
42.857
101.190
0.583
-0.539
-0.3144
4
Euphorbiaceae
Macaranga gigantea
Walik angin
1
1
80
8.333
0.2
14.286
22.619
0.083
-2.485
-0.2071
Total
12
960
100
1.4
100
200
E 1.075
-1.0751
Semai No.
Family
Ilmiah
Lokal
Jumlah
Jumlah Plot
1
Anonaceae
Orophea sp2
2
Anonaceae
Orophea sp1
3
Polygalaceae
4
Gutiferae
5
Kalak balong
1
1
500
9.091
0.2
Kalak hitam
4
4
2000
36.364
0.8
Xanthopylum vitellinum Bl.
Ndok-ndokan
1
1
500
9.091
0.2
Calphylum inophylum
Nyamplung
1
1
500
9.091
0.2
Fagaceae
Quercus sundaica
Pasang
1
1
500
9.091
0.2
Rawu
1
1
500
9.091
Euphorbiaceae
Macaranga gigantea
Walik Angin
2
2
1000
18.182
Total
11
5500
100
6 7
K
KR
F
FR
INP
Pi
Ln Pi
Pi Ln Pi
9.091
18.182
0.091
-2.398
-0.218
36.364
72.727
0.364
-1.012
-0.368
9.091
18.182
0.091
-2.398
-0.218
9.091
18.182
0.091
-2.398
-0.218
9.091
18.182
0.091
-2.398
-0.218
0.2
9.091
18.182
0.091
-2.398
-0.218
0.4
18.182
36.364
0.182
-1.705
-0.31
2.2
100
200
-1.768
E 1.768
E 1.787
67 Lanjutan lampiran 2 Tumbuhan bawah No.
Family
Ilmiah
Lokal
Jumlah
Jumlah plot
1
tdi
Zingiberaceae sp.
2
tdi
tdi
3
tdi
4
tdi
5
tdi
K
KR
F
FR
INP
Pi
Ln Pi
Bamban
15
Bo
1
Phyllanthus nirani
Meniran
1
1
tdi
Piser
5
1
tdi
Timunan
1
1
Total
23
Pi Ln Pi
2
30000
65.217
0.4
33.333
98.551
0.652
-0.427
-0.279
1
2000
4.348
0.2
16.667
21.014
0.043
-3.135
-0.136
2000
4.348
0.2
16.667
21.014
0.043
-3.135
-0.136
10000
21.739
0.2
16.667
38.406
0.217
-1.526
-0.332
2000
4.348
0.2
16.667
21.014
0.043
-3.135
-0.136
46000
100
1.2
100
200
-1.019
E 1.019
68
Lampiran 3 Status Perlindungan Spesies Vegetasi No.
Family
Ilmiah
Lokal
Habitus
Status
1
Euphorbiaceae
Abelmoschus moschatus (L) Medic
Kapasan
Pohon
Tidak dilindungi
2
Zingiberaceae
Aleurites mollucana (L) Wild
Kemiri
Pohon
Dilindungi
3
Rubiaceae
Anthocepallus cadamba Miq.
Jabon
Pohon
Tidak dilindungi
4
Euphorbiaceae
Antidesma mentanum Bl.
Garu
Pohon
Tidak dilindungi
5
Arecaceae
Arenga ephifolia
Langkap
Pohon
Tidak dilindungi
6
Moraceae
Arthocarpus elastica Reinw. Ex Bl.
Bendo
Pohon
Tidak dilindungi
7
Sterculiaceae
Bischofia javanica Bl.
Glintungan
Pohon
Tidak dilindungi
8
Euphorbiaceae
Bischopia javanica Bl.
Girang
Pohon
Tidak dilindungi
9
Anacardiaceae
Buchanania arborescens BL.
Poh-pohan
Pohon
Tidak dilindungi
10
Gutiferae
Calphylum inophylum
Nyamplung
Pohon
Tidak dilindungi
11
Palmae
Cf. Livistoma
Wiyu
Pohon
Tidak dilindungi
Urang-urang
Pohon
Tidak dilindungi
Sono
Pohon
Tidak dilindungi
12
Cratoxylon clandestinum Bl.
13
Fabaceae
Dalbergia latifolia Roxb.
14
Moraceae
Dyospyros hermaphiroditica (Zoll)
Budengan
Pohon
Tidak dilindungi
15
Meliaceae
Dysoxyllum sp.
Loloan
Pohon
Tidak dilindungi
16
Moraceae
Ficus hispida L.
Luwingan
Pohon
Tidak dilindungi
17
Moraceae
Ficus variegata Bl.
Gundang
Pohon
Tidak dilindungi
18
Sapindaceae
Ganophylum falcatum BL.
Mangir
Pohon
Tidak dilindungi
19
Tiliaceae
Grewia celditifolia Juss
20
Euphorbiaceae
Heriteria litoralis
21
Euphorbiaceae
Heriteria sp.
22
Sterculiaceae
Klenhovia hospita L.
23
Urticaceae
Laportes stimulan Miq.
24
Euphorbiaceae
Leea indica (Burmn. F) Merr.
25
Euphorbiaceae
Macaranga gigantea
26
Anonaceae
27
Anonaceae
28
Sterculiaceae
Pterospermum javanicum
Talok
Pohon
Tidak dilindungi
Walangan
Pohon
Tidak dilindungi
Wadang wangkal
Pohon
Tidak dilindungi
Ketimo
Pohon
Tidak dilindungi
Kemado
Pohon
Tidak dilindungi
Girang
Pohon
Tidak dilindungi
Walik angin
Pohon
Tidak dilindungi
Orophea sp1
Kalak hitam
Pohon
Tidak dilindungi
Orophea sp2
Kalak balong
Pohon
Tidak dilindungi
Bayur
Pohon
Dilindungi
Keterangan
SK Mentan No.54/Kpts/Um/1972
SK Mentan No.54/Kpts/Um/1972
69 Lanjutan lampiran 3 29
Fagaceae
Quercus sundaica
30
Dipterocarpaceae
Shorea sp
31
Smilaceae
Smilax zeylania Lin.
32
Anacardiaceae
Spondias pinnata Kurz.
33
Myrtaceae
Syzigium sp.
34
Combretaceae
Terminalia belerica Roxb.
35
Cucurbitaceae
Trichosanthes bracteaut (Lmk) Wight
36
Moraceae
Vicus hampelas
37
Villeniaceae
Villenia sp
38
Verbenaceae
Vitex pinnata L.
39
Polygalaceae
Xanthopylum vitellinum Bl.
Pasang
Pohon
Tidak dilindungi
Solo/meranti
Pohon
Dilindungi
Purwo
Pohon
Tidak dilindungi
Ploncing
Pohon
Tidak dilindungi
Jambu-jambuan
Pohon
Tidak dilindungi
Joho
Pohon
Tidak dilindungi
Cakar ayam
Pohon
Tidak dilindungi
Rempelas
Pohon
Tidak dilindungi
Beder
Pohon
Tidak dilindungi
Laban
Pohon
Tidak dilindungi
Ndok-ndokan
Pohon
Tidak dilindungi
40
Congis
Pohon
Tidak dilindungi
41
Jolali
Pohon
Tidak dilindungi
42
Munung
Pohon
Tidak dilindungi
43
Pijetan
Pohon
Tidak dilindungi
44
Tutup awu
Pohon
Tidak dilindungi
45
Uris-urisan
Pohon
Tidak dilindungi
46
Jengger
Pohon
Tidak dilindungi Tidak dilindungi
47 48
Zingiberaceae sp.
49 50
Phyllanthus nirani
Rawu
Pohon
Bamban
Tumbuhan Bawah
Bo
Tumbuhan Bawah
Meniran
Tumbuhan Bawah
51
Piser
Tumbuhan Bawah
52
Timunan
Tumbuhan Bawah
SK Menhut No. 261/Kpts-IV/1990 dan PP No.7 Thn. 1999
70
Lampiran 4 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Hutan Danyang No.
Family
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Jumlah
Dmg
Di
LnPi
H'
1
Acciptridae
Spilornis cheela
Elang ular bido
Creasted Serpend-eagle
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
2
Phasianidae
Pavo muticus
Merak hijau
Green Peafowl
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
3
Columbidae
Treron vernans
Punai Gading
Pink-necked Green-pigeon
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
4
Columbidae
Streptolia chinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
5
Cuculidae
Cacomantis merulinus
Wiwik kelabu
Plaintive Cuckoo
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
6
Apodidae
Collocalia linchi
Walet linchi
Cave Swiftlet
3
0.079
7.895
-2.539
0.200
7
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
3
0.079
7.895
-2.539
0.200
8
Capitonidae
Megalaima javensis
Takur tulung tumpuk
Black-banded Barbet
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
9
Picidae
Dendrocopos macei
Caladi ulam
Fulvous-breasted Woodpecker
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
10
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange-backed Woodpecker
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
11
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
Barn Swallow
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
12
Champhepagidae
Pericrocotus flammeus
Sepah hutan
Scarlet Minivet
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
13
Pycnonotidae
Pycnonotus atriceps
Cucak kuricang
Black-headed Bulbul
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
14
Pycnonotidae
Pycnonotus melanicterus
Cucak kuning
Black-crested Bulbul
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
15
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak kutilang
Sooty-headed Bulbul
3
0.079
7.895
-2.539
0.200
16
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah curukcuk
Yellow-vented Bulbul
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
17
Turdidae
Zoothera interpres
Anis kembang
Chesnut-capped Thrush
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
18
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
Common Tailorbird
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
19
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
20
Muscicapidae
Muscicapa dauurica
Sikatan bubik
Asian Brow Flycatcher
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
21
Nectariniidae
Arachnothera longirostra
Pijantung kecil
Little Spiderhunter
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
22
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasred Spiderhunter
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
23
Dicaeidae
Dicaeum trochileum
Cabai Jawa
Scarlet-headed Flowerpecker
1
0.026
2.632
-3.638
0.096
24
Zosteropidae
Zosterops palpebrosus
Kacamata biasa
Oriental White-eye
2
0.053
5.263
-2.944
0.155
38
1.000
100.000
-78.461
3.086
Total
6.323
Pi
E' 0.971
71 Lanjutan lampiran 4 No.
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Family
Jumlah
Aktivitas
Jenis Makanan
1
Acciptridae
Spilornis cheela
Elang ular bido
Creasted Serpend-eagle
1
T
Daging
2
Phasianidae
Pavo muticus
Merak hijau
Green Peafowl
1
G,S
Serangga,biji
3
Columbidae
Treron vernans
Punai Gading
Pink-necked Green-pigeon
2
Tg,G
Biji
4
Columbidae
Streptolia chinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
1
T
Biji
5
Cuculidae
Cacomantis merulinus
Wiwik kelabu
Plaintive Cuckoo
2
Tg,G
Serangga
6
Apodidae
Collocalia linchi
Walet linchi
Cave Swiftlet
3
T
Serangga
7
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
3
T,Tg,S,G
Buah-buahan,serangga
8
Capitonidae
Megalaima javensis
Takur tulung tumpuk
Black-banded Barbet
2
Tg,G
Buah-buahan,biji
9
Picidae
Dendrocopos macei
Caladi ulam
Fulvous-breasted Woodpecker
1
G
Serangga
10
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange-backed Woodpecker
1
Tg,G,Mm
Serangga
11
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
Barn Swallow
2
T
Serangga
12
Champhepagidae
Pericrocotus flammeus
Sepah hutan
Scarlet Minivet
1
Tg,G,S
Serangga
13
Pycnonotidae
Pycnonotus atriceps
Cucak kuricang
Black-headed Bulbul
1
Tg
Buah-buahan,serangga
14
Pycnonotidae
Pycnonotus melanicterus
Cucak kuning
Black-crested Bulbul
1
Tg,S
Buah-buahan,serangga
15
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak kutilang
Sooty-headed Bulbul
3
Tg,S,G
Buah-buahan,serangga
16
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah curukcuk
Yellow-vented Bulbul
2
T,S
Buah-buahan,serangga
17
Turdidae
Zoothera interpres
Anis kembang
Chesnut-capped Thrush
1
Tg,G
Serangga,cacing
18
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
Common Tailorbird
2
S
Serangga
19
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
2
S
Serangga
20
Muscicapidae
Muscicapa dauurica
Sikatan bubik
Asian Brow Flycatcher
1
Tg
Serangga
21
Nectariniidae
Arachnothera longirostra
Pijantung kecil
Little Spiderhunter
1
T,G
Nektar
22
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasred Spiderhunter
1
T,Tg,G
Nektar
23
Dicaeidae
Dicaeum trochileum
Cabai Jawa
Scarlet-headed Flowerpecker
1
S
Nektar, buah
24
Zosteropidae
Zosterops palpebrosus
Kacamata biasa
Oriental White-eye
2
T,Tg
Serangga
Total
38
72
Lampiran 5 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Hutan Sumur Windu No
Family
Ilmiah
Lokal
Inggris
Dmg
Pi
Di
LnPi
H'
1
Accipitridae
Haliaeetus leucogaster
Elang-Laut Perut-putih
White-bellied Fish-eagle
1
2
Acciptridae
Spilornis cheela
Elang ular bido
Creasted Serpend-eagle
1
5.9065
0.029
2.857
-3.555
0.102
0.029
2.857
-3.555
0.102
3
Phasianidae
Pavo muticus
Merak hijau
Green Peafowl
4
Columbidae
Chalcophaps indica
Delimukan zamrud
Emerald Dove
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
5
Cuculidae
Phaenicophaeus javanicus
Kadalan kembang
6
Cuculidae
Centropus sinensis
Bubut besar
Red-billed Malkoha
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
Greater Coucal
3
0.086
8.571
-2.457
0.211
7
Apodidae
Collocalia linchi
Walet Linchi
Cave Swiftlet
2
0.057
5.714
-2.862
0.164
8
Bucerotidae
9
Capitonidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
3
0.086
8.571
-2.457
0.211
Megalaima javensis
Takur tulung-tumpuk
Black-banded Barbet
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
10 11
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange-backed woodpecker
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
Pittidae
Pitta guajana
Paok Pancawarna
Banded Pitta
2
0.057
5.714
-2.862
0.164
12
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
Barn Swallow
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
13
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
14
Pycnonotidae
Pycnonotus simplex
Merbah corok-corok
Cream-vented Bulbul
4
0.114
11.429
-2.169
0.248
15
Dicruridae
Dicrurus remifer
Srigunting bukit
Lesser Racket-tailed Drongo
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
16
Timaliidae
Stachyris thoracica
Tepus leher -putih
White-bibbed Tree-babbler
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
17
Turdidae
Copsychus malabaricus
Kucica hutan
White-rumped Shama
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
18
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
Common Tailorbird
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
19
Silviidae
Prinia inornata
Prenjak padi
Plain Prinia
1
0.029
2.857
-3.555
0.102
20
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
2
0.057
5.714
-2.862
0.164
21
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasred Spiderhunter
3
0.086
8.571
-2.457
0.211
22
Dicaeidae
Dicaeum trigonostigma
Cabai bunga api
Orange-bellied Flowerpecker
2
0.057
5.714
-2.862
0.164
35
1.000
100.000
-70.763
2.956
Total
Jumlah
E' 0.943
73 Lanjutan lampiran 5 No
Family
Lokal
Inggris
1
Accipitridae
Haliaeetus leucogaster
Elang-Laut Perut-putih
2
Acciptridae
Spilornis cheela
3
Phasianidae
Pavo muticus
4
Columbidae
5
Cuculidae
6
Jumlah
Aktivitas
Jenis Makanan
1
T
Daging
Elang ular bido
1
T,S
Daging
Merak hijau
1
Tg,G
Serangga,biji
Chalcophaps indica
Delimukan zamrud
1
Tg,G
Biji
Phaenicophaeus javanicus
Kadalan kembang
1
Tg,G
Serangga
Cuculidae
Centropus sinensis
Bubut besar
3
T,S
Serangga
7
Apodidae
Collocalia linchi
Walet Linchi
2
T
Serangga
8
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
3
T
Buah-buahan,serangga
9
Capitonidae
Megalaima javensis
Takur tulung tumpuk
1
T,Tg,S,G
Buah-buahan,biji
10
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
1
S
Serangga
11
Pittidae
Pitta guajana
Paok Pancawarna
2
S
Invertebrata
12
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
1
T
Serangga
13
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
1
Tg,G,Mm
Buah-buahan,serangga
14
Pycnonotidae
Pycnonotus simplex
Merbah corok-corok
4
Tg,S,G
Buah-buahan,serangga
15
Dicruridae
Dicrurus remifer
Srigunting bukit
1
Tg,S,G
Serangga
16
Timaliidae
Stachyris thoracica
Tepus leher -putih
1
S
Serangga
17
Turdidae
Copsychus malabaricus
Kucica hutan
1
G
Serangga,cacing
18
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
1
T,G
Serangga
19
Silviidae
Prinia inornata
Prenjak padi
1
S
Serangga
20
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
2
Tg,S,G
Serangga
21
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
3
T,S
Nektar
22
Dicaeidae
Dicaeum trigonostigma
Cabai bunga api
2
T,S,G
Nektar,buah
Total
35
74
Lampiran 6 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Lahan basah-Gumuk Winong No
Family
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Jumlah
Dmg
Pi
Di
7.390
0.009
0.877
LnPi
H'
E'
-4.736
0.042
0.807
1
Ardeidae
Ardea cinerea
Cangak Abu
Grey Heron
1
2
Ardeidae
Egretta alba
Kuntul besar
Great Egret
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
3
Ardeidae
Egretta garzetta
Kuntul kecil
Little Egret
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
4
Ardeidae
Ardeola speciosa
Blekok sawah
Javan Pond-heron
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
5
Ardeidae
Ixobrychus cinnomomeus
Bambangan merah
Cinnamon Bittern
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
6
Ardeidae
Leptoptilos javanicus
Bangau tongtong
Lesser Adjutant
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
7
Rallidae
Porzana cinerea
Tikusan alis putih
White-browed Crake
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
8
Rallidae
Amaurornis phoenicurus
Kareo padi
Whiter-breasted Waterhern
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
9
Columbidae
Streptopelia bitorquata
Dederuk jawa
Island Collared-Dove
4
0.035
3.509
-3.350
0.118
10
Columbidae
Streptolia chinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
9
0.079
7.895
-2.539
0.200
11
Cuculidae
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Lesser Coucal
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
12
Apodidae
Collocalia maxima
Walet sarang hitam
Black-nest Swiftlet
5
0.044
4.386
-3.127
0.137
13
Apodidae
Collocalia linchi
Walet Linchi
Cave Swiftlet
9
0.079
7.895
-2.539
0.200
14
Alcedinidae
Alcedo meninting
Raja-Udang meninting
Blue-eared Kingfisher
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
15
Alcedinidae
Alcedo coerulescens
Raja-Udang biru
Small Blue Kingfisher
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
16
Meropidae
Merops leschenaulti
Kirik-kirik senja
Chesnut-headed Bee-eater
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
17
Picidae
Dendrocopos moluccensis
Caladi tilik
Sunda Woodpecker
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
18
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange backed woodpecker
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
19
Picidae
Chrysocolaptes lucidus
Pelatuk tunggir emas
Greater Goldenback
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
20
Champhepagidae
Pericrocotus cinnamomeus
Sepah kecil
Small Minivet
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
21
Chloropseidae
Aegithina tiphia
Cipoh kacat
Common Iora
2
0.018
1.754
-4.043
0.071
22
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak Kutilang
Sooty-headed Bulbul
4
0.035
3.509
-3.350
0.118
23
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
24
Paridae
Parus major
Gelatik batu kelabu
Great Tit
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
25
Timaliidae
Stachyris thoracica
Tepus leher putih
White-bibbed Tree-babbler
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
26
Turdidae
Copsychus malabaricus
Kucica hutan
White-rumped Shama
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
27
Turdidae
Zoothera interpres
Anis Kembang
Chesnut-capped Thrush
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
28
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen Pisang
Common Tailorbird
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
29
Silviidae
Orthotomus sepium
Cinenen jawa
Olive-backed Tailorbird
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
75 30
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
31
Muscicapidae
Rhipidura javanica
Kipasan belang
Pied Fantail
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
32
Nectariniidae
Anthreptes malacensis
Burung Madu kelapa
Plain-throated Sunbird
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
33
Nectariniidae
Nectarinia jugularis
Burung madu sriganti
Olive-backed Sunbird
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
34
Nectariniidae
Arachnotera longirostra
Pijantung kecil
Little Spiderhunter
1
0.009
0.877
-4.736
0.042
35
Ploceidae
Lonchura leusgrastroides
Bondol Jawa
Javan Munia
31
0.272
27.193
-1.302
0.354
36
Ploceidae
Lonchura punctulata
Bondol Peking
Scaly-breasted Munia
3
0.026
2.632
-3.638
0.096
114
1.000
100.000
-148.959
2.893
Total
No
Family
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Jumlah
Aktivitas
Jenis Makanan
1
Ardeidae
Ardea cinerea
Cangak Abu
Grey Heron
1
T,S
Ikan
2
Ardeidae
Egretta alba
Kuntul besar
Great Egret
1
T
Ikan
3
Ardeidae
Egretta garzetta
Kuntul kecil
Little Egret
3
T,Tg
Ikan
4
Ardeidae
Ardeola speciosa
Blekok sawah
Javan Pond-heron
2
T,M
Ikan
5
Ardeidae
Ixobrychus cinnomomeus
Bambangan merah
Cinnamon Bittern
1
Tg,S
Ikan
6
Ardeidae
Leptoptilos javanicus
Bangau tongtong
Lesser Adjutant
1
T,G
Ikan
7
Rallidae
Porzana cinerea
Tikusan alis putih
White-browed Crake
1
G,M
Biji,invertebrata
8
Rallidae
Amaurornis phoenicurus
Kareo padi
Whiter-breasted Waterhern
3
G,M
Cacing,invertebrata
9
Columbidae
Streptopelia bitorquata
Dederuk jawa
Island Collared-Dove
4
Tg
Biji
10
Columbidae
Streptolia chinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
9
T,Tg,S
Biji
11
Cuculidae
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Lesser Coucal
1
T,Tg,S
Serangga
12
Apodidae
Collocalia maxima
Walet sarang hitam
Black-nest Swiftlet
5
T
Serangga
13
Apodidae
Collocalia linchi
Walet Linchi
Cave Swiftlet
9
T
Serangga
14
Alcedinidae
Alcedo meninting
Raja-Udang meninting
Blue-eared Kingfisher
1
T,G,M
Serangga,ikan
15
Alcedinidae
Alcedo coerulescens
Raja-Udang biru
Small Blue Kingfisher
2
T,Tg
Serangga,ikan
16
Meropidae
Merops leschenaulti
Kirik-kirik senja
Chesnut-headed Bee-eater
3
T,Tg,M
Serangga
17
Picidae
Dendrocopos moluccensis
Caladi tilik
Sunda Woodpecker
3
Tg,S,Mm
Serangga
18
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange backed woodpecker
2
G,Mm
Serangga
19
Picidae
Chrysocolaptes lucidus
Pelatuk tunggir emas
Greater Goldenback
2
Tg,Mm
Serangga
20
Champhepagidae
Pericrocotus cinnamomeus
Sepah kecil
Small Minivet
2
T,Tg
Serangga
76
21
Chloropseidae
Aegithina tiphia
Cipoh kacat
Common Iora
2
Tg
Serangga,Buah-buahan
22
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak Kutilang
Sooty-headed Bulbul
4
Tg
Buah-buahan,serangga
23
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
3
T,Tg
Buah-buahan,serangga
24
Paridae
Parus major
Gelatik batu kelabu
Great Tit
1
Tg,S
Serangga
25
Timaliidae
Stachyris thoracica
Tepus leher putih
White-bibbed Tree-babbler
1
Tg
Serangga
26
Turdidae
Copsychus malabaricus
Kucica hutan
White-rumped Shama
1
Tg
Serangga,cacing
27
Turdidae
Zoothera interpres
Anis Kembang
Chesnut-capped Thrush
1
Tg,S,G
Serangga, cacing
28
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen Pisang
Common Tailorbird
1
Tg,S
Serangga
29
Silviidae
Orthotomus sepium
Cinenen jawa
Olive-backed Tailorbird
1
Tg
Serangga
30
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
1
S
Serangga
31
Muscicapidae
Rhipidura javanica
Kipasan belang
Pied Fantail
3
Tg
Serangga
32
Nectariniidae
Anthreptes malacensis
Burung Madu kelapa
Plain-throated Sunbird
3
Tg,G
Nektar
33
Nectariniidae
Nectarinia jugularis
Burung madu sriganti
Olive-backed Sunbird
1
G,M
Nektar
34
Nectariniidae
Arachnotera longirostra
Pijantung kecil
Little Spiderhunter
1
Tg,G
Nektar
35
Ploceidae
Lonchura leusgrastroides
Bondol Jawa
Javan Munia
31
T,Tg
Biji
36
Ploceidae
Lonchura punctulata
Bondol Peking
Scaly-breasted Munia
Tg
Biji
Total
3 114
77 Lampiran 7 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung di Habitat Semak Belukar No
Family
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Jumlah
1
Columbidae
Streptolia cinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
1
2
Cuculidae
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Lesser coucal
1
3
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
1
4
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak Kutilang
Sooty-headed Bulbul
18
5
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
6
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen Pisang
Common Tailorbird
7
Laniidae
Lanius schach
Bentet Kelabu
Long-tailed Shrike
8
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasred Spiderhunter
Total
No
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Dmg
Pi
2.038
0.032
3.226
0.032
3.226
0.032 0.581
1
0.032
1
0.032
3
0.097
5
0.161
31
1.000
Family
Jumlah
D
LnPi
H'
E'
-3.434
0.111
0.633
-3.434
0.111
3.226
-3.434
0.111
58.065
-0.544
0.316
3.226
-3.434
0.111
3.226
-3.434
0.111
9.677
-2.335
0.226
16.129
-1.825
0.294
100.000
-21.873
1.390
Aktivitas
Jenis Makanan
1
Columbidae
Streptolia cinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
1
S
Biji
2
Cuculidae
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Lesser coucal
1
S
Serangga
3
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
1
T
Buah-buahan,serangga
4
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak Kutilang
Sooty-headed Bulbul
18
G,T
Buah-buahan,serangga
5
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
1
S,G
Buah-buahan,serangga
6
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen Pisang
Common Tailorbird
1
G
Serangga
7
Laniidae
Lanius schach
Bentet Kelabu
Long-tailed Shrike
3
G,T
Serangga
8
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasred Spiderhunter
5
G,T
Nektar
Total
31
78 Lampiran 8 Status Perlindungan Burung No
Family
Nama Ilmiah
Nama lokal
Nama Inggris
Status
Dasar Hukum
Keterangan
1
Ardeidae
Ardea cinerea
Cangak Abu
Grey Heron
Tidak dilindungi
2
Ardeidae
Egretta alba
Kuntul besar
Great Egret
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
3
Ardeidae
Egretta garzetta
Kuntul kecil
Little Egret
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
4
Ardeidae
Ardeola speciosa
Blekok sawah
Javan Pond-heron
Tidak dilindungi
5
Ardeidae
Ixobrychus cinnamomeus
Bambangan merah
Cinnamon Bittern
Tidak dilindungi
6
Ardeidae
Leptoptilos javanicus
Bangau tongtong
Lesser Adjutant
Dilindungi
IUCN
Vulnerable
7
Accipitridae
Haliaeetus leucogaster
Elang-Laut Perut-putih
White-bellied Fish-eagle
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999 dan CITES
Apendiks II
8
Acciptridae
Spilornis cheela
Elang ular bido
Creasted Serpend-eagle
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999 dan CITES
Apendiks II
9
Phasianidae
Pavo muticus
Merak hijau
Green Peafowl
Dilindungi
PP. No 7 Tahun 1999,CITES dan IUCN
Vulnerable,Apendiks II
10
Rallidae
Porzana cinerea
Tikusan Alis-putih
White-browed Crake
Tidak dilindungi
11
Rallidae
Amaurornis phoenicurus
Kareo padi
Whiter-breasted Waterhern
Tidak dilindungi
12
Columbidae
Treron capellei
Punai Besar
Large Green-pigeon
Dilindungi
IUCN
Vulnerable
13
Columbidae
Streptopelia bitorquata
Dederuk jawa
Island Collared-Dove
Tidak dilindungi
14
Columbidae
Streptolia chinensis
Tekukur biasa
Spotted Dove
Tidak dilindungi
15
Columbidae
Chalcophaps indica
Delimukan zamrud
Emerald Dove
Tidak dilindungi
16
Cuculidae
Cacomantis merulinus
Wiwik kelabu
Plaintive Cuckoo
Tidak dilindungi
17
Cuculidae
Phaenicophaeus javanicus
Kadalan kembang
Red-billed Malkoha
Tidak dilindungi
18
Cuculidae
Centropus sinensis
Bubut besar
Greater Coucal
Tidak dilindungi
19
Cuculidae
Centropus bengalensis
Bubut alang-alang
Lesser Coucal
Tidak dilindungi
20
Apodidae
Collocalia maxima
Walet sarang hitam
Black-nest Swiftlet
Tidak dilindungi
21
Apodidae
Collocalia linchi
Walet linchi
Cave Swiftlet
Tidak dilindungi
22
Alcedinidae
Alcedo meninting
Raja-Udang meninting
Blue-eared Kingfisher
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
23
Alcedinidae
Alcedo coerulescens
Raja-Udang biru
Small Blue Kingfisher
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
24
Meropidae
Merops leschenaulti
Kirik-kirik senja
Chesnut-headed Bee-eater
Tidak dilindungi
25
Bucerotidae
Aceros undulatus
Julang emas
Wreathed Hornbill
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999 dan CITES
Apendiks II
26
Capitonidae
Megalaima javensis
Takur tulung tumpuk
Black-banded Barbet
Dilindungi
PP. No 7 Tahun 1999 dan IUCN
Near Threated
27
Picidae
Dendrocopos macei
Caladi ulam
Fulvous-breasted Woodpecker
Tidak dilindungi
28
Picidae
Dendrocopos moluccensis
Caladi tilik
Sunda Woodpecker
Tidak dilindungi
29
Picidae
Reinwardtipicus validus
Pelatuk Kundang
Orange-backed Woodpecker
Tidak dilindungi
30
Picidae
Chrysocolaptes lucidus
Pelatuk tunggir emas
Greater Goldenback
Tidak dilindungi
79 31
Pittidae
Pitta guajana
Paok Pancawarna
Banded Pitta
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999 dan CITES
32
Hirundinidae
Hirundo rustica
Layang-layang api
Barn Swallow
Tidak dilindungi
33
Champhepagidae
Pericrocotus cinnamomeus
Sepah kecil
Small Minivet
Tidak dilindungi
34
Champhepagidae
Pericrocotus flammeus
Sepah hutan
Scarlet Minivet
Tidak dilindungi
35
Chloropseidae
Aegithina tiphia
Cipoh kacat
Common Iora
Tidak dilindungi
36
Pycnonotidae
Pycnonotus atriceps
Cucak kuricang
Black-headed Bulbul
Tidak dilindungi
37
Pycnonotidae
Pycnonotus melanicterus
Cucak kuning
Black-crested Bulbul
Tidak dilindungi
38
Pycnonotidae
Pycnonotus aurigaster
Cucak kutilang
Sooty-headed Bulbul
Tidak dilindungi
39
Pycnonotidae
Pycnonotus goivavier
Merbah cerukcuk
Yellow-vented Bulbul
Tidak dilindungi
40
Pycnonotidae
Pycnonotus simplex
Merbah corok-corok
Cream-vented Bulbul
Tidak dilindungi
41
Dicruridae
Dicrurus remifer
Srigunting bukit
Lesser Racket-tailed Drongo
Tidak dilindungi
42
Paridae
Parus major
Gelatik batu kelabu
Great Tit
Tidak dilindungi
43
Timaliidae
Stachyris thoracica
Tepus leher putih
White-bibbed Tree-babbler
Tidak dilindungi
44
Turdidae
Copsychus malabaricus
Kucica hutan
White-rumped Shama
Tidak dilindungi
45
Turdidae
Zoothera interpres
Anis Kembang
Chesnut-capped Thrush
Tidak dilindungi
46
Silviidae
Orthotomus sutorius
Cinenen pisang
Common Tailorbird
Tidak dilindungi
47
Silviidae
Orthotomus sepium
Cinenen jawa
Olive-backed Tailorbird
Tidak dilindungi
48
Silviidae
Prinia inornata
Prenjak padi
Plain Prinia
Tidak dilindungi
49
Silviidae
Prinia familiaris
Prenjak jawa
Bar-winged Prinia
Tidak dilindungi
50
Muscicapidae
Muscicapa dauurica
Sikatan bubik
Asian Brown Flycatcher
Tidak dilindungi
51
Muscicapidae
Rhipidura javanica
Kipasan belang
Pied Fantail
Dilindungi
52
Laniidae
Lanius schach
Bentet Kelabu
Long-tailed Shrike
Tidak dilindungi
53
Nectariniidae
Anthreptes malacensis
Burung Madu kelapa
Plain-throated Sunbird
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
54
Nectariniidae
Nectarinia jugularis
Burung madu sriganti
Olive-backed Sunbird
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
55
Nectariniidae
Arachnothera longirostra
Pijantung kecil
Little Spiderhunter
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
56
Nectariniidae
Arachnothera affinis
Pijantung gunung
Grey-breasted Spiderhunter
Dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
57
Dicaeidae
Dicaeum trigonostigma
Cabai bunga api
Orange-bellied Flowerpecker
Tidak dilindungi
58
Dicaeidae
Dicaeum trochileum
Cabai Jawa
Scarlet-headed Flowerpecker
Tidak dilindungi
59
Zosteropidae
Zosterops palpebrosus
Kacamata biasa
Oriental White-eye
Tidak dilindungi
60
Ploceidae
Lonchura leucogastroides
Bondol Jawa
Javan Munia
Tidak dilindungi
61
Ploceidae
Lonchura punctulata
Bondol Peking
Scaly-breasted Munia
Tidak dilindungi
PP. No. 7 Tahun 1999
Apendiks II
LAMPIRAN