ISSN 2087-6920
JURNAL TEKNOLOGI & INDUSTRI Vol. 3 No. 1; Juni 2014
PEMBUATAN RESIN PHENOL FORMALDEHYDE SEBAGAI PREKURSOR UNTUK PREPARASI KARBON BERPORI Pengaruh Jenis Phenol dalam Pembuatan Resin Terhadap Distribusi Ukuran Pori Karbon
*NURYATI1, IMAM PRASETYO2, ROCHMADI2
1Staf
Pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Tanah Laut 2Jurusan
Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada
Naskah diterima: 04 Mei 2014; Naskah disetujui: 03 Juni 2014
ABSTRAK Phenolic resin merupakan hasil polikondensasi antara phenol (P) dengan formaldehyde (F). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembuatan resin phenol formaldehyde yang dimodifikasi dengan menambahkan reaktan ketiga berupa turunan phenol yaitu hidroquinon (H), resorcinol (R), 4-amino phenol (AP), asam salisilat (AS), tertiary butylphenol (TBP), dan CNSL (Cashew Nut Shell Liquid) (C). Resin yang dihasilkan digunakan sebagai prekursor pembuatan karbon berpori. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap sintesa resin phenol formaldehyde, tahap pirolisis, dan tahap karakterisasi. Reaksi polimerisasi phenol formaldehyde dilakukan dalam reaktor berpengaduk pada suhu 90o C. Katalis KOH dimasukkan saat suhu mencapai 90 o C dan reaksi dibiarkan selama 1-3 jam. Para Toluene Sulfonic Acid (pTSA) ditambahkan sebagai crosslinking agent. Campuran kemudian dipanaskan dengan tujuan membentuk resin padat. Proses pirolisis resin dilakukan untuk menghasilkan karbon berpori. Proses tersebut dilakukan pada reaktor furnace yang dialiri nitrogen, temperatur 800o C selama 1 jam. Karakterisasi karbon dilakukan dengan menghitung distribusi ukuran pori dengan dua metode yaitu metode Dubinin Astakhov dan metode Horvath Kawazoe. Dari keenam jenis karbon yang dihasilkan dari pirolisis resin tersebut menunjukkan bahwa distribusi ukuran pori metode Dubinin Astakhov diperoleh hasil terbaik pada karbon PFAS dengan diameter pori rata-rata 1419 Å. Distribusi ukuran pori menggunakan Horvath Kawazoe karbon PF memiliki volume pori yang paling besar dengan rata-rata ukuran pori sekitar 7 - 7,5 Å. Karbon yang dihasilkan dari hasil pirolisis resin PF terlihat distribusi ukuran pori didominasi 7,33 Å dengan volume pori tertinggi. Kata kunci: phenol formaldehyde resin, pirolisis, distribusi ukuran pori, metode Dubinin Astakhov, metode Horvath Kawazoe
*Korespondensi penulis: Telepon/nomor faks Email
: 0512-21537 :
[email protected] [17]
PENDAHULUAN Resin phenol formaldehyde merupakan hasil polimerisasi kondensasi antara phenol dengan formaldehyde. Resin yang dihasilkan digunakan sebagai prekursor pembuatan karbon berpori. Keberhasilan reaksi polimerisasi dipengaruhi oleh suhu, pH, jenis katalis, jenis phenol dan perbandingan antara phenol dengan formaldehyde (Poljansek and Krajnc, 2005). Polimerisasi phenol formaldehyde merupakan jenis polimerisasi kondensasi yang mengalami dua peristiwa yaitu reaksi adisi dan kondensasi. Tahap pertama reaksi antara phenol dan formaldehyde adalah reaksi adisi yang menghasilkan turunan methylolphenol pada posisi orto maupun para. Produk dari reaksi adisi akan mengalami polimerisasi lebih lanjut, yaitu reaksi kondensasi antara gugus CH 2 OH dan atom hidrogen dari tempat orto atau para dari inti benzene, dengan hasil samping molekul air. Penelitian tentang pembuatan resin phenol formaldehyde telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain Lenghaus, dkk. (2001) yang melakukan pembuatan resin menggunakan para alkil phenol dan dimetil phenol sebagai pengganti phenol yang masing-masing direaksikan dengan formaldehyde. Poljansek dan Krajnc (2005) membuat resin dari phenol formaldehyde menggunakan katalis NaOH. Ibrahim (2007) melakukan modifikasi terhadap resin phenol formaldehyde dengan penambahan lignin. Pada tahun 2007, Bajia mensintesis resol dari phenol formaldehyde menggunakan katalis NaOH. Novacov (2008) membuat resin phenol formaldehyde dengan pelarut hexamethylenetetramine. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mempelajari pembuatan resin phenol formaldehyde yang dimodifikasi dengan menambahkan reaktan ketiga berupa turunan phenol. Pada penelitian ini, pembuatan resin phenol formaldehyde dimodifikasi dengan menambahkan reaktan ketiga berupa turunan phenol (jenis phenol tersubstitusi). Turunan phenol yang digunakan adalah tertiary butylphenol, resorcinol dan hidroquinon. Keberhasilan proses modifikasi resin phenol formaldehyde diidentifikasi dengan uji densitas dan uji kekerasan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan material karbon berpori adalah resin sintetis berbasis phenolic resin. Phenolic resin telah lama digunakan secara komersial, karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu tahan terhadap suhu dan bahan kimia, dan bersifat stabil. Produk yang dibentuk dari resin ini mempuyai sifat lebih keras, tidak mudah terbakar, dan daya serap air lebih rendah (Rosarica, 2003). Proses pirolisis digunakan untuk mengubah phenol formaldehyde resin menjadi karbon, dimana dalam proses ini diharapkan terjadinya peruraian senyawa-senyawa penyusun phenol formaldehyde resin hanya meninggalkan karbon saja. Reaksi penguraian menggunakan gas inert (N 2 gaseous) yang dialirkan secara terus-menerus ke dalam reaktor. Penggunaan gas inert untuk mencegah masuknya gas oksigen ke dalam reaktor dan juga berfungsi sebagai carrier gas yang membawa sisa-sisa penguraian selain karbon. Karakterisasi karbon dilakukan dengan menghitung distribusi ukuran pori dengan metode Dubinin Astakhov dan metode Horvath Kawazoe.
[18]
METODOLOGI Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan phenol-formaldehyde resin dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Teknologi Polimer Tinggi, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, kecuali minyak kulit biji mete, yang di dapat dari pabrik minyak kulit biji mete di Demak. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan resin phenol-formaldehyde: phenol, formaldehyde, tertier butil phenol, resorcinol, hidroquinon, HCl, KOH, para toluene sulfonic acid (pTSA) dan gas Nitrogen (N 2 ) diperoleh dari CV. Aneka Gas yang berfungsi sebagai inert gas dalam reaksi pirolisis pembentukan phenol formaldehyde resin. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap sintesa resin phenol formaldehyde, tahap pirolisis, dan tahap karakterisasi. 1. Reaksi polimerisasi phenol formaldehyde dijalankan di dalam labu leher tiga pada suhu 90 o C dan diaduk agar campuran menjadi homogen. Saat suhu sudah mencapai 90 o C, katalis KOH dimasukkan dan reaksi dibiarkan selama 1-3 jam. Sebelum dilakukan crosslinking, phenol formaldehyde hasil polimerisasi kemudian didistilasi hampa pada suhu 60o C. Distilasi dihentikan ketika phenol-formaldehyde sudah terlihat kental dan berwarna agak kekuningan kemudian dinetralkan dengan HCl, dan didinginkan. Crosslinking bertujuan untuk mengubah phenol formaldehyde yang terbentuk menjadi resinnya. Setelah dingin phenol- formaldehyde dicampur dengan para Toluene Sulfonic Acid (pTSA) sebanyak 5% dari berat total phenol formaldehyde. Campuran dimasukkan ke dalam cetakan untuk dipanaskan pada suhu ± 100 o C selama ± 15 menit, kemudian resin padat dikarakterisasi densitas dan kekerasan. 2. Produk dari resin yang telah diayak diambil beberapa gram dimasukkan dalam reaktor pirolisis. Kemudian mengalirkan N2 untuk menghilangkan oksigen,
preheater dinyalakan dan pemanas reaktor
o
dihidupkan sampai suhu ± 800 C dan ke dalam reaktor terus dialiri dengan gas N2 selama kira-kira 3 jam. Setelah dingin karbon diambil dan dilakukan karakterisasi karbon.
[19]
Alat: Rangkaian alat yang digunakan untuk proses pirolisis resin
Gambar 1. Rangkaian Alat Pirolisis Analisis: Karbon hasil pirolisis resin dianalisis distribusi ukuran pori dengan 2 metode yaitu Dubinin Astakhov (DA) dan metode Hovarth Kawazoe (HK).
HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi ukuran pori yang relatif seragam dapat meningkatkan selektivitas sehingga jika digunakan pada proses permeasi akan menghasilkan produk dengan kemurnian yang lebih tinggi (Barsema, 2004; Mustafa, 2006; Williams, 2006). Metode yang digunakan dalam menentukan distribusi ukuran pori adalah metode adsorpsi nitrogen pada normal boiling point yaitu 77 K. Pada metode ini, penentuan distribusi ukuran pori didasarkan pada adsorpsi nitrogen di permukaan dan kondensasi kapiler nitrogen di dalam pori. Dari data isotherm adsorpsi nitrogen, distribusi ukuran pori dapat dihitung dengan pertimbangan bentuk dan ukuran pori pada permukaan. Pengukuran distribusi ukuran pori pada material berpori untuk mikropori dan mesopori biasanya dilakukan dengan metode adsorpsi pada tekanan rendah. Perhitungan distribusi ukuran pori dalam penelitian ini menggunakan metode Dubinin Astakhov (DA) dan metode Hovarth Kawazoe (HK). A. Distribusi Ukuran Pori dengan Metode DA Metode Dubinin Astakhov memperhitungkan pori yang berbentuk silinder dengan diameter pori sampai dengan 4 nm.
[20]
Tabel 1. Diameter pori rata-rata karbon yang dihasilkan dari pirolisis jenis resin Jenis karbon
Diameter pori rata-rata, Å
Karbon PF
15,0
Karbon PFH
14,6
Karbon PFR
16,4
Karbon PFAP
14,6
Karbon PFAS
16,0
Karbon PFT
15,6
Karbon PFC
19,2
Dari Tabel 1 terlihat bahwa diameter pori rata-rata dari karbon hasil pirolisis dari berbagai jenis resin cenderung mendekati sama yaitu dibawah 2 nm. 1.80 1.60 PF
Volume Pori (cc/A/g)
1.40
PFT PFC
1.20
PFR 1.00
PFH PFAS
0.80
PFAP
0.60 0.40 0.20 0.00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Diameter Pori (A)
Gambar 2. Distribusi ukuran pori karbon hasil pirolisis berbagai jenis resin dengan metode Dubinin Astakhov Distribusi ukuran pori pada Gambar 2 menggunakan perhitungan metode Dubinin Astakhov diperoleh hasil terbaik pada karbon PFAS dengan volume pori terbesar dibandingkan dengan jenis karbon yang lain. Berdasarkan karakterisasi distribusi ukuran pori karbon dapat diklasifikasikan sebagai micropores dengan diameter < 2 nm. Pirolisis dari berbagai jenis resin dapat mempengaruhi distribusi ukuran pori suatu karbon sehingga berdampak pada tingkat selektivitas dari produk karbon berpori. B. Distribusi Ukuran Pori dengan Metode HK Distribusi ukuran pori dengan metode Horvath Kawazoe memperhitungkan pori yang berbentuk slit menggunakan data isotherm adsorpsi pada normal boiling point adsorbat (Yang, 2003). Adsorbat yang digunakan dalam penentuan distribusi ukuran pori yaitu nitrogen dengan
[21]
titik didih 77 K. Distribusi ukuran pori memberikan gambaran tentang ukuran pori pada suatu material. Luasan daerah di bawah kurva distribusi ukuran pori menunjukkan volume pori.
0.25 PF PFT
Volume Pori (cc/A/g)
0.20
PFC PFR PFH
0.15
PFAS PFAP 0.10
0.05
0.00 0
5
10
15
20
25
Diam e te r Pori (A)
Gambar 3. Hubungan antara volume pori dengan diameter pori karbon hasil pirolisis berbagai jenis resin dengan metode Horvath Kawazoe Distribusi ukuran pori menggunakan perhitungan metode Dubinin Astakhov pada Gambar 2, diperoleh hasil terbaik pada karbon PFAS dengan volume pori yang tinggi. Hasil itu tidak sesuai dengan metode Horvath Kawazoe pada Gambar 3, karbon PF memiliki volume pori yang paling besar dengan rata-rata ukuran pori sekitar 7 - 7,5 Å. Karbon yang dihasilkan dari hasil pirolisis resin PF terlihat distribusi ukuran pori didominasi 7,33 Å dengan volume pori tertinggi. Karbon PFH mempunyai ukuran pori yang hampir sama dengan karbon PF namun volume pori sedikit dibawahnya.
DAFTAR PUSTAKA Ibrahim, M., 2007, “Formulation of lignin phenol formaldehyde resins as a wood adhesive”, The Malaysian Journal of Analytical Sciences, Universiti Sains Malaysia, Minden, Pulau Pinang, Malaysia, hal. 213-218. Kirk, R.E and Othmer, D.F., 1981, Encyclopedia of chemical technology, Vol. 4 and Vol.18, Mc. Graw Hill Book Company, New York.
[22]