PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
: a. bahwa bahan galian merupakan potensi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sehinggga pengelolaannya perlu dilakukan secara berdaya guna, bertanggung jawab dan berkelanjutan serta pemanfaatannya ditujukan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat; b. bahwa Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengelolaan pertambangan umum yang meliputi kebijakan, perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu tentang Usaha Pertambangan Umum Daerah;
Mengingat
: 1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
2.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
3.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
5.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
6.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
7.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
www.djpp.depkumham.go.id
8.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
9. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Propinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4256); 10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 14. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 15. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1982 dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Nomor 4154); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3174); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4314); 20. Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2005 Nomor 02, Seri D);
www.djpp.depkumham.go.id
21. Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kewenangan Kabupaten Tanah Bumbu Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2005 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 05, Seri E). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU dan BUPATI TANAH BUMBU MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG USAHA PERTAMBANGAN UMUM DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Tanah Bumbu. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. 3. Bupati adalah Bupati Tanah Bumbu. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. 5. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu. 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu. 7. Inspektur Tambang adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan pelaksanaan inspeksi tambang. 8. Pertambangan Umum yang dimaksud dalam peraturan daerah ini adalah pengelolaan usaha pertambangan bahan galian golongan B dan C. 9. Usaha Pertambangan Umum Daerah adalah kebijakan perencanaan, pengaturan, pengurusan, pengawasan, pengendalian dan panas bumi dan mineral radio aktif. 10. Bahan galian adalah unsur-unsur kimia, mineral-meneral, bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu – batu mulia yang merupakan endapan-endapan alam. 11. Penyelidikan umum adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari udara segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologo umum atau untuk menetapkan tanda – tanda adanya bahan galian pada umumnya. 12. Eksplorasi adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti/ seksama adanya dan sifat letakan bahan galian. 13. Pembangunan fasilitas Eksploitasi/konstruksi adalah membangun fasilitas kantor, jalan tambang dan sebagainya yang mendukung rencana kegiatan Kuasa Pertambangan Eksploitasi. 14. Eksploitasi adalah Usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. 15. Pengolahan dan pemurnian adalah Pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu. 16. Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi, atau tempat pengolahan/pemurnian. 17. Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan/pemurnian bahan galian. 18. Wilayah usaha pertambangan adalah suatu kawasan atau wilayah dengan batas-batas tertentu, yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan atau pengambilan bahan galian. 19. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat
www.djpp.depkumham.go.id
20. 21.
22.
23.
24.
25.
26. 27. 28. 29.
30.
(1) (2)
berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya. Jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang izin pertambangan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di bidang pertambangan umum. Kontrak Karya (KK) adalah perjanjian antara Pemerintah Repubik dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia daam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) untuk melaksanakan usaha pertambangan tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumu, radio aktif dan batubara. Perjanjian karya pengusaha pertambangan batubara (PKP2B) adalah perjanjian antara Pemerintah Repubik dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia daam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian batubara. Izin Pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada Badan Hukum atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan baik berupa kuasa pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) serta Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR) adalah Kuasa pertambangan yang diberikan oleh Bupati kepada rakyat setempat untuk melaksanakan usaha pertambangan secara kecil kecilan dan dengan luasan wilayah yang sangat terbatas meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian serta pengangkutan penjualan; Pertambangan Rakyat adalah usaha pertambangan umum yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan peralatan sederhana dan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat dalam pengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun daerah dibidang pertambangan umum. Dokumen Lingkungan adalah Dokumen yang memuat tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu AMDAL dan UKL-UPL. Alat berat adalah alat yang mempunyai kekuatan tinggi dan canggih sebagai salah satu alat untuk menambang. Hak atas tanah adalah hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum pertanahan Indonesia; Kepala Inspektur Tambang selanjutnya disingkat KAIT adalah seorang yang memimpin dan bertanggungjawab atas terlaksananya serta ditaatinya Peraturan perundang – undangan keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup pada suatu kegiatan usaha pertambangan diwilayah yang menjadi tanggungjawabnya. Kuasa Pertambangan yang selanjutnya disebut KP adalah wewenang yang diberikan kepada Badan/ Perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian golongan B dan C. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Pengaturan usaha pertambangan umum dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang tegas dan jelas dalam usaha pertambangan umum Daerah. Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar dalam pelaksanaan usaha pertambangan umum Daerah dilakukan secara tertib, berdaya guna dan berhasil guna serta berwawasan lingkungan. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3
(1)
(2)
Usaha pertambangan umum Daerah dalam peraturan daerah ini adalah meliputi pengelolaan untuk pengusahaan bahan galian Golongan B dan Golongan C sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ruang Lingkup dalam Peraturan Daerah ini adalah Usaha Pertambangan Umum Daerah yang meliputi : a. Pencadangan dan Penetapan wilayah usaha pertambangan ; b. Pemberian Kuasa Pertambangan ;
www.djpp.depkumham.go.id
c. d. e.
Pengevaluasian dan Pelaporan Kegiatan ; Pembinaan dan Pengawasan ; Pemberian Rekomendasi/persetujuan yang berkaitan dengan pelaksanaan Kuasa Pertambangan. BAB IV PENGGOLONGAN DAN PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN UMUM Bagian Pertama Penggolongan Bahan Galian Pasal 4
(1)
(2)
Bahan galian golongan B (vital) adalah bahan galian yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, antara lain : Besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titanium; Bauksit, tembaga, timbal, seng ; Emas, platina, perak, air raksa, intan ; Arsen, antimon, bismut ; Rhutenium, cerium, dan logam-logam langka lainnya ; Berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa ; Kriolit, flourspar, barit ; Yodium, bron, khlor, belerang ; Batubara. Bahan galian golongan C adalah bahan galian yang tidak meliputi bahan galian strategis dan vital, karena sifatnya tidak langsung memerlukan pemasaran yang bersifat internasional, antara lain : Nitrat-nitrat, pospat-pospat, garam batu (halite) ; Asbes, talk, mika, grafit, magnesit ; Yarosit, leusit, tawas (alum), oker ; Batu permata, batu setengah permata ; Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gipsum, bentonit, zeolit ; Batu apung, trass, obsidian, perlit, tanah diatomie, tanah serap (fullers earth), tanah urug; Marmer, batu tulis ; Batu kapur, dolomit, kalsit ; Granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Bagian Kedua Usaha Pertambangan Pasal 5
Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat (1), meliputi : a. Penyelidikan Umum ; b. Eksplorasi ; c. Eksploitasi ; d. Pengolahan/Pemurnian ; e. Pengangkutan ; f. Penjualan. Pasal 6 (1) a. b. c. d.
Usaha pertambangan untuk bahan galian golongan B dan C dapat dilakukan oleh : Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ; Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) ; Koperasi ; Badan Usaha Swasta yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, berkedudukan diIndonesia, mempunyai pengurus yang berkewarganegaraan Indonesia dan mempunyai lapangan usaha dibidang pertambangan
www.djpp.depkumham.go.id
e.
f.
(2)
atau yang dikerjasamakan dengan pihak asing; Perusahaan dengan modal bersama antara Pemerintah dan atau Badan Usaha Milik Negara disatu pihak denga Pemerintah Daerah dan atau Badan Usaha Milik Daerah di pihak lain; dan/ atau Perusahaan dengan modal bersama antara Pemerintah dan atau Badan Usaha Milik Negara dan atau Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Daerah disatu pihak dengan Koperasi atau Badan Usaha Swasta sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d dipihak lain. Usaha pertambangan untuk bahan galian golongan C dapat dilakukan oleh : a. Badan atau Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan/atau b. Perorangan ataupun kelompok masyarakat yang berkewarganegaraan Indonesia, dengan mengutamakan tinggal di wilayah terdapatnya bahan galian. BAB V WILAYAH PERTAMBANGAN Pasal 7
Bupati menetapkan wilayah-wilayah yang dapat dijadikan kawasan pertambangan umum untuk bahan galian golongan B dan C dan menetapkan wilayah yang tertutup untuk pertambangan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah Kabupaten. BAB VI PERIZINAN Bagian Pertama Umum Pasal 8 Usaha pertambangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan setelah mendapat keputusan dari Bupati sesuai kewenangannya. Pasal 9 Wilayah kuasa pertambangan tidak meliputi : a. Fasilitas umum dan atau fasilitas sosial ; b. Wilayah izin usaha pertambangan yang lain ; c. Bangunan, rumah tempat tinggal dan pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali izin pemilik atau kuasanya ; dan d. Lokasi yang dilarang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 (1)
(2)
(3)
(4)
Kuasa pertambangan terdiri dari : a. Penyelidikan Umum; b. Eksplorasi; c. Eksploitasi; d. Pengolahan/Pemurnian; e. Pengangkutan; f. Penjualan. Izin Eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c khusus untuk usaha pertambangan bahan galian golongan C, dapat meliputi kegiatan pengolahan, pengangkutan dan penjualan. Kuasa Pertambangan penugasan dapat diberikan kepada : a. Instansi Pemerintah dalam rangka penyelidikan umum dan eksplorasi ; b. Perguruan Tinggi dalam rangka penelitian. Pengaturan lebih lanjut tentang ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 11 (1)
(2) (3)
Permohonan izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Dinas dilengkapi dengan persyaratan yang ditetapkan. Syarat-syarat untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan lampiran Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Apabila dalam satu wilayah terdapat lebih dari satu pemohon, maka prioritas pertama diberikan berdasarkan urutan pengajuan permohonan. Pasal 12
Izin pertambangan dapat dikerjasamakan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan Bupati atau pejabat yang diberi kewenangan sesuai dengan keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 13 Tata cara dan syarat-syarat untuk memindahtangankan, pengurangan dan atau penambahan luas wilayah pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati. Pasal 14 Persetujuan atau penolakan pemberian izin usaha pertambangan oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 11 ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan, sejak permohonan dan persyaratan diterima dengan lengkap dan benar. Bagian Kedua Bentuk Kuasa Pertambangan Pasal 15 Izin pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 untuk bahan galian golongan B dan C diberikan dalam bentuk : a. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan ; b. Surat Keputusan Penugasan Pertambangan ; c. Surat Izin Pertambangan Daerah untuk bahan galian golongan C ; d. Surat Izin Pertambangan Rakyat. BAB VII MASA BERLAKU KUASA PERTAMBANGAN
(1) (2) (3)
Pasal 16 Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum untuk bahan galian golongan B diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun. Kuasa Pertambangan Eksplorasi untuk bahan galian golongan B diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali 1 (satu) tahun. Kuasa Pertambangan Eksploitasi untuk bahan galian golongan B, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali, setiap kali perpanjangannya paling lama 2 (dua) tahun.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 17 (1)
(2)
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) dapat melakukan usaha pertambangan dalam bentuk Kontrak Karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B)sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan. Tata cara pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pasal 18
Kuasa Pertambangan Eksplorasi untuk bahan galian Gologan C diberikan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) kali 1 (satu) tahun. Pasal 19 Kuasa Pertambangan Eksploitasi untuk bahan galian Golongan C diberikan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun serta wajib melakukan daftar ulang 2 (dua) tahun sekali. Pasal 20 (1) (2)
Pertambangan Rakyat hanya dapat dilakukan oleh rakyat setempat yang memegang Surat Izin Pertambangan Rakyat. Izin Pertambangan Rakyat diberikan untuk jangka waktu selama-lamanya 5 (lima) tahun dan bilamana diperlukan dapat diperpanjang untuk jangka waktu selama-lamanya 5 (lima) tahun. BAB VIII JUMLAH LUAS WILAYAH Pasal 21
(1)
(2)
Jumlah Luas Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan B yang dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah: a. Untuk satu Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum paling banyak 20.000 (dua puluh ribu) Hektar ; b. Untuk satu Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 10.000 (sepuluh ribu) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Ekplorasi paling banyak seluas 15.000 (lima belas ribu) Hektar ; c. Untuk satu Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 5.000 (lima ribu) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 10.000 (sepuluh ribu) Hektar. Jumlah Luas Wilayah Pertambangan Bahan Galian Golongan B yang dapat diberikan kepada Badan Usaha Swasta atau Koperasi adalah : a. Untuk satu Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum paling banyak 10.000 (sepuluh ribu) Hektar ; b. Untuk satu Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 5.000 (dua ribu) Hektar ; c. Untuk satu Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 1.000 (seribu ) Hektar untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 5.000 (lima ribu) Hektar.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 22 Jumlah Luas wilayah Izin Pertambangan Daerah untuk bahan galian Golongan C yang dapat diberikan kepada perorangan adalah : a. Untuk 1 (satu) SIPD Eksplorasi paling banyak seluas 10 (sepuluh) Hektar, dan untuk beberapa SIPD Eksplorasi paling banyak seluas 20 (dua puluh) Hektar ; b. Untuk 1 (satu) SIPD Eksploitasi paling banyak seluas 5 (lima) Hektar, dan untuk beberapa SIPD Eksploitasi paling banyak seluas 10 (sepuluh) Hektar. Pasal 23 Jumlah Luas wilayah Kuasa Pertambangan untuk bahan galian Golongan C yang dapat diberikan kepada Badan Usaha Swasta atau Koperasi adalah : a. Untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 100 (seratus) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 200 (dua ratus) Hektar ; b. Untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 50 (lima puluh) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 100 (seratus) Hektar. Pasal 24 Jumlah Luas wilayah Izin Pertambangan Daerah untuk bahan galian Golongan C yang dapat diberikan kepada badan usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah : a. Untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 1000 (seribu) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksplorasi paling banyak seluas 2000 (dua ribu) Hektar ; b. Untuk 1 (satu) Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 500 (lima ratus) Hektar, dan untuk beberapa Kuasa Pertambangan Eksploitasi paling banyak seluas 1000 (seribu) Hektar. Pasal 25 (1) (2) (3)
Luas Wilayah yang dapat diberikan untuk satu Izin Pertambangan Rakyat tidak boleh melebihi 5 (lima) Hektar. Luas wilayah Izin Pertambangan Rakyat untuk satu pemegang izin yang mendapat beberapa Surat Izin paling banyak seluas 25 Hektar. Kedalaman terowongan maksimal 25 meter, penambangan dengan pompa maksimal dengan daya 25 PK dan tidak boleh menggunakan bahan peledak dan alat berat. BAB IX MASA BERAKHIR DAN PENCABUTAN IZIN KUASA PERTAMBANGAN
(1)
(2)
(3)
Pasal 26 Izin berakhir karena : a. Habis masa berlakunya dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan ; b. Dikembalikan oleh pemegangnya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati melalui Kepala Dinas disertai alasan-alasan mengenai pengembalian tersebut ; c. Berakhirnya usaha pertambangan karena deposit telah dinyatakan habis oleh Instansi yang berwenang, pailit atau sebab-sebab lain yang menyatakan usaha pertambangan tidak dapat dilanjutkan. Izin dapat dihentikan sementara dalam hal : a. Terjadinya penyimpangan terhadap ketentuan teknis yang ditetapkan atau ketentuan lainnya yang berlaku ; b. Timbulnya akibat-akibat negatif yang cenderung membahayakan. Izin dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena : a. Pemegang Izin tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana syarat-syarat yang ditentukan dalam Izin dan ketentuan lainnya yang berlaku. b. Untuk kepentingan umum dan untuk kelestarian lingkungan ;
www.djpp.depkumham.go.id
c. d. e. f. g.
Dikembalikan oleh pemegang Izin sendiri ; Pemegang Izin tidak melanjutkan usahanya; Izin dipindahtangankan atau dikerjasamakan dengan pihak lain tanpa persetujuan Bupati; Apabila dapat menimbulkan bahaya/merusak lingkungan ; Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau merusak lingkungan ; Pasal 27
(1)
(2)
Apabila izin pertambangan berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, maka : a. Hak pengusahaan pertambangan kembali kepada Pemerintah Daerah ; dan b. Pemegang izin usaha pertambangan diharuskan menyerahkan semua dokumen yang berkaitan dengan usaha Pertambangan kepada Bupati dengan tidak menerima ganti rugi. Dalam hal izin usaha pertambangan dihentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a dan huruf b maka kepada pemegang izin wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Pasal 28
(1) (2) (3)
Semua tunggakan yang menjadi tanggung jawab pemegang izin wajib dilunasi, walaupun izin telah berakhir atau dinyatakan dicabut. Semua tunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus telah dilunasi selambatlambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak izin berakhir. Apabila pemegang izin tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikeluarkan surat paksa sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB X HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN Bagian Pertama Hak Pemegang Izin Pasal 29
(1)
(2) (3)
(4)
(5) (6)
Pemegang Kuasa Pertambangan berhak untuk melakukan kegiatan di dalam wilayah Kuasa Pertambangannya sesuai bentuk izin dan tahapan kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 16. Pemegang izin eksplorasi mendapat hak tunggal untuk memperoleh izin eksploitasi atas bahan galian yang disebutkan dalam izin eksplorasinya. Jika pemegang izin eksplorasi dan atau izin eksploitasi menemukan bahan galian lain yang tidak disebutkan dalam izin, maka pemegang izin yang bersangkutan diberikan prioritas pertama untuk memperoleh izin eksplorasi dan atau izin eksploitasi atas bahan galian lain yang ditemukan. Untuk memperoleh hak tunggal dan atau prioritas pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), maka : a. Pemegang izin eksplorasi harus mengajukan permohonan izin eksploitasi sebelum berakhir jangka waktu izin eksplorasi; b. Pemegang izin eksplorasi dan atau eksploitasi atas bahan galian lain yang ditemukan sebelum berakhir jangka waktu izin eksplorasi dan atau izin eksploitasi wajib melaporkan temuannya. Pemegang Kuasa Pertambangan berhak memiliki bahan galian yang tergali setelah memenuhi kewajiban membayar iuran tetap/landrent untuk usaha pertambangan umum. Pemegang Kuasa Pertambangan berhak menjual bahan galian setelah sebelumnya mengurus Surat Keterangan Pengiriman Barang (SKPB).
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kedua Kewajiban Pemegang Izin Pasal 30 (1)
(2)
Pemegang izin wajib : a. Mematuhi setiap ketentuan yang tercantum dalam izin atau ketentuan lainnya yang berlaku. b. Menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala dinas atas pelaksanaan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan sekali, laporan produksi setiap 1 (satu) bulan sekali serta Peta Kemajuan Tambang setiap 6 (enam) bulan sekali dengan berpedoman kepada tata cara yang ditetapkan oleh Bupati. c. Melakukan pembayaran pajak dan iuran lainnya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Untuk mendapatkan Surat Keterangan Pengiriman Barang, maka pemegang Kuasa Pertambangan berkewajiban membayar: a. Royalti ; b. Sumbangan PAD ; dan c. Jaminan/biaya reklamasi yang dibayar sesuai dengan kemajuan luas bukaan tambang. (3) Kewajiban yang harus dibayar pemegang SIPR dan SIPD ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Bupati. (4) Pemegang Kuasa pertambangan diwajibkan membayar jasa pelayanan penelusuran informasi serta perhitungan dan penetapan koordinat batas wilayah pertambangan. (5) Pemegang Kuasa pertambangan diwajibkan membayar jasa pelayanan pemberian peta informasi wilayah pertambangan dan atau peta dokumen perizinan. (6) Pembayaran jasa pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. Pasal 31
(1) (2)
(3)
(4)
(5) (6)
Pemegang Kuasa pertambangan diwajibkan membayar dana pencadangan (pemblokiran) wilayah yang besarnya ditetapkan dengan keputusan Bupati. Pemegang Kuasa pertambangan Eksplorasi diwajibkan membayar iuran Eksplorasi atas bahan galian tergali sesuai dengan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemegang Kuasa pertambangan Eksploitasi diwajibkan membayar Iuran Eksploitasi/produksi atas hasil produksi yang diperoleh sesuai tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan dan Tata cara pembayaran Iuran Tetap, Iuran Eksplorasi, Iuran Eksploitasi/Produksi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pemegang izin KP pengangkutan dan penjualan serta KP pengolahan dan pemurnian diwajibkan membayar kontribusi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Membayar biaya batas wilayah Pertambangan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 32
(1) (2)
(3)
(4)
Pemegang Kuasa Pertambangan wajib dan bertanggung jawab atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemegang Kuasa Pertambangan wajib melakukan pegelolaan dan memelihara kelestarian lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang lingkungan hidup. Pemegang Kuasa Pertambangan wajib membantu pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan Pemerintah Daerah di sekitar wilayah usaha pertambangannya. Kewajiban membantu pengembangan wilayah dan pengembangan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 33 (1)
(2) (3)
Untuk menjamin terlaksananya usaha pertambangan, pemegang KP, KK, dan PKP2B wajib membayar uang jaminan kesungguhan sebagai bukti kesanggupan dan kemampuan dari pemegang kuasa pertambangan. Kuasa pertambangan tidak dapat dipergunakan semata-mata sebagai unsur permodalan dengan pihak ketiga. Besarnya jaminan kesungguhan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB X PRODUKSI DAN IURAN TETAP Pasal 34
(1) (2)
(3) (4)
Perhitungan jumlah produksi didasarkan pada volume atau tonasi bahan galian yang ditambang ; Untuk keperluan perhitungan jumlah produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala dinas menetapkan bobot isi bahan galian setelah dilakukan pengujian secara laboratories. Pengaturan mengenai bobot isi bahan galian diatur lebih lanjut oleh Keputusan Bupati. Pengawasan, perhitungan, dan penetapan jumlah produksi dilakukan oleh dinas dan instansi terkait. Pasal 35
Tarif iuran tetap Kuasa Pertambangan penyelidikan Umum, Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati mengacu pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 36 Iuran Produksi dan iuran tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dan ayat (3) dan Pasal 35 Peraturan Daerah ini disetorkan pada rekening Kas Negara A KPKN Jakarta I melalui Bank Indonesia Nomor Rekening 501.000.000. Pasal 37 (1) (2)
Pembayaran iuran tetap untuk tahun pertama harus dilunasi pada saat penyerahan Izin, selanjutnya untuk tahun berikutnya pada bulan pertama tahun yang bersangkutan. Keterlambatan pembayaran iuran tetap untuk tahun pertama berakibat terhadap penangguhan penyerahan izin dan dikenakan denda sebesar 2% setiap bulan keterlambatan paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan tersebut.
BAB XI HUBUNGAN PEMEGANG IZIN PERTAMBANGAN DENGAN PEMEGANG HAK ATAS TANAH Pasal 38 (1)
(2) (3)
(4)
Pemegang kuasa pertambangan terlebih dahulu harus menyelesaikan masalah ganti rugi dangan pemilik hak atas tanah sebelum kegiatan usaha pertambangan dilaksanakan atas dasar musyawarah dan mufakat dan apabila tidak dicapai kesepakatan, maka diselesaikan melalui pengadilan. Segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian ganti rugi lahan dibebankan kepada pemegang kuasa pertambangan. Pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengganti kerugian akibat usaha pertambangan yang dilakukan pada segala sesuatu yang berada di atas tanah termasuk tanam tumbuh dengan pemilik tanah. Kerugian yang ditimbulkan oleh beberapa pemegang Izin Pertambangan dibebankan secara tanggung renteng.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB XII KEMITRAAN USAHA PERTAMBANGAN Pasal 39 Pemerintah Daerah wajib mengupayakan terciptanya kemitraan berdasarkan prinsip saling membutuhkan, memperkuat dan menguntungkan antara pemegang Kuasa Pertambangan dan masyarakat setempat. Pasal 40 (1)
(2)
Bentuk kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilaksanakan oleh pemegang Kuasa Pertambangan disesuaikan dengan skala usahanya, antara lain dengan : a. menyerahkan kepada kelompok masyarakat setempat atau KUD sebagian lahan yang mengandung bahan galian berikut data potensinya ; b. membeli hasil produksi usaha pertambangan yang dilakukan rakyat/masyarakat setempat; c. membina atau sebagai bapak angkat usaha pertambangan rakyat yang berada di dekat wilayah kuasa pertambangannya; d. memberikan kesempatan kepada pengusaha kecil/menengah setempat untuk melakukan usaha kegiatan penunjang ; e. memberi kesempatan kepada masyarakat setempat ikut dalam pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati.
BAB XIII PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN Pasal 41 (1) (2)
Pembinaan, pengendalian dan pengawasan usaha pertambangan dilaksanakan oleh Dinas. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek : a. perizinan-perizinan usaha pertambangan ; b. eksplorasi ; c. eksploitasi ; d. produksi dan pemasaran ; e. keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) f. lingkungan. g. konservasi. h. tenaga kerja. i. penerapan standart pertambangan dan atau j. investasi, disvestasi dan keuangan. k. pengelolaan informasi Pertambangan Umum ; l. pengevaluasian dan pelaporan kegiatan. Pasal 42
(1)
(2)
Untuk melaksanakan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), lingkungan hidup pertambangan dan pemeriksaan kecelakaan tambang di wilayah izin pertambangan, dapat dilakukan oleh KAIT. Tata cara pengangkatan tugas pokok dan fungsi inspektur tambang diatur lebih lanjut dengan Peraturan/keputusan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
BAB XIV BAHAN PELEDAK Pasal 43 (1) (2) (3)
(4)
Pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan umum dilakukan setelah mendapatkan izin dari KAIT ; Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu 2 (dua) tahun ; Izin pemilikan, penguasaan dan penyimpanan (P3) bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan diterbitkan oleh POLRI setelah terlebih dahulu mendapatkan izin pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak dari KAIT. Izin pembelian dan penggunaan (P2) bahan peledak untuk keperluan usaha pertambangan umum diterbitkan oleh POLRI setelah terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi KAIT. BAB XV REKLAMASI PASCA TAMBANG Pasal 44
(1) (2)
(3)
(4)
(5) (6)
Pemegang kuasa pertambangan eksploitasi wajib melaksanakan kegiatan reklamasi pasca tambang harus secara bertahap sesuai dengan kegiatan pertambangan. Bentuk akhir pasca tambang harus sesuai dengan rencana/kajian yang mengacu pada : a. Dokumen Lingkungan. b. Laporan Studi Kelayakan. c. Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Pemegang kuasa pertambangan eksploitasi wajib menyetorkan uang jaminan reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) pada saat permohonan dan penerbitan Surat Keterangan Pengiriman barang. Sebelum diterbitkan Surat Keterangan Pengiriman Barang, dilakukan pengawasan terhadap luas lokasi yang terbuka dan waktu pengiriman oleh tim pengawas dari Dinas Pertambangan dan Energi dan dibuat dalam bentuk berita acara. Uang jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan reklamasi pasca tambang. Besarnya jaminan/biaya reklamasi dan tata cara penyetoran dan pengembalian jaminan reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 45
Penyidikan terhadap pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Umum dan /atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 46 (1)
Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, berwenang : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan dari seseorang, berkenaan dengan adanya tindak pidana. b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan, sehubungan dengan tindak pidana. d. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukua, pencatatan dan dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. f. Menyuruh berhenti, melarang sesorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa, sebagaimana dimaksud dalam huruf d.
www.djpp.depkumham.go.id
g.
(2)
Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. h. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya memberitahu hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan atau ; i. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang pertambangan umum berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan dan Perundang-undangan yang berlaku. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 47
(1)
(2)
(3)
Setiap orang, baik perorangan maupun Badan Hukum yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah). Barang siapa yang : a. Tidak mempunyai Kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10 Peraturan Daerah ini; b. Melakukan usaha pertambangan sebelum memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap yang berhak atas tanah. c. dikenakan sanksi pidana kurungan dan atau denda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di bidang pertambangan umum. Pemegang kuasa pertambangan yang : a. Tidak memenuhi atau tidak melaksanakan syarat-syarat yang berlaku menurut Peraturan Daerah ini ; b. Tidak melakukan perintah-perintah dan atau petunjuk-petunjuk yang berwajib berdasarkan Peraturan Daerah ini. c. dikenakan sanksi pidana kurungan dan atau denda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (4) Apabila pemegang Kuasa pertambangan adalah suatu perseroan, maka sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan kepada para anggota pengurusnya. (5) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tindak pidana yang menyebabkan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup, diancam pidana sesuai ketentuan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 48
Izin Pertambangan Umum yang dikeluarkan sebelum Peraturan Daerah ini diundangkan, tetap berlaku sampai dengan habis masa berlaku izin. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 49 (1) (2)
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Tanah Bumbu yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan-peraturan pelaksanaan daerah yang diterbitkan sebelum Peraturan Daerah dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 50 Hal-hal yang belum diatur dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 51 Peraturan Daerah ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu. Ditetapkan di Batulicin pada tanggal 21 Mei 2007 BUPATI TANAH BUMBU, ttd H. ZAIRULLAH AZHAR Diundangkan di Batulicin pada tanggal 4 Juni 2007 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU, ttd H. ZULFADLI GAZALI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU TAHUN 2007 NOMOR 34
www.djpp.depkumham.go.id