I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Di Indonesia, sangat banyak perusahaan atau industri yang menghasilkan produk baik dalam skala kecil, menengah dan bahkan dalam skala besar. Selain menghasilkan produk yang menjadi komoditi perusahaan, industri juga menghasilkan limbah yang merupakan sisa proses produksi, seperti yang terjadi pada Instansi x. Limbah yang dimaksud disini adalah limbah yang berwujud cair (air limbah). Air limbah adalah air yang telah mengalami penurunan kualitas, yang merupakan hasil samping pengolahan bahan baku industri yang apabila dibuang ke lingkungan, air limbah tersebut dapat menurunkan kualitas lingkungan. Agar air limbah tersebut tidak mencemari lingkungan dan makhluk hidup yang ada di dalamnya, dan untuk melestarikan lingkungan agar dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya maka perlu dilakukan upaya pemurnian kembali air limbah tersebut yaitu dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Industrialisasi yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada hakekatnya merupakan upaya meningkatkan pemanfaatan berbagai faktor, misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal, dan teknologi, secara berkesinambungan (Soemartono, 1996). Namun, banyaknya industri yang ada dan berkembang di Indonesia pasti akan berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat tempat industri itu berada. Berdasarkan UU RI 1
2
No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka setiap industri maupun instansi atau badan usaha harus bertanggungjawab terhadap pengelolaan limbah yang dihasilkan dari kegiatannya. Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat yang dilaksanakan melalui rencana pembangunan jangka panjang
yang
bertumpu
pada
pembangunan
dibidang
industri.
Perindustrian memegang peran yang sangat penting bagi peningkatan perekonomian dan taraf hidup masyarakat. Industri terbanyak dalam masyarakat adalah industri kecil yang dilaksanakan oleh rumah tangga dengan produksi dan pendapatan relatif lebih rendah. Industri menengah dan besar relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan industri kecil baik yang bersifat formal maupun non formal. Salah satu kegiatan manusia yang sangat berhubungan dengan lingkungan adalah pembangunan industri. Dapat diambil contoh di daerah perkotaan, semakin meningkat jumlah penduduk perkotaan, semakin besar pula masalah lingkungan hidup perkotaan yang dihadapi. Kenaikan jumlah penduduk di perkotaan ini erat kaitannya dengan industrialisasi. Industrialisasi yang berlangsung dalam proses pembangunan, pada hakekatnya merupakan upaya meningkatkan pemanfaatan berbagai faktor, misalnya sumber alam, keahlian manusia, modal dan teknologi, secara berkesinambungan (Alaert, 1987).
3
Para pelaku industri yang ada di kabupaten Karanganyar tentu saja selain menghasilkan produk yang menjadi komoditi perusahaan juga menghasilkan limbah yang merupakan sisa untuk proses produksi. Air limbah merupakan sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair yang apabila dibuang ke lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan,
sehingga
untuk melestarikan
lingkungan agar
dapat
bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya perlu dilakukan upaya sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Bitton, G. 15 Mei 2012). Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi upaya perlindungan dan pengolahan air limbah terhadap lingkungan sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka memandang perlu adanya perubahan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah yang menyesuaikan dengan peraturan perundang–undangan yang lebih tinggi beserta pedoman teknisnya. B.
Proses Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah Perusahaan x Seluruh air limbah ditampung oleh bak penampungan yang mempunyai kapasitas 30.000 liter air limbah, namun sebelum memasuki bak input, air limbah melalui proses screening system yang bertujuan
4
untuk memisahkan air limbah dari kotoran dan padatan yang ada di dalamnya. Pada bak Screening, sebagai tempat air limbah dari bagian pencucian botol, tempat pembuangan hasil produk yang sudah kadaluarsa, tempat pencucian tangan maupun tempat pemisahan limbah padat seperti kertas label, plastik segel produk, sobekan etiket kerta dan tutup botol. Air limbah yang berasal dari proses produksi ini melalui parit yang ada dan langsung masuk ke dalam bak penampungan. Selanjutnya air limbah dimasukkan ke dalam bak Equalisasi agar beban pada air limbah menjadi setara. Pada bak ini, air limbah diberi gamping kapur lagi apabila pH air limbah tersebut kurang dari 5 atau di bawah 5. Dari bak Equalisasi ini air limbah kemudian mengalir ke dalam bak pengendapan. Bak pengendapan ini bertujuan agar partikel padatan yang ada dapat mengendap semua dan air limbah dapat melewati kanal (parit) yang ada. Bak pengendapan ini memiliki 3 bak. Bak pengendapan yang pertama berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang ada di dalam air limbah, sedangkan pada bak pengendapan yang ke dua memiliki fungsi yang hamper sama seperti pada bak pengendapan yang pertama namun pada pengendapan ke dua ini memaksimalkan fungsi agar partikelpartikel yang lebih kecil yang lolos pada bak pengendapan pertama dapat terjebak pada bak pengendapan yang ke dua ini. Tahap berikutnya air limbah akan dialirkan melalui pipa yang masuk ke dalam bak Anaerob. Dalam bak ini air limbah diproses dengan
5
bakteri anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen dalam melakukan aktifitasnya dan berperan dalam memetabolisme senyawa – senyawa organik yang terdapat di dalam air limbah untuk kemudian diubah menjadi bentuk-bentuk yang paling sederhana dan gas, misalnya gas Methan dan Asam Sulfida. Pada bak Anaerob ini, air limbah tertampung selama 7 hari atau 1 minggu. Over flow dari bak ini selanjutnya dipompa melalui pipa dan masuk ke dalam bak pengendapan yang ke tiga. Bak pengendapan yang ke tiga ini juga memiliki fungsi yang sama seperti pada bak pengendapan yang pertama dan yang ke dua, namun pada bak pengendapan yang ke tiga ini meminimalisir adanya endapan atau partikel maupun lumpur (sludge) agar tidak terbawa oleh air limbah dan masuk dalam proses Sprayer. Sebelum masuk dalam bak Sprayer, air limbah ini ditampung oleh bak yang kemudian dipompa melalui pipa-pipa yang didesain khusus pada pipa ini telah diberi lubang-lubang. Air limbah kemudian melewati lubang-lubang tersebut dan keluar dari lubang-lubang ini sehingga tampak seperti penyemprotan (Spray) dan kemudian tertampung dalam bak Sprayer. Pada proses ini diharapkan bahwa air limbah akan melakukan kontak dengan udara sehingga akan memiliki kandungan oksigen di dalamnya. Selanjutnya air limbah dialirkan melalui pipa yang masuk dalam settling awal. Bak ini dapat juga dikatakan sebagai bak Wetland, pada bak ini digunakan tanaman Eceng Gondok yang berfungsi sebagai penyerap
6
partikel-partikel seperti logam berat dan lain-lain. Tanaman enceng gondok juga digunakan untuk membuat air menjadi jernih dalam waktu kurang lebih tiga hari, dan diharapkan agar partikel-partikel logam berat yang ada di dalam air limbah dapat mengendap semuanya sehingga tidak mengganggu proses selanjutnya yaitu proses aerob atau dapat dikatakan sebagai proses aerasi. Bak aerasi dilengkapi dengan mesin aerator. Mesin-mesin ini mempunyai baling-baling pada ujungnya yang berbentuk seperti balingbaling pada mesin perahu. Sistem aerasi ini memiliki 2 bak, dan kedua bak tersebut dilengkapi dengan 2 buah mesin dinamo. Mesin pada bak yang pertama memiliki kekuatan 5,5 HP, sedangkan pada mesin bak yang kedua memiliki kekuatan 2 HP. Mesin ini akan hidupkan dengan sendirinya (timer) yaitu pada pagi hari, siang hari dan pada sore hari. Setelah jam 17.00, operator akan menyetel panel terhubung dengan listrik dan waktu, untuk menyalakan mesin aerator. Setelah melalui proses aerasi, air limbah ini akan masuk atau mengalir ke dalam bak settling akhir. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan kembali air limbah yang masih bercampur dengan partikelpartikel atau lumpur (sludge) sebelum masuk ke dalam bak Filter. Di dalam bak ini terdapat beberapa spesies ikan yang sengaja dimasukkan sebagai Bio-Indikator, seperti ikan nila dan ikan lele. Setelah itu air limbah yang berada pada bak settling akhir akan masuk ke dalam bak filter. Bak ini memiliki 4 bak yang telah terisi dengan
7
material-material sebagai filter. Pada bak filter awal berisi tumpukan batu kali atau sungai yang telah di pecahkan sehingga berbentuk kerikil. Pada bak filter kedua berisi tumpukan arang. Bak ketiga berisi tumpukan batu yang sama seperti pada bak pertama. Sedangkan pada bak yang terakhir berisi tumpukan arang. Pada keempat bak tersebut juga terdapat ikan nila sebagai Bio-Indikator. Sebelum dibuang kesungai, air limbah ini akan keluar dari bak filter dan akan mengalir melewati V-Notch pada Out-let dan kemudian akan dibuang ke Sungai Ngringgo. C.
Bak – Bak Instalasi Pengolahan Air Limbah Perusahaan x a. Screening Pada bak Screening, sebagai tempat air limbah dari bagian pencucian botol, tempat pembuangan hasil produk yang sudah kadaluarsa, tempat pencucian tangan maupun tempat pemisahan limbah padat seperti kertas label, maupun plastik segel produk. b. Bak In–Let Pada bak In – let, sebelum masuk dalam bak penampung terdapat V– Notch, fungsi V–Notch ini sebagai tempat penghitungan debit air limbah yang akan masuk dalam bak–bak selanjutnya. Dapat dilihat pada lampiran 1 Gambar 1. c. Bak Penampung Pada bak penampung, yang sesuai dengan tujuannya yaitu sebagai tempat penampungan air. Dapat dilihat pada lampiran 1 Gambar 2.
8
d. Bak Equalisasi Bak Equalisasi ini juga bertujuan yang bertujuan untuk memisahkan air limbah dari padatan yang masih terikut. Proses equalisasi ini juga untuk meminimumkan dan mengendalikan fluktuasi aliran limbah cair baik kualitas maupun kuantitas
yang berbeda dan meng-homogenkan
konsentrasi limbah cair dalam bak equalisasi. Dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 3. e. Bak Pengendapan Pada bak ini, memiliki fungsi yaitu sebagai pengendapan apabila terdapat partikel – partikel yang ikut dalam air limbah pada proses Equalisasi. Pada bak ini juga terdapat 3 bak pengendapan, pada bak pengendapan pertama dan yang ke dua memiliki posisi yang sama, namun pada bak pengendap yang ketiga terdapat air limbah keluar dari bak anaerob. Dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 4. f. Bak Anaerob Proses selanjutnya adalah anaerob, yaitu proses penguraian yang menggunakan bakteri anaerob sehingga didapatkan unsur-unsur yang lebih sederhana dan pada proses anaerob ini akan menghasilkan gas metan. Unit anaerob ini dilengkapi dengan unit degassing column yang berfungsi untuk memisahkan gas yang tersuspensi di dalam air limbah, dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 5.
9
g. Bak Sprayer Bak Sprayer, sebagai tempat penyemprotan, maupun tempat untuk air limbah akan kontak langsung dengan udara dan akan mengandungan oksigen dalam air limbah, dapat dilihat pada Lampiran 3 Gambar 6. h. Bak Setling Awal Pada bak Settling Awal, teradapat tanaman Eceng Gondok agar mengikat endapan–endapan yang masih ikut dalam proses spray, dan juga air limbah manjadi jernih, dapat dilihat pada Lampiran 3 Gambar 7. i. Bak Aerasi Pada bak aerasi terdapat 2 bak. Masing – masing bak juga dilengkapi dengan mesin sebagai pengaduk. Mesin ini yang berguna untuk mencegah pembusukan, juga untuk mengaduk limbah cair sehingga limbah bersifat homogen sehingga tidak terjadi pengen-dapan. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi meterial organik menjadi CO2 dan H2O, NH4 dan sel biomassa baru (Bitton. 2012), dapat dilihat pada Lampiran 4 Gambar 8. j. Bak Setling akhir Pada bak settling akhir ini berisikan dengan spesies ikan yaitu Ikan Nila dan Lele sebagai Bio – Indikator, selain itu juga sebagai tempat endapan apabila terdapat partikel – partikel yang masih ikut dalam air limbah pada proses Aerasi telah selesai, dan juga air limbah ini juga dapat di gunakan sebagai pupuk penyirman tanaman, sebagai bahan dasar pembuat produk, dapat dilihat pada Lampiran 4 Gambar 9.
10
k. Bak Filter Pada bak Filter, terdapat 4 bak yang berisikan dengan kerikil – kerikil dan arang, selain itu juga terdapat ikan yaitu ikan nila, yang berguna sebagai Bio – Indikator, dapat dilihat pada Lampiran 5 Gambar 10. l. Out – Let Setelah air limbah keluar dari bak filter, air limbah akan menuju di Out– Let, Out–Let ini juga memiliki V–Notch yang sama dengan V–Notch pada In–Let, untuk menghitung berapa banyak air yang keluar setelah melalui beberapa proses pengolahan limbah yang kemudian berakhir di sungai Ngringgo, dapat dilihat pada Lampiran 5 gambar 11.
D.
Keaslian Penelitian Setiawan (2004), Peran Etika Lingkungan Hidup dalam Industri Pertambangan di Indonesia. Berisi tentang peran teori etika lingkungan hidup yang berpihak pada alam seperti Biosentrisme, Ekosentrisme, Hak Asasi Alam dan Ekofeminisme dengan berbagai prinsip–prinsip moralnya sangat
diperlukan
sebagai
pedoman
guna
membatasi tindakan
manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam, khususnya mineral. Hayya (2008), Kajian Kerusakan Akibat Kegiatan Industri Tahu terhadap Penurunan Kualitas Air Tanah (Kasus Di Kawasan Sentra Industri Tahu Desa Trimurti Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul), berisi tentang kualitas air tanah di kawasan sentra industri tahu desa Trimurti kecamatan Srandakan kabupaten Bantul menurun yang
11
disebabkan oleh limbah hasil pengolahan tahu. Anggraeni (2011), Etika Lingkungan dalam Kehidupan Asrama Mahasiswi Syantikara menurut Perspektif Ekosentrisme Ane Naess, berisi tentang pengelolaan lingkungan Asrama Syantikara dengan menggunakan teori Etika Ekosentrisme Naess yang didasarkan pada Deep Ecology. Pratono (2013), Pengolahan Air Limbah (IPAL), Biogas sebagai upaya pengendalian lingkungan pencemaran limbah cair dari hasil pengolahan tahu terhadap kualitas air sungai, air sumur dan udara. E.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana kualitas air limbah setelah melalui proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terhadap kadar COD, BOD dan TSS dengan variasi waktu aerasi? 2. Apakah kualitas air limbah yang telah diproses sudah aman terhadap mahluk hidup maupun lingkungan ?
F.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kualitas air limbah setelah melalui proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terhadap kadar COD, BOD dan TSS. 2. Untuk mengetahui kualitas air limbah yang telah diproses sudah aman terhadap mahluk hidup maupun lingkungan.
12
G.
Manfaat Penelitian Mengetahui pengaruh waktu sistem Aerasi yang baik dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah terhadap kadar COD, BOD dan TSS limbah cair pada produksi kecap. Mengetahui dampak lingkungan yang terjadi dari hasil proses Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan meminimalisir pengeluaran biaya yang banyak dalam penggunaan mesin aerator dalam sistem aerasi.