PEMERINTAH KABUPATEN BURU PROFIL DINAS KESEHATAN TAHUN 2014
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BURU TAHUN 2015
KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT dimana atas berkah dan rahmatNya, maka tersusunlah buku Profil Kesehatan Kabupaten Buru Tahun 2014 yang merupakan hasil kerja sama dengan para pemegang program di Bidang – Seksie Lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Buru. Profil Kesehatan Kabupaten Buru Tahun 2014 merupakan salah satu produk penting sebagai sarana penyajian data dan informasi yang merupakan penunjangbagi peningkatan pengelolaannya yang dibutuhkan diberbagai tingkat administrasi. Profil ini kami sampaikan dengan harapan semoga dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Buru dalam rangka memantau dan mendukung pencapaian Visi Dinas Kesehatan “Masyarakat Buru yang Sehat, Mandiri, Sejahtera, dan Berkeadilan dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan” Sangat disadari bhwa dalam penyusunan dan penyajian data dan informasi di dalam buku ini masih menggunakan analisi yang sangat sederhana. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan profil di masa yang akan datang. Kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam penyusunan buku ini, kami menyampaikan terima kasih.
Namlea,
April 2015
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Buru
SYAFARUDDIN,AMKL NIP.19570712197912 1 004
Profil Kesehatan Kabupaten Buru - 2014
hal. ii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
I
KATA PENGANTAR
Ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BURU
2
BAB III
BAB IV
A. Kondisi Geografis
2
B. Pembagian Wilayah Administratif
3
C. Luas Wilayah Dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Buru
5
D. Topografi, Keadaan Iklim
6
E. Visi
7
F. Misi
7
G. Dinas Kesehatan Kabupaten Buru
7
SITUASI DERAJAT DAN UPAYA KESEHATAN DAERAH A. Pelayanan Kesehatan Keluarga
11
B. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
31
C. Pemberantasan Penyakit Menular
34
D. Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
46
PENUTUP
44
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Profil Kesehatan Kabupaten Buru - 2014
hal. iii
BAB I PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh Bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan Derajat Kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Nasional. Dalam Konstitusi WHO Tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat Kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang Fundamental bagi setiap orang. Perubahan pemahaman konsep akan Sehat dan Sakit serta semakin maju ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan informasi tentang Penyebab Penyakit telah menggugurkan pradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan Kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitative. Paradigma Pembangunan Kesehatan yang baru yaitu paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai modal pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Penyusunan menggambarkan
Profil
Kesehatan
Kabupaten
Buru
Tahun
2014
berupaya
secara umum tentang derajat Kesehatan masyarakat dan hasil
pencapaian program kesehatan di Kabupaten Buru serta data pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti data penduduk dan gambaran umum wilayah Kabupaten Buru. Di samping itu profil ini merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk mendiskripsikan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian program, termasuk kinerja dari penyelenggaraan pelayanan minimal di bidang kesehatan. Profil kesehatan ini merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan yang masih jauh dari kondisi ideal. Berbagai masalah klasik masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, seperti kegiatan pengelolaan data dan informasi yang belum terintegrasi dan terkoordinasi dalam satu mekanisme kerjasama yang baik.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 1
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BURU
A. Kondisi Geografis Kabupaten Buru dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat, yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000. Dengan memperhatikan kepentingan kepentingan pelayanan publik dan tuntutan rentang kendali pemerintahan, sampai dengan awal tahun 2008 wilayah pemerintahan kecamatan di kabupaten Buru mencakup 10 kecamatan. Selanjutnya, dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Buru Selatan, maka 5 wilayah kecamatan yang secara geografis berada di bagian selatan. Kabupaten Buru terpisah menjadi daerah otonom baru yakni Kabupaten Buru Selatan. Khusus untuk wilayah pemerintahan Kabupaten Buru, cakupan wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Buru terdiri: - Kecamatan Namlea
: ibukota Namlea
- Kecamatan Airbuaya
: ibukota Airbuaya
- Kecamatan Waeapo
: ibukota Waenetat
- Kecamatan Waplau
: ibukota Waplau
- Kecamatan Batabual
: ibukota Ilath
- Kecamatan Lilialy
: ibukota Sawa
- Kecamatan Teluk Kayeli
: ibukota Kayeli
- Kecamatan Lolong Guba
: ibukota Kubalahing
- Kecamatan Waelata
: ibukota Waelo
- Kecamatan Fena Leisela
: ibukota Wamlana
Kabupaten Buru terletak antara 2º 25¹ - 3º 35¹ LS dan 125º 35, 121º - 21 BT dengan memiliki luas wilayah daratan 7.595,58 Km2 dan sebagian besar wilayahnya berada pada Pulau Buru. Kabupaten Buru sendiri terletak diantara 3 kota penting di Indonesia Timur yaitu Makassar, Manado (Bitung) dan Ambon serta dilalui laut Sea Line III, telah menempatkan Kabupaten Buru pada posisi yang strategis. Secara geografis, Kabupaten Buru dibatasi oleh : ● Di sebelah utara berbatasan dengan laut Seram ● Di sebelah timur berbatasan dengan laut Manipa ● Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Buru Selatan dan laut Banda. ● Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Buru Selatan dan laut Banda
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 2
Gambar 1 : Pulau Buru
B. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Buru pada awal pemekaran terdiri atas 3 kecamatan, kemudian Pada tahun 2003 dimekarkan 2 kecamatan baru menjadi 5 kecamatan, atas dasar penetapan SK Bupati Buru Nomor : 146 – 25 tahun 2003, yakni penataan dari sebelumnya 5 kecamatan dan 62 desa menjadi 10 kecamatan dengan 94 desa. Melalui SK Bupati Buru No. 146-51 tahun 2006 maka jumlah desa bertambah menjadi 104 desa dengan 10 kecamatan. Pada tahun 2010 melalui SK Bupati Buru No 146 – 202 tahun 2010, maka wilayah kecamatan di Kabupaten Buru terbagi atas 5 wilayah dengan 82 desa dan 103 dusun. Penetapan jumlah kecamatan, desa dan dusun yang ada di wilayah kabupaten Buru berdasarkan surat keputusan Bupati tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Table 1 : Wilayah Kecamatan dan Ibu kota Kecamatan Kabupaten Buru
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan Namlea Waplau Air buaya Waeapo Batabual Jumlah
Ibu Kota Namlea Waplau Air buaya Waenetat Ilath
Jumlah Desa 12 10 23 32 5 82
Jumlah Dusun 8 5 29 56 5 103
Ket
Sumber : BPS kabupaten Buru
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 3
Gambar 2 : Peta Wilayah Administratif Kab. Buru
WILAYAH ADMINISTRATIF
Diakhir tahun 2012 dilakukan pemekaran wilayah kecamatan, sehingga kelima kecamatan tersebut telah dimekarkan menjadi 10 kecamatan sesuai table berikut : Table 2 : Wilayah Kecamatan dan Ibu kota Kecamatan Kabupaten Buru, Pasca Pemekaran
No.
Kecamatan
Ibu Kota
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Namlea Lilialy Teluk Kayeli Waplau Air buaya Fena Leisela Waeapo Lolong Guba Waelata Batabual
Namlea Sawa Kayeli Waplau Air buaya Wamlana Waenetat Kubalahing Waelo Ilath
Ket
Sumber : BPS Kabupaten Buru Secara umum, jumlah desa di Kabupaten Buru adalah 82 desa. Selain wilayah kecamatan, desa dan dusun, di Kabupaten Buru terdapat 4 (empat) wilayah petuanan (regentshape) dengan karakteristik dan sistem peradatan, kultur dan kearifan lokal yang kental dimana pengaruh karakteristik itu dalam dimensi keragaman dan kehidupan sosial kemasarakatan masih melekat kuat termasuk proses jalinan asimilasi dan akulturasi antar sesama warga masyarakat yang berlangsung aman dan harmonis.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 4
Keempat wilayah petuanan / regentshape dimaksud, antara lain : (1) Petuanan Leisela (2) Petuanan Tagalisa (3) Petuanan Liliali (4) Petuanan Kayeli Masing-masing wilayah petuanan dipimpin oleh pemerintahan adat dan dikepalai oleh seorang Raja. C. Luas Wilayah dan kepadatan penduduk Kabupaten Buru Luas
Wilayah Kabupaten Buru adalah 7.595,58 Km² dengan jumlah
penduduk sekitar 124.022 jiwa pada tahun 2014. Secara umum, kepadatan penduduk Kabupaten Buru tahun 2014 adalah 16 jiwa per Km2. .Secara spesifik, tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi pada kecamatan Waeapo (116 jiwa/Km2 ) dan Kecamatan Batabual ( 77 jiwa/ Km2) , sedangkan kepadatan penduduk yang relatif rendah terdapat di Kecamatan Fena Leisela (4 jiwa/Km2) dan Kecamatan Airbuaya (6 jiwa/ Km2).
Jumlah Penduduk : 124.022 Jiwa Grafik 1 : Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Buru Tahun 2014
( Sumber Data BPS)
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 5
Jumlah Penduduk per Gender Grafik 2 : Jumlah Penduduk per Jenis Kelamin di Kabupaten Buru Tahun 2014
( sumber Data BPS) D. Topografi, Keadaan Iklim 1. Topografi Bentuk wilayah/bentangan lahan dari Kabupaten Buru (termasuk Buru Selatan) dikelompokkan atas : a. Wilayah daratan pantai yang landai b. Wilayah perbukitan pada jarak rata-rata 10 Km dari garis pantai c. Wilayah pegunungan termasuk dataran tinggi, kelerengan bervariasi antara (0-3%), landai berubah (3–8 % ), bergelombang (8–15 %), agak curam (15 – 40%) sampai dengan curam ( > 45%). Terdapat daerah pegunungan 1.000 m dari permukaan laut, puncak gunung tertinggi adalah Gunung Kaku-Gegon yang berada pada wilayah Kecamatan Kepala Madan dengan ketinggian 2.736 M diatas permukaan laut.
2. Iklim Pulau Buru memiliki iklim tropis dan iklim musim yang dipengaruhi oleh angin musim serta berhubungan erat dengan lautan yang mengelilinginya. Kondisi Iklim Pulau Buru dalam tahun 2004 secara umum untuk inventarisasi data suhu rata-rata tahunan sebesar 26,7 ºC, dengan rata-rata suhu maksimum 30,9ºC dan suhu minimum 23,3ºC. Musim penghujan terjadi pada bulan Januari sampai dengan bulan April dengan curah hujan tertinggi pada bulan Pebruari sebesar
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 6
245,6 mm, terendah pada bulan September sebesar 12,0 mm. (sumber data : Kantor Meteorologi Namlea ). E. V i s i Visi Pemerintah Kabupaten Buru Tahun 2012 - 2017 adalah : “Kabupaten Buru yang maju dan berdaya saing sebagai sentra produksi pertanian dan perikanan menuju Masyarakat Bupolo yang Mandiri, Sejahtera, Demokrasi dan Berkeadilan“
F.
Misi Misi Pemerintah Kabupaten Buru sebagai berikut: 1. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Masyarakat Melalui peningkatan kehidupan beragama, kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan, penanganan sosial dan pengentasan kemiskinan. 2. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui peningkatan perekonomian daerah dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan, menciptakan iklim usaha yang kondusif serta peningkatan pengetahuan dan kemampuan pelaku ekonomi, didukung dengan peningkatan infrastruktur dan sarana prasarana 3. Mewujudkan Pemerintah yang Berwibawa dan Pemerintah yang Bersih (Good Government and Clean Governance) Melalui peningkatan tatakelola dan pelayanan pemerintahan yang baik dengan kualitas sumber daya manusia, profesionalisme aparatur dan pelayanan publik yang prima dalam semangat reformasi birokrasi. 4. Pemerataan dan Keadilan Pembangunan Melalui pembangunan yang merata di seluruh wilayah sampai ke pelosok, membuka aksesibilitas ke daerah-daerah isolasi dan peningkatan partisipasi masyarakat, sehingga mencapai kemandirian dan kesejahteraan.
G.
Dinas Kesehatan Kabupaten Buru 1. Visi dan Misi Jika ditelaah visi dan misi Pemerintah Daerah Kabupaten Buru tersebut, maka sebagai upaya untuk mensinkronkan antara visi dan misi Pemerintah Kabupaten Buru dengan Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Buru, maka Dinas Kesehatan kabupaten Buru telah menyusun visi serta misi yang mengacu pada visi serta misi Pemerintah Kabupaten Buru.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 7
Adapun Visi Dinas kesehatan Kabupaten Buru dalam kurun waktu Tahun 5 tahun (2012 – 2017) yaitu : “Masyarakat Buru yang Sehat, Mandiri, Sejahtera, dan Berkeadilan dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan” Dilandasi dengan pemikiran diatas maka selayaknya Dinas Kesehatan bertanggung jawab untuk mengemban amanah yang tercermin dalam visi tersebut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai standar Kementerian Kesehatan kepada masyarakat dengan memperhatikan dasardasar pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat. Untuk mencapai visi tersebut, maka Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2012 – 2017 adalah sebagai berikut : 1. Menggerakkan pembangunan yang berwawasan kesehatan 2. Terpenuhinya sumber daya tenaga kesehatan yang berkualitas\ 3. Peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif 4. Pemberdayaan
masyarakat
dalam
upaya
penanggulangan
masalah
kesehatan 5. Meningkatkan hubungan kerjasama lembaga pemerintah dan non pemerintah dalam upaya pembangunan kesehatan Dinas kesehatan kabupaten Buru adalah SKPD Pemerintah kabupaten Buru yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kabupaten Buru. Dinas kesehatan kabupaten Buru membawahi 3 bidang dan Sekretariat.
Bidang tersebut antara lain Bidang Bina Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (Yankesmas), Bidang Bina Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan serta Bidang Bina Pengembangan Kesehatan. Sedangkan pada Sekretariat terdapat 3 Sub Bagian diantaranya Sub Bagian Perencanaan, Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Buru juga membawahi 10 Puskesmas dan 1 UPTD Kefarmasian.
2. Sarana dan Prasarana Perlu diketahui bahwa derajat kesehatan manusia dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor lingkungan perilaku, pelayanan kesehatan dan faktor herediter serta ditambah dengan sarana prasarana kesehatan. Dari beberapa
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 8
faktot tersebut yang paling besar pengaruhnya salah satunya adalah faktor penunjang kesehatan yaitu “ Sarana dan Prasarana Kesehatan “ oleh karena itu sarana kesehatan harus dikelola se optimal mungkin, dari sisi manajemen dalam menginfentarisasi alat serta sarana dan prasarana yang ada di setiap fasilitas kesehatan agar dapat menunjang peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi sarana dan prasarana kesehatan di Kabupaten Buru dapat dilihat pada tabel berikut : Table 3 : Sarana dan Prasarana Kesehatan Dirinci Menurut Kecamatan JUMLAH SARANA/PRASARANA PUSKESMAS
POLINDES/ POSKESDE S
POSYANDU
NAMLEA
0
1
0
1
8
0
6
16
2
MAKO
1
0
5
1
11
0
4
16
3
SAWA
0
1
2
1
6
0
2
9
4
SAVANA JAYA
0
1
2
1
11
0
5
7
5
WAELO
0
1
8
1
12
0
7
17
6
WAPLAU
1
0
7
1
8
0
4
10
7
ILATH
1
0
3
1
7
1
3
10
8
AIRBUAYA
1
0
4
1
8
2
10
17
9
WAMLANA
0
1
6
1
11
0
8
14
10
KAYELI
1
0
6
0
7
5
2
9
5
5
43
9
89
8
51
125
JUMLAH
NON RI
LAUT
1
RI
PUSTU
RODA 2
NAMA PUSKESMAS
UKBM
RODA 4
N O
PUSLING
Sumber : Sie. Sarana Prasarana Kesehatan
Secara umum, Kabupaten Buru hanya memiliki 1 unit RSU Type D yang terletak di desa Lala, Kecamatan Namlea yang merupakan SKPD tersendiri. Sedangkan Puskesmas yang ada di Kabupaten Buru berjumlah 10 unit yang terdiri dari 5 Puskesmas Non Perawatan dan 5 unit Puskesmas Perawatan (Rawat Inap). Pustu berjumlah 43 unit. Polindes dan Poskesdes berjumlah 51 unit serta Posyandu yang berjumlah 125 yang merupakan bentuk UKBM (usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di masyarakat. Untuk sarana Transportasi yang tersebar di seluruh Puskesmas diantaranya Puskesmas Keliling (Pusling) Roda 4 sebanyak 9 unit, Pusling Roda 2 berjumlah 89 unit dan Pusling Laut berjumlah 8 unit.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 9
3. Ketenagaan - SDM Kesehatan Kondisi SDM Kesehatan di wilayah kabupaten Buru Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut : Table 4 : Gambaran SDM Kesehatan Di Kab. Buru Tahun 2013
Dokter Spesialis
Dokter Umum
Dokter Gigi
Apoteker + Farmasi (S1+D3+SMF)
Kesling (S1,D3,D1)
Gizi (S1,D3,D1)
Keperawatan (S1, D3,SPK)
Keperawatan Gigi (D3,SPRG)
Kebidanan (D3, D1)
SKM
Analis (DIII,SMAK)
Umum (SD-S1)
Jumlah Tenaga
1
Dinkes
0
1
0
0
11
6
11
0
3
9
1
15
2
UPTD Farmasi
0
0
0
4
0
0
2
0
0
0
0
0
3
Namlea
0
0
0
2
2
2
25
1
3
1
1
2
4
Sawa
0
0
0
0
2
2
7
0
2
2
0
0
5
Mako
0
0
0
1
1
1
18
0
4
1
1
0
6
Savana Jaya
0
0
0
0
3
3
20
0
4
0
0
1
7
Waelo
0
0
0
1
1
0
15
0
4
1
0
0
8
Kayeli
0
0
0
0
1
2
2
0
1
0
0
0
9
Waplau
0
0
0
0
2
2
10
0
1
1
0
1
10
1.P.Airbuaya
0
0
0
0
1
0
14
1
1
1
0
0
11
2.P.Wamlana
0
0
0
0
0
1
12
0
4
0
0
0
12
1.P.Ilath
0
0
0
0
1
0
6
0
2
2
0
0
0
1
0
8
25
19
142
2
29
18
3
19
No.
SKPD / UPTD / PKM
Ket
Sumber : Subag. Kepegawaian
Dari tabel 4 digambarkan keadaan SDM kesehatan diatas diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan paling banyak adalah perawat dengan jumlah 144 orang yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas yang ada di Kabupaten Buru yang 2 diantaranya adalah perawat Gigi, Bidan 29 orang dan Tenaga Kesling 25 orang. Secara umum SDM Kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Buru masih kurang baik secara kuantitas maupun kualitasnya yang masih harus ditingkatkan. Permasalahan distribusi atau penyebaran Tenaga kesehatan yang belum merata pun masih menjadi kendala, hal ini terkait adanya kebijakan secara politis sehingga usulan penempatan tenaga Kesehatan dari Dinkes berbeda dengan kenyataannya. Hal ini tentu mempengaruhi pelayanan kesehatan di beberapa wilayah tertentu yang oleh masayarakat masih merasa kurang menyentuh Pelayanannya .namun pada saat yang sama di wilayah lain terjadi penumpukan tenaga kesehatan seperti pada PKM Namlea. Namun hal ini terbantu dengan adanya Tenaga PTT Pusat maupun Daerah
serta Penugasan Khusus yang terdiri dari
Tenaga Dokter, Dokter Gigi, Bidan, Tenaga Gizi maupun Tenaga Kesling sehingga bisa mengatasi berbagai kendala pelayanan di masayarakat.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 10
BAB III SITUASI DERAJAT DAN UPAYA KESEHATAN DAERAH
A. PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA Mortalitas ( Angka Kematian ) Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu. Berikut adalah angka kematian pada bayi, Balita, ibu dan angka kematian kasar. 1.
Angka Kematian Bayi (AKB) Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 Kelahiran Hidup (KH) pada tahun yang sama. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tingkat provinsi maupun nasional. Selain itu, program-program kesehatan di Indonesia banyak yang menitik beratkan pada upaya penurunan AKB. Secara umumSurvey Demografi dari tahun ke tahun terjadi penurunan AKB. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 diperoleh AKB di Indonesia sebesar 34 per 1.000 Kelahiran Hidup.
Grafik Kematian Bayi Per Puskesmas Tahun 2013 - 2014 60 50 40 30 20 10 0 Naml Sawa Mako Sava Wael Wapl Air Wam Kayel Ilath ea najay o au Buay lana i a a 2013 3 2 12 3 8 3 7 8 1 8 2014 6 2 2 3 10 8 7 3 0 1
Kab
55 42
Angka Kematian Bayi yang terdapat pada Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2013 sebanyak 55 kasus (23%) dan tahun 2014 sebanyak 42 kasus (20%) dan apabila dirinci per puskesmas maka kasus kematian yang terbanyak adalah puskesmas Mako sebanyak 12
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 11
kasus untuk jumlah kasus tahun 2013 dan 2014 sebanyak 10 kasus yakni puskesmas Waelo sebanyak 10 kasus. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk menentukan faktor yang paling dominan dan faktor yang kurang dominan. Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis yang terampil, serta kesediaaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisioanal ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat AKB. Menurunnya AKB memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat. Data yang akurat sangat dibutuhkan dalam menentukan seberapa besar AKB yang terdapat di Kabupaten Buru.
2.
Angka Kematian Balita (AKABA) Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau goldenperiod dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatau Negara. Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1.000 Kelahiran Hidup. Nilai normative AKABA > 140 sangat tinggi, antara 71-140, 20-70 sedang dan < 20 rendah (Pedoman MDG’s). Angka Kematian Balita atau AKABA menggambarkan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 12
Grafik Kematian Balita Per Puskesmas Tahun 2013 - 2014 30 25 20 15 10 5 0 Naml Sawa Mako Sava Wael Wapl Air Wam Kayel Ilath ea najay o au Buay lana i a a 2013 2 0 0 0 2 1 0 0 3 1 2014 1 4 0 1 3 6 6 5 0 1
Kab
9 27
Berdasarkan data yang ada tahun 2013, AKABA di Kabupaten Buru sebanyak 9 kasus dan tahun 2014 sebanyak 27 kasus, ini terlihat bahwa terjadinya peningkatan kasus sebesar 18 kasus. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTB-S) serta Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Dari data yang ada terlihat bahwa kematian Anak Balita yang terbanyak adalah puskesmas Kayeli dengan jumlah kasus pada tahun 2013 dan 2014 sebanyak 6 kasus pada puskesmas Air Buaya dan puskesmas waplau.
3.
Angka Kematian Ibu ( AKI ) Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya ( tidak termasuk kecelakaan atau insidentil ) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup (KH). Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait dengan kehamilan. Angka Kematian Ibu (AKI) dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Angka Kematian Ibu (AKI) bersama Angka Kematian Bayi (AKB) senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Hasil survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survey (2003-2007) sebesar
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 13
228 per 100.000 Kelahiran Hidup. Angka ini turun dibandigkan AKI SDKI tahun 20022003 yang mencapai 307 per 100.000 Kelahiran Hidup. Grafik Kematian Ibu Per Puskesmas Tahun 2013 - 2014 10 9 8 7 6 5 4
3 2 1 0 Naml Sawa Mako Sava Wael Wapl Air Wam Kayel Ilath ea najay o au Buay lana i a a 2013 2 0 1 1 1 1 2 1 0 1 2014 2 2 0 0 0 2 1 1 0 2
Kab
10 10
Di Kabupaten Buru Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2013 sebanyak 10 kasus dan 2014 sebanyak 10 kasus. Dari data yang ada dapat terlihat bahwa puskesmas dalam tahun 2013 dan 2014 penyumbang kematian Ibu dua tahun berturut-turut adalah puskesma Namlea 4 kasus, Air Buaya 3 kasus, Waplau 3 kasus, Wamlana 2 kasus dan Ilath 3 kasus. Kematian ibu yang terlaporkan pada Dinas Kesehatan 2 tahun berturut- turut tidak mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena berbagai faktor antara lain pesalinan masih di tolong oleh tenaga non kesehatan, serta 3 terlambat pun masih sering terjadi. Dalam sistem rujukanpun masih mengalami kendala disebabkan karena puskesmas PONED sudah tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Peran serta masyarakat dalam membantu menekan angka kematian ibu, bayi dan balita sangat diharapkan. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK 1.
Pelayanan Antenatal (KI) dan (K4) Pelayanan Antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Tujuan Pelayanan Antenatal adalah untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi dengan sehat. Maka pelayanan antenatal sesuai standar meliputi sepuluh hal yang dikenal dengan 10T yaitu :
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 14
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Timbang Berat badan dan Ukur Tinggi Badan Ukur Tekanan darah Nilai Status Gizi ( ukur lingkar lengan atas) Ukur Tinggi Fundus Uteri Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ) Skrining status Imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan. 7. Pemberian Tablet Zat Besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin da khusus) 9. Tata Laksana Kasus 10.Temu wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan K1 adalah kunjungan pertama kali ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali, yaitu I kali pada triwulan pertama kehamilan, 1 kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga. Grafik Cakupan K1 & K4 Per Puskesmas Kabupaten Buru Tahun 2013 - 2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
K1 2013 K4 2013 K1 2014 K4 2014 Trend
Naml Sawa Mako Sava ea najay a 83,1 89,8 92,4 100 71,9 82,1 74,4 89,5 91,2 88,8 90,1 92,7 77,4 87 78,5 75,9
Wael Wapl Air o au Buay a 83,2 53,3 100 68,5 45,1 66,1 87,6 69,4 76,7 76,4 57,5 48,6
Wam Kayel Ilath lana i
Kab
100 79,2 88,4 64,9
86,6 71,4 87,3 73
94,0 76,0 90,2 74,8
89,1 77,3 97,0 85,6
Dari grafik yang ada terlihat bahwa cakupan pemeriksaan ibu hamil (KI) di Kabupaten Buru pada tahun 2014 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 cakupan KI adalah 86,6%, pada tahun 2014 cakupan KI meningkat menjadi 87,3%. Jika dibandingkan dengan target nasioanal, maka cakupan KI pada tahun 2013 belum mencapai target nasional yaitu 98%. Tahun 2014, cakupan KI pun belum mencapai target nasional yaitu 100%. Untuk cakupan kunjungan K4 ibu hamil pun mengalami peningkatan di tahun 2014. Cakupan K4 pada tahun 2013 adalah 71,4% yang meningkat menjadi 73% pada tahun 2014. Jika dibandingkan dengan target nasioanl maka cakupan K4 belum
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 15
mencapai target nasioanl pada tahun 2013 dan 2014. Pencapaian KI dan K4 pada tahun 2013 terlihat kesenjangan sebesar 15,2% dan tahun 2014 kesenjagan KI dan K4 sebesar 14,3% artinya masih terdapat 0,9% ibu hamil yang belum melakukan kunjungan K4 pada triwulan ke 3 atau, terdapat ibu hamil yang kunjungan K4 nya akan dilaksanakan pada triwulan I dan II pada thn 2016. Walaupun pencapaian kunjungan KI dan K4 pada tahun 2014 belum mencapai target secara nasional, namun ada beberapa puskesmas yang hampir mencapai target cakupan KI yaitu puskesmas Ilath, Savana jaya, Namlea, Kayeli dan Mako. Untuk pencapaian K4 seluruh puskesmas belum mancapai target yaitu 95%. Untuk tahun 2014 puskesmas yang memperoleh cakupan kunjungan KI dan K4 terendah adalah puskesmas Waplau, puskesmas Air Buaya, dan puskesmas Wamlana. Dari semua pencapaian yang telah di uraikan di atas maka secara otomatis masih mempengaruhi hasil kunjungaan KI dan K4 dilihat dari total Kabupaten walaupun mengalami peningkatan namun belum mencapai target pada tahun 2013 yaitu KI sebesar 100% dan K4 sebesar 95%.
2. Persalinan Nakes dan Kunjungan Nifas Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tenaga kesehaatan yang kompeten adalah dokter kebidanan, dokter umum dan bidan. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Buru pun masih dilakukan di luar fasilitas kesehatan oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu : kunjungan nifas pertama (KFI) pada 6 jam setelah persalinan sampai 7 hari, kunjungan kedua (KF2) dilakukan pada minggu kedua setelah persalinan dan kunjungan nifas ketiga (KF3) dilakukan minggu keenam setelah persalinan.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 16
Grafik Cakupan PN & KNF3 Per Puskesmas Kabupaten Buru Tahun 2013 - 2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Naml Sawa Mak Sava ea o najay a PN 2013 68,2 74,6 79,1 81,5 KNF3 2013 58,4 80,7 81,4 86,5 PN 2014 74,8 60,5 78,3 71 KNF3 2014 61,5 74,6 79,9 72,5 Trend
Wael Wapl Air o au Buay a 54,7 41,3 83,9 69,2 38,9 69,4 55,1 62 48,5 56,2 72,6 46
Wam Kayel Ilath lana i
Kab
76,9 77,6 62,5 53,9
69,0 66,6 66,2 65
86,3 58,9 64,3 51
69,7 60 74 92,7
Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Buru mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 69,0% dan tahun 2014 sebesar 66,2%. Jika dibandigkan dengan target nasional maka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Buru belum mencapai target nasional yaitu 89% untuk tahun 2013 dan 90% unuk tahun 2014. Hal ini terjadi disebabkan karena kemitraan bidan dan dukun yang dilaksanakan di masing-masing puskesmas belum berjalan dengan baik sehingga dukun kampung masih berperan dalam melakukan pertolongan persalinan. Walaupun cakupan yang telah dicapai belum mencapai target yaitu 89% tahun 2013 dan 90% untuk tahun 2014. Dari data yang ada terlihat bahwa pencapaian cakupan pada tahun 2014 mengalami penurunan di bandingkan dengan tahun 2013. Untuk cakupan kunjungan nifas yang terlihat pada tahun 2013 sebesar 66,6%, pada tahun 2014 sebesar 65% sedangkan untuk cakupan secara nasional tahun 2013 sebesar 89% dan tahun 2014 sebesar 90%. Cakupan tertinggi yang telah di capai oleh puskesmas pada tahun 2013 adalah puskesmas Savana Jaya, Mako dan Sawa,
untuk
cakupan yang terendah adalah
puskesmas Waplau, Namlea, Kayeli. Pada tahun 2014 cakupan kunjungan yang di capai sebesar 65% sedangkan cakupan yang tertinggi adalah puskesmas ilath dan cakupan terendah adalah puskesmas Air Buaya, Kayeli, Wamlana dan Waelo. Data yang ada menunjukan bahwa terjadi penurunan sebesar 1,6% pada tahun 2014.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 17
3. Kunjungan Neonatal Pertama ( KNI ) Dan Kunjungan Neonatal Lengkap ( KNL ) Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatal terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatal. Resiko terbesar kematian neonatal terjadi pada masa 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir difasilitas sangat dianjurkan untuk tetap tinggal difailitas kesehatan selama 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan neonatal adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatal sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatal antara lain : 1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir 2. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir 3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir Grafik Cakupan KN1 & KNL Per Puskesmas Kabupaten Buru Tahun 2013 - 2014 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00
20,00 0,00
KN1 2013 KNL 2013 KN1 2014 KNL 2014 Trend
Naml Sawa Mak Sava ea o najay a 71,2 97,3 87,5 93,8 59,9 75 79,8 77,8 99,6 99,3 99,7 100, 96,0 103, 98 86,2
Wael Wapl Air Wam Kayel o au Buay lana i a 75,5 52,4 89,3 84,4 92,3 68,2 40,9 76 92 71,4 92,5 100, 97,5 96,9 100 79,9 93,4 79,5 76,5 82,5
Ilath
Kab
74,4 49,4 99,4 100
78,7 68 98,4 91
Dilihat pada grafik yang telah dipaparkan, terlihat bahwa cakupan Kunjungan Neonatal pertama (6 jam-48 jam) setelah lahir di Kabupaten Buru cenderung mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2013 cakupan KNI di Kabupaten Buru adalah 78,7% maka pada tahun 2014 meningkat menjadi 98,4%. Untuk cakupan kunjungan neonatal pertama (KNI) Kabupaten Buru pada tahun 2013 belum mencapai target yaitu 89%, namun pada tahun 2014 telah mencapai target yaitu 90% bahkan cakupan kabupaten
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 18
pun telah melebihi target nasional yang mana terjadi peningkatan cakupan sebesar 19,7% pada tahun 2014. Pada cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KNL) terlihat bahwa pada tahun 2013 dan 2014 terjadi peningkatan cakupan yang cukup besar yaitu 23%, sedangkan dapat dilihat cakupan per puskesmas pada tahun 2014 pun mengalami peningkatan sehingga pada kunjungan neonatal yang diharapkan dapat berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Data yang ada terlihat bahwa setiap puskesmas mengalami peningkatan di atas 60% bahkan terdapat puskesmas yang telah mencapai cakupan 100% sehingga cakupan-cakupan yang ada dapat meningkatkan cakupan secara Kabupaten.
4. Bayi Lahir ditimbang dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi yang telah dilahirkan sebaiknya harus selalu dilakukan penimbangan agar supaya dapat mengetahui berat badan bayi yang dilahirkan. Apabila berat badan bayi kurang dari 2.500 gram pertama setelah lahir ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam maka bayi tersebut dikatakan bayi berat lahir rendah. Bayi berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakansalah satu factor utama yang berpengaruh terhadapkematian perinatal dan neonatal. Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Grafik Cakupan Bayi Lahir Ditimbang & BBLR Per Puskesmas Kabupaten Buru Tahun 2013 - 2014 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Na mle a Bayi Lahir Ditimbang 2013 71,2 BBLR 2013 0,00 Bayi Lahir Ditimbang 2014 99,6 BBLR 2014 0,7 Trend
Saw Ma Sav a ko ana jaya 97,3 87,5 93,8 0,00 2,70 1,83 99,3 99,7 100, 1,3 1,7 0,9
Wa elo 75,5 2,78 92,5 0,4
Wa pla u 52,4 1,55 100, 0,00
Air Bua ya 89,3 4,43 97,5 0,8
Wa mla na 84,4 0,82 96,9 0,00
Kay eli
Ilat h
Kab
92,3 0,00 100, 0,00
74,4 0,76 99,4 0,00
78,7 1,48 98,4 0,7
Dari data yang ada terlihat bahwa cakupan bayi yang lahir pada tahun 2013 terdapat 78,7% bayi yang ditimbang dan terdapat pula 1,48% bayi dengan BBLR, dan pada tahun 2014 dari bayi yang ditimbang terdapat 98,4% sedangkan bayi dengan BBLR
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 19
sebesar 0,7%. Terjadi peningkatan bayi yang ditimbang sebesar 19,7% pada tahun 2014 sedangkan bayi dengan BBLR terjadi penurunan sebesar 0,78% pada tahun 2014. Hal ini perlu diperhatikan dengan salah satu upaya agar setiap ibu hamil dapat melakukan pemeriksaan ANC yang baik sehingga kesehatan ibu hamil dan janinnya dapat dipantau setiap saat sehingga bayi lahir dengan BBLR dapat di tekan sekecil mungkin dan puskesmas perawatan yang ada juga dilengkapi dengan peralatan berupa incubator serta peningkatan SDM berupa pelatihan penanganan bayi baru lahir dengan BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah).
5. Pelayanan KB Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi pasangan usia subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan metode kontrasepsi yang meliputi : - KB ilmiah (system kalender, metode laktasi, coitus interuptus) - Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk) - Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi)
Pelayanan KB Baru Peserta KB Baru adalah PUS yang baru pertama kali menggunakan metode kontrasepsi termasuk mereka yang pasca keguguran, sesudah melahirkan, atau yang pernah di drop out (DO).
Pelayanan KB Aktif (Contraceptive Pravalence Rate/CPR) Peserta KB Aktif (PA) adalah peserta KB baru dan lama yang masih aktif
memakai alokon terus-menerus hingga saat ini untuk menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standar dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelolaan program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan system pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB kepada masyarakat adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 20
Grafik Cakupan KB Baru & KB Aktif Per Puskesmas Kabupaten Buru Tahun 2013 - 2014 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Nam Saw lea a
Mak Sava o naja ya KB Baru 2013 19,7 4,83 17,4 40,3 KB Baru 2014 13,7 8 6,9 11,7 KB Aktif 2013 70,0 62,5 69,5 71,1 KB Aktif 2014 66,9 61,6 63,7 62,7 Trend
Wael Wapl Air o au Buay a 7,16 22,5 2,02 100, 15 8,6 55,1 50,0 23,8 55,2 49 27,9
Wa Kaye Ilath mlan li a 3,14 0 0 6,6 7,3 18 33,0 36,5 48,4 38,4 48 34,3
Kab
12,2 10,9 55,4 53,9
(Sumber : Sie. Kesga)
Dilihat dari data yang ada cakupan peserta KB Aktif pada tahun 2013 sebesar 55,4% sedangkan tahun 2014 sebesar 53,9% terjadi penurunan sebesar 1,5% jika di bandingkan dengan target nasional tahun 2013 sebesar 90% dan 2014 sebesar 100%. Ini masih jauh dari apa yang diharapkan.
6. Cakupan program Gizi Program perbaikan gizi merupakan bagian integral dari program kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya . Untuk mencapai tujuan tersebut, program
perbaikan
gizi
harus
dilaksanakan
secara
sistematis
dan
berkesinambungan. Kurang gizi masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan masih tingginya prevalensi balita gizi kurang yaitu sebesar 28 % (Sensus 2005). Angka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga diduga masih tinggi.
Sedangkan penelitian pengumpulan data nasional untuk
mendapatkan angka BBLR belum pernah dilakukan. Dibanyak Negara 15-20% dari jumlah bayi secara keseluruhan merupakan BBLR, sedangkan di Indonesia di perkirakan sekitar 14-17% (Depkes, 2007). Bayi dengan BBLR akan berpotensi mengalami gizi buruk. Setiap anak dengan status gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ point 10-13 point. Potensi kehilangan IQ sebesar 50 point per orang juga terdapat pada penduduk yang tinggal di daerah rawan gangguan akibat kurang yodium (GAKY). Masalah GAKY diidentifikasikan berdasarkan angka Total Goiter Rate (TGR).
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 21
Berdasarkan survey Nasional tahun 2003 angka TGR pada anak sekolah dasar sebesar 11,1%, dan persentase konsumsi garam dengan kandungan yodium cukup ditingkat rumah tangga hanya sebesar 72.81%. masalah kurang vitamin A juga perlu diwaspadai. Meskipun Indonesia dinyatakan bebas masalah xeropthalmia pada survey vitamin A selain berdampak pada resiko kebutaan juga berdampak pada risiko kematian karena infeksi (gizi dalam angka, 2006). Beberapa dekade hingga saat ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi di posyandu, pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi, (melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), pemantauan garam beryodium di tingkat rumah tangga, Pemberian Makanan Tambahan termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), serta pemantauan dan penanganan gizi buruk. Namun demikian, hasil intervensinya belum maksimal.
a. Vitamin A. Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata dan untuk kesehatan tubuh, Selain itu juga diperlukan untuk pembentukan epitelisasi jaringan tubuh yang rusak. Sedangkan cakupan bayi balita yang mendapat vitamin A dosis tinggi adalah bayi yang berumur 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dengan dosis 100.000 SI ( kapsul warna biru ), dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI ( Kapsul vitamin merah ) sebanyak 2 kali yaitu pada setiap bulan Februari dan Agustus di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 22
Cakupan vitamin A pada bayi dan balita untuk kabupaten Buru tahun 2014 masih jauh dari target nasional yaitu sebesar 85 %. Ini disebabkan masih terdapat daerah sulit di wilayah puskesmas yang tidak terlayani dikarenakan faktor keterbatasan kapsul vitamin A di tingkat kabupaten dan puskesmas serta sumber daya manusia. Ada pula beberapa puskesmas yang memiliki 1 orang petugas gizi yang bukan berlatar belakang pendidikan gizi yaitu puskesmas kayeli ( perawat ), Sedangkan petugas gizi yang hanya sebagai honorer untuk Puskesmas Wamlana. Cakupan Vitamin A untuk bayi dan balita terendah yaitu Puskesmas Ilath yaitu 28,6 % untuk bayi dan 49,2 % untuk balita. Banyaknya daerah sulit lewat lautan dan terbatasnya stok obat vitamin A di tingkat puskesmas dan kabupaten merupakan kendala program gizi di tahun 2014. Upaya yang telah dilakukan dari pemegang program berupa sweeping vitamin A bagi bayi dan balita yang tidak mendapat kapsul vitamin A, kampanye pemberian vitamin A, droping obat vitamin A di beberapa sekolah PAUD, TK
b. ASI Eksklusif Asi Eksklusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral. Bayi dikatakan mendapatkan Asi Eksklusif, jika pada saat ditemukan masih dilakukan pemberian Asi Eksklusif berdasarkan metode recall 24 jam, Sedangkan Cakupan Asi Eksklusif adalah jumlah bayi umur 0-6 bulan yang diberi ASI saja dibagi jumlah seluruh bayi umur 0-6 bulan pada suatu wilayah dikalikan 100 (%).
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 23
Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Buru juga masih jauh dari target nasional 80 %. Ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya ASI Eksklusif. Puskesmas Sawa adalah puskesmas dengan cakupan ASI Eksklusif terendah yaitu sebesar 28,5 %, dan cakupan Asi Eksklusif 6 bulan 0 %. Namun pada Puskesmas Namlea yang nota bene adalah ibukota kabupaten cakupan Asi Eksklusif 0-6 bulan tinggi, namun cakupan Asi Eksklusif 6 bulan hanya 1,5 % saja. Ini dapat terjadi dikarenakan banyak ibu yang mempunyai bayi yang bekerja meninggalkan rumah serta banyaknya iklan-iklan atau media massa yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayinya tidak optimal . Untuk dapat meningkatkan cakupan ASI Eksklusif diperlukan satu kegiatan penggalakan sosialisasi maupun konseling secara terus menerus yang dilakukan oleh puskesmas yang melibatkan unsure-unsur organisasi terkait yang berada di tingkat kecamatan maupun tingkat desa. Penggalakan kembali program KP Ibu yang telah lama dibentuk oleh Mercy corp guna mendukung tercapainya ASI Eksklusif di Kabupaten serta mengaktifkan kembali motivator-motivator KP Ibu serta fasilitator ASI yang ada.
c. Tablet Tambah Darah ibu hamil Tablet tambah darah adalah tablet yang mengandung 200 mg Sulfas Ferosus ( yang setara dengan 60 mg besi elemental ) dan 0.25 mg asam folat. Ibu hamil yang kekurangan darah atau anemi ( kadar Hb < 11 gram %) maka diberikan tablet tambah darah selama 90 hari. Ibu hamil yang mendapat 90 tablet tambah darah adalah ibu hamil yang telah mendapat minimal 90 tablet tambah darah ( Fe3) selama periode kehamilannya di suatu wilayah kerja. Parameter yang digunakan adalah cakupan ibu hamil yang mendapat 90 tablet tambah darah dalam kurun waktu satu tahun. Cakupan pemberian tablet tambah darah di Kabupaten Buru masih dibawah standar Nasional yaitu 95 %. Puskesmas Air Buaya mempunyai cakupan pemberian tablet tambah darah terendah yaitu sebesar 48,5 %. Rendahnya cakupan ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya kurangnya upaya pemberian tablet Fe pada saat kunjungan pertama ibu hamil. Selain itu juga dikarenakan kurangnya stok obat Fe di tingkat puskesmas dan kabupaten untuk mendapatkan pelayanan ke petugas kesehatan.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 24
Upaya yang telah dilakukan oleh puskesmas/bidan antara lain dengan pembelian obat tablet tambah darah merek lain tanpa mengharapkan stok dari puskesmas, penjaringan ibu hamil di wilayah kerja masing-masing. Upaya yang telah dilakukan oleh puskesmas dalam hal ini
bidan
adalah perlu ditekankan lagi meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan saranan pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang ada, sehingga semua pelayanan maupun informasi dapat diperoleh.
d. Rumah Tangga yang menggunakan Garam Beryodium Garam beryodium adalah garam yang telah difortifikasi dengan mineral mikro yodium sebesar 30 ppm yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan yodium di masyarakat. Kekurangan yodium dalam jangka waktu panjang bisa mengakibatkan penderita gondok, dan apabila terjadi pada ibu hamil akan mengakibatkan keguguran. Cakupan garam beryodium diperoleh dari jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi garam yodium dibagi seluruh jumlah rumah tangga yang disurvey dikalikan 100 %. Cakupan garam beryodium di Kabupaten buru masih rendah, pada tahun 58,4 % sedangkan tahun 2014 sebanyak 59,1 %, kenaikan ini kurang bermakna dikarenakan masih jauh dibawah target 90 %. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat masih menggunakan garam non yodium karena bebarapa faktor yaitu ekonomis( murah) , praktis untuk memasak ( mudah dihaluskan ) dan mudah didapatkan di pasar dan warung.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 25
Cakupan garam yodium puskesmas Ilath yang paling rendah yaitu 15,2 % , dikarenakan akses wilayah kerja puskesmas Ilath ke ibukota kabupaten yang jauh melalui laut, sehingga mempengaruhi distribusi barang termasuk garam beryodium menjadi terhambat. Upaya yang telah dilakukan petugas puskesmas antara lain dengan pemantauan garam beryodium di tingkat masyarakat (SD) setiap bulan Februari dan Agustus, Penyuluhan tentang pentingnya penggunaan garam beryodium bagi pemangku kebijakan di desa/kecamatan. Upaya ini perlu ditingkatkan kembali secara optimal dengan melibatkan pedagang-pedagang garam di kios-kios di desa guna memantau peredaran garam yodium serta dilakukan
peningkatan
kapasitas
bagi
pedagang
garam
melalui
rapat/pertemuan dengan pedagang garam dengan melibatkan lintas sektor. Selain itu, di tingkat Kabupaten juga perlu diaktifkan kembali tim GAKY yang melibatkan Bappeda dan Dinas Perindag serta bagian Hukum Setda Kabupaten guna membatasi peredaran garam non yodium yang ada di Buru ini.
e. Pemantauan Pertumbuhan Pemantauan pertumbuhan balita biasa dilakukan di posyandu maupun di luar posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui adanya gangguan pertumbuhan. Persentase D/S yaitu indikator untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan posyandu. Persentase N/D untuk mengetahui keberhasilan program gizi di posyandu
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 26
Cakupan Pemantauan pertumbuhan SKDN Kabupaten Buru yang masih rendah yang ditandai dengan cakupan D/S sebesar 37,7 % di tahun 2013 dan 40,6 % di tahun 2014. Cakupan D/S yang rendah dikarenakan banyaknya bayi balita yang tidak berkunjung di posyandu untuk melakukan penimbangan, ini dikhawatirkan masih banyak balita yang kemungkinan balita gizi kurang yang belum terdata, sehingga dikhawatirkan pula banyak kasus gizi buruk yang terjadi. Karena sebagian besar kasus gizi buruk yang ditemukan dan dirawat adalah yang tidak pernah datang ke posyandu, serta telah terjadi komplikasi. Selain itu rendahnya cakupan D/S kabupaten Buru ini dikarenakan Definisi Operasional untuk sasaran yang ada menggunakan sasaran estimasi yang berdasarkan jumlah penduduk. Sedangkan jika dibandingkan dengan sasaran riil yang ada ( balia yang melapor di posyandu sesuai dengan buku juknis Surveilens 2012 ) maka cakupan D/S kabupaten lebih dari 85 %. Upaya yang telah dilakukan oleh petugas puskesmas antara lain dengan melakukan sweeping bayi balita DO posyandu, kunjungan rumah, pemberian reward bagi bayi balita yang aktif ke posyandu, Pemberian PMT Penyuluhan, Penjaringan bayi balita gizi kurang, BGM, 2T , Pertemuan dengan lintas sektor dan program, dll Dari upaya yang dilakukan oleh petugas puskesmas perlu ditinjau kembali dengan melakukan analisa masing-masing kegiatan yang telah dilakukan, juga perlunya kegiatan peningkatan kapasitas baik berupa pelatihan ataupun refreshing bagi kader posyandu guna meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kader dalam melakukan tugas di posyandu.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 27
f. Status Gizi Balita Status gizi balita merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan derajat kesehatan masyarakat, Status gizi balita dinilai dari pengukuran antropometri BB/U yang dilihat dari hasil pembacaan KMS balita yang datang menimbang di posyandu. Penilaian berdasarkan indikator BB/U dibedakan dalam klasifikasi berat badan kurang, Baik, lebih dan sangat kurang/buruk. Status gizi kurang dan buruk di Kabupaten sudah memenuhi standar nasional yaitu < 15 %, namun masih ada kasus gizi buruk yang ditemui di puskesmas. Puskesmas Namlea pada tahun 2014 ini ada 3 orang gizi buruk yang ditemukan dan ditangani. Hampir semua kasus gizi buruk pada balita dengan komplikasi diantaranya diare, TB dan kelainan bawaan.
Total jumlah kasus gizi buruk yang ada di Kabupaten Buru tahun 2014 berjumlah 4 orang. Sedangkan prevalensi gizi kurang dan BGM masih dibawah target nasional. Data prevalensi BGM tertinggi di Puskesmas Ilath. Banyaknya kasus BGM di Puskesmas Ilath ini harus segera diintervensi mulai dari sekarang dengan melakukan pemantauan status gizi anak BGM, Pemberian PMT Pemulihan 30 hari, konseling bagi keluarga. Ini dikarenakan kasus
BGM
jika
kurang
tepat
penanganannya
dikhawatirkan
akan
memberikan kontribusi pada meningkatnya angka kejadian gizi buruk. Jumlah gizi buruk yang ditemukan masih terpusat / terfokus pada ibukota kabupaten, dikarenakan banyaknya pendatang dari daerah luar yang menetap dan bermukim di Namlea dengan membawa beberapa kasus diantaranya kasus gizi buruk dengan berbagai komplikasi.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 28
Upaya yang telah dilakukan oleh petugas puskesmas antara lain dengan penjaringan dan screening anak dengan BGM/2T, pelacakan kasus yang ditemukan, Pemberian PMT Pemulihan 90 hari, Kunjungan rumah dan konseling sesuai tata laksana gizi buruk. Dari upaya yang telah dilakukan diperlukan suatu terobosan dengan memanfaatkan masyarakat/kader sebagai penggerak (pemberi informasi) dalam penemuan kasus di desa dengan terlebih dahulu masyarakat diberi pemahaman dalam pengenalan tanda-tanda gizi buruk balita. g. Berat Badan Lahir Rendah Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir ditimbang dalam 1 jam setelah masa kelahiran.
Dari data diatas jelas bahwa angka teringgi jumlah BBLR berada di Puskesmas Namlea dan Puskesmas Mako. Data Kasus BBLR ini berkaitan dengan data prevalensi KEK. Sehingga bisa dikaitkan bahwa tingginya prevalensi KEK pada ibu hamil berhubungan dengan jumlah kasus BBLR yang ada. Faktor yang bisa mentukan adanya BBLR ini sangat kompleks. BBLR dapat disebabkan oleh kehamilan kurang bulan, bayi kecil untuk masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Upaya yang seharusnya dilakukan oleh puskesmas antara lain dengan
mendorong
semua
perawatan
kesehatan
remaja
putri
dan
mengusahakan semua ibu hamil mendapatkan perawatan antenatal yang komprehensif, memperbaiki status gizi ibu hamil serta pemberian PMT bagi ibu hamil KEK, dan menghentikan kebiasaan merokok pada ibu hamil.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 29
h. Bumil KEK Kekurangan Energi Kronis pada ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama ( beberapa bulan / tahun ) dengan ukuran LILAnya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa criteria sebagai berikut : a)
Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg
b)
Tinggi badan ibu < 145 cm
c)
Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg
d)
Indeks Massa Tubuh sebelum hamil < 17
e)
Ibu menderita anemia ( Hb < 11 gr % ) Cara untuk dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil
antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur LILA, mengukur kadar Hb.
Pada Puskesmas Namlea prevalensi ibu hamil KEK masih tinggi yaitu sebesar 6,2 % , diikuti Puskesmas Mako sebasar 5,43 %. Tingginya cakupan ibu hamil dengan KEK ini dimungkinkan beberapa factor diantaranya : a) Faktor sosial di masyarakat yang mencakup pendidikan ibu , pekerjaan, dan pendapatan b) Faktor jarak kelahiran. c) Ibu yang sering melahirkan dengan jarak kurang dari 2 tahun akan berisiko mengalami KEK dibandingkan dengan ibu yang mempunyai anak dengan jarak . 2 tahun. d) Asupan zat gizi pada ibu.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 30
e) Makanan yang dimakan ibu baik dari segi kualitas dan kuantitas yang kurang akan mempengaruhi status gizi ibu. f) Faktor Paritas g) Ibu dengan jumlah anak lebih atau sama 4 kali akan berisiko dengan status kesehatan dan status gizi ibu
B. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT Morbiditas ( Angka Kematian ) Morbiditas adalah angka kesakitan (insidensi atau prevalensi dari suatu penyakit yang terjadi pada populasi dalam kurun waktu tertentu. Morbiditas berhubunga dengan terjadinya atau terjangkitnya penyakit di dalam populasi, baik fatal maupun non fatal. Angka Morbiditas lebih cepat menentukan keadaan kesehatan masyarakat daripada angka mortalitas, karena banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas yang rendah.
1. Pola 10 Penyakit terbanyak di Kabupaten Buru tahun 2014 Dari data 10 Penyakit terbanyak di Kab Buru Pada Tahun 2014 dapat dilaporkan bahwa penyakit Asma menduduki peringkat terendah dengan presentasi 1,41%, dan penyakit ISPA pada peringkat teratas dengan presentasi 28,3% dari total kunjungan 41,919 ditahun 2014. Presentasi jumlah 10 Penyakit tarbanyak ini mengalami pen urunan ditahun 2014, jika di bandingkan dengan data jumlah 10 Penyakit terbanyak di tahun 2013, dari total Kunjungan 25,043 ditahun 2013, Penyakit ISPA mendapatkan peringkat tertinggi dengan presentasi 33,64 % dan penyakit Asma menduduki peringkat terendah dengan presentasi 1,73% (lihat Gab.)
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 31
10 Penyakit Terbanyak di Kabupaten Buru tahun 2014 NO
Nama Penyakit
Jumlah
%
1
Infeksi Akut Lain pada Saluran Pernapasan Bag. Atas
11887
28,3
2
Penyakit pd Sist. Otot dan Jar. Pengikat( peny. Tulang belulang, radangsendi termasuk rematik)
3825
9,12
3
Infeksi Penyakit Usus yang Lain
3272
7,80
4
PENYAKIT TEKANAN DARAH TINGGI
3029
7,22
5
Malaria dengan Pemeriksaan Lab
2884
6,87
6
Malaria Tanpa Pemeriksaan Lab ( Malaria Klinis )
2811
6,70
7
Penyakit Kulit alergi
1633
3,89
8
Diare ( termasuk tersangka kolera )
1608
3,83
9
Penyakit Kulit Infeksi
985
2,34
10
Asma
592
1,41
Jumlah Kunjungan Penderita : 41919
2. Pola 10 Penyakit terbanyak di RSUD Namlea Terjadi perubahan pola penyakit pada 10 pnyakit terbanyak pada pelayanan Rawat jalan di RSUD namlea pada tahun 2014. Jika dilihat pada Data 2013,didapatkan Penyakit TB (Tuberkulosis ) menduduki peningkatan tertinggi dengan presentasi terendah 1,12 % adalah Penyakit Bronkhitis Akut dan Bronkiolitis Akut dari total Kunjungan Rawat Jalan 3,664.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 32
10 Penyakit terbanyak Rawat Jalan RSUD Namlea Tahun 2014 NO
JUMLAH
%
Penyakit Pulpa dan Parpikal Tuberkulosis (TB) Paru BTA (+) dgn/ tanpa tindakan Kuman TB
236
10,6
188
8,45
Bronkitis,Emfisema dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
119
5,35
4
Bronkitis akut dan Bronkiolitis akut
118
5,30
5
Karies gigi
108
4,85
6
Dispepsia
108
4,85
7
Hipertensi Esensial
73
3,28
8
Kehamilan Multipel
73
3,28
9
Infeksi saluran Napas Bag atas akut lainya
59
2,65
10
Gangguan Perkembangan dan Erupsi gigi termasuk impaksi
59
2,65
1 2 3
NAMA PENYAKIT
Di Tahun 2014 terjadi penurunan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan yang begitu segnifikan yaitu dari 3.664 ditahun 2013 menjadi 2,223 dituhan 2014. Dan terjadi perubahan pola penyakit, yakni penyakit Gangguan Perkembangan dan Erupsi gigi termasuk implasi dengan presentasi terendah 2,65 % dan yang tertinggi penyakit pulpa dan parpikal 10,6% ditahun 2014. Penyebab Pola Penyakit pada pelayanan rawat inap di RSUD Namlea belum dapat diketahui,kerena diperlukan sebua penelitian yang mendalam untuk mendapatkan gambaran penyebab yang jelas. Perubahan pola Penyakit ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 33
10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap RSUD Namlea Tahun 2014 NO
NAMA PENYAKIT
JUMLAH
%
1
Persalinan Tunggal Spontan
190
9,38
2
Diare dan Gastroenteritis oleh Penyakit Tertentu
117
5,77
3
Dispesia
87
4,29
4
cedera ydt lainya
87
4,29
5
demam yang sebabnya tidak diketahui
67
3,30
6
gejalah tanda dan penemuan klinik lab tdk normal
59
2,91
7
Anemia defisiensi zat besi
58
2,86
8
Hipertensi esensial
57
2,81
9 10
demam tifoid dan paratifoid
55
2,71
Tuberkulosis (TB) paru bta (+) dgn /tanpa tindakan kuman tb
52
2,56
Jumlah Kunjungan Penderita RI pada RSUD Namlea
: 2223
Jumlah Kunjungan Penderita Rawat Jalan RSUD Namlea
: 2025
C. PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR 1. PENYAKIT MALARIA
Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang belum dapat
ditanggulangi.
Malaria
merupakan
penyakit
menular
yang
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita, dan ibu melahirkan serta menyerang penduduk usia produktif yang mengakibatkan rendahnya produktifitas kerja. Di Kabupaten Buru Angak Kesakitan Malaria yang dinyatakan dalam satuan API (Annualy Parasite Incidence) per 1000 penduduk mulai menunjukkan penurunan, yakni dari 7,5 ‰ pada tahun 2013 turun menjadi 3,4 ‰ di tahun 2014, angka pemeriksaan darah penduduk (Annualy Blood Examination Rate/ABER) meningkat dari 4,68 % pada tahun 2013 menjadi 6,02 % ditahun 2014, sedangkan angka kasus positif dari seluruh kasus klinis yang diperiksa juga turun dari 13,9 % pada tahun 2013 menjadi 5,6 % di tahun 2014. Berikut adalah grafik cakupan program penanggulanagan malaria di Kabupaten Buru tahun 2012-2014
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 34
Berdasarkan data diatas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2012 Kabupaten Buru tergolong daerah endemisitas malaria sedang dimana API berkisar antara 1-5 per 1000 penduduk. Pada tahun 2013 status ini berubah menjadi endemisitas tinggi dimana API meningkat menjadi 6,5 per 1000 penduduk (API lebih dari 5 per 1000 penduduk). Tingginya kasus malaria tahun 2013 akibat meningkatnya mobilisasi penduduk dari daerah endemis tinggi malaria ke Kabupaten Buru akibat adanya aktivitas penambangan emas di Desa Wansait Kecamatan Waeapo dan sekitrnya, yang disertai dengan meningkanya upaya pencarian kasus klinis secara aktif di masyarakat untuk diagnosa dini dan pengobatan segera demi mencegah agar kasus malaria tidak merebak ke seluruh wilayah Kabupaten Buru, hal inilah yang memungkinkan tingginya kasus malaria di tahun 2013. Pada tahun 2014 kasus malaria mulai menunjukan penurunan dimana API turun menjadi 3,4 per 1000 penduduk.
Penurunan API yang diserta peningkatan ABER
(Annualy Blood Examination Rate/angka pemerikasan darah penduduk) dan Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 35
penurunan SPR (Slide Positif Rate/angka slide positif) menandakan makin baiknya
kualitas
program
penanggulangan
malaria
disuatu
wilayah.
Menurunnya kasus malaria tahun 2014 ini karena telah dilakukan berbagai intervensi antara lain: peningkatan kualitas sumber daya tenaga pelaksana program malaria, penemuan dini kasus klinis malaria, pengendalian vektor malaria melalui kelambuniasi, serta pemenuhan logistik malaria disemua unit pelayanan kesehatan. 2. PENYAKIT TB PARU
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (tahun 2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Di Kabupaten Buru TB Paru
masuk dalam 10 penyakit terbanyak
rawat inap maupun rawat jalan di puskesmas. Data yang dihimpun oleh Bidang PP-PL Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahun 2014 tercatat sebanyak 150 kasus TB untuk semua tipe, sedangkan jumlah kasus baru TB paru BTA positif sebanyak 105 orang, dan jumlah kasus TB Paru BTA positif yang diobati sebanyak 67 orang. Dari jumlah tersebut tercatat angka sekembuhan (Cure Rate) hanya 55,2 %, dan angka pengobatan lengkap (Comlpete Rate) 19,4. Berikut adalah data capaian program TB paru di Kabupaten Buru tahun 2014.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 36
Angka penemuan kasus baru (Case Detection Rate) TB paru tahun 2014 menunjukkan ada peningkatan dari 29 % pada tahun 2013 menjadi 41 % di tahun 2014, namun secara nasional angka ini masih rendah karena Kementerian Kesehatan RI menetapkan target CDR minimal 70%, Angka Kesembuhan (Cure Rate) dan Angka Pengobatan Lengkap (Komplete Rate) sebesar 85 %. Pada grafik diatas menunjukkan angka kesembuhan hanya mencapai 55,2 %, dan angka pengobatan lengkap 19,4 %. Rendahnya cakupan program TB Paru di Kabupaten Buru dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain masih tingginya stigma di masyarakat tentang panyakit TB paru yang menyebabkan penderita dan keluarganya malu mencari pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyaknya wilayah terpencil dan dengan transportasi dan komunikasi yang relatif sulit menyebabkan banyak penderita TB Paru yang putus berobat, serta rendahnya kinerja petugas pengelola program TB Paru, dan tidak adanya jaminan atas pekerjaan yang berisiko mempengaruhi upaya pelacakan kasus baru TB dan kasus putus berobat di masyarakat 3. PENYAKIT PNEUMONI
Pneumoni adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang ditandai dengan batuk diserta sulit bernapas dan napas cepat serta mungkin juga ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dinegara berkembang seperti Indonesia penyebab paling sering terjadinya pneumoni adalah bakteri. Balita dengan pneumoni akibat bakteri dapat berujung pada kematian akibat kekurangan oksigen (hipoksia) atau sepsis (infeksi menyebar menyeluruh). Di Kabupaten Buru Tahun 2014 diperkirakan ada sekitar 1.413 orang balita yang menderita pneumoni, namun berdasarkan data yang dihimpum oleh Bidang PP-PL dari laporan puskesmas hanya ditemukan sebanyak 40 kasus pneumoni berat dan ringan pada balita. Adapun gambaran cakupan penemuan kasus pneumoni balita di Kabupaten Buru dalam 3 tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut :
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 37
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa dalam 3 tahun terakhir jumlah kasus pneumoni balita yang ditangani di fasilitas pelayanan kesehatan cenderung menurun, cakupan penemuan kasus pneumoni balita tahun 2012 dan 2013 adalah 5,5 % dan 5,4 %, sedangkan ditahun 2014 turun sangat signifikan menjadi 2,8 %. Berdasarkan hasil survey Baseline Program REACH yang didukung oleh Unicef di empat kabupaten di Indonesia (Jayawijaya, Buru, Timor Tengah Selatan, dan Brebes) tahun
2011 menunjukkan bahwa kejadian
pneumoni balita di Kabupaten Buru sebesar
9,1 %, dan 8 % penyebab
kematian balita adalah akibat pneumoni.
Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa masih banyak kejadian pneumoni balita yang tidak mencari dan tidak mendapatkan pengobatan di fasilitas dan
pelayanan
kesehatan. Hal ini dapat mempengaruhi tingginya angka kesakitan dan kematian bayi dan balita di Kabupaten Buru. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah
pneumoni
terutama di desa terpencil yang tidak tersedia tenaga dan sarana pelayanan kesehatan adalah melatih kader MTBS-M (Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat) agar mampu mengenal tanda bahaya pneumoni dan melakukan pengonatan sederhana serta merujuk kasus kasus ke petugas kesehatan terdekat, sehingga diharapkan semua penderita pneumoni balita mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 38
4. PENYAKIT KUSTA
Hingga saat ini Indonesia belum dapat mencapai eliminasi kusta karena masih ada beberapa propinsi dan kabupaten yang belum dapat mencapai eliminasi. Di Kabupaten Buru masih banyak penderita kusta yang sedang menjalani pengobatan, dan diperkirakan masih banyak juga penderita kusta yang belum ditemukan
terutama di desa-desa terpencil dengan
hygiene dan sanitasi yang buruk. Kompleksnya epidemiologi penyakit kusta dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini menyebabkan banyak penderita yang terlambat mendapat pengobatan dan penularan yang terus menerus sehingga penderita baru banyak yang bermunculan. Gambar berikut adalah angka kejadian kusta di Kabupaten Buru Tahun 2012-2014
Angka Kesakitan (Prevalence Rate) Penyakit Kusta meningkat dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari 5,0 per 10.000 penduduk tahun 2012 menjadi 5,4 per 10.000 penduduk di tahun 2013, dan 8,5 per 10.000 penduduk di tahun 2014. Demikian halnya dengan angka penemuan kasus baru meningkat dari 12,4 per 100.000 penduduk tahun 2012, menjadi 50,4 per 100.000 di tahun 2013, dan 82,2 per 100.000 penduduk ditahun 2014. Meningkatnya
angka
kesakitan
kusta
seiring
meningkatnya
cukupan
penemuan kasus baru karena adanya kegiatan survey aktif (Rappid Village Survey) di beberapa wilayah endemis tinggi kusta dari bantuan Kementerian Kesehatan RI. Disamping itu semua puskesmas telah menggalakkan kegiatan pelacakan kusta di desa-desa terpencil
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
untuk penemuan dini dan
hal. 39
pengobatan segera bagi penderita kusta yang ditemukan. Berikut adalah capaian indikator kusta tahun 2012-2014:
Penderita kusta dengan cacat tingkat 2, tahun 2012 masih tinggi (17%), turun menjadi 5 % pada tahun 2013 dan 2014. Tingginya kasus cacat tingkat 2 menandakan keterlambatan penderita dalam pencarian pengobatan atau keterlambatan puskesmas dalam penemuan kasus di masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan kusta jika kasus cacat tingkat 2 kurang dari 5 %.
Angka kesembuhan (Ralease From
Treatmen/RFT Rate) kusta Pausi Basiler (PB) cukup baik pada tahun 2012 dan 2013 yakni 100 %, namun turun menjadi 67 % pada tahun 2014. Angka kesembuhan kusta Multi basiler (MB) meningkat dari 80 % pada tahun 2012 menjadi 89 % di tahun 2014, meski sempat turun 1 % di tahun 2013. Dari jumlah tersebut 33 % penderita kusta PB dan 11% penderita kusta MB tidak sembuh
atau tidak menyelesaikan pengobaan karena mangkir, pindah
tempat tinggal, atau meninggal. 5. PENYAKIT DIARE
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta Kejadian Luar Biasa (KLB) yang ditimbulkan. Diare merupakan salah satu penyebab tertinggi
kematian dan kesakitan anak balita.
Di Indonesia
dilaporkan bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun (Depkes 2003). Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 40
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesi tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor empat (13,2 %) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor satu pada bayi post neonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%). Berdasarkan hasil survey Baseline Program REACH tahun 2011 di empat kabupaten di Indonesia (Jayawijaya, Buru, Timor Tengah Selatan, dan Brebes) bahwa penyebab kematian balita akibat diare sebesar 24 %, dan balita yang menderita diare dalam dua minggu terakhir
saat survey itu
dilaksanakan di Kabupaten Buru sebesar 9,8 %. Meningkatnya kesakitan balita karena diare dikhawatirkan terjadi peningkatan kasus gizi buruk. Berikut adalah data penemuan kasus diare di Kabupaten Buru tahun 20122014.
Jumlah kasus diare dalam tiga tahun terakhir menunjukkan penurunan yang signifikan, walaupun jumlah kematian akibat diare justru meningkat. Seiring meningkatnya upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan penyakit menular serta meningkatnya perbaikan hygiene dan sanitasi di masyarakat, kejadian diare dengan perlahan mulai dapat ditanggulangi. Adapun pola penularan diare secara periodik terjadi pada bulan September – Januari dimana terjadi perubahan iklim yang mempengaruhi
kepadatan
vektor penular diare. Pada bulan Desember dan januari tahun 2014 terjadi peningkatan diare di beberapa wilayah
yang menyebabkan 9 kematian
balita. Berikut adalah kejadian diare berdasarkan kelompok umur penderita.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 41
Berdasarkan kelompok umur, diare lebih banyak terjadi
pada
kelompok balita umur 1-4 tahun (43 %) dan bayi 0 – kurang dari satu tahun (21%) , sedangkan pada kelompok umur lebih dari 5 tahun berada di urutan kedua (36 %) karena interval yang panjang (umur 5 tahun keatas). Sebagaimana diketahui diare sering terjadi pada anak-anak karena perilaku dan rendahnya hygiene dan sanitasi serta masih lemahnya daya tahan tubuh terhadap kuman penyakit. 6. HIV-AIDS
AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang telah tertular HIV dan 25 juta diantaranya telah meninggal akibat AIDS, sedangkan orang yang hidup dengan HIV sekitar 35 juta. Setiap hari terdapat 7400 orang baru terkena HIV atau 5 orang per menit (UNAIDS, 2008). Berbicara tentang HIV-AIDS, Indonesia tidak lagi sebagai negara dengan prevalensi rendah, tetapi sudah masuk ke epidemi terkonsentrasi dengan 5 % dari populasi tertentu yang mengidap HIV. Artinya Indonesia telah masuk dalam bahaya HIV-AIDS. Meskipun upaya penanggulangan HV-AIDS di Indonesia sudah dilakukan,
namun
data
mengenai seberapa
luas penyebarannya
di
masyarakat, siapa saja yang terlibat, faktor-faktor apa yang berpengaruh teradap masalah tersebut, dan dampak yang ditimbulkan belum tersedia di instansi-instansi resmi. Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 42
Di Provinsi Maluku sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1994 kasus HV-AIDS meningat dari ahun ke tahun. Secara kumulatif sampai dengan Desember 2011 telah mencapai 1.777 kasus (HIV 901 ; AIDS 887). Di Kabupaten Buru kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 2006 pada seorang pasien yang dirawat di RSU Namlea, hingga tahun 2007 telah ditemukan
sebanyak
5
kasus
HV-AIDS.
Berdasarkan
data
Komisi
Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) Provinsi Maluku, tercatat sebanyak 16 orang pengidap dan penderita HV-AIDS yang ditemukan sepanjang tahun 2006-2011, sedangkan pada tahun 2012-2014 ditemukan pula sebanyak 25 kasus baru HV-AIDS, sehingga jumlah kumulatif HIV-AIDS di Kabupaten Buru tahun 2006-2014 sebanyak 41 kasus. Berikut adalah data penemuan kasus baru HIV-AIDS tahun 2012-2014.
Kasus baru HIV-AIDS tahun 2012 sebanyak 8 orang (HIV: 4 ; AIDS: 4), tahun 2013 HIV-AIDS sebanyak 13 orang (HIV: 9 ; AIDS: 4), dan tahun 2014 sebanyak 4 orang (HIV: 2 ; AIDS: 2) sehingga total kasus baru sebanyak 25 orang, dari jumlah itu sebanyak 10 orang penderita AIDS meninggal. Dalam waktu tiga tahun kasus HIV-AIDS meningkat 156% dari kurun waktu sebelumnya (2006-2011), hal ini berkaitan erat dengan adanya tambang emas illegal di Kecamatan Waelata yang mulai beroperasi pada tahun 2011 dimana terjadi mobilisasi besar-besaran penduduk dari seluruh Indonesia. Pada situasi itulah disinyalir meningkatnya industri seks komersil di Kabupaten Buru.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 43
Walaupun belum diketahui jumlah pasti kasus HIV-AIDS di Kabupaten Buru namun masalah HIV-AIDS perlu menjadi program prioritas dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya. 7. PROGRAM IMUNISASI
Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective dan telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Dengan program ini, Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus , Hepatitis B, serta Pneumonia. Imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya pada tujuan ke 4A : Menurunkan Angka Kematian Balita sebesar 2/3 antara tahun 19902015, sedangkan indikator capaiannya adalah persentase anak kurang dari satu tahun di imunisasi campak. Program Imunisasi di Kabupaten Buru sudah dimulai sejak pemekaran wilayah Pulau Buru dari Kabupaten Maluku Tengan pada tahun 1998, walaupun saat itu cakupan imunisasi menurun sangat drastis akibat konflik sosial masyarakat, namun seiring berjalannya waktu program munisasi perlahan mulai menunjukkan hasil yang lebih baik atas bantuan Unicef berupa
penyediaan
peralatan
imunisasi
(system
rantai
dingin)
dan
menyediakan anggaran kegiatan kampanye imunisas rutin, MNTE (Maternal Neonatal Tetanus Neonatorum), serta kampanye imunisasi tambahan lainnya.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 44
Berikut adalah gambaran cakupan imunisasi dasar di Kabupaten Buru dalam tiga tahun terakhir :
Berdasarkan data diatas cakupan imunisasi BCG berkisar antara 83-85 %, cakupan DPT-HB3 80-91 % di tahun 2012-2013 namun turun menjadi 76 % ditahun 2014, cakupan Polio4 berkisar 80-86 % namun turun menjadi 73 % di tahun 2014, dan cakupan campak berkisar 78-85 %. Menurunnya cakupan imunisasi ditahun 2014 dapat dijelaskan bahwa terjadi perubahan signifikan dari Subdit imunisasi Kementerian Kesehatan RI tentang perubahan mekanisme perhitungan Desa UCI (Universal Child Imunization) tahun 2013. Sebelumnya UCI Desa dihitung berdasarkan cakupan dari masing-masing antigen, namun sejak tahun 2014 UCI Desa dihitung berdasarkan sistem kohort agar mudah menilai persentase bayi diimunisasi lengkap. Oleh karena cakupan
imunisasi
berdasarkan
antigen
berbeda
dengan
cakupan
berdasarkan imunisasi lengkap, sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut :
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 45
Cakupan imunisasi lengkap meningkat cukup signifikan dari 68 % tahun 2013, manjadi 86 % ditahun 2014, sehingga secara kualitas program imunisasi di Kabupaten Buru semakin baik. Program imunisasi nasional menetapkan target desa UCI tahun 2014 sebesar 80 %, namun hingga saat ini Kabupaten Buru belum dapat memenuhi target tersebut karena barbagai kendala baik dari sisi teknis maupun non teknis.
Berikut adalah
gambaran cakupan desa UCI tahun
2012-2014
Perbandingan antara desa UCI dengan desa tidak UCI hampir sama, bahkan ditahun 2012 desa UCI hanya 22 %, sedangka tahun 2013 desa UCI meningkat menjadi 51 %, namun ditahun 2014 turun lagi menjadi 46 %%. Rendahnya cakupan desa UCI karena kendala berbagai faktor antara lain masih banyak wilayah terpencil dan sulit dijangkau terutama di dataran Danau Rana Kecamatan Finaleisela dan dataran Waepo Kecamatan Lolongguba, stok out vaksin BCG dan ADS selagma lebih tiga bulan serta kerusakan lemari penyimpan vaksin di beberapa puskesmas. D. PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Kesehatan merupakan hak dasar manusia juga merupakan karunia Tuhan yang sangat berharga serta merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi
peningkatan
kualitas
sumber
daya
manusia
yang
diperlukan
untuk
menggerakkan roda pembangunan.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 46
Dalam Program Pembanggunan
Nasional (Propenas) dinyatakan bahwa tujuan
pembanggunan kesehatan adalah terwujudnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang optimal dengan sasaran yang ingin dicapai yaitu menyangkut 4 hal antara lain : 1.
Meningkatnya kemandirian masyarakat untuk memelihara dan memperbaiki keadaan kesehatannya
2.
Meningkatnya kemampuan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif dan efesien
3.
Terciptanya lingkungan fisik dan sosial yang sehat dan
4.
Menurunnya prevalensi 4 masalah gizi utama (Kurang Energi Protein, Kurang Vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Anemia), khususnya pada kelompok ibu menyusui, bayi dan balita. Salah satu program pokok dalam rangka pencapaian sasaran tersebut adalah
program perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memberdayakan individu, kelurga dan masyarakat dalam bidang kesehatan agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan individu dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri dan produktif. Program promosi
kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan
dibidang kesehatan yang merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat yang merupakan
salah satu pilar
utama dalam pencapain
Indonesia Sehat dan Millenium Development Goals (MDGs). Pentingnya peranan promosi kesehatan dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh berbagai pihak, oleh sebab itu untuk mencapai Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan RI, melalui keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 457 tahun 2008, menetapkan indicator pencapaian 17 sasaran Grand Strategy Departemen Kesehatan RI. Di dalam Grand Strategy Departemen Kesehatan tersebut yaitu pada pencapaian indicator sasaran 2 ditetapkan tujuan agar seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
1. Sumber Daya Manusia Promosi Kesehatan Pada saat ini ada kurang lebih 1.000 orang bekerja sebagai pengelola promosi kesehatan di pusat dan daerah, walaupun sebagian masih merupakan tenaga rangkap. Kwalitas SDM pengelola promosi kesehatan juga telah ditingkatkan dan telah ditetapkan adanya jabatan fungsional penyuluhan kesehatan masyarakat
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 47
(PKM). Tunjangan jabatan fungsional juga telah keluar sejak akhir tahun 2004. Pendidikan dan
pelatihan maupun orientasi dalam rangka peningkatan kualitas
tenaga juga selalu diselenggarakan setiap tahun. Pelatihan yang dilaksanakan di Provinsi maupun di pusat dimaksudkan dalam rangka peningkatan kemampuan tenaga dalam menyelenggarakan promosi kesehatan disetiap tingkatan adminitrasi. Dengan adanya otonomi daerah, kebijakan penempatan tenaga sangat tergantung pada daerah masing-masing. Dalam kaitan itu banyak tenaga promosi kesehatan atau yang dipersiapkan menjadi tenaga promosi kesehatan dimutasi ditempat lain, dan sabagai gantinya pos tersebut diisi oleh tenaga baru yang belum memahami tugas promosi kesehatan. Selain itu pada era 1970 an dahulu di Puskesmas ada tenaga PKM (disebut Wakil koordinator PKM, karena koordinator PKM adalah Dokter/ Kepala Puskesmas), kini tenaga itu tidak ada lagi. Pada saat ini tugas penyuluhan/promosi kesehatan di puskesmas sebagaian besar dirangkap oleh tenaga sanitarian, perawat, bidan atau tenaga lainnya. Di masyarakat memang ada tenaga kader, yang banyak membantu tenaga promosi kesehatan di masyarakat. Dengan tetap mengapresiasi terhadap apa yang mereka lakukan, tetapi sebagaian besar mereka bukan tenaga promosi kesehatan yang seharusnya dapat merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai kegiatan promosi kesehatan di lapangan. Apalagi angka drop out kader sejak era reformasi besar sekali. Pada masa yang akan datang diharapkan adalah tenaga khusus promosi atau penyuluh kesehatan di puskesmas. Suksesnya upaya promosi kesehatan dan pembangunan kesehatan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan mereka ini. Diharapkan rencana pemerintah
(Kementerian
Kesehatan)
untuk
menambah
tenaga
penyuluh
dipuskesmas melalui inpres dapat diwujudkan. Hal ini tentu saja sangat bagus untuk memperkuat fungsi puskesmas dalam rangka melakukan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan. Berikut ini tabel tentang gambar sumberdaya promosi kesehatan menurut menurut jabatan yang ada. Tabel 9 : Data Ketenagaan Kabupaten Buru Tahun 2013 NO
KAB/KOTA
STRUKTURAL
NON FUNGSIONAL PKM
1.
BURU
13
9
JUMLAH FUNGSIONAL PKM AHLI
TERAMPIL
0
0
(Sumber : Sie. Promkes)
Dari tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa tenaga structural di kabupaten Buru (setara eselon III dan IV) sebanyak 13 orang. Sedangkan Jumlah tenaga non fungsional PKM ada 9 orang yang menyebar di Puskesmas. Sedangkan di 10
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 48
Puskesmas yang ada, tidak ada petugas promosi kesehatan yang menempati jabatan fungsional PKM. 2. Sarana Promosi Kesehatan Penyelenggaraan promosi kesehatan dapat berjalan dengan baik bila didukung dengan sarana yang memadai. Berbagai kegiatan promosi kesehatan mulai dengan kegiatan penyuluhan, sosialisasi, sampai dengan kampanye tidak terlepas dari penggunaan sarana promosi kesehatan. Memahami bahwa sarana promosi kesehatan mempunyai andil yang besar dalam memberikan kemudahan klien/audiensi untuk memahami pesan-pesan promosi kesehatan yang diperoleh, maka melalui rancangan Sistem Promosi Kesehatan Daerah telah ditentukan “standar minimal sarana promosi kesehatan didaerah baik ditingkat provinsi, kabupaten maupun puskesmas/kecamatan”. Jenis sarana dan prasarana standar yang wajib dimiliki pengelola program promosi kesehatan ditingkat kabupaten yaitu OHP, LCD, Slide proyektor, TV, Video, Kamera Video, Generator set, Kamera foto, alat reproduksi kaset, public address sistem, wireless, radio cassette recorder, megaphone, PC, note book, mesin stensil, meja loyout, almari media, panel pameran, standar flipchar, video projector, mobil unit penyuluh, peralatan grafis, almari AVA, papan informasi dan studio mini (lihat lampiran). Tabe10: Data Sarana Promosi Kesehatan Di Kabupaten Buru Tahun 2014
KAMERA VIDEO
GENERATOR SET
KAMERA FOTO
PUBLIC ADDRESS SYSTEM
WIRELESS
RADIO KASET RECORDER
MEGAPHONE
LCD MEGA LAYOUT
LEMARI MEDIA
PANEL PAMERAN
STANDART FLIPCHART
VIDEO PROJECTOR
MOBIL UNIT PROMOSI KESEHATAN
PERALATAN GRAFIS
DEKSTOP PUBLISHER
PAPAN INFORMASI
STUDIO MINI
LAIN-LAIN
BURU
VIDEO
1.
TV
KAB /KOTA
SLIDE PROJECTOR
NO
OHP
SARANA PROMOSI KESEHATAN
0
0
0
0
0
3
0
0
1
0
1
4
0
0
0
0
0
0
0
2
0
3
(Sumber : Sie. Promkes)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sarana penunjang program promosi kesehatan di kabupaten Buru masih sangat minim sehingga sangat beralasan jika pelaksanaan program promosi kesehatan di lapangan dirasakan masih belum optimal. Pada tahun 2013, sarana promosi kesehatan yang diadakan Pemerintah Kabupaten Buru yaitu motor penyuluhan kesehatan beserta paket mini penyuluhan sebanyak 3 (tiga) unit, yang tersebar di Puskesmas sebanyak 2 (dua)
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 49
unit yaitu Puskesmas Mako dan Wamlana serta 1 (satu) unit di Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.
3. Cakupan Program Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Berikut akan dijelaskan capaian program promosi kesehatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan masyarakat kabupaten Buru tahun 2014 berdasarkan KEPMENKES RI Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang RENSTRA KEMENKES RI Tahun 2010 – 2014 dikemukan bahwa yang menjadi luaran tolok ukur program promosi kesehatan antara lain:
a. Persentase Rumah Tangga ber PHBS sebesar 70% diakhir tahun 2014 Persentase rumah tangga ber PHBS di kabupaten Buru tahun 2014 dapat dijelaskan pada tabel berikut: Data Rumah Tangga Ber-PHBS Kabupaten Buru 2014 NO
JUMLAH RUMAH
JUMLAH RUMAH TANGGA
RUMAH TANGGA
TANGGA
YANG DIPANTAU
BER-PHBS
(3)
(4)
8,885
25
PUSKESMAS
(1)
(2)
CAPAIAN (%)
KET
(5)
(6)
(7)
7
0
1
Namlea
2
Kayeli
881
820
0
0
3
Savana Jaya
1,363
877
71
5
4
Mako
4,223
445
23
1
5
Waelo
5,049
1,814
946
18,7
6
Sawa
1,950
874
228
12
7
Waplau
1,604
611
59
4
8
Wamlana
2,054
680
159
8
9
Airbuaya
1,998
1,994
30
2
10
Ilath
1,707
1,550
0
0
TOTAL
29,714
9,690
1,523
5,1 %
Sumber : Data Puskesmas Se-Kabupaten Buru
Dari tabel diatas diketahui bahwa pada tahun 2014 cakupan rumah tangga yang ber PHBS sebanyak 5,1%. Capain ini masih sangat jauh dari target Nasional yaitu 70%. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 maka cakupan rumah tangga ber-PHBS di Kabupaten Buru mengalami penurunan yang sangat drastis. Jika pada tahun 2013 cakupan RT ber-PHBS 43% maka tahun 2014 turun menjadi 5,1%. Faktor yang menyebabkan sehingga terjadi penurunan cakupan yang sangat signifikan yaitu berubahnya cara penilaian terhadap 10 indikator PHBS tatanan RT. Jika pada tahun 2013, untuk RT yang didata apabila memenuhi sekurang-kurangnya 5 indikator positif maka dianggap telah memenuhi kriteria rumah tangga yang ber-PHBS. Berbeda dengan tahun 2014,
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 50
rumah tangga yang ber PHBS adalah rumah tangga yang memenuhi seluruh indikator PHBS tatanan rumah tangga yang ada. Sepuluh indikator tersebut adalah : 1. Persalinan oleh tenaga kesehatan 2. Memberi Bayi ASI Ekslusif 3. Menimbang bayi dan balita setiap bulan 4. Mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun 5. Menggunakan air bersih 6. Menggunakan jamban sehat 7. Memberantas jentik di rumah 8. Makan sayur dan buah setiap hari 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok di dalam rumah Trend cakupan RT Ber PHBS di kabupaten Buru mulai tahun 2011 sampai 2014 dapat dilihat pada grafik berikut :
Dari grafik diketahui bahwa pada tahun 2011 sampai 2013 terjadi peningkatan cakupan rumah tangga yang ber-PHBS. Akan tetapi pada tahun 2014 terjadi penurunan signifikan cakupan menjadi 6,8%.
b. Persentase Desa siaga aktif sebesar 35% diakhir tahun 2014 Desa siaga yang dibentuk di kabupaten Buru pada tahun 2013 yaitu sebanyak 82 desa siaga. Namun, diantara 82 desa siaga yang dibentuk tersebut
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 51
hanya sekitar 22 desa yang dapat dikategorikan sebagai desa siaga aktif karena adanya bangunan Poskesdes dan petugas kesehatan. Namun jika dilihat dari kegiatan yang harus dilakukan di dalam desa siaga tersebut, maka 22 desa siaga aktif tersebut semuanya dikategorikan kedalan desa siaga Pratama. Jika dipersentasikan maka cakupan desa siaga aktif stratifikasi paratama sebesar 26,8%. Capaian ini masih jauh dari target nasional yaitu 35% diakhir tahun 2014. Data Poskesdes yang beroperasi Kabupaten Buru 2014
NO
1.
KAB/ KOTA
JUMLAH DESA
BURU
JUMLAH
JUMLAH YANG DILATIH
JUMLAH POSKESDES YANG BEROPERASI
KADER
TOMA
TOGA
KADER
TOMA
TOGA
22
441
-
-
10
-
-
82
KETERANGAN
(Sumber : Sie. Promkes)
Pengembangan Desa Siaga sering dihubungkan dengan aktif tidaknya Poskesdes yang ada di desa tersebut serta sejauh mana keterlibatan masyarakat, khususnya stake holder dan para pemangku kepentingan yang ada didesa dalam pelakasanaan program-program kesehatan yang ada di desa. c. Persentase SD yang mempromosikan kesehatan sebesar 40% diakhir tahun 2014 Sekolah sebagai salah satu sasaran dalam pembinaan PHBS pada 5 tatanan utama diharapkan dapat menjadi tempat yang potensial didalam pembinaan
hidup
sehat,
yang
pada
gilirannya
diharapkan
mampu
mempromosikan kesehatan bagi seluruh masyarakat dan warga sekolah yang ada. Pembinaan program PHBS tatanan sekolah tidak bisa dilepaspisahkan dari pengembangan UKS yang ada di sekolah. Oleh karena itu, UKS di sekolah diharapkan
dapat
menjadi
tempat
pengembangan
program
sekaligus
pembinaan PHBS tatanan sekolah itu sendiri. UKS yang ada di sekolah diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan program-program kesehatan yang ada di sekolah. Indikator
penting
yang
sering
digunakan
dalam
menilai
tingkat
keberhasilan program promosi kesehatan di sekolah yaitu dengan menilai sejauh mana dan seberapa banyak sekolah dasar yang ada dalam suatu wilayah didalam mempromosikan kesehatan disekolahnya. Bentuk promosi kesehatan
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 52
yang dilakukan disekolah dapat secara aktif maupun pasif diantaranya sosialisasi, penyuluhan massal, advokasi program, pemberdayaan warga sekolah
serta
dengan
ikut
berpartisipasi
mempromosikan
pesan-pesan
kesehatan melalui media promosi kesehatan seperti spanduk, brosur, lembar balik, stiker, standing banner, dll. Capaian Sekolah Dasar
(SD)
yang
mempromosikan
kesehatan
di
kabupaten Buru pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut : Data Sekolah Yang Mempromosikan Kesehatandi Kabupaten Buru Tahun 2014 JUMLAH SEKOLAH DASAR
JLH
NEGERI
SWASTA
JLH
BUR U
PERSENTASE SEKOLAH YANG MEMPROMOSIKAN KESEHATAN
SWASTA
1.
KAB/ KOTA
JUMLAH SEKOLAH YANG MEMPROMOSIKAN KESEHATAN BERDASARKAN STRATA
NEGERI
NO
JUMLAH SEKOLAH YANG MEMILIKI UKS
SM
106
39
145
21
0
21
99
SS
SO
SP
0
0
0
KET
68,3%
Sumber : Data Sekunder (Dinas Kesehatan dan Dinas PKPO Kab.Buru)
Dari
tabel
diatas
dapat
diketahui
bahwa
cakupan
SD
yang
mempromosikan kesehatan di kabupaten Buru tahun 2014 yaitu 68,3%. Diantara 140 SD yang ada, hanya 99 SD yang telah mempromosikan kesehatan di sekolahnya. Capain ini jika dibandingkan dengan target nasional maka apat dikatakan telah melampaui target nasional yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2014 nanti. d. Jumlah kebijakan teknis promosi kesehatan yang terintegrasi dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan sebesar 25 dokumen Kebijakan teknis yang diharapkan dapat menjadi acuan serta pedoman dalam pelaksanaan program promosi kesehatan di kabupaten Buru dapat dilihat pada tabel berikut :
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 53
DATA KEBIJAKAN TEKNIS PROMOSI KESEHATAN DI KABUPATEN BURU NO
KAB/KOTA
JENIS KEBIJAKAN SEHAT DI DAERAH
Thn
TENTANG
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.
BURU
1. Keputusan Bupati Buru Nomor : 440/37
2013
1. Penetapan Desa Siaga di Kabupaten Buru
2. Keputusan Bupati Buru Nomor : 440.05-274a
2012
2. Pembentukan tim koordinasi dan tim pelaksanaan distrik team problem golving kesehatan ibu,bayi dan anak balita di kabupaten Buru
3. Keputusan Bupati Buru Nomor : 443.1.129
2012
3. Pembentukan kondisi penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Buru
4. Keputusan Bupati Buru Nomor : 441.05-155
2012
4. Pembentukan tim dan sekretariat kelompok kerja operasional Desa/Kelurahan Siaga Aktif dan UKBM
Sumber : Data Sekunder (Dinkes Kabupaten Buru)
Kebijakan teknis yang ada di kabupaten Buru terkait dukungan terhadap program kesehatan sebenarnya masih sangat banyak, akan tetapi jika diperhatikan baik-baik maka kebijakan teknis terkait pengelolaan program Promosi dan Pemberdayaan masyarakat masih sangat minim. Pada tabel diatas diperlihatkan beberapa kebijakan teknis terkait masalah kesehatan, namum hanya ada 2 kebijakan yang mengatur tentang program promkes dan pemberdayaan masyarakat yaitu nomor 1 dan 4.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 54
BAB IV P E N U T U P
Keberadaan data dan informasi sangat dibutuhkan oleh para penentu kebijakan dan perencana pembangunan kesehatan di segala tingkat administrasi. Oleh karena
itu,
pentingnya penyajian data dan informasi dalam bentuk narasi dan lampiran profil Dinas Kesehatan Kabupaten Buru ini, diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan untuk menilai pencapaian program yang telah dilaksanakan. Serta berguna untuk mengambil langkahlangkah perbaikan terhadap program yang dijalankan sehingga masyarakat dapat merasakan hasil dari bentuk pelayanan yang bermutu dan terjangkau. Data dan informasi yang terdapat dalam profil kesehatan Kabupaten Buru ini adalah berdasarkan pencapaian masing-masing program, namun masih ada perbedaan data cakupan program dengan sasaran yang sama,sehingga ini menjadi catatan penting bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Buru dalam menselaraskan data antar program tersebut. Untuk perbaikan kedepan terhadap substansi penyajian ataupun waktu terbit dari profil kesehatan Kabupaten Buru ini, dibutuhkan adanya komitmen bersama, keseriusan dan dukungan dari segala pihak di lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Buru agar penyajian data profil kesehatan ini dapat diterima keakuratannya.agar tujuan profil kesehatan Kabupaten Buru dapat menjadi salah satu sumber data dan informasi dapat tercapai. Demikianlah penyajian Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Buru tahu 2014, walaupun masih jauh dari yang diharapkan semoga narasi dan lampiran ini dapat memenuhi kebutuhan akan data dan inormasi kesehatan untuk melihat seberapa jauh perubahan yang telah dicapai dari tahun ke tahun terhadap pembangunan kesehatan secara menyeluruh.
Profil Kesehatan Kab. Buru 2014
hal. 55