BAB 3 ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur
25mL
Pyrex
2. Gelas ukur
100mL
Pyrex
3. Pipet volume
10mL
Pyrex
4. Pipet volume
5mL
Pyrex
5. Buret
25mL
Pyrex
6. Erlenmeyer
250mL
Pyrex
8. Labu takar
250mL
Pyrex
9. Labu takar
500mL
Pyrex
10. Beaker glass
50mL
Pyrex
7. Kaca arloji
11. COD destruction block 12. Rak tabung COD 13. Pendingin leibig 14. Corong 15. Botol aquades 16. Bola karet 17. Spatula
Universitas Sumatera Utara
18. Neraca analitik 19. Pipet tetes 20. Tabung COD 21. Hot plate
3.1.2. Bahan - bahan : 1. Larutan Kalium dikromat 0,25N 2. Larutan Asam sulfat – Perak sulfat 3. Indikator Ferroin 4. Larutan Ferro amonium sulfat (FAS) 0,1N 5. Serbuk Merkuri sulfat (HgSO4) 6. Batu didih
3.2. Prosedur Analisa 3.2.1. Pembuatan Pereaksi 1. Larutan Baku Kalium dikromat 0,25N dalam 250 ml Larutkan 3,0648 gr K2Cr2O7 ( yang telah dikeringkan pada 150o C selama dua jam) dengan air suling dan tepatkan sampai 250 ml.
2. Larutan Asam sulfat – Perak sulfat Tambahkan 5,5 gr Ag2SO4 kedalam 1L Asam Sulfat pekat atau 10,12 gr Ag2SO4 dalam 1000 ml asam sulfat pekat, aduk dan dibiarkan 1 sampai 2 hari untuk melarutkan
Universitas Sumatera Utara
3. Larutan Indikator Ferroin Larutkan 1,485 gr 1,10 PP monohidrat dan 0,695 gr FeSO4.7H2O dengan air suling dan encerkan sampai 100 ml.
4. Larutan FAS 0,1N Larutkan 19,6 gr Fe(NH4)2(SO4).6H2O dengan air suling, tambahkan 10 ml H2SO4 lalu dinginkan dan tepatkan dengan air suling sampai 500 ml. Bakukan larutan ini dengan larutan baku K2Cr2O7.
3.2.2. Prosedur Percobaan 1. Pembakuan larutan FAS 0,1N a. Dipipet 10 ml K2Cr2O7 0,25N dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. b. Ditambahkan 90 ml air suling. c. Ditambahkan 20 ml H2SO4(p) d. Diaduk dan ditutup dengan kaca arloji. e. Disimpan di tempat yang gelap. f. Ditambahkan 3 tetes indikator Ferroin. g. Dititrasi dengan larutan FAS 0,1N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah kecoklatan pada titik akhir titrasi. h. Dicatat volume FAS 0,1N yang terpakai. Normalitas FAS =
Universitas Sumatera Utara
dimana : V1 = Volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan (ml) V2 = Volume larutan FAS yang dibutuhkan (ml) N1 = Normalitas larutan K2Cr2O7
3.2.2. Analisa Sampel a. Dipipet 10 ml sampel dan dimasukkan kedalam tabung COD. b. Ditambahkan 0,2 gr HgSO4 dan beberapa batu didih. c. Ditambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 0,25N. d. Ditambahkan 15 ml larutan Asam sulfat - Perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air dingin. e. Dihubungkan dengan pendingin. f. Dididihkan diatas COD destruction block selama 2 jam. g. Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume sampel menjadi lebih kurang 70 ml (ditambahkan 40 ml air suling). h. Didinginkan sampai temperatur kamar. i. Ditambahkan indikator Ferroin sebanyak 3 tetes . j. Dititrasi dengan larutan FAS 0,1N sampai warna merah kecoklatan. k. Dicatat volume FAS 0,1N yang terpakai dan ulangi prosedur terhadap blanko.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Data Hasil Analisa Hasil KOK pada limbah Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan dari sampai minggu-I sampai minggu-IV tanggal 3 Februari 2014 sampai 24 Februari 2014 adalah sebagai berikut :
NO
1.
Sampel
Inlet
Parameter
KOK
Minggu I
II
III
IV
17.956,80
24.148,80
25.180,80
19.608,00
5.036,16
7.925,76
8.256,00
6.357,12
(mg/L)
2.
Outlet
KOK (mg/L)
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Perhitungan KOK (mg/ L O2)
=
Dimana : A
: mL titran Blanko
B
: mL titrasi sampel
N
: Normalitas FAS
Be O2 : 8 P
: Pengenceran
1.
Inlet Minggu I Blanko
: 11, 95 mL
V titran
: 7,6 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (inlet)
=
=
= 17.956,80 mg/ L O2
Universitas Sumatera Utara
Outlet Minggu I Blanko
: 11, 95 mL
V titran
: 8,9 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (outlet) =
=
= 5.036,16 mg/L O2 2.
Inlet Minggu II Blanko
: 11,95 mL
V titran
: 6,1 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (inlet)
=
=
= 24.148,8 mg/L O2
Universitas Sumatera Utara
Outlet Minggu II Blanko
: 11,95 mL
V titran
: 7,4 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (outlet) =
=
= 7.512,96 mg/L O2 3.
Inlet Minggu III Blanko
: 12,10 mL
V titran
: 6,0 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (inlet)
=
=
=25.180,8 mg/ L O2
Universitas Sumatera Utara
Outlet Minggu III Blanko
: 12,10 mL
V titran
: 7,1 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (outlet) =
=
= 8.256,00 mg/L O2
4.
Inlet Minggu IV Blanko
: 12,45 mL
V titran
: 7,70 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (inlet)
=
= = 19.608 mg/ L O2
Universitas Sumatera Utara
Oulet Minggu IV Blanko
: 12,45 mL
V titran
: 8,3 mL
N FAS
: 0,1032 N
V sampel
: 10 mL
KOK (inlet)
=
=
= 6.357,12 mg/L
Universitas Sumatera Utara
4.2. Pembahasan COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan uji yang lebih cepat daripada uji BOD (Biological Oxygen Demand), yaitu suatu uji berdasarkan reaksi kimia tertentu untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (misalnya kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan- bahan organik yang terdapat di dalam air (Astri,2006). Oleh karena itu, Chemical Oxygen Demand merupakan analisis kimia. Analisa BOD dan COD dari suatu limbah akan menghasilkan nilai- nilai yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai- nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD. Walaupun metode COD tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara biologi, metode COD mempunyai nilai praktis. Metode COD cepat, lebih teliti, dan umumnya memberikan perkiraan kebutuhan oksigen total dari suatu limbah yang berguna. Nilai COD dan BOD akan meningkat dengan menjadi stabilnya bahan yang teroksidasi secara biologi (Jenie, 1993).
Nilai KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industri Medan pada limbah inlet dan otlet pabrik tersebut selama 4 minggu yaitu : Inlet : Minggu I 17.956,8 mg/L, Minggu II 24.148,80 mg/L, Minggu III 25.180,80 mg/L, Minggu IV 19.608,00 mg/L. Oulet : Minggu I 5.036,16 mg/L, Minggu II 7.925,76, Minggu III 8.256,00 mg/L, Minggu IV 6.357,12 mg/L.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil uji yang dilakukan terhadap sampel limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di Kawasan Industi Medan dengan parameter KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) maka diperoleh kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) yang belum memenuhi baku mutu limbah cair untuk industri pabrik gula. Menurut KEP51/MENLH/10/1995 kadar maksimum COD yang telah ditetapkan adalah 100 mg/L dalam berat pencemaran maksimum 0,5 kg/ton.
Nilainya yang selalu berubah- ubah dan selalu dalam jumlah besar ini juga dapat diamati dari keadaan fisik limbah yang tidak baik seperti dari kekeruhannya, warnanya kuning kecoklatan, baunya yang tidak sedap, dan timbulnya busa dari limbah oleh karena itu, limbah membutuhkan pengolahan lebih lanjut, sehingga lebih aman ketika dibuang ke badan air. Untuk mengantisipasi adanya pencemaran lingkungan setiap industri seharusnya sudah mempunyai IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), sehingga kondisi limbah secara rutin dapat diamati, dan limbah dapat dibuang sesuai dengan kondisinya yang baik dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan bagi kehidupan masyarakat .
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Kadar limbah cair yang telah dianalisa dari Pabrik Gula Rafinasi di kawasan Industri Medan adalah : Inlet : Minggu I 17.956,80 mg/L, Minggu II 24.148,80 mg/L, Minggu III 25.180,80 mg/L, Minggu IV 19.608,00 mg/L. Oulet : Minggu I 5.036,16 mg/L, Minggu II 7.925,76, Minggu III 8.256,00 mg/L, Minggu IV 6.357,12 mg/L. 2. Kadar KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) limbah cair Pabrik Gula Rafinasi di kawasan Industri Medan belum memenuhi standar baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh Pemerintah sebelum dibuang ke badan air berdasarkan KEP- 51/ MENLH/ 10/ 1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri gula adalah 1 mg/ L dalam 0,5 kg/ ton.
5.2. Saran Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama pada perairan, sebaiknya setiap industri memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah) sendiri yang dapat bekerja dengan baik sehingga pihak industri dapat memantau kondisi limbah lebih lanjut sehingga sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Universitas Sumatera Utara