MATEXI DAN METODE
Lobsi dan Lama Percobaan
Percobaan lapangan dilaksanakan di Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar pada kandang milik Dinas Petemakan Daerah Tingkat I Propinsi Bali selama 8 bulan. Pemerahan susu dan pelaksanaan "ruang urea" dan penyuntikan isotop untuk kinetika glukosa dilakukan pada kandang percobaan. Pengamatan kandungan nutrien bahan ransum, feses, dan metabolisme rumen diiakukan di dua tempat yakni laboratorium nutrisi dan makanan ternak, Fapet, Universitas Udayana di Denpasar clan laboratorium analitik UNUD di Bukit Jimbaran Badung selama 3 bulan. Analisis nutiren darah yaitu glukosa, trigliserida, dan urea N darah dilakukan di Laboratorium Prodia Denpasar. Analisis komponen susu ( B Y laktosa, protein, lemak dan mineral) dan d i s i s asam amino pada darah dan susu dilakukan di Lab. T e d Perah Fapet UNUD dan Lab. Analitik UNUD selama 4 bulan. Pelaksanaan pengukuran komposisi tub&
(body density) dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan
Melaya. Kabupaten Daerah Tingkat I1 Jembrana-Bali.
Ternak Percobaan Temak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi Bali premipara milik petani nasabah P3 Bali yang dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot tubuhnya. Bobot tubuh sapi pada awal penelitian berkisar antara 258 - 272 kg. Sebelum percobaan dimulai kedua belas ekor sapi tersebut telah diadaptasikan selama 1 bulan terhadap ransum yang a k a dicobakan baik ransum hijauan maupun konsentrat.
Kandang dan Peralatan
Kadang yang digunakan adalah kandang individual yang permanen yaitu berlantai semen, dindng batako, kerangka kayu clan beratap genteng yang dilengkapi dengan tempat pakan baik untuk hijauan maupun konsentrat dan air minum. Penampungan feses dan urin dilakukan pada kandang yang sama sedangkan pemerahan susu dilakukan pa& kandang khusus di luar areal kandang percobaan. Alat-alat yang digunakan antara lain timbangan Shalter untuk menimbang hijauan dan sisa pakan, timbangan Digital untuk menimbang bobot tubuh, alat-alat pemerahan susu (ember. botol susy gelas ukur, timbangan), dan alat penampungan feses
dan urin.
Ransum Percobaan Percobaan perbaikan mutu pakan &lam upaya meningkatkan produktivitas temak (potensi laktasi sapi Bali) dilaksanakan dengan berorientasi pada ketersediaan dan potensi pakan lokal. Dengan melihat fenomena keadaan di iapangan di mana para petani temak selain menggembalakan sapinya juga telah memberikan &un
gamal (Gliricidra
seprum) sebagai tambahan. Kemudian secara tidak langsung para petani telah pula melakukan upaya perbaikan mum pakan yakmi dengan mengganti rurnput lapangan dengan rumput gajah (Pennisetum purpureum) d m dicampur dengan gamal sebagai ransum konvensional (A). Upaya perbaikan mutu pakan dilakukan dengan meningkatkan keragaman hijauan yang berbasis legurninosa sejalan dengan konsep sistem 3 strata yakni pada peralihan musim hujan - kemarau hijauan yang diberikan 60 - 70% dam-daunan semak leguminosa (stratum 2), 15% daun-daunan pohon (stratum 3), dan 15% rumput atau legurninosa sebagai stratum 1 (Nitis et al., 1986). Konsep ini dirnodifikasi berdasarkan nilai biologis masing-masing hijauan yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan
fisiologis temak akan nutrien seperti rumput gajah sebagai pengganti rumput lapangan yakni sebagai sumber energi (Hartadi et al., 1990), gamal (Gliricedia sepium) sebagai sumber D P (Sutardi, 1995) dan dam waru (Hibiscus tiliacius) sebagai agensia defaunansi mengacu hasil penelitian Jaldudin (1994) bahwa Hibiscus rosasinensis (daun kembang sepatu) dapat menurunkan f 55% protozoa clan juga sebagai sumber U I P (Sutardi, 1995). Kedua hibiscus tersebut mempunyai sifat fisik sama yalcni mengandung saponin. di mana zat anti nutrisi ini dapat membunub protozoa. Aras daun wam yang digunakan dalam ransum, sebelumnya telah dilakukan uji in vitro dan diperoleh aras ideal yang dapat meningkatkan efisiensi biokonversi pakan adalah 8 - 16%. Ketiga hijauan tersebut yaitu rumput gajah, gamal dan waru dicampur sebagai ransum B. Upaya perbailcan mutu pakan yang berikutnya adalah dengan suplementasi
konsentrat dengan bahan-bahan yang tersedia dan mudah diproleh yaitu dedak padi (sumber energi). bungkil kelapa (sumber U P ) , urea dan amonium sulfat (UP), asarn lemak tidak jenuh (minyak jagung) sebagai pereduksi emisi metan (Maczulak et al., 1981), superkalmiks sebagai sumber vitamin dan mineral (PT. Surya Satwa Sentosa Indonesia). Semua bahan-bahan tersebut disusun sedemikian rupa agar cukup mengandung sumber energi dan protein (DIP dan UIP) yang secara keseluruhan nisbahnya mendekati 1 : 1 (Sutardi et al., 1983). Konsentrat ini disusun dengan hijauan ransum B dengan proporsi 75% B clan 25% konsentrat sebagai ransum C. Selanjutnya
dari hasil survei Little (1986) bahwa bahan makanan ternak yang ada & Indonesia defisien mineral seng (Zn) maka perlu dilakukan suplementasi 60 mgf'kg seng asetat (Zn
[C2H302]2
-2H20) pada ransum C untuk menyusun campuran ranswn D.
Pencampuran konsentrat (setiap 100 kg) dilakukan setiap minggu sekali secara manual tanpa menggunakan mesin pencampur. Untuk pencampuran hijauan dilakukan pada saat pemberian pakan pada sapi dengan urutan rumput gamal dan waru. Adapun
komposisi bahan makanan dan nutrien pada ransum A, B, C &n D untuk sapi Bali Iaktasi tersaji pada Tabel 2 dengan mengacu standar Kearl(1982). Tabel 2. Komposisi bahan makanan dan nutrien (%) pada ransum sapi laktasi Bahan MakanadNutrien
A
Ransum Perlakuan B C
D
Bahan Makanan (?ABK)
Rumput gajah Gamal Waru Dedak padi Bungkil kelapa Minyak jagung Garam Superkalmiks Amonium sulfat Seng asetat Total Nutrien
70.000 30.000
-
-
-
IOO.000
100.000
IOO.000
22.500 41.250 11.250 10.083 12.150 1.345 0.617 0.193 0.607 0.005 100.000
18.170 58.200 12.050 29.830 2.370 12.970 42.770 16.290 0.040 0.950 0.180 0.420 0.330 0.340 0.040 18.300
22.560 65.050 16.900 23.840 3.000 11.390 44.870 17.020 0.060 1.510 0.180 0.950 0.230 0.730 0.050 25.600
39.090 66.030 16.710 21.510 5.670 10.620 43.850 16.750 0.310 1.560 0.300 0.760 0.430 1.000 0.200 29.020
38.090 66.030 16.710 21.510 5.670 10.620 43.850 16.750 0.310 1.560 0.300 0.760 0.430 1.000 0.200 60.470
-
30.000 55.000 15.000 -
-
-
22.500 41.250 11.250 10.053 12.150 1.350 0.617 0.193 0.607
-
PA)
Bahan kering Total Digestible Nutrient Protein kasar Serat kasar Eter ekstrak Abu BETN Energi bmto, h4Jkg Natriurn Kalium Magnesium Kalsium Pospor CIorium Sulfur Sew, mglkg
Rancangan Percobaan Percobaan disusun &lam rancangan keIompok lengkap teracak (RKLA) yang terdiri atas 4 ransum perlakuan dan 3 blok sebagai ulangan, di mana setiap ulangan terdiri atas 1 ekor sapi. Keempat ransum perlakuan tersebut adalah : A = 100% hijauan konvensional ;B = 100% hijauan berbasis leguminosa dengan (konsep sistem 3 strata yang dimodifikasi) ;C = 75% hijauan B + 25% konsentrat ;dan D = ransum C + 0,006% seng asetat seperti pada Tabel 2.
Peubah Yang Diamati Peubah yang diarnati yaitu kinerja tubuh (tingkat organisme) menyeluruh meliputi konsumsi dan kecernaan nutrien, produksi metabolisme rumen, kinerja tubuh selama laktasi dan kornposisi tubuh, produksi dan komposisi susu serta neraca energi dan nitrogen. Sedangkan untuk metabolisme beberapa nutrien utama dan kinerja ambing meliputi kinetika glukosa, kebutuhan glukosa untuk produksi susy laju alir darah serta serapan nutrien kelenjar ambing. Prosedur pengukuran yang dilakukan untuk setiap peubah yang diarnati ataupun peubah yang dihitung adalah sebagai berikut : 1. Tambahan Bobot Tubuh Sapi
Penimbangan pedet yang baru lahir clan sapi induk dilakukan &lam kurun
waktu sehari (0 - 24 jam). Penirnbangan bobot tubuh pertama yaitu saat diperah dilakukan seminggu seteiah melahirkan untuk memberi kesempatan pada pedet memperoleh susu kolostrum dari induknya. Selanjutnya penimbangan bobot tubuh induk sapi dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan timbangan digital. Dari data ini didapat tambahan bobot tub& sapi laktasi dengan rnen-gi
bobot tubuh saat
penimbangan dengan bobot tubuh 2 minggu sebelumnya. Juga &pat dihitung tambahan atau perubahan bobot tub& sapi Bali selama laktasi (periode pengamatan
16 minggu dengan mengurangi bobot tubuh akhir percobaan dengan bobot tubuh awal percobaan).
2. Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien
Konsumsi bahan kering (BK) ransum harian dihitung dengan mengurangi ransum yang diberi dengan ransum sisa pada setiap individu sapi laktasi. Dari konsumsi BK (kg/ekor/hari) bisa dikonversikan ke dalarn bobot metabolis (w','~) sehingga dapat diketahui konsumsi BK per bobot metabolis (g/w0.75.ha3i) kemudian
dari konsumsi BK (DM) akan dapat dihitung nutrien terkonsumsi (Intake, NI) setiap ekor sapi pada setiap ransum perlakuan dengan rnengalikan D M dengan kandungan nutrien masing-masing ransum perlakuan.
3. Kecernaan Nntrien, Neraca Energi dan Neraca Nitrogen
Pengukuran kecernaan nutrien dilakukan dengan metode koleksi total ('8alances trial") pada minggu ke 5 post parturn selama 7 hari secara berturut-turut. Pengambilan sampel ransum yang diberi dan sisa setelah dikurnpulkan kemudian dihomogenkan, diambil sebanyak 500 g untuk hijauan dan 200 g untuk konsentrat selanjutnya dikompositkan. Penarnpungan dan pengambilan sampel harian feses dan urin dilakukan untuk mengetahui produksi dan untuk penentuan kandungan nutriennya. Pengambilan sampel feses 5% dari total pengeluaran harian yang selanjutnya dikompositkan dan ditarnbah bahan konservan yakni chloroform 0,5% dari bobot feses (Juko et ai.,1961), sedangkan sampel urin ditambah HCI pekat 2%
( V N )dari volume sampel win, untuk mencegah penguapan N dalam win. Dari hasil komposit sampel harian ransum dan feses digunakan untuk penentuan bahan kering
dan analisis nutrien, sedangkan pada sampel harian urine dapat dianalisis N totalnya (Ivan efal., 1974).
Kecemaan nutrien yang diukur adalah nilai kecemaan sernu (KS) dan dihitung dengan rumus : Zat yang dikonsumsi - zat dalam feses KS =
x 100%
Zat dikonsumsi Neraca energi ditentukan dari beberapa pendekatan yalcni : energi tercerna (DE) = energi terkonsumsi (EI) - energi feses (EF) ;energi termetabolis (ME) = DE -
[energi urin (EU) + energi gas metan (Emt)] dengan pendekatan bahwa Emt = 7,75%
dari EI (Waiman et al., 1980). Gros energi pakan (GE) ditentukan dengan GallenkhampBomb calori merry.
Sedangkan energi teretensi (RE) ditentukan dengan rnengurangi ME dengan energi yang keluar dalam bentuk panas / produksi panas (PP). Karena PP tidak diukur dengan pertimbangan peralatan dan kesejahteraan ternak maka RE didekati dari analisis komposisi tubuh yang ditentukan melalui tefinik ruang distribusi urea (Rule et al., 1986) untuk menentukan air tubuh, sedangkan lemak dan protein tubuh
ditentukan dengan tehnik pengukuan massa dan volume tubuh atau "body density" (Kleiber, 1961) sehingga nantinya PP dapat dihitung dengan rnengurangi ME dengan
RE. Produksi panas penting untuk rnengetafiui pemakaian energi clan efisiensi yang dilakukan oleh ternak. Perubahan kadar protein dan Iemak dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menentukan banyaknya retensi yang diperlukan ternak tersebut. Energi teretensi terbentuk akibat tejadinya kelebihan energi yang digunakan untuk menghasilkan energi produksi dan energi hidup p k o k . Perubaham energi teretensi akan berpengaruh pada komposisi tubuh ternak.
Komposisi Tubuh Ternak
Cara yang
paling tepat
menentukan komposisi tubuh adalah dengan
pemotongan langsung terhadap temak kemudian &lakukan analisis proksimat terhadap komponen-komponen tubuhnya. Namun cara ini cukup mahal terutama untuk ternak besar karena itu penentuan komposisi tubuh dapat dilakukan secara tidak langsung dengan salah satu metode yaitu "ruang distribusi urea". Komposisi tubuh ternak dipengaruhi oleh jenis ternak, umur dan makanan yang dimakan. Secara umum komposisi tubuh hewan dewasa terdiri atas 50% air, 16% protein, 20% lernak, 4% abu
dan kurang dari 1% karbohidrat (Tillman el al., 1986). Komponen yang paling banyak berubah dari komposisi tersebut adalah air dan lemak dan sangat dipengaruhi oleh umur dan makanan yang dimakan. Kadar air cenderung menurun dengan me~ngkatnyaumur,
tetapi kadar lemak akan meningkat dengan meningkatnya umur hewan. Sedangkan kadar protein tubuh relatif tetap pada berbagai umur dan sangat dipengaruhi oleh jenis hewan. Air tub& ditentukan dengan teknik "ruang distribusi urea" (Rule et al., 1986) dengan cara sebagai berikut pertama darah diambil dari vena jugularis sebanyak 10 ml (sebagai kontrol). Kemudian diinfusikan larutan urea dalam NaCl fisiologis dengan konsentrasi 30% (30 mgkg
W'.'~)
yang telah disterilkan kedalam venu jugularis
sebanyak 0,44 mVkg w ~dalam . ~waktu ~ 2 menit. Setelah 12 menit sejak penyuntikan, diambil sampel darah dari vena jugdaris kemudian dimasukkan ke dalam tabung berheparin. Semua sampel darah sebelum dan sesudah diinfusi urea disentrifuse dengan putaran 3000 rpm selama 10 menit. Plasma darah disiapkan untuk analisis kandungan urea plasma. Ruang urea d~hitungdengan rumus :
di mana :
RU
=
U
= jumlah urea yang disuntikkan (mg)
AU
= perubahan kadar urea darah
w
= massa tubuh (kg)
ruang urea (%)
Nilai RU kemudian dipakai untuk menduga komposisi tubuh melalui persarnaan sebagaia berikut : Air tubuh (%)
= 59,l + 0,22 RU - 0,04 w
Lemak tubuh (96) = 19.5 - 0,3 1 RU + 0,05 w Protein tubuh (%) = 16,5 + 0,07 RU + 0,00 1 w Formula yang dikembangkan oleh Rule et al. (1986) ini untuk sapi perah, memberikan hasil yang kurang memuaskan pada beberapa percobaan di Indonesia terutama pada ternak kambing dan domba (Sastradipradja et al., 1994) serta kerbau (Mahardika, 1996). Kleiber (1961) menjelaskan pengukwan lemak dan protein tubuh berdasarkan berat jenis tubuh. Hal ini didasarkan bahwa tubuh terdiri atas lemak dan bagian bukan lemak (lean). Lemak mempunyai massa jenis yang lebih kecil dibandingkan dari bagian bukan lemak (lean). Bila massa jenis tubuh diketahui maka berat lemak tubuh dapat dihitung. Mahzudika, (1996) telah berhasil melakukan pengukwan komposisi tubuh kerbau dengan teknik pengukwan berat jenis. Pengukuran massa jenis tubuh dilakukan dengan prinsip Hukum Archimedes yaitu dengan menimbang berat ternak dan mengukur volume tubuh temak. Volume tubuh temak dapat diukur dengan menimbang ternak didalam air atau dengan memasukkan ternak ke dalam bak (kolarn) yang berisi air kemudian diukur perubahan permukaan air atau
jumlah air yang keluar dari bak tersebut. Massa lemak tubuh dihitung dengan mengikuti penurunan rumus sebagai berikut : Wb=Wf+W
di rnana :
Wb
= massatubuh (kg)
Wf
= massa lemak (kg)
W1
= massa lean (tubuh bebas lemak (kg))
Vb = Vf + V1 di rnana:
Vb
= volume tubub (1)
Vf
= volume lemak (1)
VI
=
volume Iean (I)
Dari rumus di atas akan menghasillcan persamaan :
di mana :
Vb
= volume spesifik tubuh (Ikg)
Vf
=
Vl
= volume spesifi lean tubuh bebas lemak (lkg)
volume spesifik lemak (Vkg)
Nilai lemak yang diperoleh dari cara pengukuran ini dibandingkan dengan nilai lemak dari rumus Rule et at. (1986) (Lampiran 2), diperoleh faktor koreksi. Faktor koreksi ini dipakai untuk mengoreksi persamaan Rule et al. (2986). Persamaan untuk lemak tubuh yang akan dipakai pada sapi Bali divalidasi dengan membandingkan data yang diperoleh dari penentuan lemak tubuh dengan metode in vivo "body density" yang dikembangkan oleh Kleiber (1961) yang kemudian diaplikasikan oleh Mahardika et al. (2000) pada kerbau.
Dari penentuan 15 ekor sapi Bali (BB 213.2 f 38.18 kg) diperoleh faktor koreksi yaitu % Lemak
= -0.69
+ 0.89 (% lemak dari RU). r = 0.58, n = 15 (nilai kandungan
lemak yang diukur dengan metode RU dan nilai yang diperoleh dengan metode "body density" dianalisis dengan student t-test menunjukkan perbedaan sang sangat nyata (P
karkas (Lampiran 3) hasil pemotongan sapi Bali pada PT. Pronas CIP (Canning Industrial Product) di Denpasar Bali. Dari data pemotongan 15 ekor sapi Bali betina (3 4 tahun) diperoleh persamaan hubungan antara jumlah daging (Y, kg) dengan bobot
tubuh (Y kg) yaitu Y
= 0.895 +
0.354 X., r
= 0.94
n = 15. Selanjutnya protein tubuh
dihitung dengan mengalikan persen protein dari daging sapi Bali (analisis N daging) dengan jumlah daging. Kandungan protein dari sampel daging dianalisis di Lab. Daging
dan diperoleh nilai rataan sebesar 15.492 + 0.416 %. Dari perubahan protein tubuh dan lemak yang diukur pada awal dan akhir percobaan, retensi protein, retensi Iemak dan retensi energi tubuh dapat dihitung. Retensi energi tubuh dapat dihitung dengan menggunakan energi ekuivalen untuk kandungan lemak dan protein tubuh masingmasing sebesar 39.32 MJkg dan 20.07 M J k g (Mahardika et al., 1998).
Retensi Lemak, Protein dan Energi
Retensi lemak ditentukan dengan mengurangi jumlah lemak sesudah perlakuan dengan jumlah lemak sebelum perlakuan. Sedangkan retensi protein ditentukan dengan cara mengurangi jumlah protein sesudah perlakuan dengan jumlah protein sebelum perlakuan. Retensi energi tubuh dihitung dengan : RE&,& energi protein) di mana :
RE,
= retensi energi tubuh
(MJIh)
= (RL x energi lemak) +- (RP x
RL
= retensi lemak (kg/h)
RP
= retensi protein
(kg&)
Energi susu ditentukan dengan Gallenkhamp Bomb calorimetry. REsusu = total produksi susu x energi susu. REtotal = REtubuh + REsusu . Produksi panas (PP) adalah energi yang diperlukan oleh temak dalam keadaan istirahat rnaupun bereproduksi / produksi. PP ditentukan dengan rumus : PP = ME! - REtotal (REtubuh + REsusu) di mana :
ME = energi termetabob (MI) PP
= produksi panas (h.2T)
REt = retensi energi total (MI)
Dari data ME dapat dihitung ME/kg
dan dibuat persamaan regresi dengan
RE. Dari m u s ini dapat ditentukan ME maintenans pada saat RE = 0. Untuk menentukan efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu addab :
-
REsusu
x 100%
ME Neraca N dalam bentuk N teretensi (NT) ditentukan dengan rumus sebagai berikut : NT = N terkonsurnsi - N feses - N urin
Selanjutnya dari N teretensi &pat ditentukan "net nitrogen utilization" (NPU, %) dengan membagi NT dengan N terkonsumsi dan dikalikan dengan loo%, sedangkan
"biological value" (BV, %) dapat ditentukan dari membagi NT dengan N tercerna dan dikalikan 100%.
4. Pencacahan Populasi Protozoa dan Bakteri Rumen
Populasi protozoa rurnen ditentukan berdasarkan cara pewarnaan dengan menggunakan larutan TBFS yaitu "Trypan Blue Fomalin Saline" (Suryahadi, 1990). Pencacahan populasi protozoa untuk setiap 1 ml cairan rumen (P) dilaksanakan di bawah mikroskop pada pembesaran 100 kali dengan rumus sebagai berikut
di mana :
C
= jumlah protozoa terhitung pada "counting chamber"
FP
= faktor pengenceran
Populasi
bakteri
dicacah
dengan
cara
pencacahan
koIoni
den-
menekankan pada jumlah bakteri yang hidup. Prinsip pencacahannya adrtlah dengan mengencerkan cairan m e n secara serial dilanjutkan dengan pembiakan (Mtivasi) balcteri dalarn tabung Hungate selarna 7 hari. Kultivasi bakteri dilaksanakan dengan "non selektif media" pada pH = 7.0, suhu 39°C dengan suasana anaerob ("COz flushing"). Adapun prosedur yang dilakukan adalah berdasarkan petunjuk Suryahadi (1990). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat 100 ml media adalah 16.5 ml larutan A, 16.5 ml larutan B, 16.5 ml cairan rumen steril, 0.1 g pepton, O.1g ekstrak ragi, 0.5 g NaHC03, 0.2 g glukosa, 0.1 ml, resazurin 0.1%, dan 50 ml
H20.
Untuk 1
liter larutan A dibuat dengan campuran : 3,O g I(H2P04, 6.0 g NaCl, 3.0 g (NHi)2 S04, 0.3 g CaCI, clan 0.3 g MgS04, sedangkan untuk 1 liter larutan B 3,O g KzHP04. Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur dalam botol clan disterilisasi dengan autoclave. Campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan sarnbil terus dialirkan gas COz sampai terjadi perubahan warna dari merah sarnpai wama coklat muda, lalu didinginkan dengan meletakkan botol tersebut pada air es. Kernudian 5 ml media
Cairan rurnen sapi percobaan untuk menghitung populasi mikroba (protozoa dan bakteri) diambil3 jam setelah pemberian ransum melalui "stomach tube" dengan bantuan pornpa vacum yakni pada minggu ke 6 post parturn. Cairan rumen yang diperoleh segera diinokulasikanyakni 5 menit dari saat pengambilan.
5. Analisis VFA lndividual
Analisis VFA individual dilakukan dengan teknik kromatografi gas. Cairan rumen yang diperoleh disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4"C, untuk mendapatkan supematannya. Kemudian supernatan dipipet 2
rnl dimasukkan ke dalam tabung plastik kecil bertutup ("micro-syringe"). Ke dalam tabung tersebut ditambahkan 30 ml 5-sulphosalicylic acid, lalu dikocok. Seianjutnya larutan tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C lalu disaring dengan milipore, sehingga diperoleh cairan jernih. Satu mikro liter cairan jenih tersebut diinjeksikan ke kromatografi gas, namun sebelurn injeksi sarnpel dilakukan terlebih dahulu diinjeksikan larutan standar VFA. Kondisi alat dipersiapkan sesuai dengan persyaratan sebagai berikut : kolom (packing 10% s p 1200/1% H3PO4 800/100 mash Chrornosorb WAW) suhu 105"C, suhu injektor 160°C, suhu detektor (FID) 200°C. kecepatan g d i k 0.5 cmlmenit, laju aliran gas N2 30 mvmenit, clan laju aliran gas O2 300 d m e n i t . Adapun perhitungan konsentmsi VFA individual dalam sampel (C mM) &pat d~lakukandengan rumus berikut : Areal sampel
x Konsentrasi standar
C (mM) = Areal standar
Dengan memasukkan proporsional VFA individual clan kandungan energi masing-masing senyawa yang terlibat &lam persarnaan reaksi fermentasi karbohidrat (Orskov dan Ryle, 1990) maka efisiensi konversi heksosa menjadi energi VFA &pat
ditentukan. Stoikiometri reaksi fementasi karbohidrat (heksosa) menjadi asetat propionat dan butirat dan jika ketiga VFA ini dijumlahkan akan didapat VFA total. Rumus yang digunakan untuk menghitung efesiensi konversi heksosa menjadi VFA adalah : 0.622 Pr (A) + 1.092 Pr (P) + 1.560 Pr (5) Efisiensi Konversi =
x 100% Pr (A) + Pr (P) + 2 Pr (B)
di mana : Pr = proporsi, A = asetat, P = propionat, B = butirat. Pr. asetat + Pr. butirat NGR
=
Pr. Propionat 6. Analisis Konsentrasi Amonia dan Sintesis Protein M
ioba
Konsentrasi N amonia ddarn cairan rumen ditentukan dengan cara difusi Conway (General Laboratory Prosedure, 1966). Selanjutnya konsentrasi N amonia dalarn nunen dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : N-amonia = (ml HCI x NHCl x 1000) mM Sintesis protein mikroba rumen dilakukan sesuai dengan metode Shultz dan Shultz (1969). Dua pduh mililiter sampel cairan m e n ditambah 5 ml HzS04 1.07 N dan 5 ml natrium tungstat 10% yang selanjutnya didiamkan selama 4 jam. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuat dan endapan dicuci 2 kali dengan campuran air destilasi,
dan natrium
tungstat sebanyak 20 ml dengan nisbah 4 : 1 : 1. Pada saat pencucian ini dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan dan waktu yang sama. Selanjutnya dari residu yang diperoleh ditentukan kandungan bahan keringnya (AOAC, 1970) = (A mgl dan protein kasarnya ditentukan dengan metode semi mikro Kjeldahl (Ivan et al., 1974) = (B%). Jadi protein mikroba endapan (C mgi20 ml) ditentukan berdasarkan rumus
berikut : B/100 x A. Selanjutnya laju sintesis protein mikroba rumen (mgfliterfjam) ditentukan berdasarkan rumus : (C x 50) / 3.
7. Peogukuran pH Cairan Rumen
Pengukuran pH cairan rurnen dilakukan dengan alat pH meter merk ORION model 250 A Fisher. Sebelum digunakan alat tersebut distandarisasi dengan mencelupkan prob ke dalarn larutan buffer standar sampai menunjukkan pH = 7.0. Selanjutnya prob dicelupkan ke dalam tabung yang berisi cairan rurnen dan pembacaan pH-nya dapat dilihat pada layar monitor.
8. Laju Alir Darah dan Serapan Nutrien ke Kelenjar Ambing
Pengukuran laju alir darah dan serapannya ke kelenjar ambing dilakukan
pada minggu 3 - 4 post parturn dengan mengambil sampel darah melalui arteri coccygea dan vena mammaria pada setiap individu ternak.
Laju alir darah ke kelenjar ambing diestimasi berdasarkan kandungan asam amino fenilaianin clan tiroksin dalam protein susu (Cant et al., 1993a). Pada dasarnya p r e k r susu secara stoikiometri &transfer dari darah ke susu sehingga serapan nutrien jaringan ambing adalah seimbang dengan keluarannya (output) pada air susu. Fenilalanin meskipun dikonversi menjadi tirosin dengan adanya enzim Phehidroxylase pada jaringan ambing namun tidak termetabolis sepenuhnya melainkan terinkorporasi ke dalam protein susu. Selanjutnya protein-protein yang berasal dari
darah diasumsikan menyusun 3,5% dari total protein susu. Dengan demikian laju alir
darah (MBF) dalam literljam diformulasikan sebagai berikut : (FYBx 0.965) + FYF
Laju Alir Darah = (MI3F)Wjam
FYA-v
di mana :
F ~ B = kandungan fenilalanin + tirosin dalam protein susu (moVjam) FYF
=
fenilalanin + tirosin susu yang bebas (mob'jam)
Fy~.v = selisih fenilalanin + tirosin dari arteri dan vena (mol/liter) 0,965 = faktor koreksi untuk protein susu
Nilai Fys diestimasi dari kandungan fenilalanin + tirosin pada kasein d m whey susu dan masing-masing dianalisis dengan metode HPLC (HI& Pressure Liquid Chromatography). Nilai FyF dikalkulasi dari kandungan asarn amino dalam 1 ml susu yang dideproteinasi dengan 100 pl asam sulfo salisilat 50% kemudan dianalisis dengan HPLC. Demikian pula nilai FyA-vdikalkulasi dari kandungan asam amino fenil dan tirosin dari arteri dan vena yang dianalisis dengan metode HPLC. Faktor koreksi disesuaikan dengan kadar protein sum sapi Bali yang diperoleh dari penelitian.
Pelaksanaan Pengukuran Laju Alir Damh dan Serapan Nutrien Sebelum pengambilan sampel darah. sapi diperah pagi hari (jam 04 dini hari) setelah diinjeksi dengan oksitosin sintetis sebanyak 1,O ml untuk mengeIuarkan semua sisa susu dari kelenjax ambing. Kemudian sapi-sapi diberi makan dan air minurn. Selama periode waktu 12 jam sampel darah dikumpulkan dari masing-masing arteri coccygeu
dan vena mammaria sapi-sapi penelitian. Mengingat keterbatasan peralatan (kateter khusus untuk arterilvena dan mempertimbangkan kesejahteraan ternak agar tidak terlalu invasif maka sampel darah diambil sebanyak 3 kali (yang seharusnya setiap 20 menit
dalam periode waktu 12 jam) yaitu 2 jam setelah makan untuk penentuan nutrien glukosa, kemudian 4 jam berikutnya pengambilan -pel
darah untuk trigliserida dan
asetat dan f 3 jam berikutnya pengarnbilan sampel darah untuk analisis asam-asam amino. Hal ini didasarkan bahwa waktu transit dari nutrien glukosa dan asetat trigliserida menuju kelenjar ambing adalah masing-masing dalam waktu 2 dan 6 jam. Sampel darah sebanyak 10 ml dari masing-masing pengarnbilan segera ditarnpung dalam tabung berheparin kemudian ditemptkan pada termos es, kemudian serum dari darah ("whole blood") diambil 1 ml untuk dideproteinasi dengan 100 pl asam sulfo salisilat 50% untuk persiapan analisis asam amino. Semua sampel kemudian disimpan dalam
freezer dengan suhu -20°C menunggu analisis asam amino. Segera setelah pengambilan sampel darah (arteri-vena) selesai, susu dikeluarkan dengan pemerahan tangan yang sebelumnya sapi-sapi diinjeksi dengan 1,O ml oksitosin sintetis. Susu kemudian diukur volumenya dengan gelas ukur dan beratnya ditimbang dengan timbangan digital. Dari susu yang diperoleh diambil contoh untuk analisis asam amino kasein d m whey susu. Penentuan serapan nutrien oleh kelenjar ambing melibatkan azas Fick yaitu laju alir darah dikalikan dengan selisih (delta) nutrien dari arteri-vena. Serapan nutrien yang ditentukan di sini adalah glukosa, trigeliserida, asam asetat, asam amino fenilalanin dan tirosin dengan formula sebagai berikut :
SNA= (Nac - Nvm) x Laju alir darah di mana : SNA
= serapan nutrien ambing
Nac
= konsentrasi nutrien di arteri coccygea
Nvm
=
konsentrasi nutrien di ,vena mammaria
Analisis Asam Amino dengan HPLC Pembuatan Pereaksi OPA
1. Lamtan Stok OPA : Ke dalam larutan 50 ml OPA &lam 4 ml metanol, ditambahkan merkaptoetanol 0,025 ml Ialu dikocok selanjutnya ditambahkan dengan hati-hati larutan brij-30, 30% sebanyak 0,050 ml dengan buffer borat 1 M pH 10,4 sebanyak 1 ml. Larutan ini akan stabil selama 2 minggu pada suhu 42OC. 2. Pereaksi Derivatisasi : Satu bagian larutan stok OPA ditambah 2 bagian buffer borat pH 10,4, dan larutan ini akan tahan selama 1 hari. Fase Mobii 1. Buffer A : Na asetat 0,025 M, pH 6,5 ; dicampurkan dengan Na EDTA 0,05Oh,
Metanol 90%, dan THF 1% dalam 1 liter air kemudian disaring dengan saririgan 0,45 mikro. Larutan ini kemudian disimpan clan tahan sampai 5 hari. 2. Buffer B :Terdiri atas metanol95% dalam Hi Pure kemudian disaring seperti di atas.
Preparasi Sampel
Hidrolisis Sampel : Sampel yang mengandung
+ 3 mg protein dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah dibentuk, kemudian ditambah dengan HC16 N sebanyak 1 ml. Tabung ini kemudian dimasukkan ke &lam larutan yang terdiri atas es kering dan aseton lalu di freeze dryer (kering bekukan) sampai hilang gelembung-gelembungnya.
Kemuhan ditambahkan gas nitrogen, setelah itu tabung dipotong hingga berbentuk kapsul. Selanjutnya tabung ini dipanaskan pada oven dengan suhu 110°C seIama 24 jam. Kapsul dibuka kemudian disaring dengan sintered glass dan dicuci dengan HCl 0,01 N sebanyak 5 kali sampai volurnenya kira-kira 10 ml. Filtrat difreeze dryer lagi sampai kering kemudian ditambahkan 5 ml HCl 0,01 N. Hidrolisat ini dambil sebanyak 5 ml kemudian ditambahkan buffer kalium borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1. Larutan
diambil sebanyak 5 pl kemudian ditambahkan 25 p1 pereaksi OPA, didiamkan selama satu rnenit agar proses derivatisasi menjadi sempurna. Sampel ini kemudian siap untuk diinjeksikan ke HPLC. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 pl kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai (kirakira 25 menit). Konsentrasi a s a m amino dalam sampel dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : Luas puncak sampel Asam amino ( p mol) =
x Konsentrasi standar ( p mollml)
Luas puncak standar Luas pun& sampel Asam amino (p mol) =
x 0.5 p mourn1 x 5 ml Luas puncak standar
Persen asam amino dalam sampel : p mol asam amino x BM a s a m amino x 100% O h
asam amino =
P g sampel
Analisis Glukosa Darah Pengulcuran konsentrasi glukosa darah dengan metode GOD-PAP dengan menggunakan alat Spektrofotometer tipe 720. Deproteinasi plasma darah dilakukan dengan mencampur 0.1 ml plasma dan 1 ml URAC dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 5 rnl. Campuran tersebut diaduk dan disentrifke pada kecepatan 2500 rotasihenit selama 15 menit. Supernatan sebanyak 0.01 ml diambil untuk dianalisis. Kemudian dibuat larutan reagen dengan mencelupkan 1 batang reagen
-
ke dalam
larutan penyangga selama 10 menit lalu dikeluarkan dan dibuang. Sebanyak 0.1 ml larutan standar dimasukkan ke dalam cuvet berdiameter 1 cm dan dltambahkan 2 ml
larutan reagen. Larutan dicampur sampai homogen clan dibiarkan dalam suhu kamar selama 3 jam. Cuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk mengukur nilai absorbansnya. Larutan 0.1 ml supematan dan 2 rnl larutan reagen dimasukkan ke dalam cuvet dan dikocok sampai homogen kemudian dibiarkan pada suhu kamar selama 3 jam. Cuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer untuk menentukan nilai absorbansnya pada
panjang
gelombang
334
nm.
Kadar
glukosa
darah diperoleh dengan
membandingkan nilai absorbans contoh dengan nilai absorbans baku dengan rumus :
di mana : C
= konsentrasi glukosa (mg1200 ml)
ktDh = nilai absorbans contoh Abku
= nilai absorbans baku
Analisis Kadar Trigliserida Darah Metode yang dipakai adalah berdasarkan colorimetri-test (Kit Merck). Trigliserida oleh enzim lipase dengan kombinasi khusus akan dihidrolisa menjadi gliserol dan asam kemak bebas. Gliserol yang tejadi bereaksi dengan ATP sehingga terbentuk gliserol-3 fosfat, ditambah dengan NAD menjadi W d r o k s i aseton fosfat dan NADH2. Selanjutnya NADHz ditambah INT akan terbentuk formazane.
Sepuluh p1 contoh ditambah 1000 pl larutan pereaksi dari KIT yang dicampur
rata clan diinkubasikan selama 20 menit pa& suhu kamar.Dengan membandingkan pada larutan
baku
dan koreksi terhadap blanko,
absorbans
contoh
dbaca
dari
spektrofotometer pada panjang gelombang 456 nm. Kadar trigiiserida dapat dihitung dengan rumus
di mana
C
=
konsentrasi trigliserida (mg/200 ml)
= nilai absorbans contoh
Abaku = nilai absorbans baku
Analisis Urea Darah
Urea darah dianalisis dengan menggunakan cara Berthelot (KIT Merck). Di mana urea diubah menjadi amonium karbonat oleh enzim urease. Dengan adanya fenol, Nu-h~pokhlorar akan dioksidasi menjadi warna biru. Konsentrasi zat warna yang
terbentuk diukur dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.
9. Pengukuran Produksi Susu Pengukuran produksi susu dilakukan mulai 1 minggu setelah melahirkan untuk memberi kesempatan pada pedet memperoleh kolostrum dari induknya. Pemerahan dilakukan secara manual dengan tangan sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari
dan susu hasil pemerahan dilakukan pengukuran volume dan penimbangan bobotnya dengan tlmbangan digital. Hasil pengukuran clan penimbangan susu pagi dijumlahkan dengan susu pemerahan sore hari untuk mendapatkan produksi susu harian. Sebelum pemerahan hmulai induk sapi ditimbang bobotnya untuk mengetahui bobot awal kemudian diinjeksi dengan oksitosin sintetis sebanyak 1,O rnl untuk merangsang keluarnya air susu. Selanjutnya dari hasil pemerahan diambil contoh susu sebanyak 200 ml untuk analisis komposisi susu (BK laktosa lemak, protein, mineral Ca dan P).
10. Penetapan Kadar Lemak
Penetapan kadar lemak dengan menggunakan metode Babcock yaitu caranya air susu dan asam sulfat pekat sebelum digunakan terlebih dahulu didinginkan sampai suhu 15°C. Selanjutnya kedalam botol Babcock dimasukkan air susu sebanyak 17,6 ml dengan menggunakan pipet 17,6 ml selanjutnya dengan menggunakan pipet otomatis dialirkan 17,6 ml asam sulfat pekat W2S04) den-
konsentrasi 91
-
92% secara hati-
hati. Botol ddcocok selama 1,5 menit sampai homogen kemudian dimasukkan ke dalam sentrifuse diputar selarna 5 menit. Selanjutnya botol diarnbil d~tambahdengan air panas dengan suhu 90°C sampai pada dasar leher botol. diputar lagi selama 2 menit kemudian diambil dan ditambah air panas sampai skah teratas botol dan diputar l a g selama 1 menit. Persentase lemak dapat d i i pada skala yang tertera dileher botol Babcock.
11. Penetapan Kadar Laktosa
Kadar laktosa susu dianalisis dengan metode HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Cara kerjanya yaitu 1 ml air susu ditambah dengan 9 rnl aquades dimasukkan ke &lam tabung reaksi kemudian diiakukan pengenceran sebanyak 10 kali. Dari hasil pengeceran diambil 1 ml air susu dan ditambahkan 20 pl pengendap protein (asam sulfo silisilat 50%) lalu disentrifke. Supernatan ditempatkan pada tabung vial dan disentrifuse lagi selama 7 menit. Kemudian disaring dan hasilnya dimasukkan ke tabung vial dan siap diinjeksikan ke alat HPLC. Kadar laktosa dapat dihitung dengan rumus : Luas areal sampel Kadar laktosa (%) =
x 10% Luas areal standar
12. Pengukuran Kadar Protein
Penetapan kadar protein susu dilakukan dengan cara makro Kjeldahl. Cara kerjanya terbagi menjadi 3 fase yaitu fase destruksi, fase destilasi dan fase titrasi. Pada fase destruksi contoh susu diambil sebanyak 0,5 - 1 g kemudian ditambahkan 2 butir tablet katdis clan 1 butiran glass. Ke dalam tabung ditambahkan 15 ml asam sulfat pekat
dan di destruksi dengan suhu rendah sampai asapnya hilang. Destruksi dilakukan pa& suhu tinggi sampai jemih dan pemanasan dilanjutkan lagi selama 15 menit hati-hati jangan sampai tejftdi kekeringan. Selanjutnya tabung dibilas dan dipindabkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 d.Pada fase destilasi, cairan hasil destruksi 5 ml ditambah 10 ml Na fiidroksida 50%, kemudian hasil pemanasan ditampung dengan labu yang telah diisi 5 ml asam borak 2% yang sudah dicarnpur dengan indikator dan destilasi dilanjutkan sampai cairan tertampung sebanyak 25 ml. Ujung kondensor dibilas dan cairan yang tertampung diturunkan. Cairan yang tertampung dititrasi dengan HC1 0,l N sarnpai titik akhir titrasi yaitu perubahan warna indikator dari biru menjadi merah muda. Kadar protein kasar contoh dapat dihitung dengan rumus 0.1 (TS-TB)x 1 4 ~ 6 . 3 1 80~
PK =
x 100% C
di mana : PK
= kadar protein kasar (%)
TS
= titrasi contoh (ml)
TB
= titrasi blanko (ml)
C
= jumlah contoh (mg)
0,l
= normalitas asam titrator
14
= ekivalen N (mg)
6,38 = faktor protein susu
13. Penetapan Kadar Bahan Kering Penetapan kadar bahan kering susu dilakukan dengan metode pengeringan (Horwirtz, 1965). Proses kerjanya yaitu pertama memanaskan tutup botol aluminium dengan saringan lintine di dalarnnya dengan alat pemanas (oven) selama 30 menit pada suhu 110°C. Selanjutnya tutup botol aluminium diambil dan ditempatkan pada desikator selarna 10 menit kemudian ditimbang maka akan diperoleh bobot W1. Selanjutnya masing-masing tutup botol ditambahkan 1 ml susu kemudian ditimbang dengan timbangan digital didapatkan bobot W2. Selanjutnya tutup botol (cawan) yang telah berisi air susu tadi diletakkan pada oven selama 30 menif setelah itu diambil dan didinginkan dalam desikator selama f 10 menit lagi, selanjutnya ditimbang maka didapatkan bobot W3. Prosentase kadar bahan kering @K) dapat dihitung dengan rumus
Kadar abu ditentukan dengan metode pengabuan kering sedangkan mineral Ca
dan P ditentukan dengan pengabuan basah yang selanjutnya dianalisis dengan alat AAS (Atomic Absorban Spektrofotometer).
14. Kinetika Glukosa
Pengukuran kinetika glukosa pada sapi laktasi dan kondisi kering (no11 laktasi) dilakukan dengan menggunakan teknik pengenceran g l ~ k o s a - 2 -yang ~ ~ disuntikkan dengan dosis tunggal &lam waktu singkat yaitu 1 menit melalui vena jugularis (Katz
dan Dunn, 1975 dalam Bergman 1983). Pul glukosa d m fluks glukosa dihitung dari berkurangnya aktivitas glukosa (berlabel
3
~
dalam ) plasma dengan bet-jalannya waktu
sesuai petunjuk Sastradipradja et al. (1976). Pengukwan aktivitas jenis glukosa-2-3~ dilakukan melalui pembuatan ester glukosa penta asetat (GPA) sesuai petunjuk Jones (1960) dalarn Sastradipradja (1970). Dengan mengikuti perubahan aktivitas jenis 3H-glukosa plasma dengan
perubahan waktu dari permulaan suntikan, dapat dihitung besarnya parameter-parameter kinetika glukosa. Berdasarkan teori perubahan aktivitas jenis 3H-glukosa plasma darah dengan waktu yang menurun secara eksponensial (garis lurus untuk nilai logaritma) dengan perubahan waktu. Perubahan ini dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
G = G e-H atau l n C , = - k t + l n C o di mana : Co
=
aktivitas jenis 3H-glukosa plasma d a d pada saat permulaan suntikan
C, = aktivitas jenis 3H-glukosa plasma pada waktu t
k
=
konstanta laju pulangan
t
=
lama waktu dari permulaan suntikan s a m e akhir pengukuran
Dengan mengetahui nilai-nilai Co, Ct dan t maka konstanta laju pulangan (nilai
k) dapat dihitung. Besarnya pul glukosa &pat dihitung dari pembagian dosis suntikan tunggal dengan aktivitas jenis 3H-glukosa yang telah diekstrapolasi ke waktu no1 (satuannya addah mg atau g). Fluks glukosa &pat dihitung dengan mengalikan besarnya pul glukosa dengan konstanta laju pulangan (k). Distribusi ruang glukosa (DRG, %) &pat ditentukan clan pembagian pul glukosa dengan hasil perkalian konsentrasi glukosa &rah
dengan bobot
tubuh dikalikan 100%.
Pelaksanaan Pengukuran Sapi-sapi yang digunakan &lam penelitian ini yaitu 8 ekor masing-masing A&3,
BI, Bz*CI, C3 dan DJ, D3. Pengukuran pa&
saat 1i-
dilakukan pa& minggu
ke 8 masa laktasi dan untuk kondisi kering dilakukan pada minggu ke 25 (tidak berproduksi lagi).
Persiapan isotop glukosa-2-3~untuk 8 ekor sapi laktasi yaitu
sejumlah 2,4 pCi dalam 2,4 ml cairan aquatik diencerkan dengan penambahan 8 ml larutan 0,9% NaCl dipindahkan ke dalam botol steril sehingga volumenya menjadi 10,4 ml. Masing-masing ternak disuntik dengan 1 rnl isotop dengan konsentrasi 230 pCi / ml / ekor, sedangkan sisanya 2,4 ml untuk standar. Volume cairan yang disuntikkan
ditentukan dengan cara pertama, menimbang spuit kosong + jarum dengan timbangan digital didapatkan berat A. Kemudian cairan isotop diambil f ml ditimbang lagi bersama spuit dan jarum + cairan didapat berat B. Selisih timbangan spuit kosong dengan spuit isi cairan diperoleh jumlah isotopnya kemudian dibagi dengan BJ larutan NaCl 0,9% (diukur
-+
100 ml NaC1) dalam gelas silinder ditambah alat pengapung BJ
(laktodensimeter) maka diperoleh volume dosis di atas. Kedua, pengarnbilan sarnpel
darah awal (zero) sebanyak 10 ml melalui vena jugularis dilakukan sekitar pukul 8.'' 9.''
pagi. Kemudian disuntikkan isotop dengan dosis
-+
1 ml melalui vena jugularis
perlahan-lahan sampai larutan benar-benar masuk sirkulasi darah sehingga isotop terbagi merata. Ketiga, sampei darah pertama diambil 20 menit setelah penyuntikan dosis tunggal isotop tadi. Selanjutnya setiap 20 menit berikutnya diambil lagi sampel
darah
yang ke-2, 3, 4, 5 c l a n ke-6 sehingga keseluruhan mengambil waktu 120 menit. Keempat, sampel darah ditampung dalam tabung berheparin masing-masing sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan serbuk NaF untuk menghambat enzim-enzim glikolisis sehingga glukosa tidak berubah &lam sampel. Semua sampel didinginkan &lam termos es kemudian disentrifuse dan plasma dipisahkan dengan benda-benda darah kemudian ditampung &lam botol-botol kecil lalu disimpan dalam freezer pada temperatur -20°C menunggu analisis selanjutnya (pembuatan GPA dan Counting dilakukan di Lab Fisiologi Fakultas Kedoketeran Hewan, IPB Bogor).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (analyses of variance) dan apabila ada perbedaan di antara perlakuan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie. 1980). Perhitungan model matematis untuk menyatakan hubungan antara beberapa variabel yang diukur menggunakan analisis regresi yang diolah dengan program Lotus 123 dan Minitab release 1 1.12.