C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja Alat dan Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sampel air yaitu sungai dan sumur sebagai bahan uji Filter sebagai media filtrasi, batu basal, ijuk, karbon aktif, pasir silica (batu kuarsa) Bak penampung untuk menampung hasil Reaktor koagulasi sebagai wadah untuk proses koagulasi Jet Set untuk menghomogenkan sampel air Bak filtrasi untuk filtrasi hasil koagulan Turbiditimeter untuk mengukur tingkat kekeruhan Bak sampel untuk menampung sampel air Koagulan ada 3 (kaporit atau (Ca(OCl)2), kapur, tawas atau (KAl(SO4)2·12H2O) ) sebagai bahan koagulan 10. Neraca ohaus untuk mengukur massa koagulan Cara Kerja (Proses Pengolahan) Alat dan Bahan -disiapkan Filter -disusun pada reaktor koagulasi (galon dan botol ukuran 1.5 Liter) Sampel air sungai dan kran -diambil 5 liter dengan gelas ukur Koagulan (kaporit) -dimasukkan kedalam gelas ukur yaitu dicampur dengan sampel sebanyak 150 mg (pada perlakuan dengan air sungai) dan 130 mg (pada erlakuan dengan air kran) Sampel air -diaduk dengan jet set selama 7 menit -dituangkan ke dalam reactor koagulasi. Air sungai pada galon dan air kran pada botol ukuran 1.5 liter Hasil
Cara Kerja (Turbiditymeter) Alat dan Bahan -disiapkan Tombol on/off dan mode -ditekan tombol on/off dan mode ditekan secara bersamaan Tombol (!) -ditekan hingga tanda panah berpindah ke tulisan data
Tombol mode -ditekan Larutan standar 0.1 -dimasukkan ke dalam turbidity meter untuk di baca Tombol read -ditekan, tunggu selama 1 menit sampai pembacaan selesai Larutan standar 20 -dimasukkan ke dalam turbidity meter untuk di baca (menggantikan larutan standar 0.1 tadi) Tombol read -ditekan, tunggu selama 1 menit sampai pembacaan selesai Larutan standar 200 -dimasukkan ke dalam turbidity meter untuk di baca (menggantikan larutan standar 20 tadi) Tombol read -ditekan, tunggu selama 1 menit sampai pembacaan selesai Larutan standar 800 -dimasukkan ke dalam turbidity meter untuk di baca (menggantikan larutan standar 200 tadi) Tombol read -ditekan, tunggu selama 1 menit sampai pembacaan selesai. Muncul user stone Tombol (!) -ditekan Sampel air -dimasukkan ke dalam tabung lalu letakkan pada turbidity meter untuk di baca Tombol on/off -ditekan 2 kali Tombol mode -ditekan -lakukan pengulangan 3 kali Hasil
D. Pembahasan 1. Data Hasil Pengamatan (DHP) Dari hasil praktikum didapatkan data sebagai berikut : Koagulan Turbiditas air Turbiditas air Turbiditas air sumur (NTU) sungai sungai setelah sebelum filtrasi (galon) filtrasi (NTU) (NTU) Kapur 0,21 239 27,5 0,23 233 28,0 0,23 215 28,1 Tawas 0,37 48,6 22,9 0,34 47,0 23,9 0,35 47,6 23,1 Kaporit 25,8 45,1 28,7 25,9 44,5 28,3 25,9 44,5 28,3 Dari data diatas, maka dapat dihasilkan rata-rata sebagai berikut : Jenis Jenis sampel koagulan Air sungai Air sumur
Turbiditas air sungai setelah filtrasi (botol) (NTU) 50,7 52,0 52,1 35,8 35,2 35,2 23,4 23,5 23,5
Air sungai
Sesudah Filtrasi Galon (Ntu)
Sesudah diberi koagulan (Ntu)
Sesudah Filtrasi Botol (Ntu)
Kapur
Sebelum Filtrasi, diberi koagulan (Ntu) 229
27.87
0.22
51.6
Tawas
47.73
23.3
0.35
35.4
Kaporit
44.8
28.5
25.87
23.45
2. Bagaimana proses koagulasi kapur, tawas, & kaporit (bandingkan) Proses koagulasi kapur, tawas, dan kaporit adalah dengan menaruhkan koagulan-koagulan tersebut pada masing-masing air perlakuan yang selanjutnya dapat dilakukan pengujian dengan menggunakan turbidity meter untuk menentukan tingkat kekeruhan dari air perlakuan setelah diberikan koagulan. Pertama, pemberian koagulan kapur pada air sumur dan sungai. Untuk air sumur nilai rata-rata turbidity setelah diberikan koagulan yaitu sebesar 0,22 dan nantinya nilai turbidity dari air sumur digunakan sebagai pembanding baku mutu air untuk air sungai. Selanjutnya untuk air sungai, dari pengujian dengan menggunakan turbidity meter, didapat nilai rata-rata turbidity air sungai sebelum dilakukan proses filtrasi adalah sebesar 229. Kemudian setelah dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Asisten Praktikum (galon), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 27,87 kemudian dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Praktikan (botol), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 51,6. Kedua, pemberian koagulan tawas pada air sumur dan sungai. Untuk air sumur nilai rata-rata turbidity setelah diberikan koagulan yaitu sebesar 0,35 dan nantinya nilai turbidity dari air sumur digunakan sebagai pembanding baku mutu air untuk air sungai. Selanjutnya untuk air sungai, dari pengujian dengan menggunakan turbidity meter, didapat nilai rata-rata turbidity air sungai sebelum dilakukan proses filtrasi adalah sebesar 47,73. Kemudian setelah dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Asisten Praktikum (galon), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 23,3 kemudian dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Praktikan (botol), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 35,4.
Ketiga, pemberian koagulan tawas pada air sumur dan sungai. Untuk air sumur nilai rata-rata turbidity setelah diberikan koagulan yaitu sebesar 25,87 dan nantinya nilai turbidity dari air sumur digunakan sebagai pembanding baku mutu air untuk air sungai. Selanjutnya untuk air sungai, dari pengujian dengan menggunakan turbidity meter, didapat nilai rata-rata turbidity air sungai sebelum dilakukan proses filtrasi adalah sebesar 44,8. Kemudian setelah dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Asisten Praktikum (galon), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 28,5 kemudian dilakukan filtrasi dengan menggunakan susunan filtrasi yang dibuat oleh Praktikan (botol), didapat nilai rata-rata turbidity sebesar 23,45. Untuk perlakuan ketiga, nilai turbiditas baku mutu air lebih besar dari pada turbiditas air sungai setelah filtrasi (galon), dan turbiditas air sungai setelah filtrasi (botol). Hal ini dikarenakan air baku mutu yang digunakan bukan air sumur melainkan air kran, sehingga membuat air baku yang digunakan sebagai perbandingan berbeda dengan perlakuan-perlakuan sebelumnya. Kemudian pada air baku ini, koagulan tidak ditambahkan, sehingga nilai turbiditasnya besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk perlakuan yang ketiga ini, antara nilai turbiditas hasil filtrasi dengan nilai turbiditas baku mutu air, tidak dapat dibandingkan, karena air yang digunakan berbeda dari perlakuan-perlakuan sebelumnya yang menggunakan air sumur sebagai baku mutu airnya. 3. Susunan Filtrasi serta Fungsi Masing-Masing Untuk susunan filtrasi yang dibuat oleh Asisten Praktikum (galon) adalah sebagai berikut (dari atas ke bawah) : 1. Batu kuarsa 2. Pasir 3. kerikil 4. batu kuarsa 5. pasir 6. Ijuk Untuk susunan filtrasi yang dibuat oleh Praktikan (botol) adalah sebagai berikut (dari atas ke bawah) : 1. Batu kuarsa 2. Ijuk 3. Kerikil 4. Ijuk 5. Karbon aktif 6. Ijuk 7. Batu kuarsa 8. Ijuk Susunan filtrasi diatas memiliki fungsi yang berbeda, arang atau karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan bau, rasa tidak enak dalam air dan juga menjernihkan air. Ijuk berfungsi untuk menyaring kotoran. Sedangkan bata, pasir aktif dan kerikil berfungsi untuk menyaring partikel kotoran terkecil yang lolos dari ijuk. Berdasarkan literatur, bagian filter yang berperan penting dalam melakukan penyaringan adalah media filter. Media Filter dapat tersusun dari pasir silika alami (batu kuarsa), anthrasit, atau pasir garnet. Media ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran, bentuk dan komposisi kimia. Proses pengolahan pasir kuarsa tergantung kepada kegunaan serta persyaratan yang dibutuhkan baik sebagai bahan baku maupun untuk langsung digunakan. Untuk memperoleh spesifikasi yang dibutuhkan dilakukan upaya pencucian untuk menghilangkan senyawa pengotor (Selintung, 2012).
4. Perbandingan Warna dan Bau Dalam praktikum digunakan dua jenis air perlakuan yaitu air sampel yang berasal dari sungai (air sungai) dan air sumur. Kedua sampel ini memiliki karakteristik yang berbeda pada saat sebelum dan sesudah pengolahan. Dalam hal ini keadaan air sungai sebelum proses pengolahan memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan dengan pada saat setelah dilakukan proses pengolahan. Begitu pula dengan air sumur, sebelum proses pengolahan memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan dengan pada saat setelah dilakukan proses pengolahan. Perbedaan warna tersebut menunjukkan perbedaan tingkat kekeruhannya. Kekeruhan air disebabkan oleh adanya zat padat yang tersuspensi terdiri dari zat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan – lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga menyebabkan sumber kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung perkembangbiakannya. Bakteri ini juga merupakan zat tersuspensi, sehingga pertambahannya akan menambah pula kekeruhan air. Demikian pula dengan algae yang berkembang biak karena adanya zat hara N, P, K akan menambah kekeruhan air. Untuk perbandingan bau, sebelum dilakukan pengolahan air, bau dari air sungai tidak berbau. Kemudian perlakuan dengan menggunakan kapur baunya agak basa. Untuk perlakuan menggunakan tawas tidak berbau. Sedangkan perlakuan menggunakan kaporit baunya masih mengandung bau dari kaporit. Berdasarkan literatur, yaitu filtrasi air melalui pasir dan kerikil. Walaupun sejumlah modifikasi telah dibuat dengan cara yang aplikasi, filtrasi tetap menjadi salah satu teknologi mendasar terkait dengan pengolahan air. Digunakannya media filter atau saringan karena merupakan alat filtrasi atau penyaring yang memisahkan campuran solida likuida dengan media porous atau material porous lainnya guna memisahkan sebanyak mungkin padatan tersuspensi yang paling halus. Dan penyaringan ini merupakan proses pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan, dimana prosesnya bisa dijadikan sebagai proses awal (primary treatment) (Selintung, 2012). 5. Baku Mutu Sungai Tingkat Dua Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian kualitas air, Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu: a) Kelas satu, air yang perunt ukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b) Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c) Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut. d) Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
6. Inovasi Pengolahan Air Bersih Dari praktikum yang telah dilakukan, yaitu mengenai Teknik Pengolahan Air Bersih, maka dapat dihasilkan inovasi baru dalam pengolahan air bersih salah satunya pengolahan air bersih berikut : 1. Pengolahan air bersih ini menggunakan Unit Pilot plant air bersih merupakan rangkaian peralatan yang terdiri dari proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi dan clorinasi. Mini Instalasi Pengolahan air bersih ini dirancang dan dibuat dari bahan flexy glass dengan harapan dapat terlihat hidrodinamika gerakan partikelpartikel padat hasil flokulasi. Kapasitas volume tangki koagulasi : 1 liter, tangki flokulasi 15 liter dan bak pengendapan max 120 liter. Waktu tinggal di tangki koagulasi 1 menit dengan kecepatan pengadukkan 100 rpm dan di tangki koagulasi 15 dengan kecepatan pengadukkan 15 menit. Hasil uji parameter didapatkan koagulant tawas memberikan nilai yang signifikan didalam proses pengolahan secara fisik kimia (Agung, 2011). 2. Rangkaian Alat
3. Kelebihan Alat Teknologi pengelolaan dan pengolahan air merupakan kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup. Apapun macam teknologi pengolahan air domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh seluruh warga. Dengan adanya pengolahan air bersih mini ini, diharapkan dapat diaplikasikan pada seluruh elemen masyarakat dengan mudah dan bermanfaat secara luas. E. Penutup Kesimpulan Dari praktikum Teknik Penyediaan Air bersih tentang “Pengolahan Air Bersih Skala Laboratorium” ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : - Dari praktikum ini, praktikan dapat menghitung kekeruhan sebelum dan sesudah pengolahan air, yaitu dengan menggunakan alat turbidity meter. Sehingga praktikan dapat membandingkan tingkat kekeruhan air sampel sebelum dan sesudah proses pengolahan. - Koagulan memiliki sifat yang berbeda-beda. Tawas berfungsi untuk memisahkan dan mengedapkan kotoran dalam air. Lama pengendapan berkisar 12 jam. Fungsi tawas hanya untuk pengendapan, tidak berfungsi untuk membunuh kuman atau menaikkan PH dalam air. Kaporit berfungsi
-
-
untuk membunuh bakteri, kuman dan virus dalam air juga digunakan untuk menaikkan PH air, bukan digunakan untuk penngendapan. Kapur berfungsi untuk pengendapan, namun prosesnya cukup lama hingga 24 jam. Kapur juga berfungsi untuk menaikkan PH air. Metode yang paling baik menghasilkan turbidity yang terendah dari pengolahan air bersih yaitu dengan menggunakan koagulan tawas dengan metode infiltrasi susunan dari asisten praktikum (galon) dengan turbidity 23,3 Ntu. Praktikan dapan mengetahui efektifitas dari sistem pengolahan air bersih skala laboratorium (sederhana).
Saran Pada praktikum matakuliah Teknik Penyediaan Air bersih ini sudah berjalan lancar. Sebaiknya penjelasan mengenai metode praktikum diperjelas lagi, karena praktikan masih kurang jelas dengan metode yang dilakukan. Namun secara keseluruhan, sudah berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Rachmanto. 2011. Penentuan Dosis Optimum Koagulan untuk Mengolah Air Kali Kebon Agung menjadi Air Bersih. eprints.upnjatim.ac.id Diakses pada tanggal 27 April 2014 Pukul 20.32 WIB. Alamsyah, Sujana. 2011. Merakit Sendiri Alat Penjernih Air Untuk Rumah Tangga.Jakarta: Kawan Pustaka. Anonim. 2012. Modul Filtrasi. Tanggal akses 24 April 2014 akademik.che.itb.ac.id/labtek/wpcontent/uploads/2012/.../fil-filtrasi.pdf Mukhtasor.2008. Pengantar Ilmu Lingkungan. Surabaya : ITS Press. Risdianto, Dian. 2007. Optimasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan Air Limbah Industri Jamu. pp. 55. Tanggal akses 22 April 2014. http://eprints.undip.ac.id/17016/1/Dian_Risdianto.pdf Salirawati, Das. 2007. Belajar Kimia Secara Menarik untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo Setiowati, Tetty. 2007. Biologi Interaktif untuk SMA/MA Kelas X.Jakarta: Azka Press Selintung, Mary. 2012. Studi Pengolahan Air Melalui Media Filter Pasir Kuarsa (Studi Kasus Sungai Malimpung ). Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hassanudin. Susana, E. 2012. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Rambut Palsu Dengan Cara Kimia dan Biologi Aerob. pp.12. Tanggal akses 24 April 2014. http://eprints.undip.ac.id/11460/1/Skripsi_Penelitian.pdf
LAMPIRAN