PEMBUATAN MODEL KALIBRASI SAMPEL RECOVERY PRODUK SUSU DENGAN METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA
SKRIPSI
ATI HIDAYATI F24080096
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
DEVELOPMENT OF INFRARED SPECTROSCOPY CALIBRATION MODELS FROM RECOVERY SAMPLE OF DAIRY PRODUCTS AT PT FRISIAN FLAG INDONESIA Ati Hidayati1 and Nur Wulandari1 1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: +62 856 1291315, E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Milk is a kind of food that has nutritional contents and compositions almost perfect compared to other foods. Manufacture of milk products result by-products called recovery samples. Infrared spectroscopy methods such as Near Infrared Reflectance (NIR) and Fourier Transform Infrared (FTIR) can be used as a secondary method for evaluating quality of dairy products. PT Frisian Flag Indonesia will use infrared spectroscopy methods to analyze quality of recovery samples. FTIRS and NIRS instruments must have a calibration model for recovery sample that includes parameters of composition i.e total solids, fat content, sucrose, and proteins so that can be used to evaluate quality of recovery sample. The purpose of this study was to create a calibration model from recovery samples of dairy products by infrared spectroscopy methods. In general, the development stages of calibration models using NIR and FTIR methods consist of sample preparation, analysis of composition parameters, calibrations modeling, and verification of the models. Sample preparation was canducted by using two variants of A product recovery sample (NIR method) and B product recovery sample (FTIR method). Instrument used for analyzing NIR method is FOSS NIRSystems 5000 and for FTIR method is FOSS MilkoScan FT120. The conventional analysis methods were also used to analyze parameters of composition. Calibration modeling that conducted by software WinISI and models was verificated by t-test. The results of spectrum NIR shows A product recovery sample for variant X and Y have similar spectrums. Model calibration of total solid is the best model in NIR methods (R2 = 0.9998) and FTIR method (R2 = 0.9993). The results of t-test with 5% level of significance shows that the parameters of composition in both calibration models of infrared spectroscopy methods were not significant different (P (two-tail) > 0.05). This results showed that both of calibration models can be used.
Keywords: calibration models, infrared spectroscopy, recovery sample, dairy products
ATI HIDAYATI. F24080096. Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia. Di bawah bimbingan Nur Wulandari. 2012
RINGKASAN Susu merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap susu dan hasil olahannya menyebabkan PT Frisian Flag Indonesia sebagai salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi susu tanpa mengesampingkan mutu produk susu tersebut. Sampel recovery merupakan hasil samping produksi produk susu yang dapat digunakan kembali pada proses produksi tanpa mengurangi kualitas produk susu yang dihasilkan. Banyaknya jumlah produksi produk A (produk susu dengan total padatan > 15%) dan produk B (produk susu dengan total padatan ≤ 15%) menyebabkan perlu adanya evaluasi mutu pada sampel recovery kedua produk tersebut. Agar dapat digunakan kembali, sampel recovery produk susu harus dievaluasi mutunya terlebih dahulu. Evaluasi mutu sampel recovery produk susu memerlukan parameter komposisi utama seperti total padatan, kadar lemak,sukrosa, dan protein sebagai parameter tambahan untuk memaksimalkan penggunaanya. Namun, metode yang digunakan untuk menganalisis keempat parameter komposisi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan metode sekunder yang mampu mempersingkat waktu analisis. Salah satu metode sekunder yang dapat digunakan adalah metode spektroskopi inframerah. Umumnya metode spektroskopi yang digunakan untuk mengevaluasi mutu produk susu adalah metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) dan Fourier Transform Infrared (FTIR). Agar dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu, maka instrumen NIRS dan FTIRS yang digunakan harus memiliki model kalibrasi yang mencakup keempat parameter komposisi. Oleh sebab itu, pada kegiatan magang di PT Frisian Flag Indonesia ini secara khusus memiliki tujuan untuk (1) membuat model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR dan (2) membuat model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR menggunakan penyesuaian model kalibrasi. Kegiatan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR dibagi menjadi empat tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk A; (2) analisis parameter komposisi sampel recovery produk A menggunakan instrumen FOSS NIRSystems 5000 dan metode konvensional; (3) pembuatan model kalibrasi; dan (4) verifikasi model kalibrasi. Sementara itu, pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk B; (2) analisis parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan instrumen FOSS MilkoScan FT120 dan metode konvensional; (3) verifikasi awal model kalibrasi; (4) penyesuaian model kalibrasi; dan (5) verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai. Sampel recovery yang digunakan adalah dua varian sampel recovery produk A dan sampel recovery produk B di PT Frisian Flag Indonesia. Analisis sampel, pembuatan model kalibrasi, dan verifikasi dilakukan terhadap empat parameter komposisi utama seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk susu. Perbedaan tahapan tersebut dikarenakan adanya perbedaan sifat fisik, kimia, dan spektrum sampel recovery produk A dengan produknya. Sementara itu, sampel recovery produk B memiliki sifat fisik, kimia, dan spektrum yang hampir sama dengan produknya.
Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A menggunakan metode spektroskopi NIR menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data spektrum NIR dan data analisis metode konvensional. Data spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian X hampir sama dengan spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian Y. Data spektrum absorbansi NIR memperlihatkan empat puncak gelombang absorbansi NIR sampel recovery produk A. Berdasarkan data spektrum absorbansi NIR, protein dan lemak terbaca pada panjang gelombang 1196 nm dan 1786 nm. Sukrosa terbaca pada panjang gelombang 1450 nm. Air terbaca pada panjang gelombang 18951991 nm dan merupakan puncak tertinggi pada spektrum NIR. Berdasarkan verifikasi data analisis metode konvensional, data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A varian Y tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05) pada parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa pada taraf kepercayaan 95%. Sementara itu, data analisis metode konvensional parameter protein sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A varian Y berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Hasil tersebut menyebabkan data analisis konvensional parameter protein pada kedua varian sampel recovery produk A tidak dapat digabungkan karena komposisi protein produk asal kedua varian sampel recovery produk A tersebut berbeda meskipun spektrum kedua varian sampel recovery produk A tersebut hampir sama. Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi internal menggunakan metode spektroskopi NIR dapat diketahui bahwa keempat parameter komposisi sampel recovery produk A memiliki nilai standard error of calibration (SEC) & standard error of cross validation (SECV) < 1% dan nilai R2 &1-VR mendekati satu. Pada model kalibrasi tersebut, parameter total padatan merupakan parameter terbaik (SEC = 0.1014%, SECV = 0.1558%, R2 = 0.9998, 1-VR = 0.9996). Berdasarkan analisis statistik, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05). Karena data pembuatan model kalibrasi didominasi oleh sampel recovery produk A varian X, maka model kalibrasi parameter protein mungkin dapat digunakan hanya pada sampel recovery produk A varian X. Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data kuantitatif parameter komposisi dan data analisis metode konvensional. Kedua data tersebut kemudian diverifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi awal menggunakan analisis statistika, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR dan hasil analisis metode konvensional berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Oleh sebab itu, dilakukan pembuatan model kalibrasi baru dengan menyesuaikan model kalibrasi yang telah ada. Berdasarkan penyesuaian model kalibrasi menggunakan metode spektroskopi FTIR dapat diketahui bahwa keempat parameter komposisi sampel recovery produk B memiliki nilai standard error of calibration (SEC) < 1% dan nilai R2 mendekati satu pada model kalibrasi baru yang terbentuk. Parameter total padatan merupakan parameter terbaik pada penyesuaian model kalibrasi tersebut (SEC = 0.0327%, R2= 0.9993). Setelah dilakukan pembuatan model kalibrasi dengan penyesuaian model kalibrasi yang telah ada, selanjutnya dilakukan verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai. Berdasarkan tahap verifikasi model kalibrasi baru menggunakan analisis statistika, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05). Berdasarkan kegiatan pembuatan model kalibrasi ini dapar disimpulkan bahwa model kalibrasi metode spektroskopi NIRyang dibuat untuk sampel recovery produk A cukup baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa pada sampel recovery produk A dan model kalibrasi metode spektroskopi FTIR yang baru cukup baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi keempat parameter komposisi pada sampel recovery produk B.
PEMBUATAN MODEL KALIBRASI SAMPEL RECOVERY PRODUK SUSU DENGAN METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH DI PT FRISIAN FLAG INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ATI HIDAYATI F24080096
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia : Ati Hidayati : F24080096
Menyetujui,
Pembimbing,
(Dr. Nur Wulandari, STP, M.Si) NIP. 19741003 200003 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Feri Kusnandar MSc.) NIP 19680526 199303 1 004
Tanggal Lulus : 10 Agustus 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber infromasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012 Yang membuat pernyataan,
Ati Hidayati F24080096
© Hak cipta milik Ati Hidayati Tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS
Penulis memiliki nama lengkap Ati Hidayati dan biasa dipanggil Ati. Pada tanggal 15 Maret 1991 penulis dilahirkan dari pasangan Suharno dan Sri Praptowati sebagai anak ketiga dari empat bersaudara di Jakarta. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri 09 Cipulir (2002), pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 161 Jakarta (2005), dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 70 Jakarta (2008). Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut pertanian Bogor melalui program Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain I-SHARE (2009), SEREAL (2010), Save Our Earth (2010), dan BAUR HIMITEPA (2010). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Evaluasi Sensori pada tahun 2011 dan mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian pada tahun 2010 dengan judul “Optimasi Proses Penurunan Asam Sianida dengan Metode MOTRA (Modified-Traditional) pada Kara Benguk (Mucuna pruriens D.C) dan Produk Turunannya”. Penulis pernah memperoleh Beasiswa Supersemar (2010-2012). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi sebagai tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Pembuatan Model Kalibrasi Sampel Recovery Produk Susu dengan Metode Spektroskopi Inframerah di PT Frisian Flag Indonesia” ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2012. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, doa, serta bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Bapak, Ibu, kakak (Nana dan Yai), dan adikku (Nia) yang sangat aku sayangi yang telah mendoakan, memberikan kasih sayang, motivasi, semangat, dan nasihat kepada penulis 2. Dr. Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat, masukan, dan perhatiannya selama studi dan penelitian. 3. Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si dan Dr. Ir. Yadi Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan arahan, kritik, dan saran bagi skripsi ini. 4. Ir. Budi Nurtama, M.Agr yang telah memberikan masukan kepada penulis. 5. Ibu Rohana Dwi Kurniawati, STP selaku pembimbing lapang yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan perhatian kepada penulis selama penulis magang di PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta. 6. Bapak Yulianto dan Kak Kristiadi Wijaya atas kritik dan sarannya kepada penulis selama magang di PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta. 7. Seluruh staf Departemen Quality Control PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta. 8. Seluruh staf Liquid & SCM Process PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta 9. Rekan seperjuangan di Departemen Quality Control PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas, Jakarta. 10. Teman-teman yang aku sayangi Tutut, Sarah, Angel, Mba Harum, dan Anggi yang telah menemani penulis dalam suka dan duka. 11. Teman-teman ITP 45 Madun, Bore, Yufi, Nurul, Arum P, Arum M, Astrid, Ary, Tata, Iqbal, Arin, Diaz, Mizu, Eka, Bangun, Rara, Ical, Ardy, Rohana, Mega, Rista, Mba Yun, Mba Nisa, dan teman-teman ITP 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebahagiaan, kebersamaan, dan kekompakan selama ini. 12. Teman-teman kelas A12 Junda, Fifi, Miftah, David, Anggi, Rendy, dan Jejes atas kebersamaan, kebahagiaan, ilmu, semangat, dukungan, dan waktu yang berharga. 13. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan staf Unit Pelayanan Terpadu yang luar biasa (Ibu Novi, Mba Anie) serta semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu pangan khususnya. Bogor, September 2012 Ati Hidayati
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................................ iii DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................. viii I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1 B. TUJUAN ....................................................................................................................... 2 C. MANFAAT ................................................................................................................... 2
II.
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN ................................................................................. 3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ................................................. 3 B. VISI DAN MISI ............................................................................................................ 4 C. LOGO ........................................................................................................................... 4 D. ORGANISASI ............................................................................................................... 4 E. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK........................................................................ 5 F. FASILITAS PENUNJANG ............................................................................................ 5 G. KETENAGAKERJAAN ................................................................................................ 6 H. PRODUK YANG DIHASILKAN .................................................................................. 7
III. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 8 A. PRODUK SUSU............................................................................................................ 8 1. Susu Kental Manis .................................................................................................... 8 2. Susu Cair .................................................................................................................. 9 B. BAHAN-BAHAN PEMBUATAN PRODUK SUSU .................................................... 10 1. Susu Kental Manis .................................................................................................. 10 2. Susu Cair ................................................................................................................ 11 C. METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH ............................................................. 12 1. Spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) ........................................................ 15
iv
2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) .................................................... 17 D. KALIBRASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH ......................................................... 19 IV. METODOLOGI ................................................................................................................ 21 A. DESKRIPSI MAGANG ............................................................................................... 21 B. BAHAN DAN ALAT .................................................................................................. 21 C. METODE PENELITIAN ............................................................................................. 21 1. Spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) ........................................................ 22 2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) .................................................... 25 3. Prosedur Analisis .................................................................................................... 29 4. Analisis Statistik ..................................................................................................... 31 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 34 A. SPEKTROSKOPI NEAR INFRARED REFLECTANCE (NIR) ...................................... 34 B. SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) .................................. 41
VI. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................... 48 A. SIMPULAN ................................................................................................................ 48 B. SARAN ....................................................................................................................... 49 VII. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 50 LAMPIRAN .............................................................................................................................. 54
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Hasil uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A ....................... 36 Tabel 2. Hasil kalibrasi dan validasi internal NIRS sampel recovery produk A............................ 38 Tabel 3. Hasil verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR menggunakan uji t ............... 40 Tabel 4. Hasil verifikasi awal hasil analisis sampel recovery produk B menggunakan uji t .......... 42 Tabel 5. Hasil kalibrasi FTIR pada sampel recovery produk B .................................................... 43 Tabel 6. Hasil verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi FTIR menggunakan uji t ............. 46
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Perubahan Logo Frisian Flag ...................................................................................... 4 Gambar 2. Contoh produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas ............ 7 Gambar 3. Tahapan analisis spektrum metode spektroskopi inframerah (Cécillon & Brun 2010) . 13 Gambar 4. Vibrasi streching dan bending pada molekul H2O (Stuart 2004)................................. 14 Gambar 5. Panjang gelombang metode spektroskopi NIR (FOSS 2004)...................................... 16 Gambar 6. Komponen dasar instrumen spektroskopi NIR (O'Sullivan et al. 1999) ...................... 16 Gambar 7. Contoh spektrum NIR susu dan air (Frankhuizen 2008) ............................................. 17 Gambar 8. Komponen dasar instrumen spektroskopi FTIR (Stuart 2004) .................................... 18 Gambar 9. Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (TNC 2001)................... 18 Gambar 10. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR .................................................................................................... 22 Gambar 11. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR .................................................................................................. 26 Gambar 12. Model spektrum absorbansi (log (1/R)) pada 55 sampel recovery produk A ............. 34
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia ......................................................... 55 Lampiran 2. Struktur organisasi Quality Control PT Frisian Flag Indonesia ................................ 56 Lampiran 3. Produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas............................. 57 Lampiran 4. Data analisis konvensional total padatan sampel recovery produk A ........................ 58 Lampiran 5. Data analisis konvensional kadar lemak sampel recovery produk A......................... 61 Lampiran 6. Data analisis konvensional sukrosa sampel recovery produk A................................ 64 Lampiran 7. Data analisis konvensional protein sampel recovery produk A................................. 67 Lampiran 8. Uji normalitas data analisis konvensional sampel recovery produk A ...................... 69 Lampiran 9. Uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A ......................... 71 Lampiran 10. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR ..................................... 73 Lampiran 11. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk A....................................... 74 Lampiran 12. Uji t sampel recovery produk A ............................................................................ 76 Lampiran 13. Data verifikasi awal parameter total padatan sampel recovery produk B ................ 78 Lampiran 14. Data verifikasi awal parameter kadar lemak sampel recovery produk B ................. 79 Lampiran 15. Data verifikasi awal parameter sukrosa sampel recovery produk B ........................ 80 Lampiran 16. Data verifikasi awal parameter protein sampel recovery produk B ......................... 81 Lampiran 17. Uji normalitas data verifikasi awal sampel recovery produk B............................... 82 Lampiran 18. Uji t sampel recovery produk B ............................................................................ 84 Lampiran 19. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi FTIR.................................... 86 Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk B ....................................... 87 Lampiran 21. Uji t sampel recovery produk B ............................................................................ 89
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Susu merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia (Vaclavic & Christian 2008). Kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya menyebabkan susu menjadi salah satu pilihan utama masyarakat untuk dikonsumsi. Menurut Gagné (2008), tingginya kandungan nutrisi pada susu menyebabkan susu menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba sehingga dikategorikan sebagai bahan pangan yang tidak tahan lama dan mudah rusak (perishable food). Oleh sebab itu, untuk memperpanjang umur simpannya susu diolah menjadi berbagai produk seperti susu kental manis, susu cair (Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi), susu bubuk, keju, dan es krim (Ariningsih 2007). Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap susu dan hasil olahannya menyebabkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) sebagai salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu berusaha untuk meningkatkan produksi susu tanpa mengesampingkan mutu susu tersebut. PT FFI menghasilkan berbagai macam produk olahan susu seperti susu cair (UHT dan susu steril), susu bubuk, dan Susu Kental Manis (SKM). Proses produksi produk olahan susu di FFI menghasilkan hasil samping yang dapat digunakan kembali pada proses produksi tanpa mengurangi kualitas produk susu yang dihasilkan dan secara mikrobiologi masih dapat diterima yang disebut sampel recovery. Karena tingginya jumlah produksi, maka pada kegiatan magang ini digunakan dua jenis sampel recovery dari dua jenis produk yang dihasilkan PT FFI yaitu produk susu A (memiliki total padatan > 15%) dan produk susu B (memiliki total padatan ≤ 15%). Selain itu, pemanfaatan sampel recovery diharapkan dapat mengurangi dampak limbah ke lingkungan sekitar pabrik dan mengurangi penggunaan bahan baku pada proses produksi produk susu. Pengendalian mutu proses produksi susu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu produk akhir. Sebelum digunakan untuk proses produksi, sampel recovery harus dievaluasi mutunya terlebih dahulu. Pada awalnya terdapat dua parameter yang digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu, yaitu pH dan boiling test. Dalam rangka memaksimalkan penggunaan sampel recovery produk susu maka dibutuhkan parameter tambahan seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein. Parameter tambahan tersebut dapat ditentukan menggunakan metode konvensional yang telah ada seperti metode Roese-Göttlieb atau metode Mojonnier untuk analisis kadar lemak (AOAC 2006), metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein (AOAC 2006), metode gravimetrik untuk analisis total padatan (AOAC 2006), dan metode polarimetri untuk pengukuran kadar sukrosa (IDF 2004). Namun, analisis metode konvensional membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan metode sekunder yang mampu mempersingkat waktu analisis. Salah satu metode sekunder yang dapat digunakan adalah metode spektroskopi inframerah (Osborne 2000). Metode spektroskopi inframerah merupakan metode analisis berdasarkan getaran atom dalam molekul. Metode spektroskopi inframerah terdiri atas beberapa jenis, di antaranya Near Infrared Reflectance (NIR) dan Fourier Transform Infrared (FTIR) (Stuart 2004). Metode spektroskopi inframerah mampu mengevaluasi mutu produk susu secara cepat dan efisien dengan menganalisis ikatan kimia yang menyusun komposisi kimia pada produk susu. Evaluasi mutu produk susu dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektroskopi NIR (Cen & He 2007) dan FTIR (TNC 2001). PT FFI selama ini menggunakan instrumen metode
1
spektroskopi NIR (NIRS) untuk produk susu yang memiliki total padatan > 15%. Sementara itu, instrumen metode spektroskopi FTIR (FTIRS) digunakan untuk produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%. Saat ini instrumen NIRS dan FTIRS ingin digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu berdasarkan parameter komposisi seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein. Agar dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu, maka instrumen NIRS dan FTIRS yang digunakan harus memiliki model kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara spektrum sampel dengan komposisi kimia (Mark & Campbell 2008) sampel recovery produk susu yang dianalisis dan mencakup empat parameter komposisi tersebut. Informasi kimia pada bahan dapat ditentukan oleh instrumen NIRS dan FITRS berdasarkan spektrum masing-masing bahan (Osborne 2000). Spektrum sampel recovery produk A berbeda dengan spektrum produknya karena perbedaan sifat fisik dan komposisi kimianya. Hal ini menyebabkan penggunaan model kalibrasi yang telah ada tidak sesuai untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk A sehingga perlu dibuat suatu model kalibrasi dari sampel recovery produk A pada instrumen NIRS. Sementara itu, sampel recovery produk B memiliki spektrum yang hampir sama dengan produknya karena sifat fisik dan komposisi kimia yang hampir sama. Hal ini menyebabkan penggunaan model kalibrasi yang telah ada dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk B. Namun, model kalibrasi yang telah ada pada instrumen FTIRS tersebut perlu disesuaikan dengan menggunakan sampel recovery produk B sehingga menghasilkan model kalibrasi baru yang sesuai untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk B. Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A pada instrumen NIRS dan penyesuaian model kalibrasi untuk sampel recovery produk B pada instrumen FTIRS diharapkan mampu mempercepat proses evaluasi mutu sampel recovery produk susu.
B. TUJUAN Tujuan umum dari kegiatan magang di PT Frisian Flag Indonesia adalah : 1. Mengembangkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan profesionalisme melalui penerapan ilmu, latihan kerja, dan latihan langsung tentang teknik-teknik yang diterapkan di lapangan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki mahasiswa. 2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan ilmu dan keterampilan dalam menganalisis dan memecahkan masalah yang ada di industri pangan. 3. Melatih keterampilan, sikap kooperatif, serta kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat luas sebagai suatu persiapan untuk memasuki dunia kerja. Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah : 1. Membuat model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) 2. Membuat model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) menggunakan penyesuaian model kalibrasi.
C. MANFAAT Manfaat kegiatan magang ini adalah memberikan alternatif metode analisis untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk susu dalam upaya meningkatkan efisiensi kerja di Departemen Quality Control. Melalui penerapan metode spektroskopi inframerah sebagai metode sekunder untuk analisis, diharapkan proses evaluasi mutu sampel recovery produk susu dapat berlangsung lebih cepat dan efisien.
2
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Frisian Flag Indonesia (FFI) merupakan salah satu industri pangan yang bergerak di bidang pengolahan susu di Indonesia di bawah lisensi Royal FrieslandCampina, Belanda. Sejak tahun 1922, PT Frisian Flag Indonesia memenuhi gizi masyarakat Indonesia dengan merek susu “Friesche Vlag” atau yang lebih dikenal sebagai Susu Bendera yang diimpor dari Cooperative Condensfabriek Friesland di Belanda. Saat ini Cooperative Condensfabriek Friesland berubah nama menjadi Royal Friesland Foods. PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas didirikan pada tanggal 5 November 1973 dengan Nomor Akte Pendirian: No. 23 tahun 1973 dengan status permodalan Indonesia – Hongkong – Amerika. PT Wardana (Indonesia), MC Keeson (Hongkong), dan PT Foremost (Amerika) bergabung dan berganti nama menjadi PT Foremost. Produk yang dihasilkan oleh PT Foremost adalah susu kental manis dengan merek “Foremost”. Pada tahun 1976 PT Friesche Vlag Indonesia mengambil alih perusahaan karena alasan manajemen. Status permodalan berubah menjadi Indonesia dan Belanda dengan nama perusahaan PT Foremost Indonesia. Produk yang dihasilkan adalah susu kental manis dan susu cair siap minum yang terdiri atas susu cair dalam kemasan botol (sterilized milk) dan susu cair dalam kemasan aseptik/carton pack (Ultra High Temperature atau UHT milk) dengan merek “Frisian Flag” atau “Susu Bendera”. Ijin usaha diperoleh dari Departemen Perindustrian pada tanggal 5 November 1988 dengan Nomor: 433/DJAI/IUTI/PMA/XI/88. Susu Bendera Group terdiri atas PT Foremost Indonesia, PT Friesche Vlag Indonesia, dan PT Tesori Mulia (PT Borsumij Wehry Indonesia). PT Friesche Vlag Indonesia bertempat di Pasar Rebo, Jakarta Timur dan memproduksi susu bubuk dengan merek “Frisian Flag” atau “Susu Bendera”. PT Tesori Mulia bertempat di Jatinegara, Jakarta Timur dan bergerak dalam bidang distribusi dan pemasaran seluruh produk bermerek “Susu Bendera”. Susu Bendera Group kemudian berubah menjadi PT Frisian Flag Indonesia pada tanggal 1 September 2003. Berdasarkan lokasinya, PT Frisian Flag Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT Frisian Flag Indonesia Plant Pasar Rebo dan PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas. PT FFI mengembangkan dan memperkenalkan produk-produk baru yang inovatif kepada masyarakat. Produk-produk tersebut terdiri atas berbagai macam ukuran dan bentuk kemasan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan konsumen. PT FFI Plant Ciracas memproduksi susu kental manis kaleng dan susu cair siap minum dengan merek “Frisian Flag”, sedangkan PT FFI Plant Pasar Rebo memproduksi susu kental manis dan susu bubuk. PT FFI merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat ISO 9001/9002 dan disempurnakan dengan ISO 14001. Proses produksi susu di PT FFI menggunakan teknologi mutakhir dan praktek sterilisasi terbaik dari awal hingga akhir untuk menghindari kontaminasi dalam proses produksinya sehingga menerima Good Manufacturing Practices (GMP) Award. Perusahaan ini juga memperoleh OHSAS (Occupational Health & Safety Advisory Services) serta menerapkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan memiliki mutu dan kemasan yang terjamin.
3
terdiri atas Departemen Sweetened Condensed Milk dan Liquid Process, Departemen Can Making dan Can Packing, Departemen Warehouse, Departemen Teknik (Engineering), Departemen Quality Control, Departemen Bottle Packing, Departemen UHT Packing, dan Departemen Pilloflex Packing. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
E. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas terletak di Jalan Raya Bogor Km. 26 Ciracas, Jakarta Timur. PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas memiliki lahan seluas 4.4 Ha atau 4,400 m2 yang terdiri atas bangunan untuk pengolahan, gudang, kantor, kantin, mushala, serta tempat parkir. Lokasi PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas sangat strategis karena terletak di pinggir jalan raya sehingga memudahkan akses keluar masuk barang. PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas berbatasan dengan KADIN di bagian Utara, PT Kiwi dan PT Guru di bagian Selatan, Jl. Raya Bogor di bagian Barat, dan Komplek POLRI Ciracas di bagian Timur. Gedung PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas terdiri atas beberapa bagian, yaitu ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang pembuatan kaleng, gudang bahan mentah dan produk jadi, ruang generator (diesel), ruang ketel uap (boiler), tempat pengolahan air, tempat pengolahan limbah, laboratorium, kantor, toilet, kantin, dan lapangan khusus parkir. Secara garis besar PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas tiga bangunan utama yaitu dairy building, service and auxiliary building, dan storage. Dairy building adalah bangunan pabrik atau ruang produksi yang terdiri atas (1) ruang pengolahan yang terdiri atas ruang penerimaan bahan baku (fresh milk), ruang pengolahan susu steril, susu Ultra High Temperature (UHT), dan Susu Kental Manis (SKM); (2) ruang pengemasan terdiri atas ruang pembuatan kaleng (can making line), ruang pengisian (filling) untuk botol, combiblock (carton pack), dan SKM, ruang pemberian label (labelling) untuk susu steril dan SKM, serta ruang pengepakan (packaging); dan (3) ruang pengawasan mutu (Quality Control). Service and auxiliary building terletak dalam satu bangunan yang merupakan bangunan untuk mesin dan peralatan mekanik (service building) dan kantor utama (auxiliary building). Gudang penyimpanan finished good terpisah dari gudang penyimpanan raw material.
F. FASILITAS PENUNJANG Demi menciptakan kenyamanan dan kelancaran proses produksi, PT Frisian Flag Indonesia menyediakan fasilitas penunjang berupa pengadaan air dan listrik untuk pabrik. Air yang digunakan merupakan air tanah dan PDAM. Air tanah yang digunakan berasal dari sumur dengan kedalaman kurang lebih 150 m dengan jumlah kurang lebih 4 sumur di sekitar pabrik. air tersebut digunakan sebagai bahan baku produksi, ketel uap (boiler), sanitasi alat dan ruangan, media pemanas dan pendingin dalam alat preheater juga alat pasteurisasi, dan wastafel. Sementara itu, pengadaan listrik diperoleh dari PLN dengan daya 4.150 kVA yang dibagi menjadi dua gardu dengan kapasitas masing-masing 2.500 A dan 1.650 A yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik kantor, laboratorium, dan kantin. Selain itu, PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas memiliki tiga unit genset yang berfungsi sebagai tenaga cadangan di saat listrik padam. Satu unit genset menghasilkan tenaga sebesar 415 kW dan dua unit lainnya masing-masing menghasilkan tenaga sebesar 500 kW. Selain kedua fasilitas produksi tersebut, perusahaan ini memiliki pengadaan uap dari boiler yang merupakan bagian dari unit pabrik. Uap tersebut digunakan untuk memanaskan air yang
5
digunakan untuk proses pasteurisasi dan sterilisasi, serta untuk pencucian alat secara CIP (Clean In Place). Uap tersebut dihasilkan dari empat unit boiler yang masing-masing berkapasitas 4, 8, 10, dan 12 ton dengan tekanan 8 bar dan suhu 250-300°C. Perusahaan ini memiliki pengadaan pendingin dari unit pendingin. Unit pendingin tersebut terdiri atas enam unit kompresor dan enam unit kondensor. Refrigerant yang digunakan pada kompresor adalah ammonia. Empat unit kompresor berdaya 110 kW, satu unit berdaya 90 kW, dan satu unit lagi berdaya 75 kW. Enam unit kondensor yang digunakan memiliki kapasitas total 5,000,000 kkal/jam. Air yang dihasilkan dari unit pendingin tersebut digunakan untuk (1) proses pendinginan pada pengolahan SKM dan susu UHT (air dingin bersuhu 0-2°C); (2) sterilisasi, proses produksi, dan tangki penyimpanan susu (air dingin bersuhu 2-4°C); dan (3) fan cooling ruang operator.
G. KETENAGAKERJAAN Tenaga kerja di PT Frisian Flag Indonesia berasal dari dalam dan luar negeri, namun sebagian besar staf dan karyawan perusahaan ini yang berjumlah lebih dari 1000 orang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Setiap calon karyawan yang akan bekerja di PT Frisian Flag Indonesia akan diuji terlebih dahulu oleh bagian Human Resource and Development (HRD) dan departemen yang bersangkutan sesuai dengan kedudukan yang akan diberikan nantinya. Sebelum seseorang diterima sebagai karyawan tetap, terlebih dahulu harus menjalani masa percobaan selama 3 bulan. Jumlah jam kerja bagi seluruh karyawan adalah 40 jam kerja setiap minggunya (5 hari kerja, 1 hari = 8 jam). Jam kerja antara pekerja kantor dan karyawan pabrik berbeda. Jam kerja pekerja kantor dimulai pukul 08.00 sampai 16.30 WIB. Sementara itu, untuk karyawan pabrik jam kerja diatur dalam 3 shift, yaitu shift pertama dimulai pukul 07.00 sampai 15.00 WIB, shift kedua dimulai pukul 15.00 sampai 23.00 WIB, dan shift terakhir dimulai pukul 23.00 sampai 07.00 WIB. Apabila karyawan bekerja melebihi 40 jam kerja tersebut, maka karyawan akan diberi upah lembur sesuai dengan ketentuan perusahaan. Setiap hari kantin perusahaan menyediakan makan pagi, siang, sore, dan malam untuk karyawannya. Selain itu, setiap bulan perusahaan juga memberikan jatah susu hasil produksinya kepada karyawannya sesuai dengan ketentuan perusahaan. Gaji karyawan diberikan berdasarkan golongan yang ditetapkan oleh PT Frisian Flag Indonesia dan diberikan tiap bulan. Sekali dalam setahun perusahaan akan mengadakan penilaian bagi karyawannya untuk kenaikan gaji. Penilaian tersebut didasari oleh prestasi, masa kerja, dan kecakapan karyawan tersebut dalam bekerja. Selain penilaian tersebut, kenaikan gaji juga mungkin akan diberikan apabila job value di pasar meningkat atau terjadi kenaikan angka indeks konsumen yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk perusahaan itu. Semua karyawan berhak mendapatkan cuti tahunan selama 12 hari kerja per tahun dengan tetap menerima upah penuh setelah bekerja selama 12 bulan terus menerus. Cuti tidak dapat dikumpulkan dan hanya dapat digunakan selama tahun tersebut. Karyawan wanita yang hamil berhak mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Karyawan yang telah mencapai usia pensiun (55 tahun) berhak mendapatkan uang pensiun dari PT ASTEK, sedangkan tunjangan yang biasa diberikan adalah tunjangan hari raya, akhir tahun, dan asuransi kecelakaan selama 24 jam penuh.
6
H. PRODUK YANG DIHASILKAN Produk–produk yang dihasilkan oleh PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas terbagi menjadi dua jenis, yaitu susu kental manis dan susu cair. Susu Kental Manis (SKM) yang dihasilkan di PT FFI terdiri atas dua jenis yaitu SKM putih dan SKM coklat. Kedua jenis SKM tersebut dikemas dalam kaleng. Produk susu cair yang dihasilkan terdiri atas dua jenis, yaitu minuman susu berperisa (cokelat, strawberry, dan vanila) dan minuman asam laktat berperisa buah (Lactic Acid Drink, LAD). Produk LAD terdiri atas beberapa varian rasa di antaranya strawberry, anggur, apel, jeruk, dan tutty fruty. Produk susu cair yang dihasilkan terdiri atas tiga kemasan dengan berbagai ukuran, yaitu carton pack, botol, dan kemasan berbentuk bantal (pillo flex). Beberapa contoh produk yang dihasilkan oleh PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas dapat dilihat pada Gambar 2. Jenis–jenis produk yang dihasilkan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 2. Contoh produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia (FFI) Plant Ciracas
7
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. PRODUK SUSU Salah satu sumber pangan protein hewani yang memiliki peranan strategis dalam kehidupan manusia adalah susu. Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi kelenjar susu induk mamalia betina yang menyusui anaknya dan salah satu sumber protein hewani yang memiliki vitamin esensial dan mineral lebih banyak dibandingkan bahan pangan lainnya (Patton 2005). Susu merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi karena mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang diperlukan oleh tubuh manusia (Vaclavic & Christian 2008). Menurut Vaclavic & Christian (2008), komposisi susu umumnya terdiri atas 87% air, 4% laktosa (karbohidrat), 4% protein, 3% lemak, serta 2% campuran vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam susu berupa vitamin larut lemak (A, D, E, K) dan vitamin larut air (B1, B2, B6, B12, niasin, folat, asam pantotenat, dan C). Kandungan dan komposisi gizi yang hampir sempurna dibandingkan bahan pangan lainnya menyebabkan susu menjadi salah satu pilihan utama masyarakat untuk dikonsumsi. Menurut Gagné (2008), tingginya kandungan nutrisi pada susu menyebabkan susu menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Hal ini menyebabkan susu dikategorikan sebagai bahan pangan yang tidak tahan lama dan mudah rusak (perishable food). Oleh sebab itu, untuk memperpanjang umur simpannya, susu diolah menjadi berbagai produk seperti susu kental manis, susu cair (Ultra High Temperature (UHT) dan pasteurisasi), susu bubuk, keju, mentega, yoghurt, dan es krim (Ariningsih 2007). Terdapat dua jenis produk susu pada kegiatan magang ini, yaitu susu kental dan susu cair.
1. Susu Kental Manis Berbagai teknik pengolahan dilakukan untuk memperpanjang umur simpan susu. Salah satu teknik pengolahan yang digunakan adalah mengurangi kadar air dan aktivitas air (a w) melalui pemekatan susu (Oliveira et al. 2009). Produk hasil pemekatan susu disebut susu kental. Menurut Oliveira et al. (2009), susu kental terdiri atas dua tipe, yaitu susu kental tidak manis (unsweetened condensed milk) dan susu kental manis (sweetened condensed milk). Susu kental tidak manis sering disebut juga double concentrated milk atau evaporated milk. Susu kental tidak manis merupakan produk susu sterilisasi yang memiliki warna cerah dan terlihat seperti krim. Susu Kental Manis (SKM) merupakan susu segar atau susu evaporasi yang telah dipekatkan dengan menguapkan sebagian airnya dan ditambahkan sukrosa sebagai pengawet. Akibat penambahan gula, susu kental manis memiliki aw sekitar 0.83 (Oliveira et al. 2009) atau aw < 0.86 (0.80-0.85) (Beutler & Groux 2008) sehingga menghambat pertumbuhan kebanyakan jenis kapang (Penicillium mikotoksigenik) dan kebanyakan Saccharomyces spp. (S. bailii, Derbayomyces) (Taoukis & Richardson 2007). Menurut SNI 2971: 2011, susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dari campuran susu dan gula dengan menghilangkan sebagian airnya hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu atau hasil rekonstruksi susu bubuk dengan penambahan gula dengan/tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam
8
pembuatan susu kental manis rekonstitusi antara lain susu segar, susu bubuk skim, gula pasir, lemak susu (anhidrous milk fat), vitamin A, vitamin B1, vitamin D3, serta laktosa. Menurut Bylund (2003), susu kental manis adalah susu yang dipekatkan dan ditambahkan gula. Produk ini memiliki warna kekuningan dan terlihat seperti mayonnaise. Konsentrasi gula dalam fase air pada susu kental manis tidak boleh kurang dari 62.5% atau lebih dari 64.5%. Susu kental manis dapat dibuat dari susu skim (whole milk) atau dari susu rekombinasi berbasis Skim Milk Powder (SMP), Anhydrous Milk Fat (AMF), dan air. Susu kental manis mempunyai kadar lemak 8%, gula 45%, padatan non lemak 20%, dan air 27% (Bylund 2003). Pengemasan susu kental manis dapat berupa tong besar untuk digunakan dalam skala industri (industri es krim dan coklat) dan dikemas dalam kaleng untuk penjualan retail. Akhir-akhir ini kemasan susu kental manis dapat berupa sachet dan pouch seperti yang diproduksi di PT Frisian Flag Indonesia.
2. Susu Cair Susu cair merupakan hasil olahan susu segar dengan menggunakan pemanasan sebagai salah satu cara untuk memperpanjang umur simpannya. Gedam et al. (2007) menyatakan proses pemanasan pada pengolahan susu terdiri atas thermization, pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time), pasteurisasi HTST (High Temperature Short Time), dan sterilisasi, dan perlakuan UHT (Ultra Hgh Temperature). Thermization adalah perlakuan panas pada susu dengan suhu 63-65°C selama 15 detik untuk menurunkan jumlah mikroorganisme di susu terutama jenis bakteri psikrotropik. Pasteurisasi LTLT (Low Temperature Long Time) umumnya digunakan pada metode batch dimana susu dipanaskan pada suhu 63°C selama 30 menit. Pasteurisasi HTST (High Temperature Short Time) adalah proses pemanasan susu pada suhu 72-75°C selama 15-20 detik sebelum didinginkan (Gedam et al. 2007). Berdasarkan proses sterilisasinya, susu cair yang diproduksi di PT Frisian Flag Indonesia terdiri atas dua jenis kemasan, yaitu kemasan carton pack/pillo flex dan botol steril. Susu cair dalam kemasan carton pack/pillo flex merupakan jenis produk yang dihasilkan dari proses sterilisasi Ultra High Temperature (UHT). Sementara itu, susu cair dalam kemasan botol steril merupakan jenis produk yang dihasilkan dari proses sterilisasi batch. Susu cair yang diproses secara UHT merupakan produk susu yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135-138°C selama 2 detik dan dikemas segera dalam carton pack/pillo flex yang steril secara aseptis (BPOM 2006). Susu cair yang diproses secara sterilisasi batch atau sterilisasi dalam botol adalah produk susu yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi atau susu rekombinasi yang telah distandardisasi lemak, dihomogenisasi, dan dipanaskan dengan metode UHT. Kemudian produk tersebut didistribusikan ke dalam botol dalam keadaan masih panas, di sealing, dan disterilisasi pada suhu 115-120°C selama 20-30 menit. Metode hot filling ini bertujuan menghasilkan kondisi hermetis pada botol (Gedam et al. 2007). Produk susu cair yang diproduksi di PT Frisian Flag terdiri atas dua jenis, yaitu yaitu minuman susu berperisa (cokelat, strawberry, dan vanila) dan minuman asam laktat berperisa buah (Lactic Acid Drink, LAD). Menurut BPOM (2006), minuman asam laktat adalah produk susu yang diperoleh dari susu segar atau susu pasteurisasi atau susu rekonsitusi atau susu rekombinasi yang diasamkan tanpa penambahan mikroba. Jenis asam yang dapat digunakan adalah asam seperti asam asetat, asam adipat, asam sitrat, asam fumarat, asam glukono delta lakton, asam hidroklorat, asam laktat, asam malat, asam fosfat, asam suksinat, dan asam tartarat.
9
B. BAHAN-BAHAN PEMBUATAN PRODUK SUSU Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk susu tersebut terdiri atas bahan baku utama dan bahan baku tambahan. Bahan baku utama yang digunakan adalah susu segar (fresh milk), Skim Milk Powder (SMP), gula (sukrosa), dan air. Susu segar (fresh milk) merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi dan merupakan bahan baku utama yang sangat penting dalam pembuatan produk susu. Susu segar diproses lebih lanjut menjadi susu pasteurisasi yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan produk susu Frisian Flag. Selain susu pasteurisasi, susu segar juga diproses menjadi susu evaporasi yang digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan SKM Frisian Flag. Pelarut lain yang digunakan dalam pembuatan produk susu adalah air. Penggunaan air pada pembuatan Lactic Acid Drink (LAD) lebih dominan dibandingkan susu segar. Air yang digunakan harus memiliki syarat baku air minum, bebas dari mikroorganisme berbahaya, dan menunjukkan kadar hardness berupa kalsium karbonat (CaCO3) < 100 mg/l (Bylund 2003). PT Frisian Flag Indonesia telah melakukan beberapa perlakuan untuk mencapai persyaratan tersebut. Beberapa perlakuan tersebut di antaranya adalah pengendapan, penyaringan, dan penyinaran dengan sinar UV untuk membunuh mikroorganisme. Susu bubuk skim (Skim Milk Powder, SMP) adalah produk susu yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dan lemak dengan cara pengeringan, tetapi masih mengandung laktosa, protein, mineral, vitamin yang larut air, dan vitamin yang larut lemak. SMP memiliki kandungan padatan 9.25% dari total padatan yang terdapat pada susu. Kandungan lemak pada SMP kurang dari 1.5%. SMP berfungsi sebagai penambah kadar padatan bukan lemak (milk solid non fat) (Bylund 2003) dan sebagai sumber protein dalam pembuatan susu olahan (Deeth & Hartanto 2009). Gula yang digunakan dalam pembuatan produk susu adalah gula pasir (sukrosa). Gula memiliki fungsi utama sebagai pemanis dalam pembuatan produk susu. Selain sebagai pemanis, gula juga berfungsi sebagai pengental dan pengawet dalam pembuatan SKM. Sifat higroskopis yang dimiliki gula mampu menyerap kandungan air pada SKM, sehingga menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi dan mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada sel mikroorganisme (Saparinto & Hidayati 2006). Sifat inilah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan fermentasi yang terjadi pada SKM. Bahan baku tambahan yang digunakan pada kedua jenis produk susu tersebut berbeda, sehingga penjelasan fungsi bahan baku tambahan diuraikan berdasarkan jenis produk susunya.
1. Susu Kental Manis Selain bahan baku utama, pembuatan SKM juga menggunakan bahan baku tambahan. Bahan baku tambahan yang digunakan antara lain Anhydrous Milk Fat (AMF), Butter Milk Powder (BMP), minyak sawit (palm oil), laktosa, dan vitamin. Anhydrous Milk Fat (AMF) merupakan produk lemak susu murni yang diperoleh dari susu segar, krim, atau mentega tanpa tambahan penetral (Bylund 2003). AMF berfungsi sebagai sumber lemak dalam pembuatan SKM (Bylund 2003). Butter Milk Powder (BMP) merupakan hasil pemisahan dari krim evaporasi atau hasil samping pembuatan mentega yang dikeringkan menggunakan spray drying. Fungsi BMP adalah untuk menambah kadar lemak dan total padatan pada proses pembuatan produk susu olahan. BMP mengandung fosfolipid dalam jumlah yang tinggi (Deeth & Hartanto 2009) dan merupakan sumber lemak hewani pada proses pembuatan SKM.
10
Minyak sawit (palm oil) merupakan sumber lemak pada susu kental manis yang berasal dari tumbuhan. Minyak sawit ditambahkan dalam pembuatan SKM untuk mencapai kadar lemak yang diinginkan. Jenis lemak ini dipilih sebagai pengganti lemak susu karena lebih ekonomis, memiliki sifat yang serupa dengan lemak susu, dan lebih disukai oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, minyak sawit juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A dan D3 yang ditambahkan dalam pembuatan susu kental manis. Laktosa merupakan golongan disakarida yang terdiri atas satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa ditambahkan pada awal dan akhir proses pembuatan SKM. Laktosa jenis edible lactose ditambahkan pada tahap awal proses pembuatan SKM. Laktosa jenis ini berfungsi untuk mengurangi atau menstandarisasi kadar protein. Laktosa jenis seeding lactose ditambahkan pada akhir proses pembuatan SKM. Laktosa jenis seeding lactose berfungsi untuk mencegah kristalisasi susu yang tidak beraturan dengan cara mengkristalisasi susu dalam kristal-kristal kecil sehingga rasanya tidak berpasir (sandiness) (Oktaviani 2011). Menurut Muchtadi et al. (2009), vitamin merupakan senyawa esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin penting keberadaanya dalam makanan. Berdasarkan kelarutannya, vitamin terdiri atas vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang digunakan untuk fortifikasi produk SKM di PT Frisian Flag Indonesia adalah vitamin A, B1, dan D3 dalam bentuk bubuk premiks.
2. Susu Cair Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk susu cair secara umum antara lain penstabil nabati, perisa, pewarna makanan, vitamin, dan mineral. Pada produk Lactic Acid Drink (LAD) ditambahkan pula pengatur keasaman dan sekuestran. Menurut Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapakan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat makanan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Penstabil (stabilizer) adalah bahan tambahan pangan yang membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contoh penstabil nabati yang digunakan pada makanan antara lain gum arab, karagenan, pektin, amilosa, gelatin, dan Carboxymethyl cellulose (CMC) (Saparinto & Hidayati 2006). Penstabil nabati yang digunakan pada produk susu cair adalah pektin. Pektin merupakan senyawa polimer asam Dgalakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik yang diekstraksi dari buah-buahan (Schols et al. 2009). Pektin berfungsi menjaga kestabilan emulsi produk susu agar tidak mudah terpisah. Perisa adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah, atau mempertegas rasa dan aroma buah pada produk. Perisa yang digunakan antara lain perisa cokelat dan perisa buah (anggur, strawberry, apel, jeruk, dan tutty fruty). Pewarna makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat memberikan dan memperbaiki warna pada makanan. Pewarna makanan yang digunakan merupakan pewarna makanan sintetik atau pewarna makanan buatan yang diizinkan oleh pemerintah yang diatur dalam PP No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Pewarna makanan
11
sintetik digunakan karena harganya yang ekonomis dan warnanya yang lebih stabil dibandingkan pewarna makanan alami. Pewarna makanan yang digunakan dalam pembuatan antara lain Ponceau 4R Cl 16255 (untuk produk berperisa strawberry) dan Biru Berlian Cl 42090 (untuk produk berperisa anggur). Pengatur keasaman yang digunakan dalam pembuatan LAD adalah asam sitrat dan asam laktat. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan rnemertahankan derajat keasaman. Asam sitrat ditambahkan dalam bentuk bubuk, sedangkan asam laktat ditambahkan dalam bentuk cair. Selain sebagai pengatur keasaman, asam sitrat juga berfungsi sebagai sekuestran pada produk LAD. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam dalam makanan. Menurut Muchtadi et al. (2009), vitamin dan mineral merupakan senyawa esensial yang diperlukan oleh tubuh untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh tetapi tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin dan mineral penting keberadaanya dalam makanan. Berdasarkan kelarutannya, vitamin terdiri atas vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang digunakan untuk fortifikasi produk susu cair di PT Frisian Flag Indonesia adalah vitamin A, B1, B2, B3, B12, dan D3. Mineral yang digunakan adalah kalsium karbonat, besi fosfat, dan natrium hexametafosfat. Vitamin dan mineral yang ditambahkan dalam bentuk bubuk premiks.
C. METODE SPEKTROSKOPI INFRAMERAH Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik analisis yang paling penting saat ini (Stuart 2004). Metode spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode sekunder yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan pangan (Osborne 2000) dan mampu menganalisis hampir seluruh jenis sampel. Panjang gelombang yang digunakan oleh metode spektroskopi inframerah berkisar antara 780 –100000 nm (Stuart 2004). Prinsip kerja spektroskopi inframerah adalah menganalisis getaran (vibrasi) atom dalam sebuah molekul. Spektroskopi inframerah menggunakan metode kemometrik untuk menganalisis spektrum sampel. Kemometrik adalah disiplin ilmu kimia yang menggunakan metode matematika dan statistik yang digunakan untuk (a) merancang atau memilih pengukuran yang optimal pada prosedur dan eksperimen dan (b) menyediakan informasi kimia secara maksimum dengan menganalisis data kimia (Otto 2007). Menurut Cen & He (2007), kemometrik pada spektroskopi inframerah meliputi tiga aspek sebagai berikut (1) data spektra pra-pengolahan, (2) membuat kalibrasi model analisis kualitatif dan kuantitatif, dan (3) transfer model. Tahapan analisis spektrum spektroskopi inframerah berdasarkan metode kemometrik dijelaskan oleh Gambar 3.
12
Gambar 3. Tahapan analisis spektrum metode spektroskopi inframerah (Cécillon & Brun 2010) Radiasi sinar inframerah merupakan radiasi elektomagnetik yang dapat dinyatakan dalam bentuk frekuensi (v), panjang gelombang (λ), atau bilangan gelombang (v1) yaitu ciri gelombang yang berbanding lurus dengan energi. Bentuk umum yang digunakan adalah bentuk panjang gelombang dengan satuan nanometer (nm) dan jumlah gelombang dalam satuan sepercentimeter (cm-1). Kedua satuan tersebut dapat dikonversi dengan menggunakan persamaan (1).
λ (nm) =
(1)
Radiasi sinar inframerah dapat diserap oleh semua bahan organik yang terdiri atas atom karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), phosphor (P), dan sulfur (S) dengan sejumlah kecil elemen lain. Atom-atom ini berkombinasi melalui ikatan kovalen atau elektrokovalen sehingga membentuk molekul (Stuart 2004). Atom dan molekul tersebut memiliki gaya elektrostatik karena sifat ikatannya. Gerakan molekul yang konstan menyebabkan molekul tersebut dalam keadaan stabil. Molekul bervibrasi pada frekuensi yang sesuai dengan panjang gelombang daerah sinar inframerah (Osborne 2000). Informasi utama yang dapat diekstrak dari penyerapan radiasi sinar inframerah oleh molekul adalah vibrasi stretching dan bending pada ikatan kimia C-H (seperti bahan organik turunan minyak bumi), O-H (seperti kadar air, karbohidrat, dan lemak), C-N, dan N-H (seperti protein dan asam amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan-bahan organik. Vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang ikatan antara dua atom sehingga jarak antara atom dapat bertambah atau berkurang. Vibrasi bending adalah pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antar dua atau pergerakan dari sekelompok atom terhadap atom lainnya. Radiasi inframerah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetapi dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan getaran (vibrasi) ikatan inter-atomik (Osborne 2000). Contoh terjadinya vibrasi stretching dan bending dapat dilihat pada Gambar 4.
13
Gambar 4. Vibrasi streching dan bending pada molekul H2O (Stuart 2004) Radiasi yang mengenai partikel-partikel sampel dapat diserap (absorbed), diteruskan (transmitted), atau dipantulkan (reflected). Pada saat radiasi inframerah mengenai sampel padat, beberapa sinar mengalami pemantulan (specular reflectance) pada permukaan sampel. Beberapa bagian sinar yang lain diserap oleh sampel sekitar 2 mm. Radiasi yang tidak terserap akan ditransmisikan atau diteruskan melalui sampel atau dipantulkan dari dalam sampel (diffuse reflectance) (Dryden 2003). Intensitas radiasi sinar inframerah yang diteruskan oleh sampel dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan persamaan (2).
T=
(2)
nilai I menunjukkan intensitas energi yang keluar dari sampel, dan I0 adalah energi yang mengenai sampel. Nilai radiasi yang diteruskan (transmittance) dapat ditransformasikan menjadi radiasi yang diserap (absorbance) dengan persamaan (3). A = Log10 (
= Log10 (
(3)
Berdasarkan Hukum Beer-Lambert, hubungan antara konsentrasi dengan jumlah sinar yang diserap oleh molekul dapat ditunjukkan (Dryden 2003). Hukum Beer-Lambert ditunjukkan dengan persamaan (4). A = abc
(4)
dimana nilai A adalah absorbansi, a adalah konstanta proporsi, b adalah jarak antara sumber energi ke sampel, dan c adalah konsentrasi penyerapan molekul. Nilai yang terukur juga dapat berupa nilai radiasi pantulan (reflectance) yang dapat ditransformasikan ke dalam radiasi yang diserap (absorbance) dengan persamaan (5). A = Log10 (
(5)
Frekuensi radiasi sinar inframerah yang sesuai dengan jenis ikatan molekul menyebabkan vibrasi molekul dalam bahan. Vibrasi molekul tersebut mengakibatkan terjadinya transfer energi dari radiasi ke molekul dan dapat diukur sebagai hubungan antara energi penyerapan sinar dengan panjang gelombang yang disebut spektrum (Osborne 2000). Setiap bahan pangan memiliki komposisi yang beragam (Dryden 2003). Setiap komposisi tersebut memiliki spektrum gabungan pantulan yang unik dan beragam yang dihasilkan dari penyebaran, pantulan, dan penyerapan cahaya oleh bahan penyusun komposisi tersebut (Osborne 2000). Spektrum inilah yang merupakan aspek pertama dalam metode kemometrik.
14
Aspek kemometrik kedua adalah membuat model kalibrasi kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode kalibrasi. Pada aspek ini diperlukan data metode konvensional untuk pembuatan model kalibrasi. Model kalibrasi tersebut merupakan hubungan antara data analisis metode konvensional dan data yang diperoleh menggunakan metode spektroskopi inframerah (Restaino et al. 2009). Metode kalibrasi yang digunakan terdiri atas dua kategori, yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih (metode lokal) dan metode yang melibatkan seluruh spektrum (metode global) atau sering disebut metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods). Principal Component Regression (PCR) dan Partial Least Squares (PLS) termasuk dalam metode global. Setelah dilakukan pembuatan model kalibrasi, aspek selanjutnya adalah transfer model. Transfer model adalah penggunaan model kalibrasi yang telah terbentuk untuk menentukan komposisi kimia dalam suatu bahan. Instrumen spektroskopi inframerah menerapkan ketiga aspek metode kemometrik tersebut untuk mengevaluasi mutu bahan secara cepat dan efisien. Instrumen spektroskopi inframerah yang digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan dikelompokkan berdasarkan daerah spektrum sinar inframerah (Stuart 2004). Spektrum sinar inframerah dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu inframerah jauh (400 – 100 cm-1), inframerah menengah (4000-400 cm-1), dan inframerah dekat (13000 – 4000 cm-1). Pada kegiatan magang ini digunakan dua daerah spektrum untuk menganalisis sampel recovery produk susu, yaitu daerah spektrum inframerah dekat dan daerah spektrum inframerah tengah. Daerah spektrum inframerah dekat dikenal dengan metode Near Infrared Reflectance (NIR). Sementara itu, daerah spektrum inframerah tengah dikenal dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR). Menurut O'Sullivan et al. (1999) keuntungan menggunakan metode spektroskopi inframerah antara lain proses kontrol lebih cepat dan konsisten, tidak merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia dalam analisisnya, mengurangi biaya analisis, persiapan sampel yang mudah dan tidak merusak (non-destructive), dan dapat diaplikasikan pada bahan baku dan produk jadi (finish product). Kelemahan metode spektroskopi inframerah di antaranya mahal dan sulit dalam kalibrasinya.
1. Spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) Metode spektroskopi inframerah dekat atau yang lebih dikenal dengan Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS) merupakan salah satu metode sekunder yang digunakan untuk evaluasi mutu bahan pangan yang bersifat cepat dan tidak merusak (Osborne 2000). Beberapa tahun terakhir, metode spektroskopi NIR sudah sering digunakan untuk mengevaluasi mutu bahan pangan contohnya susu. Metode spektroskopi NIR diutamakan sebagai teknik kuantitatif dibandingkan kualitatif karena sangat cocok untuk analisis bahan pangan secara cepat, tanpa persiapan sampel, dan dengan satu kali scan dapat menganalisis beberapa parameter sekaligus (O'Sullivan et al. 1999). Industri susu menggunakan metode spektroskopi NIR untuk memantau kadar air, lemak, protein, dan laktosa (Šašić & Ozaki 2001). Analisis menggunakan instrumen spektroskopi NIR (instrumen NIRS) berdasarkan refleksi radiasi sinar inframerah dekat dari permukaan sampel sehingga dapat diukur oleh detektor. Rentang spektra yang digunakan oleh NIRS adalah 780-2500 nm (13000-4000 cm-1) (Gambar 5) dan menyediakan informasi struktural yang lebih komplek berhubungan dengan sifat getaran dari ikatan kombinasi (Cen & He 2007).
15
Gambar 5. Panjang gelombang metode spektroskopi NIR (FOSS 2004) Menurut O'Sullivan et al. (1999), instrumen NIR umumnya terdiri atas tiga bagian, yaitu flow cell, bagian badan instrumen, dan komputer (Gambar 6). Bagian badan instrumen dapat langsung melekat pada flow cell atau terhubung dengan flow cell melalui kabel fiber optic. Bagian badan instrumen merupakan tempat bagi pemancar NIR, detektor NIR, dan komunikasi yang diperlukan untuk menyediakan link ke komputer. Sumber cahaya yang digunakan oleh instrumen NIR pada umumnya adalah lampu tungsten halogen karena harganya yang murah dan menghasilkan intensitas cahaya yang tinggi. Flow cell ditempatkan di lini produk dan menyediakan sarana untuk sinar inframerah melewati produk. Flow cell umumnya terdiri atas badan yang terbuat dari stainless steel dengan lensa polysulfone yang mengizinkan radiasi sinar inframerah masuk dan keluar flow cell.
Gambar 6. Komponen dasar instrumen spektroskopi NIR (O'Sullivan et al. 1999) Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi NIR diawali dengan radiasi sinar inframerah dari sumber cahaya yang dilewatkan melalui sistem beam splitter terlebih dahulu. Sistem beam splitter berfungsi sebagai penyaring cahaya dari banyak warna menjadi satu warna. Selanjutnya sinar tersebut ditransmisikan melalui sampel dan diterima oleh detektor solid state yang secara langsung mengubah energi sinar inframerah menjadi sinyal analog. Detektor solid state merupakan perangkat optoelectronic yang digunakan untuk mengonversi insiden foton menjadi sinyal elektronik. Sinyal tersebut selanjutnya dikonversi ke bentuk digital oleh analog-to-digital converter dengan nilai sesungguhnya yang kemudian disimpulkan oleh hardware khusus sebagai produk total penyerapan sinar inframerah oleh sampel. Data absorbansi ini kemudian dikirim ke komputer untuk diproses lebih lanjut dan menghasilkan spektrum yang menjelaskan dua parameter, yaitu panjang gelombang dalam nanometer dan amplitude dengan tinggi puncak gelombang yang menjelaskan intensitasnya seperti yang terlihat pada Gambar 7.
16
Gambar 7. Contoh spektrum NIR susu dan air (Frankhuizen 2008) Cahaya inframerah dekat yang mengenai bahan memiliki energi yang kecil dan hanya menembus sekitar satu milimeter permukaan bahan tergantung komposisi bahan tersebut. Meskipun cahaya inframerah mengalami penyebaran, spektrum yang terbaca tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang (Dryden 2003). Variasi pantulan spektrum pada metode spektroskopi NIR umumnya dipengaruhi oleh radiasi non spesifik yang menyebar, jarak antara sumber energi ke sampel, dan komposisi kimia sampel (Dryden 2003). Menurut Cen & He (2007), pemilihan daerah panjang gelombang, solusi, scan kecepatan, jumlah, modus dan interval pengambilan sampel akan mempengaruhi presisi dan pengulangan percobaan. Salah satu instrumen yang menerapkan prinsip spektroskopi NIR adalah NIRSystems 5000. NIRSystems 5000 dapat menganalisis komponen utama dan komponen spesial dalam produk seperti gula, lemak, protein, total padatan. Spektrum pada NIRSystems 5000 memiliki semua spektra analisis yang dikombinasikan dengan presisi dan stabilitas metode konvensional (FOSS 2004).
2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) Spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik analisis yang sering digunakan akhir-akhir ini. Selain teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS) terdapat pula teknik analisis yang sering digunakan oleh industri susu, yaitu Fourier Transform Infrared (FTIR). Sama halnya seperti NIRS, FTIR juga membutuhkan waktu yang singkat untuk menganalisis komponen sampel. Prinsip kerja metode spektroskopi FTIR serupa dengan prinsip kerja spektroskopi inframerah pada umumnya. Perbedaan metode spektroskopi FTIR dengan spektroskopi inframerah lainnya terletak pada panjang gelombang yang digunakan. Panjang gelombang inframerah yang digunakan berada dalam rentang spektrum menengah sinar inframerah, yaitu 2500-30000 nm (Stuart 2004). Menurut Stuart (2004), instrumen FTIRS umumnya terdiri atas lima bagian, yaitu sumber cahaya, interferometer, sampel, detektor, dan komputer (Gambar 8). Sumber cahaya yang digunakan pada instrumen spektroskopi FTIR adalah Globar atau Nernst. Interferometer yang paling umum digunakan pada instrumen spektroskopi FTIR adalah Michelson interferometer yang terdiri atas dua cermin datar tegak lurus. Detektor yang digunakan umumnya terdiri atas dua jenis, yaitu detektor normal untuk penggunaan rutin (penggabungan alat pyroelectric dengan deuterium tryglycine sulfate (DTGS) pada suhu yang tahan alkali halida) dan detektor untuk analisis yang lebih sensitif (mercury cadmium telluride (MCT))
17
yang harus didinginkan pada suhu nitrogen cair) (Stuart 2004). Detector tersebut khusus didesain untuk mengukur sinyal interferogram. Interferogram adalah sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi dari perubahan panjang jalur antara dua berkas sinar. Beam splitter yang digunakan adalah germanium atau oksida besi yang dilapisi substrat „inframerah-transparan‟ seperti kalium bromida atau iodida cesium.
Gambar 8. Komponen dasar instrumen spektroskopi FTIR (Stuart 2004) Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (Gambar 9) diawali dengan radiasi sinar inframerah dari sumber cahaya yang dilewatkan melalui interferometer sebagai tempat menyandikan spektra. Setelah melalui interferometer, sinar diubah menjadi sinyal interferogram yang selanjutnya mengenai sampel dan diterima oleh detektor. Sinyal kemudian diamplifikasi sehingga sinyal dengan frekuensi tinggi akan dihilangkan dengan filter. Sinyal tersebut selanjutnya dikonversi ke bentuk digital oleh analog-to-digital converter dan dipindahkan ke komputer untuk Fourier-Transformation. Hasil Fourier-Transformation berupa spektrum inframerah yang yang menjelaskan dua parameter, yaitu panjang gelombang dalam nanometer dan intensitasnya. Ukuran puncak pada spektrum adalah indikasi langsung dari jumlah komposisi yang ada di dalam bahan tersebut (TNC 2001). Adanya software alogaritma modern menjadikan spektroskopi inframerah sebagai alat yang sangat baik untuk analisis kuantitatif.
Gambar 9. Proses perubahan sinyal pada instrumen spektroskopi FTIR (TNC 2001) Salah satu instrumen yang menerapkan prinsip spektroskopi FTIR adalah FOSS MilkoScan FT120. FOSS MilkoScan FT120 dapat menganalisis komponen utama dan komponen spesial dalam produk seperti gula, lemak, protein, total padatan, bahkan penurunan titik beku dapat dianalisis. Interferometer pada FOSS MilkoScan FT120 memiliki semua spektrum analisis yang dikombinasikan dengan presisi dan stabilitas metode konvensional (FOSS 2004). FOSS MilkoScan FT120 umumnya digunakan pada industri produk olahan susu.
18
D. KALIBRASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH Kalibrasi merupakan dasar untuk meyakinkan keakuratan dan kekonsistenan pengukuran. Kalibrasi menurut EMEA (2012) adalah proses pembuatan model yang menghubungkan dua jenis data pengukuran. Kalibrasi dalam teknik spektroskopi diperoleh dengan mengukur hubungan antara absorbansi dan reflektan dari panjang gelombang yang dihasilkan oleh spektrometer dengan konsentrasi larutan unsur yang dianalisis. Osborne (2000) menyatakan instrumen spektroskopi inframerah dapat menentukan komposisi kimia suatu sampel dengan menggunakan nilai pantulan (reflectance, R) dan absorbansi (log (1/R)). Instrumen spektroskopi inframerah harus melalui proses kalibrasi agar dapat mengenal komposisi kimia sampel yang akan dianalisis (Mark & Campbell 2008). Kesulitan dalam mengkalibrasi menurut Osborne (2000) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum inframerah. Contohnya setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain. Prosedur kalibrasi spektroskopi inframerah diawali dengan pengukuran spektrum sampel. Hasil analisis kimiawi metode konvensional diperlukan untuk penentuan spektrum absorbansi dan pantulan pada spektroskopi inframerah. Hasil spektrum dan data kimia metode konvensional sampel dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan software bawaan instrumen spektroskopi inframerah. Hasil pengolahan data tersebut menunjukkan hubungan antara spektrum sampel dengan komposisi kimianya yang disebut model kalibrasi (Mark & Campbell 2008). Selanjutnya sistem komputer mengaplikasikan model kalibrasi yang telah dihasilkan untuk mengukur spektrum sampel yang terukur oleh instrumen dan menentukan komposisi kimianya (Mark & Campbell 2008). Metode kalibrasi spektrum spektroskopi inframerah dibagi dalam dua kategori yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih (metode lokal) dan metode yang melibatkan seluruh spektrum (metode global) atau sering disebut metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods). Principal Component Regression (PCR) dan Partial Least Squares (PLS) termasuk dalam metode global. Pada pembuatan model kalibrasi spektrum spektroskopi inframerah kali ini hanya digunakan metode Partial Least Squares (PLS). Metode Partial Least Squares (PLS) atau metode regresi kuadrat terkecil parsial pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold pada tahun 1960. Metode ini merupakan salah satu dari analisis multivariate. Menurut Esbensen (2002), analisis multivariate merupakan salah satu jenis analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data dimana data yang digunakan memiliki banyak peubah bebas (independent variabels) dan peubah terikat (dependent variabels). Analisis ini memperlihatkan bentuk hubungan antara beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Metode PLS merupakan metode yang digunakan untuk membuat prediksi model ketika terdapat banyak faktor dan kolinearitas yang tinggi (Tobias 2012). Pada dasarnya metode PLS adalah penggabungan model pendugaan sebagai pengembangan model-model kalibrasi yang melibatkan lebih dari dua peubah laten (bebas dan tidak bebas). Metode tersebut tidak memiliki formula tertutup untuk ragam koefisien regresi. Metode PLS digunakan untuk memperoleh pendugaan bagi Y sebagai fungsi peubah-peubah Xn yang terpilih. Persamaan regresi kalibrasi antara peubah Y dengan a dan b sebagai konstanta kuadrat terkecil parsial X terpilih dinyatakan sebagai berikut:
19
Y = a + b1X1 + b2X2 + ...... + bnXn dimana: Y a b1, b2,bn
(6)
= hasil perkiraan alat = intercept persamaan garis = slope yang berhubungan dengan perubahan X1, X2, Xn (panjang gelombang) nilai penyerapan Y
Model kalibrasi yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan metode PLS selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2), standard error of calibration (SEC), standard error of cross validation (SECV), dan koefisien determinasi pada cross validation (1VR) (Decandia et al. 2009). Selain metode PLS, pembuatan model kalibrasi juga dapat dilakukan dengan metode adjustment slope and intercept. Metode ini merupakan metode untuk pembuatan model kalibrasi baru dengan menyesuaikan slope dan intercept model kalibrasi yang telah ada sebelumnya dengan set kalibrasi sampel yang akan dibuat model kalibrasinya (FOSS 2005). Umumnya metode ini digunakan apabila sampel yang dianalisis memiliki spektrum, sifat fisik, dan komposisi kimia yang hampir sama dengan sampel yang digunakan untuk pembuatan model kalibrasi sebelumnya. Metode adjustment slope and intercept biasanya terdapat pada instrumen Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy. Menurut DCT (2008), slope merupakan ukuran kemiringan dari suatu garis. Slope adalah koefisien regresi untuk variabel X (variabel bebas). Selain itu, dalam konsep statistika slope merupakan suatu nilai yang menunjukkan seberapa besar kontribusi yang diberikan suatu variabel X terhadap variabel Y. Intercept adalah suatu titik perpotongan antara suatu garis dengan sumbu Y pada sumbu kartesius pada saat nilai X = 0. Intercept hanyalah suatu konstanta yang memungkinkan munculnya koefisien lain di dalam model regresi (DCT 2008). Model kalibrasi baru tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2) dan standard error of calibration (SEC) (Decandia et al. 2009).
20
IV. METODOLOGI
A. DESKRIPSI MAGANG Kegiatan magang ini dilakukan di Departemen Quality Control PT Frisian Flag Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 26, Ciracas, Jakarta Timur selama empat bulan dari bulan Maret hingga Juni 2012. Kegiatan magang dilakukan setiap hari kerja dengan mengikuti jam kerja perusahan. Salah satu kegiatan magang yang dilakukan adalah pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk susu dengan metode spektroskopi inframerah. Kegiatan tersebut meliputi pembuatan model kalibrasi untuk penentuan komposisi sampel recovery produk A (produk susu yang memiliki total padatan > 15%) dengan metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) dan penyesuaian model kalibrasi produk B (produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%) untuk penentuan komposisi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR).
B. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada kegiatan magang ini adalah sampel recovery dari dua jenis produk susu yaitu produk A yang berasal dari tangki recovery produk A dan produk B dari tangki recovery produk B di PT Frisian Flag Indonesia. Bahan untuk analisis total padatan adalah air destilata. Bahan untuk analisis kadar lemak yaitu air destilata, ammonia 20%, etanol 96%, etanol yang dicampur indikator Brom Cresol Purple (BCP), dietil eter, dan petroleum benzena. Bahan untuk analisis kadar sukrosa yaitu amonia 7%, asam asetat 25%, larutan K4Fe(CN)6, larutan seng asetat, HCl 30%, dan air destilata. Bahan untuk analisis kadar protein yaitu tablet Kjeldahl (mengandung K2SO4 dan CuSO4), H2 SO4 pekat, H2O2 pekat, NaOH 40%, asam borat 3%, HCl 0.1 N, dan air destilata. Alat yang digunakan secara umum antara lain neraca analitik, buret, dan pipet Mohr. Instrumen NIRS yang digunakan adalah FOSS NIRSystems 5000 dan instrumen FTIRS yang digunakan adalah FOSS MilkoScan FT120. Alat untuk analisis total padatan meliputi syringe, aluminium dish, dan fiber paper. Alat yang digunakan untuk analisis kadar lemak meliputi tabung Mojonnier, rak tabung Mojonnier, sumbat tabung Mojonnier, shaker, sentrifuge, cawan aluminium, pemanas (hot plate), gegep, oven vakum, dan desikator. Alat untuk analisis kadar sukrosa meliputi labu takar 200 ml, labu takar 50 ml, erlenmeyer 300 ml, thermometer, corong, kertas saring, waterbath, dan polarimeter. Alat yang digunakan untuk analisis kadar protein meliputi syringe, tabung pedal, digestion block, FOSS Digestor, dan alat Kjeltech.
C. METODE PENELITIAN Kegiatan magang di PT Frisian Flag Indonesia difokuskan pada pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk susu dengan metode spektroskopi inframerah. Pembuatan model kalibrasi tersebut terdiri atas (1) pembuatan model kalibrasi untuk penentuan komposisi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) dan (2) pembuatan model kalibrasi untuk penentuan komposisi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dengan menyesuaikan model kalibrasi yang telah ada.
21
1. Spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A (produk susu yang memiliki total padatan > 15%) dengan metode spektroskopi NIR dibagi menjadi empat tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk A; (2) analisis parameter komposisi sampel recovery produk A menggunakan instrumen FOSS NIRSystems 5000 dan metode konvensional; (3) pembuatan model kalibrasi; dan (4) verifikasi model kalibrasi dengan menggunakan uji t. Garis besar tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10. Persiapan sampel recovery produk A
Analisis kadar lemak, protein, total padatan, dan sukrosa
Instrumen FOSS NIRSystems 5000
Metode konvensional
Data analisis konvensional Sampel recovery produk A varian-X dan varian-Y
Data spektrum sampel recovery produk A
Uji t
Pembuatan model kalibrasi
Model kalibrasi
Verifikasi model kalibrasi
Model kalibrasi terverifikasi Gambar 10. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi NIR
a. Persiapan Sampel Persiapan sampel yang dilakukan meliputi pengambilan sampel recovery produk A yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia. Sampel recovery produk A yang digunakan terdiri atas dua varian yaitu varian X dan Y. Sampel recovery produk A yang
22
dibutuhkan untuk pembuatan model kalibrasi metode spektroskopi NIR dengan menggunakan instrumen FOSS NIRSystems 5000 minimal 30 sampel (Mark & Campbell 2008) dan untuk verifikasi minimal 10 sampel (Santoso 2009). Pada penelitian ini digunakan 2/3 sampel recovery produk A varian X dan 1/3 sampel recovery produk A varian Y. Pengambilan sampel dilakukan selama 8 minggu. Sampel recovery produk A yang dianalisis berasal dari tangki recovery. Tangki recovery yang terdapat di PT Frisian Flag dikelompokan berdasarkan jenis produk dan varian rasa. Pada penelitian ini sampel recovery yang dianalisis berasal dari tangki recovery A. Sampel recovery diambil dari dalam tangki recovery dengan sample cock. Sebelum sampel diambil, sample cock harus dipastikan dalam keadaan bersih untuk menghindari kontaminasi. Selanjutnya isi dalam tangki recovery dihomogenkan, diambil sampel recoverynya, dan diisikan ke dalam botol steril.
b. Analisis Parameter Komposisi Sampel Analisis dilakukan terhadap parameter komposisi seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein pada sampel recovery produk A dengan menggunakan instrumen dan metode konvensional.
i. Instrumen Sampel recovery produk A dianalisis menggunakan instrumen NIRS yaitu FOSS NIRSystems 5000. Hal ini dikarenakan sampel recovery produk A memiliki total padatan > 15% dan dikhawatirkan apabila dianalisis menggunakan instrumen FTIRS dapat menyebabkan kerusakan pada pompa di instrumen tersebut. Analisis menggunakan instrumen NIRS diawali dengan dihomogenkannya sampel recovery produk A yang akan dianalisis. Kemudian program ISIscan dipilih untuk analisis/pembacaan komposisi sampel. Selanjutnya dipilih equation yang digunakan untuk pembuatan model kalibrasi. Sampel recovery produk A varian X dan Y di scan menggunakan equation yang sama. Sebelum pembacaan dimulai, terlebih dahulu ceramic reference dipastikan telah berada pada tempat scan. Selanjutnya tombol “Scan” diklik, kode sampel yang dianalisis diisikan pada kotak yang tersedia, dan tombol “Continue” diklik. Pembacaan reference dilakukan terlebih dahulu kemudian dilanjutkan pembacaan sampel. Pembacaan sampel dilakukan setelah muncul kotak dialog pada layar komputer “Sample”. Sampel diletakkan pada kuvet sampel dan ditekan dengan fiber-optic probe. Kuvet harus dipastikan dalam keadaan bersih dan tidak terdapat gelembung saat ditekan dengan fiber-optic probe. Hal ini dikarenakan gelembung tersebut dapat mengganggu pembacaan sampel saat dianalisis. Kemudian reference dipindahkan dari tempat scan, diganti dengan kuvet yang berisi sampel, dan tombol “Enter” ditekan. Instrumen NIRS dipastikan dalam keadaan tertutup pada saat pembacaan reference dan sampel. Sampel recovery dilewati oleh sinar inframerah dekat (NIR) yang memiliki panjang gelombang 780 – 2500 nm (Cen & He 2007). Setelah pembacaan sampel selesai, kuvet selanjutnya dikeluarkan dari instrumen NIRS dan dibersihkan. Data yang dihasilkan dari pembacaan sampel recovery produk A menggunakan instrumen NIRS berupa data kuantitatif parameter komposisi. Hal ini dikarenakan penggunaan model kalibrasi yang sudah ada pada instrumen NIRS untuk pembacaan
23
komposisi sampel recovery produk A. Namun, data kuantitatif ini hanya digunakan untuk melihat apakah hasil pembacaan instrumen NIRS berbeda dengan hasil metode konvensional. Data yang akan digunakan untuk pembuatan model kalibrasi adalah data spektrum masing-masing sampel yang juga terekam oleh instrumen NIRS saat pembacaan sampel.
ii. Metode Konvensional Setelah sampel recovery produk A dianalisis dengan instrumen NIRS, selanjutnya dilakukan analisis menggunakan metode konvensional yang dilakukan secara duplo setiap sampel. Metode konvensional yang digunakan antara lain metode Roese-Göttlieb atau metode Mojonnier untuk analisis kadar lemak (AOAC 2006), metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein (AOAC 2006), total padatan dengan fiber paper (AOAC 2006), dan metode polarimetri untuk pengukuran kadar sukrosa (IDF 2004). Karena digunakan dua varian sampel recovery produk A, hasil analisis metode konvensional selanjutnya dilakukan uji t pada keempat parameter komposisi sampel recovery produk A. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah kedua data analisis konvensional tesebut dapat digabungkan untuk membuat model kalibrasi sampel recovery produk A. Sebelum dilakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data analisis menggunakan SPSS 16.0. Uji t yang digunakan adalah uji t: two-sample assuming unequal variances dengan P (two tail) karena selisih mean yang signifikan dapat bersifat negatif atau positif. Apabila hasil uji t menunjukkan Thitung ≤ Ttabel ( α;df) atau nilai P (two tail) > 0.05, maka H0 diterima (Efendi & Miranto 2008). Hipotesis dari uji t varian sampel recovery produk A adalah: H0 : hasil analisis konvensional sampel recovery produk A varian X tidak berbeda nyata dengan sampel recovery produk A varian Y H1 : hasil analisis konvensional sampel recovery produk A varian X berbeda nyata dengan sampel recovery produk A varian Y
c. Pembuatan Model Kalibrasi Setelah diperoleh data spektrum dari pembacaan instrumen NIRS dan data analisis metode konvensional, selanjutnya dilakukan pembuatan model kalibrasi dengan menggunakan software bawaan instrumen NIRS yaitu WinISI. Data spektrum panjang gelombang dari masing-masing sampel yang mencakup empat parameter komposisi (kadar lemak, protein, total padatan, dan sukrosa) terekam oleh instrumen NIRS dan diperlukan untuk pengolahan data. Data spektrum metode spektroskopi NIR dan data analisis metode konvensional selanjutnya diolah menjadi model kalibrasi dengan bantuan software WinISI berdasarkan analisis multivariate. Model kalibrasi tersebut merupakan hubungan antara data analisis metode konvensional dan data yang diperoleh menggunakan metode spektroskopi NIR (Restaino et al. 2009). Model kalibrasi selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2), standard error of calibration (SEC), standard error of cross validation (SECV), dan koefisien determinasi pada cross validation (1-VR) (Decandia et al. 2009).
24
d. Verifikasi Model Kalibrasi Model kalibrasi yang telah diperoleh selanjutnya diverifikasi menggunakan sampel recovery produk A varian X dan Y. Tahap verifikasi model kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data masing-masing parameter komposisi sampel recovery produk A yang dihasilkan instrumen NIRS menggunakan model kalibrasi baru dengan data analisis metode konvensional. Data pembacaan instrumen diperoleh dengan men-scan sampel recovery produk A dengan instrumen NIRS. Kemudian sampel recovery produk A dianalisis menggunakan metode konvensional untuk keempat parameter komposisi. Jumlah sampel recovery yang digunakan pada tahap verifikasi ini adalah 10 sampel (Santoso 2009). Verifikasi model kalibrasi dilakukan dengan analisis bivariate menggunakan uji t untuk menganalisis dan melihat perbedaan atau hubungan antara dua variabel (Santoso 2009). Analisis bivariate digunakan untuk mengetahui perbedaan antara data instrumen NIRS dengan data analisis metode konvensional. Sebelum dilakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data analisis menggunakan SPSS 16.0. Sebaran data analisis yang normal selanjutnya dihitung nilai uji t dengan Microsoft Excel 2007. Uji t yang digunakan adalah uji t berpasangan (paired t-test) dengan P (two tail) karena selisih mean yang signifikan dapat bersifat negatif atau positif. Apabila hasil uji t menunjukkan Thitung ≤ Ttabel ( α;df) atau nilai P (two tail) > 0.05, maka H0 diterima (Efendi & Miranto 2008). Hipotesis dari verifikasi model dengan uji t adalah: H0 : hasil analisis NIRS tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional H1 : hasil analisis NIR berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional
2. Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B (produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%) dengan metode spektroskopi FTIR dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) persiapan sampel recovery produk B; (2) analisis parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan instrumen FOSS MilkoScan FT120 dan metode konvensional; (3) verifikasi awal model kalibrasi yang digunakan dengan uji t; (4) penyesuaian model kalibrasi; dan (5) verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai dengan menggunakan uji t. Garis besar tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.
25
Persiapan sampel recovery produk B
Analisis kadar lemak, protein, total padatan, dan sukrosa
Metode konvensional
Instrumen FOSS MilkoScan FT120
Data analisis konvensional Sampel recovery produk B
Data kuantitatif komposisi sampel recovery produk B
Verifikasi model kalibrasi
Tidak Beda nyata
Model kalibrasi terverifikasi
Ya Pembuatan model kalibrasi
Model kalibrasi yang sesuai
Verifikasi model kalibrasi
Model kalibrasi terverifikasi
Gambar 11. Bagan alir tahapan pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dengan metode spektroskopi FTIR
a. Persiapan Sampel Persiapan sampel yang dilakukan meliputi pengambilan sampel recovery produk B yang diproduksi oleh PT Frisian Flag Indonesia. Sampel recovery produk B yang dibutuhkan untuk verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi FTIR minimal 10 sampel (Santoso 2009) menggunakan instrumen FOSS MilkoScan FT120. Pengambilan sampel dilakukan selama 2 minggu. Sampel recovery yang dianalisis berasal dari tangki recovery B yang terdapat di PT Frisian Flag Indonesia. Sampel recovery diambil dari dalam tangki recovery dengan sample cock. Sebelum sampel diambil, sample cock harus dipastikan dalam keadaan bersih untuk
26
menghindari kontaminasi. Selanjutnya isi dalam tangki recovery dihomogenkan, diambil sampel recoverynya, dan diisikan ke dalam botol steril.
b. Analisis Parameter Komposisi Sampel Analisis dilakukan terhadap parameter komposisi seperti total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein pada sampel recovery produk B dengan menggunakan instrumen dan metode konvensional.
i. Instrumen Sampel recovery produk B dianalisis menggunakan instrumen FTIRS yaitu FOSS MilkoScan FT120. Hal ini dikarenakan sampel recovery produk B memiliki total padatan ≤ 15%. Persiapan sampel recovery produk B dilakukan sebelum dianalis menggunakan instrumen FTIRS. Sampel yang berada dalam botol steril selanjutnya dikocok terlebih dahulu agar homogen. Kemudian program ISIscan dipilih untuk analisis/pembacaan komposisi sampel. Selanjutnya dipilih equation yang digunakan untuk pembuatan model kalibrasi. Menu “Analysis” dipilih, kode sampel yang dianalisis diisikan pada kotak yang tersedia, pompa dimasukkan ke dalam botol sampel, dan tombol “Scan” diklik. Hasil pembacaan instrumen FTIRS terlihat di layar komputer yang tersambung dengan instrumen FTIRS. Data yang dihasilkan dari pembacaan sampel recovery produk B menggunakan instrumen FTIRS berupa data kuantitatif parameter komposisi. Hal ini dikarenakan penggunaan model kalibrasi yang sudah ada pada instrumen FTIRS untuk pembacaan komposisi sampel recovery produk B. Data kuantitatif parameter komposisi ini selanjutnya dibandingkan dengan hasil metode konvensional sebagai tahapan verifikasi awal.
ii. Metode Konvensional Setelah sampel recovery produk B dianalisis dengan instrumen FTIRS, selanjutnya dilakukan analisis menggunakan metode konvensional yang dilakukan secara duplo setiap sampel. Metode konvensional yang digunakan antara lain metode Roese-Göttlieb atau metode Mojonnier untuk analisis kadar lemak (AOAC 2006), metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein (AOAC 2006), total padatan dengan fiber paper (AOAC 2006), dan metode polarimetri untuk pengukuran kadar sukrosa (IDF 2004).
c. Verifikasi Awal Model Kalibrasi Verifikasi awal dilakukan terhadap data kuantitatif masing-masing parameter komposisi sampel recovery produk B dari pembacaan instrumen FTIRS dan data analisis metode konvensional yang diperoleh. Data pembacaan instrumen diperoleh dengan menscan sampel recovery produk B menggunakan model kalibrasi yang telah ada sebelumnya. Kemudian sampel recovery produk B dianalisis menggunakan metode konvensional untuk keempat parameter komposisi. Jumlah sampel recovery yang digunakan pada tahap verifikasi ini minimal 10 sampel.
27
Sebelum dilakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data analisis menggunakan SPSS 16.0. Sebaran data analisis yang normal selanjutnya dihitung nilai uji t dengan Microsoft Excel 2007 dengan menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) dengan P (two tail) karena selisih mean yang signifikan dapat bersifat negatif atau positif. Apabila hasil uji t menunjukkan Thitung ≤ Ttabel (α;df) atau nilai P (two tail) > 0.05, maka H0 diterima (Efendi & Miranto 2008). Hipotesis dari verifikasi model dengan uji t adalah: H0 : hasil analisis FTIRS tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional H1 : hasil analisis FTIRS berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional. Apabila verifikasi model kalibrasi yang digunakan untuk menentukan parameter komposisi sampel recovery produk B menunjukkan hasil analisis FTIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional, maka model kalibrasi tersebut sesuai digunakan untuk penentuan parameter komposisi sampel recovery produk B. Namun, apabila verifikasi model kalibrasi yang digunakan untuk menentukan parameter komposisi sampel recovery produk B tersebut menunjukkan hasil analisis FTIR berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional, maka model kalibrasi tersebut tidak sesuai digunakan untuk penentuan parameter komposisi sampel recovery produk B. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyesuaian model kalibrasi yang digunakan dengan sampel recovery produk B agar dapat digunakan untuk penentuan parameter komposisi sampel recovery produk B.
d. Pembuatan Model Kalibrasi Penyesuaian model kalibrasi dilakukan apabila verifikasi model kalibrasi yang digunakan untuk menentukan parameter komposisi sampel recovery produk B tersebut menunjukkan hasil analisis FTIR berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional. Sampel recovery produk B memiliki spektrum, sifat fisik dan komposisi kimia yang hampir sama dengan produk produk B. Oleh sebab itu, pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B tidak dilakukan dengan menggunakan spektrum sampel melainkan dengan penyesuaian model kalibrasi yang telah yang digunakan. Jumlah sampel yang diperlukan minimal 10 sampel (FOSS 2005). Data analisis sampel recovery produk B menggunakan instrumen FTIRS dan data analisis metode konvensional selanjutnya diolah menjadi model kalibrasi dengan bantuan software WinISI. Metode yang digunakan untuk pembuatan model kalibrasi baru pada metode spektroskopi FTIR adalah adjustment slope and intercept. Model kalibrasi baru tersebut selanjutnya dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi kalibrasi (R2) dan standard error of calibration (SEC) (Decandia et al. 2009).
e. Verifikasi Model Kalibrasi Model kalibrasi yang telah sesuai untuk sampel recovery produk B selanjutnya diverifikasi. Tahap verifikasi model kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data yang dihasilkan instrumen FTIRS menggunakan model kalibrasi baru dengan data analisis metode konvensional. Jumlah sampel recovery yang digunakan pada tahap verifikasi ini adalah 10 sampel. Tahap verifikasi model kalibrasi yang telah sesuai ini menggunakan uji t berpasangan (paired t-test) seperti yang digunakan pada tahap verifikasi awal.
28
3. Prosedur Analisis a. Total Padatan (AOAC 990.19, 2006) Penetapan total padatan pada sampel recovery dilakukan dengan menggunakan fiber paper yang selanjutnya dikeringkan di oven. Total padatan sampel recovery ditentukan dengan menimbang sampel, mengeringkannya, dan menimbang residu sampel yang telah dikeringkan. Terlebih dahulu dua lembar fiber paper dibuat persegi (2 x 2 cm) dan diletakkan di atas aluminium dish yang selanjutnya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 102°C selama 15 menit. Selanjutnya fiber paper beserta aluminium dish dikeluarkan dan didiamkan selama 2 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 1 gram sampel recovery dari botol sampel diambil menggunakan syringe, ditimbang dengan bantuan alat penyangga syringe, dan kemudian tekan tanda “Tare”. Sampel kemudian diteteskan pada selembar fiber paper dan ditutup dengan lembar fiber paper lainnya. Selanjutnya syringe ditimbang kembali dan dicatat sebagai Bobot sampel. Fiber paper beserta aluminium dish yang telah berisi sampel selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 102°C selama 30 menit, dikeluarkan, aluminium dish dilipat, dan didiamkan selama 2 menit. Bobot sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang. Total padatan dalam sampel dihitung dengan persamaan :
% Total Padatan=
A-B Bobot sampel setelah pengenceran
x FP x 100%
(7)
dimana : A = bobot dish setelah pengeringan B = bobot dish sebelum pengeringan FP
=
Bobot (sampel air) Bobot sampel
b. Kadar Lemak (AOAC 989.05, 2006) Metode yang digunakan pada penetapan kadar lemak adalah metode Roese- Göttlieb atau metode Mojonnier. Prinsip metode ini adalah gravimetri dengan menggunakan alat Mojonnier Tester. Sampel recovery ditimbang sebanyak 10 gram dengan bantuan syringe dan dimasukkan ke dalam tabung Mojonnier. Selanjutnya ditambahkan 2 ml ammonia 20% yang berfungsi untuk melarutkan protein dan 10 ml etanol yang dicampur dengan indikator Brom Cresol Purple (BCP) kemudian diekstrak dengan 20 ml dietil eter dan 20 ml petroleum benzena, lalu disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 530 rpm. Setiap penambahan pereaksi, tabung Mojonnier disumbat lalu dikocok dengan shaker. Pada proses sentifugasi dihasilkan dua lapisan, yaitu lapisan atas (supernatan) yang jernih dan lapisan bawah. Tahapan ekstraksi pada lapisan bawah dilakukan dua kali lagi untuk memperbesar ketelitian. Tahapan ekstraksi kedua dan ketiga sama seperti tahapan ekstraksi pertama hanya berbeda pada penambahan pereaksi. Pada ekstraksi kedua, lapisan bawah hasil ekstraksi pertama ditambahkan 5 ml etanol 96%, 20 ml dietil eter, dan 20 ml petroleum benzena sedangkan pada ekstraksi ketiga ditambahkan 15 ml dietil eter dan 15 ml petroleum benzena. Supernatan dari setiap hasil ekstraksi dimasukkan ke cawan aluminium yang telah diketahui berat kosongnya, dipanaskan di atas pemanas (hot plate) hingga hanya
29
terdapat residu lemak. Selanjutnya cawan aluminium dimasukkan ke dalam oven vakum selama 10 menit dan didinginkan di dalam desikator hingga mencapai berat konstan. Berat residu dinyatakan sebagai persentase lemak yang terdapat dalam sampel susu dan dihitung dengan persamaan: –
% Lemak (w/w) =
(8)
c. Kadar Sukrosa (IDF 35:2004, 2004) Metode yang digunakan pada penetapan kadar sukrosa adalah metode polarimetri. Prinsip metode ini adalah mengukur perubahan rotasi optik dengan menggunakan polarimeter. Sampel recovery ditimbang 16.3 gram dan dimasukkan ke dalam labu takar 200 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 ml air destilata dan diaduk. Selanjutnya ammonia 7% ditambahkan sebanyak 1 ml, diaduk, dan didiamkan selama 20 menit. Setelah 20 menit, sampel selanjutnya ditambahkan 5 ml asam asetat 25%, 5 ml larutan K4Fe(CN)6, 5 ml larutan seng asetat, dan air destilata hingga tanda tera pada labu ukur. Larutan sampel tersebut dipastikan harus dikocok setiap penambahan pereaksi. Sampel yang telah ditambahkan pereaksi selanjutnya disaring melalui kertas saring ke dalam erlenmeyer 300 ml. Erlenmeyer yang digunakan dipastikan dalam keadaan bersih dan kering. Larutan yang disaring disebut P1. Sebanyak 50 ml larutan hasil penyaringan dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan 5 ml HCl 30% untuk menghidrolisis sukrosa sehingga menghasilkan laktosa dan beberapa gula yang tidak mempengaruhi pengukuran, dan dikocok. Larutan sampel dalam labu ukur 50 ml disebut P2. Selanjutnya P2 direndam dalam waterbath 60oC selama 15 menit dan didinginkan hingga suhunya sama dengan suhu larutan P1. Seluruh larutan P2 harus dipastikan terendam. Kadar sukrosa sampel selanjutnya dibaca dengan menggunakan polarimeter pada λ = 546 nm. Adapun perhitungan kadar sukrosa :
%
(
)
(9)
dimana : P1 = larutan sampel hasil penyaringan di Erlenmeyer P2 = larutan sampel hasil penyaringan di labu ukur 50 ml K = konstanta (susu cair = 0.00) 1.0402 = gaya berat sukrosa 1.1 = faktor konversi sukrosa
d. Kadar Protein (AOAC 991.20, 2006) Metode yang digunakan adalah metode Kjeldahl. Metode ini menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung berdasarkan kadar nitrogennya. Persen protein dihitung dengan mengalikan hasil analisis dengan faktor konversi (6.38). Nilai faktor konversi 6.38 berdasarkan pada protein murni yang mengandung 15.67% nitrogen pada produk susu (Winarno 2008). Prinsip metode ini adalah destruksi, destilasi dan titrasi. Dekomposisi senyawa nitrogen organik melalui tahap destruksi dengan asam sulfat pekat dan katalis membentuk ammonium sulfat, kemudian didestilasi dengan natrium hidroksida membentuk gas ammonia yang bereaksi dengan asam borat. Banyaknya asam
30
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui melalui tahap titrasi menggunakan larutan asam klorida dengan indikator Conway (Brom Cresol Green : Metil Merah 1:1). Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya warna merah muda. Sebanyak 2.5 g sampel recovery dimasukkan ke dalam tabung pedal dan diletakkan pada digestion block, kemudian ditambahkan 2 butir tablet Kjeldahl (mengandung K2SO4 dan CuSO4), 20 ml asam sulfat pekat, larutan dikocok hingga larut dan didiamkan selama 5 menit. Scrubber cup dipasangkan pada digestion block dan digestion block diletakkan pada FOSS Digestor, kemudian sampel didestruksi selama 3 jam (1 jam pada suhu 200oC dan 2 jam pada suhu 400oC). Setelah dingin ditambahkan 50 ml air destilata. Tahap selanjutnya yaitu destilasi dilakukan dengan penambahan natrium hidroksida 40%. Gas ammonia yang dihasilkan ditampung dengan menggunakan larutan asam borat 3%. Sampel dititrasi menggunakan HCl 0.1 N dan hasil titrasi ditampilkan di layar alat Kjeltech. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa menggunakan sampel. Adapun perhitungan kadar protein:
Protein
(
)
-
(10)
dimana: N HCl = normalitas HCl 0.1 N BM = berat molekul protein FK = Faktor konversi (untuk susu = 6.38)
4. Analisis Statistik a. Standard Error of Calibration (SEC) (EMEA 2012) Standard Error of Calibration (SEC) adalah perhitungan statistik yang menghitung perbedaan antara nilai prediksi NIRS dengan nilai hasil pengukuran menggunakan metode konvensional pada tahap kalibrasi. Pada tahap kalibrasi metode spektroskopi NIRS digunakan 2/3 data dari keseluruhan sampel. SEC < 1% menunjukkan model yang semakin baik. Standard Error of Calibration (SEC) diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
√∑
-
(11)
dimana: Ylab = nilai hasil analisis metode konvensional YNIR = nilai hasil analisis metode NIR n = jumlah sampel p = jumlah koefisien faktor
31
b. Standard Error of Cross Validation (SECV) (EMEA 2012) Standard Error of Cross Validation (SECV) adalah perhitungan statistik yang menghitung perbedaan antara nilai prediksi NIRS dengan nilai hasil pengukuran menggunakan metode konvensional untuk pembuatan validasi silang. Cross Validation merupakan teknik validasi internal yang digunakan untuk optimasi/memilih model kalibrasi. Validasi merupakan tahap untuk meyakinkan model kalibrasi yang telah terbentuk. Validasi internal dilakukan dengan melakukan sampling ulang data statistik secara acak (1/3 data dari keseluruhan sampel) yang digunakan untuk kalibrasi dan diberlakukan berbagai macam proses statistik untuk mengidentifikasi model kalibrasi (dilakukan oleh software) yang sesuai dengan data yang ada (EMEA 2012). SECV < 1% menunjukkan model yang semakin baik. Standard Error of Cross Validation (SECV) diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
-
√∑
(12)
dimana: Ylab = nilai hasil analisis metode konvensional YNIR = nilai hasil analisis metode NIR n = jumlah sampel
c. Koefisien Determinasi Kalibrasi (R2) dan Cross Validation (1-VR) (Wahyono 2010) Koefisien determinasi menunjukkan kemampuan model menerangkan keragaman nilai peubah tak bebas. Semakin besar nilai R2 dan 1-VR maka model semakin mampu menerangkan perilaku peubah tidak bebas. Data yang digunakan untuk perhitungan nilai R2 adalah data yang digunakan untuk perhitungan pada tahap kalibrasi, sedangkan data yang digunakan untuk perhitungan nilai 1-VR adalah data untuk perhitungan validasi silang (cross validation). Kisaran nilai R2 dan 1-VR mulai dari 0 hingga 1 (Wahyono 2010). Koefisien determinasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Koefisisen Determinasi
(
∑
√∑
-̅ -̅
-̅ ∑
R2 = 1- (SEC/SD)2 1-VR = 1- (SECV/SD)2
)
(13)
-̅ (14) (15)
dimana: Ylab = nilai hasil analisis metode konvensional YNIR = nilai hasil analisis metode NIR
̅ ̅ 2
R 1-VR
= rata-rata hasil analisis metode konvensional = rata-rata hasil analisis metode NIR = koefisien determinasi kalibrasi = koefisien determinasi cross validation
32
SEC = Standard Error of Calibration SECV = Standard Error of Cross Validation SD = standar deviasi
d. Bias (EMEA 2012) Bias adalah rata-rata error yang dihasilkan antara hasil analisis metode spektroskopi dengan hasil analisis metode konvensional. Kisaran nilai bias adalah 0-1 dan dapat dihitung dengan persamaan:
Bias =
∑
̅
(16)
dimana: Ymanual = nilai hasil analisis metode konvensional ȲFTIR
= nilai rata-rata hasil analisis metode FTIR
n
= jumlah sampel
e. Uji T: Two Sample Assuming Unequal Variances (Shier 2004) Uji t ini sering disebut juga Welch‟s t-test dan digunakan untuk membandingkan dua varian populasi yang dianggap berbeda (jumlah sampel mungkin tidak sama) (Shier 2004). Rumus yang digunakan untuk perhitungan Welch‟s t-test adalah:
t
̅̅̅̅ ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ ̅̅̅̅
(17)
dimana:
̅ = rata-rata sampel ̅̅̅1̅ X ̅̅̅2̅ X
=√
f. Uji T Berpasangan/ Paired T-Test (Shier 2004) Uji t berpasangan digunakan untuk membadingkan dua populasi rata-rata yang dihasilkan dari satu sampel yang mengalami dua perlakuan berbeda (Shier 2004). Rumus yang digunakan untuk perhitungan uji t berpasangan adalah:
t=
d̅ Sd ⁄ √n
(18)
dimana:
đ
= rata-rata beda hasil analisis instrumen dengan hasil analisis metode konvensional
Sd
= standar deviasi beda hasil analisis
n
= banyaknya sampel
33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SPEKTROSKOPI NEAR INFRARED REFLECTANCE (NIR) 1. Analisis Sampel a. Data Spektrum Instrumen Spektroskopi NIR Instrumen FOSS NIRSystems 5000 yang digunakan dalam pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A (produk susu yang memiliki total padatan >15%) dengan metode spektroskopi NIR ini menghasilkan data pengukuran berupa data penyerapan (absorbance) radiasi NIR. Data absorbansi diperoleh dengan transformasi log (1/R) data pantulan yang selanjutnya diproses lebih lanjut oleh software bawaan instrumen NIRS menjadi data spektrum. Transformasi tersebut diperlukan karena komposisi kimia sampel linear dengan data absorbansi. Panjang gelombang yang umum digunakan untuk mengevaluasi mutu produk susu adalah 1000-2600 nm (Dryden 2003). Sampel recovery produk A varian X dan Y dianalisis menggunakan model kalibrasi produk A yang sama. Data absorbansi atau penyerapan spektrum NIR 55 sampel recovery produk A dari kedua varian tersebut memiliki tingkat penyerapan yang berbeda-beda. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Model spektrum absorbansi (log (1/R)) pada 55 sampel recovery produk A Berdasarkan gambar di atas (Gambar 12) dapat diketahui bahwa sampel recovery produk A varian X dan Y memiliki bentuk spektrum yang hampir sama, namun tingkat absorbansinya atau serapannya berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa setiap sampel recovery produk A memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda seperti kadar lemak, sukrosa, protein, dan total padatan. Menurut Dryden (2003), setiap substansi bahan atau material biologi memiliki spektrum NIR yang spesifik. Apabila dua sampel yang memiliki komposisi kimia dan komposisi fisik berbeda diuji, akan terlihat perbedaan spektrum NIR yang dapat dilihat pada perbedaan puncak-puncak gelombang pada spektrum absorbansi.
34
Setiap komposisi tersebut memiliki spektrum gabungan pantulan NIR yang unik dan beragam yang dihasilkan dari penyebaran, pantulan, dan penyerapan cahaya oleh bahan penyusun komposisi tersebut. Spektrum sampel recovery produk A (Gambar 12) menunjukkan hubungan antara log (1/R) dan panjang gelombang (nm). Komposisi kimia tertentu akan mengalami penyerapan radiasi sinar inframerah pada panjang gelombang tertentu. Hal ini dapat dilihat adanya puncak-puncak gelombang pada model spektrum absorbansi NIR. Berdasarkan Gambar 12, puncak gelombang absorbansi NIR sampel recovery produk A terjadi pada panjang gelombang 1196 nm, 1450 nm, 1786 nm, dan 1895-1991 nm. Puncak-puncak gelombang tersebut merupakan hasil penyerapan panjang gelombang tertentu oleh kandungan komposisi kimia pada sampel recovery produk A. Semakin tinggi puncak gelombang, maka absorbansi semakin besar dan hal ini menunjukkan semakin tinggi pula kandungan komposisi kimia tersebut dalam suatu bahan (Dryden 2003). Pada Gambar 12, puncak gelombang spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A terjadi pertama kali pada panjang gelombang 1196 nm. Pada panjang gelombang 1196 nm terbaca gugus C-H yang merupakan salah satu gugus penyusun lemak dan protein (Kumar et al. 2011). Kadar lemak dan protein merupakan komposisi penyusun sampel recovery produk A. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode konvensional, lemak merupakan komposisi urutan ketiga yang terdapat pada sampel recovery produk A, sedangkan protein merupakan komposisi urutan keempat. Terbacanya komposisi protein pada komposisi lemak dimungkinkan karena adanya pengaruh protein susu pada penentuan lemak. Protein dapat berada pada membran globula lemak yang melindungi droplet lemak (Tsenkova et al. 2000). Puncak gelombang kedua terjadi pada panjang gelombang 1450 nm. Puncak gelombang ini merupakan puncak gelombang dengan intensitas absorbansi tinggi kedua. Menurut Shenk et al. (2008), pada panjang gelombang 1450 nm pati mampu menyerap radiasi sinar inframerah. Pada sampel recovery produk A pati tersebut merujuk pada kadar sukrosa atau kadar gula. Pada panjang gelombang 1450 nm ikatan yang berperan dalam penyerapan radiasi adalah gugus O-H dan C=O. Kedua gugus tersebut merupakan gugus penyusun sukrosa. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis menggunakan metode konvensional yang menunjukkan kadar sukrosa pada sampel recovery produk A menempati urutan kedua. Puncak gelombang spektum absorbansi NIR ketiga terjadi pada panjang gelombang 1786 nm. Menurut Brandão et al. (2010), komponen susu yang dapat terdeteksi pada kisaran panjang gelombang 1780 hingga 1790 nm adalah lemak dan protein. Pada panjang gelombang tersebut gugus yang berperan adalah C-H dan S-H. Lemak dan protein samasama mengandung gugus C-H. Protein yang mengandung gugus S-H pada susu sangat sedikit. Oleh sebab itu, pada puncak gelombang ketiga ini komposisi lemak lebih dominan dibandingkan protein. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis menggunakan metode konvensional dimana kadar lemak menempati posisi ketiga dalam komposisi sampel recovery produk A. Puncak gelombang spektrum absorbansi NIR pada sampel recovery produk A keempat terjadi pada kisaran panjang gelombang 1895-1991 nm. Puncak gelombang terakhir yang tampak ini merupakan puncak gelombang spektrum yang memiliki intensitas absorbansi tertinggi. Hasil ini menunjukkan penyerapan radiasi sinar yang tinggi oleh ikatan kimia penyusun air di dalam sampel recovery produk A. Menurut Kumar et al.
35
(2011), pada panjang gelombang 1940-1950 nm penyerapan didominasi oleh kadar air (H2O). Hal ini dikarenakan pada panjang gelombang tersebut ikatan yang mengalami vibrasi stretching dan bending didominasi oleh ikatan kombinasi O-H. Gugus O-H di air terbaca pula pada panjang gelombang 1450 nm. Hal ini terjadi karena adanya perubahan vibrasi stretching yang menyebabkan molekul H2O menjadi isolinear dan adanya perubahan suhu Shenk et al. (2008). Komposisi kadar air pada sampel recovery tidak dianalisis dengan metode konvensional. Namun, terbacanya spektrum kadar air pada sampel recovery produk A dijadikan dasar untuk perhitungan total padatan. Total padatan yang dihasilkan oleh pengukuran metode spektroskopi NIR merupakan hasil penggabungan antara pengukuran kadar lemak, protein, sukrosa, dan padatan susu bukan lemak (Milk Solid Non Fat, MSNF) dan kadar abu (Wehr & Frank 2004). Total padatan dapat dihitung pula dengan mengurangi 100% dengan kadar air. Pada panjang gelombang 1895 nm hingga 1991 nm terbaca pula protein. Menurut Kumar et al. (2011), pada panjang gelombang 1940 nm spektrum didominasi oleh penyerapan radiasi oleh komponen air. Adanya gugus protein yang terbaca pada panjang gelombang tersebut mungkin karena adanya protein yang terlarut dalam air (Tsenkova et al. 2000). Pada panjang gelombang 1980 nm hingga 1991 nm, gugus N-H dominan menyerap radiasi sinar inframerah. Gugus tersebut menunjukkan keberadaan protein pada sampel recovery produk A.
b. Data Analisis Metode Konvensional Selain data spektrum yang dihasilkan oleh instrumen NIRS, data yang diperoleh pada tahap analisis parameter komposisi sampel recovery produk A adalah data analisis menggunakan metode konvensional. Sampel recovery produk A varian X dan Y dianalisis menggunakan metode konvensional untuk masing-masing parameter komposisi. Hasil analisis sampel recovery produk A kedua varian menggunakan metode konvensional dapat dilihat pada Lampiran 4-7. Data metode konvensional ini digunakan untuk pembuatan model kalibrasi. Data analisis metode konvensional ini selanjutnya dianalisis menggunakan uji t: two sample assuming unequal variances. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan Y dianalisis dapat digabungkan untuk membuat model kalibrasi sampel recovery produk A yang mencakup empat parameter komposisi yaitu total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein. Uji normalitas menunjukkan sebaran data analisis metode konvensional kedua varian sampel recovery produk A tersebut normal (Lampiran 8). Selanjutnya dilakukan uji t pada keempat parameter komposisi sampel recovery produk A yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 1 dan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 1. Hasil uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A Parameter
n
Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
55 55 55 47
Hasil Uji t Thitung 1.9595 0.4545 1.8471 4.6754
Ttabel (α;df) 2.0129 2.0106 2.0129 2.0262
P (two-tail) 0.0561 0.6515 0.0712 0.0000
36
Berdasarkan Tabel 1, parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa menunjukkan nilai Thitung ≤ Ttabel dan P (two tail) > 5% pada taraf kepercayaan 95%. Sementara itu, parameter protein menunjukkan nilai Thitung > Ttabel dan P (two tail) ≤ 5% pada taraf kepercayaan 95%. Maksud dari 5% adalah tingkat kesalahan yang diizinkan maksimal 5% dengan taraf kepercayaan 95% (Efendi & Miranto 2008). Apabila dilakukan pengujian sebanyak 100 kali, diasumsikan terdapat lima data yang gagal. Parameter total padatan 55 sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (1.9595 < 2.0129) dan P (two tail) > 0.05 (0.0561 > 0.05). Parameter kadar lemak 55 sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (0.4545 < 2.0106) dan P (two tail) > 0.05 (0.6515 > 0.05). Parameter sukrosa 55 sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (1.8471 < 2.0129) dan P (two tail) > 0.05 (0.0712 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian Y pada parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa dengan taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan komposisi total padatan, kadar lemak, dan sukrosa sampel recovery produk A varian X hampir sama dengan sampel recovery produk A varian Y. Sementara itu, parameter protein memiliki nilai T hitung > Ttabel (4.6754 > 2.0262) dan P (two tail) ≤ 0.05 (0.0000 < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan hipotesis awal (H0) ditolak dan H1 diterima, yaitu hasil analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian Y pada parameter protein dengan taraf kepercayaan 95%. Hal ini menjelaskan bahwa komposisi protein sampel recovery produk A varian X berbeda dengan sampel recovery produk A varian Y. Berdasarkan hasil uji t tersebut dapat dikatakan bahwa data analisis metode konvensional parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa sampel recovery produk A varian X dan varian Y dapat digabungkan dan digunakan untuk dibuat model kalibrasi sampel recovery produk A. Sementara itu, parameter protein sampel recovery produk A varian X dan varian Y tidak dapat digabungkan pada pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A meskipun memiliki spektrum sampel yang hampir sama. Hal ini dikarenakan produk asal kedua varian sampel recovery produk A tersebut memiliki komposisi protein yang berbeda.
2. Model Kalibrasi Metode Spektroskopi NIR Data spektrum NIR masing-masing sampel yang mencakup empat parameter komposisi (kadar lemak, protein, total padatan, dan sukrosa) dan data analisis metode konvensional sampel recovery produk A selanjutnya diolah dengan menggunakan software WinISI yang terdapat pada instrumen NIRS menjadi model kalibrasi. Metode kalibrasi yang digunakan oleh software WinISI adalah metode PLS (Partial Least Square). Jumlah sampel recovery produk A yang digunakan oleh software WinISI untuk proses kalibrasi tidak semuanya. Dari 55 sampel recovery produk A yang merupakan gabungan dua varian sampel recovery produk A, 48 sampel yang digunakan untuk kalibrasi parameter total padatan; 46 sampel yang digunakan untuk kalibrasi parameter kadar lemak; 47 sampel yang digunakan untuk kalibrasi parameter sukrosa; dan 42 sampel yang digunakan untuk kalibrasi parameter protein. Pengolahan data menggunakan metode PLS oleh software WinISI menghasilkan model kalibrasi masing-masing parameter komposisi sampel recovery produk A. Model kalibrasi
37
yang diperoleh untuk parameter total padatan adalah Ytotal padatan = a + b1X1 + b2X2 + ......
+ b48X48. Model kalibrasi yang diperoleh untuk parameter kadar lemak adalah Ykadar lemak = a + l1X1 + l2X2 + ...... + l46X46. Model kalibrasi yang diperoleh untuk parameter sukrosa adalah Ysukrosa = a + s1X1 + s2X2 + ...... + s47X47. Model kalibrasi yang diperoleh untuk parameter protein adalah Yprotein= a + p1X1 + p2X2 + ...... + p42X42. Hasil kalibrasi metode spektroskopi NIR dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil kalibrasi dan validasi internal NIRS sampel recovery produk A Parameter
n
Mean (%)
Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
48 46 47 42
18.5054 2.2504 11.5474 1.4036
Kalibrasi SEC (%) R2 0.1014 0.9998 0.0375 0.9981 0.1329 0.9992 0.0766 0.9921
Cross Validation SECV (%) 1-VR 0.1558 0.9996 0.0524 0.9962 0.2369 0.9976 0.1281 0.9783
Berdasarkan hasil kalibrasi 48 sampel (Tabel 2), model kalibrasi parameter total padatan sampel recovery produk A memiliki nilai SEC sebesar 0.1014%. Nilai ini memperlihatkan hasil analisis total padatan metode spektroskopi NIR dengan hasil kuantitatif metode konvensional memiliki perbedaan sebesar 0.1014%. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi parameter total padatan sampel recovery produk A cukup baik. Nilai R2 parameter total padatan sampel recovery produk A adalah 0.9998. Nilai koefisien determinasi total padatan hampir mendekati 1. Nilai ini menujukkan pendugaan absorbansi total padatan metode spektroskopi NIR 99.98% mendekati hasil analisis metode konvensional. Setelah dilakukan kalibrasi, software selanjutnya melakukan validasi internal yang disebut “cross validation” pada 1/3 data yang digunakan untuk kalibrasi. Tujuan dari validasi internal adalah untuk membantu menguji kecocokan model kalibrasi dalam kemampuan memprediksi hasil kuantitatif dengan tepat. Validasi internal mampu memperlihatkan bahwa semua sampel spektrum tersebut dapat diidentifikasi atau memenuhi syarat menurut prosedur, tanpa melebihi ambang batas (EMEA 2012). Berdasarkan hasil validasi internal (Tabel 2), model kalibrasi parameter total padatan memiliki nilai SECV sebesar 0.1558%. Nilai ini menunjukkan bahwa perbedaan hasil analisis total padatan metode spektroskopi NIR dengan hasil analisis metode konvensional berdasarkan validasi internal adalah sebesar 0.1558%. Hasil SECV < 1% menunjukkan akurasi prediksi parameter total padatan sampel recovery produk A cukup baik. Nilai 1-VR yang dihasilkan pada parameter total padatan sampel recovery produk A adalah 0.9996. Nilai ini menunjukkan pendugaan absorbansi total padatan metode spektroskopi NIR 99.96% mendekati hasil analisis metode konvensional berdasarkan metode validasi internal. Model kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk A memiliki nilai SEC sebesar 0.0375% (Tabel 2). Nilai ini memperlihatkan hasil analisis kadar lemak metode spektroskopi NIR dengan hasil kuantitatif metode konvensional pada 46 sampel recovery produk A memiliki perbedaan sebesar 0.0375%. Hasil SEC < 1% menunjukkan model kalibrasi parameter kadar lemak yang dihasilkan cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan parameter kadar lemak sampel recover y produk Aadalah 0.9981. Nilai koefisien determinasi kadar lemak ini hampir mendekati 1. Nilai ini menunjukkan pendugaan absorbansi kadar lemak metode spektroskopi NIR 99.81% mendekati hasil analisis metode konvensional.
38
Berdasarkan hasil validasi internal (Tabel 2), model kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk A memiliki nilai SECV sebesar 0.0524%. Hasil ini menunjukkan bahwa validasi internal menghasilkan perbedaan hasil analisis kadar lemak metode spektroskopi NIR dengan hasil analisis metode konvensional sebesar 0.0524%. Hasil SECV < 1% menunjukkan bahwa akurasi prediksi parameter kadar lemak sampel recovery produk A dikatakan cukup baik. Nilai 1-VR yang dihasilkan pada parameter kadar lemak sampel recovery produk A adalah 0.9962. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan absorbansi kadar lemak metode spektroskopi NIR 99.62% mendekati hasil analisis metode konvensional dengan metode validasi internal. Model kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk A memiliki nilai SEC sebesar 0.1329% (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa hasil analisis sukrosa metode spektroskopi NIR memiliki perbedaan sebesar 0.1329% dengan hasil kuantitatif metode konvensional pada 47 sampel recovery produk A. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi parameter sukrosa yang dihasilkan cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan pada parameter sukrosa sampel recovery produk A adalah 0.9992. Nilai koefisien determinasi sukrosa ini hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan absorbansi sukrosa metode spektroskopi NIR 99.92% mendekati hasil analisis metode konvensional. Berdasarkan hasil validasi internal (Tabel 2), model kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk A memiliki nilai SECV sebesar 0.2369%. Hasil ini menunjukkan bahwa validasi internal menghasilkan perbedaan hasil analisis sukrosa metode spektroskopi NIR dengan hasil analisis metode konvensional sebesar 0.2369%. Hasil SECV < 1% menunjukkan bahwa akurasi prediksi parameter sukrosa dikatakan cukup baik. Nilai 1-VR yang dihasilkan pada parameter sukrosa sampel recovery produk A adalah 0.9976. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan absorbansi sukrosa metode spektroskopi NIR 99.76% mendekati hasil analisis metode konvensional berdasarkan validasi internal. Model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk A memiliki nilai SEC sebesar 0.0766% (Tabel 2). Hasil ini memperlihatkan bahwa dari 42 sampel recovery produk A diperoleh perbedaan antara hasil analisis protein metode spektroskopi NIR dengan hasil kuantitatif metode konvensional sebesar 0.0766%. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi parameter protein yang dihasilkan cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan pada parameter protein sampel recovery produk A adalah 0.9921. Nilai koefisien determinasi sukrosa ini hampir mendekati 1. Nilai ini menunjukkan pendugaan absorbansi protein metode spektroskopi NIR 99.21% mendekati hasil analisis metode konvensional. Berdasarkan hasil validasi internal (Tabel 2), model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk A memiliki nilai SECV sebesar 0.1281%. Hasil ini menunjukkan bahwa validasi internal menghasilkan perbedaan hasil analisis protein metode spektroskopi NIR dengan hasil analisis metode konvensional sebesar 0.1281%. Hasil SECV < 1% menunjukkan bahwa akurasi prediksi parameter protein dikatakan cukup baik. Nilai 1-VR yang dihasilkan pada parameter protein sampel recovery produk A adalah 0.9783. Nilai ini menunjukkan pendugaan absorbansi protein NIR 97.83% mendekati hasil analisis metode konvensional berdasarkan validasi internal. Parameter protein sampel recovery produk A memiliki nilai R2 dan 1-VR terendah di antara tiga parameter lainnya. Hal ini disebabkan penggunaan data analisis protein metode konvensional dua varian sampel recovery produk A yang seharusnya tidak digabungkan meskipun spektrumnya hampir sama.
39
3. Verifikasi Model Kalibrasi Metode Spektroskopi NIR Model kalibrasi empat parameter komposisi sampel recovery produk A menggunakan metode spektroskopi NIR yang telah terbentuk selanjutnya diverifikasi menggunakan uji t. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan data hasil pembacaan instrumen NIR dan hasil analisis metode konvensional menggunakan uji t. Uji verifikasi tersebut dilakukan pada 10 sampel recovery produk A yang terdiri atas 2/3 varian X dan 1/3 varian Y. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil uji kenormalan menunjukkan data yang digunakan untuk verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR tersebar normal. Hasil uji kenormalan dan uji t terhadap empat parameter yang terdapat dalam model kalibrasi metode spektroskopi NIR dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 11-12. Tabel 3. Hasil verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR menggunakan uji t Parameter
n
Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
10 10 10 10
SD (%)
Hasil uji t
NIRS
Manual
Thitung
6.4456 0.7986 3.7659 0.5965
6.3769 0.8557 3.9511 0.6194
0.4254 -1.4776 2.0097 -0.4137
Ttabel(0.05;9)
P (two tail)
2.2622
0.6805 0.1736 0.0754 0.6888
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui pengujian metode spektroskopi NIR memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional/manual (SD NIRS ≤ SD Manual) pada parameter kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk A. Parameter total padatan memiliki ketelitian metode konvensional yang lebih baik dibandingkan metode spektroskopi NIR (SD manual ≤ SD NIRS). Selanjutnya dilakukan uji t untuk mengetahui apakah hasil analisis metode spektroskopi NIR dapat ditetrima. Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa keempat parameter yang terdapat pada sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel atau P (two tail) > 5%. Maksud dari 5% adalah tingkat kesalahan yang diizinkan maksimal 5% dengan taraf kepercayaan 95% (Efendi & Miranto 2008). Apabila dilakukan pengujian sebanyak 100 kali, diasumsikan data yang gagal adalah lima kali. Parameter total padatan pada sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (0.4254 < 2.2622) dan P (two tail) > 0.05 (0.6805 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis total padatan sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya pada taraf kepercayaan 95%. Meskipun ketelitian metode konvensional lebih baik dibandingkan metode NIR, namun setelah dilakukan uji t diketahui bahwa hasil analisis total padatan menggunakan metode NIR tidak berbeda nyata dengan analisis metode konvensional. Parameter kadar lemak sampel recovery produk A memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (-1.4776 < 2.2622) dan P (two tail) > 0.05 (0.1736 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis kadar lemak sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya pada taraf kepercayaan 95%. Begitu pula dengan parameter sukrosa yang memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (2.0097 < 2.2622) dan P (two tail) > 0.05 (0.0754 > 0.05). Parameter protein memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (-0.4137 < 2.2622) dan P (two tail) > 0.05 (0.6888 > 0.05). Hasil tersebut
40
menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis sukrosa dan protein sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya pada taraf kepercayaan 5%. Berdasarkan hasil uji t tersebut dapat dikatakan model kalibrasi parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya pada penentuan komposisi sampel recovery produk A. Model kalibrasi tersebut dikatakan baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi komposisi sampel recovery produk A varian X dan varian Y. Meskipun berdasarkan hasil verifikasi model kalibrasi parameter protein tidak berbeda nyata, namun model kalibrasi parameter protein tersebut hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter protein pada salah satu varian sampel recovery produk A. Hal ini disebabkan oleh hasil uji t pada data analisis metode konvensional menunjukkan bahwa parameter protein sampel recovery produk A varian X berbeda dengan varian Y. Berdasarkan banyaknya data yang digunakan, kemungkinan besar model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk A masih dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk A varian X karena data yang digunakan untuk membuat model kalibrasi dan verifikasi didominasi oleh sampel recovery produk A varian X.
B. SPEKTROSKOPI FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) 1. Analisis Sampel a. Data Kuantitatif Parameter Komposisi Instrumen Spektroskopi FTIR Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah metode spektroskopi yang menggunakan panjang gelombang mid-infrared, yaitu 2500-30000 nm (Stuart 2004). Sama halnya dengan metode spektroskopi NIR, metode spektroskopi FTIR merupakan metode spektroskopi inframerah yang mengukur getaran atom dari suatu molekul dan termasuk metode cepat untuk mengevaluasi mutu bahan. Panjang gelombang yang umum digunakan untuk mengevaluasi mutu produk susu berkisar antara 2500-10000 nm (Etzion et al. 2004). Metode spektroskopi FTIR ini digunakan untuk menganilisis komposisi sampel recovery produk B dengan total padatan ≤ 15%. Instrumen FTIRS yang digunakan pada pembuatan model kalibrasi sampel recovery adalah FOSS MilkoScan FT120. Data kuantitatif parameter komposisi merupakan hasil Fourier-Transformation dari data spektrum (kualitatif) menjadi data komposisi (kuantitatif). Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B tidak membutuhkan data spektrum karena sifat fisik, komposisi kimia, dan spektrum sampel recovery produk B (produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%) hampir sama dengan produknya. Data kuantitatif parameter komposisi sampel recovery produk B yang dihasilkan dari pembacaan menggunakan instrumen FTIRS dibutuhkan untuk verifikasi awal dan pembuatan model kalibrasi baru apabila diperlukan. Pada pembuatan model kalibrasi baru, data kuantitatif parameter komposisi sampel recovery produk B tersebut dijadikan sampel set kalibrasi (seri kalibrasi yang digunakan untuk menyesuaikan model kalibrasi yang telah ada) (FOSS 2005).
b. Data Analisis Metode Konvensional Selain data kuantitatif parameter komposisi, data analisis metode konvensional diperlukan pula untuk mengetahui apakah model kalibrasi yang digunakan telah sesuai
41
untuk mengevaluasi mutu sampel recovery produk B. Apabila setelah melalui verifikasi awal ternyata model kalibrasi yang digunakan tidak sesuai, maka data analisis konvensional tersebut digunakan untuk pembuatan model kalibrasi baru yang sesuai dengan sampel recovery produk B. Hasil analisis metode konvensional sampel recovery produk B selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13-16.
2. Verifikasi Awal Hasil Analisis Sampel Data kuantitatif dan data analisis metode konvensional keempat parameter komposisi yang telah diperoleh selanjutnya diverifikasi menggunakan uji t. Berdasarkan uji kenormalan data, kedua jenis data yang dihasilkan pada tahap analisis sampel recovery produk B tersebar normal (Lampiran 17). Hasil uji t keempat parameter komposisi sampel recovery produk B disajikan pada Tabel 4 dan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 18. Tabel 4. Hasil verifikasi awal hasil analisis sampel recovery produk B menggunakan uji t Parameter
n
Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
13 13 13 13
Thitung
Hasil Uji t Ttabel (0.05;12)
16.6656 -16.0669 18.8719 21.8999
2.1788
P (two-tail) 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Berdasarkan Tabel 4, parameter total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein menunjukkan nilai Thitung > Ttabel dan P (two tail) ≤ 5% pada taraf kepercayaan 95%. Maksud dari 5% adalah tingkat kesalahan yang diizinkan maksimal 5% dengan taraf kepercayaan 95% (Efendi & Miranto 2008). Apabila dilakukan pengujian sebanyak 100 kali, diasumsikan terdapat lima data yang gagal. Parameter total padatan sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung > Ttabel (16.6656 > 2.1788) dan P (two tail) ≤ 0.05 (0.0000 < 0.05). Parameter kadar lemak sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung > Ttabel (-16.0669 > 2.1788) dan P (two tail) ≤ 0.05 (0.0000 < 0.05). Parameter sukrosa sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung > Ttabel (18.8719 > 2.1788) dan P (two tail) ≤ 0.05 (0.0000 < 0.05). Parameter protein memiliki nilai Thitung > Ttabel (21.8999 > 2.1788) dan P (two tail) ≤ 0.05 (0.0000 < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) ditolak dan H1 diterima, yaitu hasil analisis total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil verifikasi awal tersebut dapat dikatakan bahwa model kalibrasi yang telah ada sebelumnya tidak sesuai untuk digunakan pada pembacaan parameter komposisi sampel recovery produk B. Oleh sebab itu, perlu dibuat model kalibrasi baru dengan melakukan penyesuaian terhadap model kalibrasi tersebut dengan menggunakan metode adjustment slope and intercept.
3. Model Kalibrasi Metode Spektroskopi FTIR Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B dilakukan karena model kalibrasi yang telah tersedia sebelumnya dan digunakan untuk menganalisis parameter komposisi
42
sampel recovery produk B tidak sesuai. Hal ini ditunjukkan oleh hasil verifikasi awal analisis sampel recovery produk B. Hasil verifikasi tersebut menunjukkan bahwa hasil analisis total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensionalnya sehingga perlu dibuat model kalibrasi baru. Model kalibrasi baru tersebut dibuat berdasarkan sampel set kalibrasi dan data metode konvensional sampel recovery produk B. Proses pembuatan model kalibrasi dilakukan menggunakan software WinISI pada instrumen FTIRS. Selanjutnya data tersebut diolah dengan menggunakan analisis multivariate yang terdapat di software WinISI. Metode kalibrasi untuk pembuatan model kaibrasi sampel recovery produk B adalah metode adjustment slope and intercept. Metode adjustment slope and intercept digunakan untuk menyesuaikan model kalibrasi yang telah tersedia pada instrumen FOSS MilkoScan FT120 dengan seri kalibrasi sampel recovery produk B. Penyesuaian slope dan intercept tersebut menghasilkan model kalibrasi baru untuk sampel recovery produk B. Setelah data analisis metode konvensional dimasukkan, selanjutnya software WinISI mengolah data tersebut menjadi model kalibrasi. Model kalibrasi yang dihasilkan berupa model linear dan data yang diperoleh ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil kalibrasi FTIR pada sampel recovery produk B Parameter Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
Slope Baru Lama 1.2276 1.1054 0.8448 1.4433 0.8897 0.8703 0.3615 0.3615
Intercept Baru Lama -1.7212 -0.0865 0.0339 -0.2667 0.3562 0.6802 0.2240 0.4397
SEC (%) 0.0327 0.0125 0.0294 0.0377
R2 0.9993 0.9084 0.9991 0.5993
SE (%) 0.6358 0.1329 0.1903 0.2188
Bias 0.6235 -0.1296 0.1870 0.2157
Setelah data metode konvensional dimasukkan dan diolah dengan software WinISI pada instrumen FTIRS, selanjutnya diperoleh data slope, intercept, SEC (%), dan R2 model kalibrasi baru. Model kalibrasi parameter total padatan yang baru memiliki nilai slope dan intercept berturut-turut sebesar 1.2276 dan -1.7212. Hasil ini menjelaskan bahwa model kalibrasi parameter total padatan sampel recovery produk B memiliki kemiringan garis sebesar 1.2276 dan memotong sumbu y pada titik -1.7212. Pembuatan model kalibrasi parameter total padatan sampel recovery produk B yang baru menunjukkan nilai SEC sebesar 0.0327%. Hasil ini memperlihatkan hasil analisis total padatan metode spektroskopi FTIR memiliki perbedaan dengan hasil kuantitatif metode konvensional sebesar 0.0327%. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi parameter total padatan sampel recovery produk B cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan parameter total padatan sampel recovery produk B adalah 0.9993. Nilai koefisien determinasi total padatan hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan total padatan metode spektroskopi FTIR 99.93% mendekati hasil analisis metode konvensional. Kemampuan model kalibrasi yang telah ada sebelumnya (lama) untuk menganalisis jenis sampel yang baru dapat diketahui berdasarkan nilai standard error (SE) dan bias yang dihasilkan (Tabel 5). Nilai SE model kalibrasi parameter total padatan yang lama sebesar 0.6358% dengan bias sebesar 0.6253. Nilai SE yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa model kalibrasi yang digunakan dalam keadaan baik. Semakin kecil nilai bias maka rata-rata error antara hasil pembacaan instrumen dengan hasil analisis metode konvensional semakin kecil (EMEA 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa model kalibrasi yang telah ada
43
sebelumnya tidak baik untuk digunakan pada analisis parameter total padatan sampel recovery produk B. Selain itu, model kalibrasi parameter total padatan yang telah ada memiliki slope dan intercept berturut-turut sebesar 1.1054 dan -0,0856. Adanya perbedaan slope dan intercept menyebabkan dilakukannya penyesuaian slope dan intercept model kalibrasi parameter total padatan yang telah ada terhadap model kalibrasi yang baru. Berdasarkan Tabel 5, model kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk B yang baru memiliki slope dan intercept sebesar 0.8448 dan 0.0339. Hasil ini menjelaskan bahwa model kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk B memiliki kemiringan garis sebesar 0.8448 dan memotong sumbu y pada titik 0.0339. Pembuatan model kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk B yang baru menunjukkan nilai SEC sebesar 0.0125%. Hasil ini memperlihatkan hasil analisis kadar lemak metode spektroskopi FTIR memiliki perbedaan dengan hasil kuantitatif metode konvensional sebesar 0.0125%. Hasil SEC <1% menunjukkan bahwa model kalibrasi pada parameter kadar lemak sampel recovery produk B cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan parameter kadar lemak sampel recovery produk B adalah 0.9084. Nilai koefisien determinasi kadar lemak hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan kadar lemak metode spektroskopi FTIR 90.84% mendekati hasil analisis metode konvensional. Berdasarkan hasil kalibrasi parameter kadar lemak sampel recovery produk B (Tabel 5) dapat diketahui bahwa pada parameter kadar lemak memiliki nilai SE model kalibrasi lama sebesar 0.1329% dengan bias sebesar -0.1296. Nilai SE yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa model kalibrasi yang digunakan dalam keadaan baik. Hasil ini menunjukkan bahwa model kalibrasi yang telah ada sebelumnya tidak cukup baik untuk digunakan pada analisis parameter kadar lemak sampel recovery produk B. Selain itu, model kalibrasi parameter kadar lemak yang telah ada memiliki slope dan intercept berturut-turut sebesar 1.4433 dan -0,2667. Adanya perbedaan slope dan intercept menyebabkan dilakukannya penyesuaian slope dan intercept model kalibrasi parameter kadar lemak yang telah ada terhadap model kalibrasi baru. Berdasarkan Tabel 5, model kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk B yang baru memiliki slope dan intercept sebesar 0.8897 dan 0.3562. Hasil ini menjelaskan bahwa model kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk B memiliki kemiringan garis sebesar 0.8897 dan memotong sumbu y pada titik 0.3562. Pembuatan model kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk B yang baru menunjukkan nilai SEC sebesar 0.0294%. Hasil ini memperlihatkan hasil analisis sukrosa metode spektroskopi FTIR memiliki perbedaan dengan hasil kuantitatif metode konvensional sebesar 0.0294%. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi pada parameter sukrosa sampel recovery produk B cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan parameter sukrosa sampel recovery produk B adalah 0.9991. Nilai koefisien determinasi sukrosa hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan sukrosa metode spektroskopi FTIR 99.91% mendekati hasil analisis metode konvensional. Berdasarkan hasil kalibrasi parameter sukrosa sampel recovery produk B (Tabel 5) dapat diketahui bahwa pada parameter sukrosa memiliki nilai SE model kalibrasi lama sebesar 0.1903% dengan bias sebesar 0.1870. Hasil ini menunjukkan bahwa model kalibrasi yang telah ada sebelumnya tidak cukup baik untuk digunakan pada analisis parameter sukrosa sampel recovery produk B. Selain itu, model kalibrasi yang telah ada memiliki slope dan intercept berturut-turut sebesar 0.8703 dan 0.6802. Adanya perbedaan slope dan intercept menyebabkan
44
dilakukannya penyesuaian slope dan intercept model kalibrasi parameter sukrosa yang telah ada terhadap model kalibrasi yang baru. Berdasarkan Tabel 5, model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk B yang baru memiliki slope dan intercept sebesar 0.3615 dan 0.2240. Hasil ini menjelaskan bahwa model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk B memiliki kemiringan garis sebesar 0.3615 dan memotong sumbu y pada titik 0.2240. Pembuatan model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk B yang baru menunjukkan nilai SEC sebesar 0.0377%. Hasil ini memperlihatkan hasil analisis protein metode spektroskopi FTIR memiliki perbedaan dengan hasil kuantitatif metode konvensional sebesar 0.0377%. Hasil SEC < 1% menunjukkan bahwa model kalibrasi pada parameter protein sampel recovery produk B cukup baik. Nilai R2 yang dihasilkan parameter prtotein sampel recovery produk B tidak cukup baik, yaitu sebesar 0.5993. Nilai koefisien determinasi protein sampel recovery produk B sangat rendah belum mendekati 1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pendugaan protein metode FTIR hanya 59.93% mendekati hasil analisis metode konvensional. Rendahnya nilai koefisien determinasi parameter protein dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya deteriorasi kimia pada sampel karena sampel disimpan terlalu lama, error pada hasil analisis metode konvensional, dan adanya beberapa komponen selain protein, lemak, atau sukrosa dalam jumlah yang tidak teratur yang mungkin menyerap radiasi sinar inframerah pada satu atau lebih komponen (contohnya asam sitrat) (Kaylegian et al. 2006). Berdasarkan hasil kalibrasi parameter protein sampel recovery produk B (Tabel 5) dapat diketahui bahwa pada parameter protein memiliki nilai SE model kalibrasi lama sebesar 0.2188% dengan bias sebesar 0.2157. Hasil ini menunjukkan bahwa model kalibrasi yang telah ada sebelumnya tidak cukup baik untuk digunakan pada analisis parameter protein sampel recovery produk B. Selain itu, model kalibrasi yang telah ada memiliki slope dan intercept berturut-turut sebesar 0.3615 dan 0.4397. Adanya perbedaan intercept menyebabkan dilakukannya penyesuaian intercept model kalibrasi parameter protein yang telah ada terhadap model kalibrasi yang baru.
4. Verifikasi Model Kalibrasi Metode Spektroskopi FTIR Setelah diperoleh model kalibrasi metode spektroskopi FTIR untuk keempat parameter komposisi, kemudian model kalibrasi metode spektroskopi FTIR yang baru diverifikasi. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil analisis sampel recovery produk B menggunakan model kalibrasi baru pada instrumen FTIRS dan metode konvensional. Model kalibrasi FTIR diverifikasi menggunakan uji t. Uji verifikasi ini dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2007. Pada verifikasi model kalibrasi ini digunakan 10 sampel recovery produk B. Data pengujian verifikasi sampel recovery produk B dapat dilihat pada Lampiran 19. Uji kenormalan menunjukkan data yang digunakan untuk tahap verifikasi model kalibrasi baru sampel recovery produk B tersebar normal (Lampiran 20). Hasil uji t pada keempat parameter yang terdapat dalam model kalibrasi FTIR dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 21.
45
Tabel 6. Hasil verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi FTIR menggunakan uji t Parameter
n
Total Padatan Lemak Sukrosa Protein
10 10 10 10
SD (%) FTIR 1.4580 0.0435 1.1285 0.0184
Manual 1.3431 0.0685 1.1094 0.0488
Hasil uji t Thitung -1.6110 -1.6948 -1.2137 -2.1828
Ttabel(0.05;9)
2.2622
P (two tail) 0.1416 0.1244 0.2557 0.0569
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui pengujian metode spektroskopi FTIR memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional/manual (SD FTIR ≤ SD Manual) pada parameter kadar lemak dan protein sampel recovery produk B. Parameter total padatan dan sukrosa memiliki ketelitian metode konvensional yang lebih baik dibandingkan metode spektroskopi FTIR (SD manual ≤ SD FTIR). Untuk mengidentifikasi apakah hasil analisis metode spektroskopi FTIR dapat diterima maka dilakukan uji t. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui empat parameter yang terdapat pada sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel atau P (two tail) > 5%. Maksud dari 5% adalah tingkat kesalahan yang diizinkan maksimal 5% dengan taraf kepercayaan 95% (Efendi & Miranto 2008). Apabila dilakukan pengujian sebanyak 100 kali, diasumsikan data yang gagal adalah lima kali. Parameter total padatan pada sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (1.6110 < 2.2622) atau P (two tail) > 0.05 (0.1416 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis total padatan sampel recovery produk B metode spektroskopi FTIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Meskipun ketelitian metode spektroskopi FTIR tidak sebaik ketelitian metode konvensional, namun berdasarkan uji t dapat dikatakan hasil analisis menggunakan metode spektroskopi FTIR dapat diterima karena tidak berbeda nyata. Parameter kadar lemak sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (-1.6948 < 2.2622) atau P (two tail) > 0.05 (0.1244 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis kadar lemak sampel recovery produk B metode spektroskopi FTIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional pada taraf kepercayaan 5%. Begitu pula dengan parameter sukrosa yang memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (-1.2137 < 2.2622) atau P (two tail) > 0.05 (0.2557 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis sukrosa sampel recovery produk B metode spektroskopi FTIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Meskipun parameter sukrosa memiliki nilai SD manual ≤ SD FTIR tetapi setelah dilakukan uji t diketahui bahwa hasil analisis metode spektroskopi FTIR tidak berbeda nyata dan dapat dikatakan hasil analisis metode spektroskopi FTIR dapat diterima. Nilai uji t parameter protein paling rendah di antara keempat parameter smapel recovery. Parameter protein sampel recovery produk B memiliki nilai Thitung ≤ Ttabel (-2.1828 < 2.2622) atau P (two tail) > 0.05 (0.0569 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal (H0) diterima, yaitu hasil analisis protein sampel recovery produk B metode spektroskopi FTIR tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini didukung oleh hasil ketelitian metode spektroskopi FTIR lebih baik dibandingkan metode konvensional (SD FTIR ≤ SD Manual). Nilai uji t yang rendah pada parameter protein mungkin dapat dipengaruhi adanya deteriorasi kimia seperti denaturasi protein pada sampel
46
sebelum dilakukan analisis menggunakan metode konvensional dan error pada hasil analisis metode konvensional. Selain itu, dilihat dari nilai R2 model kalibrasi parameter protein yang rendah mungkin juga mempengaruhi hasil analisis protein dengan metode FTIR. Berdasarkan hasil uji t tersebut dapat dikatakan model kalibrasi yang telah dibuat cukup baik dilihat dari hasil analisis metode spektroskopi FTIR yang tidak berbeda nyata dengan hasil analisis metode konvensional pada parameter total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein sampel recovery produk B. Berdasarkan hasil tersebut, model kalibrasi sampel recovery yang dihasilkan dikatakan baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu parameter komposisi sampel recovery produk B.
47
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk A (produk susu yang memiliki total padatan >15%) menggunakan metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data spektrum NIR dan data analisis metode konvensional. Data spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian X hampir sama dengan spektrum absorbansi NIR sampel recovery produk A varian Y dan memperlihatkan gugus penyusun lemak, sukrosa, protein, dan air. Data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A varian Y tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05) pada parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa berdasarkan analisis statistik. Sementara itu, data analisis metode konvensional parameter protein sampel recovery produk A varian X dan sampel recovery produk A varian Y berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi internal menggunakan metode spektroskopi NIR dapat diketahui bahwa model kalibrasi parameter total padatan merupakan model kalibrasi terbaik (R2 = 0.9998, 1-VR = 0.9996). Berdasarkan analisis statistik, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk A metode spektroskopi NIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05). Namun, data analisis metode konvensional parameter protein menunjukkan bahwa model kalibrasi parameter protein hanya dapat digunakan pada sampel recovery produk A varian X. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa model kalibrasi metode spektroskopi NIR yang dibuat untuk sampel recovery produk A cukup baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter total padatan, kadar lemak, dan sukrosa pada sampel recovery produk A. Pembuatan model kalibrasi sampel recovery produk B (produk susu yang memiliki total padatan ≤ 15%) menggunakan metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) menghasilkan dua jenis data analisis, yaitu data kuantitatif parameter komposisi dan data analisis metode konvensional. Kedua data tersebut kemudian diverifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi awal menggunakan analisis statistika, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR dan hasil analisis metode konvensional berbeda nyata (P (two tail) ≤ 0.05). Oleh sebab itu, dilakukan pembuatan model kalibrasi baru dengan menyesuaikan model kalibrasi yang telah ada. Berdasarkan penyesuaian model kalibrasi menggunakan metode spektroskopi FTIR dapat diketahui bahwa model kalibrasi parameter total padatan merupakan model kalibrasi terbaik pada penyesuaian model kalibrasi tersebut (R2 = 0.9993). Berdasarkan tahap verifikasi model kalibrasi baru menggunakan analisis statistika, hasil analisis keempat parameter komposisi sampel recovery produk B menggunakan metode spektroskopi FTIR dan hasil analisis metode konvensional tidak berbeda nyata (P (two tail) > 0.05). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa model kalibrasi metode spektroskopi FTIR yang baru cukup baik dan dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter total padatan, kadar lemak, sukrosa, dan protein pada sampel recovery produk B.
48
B. SARAN Model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk A dengan metode spektroskopi Near Infrared Reflectance (NIR) perlu diverifikasi menggunakan sampel recovery produk A varian X saja atau varian Y saja. Hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa model kalibrasi parameter protein sampel recovery produk A yang telah diperoleh dapat digunakan untuk mengevaluasi parameter protein salah satu varian di antara dua varian sampel recovery produk A tersebut. Instrumen NIRS dan FTIR perlu dievaluasi setiap minggunya dengan metode konvensional pada masing-masing parameter komposisi sampel recovery untuk memantau konsistensi pengukuran instrumen.
49
VII. DAFTAR PUSTAKA Ariningsih E. 2007. Pengembangan industri pengolahan susu dalam upaya peningkatan konsumsi susu dan produk-produk olahan susu di Indonesia. Makalah pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII, 21 November 2007, Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Method of Analysis International, 18th ed. Gaithersburg: AOAC International. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan. Jakarta: Standardisasi Produk Pangan. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 2971: 2011: Susu Kental Manis. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. Beutler E, Groux MJA. 2008. Shelf – stable condensed milk with reduced sugar content. US Patent 2008/0050492A1. Brandão MC, Carmo AP, Bell MJV, Anjos VC. 2010. Characterization of milk by infrared spectroscopy. Rev Inst Latic “Cândido Tostes” 65: 30-33. Bylund G. 2003. Dairy Processing Handbook, 2nd ed. Lund: Tetra Pak Processing System AB. Cécillon L, Brun JJ. 2010. Near-infrared reflectance spectroscopy (NIRS): a practical tool for the assessment of soil carbon and nitrogen budget. Greenhouse-gas budget of soils under changing climate and land use (BurnOut) . COST 639. 2006-2010. pp 103-110 Cen H, He Y. 2007. Theory and Application of Near Infrared Reflectance Spectroscopy in Determination of Food Quality. China: College of Biosystems Engineering and Food Science, Zhejiang Universtiy. Deeth HC, Hartanto J. 2009. Chemistry of milk – role of constituents in evaporation and drying. In: Tamime, A. (ed). Dairy Powders and Concentrated Products. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd., pp 1-22 Decandia M, Giovanetti V, Boe F, Scanu G, Cabiddu A, Molle G, Cannas A, Landau S. 2009. Faecal NIRS to assess the chemical composition and the nutritive value of dairy sheep diets. Options Méditerranéennes: A Nutritional and Foraging Ecology of Sheep and Goats 85: 135-139. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2004. PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Dryden GM. 2003. Near Infrared Reflectance Spectroscopy: Application in Deer Nutrition Rural Industries Research and Development Corporation. Kingston : Australia.
50
Efendi A, Miranto EY. 2008. Pengolahan dan Analisis Data dengan Microsoft Excel: Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta: Salemba Infotek. Esbensen KH. 2002. Multivariate Data Analysis – in Practice, 5th ed. Norway: Camo ASA. [EMEA] Europe Medicine Agency. 2012. Guideline on the Use of Near Infrared Spectroscopy (NIRS) by the Pharmaceutical Industry and the Data Requirements for New Submissions and Variations. United Kingdom: Europe Medicine Agency., pp 4-28 Etzion Y, Linker R, Cogan U, Shmulevich I. 2004. Determination of protein concentration in raw milk by mid-infrared fourier transform infrared/attenuated total reflectance spectroscopy. J Dairy Sci 87: 2779-2788. FOSS. 2004. MilkoScan FT120: the Versatile FTIR Product Analyser Concept and Technology. Denmark: FOSS Analytical. FOSS. 2005. MilkoScan FT120: Improving Quality through Knowledge. Denmark: FOSS Analytical Frankhuizen R. 2008. NIR analysis for dairy product. In: Burns, DA & Ciurcizak, EW. (eds). Handbook of Near Infrared Analysis, 3rd ed. New York: CRC Press., pp 415-436 Gagné S. 2008. Food Energetics: The Spiritual, Emotional, and Nutritional Power of What We Eat. 3rd ed. Vermont: Healing Arts Press. Gedam K, Prasad R, Vijay VK. 2007. The study on UHT processing of milk: a versatile option for rural sector. World J Dairy Food Sci 2 (2): 49-53. [IDF] International Dairy Federation. 2004. Sweetened condensed milk - determination of sucrose content – polarimetric method. Brussels: Buletin International Dairy Federation. Kaylegian KE, Houghton GE, Lynch JM, Fleming JR, Barbano DM. 2006. Calibration of infrared milk analyzers: modified milk versus producer milk. J Dairy Sci 89: 2817-2832. Kumar DS, Aenugu HPR, Srisudharson, Parthiban N, Ghosh SS, Banji D. 2011. Near infra red spectroscopy- an overview. Int J ChemTech Res 3(2): 825-836. Mark H, Campbell B. 2008. An Introduction to Near Infrared Spectroscopy and Associated Chemometrics. USA: The Council for Near Infrared Spectroscopy. Muchtadi D, Astawan M, Palupi NS. 2006. Metabolisme Zat Gizi Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka. Oktaviani L. 2011. Perkembangan industri susu kental manis http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=55696. [7 April 2012]
indonesia.
51
Oliveira MN, Penna ALB, Nevarez HG. 2009. Production of evaporated milk, sweetened condensed milk, and ‟dulce de leche‟. In: Tamime, A. (ed). Dairy Powders and Concentrated Products. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd., pp 149-177 Osborne BG. 2000. Near infrared spectroscopy in food analysis. In: Meyer, R.A. (ed). Encyclopedia of Analytical Chemistry. United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd., pp 1-14 O'Sullivan A, O'Connor B, Kelly A, McGrath MJ. 1999. The use of chemical and infrared methods for analysis of milk and dairy products. Int J Dairy Tech 52(4):139-148 Otto M. 2007. Chemometrics. German: Willey-Vch. Patton S. 2005. Milk: Its Remarkable Contribution to Human Health and Well-Being. New Jersey: Transaction Publishers. [QC] Quality Control Departement. 2008. Work Instruction. Jakarta: PT Frisian Flag Indonesia. Restaino EA, Fernandez EG, La Manna A, Cozzolino D. 2009. Prediction of the nutritive value of pasture silage by near infrared spectroscopy (NIRS). Chilean J Agric Res 69(4):560-566 Santoso S. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Saparinto C, Hidayati D. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Šašić S, Ozaki Y. 2001. Short-wave near-infrared spectroscopy of biological fluids quantitative analysis of fat, protein, and lactose in raw milk by partial least-squares regression and band assignment. Anal Chem 73: 64-71. Schols HA, Visser RGF, Voragen AGJ. 2009. Pectins and Pectinases. Netherlands: Wageningen Academic Publisher. Shenk JS, Workman JJ, Westerhaus MO. 2008. Application of NIR spectroscopy to agricultural products. In: Burns, DA & Ciurcizak, EW. (eds). Handbook of Near Infrared Analysis. 3rd ed. New York: CRC Press. pp 348-382 Shier R. 2004. Statistic: Paired T-Test. USA: Matematics Learning Support Center. Stuart B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd., pp 1-70 Taoukis PS, Richardson M. 2007. Principles of intermediate moisture foods and related technology. In: Barbosa-Cánovas, GV; Fontana, AJ; Schmidt, SJ & Labuza, TP. (eds). Water Activity in Foods: Fundamentals and Applications. USA: Blackwell Publishing Ltd., pp 273-312 [TNC] Thermo Nicolet Corporation. 2001. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. USA: Thermo Nicolet.
52
Tobias RD. 2012. An Introduction to Partial Least Squares Regression. New York: SAS Institute Inc. Tsenkova R, Atanassova S, Itoh K, Ozaki Y, Toyoda K. Near infrared spectroscopy for biomonitoring: cow milk composition measurement in a spectral region from 1100 to 2400 nanometers. J Anim Sci 78: 515-522. Vaclavic VA, Christian EW. 2008. Essentials of Food Science, 3rd ed. New York: Springer. Wahyono T. 2010. Analisis Regresi dengan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press. Wehr HM, Frank JF. 2004. Standard Methods for Examination of Dairy Products. USA: American Public Health Association.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi PT Frisian Flag Indonesia
55
Lampiran 2. Struktur organisasi Quality Control PT Frisian Flag Indonesia
56
Lampiran 3. Produk yang dihasilkan PT Frisian Flag Indonesia Plant Ciracas Kemasan
Produk Susu Kental Manis Full Cream Gold Susu Kental Manis Cokelat Kaleng (Can) Susu Kental Manis Omela Susu Bendera Krimer Kental Manis Frisian Flag UHT Disney, Kids, School Cokelat Frisian Flag UHT Disney, Kids, School Strawberry Karton (carton pack) 115 ml Frisian Flag UHT Cokelat Frisian Flag UHT Strawberry Frisian Flag UHT Full Cream Frisian Flag UHT Disney, Kids, School Cokelat Frisian Flag UHT Disney, Kids, School Strawberry Karton (carton pack) 190 ml Frisian Flag UHT Cokelat Frisian Flag UHT Strawberry Frisian Flag UHT Full Cream Hi Lo Belgian Chocolate Karton (carton pack) 250 ml Hi Lo Californian Strawberry Hi Lo French Vanilla Frisian Flag UHT Family Full Cream Karton (carton pack) 1000 ml Frisian Flag UHT Family Low Fat Frisian Flag UHT Family cokelat Yes! Anggur Yes! Apel Hijau Botol 90 ml Yes! Jeruk Yes! Strawberry Yes! Tutty Fruity Frisian Flag Cair Cokelat Botol 190 ml Frisian Flag Cair Strawberry Frisian Flag Cair Cokelat Botol 800 ml Frisian Flag Cair Full Cream Frisian Flag Cair Low Fat Yes! Anggur Pillo Flex 90 ml Yes! Strawberry Yes! Tutty Fruity Yes! Cokelat
57
Lampiran 4. Data analisis konvensional total padatan sampel recovery produk A
Sampel* rec 1 rec 2 rec 3 rec 4 rec 5 rec 6 rec 7 rec 8 rec 9 rec 10 rec 11 rec 12 rec 13 rec 14 rec 15 rec 16 rec 17 rec 18 rec 19 rec 20 rec 21 rec 22 rec 23 rec 24 rec 25
Bobot dish+Fiber paper (g) 1.2364 1.2571 1.2585 1.2684 1.2350 1.2546 1.2601 1.2583 1.2758 1.2833 1.2655 1.2444 1.2539 1.2754 1.2935 1.2434 1.3014 1.2634 1.2878 1.2368 1.2474 1.2707 1.2482 1.2555 1.2768 1.2514 1.2613 1.2610 1.2719 1.2562 1.2360 1.2747 1.2611 1.2608 1.2927 1.2516 1.2951 1.2622 1.2680 1.2731 1.2631 1.2562 1.2753 1.2594 1.2765 1.2579 1.2616 1.2582 1.2875 1.2788
Bobot sampel (g) 1.1061 1.1182 1.1369 1.0590 1.1539 1.1604 1.2706 1.1055 1.1026 1.1327 1.1203 1.1740 1.0398 1.1284 1.1734 1.1646 1.2885 1.1011 1.2129 1.1591 1.1980 1.1978 1.0450 1.1340 1.0393 1.1817 1.3018 1.1330 1.2344 1.2599 1.2515 1.2188 1.1458 1.1328 1.0402 1.1704 1.0095 1.0441 1.1551 1.2085 1.0691 1.0456 1.1473 1.1392 1.0821 1.0212 1.2147 1.2285 1.0404 1.1028
Bobot dish+Sampel Setelah Dikeringkan (g) 1.4509 1.4739 1.4694 1.4657 1.4968 1.5184 1.5496 1.5102 1.4687 1.4808 1.4610 1.4500 1.3690 1.4000 1.5210 1.4694 1.5482 1.4752 1.6478 1.5812 1.5010 1.5238 1.4490 1.4738 1.4570 1.4568 1.5069 1.4759 1.7139 1.7068 1.3701 1.4059 1.4544 1.4525 1.3898 1.3607 1.4024 1.3737 1.4828 1.4971 1.3946 1.3853 1.3955 1.3788 1.3900 1.3640 1.6573 1.6577 1.3715 1.3679
Total Padatan (%bk) 19.39 19.39 18.55 18.63 22.69 22.73 22.78 22.79 17.50 17.44 17.45 17.51 11.07 11.04 19.39 19.41 19.15 19.24 29.68 29.71 21.17 21.13 19.22 19.25 17.34 17.38 18.87 18.97 35.81 35.76 10.72 10.76 16.87 16.92 9.33 9.32 10.63 10.68 18.60 18.54 12.30 12.35 10.48 10.48 10.49 10.39 32.58 32.52 8.07 8.08
Rata-Rata Total Padatan (%bk) 19.39 18.59 22.71 22.79 17.47 17.48 11.06 19.40 19.19 29.70 21.15 19.23 17.36 18.92 35.79 10.74 16.90 9.33 10.65 18.57 12.32 10.48 10.44 32.55 8.08
58
Lampiran 4. Data analisis konvensional total padatan sampel recovery produk A (lanjutan) Sampel* rec 26 rec 27 rec 28 rec 29 rec 30 rec 31 rec 32 rec 33 rec 34 rec 35 rec 36 rec 37 rec 38 rec 39 rec 40 rec 41 rec 42 rec 43 rec 44 rec 45 rec 46 rec 47 rec 48 rec 49
Bobot dish+Fiber paper (g) 1.2621 1.2451 1.2650 1.2580 1.2779 1.2604 1.2672 1.2719 1.2677 1.2404 1.2857 1.2917 1.2802 1.2911 1.2483 1.2502 1.2856 1.2546 1.2675 1.2767 1.2926 1.2916 1.3015 1.3002 1.3163 1.3202 1.2302 1.2221 1.2882 1.2833 1.2706 1.2575 1.2474 1.2415 1.2341 1.2551 1.2716 1.2707 1.2215 1.2572 1.2592 1.2548 1.2408 1.2850 1.2997 1.2638 1.2633 1.2820
Bobot sampel (g) 1.0252 1.0403 1.0623 1.0950 1.0825 1.0997 1.0571 1.0705 1.0124 1.0227 1.1056 1.1014 1.0761 1.0572 1.0621 1.0650 1.0649 1.0583 1.0257 1.0263 1.0827 1.0731 1.0443 1.0402 1.0584 1.1837 1.1498 1.0954 1.0150 1.0375 1.0096 1.0151 1.0290 1.0250 1.1122 1.1140 1.1542 1.1572 1.0713 1.0911 1.1020 1.1044 1.1106 1.1150 1.1825 1.1822 1.1843 1.1813
Bobot dish+Sampel Setelah Dikeringkan (g) 1.3417 1.3268 1.4726 1.4727 1.4705 1.4555 1.5889 1.5976 1.4573 1.4318 1.6256 1.6307 1.6148 1.6198 1.3380 1.3393 1.3750 1.3441 1.4591 1.4691 1.3831 1.3815 1.3663 1.3647 1.5160 1.5423 1.4454 1.4279 1.4732 1.4718 1.4607 1.4494 1.4401 1.4336 1.4115 1.4327 1.8734 1.8733 1.6058 1.6487 1.3913 1.3871 1.3738 1.4181 1.6860 1.6485 1.6018 1.6189
Total Padatan (%bk) 7.76 7.85 19.54 19.61 17.79 17.74 30.43 30.43 18.73 18.72 30.74 30.78 31.09 31.09 8.45 8.37 8.40 8.46 18.68 18.75 8.36 8.38 6.21 6.20 18.87 18.76 18.72 18.79 18.23 18.17 18.83 18.90 18.73 18.74 15.95 15.94 52.14 52.07 35.87 35.88 11.99 11.98 11.98 11.94 32.67 32.54 28.58 28.52
Rata-Rata Total Padatan (%bk) 7.81 19.57 17.77 30.43 18.72 30.76 31.09 8.41 8.43 18.71 8.37 6.20 18.82 18.75 18.20 18.87 18.73 15.95 52.11 35.88 11.98 11.96 32.60 28.55
59
Lampiran 4. Data analisis konvensional total padatan sampel recovery produk A (lanjutan) Bobot Bobot dish+Fiber sampel (g) paper (g) 1.2750 1.1034 rec 50 1.2763 1.0643 1.2524 1.0235 rec 51 1.2999 1.0297 1.2847 1.0676 rec 52 1.2660 1.0864 1.2538 1.0213 rec 53 1.2471 1.0308 1.2780 1.0423 rec 54 1.2643 1.0332 1.2886 1.0072 rec 55 1.3048 1.0203 *Sampel recovery produk A varian X Sampel*
Bobot dish+Sampel Setelah Dikeringkan (g) 1.3316 1.3304 1.4055 1.4530 1.3157 1.2973 1.2938 1.2875 1.5190 1.5015 1.4342 1.4524
Total Padatan (%bk) 5.13 5.08 14.96 14.87 2.90 2.88 3.92 3.92 23.12 22.96 14.46 14.47
Rata-Rata Total Padatan (%bk) 5.11 14.91 2.89 3.92 23.04 14.46
rec (1, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 43, 44, 45, 48, 49, 50, 52, 53, 54) Sampel recovery produk A varian Y: rec (2, 5, 6, 13, 14, 16, 19, 22, 23, 30, 35, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 51, 55)
60
Lampiran 5. Data analisis konvensional kadar lemak sampel recovery produk A
Sampel*
rec 1 rec 2 rec 3 rec 4 rec 5 rec 6 rec 7 rec 8 rec 9 rec 10 rec 11 rec 12 rec 13 rec 14 rec 15 rec 16 rec 17 rec 18 rec 19 rec 20 rec 21 rec 22 rec 23 rec 24
Bobot sampel (g) 10.5375 10.5255 10.4083 10.4776 10.6808 10.6030 10.7948 10.6388 10.4292 10.6230 10.2552 10.2993 10.4584 10.2344 10.6123 10.5974 10.2671 10.4449 11.1691 10.6455 10.4665 10.4305 10.3222 10.2518 10.5517 10.5469 10.6951 10.4190 10.7144 10.8580 10.4508 10.4065 10.2121 10.5040 10.1556 10.1354 10.2939 10.6385 10.6322 10.7007 10.1655 10.1155 10.3651 10.3788 10.2977 10.3482 10.6240 10.6037
Bobot dish sebelum dikeringkan/ w1 (g) 28.6314 28.0205 29.0117 27.4665 29.6465 30.3274 28.6976 29.8660 30.1793 28.6888 29.9092 27.9348 29.8678 28.1490 30.1822 30.3120 29.0101 30.2194 30.2186 30.3279 30.2191 30.3123 30.3266 29.6459 29.7900 29.6415 29.1957 29.6548 28.0197 30.2341 28.6919 29.9493 29.6515 28.0173 30.6404 28.6927 30.3126 29.9512 29.9852 30.2168 30.3114 29.6465 29.1946 29.9075 30.1973 30.3352 29.8922 26.8124
Bobot dish Sesudah Dikeringkan/w2 (g) 28.8787 28.2677 29.2897 27.7465 29.9155 30.5941 28.9678 30.1339 30.4375 28.9518 30.1567 28.1833 29.9944 28.2723 30.4389 30.5684 29.2576 30.4715 30.5755 30.6678 30.4571 30.5490 30.5428 29.8596 30.0365 29.8876 29.4234 29.8768 28.4469 30.6670 28.8583 30.1155 29.8437 28.2132 30.7430 28.7968 30.4758 30.1178 30.2436 30.4785 30.4808 29.8139 29.3565 30.0684 30.3581 30.4959 30.2972 27.2151
Lemak (%bk) 2.35 2.35 2.67 2.67 2.52 2.52 2.50 2.52 2.48 2.48 2.41 2.41 1.21 1.20 2.42 2.42 2.41 2.41 3.19 3.19 2.27 2.27 2.09 2.08 2.33 2.33 2.12 2.12 3.99 3.99 1.59 1.60 1.88 1.86 1.01 1.02 1.58 1.56 2.43 2.45 1.67 1.66 1.56 1.55 1.56 1.55 3.81 3.79
Rata-Rata Lemak (%bk) 2.35 2.67 2.52 2.51 2.48 2.41 1.21 2.42 2.41 3.19 2.27 2.09 2.33 2.12 3.99 1.59 1.87 1.02 1.57 2.44 1.66 1.56 1.55 3.80
61
Lampiran 5. Data analisis konvensional kadar lemak sampel recovery produk A (lanjutan)
Sampel*
rec 25 rec 26 rec 27 rec 28 rec 29 rec 30 rec 31 rec 32 rec 33 rec 34 rec 35 rec 36 rec 37 rec 38 rec 39 rec 40 rec 41 rec 42 rec 43 rec 44 rec 45 rec 46 rec 47 rec 48
Bobot sampel (g) 10.1110 10.1284 10.2522 10.2082 10.3772 10.3913 10.2725 10.2908 10.5613 10.6027 10.0059 10.0809 10.7621 10.6928 10.7242 10.7124 10.0243 10.0549 10.0065 10.0474 10.0712 10.1369 10.0453 10.0449 10.0390 10.0573 10.2095 10.3767 10.1439 10.0619 10.0433 10.1299 10.0278 10.2025 10.0865 10.1022 10.0268 10.1482 11.3125 11.1040 10.4652 10.6107 10.0975 10.0994 10.1039 10.1527 10.8155 10.2667
Bobot dish sebelum dikeringkan/ w1 (g) 29.6294 28.9936 30.1580 30.1998 29.7877 30.3357 30.3084 30.6334 29.9890 30.2184 29.8638 29.2335 29.1895 28.0193 29.6469 29.0077 27.9315 27.4598 30.3456 30.3209 29.9736 30.1720 29.9022 29.6459 30.6293 30.2083 29.6402 29.7821 29.6381 28.0242 30.3040 30.3531 30.3269 29.9816 30.2090 30.6300 30.1753 27.9320 29.0049 30.3437 29.8999 29.9741 29.7811 29.6376 30.6298 30.2089 30.3041 29.6458
Bobot dish Sesudah Dikeringkan/w2 (g) 29.7458 29.1106 30.2753 30.3155 30.0209 30.5697 30.5180 30.8426 30.3423 30.5723 30.1209 29.4931 29.5547 28.3821 30.0131 29.3751 28.0260 27.5533 30.4378 30.4153 30.2315 30.4300 29.9962 29.7386 30.7187 30.2966 29.8799 30.0259 29.8991 28.2832 30.5526 30.6040 30.5854 30.2440 30.4669 30.8867 30.3739 28.1328 29.6489 30.9762 30.3074 30.3874 29.9602 29.8158 30.8078 30.3858 30.6980 30.0193
Lemak (%bk) 1.15 1.15 1.14 1.13 2.25 2.25 2.04 2.03 3.34 3.34 2.57 2.57 3.39 3.39 3.41 3.43 0.94 0.93 0.92 0.94 2.56 2.54 0.93 0.92 0.89 0.88 2.35 2.35 2.57 2.57 2.47 2.48 2.58 2.57 2.56 2.54 1.98 1.98 5.69 5.69 3.89 3.89 1.77 1.76 1.75 1.74 3.64 3.63
Rata-Rata Lemak (%bk) 1.15 1.14 2.25 2.04 3.34 2.57 3.39 3.42 0.93 0.93 2.55 0.93 0.88 2.35 2.57 2.48 2.57 2.55 1.98 5.69 3.89 1.76 1.74 3.63
62
Lampiran 5. Data analisis konvensional kadar lemak sampel recovery produk A (lanjutan)
Sampel*
rec 49 rec 50 rec 51 rec 52 rec 53 rec 54 rec 55
Bobot sampel (g) 10.3300 10.5921 10.0422 10.1643 10.0352 10.0895 10.1357 10.1277 10.2805 10.1238 10.6772 10.5794 10.0912 10.5153
Bobot dish sebelum dikeringkan/ w1 (g) 28.6304 26.9204 27.7751 30.2328 28.0191 29.0077 29.6496 29.7806 28.1472 29.9734 30.6316 29.6403 27.7282 30.2071
Bobot dish Sesudah Dikeringkan/w2 (g) 28.9655 27.2636 27.8315 30.2903 28.2237 29.2137 29.6820 29.8132 28.2047 30.0296 30.9604 29.9646 27.9258 30.4112
Lemak (%bk) 3.24 3.23 0.55 0.56 2.03 2.03 0.32 0.32 0.56 0.55 3.08 3.06 1.96 1.94
Rata-Rata Lemak (%bk) 3.23 0.56 2.03 0.32 0.55 3.07 1.95
*Sampel recovery produk A varian X rec (1, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 43, 44, 45, 48, 49, 50, 52, 53, 54) Sampel recovery produk A varian Y: rec (2, 5, 6, 13, 14, 16, 19, 22, 23, 30, 35, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 51, 55)
63
Lampiran 6. Data analisis konvensional sukrosa sampel recovery produk A Sampel* rec 1 rec 2 rec 3 rec 4 rec 5 rec 6 rec 7 rec 8 rec 9 rec 10 rec 11 rec 12 rec 13 rec 14 rec 15 rec 16 rec 17 rec 18 rec 19 rec 20 rec 21 rec 22 rec 23 rec 24 rec 25
Bobot sampel (g) dalam 200 ml 16.4053 16.2853 16.2828 16.3372 16.6271 16.3396 16.3243 16.401 16.3268 16.3269 16.3911 16.3008 16.3038 16.3285 16.4053 16.2853 16.3391 16.2853 16.3851 16.3138 16.437 16.3226 16.2896 16.4075 16.4262 16.2945 16.2769 16.2735 16.3953 16.3166 16.4409 16.3534 16.3651 16.3839 16.4908 16.3433 16.3367 16.3779 16.3047 16.3098 16.3697 16.3952 16.3055 16.3496 16.4738 16.4571 16.3019 16.3131 16.281 16.3103
Temp (oC)
Rotation P1
Rotation P2
% Sukrosa
26 26 26 26 26 26 26 26 28 28 28 28 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
0.8774 0.8726 0.8890 0.8920 1.1010 1.1050 1.1226 1.1008 0.8386 0.8398 0.8450 0.8428 0.5180 0.5198 0.8774 0.8726 0.8734 0.8728 1.4448 1.4418 1.0260 1.0142 0.9216 0.9262 0.8292 0.8234 0.9045 0.9038 1.7280 1.7250 0.5070 0.5108 0.8150 0.8180 0.4510 0.4486 0.4988 0.4960 0.9312 0.9320 0.6072 0.6050 0.4720 0.4676 0.4620 0.4638 1.5930 1.5980 0.3630 0.3590
-0.0084 -0.0094 -0.0740 -0.0710 -0.0632 -0.0623 -0.0680 -0.0750 -0.0616 -0.0610 -0.0630 -0.0628 -0.0310 -0.0340 -0.0084 -0.0094 -0.0090 -0.0096 -0.0926 -0.0930 -0.0650 -0.0640 -0.0600 -0.0596 -0.0660 -0.0642 -0.0770 -0.0760 -0.1150 -0.1130 -0.0456 -0.0468 -0.0540 -0.0514 -0.0290 -0.0292 -0.0430 -0.0430 -0.0830 -0.0830 -0.0450 -0.0450 -0.0360 -0.0352 -0.0302 -0.0290 -0.1250 -0.1250 -0.0028 -0.0030
10.62 10.66 11.71 11.67 13.84 14.11 14.42 14.18 10.99 11.00 11.04 11.08 6.66 6.71 10.62 10.66 10.62 10.66 18.55 18.60 13.12 13.06 11.91 11.88 10.79 10.78 11.94 11.92 22.23 22.27 6.66 6.76 10.50 10.49 5.75 5.78 6.57 6.52 12.37 12.38 7.91 7.87 6.19 6.11 5.93 5.94 20.94 20.99 4.44 4.38
Rata-Rata % Sukrosa 10.64 11.69 13.98 14.30 10.99 11.06 6.68 10.64 10.64 18.58 13.09 11.90 10.79 11.93 22.25 6.71 10.50 5.77 6.54 12.37 7.89 6.15 5.94 20.96 4.41
64
Lampiran 6. Data analisis konvensional sukrosa sampel recovery produk A (lanjutan) Sampel* rec 26 rec 27 rec 28 rec 29 rec 30 rec 31 rec 32 rec 33 rec 34 rec 35 rec 36 rec 37 rec 38 rec 39 rec 40 rec 41 rec 42 rec 43 rec 44 rec 45 rec 46 rec 47 rec 48 rec 49
Bobot sampel (g) dalam 200 ml 16.4542 16.5089 16.3479 16.4168 16.3451 16.3739 16.2873 16.3969 16.3736 16.4263 16.3511 16.3796 16.3109 16.3333 16.2995 16.2659 16.3698 16.3471 16.2655 16.3202 16.3617 16.4129 16.3632 16.2908 16.3594 16.3563 16.3554 16.3125 16.2875 16.2668 16.3111 16.2949 16.5166 16.5200 16.3910 16.3544 16.3032 16.3066 16.4198 16.3986 16.3342 16.4053 16.3673 16.3284 16.3131 16.3434 16.5581 16.4286
Temp (oC)
Rotation P1
Rotation P2
% Sukrosa
27 27 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
0.3430 0.3510 0.9068 0.9160 0.8100 0.8150 1.4588 1.4730 0.8810 0.8850 1.4836 1.4850 1.4880 1.4920 0.4020 0.4008 0.4020 0.4016 0.8740 0.8740 0.4060 0.4072 0.3160 0.3150 0.9140 0.9150 0.8880 0.8840 0.8500 0.8508 0.8740 0.8810 0.8890 0.8930 0.7690 0.7660 2.5070 2.5090 1.7310 1.7290 0.5786 0.5758 0.5800 0.5750 1.5530 1.5480 1.3660 1.3570
-0.0020 -0.0020 -0.0850 -0.0870 -0.0590 -0.0602 -0.1070 -0.1090 -0.0660 -0.0680 -0.1048 -0.1030 -0.1030 -0.1020 -0.0240 -0.0230 -0.0230 -0.0236 -0.0590 -0.0580 -0.0230 -0.0210 -0.0240 -0.0236 -0.0378 -0.0382 -0.0602 -0.0604 -0.0580 -0.0568 -0.0640 -0.0630 -0.0610 -0.0650 -0.0300 -0.0280 -0.1595 -0.1552 -0.1070 -0.1032 -0.0570 -0.0550 -0.0560 -0.0558 -0.0820 -0.0780 -0.0580 -0.0560
4.14 4.22 12.03 12.11 10.52 10.58 19.02 19.09 11.45 11.48 19.22 19.18 19.29 19.30 5.17 5.15 5.13 5.14 11.39 11.33 5.20 5.17 4.13 4.13 11.52 11.54 11.51 11.49 11.07 11.07 11.42 11.50 11.42 11.52 9.65 9.61 32.22 32.18 22.05 22.00 7.69 7.59 7.68 7.63 19.72 19.57 16.91 16.91
Rata-Rata % Sukrosa 4.18 12.07 10.55 19.06 11.46 19.20 19.30 5.16 5.14 11.36 5.19 4.13 11.53 11.50 11.07 11,46 11.47 9.63 32.20 22.02 7.64 7,65 19.65 16.91
65
Lampiran 6. Data analisis konvensional sukrosa sampel recovery produk A (lanjutan) Sampel* rec 50 rec 51 rec 52 rec 53 rec 54 rec 55
Bobot sampel (g) dalam 200 ml 16.2791 16.2903 16.3307 16.3079 16.2852 16.3395 16.2895 16.2946 16.4191 16.3747 16.353 16.3415
Temp (oC)
Rotation P1
Rotation P2
% Sukrosa
25 25 25 25 27 27 27 27 27 27 27 27
0.2440 0.2440 0.7170 0.7140 0.1360 0.1370 0.1710 0.1682 1.1520 1.1528 0.6950 0.6960
-0.0140 -0.0130 -0.0590 -0.0600 -0.0070 -0.0050 0.0080 0.0080 -0.1000 -0.1020 -0.0530 -0.0510
3.12 3.10 9.37 9.37 1.74 1.72 1.96 1.93 15.16 15.24 9.09 9.08
Rata-Rata % Sukrosa 3.11 9.37 1.73 1.95 15.20 9.08
*Sampel recovery produk A varian X rec (1, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 43, 44, 45, 48, 49, 50, 52, 53, 54) Sampel recovery produk A varian Y: rec (2, 5, 6, 13, 14, 16, 19, 22, 23, 30, 35, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 51, 55)
66
Lampiran 7. Data analisis konvensional protein sampel recovery produk A Konsentrasi HCl (N)
Volume HCl Blanko (ml)
rec 1
0.1000
0.13
rec 2
0.1000
0.13
rec 3
0.1000
0.13
rec 4
0.1000
0.13
rec 5
0.1000
0.13
rec 6
0.1004
0.17
rec 7
0.1004
0.17
rec 8
0.1004
0.17
rec 9
0.1004
0.17
rec 10
0.1004
0.17
rec 11
0.1004
0.17
rec 12
0.1004
0.17
rec 13
0.1004
0.09
rec 14
0.1004
0.09
rec 15
0.1004
0.09
rec 16
0.1004
0.09
rec 17
0.1004
0.09
rec 18
0.1004
0.09
rec 19
0.1004
0.09
rec 20
0.1004
0.10
rec 21
0.1004
0.10
rec 22
0.0965
0.12
rec 23
0.0965
0.12
rec 24
0.1004
0.04
rec 25
0.1004
0.04
Sampel*
Bobot sampel (g)
Volume HCl Sampel (ml)
Protein (%bk)
2.5709 2.4925 2.5215 2.5859 2.5093 2.5663 2.541 2.5462 2.5371 2.6148 2.5054 2.5574 2.5623 2.4775 2.6059 2.5404 2.5386 2.5973 2.6382 2.5299 2.5705 2.5322 2.5942 2.5597 2.4975 2.5449 2.5056 2.5309 2.7536 2.6304 2.4108 2.4284 2.7564 2.6845 2.5222 2.4529 2.4941 2.5567 2.4778 2.5528 2.6199 2.5899 2.5268 2.5188 2.4815 2.4968 2.6054 2.5509 2.6339 2.7517
6.27 6.09 6.15 6.31 6.15 6.25 2.77 2.68 2.72 2.80 2.75 2.79 3.10 2.98 6.42 6.30 6.38 6.30 7.84 7.53 5.67 5.57 5.11 5.05 2.80 2.80 2.78 2.73 10.80 10.30 1.10 1.06 5.16 5.03 2.66 2.57 1.18 1.17 1.97 1.99 2.70 2.68 1.45 1.40 3.50 3.46 2.19 2.05 7.15 7.38
2.14 2.14 2.14 2.14 2.15 2.14 0.93 0.90 0.92 0.92 0.93 0.92 1.03 1.02 2.16 2.17 2.20 2.12 2.61 2.61 1.92 1.92 1.71 1.71 0.99 0.97 0.98 0.95 3.50 3.49 0.39 0.37 1.66 1.66 0.92 0.91 0.40 0.38 0.68 0.67 0.90 0.90 0.46 0.45 1.18 1.16 0.75 0.72 2.44 2.41
Rata-Rata Protein (%bk) 2.14 2.14 2.14 0.92 0.92 0.93 1.03 2.16 2.16 2.61 1.92 1.71 0.98 0.96 3.50 0.38 1.66 0.92 0.39 0.68 0.90 0.46 1.17 0.74 2.42
67
Lampiran 7. Data analisis konvensional protein sampel recovery produk A (lanjutan) Konsentrasi HCl (N)
Volume HCl Blanko (ml)
rec 26
0.0965
0.12
rec 27
0.0965
0.12
rec 28
0.0965
0.12
rec 29
0.0965
0.12
rec 30
0.0965
0.25
rec 31
0.0965
0.06
rec 32
0.0965
0.06
rec 33
0.0965
0.06
rec 34
0.0965
0.10
rec 35
0.0965
0.25
rec 36
0.0965
0.25
rec 37
0.0965
0.25
rec 38
0.0965
0.25
rec 39
0.0965
0.10
rec 40
0.0965
0.10
rec 41
0.0965
0.10
rec 42
0.0965
0.10
rec 43
0.0965
0.25
rec 44
0.0965
0.10
rec 45
0.0965
0.10
rec 46
0.0965
0.10
rec 47
0.0965
0.10
Sampel*
Bobot sampel (g)
Volume HCl Sampel (ml)
Protein (%bk)
2.6927 2.4662 2.5221 2.5048 2.5654 2.5405 2.4937 2.4947 2.4887 2.7592 2.4440 2.4611 2.5078 2.6379 2.4650 2.6055 2.5150 2.5136 2.5134 2.5437 2.5412 2.5558 2.4807 2.4572 2.4555 2.5880 2.6222 2.5391 2.5000 2.5343 2.4885 2.5013 2.5650 2.4930 2.6388 2.5689 2.7058 2.5289 2.5079 2.5324 2.4933 2.5630 2.5389 2.5426
2.38 2.18 5.45 5.45 5.39 5.33 8.63 8.65 3.49 3.82 8.57 8.63 8.86 9.35 2.32 2.43 2.39 2.36 3.38 3.65 2.39 2.40 0.75 0.74 4.13 4.36 3.63 3.50 3.32 3.38 3.42 3.46 3.51 3.42 3.88 3.78 15.81 14.88 10.06 10.17 1.30 1.33 1.31 1.32
0.73 0.73 1.83 1.85 1.78 1.78 2.95 2.96 1.18 1.16 3.01 3.01 3.03 3.04 0.79 0.79 0.79 0.78 1.13 1.21 0.78 0.78 0.23 0.23 1.42 1.42 1.16 1.16 1.11 1.12 1.15 1.16 1.15 1.15 1.24 1.24 5.01 5.04 3.43 3.43 0.42 0.41 0.41 0.41
Rata-Rata Protein (%bk) 0.73 1.84 1.78 2.96 1.17 3.01 3.03 0.79 0.78 1.17 0.78 0.23 1.42 1.16 1.11 1.16 1.15 1.24 5.03 3.43 0.42 0.41
*Sampel recovery produk A varian X rec (1, 2, 3, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 43, 44, 45) Sampel recovery produk A varian Y: rec (4, 5, 6, 13, 14, 16, 19, 22, 23, 30, 35, 39, 40, 41, 42, 46, 47)
68
Lampiran 8. Uji normalitas data analisis konvensional sampel recovery produk A varian X dan Y A. Total padatan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Varian_X N
Varian_Y
36
19
19.6050
15.6537
1.11210E1
3.46175
Absolute
.112
.268
Positive
.112
.173
Negative
-.068
-.268
Kolmogorov-Smirnov Z
.674
1.168
Asymp. Sig. (2-tailed)
.754
.131
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
B. Kadar lemak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Varian_X N
Varian_Y
36
19
2.2617
2.1605
1.20385
.41958
Absolute
.114
.198
Positive
.114
.146
Negative
-.057
-.198
Kolmogorov-Smirnov Z
.686
.862
Asymp. Sig. (2-tailed)
.734
.447
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
69
Lampiran 8. Uji normalitas data analisis konvensional sampel recovery produk A varian X dan Y (lanjutan) C. Sukrosa One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Varian_X N
Varian_Y
36
19
Mean
12.0136
9.6768
Std. Deviation
6.97333
2.17856
Absolute
.092
.274
Positive
.092
.151
Negative
-.077
-.274
Kolmogorov-Smirnov Z
.555
1.195
Asymp. Sig. (2-tailed)
.918
.115
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
D. Protein One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Varian_X N
Varian_Y
30
17
1.8627
.8741
1.07638
.32166
Absolute
.125
.263
Positive
.125
.195
Negative
-.103
-.263
Kolmogorov-Smirnov Z
.682
1.083
Asymp. Sig. (2-tailed)
.741
.192
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
70
Lampiran 9. Uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan Y A. Total padatan t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances α Total Padatan Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference
0.05
Varian X
Varian Y
19.6050 123.6774
15.6537 11.9837
36 0
19
Df t Stat
46 1.9595
P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail
0.0281 1.6787 0.0561
t Critical two-tail
2.0129
B. Kadar lemak t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances α Kadar Lemak
0.05
Varian X
Varian Y
Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference
2.2617 1.4493 36 0
2.1605 0.1760 19
Df t Stat
48 0.4545
P(T<=t) one-tail t Critical one-tail
0.3258 1.6772
P(T<=t) two-tail
0.6515
t Critical two-tail
2.0106
71
Lampiran 9. Uji t data analisis metode konvensional sampel recovery produk A varian X dan Y(lanjutan) C. Sukrosa t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Sukrosa
Α
0.05
Varian X
Varian Y
Mean
12.0136
9.6768
Variance Observations Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail
48.6273 36 0 46 1.8471 0.0356
4.7461 19
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail
1.6787 0.0712
t Critical two-tail
2.0129
D. Protein t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances Protein Mean Variance Observations Hypothesized Mean Difference df
α
0.05
Varian X
Varian Y
1.8627 1.1586 30
0.8741 0.1035 17
0 37
t Stat P(T<=t) one-tail
-4.6754 0.0000
t Critical one-tail P(T<=t) two-tail
1.6871 0.0000
t Critical two-tail
2.0262
72
Lampiran 10. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi NIR Sampel A B C D E F G H I J Rata-rata SD
Total Padatan (%) NIRS Manual 7.39 7.52 7.03 7.08 5.37 5.17 3.55 3.74 11.86 12.06 11.35 11.36 23.45 23.21 19.67 19.83 16.26 16.13 14.02 13.55 11.9950 11.9650 6.4456 6.3769
Lemak (%) NIRS Manual 1.44 1.47 2.82 2.86 0.86 0.90 0.79 0.83 0.56 0.62 1.50 1.50 1.75 1.71 2.69 2.75 2.36 2.41 2.06 2.72 1.6830 1.7770 0.7986 0.8557
Sukrosa (%) NIRS Manual 5.14 4.56 4.73 4.29 3.37 2.99 2.16 1.91 7.56 7.49 7.26 7.31 13.90 14.10 12.07 12.22 10.02 9.71 8.27 6.76 7.4480 7.1340 3.7659 3.9511
Protein (%) NIRS Manual 0.33 1.43 0.32 0.40 0.37 0.30 0.15 0.10 0.79 0.87 0.66 0.66 2.19 2.25 1.20 0.94 0.87 0.66 0.97 0.75 0.7850 0.8360 0.5965 0.6194
73
Lampiran 11. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk A A. Total padatan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test NIRS N
Manual 10
10
Mean
11.9950
11.9650
Std. Deviation
6.44562
6.37693
Absolute
.163
.157
Positive
.163
.157
Negative
-.095
-.099
Kolmogorov-Smirnov Z
.514
.497
Asymp. Sig. (2-tailed)
.954
.966
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
B. Kadar lemak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test NIRS N
Manual 10
10
Mean
1.6830
1.7770
Std. Deviation
.79862
.85567
Absolute
.149
.170
Positive
.149
.147
Negative
-.102
-.170
Kolmogorov-Smirnov Z
.470
.538
Asymp. Sig. (2-tailed)
.980
.934
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
74
Lampiran 11. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk A (lanjutan) C. Sukrosa One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test NIRS N
Manual 10
10
7.4480
7.1340
3.76589
3.95113
Absolute
.130
.164
Positive
.130
.164
Negative
-.090
-.101
Kolmogorov-Smirnov Z
.411
.519
Asymp. Sig. (2-tailed)
.996
.951
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
D. Protein One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test NIRS N
Manual 10
10
.7850
.8360
.59648
.61938
Absolute
.178
.233
Positive
.178
.233
Negative
-.144
-.117
Kolmogorov-Smirnov Z
.564
.738
Asymp. Sig. (2-tailed)
.909
.648
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
75
Lampiran 12. Uji t sampel recovery produk A A. Total padatan t-Test: Paired Two Sample for Means Total Padatan
0.05
NIRS
Manual
Mean
11.9950
11.9650
Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
41.5460 10 0.9995 0 9 0.4254 0.3403 1.8331 0.6805 2.2622
40.6652 10
0.05
NIRS
Manual
1.6830 0.6378 10 0.9728
1.7770 0.7322 10
B. Kadar lemak t-Test: Paired Two Sample for Means Kadar Lemak Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df
0 9
t Stat P(T<=t) one-tail
-1.4776 0.0868
T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
1.8331 0.1736 2.2622
76
Lampiran 12. Uji t sampel recovery produk A (lanjutan) C. Sukrosa
0.05
NIRS
Manual
Mean Variance Observations
7.4480 14.1819 10
7.1340 15.6114 10
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference
0.9929 0
df t Stat
9 2.0097
P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
0.0377 1.8331 0.0754 2.2622
t-Test: Paired Two Sample for Means Sukrosa
D. Protein
0.05
NIRS
Manual
Mean
0.7850
0.8360
Variance Observations
0.3558 10
0.3836 10
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference
0.7950 0
df t Stat
9 -0.4137
P(T<=t) one-tail T Critical one-tail
0.3444 1.8331
P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
0.6888 2.2622
t-Test: Paired Two Sample for Means Protein
77
Lampiran 13. Data verifikasi awal parameter total padatan sampel recovery produk B Metode Konvensional Sampel
FTIR
rec a
11.91
rec b
9.60
rec c
9.58
rec d
9.35
rec e
10.47
rec f
7.24
rec g
9.65
rec h
8.95
rec i
8.39
rec j
8.36
rec k
8.37 r
rec l rec m
8.59 8.68
Bobot dish+Fiber paper (g) 1.2840 1.2784 1.3001 1.2925 1.2813 1.2921 1.2575 1.2696 1.2566 1.2699 1.2599 1.2734 1.2490 1.2391 1.2221 1.2567 1.2751 1.2343 1.2982 1.2530 1.2547 1.2563 1.2560 1.2513 1.2790 1.2966
Bobot sampel (g) 1.0551 1.0566 1.0008 1.0134 1.0416 1.0579 1.0208 1.0293 1.0178 1.0367 1.0468 1.0415 1.0271 1.0331 1.0363 1.0285 1.0112 1.0233 1.0189 1.0162 1.0272 1.0231 1.2988 1.2230 1.4537 1.3980
Bobot dish+Sampel Setelah Dikeringkan (g) 1.4067 1.4004 1.3900 1.3841 1.3755 1.3870 1.3467 1.3595 1.3544 1.3696 1.3270 1.3402 1.3428 1.3340 1.3078 1.3419 1.3524 1.3127 1.3767 1.3308 1.3337 1.3351 1.3594 1.3480 1.3956 1.4083
TDS (%bk) 11.63 11.55 8.98 9.04 9.04 8.97 8.74 8.73 9.61 9.62 6.41 6.41 9.13 9.19 8.27 8.28 7.64 7.66 7.70 7.66 7.69 7.70 7.96 7.91 8.02 7.99
Rata-Rata TDS (%bk) 11.59 9.01 9.01 8.74 9.61 6.41 9.16 8.28 7.65 7.68 7.70 7.93 8.01
78
Lampiran 14. Data verifikasi awal parameter kadar lemak sampel recovery produk B
Sampel
FTIR
rec a
0.28
rec b
0.17
rec c
0.16
rec d
0.15
rec e
0.26
rec f
0.04
rec g
0.17
rec h
0.14
rec i
0.10
rec j
0.10
rec k
0.10
rec l
0.12
rec m
0.11
Bobot sampel (g) 10.0022 10.1009 10.0182 10.0612 10.0207 10.1508 10.2494 10.1343 10.1414 10.2043 10.0496 10.0338 10.2318 10.2390 10.2036 10.2006 10.2653 10.2598 10.1667 10.1175 10.3524 10.1340 10.2443 10.2136 10.1573 10.2772
Metode Konvensional Bobot dish Bobot dish sebelum Sesudah dikeringkan/ w1 Dikeringkan/w2 (g) (g) 27.7704 27.8064 28.6846 28.7215 29.7736 29.8048 29.2141 29.2447 29.9409 29.9691 29.8572 29.8858 27.2245 27.2540 29.8990 29.9272 28.0208 28.0539 29.9649 29.9989 29.7699 29.7915 30.2985 30.3198 30.1654 30.1973 29.9635 29.9946 30.1628 30.1902 30.2827 30.3106 30.3031 30.3282 30.2954 30.3198 28.1422 28.1673 28.9999 29.0247 30.6034 30.6288 30.3247 30.3490 29.8528 29.8807 29.8908 29.9191 28.9942 29.0198 27.7733 27.7989
Lemak (%bk) 0.36 0.37 0.31 0.30 0.28 0.28 0.29 0.28 0.32 0.32 0.21 0.21 0.31 0.30 0.27 0.27 0.24 0.24 0.24 0.24 0.25 0.24 0.27 0.28 0.25 0.25
RataRata Lemak (%bk) 0.36 0.31 0.28 0.28 0.32 0.21 0.31 0.27 0.24 0.24 0.24 0.27 0.25
79
Lampiran 15. Data verifikasi awal parameter sukrosa sampel recovery produk B Metode Konvensional Sampel
FTIR
rec a
9.23
rec b
7.25
rec c
7.23
rec d
7.01
rec e
7.63
rec f
5.26
rec g
7.26
rec h
6.66
rec i
6.19
rec j
6.15
rec k
6.17
rec l
6.38
rec m
6.53
Bobot sampel (g) dalam 200 ml 16.3768 16.3376 16.2895 16.3058 16.3456 16.3274 16.5274 16.5315 16.2596 16.3684 16.3563 16.3081 16.2997 16.4238 16.5006 16.3391 16.4457 16.4388 16.3187 16.2991 16.3107 16.4049 16.4335 16.3454 16.5022 16.4184
Temp (oC)
Rotation P1
Rotation P2
% Sukrosa
26 26 27 27 26 26 27 27 27 27 24 24 25 25 26 26 26 26 26 26 26 26 27 27 27 27
0.6360 0.6360 0.4910 0.4910 0.4940 0.4930 0.4854 0.4840 0.5210 0.5240 0.3500 0.3500 0.4894 0.4960 0.4600 0.4552 0.4220 0.4206 0.4180 0.4170 0.4170 0.4210 0.4354 0.4340 0.4480 0.4448
-0.1110 -0.1072 -0.0840 -0.0830 -0.0870 -0.0880 -0.0790 -0.0790 -0.0890 -0.0890 -0.0640 -0.0630 -0.0850 -0.0870 -0.0786 -0.0780 -0.0702 -0.0700 -0.0700 -0.0700 -0.0700 -0.0704 -0.0730 -0.0710 -0.0746 -0.0750
9.10 9.07 7.06 7.04 7.09 7.10 6.83 6.81 7.51 7.49 5.01 5.02 7.00 7.05 6.51 6.51 5.97 5.95 5.96 5.96 5.95 5.97 6.19 6.18 6.34 6.34
Rata-Rata % Sukrosa 9.08 7.05 7.09 6.82 7.50 5.02 7.03 6.51 5.96 5.96 5.96 6.19 6.34
80
Lampiran 16. Data verifikasi awal parameter protein sampel recovery produk B
Sampel
FTIR
Konsentrasi HCl (N)
Volume HCl Blanko (ml)
rec a
0.58
0.0958
0.12
rec b
0.56
0.0958
0.12
rec c
0.56
0.0958
0.12
rec d
0.57
0.0958
0.15
rec e
0.59
0.0958
0.23
rec f
0.55
0.0965
0.28
rec g
0.57
0.0965
0.28
rec h
0.55
0.0965
0.25
rec i
0.56
0.0965
0.25
rec j
0.57
0.0965
0.25
rec k
0.57
0.0965
0.25
rec l
0.55
0.0965
0.25
rec m
0.55
0.0965
0.25
Metode Konvensional Bobot Volume HCl sampel Sampel (ml) (g) 2.4551 1.16 2.5336 1.51 2.4929 1.18 2.5262 1.26 2.5242 1.23 2.5364 1.19 2.6702 1.21 2.4844 1.15 2.7782 1.54 2.6099 1.40 2.7202 1.12 2.6305 1.13 2.7010 1.50 2.6748 1.47 2.4736 1.20 2.5418 1.20 2.5948 1.27 2.6842 1.30 2.6154 1.25 2.5736 1.17 2.5369 1.20 2.4987 1.23 2.5874 1.04 2.5406 1.02 2.4852 1.06 2.5190 1.09
Protein (%bk) 0.37 0.48 0.37 0.40 0.39 0.37 0.35 0.36 0.41 0.39 0.28 0.29 0.40 0.39 0.34 0.33 0.35 0.34 0.34 0.32 0.33 0.35 0.27 0.27 0.29 0.30
Rata-Rata Protein (%bk) 0.43 0.38 0.38 0.35 0.40 0.28 0.40 0.34 0.35 0.33 0.34 0.27 0.30
81
Lampiran 17. Uji normalitas data verifikasi awal sampel recovery produk B A. Total padatan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 13
13
9.1646
8.5215
1.15713
1.25180
Absolute
.184
.166
Positive
.184
.151
Negative
-.166
-.166
Kolmogorov-Smirnov Z
.662
.599
Asymp. Sig. (2-tailed)
.773
.865
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
B. Kadar lemak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 13
13
.1462
.2754
.06577
.04115
Absolute
.205
.148
Positive
.205
.148
Negative
-.164
-.118
Kolmogorov-Smirnov Z
.738
.532
Asymp. Sig. (2-tailed)
.648
.939
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
82
Lampiran 17. Uji normalitas data verifikasi awal sampel recovery produk B (lanjutan) C. Sukrosa One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 13
13
Mean
6.8423
6.6546
Std. Deviation
.95941
.98177
Absolute
.178
.175
Positive
.178
.175
Negative
-.158
-.163
Kolmogorov-Smirnov Z
.641
.630
Asymp. Sig. (2-tailed)
.806
.822
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
D. Protein One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 13
13
.5638
.3562
.01261
.04154
Absolute
.172
.174
Positive
.172
.174
Negative
-.149
-.118
Kolmogorov-Smirnov Z
.619
.628
Asymp. Sig. (2-tailed)
.838
.825
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
83
Lampiran 18. Uji t sampel recovery produk B A. Total padatan α
0.05
FTIR
Manual
Mean Variance Observations
9.1646 1.3389 13
8.5215 1.5670 13
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference
0.9964 0
df t Stat
12 16.6656
P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
0.0000 1.7823 0.0000 2.1788
t-Test: Paired Two Sample for Means Total Padatan
B. Kadar lemak t-Test: Paired Two Sample for Means
α
0.05
FTIR
Manual
0.1462 0.0043 13 0.9566 0 12 -16.0669 0.0000 1.7823 0.0000 2.1788
0.2754 0.0017 13
Kadar Lemak Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
84
Lampiran 18. Uji t sampel recovery produk B (lanjutan) C. Sukrosa α
0.05
FTIR
Manual
Mean Variance Observations
6.8423 0.9205 13
6.6546 0.9639 13
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference
0.9996 0
df t Stat
12 18.8719
P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
0.0000 1.7823 0.0000 2.1788
t-Test: Paired Two Sample for Means Sukrosa
D. Protein t-Test: Paired Two Sample for Means
α
0.05
FTIR
Manual
0.5638 0.0002 13 0.6829 0 12 21.8999 0.0000 1.7823 0.0000 2.1788
0.3562 0.0017 13
Protein Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
85
Lampiran 19. Data verifikasi model kalibrasi metode spektroskopi FTIR Sampel
Total Padatan (%)
Lemak (%)
Sukrosa (%)
Protein (%)
FTIR
Manual
FTIR
Manual
FTIR
Manual
FTIR
Manual
A B C D E F
12.34 12.38 12.40 12.37 9.36 9.36
12.25 12.28 12.33 12.32 9.47 9.54
0.38 0.38 0.39 0.38 0.29 0.29
0.43 0.43 0.42 0.43 0.29 0.29
9.69 9.73 9.72 9.73 7.36 7.36
9.77 9.78 9.77 9.76 7.52 7.53
0.34 0.34 0.34 0.34 0.31 0.32
0.48 0.36 0.36 0.36 0.33 0.33
G H
9.36 9.35
9.52 9.47
0.30 0.29
0.28 0.29
7.36 7.37
7.50 7.51
0.29 0.30
0.34 0.32
I J
10.08 10.11
10.25 10.32
0.33 0.31
0.31 0.32
8.05 8.07
7.88 7.90
0.33 0.33
0.30 0.36
Rata-rata
10.7110
10.7750
0.3340
0.3490
8.4440
8.4920
0.3240
0.3540
SD
1.4580
1.3431
0.0435
0.0685
1.1285
1.1094
0.0184
0.0488
86
Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk B A. Total padatan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 10
10
Mean
10.7110
10.7750
Std. Deviation
1.45799
1.34307
Absolute
.268
.264
Positive
.260
.233
Negative
-.268
-.264
Kolmogorov-Smirnov Z
.848
.835
Asymp. Sig. (2-tailed)
.469
.489
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
B. Kadar lemak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 10
10
.3340
.3490
.04351
.06855
Absolute
.255
.264
Positive
.209
.264
Negative
-.255
-.250
Kolmogorov-Smirnov Z
.806
.834
Asymp. Sig. (2-tailed)
.535
.489
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
87
Lampiran 20. Uji normalitas data verifikasi sampel recovery produk B (lanjutan) C. Sukrosa One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 10
10
8.4440
8.4920
1.12852
1.10940
Absolute
.265
.303
Positive
.230
.303
Negative
-.265
-.273
Kolmogorov-Smirnov Z
.839
.959
Asymp. Sig. (2-tailed)
.483
.317
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
D. Protein One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test FTIR N
Manual 10
10
.3240
.3540
.01838
.04881
Absolute
.228
.351
Positive
.192
.351
Negative
-.228
-.143
Kolmogorov-Smirnov Z
.721
1.110
Asymp. Sig. (2-tailed)
.676
.170
Normal Parameters
a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
88
Lampiran 21. Uji t sampel recovery produk B A. Total padatan t-Test: Paired Two Sample for Means Total Padatan
0.05
FTIR
Manual
Mean
10.7110
10.7750
Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
2.1257 10 0.9993 0 9 -1.6110 0.0708 1.8331 0.1416 2.2622
1.8039 10
B. Kadar lemak
0.05
FTIR
Manual
Mean Variance
0.3340 0.0019
0.3490 0.0047
Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
10 0.9738 0 9 -1.6948 0.0622 1.8331 0.1244 2.2622
10
t-Test: Paired Two Sample for Means Kadar Lemak
89
Lampiran 21. Uji t sampel recovery produk B (lanjutan) C. Sukrosa
0.05
FTIR
Manual
Mean Variance Observations
8.4440 1.2736 10
8.4920 1.2308 10
Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference
0.9939 0
df t Stat
9 -1.2137
P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail T Critical Two-tail
0.1279 1.8331 0.2557 2.2622
t-Test: Paired Two Sample for Means Sukrosa
D. Protein
0.05
FTIR
Manual
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail T Critical one-tail P(T<=t) two-tail
0.3240 0.0003 10 0.4633 0 9 -2.1828 0.0285 1.8331 0.0569
0.3540 0.0024 10
T Critical Two-tail
2.2622
t-Test: Paired Two Sample for Means Protein
90