285
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
PERFORMA INSTALASI PENGOLAH AIR LIMBAH (IPAL) TAMBAK UDANG VANAME SUPERINTENSIF Mat Fahrur, Muhammad Chaidir Undu, dan Rachman Syah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Operasional tambak superintensif menghasilkan beban limbah yang berdampak negatif bagi lingkungan perairan sehingga diperlukan adanya Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dalam sistem budidaya superintensif. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi kinerja IPAL pada budidayaudang superintensif. Dalam penelitian ini menggunakan 3 petak tambak, masing-masing ditebari benur vaname dengan kepadatan 800 ekor/m2 dan 1 unit tandon IPAL yang terdiri dari petak pengendapan, petak oksigenasi, petak biokonversi, dan petak penampungan/multispesies. Buangan air limbah budidaya dialirkan ke dalam IPAL sebelum dibuang ke perairan. Sampel air limbah diambil setiap minggu pada inlet dan outlet dari setiap petakan sedimentasi, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa IPAL dapat memperbaiki peubah kualitas air untuk parameter Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oksigen Demand (BOD), pH dan Oksigen terlarut (DO) sampai batas ambang yang diperkenankan, sedangkan PO4 dan Total N belum mengalami penurunan dan masih diatas ambang yang diperkenankan. Hasil bioassay limbah tambak superintensif hasil olahan IPAL menghasilkan sintasan 100% untuk nener bandeng dan benur vaname. KATA KUNCI:
super intensif; udang vaname; instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)
PENDAHULUAN Pakan yang diberikan dalam budidaya udang vaname superintensif, tidak semuanya dimakan oleh udang, melainkan hanya sekitar 25-30% TN dan 10% TP serta 30% TC yang diretensikan dalam daging udang (Rachmansyah et al., 2013 dan 2014). Selebihnya akan terbuang kebadan air berupa feses. Sisa pakan dan feses udang mengandung N dan P yang kemudian larut dalam air dan sebagian lagi akan mengendap sebagai limbah padat atau sedimen. Limbah berupa sedimen akan menumpuk seiring waktu pemeliharaan dan harus dibuang secara rutin setiap hari, jika tidak dibuang kualitas air dalam tambak akan menurun, sehingga pertumbuhan udang terganggu. Karakteristik air limbah budidaya yang dibuang melalui central drain memiliki kandungan bahan organik total (BOT), total suspended solid (TSS), N total, PO4. Lebih lanjut Hongsheng et al. (2008) melaporkan bahwa retensi N dan P pakan pada budidaya udang vaname masing-masing 22,27% dan 9,79% sehingga nutrien yang terbuang ke lingkungan perairan tambak masing-masing mencapai 77,73% Nitrogen dan 90,21% Phosphor. Sedangkan Rachmansyah et al. (2006) melaporkan budidaya udang vaname dengan padat penebaran 500 ekor/m 2 menghasilkan beban limbah sedimen yang terbuang ke lingkungan perairan mencapai 108,4957±1,5274 kgN dan 56,1292±6,5604 kgP. Pada padat penebaran 500 dan 600 ekor/m2, retensi N masing-masing 30,47% dan 33,34% serta retensi P masing-masing 16,59% dan 18,05% (Rachmansyah et al., 2014). Dengan demikian beban limbah N dan P yang dihasilkan dapat mencapai 406,57 kgN dan 100,33 kgP (500 ekor/m 2) serta 532,30 kgN dan 119,50 kgP (600 ekor/m2). Sementara pada padat penebaran 750, 1000 dan 1250 ekor/m 2, beban limbah N dan P, masing-masing 303 kgN, 325 kgN, 362 kgN dan 262 kgP, 253 kgP, dan 299 kgP. Dalam rangka mengurangi beban limbah maka perlu dilakukan upaya pencegahan dengan membuat instalasi pengolah air limbah (IPAL) sebagai bagian integral sistem budidaya. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja IPAL dalam sistem budidaya udang vaname superintensif sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan desain dan proses pengolahan limbah tambak superintensif.
Performa instalasi pengolah air limbah (IPAL) tambak ..... (Mat Fahrur)
286
BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan (ITP) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros yang terletak di Desa Punaga, Kecamatan Mangara’bombang, Kabupaten Takalar yang dimulai bulan Februari hingga Juli 2015. Konstruksi dan Fungsi Petak IPAL Tambak Superintensif Berdasarkan karakteristik limbah, maka IPAL didesain dengan empat petakan, yaitu (1) petak sedimentasi berguna untuk menurunkan konsentrasi TSS dan BOT, (2) petak oksigenasi berguna untuk meningkatkan oksigen terlarut dan menurunkan konsentrasi BOD, (3) petak biokonversi berguna untuk menurunkan konsentrasi N dan P menggunakan rumput laut dan kekerangan, dan (4) petak penampungan berguna untuk menampung hasil IPAL dan sekaligus uji biossai berbagai jenis ikan (Gambar 1).
Gambar 1. Model Instalasi Pengolah Air Limbah Tambak Superintensif (IPALTSI) Waktu tinggal air limbah di IPAL dihitung dengan asumsi jumlah air tambak yang dibuang setiap hari dibagi dengan volume masing-masing petakan IPAL. Kinerja IPAL Fungsi IPAL untuk mereduksi konsentrasi karakteristik limbah budidaya udang vaname super intensif hingga mendekati prasyarat yang ditentukan dengan cara mengukur peubah kualitas air sebagai indikator yang meliputi TSS, BOT, DO, BOD5, pH, TAN, Nitrit, Nitrat, dan phosphat (Tabel 1). Tabel 1. Variabel kualitas air dan metode analisa yang digunakan
Variabel kualitas air TSS BOT DO pH BOD5 TAN NO3-N NO2-N PO4
Metode/alat TSS meter titrimetri DO meter YSI 650D pH meter YSI 650D Titrimetri Phenat (spectroquan) Reduksi kadmium (spectroquan) Kolorimetri (spectroquan) Asam askorbat (spectroquan)
Referensi
Effendi. 2003e Anon. 1991b Anon 1991c Anon. 2004d Anon. 1991a
287
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Pengukuran BOD5 dilakukan pada petak inlet dan outlet yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh bakteri dalam proses dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu 20 oC selama lima hari tanpa cahaya. Pengukuran BOD mengacu kepada Effendi (2003). Uji Biossay Uji bioassay dilakukan untuk menguji tingkat toksisitas air limbah terhadap biota air laut. Wadah yang digunakan berupa akuarium berukuran 40x60x40 cm, hewan uji benur udang vaname, nener bandeng, ikan nila dan mujair yang diadaptasikan terlebih dahulu terhadap salinitas, air yang digunakan adalah air yang berasal dari petak penampungan tendon IPAL. Pengamatan hewan uji dilakukan setiap 24 selama 96 jam (empat hari). Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah secara statistik sederhana dengan alat bantu exel 2007 (minimal, maksimal, rata-rata dan standar deviasi) yang dibahas secara deskriptif dan ditampikan dalam bentuk tabel dengan membandingkan kriteria prasyarat limbah budidaya tambak. HASIL DAN BAHASAN Karakteristik Air Limbah Tambak Percobaan Hasil pengamatan buangan limbah yang diambil melalui central drain adalah gambaran nyata besaran limbah yang dibuang ke tandon IPAL. Konsentrasi peubah kualitas air limbah yaitu total suspended solid (TSS), bahan organik total (BOT), nitrat, nitrit, total ammonia nitrogen (TAN), Total N dan PO4 memperlihatkan konsentrasi N Total, PO 4, BOT dan TSS melebihi ambang batas yang diperkenankan. Konsentrasi buangan limbah air limbah berupa N total ketiga petak tambak berkisar 4,2368-17,2905 ppm dengan rata-rata (9,2163±3,6529) ppm. Sementara kandungan BOT antara 60,84-108,13 ppm dengan rata-rata (75,78±12,81) ppm. Untuk nilai TSS dan PO 4-P air buangan limbah tambak masing-masing berkisar 191,33-2.212,22 ppm dengan rata-rata (997,01±589,74) ppm dan 0,7907-6,5750 ppm dengan rata-rata (3,8299±1,7086) ppm (Tabel 2). Sedangkan konsentrasi air buangan limbah tambak yang diperkenankan untuk parameter N-Tot, PO 4, BOT dan TSS masingmasing adalah 4 ppm, 0,4 ppm, 30 ppm dan 70 ppm sehingga kandungan air buangan limbah tambak superintensif untuk keempat parameter tersebut telah melewati batas ambang yang diperkenankan. Begitu juga Fahrur et al. (2015) menyatakan konsentrasi air limbah dengan kepadatan 800, 1000 dan 1250 ind/m2 untuk konsentrasi TAN, N-Total, PO 4, BOT dan TSS telah melebihi ambang batas yang diperkenankan. Oleh karena itu, sebelum dibuang ke lingkungan perairan, maka air buangan limbah tambak superintensif harus dilakukan penanganan terlebih dahulu agar tidak menjadi sumber cemaran yang potensial. Latt (2002) melaporkan bahwa dampak limbah tambak udang terhadap lingkungan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) dampak terhadap kualitas perairan pesisir dan hidrologi, (2) dampak terhadap organisme akuatik, dan (3) dampak terhadap mangrove dan vegetasi daratan. Kualitas Sedimen Tambak Udang Vaname Superintensif Sedimen yang terbentuk di dalam tambak udang vaname super-intensif memiliki nilai pH yang cenderung asam di ketiga petak dengan kisaran 6,39-7,34 (6,09±0,20) dengan nilai koefisien variasi kurang dari 5%. Hal ini menandakan bahwa nilai pH sedimen tidak mengalami fluktuasi yang signifikan. Namun demikian, nilai pH sedimen yang dikoleksi menunjukkan adanya kecenderungan yang menurun seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan (Tabel 3). Semakin banyaknya pakan yang diberikan setiap hari akan meningkatkan jumlah sedimen yang mengendap dan akan memicu penurunan pH sedimen akibat terjadinya proses dekomposisi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang mendapatkan pH sedimen meningkat seiring waktu pemeliharaan udang (Suwoyo, 2015). Namun pendapat Sunarto (2003) menyatakan bahwa dekomposisi merupakan proses yang dinamis dan sangat dipengaruhi oleh dekomposernya. Nilai redok sedimen yang telah mengendap selama seminggu di dalam sedimen trap berkisar 391,6 sampai -291,2 mV (Tabel 3) dengan nilai rataan -358±22,2 mV, menunjukkan bahwa kondisi sedimen di dasar tambak khususnya di sekitar central drain terjadi proses reduksi. Jika tidak dilakukan
Performa instalasi pengolah air limbah (IPAL) tambak ..... (Mat Fahrur)
288
Tabel 2. Kualitas air limbah tambak udang vaname superintensif
Parameter TSS (ppm)
BOT (ppm)
TAN (ppm)
Nitrit (ppm)
Nitrat (ppm)
Tot N (ppm)
Phosphat (ppm)
Petak A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
Minimun 224,67 191,33 271,67 65,1 61,61 60,84 2,675 2,047 2,325 0,0957 0,3543 0,3973 3,1753 2,7353 3,1665 4,2368 7,0561 5,9891 0,7907 1,141 0,9843
Maksimum 2.212,22 1.579,33 1.778,89 108,13 89,53 79,26 5,8083 13,5 16,7 9,45 9,9417 16,8397 6,492 30,2202 24,6928 7,4851 14,2883 17,2905 5,6333 6,575 5,3167
Rerata 1.208,28 842,84 939,9 83,75 73,05 70,53 3,8644 6,1991 6,28 3,4623 5,0657 7,3879 4,5889 9,8929 8,7167 6,5335 10,3051 10,8104 3,9015 3,9865 3,6019
Sd 725,54 549,81 546,81 15,78 12,12 7,4 1,2104 4,6593 5,922 3,7492 4,6078 6,1586 1,5222 11,4427 9,0056 1,3685 3,0834 4,6547 1,9358 1,9387 1,6153
Tabel 3. Kualitas sedimen tambak superintensif
Parameter pH
Redox (mV)
Carbon organik (%)
Bahan organik (%)
Total N (%)
PO4 (ppm)
Petak A B C A B C A B C A B C A B C A B C
Minimum 6,52 6,39 6,41 -371,8 -391,6 -386,6 10,86 18,36 16,55 18,73 18,36 16,55 0,87 1,02 0,84 979,07 951,76 841,94
Maksimum 7,34 7,29 6,99 -293,2 -316,8 -323 13,93 13,63 9,6 24,02 23,5 23,48 1,48 1,62 3,97 2834,52 1343,01 2309,19
Rerata 6,87 6,79 6,66 -330,8 -342,4 -340,6 12,4 11,77 11,71 21,38 20,3 20,18 1,3 1,28 1,74 1419,04 1151,2 1343,97
sd 0,35 0,37 0,28 29,4 29 26,4 1,28 1,21 1,58 2,21 2,09 2,73 0,24 0,26 1,26 797,2 146,15 562,8
289
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
pembuangan limbah padat selama proses pemeliharaan, maka terjadi penumpukan sedimen. Gunarto (2006) menyatakan jika nilai redoks didalam tambak yang tergenang bernilai (-) maka proses mineralisasi dalam sedimen terjadi secara reduksi. TN dan TP sedimen sebagian bersumber dari sisa pakan, feses dan jasad yang mati dan terikat dalam materi organik. TN sedimen berkisar 0,84—3,97% dan PO 4 antara 841,94—2.834,52 ppm (Tabel 3) Seperti yang dinyatakan oleh Hidayat (2015) yang menyebutkan sumber TN, TP dan C sedimen berasal dari pakan dan bahan organik yang terbentuk selama masa budidaya. Input sedimen yang terus menerus akan terus menumpuk dan dapat mempengaruhi kualitas air dalam tandon IPAL. Evaluasi Kinerja IPAL Tambak Super Intensif Hasil pengukuran parameter kualitas air limbah di masing-masing petakan, menunjukkan bahwa IPAL telah berfungsi dengan baik untuk parameter TSS, pH, DO dan BOD, namun untuk parameter TN dan PO4 masih belum efektif karena nilainya masih di atas batas ambang yang diperkenankan (Tabel 3). Proses pengolahan kualitas air pada tandon IPAL menunjukkan bahwa parameter TSS mengalami penurunan dari 101,00 ppm menjadi 45,11 ppm. Air limbah yang dibuang melalui central drain memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi yang terdiri dari lumpur, pasir, bioflok, dan plankton yang mati. Petak pengendapan yang dibagi menjadi empat bagian cukup efektif untuk menahan bahan tersuspensi dengan ukuran > 1 µm, sedangkan partikel yang < 1 µm melayang dan terbawa kepetak oksigenasi, petak biokonversi dan penampungan. Kemungkinan partikel koloid halus dari sedimen. Diperairan pH dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Sementara didalam tandon IPAL nilai pH air 6,78 pada inlet dan meningkat 8,34 pada outlet. Air limbah mengalami proses pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. Meningkatnya pH dimulai sejak terjadi pengayaan oksigen dipetak oksigenasi, biokonversi dan dipetak penampungan. Pada petak pengendapan terdapat banyak sedimen yang tertampung sehingga mempengaruhi konsentrasi pH air. Jika melihat pH dalam sedimen ketiga tambak memperlihat nilai 6,77 yang artinya cenderung asam. Dekomposisi bahan organik oleh bakteri dalam proses amonifikasi maupun nitrifikasi menghasilkan ammonia (NH 3), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Konsentrasi nitrat yang tinggi dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis pada siang hari yang memanfaatkan karbondioksida (CO 2) yang menghasilkan oksigen (O 2) sehingga meningkatnya pH, sebaliknya pada malam hari fitoplankton berhenti berfotosintesis sementara bakteri dan biota melakukan respirasi yang memanfaatkan oksigen (O 2) dengan menghasilkan karbondioksida (CO 2), sehingga menyebabkan pH menurun. pH air mempengaruhi kehidupan ikan, sehingga perlu diwaspadai jika terlalu rendah pH< 6 atau terlalu tinggi pH> 9. pH dapat mempengaruhi proses metabolism ikan dalam proses respirasi. Hal ini terjadi jika pH tinggi akan meningkatkan ammonia sehingga meningkatkan toksisitas amonia terhadap biota. Effendi (2003) menyatakan bahwa pH mempengaruhi toksisitas senyawa amonia karena amonium banyak ditemukan pada pH rendah sedangkan ammonia banyak terdapat pada pH tinggi. Oksigen terlarut (DO) sangat dibutuhkan hewan akuatik dalam proses respirasi dan metabolisme. Jika konsentrasi oksigen rendah metabolism biota akan terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Limbah budidaya udang vaname memiliki konsentrasi oksigen yang rendah 2,29 ppm. Namun dengan proses oksigenasi dalam pengolahan limbah dapat meningkatkan hingga 5,32 ppm. Penambahan kincir pada petak oksigenasi dan penampungan berdampak posisitif terhadap peningkatan oksigen, sehingga konsentrasi tersebut aman bagi biota. Effendi (2003) menyebutkan perairan yang diperuntukkan bagi perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 ppm. Selain itu oksigen sangat mempengaruhi toksisitas amonia terhadap biota. Semakin rendah konsentrasi oksigen maka semakin tinggi toksisitas amonia (Effendi, 2003). Sementara Komarawidjaya (2006) menyatakan bahwa amonia berefek toksik pada konsentrasi 0,54 ppm pada udang dalam masa inkubasi 24-144 jam, lebih lanjut konsentrasi DO 4,5 mg/L menghasilkan konsentrasi amonia mencapai 2,5 mg/L yang disebabkan oleh rendahnya bakteri pengurai. Sihaloho (2009) menyatakan bahwa dalam proses nitrifikasi oleh bakteri dibutuhkan 3,43 g molekul oksigen untuk setiap gram molekul amonia. Hal ini berhubungan dengan proses amonifikasi oleh bakteri menjadi nitrit (NO 2) dan nitrat (NO3). Dalam
Performa instalasi pengolah air limbah (IPAL) tambak ..... (Mat Fahrur)
290
proses tersebut dibutuhkan oksigen, jika oksigen rendah maka pembentukan amonia akan meningkat. Sementara konsentrasi oksigen pada petak penampungan, oksigenasi, biokonversi dan petak penampungan berturut-turut 1,18 mg/L, 2,33 mg/L, 2,21 mg/L dan 5,32 mg/L, dan konsentrasi amoniak pada petak oksigenasi hingga penampungan juga mengalami peningkatan yaitu 3,117 mg/L, 3,450 mg/L, 3,675 mg/L dan 3,813 mg/L, begitu juga dengan nitrat antara petak pengendapan dan penampungan tidak terjadi penurunan yaitu 6,075 ppm (inlet) dan outlet (6,08 ppm). Biochemical Oxigen Demand (BOD) adalah konsentrasi oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri dalam proses dekomposisi bahan organik pada kondisi aerob dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu 20oC selama lima hari tanpa cahaya. Hasil analisa konsentrasi BOD pada inlet 16,46 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan outlet yaitu 3,07 ppm. Sehingga konsentrasi BOD dalam penelitian ini masuk dalam kategori batas ambang yang diperkenankan. Dimana standar effluent limbah untuk konsentrasi BOD < 20 ppm. Terjadi penurunan BOD setelah limbah air mengalami pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan masuk kedalam petak penampungan. Hal ini menandakan bahwa oksigen pada inlet atau petak penampungan dibutuhkan konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dibandingkan petak penampungan. Petak pengendapan menerima beban limbah organik secara langsung dan digunakan untuk mengendapkan bahan organik sehingga terjadi timbunan bahan organik. Hal ini dapat dilihat pada BOT limbah buangan dari tambak yang mencapai 75,77 ppm. Proses degradasi nitrogen oleh bakteri dalam proses amonifikasi menjadi nitrit dan nitrat didalam botol BOD membutuhkan oksigen. Tebbut dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba serta jenis dan kandungan bahan organik. Jeffries & Mills (1996 dalam Effendi, 2003) menyatakan perairan alami memiliki nilai BOD 0,5-7,0 ppm. Konsentrasi ortofosfat (PO 4-3) rata-rata pada inlet 3,74 ppm dan outlet 3,87 ppm, dimana mengalami penurunan yang sangat kecil hanya 0,13 ppm (Tabel 4). Sumber fosfor berasal dari pakan, feses udang, air sumber, dan erosi yang berasal dari tandon air bersih. Seperti yang dinyatakan oleh Rachmansyah et al. (2006) melaporkan bahwa input fosfor dalam tambak udang vaname sebesar 58,3% yang terdiri dari pakan 7,73%, pupuk 4,05%, media probiotik <1%. Sedangkan Smith & Briggs (1998) menyebutkan bahwa sumber fosfor dalam tambak disebabkan input pakan sebesar 51%, dari erosi 26% dan aliran air sebesar 10%. Jika melihat konsentrasi fosfor dalam limbah air tambak, sedimen dalam tambak dan konsentrasi dalam petakan IPAL telah terjadi penyusutan yang besar. Dimana konsentrasi fosfor dalam air dari ketiga tambak mencapai 38,3 ppm dan dalam sedimen tambak mencapai 1.304,737 ppm. Penurunan konsentrasi tersebut diduga terjadi pengendapan fosfor dalam sedimen tambak, sehingga konsentrasi fosfor dalam air berkurang. Hal ini dapat terjadi karena fosfor membentuk kompleks dengan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga (Jeffries & Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Selain itu ortofosfat juga dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton sedangkan polifospat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat yang dipengaruhi oleh pH dan suhu. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat pada suhu tinggi dan pH yang rendah. Effendi (2003) menyatakan perubahan polifosfat menjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan pada air bersih. Total nitrogen (TN) terdiri dari total amonia nitrogen (TAN), nitrit (NO 2) dan nitrat (NO3). Secara umum nitrogen terbagi menjadi dua yaitu anorganik (NH 3, NH4, NO2 dan NO3) dan organik (protein, asam amino, dan urea). Sumber nitrogen dalam IPAL secara umum adalah pakan yang tidak termakan dan feses udang yang mengalami transformasi oleh fitoplankton dan mikroorganisme dalam proses asimilasi, fiksasi, nitrifikasi, amonifikasi, dan denitrifikasi. Dalam proses pengolahan IPAL pada setiap petak mengharapkan terjadi pengurangan nitrogen terutama ammonia (NH 3) yang bersifat toksik bagi organism menjadi nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton. Namun dalam penelitian ini terjadi peningkatan konsentrasi TN selama penelitian yaitu dari rata-rata 5,69 ppm (inlet) menjadi 5,74 ppm pada outlet (Tabel 4). Meningkatnya konsentrasi total nitrogen (TN) diduga akibat tingginya bakteri pengurai dalam proses degradasi bahan organik yang mempengaruhi proses perombakan nitrogen, dimana proses amonifikasi antara perubahan ammonia menjadi nitrit dan nitrat pada petak pengendapan. Sedangkan pada petak penampungan cenderung menurun dan secara umum NO 3
291
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
lebih tinggi dibandingkan TAN dan NO 2. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi oksigen pada petak oksigenasi dan biokonversi yang menyebabkan proses perombakan nitrogen dalam kondisi aerob sehingga konsentrasi nitrat (NO 3) meningkat selama pengamatan. Selain itu, diduga kepadatan plankton masih rendah sehingga terjadi ketidak seimbangan antara laju pembetukan nitrogen oleh bakteri pengurai lebih cepat dibandingkan penyerapan oleh fitoplankton. Untuk menurunkan konsentrasi TN dapat dilakukan dengan memanfaatkan alga seperti Gracillaria sp. pada petak penampungan. berdasarkan uji pendahuluan penyerapan N dan P dalam wadah terkontrol dengan menggunakan Ggracillaria sp. dalam waktu 24 jam menunjukkan penurunan NO 3N dan PO4-3 (Fahrur inpress, 2014). Sedangkan Msuya & Neori (2002) melaporkan efektivitas alga dari genus Gracillaria sebagai biofilter di tambak ikan di mana alga jenis ini mampu mengurangi konsentrasi nitrogen terlarut dalam tambak ikan. Lebih spesifik dalam tambak udang, Izzati (2011) juga melaporkan Gracillaria verrucosa sebagai biofilter yang efektif dalam mengurangi konsentrasi nutrient dalam air. Selain itu uji biokonversi dengan pengaturan C/N rasio dengan penambahan C-Organik molase mampu menurunkan Total Amonia Nitrogen (TAN) dan nitrit, namun nitrat dan fosfat cenderung meningkat (Hidayat Inpress, 2014). Tabel 4. Parameter kualitas air limbah setelah melalui proses di dalam IPAL
Peubah TSS (ppm) pH DO (ppm BOD-5 (ppm) PO4 (ppm) TN (ppm)
Inlet IPAL (Rata-rata) 101 6,79 2,29 16,46 3,87 5,69
Outlet IPAL (Rata-rata) 45,11 8,34 5,32 3,97 3,74 5,74
Standar effluent limbah < 70 a 6,5-8,5 b >3 c <20 d < 0,4 e <4f
Sumber: a
Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater (APHA, AWwA and WEF, 2005),
b
c
Practical Handbook of Seawater Analysis (Stickland and Parsons), Methods of Seawater Analysis d
(Koroleff), Determination of Ammonia in Estuary (Sasaki and Sawada) Methods of Seawater Analysis (Grasshoff K.) e Notification of the Ministry of Natural Resources and Environment ,Effluent Standard for Brackish Aquaculture published in the Royal Government Gazette, Vol. 124 Part 84 D, dated July 13, B.E. 2550 (2007) f
Notification of the Ministry of Natural Resources and Environment: Designated Brackish Aquaculture as Pollution Point Sources published in the Royal Government Gazette, Vol. 124 Part 84 D, dated July 13, B.E. 2550 (2007)
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, selanjutnya dilakukan uji biossai (Tabel 5) terhadap beberapa jenis biota ikan yang biasa terdapat di sekitar tambak. Air limbah IPAL yang melawati petak Tabel 5. Hasil bioassay limbah tambak superintensif
Komoditas
Bobot (g)
Jumlah (ekor)
Nener Benur vaname Nila Mujair
3,13±1,38 PL-10 0,25±0,03 0,96±0,15
100 100 100 100
Waktu pemaparan (jam) 24 48 72 96 Sintasan 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Performa instalasi pengolah air limbah (IPAL) tambak ..... (Mat Fahrur)
292
penampungan dan terbuang kelaut akan dibuktikan dengan memasukkan hewan uji. Uji toksisitas tersebut menggunakan nener bandeng, benur vaname, nila dan mujair. Hasil uji toksisitas selama 96 jam pengamatan mendapatkan sintasan 100% (Tabel 5) Hal ini membuktikan bahwa air limbah hasil olahan IPAL untuk nener, benur vaname, nila dan mujair masih dalam batas toleran dan cukup aman bagi organisme perairan. KESIMPULAN Pengolahan kualitas air dengan desain IPAL tambak superintensif yang terdiri dari empat petak yaitu petak sedimentasi, oksigenasi, biokonversi dan penampungan dapat memperbaiki peubah kualitas air Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oksigen Demand (BOD5), pH dan oksigen terlarut (DO) sehingga dalam kategori batas ambang yang diperkenankan, sedangkan PO4 dan Total N belum mengalami penurunan dan masih diatas ambang yang diperkenankan Hasil bioassay limbah tambak superintensif hasil olahan IPAL menghasilkan sintasan 100% untuk nener bandeng, benur vaname, nila dan mujair. Dalam penelitian ini perlu dilakukan perbaikan pengolahan limbah untuk menurunkan kandungan TN dan TP melalui perbaikan rasio C/N dan pemanfaatan peran ekologi komoditas “low level food chain” seperti ikan bandeng, beronang, nila, kekerangan dan makroalga pada petak biokonversi dan petak penampungan. DAFTAR ACUAN Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB. Bogor. Fahrur, M., Makmur, & Undu, M.C. (2015). Karakteristik Air Buangan Limbah Budidaya Udang Vaname Super Intensif. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal. 1015-1025. Fahrur, M. (2014). Data kualitas air uji penyerapan rumput laut Gracillaria sp dalam wadah terkontrol menggunakan air limbah IPAL budidaya udang vaname super intensif. Data Laboratorium Uji Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Funge-Smith, S.J., & Briggs, M.R.P. (1998). Nutrient budgets in intensive shrimp ponds: implications for sustainability. Aquaculture, 164, 117-133. Gunarto, & Atmomarsono, M. (2007). Water quality conditions in white shrimp, Litopenaeus vannamei brackishwater pond with different percentages of additional fertilizer. Aquacultura Indonesiana 8 (1): 1-9. Hidayat , S,S., Suwardi, T., & Mat Fahrur. (2015). Karakteristik Limbah Sedimen Tambak Udang Vaname (Liptopenaeus vannamei) Super Intensif dengan Kepadatan Berbeda. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal. 901-913. Hidayat, S.S. (2014). Uji laju sedimentasi, oksigenasi dan biokonversi dalam wadah terkontrol menggunakan air limbah budidaya udangvaname super intensif. Data laboratorium uji Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Hongsheng, Y., Lin Ying, You Kui., Lin Shilin. (2008). Design and performance of superintensive shrimp culture system. Institute of Oseanology, Chinese Academy of Sciences. Izzati, M. (2011). The role of seaweeds Sargassum polycistum and Gracilaria verrucosa on growth performance and biomass production of tiger shrimp (Penaeous Monodon Fabr), Journal of Coastal Development, 14: 235-241. Komarawidjaya, W. (2006). Pengaruh Perbedaan Dosis Oksigen Terlarut (DO) Pada Degradasi Amonium Kolam Kajian Udang. Peneliti Ekotoksikologi Perairan Badan Pebgkajian dan Penerapan Teknologi. J. Hidrosfir Vol. 1. No.1. Hal. 32-37. Msuya, F.E., & Neori, A. (2002). Ulva reticulata and Gracilaria crassa: Macroalgae that can biofilter effluent from tidal fishponds in Tanzania. Journal of Marine Science, 1:117-126 Rachmansyah, Suwoyo, H.S., Undu, M.C., & Makmur. (2006). Pendugaan nutrient budget tambak intensif udang Litopenaeus vannamei. Jurnal Riset Akuakultur, Vol.1, No.2:181-202.
293
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016
Rachmansyah, E.Susianingsih, Mangampa, M., Tahe, S., Makmur, Undu, M.C., Suwoyo, H.S., Asaad, A.I.J.,.Tampangallo, B.R., Septiningsih, E., Safar, Ilham. St. Rohani, Rosni, & Nurjannah. (2013). Laporan Teknis Akhir Kegiatan Pengembangan Budidaya Udang Vaname SuperIntensif di Tambak Kecil. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Rachmansyah, Makmur, & Undu, M.C. (2014). Estimasi beban limbah nutrien pakan dan daya dukung kawasan pesisir untuk tambak udang vaname superintensif. Jurnal Riset Akuakultur Vol. No.: (Inpress). Sihaloho, W.S. (2009). Analisa Kandungan Amonia dari Limbah Cair Inlet dan Outlet dari Beberapa Industri Kelapa Sawit. Karya Ilmiah. Program Studi Diploma-3 Kimia Analis Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Hal 1-48. Smith, S.J.F., & Briggs, M.R.P. (1998). Nutrient budget in intensive shrimp ponds : implication for sustainability. Aquaculture, 164, 117-133. Sunarto. (2003). Peranan Dekomposisi dalam Produksi pada Ekosistem di laut. Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 17 hlm. Suwoyo, H.S., Tahe, S., & Fahrur, M. (2015). Karakterisasi Limbah Sedimen Tambak Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Super Intensif Dengan Kepadatan Berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015. 16 hal Tampangallo, B.R., Suwoyo, H.S., & Septiningsih, E. (2014). Pengaruh penggunaan kincir sebagai sumber arus pada budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem superintensif. Prosiding FITA 2014 (Inpress).