KONFLIK AGRARIA Perjuangan anggota SPI Basis Damak Maliho dikriminalisasikan Polres Deli Serdang
LUAR NEGERI
Pemerintah harus bantu petani yang terimbas krisis global akibat jatuhnya harga produk pertanian
3
Gerakan rakyat harus bersatu melawan FTA
4
6
EDISI 58. DESEMBER 2008
Harga Rp. 2000,-
KONFLIK AGRARIA
SPI Basis Simpang Kopas beraudiensi ke DPRD Kabupaten Asahan Anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas yang didampingi oleh Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Asahan serta Pengurus Serikat Petani Indonesia (SPI) Wilayah Sumatera Utara melakukan audiensi ke Komisi A DPRD Asahan (3/11). Audiensi ini terkait dengan surat panggilan dari Polsek Bandar Pasir Mandoge terhadap anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas terkait dengan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Surat panggilan ini merupakan surat panggilan kedua dari Polsek Bandar Pasir Mandoge terhadap enam anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas diantaranya Carolina, Armandani Sirait, Painam Br. Butar-butar, Ratna, Jainuddin Sirait dan Keneddy Manurung. Panggilan dari pihak Kepolisian Sektor Bandar Pasir Mandoge ini terkait dengan sengketa lahan antara anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas dengan perusahaan PT Jaya Baru Pertama. Rombongan dari Serikat Petani Indonesia (SPI) ini diterima oleh Syafruddin Zuri - Sekretaris Komisi A DPRD Asahan, Nazaruddin Siahaan Wakil Ketua DPRD Asahan. Dari hasil audiensi ini, Syafruddin Zuri, Sekretaris Komisi A Bersambung ke hal.2
Ketua SPI Jawa Timur, Ruslan, melantik pengurus terpilih DPC SPI Kabupaten Blitar (Hal. 8)
KRISIS HARGA PANGAN
Laksanakan pembaruan agraria, berikan harga layak untuk petani Ditengah-tengah janji pembaruan agraria yang tidak terpenuhi, petani kembali harus berhadapan dengan dampak krisis global. krisis finansial yang melanda negara Amerika mempengaruhi negaranegara lain yang banyak menggunakan mata uang tersebut dalam berbagai kegiatannya termasuk kegiatan ekspor-impor internasional. Imbasnya saat ini dirasakan oleh petani tanaman perkebunan di Indonesia, terutama karena memang produk perkebunan cenderung berorientasi ekspor dan harganya tergantung pada pasar internasional. Tingginya harga sawit pada awal tahun 2008 lalu, sempat dinikmati petani yang menanam tanaman ini
meskipun harga yang diterima petani masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh industri pengolahan kelapa sawit. Harga CPO di pasar internasional mencapai US$1100 per tonnya pada pertengahan tahun 2007, dari sebelumnya rata-rata harga CPO selama tahun 20052006 adalah US$500 per ton. Namun tidak adanya kontrol harga yang tegas mengenai harga jual tandan buah segar (TBS) sawit dari petani kepada pabrik pengolahan serta rendahnya posisi tawar petani membuat petani sangat rentan terhadap ketidakstabilan harga ini. Seiring dengan terjadinya krisis finansial globaL, di Jambi saat ini harga kelapa sawit anjlok, dari kisaran
harga 1900/Kg TBS sekarang menjadi 700/kg - per 9 november 2008 (tanpa ada pembedaan tahun tanaman, diambil harga yang terendah). Begitu pula dengan karet, jika beberapa bulan lalu harga karet mencapai 13.000/Kg, maka saat ini karet hanya dihargai sebesar Rp.3.000/Kg. Parahnya, harga yang seharusnya diterima petani juga telah dipotong tanpa informasi yang jelas. Jika merunut harga yang ditetapkan oleh PEMDA Jambi per 5 November 2008 lalu petani seharusnya mendapatkan harga sebesar Rp. 892/Kg, namun ternyata harga di beberapa PKS di Sungai Bahar yang diterima oleh petani hanya mencapai 680/Kg. Bahkan, setelah dipotong untuk Bersambung ke hal.2
PEMBARUAN TANI
EDISI 58. DESEMBER 2008
Pelaksanaan... transpor, upah bongkar muat dan Jasa KUD maka harga yang diterima petani hanya mencapai 420/Kg. Dengan harga ini, petani telah merugi sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyak petani juga yang terancam kehilangan tanahnya akibat tidak mampu melunasi hutang-hutangnya. Disamping itu, petani terancam krisis dua kali lebih lama yakni, ketidak mampuan untuk memberi pupuk saat ini. Inilah yang menyebabkan banyak petani yang mengalami depresi berat. Kondisi tersebut makin diperparah dengan masih banyaknya tanah petani terancam dirampas oleh perkebunan besar, diantaranya seperti yang dialami 1500 KK petani atas tanahnya seluas 7000 Ha yang dahulu merupakan eks HGU PT Asialog. Krisis finansial global saat ini adalah suatu bukti bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang membiarkan pasar mengatur dirinya sendiri hanya dipakai oleh kelompok pemodal untuk terus memperkaya dirinya sendiri melalui kegiatankegiatan spekulasi.
Meletakkan/membiarkan perusahaan agribisnis terlebih agribisnis transnasional, seperti PT Salim Plantation, Asian agri, astra agro lestari, London sumatera Indonesia, duta palma dan bakri sumatera plantation, juga sinar mas menjadi merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal. Maka dari itu Pembaruan Agraria merupakan jawaban yang tidak dapat dipungkiri untuk lepas dari krisis. Sehingga perekonomian rakyat akan bisa terbangun secara kuat dan mandiri. Melihat kondisi diatas, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan kaum tani di Jambi pada khususnya, maka DPW SPI Jambi menuntut pemerintah untuk segera melaksanakan pembaruan agraria. Selain itu pemerintah harus melakukan perlindungan dan jaminan harga yang layak bagi petani serta melakukan pengawasan dalam implementasinya. Ekspansi industri dan perkebunan besar yang terus merampas tanah rakyat harus segera dihentikan. Pemerintah juga harus melakukan distribusi tanah untuk petani sebagai upaya
untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Terakhir pemerintah bersama dengan organisasi petani sawit harus berupaya membangun pabrik pengolahan hasil
perkebunan menjadi barang setengah jadi dan barang jadi melalui koperasi yang dikelola oleh petani untuk memenuhi kebutuhan nasional.
SPI Basis... DPRD Asahan berjanji bahwa pada Hari Rabu, tanggal 5 November 2008, akan melakukan kunjungan ke Polsek Bandar Pasir Mandoge dan meminta kepada pihak Kepolisian Sektor Bandar Pasir Mandoge tidak melakukan penahanan terhadap anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas dikarenakan sengketa lahan antara anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Simpang Kopas dengan perusahaan PT Jaya Baru Pertama masih dalam proses penyelesaian oleh pihakpihak yang terkait yaitu BPN Asahan dan Komisi A DPRD Asahan sendiri. Selain itu juga, dalam waktu dekat Komisi A DPRD Asahan
akan beraudiensi ke Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara, dalam rangka mempertanyakan mengenai penyelesaian sengketa lahan oleh BPN Sumut khususnya sengketa lahan yang ada di Kabupaten Asahan. Menurut Zubaidah, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Asahan mengatakan bahwa diantara sengketa lahan di Kabupaten Asahan yang akan dipertanyakan Komisi A DPRD Asahan kepada Kanwil BPN Sumut, dua kelompok diantaranya merupakan anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Asahan.
Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arifin Fuad Pemimpin Redaksi: Cecep Risnandar; Dewan Redaksi: Achmad Ya’kub, Ali Fahmi, Agus Rully, Tejo Pramono, M Haris Putra, Indra Lubis, Irma Yani; Redaktur: Muhammad Ikhwan, Tita Riana Zen, Wilda Tarigan, Syahroni; Reporter: Elisha Kartini Samon, Susan Lusiana (Jakarta), Tyas Budi Utami (Jambi), Harry Mubarak (Jawa Barat), Muhammad Husin (Sumatera Selatan), Marselinus Moa (NTT). Sekertaris Redaksi: Tita Riana Zen Keuangan: Sriwahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan; Penerbit: Serikat Petani Indonesia (SPI) Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5 Jakarta Selatan 12790. Telp: +62 21 7991890 Fax: +62 21 7993426 Email:
[email protected] website: www.spi.or.id
2
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
KRONOLOGIS KONFLIK AGRARIA
Perjuangan anggota SPI Basis Damak Maliho dikriminalisasikan Polres Deli Serdang Medan (14/11). Di tengah upaya perjuangan untuk merebut kembali lahan yang telah sekian lama dirampas oleh PTPN IV Adolina, ancaman dan intimidasi terhadap petani Damak Maliho terus menerus berlangsung. Pada Oktober 2007, sebanyak lima orang petani anggota SPI Basis Damak Maliho diperiksa dan ditahan oleh Polres Deli Serdang, serta diintimidasi untuk menandatangani surat pernyataan meninggalkan lahan. Akhir Januari 2008, sebanyak tujuh orang petani anggota SPI Basis Damak Maliho mengalami tindak kekerasan dan penangkapan oleh Polres Deli Serdang. Masyarakat Damak Maliho merupakan pewaris dan pemilik lahan yang telah menggarap dan membuka lahan sejak tahun 1960-an. Hingga pada tahun 1972, muncul perusahaan perkebunan P.T. Sari Tugas yang merampas dan mengambil alih secara paksa lahan milik warga dengan dukungan Kapten Kasmir Ali, penguasa Koramil Butepra pada waktu itu. Melalui teror dan intimidasi, aparat koramil memaksa warga untuk meninggalkan lahan. Pada tahun 1974, P.T. Sari Tugas beralih nama menjadi PNP IV Pabatu, kemudian beralih lagi menjadi PNP VI Pabatu, dan hingga sekarang beralih nama menjadi PTPN IV Kebun Adolina Bah Jambi. Petani Damak Maliho mengumpulkan keberanian untuk menuntut kembali lahan yang dirampas oleh perkebunan, setelah bertahun-tahun menahan diri akibat otoritarianisme rezim Orde Baru. Mereka mulai menggarap dan menanami lahan dengan tanaman jagung. Dan terbukti, dengan mengolah kembali lahan milik mereka yang selama ini telah dirampas. Ternyata hal tersebut sangat berpengaruh besar terhadap perubahan kondisi ekonomi petani yang selama ini kesulitan ekonomi dan tidak mampu menghidupi keluarga. Namun senantiasa terjadai ancaman dan intimidasi atas
perjuangan yang mereka lakukan. Meski demikian, petani Damak Maliho tetap melakukan berbagai upaya untuk mengambil kembali lahan mereka dengan mengadukan permasalahan tersebut ke pihak Legislatif, Eksekutif, dan BPN, dari tingkat Kabupaten hingga Propinsi yang masih dalam proses penyelesaian. Pada hari Jum’at 14 November 2008, sekitar pukul 11.00 wib, beberapa orang petani Anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Damak Maliho ditangkap dan dibawa ke Polres Deli Serdang. Penangkapan kali
perlawanan orang-orang yang berseragam polisi lengkap langsung menangkapnya dan membawanya dengan menggunakan mobil tersebut. Sementara Surat Perintah Penangkapan Tersangka dengan No. SPBP/1677B/IX/2008 tertanggal 14 November 2008 yang menugaskan kepada Bripka AG Sitepu NRP 37090437 diserahkan kepada anak Pak Ribut. 2. Beberapa saat setelah menangkap Pak Ribut, polisi juga mendatangi rumah Pak Ngatimin alias Wak Min.
Penangkapan kali ini terjadi setelah petani anggota SPI Basis Damak Maliho menolak untuk menghadiri dua surat panggilan sebelumnya dari Polres Deli Serdang, karena takut diintimidasi. ini terjadi setelah petani anggota SPI Basis Damak Maliho menolak untuk menghadiri dua surat panggilan sebelumnya dari Polres Deli Serdang, karena takut diintimidasi. Adapun kronologis penangkapannya sebagai berikut: 1. Pak Jumadi alias Pak Ribut sedang beraktivitas di lahan memotong-motong batang ubi untuk untuk ditanam, kemudian terlihat mobil Sedan dan mobil Kijang Innova dengan plat BH (Tanda Nomor Kendaraan Propinsi Jambi) di sekitar lahan pertanian yang sedang digarapnya. Pak Ribut curiga dengan kedua mobil ini, lantas dengan mengendarai sepeda motornya ia pulang ke rumah. Sesampainya di rumah tanpa dapat memberikan
Karena ketakutan rumahnya dikepung oleh petugas polisi, ia berusaha melarikan dari karena ketakutan. Polisi langsung mengepung rumah Pak Ngatimin, mengejar dan mengeluarkan senjata untuk mencegahnya lari. Pak Ngatimin dibawa bersama Pak Ribut. 3. Rombongan polisi berseragam lengkap ini juga melakukan pencarian terhadap Pak Sumadi. Pak Sumadi akhirnya ditemukan dan langsung ditangkap di jalan. Sebelum polisi melakukan penangkapan terhadap dirinya, Pak Sumadi sempat mempertanyakan surat perintah penangkapan atas dirinya dan sempat terjadi perdebatan antara Pak Sumadi dengan polisi. Polisi tetap
memaksa dan akhirnya mangangkut paksa Pak Sumadi ke dalam mobil. Dengan kejadian ini, DPW SPI Sumut menyatakan: 1. Bahwasanya petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Damak Maliho yang memperjuangkan hakhak nya atas lahan yang dirampas, merupakan akibat dari ketidak adilan hukum terhadap petani atas kepemilikan lahan. 2. Perjuangan petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Basis Damak Maliho atas hak-hak nya yang dirampas oleh Perkebunan, merupakan perjuangan untuk memenuhi tuntutan dan desakan ekonomi keluarga petani. 3. Tindakan yang dilakukan oleh PTPN IV merupakan tindakan yang tidak menghargai peri kemanusiaan, karena mengancam kehidupan petani miskin. 4. Memprotes tindakan aparat kepolisian, khususnya Polres Deli Serdang yang menangkapi petani yang memperjungkan hak-hak mereka, merupakan bentuk ketidak adilan Aparat Polri yang berpihak terhadap perusahan perkebunan (PTPN IV), yang mengancam kehidupan petani Damak Maliho dan keluarganya. 5. Menyerukan kepada seluruh elemen dan masyarakat untuk memberikan simpati, dan mendesak perkebunan dan aparat Kepolisian untuk menghentikan tindakan teror terhadap petani yang berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memperjuangkan hak-hak yang seharusnya mereka miliki.
3
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
Pemerintah harus bantu petani yang terimbas krisis ekonomi global
Krisis global meneyebabkan harga-harga produk perkebunan anjlok. Kelapa sawit terjun bebas dari kisaran harga Rp. 1900/Kg Tandan Buah Segar (TBS) sebelum krisis menjadi menjadi Rp. 700/kg TBS. Begitu pula dengan karet, jika beberapa bulan lalu harga karet mencapai Rp. 13.000/Kg, maka saat ini hanya dihargai Rp.3.000/Kg. Akibatnya, petani banyak yang terlilit utang, mereka menggadaikan sertifikat tanahnya dan terancam kehilangan tanah karena tidak mampu membayar cicilan utang. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, menyayangkan sikap pemerintah yang kurang memperhatikan petani. Pemerintah lebih reaktif ketika institusi pasar modal yang mengalami kesulitan, dalam hitungan hari saja banyak kebijakan yang dibuat untuk
4
menyelamatkan kalangan pasar modal. ”Pemerintah malah membiarkan petani menjadi korban keganasan pasar bebas,” ujar dia. Masih menurut Henry, krisis yang dirasakan petani akan berlangsung dua kali lebih lama dari krisis yang terjadi sebenarnya. “Saat ini petani tidak mampu memupuk kebunnya, artinya jika tahun depan krisis sudah selesai, petani masih mengalami krisis akibat buah yang tidak produktif karena kurang pupuk di tahun sebelumnya,” tambah dia. Berdasarkan laporan anggota SPI dari berbagai wilayah, hingga kini pemerintah pusat maupun daerah tidak melakukan upaya menolong keadaan petani. Di saat petani mengalami kesulitan finansial, pupuk malah sulit didapat dilapangan,
kalaupun ada harganya tinggi. Hal ini diperparah dengan tingkah laku pemilik industri sawit. Sebagai contoh, di Jambi pemerintah daerah menetapkan harga terendah yang diterima petani sebesar Rp. 892/kg yang berlaku mulai 5 November 2008. Namun pihak Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) hanya membelinya dengan harga Rp. 680/Kg. Hal tersebut belum termasuk potongan-potongan untuk transportasi, bongkar muat dan jasa KUD, sehingga petani hanya menerima Rp. 420/kg. Henry juga mengemukakan, semenjak Amerika Serikat mengalami resesi bukan hanya harga sawit yang jatuh, tapi sejumlah tanaman komoditi lainnya seperti karet dan coklat juga mengalami penurunan harga yang cukup signifikan. Harga karet yang rata-rata Rp 13.000/kg turun hingga Rp
3000-5500/kg. Sedangkan harga coklat yang sampai pertengahan September masih terbilang tinggi yaitu Rp 23.000/kg jatuh menjadi Rp 17.000/kg per Oktober 2008. Atas dasar itu, SPI menuntut agar pemerintah melindungi petani dengan menaikan harga dasar produk-produk pertanian yang diterima petani dan mengawasi pelaksanaanya di lapangan. Selain itu SPI juga menuntut pemerintah memberikan subsidi pupuk secara langsung kepada petani dan memastikan ketersediaan pupuk di lapangan. SPI akan menyampaikan aspirasi ini dalam aksi massa petani yang akan digelar di Jambi besok, hari Senin, tanggal 17 November 2008, pukul 09.00 WIB, dengan rute Univ Jambi-BI-DPRD-RRIUniv Jambi.
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
Pembangunan perekonomian desa jawaban atas krisis multidimensi Indonesia yang tengah menghadapi krisis multidimensi, pangan, energi, iklim dan finansial keresahan akan krisis multidimensi ini sepertinya yang mewarnai Seminar yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam rangkaian Dies Natalisnya yang ke-45. Sejumlah pakar dan praktisi diundang untuk membagi pemikiran mereka, memberikan inspirasi untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan dan energi bangsa. Dr. Herry Suhardiyanto selaku Rektor IPB dalam pidato sambutannya menyampaikan bahwa fenomena krisis pangan membuka mata banyak pihak bahwa kebijakan-kebijakan yang ditempuh pemerintah justru semakin menekan pertanian Indonesia itu sendiri. Struktur pelaku pertanian di Indonesia sangat tidak seimbang, penguasaan pertanian oleh perusahaan-perusahaan multinasional telah menciptakan transfer surplus dari petani
kepada perusahaan-perusahaan besar, petani kecil hanya menjadi objek penderita semata. Sementara Dr. Dawam Rahardjo menyoroti krisis finansial saat ini yang menurutnya ialah akibat system neoliberalisme yang telah menyebabkan terjadinya konsentrasi modal. Dan hanya lewat ekonomi rakyat yang mengakar dan menyebar di tingkat lokal lah hal tersebut bisa diatasi, dan menurutnya hal itu sudah diperlihatkan pada 2 peristiwa kemerosotan ekonomi di Indonesia pada awal abad 20. Kebijakan ekonomi Indonesia perlu kembali pada konstitusi yaitu Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 sebelum diamandemen yang merupakan Politik Kesejahteraan (Welfare Policy) Rakyat yang sangat baik. Politik Kesejahteraan itu memang dirancang untuk membalik susunan ekonomi kapitalistik kolonial, yang menurut Dawam masih terjadi hingga hari ini, menjadi ekonomi rakyat.
Hal ini diamini oleh Dr. Didin Damanhuri yang menegaskan bahwa untuk beranjak dari capital driven economy saat ini menuju creative economy lewat gerakan koperasi, karena capital driven economy selalu eksploitatif, predatory, diskriminasi dan koruptif. Eksploitatif baik oleh pemilik modal terhadap buruh ataupun eksploitasi sektor finansial terhadap sektor riil seperti yang terjadi saat ini; predatory dan diskriminatif karena selalu memangsa yang lain terutama yang lebih lemah; dan koruptif karena tidak pernah puas dengan apa yang sudah diraih. Henry Saragih, Ketua Umum SPI yang juga diundang menjadi pembicara dalam seminar ini menegaskan kembali pentingnya membangun pertanian agroekologis dan pengolahan hasil pertanian yang dikelola oleh rakyat. Pengolahan hasil pertanian bukan saja meningkatkan nilai tambah produk pertanian namun juga
akan menggerakkan perekonomian pedesaan. Henry juga menyebutkan pentingnya mengembalikan peran sosial lembaga negara seperti BULOG agar lembaga-lembaga negara ini tidak lagi menjadi lembaga pencari untung semata. Apa yang dikemukakan Henry sejalan dengan yang telah coba dilakukan oleh Idham Samawi, Bupati Bantul yang juga hadir dalam seminar. Idham menyadari betul pentingnya akses rakyat terhadap sumber-sumber produksi untuk dapat mencapai kedaulatan bangsa. Untuk itu pemerintah daerah Bantul membantu membayar pajak bumi dan bangunan lahan pertanian rakyat melalui APBD untuk mencegah konversi lahan pertanian rakyat menjadi lahan non pertanian. Praktek-praktek yang membangun ekonomi rakyat harus terus dimasifkan karena hanya dengan itulah kedaulatan bangsa bisa tercapai.
5
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
LUAR NEGERI
Gerakan rakyat harus bersatu Seluruh eleman gerakan sosial harus bersatu untuk melawan perjanjian perdagangan bebas (FTA). Hal tersebut dikemukakan Aehwa Kim, dari Aliansi Rakyat Korea Progresif, dalam kesempatan pertemuan strategis melawan FTA di Daegu, Korea Selatan (2/12). Kim mengungkapkan rakyat Korea dari kalangan buruh, petani, mahasiswa, aktivis dan konsumen menentang keras FTA dan bersatu dalam suatu aliansi rakyat. Penentangan rakyat Korea atas FTA ditunjukan dengan protesprotes besar yang melibatkan banyak kalangan. Beberapa waktu lalu, Aliansi Rakyat Korea Progresif membuktikannya dalam protes terhadap impor daging sapi asal Amerika Serikat (AS). Rakyat Korea menilai daging sapi asal AS tidak aman dikonsumsi dan telah menyebabkan kebangkrutan petani sapi Korea. Tapi,
6
pemerintah tetap bersikukuh untuk mengimpor daging sapi tersebut karena sudah diatur dalam FTA antara Korea dan AS. Rakyat Korea berang dan melakukan protes besar-besaran. Setelah sejumlah negosiasi dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tersendat-sendat, negara-negara maju berinisiatif melakukan perjanjian FTA bilateral dan regional. Pada faktanya, FTA hanya menguntungkan pihak perusahaan-perusahaan transnasional saja. Sedangkan, rakyat dari negara-negara yang terlibat FTA menjadi pihak yang dirugikan. Hal dikemukakan oleh perwakilan organisasi petani India (BKU), Vijay Jawandhia. Lebih dari setengah penduduk India mengais matapencaharian dari pertanian dan tiggal di pedesaan. Di India kesenjangan antara wilayah kota dan pedesaan sangat tinggi. Terlebih
lagi setelah adanya berbagai perjanjian perdagangan bebas yang meliberalisasikan perdagangan produk pertanian. Banyak petani India tidak bisa bersaing dengan petani dari AS dan Eropah karena pemerintahan di negara maju mensubsidi petaninya. Sedangkan petani di India tidak disubdisi, sehingga produk-produk mereka tidak bisa bersaing dengan produk impor. Menurut Vijay, keadaan petani di India semakin hari semakin memburuk. Terlebih lagi dengan adanya FTA yang semakin meliberalisasi perdagangan produk-prodk pertanian. Hal yang sama terjadi juga di Filipina. Eduardo Mora, seorang petani pisang di Filipina mengatakan dengan adanya FTA petani Filipina semakin tersudutkan. Kebijakan pemerintah selama ini memang tidak berpihak pada rakyat kecil seperti petani, ditambah lagi dengan adanya berbagai
perjanjian FTA. Harga inputinput pertanian seperti pupuk dan obat-obatan semakin hari semakin memberatkan petani sementara itu harga jual produk pertanian tidak pernah membaik. FTA di Indonesia Ketua Departemen Komunikasi Nasional SPI, Cecep Risnandar menyatakan Indonesia sudah menandatangani empat perjanjian FTA dan lima lagi masih dalam negosiasi. Perjanjian-perjanjian tersebut menuntut pra kondisi berupa perubahan berbagai perundangan. Selama ini pemerintah sudah membuat berbagai macam produk perundangan untuk memuluskan perjanjian-perjanjian FTA dan WTO. Beberapa perundangan menyangkut sektor pertanian yang dibuat untuk kepentingan neoliberal diantaranya, pada tahun 2000, pemerintah
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
melawan FTA membuat undang-undang perlindungan varietas tanaman (UU No. 29 tahun 2000). Peraturan ini mengakomodasi perjanjian GATS di WTO dan mengakomodasi kepentingan rejim Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk tanaman. Pada tahun 2004, pemerintah membuat undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan sumber adaya air (UU No.7 Tahun 2004). Namun pada kenyataannya undang-undang tesebut merupakan legalisasi terhadap penguasaan sumber daya air oleh perusahaanperusahaan privat. Kami menyebutnya undang-undang privatisasi air. Pada tahun 2004, pemerintah membuat undang-undang perkebunan (UU No.18 Tahun 2004) dan undang-undang kehutanan (UU No.19 Tahun 2004) serta beberapa peraturan turunannya. Peraturan tersebut banyak mengakomodasi kepentingan perusahaan agribisnis dan kehutanan besar. Seperti, setiap industri pengolahan hasil perkebunan diharuskan untuk memiliki lahan perkebunan sendiri. Hal ini mengakibatkan posisi tawar petani terhadap industri pengolahan menjadi lemah karena industri pengolahan bisa menentukan harga sendiri mengingat mereka mempunyai pasokan dari kebunnya yang sangat luas. Selain itu, ada larangan bagi petani di sekitar perkebunan dan kehutanan untuk memasuki lahan-lahan perusahaan dan bila itu terjadi pihak perusahaan bisa memidanakan para petani dengan berbagai tuduhan. Pada tahun 2007 pemerintah membuat Undang-undang Penanaman Modal (UU No. 25 Tahun 2007). Undang-undang tersebut memudahkan perijinan bagi investor asing dalam mengembangkan usahanya di Indonesia. Seperti hak sewa tanah perusahaan perkebunan diperpanjang dari 60 tahun menjadi 95 tahun dan bisa diperpanjang dimuka. Walaupun atas usaha kami, pasal tersebut pada akhirnya dicabut.
Pada tahun 2007 juga presiden mengeluarkan instruksi untuk mendukung pengembangan biofuel. Peraturan ini secara ambisius menetapkan pengembangan lahan untuk kebutuhan biofuel seluas 6 juta hektar lebih. Pada prakteknya, ekspansi besar-besaran ini banyak menggusur lahan para petani kecil yang tinggal di pelosok pedesaan. Dampak bagi petani Lebih lanjut, Cecep mencontohkan dampak FTA yang dirasakan langsung oleh petani, yakni berupa program pengembangan biodisel. Sejak Desember 2005 Komisi Uni Eropa mengadopsi Rencana Aksi dan Strategi untuk Biofuel. EU menargetkan 10 persen penggunaan agrofuel sebagai sumber energi pada tahun 2020 atau sekitar 1 hingga 1,5 juta ton. Dalam laporannya, Komisi EU menyadari bahwa target yang ditetapkan merupakan target yang ambisius dan akan membutuhkan investasi ekonomi yang signifikan. Untuk mewujudkan hal itu, negaranegara berkembang di daerah tropis dipilih menjadi basis produksi biofuel karena produktifitasnya tinggi dengan biaya produksi rendah. Laporan tersebut secara eksplisit menyinggung produksi Palm Oil oleh negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia, serta potensi ekspor dari negaranegara tersebut. Uni Eropa berusaha mendorong lewat dua perundingan untuk memperluas pemenuhan bahan baku biofuel pada level multilateral dan perdagangan bebas regional. Target penggunaan biofuel di Uni Eropa mendorong ekspor besar-besaran dari daerah tropis tempat dimana umumnya tanaman energi dapat tumbuh subur. Negara-negara berkembang nampak berlomba-lomba untuk memenuhi permintaan biofuel dunia. Di Asia Tenggara terutama Malaysia dan Indonesia difokuskan pada kelapa sawit, dan sejumlah pengolahan
singkong untuk ethanol. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah Indonesia ialah membuat apa yang disebut sebagai lahan energi abadi. Besarnya kawasan yang ditargetkan menjadi lahan energi abadi seluas 5 juta hektar. Namun pada kenyataannya target tesebut jauh lebih besar. Tahap awalnya sudah dimulai dengan pembukaan lahan baru kelapa sawit di perbatasan KalimantanMalaysia seluas 1,8 juta ha pertengahan 2007. Dan tahun ini untuk lahan energi abadi di Merauke seluas 1,5 juta hektar. Ekspansi perkebunan sawit di Indonesia secara serius telah mengancam kedaulatan pangan rakyat. Hal ini telah menyebabkan menngkatnya konflik agraria, dan juga hilangnya akses masyarakat terhadap sumber daya agraria. Kasus-kasus penyerobotan lahan petani untuk pengembangan perkebunan sawit banyak dialami oleh anggota SPI. Di Subang,
Jawa Barat pembukaan lahan sawit telah memotong aliran irigasi dan menggusur kebun jagung penduduk. Di Sumatra Selatan pembukaan 1 juta hektar kebun sawit telah mematikan irigasi untuk persawahan padi. Di Sumatera Utara, pembukaan lahan sawit telah memenjarakan petani-petani desa yang mencoba melawan penggusuran terhadap lahan-lahan pertanian mereka. Industri agrofuel bertanggung jawab terhadap hilangnya jutaan jenis pangan lokal dan mengancam hilangnya kedaulatan pangan. Dari sisi konsumen, minyak sawit yang biasanya dikonsumsi sebagai minyak pangan oleh rakyat tiba-tiba harganya melambung karena industri pengolahan sawit lebih memilih untuk mengekspor Crude Palm Oil (CPO) ke Eropa dengan harga tinggi. Pada tahun 2006 di Indonesia sempat trerjadi kelangkaan minyak pangan.
7
EDISI 58. DESEMBER 2008
PEMBARUAN TANI
DEKLARASI DPC SPI BLITAR
Organisasi tani yang kuat adalah modal utama perjuangan pembaruan Agraria “Kehadiran sebuah organiasasi petani yang kuat dan penuh disiplin, merupakan salah satu syarat bagi terlaksananya pembaruan Agraria. Tanpa itu niscaya pembaruan agraria bisa berjalan dengan baik dan tepat sasaran”. Demikian sambutan yang disampaikan oleh Ali Fahmi, ketua departeman organisasi SPI dalam acara Deklarasi dan Muscab I SPI kabupaten Blitar-Jawa Timur pada 29/10 2008 di desa Ngadirejo Kec. Wlingi Kab. Blitar. Di depan ratusan petani yang bersal dari tiga kecamatan, yakni kecamatan Wlingi, Doko dan Gandu Sari, Ali Fahmi juga menegaskan ”Blitar adalah wilayah perkebunan besar, dimana perkebunan tersebut dikuasai oleh swasta dan PTPN. Dari 23 perkebunan yang ada di Blitar, 18 perkebunan diantaranya bermasalah. Sudah puluhan tahun petani kita memperjuangkan supaya tanah kembali ke petani. Sudah banyak petani kita
8
mengalami kekerasan dan pemenjaraan hanya karena berjuang mengambil hak atas tanahnya yang selami ini dikuasai perkebunan. Menyadari hal tersebut, kita berkumpul hari ini, merupakan langkah maju kita untuk segera menuntaskan 18 perkebunan yang sampai sekarang kita perjuangkan. Kehadiran SPI kab.Blitar nantinya diharapkan bisa menjadi organisasi yang bisa membawa kemenangan-kemenangan atas perjuangan kita menuntut hak atas tanah.” Menurut Yuni Hariyanto, anggota panitia persiapan pendirian SPI Kab. Blitar, bahwa” persiapan pendirian SPI ini kita lakukan sudah enam bulan yang lalu, melalui rapatrapat dan pendidikan di basisbasis. Tapi secara keseluruhan pembentukan organisasi tani sudah kita lakukan bertahuntahun bersamaan dengan organisasi-organisasi di kecamatan lain. Pada waktu itu perjuangan kita terpisah-pisah,
sehingga tekanan ke pemerintah juga kecil. Harapan saya dengan terbentuknya SPI Kab.Blitar ini, nantinya SPI bisa menjadi organisasi yang mampu menyatukan kekuatan-kekuatan kecil yang selama ini berjalan sendiri untuk bersatu melakukan perjuangan bersama menuntut tanah perkebunan kembali ke petani.” Dalam agenda Muscab tersebut, membahas program kerja dan memilih ketua cabang dan memilih anggota majelis cabang serta memilih dua anggota majelis wilayah. Program kerja jangka pendek yang akan dilakukan SPI Kab. Blitar adalah melakukan pendataan ulang terkait konflik tanah perkebunan yang ada di Blitar, terutama yang ada di kecamatan Wlingi, Doko dan Gandu Sari. Sementara program lain terkait dengan organisasi, adalah akan melakukan pandidikan bagi pengurus dan pendidikan bagi anggota, terutama pendidikan yang
menyangkut kemampuan administrasi organisasi dan pendidikan hukum dan politik bagi anggota. Setelah selesai melakukan pembahasan program kerja, peserta Muscab kemudian melakukan pemilihan ketua cabang SPI Kab. Blitar untuk periode 2008-2013. Kemudian secara aklamasi peserta Muscab, memilih Saudara MS. Winarto sebagai ketua cabang SPI Kab. Blitar. Dalam sambutannya, ketua terpilih menyampaikan ”Terima kasih telah mempercayai saya sebagai ketua SPI blitar periode 2008-2013. Kita harus tahu dan paham banyak urusan yang belum terselesaiakn termasuk kasus tanah dan lokasi yang kita tempati ini Bagaimana kasus ini bisa lebih cepat untuk diselesaiakan dan segera melengkapi kepengurusan organisasi dan marilah kita bersama-sama untuk berjuang dan selalu berjuang.”