PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (3), Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa, maka dalam rangka tertib administrasi dan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan desa, perlu mengatur ketentuan tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Peraturan Desa dalam Peraturan Daerah.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Nomor 09); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan kedua kali dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 5. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
1
6. Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 10. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 29 tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMENEP Dan BUPATI SUMENEP MEMUTUSKAN Menetapkan
: PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PERATURAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Sumenep; 2. Kabupaten adalah Kabupaten Sumenep; 3. Bupati adalah Bupati Sumenep; 4. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah di Kabupaten Sumenep; 5. Camat adalah Perangkat Daerah yang memimpin Kecamatan dalam Kabupaten Sumenep; 6. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia. 7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2
8. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 9. Kepala Desa adalah Pemimpin penyelenggara Pemerintah Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa 10. Perangkat Desa adalah unsur pemerintah desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya 11. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggara Pemerintahan Desa ; 12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disingkat APBDesa adalah Rencana Keuangan Tahunan Pemerintahan Desa yang dibahas dan yang disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa ; 13. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa; 14. Pembentukan Peraturan Desa adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan; 15. Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan Perundang-Undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan peraturan desa dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi; 16. Pengundangan adalah Penempatan Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dalam Berita Daerah; 17. Materi muatan peraturan perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi dan hierarki peraturan perundangundangan. BAB II PEMBENTUKAN PERATURAN DESA Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan Pasal 2 Peraturan Desa ditetapkan Pemerintahan Desa.
dalam
rangka
penyelenggaraan
Bagian Kedua Asas Pembentukan dan Materi Muatan Pasal 3 Dalam membentuk Peraturan Desa harus berpedoman pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan ; d. dapat dilaksanakan;
3
e. kedayagunaan dan Kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan ; dan g. keterbukaan. Pasal 4 Materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka penyenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 5 (1) Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Bagian Ketiga Pembahasan dan Pengesahan Pasal 6 (1) Rencangan Peraturan Desa dapat berasal dari BPD dan/atau Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa. (2) Penyusunan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melibatkan dan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Pasal 7 (1) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Kepala Desa, harus dibahas dengan seluruh Perangkat Desa sebelum disampaikan kepada BPD. (2) Rancangan Peraturan Desa disampaikan kepada BPD dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Kepala Desa. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembahasan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD. Pasal 8 (1) Pembahasan rancangan peraturan desa di kantor desa dilakukan oleh BPD bersama kepala desa (2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. (3) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk rapat dengan alat-alat kelengkapan BPD dan Rapat Paripurna. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD.
4
Pasal 9 (1) Rancangan Peraturan Desa dapat ditarik kembali sebelum dibahas Bersama oleh BPD dan Kepala Desa. (2) Rencana Peraturan Desa yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama antara BPD dan Kepala Desa. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penarikan kembali Rancangan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD Pasal 10 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan baik secara tertulis atau lisan terhadap Rancangan Peraturan Desa; (2) Masukan secara tertulis maupun lisan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Desa. (3) Mekanisme penggunaan hak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) diatur : a. Usul/masukan dari masyarakat dapat diajukan melalui BPD atau Kepala Desa diajukan secara tertulis/lisan 7 (tujuh) hari sebelum proses pembahasan b. Usul/masukan secara lisan dicatat oleh Sekretaris Desa untuk selanjutnya disampaikan kepada BPD atau Kepala Desa c. Usul/masukan masyarakat dapat diterima oleh BPD atau Kepala Desa yang selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Bagian Keempat Penetapan Pasal 11 (1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama BPD dan Kepala Desa, disampaikan Ketua BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan BPD. (3) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh (7) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 12 (1)
Rancangan Peraturan Desa, sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa disetujui bersama oleh BPD dan Kepala Desa.
5
(2)
(3) (4)
Dalam hal Rancangan Peraturan Desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), tidak ditanda tangani oleh Kepala Desa dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa, maka Rancangan Peraturan Desa tersebut sah menjadi Peraturan Desa dan wajib diundangkan. Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kalimat pengesahannya berbunyi Peraturan Desa ini dinyatakan sah. Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Desa sebelum Pengundangan Naskah Peraturan Desa ke dalam Berita Daerah. BAB III PELAKSANAAN PERATURAN DESA Pasal 13
(1) Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa dapat menetapkan Peraturan Kepala Desa. (2) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. BAB IV TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA Pasal 14 (1) (2)
Penyusunan Rancangan Peraturan Desa dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Desa dan bentuk Peraturan Desa tercantum dalam Lampiran I dan II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini. BAB V PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN Bagian Kesatu Pengundangan Pasal 15
(1) Peraturan Desa dimuat dalam Berita Daerah. (2) Permuatan Peraturan Desa dalam Berita Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Pasal 16 Peraturan Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa yang bersangkutan.
6
Bagian Kedua Penyebarluasan Pasal 17 (1) Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, disebarluaskan oleh Pemerintahan Desa. (2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) agar khalayak ramai mengetahui peraturan desa yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta maksud dan tujuan yang terkandung didalamnya dilakukan melalui papan pengumuman yang dapat dibaca dan dilihat oleh masyarakat, media elektronik dan media cetak. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 18 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintahan Desa, Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Peraturan Desa kepada Bupati melalui Camat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Pasal 19 (1) Bupati dapat membatalkan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (2) Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Desa dan BPD dengan disertai alasan yang jelas. (3) Kepala Desa yang telah menerima pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengajukan keberatan kepada Bupati. Pasal 20 (1)
(2)
(3) (4)
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes, pungutan dan penataan ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat untuk dievaluasi. Hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh Bupati kepada Kepala Desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut diterima. Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi, Kepala Desa segera menetapkan Peraturan Desa tersebut. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, Kepala Desa segera menetapkan Rancangan Peraturan Desa tersebut menjadi Peraturan Desa.
7
Pasal 21 Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sebagaimana dimaksud pada pasal 20, dapat didelegasikan kepada Pejabat yang ditunjuk. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Pada saat Peraturan Daerah mulai ini berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 09 tahun 2001 tentang Peraturan Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 23 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur oleh Bupati. Pasal 24 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumenep. Ditetapkan di : Sumenep pada tanggal : 25 September 2008 BUPATI SUMENEP ttd. KH. MOH. RAMDLAN SIRADJ, SE., MM Diundangkan di : Sumenep pada tanggal : 30 Desember 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMENEP ttd. H. FEN A. EFFENDY SAID, SE.M.Si,MM Pembina Utama Muda NIP. 510 087 567
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP TAHUN 2008 NOMOR 18
8
LAMPIRAN I : Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor : 9 Tahun 2008 Tanggal : 25 September 2008 SISTEMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA BAB I KERANGKA PERATURAN DESA A.
JUDUL
B.
PEMBUKAAN 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; 2. Jabatan Pembentuk Pearturan Desa; 3. Konsideran; 4. Dasar Hukum; 5. Diktum.
C.
BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum; 2. Materi Pokok Yang Diatur. 3. Sanksi Administrasi (Jika diperlukan); 4. Ketentuian Peralihan (Jika diperluka ); 5. Ketentuan Penutup.
D. PENUTUP E.
PENJELASAN (Jika diperlukan)
F.
LAMPIRAN (Jika diperlukan)
BAB II BENTUK PERATURAN DESA BENTUK PERATURAN KEPALA DESA BENTUK KEPUTUSAN KEPALA DESA I. KERANGKA PERATURAN DESA Kerangka Peraturan Desa terdiri atas : A. Judul ; B. Pembukaan ; C. Batang Tubuh; D. Penutup ; E. Penjelasan (Jika diperlukan) ; F. Lampiran (Jika diperlukan). A. JUDUL 1. Judul Peraturan Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Desa. 2. Nama Peraturan Desa dibuat secara singkat dan mencerminkan isi peraturan desa. 3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengah margin tanpa diakhiri tanda baca.
9
Contoh : PERATURAN DESA PABIAN KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2008 4. Pada judul Peraturan Desa perubahan, ditambahkan frase Perubahan atas depan nama Peraturan desa yang diubah. Contoh : PERATURAN DESA PABIAN KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA PABIAN KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2008 5. Jika Peraturan Desa telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya. Contoh : PERATURAN DESA PABIAN KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2008 6. Pada judul Peraturan Desa Pencabutan, disisipkan pencabutan di depan nama Peraturan Desa yang dicabut.
kata
Contoh : PERATURAN DESA PABIAN KECAMATAN KOTA SUMENEP NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA PABIAN NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN
10
7. Pada judul Peraturan Desa pengesahan perjanjian atau persetujuan, ditambahkan kata pengesahan di depan nama Perjanjian atau persetujuan yang akan disiapkan. B. PEMBUKAAN Pembukaan Peraturan Desa terdiri atas : 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ; 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa; 3. Konsideran; 4. Dasar Hukum; dan 5. Diktum. 1.
Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Pada Pembukaan tiap jenis Peraturan Desa, sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Desa dicantumkan Frase DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan di tengah margin.
2.
Jabatan Pembentuk Peraturan Desa Jabatan Pembentuk Peraturan Desa ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan di tengah margin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
3.
Konsideran a. b. c. d.
e. f.
Konsideran diawali dengan kata menimbang; Konsideran memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang terjadi, latar belakang dan alas an pembuatan Peraturan Desa; Pokok-pokok pikiran pada konsideran Peraturan desa memuat unsure filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya; Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Desa dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan latar belakang dan alas an dibuatnya Peraturan Perundang-undangan tersebut. Lihat juga Nomor 24; Jika konsideran memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiaptiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian; Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh : Menimbang :
a. bahwa …………; b. bahwa …………; c. bahwa …………;
11
g.
Jika konsideran memuat lebih dari dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut : Contoh : Menimbang :
4.
a. bahwa ………..; b. bahwa ………..; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang …….;
Dasar Hukum a. b. c. d.
e.
f.
Dasar Hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar Hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Desa tersebut. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai Dasar Hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasr hukum. Jika jumlah peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya. Penulisan Undang-Undang kedua huruf “ u “ ditulis dengan huruf capital. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan diantara tanda baca kurung. Contoh : Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19 Tambahan Lembaran Negara Nomor 09); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
12
g.
h.
Cara penulisan sebagaimana dimaksud dalam huruf g berlaku juga untuk pencabutan Peraturan Perundang-undangan yang berasal dari Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949. Jika Dasar Hukum memuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1,2,3, dan seterusnya, diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh : Mengingat :
5.
1. ……………; 2. ..…………; 3. ..…………;
Diktum Diktum terdiri atas : a. Kata memutuskan ; 1) Kata memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf capital tanpa spasi diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan ditengah margin. 2) Pada Peraturan Desa, sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frase Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA dan KEPALA DESA yang diletakkan di tengah margin. 3) Pada Peraturan Desa, sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frase Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ………. (nama Desa ) dan KEPALA DESA ……….. (nama desa) yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diletakkan di tengah margin. Contoh Peraturan Desa : Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA …… (nama desa) dan KEPALA DESA ………… (nama desa) MEMUTUSKAN : b. Kata Menetapkan. Kata menetapkan dicantumkan sesudah kata memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
13
c.
Nama Peraturan Desa. Nama yang tercantum dalam judul Peraturan Desa dicantumkan lagi setelah kata menetapkan dan didahului dengan pencantuman jenis peraturan serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik. Contoh : MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DESA ..........………………… TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN 2006.
C. BATANG TUBUH 1.
Batang tubuh Peraturan Desa memuat semua substansi Peraturan Desa yang dirumuskan dalam pasal-pasal.
2.
Pada umumnya substansi dalam batang tubuh dikelompokkan kedalam : a) Ketentuan Umum; b) Materi Pokok yang diatur; c) Sanksi Administrasi (jika diperlukan); d) Ketentuan Peralihan (jika dipelukan); e) Ketentuan Penutup.
3.
Dalam pengelompokan substansi sedapat mungkin dihindari adanya bab ketentuan lain atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk kedalam bab yang ada atau dapat dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur.
4.
Sanksi Administratif dapat berupa antara lain, pencabutan ijin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, denda administatif, atau daya paksa polisional.
5.
Pengelompokan materi Peraturan Desa dapat disusun secara sistematis dalam bab, bagian, dan paragraph.
6.
Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal (-pasal) tersebut dapat dikelompokkan menjadi : bab, bagian, dan paragraf
7.
mengelompokkan materi dalam bab, bagian, dan paragraph dapat dilakukan atas dasar persamaan materi.
8.
Urutan Pengelompokan adalah sebagai berikut : a. bab dengan pasal (-pasal) tanpa bagian dan paragraf b. bab dengan bagian dan pasal (-pasal) tanpa paragraf; atau c. bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal (-pasal).
14
9.
Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Contoh : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
10.
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul.
11.
Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapital,kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh : Bagian Kelima Persyaratan Teknis Pasal 5
12.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul.
13.
Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul paragraph ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh : Paragraf 1 Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Pasal 7
14.
Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Desa yang memuat suatu norma, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas dan tegas.
15.
Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dan banyak pasal yang singkat dan jelas daripada kedalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
16.
Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab.
17.
Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kapital. Contoh : Pasal 19 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 25 ……………………
15
18.
Pasal dapat dirinci kedalam beberapa ayat dan diberi nomor urut dengan angka Arab diantara tanda baca kyrang tanpa diakhiri tanda baca titik.
19.
Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh.
20.
Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil. Contoh : Pasal 8 (1) (2)
21.
Rapat musyawarah BPD dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penetapan APBDesa dan Perubahan APB Desa.
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam bentuk tabulasi. Contoh : Pasal 17 Yang dapat diberi hak pilih ialah Warga Negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin dan telah terdaftar pada daftar pemilih. Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika dirumuskan sebagai berikut : Contoh rumusan tabulasi : Pasal 17 Yang dapat diberi hak pilih ialah Warga Negara Indonesia yang : a. telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin; dan b. telah terdaftar pada daftar pemilih.
22.
Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka; b. setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dan diberi tanda baca titik; c. setiap frase dalam rincian diawali dengan huruf kecil; d. setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma; e. jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut dituliskan masuk kedalam. f. di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua;
16
g.
h.
23.
pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan abjad kecil, yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup; pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat.Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal atau ayat lain.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata dan yang diletakkan dibelakang rincian kedua dari rincian terakhir. a. Jika rincian tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terkhir. b. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan dibelakang rincian kedua dari rincian terkhir. c. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsure atau rincian. Contoh : a. Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b dan seterusnya. Contoh : Pasal 9 (1) …………; (2) …………; a. …………; b. …………; ( dan, atau, dan/atau) c. …………; b.
Jika suatu rincian memerlukan lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1,2, dan seterusnya. Contoh : 1. 2.
Pasal 12 ………..; ………..; a. …………; b. …………; ( dan, atau,dan/atau) c. ………… 1. ............; 2. ............; (dan, atau,dan/atau) 3. ............;
17
c.
Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b) dan seterusnya. Contoh : Pasal 20 (1) (2) (3)
d.
………….; ………….; ………….; a. …….; b. …….; (dan, atau dan/atau) c. …….; 1. ……; 2. ……;(dan, atau dan/atau) 3. ……; a). …….; b). …….;(dan,atau dan/atau) c). …….;
Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut yang mendetail, rincian itu ditandai dengan angka 1), 2) dan seterusnya. Contoh : Pasal 22 (1) ………….; (2) ………….; a. …….; b. ……;(dan, atau dan/atau) c. ……; 1. …..; 2. ……;(dan, atau dan/atau) 3. ……; a). ……; b). ……; (dan,atau dan/atau) c). ……; 1) …….; 2) …….;(dan, atau dan/atau) 3) …….;
C.1. Ketentuan Umum 1.
2. 3.
Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan Desa tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal (-pasal) awal. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal. Ketentuan umum berisi : a. Batasan pengertian atau definisai ; b. Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan.
18
c.
4. 5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hal-hal yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal (-pasal) berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan. Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Desa berbunyi – Dalam Peraturan Desa ini dimaksudkan dengan : Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka arab dan diawali dengan huguf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang didalam pasal (-pasal) selanjutnya. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab bagian atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali didalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan palaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Pengertian yang mengatur tentang lungkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus. b. Pengertian yang terdapat lebih dari ndi dalam materi pokok yang di atur ditempatkan dalam urutan yang terlebih dahulu; dan c. Pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian diatasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.
19
C.2. Materi pokok yang diatur 1.
2.
Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal (-pasal) ketentuan umum. Pembagian materi pokok kedalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh : a. Pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian dalam proses pemilihan Kepala Desa, dimulai dari pembentukan panitia, pembukaan pengumuman, pendaftaran, penelitian administratif, penetapan calon yang berhak dipilih, dst. b. Pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Kepala Urusan.
C.3. Sanksi Administrasi (jika diperlukan) Ketentuan Sanksi Administrasi memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah. Contoh : Pasal 81 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal ………. dikenakan denda sebesar…………. C.4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) 1.
2.
Ketentuan peralihan memuat, penyesuaian terhadap Peraturan Desa yang sudah ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku, agar Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan Permasalahan hukum. Ketentuan Peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan diantara bab ketentuan pidana dan bab ketentuan penutu. Jika dalam Peraturan Desa tidak diadakan pengelompokan bab, pasal yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup.
20
3.
4.
5. 6.
7.
8.
Pada saat suatu Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan Desa yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan yang baru. Di dalam Peraturan Desa yang baru, dapat dimuat peraturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu. Penyimpangan sementara itu berlaku juga bagi ketentuan yang diberlaku surutkan. Jika suatu Peraturan Desa diberlakukan surut, Peraturan Desa tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi,atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya. Contoh : Selisih tunjangan perbaikan yang timbul akibat Peraturan Desa ini dibayarkan paling lambat 3 ( tiga ) bulan sejak saat tanggal pengundangan Peraturan Desa ini. Mengingat berlakunya asas-asas hukum pidana, penentuan daya laku surut hendaknya tidak diberlakusurutkan bagi ketentuan yang menyangkut sanksi. Penentuan daya laku surut sebaiknya tidak diadakan bagi Peraturan Desa yang memuat ketentuan yang memberi beban konkret kepada masyarakat.
C.5 Ketentuan Penutup 1.
2.
3.
Ketentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal – ( pasal ) terakhir. Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai : a. Penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksnakan Peraturan Desa ; b. Nama singkat ; c. Status Peraturan Desa yang sudah ada dan ; d. Saat mulai berlaku Peraturan Desa. Ketentuan Penutup dapat memuat Peraturan pelaksanaan yang bersifat : a. Menjalankan (eksekutif), misalnya penunjukan pejabat tertentu yang diberi kewenangan untuk memberikan izin, mengangkat Pegawai, dan lain-lainnya.
21
b. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mengatur (legislative), misalnya memberikan kewenangan untuk membuat Peraturan Pelaksanaan. Bagi nama Peraturan Desa yang panjang dapat dimuat ketentuan mengenai nama singkat (judul kutipan) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Nomor dan tahun mengeluarkan peraturan yang bersangkutan tidak dicamtumkan ; b. Nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali jka singkatan atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah pengertian. Jika materi dalam Peraturan Desa baru menyebabkan perlunya pengantian seluruh atau sebagai materi dalam Peraturan Desa lama,didalam Peraturan Desa baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian peraturan desa lama. rumusan pencabutan diawali dengan frase Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku kecuali untuk pencabutan yang dilakukan dengan peraturan Desa pencabutan sendiri. Demi kapastian Hukum,pencabutan Peraturan Desa hendaknya tidak dirumuskan secara umum tetapi menyebutkan dengan tegas Peraturan Desa yang dicabut. Untuk mencabutkan peraturan Desa yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku. Gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh untuk nomor 118,119 dan 120 : Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, Peraturan Desa Nomor…… Tahun….. Tentang …….(Berita Daerah Kabupaten Sumenep Tahun .... Nomor…..) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Jika jumlah Peraturan Desa yang dicabut lebih dari 1 (satu), dapat dipertimbangkan cara penulisan dengan rincian dalam bentuk tabulasi. Contoh : Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku : 1. Peraturan Desa Nomor ……. Tahun ………. Tentang 2. Peraturan Desa Nomor ……. Tahun ………. Tentang 3. Peraturan Desa Nomor ……. Tahun ………. Tentang 4. Peraturan Desa Nomor ……. Tahun ………. Tentang 5. Peraturan Desa Nomor ……. Tahun ………. Tentang
22
10.
11.
12. 13.
Pencabutan Peraturan Desa harus disertai dengan keterangan mengenai Status Hukum dari Peraturan Pelaksanaan, Peraturan lebih rendah, atau Keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Desa yang dicabut. Contoh : Pasal 102 Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, semua Peraturan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Desa Nomor …… Tahun ……… tentang ……. (Berita Daerah Tahun ..... Nomor …….) dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Desa ini. Untuk mencabut Peraturan Desa yang telah diUndangkan tetapi belum mulai berlaku. Gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh : Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, Peraturan Desa Nomor …… Tahun ……… tentang ……. (Berita Daerah Tahun ……..Nomor …….) ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Pada dasarnya setiap Peraturan Desa mulai berlaku pada saat Peraturan yang bersangkutan di Undangkan. Jika ada penyimangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan Desa yang bersangkutan pada saat diUndangkan, hal ini hendaknya dinyatakan secara tegas didalam Peraturan Desa yang bersangkutan dengan : a. Menentukan tanggal tertentu saat Peraturan Desa akan berlaku ; Contoh : Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2006. b.
14.
Dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat Pengundangan atau penetapan agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran frase setelah…………. (tenggang waktu) sejak ………
Contoh : Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan. Hindari frase…….mulai berlaku efektif pada tanggal …………atau yang sejenisnya, karena frase ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan: saat Pengunduran atau saat berlaku efektif.
23
15.
Pada dasarnya saat mulai berlaku Peraturan Desa adalah sama bagi seluruh bagian Perundang-undangan dan seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia. Contoh : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
16.
Penyimpangan terhadap saat mulai berlaku Peraturan Desa hendaknya dinyatakan secara tegas dengan menetapkan bagian-bagian mana dalam Peraturan Desa itu yang berbeda saat mulai berlakunya. Contoh :
Pasal 45
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mulai berlaku pada tanggal ………. 17. 18.
19.
20.
Pada dasarnya saat mulai berlakunya Peraturan tidak dapat dilakukan lebih awal dari pada saat pengundangannya. Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan Peraturan lebih awal dari pada saat pengundangannya (artinya, berlaku surut), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Ketentuan baru yang berkaitan dengan masalah pidana, baik jenis, berat, sifat, maupun klasifikasinya, tidak ikut diberlaku surutkan. b. Rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut terhadap tindakan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dumuat dalam ketentuan peralihan. c. Awal dari saat mulai berlaku Peraturan sebaiknya ditetapkan tidak lebih dahulu dari saat rancangan Peraturan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat, misalnya saat rancangan Peraturan Desa itu disampaikan ke BPD. Saat mulai berlaku Peraturan Desa, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Desa yang mendasarinya. Peraturan hanya dapat dicabut dengan Peraturan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan, jika Peraturan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampungkembali seluruh atau sebagian materi Peraturan lebih rendah yang dicabut itu.
24
D. PENUTUP 1.
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan desa yang memuat : a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Desa dalam Berita Daerah. b. Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Desa. c. Pengundangan Peraturan Desa ; dan d. Akhir bagian Penutup.
2.
Rumusan Perintah pengundangan dan penempatan Pearturan Desa dalam Berita daerah yang berbunyi sebagai berikut : Contoh : Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa (jenis Peraturan Perundangundangan) ………ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah.
3.
4. 5.
Penandatangan pengesahan atau penetapan Peraturan Desa memuat : a. Tempat dan tanggal pengesahan dan penetapan b. Nama jabatan c. Tanda tangan pejabat, dan d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat Rumusan tempat dan tanggal pengesagan atau penetapan diletakkan di sebelah kanan. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma. Contoh untuk pengesahan : Disahkan di : Pabian pada tanggal ………… KEPALA DESA PABIAN ttd NAMA JELAS Contoh untuk penetapan : Ditetapkan di : Pabian pada tanggal : KEPALA DESA PABIAN ttd NAMA JELAS
25
6.
7. 8.
Pengundangan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa memuat : a. Tempat dan tanggal Pengundangan. b. Nama jabatan yang berwenang mengundangkan; c. Tanda tangan; dan d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat. Tempat tanggal Pengundangan Peraturan Perundang-undangan diletakkan di sebelah kiri (di bawah penandatanganan pengesahan atau penetapan) Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma. Contoh : Diundangkan di ………… pada tanggal …………… SEKRETARIS DAERAH (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-Undangan) Tanda tangan NAMA JELAS
9.
10. 11.
Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari Kepala Desa tidak menandatangani rancangan peraturan desa yang telah disetujui bersama antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa, maka dicantumkan kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang mengundangkan yang berbunyi : Peraturan Desa ini dinyatakan sah. Pada akhir bagian penutup dicantumkan Berita Daerah beserta tahun dan nomor Lembaran Berita Daerah tersebut. Penulisan frase Berita Daerah ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh : BERITA DAERAH KABUPATEN SUMENEP TAHUN ……….. NOMOR ……………..
E. PENJELASAN 1. 2.
3.
Peraturan Desa dapat diberi penjelasan, jika diperlukan. Penjelasan berfungsi sebagai taksiran resmi pembentuk Peraturan Desa atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidak jelasan dari norma yang dijelaskan. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut. Olek karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan.
26
4. 5. 6.
Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Desa yang bersangkutan. Contoh : PENJELASAN ATAS PERATURAN DESA PABIAN NOMOR…….TAHUN……… TENTANG PUNGUTAN DESA
7. 8.
Penjelasan Peraturan Desa memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal. Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan angka Romawi dan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh : I. II.
9.
10.
UMUM PASAL DEMI PASAL
Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang Pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Desa yang telah tercantum secara singkat dalam batang butir konsideran, serta asas-asas, tujuan, atau pokokpokok yang terkandung dalam batang tubuh Peraturan Desa. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab, jika hal ini lebih memberikan kejelasan. Contoh : 1. UMUM a. Dasar Pemikiran …… b. Pembagian Wilayah …… c. Asas-asas Penyelenggara Pemerintahan …… d. Daerah Otonom ……. e. Wilayah Administratif ……. f. Pengawasan …….
11.
Dalam penyusunan penjelasan pasal demi pasal harus diperhatikan agar rumusannya : a. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
27
b. Tidak memperluas dan menambah norma yang ada dalam batang tubuh; c. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh; d. Tidak mengulangi uraian kata, istilah, ayau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum. 12.
13.
14.
15.
Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pada pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frase Cukup Jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna frase penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan. Contoh : Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan Cukup Jelas, tanpa merinci masing-masing ayat atau butir. a. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah satu ayat atau butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai. Contoh : Ayat ( 1 ) Cukup Jelas. Ayat ( 2 ) Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada hakim dan para pengguna hukum. Ayat ( 3 ) Cukup jelas. Ayat ( 4 ) Cukup jelas. b. Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan penjelasan, gunakan tanda baca petik ( “ … “ ) pada istilah kata/frase tersebut. Contoh : Pasal 25 Ayat ( 1 ) Yang dimaksud dengan “ persidangan yang berikut “ adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses. Ayat ( 2 )
28
Cukup Jelas. Ayat ( 3 ) Cukup Jelas. Ayat ( 4 ) Cukup Jelas. F. LAMPIRAN ( Jika diperlukan ) Dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut harus dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pada akhirnya lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan/menetapkan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. BUPATI SUMENEP ttd. KH.MOH. RAMDLAN SIRAJ, SE.MM
29
LAMPIRAN II : Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor : 9 Tahun 2008 Tanggal : 25 September 2008
BENTUK PRODUK HUKUM DESA I. PERATURAN DESA PERATURAN DESA …….(nama Desa) NOMOR ….. TAHUN ……. TENTANG (Judul Peraturan) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA ……………( nama Desa ), Menimbang
: a. bahwa ……….......................................................; b. bahwa …......................................................…….; c. dan seterusnya…............................................…..;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor .... Tahun... tentang …….... (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ...., Tambahan Lembaran Negara Nomor ..); 2. Peraturan Pemerintah Nomor … Tahun …. tentang ….............. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ...., Tambahan Lembaran Negara Nomor ..); 3. dan seterusnya……..; Dengan Pesetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA…..(nama desa) Dan KEPALA DESA ……. ( nama desa ), MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DESA …………… TENTANG …… (nama PERATURAN DESA). BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan : 1. ………………………………………………………………………. 2. ……………………………………………………………………… 3. dan seterusnya ……………………………………………….
30
BAB…….. (Judul BAB) Bagian Pertama (Judul Bagian) Pasal ……. (1) ………………………………………………………………………… (2) Dan seterusnya ……………………………………………….. BAB …… ( Judul Bab) Pasal ..... (1) ......................................................................... (2) ......................................................................... (3) dan seterusnya .................................................. BAB ........ KETENTUAN PERALIHAN (apabila ada) Pasal ... ................................................................................. .............................................................................. BAB ..... KETENTUAN PENUTUP Pasal ... Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Sumenep. Ditetapkan di : …….. pada tanggal : ……. KEPALA DESA … ( nama desa ) ( tanda tangan ) (nama jelas) Diundangkan di : Sumenep pada tanggal …….. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMENEP (tanda tangan) (nama jelas)
31
BERITA DAERAH KABUPATEN SUMENEP TAHUN ….. NOMOR ……. II. PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA ...............(nama desa) DAN KEPALA DESA .........................(nama desa) NOMOR ........ TAHUN ...... TENTANG (Judul Peraturan Bersama) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA ................... DAN KEPALA DESA .................... Menimbang :
Mengingat
a. bahwa ..............................................................; b. bahwa .............................................................; c. bahwa (dan seterusnya) ...................................;
: 1. ..........................................................................; 2. .........................................................................; 3. dan seterusnya ..................................................; MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA ...........(nama desa) DAN KEPALA DESA .................... (nama desa) TENTANG ......................... (Judul Peraturan Bersama) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bersama ini yang dimekasud dengan : 1. ......................................................................... 2. ......................................................................... 3. dan seterusnya .................................................. BAB ........ (Judul BAB) Bagian Pertama (Judul Bagian) Pasal ........ (1) ........................................................................... (2) ........................................................................... (3) dan seterusnya ...................................................
32
BAB ...... (Judul BAB) Pasal ...... ................................................................................. ............................................................. BAB ........ KETENTUAN PERALIHAN (apabila ada) Pasal ... ................................................................................. ................................................................................. BAB .... KETENTUAN PENUTUP Pasal ...... Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundfangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Sumenep. Ditetapkan di : ................ Pada tanggal : ................ KEPALA DESA ............(nama desa)
KEPALA DESA ............(nama desa)
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(Nama jelas)
(Nama jelas)
Diundangkan di : .......... Pada tanggal : SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMENEP tanda tangan ( nama Jelas ) BERITA DAERAH KABUPATEN SUMENEP TAHUN ….. NOMOR …….
33
III. PERATURAN KEPALA DESA
PERATURAN KEPALA DESA ……..(nama Desa) NOMOR …. TAHUN …… TENTANG (Judul Peraturan Desa) KEPALA DESA ………… ( nama desa ), Menimbang
: a. bahwa ………..................................................; b. bahwa ….................................................…….; c. dan seterusnya…........................................…..;
Mengingat
: 1. ………............................................................; 2. …..........................................................….….; 3. dan seterusnya…......................................…..; MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN KEPALA DESA …………(nama desa) TENTANG …… (Judul Peraturan Desa) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan : 1. ………………………………………………………………… 2. …………………………………………………………………. BAB II (Judul Bab) Pasal ……. (1) …………………………………………………………………… ………………………………………….. (2) …………………………………………………………………… ………………………………………………………
BAB III (dan seterusnya) (Judul Bab)
34
Pasal ... .......................................................................... .......................................................................... ................................... BAB .... KETENTUAN PENUTUP Pasal ..... Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Sumenep.
Ditetapkan di …….. pada tanggal ……. KEPALA DESA … ( nama desa ) ( tanda tangan ) (Nama jelas) Diundangkan di : …….. pada tanggal : …….. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMENEP ( tanda tangan ) (nama jelas) BERITA DAERAH KABUPATEN … (nama Kabupaten) TAHUN ….. NOMOR …….
IV. PERATURAN PERUBAHAN PERATURAN DESA
35
PERATURAN DESA ...............(nama desa) NOMOR ........ TAHUN ...... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA .........(NAMA DESA) NOMOR ...... TAHUN ........ TENTANG (Judul Peraturan Desa) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA ................... Menimbang :
Mengingat
a. bahwa ..............................................................; b. bahwa .............................................................; c. bahwa (dan seterusnya) ...................................;
: 1. ..........................................................................; 2. .........................................................................; 3. dan seterusnya ..................................................; MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN DESA ........... (nama desa) TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA ............... (nama desa) TENTANG .......... (Judul Peraturan Desa) Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Desa ............ (nama desa) Nomor ..... Tahun .... tentang ........................(Berita Daerah Kabupaten Sumenep Tahun .... Nomor ...), diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbun yi sebagai berikut : Pasal .. ........................................................................... .......................................................................... 2. Ketentuan Pasal 6 ayat (3) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : (3) ................................................................... .................................................................... 3. dan seterusnya ................................................ BAB II
36
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundfangan Peraturan Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Sumenep. Ditetapkan di …….. pada tanggal ……. KEPALA DESA … ( nama desa ) ( tanda tangan ) (Nama jelas) Diundangkan di : …….. pada tanggal : …….. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMENEP ( tanda tangan ) (nama jelas) BERITA DAERAH KABUPATEN SUMENEP TAHUN ….. NOMOR …….
V. KEPUTUSAN KEPALA DESA
37
KEPUTUSAN KEPALA DESA ……..(nama Desa) NOMOR : 188/ /KEP/............./..... TENTANG (Judul Keputusan) KEPALA DESA ………… ( nama desa ), Menimbang
: a. bahwa ………..; b. bahwa ……….; c. dan seterusnya……..;
Mengingat
: 1. ………..; 2. …….….; 3. dan seterusnya……..; MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERTAMA
: ........................................................................... .......................................................................... ..............................................
KEDUA
: ........................................................................... ......................................................................
KETIGA
: .......................................................................... .......................................................................
KEEMPAT
: Keputusan ini ditetapkan.
mulai
berlaku
pada
tanggal
Ditetapkan di : …….. pada tanggal : ……. KEPALA DESA … (nama desa) ( tanda tangan ) (Nama Jelas)
BUPATI SUMENEP ttd. KH.MOH. RAMDALAN SIRAJ, SE.MM
38