Pembuatan Modul Kontrol Kualitas Air Tambak Udang Sebagai Sarana Pembelajaran Perbaikan Teknik Budidaya Udang Katherin Indriawati Jurusan Teknik Fisika FTI – ITS,
[email protected]
Abstrak Kondisi lingkungan tambak terkait erat dengan kualitas air tambak yang tercermin dari beberapa parameter. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah merancang sebuah simulasi tentang sistem pengontrolan kualitas air tambak dalam sebuah modul kontrol. Dalam hal ini, hanya diambil empat sifat yang berpengaruh besar terhadap kualitas air tambak, yaitu: salinitas, kandungan oksigen (dissolved oxygen atau DO), temperatur, dan pH. Hasil simulasi model tambak pada komputer menunjukkan bahwa pengontrol berdasarkan logika fuzzy dapat mengendalikan temperatur air tambak di sekitar 28°C dalam waktu sekitar 34 jam. Sedangkan pengontrol berdasarkan metode on-off dapat mengendalikan salinitas air tambak di daerah 22 ppt – 28 ppt. Jika nilai salinitas dan temperatur dapat dikontrol, maka secara tidak langsung nilai DO juga terkontrol, namun tidak dengan pH. Modul kontrol yang diperoleh dari perangkat lunak ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman wawasan perbaikan teknik budidaya udang. Hasil simulasi model tambak pada miniplant menunjukkan bahwa pengendali on-off dengan menggunakan pompa sebagai aktuator terbukti dapat menjaga nilai salinitas pada daerah 10 – 35 ppt dalam waktu sekitar 1 menit. Sedangkan pengendali fuzzy dengan menggunakan kincir air sebagai aktuator terbukti dapat menjaga temperatur di sekitar 28°C. Akibat sulitnya aktuator, parameter pH dikendalikan secara manual sehingga membutuhkan monitoring pH yang handal. Modul kontrol yang diperoleh dari perangkat keras ini dapat digunakan untuk memberikan pemahaman teknis tentang perbaikan budidaya udang. Kata kunci: kualitas air tambak, fuzzy logic controller, on-off controller 1.
Pendahuluan
Udang merupakan salah satu primadona ekspor Indonesia yang perlu ditingkatkan baik deri segi kualitas dan kuantitasnya. Salah satu permasalahan utama tambak udang adalah kondisi lingkungan tambak yang harus sesuai dengan kebutuhan hidup udang. Kondisi lingkungan tambak terkait erat dengan kualitas air tambak yang tercermin dari beberapa parameter. Fowler dan kawan-kawan telah membuat sebuah sistem kontrol untuk sistem akuakultur intensif resirkulasi dengan menggunakan mikrokontroller (Fowler, dkk, 1994). Algoritma kontrol yang digunakan oleh Fowler dan kawan-kawan adalah dengan logika fuzzy karena dianggap lebih mudah bagi para petani untuk berkomunikasi dengan engineer dan ilmuwan komputer. Sedangkan PID dianggap mahal dan berdasarkan persamaan matematika yang rumit. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak memonitor secara langsung semua parameter kualitas air. Parameter yang ditinjau dalam hal ini adalah temperatur, DO, pH dan ketinggian air. Namun demikian, disamping temperatur, DO, dan pH, ada satu parameter kualitas air yang penting untuk dikontrol juga khususnya untuk plant tambak, yaitu salinitas (_,2000). Dirgantara pada proyek tugas akhirnya telah merancang suatu alat untuk mengendalikan keasaman (pH) dan kadar garam (salinitas) air tambak udang dengan menggunakan logika fuzzy (Dirgantara, 1997). Akan tetapi alat tersebut tidak
70
mengendalikan DO dan temperatur yang juga merupakan parameter kondisi air yang sangat vital dibutuhkan oleh udang. Makalah ini memaparkan hasil penelitian tentang perancangan sebuah simulator sistem pengontrolan kualitas air tambak dalam sebuah modul kontrol. Dalam hal ini, hanya diambil empat sifat yang berpengaruh besar terhadap kualitas air tambak, yaitu: salinitas, kandungan oksigen, temperatur, dan pH. Hal ini disebabkan karena parameter tersebut cenderung untuk sering berubah dan mempunyai dampak merugikan yang signifikan pada sistem jika diijinkan beroperasi di luar nilai yang diijinkan. Sedangkan parameter lainnya berubah secara perlahan dan cenderung tetap nilainya jika laju aliran air yang masuk dijaga tetap. Permasalahan utama dalam melakukan simulasi adalah membuat model matematika dari sistem yang ditinjau. Selanjutnya, dengan model yang ada maka simulasi dinamik dari kualitas air tambak dapat dilakukan. Secara simulasi, pengontrolan terhadap model plant tambak dengan mengacu pada keempat parameter yang ditinjau (salinitas, kandungan oksigen, temperatur, dan pH) dapat dilihat dampaknya. Karena latar belakang petani tambak tidak berasal dari bidang rekayasa yang membutuhkan pemahaman matematika dan pemrograman yang kuat, maka algoritma kontrol yang digunakan adalah kontrol logika fuzzy dan on-off, dimana penyusunan algoritma kontrol ini adalah dengan bahasa linguistik sederhana yang dikuasai oleh para petani tambak. Selanjutnya metode kontrol ini diterapkan pada sebuah miniplant yang merepresentasikan air tambak dengan menggunakan mikrokontroller. Alasan menggunakan alat ini adalah karena harganya murah, ukurannya kecil, dan dapat beroperasi pada kondisi lingkungan yang berat, sehingga cocok untuk diterapkan pada plant tambak. 2.
Pemodelan Kualitas Air Tambak
Pengolahan air tambak merupakan bagian dari ilmu akuakultur (aquaculture) yang telah berkembang selama tiga dasawarsa ini. Referensi tentang pemodelan akuakultur yang tersedia – seperti pemodelan variasi temperatur dan stratifikasi termal [Losordo, Piedrahita, 1991], pemodelan temperatur, dissoved oxygen, dan laju pertumbuhan ikan [Lu, Piedrahita, 1998]), pemodelan kualitas air [Piedrahita, dkk., 1993] – menjadi modal dasar untuk membuat sebuah simulasi. Simulasi tentang akuakultur telah dilakukan oleh Ernst dan kawan-kawan dengan tujuan untuk merancang fasilitas akuakultur dan perencanaan pengelolaan (management planning) [Ernst, dkk, 2000]. Badan air tambak dapat dipandang atau didekati sebagai badan air danau atau resevoir. Tahap awal pembuatan model kualitas air adalah pengembangan model konseptual, memuat asumsi penyederhanaan yang digunakan untuk mendefinisikan model matematika, yaitu (James, 1993): o danau dan reservoir jarang menerima buangan bahan organik yang cukup besar untuk menyebabkan terjadinya penipisan oksigen o danau memiliki waktu penyimpanan (retention time) yang besar daripada sungai sehingga memungkinkan pencampuran secara horisontal terjadi. o danau memiliki waktu respon (respond time) lebih besar daripada plant yang mengalir seperti sungai. o gradien kualitas air secara prinsip adalah pada arah vertikal daripada arah longitudinal Tahap selanjutnya dari pemodelan adalah mengekspresikan model konseptual ke dalam bentuk model matematika, dengan melibatkan beberapa persamaan dasar, seperti persamaan kesetimbangan energi, kesetimbangan massa, dan transfer gas. Dalam penelitian ini, persamaan-persamaan tersebut digunakan untuk memodelkan temperatur, salinitas, pH dan oksigen terlarut di dalam air tambak.
71
Model temperatur pada tambak dapat dibangun dengan dua cara, yaitu model sederhana dan model lengkap (Gillot & Vanrolleghem, 2003). Kedua model berbeda
dari
segi
derajat
kompleksitas
dan
data
masukan
yang
dibutuhkan. Dari hasil perbandingan untuk kedua model tersebut, terlihat bahwa keduanya menghasilkan nilai perkiraan temperatur yang hampir sama pada musim di luar musim panas. Hanya saja model lengkap memberikan data pertukaran energi secara lebih lengkap. Pembuatan model kualitas air tambak ditujukan untuk simulasi sistem kontrol yang dibuat pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, parameter kualitas air yang dimodelkan adalah parameter kualitas air yang berhubungan langsung dengan sistem kontrol, yaitu temperatur salinitas, pH dan DO. Persamaan yang merepresentasikan parameter temperatur, salinitas, dan DO dalam model tambak adalah sebagai berikut: Model Temperatur Temperatur air pada model dihitung berdasarkan pada kesetimbangan energi untuk setiap lapisan. Dalam penelitian ini, model tambak didekati dengan satu lapisan saja, dengan asumsi kondisi tambak tidak terbagi (stratified). Hal ini dengan alasan bahwa sensor dan aktuator bekerja pada satu kondisi lingkungan (satu lapisan), dan penekanan penelitian ini hanya pada algoritma kontrol untuk prototipe tambak yang skalanya kecil. Untuk aplikasi riil, mungkin diperlukan penelitian lebih lanjut untuk peletakan sensor dan aktuator yang baik sehingga model tambak dengan beberapa lapisan (stratified pond) diperlukan. Dinamika temperatur air tambak dapat dituliskan sebagai berikut:
dT ∆H = = dt Az ρ c
∑Φ
in
− ∑ Φ out
(1)
Az ρ c
Keterangan: T adalah temperatur air tambak (°C) Φin adalah laju perpindahan energi yang masuk ke tambak (Watt) Φout adalah laju perpindahan energi yang keluar tambak (Watt) A adalah luas penampang tambak (m2) z adalah kedalaman tambak (m) ρ adalah kerapatan air tambak (kg/m3) c adalah panas spesifik air tambak (J/kg°C) Seperti yang telah dijelaskan pada bab II buku laporan ini, energi yang masuk ke tambak adalah melalui panas matahari, reaksi biologi yang terjadi di dalam tambak, dan daya aerator yang digunakan pada tambak. Pada penelitian ini, ketiga sumber panas tersebut dipresentasikan oleh sebuah heater yang diletakkan pada miniplant tambak. Selanjutnya laju perpindahan energi yang masuk ke tambak dapat dituliskan sebagai berikut: (2) Φ in = Φ heater
∑
Keterangan: Φ heater adalah laju perpindahan energi dari heater sebagai akumulasi dari energi panas yang masuk ke tambak. Energi panas yang hilang dari tambak (dengan mengacu pada bab II) adalah melalui konveksi/konduksi pada bagian sedimen tambak dan pertukaran panas melalui antar-muka udara/cairan, seperti penggunaan aerator permukaan pada tambak, sehingga laju perpindahan energi yang keluar dari tambak adalah: (3) Φ out = A U i (T − Ta ) + U w Ag (T − Te )
∑
72
dengan:
Ui =
11,4NPaer V
(4)
Keterangan: Ui adalah koefisien panas (W/m2°C) Ta adalah temperatur lingkungan (°C) Uw adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall) untuk dinding/dasar tambak (W/m2°C) Ag adalah luas dinding dan dasar tambak Te adalah temperatur tanah (°C) N adalah jumlah aerator Paer adalah daya aerator (W) V adalah volume tambak (m3) Model Salinitas Perhitungan nilai salinitas pada tambak didasarkan pada hukum kesetimbangan massa garam yang terjadi pada satu lapisan badan air tambak. Dengan mengasumsikan nilai koefisien laju perubahan larutan ks adalah fungsi hujan dan evaporasi, persamaan dinamika yang dapat digunakan untuk memodelkan nilai salinitas air tambak adalah:
dS Qin S in − Qout S = + ksS dt Az
(5)
Keterangan: S konsentrasi garam air tambak (kg/m3) Qin laju aliran volume air payau yang masuk ke tambak (m3/s) Sin konsentrasi garam air payau yang masuk ke tambak (kg/m3) Qout laju aliran volume air tambak yang keluar (m3/s) ks koefisien laju penurunan atau penambahan larutan (1/s) Model pH Perhitungan nilai pH pada tambak didasarkan pada hukum kesetimbangan konsentrasi [H+] yang terjadi pada satu lapisan badan air tambak. Dengan mengasumsikan nilai koefisien laju perubahan ion hidrogen kpH adalah fungsi reaksi kimia yang terjadi pada badan air tambak, persamaan dinamika yang dapat digunakan untuk memodelkan nilai pH air tambak adalah:
d [ H + ] Qin [ H + ]in − Qout [ H + ] = − k pH [ H + ] dt Az
(6)
+
pH = − log [ H ] Keterangan: [H+] konsentrasi ion hidrogen air tambak (kg/m3) Qin laju aliran volume air payau yang masuk ke tambak (m3/s) [H+]in konsentrasi ion hidrogen yang masuk ke tambak (kg/m3) Qout laju aliran volume air tambak yang keluar (m3/s) kpH koefisien laju perubahan ion hidrogen akibat reaksi kimia (1/s) Model DO Perhitungan nilai DO menggunakan prinsip perpindahan massa oksigen yang disebabkan karena aerator permukaan (kincir air), dan mengabaikan pengaruh respirasi mahluk hidup yang ada di dalam tambak. Dinamika dari persamaan DO adalah sebagai berikut:
73
dO = K L a (Os − O) dt
(7)
Keterangan: O adalah konsentrasi oksigen dalam tambak (mg/l) Os adalah konsentrasi jenuh oksigen dalam tambak (mg/l), merupakan fungsi dari temperatur dan salinitas dengan menggunakan tabel 2.2. KLa adalah koefisien perpindahan massa (oksigen) ( s−1 ) secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh temperatur, berdasarkan persamaan van’t Holff-Arrhenius berikut: KLa(T) = KLa(20°C) θT- 20 (8) θ bernilai 1.015 – 1.040, untuk aerator mekanik θ = 1.024 3.
Pembuatan Algoritma Kontrol
Pengelolaan air tambak pada prinsipnya adalah usaha untuk mempertahankan kualitas air lingkungan tambak pada kisaran nilai parameter yang layak serta menekan terjadinya fluktusi lingkungan yang tinggi. Dengan demikian kehidupan dan pertumbuhan udang yang dipelihara dapat tumbuh maksimal dengan energi dan input nutrisi yang minimal. Manajemen pengelolaan air selama pemeliharaan dilakukan dengan melihat parameter kualitas lingkungan. Pada kondisi tertentu pergantian/penambahan air dapat dilakukan seperlunya (less water exchanger). Kontrol kualitas air harian dilakukan pada parameter temperatur, pH, salinitas, DO, alkalinitas dan kecerahan (Arifin, dkk., 2007) (_, 2008). Aplikasi kapur fermentasi dan probiotik dilakukan berdasarkan kondisi lingkungan (jika diperlukan). Tabel 1 menunjukkan kriteria dan kategori kualitas air tambak secara fisik-kimiawi. Tabel 2.3. Kriteria dan kategori kualitas air tambak secara fisik-kimiawi (Arifin, dkk., 2007)
Sistem kontrol yang dibangun adalah untuk mengontrol nilai temperatur dan salinitas. Nilai DO tidak dikontrol secara langsung sebagai akibat karena nilai DO dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Oleh karena itu, dengan menjaga nilai temperatur maupun salinitas, diharapkan nilai DO akan terjaga. Nilai pH juga tidak dikontrol secara langsung namun hanya dimonitor sebagai akibat sulitnya dipreoleh aktuator yang sesuai dengan kebutuhan plant.
74
Algoritma kontrol yang dibangun untuk mengontrol temperatur adalah dengan menggunakan fuzzy logic controller (FLC). Algoritma kontrol yang dibangun untuk mengontrol salinitas adalah dengan menggunakan on-off controller. Penjelasan dari kedua algoritma tersebut adalah sebagai berikut: Pengontrolan Temperatur Untuk pengontrolan nilai temperatur (dan juga DO), maka digunakan aerator permukaan (kincir air) sebagai aktuator. Nilai normal temperatur dijaga pada range 26 – 30 ° C. Variabel input dan output bagi fuzzy logic controller (FLC) temperatur adalah: � Input berupa nilai temperatur dalam derajat celcius, dengan 5 fungsi kenggotaan yaitu: positif besar (PB), positif kecil (PK), nol (N), negatif kecil (NK), dan negatif besar (NB).
�
Gambar 1. Fungsi keanggotaan fuzzy untuk input FLC temperatur Output berupa sinyal kontrol tegangan yang menggerakkan kecepatan motor kincir air dalam prosentase, dengan 5 fungsi keanggotaan yaitu: sangat lamban (SL), lamban (L), medium (M), cepat (C), dan sangat cepat (SC).
Gambar 2. Fungsi keanggotaan fuzzy untuk output FLC temperatur Aturan yang digunakan oleh FLC temperatur ditunjukkan oleh tabel 2. Tabel 2. Aturan fuzzy untul FLC temperatur
75
Input PB PK N NK NB
Ouput SC C M L SL
Pengontrolan Salinitas Pengontrolan salinitas menggunakan satu jenis aktuator, yaitu pompa air payau yang masuk ke dalam tambak. Air payau yang masuk diasumsikan dari kolam tandon (reservoir) dimana nilai salinitas dan pH yang masuk adalah sesuai dengan baku mutu standar kualitas air tambak pada tabel 2.3, yaitu 7,8 – 8,5 untuk pH dan 10 – 35 ppt untuk salinitas. Untuk keperluan simulasi, maka diambil satu nilai untuk setiap parameter kualitas air tandon yang masuk ke miniplant tambak, yaitu 8 untuk pH dan 25 ppt untuk salinitas. Algoritma kontrol yang digunakan untuk pengendalian salinitas adalah algoritma kontrol on-off. Hal ini disebabkan karena kondisi salinitas diijinkan untuk berfluktuasi namun tidak melebihi batas yang ditentukan, yaitu fluktuasi harian salinitas tidak lebih dari 3 ppt. Sinyal kontrol akan menghidupkan pompa jika nilai salinitas di atas 28 ppt atau di bawah 22 ppt, sehingga air dari tandon akan mengalir. Sinyal kontrol akan mematikan pompa jika nilai salinitas berada pada range 28 – 22 ppt. Dengan demikian nilai salinitas air tambak dapat dijaga pada daerah yang ditentukan, yaitu 22 ppt – 28 ppt. 4.
Pembuatan Miniplant
Komponen perangkat keras dari modul kontrol kualitas air tambak mengikuti diagram blok pada gambar 3. Ukuran miniplant tambak adalah 0,5 m x 1,5 m x 1 m, terbuat dari kayu yang dialasi dengan lembaran plastik untuk menghindari kebocoran. Di dalam miniplant tambak dipasang sensor suhu, salinitas dan pH, serta kincir air. Sedangkan pompa diletakkan pada bak air tandon. LCD / Komputer
Mikrokontroler.
Mikrokontroler.
Driver Motor
Aerator
Driver Relay
Pompa
Miniplant Tambak
LCD / Komputer Sensor pH
Sensor Salinitas Sensor Temperatur
76
Gambar 3. Diagram blok sistem kontrol kualitas air miniplant tambak Dalam suatu sistem pengukuran berbasis komputer, apapun variabel proses yang diukur, apabila masih berupa sinyal analog maka harus diubah dulu ke sinyal digital. Dalam hal ini bisa digunakan rangkaian analog to digital converter (ADC) yang sudah terintegrasi pada mikrokontroler IC ATMega. Ada dua seri mikrokontroler IC ATMega yang digunakan, yaitu ATMega 8535 untuk sesor temperatur dan perhitungan DO, dan ATMega 16 untuk sensor salinitas dan pH. Akan tetapi sebelum diolah ke ADC, sinyal dari sensor harus berada pada range kerja antara 0 – 5 volt. Oleh karena itu diperlukan rangkaian pengkondisian sinyal (SC) untuk mengolah sinyal dari sensor agar bisa memenuhi nilai tersebut. Rangkaian SC juga telah terintegrasi pada mikrokontroler IC ATMega. Setelah sinyal yang dihasilkan sudah berbentuk sinyal digital, maka sinyal tersebut sudah bisa diproses di dalam mikrokontroler. Keluaran dari suatu mikrokontroler akan dipecah menjadi dua, yaitu untuk tampilan pada layar LCD / komputer dan untuk menggerakkan driver aktuator (aerator dan pompa). Putaran kincir air sebagai aerator digunakan untuk mengontrol temperatur dan nilai DO air tambak, sedangkan pompa digunakan untuk mengontrol nilai pH dan salinitas air tambak. Sensor Temperatur Sensor suhu yang digunakan yaitu LM 35 yang memiliki 3 buah kaki dan bekerja pada suhu +2oC s/d +150oC. Inputan yang dibutuhkan agar komponen ini dapat bekerja adalah sebesar 5 VDC. Outputan yang dikeluarkan oleh IC ini sebesar 10 mVDC setiap oC-nya. LM 35 memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut: dikalibrasi langsung dalam celcius; memiliki faktor skala linear +10.0 mV/°C; memiliki ketepatan 0,5°C pada suhu + 25°C; jangkauan maksimal suhu antara -55° sampai +150°C; cocok untuk aplikasi jarak jauh; harga yang cukup murah; bekerja pada tegangan catu 4 sampai 30 Volt; memiliki arus drain kurang dari 60 uA; pemanasan sendiri yang lambat (low self – heating), 0,08°C di udara diam; ketidaklinearan hanya sekitar ±1-4°C; dan memiliki impedansi keluaran yang kecil 0,1 W untuk beban 1 mA. Sensor Salinitas Pada penelitian ini, sensor salinitas dibuat dengan mengasumsikan bahwa kandungan garam terlarut pada miniplant tambak adalah NaCl. Prinsip yang digunakan untuk mendeteksi kandungan garam NaCl tersebut adalah prinsip kapasitor keping sejajar. Kapasitansi elektrik di antara dua konduktor yang terpisah oleh jarak tertentu (d) merupakan sifat penting dalam instrumen ini. Besarnya kapasitansi yang dimiliki oleh dua konduktor dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai berikut :
(9) dengan: C : Kapasitansi ε : Permeabilitas listrik K : Konstanta dielektrik A : Luasan D : Jarak kedua konduktor Variabel yang digunakan untuk mendeteksi kandungan NaCl pada persamaan 9 di atas adalah permeabilitas listrik bahan dielektrik. Dalam hal ini, larutan NaCl dianggap sebagai bahan dieletrik yang disisipkan di antara dua keping plat sejajar. Semakin banyak kandungan NaCl di antara dua plat tersebut, maka semakin besar
77
pula permeabilitas listrik yang diberikan sehingga akan semakin bersar pula kapasitansi listrik yang dihasilkan. Sensor pH Sensor pH yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan suatu teknik electrode differential dimana terdapat dua gelas kaca elektroda pengukuran. Satu electroda digunakan sebagai elektroda pengukuran, dan yang lain digunakan sebagai elektroda acuan. Tegangan keluaran yang dihasilkan sensor ini dan digunakan sebagai inputan pengukuran adalah perbedaan tegangan antara elektroda pengukuran dengan elektroda acuan. Tegangan keluaran yang dihasilkan oleh elektroda pengukuran tergantung dari aktivitas ion hidrogen dalam suatu larutan. Ketika suatu larutan bersifat asam, tegangan keluaran bersifat negatif. Sebaliknya jika suatu larutan bersifat basa, tegangan keluaran bersifat positif. Pada suatu elektroda yang sempurna, saat pH = 7 tegangan keluaran adalah 0 mV. Driver Motor Aerator Aktuator untuk pengendalian temperatur (dan DO) pada penelitian ini adalah kincir air yang digerakkan oleh motor arus searah (motor DC). Berdasarkan karakteristiknya, motor arus searah mempunyai daerah pengaturan putaran yang luas dibandingkan dengan motor arus bolak balik. Konstruksi motor arus searah adalah sama dengan konstruksi generator arus searah, hanya berbeda pada prinsip kerjanya. Dengan demikian, satu perangkat mesin arus searah dapat berfungsi sebagai generator maupun sebagai motor. Prinsip kerja dari motor arus searah berdasarkan pada fenomena bahwa penghantar yang membawa arus dan ditempatkan dalam satu medan magnet akan mendapatkan gaya. Gaya tersebut menimbulkan torsi yang akan menghasilkan rotasi mekanik, sehingga motor akan berputar. Jadi motor arus searah ini menerima sumber arus searah dari jala - jala kemudian dirubah menjadi energi mekanik berupa perputaran, yang nantinya dipakai oleh peralatan lain. Pengaturan gerakan motor DC memerlukan sebuah driver. Driver motor DC dilengkapi dengan prosedur input sehingga dapat mengetahui kecepatan motor pada saat tertentu dan juga dilengkapi dengan prosedur brake yang dapat menghentikan motor DC tersebut secara tepat. Spesifikasi dari driver motor DC ini adalah sebaai berikut : • Hanya perlu 2 jalur kabel untuk interface dengan mikroprosesor / mikrokontroler lain. • Mempunyai 2 buah pengontrol motor DC yang dapat bekerja secara bersama-sama. • Masing-masing pengontrol motor DC dilengkapi dengan prosedur input dan brake. Pada penelitian ini, jenis driver motor DC yang digunakan adalah pulse width modulation (PWM) dimana kecepatan dan arah putaran dari motor dapat diatur melalui listing programnya. Driver motor DC ini langsung dapat mengkonversi keluaran dari digital menjadi analog, sehingga dapat juga difungsikan sebagai pengganti dari digital to analog converter (DAC). Driver Relay Pompa Driver relay digunakan untuk menghubungkan port paralel pada mikrokontroller dengan hardware luar berupa pengaktifan relay yang selanjutnya menghidupkan pompa. Disini driver relay menggunakan transistor sebagai penguat arus, karena outputan arus dari mikrokontroller tidak mampu untuk menggerakkan relay. Disamping itu digunakan juga optocoupler sebagai pelindung mikrokontroller dari terjadinya arus balik yang dapat merusak komponen. 78
Relay adalah peralatan yang menggunakan elektromagnet dalam memberikan gaya untuk membuka atau menutup switch. Dengan kata lain, relay merupakan suatu switch yang menggunakan tenaga elektris. Suatu switch atau relay pada saat keadaan tidak fiktif memiliki dua kondisi yaitu NO (Normally Open) dan NC (Normally Close). Dalam pemilihan suatu relay yang harus diperhatikan adalah kapasitas arusnya. Relay merupakan piranti control yang dapat berguna untuk menutup dan membuka kontak. Relay mekanis digunakan untuk menyambung atau memutuskan beban elektris. Proses swithing ini dikontrol oleh rangkaian elektrik. Relay magnetic sering digunakan untuk mengontrol relay yang lain atau beban dengan daya yang kecil. Dalam penelitian ini, relay digunakan untuk mengatur kerja pompa pada kondisi ”on” dan ”off”. Mikrokontroler ATMega Sebagai pengendali utama dari sistem kontrol kualitas air miniplant tambak maka digunakan rangkaian minimum sistem mikrokontroler ATMega 8535 dan 16. Alat ini digunakan untuk mengolah data yang berasal dari sensor untuk kemudian ditampilkan ke LCD atau komputer melalui komunikasi serial. Selain itu, alat ini juga digunakan untuk mengatur motor DC melalui driver motor DC, serta mengatur pompa melalui driver relay. Pemograman mikrokontroler menggunakan software CodeVision C Compiler yang merupakan pemrogaman sekaligus compiler pada ATMega 8535/16 dan dijalankan secara serial pada operating system windows. Langkah pertama adalah membuat listing program C terlebih dahulu pada CodeVision yang langsung dapat dicompile pada aplikasi tersebut. Jika kesalahan yang ada (error) sama dengan nol (tidak ada kesalahan pada penulisan Listing Program), maka selanjutnya dilakukan pengisian (download program) ke IC Mikro ATMega 8535/16. Pada proses pengisian, digunakan Program Atmel Mikrokontroler ISP Program yang dijalankan pada Operating System Windows. Pertama kali pada proses pengisian harus dilakukan pemeriksaan terhadap IC ATMega 8535/16 baik itu komunikasinya ataupun keberadaannya. Pada pengisian diperlukan suatu kabel download yang memiliki IC 74LS541 dan digunakan sebagai buffer data dari komputer menuju ke IC mikrokontroller yang digunakan. Program mikrokontroller ATMega 8535 berisi syntax tentang pembacaan sensor temperatur dan perhitungan nilai DO, serta pengaturan motor DC penggerak kincir air. Persamaan yang digunakan untuk menghitung DO berdasarkan nilai temperatur dan salinitas adalah menggunakan Hukum Weiss: ln( C ) = -139.34 + (1.5757 x 105/T) - (6.6432 x 107/T) + (1.2438 x 1010/T) – (8.6219 x 1011/T) - S [1.7674 x 10-2 - (10.754/T) + (2.1407 x 103/T)] (10) LCD (Liquid Crystal Display) Pada suatu sistem umumnya memerlukan suatu elemen akhir yang berupa tampilan. Salah satu jenis tampilan adalah LCD (Liquid Crystal Display), yaitu merupakan sejenis crystal yang akan berpendar jika diberi tegangan tertentu, sehingga perpendaran tersebut dapat diatur untuk membentuk angka, huruf dan karakter lain sebagainya. LCD yang digunakan dalam penelitian ini adalah LCD dengan dua baris dan enambelas karakter tiap barisnya yang biasa disebut dengan LCD 2 x 16. Sehingga dapat menampilkan dua data ukur alat. LCD memiliki memori internal yang berisi definisi karakter sesuai dengan standar ASCII (CGROM – Character Generator ROM) dan memori sementara (RAM) yang bisa digunakan bila memerlukan karakter khusus (berkapasitas 8 karakter). RAM ini juga berfungsi untuk menyimpan karakter yang ingin ditampilkan di LCD. 5.
Hasil Simulasi Model Sistem Kontrol Kualitas Air Tambak
79
Simulasi model kualitas air tambak dilakukan dengan menggunakan toolbox SIMULINK yang terdapat pada software MATLAB 6.5. Parameter model yang digunakan dalam simulasi ini ditunjukkan pada tabel 3. Syarat simulasi dapat berlangsung dengan stabil, terutama untuk perhitungan nilai DO adalah menggunakan step size 1, runge kutta. Hasil simulasi model open loop (tanpa pengontrol) ditunjukkan pada gambar 4 hingga 7. Sedangkan hasil simulasi model closed loop (dengan pengontrol) ditunjukkan pada gambar 8 hingga 11. Tabel 3. Parameter model simulasi tambak Jenis Parameter Simbol Luas permukaan tambak A Kedalaman tambak h Massa jenis air tambak ρ Temperatur lingkungan Ta Daya aerator maksimum Pa Jumlah aerator N Temperatur tanah Tg Fluks masukan Φin Koefisien heat transfer overall Uw Luas permukaan tanah Ag Laju aliran air payau Qin Salinitas air payau Sin Koefisien laju perubahan salinitas ks Konsentrasi [H+] air payau H+ + Koefisien laju perubahan [H ] kpH
Nilai 5.000 1 995,756 28 50.000 2 23 50.000 1 5300 1000 30 5.10-6 1.10-08 -1.10-5
Satuan m2 m kg/m3 °C Watt °C Watt W/m2°C m2 m3/s kg/m3 1/s kg/m3 1/s
Respon temperatur tambak pada saat kincir air dan pompa air tandon tidak digunakan dapat dilihat pada gambar 1. Nilai temperatur mula-mula air tambak adalah 28 ° C. Sebagai akibat masuknya panas dari luar sebesar 50 kW, menyebabkan temperatur air tambak naik menjadi 32,434°C dalam waktu sekitar 4,4 jam. Jika fluks panas yang masuk ke badan air tambak lebih besar dari 50 kW, sebagai contoh akibat pancaran sinar matahari yang sangat panas, maka temperatur air tambak dapat mencapai nilai di atas 32 ° C. Tentu saja hal ini tidak diinginkan karena dapat menyebabkan kematian pada udang karena kriteria suhu air pada saat pemeliharaan adalah 27 – 32 °C.
80
Gambar 4. Respon temperatur tambak tanpa kincir air dan pompa Respon nilai pH badan air tambak pada saat pompa air tandon tidak digunakan dapat dilihat pada gambar 5. Nilai pH mula-mula air tambak adalah 8. Sebagai akibat penurunan konsentrasi [H+] sebesar 10-51/s, menyebabkan pH air tambak naik menjadi 8,56 dalam waktu 36 jam. Nilai pH ini di luar batas kriteria pH yang diijinkan, yaitu 7,8 – 8,5. Respon nilai salinitas badan air tambak pada saat pompa air tandon tidak digunakan dapat dilihat pada gambar 6. Nilai salinitas mula-mula air tambak adalah 25 ppt. Sebagai akibat perubahan konsentrasi garam dengan laju sebesar 5.10-6 1/s, menyebabkan salinitas air tambak naik menjadi 38,5 ppt dalam waktu 24 jam. Nilai salinitas ini di luar batas kriteria salinitas air tambak yang diijinkan, yaitu 10 – 35 ppt. Respon nilai DO air tambak pada saat pompa dan kincir air tidak digunakan dapat dilihat pada gambar 7. Nilai DO mula-mula air tambak adalah 7 ppm. Sebagai akibar perubahan temperatur (akibat masuknya panas dari luar sebesar 50 kW) dan kenaikan salinitas air tambak (dengan laju perubahan 5.10-6), nilai DO air tambak juga akan mengalami perubahan menjadi 4 ppm dalam waktu 48 jam atau 2 hari. Nilai DO ini berada di luar batas kriteria nilai DO yang diijinkan (minimum 4,5 pada saat pemeliharaan).
Gambar 5. Respon pH tambak tanpa pompa air tandon (reservoir).
Gambar 6. Respon salinitas air tambak tanpa pompa air tandon (reservoir).
81
Gambar 7. Respon nilai DO air tambak tanpa kincir air dan pompa
Gambar 8. Respon temperatur tambak dengan kincir air Respon temperatur air tambak ketika digunakan dua kincir air ditunjukkan pada gambar 8. Akibat kerja kincir air yang berjalan dengan menggunakan daya 50 kW tiap kincir, maka kondisi mantap temperatur tidak lagi menjadi 32,434 ° C (lihat gambar 4) tetapi menjadi 28,04°C dalam waktu sekitar 34 jam. Pada gambar 8 juga menampilkan hasil uji beban berupa perubahan energi total yang masuk ke tambak, dari 50 kW menjadi 100 kW pada hari ke tiga (72 jam). Sebagai contoh, perubahan ini dapat disebabkan karena perubahan intensitas sinar matahari. Akibat perubahan ini, temperatur air tambak naik namun tetap dalam batas kriteria temperatur yang diijinkan. Fuzzy logic controller mempertahankan nilai temperatur air tambak pada kondisi 28,123°C.
82
Gambar 9. Respon salinitas tambak dengan pompa air Respon salinitas air tambak ketika digunakan pompa air ditunjukkan pada gambar 9. Akibat kerja pompa air yang mengalirkan air dari tandon (reservoir) ke tambak pemeliharaan udang dengan laju aliran 1000 m3/s, nilai salinitas tidak lagi menjadi naik (lihat gambar 5) tetapi dijaga pada nilai yang tidak melebihi 28 ppt. Pompa air mulai bekerja pada saat nilai salinitas untuk pertama kali sama dengan 28 ppt, yaitu pada waktu sekitar jam ke-6, dan akan mati ketika salinitas di bawah 28 ppt. Dampak dari masuknya air tandon yang memiliki salinitas 25 ppt adalah penurunan salinitas air tambak hingga mencapai sekitar 27,5 ppt. Penurunan tidak berlangsung hingga salinitas 25 ppt. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan salinitas air tambak dengan laju 5.10-6 1/s sehingga salinitas kembali naik namun tidak melebihi 28 ppt – sebagai akibat pompa air bekerja kembali. Peristiwa ini berulang sehingga menyebabkan nilai salinitas berosilasi di sekitar 27,5 ppt – 28 ppt, dan masih sesuai dengan kriteria perubahan salinitas yang diijinkan dalam 1 hari yaitu 3 ppt. Osilasi yang terjadi juga disebabkan karena secara simulasi volume air tandon yang masuk ke tambak adalah tiba-tiba (dalam satu waktu) sebesar 1000 m3/s. Dalam kondisi nyata, hal ini tidak mungkin terjadi. Osilasi dapat diperkecil – tetapi tidak dapat dihilangkan – bila laju aliran air tandon diperkecil. Pada gambar 9 juga menampilkan hasil uji beban berupa perubahan koefisien laju perubahan salinitas, dari 5.10-6 1/s menjadi -5.10-6 1/s pada jam ke 13,9. Akibat perubahan ini, salinitas air tambak turun namun tidak melebihi di bawah 22 ppt. Onoff controller mempertahankan nilai salinitas air tambak pada daerah 22 ppt – 28 ppt, sehingga tetap sesuai dengan kriteria yang diijinkan.
83
Gambar 10 Respon pH tambak dengan pompa air Gambar 10 memperlihatkan respon pH tambak ketika pompa air digunakan untuk menjaga salinitas air tambak dengan respon seperti yang terlihat pada gambar 9. Pada saat pompa tidak bekerja, pH air tambak bertambah dari 8 menjadi sekitar 8,1 sebagai akibat penurunan konsentrasi [H+] dengan laju 10-51/s. Saat pompa air bekerja sehingga air tandon yang memiliki pH sama dengan 8 masuk ke badan air tambak dengan laju 1000 m3/s, nilai pH air tambak cenderung turun kembali secara berosilasi. Osilasi ini menunjukkan pengaruh dari pompa yang bekerja secara on-off untuk mempertahankan salinitas tidak lebih dari 28 ppt. Pada saat terjadi uji beban berupa perubahan koefisien laju perubahan salinitas seperti yang ditunjukkan pada gambar 9, pompa tidak bekerja sehingga konsentrasi [H+] menurun dengan laju 10-51/s. Sebagai akibatnya, nilai pH akan naik hingga mencapai 8,3. Saat pompa bekerja kembali dalam rangka mempertahankan nilai salinitas tidak dibawah 22 ppt, nilai pH cenderung turun menuju kondisi di sekitar 8,1 secara osilasi. Seperti yang telah dijelaskan di paragraf sebelumnya, osilasi ini merupakan dampak dari kerja pompa yang on-off serta masuknya air tandon secara tiba-tiba (dalam satu waktu) besar.
Gambar 11. Respon DO tambak dengan pompa dan kincir air Gambar 11 memperlihatkan respon DO air tambak ketika pompa air dan kincir air digunakan untuk mempertahankan nilai salinitas dan temperatur berada pada
84
kriteria yang diijinkan. Nilai temperatur sebelum terjadi perubahan beban energi input yang masuk ke tambak adalah mantap pada 28,04 ° C. Pada saat pompa tidak bekerja, nilai salinitas bergerak naik sehingga nilai DO bergerak turun. Pada saat pompa bekerja, nilai salinitas dijaga tidak melebihi 28 ppt sehingga nilai DO juga tidak melebihi 6,8 ppm. Saat terjadi penurunan salinitas akibat perubahan koefisien laju perubahan konsentrasi garam dari 5.10-6 menjadi -5.10-6, nilai DO menjadi naik. Saat pompa mulai bekerja kembali untuk mempertahankan nilai salinitas tidak di bawah 22 ppt, nilai DO mantap dengan osilasi di sekitar 7.2 ppm. Pada saat terjadi perubahan energi input yang masuk ke tambak, yaitu dari 50 kW menjadi 100 kW pada jam ke-50, kincir air mempertahankan nilai temperatur pada 28,123°C sehingga nilai mantap DO bergeser sedikit yaitu berosilai di sekitar 7,19 ppm. Dengan demikian, dengan mengendalikan temperatur dan salinitas, maka nilai DO secara tidak langsung juga dapat dijaga pada daerah kriteria yang diijinkan. 6.
Hasil Unjuk Kerja Miniplant Sistem Kontrol Kualitas Air Tambak
Miniplant sistem kontrol kualitas dan monitoring air tambak udang secara keseluruhan ditunjukkan pada gambar 12. Plant model tambak diletakkan di bagian atas, sedangkan dua bak hitam di bawah merepresentasikan kolam air pembuangan dan kolam air reservoir tandon (reservoir). Air yang masuk ke kolam pembuangan tidak dikontrol, melainkan luapan dari air yang melebihi ketinggian yang diijinkan pada model tambak. Sedangkan air yang keluar dari kolam tandon menuju ke model tambak, dikendalikan dengan menggunakan pompa yang bekerja secara on-off untuk menjaga nilai salinitas air tambak.
Gambar 12. Miniplant tambak, kolam pembuangan, dan reservoir. Pemasangan kincir air dan sensor pada miniplant tambak ditunjukkan pada gambar 13. Sensor yang terpasang adalah sensor temperatur, sensor pH, dan sensor salinitas.
85
Gambar 5.13 Pemasangan kincir air dan sensor pada miniplant tambak Pengujian sensor temperatur dilakukan dengan membandingkan data hasil pengukuran temperatur oleh sensor LM35 yang terbaca pada LCD dengan data hasil pengukuran temperatur oleh termometer digital. Nilai standar deviasi data pengukuran dari LCD adalah 1,18 °C. Karena nilai eror maksimum (yaitu 2 °C) masih lebih kecil dari nilai 3 kali standar deviasi pengukuran (yaitu 3,55 ° C), maka disimpulkan bahwa sensor temperatur bekerja dengan baik. Pengujian nilai DO dilakukan pada temperatur 27 ° C dan salinitas 0 ppt. Data hasil perhitungan tersebut kemudian ditampilkan pada LCD. Selanjutnya data DO yang tertampil pada LCD dibandingkan dengan sensor DO meter. Pengambilan data dilakukan tiap 5 detik. Nilai eror rata-rata yang dihasilkan adalah 1,8 ppm dan deviasi standar eror adalah 0,74 ppm. Karena tampilan dari LCD merupakan hasil perhitungan DO, maka penilaian tentang unjuk kerja sensor tidak ada. Dari perbandingan kedua data, sensor DO meter yang digunakan tidak menghasilkan nilai yang stabil sehingga tidak dapat dijadikan acuan sebagai data yang benar. Namun demikian, data hasil perhitungan sebesar 7,95 ppm mendekati data pengukuran DO meter yang menunjukkan nilai 7 ppm. Pengujian sensor pH dilakukan dengan memasukkan sensor pH pada sebuah cairan akuades yang memiliki pH = 7. Pengukuran dilakukan setiap 5 detik. Selanjutnya eror pengukuran dihitung dengan membandingkan data tampilan nilai pH pada LCD dengan nilai 7, yaitu nilai pH aktual dari akuades. Nilai standar deviasi data pengukuran dari LCD adalah 0,045. Karena nilai mutlak eror maksimum (yaitu 0,2) masih lebih kecil dari nilai 3 kali standar deviasi pengukuran (yaitu 0,12), maka disimpulkan bahwa sensor pH bekerja dengan baik. Pengujian sensor salinitas dilakukan dengan memasukkan sensor salinitas pada sebuah larutan air payau yang memiliki salinitas sekitar 24 ppt. Pengukuran dilakukan setiap 5 detik. Selanjutnya eror pengukuran dihitung dengan membandingkan data tampilan nilai salinitas pada LCD dengan nilai 24 ppt, yaitu nilai salinitas aktual dari air payau. Nilai standar deviasi data pengukuran dari LCD adalah 0,258. Karena nilai mutlak eror maksimum (yaitu 0,7) masih lebih kecil dari nilai 3 kali standar deviasi pengukuran (yaitu 0,775), maka disimpulkan bahwa sensor salinitas bekerja dengan baik. Pengujian unjuk kerja pompa sebagai aktuator untuk mengendalikan nilai salinitas air tambak dilakukan dengan memasukkan larutan garam pada miniplant tambak. Selanjutnya pompa akan hidup dan mengalirkan air payau, sedemikian
86
hingga nilai salinitas pada miniplant tambak kembali pada kondisi yang sesuai dengan kriteria, yaitu 10 – 35 ppt. Pada saat awal, akibat memasukkan larutan garam ke miniplant tambak, salinitas air tambak terbaca 37.2 ppt, melebihi batas maksimum kriteria salinitas air tambak, sehingga pompa hidup. Selanjutnya setiap 5 detik dilakukan pembacaan salinitas dan pH pada miniplant tambak dengan. Saat nilai salinitas di bawah 35 ppt, maka pompa tidak hidup. Grafik respon salinitas dan pH hasil pengukuran untuk pengujian unjuk kerja pompa ditunjukkan pada gambar 14 dan 15. Terlihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai salinitas kembali sesuai dengan kriteria maksimum adalah sekitar 1 menit. Nilai pH pada saat pompa bekerja cenderung stabil di nilai 10. Hal ini menandakan bahwa air payau yang masuk ke miniplant tambak mempunyai pH sekitar 10. Saat nilai pH cenderung turun, kemungkinan terdapat kesalahan pengukuran, karena tidak mungkin dalam waktu kurang dari 20 detik terjadi reaksi yang menaikkan konsentrasi [H+] pada miniplant tambak yang hanya berisi air payau saja. 37,5 37
Salinitas (ppt)
36,5 36 35,5 35 34,5 34 33,5 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Waktu (detik)
Gambar 14. Hasil pengukuran salinitas saat pengujian pompa 11 10 9
pH
8 7 6 5 4 0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Waktu (detik)
Gambar 15. Hasil pengukuran pH saat pengujian pompa Pengujian unjuk kerja kincir air untuk mengendalikan temperatur air tambak dilakukan dengan memasukkan air panas pada miniplant tambak. Selanjutnya kincir air akan bekerja sedemikian hingga nilai temperatur pada miniplant tambak berada pada daerah yang sesuai dengan kriteria, yaitu sekitar 28°C. Pada saat awal, akibat memasukkan air panas ke miniplant tambak, temperatur air tambak terbaca 40 ° C, melebihi batas maksimum kriteria temperatur air tambak, sehingga kincir air berputar dengan PWM 100%. PWM adalah sinyal yang berkorespondensi dengan kecepatan motor penggerak kincir air. Selanjutnya setiap 10 detik dilakukan pembacaan temperatur dan DO pada miniplant tambak. 87
Temperatur (deg-C)
Grafik respon temperatur dan DO hasil pengamatan untuk pengujian unjuk kerja pompa ditunjukkan pada gambar 16 dan 17. Terlihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur 28°C adalah sekitar 340 detik atau 5,7 menit. Kincir air berputar sangat cepat (artinya menggunakan daya maksimum) hingga detik ke-220. Setelah itu, daya yang digunakan oleh kincir air berkurang terus hingga pada kondisi putaran normal. Nilai DO cenderung naik disebabkan temperatur cenderung turun pada percobaan ini. Hal tersebut sesuai dengan hasil simulasi model dengan SIMULINK yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya. Dengan demikian, nilai DO secara tidak langsung dapat dikendalikan dengan menjaga nilai temperatur. 45 43 41 39 37 35 33 31 29 27 25 0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 Waktu (detik)
Gambar 16. Hasil pengukuran temperatur saat pengujian kincir air 8 7,5
DO (ppm)
7 6,5 6 5,5 5 0
20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 Waktu (detik)
Gambar 17. Hasil perhitungan DO saat pengujian kincir air 7.
Kesimpulan
- Pengontrol berdasarkan logika fuzzy dapat mengendalikan temperatur air tambak di sekitar 28 ° C. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi mantap adalah sekitar 34 jam. Dari hasil pengujian beban berupa perubahan energi panas yang masuk ke tambak, terlihat bahwa pengontrol logika fuzzy akan menghasilkan nilai kondisi mantap yang baru namun masih dalam daerah kriteria yang ditentukan. Dengan demikian, nilai set point pada sistem kontrol fuzzy merupakan range nilai, bukan satu harga tertentu.
88
- Pengontrol berdasarkan metode on-off dapat mengendalikan salinitas air tambak di daerah 22 ppt – 28 ppt. Nilai salinitas yang dihasilkan pada kondisi mantap tidak menuju pada satu harga seperti halnya temperatur, namun berosilasi di sekitar harga tertentu. Osilasi disebabkan karena masuknya air tandon ke tambak adalah secara tiba-tiba besar. - Pengaruh pompa yang bekerja secara on-off juga berdampak pada nilai pH yang berosilasi (seperti halnya salinitas) di sekitar harga tertentu. - Nilai salinitas yang berosilasi menyebabkan nilai DO berosilasi juga di sekitar harga tertentu. Jika nilai salinitas dan temperatur dapat dikontrol, maka secara tidak langsung nilai DO juga terkontrol. - Sensor yang digunakan pada miniplant tambak dapat bekerja dengan baik menggunakan kriteria six sigma (±3σ), yaitu 3,55°C untuk temperatur, 0,12 untuk pH, dan 0,775 ppt untuk salinitas. - Sistem kontrol on-off dengan menggunakan pompa sebagai aktuator terbukti dapat menjaga nilai salinitas pada daerah 10 – 35 ppt. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan salinitas sesuai dengan kriteria adalah sekitar 1 menit. - Sistem kontrol fuzzy dengan menggunakan kincir air sebagai aktuator terbukti dapat menjaga temperatur di sekitar 28 ° C. Waktu yang dbutuhkan untuk mengembalikan temperatur sesaui kriteria adalah sekitar 5,7 menit. 8.
Daftar Pustaka
Arifin, Z., Kokarkin, C., Priyoutomo, T.P. (editor), 2007, Penerapan Best Management Practices (BMP) pada Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricius) Intensif, Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara. Culberson, S.D., 1993, Simplified model for prediction of temperature and dissolved oxygen in aquaculture ponds: Using reduced data inputs. M.S. thesis, University of California, Davis. Ernst, D.H., Bolte, J.P., Nath, S.S., 2000, AquaFarm: simulation and decision support for aquaculture facility design and management planning, Aquacultural Engineering, 23, pp. 121 – 179 Gillota, S., Vanrolleghem, P.A., 2003, Equilibrium temperature in aerated basins— comparison of two prediction models, Water Research, 37, pp. 3742–3748 James, A., 1993, An Introduction to Water Quality Modelling – 2nd ed., John Wiley & Sons, England, chapter 9. Losordo, T.M., Piedrahita, R.H., 1991. Modeling temperature variation and thermal stratification in shallow aquaculture ponds. Ecol. Model. 54, 189–226. Lu, Z., Piedrahita, R.H, 1998. Modeling of temperature, dissolved oxygen, and fish growth rate in stratified ponds using stochastic input variables. Pond Dynamics:Aquaculture CRSP, 16th Annual Technical Report, Oregon State University Piedrahita, R.H., Culberson, S., Giovannini, P., 1993. Analysis and modeling of water quality in ponds. In: Tenth annual administrative report, Pond Dynamics:Aquaculture CRSP. Oregon State University, Corvallis OR, pp. 72–103. __, 2000, Budidaya Udang Windu, TTG Budidaya Perikanan, Proyek Pengembangan ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Fowler, P., Baird, D., Bucklin, R., Yerlan, S., Watson, C. dan Chapman, F., 1994, Microcontrollers in Recirculating Aquaculture Systems, EES-326, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.
89