TESIS
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA MENINGKATKAN EKSPRESI TGF-β1 PADA KULIT TIKUS YANG TERPAJAN SINAR UVB
YOSSY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
TESIS
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA MENINGKATKAN EKSPRESI TGF-β1 PADA KULIT TIKUS YANG TERPAJAN SINAR UVB
YOSSY NIM : 0990761028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
TESIS
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA MENCEGAH PROSES PENUAAN DINI KULIT MELALUI PENINGKATKAN EKSPRESI TGF-β1 PADA TIKUS YANG TERPAJAN SINAR UVB
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana
YOSSY NIM : 0990761028
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ii
Lembar Persetujuan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30 APRIL 2012 Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Wimpie I Paangkahila, Sp.And, FAACS NIP : 194612131971071001
Prof. dr. I. Gusti Made Aman, Sp. FK NIP. 194606191976021001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie I Paangkahila, Sp.And, FAACS NIP : 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S NIP : 195902151985102001
i
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 April 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0144/UN14.4/HK/2012, Tanggal 16 Januari 2012
Ketua
: Prof. Dr. dr. Wimpie I Paangkahila, Sp.And, FAACS
Anggota
: 1. Prof. dr. I Gst. Made Aman, Sp.FK 2. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp.Biok 3. Prof. Dr. dr. J Alex Paangkahila, MSc, Sp.And 4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH
i
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mafia Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nyalkurnia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga menghaturkan banyak terima kasih kepada : l.
Prof. DR. dr. Wimple I Pangkahila, Sp. And, FAACS, sebagai Ketua Program Studi Anti Aging Medicine dan pembimbing I yang banyak memberikan ide, masukan, saran ilmiah dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis dan juga telah memacu penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini untuk kemajuan ilmu yang baru berkembang ini, yaitu ilmu Kedokteran Anti Penuaan (Anti Aging Medicine)
2.
Prof. dr. I Gst. Md. Aman, Sp.FK, yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah yang berkaitan dengan jalannya penelitian yang dilaksanakan di Universitas Udayana, beserta staf Farmakologi Universitas Udayana.
3.
Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp.BIOK yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah yang sangat berharga bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
4.
Prof. DR. dr. J. Alex Pangkahila, MSc, Sp.And, yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah terutama dalam metode penelitian dan statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
5.
Prof. DR. dr. Adiputra, MOH, yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah terutama dalam metode penelitian yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
6.
Prof Mantik Ketua Bagian Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, yang telah memberikan masukan dan saran serta membantu pelaksanaan penelitian di Lab Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
7.
Bpk. Ketut Tunas, yang telah membantu memberikan masukan dan saran ilmiah terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
8.
Staf bagian Andrologi dan Seksologi (dr. Oka, dr. Pram, Mbak Eni, dan Bpk. Edi)
i
serta teman-teman mahasiswa Program Magister Anti Aging Medicine atas dorongannya. 9.
Keluarga tercinta yang selalu memberikan dorongan moril dan materil bagi penulis dalam menempuh pendidikan ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, 30 April 2012
Penulis
v
ABSTRAK PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA MENINGKATKAN EKSPRESI TGF-β1 PADA KULIT TIKUS YANG TERPAJAN SINAR UVB Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi akibat efek kronis sinar ultraviolet. Yang paling banyak mempengaruhi kesehatan kulit adalah ultraviolet B, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi. Sinar ultraviolet dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan TGF-β. Photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar pada kulit. Saat ini banyak dikembangkan berbagai metode guna menekan terjadinya kerusakan pada kulit terutama yang disebabkan oleh paparan langsung sinar ultraviolet secara terusmenerus yaitu dengan menggunakan Platelet Rich Plasma. PRP adalah bahan yang berasal dari darah yang diambil dari tubuh penderita sendiri (autologus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran PRP topikal dalam melindungi kulit dari photoaging. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni menggunakan metodologi pre-test post-test control group design. Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan, usia 2,5 bulan sebagai subyek yang secara anatomis sama dengan manusia usia dewasa muda. Jumlah sampel dalam penelitian ini 22 ekor tikus, 4 ekor tikus untuk TGF-β1 pre-test, sisanya 18 ekor tikus dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 9 ekor tikus yaitu kelompok kontrol (UVB dan aquadest) dan kelompok perlakuan (UVB dan PRP). Pajanan UVB diberikan 2 hari sekali selama 2 minggu dengan total dosis 840 mJ/cm². Pengolesan aquadest dan PRP dilakukan setiap hari sebanyak 0,1cc. Pada akhir penelitian, diambil jaringan kulitnya untuk diperiksa TGF-β1 nya dengan menggunakan metode ELISA. Dari penelitian ini diperoleh hasil tidak terjadi perubahan yang bermakna (p>0,05) pada kelompok kontrol yaitu 8,65%, tetapi pada kelompok perlakuan, terjadi peningkatan secara bermakna (p<0,05) yaitu 13,68%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengolesan PRP meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada kulit tikus yang terpajan sinar UVB.
Kata Kunci : photoaging, ultraviolet B, TGF-β1, PRP
i
ABSTRACT SUPPLEMENTATION OF PLATELET RICH PLASMA INCREASED THE TGF-β1 EXPRESSION ON THE RAT SKIN UNDER THE UVB RAY EXPOSURE The premature aging of skin or the photoaging is an aging process due to the chronic effects of ultraviolet rays. Mostly, the UVB is the kind of beam that negatively affects our skin health since its wave length is short and gets to the earth most. Ultraviolet rays can stimulate the synthesis of MMP-1 and MMP-3 through the release of TNF-α by keratinocyte and fibroblast as well as cause the decrease of TGF-β. Photoaging is primarily indicated by the wrinkles, looseness, pigmentation change, brownish flecks and rough-looking appearances on the skin. At the time being, various methods have been developed to reduce the occurrences of skin damage caused specifically by the continuous and direct ultraviolet ray exposure; one way is to utilize the Platelet-Rich Plasma (PRP). PRP is a serum or blood component derived from the patient's own blood (autologous).The aim of this study is to know the role of PRP on protecting skin from photoaging. This study was designed as true experimental using the pre-test post-test control group design methodology. This study was done on male rats (Rattus Norvegicus) aged 2.5 months as the subjects in which they were anatomically considered similar to human adults. The samples included 22 rats; 4 rats were used for TGF-β1 pre-test and the rest 18 rats were divided into 2 groups, control group (UVB+aquadest) and treated group (UVB + PRP) in which each group contained 9 rats. The UVB exposures were given once in every two days for 2 weeks with the total dosage amount of 840 mJ/cm². Furthermore, 0.1 cc of aquadest and 0.1 cc of PRP were applied to the skin of rats in the control and treated groups. At the end of the study, the pre-test and post-test rats would have their skin tissues analyzed using ELISA to measure the expression of their TGF-β1. The results showed an 8.65% decrease in the control group that was not significantly different (p>0.05), but the treated group had an increase of TGF-β1 expression 13.68% with a significant difference (p<0.05). It was concluded that the supplementation of Platelet Rich Plasma increased the TGF-β1 expression on the rat skin under the uvb ray exposure. Keywords : photoaging, ultraviolet B, TGF-β1, PRP
v
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ............................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ...................................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR TABEL.................................................................................................. DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ....................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ......... BAB I
BAB II
i ii iv v vi ix x xi xii
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................
1 7 7 7
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan .................................................................................... 2.1.1 Definisi penuaan............................................................ 2.1.2 Penyebab proses penuaan .............................................. 2.1.3 Teori proses penuaan ..................................................... 2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan ................................ 2.1.5 Upaya menghambat penuaan ......................................... 2.1.6 Tanda penuaan............................................................... 2.2 Proses Penuaan Pada Kulit ........................................................ 2.2.1 Penyebab penuaan kulit ................................................. 2.2.2 Penuaan intrinsik dan ekstrinsik .................................... 2.3 Efek Ultraviolet ........................................................................
8 9 10 10 13 15 17 19 20 20 23
2.3.1 Radiasi ultraviolet ......................................................... 2.3.2 Sinar ultraviolet .............................................................
24 25
vi
2.3.3 Efek akut ultraviolet ...................................................... 2.3.3.1 Eritema .............................................................. 2.3.3.2 Pigmentasi ......................................................... 2.3.3.3 Kerusakan DNA ................................................ 2.3.3.4 Penekanan imun................................................. 2.3.4 Efek kronis ultraviolet ................................................... 2.3.4.1 Photoaging ........................................................ 2.3.4.2 Fotokarsinogenesis ............................................ 2.4 Plasma Kaya Trombosit (Platelet Rich Plasma) ........................ 2.4.1 Trombosit ...................................................................... 2.4.2 Growth Factor ............................................................... 2.5. Transforming Growth Factor-ß (TGF-β) ...................................
26 26 27 27 28 28 28 28 29 34 35 36
BAB III KERANGKA BERPIKIR KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir..................................................................... 3.2 Konsep ..................................................................................... 3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................
39 40 40
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 4.2 Subyek dan Sampel................................................................... 4.2.1 Variabilitas populasi ...................................................... 4.2.2 Kriteria subyek .............................................................. 4.2.3 Besaran sampel ............................................................. 4.2.4 Teknik penentuan sampel .............................................. 4.3 Variabel .................................................................................... 4.3.1 Klasifikasi variable ........................................................ 4.3.2 Definisi operasional variabel ......................................... 4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................ 4.5 Prosedur Penelitian ................................................................... 4.6 Alur Penelitian .......................................................................... 4.7 Analisis Data ............................................................................
41 42 42 42 43 44 44 44 44 45 46 50 51
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Normalitas Daya ................................................................. 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok .....................................
52 52 53
vii
5.3
Ekspresi TGF-β1....................................................................... 5.3.1 Uji Komparabilitas ........................................................ 5.3.2 Analisis Efek Perlakuan................................................. 5.3.3. Analisis Komprarasi antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan ......................................................................
53 53 54
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Subyek Penelitian .................................................................... 6.2 Efek Pengolesan PRP dan Pajanan UVB terhadap Ekspresi TGF-β1 .....................................................................................
57 57
55
57
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan .................................................................................. 7.2 Saran ......................................................................................
63 63
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... .. LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................
64 69
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.3. Gambar 2.4 Bagan 3.1 Bagan 4.1 Bagan 4.2 Gambar 5.1
Gambar sinar ultraviolet ............................................................... Plasma Kaya Trombost (Platelet Rich Plasma) .............................. Kerangka Konsep ......................................................................... Skema Rancangan Penelitian ........................................................ Alur Penelitian ............................................................................. Perubahan Ekspresi TGF-β1 Sesudah Diberikan Pengolesan PRP dan Pajanan UVB .......................................................................
ix
24 33 40 41 50 56
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5
Hasil Uji Normalitas data Ekspresi TGF-β1 masing-masing Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ....................................... Hasil Homogenitas antar Kelompok Data Ekspresi TGF- β1 Sesudah Perlakuan ........................................................................ Rerata Ekspresi TGF-β1 antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan ...................................................................................... Rerata Ekspresi TGF-β1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan. ..................................................................................... Analisis Komparasi Ekspresi TGF-β1 antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan ........................................................................
x
52 53 53 54 55
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
AAM A4M AGE AP-1 α-MSH BMPs cAMP CREB DHEA EGF ERK FDA FSH GH IGF-1 LH MED MITF mJ/cm² MMP PAX3 PDGF pg/ml PKA PMN PPP PRP TGF-β1 TIMPs TNF-α TYRP1 TYRP2 UV VEGF
: Anti Aging Medicine : American Academy of Anti Aging Medicine : Advance Glycation End Product : Activator Protein-1 : α-Melanocyte Stimulating Hormone : Bone Morphogenetic Proteins : cyclic-Adeno Mono Phosphate : CAMP-Responsive Element Binding Protein : Dehydroepiandrosterone : Epidermal Growth Factor : Extracellular- signal-Regulated Kinase : Food and Drug Administration : Folicle Stimulating Hormone : Growth Hormone : Insulin Growth Factor-1 : Luteinizing Hormone : Minimal Erythema Dose : Micropthalmia Transforming Factor : mili Joule per sentimeter persegi : Matrix Metalloproteinase : Paired-box homeotic gene : Platelet Derived Growth Factor : pico gram per mililiter : Protein Kinase A : Polymorphonuclear : Platelet Poor Plasma : Platelet Rich Plasma : Transforming Growth Factor-beta 1 : Tissue Inhibitors of the same Metalloproteinase : Tumor Necrosing Factor- alfa : Tryrosinase-related Protein 1 : Tryrosinase- related Protein 2 : Ultraviolet : Vascular Endothelial Growth Factor
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Halaman Uji Normalitas Data Sesudah Perlakuan .......................................69 Uji t-independent Data TGF-β1 Sebelum Perlakuan (Pre) .............70 Uji t-independent Data TGF-β1 Sesudah Perlakuan (Post) ...........71 Uji t-paired antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan (Pre-Post) masing-masing Kelompok ...........................72 Foto-foto Penelitian .......................................................................74
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa orang yang mengalami proses penuaan lebih cepat dibandingkan dengan orang lain. Kecepatan proses penuaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor ekstrinsik maupun intrinsik (Pangkahila, 2007). Faktor ekstrinsik di antaranya adalah gaya hidup yang salah misalnya makanan atau minuman yang dikonsumsi tidak sehat, penyalah gunaan obat-obatan baik yang dikonsumsi, disuntikkan maupun yang digunakan secara topikal serta penggunaan kosmetika dengan kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan hormon baik estrogen, progesteron, stress, genetik maupun ras. Proses Penuaan adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia. Penuaan bukan hanya proses menjadi tua, ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu
1
penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat
15
dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003). Konsep Anti Aging Medicine (AAM) ini dicetuskan pada tahun 1993, konsep ini menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Oleh karena itu, dengan adanya ilmu ini diharapkan akan meningkatkan usia harapan hidup yang tentunya dengan kualitas hidup yang tinggi. Saat ini banyak hal yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup, salah satunya yang sangat berperan adalah gaya hidup yang buruk pada masyarakat yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan sampai menimbulkan kematian pada usia muda. Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Seperti organ tubuh yang lainnya, kulit manusia juga mengalami penuaan kronologis. Proses penuaan itu berhubungan dengan perubahan yang terjadi secara terus-menerus pada semua jaringan termasuk pada kulit. Perubahan ini termasuk kehilangan interstitial matrix proteins dalam sel (Jenkins, 2002). Gambaran klinis dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi (Yaar dkk., 2002).
16
Salah satu faktor yang menyebabkan penuaan kulit adalah radiasi sinar ultraviolet (UV). Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus pada kulit manusia akan merusak struktur dan fungsi kulit tersebut. Kerusakan kulit tergantung pada jumlah dan jenis sinar ultraviolet serta tipe kulit seseorang. Radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dapat menimbulkan berbagai macam efek pada kulit manusia, di antaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan, kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus (Fisher dkk., 2000). Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi ultra violet terbagi atas tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon
17
pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi, sinar ultra violet juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks metalloproteinase (MMP). Sinar ultra violet juga dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan Tumor Necrosing Factor-alfa (TNF-α) oleh keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan Transforming Growth Factor- beta (TGF-β) (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGF-β juga dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001). Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam metode guna menekan terjadinya kerusakan pada kulit terutama yang disebabkan oleh paparan langsung sinar ultraviolet secara terus-menerus. Salah satu metode yang sedang berkembang saat ini adalah dengan menggunakan Platetet Rich Plasma ( Plasma Kaya Trombosit). PRP adalah bahan yang berasal dari darah yang diambil dari tubuh penderita sendiri (autologus). Saat ini sedang berkembang dan banyak digunakan untuk menyembuhkan luka, terutama di bidang bedah. Dua bahan yang sangat berkembang dan banyak dipakai sebagai pengobatan dengan bahan dasar darah adalah fibrin tissue adhesive (FTA) atau yang dikenal dengan fibrin glue dan
platelet rich plasma(PRP) atau plasma kaya
trombosit. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PRP, maka harus dipahami tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari tiga fase yaitu
18
inflamasi, proliferasi dan remodelling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi penghentian perdarahan. Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi. Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup. Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka.Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi (Weibrich dkk., 2003). Begitu juga dengan growth factor, Growth factor yang berasal dari trombosit atau platelet derived growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) yaitu bentuk isomer rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy (Driver dkk., 2006). Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu epidermal growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk
19
menambah percepatan penyembuhan luka. PRP dapat diperoleh dengan melakukan sentrifugasi terhadap plasma darah yang telah dicampur dengan antikoagulan ( Na Citrat) dan diperoleh secara autologus. PRP bisa didefinisikan sebagai plasma darah yang mengandung 1.000.000 trombosit/microliter dalam 5 ml plasma. Secara luas PRP diketahui mengandung tujuh macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PRP juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Dan selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit. Beberapa cara pembuatan dan proses pengambilan PRP ini sudah banyak beredar seperti Smart Prep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies Corp) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic, Inc, Minneapolis) (Weibrich dkk., 2003). Dengan pemberian PRP ini tentunya diharapkan akan meningkatkan ekspresi TGF-β1 yang dapat menghambat efek penuaan dini kulit (photoaging), oleh karena paparan sinar ultra violet yang terus-menerus dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas yang menyebabkan kerusakan jaringan serta menurunkan ekspresi TGF-β secara langsung pada kulit manusia secara in vivo (Gambichler dkk., 2007; Quan dkk., 2004) yang dapat menimbulkan hiperpigmentasi, juga dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah
20
enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001), mekanisme molekuler yang berhubungan
dengan
TGF-β
juga
dapat
mengakibatkan
terjadinya
hipopigmentasi. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah pemberian PRP secara topikal dapat meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada kulit tikus yang diberi pajanan kronis sinar ultraviolet B? 1.3 Tujuan Penelitian Umum
: untuk mengetahui peran PRP dalam melindungi penuaan dini kulit.
Khusus : untuk mengetahui pemberian PRP secara topikal dapat meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada kulit tikus yang diberi pajanan kronis sinar ultraviolet B dengan total dosis 840 mj /cm² selama 2 minggu. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 2 Manfaat ilmiah
: Menambah wawasan ilmiah tentang peranan PRP dalam melindungi kulit dari paparan sinar UVB melalui peningkatan kadar TGF-β1.
3 Manfaat klinis
: Jika penelitian ini terbukti dan setelah dilakukan tahapan pemeriksaan klinik, maka baru dapat diaplikasikan
pada
manusia.
21
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dialami oleh semua manusia. Penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa yang membuat tua tidak sebaik baru dan ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003). Konsep AAM ini dicetuskan pada tahun 1993, konsep ini menganggap dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Oleh karena itu, dengan adanya ilmu ini diharapkan akan meningkatkan usia harapan hidup yang tentunya dengan kulaitas hidup yang tinggi. Saat ini banyak hal yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas hidup, salah satunya yang sangat berperanan adalah gaya hidup yang buruk pada
8
22
masyarakat yang bisa menimbulkan berbagai macam penyakit bahkan sampai menimbulkan kematian pada usia muda. 2.1.1 Definisi penuaan Definisi aging menurut A4M (American Academy of Anti-Aging Medicine) adalah perubahan fisik
yang berhubungan dengan aging
disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak
kasus dapat diubah
dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). Penuaan adalah suatu kumpulan gejala dari perubahan yang terusmenerus, menyeluruh dan menetap. Proses penuaan terjadi pada molekul (DNA, protein, lemak), pada sel dan organ. Frekuensi penyakit yang meningkat pada usia tua seperti arthritis, osteoporosis, penyakit jantung, kanker, Alzheimer's Disease sering dikaitkan dengan terjadinya proses penuaan. Padahal pada kenyataannya tidak semua benar bahwa penyakit yang terjadi pada usia tua adalah merupakan proses penuaan (Klatz dan Goldman, 2004). Webster's New World Dictionary mendefinisikan penuaan sebagai proses menjadi tua atau menunjukkan tanda-tanda menjadi tua. Oleh karena itu kemudian dikenal dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis atau biologis. Usia kronologis ialah usia sebenarnya sesuai dengan tahun kelahiran, sedang usia fisiologis atau biologis ialah usia sesuai dengan fungsi organ tubuh. Maka usia kronologis tidak selalu sama dengan usia fisiologis (Pangkahila, 2007).
23
2.1.2 Penyebab proses penuaan Banyak faktor yang dapat menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menyebabkan sakit, dan akhirnya membawa kepada kematian. Pada dasarnya berbagai faktor itu dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan. Karena berbagai faktor itulah terjadi proses penuaan, sehingga orang menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Namun, kalau faktor penyebab itu dapat dihindari, proses penuaan tentu dapat dicegah, diperlambat, bahkan mungkin dihambat, dan kualitas hidup dapat dipertahankan. Dengan kata lain usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik. Dengan melihat berbagai faktor di atas, kita dapat menentukan faktor mana yang dapat dihindari atau diatasi agar proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat (Pangkahila, 2007). 2.1.3 Teori proses penuaan Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas serta teori program meliputi terbatasnya replikasi sel, proses imun, dan teori neuroendokrin (Pangkahila, 2007).
24
Ada empat teori pokok dari penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu: 1. Teori Wear and Tear Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2. Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan
hormonnya.
Dengan
bertambahnya
usia
tubuh
memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3. Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana
kita dilahirkan dengan kode
genetik
yang unik,
yang
memungkinkan fungsi fisik dan mental terentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.
25
4. Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
26
2.1.4 Faktor yang mempercepat penuaan Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena
proses
penuaan.
Pada
umumnya
manusia
tidak
pernah
mempertanyakan mengapa kita menjadi tua, sakit, dan akhirnya meninggal. Orang hanya menganggap menjadi tua memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah ya ng muncul harus dialami. Bahkan, ada yang berpendapat usia setiap orang sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia tertentu, yang tidak sama pada setiap orang. Namun ternyata ada beberapa faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu : 4. 1. a.
Faktor lingkungan Pencemaran lingkungan berupa bahan polutan dan bahan kimia yang merupakan hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga akan mempercepat proses penuaan.
b.
Pencemaran lingkungan berupa suara bising. Dari beberapa penelitian yang ada, ternyata suara bising mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin dan dapat menyebabkan apoptosis pada berbagai jaringan tubuh.
c.
Pemakaian
obat-obatan
dan
jamu
yang
tidak
terkontrol
pemakaiannya dapat menurunkan hormon tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung melalui mekanisme umpan balik (hormonal feedback mechanism).
27
d.
Sinar matahari secara langsung dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan kerusakan pada kolagen kulit.
5. 2.
Faktor diet atau makanan Dipengaruhi oleh jenis nutrisi, jumlahnya serta kualitas dari
makanan tersebut hendaknya yang tidak menggunakan bahan pengawet, pewarna, dan perasa dari bahan kimia yang terlarang. Zat beracun yang terkandung dalam makanan tersebut, tentunya dapat menimbulkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang paling utama adalah kerusakan pada organ hati. 6. 3.
Faktor genetik Genetik seseorang ditentukan oleh genetik dari orang tuanya.
Ternyata, faktor genetik dapat berubah jika terpapar oleh infeksi virus, radiasi serta racun yang terdapat pada makanan, minuman dan kulit yang dapat diserap oleh tubuh. 4.
Faktor psikik Stres juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya proses apoptosis pada berbagai organ atau jaringan tubuh.
7. 5.
Faktor organik Yang
merupakan
faktor
organik
adalah
rendahnya
kebugaran/fitness, pola makan yang tidak sehat, penurunan Growth Hormone (GH) dan IGF-1, penurunan hormon testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah memasuki usia 30 tahun yang dapat menyebabkan gangguan pada ritme harian (circadian clock) yang
28
kemudian akan berpengaruh juga pada kulit dan rambut yang ditandai dengan berkurangnya pigmentasi serta terjadinya gangguan pola tidur, peningkatan prolaktin yang sejalan dengan perubahan pada emosi dan stres. Serta terjadi perubahan pada FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). 2.1.5 Upaya menghambat penuaan Proses penuaan bukan datang dengan sendirinya tanpa sebab. Proses penuaan dapat dicegah dan dihambat jika kita dapat mengatasi faktor penyebabnya. Pada dasarnya upaya menghambat proses penuaan dapat dilakukan sebagai berikut (Pangkahila, 2007) : 1. Menjaga kesehatan tubuh dan jiwa dengan gaya hidup sehat, yaitu meliputi: a.
Berolahraga teratur Minimal 30 menit tiga kali seminggu atau dilakukan setiap hari.
b.
Makanan yang sehat dan cukup Rendah kalori, banyak sayur dan buah-buahan, cukup protein.
c.
Hindari dan atasi stres
d.
Hindari bahan yang bersifat racun Seperti merokok dan alkohol yang berlebihan, pestisida, bahan pengawet yang tidak sehat.
e.
Adanya keseimbangan antara kesibukan dan relaksasi.
2. Kehidupan berkeluarga harus bahagia, termasuk dalam kehidupan seksual, hindari perilaku seksual yang tidak sehat.
29
3. Lakukanlah pekerjaan sebagai suatu kesenangan. 4. Hiduplah dalam lingkungan sosial yang sesuai dengan hati nurani. 5. Upayakan selalu berpikir positif dan optimis. 6. Jangan merasa sehat normal hanya karena tidak merasakan keluhan yang serius. 7. Jangan merasa sudah tua dan tidak berdaya 8. Jangan gunakan obat atau ramuan yang tidak punya dasar ilmiah yang jelas dan tanpa petunjuk tenaga ahli. 9. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang diperlukan dan sesuai dengan kondisi masng-masing. 10. Gunakan obat dan suplemen yang diperlukan sesuai petunjuk ahli, untuk mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh yang menurun dengan bertambahnya usia. Upaya pertama sampai kedelapan sebenarnya upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa adanya intervensi pengobatan dari luar. Tetapi pada kenyataannya untuk melaksanakan upaya tersebut tidaklah mudah, bahkan sebagian justru sulit dan nyaris hampit tidak dapat dilakukan. Upaya kesembilan dan kesepuluh merupakan upaya intervensi yang memerlukan perlakuan atau pengobatan yang disarankan atau diberikan oleh tenaga ahli.
Yang kerap kali menjadi hambatan atau kesulitan dalam melakukan upaya dalam menghambat proses penuaan tanpa intervensi diantaranya
30
adalah disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat, pengetahuan yang rendah, serta budaya yang tidak benar. Lingkungan yang tidak sehat antara lain seperti adanya sejumlah makanan yang ternyata telah diracuni oleh bahan berbahaya seperti formalin, pestisida, dan bahkan bahan pewarna. Beberapa produk kosmetik juga banyak yang dicampur dengan bahan kimia yang berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Belum lagi pencemaran udara yang disebabkan dari asap kendaraan bermotor, industri, rokok, dan yang lainnya yang mana semuanya itu tentunya akan sangat mengganggu. Pengetahuan yang rendah dalam berbagai aspek juga banyak menimbulkan masalah yang dapat menghambat proses penuaan seperti mengkonsumsi sesuatu yang sebenarnya tidak bermanfaat, bahkan sangat merugikan. Demikian juga dengan budaya yang tidak benar, misalnya meyakini bahwa pada usia tua orang memang harus tidak berdaya. Akibatnya banyak orang yang pasrah menerima berbagai keluhan yang muncul seiring dengan bertambahnya usia (Pangkahila, 2007). 2.1.6 Tanda penuaan Proses penuaan ditandai penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua fenomena, yaitu penurunan fisiologik (kehilangan fungsi tubuh dan sistem organnya) dan peningkatan penyakit (Fowler, 2003). Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan
31
karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase yaitu : 1. Fase subklinik (usia 25-35 tahun) Kebanyakan hormon mulai menurun : testosteron, GH, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stress, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Individu akan tampak dan merasa “normal” tanpa tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. 2. Fase transisi (usia 35-45 tahun) Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan masa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Tergantung dari gaya hidup, radikal bebas merusak sel dengan cepat sehingga individu mulai merasa dan tampak tua. Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit arteri koronaria dan diabetes.
32
3. Fase Klinik (usia 45 tahun keatas) Orang mengalami penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kg setiap tiga tahun, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Di antara usia 40 tahun dan 70 tahun, seorang pria
kemungkinan
dapat
kehilangan
20
pon
ototnya,
yang
mengakibatkan ketidak mampuan untuk membakar 800-1.000 kalori perhari. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama untuk menikmati ”tahun emas” dan seringkali adanya ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana dalam kehidupan sehari-harinya. Prevalensi penyakit kronis akan meningkat secara dramatik sebagai akibat peningkatan usia (Fowler, 2003). 2.2 Proses Penuaan Pada kulit Radiasi sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari dapat menimbulkan berbagai macam efek pada kulit manusia, diantaranya adalah sunburn, penekanan imunitas, dan penuaan dini (photoaging). Sunburn dan penekanan sistem imun terjadi secara akut sebagai respon akibat paparan yang berlebihan dari sinar matahari, sedangkan kanker kulit dan photoaging akibat dari akumulasi kerusakan yang disebabkan oleh paparan berulang sinar ultraviolet. Kulit yang mengalami photoaging ditandai dengan kerutan,
33
kekenduran, perubahan pigmentasi, flek kecoklatan, dan tampak kasar. Sangat berbeda dengan kulit dengan penuaan kronologis atau penuaan intrinsik pada kulit yang diproteksi dari sinar matahari yang menjadi tipis, mengalami penurunan elastisitas tetapi kadang tampak halus (Fisher dkk., 2000). 2.2.1 Penyebab penuaan kulit Proses penuaan itu berhubungan dengan perubahan yang terjadi secara terus-menerus pada semua jaringan termasuk pada kulit. Perubahan ini termasuk kehilangan interstitial matrix proteins dalam sel (Jenkins, 2002). Penuaan kulit secara intrinsik berupa pengurangan ketebalan kulit dan perubahan karakteristik dari susunan jaringan. Gambaran klinis dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi. Secara umum diasumsikan penyebab dari proses penuaan kulit ini dapat dipengaruhi oleh latar belakang etnis, gaya hidup dan paparan sinar matahari secara terus-menerus (Gilchrest dan Krutmann, 2006). 2.2.2 Penuaan intrinsik dan ekstrinsik Proses penuaan pada kulit dapat dibagi menjadi dua yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik (Gilcherst dan Krutmann, 2006) :
34
7. Penuaan intrinsik dikenal juga dengan proses penuaan secara alamiah, yang merupakan proses yang terus berlangsung, biasanya dimulai pada usia 20 tahunan. Penuaan intrinsik tersebut, terjadi oleh karena akumulasi kerusakan endogen yang disebabkan oleh pembentukan senyawa
oksigen
reaktif
selama
metabolisme
oksidasi seluler.
Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab penuaan intrinsik pada kulit, selain oleh karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon. Manifestasi klinis penuaan kronologis kulit dapat berupa serosis, kelemahan, kerutan dan gambaran tumor jinak seperti keratosis seboroik dan angioma buah ceri.
35
8. Penuaan ekstrinsik (photoaging), terjadi sebagai akibat kerusakan kumulatif dari radiasi sinar ultraviolet. Radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh kisaran radiasi sinar matahari. Secara umum sinar ultraviolet dibagi menjadi tiga, yaitu UVA (320 - 400 nm), UVB (280 - 320 nm), UVC (100 280nm). UVC dapat terabsorbsi secara langsung oleh lapisan ozone di atmosfer. Radiasi UV dapat mengakibatkan aktivasi reseptor permukaan sel yang mengakibatkan propagasi sinyal intraseluler dan sintesis faktor transkripsi, protein inti yang berikatan dengan DNA untuk meningkatkan atau menekan gen transkripsi. Salah satu faktor transkripsi yang secara cepat dan prominen dapat terinduksi oleh radiasi sinar UV adalah AP-1. AP-1 dapat mempengaruhi gen transkripsi kolagen pada fibroblas, menurunkan level prokolagen I dan III, selain itu AP-1 juga dapat merangsng gen transkripsi yang mengkode matrix-degrading enzyme seperti metalloproteinase. Pada kulit yang mengalami photoaging tersebut dapat memperlihatkan gambaran klinis berupa permukaan yang kasar, kerutan halus dan kasar, bercak kekuningan, kering, dan telangiektasis (Rigel dkk., 2004; Gilchrest dan Krutmann, 2006).
36
2.3 Efek Ultraviolet Penuaan dini pada kulit atau photoaging merupakan penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada.Radiasi ultra violet terbagi atas tiga golongan yaitu UVA (320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-280nm). UVC biasanya tidak sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UVC ini diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek dan paling banyak menembus bumi (Fisher dkk., 2000). Ultraviolet B lebih banyak menyebabkan kerusakan sel DNA. Kelainannya berupa lesi DNA pada cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa eritema atau kemerahan. Menariknya hasil akhir dari
proses glikasi atau advance glycation end product (AGE) yang
terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga merusak sel fibroblas di dermal. Sinar ultra violet juga terbukti meningkatkan degradasi kolagen melalui aktivasi matriks metalloproteinase (MMP). Dan juga sinar ultra violet dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine pyrimidone photo product. Yang secara langsung mempengaruhi
37
sintesis asam nukleat. Walaupun DNA inti mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri, kerusakan DNA jarang sekali di perbaiki secara komplit dan bisa menjadi sel kanker (Gilchrest, 2004). Pada beberapa penelitian juga dikatakan bahwa radiasi sinar UVB menyebabkan penurunan dari sintesis TGF-β (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGF-β dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001).
Gambar 2.3. Gambar sinar ultraviolet
2.3.1 Radiasi ultraviolet Spektrum elektromagnetik yang ditransmisikan oleh sinar matahari berkisar antara sinar kosmik yang sangat pendek hingga gelombang radio yang sangat panjang. Sebagian besar perubahan kulit akibat sinar yang terjadi berhubungan dengan radiasi UV. Terdapat tiga kategori radiasi UV, yaitu : UVC, dengan panjang gelombang yang terpendek, yaitu 100-290 nm. Tidak ada panjang gelombang yang lebih pendek dari 290 nm yang mencapai permukaan bumi, terutama disebabkan oleh fitrasi oleh lapisan ozone.
38
Berbeda dengan UVB dengan panjang gelombang 290-320 nm yang mencapai permukaan bumi dan bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar terjadinya fotobiologi pada kulit. Sinar UVA dengan panjang gelombang 320-400 nm mampu melewati kaca jendela dan dibagi menjadi UVA1 dengan panjang gelombang 340-400nm dan UVA2 dengan panjang gelombang 320-340nm (Rigel dkk., 2004). Menipisnya lapisan stratosfer dari ozone mengakibatkan semakin banyak jumlah radiasi UVB yang mencapai permukaan bumi yang selanjutnya menimbulkan efek langsung terhadap kesehatan manusia. Paparan ultraviolet ini memegang peranan penting terhadap terjadinya penuaan dini kulit. 2.3.2 Sinar ultraviolet Ultra violet B (UVB) merupakan spektrum radiasi ultra violet dengan panjang gelombang 290 – 320 nm, dan merupakan sinar ultraviolet yang paling efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena ultraviolet B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya.Sinar UVB banyak terserap ke epidermis dan menembus ke papila dermis.Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UVB ke epidermis berupa eritema.Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang. Pada pajanan sinar UVB tunggal dengan dosis suberitema ,gejala eritema berangsur berkurang dalam waktu 24 jam. Pada pajanan berulang akan terjadi efek kumulatif dan terjadilah
39
eritema.Gejala eritema setelah paparan sinar UVB akan terjadi kemudian dalam waktu 3- 5 jam dan maksimal pada 12-24 jam kemudian, dan berkurang dalam 72 jam. Sebelum terjadi eritema maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Secara histopatologis pada studi dengan potongan kulit 1-µm yang disinari UVB tunggal dengan dosis 3 MED terjadi kerusakan sel keratinosit pada 30 menit setelah paparan, dan paling jelas pada 24jam kemudian. Setelah 72 jam sel keratinosit yang rusak berubah menjadi parakeratotik dan pembesaran sel endotel terjadi setelah 30 menit sampai maksimal 24 jam setelahnya (Gilchrest, 2004). 2.3.3 Efek akut ultraviolet 2.3.3.1 Eritema Eritema (sunburn) merupakan reaksi inflamasi akut pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul akibat setelah paparan yang berlebihan radiasi sinar ultraviolet. Eritema yang terbentuk tergantung pada panjang gelombang. UVA yang memiliki dua kategori oleh karena memiliki perbedaan eritemogenik di mana UVA2 lebih meningkatkan eritema dibandingkan UVA1. Efektifitas eritema menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Eritema yang diinduksi oleh UVB berespon lebih lambat, mencapai puncaknya setelah 6-24 jam tergantung dosis. Intensitas kemerahan sangat tergantung dosis. Eritema ini dapat bertahan satu hari atau lebih, tergantung dosis dan tipe kulit. Meskipun reaksi akhirnya adalah peningkatan kemerahan kulit, lamanya dan dosis yang mengakibatkan eritema akibat UVB dan UVA sangat berbeda, radiasi UVA sangat kurang
40
efektif mengakibatkan kemerahan dibandingkan dengan UVB. Dosis terendah yang mengakibatkan kemerahan minimal yang dapat dilihat dengan jelas 24 jam setelah radiasi disebut minimal erythema dose (MED). Nilai MED ini bervariasi antara satu orang dengan lainnya tergantung fototipe kulit, warna kulit, dan lokasi anatomi (Rigel dkk., 2004). 2.3.3.2 Pigmentasi Respon pigmemtasi kulit mengikuti paparan sinar matahari terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung panjang gelombang radiasi. Eritema yang diinduksi UVB diikuti dengan pigmentasi. Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan UVB. Perbedaan ini kemungkinan terjadi akibat lokalisasi pigmen yang diinduksi oleh UVA lebih basal. Melanisasi yang diinduksi oleh UVB menghilang dengan turn-over epidermis dalam satu bulan (Fisher dkk.,2000; Rigel dkk., 2004). 2.3.3.3 Kerusakan DNA DNA seluler secara langsung menyerap UVB, dan penyerapan ini menyebabkan lesi pada basa pirimidin, yang menjadi ikatan kovalen dan merusak heliks DNA. Apabila kerusakan DNA ini tidak diperbaiki maka akan mengakibatkan kesalahan pembacaan kode genetik, mutasi, dan kematian sel. Radiasi UVA juga merusak DNA tetapi kurang jika dibandingkan dengan UVB (Rigel dkk., 2004; Placzek dkk., 2005; Gilchrest dan Krutmann, 2006).
41
2.3.3.4 Penekanan sistem imun Paparan sinar ultraviolet ternyata dapat menekan sistem imunitas. Fenomena ini disebut photoimmunosuppresion. Photoimmunosuppresion berperan penting terhadap terjadinya kanker kulit, meningkatnya insiden penyakit infeksi dan virus, serta menurunnya efektifitas vaksin. Suatu penelitian menunjukkan bahwa dosis tunggal suberitemal dari radiasi simulator sinar matahari (0,25 atau 0,5 MED) menekan induksi dari respon hipersensitifitas kontak terhadap dinitroklorobenzena hingga 50-80% (Rigel dkk., 2004). 2.3.4 Efek kronis ultraviolet 2.3.4.1 Photoaging Beberapa perubahan molekuler dan seluler yang diinduksi oleh paparan tunggal radiasi ultraviolet tidak memiliki relevansi dengan kerusakan kronis. Perubahan seluler dan jaringan yang terlibat pada beberapa efek akibat paparan ultraviolet, tidak sesederhana yang terjadi sebagai respon akut. Kromofor terbesar menyerap UVB adalah asam nukleat dan protein, kromofor lainnya menyerap UVA tetapi pada konsentrasi yang rendah (Gichrest,
2004). Kulit
yang mengalami photoaging
secara
klinis
menunjukkan karakteristik kasar, kerutan halus dan kasar, hiperpigmentasi yang tidak merata dapat berupa lentigen atau bercak (freckles), kelemahan, bengkak, dan telangiektasis (Rigel dkk., 2004). 2.3.4.2 Fotokarsinogenesis Telah banyak penelitian yang menyokong peranan langsung paparan
42
sinar matahari terhadap perkembangan kanker kulit, khususnya kanker kulit non melanoma, seperti melanoma sel skuamosa dan karsinoma sel basal. Sangat sulit mengevaluasi efek paparan ultraviolet pada induksi dan progresi kanker kulit pada manusia. Perkembangan lesi ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, dan frekuensi maupun intensitas paparan menyerupai keadaan yang sebenarnya di alam sangatlah sulit (Rigel dkk., 2004). Dikatakan juga kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi UV merupakan penyebab utama perkembangan kanker kulit (Pleczek dkk., 2005). 2.4 Plasma Kaya Trombosit (Platelet Rich Plasma) PRP adalah bagian
dari fraksi plasma yang diperoleh secara
autologus (diambil dari tubuh sendiri) (Mehta dan Watson, 2008; Marx, 2001). Sejak tahun 1985 PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Hasil publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut (Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik (Frechette dkk., 2005; Bhanot dan Alex, 2002), bedah spinal (Eppley dkk.,2006), bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003). Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PRP maka harus dipahami tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari tiga fase yaitu
43
inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi serta mengeluarkan histamin yang merangsan polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup. Fungsi PRP sebagai jaringan dan sistem penghantar dengan kandungan yang kaya akan platelet dan berfungsi untuk menyembuhkan luka, karena PRP dapat memproduksi locally acting growth factors (Everts dkk., 2006) melalui α - granules degranulation.Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka.Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi.Begitu juga dengan growth factor. Growth factor yang berasal dari trombosit atau platelet derived growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy (Nikolidakis dan Jansen, 2008; Weibrich dkk., 2001). Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler (Ten Dijke dan
44
Hill, 2004) serta dapat menurunkan sintesis melanin yang dapat menyebabkan hipopigmentasi (Martinez-Esparza dkk., 2001). Sedangkan growth factor lainnya yaitu epidermal growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka (ElSharkawy dkk., 2007; Pietramaggiori dkk., 2006). PRP juga dapat menekan pengeluaran sitokin dan membatasi inflamasi, berinteraksi dengan makrofag untuk regenerasi (Mishra dkk., 2009) meningkatkan pertumbuhan kapiler baru (Millington dan Norris, 2004; Mc Aleer dkk., 2006) dan epitelisasi pada luka yang kronis. PRP bisa didefinisikan
sebagai
plasma
darah
yang
mengandung
1,000,000
trombosit/microliter dalam 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP. Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Dan selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit. Beberapa cara pembuatan dan proses pengambilan plasma kaya platelet ini sudah banyak beredar seperti Smart Prep Autologous Platelet Concentrate system (Harvest Technologies Corp) (Weibrich dkk., 2003) dan Magellan Autologous Separator (Medtronic, Inc, Minneapolis).
45
PRP diperoleh melalui dua tahap: 1. Mengambil darah pasien kemudian di tambahkan antikoagulan (Natrium Sitrat) untuk menghindari aktivasi dan degranulasi dari platelet, lakukan sentrifugasi yang pertama dengan kecepatan lambat (soft spin) sebesar 1100g selama 10 menit untuk memisahkan plasma dari packed red blood cell sehingga menghaasilkan tiga lapisan, yaitu paling dasar 55% dari total volume adalah red blood corpuscles, paling atas 40% dari total volume adalah acellular plasma layer (platelet – poor plasma), di antara kedua lapisan tersebut terdapat 5% dari total volume disebut “ buffy coat” yang merupakan platelet – rich plasma. Pada tahap ini pengambilan PRP masih sulit.
46
2. Serum yang telah terbentuk tersebut di aspirasi dengan menggunakan syringe steril, kemudian dipindahkan ke tabung lain tanpa menggunakan antikoagulan, lakukan sentrifugasi yang ke dua dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding yang pertama (hard spin) sebesar 2000 rpm selama 2 menit untuk memisahkan PRP dengan PPP sehingga menghasilkan tiga lapisan, yaitu residual red blood corpuscle terjebak paling bawah, 80% dari total volume terdapat paling atas adalah acellular plasma (PPP), lapisan tengahnya adalah PRP. Pada saat ini sudah lebih mudah untuk mengambil PRP dengan menggunakan syringe steril. Serum PRP yang telah terbentuk ini kemudian ditambahkan dengan bovine thrombin atau calcium chloride untuk menghasilkan gelatinous platelet gel, yang berfungsi untuk perbaikan luka karena di dalam gelatinous platelet gel tersebut mengandung growth factor.
Gambar 2.4 Plasma Kaya Trombost (Platelet Rich Plasma)
47
2.4.1 Trombosit Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan alami manusia. Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-3 µM (Campbell dan Neil, 2008), yang merupakan fragmentasi dari megakariosit. Trombosit tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula dan kadar normal 150.000 - 400.000 sel setiap µL darah, nilai di bawah rentang tersebut dapat mengakibatkan perdarahan sedang di atas nilai rentang tersebut dapat meningkatkan resiko trombosis dimana terjadi penyumbatan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan stroke, myocardial infarction, emboli paru serta penyumbatan pembuluh darah tubuh pada ekstremitas baik lengan maupun kaki. Umur trombosit dalam darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai berbagai granula seperti: granula-α, granula padat, dan granula lisosomal. Granula-α merupakan granula yang terbanyak, berkisar 50-80 granula per butir trombosit dan menyusun 10 % dari volume platelet. Riset proteomik menunjukan bahwa granula-α melepaskan ratusan protein yang di duga berperan penting pada proses pembekuan darah, penyembuhan luka dan peradangan. Protein-protein tersebut dapat diperoleh apabila platelet telah di aktivasi, yaitu
melaui proses pembekuan darah,
penyembuhan luka, peradangan, atherosklerosis, antimikrobial, angiogenesis, dan malignansi (Blair dan Flaumenhaft, 2009). Trombosit mengeluarkan growth factor termasuk PDGF yang merupakan agen kemotaksis yang poten
48
serta TGF-β yang dapat menstimulasi extracellular matrix. Baik PDGF maupun TGF-β mempunyai peranan penting dalam memperbaiki dan regenerasi connective tissues (Celotti dkk., 2006). Penyembuhan luka berhubungan dengan growth factor yang dihasilkan oleh fibroblast growth factor, IGF-1, PDEGF, serta VEGF. Aplikasi lokal yang dapat digunakan untuk penyembuhan luka pada dekade terakhir ini adalah dengan menggunakan PRP (O'Connel dkk., 2008; Sanchez dkk., 2007). 2.4.2 Growth Factor Trombosit akan mengeluarkan growth factor, yang dapat memberi sinyal kepada stem sel untuk memperbaiki sel yang rusak atau mati. Growth factor adalah substansi yang secara alamiah ada di dalam tubuh kita, dan berguna untuk merangsang pertumbuhan sel baik proliferasi maupun diferensiasi. Growth factor adalah protein atau hormon steroid. Growth factor sangat penting dalam regulasi proses seluler dan berperan sebagai signal antar sel. Contohnya sitokin dan hormon yang menempel pada reseptor dari sel target. Mereka berperan dalam diferensiasi dan maturasi sel yang bervariasi untuk setiap growth factor. Misalnya, bone morphogenic proteins menstimulasi diferensiasi sel tulang,
VEGF menstimulasi diferensiasi pembuluh darah
(angiogenesis). Growth factor akan menstimulasi siklus sel dari phase G0 menjadi phase G1. Dalam dunia kedokteran selama 20 tahun belakangan, penggunaan growth factor pada penanganan kelainan darah, kanker dan cardiovascular
sangat
meningkat
antara
lain:
neutropenia,
sindrom
myelodisplastik, leukemia, anemia aplastik, transplantasi sumsum tulang,
49
angiogenesis untuk penyakit kardiovaskular serta penyembuhan luka.
2.5 Transforming Growth Factor-ß (TGF-β) TGF-β adalah growth factor yang mempunyai banyak fungsi terutama dalam perkembangan dan keseimbangan jaringan melalui proliferasi sel, diferensiasi, dan apoptosis (Gumienny dan Padgett, 2002; Lutz dan Knaus, 2002). Paparan ultraviolet dapat menurunkan ekspresi TGF-β secara langsung pada kulit manusia secara in vivo
(Gambichler dkk., 2007; Quan dkk.,
2004), TGF-β1 juga dapat menghambat sintesa melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001), mekanisme molekuler yang berhubungan dengan TGF-β1 juga dapat mengakibatkan terjadinya hipopigmentasi. Adapun mekanisme yang mempengaruhi faktor tersebut adalah oleh karena TGF-β1 dapat menurunkan aktivitas Micropthalmia Transforming Factor (MITF), Tyrosinase-related Proteins 1 (TYRP1), Tyrosinase-related Proteins 2 (TYRP2), dan MITF protein level (Solano dkk., 2006; Kim dkk., 2004). Ada beberapa penelitian yang membenarkan TGF-β1 berpengaruh pada penghambatan sintesa melanin, yaitu : 1. TGF-β1 menghambat ekspresi paired-box homeotic gene (PAX3), yang merupakan faktor transkripsi dan kunci regulasi MITF di melanosit (Yang dkk., 2008). 2. TGF-β1 mengaktifkan ERK dan menurunkan MITF sebaik produksi enzim melanogenic (Kim dkk., 2006). Extracellular-signal-Regulated Kinase (ERK) diaktivasi oleh sphingosine-1-phosphat, C2 Ceramide dan
50
sphingosylphosphorylcholine yang dapat menurunkan melanogenesis (Kim dkk., 2002). MITF dapat meregulasi diferensiasi melanosit, perkembangan dan pertahanan. MITF mengekspresi melanosit melalui ikatan dengan M box regulatory element dan transactive the promoter of tyrosinase, TYRP1 dan 2 (Ando dkk., 2007; Shibahara dkk., 2001; Lin dkk., 2002). Stimulasi ikatan αMSH dan melanocortin 1 receptor mengaktifkan adenyl cyclase dan produksi cyclic Adeno mono phosphate (cAMP). Sedangkan cAMP dapat mengaktifkan PKA untuk memfosforilasi cAMP-responsive element binding protein (CREB),
yang mengaktifkan MITF-M untuk meningkatkan
melanogenesis. Jadi pada intinya, dengan menurunkan MITF diharapkan dapat menurunkan terjadinya
skin pigmentation. Kadar normal TGF-β1
adalah < 2380 pg/mL plasma. Lebih
dari
30
kelompok
TGF-β
dapat
diidentifikasi
dan
dikelompokkan menjadi beberapa keluarga, yaitu menjadi prototypic TGF-βs (TGF-β1 sampai dengan TGF-β3), Bone Morphogenetic Proteins (BMPs), serta faktor pertumbuhan atau diferensiasi (GDFs) dan activins. Pemberian nama TGF untuk kelompok molekul terkadang dapat disalah artikan, oleh karena TGF mempunyai sifat antiproliferasi berbeda dengan kebanyakan tipe sel lain yaitu mempunyai efek proliferasi. TGF-β dapat ditemukan pada beberapa tipe imunologi dan proses inflamasi. Efek kombinasi pada TGF-β dan fungsi fibroblas membuat hasil yang luar biasa pada pembelajaran sitokin fibrogenik.
51
Perangsangan fibroblas dengan TGF-β meningkatkan produksi kolagen dan molekul matriks ekstraseluler. Dapat dijelaskan pula, bahwa TGF-β menghambat produksi metalloproteinase dengan fibroblas dan menstimulasi produksi penghambat jaringan dari metalloproteinase yang sama (TIMPs : Tissue Inhibitors of the same Metalloproteinase). Efek TGF-β pada fibroblas juga berperan penting pada proses penyembuhan luka (Freedberg
dkk.,
2003).
52
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik, baik tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan. Seperti organ tubuh yang lainnya, kulit manusia juga mengalami penuaan kronologis. Proses penuaan itu berhubungsn dengan perubahan yang terjadi secara terusmenerus pada semua jaringan termasuk pada kulit. Perubahan ini termasuk kehilangan interstitial matrix proteins dalam sel. Penuaan kulit secara intrinsik berupa pengurangan ketebalan kulit dan perubahan karakteristik dari susunan jaringan. Gambaran klinis dari perubahan karakteristik tersebut, seperti terjadinya kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi. Pajanan sinar ultraviolet yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan pada kulit. Kerusakan yang ditimbulkan tersebut dapat berupa kerusakan akut maupun kronis. Kerusakan kronis kulit yang terjadi akibat pajanan berulang sinar ultraviolet ditandai dengan terjadinya kerutan halus, permukaan jaringan yang lebih kasar dan timbulnya hiperpigmentasi. Proses ini dimulai dengan terbentuknya radikal bebas pada kulit setelah pajanan sinar ultraviolet yang dapat merusak struktur kulit mulai dari DNA, membran 39
53
sel dan protein. PRP
diharapkan akan meningkatkan ekspresi TGF-β1,
karena paparan sinar ultra violet yang terus-menerus ternyata dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas serta menurunkan ekpresi TGF-β sehingga dapat menimbulkan hiperpigmentasi (peningkatan sintesis melanin). 3.2 Konsep Plasma Kaya Trombosit Faktor Eksternal Faktor Internal Genetik Hormon
-
Polusi lingkungan
-
Bahan kimia
-
Rokok
-
Obat-obatan
-
Radiasi ultraviolet
-
Diet
Kulit Tikus Ekspresi TGF-β 1 Bagan 3.1 Kerangka Konsep 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang dapat diajukan adalah: Pemberian Plasma Kaya Trombosit secara topikal dapat meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada kulit tikus yang diberi pajanan kronis sinar ultraviolet B.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian Eksperimental, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Pre-test Post-test Control Group Design (Pocock, 2008).
Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
O1 P
S
P0
O2
R P1 O3
Bagan 4.1 Skema Rancangan Penelitian Keterangan : P
= Populasi
S
= Tikus yang dipajan ultraviolet
R
= Random
O1 =
Kelompok kontrol pre-test TGF-β1
O2 =
Kelompok kontrol post-test TGF-β1
O3 =
Kelompok perlakuan pre-test TGF-β1
41
O4
55
O4 =
Kelompok perlakuan post-test TGF-β1
P0 =
Perlakuan pajanan UVB dengan plasebo (aquadest)
P1 =
Perlakuan dengan pajanan UVB dan pengolesan PRP
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bagian Farmakologi , Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran dan Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
4.2 Subyek dan Sampel 4.2.1 Variabilitas populasi Populasi pada penelitian ini adalah tikus yang sesuai dengan sampel yang telah ditentukan dalam penelitian. 4.2.2 Kriteria subyek Sampel dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) dewasa, yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria drop out sebagai berikut : Kriteria Inklusi: 1.
Tikus galur wistar dewasa dan sehat
2.
Tikus usia 2,5- 3 bulan
3.
Tikus berat 180-200 gram
Kriteria Drop out: apabila tikus mati pada saat penelitian.
56
4.2.3 Besaran sampel Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan rumus Pocock, 2008. Rumus : n =
2Ơ ² ( μ2-μ1 )²
n
=
jumlah sampel
Ơ
=
simpangan baku (SD)
α
=
tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,1)
x f ( α,β )
tingkat kemaknaan (1- α) = 0,9 β
=
tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,2)
f ( α,β ) =
nilai pada tabel
μ1
=
rerata sebelum perlakuan
μ2
=
rerata sesudah perlakuan
Dari penelitian sebelumnya (Wahyuningsih, 2010) didapatkan μ1 = 0,549 dan μ2 = 0,498 sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: 2
2.(0,04) n = (0,4980,549)
2
x 6,2
= 7,628 ~ 8 Untuk mengantisipasi terjadinya drop out, maka sample ditambahkan minimal 10% sehingga menjadi 9. Penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok UVB dengan plasebo (aquadest) dan kelompok UVB dengan PRP, masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus yang diambil secara random, sebagai data posttest dan 4 ekor tikus sebagai data pre-test, sehingga tikus yang diperlukan berjumlah 22 ekor tikus.
57
4.2.4 Teknik penentuan sampel Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan dengan cara berikut : 1. Dari populasi tikus (Rattus norvegicus) galur wistar diadakan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi. 2. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara random untuk mendapatkan jumlah sampel. 3. Dari sampel yang telah dipilih kemudian diambil 4 ekor tikus sebagai data pre-test dan sisanya 18 ekor tikus, dibagi menjadi dua kelompok yaitu : kelompok kontrol (UVB dengan aquadest) 9 ekor dan kelompok perlakuan (UVB dengan PRP) 9 ekor sebagai data post-test. 4.3 Variabel 4.3.1 Klasifikasi variabel 1.
Variabel Bebas : PRP yang dioles dan pemberian pajanan UVB
2.
Variabel Tergantung : ekspresi TGF-β1
3.
Variabel Kendali : strain tikus, jenis kelamin, umur dan berat badan
tikus, pencahayaan, suhu, kelembaban, nutrisi, kandang. 4.3.2 Definisi operasional variabel 1. PRP adalah Plasma kaya trombosit yang diperoleh secara autologus dengan menggunakan teknik sentrifugasi yang diberikan sebanyak 0,1cc yang dioleskan dengan spuit 1cc sebanyak dua kali sehari 20 menit sebelum pajanan dan empat jam setelah pajanan dengan UVB pada kulit punggung tikus yang telah dicukur 2cmx1,5cm. 2. UVB adalah sinar UVB yang diberikan dari sumber UVB berupa dua
58
lampu UVB 20 watt, yang diberikan dua hari sekali dengan total dosis 840 mJ/cm² selama dua minggu, di mana setiap paparan diberikan dosis tetap yaitu 120 mj/cm², dengan jarak 30 cm. 3. Ekspresi TGF-β1 adalah kadar TGF-β1 yang diperoleh dari ELISA jaringan kulit punggung tikus 24 jam setelah penyinaran terakhir. 4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: -
Tikus usia 2,5 bulan dengan berat badan 180-200 gram
-
Makanan dan minuman tikus
-
PRP
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Kandang tikus 2. Timbangan 3. Buku dan alat pencatatan data 4. Alat pencukur 5. Alat untuk pembuatan preparat 6. Mikroskop 7. 2 lampu UVB 20 watt 8. UV meter 9. Centrifuge 4.5 Prosedur Penelitian Sebanyak 22 ekor tikus diadaptasi selama satu minggu. Di awal penelitian, sebanyak empat ekor tikus, dua ekor dari kelompok
59
UVB dengan aquadest dan dua ekor dari kelompok UVB dengan PRP diambil jaringan kulitnya untuk dilakukan ELISA jaringan untuk dihitung ekspresi TGF-β1 nya dan digunakan sebagai data pre-test. Kemudian secara random sisa tikus dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok UVB dengan aquadest dan kelompok UVB dengan PRP masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus, digunakan sebagai data post-test. Semua tikus dari kedua kelompok tersebut dicukur bulu punggungnya seluas 2cmx1,5cm, diolesi dengan aquadest 0,1cc pada kelompok UVB dengan aquadest dan PRP 0,1cc pada kelompok UVB dengan PRP. Pengolesan diberikan 20 menit sebelum pajanan UVB untuk memberi waktu absorbsi bahan topikal pada kulit dan empat jam setelah pajanan UVB karena empat jam setelah pajanan ROS mulai terbentuk. Pengolesan bahan topikal tetap dilakukan dihari tanpa penyinaran 1 kali sehari sebanyak 0,1cc. Tikus dari kelompok UVB dengan aquadest dan kelompok UVB dengan PRP dilanjutkan dengan pajanan kronis UVB yang diberikan sebanyak dua hari sekali dengan dosis 120 mj/cm² setiap kali penyinaran sehingga total dosis yang dicapai selama dua minggu adalah 840 mj/cm², dengan jarak penyinaran 30 cm dan lama penyinaran 50 menit. Dua puluh empat jam setelah penyinaran terakhir, untuk menyingkirkan pengaruh penyinaran akut, kembali semua tikus diambil jaringan kulitnya untuk dibuat preparat ELISA dan dihitung ekspresi TGF-β1
60
sebagai data post-test. Pada akhir periode penelitian 24 jam setelah pajanan terakhir diambil sampel dari jaringan kulit. Diambil 2 mm dengan kedalaman subkutan dan dibuat sediaan ELISA jaringan. Prosedur Pelaksanaan pembuatan PRP dari darah tikus yaitu : 1.
pengambilan darah tikus dari mata sebanyak 1,5cc yang dilakukan dua hari sekali selama 2 minggu.
2.
Lakukan sentrifugasi sebanyak dua kali awal dengan soft spin (1100g selama 10 menit) kemudian dengan hard spin (2000rpm selama 2 menit) dengan diberi anti koagulan (natrium sitrat).
Pembuatan sediaan ELISA jaringan 1.
Kulit punggung tikus yang telah dipajan sinar UVB diambil sebesar 2 mm sampai kedalaman subkutan kemudian diekstrak dengan lisis buffer untuk dibuat sediaan ELISA nya.
2.
Bawa semua reagen dan sampel ke dalam suhu ruangan sebelum digunakan.
3.
Siapkan semua reagen, pencampur standart dan sampel yang telah diaktifkan secara langsung pada tahapan sebelumnya.
4.
Pindahkan microplate strips dari plate frame, kembalikan ke foil pouch.
5.
Tambahkan 50μL Assay Diluent RD1-21 (yang digunakan untuk sampel kultur sel supernate) atau Assay Diluent RD1-73 (untuk sampel serum atau plasma) pada setiap wadah.
61
6.
Tambahkan 50μL standart, kontrol, atau sampel yang diaktifkan pada tiap wadah. Ketuk wadah dengan lembut selama satu menit. Tutup dengan adhesive strip yang telah disediakan. Kemudian lakukan inkubasi selama dua jam pada suhu ruangan. Sediakan Plate layout untuk catatan standart dan sampel.
7.
Aspirasi dan cuci tiap wadah, ulangi proses tersebut tiga kali untuk empat kali pencucian. Cuci dengan cairan bufer (400μL). Dengan menggunakan squirt bottle, manifold, dispenser atau pencuci otomatis. Pemindahan cairan yang dilakukan secara lengkap pada setiap tahap akan mendapatkan hasil yang bagus. Setelah pencucian terakhir, pindahkan semua cairan bufer dengan aspirasi.
8.
Tambahkan 100μL konjugat TGF-β1 pada setiap wadah. Tutup dengan adhesive strip yang baru. Inkubasi selama dua jam pada suhu ruangan.
9.
Ulangi aspirasi atau pencucian seperti pada tahap lima.
10. Tambahkan 100μL cairan substrat pada tiap wadah. Inkubasi selama 30 menit pada suhu ruangan. Hindarkan dari sinar. 11. Tambahkan 100μL cairan penghenti pada tiap wadah. Lakukan ketukan halus untuk meyakinkan telah tercampur dengan baik. 12. Tentukan kepadatan dengan pengamatan mata pada tiap wadah dalam 30 menit, dengan menggunakan microplate reader set 450nm. Jika terdapat koreksi kedalaman, letakkan di 540nm atau 570nm. Jika tidak terdapat koreksi kedalaman, pembacaan
62
dikurangi pada 540nm atau 570nm dari bacaan pada 450nm. Pengurangan ini akan tepat untuk pengamatan yang kurang sempurna pada wadah. Pembacaan langsung pada 450nm tanpa koreksi mungkin lebih tinggi atau kurang akurat.
63
4.6 Alur Penelitian Tikus 22 ekor
Ekspresi TGF –β1, Pre – Test
Tikus 4 ekor
Tikus 18 ekor
Kelompok Kontrol, 9 ekor
Kelompok Perlakuan, 9 ekor
Pajanan UVB 2 hari sekali selama 2 minggu + Dioles Aquadest 0,1 cc sekali setiap hari
Pajanan UVB 2 hari sekali selama 2 minggu + Dioles PRP 0,1 cc sekali setiap hari
Istirahat 24 Jam Setelah Penyinaran
Istirahat 24 Jam Setelah Penyinaran
Ekspresi TGF –β1
Bagan 4.2 Alur penelitian
Post-Test
64
4.7 Analisis Data Data yang didapatkan dianalisis sebagai berikut : 1. Analisis Deskriptif 2. Uji Normalitas data dilakukan dengan Uji Shapiro-Wilk. Distribusi data normal dengan nilai p>0,05. 3. Uji Homogenitas Varian antar kelompok dilakukan dengan uji Levene's Test for Equality of Variance (Uji F). Data dinyatakan homogen dengan nilai p>0,05. 4. Karena data berdistribusi normal dan homogen maka untuk uji komparabilitas dipakai :
Uji t-independent untuk membandingkan rerata ekspresi TGF-β1 antar kelompok.
Uji Paired T-Test untuk membandingkan rerata ekspresi TGF-β1 pre-post masing-masing kelompok.
5. Nilai taraf nyata (α) =0,05. 6. Data hasil penelitian diolah dengan SPSS for Windows 16.0.
65
BAB V HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 22 ekor tikus jantan dewasa (Galur Wistar), sehat, berumur 2,5 bulan dengan berat badan 180 - 200 gram sebagai sampel, 4 ekor dialokasikan untuk data pre, dan sisanya 18 ekor terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 9 ekor, yaitu kelompk kontrol (pajanan UVB dengan plasebo (aquadest)) dan kelompok perlakuan (pengolesan PRP dan pajanan UVB). Dalam penyajian hasil ini diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data Data ekspresi TGF-β1 sebelum dan sesudah perlakuan pada masingmasing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Ekspresi TGF-β1 masing-masing Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Perlakuan
n
p
Keterangan
Ekspresi TGF-β1 kontrol post Ekspresi TGF-β1 perlakuan post
4 4
0,116 0,294
Normal Normal
52
67
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Data Ekspresi TGF-β1 antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Ekspresi TGF-β1 Sesudah Perlakuan Variabel Ekspresi TGF-β1 post
F
p
Keterangan
0,823
0,378
Homogen
5.3 Ekspresi TGF-β1 5.3.1 Uji komparabilitas Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata ekspresi TGF-β1 antar kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Rerata Ekspresi TGF-β1 antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
Pajanan UVB dan aquadest Pengolesan PRP dan pajanan UVB
n
Rerata Ekspresi TGFβ1(pg/ml)
SB
9
0,312
0,027
9
0,306
0,050
t
p
0,00
0,121
68
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata ekspresi TGF-β1 kelompok kontrol (pajanan UVB dan aquadest) adalah 0,3120,027 pg/ml dan rerata kelompok pengolesan PRP dan pajanan UVB adalah 0,3060,050 pg/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 0,00 dan nilai p = 0,121. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB, rerata ekspresi TGF-β1nya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). 5.3.2 Analisis efek perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi TGF-β1 antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Rerata Ekspresi TGF-β1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
Pajanan UVB dan aquadest Pengolesan PRP dan pajanan UVB
n
Rerata Ekspresi TGF-β1 (pg/ml)
SB
9
0,285
0,022
9
0,348
0,027
t
p
5,39
0,001
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata ekspresi TGF-β1 kelompok kontrol (pajanan UVB dan aquadest) adalah 0,2850,022 pg/ml dan rerata kelompok pengolesan PRP dan pajanan UVB adalah 0,3480,027 pg/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t =
69
5,39 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB, rerata ekspresi TGF-β1nya berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.3.3 Analisis komparasi antara sebelum dengan sesudah perlakuan Analisis komparasi diuji berdasarkan rerata ekspresi TGF-β1 antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Analisis Komparasi Ekspresi TGF-β1 antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Sebelum
Sesudah
Beda Rerata pre – post (pg/ml)
dan aquades
0,3124
0,2851
0,027
0,080
Menurun
Pengolesan PRP dan pajanan UVB
0,3062
0,3481
0,042
0,009
Meningkat
Kelompok
p
Keterangan
Pajanan UVB
Berdasarkan uji t-paired didapatkan bahwa ada penurunan ekspresi TGF-β1 pada kelompok kontrol sebesar 8,65% tetapi tidak bermakna (p>0,05), sedangkan pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan secara bermakna sebesar 13,68% (p<0,05).
70
Gambar 5.1 Perubahan Ekspresi TGF-β1 Sesudah diberikan Pengolesan PRP dan pajanan UVB
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Subyek Penelitian Untuk menguji efek pengolesan PRP dan pajanan UVB terhadap peningkatan ekspresi TGF-β1, maka dilakukan penelitian terhadap 22 ekor tikus jantan dewasa (Galur Wistar) sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 11 ekor, yaitu kelompk kontrol (pajanan UVB dan plasebo aquadest) dan kelompok perlakuan (pengolesan PRP dan pajanan UVB). 6.2 Efek Pengolesan PRP dan pajanan UVB terhadap Ekspresi TGF-β1 Hasil penelitian dan analisis data terhadap ekspresi TGF-β1 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene’s test) untuk kelompok post-test masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05). Uji perbandingan sebelum diberikan perlakuan antara kedua kelompok menggunakan uji t-independent. Rerata ekspresi TGF-β1 kelompok kontrol (pajanan UVB dan aquades)t adalah 0,3120,027 pg/ml dan rerata kelompok perlakuan (pengolesan PRP dan pajanan UVB) adalah 0,3060,050 pg/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi TGF-β1 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa kedua 57
72
kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa pengolesan PRP dan pajanan UVB, rerata ekspresi TGF-β1 nya tidak berbeda secara bermakna. Uji perbandingan dengan pemberian aquades dan pengolesan PRP sebelum diberikan pajanan UVB antara kedua kelompok menggunakan tindependent. Rerata ekspresi TGF-β1 kelompok kontrol (pajanan UVB dan aquadest) adalah 0,2850,022 pg/ml dan rerata kelompok pengolesan PRP dan pajanan UVB adalah 0,3480,027 pg/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna ekspresi TGF-β1 antara kedua kelompok sesudah diberikan aquades dan pengolesan PRP (p<0,05). Hal ini berarti bahwa kelompok yang diberikan perlakuan berupa aquadest dan pengolesan PRP sebelum diberikan pajanan UVB, rerata ekspresi TGF-β1 berbeda secara bermakna. Terjadinya penurunan ekspresi TGF-β1 sesudah diberikan pajanan UVB dan aquades pada kelompok kontrol disebabkan karena pajanan UVB merupakan radiasi ultra violet yang dapat merusak kesehatan kulit melalui penurunan ekspresi TGF-β1. Pada penelitian ini didapatkan bahwa sesudah diberikan pajanan UVB dan plasebo terjadi penurunan ekspresi TGF-β1 sebesar 8,65%. Ekspresi TGF-β1 menurun menunjukkan adanya efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis. Radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari seluruh radiasi sinar yang ada (Rigel dkk., 2004). Pajanan UVB adalah yang paling banyak berpengaruh kepada kesehatan kulit, karena panjang gelombangnya yang
73
lebih pendek dan paling banyak menembus bumi, sinar ultra violet juga terbukti
meningkatkan
degradasi
kolagen
melalui
aktivasi
matriks
metalloproteinase (MMP). Sinar ultra violet juga dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan TGF-β (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGFβ juga dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk, 2001). Ultraviolet B lebih banyak menyebabkan kerusakan sel DNA. Kelainannya berupa lesi DNA pada cyclobutane pyrimidine dimer. Secara klinis kelainannya berupa eritema atau kemerahan. Menariknya hasil akhir dari
proses glikasi atau advance glycation end
product (AGE) yang terakumulasi pada protein yang berusia panjang seperti matriks ekstraseluler juga berfungsi sebagai sensitiser untuk ultraviolet sehingga merusak sel fibroblas di dermal. UVB secara langsung berefek pada kerusakan DNA terutama pada dua lesi besar yaitu cyclobutane dimer dan pyrimidine pyrimidone photo product. Yang secara langsung mempengaruhi sintesis asam nukleat. Walaupun DNA inti mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri, kerusakan DNA jarang sekali di perbaiki secara komplit dan bisa menjadi sel kanker (Gilchrest, 2004). Beberapa
penelitian
menyatakan
bahwa
radiasi
sinar
UVB
menyebabkan penurunan dari sintesis TGF-β (Gilchrest dan Krutmann, 2006). TGF-β dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001). Sedangkan pada kelompok perlakuan yang dioles PRP dan pajanan
74
UVB terjadi peningkatan ekspresi TGF-β1 sebesar 13,68%. Terjadinya peningkatan ekspresi TGF-β1 pada kelompok yang diolesi PRP sebelum di berikan pajanan UVB disebabkan karena PRP merupakan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PRP juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Dan selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit. Pemberian PRP ini dapat meningkatkan
ekspresi TGF-β1 yang dapat
menghambat efek penuaan dini kulit (photoaging), oleh karena paparan sinar ultra violet yang terus-menerus dapat memacu sintesis MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan TNF-α oleh keratinosit dan fibroblas yang menyebabkan kerusakan jaringan serta menurunkan ekspresi TGF-β secara langsung pada kulit manusia secara in vivo (Gambichler dkk., 2007; Quan dkk., 2004) yang dapat menimbulkan hiperpigmentasi, juga dapat menghambat sintesis melanin dengan memecah enzim tyrosinase (Martinez-Esparza dkk., 2001), mekanisme molekuler yang berhubungan dengan TGF-β juga dapat mengakibatkan terjadinya hipopigmentasi. PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Hasil publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut (Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik (Frechette dkk., 2005; Bhanot dan Alex, 2002), bedah spinal
75
(Eppley dkk.,2006), bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003). Fungsi PRP sebagai jaringan dan sistem penghantar dengan kandungan yang kaya akan platelet dan berfungsi untuk menyembuhkan luka, karena PRP dapat memproduksi locally acting growth factors (Everts dkk., 2006) melalui α - granules degranulation. Bermacam
sitokin
dan
growth
factor
berpengaruh
terhadap
penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi.Begitu juga dengan growth factor. Growth factor yang berasal dari trombosit atau platelet derived growth factor(PDGF) keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler (Ten Dijke dan Hill, 2004) serta dapat menurunkan sintesis melanin yang dapat menyebabkan hipopigmentasi (Martinez-Esparza dkk., 2001). Sedangkan growth factor lainnya yaitu epidermal growth factor (EGF), dan vascular endothelial growth factor (VEGF) dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka (El-Sharkawy dkk., 2007; Pietramaggiori dkk., 2006). PRP juga dapat menekan pengeluaran sitokin dan membatasi inflamasi, berinteraksi dengan makrofag untuk regenerasi (Mishra dkk., 2009) meningkatkan pertumbuhan kapiler baru (Millington dan Norris, 2004; Mc Aleer dkk., 2006) dan epitelisasi pada luka yang kronis. PRP bisa
76
didefinisikan
sebagai
plasma
darah
yang
mengandung
1,000,000
trombosit/microliter dalam 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP. Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan sebagai berikut: Pemberian Plasma Kaya Trombosit secara topikal dapat meningkatkan ekspresi TGF-β1 pada kulit tikus yang diberi pajanan kronis sinar ultraviolet B sebesar 13,68%
7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah : 1.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja PRP yang lebih detail.
2.
Perlu penelitian klinik lebih lanjut sebelum dapat diaplikasikan pada manusia.
63
78
DAFTAR PUSTAKA
Ando, H., Kondoh, H., Ichihashi, M., Hearing, V. 2007. Approaches to identify inhibitors of melanin biosynthesis via the quality control of tyrosinase. J. Invest. Dermatol, 127:751–761. Baskoro, A. dan Konthen, P.G. 2008. Basic Immunology of Aging Process. Naskah Lengkap pada 5th Bali Endocrine Update 2 nd Bali Aging and Geriatric Update Symposium. Bali 11-13 April 2008. Bhanot, S., Alex, J.C. 2002. Current applications of platelet gels in facial plastic surgery. Facial Plast Surg, 18(1), 27–33. Blair, P., Flaumenhaft, R. 2009. Platelet alpha-granules: basic biology and clinical correlates. Blood Rev. 2009 July, 23(4), 177-189. Campbell dan Neil, A. 2008. Platelets are pinched-off c billy ytoplasmic fragments of specialized bone marrow cells. They are about 2–3µm in diameter and have no nuclei. Platelets serve both structural and molecular functions in blood clotting. 8th Edition. London : Pearson Education. p. 912. Celotti, F., Colciago, A., Negri-Cesi, P., Pravettoni, A., Zaninetti, R., Sacchi, M.C. 2006. Effect of platelet-rich plasma on migration and proliferation of SaOS-2 osteoblasts : role of platelet-derived growth factor and transforming growth factor-beta. Wound Repair Regen , 14(2): 195-202. Driver ,V. R., Hanft , J., Fylling, C. P., Beriou, J. M. 2006. Autologel Diabetic Foot Ulcer Study Group. A prospective, randomized, controlled trial of autologous platelet-rich plasma gel for the treatment of diabetic foot ulcers. Ostomy Wound Manage, 52(6), 68-70, 72, 74. El-Sharkawy, H., Kantarci, A., Deady, J. 2007. Platelet-rich plasma: growth factors and pro- and anti-inflammatory properties. J Periodontol, 78(4), 661–669. Eppley, B.L., Pietrzak, W.S., Blanton, M. 2006. Platelet-rich plasma: a review of biology and applications in plastic surgery. Plast Reconstr Surg, 118(6), 147e–159e. Everts, P. A., Brown Mahoney, C., Hoffmann, J. J. 2006. Platelet-rich plasma preparation using three devices: implications for platelet activation and platelet growth factor release. Growth Factors, 24(3): 165–171.
79
Fisher, G., Datta, S., Wang, Z., Li, X., Quan, T., Chung, I., Kang, S., Voorhees, J. 2000. C-Jun dependent inhibition of cutaneous procolagen transcription following ultraviolet irradiation is reversed by all-transretinoid acid. J Clin Invest, 106 : 661-668. Fowler, B. 2003. Functional and Biological Markers of Aging. In : Klatz, R. 2003. Anti-Aging Medical Therapeutics volume 5. Chicago : the A4M Publications. p. 43. Freedberg, I. M., Eisen, A. Z., Wolff, K., Austen, K. F., Goldsmith, L. A., Katz, S. I. 2003. Fitzpatrick's Dermattology in General Medicine 6th edition volume 1. Chicago : Medical Publishing Division. p. 293-294, 1278-1279. Frechette, J. P., Martineau, I., Gagnon, G. 2005. Platelet-rich plasmas: growth factor content and roles in wound healing. J Dent Res. 84(5), 434–439. Gambichler, T., Skrygan, M., Tomi, N.S., Breuksch, S., Altmeyer, P., and Kreuter, A. 2007. Significant downregulation of transforming growth factorbeta signal transducers in human skin following ultraviolet-A1 irradiation. Br. J. Dermatol, 156: 951–956. Gavrilov, L. 2004. Reliability Theory of Aging. In : Klatz, R. 2004. Anti- Aging Medical Therapeutics volume 7. Chicago : A4M Publication. p. 73. Gilchrest, B. A. 2004. Using DNA damage responses to prevent and treat skin cancers. J Dermatol, 31 : 862-877. Gilchrest, B. A. dan Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Germany : Springer-Verlag Berlin Heidelberg, Germany. p. 10-11, 23-24, 34-42, 49. Goldman, R dan Klatz, R. 2004-2005. Anti-Aging Clinical Protocols 2004-2005. Chicago : The A4M Publication. p. 215. Goldman, R dan Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia : Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Gumienny, T. L., dan Padgett, R. W. 2002. The other side of TGFbeta superfamily signal regulation: Thinking outside the cell.Trends in Endocrinological Metabolism, 13. p. 295–299. Henderson, J. L., Cupp, C. L., Ross, E. V. 2003. The effects of autologous platelet gel on wound healing. Ear Nose Throat J, 82(8), 598–602. Jenkins, G. 2002. Molecular mechanism of skin ageing. Mech Ageing Dev, 123: 801-810.
80
Kim, D., Kim, S., Chung, J., Kim, K., Eun, H., Park ,K. 2002. Delayed ERK activation by ceramide reduces melanin synthesis in human melanocytes. Cell Signal, 14:779–785. Kim, D., Park, S., Park, K. 2004. Transforming growth factor-β1 decreases melanin synthesis via delayed extracellular signal-regulated kinase activation. Int. J. Biochem. Cell Biol, 36:1482– 1491. Kim, D., Park, S., Kwon, S., Park, E., Huh, C., Youn, S.W., Park, K. 2006. Sphingosylphosphorylcholine-induced ERK activation inhibits melanin synthesis in human melanocytes. Pigment Cell Res, 19:146–153. Klatz, R. 2003. Acknowledgements. In : Klatz, R. 2003. Anti-Aging Medical Therapeutics. volume 5. Chicago : The A4M Publication. p. 3. Lin, C., Babiarz, L., Liebel, F., Roydon Price, E., Kizoulis, M., Gendimenico, G., Fisher, D., Seiberg, M. 2002. Modulation of microphthalmia-associated transcription factor gene expression alters skin pigmentation. J. Invest. Dermatol, 119: 1330–1340. Lutz, M. , dan Knaus, P. 2002. Integration of the TGF-beta pathway into the cellular signalling network. Cell Signal, 14: 977. Martinez-Esparza, M., Ferrer, C., Castells, M.T., Garcia-Borron, J.C., and Zuasti, A. 2001. Transforming growth factor beta1 mediates hypopigmentation of B16 mouse melanoma cells by inhibition of melanin formation and melanosome maturation. Int. J. Biochem, 33: 971–983. Marx, R. E. 2001. Platelet Rich Plasma (PRP). Implant dent, 10(4): 225-228. McAleer, J.P., Sharma, S., Kaplan, E.M., Persich, G. 2006. Use of autologous platelet concentrate in a nonhealing lower extremity wound. Adv Skin Wound Care, 19(7): 354–363. Mehta, S., Watson, J.T. 2008. Platelet rich concentrate: basic science and current clinical applications. J OrthopTrauma, 22(6): 432–438. Millington, J.T., Norris, T. W. 2004. Effective treatment strategies for diabetic foot wounds. J Fam Pract, 49(11 Suppl): S40–S48. Mishra, A., Woodall, J. Jr., Vieira, A. 2009. Treatment of tendon and muscle using platelet-rich plasma. Clin Sports Med, 28(1): 113–125. Nikolidakis, D., Jansen, J.A.2008. The biology of platelet-rich plasma and its application in oral surgery: literature review. Tissue Eng Part B Rev, 14(3), 249–258.
81
O'Connell, S.M., Impeduglia, T., Hessler, K., Wang, X.J., Carroll, R.J,, Dardik, H. 2008. Autologous platelet-rich fibrin matrix as cell therapy in the healing of chronic lower-extremity ulcers. Wound Repair Regen, 16 (6), 749–56. Pangkahila, W. 2007. Anti aging Medicine : Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. Hal : 1-3, 8-10, 13-23, 36-40. Petrova, N., Edmonds, M. 2006. Emerging drugs for diabetic foot ulcers. Expert Opin Emerg Drugs, 11(4), 709–724. Pietramaggiori, G., Kaipainen, A., Czeczuga, J.M., Wagner, C.T., Orgill, D. P. 2006. Freeze-dried platelet-rich plasma shows beneficial healing properties in chronic wounds. Wound Repair Regen, 14(5): 573–580. Pietrzak ,W.S., Eppley, B.L. 2005. Platelet rich plasma: biology and new technology. J Craniofac Surg, 16(6): 1043–1054. Placzek, M., 2005. Ultraviolet B-Induced DNA Damage in Human Epidermis Is Modified by the Antioxidants Ascorbic Acid and D-α-Tocopherol. Journal of Investigative Dermatology, 124, 304-307. Pocock, S.J. 2008. Clinical Trial : A Practical Approach. John Wiley & Sons. p. 127-128. Quan, T., He, T., Kang, S., Voorhees, J.J., and Fisher, G.J. 2004. Solar ultraviolet irradiation reduces collagen in photoaged human skin by blocking transforming growth factor-beta type II receptor/Smad signaling. Am. J. Pathol, 165: 741–751. Rigel, D. S., Weiss, R. A.,Lim, H. W., Dover, J. S. 2004. Photoaging. Marcel Dekker Inc. Canada. p. 34. Sánchez, M., Anitua, E., Azofra, J., Andía, I., Padilla, S., Mujika, I. 2007. Comparison of surgically repaired Achilles tendon tears using platelet-rich fibrin matrices. Am J Sports Med, 35 (2): 245–51. Shashikiran, N.D., Reddy, V.V., Yavagal, C.M., Zakirulla, M. 2006. Applications of platelet-rich plasma (PRP) in contemporary pediatric dentistry. J Clin Pediatr Dent. 30(4), 283–286. Shibahara, S., Takeda, K., Yasumoto, K., Udono, T., Watanabe, K., Saito, H., Takahashi, K. 2001. Microphthalmia-associated transcription factor (MITF): Multiplicity in structure, function, and regulation. J. Investig. Dermatol. Symp. Proc, 6:99–104.
82
Solano, F., Briganti, S., Picardo, M., Ghanem, G. 2006. Hypopigmenting agents: An updated review on biological, chemical and clinical aspects. Pigment Cell Res, 90: 550–571. Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta : CV. Infomedika. p. 31-46. Ten Dijke, P., and Hill, C.S. 2004. New insights into TGF-beta-Smad signalling. Trends Biochem. Sci, 29, 265–273. Wahyuningsih, K.A. 2010. “Pemberian Astaxanthin Topikal Menghambat Penuaan Dini Kulit Akibat Pajanan Sinar Ultraviolet B Dengan Memberikan Efek Proteksi Terhadap Kolagen Pada Mencit (Mus musculus)” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Weibrich, G., Kleis, W.K., Kunz-Kostomanolakis, M., Loos, A.H., Wagner, W. 2001. Correlation of platelet concentration in platelet-rich plasma to the extraction method, age, sex, and platelet count of the donor. Int J Oral Maxillofac Implants, 16(5), 693–699. Weibrich, G., Kleis, W.K., Hafner, G., Hitzler, W.E., Wagner, W. 2003. Comparison of platelet, leukocyte, and growth factor levels in point-ofcare platelet-enriched plasma, prepared using a modified Curasan kit, with preparations received from a local blood bank. Clin Oral Implants Res, 14:357-62. Wibowo, S. 2003. Andropause : Keluhan, Diagnosis dan Penanganannya. Dalam : The Concepts of Anti Aging and How to Make Without Disorder. Jakarta : FKUI. Hal: 11-17. Yang ,G., Li, Y., Nishimura, E., Xin, H., Zhou, A., Guo, Y., Dong, L., Denning, M., Nickoloff, B., Cui, R. 2008. Inhibition of PAX3 by TGF-β modulates melanocyte viability. Mol. Cell, 32: 554–563. Yaar M., Eller M.S., Gilchrest B.A. 2002. Fifty years of skin aging. J. Investig Dermatol Symp Proc 7: 51-58.
83
Lampiran 1 Uji Normalitas Data Sesudah Perlakuan Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Pre .288 4 a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk Statistic df . .932 4
Sig. .609
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig. Post Kontrol .297 9 .092 .868 9 .116 * Perlakuan .188 9 .200 .907 9 .294 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
84
Lampiran 2 Uji t-independent Data TGF-β1 Sebelum Perlakuan (Pre)
Group Statistics
Pre
Kelompok2 Kontrol Perlakuan
N
Mean Std. Deviation Std. Error Mean .3124 .02687 .01900 .3062 .05006 .03540
2 2
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Pr Equal e variances assumed Equal variances not assumed
3.692
Sig.
t
.073 .351
.351
df
Sig. Std. (2- Mean Error taile Differ Differ d) ence ence
16 .730 .00613 .01748
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper .04318 .03091
12.99 .731 .00613 .01748 .04389 0 .03162
85
Lampiran 3 Uji t-independent Data TGF-β1 Sesudah Perlakuan (post)
Post
Kelompok Kontrol Perlakuan
N
Group Statistics Mean Std. Deviation Std. Error Mean 9 .2851 .02199 .00733 9 .3481 .02732 .00911
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Sig. Std. 95% Confidence (2- Mean Error Interval of the Difference tailed Differ Differe F Sig. T df ) ence nce Lower Upper Po Equal st variances assumed Equal variances not assumed
.823
16 .000
.01169 -.03822 .06300 .08778
-5.389 15.302 .000
.01169 -.03813 .06300 .08787
.378 -5.389
86
Lampiran 4 Uji t-paired antara Sebelum dengan Sesudah Perlakuan (Pre-Post) Masingmasing Kelompok Kelompok = Kontrol
Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pre
.3124
9
.04512
.01504
Post
.2851
9
.02199
.00733
a. Kelompok = Kontrol
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
Correlation
Pre & Post
9
Sig. .432
.246
a. Kelompok = Kontrol
Paired Samples Test a Paired Differences 95% Confidence Interval Mean Pair 1 Pre Post
.02727
a. Kelompok = Kontrol
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
.04077
.01359
of the Difference Lower -.00407
Upper .05860
Sig. (2t 2.006
df
tailed) 8
.080
87
Kelompok = Perlakuan Paired Samples Statisticsa Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pre
.3062
9
.02670
.00890
Post
.3481
9
.02732
.00911
a. Kelompok = Perlakuan
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
Correlation
Pre & Post
9
Sig. .076
.847
a. Kelompok = Perlakuan
Paired Samples Test a Paired Differences 95% Confidence Interval of the Mean Pair 1 Pre Post a. Kelompok = Perlakuan
-.04187
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
.03673
.01224
Difference Lower -.07010
Upper
Sig. (2t
-.01364 -3.420
df
tailed) 8
.009
iii
Lampiran 5 Foto - foto Penelitian
Pencukuran bulu tikus
Persiapan Penyinaran
Kandang dan lampu UVB
Pengambilan jaringan kulit iii