PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN Menimbang
: a. bahwa dengan telah dilimpahkannya kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dan dalam rnagka meningkatkan kelancaran pelayanan pemberian izin di bidang industri, maka perlu mengatur ketentuan dan retribusi pemberin Izin Usaha Industri; b. bahwa untuk melaksanakan huruf a tersebut diatas, perlu mengatur dan menetapkan ketentuan serta retribusi dimaksud dalam Peraturan Daerah Kota Pekalongan;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta ; 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ; 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) ; 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587) ;
2 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611) ; 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ; 7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) ; 8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) ; 9. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Negara Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848) ; 10. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4084) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undnag Nomor 8 Tahun 1981 tantang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) ; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3381) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2330) ; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139) ;
3 16. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undangundang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70) ; 17. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan Nomor 9 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan Nomor 11 Tahun 1989 Seri D Nomor 4) ; 18. Peraturan Daerah Kota Pekalongan Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kota Pekalongan (Lembaran Daerah Kota Pekalongan Nomor 37 Tahun 2003 Seri D Nomor 32) ; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PEKALONGAN dan WALIKOTA PEKALONGAN Menetapkan
: PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah adalah Kota Pekalongan; b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Pekalongan; c. Walikota adalah Walikota Pekalongan d. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Walikota dan diberi wewenang untuk menyelesaikan masalah pemberian Izin Usaha Industri; e. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kota Pekalongan; f. Izin Usaha Industri yang disingkat IUI adalah izin yang deiberikan kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan perusahaan industri; g. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dagangan dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan rekayasa industri; h. Perusahaan industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri yang berbentuk perorangan maupun badan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
4 i. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi; j. Komoditi industri adalah suatu produk akhir dalam suatu proses produksi dan merupakan bagian dari jenis industri; k. Instansi yang ditunjuk adalah instansi yang membidangi perindustrian dan perdagangan; l. Izin Usaha Industri adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan perusahaan industri; m. Izin perluasan usaha industri adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan yang telah mempunyai izin usaha industri yang melakukan penambahan kapasitas produksi melebihi 30 % dari kapasitas produksi yang telah diizinkan; n. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiunan, serta Badan Usaha lainnya; o. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, guna melindungi kepentingan umum; p. Retribusi Izin Usaha Industri yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin usaha industri dan izin perluasan industri oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan; q. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi; r. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan; s. Surat Pendaftaran Objak Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-udangan retribusi; t. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besaran pokok retribusi; u. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang diginakan wajib retribusi untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; v. SKRD jabatan adalah Surat Keputusan yang diterbitkan oleh pejabat dalam hal ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap dalam pemeriksaan; w. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi terutang ke Kas Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Walikota; x. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke kas daerah atau ketempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang telah ditentukan;
5 y. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDKB, adalah surat keputusan yang memutuskan besarnya retribusi daerah yang terutang; z. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; aa. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan; bb. Perhitungan retribusi adalah perincian besarnya retribusi yang harus dibayar oleh Wajib Retribusi baik pokok retribusi, maupun sanksi administrasi; cc. Pembayaran Retribusi Daerah adalah besarnya kewajiban yang harus dipenuhi wajib retribusi sesuai dengan SKRD dan STRD ke kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk dengan batas waktu yang ditentukan; dd. Utang Retribusi Daerah adalah sisa utang retribusi atas nama Wajib Retribusi yang tercantum dalam STRD, SKRDKB dan SKRDKBT yang belum kadaluarsa dan retribusi lainnya yang masih terutang; ee. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan wajib retribusi; ff. Pemeriksaan adalah serangkaian tindakan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi; gg. Penyidikan di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II KETENTUAN PERIZINAN Pasal 2 (1)
Setiap melakukan usaha industri di daerah harus mendapatkan izin dari Walikota.
(2)
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, pemilik, pemimpin harus mengajukan permohonan kepada Walikota, dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh instansi yang ditunjuk.
(3)
Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terdiri : a. IUI Kecil; b. IUI Menengah; c. IUI Besar.
6 (4)
Tata cara dan persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, diatur lebih lanjut oleh Walikota.
(5)
Perusahaan yang mendapatkan IUI sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini, diberikan Tanda Daftar Industri (TDI). Pasal 3
(1)
IUI berlaku selama perusahaan tersebut masih menjalankan usahanya.
(2)
IUI sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, setiap 1 (satu) tahun harus didaftarkan ulang. Pasal 4
(1)
Perusahaan yang dikelompokkan industri kecil dengan nilai investasi sebagai berikut : a. Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 50.000.000,b. Rp. 51.000.000,- sampai dengan Rp. 100.000.000,c. Rp. 101.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,-
(2)
Perusahaan yang melakukan usaha industri dnegan nilai investasi diatas Rp. 201.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, digolongkan industri menengah.
(3)
Perusahaan yang melakukan usaha industri dengan nilai investasi diatas Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, digolongkan industri besar. Pasal 5
(1)
Perusahaan industri yang memiliki IUI yang melakukan perluasan usaha melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang diizinkan harus mendapat izin dari Walikota.
(2)
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, pemilik/pimpinan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh instansi yang ditunjuk.
(3)
Tata cara dan persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, diatur lebih lanjut oleh Walikota. BAB III NAMA OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 6
Dengan nama Izin Usaha Industri, dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan pemberian izin usaha industri.
7
Pasal 7 Obyek retribusi adalah pelayanan pemberian izin usaha industri. Pasal 8 Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan izin usaha industri. BAB IV GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 9 Retribusi Izin Usaha Industri digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. BAB V CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 10 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan atas penggolongan izin usaha industri. BAB VI PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP Pasal 11 (1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip retribusi dimaksud untuk membiayai penyelenggaraan izin dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.
(2)
Tarip retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, meliputi biaya survey lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pembinaan. BAB VII STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP RETRIBUSI Pasal 12
Setiap pemberian izin sebagaimana dimaksud Pasal 4 Peraturan Daerah ini, dikenakan retribusi sebagai berikut : a. Perusahaan dengan investasi Rp. 10.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- sebesar Rp. 50.000,(lima puluh ribu rupiah).
8 b. Perusahaan dengan investasi Rp. 51.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). c. Perusahaan dengan investasi Rp. 101.000.000,- s/d Rp. 200.000.000,- sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). d. Perusahaan dengan investasi Rp. 201.000.000,- s/d Rp. 1.000.000.000,- sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). e. Perusahaan dengan investasi Rp. 1.000.000.000,- keatas sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). Pasal 13 Daftar ulang sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah ini, dikenakan retribusi sebesar 50 % (lima puluh persen) dari besarnya retribusi yang harus dibayar. BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 14 Retribusi dipungut di daerah tempat obyek retribusi diberikan. BAB X MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 15 (1)
Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan jasa dari Pemerintah Daerah.
(2)
Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Selama perusahaan itu menjalankan usahanya b. 1 (satu) tahun Pasal 16
Saat retribusi terutang adalah saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XI TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 17 (1)
Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
9 (2)
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. Pasal 19 Izin Usaha Industri dapat dicabut bila : a. Menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan ketentraman umum; b. Izin tidak dipergunakan sebagaimana mestinya; c. Tidak menyampaikan informasi atau dengan sengaja menyampaikan informasi industri yang tidak benar. BAB XIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 20 (1)
Pembayaran retribusi terutang dilakukan secara tunai/lunas.
(2)
Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3)
Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran diatur oleh Walikota. BAB XIV TATA CARA PENAGIHAN Pasal 21
(1)
Surat teguran atau peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2)
Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3)
Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.
10 BAB XV PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN Pasal 22 (1)
Walikota berdasarkan permohonan dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2)
Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3)
Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Walikota. BAB XVI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 23
(1)
Atas kelebihan retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Walikota.
(2)
Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi dan atau utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi. Pasal 24
(1)
Terhadap kelebihan pembayaran yang masih tersisa setelah dilakukan perhitungan sebagaimana dimaksud Pasal 23 Peraturan Daerah ini, diterbitkan SKRDLB paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.
(2)
Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dikembalikan kepada Wajib Retribusi paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(3)
Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB, Walikota memberikan kerugian administrasi 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 25
(1)
Atas perhitungan sebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Daerah ini, diterbitkan bukti pemindahbukuan yang berlaku juga sebagai bukti pembayaran.
(2)
Pengembalian sebagaimana dimaksud Pasal 24 ayat (3) Peraturan Daerah ini, dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan retribusi.
11
BAB XVII KADALUARSA Pasal 26 (1)
Hak untuk melakukan penagihan retribusi, dianggap kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
(2)
Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Teguran atau; b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XVIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 27
Pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan perusahaan dilaksanakan oleh Instansi yang ditunjuk. BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 28 (1)
Persetujuan prinsip yang telah diperoleh perusahaan dinyatakan tetap berlaku untuk memperoleh izin usaha industri berdasarkan Peraturan Daerah Ini.
(2)
IUI yang diperoleh perusahaan dinyatakan tetap berlaku dan harus melakukan daftar ulang berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(3)
Apabila IUI atau izin perluasannya masih dalam tahap penyelesaian, diproses berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(4)
Semua IUI yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini dan harus diadakan perubahan IUI menurut ketentuan Peraturan Daerah ini. BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 29
12
(1)
Wajib retribusi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud Pasal 2 Peraturan Daerah ini, sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2)
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, adalah pelanggaran. BAB XXI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 30
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2)
Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tidak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;
13 (3)
Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XXII KETENTUAN PENUTUP Pasal 31
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dnegan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Pekalongan. Ditetapkan di Pekalongan Pada tanggal 17 Nopember 2003 WALIKOTA PEKALONGN Cap. Ttd. SAMSUDIAT
Disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pekalongan dengan Keputusan Nomor 21/DPRD/XI/2003 tanggal 17 Nopember 2003. Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Pekalongan Nomor : 39 pada tanggal 22 Nopember 2003 Seri B Nomor 4 SEKRETARIS DAERAH Cap. Ttd. dr. SRI NURDIJAH KASBOLLAH Pembina Utama Muda NIP. 140 053 725
14 PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI I.
PENJELASAN UMUM Industri merupakan salah satu sektor yang dominan dalam menunjang perekonomian daerah terhadap pembentukan produk domestik regional bruto maupun terhadap penyerapan tenaga kerja serta mengentaskan pengangguran sekaligus membentuk struktur perekonomian daerah yang dinamis dan handal. Oleh karena itu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri, sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian semakin besar dan industri menjadi tulang punggung perekonomian, disamping menjamin pemerataan pendapatan bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 s/d Pasal 31 : cukup jelas