1
TESIS
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH
IRMA KURNIATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
2
TESIS
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH
IRMA KURNIATI NIM 0990761016
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
3
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana
IRMA KURNIATI NIM 0990761016
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ii
4
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 19 Maret 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. A.A. Gd Budhiarta, Sp.PD-KEMD FAACS NIP : 194412211972061001
Prof. Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,Sp.And NIP: 194612131971071001
Mengetahui
Ketua Program Anti Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
5
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp and FAACS Sp.S(K) NIP: 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, NIP : 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 19 Maret 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0144/UN14.4/HK/2012, Tanggal 16 Januari 2012
Ketua
: Prof. Dr.dr. A. A. G. P. Budhiarta SpPD-KEMD
Anggota
:
1.
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp And, FAAC
2.
Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes
3.
Prof. dr. I. G. Made Aman, Sp. Fk
4.
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc. Sp And
6
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. dengan judul “Platelet Rich Plasma Meningkatkan Proses Regenerasi Jaringan Luka Pada Tikus Wistar.” Tesis ini dapat diselesaikan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr.dr.A.A.G.P Budhiarta Sp PD, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan serta bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
2.
Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila,Sp.And.FAACS, selaku Pembimbing kedua yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan serta bimbingan dalam penyusunan tesis ini.
3.
Prof. Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And, Prof. dr.I.G.M.Aman ,Sp FK, dan dr. Ida Iswari yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini.
4.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan yang
tulus disertai penghargaan terbesar kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta Yarra Rendy Fahrizal dan anak anakku tersayang Rama Rizqullah Fahrizal dan Ghani Khairullah Fahrizal, memberi kesempatan
7
dan suport baik materiil maupun moril kepada penulis untuk mempercepat penyelesaian tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, ............2012 Penulis Irma Kurniati
8
ABSTRAK
PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH
Platelet rich plasma adalah suatu autologous dari trombosit manusia dalam volume yang kecil dalam plasma yang mengandung 1000.000 trombosit/µl dengan volume 5 ml plasma. Platelet rich plasma diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu : TGF-β, bFGF,PDGFa, PDGFb, EGF, VEGF, CTGF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran growth factor dalam meningkatkan proses regenerasi jaringan luka dengan memeriksa epitelisasi, fibroblast, dan neovaskular jaringan menggunakan pemeriksaan histologi. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Randomized post test only control group design yang dilaksanakan di Laboratory Animal Unit bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok tikus yaitu kontrol dan perlakuan. Tikus berjumlah 26 ekor, 6 ekor untuk pembuatan platelet rich plasma, 10 ekor untuk kontrol yang dibagi 5ekor pemeriksaan hari ke 7 dan 5 ekor untuk pemeriksaan hari ke 14 dan 10 ekor untuk perlakuan yang dibagi 5 ekor untuk pemeriksaan hari ke7 dan 5 ekor lagi untuk hari ke 14. Tikus dilukai didaerah punggung dengan panjang luka kurang lebih 1 cm dan kedalaman kurang lebih 0,2 cm kemudian dioleskan dengan platelet rich plasma untuk perlakuan dan aqua untuk kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat peningkatan neovscular bermakna pada hari ke 7 dan penurunan bermakna pada hari 14 pada yang mendapat PRP (p<0,05): (2) terdapat peningkatan fibroblast bermakna pada hari ke 7 dan penurunan bermakna pada hari ke 14 (p<0,05): (3) pada epitelisasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada hari ke7 maupun hari ke 14 (p>0,05). Kesimpulan penelitian ini yaitu: (1) PRP meningkatkan proses penyembuhan luka dengan meningkatkan neovaskularisasi; (2) PRP meningkatkan proses penyembuhan luka dengan meningkatkan fibroblast ; (3) tapi PRP tidak mempengaruhi epitelisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk jenis luka yang lain. Kata kunci : PRP; Tikus Wistar; Growth Factor; Regenerasi Jaringan
9
ABSTRACT TOPICAL PLATELET RICH PLASMA MAKE INCREAS REGENERATION PROCCES WOUNDS HEALING IN WHITE RATS
Platelet Rich Plasma (PRP) is an autologous of human platelet in a small volume of plasma containing 1.000.000 platelets / micro liter with a volume of 5 ml of plasma. Platelet rich plasma is known containing 7 different growth factors are: TGF-β, bFGF, PDGFa, PDGFb, EGF, VEGF, CTGF. This study aims to determine the role of growth factors in accelerating the regeneration of injured tissue by examining epitheliazation, fibroblast, and neovascularization tissue using histological examination. This study is an experimental study using randomized designs post test only control group design conducted at the Animal Unit Laboratory of Pharmacology Department, Faculty of Medicine, Udayana University. The study consisted of two groups of rats, namely the control and treatment. Rats amounted to 26 rats, 6 rats for the preparation of PRP, 10 rats to control the examination 5 rats divided into 7th day and 5 rats to the examination day 14 and 10 rats for the treatment divided by 5 rats for 7th day of examination and 5 rats again to day 14. Incision rats in back approximaly 1 cm in lenght and depth 0,2 cm and then apply topical PRP for treatment and aqua for control. The results showed that: (1) there is an increasing neovscular significantly at day 7 and decreased significantly at day 14 in who received PRP (p <0.05): (2) there is a significant increase in fibroblast at day 7 and decreased significantly on day to 14 (p <0.05): (3) on epithelialization there is no significant difference in the day 7th and day 14 (p> 0.05). Conclusions of this study are: (1) PRP accelerates the healing process neovascularization (2) the PRP to accelerate the process of wound healing by increasing fibroblast, (3) but PRP did not affect epithelialization. The results of this study is expected to be used as a basis for further research to other types of injuries.
Key words: PRP; Wistar rats; Growth Factor; Tissue Regeneration
10
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................
ii
KATA PENGANTAR.............................................................................
iii
DAFTAR ISI............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR...............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
7
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................
7
1.3.1 Tujuan Umum .........................................................
7
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................
7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................
7
1.4.1 Manfaat Teoritis ......................................................
8
1.4.2 Manfaat Peraktis ....................................................................
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
11
2.1. Teori penuaan............................................................................... 9 2.2. Kulit normal ................................................................................. 9 2.3. Luka.............................................................................................. 12 2.3.1. Definisi Luka....................................................................... 12 2.3.2. Etiologi luka ....................................................................... 13 2.3.3. Fase – fase penyembuhan luka .......................................... 14 2.4. Platelet (trombosit) ........................................................................ 19 2.5. Platelet rich plasma ........................................................................ 26 2.6. Variabel pemeriksaan agregasi trombosit ....................................... 28 2.6.1.Vena punksi ........................................................................... 28 2.6.2. Anti koagulan ........................................................................ 28 2.6.3. Temperatur ............................................................................. 29 2.6.4. Kecepatan putaran ................................................................. 29 2.6.5. Waktu pemeriksaan ................................................................ 30 2.7. Agonist ............................................................................................. 30 2.7.1. ADP ........................................................................................... 30 2.7.2 Epinefrin ..................................................................................... 30
12
2.7.3. Kolagen ...................................................................................... 31 2.7.4. Asam arakhidonat ...................................................................... 31 2.7.5. Ristocetin ................................................................................... 31 2.7.6. Trombin ...................................................................................... 32 2.7.7. Trap ............................................................................................ 32 2.8. Tikus wistar (Ratus Norwegicus) ......................................................... 32 2.9. growth factor ........................................................................................ 33 2.9.1. VEGF ......................................................................................... 33 2.9.2. Expresi dari VEGF A sebagai reseptor pada luka kulit ............. 36 2.9.3. Peran VEGF dalam angiogenesis luka ....................................... 36 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir ................................................................... ........... ....39 3.2. Kerangka .....................................................................................40 3.3. Hipotesis ..................................................................................40
Konsep Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan ...............................................................................41
Penelitian
4.2. Tempat dan ..................................................................42
Penelitian
Waktu
13
4.3. Populasi dan ......................................................................42
Besar
Sampel
4.4.Variabel ....................................................................................44
Penelitian
4.4.1. Klasifikasi Variabel .............................................................. ......44 4.4.2. Kriteria Inklusi ...................................................................... ......44 4.4.3. Tehnik Pengambilan Sampel .................................................. ......44 4.4.4. Definisi Operasional Variabel ............................................. ......45 4.5. Prosedur ..................................................................................47
Penelitian
4.5.1. Pembuatan Platelet rich plasma dengan konsentrasi 3 x Whole .............................................................................47 4.5.2. Pemilihan ......................................48
dan
blood
pemeliharaan
hewan
4.5.3. Prosedur .....................................................................49 4.5.4. Evaluasi histologi.........50
epitelisasi
penelitian
jaringan
4.5.5. Parameter ..............................................................50
uji
dengan yang
4.6. Instrumen ................................................................................52
pengamatan diamati penelitian
4.7. Analisis Data ...........................................................................................52 BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................54 BAB VI ..............................................................................62
PEMBAHASAN
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................67
14
DAFTAR ......................................................................................68 LAMPIRAN .....................................................................................................72
PUSTAKA
15
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1.
Obat yang mempengaruhiAgregasi trombosit adalah Obat golongan
non steroid anti inflamasi dan suplemen diet........................................24 2.2 Interaksi ...................................................25 2.3 Synopsis ...........................................33
of
suplemengrowth
diet
factors
dengan
present
in
obat PRP
5.1 Hasil uji normalitas data Neovascularisasi, Fibroblast, dan Epitelisasi..54 5.2
Hasil uji homogenitas antar kelompok data Neovascularisasi,
Fibroblast Epitelisasi........................................................................55
dan
5.3 Rereta Neovascularisasi antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari........56 5.4 Rerata Neovascularisasi antar kelompok sesudah perlakuan 14 hari......57 5.5 Rerata Fibroblast antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari...................58 5.6 Rerata Fibroblast kel sesudah perlakuan 14 hari ....................................59 5.7 Rerata Epitelisasi antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari..................60 5.8 Rerata Epitelisasi antar kelompok sesudah perlakuan 14 hari................61
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 Inlfammatory phase (day 3)........ ..........................................................19 2.2 Pembentukan sumbat trombosit..............................................................21 3.1 Kerangka konsep penelitian....................................................................40 4.1 Rancangan penelitian..............................................................................41 4.2 Alur penelitian........................................................................................50
17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Uji normalitas data................................................................72
Lampiran 2.
Uji t- independent..................................................................73
Lampiran 3.
Uji Man – Whitney test.........................................................74
Lampiran 4.
Uji t-paired test......................................................................75
Lampiran 5.
Uji t – test .............................................................................76
Lampiran 6.
Uji Wilcoxon Sign Ramk test................................................77
Lampiran 7.
Gambaran histologi penelitian jaringan kulit dengan Pewarnaan hematoksilin dan eosin...........................78
Lampiran 8.
Gambar histologi dan tikus wistar dilukai............................79
18
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini ilmu pengetahuan berkembang pesat. Ilmu yang berkembang mencakup seluruh bidang ilmu, mulai dari ilmu ekonomi, tehnik, kimia, maupun kedokteran. Di bidang kedokteran ilmu berkembang dengan cepat, ini dibuktikan
dengan
dapat
diketahuinya
berbagai
penyebab
penyakit,
pengobatannya serta pencegahannya, Begitu juga dengan kemajuan alat penunjang diagnosis maupun alat untuk pengobatan. Ilmu baru yang saat ini mulai diminati adalah ilmu kedokteran anti penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM) yang awalnya diperkenalkan dan dikembangkan oleh The American Academy of Antiaging Medicine (A4M) pada tahun 1993 (Pangkahila, 2007). Kedokteran anti penuaan adalah bagian ilmu
kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu
gabungan
pengetahuan dan tehnologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan kekeadaan semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dari definisi diatas, ada tiga hal yang harus dijadikan pegangan dalam penerapan kedokteran anti penuaan. Pertama, berdasarkan ilmu pengetahuan dan kedokteran terkini. Kedua, melalui cara deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan bahkan perbaikan disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan proses penuaan kekeadaan 1
19
sebelumnya. Ketiga, bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat, yang berarti juga dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007). Pada tahun 1961 Hayflick dan Moorehead ahli biologi sel memberikan sumbangan tentang sejarah dari biologi sel. Teori Hayflick tentang aging proses yang dikontrol oleh waktu biologi, berisi sel hidup dan mempunyai batasan hidup. Perubahan terjadi didalam beberapa sel sebelum mencapai batas pertumbuhannya. Fungsi dari sel yang rusak pada organ bertanggung jawab pada proses aging. Kemajuan penelitian stem sel, terapi cloning, dan nanotehnologi juga setuju dengan teori Hayflick ( Klatz dan Goldman, 2003). Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan (Pangkahila, 2007). Perubahan terjadi pada tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2007). Antiaging medicine menganggap dan memperlakukan aging sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan, dan bila perlu mendapatkan pengobatan atau perawatan (Pangkahila, 2007). Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi: 1. Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.
20
2. Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis. 3. Luka “full thickness”; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia, tidak mengenai otot. 4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang (Tawi, 2008) Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi, dimana bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka atau injury. Beberapa binatang yang primitif, seperti amphibi dan reptil tetap mampu mengalami regenerasi seperti tersebut diatas. Pada binatang yang lebih besar dan komplek, regenerasi tidak dapat dilakukan. Pada manusia dewasa dengan pengecualian pada organ hati, regenerasi yang sebenarnya, tidak mungkin terjadi. Oleh sebab itu pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007). Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Sekali lagi, dari suatu proses terjadinya evolusi, maka manusia tidak seharusnya mengalami suatu penyakit degeneratif atau hidup lebih lama serta mempertahankan sistem arteri, vena, serta mencegah terjadinya dekubitus atau ulkus
neuropati dari suatu penyakit diabetes. Untuk itu manusia tidak
disiapkan untuk mengalami keadaan ini (luka kronik),
dan tidak ada
21
mekanisme yang spesifik untuk mengatasinya secara efektif. Yang menjadi perhatian penting dalam hal ini adalah adanya perluasan dan kedalaman luka. Untuk itu, luka yang dangkal (luka saat bercukur) dimana komponen atau adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dll) masih terdapat, memiliki kemampuan untuk sembuh karena keratinosit pada tempat tersebut masih ada. Pada bagian lain, luka dengan fullthickness (punch biobsy) tergantung pada migrasi keratinosit dan proliferasi pada bagian tersebut. Tidak mengherankan bahwa pada luka fullthickness akan mengalami penyembuhan yang lama dan sering timbul jaringan parut (Falanga, 2007). Seperti sirkulasi sel di dalam darah,platelet dibentuk dari stem cell di dalam bone marrow. Mereka memulai hidup sebagai suatu sel raksasa yang disebut megakariosit. Platelet dan darah normal berisi antara 120.000 sampai 600.000 per microlitre. Mereka berbeda dengan sel darah putih mereka tidak memiliki inti dan tidak bisa membagi. Bagaimanapun mereka mempunyai peran yang utama di dalam banyak proses tubuh. Awal kerja menunjukkan bahwa platelet darah adalah
pusat proses pembekuan tetapi itu secara
berangsur-angsur menjadi jelas bahwa mereka mempunyai fungsi penting di dalam
mediasi inflamasi dan pendukung proses penyembuhan ( Roberts,
2010). Platelet rich plasma atau plasma kaya trombosit adalah suatu autologous dari trombosit manusia dalam volume yang kecil dalam plasma. Platelet mengandung 7 protein growth factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004).
22
Untuk menguji apakah pemberian platelet rich plasma
dapat
mempercepat proses penyembuhan luka, maka dilakukan penelitian pada tikus putih
yang dilukai lalu diberikan platelet rich plasma untuk melihat proses
regenerasi jaringan dengan melihat peningkatan neokapilerisasi, re-epitelisasi, dan fibroblast dalam jaringan luka. 1.1.Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka dapat meningkatkan epitelisasi? 2. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka dapat meningkatkan fibroblast? 3. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka Dapat meningkatkan neovaskular? 1.2. Tujuan Penelitian 1.2.1.Tujuan Umum: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian Platelet rich plasma topikal dapat meningkatkan epitelisasi, fibroblast, neovaskular jaringan luka pada tikus putih. 1.2.2.Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka dapat meningkatkan jaringan epitel dibandingkan dengan aqua.
23
2. Untuk mengetahui pemberian platelet rich topikal plasma pada tikus luka dapat meningkatkan fibroblast dibandingkan dengan pemberian aqua. 3. Untuk mengetahui pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus luka
dapat meningkatkan
neovaskuler
dibandingkan dengan
pemberian aqua. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.3.1. Manfaat ilmiah : Menambah wawasan pengetahuan tentang platelet rich plasma topikal dalam dunia kedokteran. 1.3.2. Manfaat praktis: a) Memberikan informasi kepada masyarakat umum bahwa pemberian platelet rich plasma topikal dapat meningkatkan proses regenerasi jaringan pada luka. b) Hasil yang diharapkan, dipakai sebagai evaluasi pemakaian platelet rich plasma topikal pada manusia yang menderita luka.
24
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Penuaan Mengapa kita menua? Teori penuaan di tingkat seluler dan molekuler secara umum didasari oleh dua pemikiran yaitu penuaan terprogram dan penuaan secara tidak sengaja. Teori penuaan terprogram didasari pemikiran bahwa sejak kita dalam kandungan, dilahirkan sampai akhirnya meninggal, sudah diatur oleh jam biologis. Jam biologis ini mengatur bermacam kejadian dalam tubuh kita sesuai dengan waktunya. Hilangnya kalsium dari tulang, berkurangnya kemampuan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan kapasitas pernafasan yang menurun adalah contoh dari penuaan yang terprogram. Dan teori penuaan sebagai kebetulan atau bukan terprogram adalah bahwa manusia menjadi tua akibat banyak hal yang terjadi secara acak, misalnya kerusakan DNA dan radikal bebas atau hanya akibat rusaknya organ tubuh kita dengan bertambahnya waktu (Klatz dan Goldman, 2003). 2.2. Kulit Fungsi terpenting dari kulit adalah membentuk barier yang efektif antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu organisme. Hidup pada kondisi yang kering memerlukan adanya suatu barier untuk mengatur kehilangan cairan dan mencegah kekeringan, yang dikenal sebagai barier bagian dalam – bagian luar (inside- outside barier). Kulit juga berfungsi sebagai barier antara bagian luar dan dalam untuk melindungi dari agen – agen mekanik, kimia, dan serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias dkk., 2007). 7
25
Untuk melaksanakan fungsi ini, epidermis akan mengalami keratinisasi, yaitu suatu proses sel- sel epidermis secara progresif menjadi matang dimulai dari sel basal, sampai menjadi skuama datar dan mati pada stratum korneum (SC). Stratum korneum dan lapisan kulit yang dalam berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultra violet, trauma mekanik, dan temperatur dingin dan panas. Untuk melaksanakan beraneka ragam fungsi ini, kulit mempunyai berbagai jenis barier. Barier fisik terutama pada stratum korneum, tapi pada bagian epidermis dengan sel berinti dengan ikatan yang kuat, juga merupakan barier yang penting. Suatu barier kimia- biokimia (antimikrobial) terdiri dari lemak, asam, lisosim, dan peptida antimikroba. Sistem imun humoral dan selular memberikan fungsi barier
terhadap penyakit infeksi, tetapi
hiperaktivitas imun dapat mengarah kepada suatu alergi (Elias dkk., 2007) Selain stratum korneum, seluruh kulit, secara keseluruhan memberi fungsi sebagai pelindung. Daerah paling dalam kulit manusia, yaitu lapisan lemak sub kutan, melindungi tubuh dari goncangan mekanik, mengisolasi tubuh melawan panas dan dingin dari luar, dan juga secara keseluruhan aktif dalam metabolisme dan penyimpanan energi. Dermis terdiri dari serabut – serabut kolagen dan serat serat elastis dan sangat penting untuk regangan mekanik pada kulit. Serabut- serabut saraf bersifat kemosensitif dan bertindak sebagai peringatan melawan adanya trauma eksternal (Elias dkk., 2007). 2.3. LUKA 2.3.1. Definisi Luka.
26
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Agustina, 2009) 2.3.3.Fase – Fase Penyembuhan Luka Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase koagulasi, fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping. Ini menunjukan seluruh fase secara berurutan dan juga menerangkan hubungan secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, dimana hal ini tidak terdapat pada luka yang kronis, serta proses terjadinya melalui jalur yang pendek atau secara berulang.Yang menjadi perhatian adalah penjabaran mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam fase- fase yang tepat/ pasti dan hal ini harus menjadi pertimbangan karena fase–fase tersebut sering overlaping (Falanga, 2007).
27
Fase Inflamasi
Pertama
fase
penyembuhan
luka
dimulai
dari
segera
setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari (Broughton dkk.,2006). Dalam literatur lain, fase penyembuhan diklasifikasikan menjadi empat tahap dengan membedakan hemostasis sebagai fase pertama ( Chin dkk., 2005), Sementara itu umumnya diketahui sebagai bagian dari fase inflamasi . Tahap awal yang alami untuk mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007) dan ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskular oleh
hemostasis
trombin
berikut,
sekresi
sitokin
chemotactic
yang
memfasilitasi migrasi sel (Myers, 2007). Kolagen selama luka membentuk pengaktivan kaskade pembekuan, baik intrinsik maupun jalur ekstrinsik (Broughton dkk., 2006) yang memuncak dalam pembentukan gumpalan fibrin dan hemostasis memulai fase inflamasi (Broughton dkk., 2006; Myers dkk., 2007) bekuan fibrin berfungsi sebagai scaffolding untuk sampai sel, seperti neutrofil, monosit, fibroblasts, dan endotel sel (Broughton dkk., 2006) polimorfonuklear leukosit dan makrofag adalah dominan jenis sel selama fase awal (Myers dkk., 2007) pembekuan fibrin /matriks sementara juga berfungsi untuk memusatkan sitokin dan growth factor (Broughton dkk., 2006) yang dilepaskan oleh trombosit, trombin, dan fibronectin. Penghapusan sementara matriks fibrin akan mengganggu penyembuhan luka (Gurtner, 2007). Neutrofil adalah respon pertama tekanan sinyal sel dan sinyal chemotactic (oleh sitokin) tiba ke dalam pembekuan fibrin (Broughton dkk., 2006). Selanjutnya darah di dekat pembuluh vasodilatasi dan neutrofil lebih ditarik ke daerah luka dengan
28
interleukin (IL) -1,tumor necrosis factor (TNF)-α, faktor trombosit (PF) 4,mengubah
faktor
pertumbuhan
(TGF)-β,
trombosit
berasal
faktor
pertumbuhan (PDGF) (Broughton dkk., 2006; Chin dkk.,2005) dan "produk bakteri"(Broughton
dkk.,2006)
Leukosit
PMN
mulai
membersihkan
menyerang bakteri dan seluler debris(Broughton dkk., 2006) Monosit akan tertarik ke daerah luka dan berubah menjadi makrofag dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007) Makrofag phagocytose debris dan bakteri, tapi sangat penting untuk diatur produksi faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk produksi
matriks ekstraselular oleh
fibroblasts dan produksi pembuluh darah (Gurtner, 2007) . Singkatnya, proses penyembuhan dimulai dengan hemostasis, deposisi trombosit, dan interaksi mediator larut dan faktor pertumbuhan dengan ekstraselular matrik (Chin dkk., 2005) Fase Proliferasi
Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Selain pembentukan jaringan granulasi dengan kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk.,2006; Ueno dkk., 2006) proses ini bagian dari penyembuhan luka. Fase kedua akan mulai
pada hari 7-45 bersamaan dengan
memudarnya fase inflamasi dan terus sampai 146-215 hari setelah luka. Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentuk kapiler
(Broughton dkk., 2006)
Ini adalah
respon alami
penyembuhan untuk
29
menggantikan mikrosirkulasi luka yang meliputi pergerakan sel endotel dalam menanggapi ke tiga gelombang yaitu faktor pertumbuhan PDGF, TGF-β, insulin-like growth factor selama fase inflamasi; fibroblast growth factor (FGF) dibebaskan ikatannya pada molekul jaringan ikat sebagai gelombang kedua, dan vascular
endotelial growth factor (VEGF) disampaikan oleh makrofag sebagai yang ketiga dan gelombang dominan (Ueno dkk., 2006).
Angiogenesis berlangsung
proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Ueno dkk., 2006). Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks kolagen dibentuk oleh fibroblast
PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang berasal dari platelet dan makrofag adalah sinyal utama ke fibroblasts (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, fibronectin
1
yang
menyediakan
tempat
glycosaminoglycans, dan
untuk
migrasi
keratinosit
(Gurtner,2007) Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton dkk., 2006). Myofibroblast ada yang lain dari fibroblast
dengan intraseluler actin mikrofilamen yang mampu
meregenerasi matrik dan kontraksi (Gurtner, 2007). Kontraksi myofibroblast luka melalui spesifik c integrin berinteraksi dengan matrix kolagen (Gurtner, 2007). Klinis, kontraksi luka adalah respon alami dari tubuh melokalisasi dan membuat daerah lebih kecil melindungi dirinya dari semua dampak negatif
30
luka. Luka yang sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan khusus menunjukkan ini kekuatan dari tindakan kontraksi luka. Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah luka dan dirangsang oleh cytokins inflammatory .1 IL-1 dan TGF-α upregulate growth factor keratinocyite (KGF) ekspresi gen di fibroblast. Fibroblast kemudian akan mensintesis dan mensekresikan KGF-1, KGF-2 (paling penting pada manusia), dan IL-6 yang merangsang sekitar keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka, berproliferasi dan berdiferensiasi di epidermis (Broughton dkk., 2006). Terakhir, epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi. Fase Remodelling Merupakan
fase
terpanjang
penyembuhan
luka
yaitu
pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006). Fase ini diakui akan mulai tumpang tindih dengan fase proliferatif 8 hari (Broughton dkk.,2006) sampai 21 hari (Gurtner, 2007) setelah cedera sampai satu tahun setelah itu. Karakteristik utama fase ini penting adalah deposisi kolagen pada tempatnya (Broughton dkk., 2006) yang menyiratkan untuk memperbaiki kolagen dan kontraksi scar ( Gurtner, 2007). Gerakan fibroblasts
menarik jaringan kolagen bersama
merangsang kontraksi jaringan scar(Ueno dkk., 2006). Tipe III kolagen yang diproduksi dan disimpan oleh firoblast selama fase proliferatif akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007).
31
Degradasi ini dimediasi melalui matriks metalloproteinase (MMP) yang disekresikan oleh makrofag, fibroblast dan
sel endotel (Gurtner, 2007).
Kekuatan regangan dari penyembuhan bekas luka meningkat lambat. Pada 3 minggu awalnya fase pematangan, luka hanya memiliki sekitar 20% (Gutrner, 2007) sampai 30% (Broughton dkk,2006) dari kekuatan kulit normal, dan pada akhirnya hanya dimiliki 70% (Chin dkk., 2005) sampai 80% (Broughton dkk.,2006) dari normal kekuatan pada akhir fase remodelling. Fase akhir juga ditandai dengan keseimbangan antara deposisi kolagen dan degradasi. Ketika deposisi kolagen atau sintesis gagal maka akan terjadi kekakuan jaringan parut. Luka
atropik mungkin hasil akhir setelah selesai dari fase maturasi. Sebaliknya, ketika degradasi kolagen terganggu atau sintesis berlebihan, jaringan parut dapat menjadi hyperthrophic atau bahkan keloid. Kondisi yang ideal akan menjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis atau deposisi kolagen untuk menghasilkan jaringan parut yang normal(Prasetyono, 2009).
32
Gambar 2.1 inflammatory phase (day 3)
2.4 . Platelet (Trombosit) Platelet atau Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang berbentuk diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis dan pertahanan alami manusia.Platelet atau Trombosit mempunyai karakter berbentuk bulat, berdiameter 2-4 µM, tidak mempunyai nukleus tetapi memiliki banyak vesikel dan granula dan kadar normal 150.000-400.000 sel setiap µL darah. Umur trombosit dalam darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit dijumpai berbagai granula: seperti α granula padat, dan granula lisosomal, Granula α merupakan granula yang terbanyak, berkisar, 50-80 granula per butir trombosit dan menyusun 10% dari volume platelet ( Wijaya, 2010). Permukaan trombosit diliputi oleh glikoprotein yang penting untuk reaksi adhesi dan agregasi yang akan membentuk sumbat trombosit pada proses hemostasis. Reseptor glikoprotein bereaksi dengan zat agregator, inhibitor dan faktor pembekuan. Agregasi trombosit dengan kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GPIa) ) (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001). Glikoprotein Ib yang terganggu pada sindrom Bernard- Soulier dan glikoprotein IIb/IIIa yang terganggu pada thrombasthenia sangat penting untuk pelekatan trombosit dengan faktor von Willebrand (vWF) dan subendotel
33
vaskuler. Glikoproten IIb/IIIa juga merupakan reseptor fibrinogen yang sangat penting pada proses agregasi trombosit. Lapisan membran fosfolipid yang dikenal sebagai platelet factor 3 penting untuk merubah faktor pembekuan X menjadi Xa dan protrombin menjadi trombin. Dibagian dalam trombosit terdapat dense granule electron dan granula α. Dense granule berisi ADP, kalsium dan serotonin, sedangkan granula α berisi platelet factor 4,platelet derived growth factor (PDGF), tromboglobulin b, fibrinogen, vWF, faktor pembekuan fibrinogen dan V. Dense tubular system berisi kalsium dan diduga merupakan tempat pembentukan prostaglandin dan tromboksan A (Hoffbrand dkk., 2001). Peran trombosit in vivo dalam hemostasis adalah membentuk sumbat trombosit yang terjadi melalui 3 proses yaitu adhesi, aktivasi trombosit dan agregasi. Perlekatan trombosit dengan pembuluh darah yang melibatkan reseptor GPIb dan faktor von Willenbrand disebut sebagai proses adhesi. Setelah itu terjadi aktivasi trombosit yang menimbulkan perubahan bentuk trombosit yang menyebabkkan terjadinya penglepasan isi granula α dan dense granules
seperti ADP, serotonin, katekolanin serta ekspresi dari reseptor
GPIIb-IIIa. Tahap terakhir pada proses pembentukan sumbat trombosit adalah terjadinya agregasi trombosit yang melibatkan fibrinogen/ faktor von Willebrand (Yamanaka, 2000; Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001). KERUSAKAN VASKULAR Refleks vasokonstriksi
34
Pelekatan trombosit pada Penglepasan faktor jaringn
kolagen
Pelepasan ADP vasokonstriksi Jalur ekstrinsik
Agregasi trombosit Jalur intrinsik
Pembentukan fibrin
sumbat trombosit semipermiabel
Sumbat trombosit nonpermiabel Gambar 2.2: Pembentukan sumbat trombosit
Pelepasan zat yang berasal dari trombosit terjadi bila trombosit dirangsang dengan asam arakhidonat, ADP, adrenalin, kolagen atau ristosetin.Zat yang merangsang aktivitas trombosit dikenal sebagai platelet agonist. Platelet agonist yang dipakai dapat berupa ADP, kolagen, epinephrin, asam arakhidonat dan ristosetin (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001; Perry dan Todd, 2011). Proses agregasi adalah suatu proses yang menyebabkan trombosit saling melekat satu sama lain. Pemeriksaan agregasi trombosit merupakan
35
salah satu uji dalam laborotorium untuk menilai faal trombosit, terutama pada pasien yang jumlah trombosit yang normal tetapi disertai perdarahan atau pasien dengan trombosit yang normal dengan kecendrungan mengalami trombosis. (Gawaz ,2001) Agregasi trombosit dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti kontrasepsi hormonal, perokok dan obat. Pada uremia dilaporkan terjadinya perdarahan akibat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan akumulasi metabolik toksik (Yamanaka, 2000; Gawaz, 2001). Peningkatan kadar imunoglobulin yang disebabkan paraproteinemia, menyebabkan gangguan fungsi trombosit karena adanya interaksi antara paraproteinemia
dengan
membran
glikoprotein
dari
trombosit
yang
mengakibatkan gangguan ikatan trombosit dengan fibrinogen dan faktor von Willebrand (Yamanaka , 2000). Hiperlipoproteinemia yang disebabkan peningkatan kadar kolesterol dapat mengubah karakteristik trombosit menjadi lebih aktif. Kontrasepsi hormonal meningkatkan agregasi trombosit yang kemungkinan disebabkan oleh estrogen. Pada perokok, nikotin menghambat sintesis PGI₂ yang menyebabkan hambatan terhadap agregasi trombosit (Gawaz, 2001). Obat yang menghambat agregasi trombosit antara lain aspirin, sulphinpyrazon, thienopyridine, clopidogrel, glycoprotein blockers seperti abciximab dan dextran. Aspirin dan sulphinpyrazon mengurangi aktivasi trombosit dengan menghambat kerja siklooksigenase, sehingga sintesa prostaglandin dan tromboksan A₂ menjadi terhambat. Hambatan yang terjadi
36
akibat pemakaian aspirin bersifat irreversible karena berlangsung seumur hidup trombosit. Dextran dan abciximab menghambat agregasi trombosit dengan menduduki reseptor glikoprotein (GP). Dipiridamol menghambat kerja fosfodiesterase, sehingga terjadi peningkatan siklik AMP yang menghambat reaksi penglepasan. Thienopiridiniclopidogrel bekerja menduduki reseptor platelet adenosin (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz , 2001). Tabel.2.1 Obat yang Mempengaruhi Agregasi Trombosit adalah Obat Golongan non steroid anti inflamasi dan Suplemen Diet
Obat yang menghambat agregasi trombosit
Aminopyrine (Pyramidon)
Dextropropoxyphene (Doloxene)
Meclofenemic acid Mefenamic acid
Dipyridamol (Persantine)
Nitrofurantoin (furdantin)
Antruene (Sulfinpyrazone)
Furosemide (lasix) Glycerol-guaicolate
Paracetamol
Aspirin
Heparin
Phenilbutazone
Atromide (clofibrate)
Ibufenac (ditransin)
Promethazine
Cloroquine
Ibuprofen (motrin)
Pyrinolcarbamate
Chlorpromazine
Indomethacin (Indocin)
Sulfinpyrazone
Cyprohepatadine
Imipramine
A Amitriptyline
Dextran
37
Alpha- antagonis
Chephalosporins
Local anaesthetics (procain)
Adrenergic blocking agents
Clofibrate
Non steroid antiinflamatory drug
Corticosteroids
Adenosine
Cyclic AMP
Prostaglandine E
Aminophyline
EDTA
Prostanoids
Antihistamines
Ethanol
Sulphydril inhibitor
B-blocker
Garlic
Tricyclic antidepressants
Black tree fungus
Volatile general anesthetics
38
Tabel 2.2 Interaksi suplemen- diet dengan obat Suplemen-diet
Obat
Pengaruh
Alfalfa
Walfarin
Jamu mengandung vitamin K, decreased drug efficacy
Angelica sinensis (dong quai)
Warfarin
Jamu mengandung coumarins
Barberis vulagaris (barberry)
Warfarin
Jamu mengandung berberine, Antikoagulan
Bromelains
Warfarin, aspirin,
Jamu masa protrombine memanjang, hambatan agregasi trombosit
dipiridamol, Garlic
Earfarin, Aspirin, Dipiridamol
Antikoagulan aditif, Efek anti trombosit
Ginggo biloba
Warfarin, Aspirin, Dipiridamol
Antikoagulan aditif dan efek anti trombosit, dapat menimbulkan perdarahan spontan pada iris dan sub dural hematom
Hydrastis Canadensis (Goldenseal)
Warfarin
Jamu mengandung berberine dan antikoagulan
Mahonia aguifolium Oregon grape)
Warfarin
Jamu mengandung berberine dan antikoagulan
Salviae multiorrihizae (cinnabar root)
Warfarin
Antikoagulan
Tanacetum parthenum (feverfew)
Warfarin, Aspirin, dipiridamol
Antikoagulan dan efek anti trombosit
39
Panax ginseng
Warfarin
Kemungkinan berinteraksi dengan warfarin
2.5 Platelet rich plasma Normal trombosit darah berkisar antara 150.000/µL dan 350.000/µL dan rata- rata sekitar 200.000/µL ( Marx, 2001) Platelet Rich Plasma atau Plasma kaya trombosit bisa didefinisikan sebagai plasma darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk., 2009). Platelet rich plasma pertama kali digunakan pada operasi jantung oleh Ferrari et al tahun 1987 sebagai komponen transfusi autologus setelah operasi terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh banyak spesialis seperti pada operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic, dan penyembuhan luka secara keseluruhan ( Crane dan Evert, 2008). Kontraindikasi penggunaan Platelet rich plasma adalah : Kontraindikasi absolut: 1. Sindrom dysfungsi platelet 2. Critical thrombocytopenia
40
3. Hypofibrinogenemia 4. Ketidakstabilan hemodinamik 5. Septikemia 6. Sensitif terhadap thrombine bovine (jika menggunakan bovine thrombine dengan kalsium untuk membuat platelet gel) ( Crane and Evert, 2008, Smith dkk, 2004). Kontraindikasi relatif: 1. Konsisten menggunakan (anti inflamasi) dari NSAID dalam 48 jam saat prosedur. 2. Kortikosteroid injeksi pada saat terapi atau menggunakan kortikosteroid selama 2 minggu sebelum terapi. 3. Panas yang baru atau sakit 4. Kanker 5. HGB<10g/dl Jumlah platelet kurang dari 105/µL) (Crane dan Evert, 2008; Smith , 2004). 2.6 Variabel Pemeriksaan Agregasi trombosit 2.6.1Venapunksi Sampel pasien dewasa diambil dengan jarum 20-21 G dan syringe plastic. Untuk kasus pediatric, dipakai jarum 23-25 G. 2.6.2 Antikoagulan Sitrat
41
Sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered dan non buffered) dengan rasio 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan merupakn antikoagulan pilihan untuk pemeriksaan agregasi trombosit. Sebaiknya tidak memakai Vacutainer karena dikhawatirkan dapat terjadi aktivasi trombosit oleh tekanan shear vakum. Beberapa laboratorium mengkoreksi hematokrit, terutama bila nilai hematokritnya terlalu tinggi atau rendah. Hardisty dkk menemukan bahwa pada orang dengan nilai hematokrit yang tinggi, diperlukan lebih banyak agonist oleh karena kurangnya jumlah kalsium bebas yang terdapat di plasma (Wirawan, 2007). Heparin Heparin bekerja dengan cara menghentikan pembentukan dan aktivitas thrombin dari prothrombine sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen (Riswanto, 2009). EDTA Agregasi trombosit tergantung adanya kalsium bebas di plasma, karena cara kerja EDTA mencegah koagulasi dengan mengikat kalsium (Riswanto, 2009). 2.6.3 Temperatur Pemeriksaan agregasi harus dilakukan pada suhu 37°C agar menyerupai suasana in vivo(Jarvis, 2006; wirawan, 2007; Perry Todd , 2011). 2.6.4 Kecepatan Putaran Agregometer Supaya terjadi agregasi, trombosit harus kontak satu sama lain. Bila ditambahkan agonis pada trombosit yang tidak diputar, tidak akan terjadi agregasi. Kecepatan putaran optimal berdasarkan tinggi kolum PRP, diameter kuvet dan ukuran stir bar
42
yang dipakai. Tiap pabrik memilki rekomendasi kecepatan putaran optimal masing-masing (Jarvis, 2006). 2.6.5. Waktu Pemeriksaan Sebaiknya pemeriksaan agregasi trombosit dikerjakan dalam 3 jam setelah sampel diambil(Jarvis, 2006). 2.7.AGONIST1 2.7.1.ADP Kadar 1-10 μM ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit. Kadar ADP yang rendah (1-3 μM) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau kurva bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 μM) dapat menutupi respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon bifasik karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Aspirin akan menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur siklooksigenase dan pelepasan isi granul ( Jarvis, 2004; Wirawan, 2007; Shantsila adan Watson, 2008 ). 2.7.2.Epinefrin Biasanya dipakai epinefrin 5-10 μM untuk pemeriksaan agregasi. Dijumpai gelombang pertama yang kecil, kadang diikuti respon sekunder yang lebih besar. Gelombang kedua ini dihambat oleh aspirin, obat anti inflamasi non steroid, antihistamin, beberapa antibiotik ( Jarvis, 2004; Shantsila dan Watson, 2008). 2.7.3.Kolagen
43
Biasanya dipakai kadar 1-5 μg/ml. Kolagen adalah agonist yang paling kuat. Agregasi trombosit yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase sekitar 1 menit, dimana pada saat itu trombosit berikatan pada fibril kolagen, mengalami perubahan bentuk dan reaksi pelepasan. Respon agregasi yang diukur adalah gelombang kedua setelah aktivasi dan pelepasan trombosit. Pada kadar kolagen yang rendah, respon agregasi trombosit dapat dihambat aspirin dan obat anti trombosit lain ( Pagana, 2006; Shantsila dan Watson, 2008). 2.7.4.Asam Arakidonat Dengan siklooksigenase, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan A2. Aspirin menghambat jalur siklooksigenase dan respon agregasi terhadap asam arakidonat. Pasien yang mengkonsumsi aspirin atau anti trombosit lain, penderita gangguan pelepasan atau Glanzman tromboastenia akan memberikan hasil abnormal agregasi trombosit yang diinduksi asam arakidonat. Pasien dengan SPD menunjukkan respon agregasi asam arakidonat yang normal ( Shantsila dan Watson, 2008). 2.7.5.Ristocetin Pada trombosit normal, antibiotik ristocetin dengan kadar 1,5 mg/ml, menyebabkan agregasi trombosit yang trgantung GpIb/VWF. Bila responnya abnormal, dicurigai penyakit von Willebrand atau sindroma Bernard Soulier (tidak ada kompleks GpIb-IX-V) ( Shantsila dan Watson, 2008). 2.7.6.Trombin Trombin adalah agonist trombosit yang sangat poten. Peptida sintetik Gly-ProArg-Pro (GPRP) menghambat polimerisasi fibrin yang diinduksi thrombin,
44
sehingga dapat terjadi agregasi trombosit yang diinduksi thrombin. α-trombin dengan kadar 0,1-0,5 U/ml dapat dipakai untuk mengakivasi trombosit, baik yang washed atau gel-filtered (Pagana, 2006; Shantsila dan Watson, 2008). 2.7.7. TRAP Thrombin receptor activating peptide (TRAP) adalah peptide sintetik yang berikatan dengan sekuens asam amino N-terminal dari “tethered ligand” yand dibentuk setelah hidrolisis thrombin protease activatedreceptor (PAR1). Penambahan TRAP 10 μM menyebabkan aktivasi respon trombin yang sangat kuat tanpa pemecahan fibrinogen dan pembentukan clot. Pada umumnya trombosit menunjukkan respon agregasi normal terhadap TRAP kecuali pada Glanzmann thromboasthenia. Sekarang ini TRAP dipakai untuk memonitor efek farmakodinamik anti trombosit baru yang menghambat ikatan fibrinogen dengan trombosit atau yang mengganggu reseptor PAR di trombosit(Pagana, 2006; Shantsila dan Watson, 2008). 2.8. Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Tikus liar, tikus norwegia, dan tikus coklat, adalah hewan semarga dengan tikus laboratorium. Akan tetapi nama ilmiah tikus liar lain itu yaitu tikus hitam adalah Rattus rattus. Tikus ini mirip dengan tikus norwegia dan sering terdapat di kota-kota diseluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai hewan laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat atau mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus- tikus ini
45
tenang dan mudah ditangani dilaboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencit tetapi tikus berbiak sebaik mencit. Karena hewan ini lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Umumnya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa rata- rata 200- 250 gram , tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 gram tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Ada dua sifat yang membedakan tikus dengan hewan coba yang lain. Tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara kedalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kandung empedu (Smith dan mangkoewidjojo, 1988). Tehnik pengambilan darah: Cara memperoleh darah dari medial canthus sinus orbitalis (Smith danMangkoewidjojo, 1988). 2.9. Growth factor TABEL 2.3.SYNOPSIS OF GROWTH FACTORS PRESENT IN PRP
Growth factor
Source
Function
Transformin g growth factor- beta, TGF-β
Platelet, extracellular matrix of bone, cartilage matrix, Activated TH1 cell and natural killer cells,
Stimulates undifferentiated mesenchymal cell proliferation; regulates endothelial,
46
macrophage/ monocytes and neutrophils
fibroblastic mitogenesis;regulates collagen synthesis and collagenase secretion; regulates mitogenic effects of growth factors; stimulates endothelial chemotaxis and angiogenesis; inhibits macrophage and lymphocyte proliferation
Basic Fibroblast Growth factor, bFGF
Platelet, macrophage, mesenchymal cell, chondrocytes, osteoblast
Promotes growth and differentiation of chondrocytes and osteoblasts; mitogenic for mesenchymal cells, chondrocytes and osteoblasts
Platelet Derived Growth Factor, PDGFa-b
Platelets,osteoblasts, endothelial cell, macrophage, monocytes, smooth muscle cells
Mitogenic for mesenchymal cells and osteoblasts, stimulates chemotaxis and mitogenesis in fibroblast/glial/smoot h muscle cells, regulates collagenase secretion and collagen synthesis; stimulates macrophage and neutrophil chemotaxis
Epidermal Growth factor, EGF
Platelets, macrophage, monocytes
Stimulates endothelial chemotaxis/angiogen esis; regulates collagenase secretion; stimulates
47
epithelial/mesenchy mal mitogenesis Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF
Platelets, endothelial cells
Increases angiogenesis and vessel permeability, stimulates mitogenesis for endothelial cells
Conective Tissue Growth Factor, CTGF
Platelet through endocytosis from extracellular environment in bone marrow
Promotes angiogenesis, cartilage regeneration, fibrosis and platelet adhesion
Table 2.3 synopsis of growth factor in PRP from Peter A.M. Evert et al. Platelet –rich plasma and Platelet gel: A review ³ 2.9.1 VEGF Terdiri dari VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E dan placenta growth faktor (PLGF). Mereka menggunakan fungsi biologi dengan mengikat tiga reseptor transmembrane tirosine yang berbeda, VEGFR-1, VEGFR2, VEGFR-3. Fungsi biologi dari VEGF-A dan ini adalah reseptor VEGF-1 dan VEGF2 mempunyai karakteristik lebih detail. VEGF-A diindentifikasi sebagai mayor regulator dari vasculogenesis dan angiogenesis selama perkembangan, menunjukan mungkin juga mempengaruhi dalam regulasi angiogenesis selama proses penyembuhan luka (Warner dan Grose, 2003). 2.9.2. Expresi dari VEGF-A dan sebagai reseptor pada kulit luka VEGF-A adalah yang terbaik dan paling spesifik sebagai regulator dalam psisiologi dan patologi pada proses remodeling angiogenic (Roth dkk., 2006).
48
Peran dari VEGF-A pada perbaikan luka, expresi dari gen ini memperlihatkan peningkatan yang kuat setelah luka kutaneus, dengan keratinosit dan makrophage menjadi produsen utama. Sebagai tambahan reseptor di deteksi pada pembuluh darah di jaringan granulasi. Expresi ini menggambarkan VEGF-A merangsang luka angiogenesis didalam paracrine. Sangatlah penting peranan VEGF-A dalam proses penyembuhan didukung oleh beberapa penelitian yang memperlihatkan penurunan VEGF-A
atau
peningkatan degaradasi akan
menimbulkan defect pada penyembuhan luka.
Selanjutnya terapi dari luka
iskemik dengan VEGF-A atau ekpresi berlebihan dari VEGF-A mempercepat fibroblast pada proses luka (Warner dan Grose, 2003). 2. 9. 3. Peran VEGF-A dalam angiogenesis luka Peran penting dari VEGF-A dalam penyembuhan luka baru-baru ini diungkapkan dalam suatu penelitian dimana memperlihatkan penetralan antibodi VEGF-A menyebabkan penurunan mencolok dalam angiogenesis luka, akumulasi cairan dan formasi jaringan granulasi luka pada babi. Lebih lanjut, terjadinya angiogenic yang terlihat pada luka manusia, saat pertama kali cairan luka ada setelah luka terjadi Sudah ada penghambatan VEGF (Warner dan Grose, 2003). VEGF merangsang perkembangan pembuluh darah vena yang baru, termasuk sel otot polos ditemukan dalam dinding pembuluh darah vena. Pembuluh darah vena membentuk dan saling menyambung untuk proses penyembuhan yang sempurna dan penyediaan oksigen dan makanan yang baik akan membentuk jaringan yang baru (Disease prevention and Treatment, 2003). Neokapilerisasi
49
Neokapilerisasi merupakan pembuluh darah baru berupa tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka. Neokapilerisasi akan saling beranastomosis dan membentuk suatu jaringan sirkulasi darah yang padat pada jaringan luka. Pembuluh darah memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan untuk memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Pembuluh darah juga menghantarkan sel-sel radang yang dibentuk di dalam sumsum tulang untuk mendekati jaringan yang terluka hingga sel radang tersebut melakukan emigrasi (Singer dan Clark, 1999). Re-epitelisasi Re-epitelisasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel. (Tahapan-tahapan ini akan mengembalikan integritas kulit yang hilang. Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses reepitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel baru pada kulit (Priosoryanto dkk., 2010). Fibroblast (Jaringan Ikat) Fibroblast memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tidak teratur, inti bulat telur, besar, kromatin halus, dan memiliki nukleulus yang jelas. Di dalam sitoplasma,terdapat R.E granuler dan badan golgi yang berkembang dengan baik. Fibroblast berfungsi untuk mensintesis
50
matriks ekstraseluler seperti serabut kolagen, serabut elastis dan zat-zat amorf. Selain itu ia berperan mengikat matriks ekstraseluler untuk membentuk jaringan dan mempercepat penyembuhan luka. Bentuk fibroblast bervariasi. Pada jaringan ikat padat teratur. Fibroblas tampak berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut jaringan. Pada jaringan ikat longgar dijumpai berbentuk bintang atau stellata sebagai akibat serabut-serabut jaringan ikat yang tidak teratur. Fibroblast yang dewasa disebut fibrosit.
Fungsi biologik fibroblast adalah
berdifferensiasi untuk mensintesis dan mensekresikan matriks ekstraseluler. Sintesis dan sekresi fibroblast mencakup kolagen, fibronektin, glikoprotein dan proteoglikan. Fibroblast membantu mensintesis glikokonyugat ekstraseluler. Fibroblast memiliki banyak mikrofilamen aktin serta mikrotubul Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam (Adnan, 2010) Fibroblast akan mengalami beberapa perubahan fenotip dan menjadi myofibroblas yang berfungsi untuk retraksi luka (Kalangi, 2004).
51
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir Kulit normal memiliki tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutis. Fungsi terpenting dari kulit adalah membentuk barier yang efektif antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu organisme mikroba untuk melindungi diri dari serangan mikroba dilingkungan sekitar. Luka diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lamanya penyembuhan. Pada regenerasi jaringan
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
proses regenerasi baik dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri. Proses yang mempengaruhi regenerasi dari dalam bisa berupa faktor genetik seperti kelainan darah atau kelainan metabolik seperti pada diabetes melitus dan lain -lain. Sedangkan faktor dari luar yang bisa mempengaruhi proses regenerasi jaringan antara lain seperti terjadinya infeksi pada luka sehingga mengakibatkan proses penyembuhan menjadi lama atau bisa juga tergantung dengan luasnya luka,
52
bentuk luka serta dalamnya luka. Disamping faktor –faktor diatas yang mempengaruhi proses penyembuhan luka maka Platelet rich plasma saat ini juga diduga bisa meningkatkan proses regenerasi jaringan luka pada tikus melalui proses peningkatan neovaskular, fibroblast dan epitelisasi jaringan yang lebih cepat dan singkat dalam proses penyembuhan luka.
3.2. Konsep Penelitian
Faktor Intrinsik: -
Platelet rich plasma
Genetik Metabolik
Faktor ekstrinsik: -
Infeksi Lama luka Luas luka Bentuk luka
Tikus dilukai Regenerasi jaring an Fibroblast Epitelisasi Neovascular
Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian 3.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan Kerangka konsep maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: 1.
Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai meningkatkan epitelisasi dibandingkan dengan pemberian aqua.
53
2.
Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai meningkatkan fibroblast dibandingkan dengan pemberian aqua.
3.
Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai Meningkatkan neovaskular dibandingkan dengan pemberian aqua.
54
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Randomized post test only control group design (Pocock, 2008)) dimana pengelompokkan subyek dilakukan secara random. Subyek dibagi atas dua kelompok perlakuan, yaitu Kelompok I dioleskan dengan aqua dan oral amoksilin, Kelompok 2 diberikan dengan platelet rich plasma dan oral amoksilin. Sebelum perlakuan kedua kelompok diperiksa tidak ada penyakit penyerta, tikus dalam keadaan sehat
usia disesuaikan. Setelah perlakuan, dinilai proses
regenerasi jaringan dilihat hasil penyembuhannya dengan melihat epitelisasi jaringan dengan melakukan pemeriksaan Histologi. Bagan rancangan penelitian tersebut seperti pada : Kontrol
Post Test PO ...........................O1........................O2
P
S
R
P1 ...........................O3........................O4
55
Gambar 4.1 rancangan penelitian
37
Keterangan Gambar : P
= populasi
S
= Sampel
R
= Random
O1
= Observasi hari 7 kelompok kontrol
O2
= Observasi hari 14 kelompok kontrol
O3
= Observasi post tes hari 7 kelompok perlakuan
O4
= Observasi post tes hari 14 kelompok perlakuan
P0
= Perlakuan pada kontrol dengan aqua dan oral amoksilin
P1
= Perlakuan pada platelet rich plasma dan oral amoksilin
4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran universitas udayana Denpasar Bali. Penelitian
dilakukan bulan agustus
-
september 2011. 4.3. Populasi dan Besar Sampel Dalam penelitian ini digunakan tikus wistar dengan kriteria sebagai berikut: Tikus wistar jantan yang sehat, berat 150 gram- 180gram, umur empat bulan Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus (Pocock 2008),
56
2σ² n = ----------------f(α, β) (µ₂ -µ1 )²
n = jumlah sampel Ϭ = simpang baku α = tingkat kesalahan I (α = 0,05) β = tingkat kesalahan II (β = 0,1) sehingga f (α,β) = 10,5 (tabel 9.1) (Pocock, 2008) µɪ
= rerata nilai pada kelompok kontrol
µ₂
= rerata nilai pada kelompok perlakuan
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan didapatkan rerata kelompok kontrol 10,33 dengan simpang baku (SB) = 2,08 rerata kelompok perlakuan =15,33 . Dengan menggunakan rumus diatas maka hasilnya adalah :
n=
2 x (2.08 )² ----------------- x 10,5 (15.33 - 10.33)²
8.6528 n = ------------ x10.5 25 = 3.64 dibulatkan = 4 = 4 + 10% = 4,4 Besar sampel tiap kelompok dibulatkan menjadi 5 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1.Klasifikasi Variabel
57
a) Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi hasil penelitian secara langsung yaitu : Platelet rich plasma, b) Variabel tergantung
adalah
variabel yang merupakan hasil
perlakuan variabel bebas yaitu Fibroblast, neovaskular, dan epitelisasi c) Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain Jenis tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, tempat luka yang sama 1.4.2. Kriteria inklusi 1. Berat badan 150 -180 gr 2. Usia 4 bulan 3. Keadaan sehat 4. Jenis kelamin laki- laki 4.4.3.Tehnik pengambilan sampel Tikus putih diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok 1 Tikus dilukai di punggung lalu diolesi dengan aqua dan diberi antibiotik oral amoksilin selama tiga hari sehari 3 kali. Kelompok 2 dilukai ditempat yang sama lalu diberi platelet rich plasma dan diberi antobiotik oral amoksilin selama 3 hari sehari 3 kali. 4.4.4 Definisi Operasional variabel 1. Platelet Rich Plasma atau Plasma kaya trombosit bisa didefinisikan sebagai plasma darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit
58
diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk., 2009). 2. Tikus wistar yang sehat dilukai didaerah punggung dengan panjang luka kurang lebih 1 cm dan kedalaman kurang lebih 0,2 cm kemudian dioleskan dengan Platelet rich plasma. 3. Pemeriksaan histologi dilakukan pada hari ke 7 dan hari ke 14 dengan mengambil jaringan untuk melihat epitelisasi, neovaskularis, dan fibroblast jaringan dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin dan eosin. 4. Amoksilin adalah suatu antibiotik dari golongan penisilin yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang disebabkan oleh gram negatif dan gram positif (Harianto, dkk., 2006) . Pada penelitian ini amoksilin dipakai sebagai propilaksis untuk pencegahan infeksi sekunder. Dosis konversi adalah 70/50 bb x1500 mg amoksilin x 0.018 (untuk 200 gr tikus) = 37.8 mg. Tikus yang dipakai 150 gr jadi dosis yang dipakai adalah 150 gr -------- x 37.8mg =
28.35mg : 3
59
200 gr = 9.45 mg sehari 3 kali 5. Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka (kalangi, 2004). Dihitung jumlahnya. 6. Re-epitelissasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitsis dan diferensiasi sel epitel (tahapan- tahapan ini akan mengembalikan integritas kulit yang hilang (priosoryanto dkk., 2010). Dihitung tingkat kerapatannya. 7. Neokapilerisasi merupakan pembuluh darah baru berupa tunas- tunas yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka (Singer dan Clark, 1999). Dihitung jumlahnya 8. Jenis tikus yang digunakan: tikus Wistar. a. Umur tikus Wistar: empat bulan. b. Berat badan tikus Wistar: 150 gr – 180gr c. Jenis kelamin tikus Wistar: jantan 4.5 Prosedur Penelitian 4.5.1 Pembuatan Platelet Rich Plasma dengan konsentrasi 3x whole blood 1. Darah diambil dari medial canthus sinus orbitalis tikus wistar dengan menggunakan pipet kapiler hematokrit sebanyak kurang lebih 1.5 cc. Sehingga membutuhkan kurang lebih 6 tikus untuk mencapai darah 9 ml. Darah yang menetes ditampung menggunakan tabung evendof yang sudah
60
mengandung sitrat. Campur dengan baik Masukkan dalam tabung sentrifuge dan putar dengan kecepatan 200g selama 10 menit, alat sentrifuge dibuat seimbang dengan memasukkan 2 tabung dengan isi air dengan berat sama dengan tabung darah. Ambil tabung dari sentrifuge ,akan tampak 3 lapisan yaitu bagian atas berupa plasma, di bagian tengah terdapat daerah cincin berwarna putih yaitu buffy coat yang kaya akan trombosit dan lekosit, serta bagian bawahnya adalah sel darah merah. 2. Ambil dengan pipet atau spuit injeksi cairan plasma bagian atas sampai 12 mm di atas sel darah merah dan masukkan ke tabung yang baru. 3. Masukkan tabung berisi cairan plasma dan buffy coat tersebut ke dalam sentrifuge dan putar dengan kecepatan 1000 g selama 7 menit. 4. Ambil tabung dari mesin sentrifuge, akan tampak bagian atas berupa cairan yaitu plasma dan di bagian bawah terdapat pellet yang merupakan endapan kaya trombosit. 5. Ambil supernatan (cairan bagian atas) dan sisakan cairan plasma beserta Pellet yang kaya akan trombosit. 6. Pellet bersama plasma itulah yang disebut plasma kaya trombosit (PRP). 7. Sebelum digunakan plasma kaya trombosit harus diaktivasi dengan diagitasi/vortex sampai tercampur baik. Plasma kaya trombosit siap dipakai. 4.5.2 Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji Pemilihan tikus Wistar yang akan dijadikan sampel percobaan dengan cara memilih tikus Wistar jantan yang sehat. Adanya penyakit dalam hewan uji dapat
61
menyebabkan hasil tidak dapat dipercaya. Dalam hubungannya dengan ini pemeliharaan hewan uji harus diperhatikan. Makanan yang memenuhi syarat untuk masing- masing jenis hewan lingkungan
uji merupakan faktor penting disamping
yang sehat, penggunaan insektisida dan sebagainya (Ngatidjan,
2006). Prinsip kandang
mencit laboratorium
sama dengan kandang tikus
laboratorium tetapi kandang tikus perlu sedikit lebih besar. Semua jenis kandang digunakan dengan maksud sama yaitu dipakai untuk mengkandangkan hewan untuk percobaan, untuk menternakkan atau untuk hewan persediaan (hewan stok). Kandang harus cukup kuat tidak mudah rusak, dan tahan disteril ulang dengan suhu hingga mencapai 120⁰ C dan tahan di steril dengan bahan kimia. Kandang ini harus dibuat dari bahan yang baik dan mudah dibongkar, mudah dibersihkan dan mudah dipasang lagi. Kandang harus tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tapi hewan harus tampak jelas dari luar (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). 4.5.3
Prosedur Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan 26 ekor tikus Wistar jantan yang sehat. Sebelum penelitian dimulai, dilakukan adaptasi terhadap seluruh tikus wistar selama tujuh hari. Pada hari kedelapan dilakukan pengambilan darah terhadap 6 tikus untuk dibuat Platelet Rich Plasma melalui medial canthus sinus orbitalis. Tikus yang 20 dibagi menjadi 2 kelompok untuk selanjutnya dilukai di bagian punggung. Kelompok 1 dilukai dipunggung dengan panjang 1 cm dalam 0,2cm lalu diberikan platelet rich plasma dan
62
kelompok 2 diberikan aqua. Selanjutnya ke 20 tikus tersebut diberikan antibiotik oral amoksilin selama 3 hari sehari 3 kali. 2. Amoksilin diberikan peroral dengan alat suntik sonde. Sonde dimasukkan hati- hati kira-kira sampai dilambung. Setelah yakin jarum masuk dalam lambung dan tidak ke paru, barulah amoksilin didalamnya dipompakan keluar (Ngatidjan, 2006).
Bagian I 20 ekor tikus wistar jantan sehat adaptasi tujuh hari
Hari kedelapan 20 ekor tikus dilukai, dibagi ke dalam dua kelompok
Kelompok Perlakuan PRP + amoksilin 3hari
Kelompok kontrol Aqua + Amoksilin 3 hari
Bagian II Hari ke 7 diambil 5 ekor tikus tiap kelompok, diperiksa (neokapilerisasi,fibroblast,re-epitelisasi)
Hari 14 diambil 5 ekor tikus tiap kelompok sisanya dan diperiksa ( neokapilerisasi, fibroblast, re-epitelisasi) Gambar 4.2 Alur penelitian
63
4.5.4
Evaluasi Epitelisasi Jaringan dengan Pengamatan Histopatologi. Pengamatan histopatologi menggunakan metode penghitungan menurut
cara (Priosoeryanto dkk., 2006) dan (Low dkk., 2001) dengan menghitung jumlah sel yang diamati. Parameter yang digunakan adalah pembentukan neokapiler yang ada dalam luka. Pengamatan histologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp, Jepang) (Prasetyo dkk., 2010). Pengambilan jaringan untuk pemeriksaan histologi diambil pada jaringan yang dilukai dilakukan dengan aseptik dengan menggunakan gunting. Jaringan yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam larutan pengawet netral buffer formalin 10%. 4.5.5 Parameter yang Diamati Penilaian regenerasi jaringan luka tikus wistar yang diberi Platelet rich plasma dan aqua dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi jaringan. Parameter yang digunakan adalah merapatnya lapis epidermis (re-epitelisasi), peningkatan neokapiler dan sel-sel fibroblas yang ada dalam luka. Pengamatan histologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp, Jepang) (Priosoeryanto dkk, 2010). Pewarnaan hematoxylin - Eosin : - Deparafinasi dengan xylene - Kelebihan xylene dihisap dengan kertas filter melalui tepi gelas benda - Celup sebentar dalam alkohol 96%, kemudian 80%, 70%, 50%,30%,Aquadest
64
- Masukkan kedalam larutan hematoxylin dengan waktu tertentu 3-7 detik. - Air mengalir : 10 menit. Cuci aquadest sebentar. - Masukkan sebentar saja berturut- turut mulai dari alkohol 30%, 50%,70%. - Kemudian kedalam larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) 1-3 menit pewarnaan selesai, tetapi jaringan tidak dapat ditutup langsung dengan Canada balsam, karena Canada balsam dilarutkan dalam xylene, sedangkan jaringan masih berada dalam media alkohol 70% sehingga jaringan harus dibawa ke media xylene dulu. -
Dari larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) selanjutnya berturut-turut masukkan ke alkohol 70%, 80%, 96%, alkohol absolut, masing-masing sebentar saja
-
Masukkan xylene ± 10 menit (xylene berfungsi untukl mengantar ke canada balsam juga berfungsi untuk menjernihkan jaringan yang sudah terpulas).
-
Jaringan ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan Canada balsam terlebih dulu.
-
Pelabelan Label dituliskan : nama spesies, nama organ / jaringan, potongan melintang / membujur, pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan.
4.6 Instrumen Penelitian 1. Pewarnaan Hematoxilin dan eosin 2. pisau 3. Alat tulis 4. Penggaris
65
5. Evendof 6. Mikroskop elektron 7. Pipet kapiler hematokrit 8. centrifugasi 9. Jarum suntik untuk sonde 4.7 Analisis Data Dalam penelitian ini seluruh data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan
program SPSS
for windows Versi 16.0. Analisis data dalam
penelitian ini meliputi: 1. Mendeskripsikan rerata dan standar deviasi terhadap variabel 2. Uji normalitas tiap kelompok dengan Shapiro Wilk Test, hasil tidak semua data berdistribusi normal. 3. Uji homogenitas varian antar kelompok dengan Levene Test.. Variabel yang
diuji
adalah,
fibroblast,
neovaskular,dan
epitelisasi,
hasil
menunjukan data homogen p>0,05. 4. Uji t-berpasangan (t-paired) untuk mengetahui regenerasi jaringan pada masing- masing kelompok distribusi data normal. Pada hari ke 7 dan 14. 5. Uji t-independent (t- group) untuk mengetahui perbedaan rerata regenerasi jaringan pada kedua kelompok, distribusi data normal. Distribusi data tidak normal dipakai uji Mann- Whitney.
66
BAB V HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan tikus wistar jantan, umur empat bulan, berat 150 gram, dan sehat sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 kelompok masing-masing berjumlah 5 ekor, yaitu kelompk kontrol (aqua dan oral amoksilin) dan kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin. Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, dan uji efek perlakuan. 5.1 Uji Normalitas Data Data neovaskuler, fibroblast, dan epitelisasi baik pada hari ketujuh maupun hari ke 14 pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua data berdistribusi normal. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Neovaskuler, Fibroblast, dan Epitelisasi Kelompok Perlakuan Neovaskuler kontrol 7 hr Neovaskuler perlakuan 7 hr Neovaskuler kontrol 14 hr Neovaskuler perlakuan 14 hr Fibroblast kontrol 7 hr Fibroblast perlakuan 7 hr Fibroblast kontrol 14 hr Fibroblast perlakuan 14 hr Epitelisasi kontrol 7 hr Epitelisasi perlakuan 7 hr
N
P
Keterangan
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
0,154 0,201 0,492 0,314 0,135 0,758 0,233 0,222 0,146 0,000
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Tidak Normal Tidak Normal
67
Epitelisasi kontrol 14 hr Epitelisasi perlakuan 14 hr
5 5
0,006 0,000
Tidak Normal Tidak Normal
49 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Data neovaskuler, fibroblast, dan epitelisasi antar kelompok diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Neovaskuler, Fibroblast, dan Epitelisasi Variabel
F
P
Keterangan
Neovaskuler 7 hr
1,481
0,258
Homogen
Neovaskuler 14 hr
1,252
0,296
Homogen
Fibroblast 7 hr
2,354
0,164
Homogen
Fibroblast 14 hr
3,919
0,083
Homogen
5.3 Neovaskuler 5.3.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata neovaskuler antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral
68
amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Rerata Neovaskuler antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari Kelompok Subjek
Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin
N
Rerata Neovaskuler
SB
5
8,00
3,54
5
15,60
T
P
4,49
0,002
1,34
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 8,003,54 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan orak amoksilin adalah 15,601,34. Analisis kemaknaan dengan uji tindependent menunjukkan bahwa nilai t = 4,49 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata neovaskulernya berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.3.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata
69
neovaskuler antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4 Rerata Neovaskuler antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari N
Rerata Neovaskuler
SB
Aqua dan oral amoksilin
5
4,40
1,52
platelet rich plasma dan oral amoksilin
5
Kelompok Subjek
0,80
T
P
4,65
0,002
0,84
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 4,401,52 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 0,800,84. Analisis kemaknaan dengan uji tindependent menunjukkan bahwa nilai t = 4,65 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata neovaskulernya berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.4 Fibroblast 5.4.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari
70
Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata fibroblast antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Rerata Fibroblast antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari Kelompok Subjek
Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin
N
Rerata Fibroblast
SB
5
76,20
29,64
5
120,00
T
P
3,17
0,013
8,60
Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 76,2029,64 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 120,008,60. Analisis kemaknaan dengan uji tindependent menunjukkan bahwa nilai t = 3,17 dan nilai p = 0,013. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.4.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata fibroblast antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral
71
amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Rerata Fibroblast antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari Kelompok Subjek
Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin
N
Rerata Fibroblast
SB
5
67,60
19,46
5
15,00
T
P
5,97
0,001
3,00
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 67,6019,46 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 15,003,00. Analisis kemaknaan dengan uji tindependent menunjukkan bahwa nilai t = 5,97 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara bermakna (p < 0,05). 5.5 Epitelisasi 5.5.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari
72
Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata epitelisasi antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 Rerata Epitelisasi antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari Kelompok Subjek
Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin
N
Rerata Epitelisasi
SB
5
2,00
1,23
5
2,20
U
P
9,00
0,548
0,45
Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata epitelisasi kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 2,001,23 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 2,200,45. Analisis kemaknaan dengan uji MannWhitney menunjukkan bahwa nilai U = 9,00 dan nilai p = 0,548. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya tidak berbeda (p > 0,05). 5.5.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata
73
epitelisasi antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8 Rerata Epitelisasi antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari N
Rerata Epitelisasi
SB
Aqua dan oral amoksilin
5
3,60
0,55
platelet rich plasma dan oral amoksilin
5
3,80
0,45
Kelompok Subjek
U
P
10,00
0,690
Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa rerata epitelisasi kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 3,600,55 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 3,800,45. Analisis kemaknaan dengan uji MannWhitney menunjukkan bahwa nilai U = 10,00 dan nilai p = 0,690. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya tidak berbeda (p > 0,05).
74
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Subyek Penelitian Untuk menguji pemberian platelet rich plasma terhadap peningkatan neovaskuler dan fibroblast serta epitelisasi digunakan tikus wistar jantan, umur empat bulan,
berat 150 - 180gram, dan sehat sebagai sampel, yang terbagi
menjadi 2 kelompok masing-masing berjumlah 5 ekor, yaitu kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) dan kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin. 6.2 Platelet Rich Plasma Meningkatkan proses Regenerasi jaringan Luka Hasil penelitian dan analisis data neovaskuler dan fibroblast pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene’s test) untuk kelompok 7 hari dan 14 hari masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).
75
Uji perbandingan sesudah 7 hari diberikan perlakuan antara kedua kelompok menggunakan uji t-independent. Rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 8,003,54 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 15,601,34. Sedangkan sesudah 14 hari diberikan perlakuan rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 4,401,52 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 0,800,84. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin,57rerata neovaskulernya berbeda secara bermakna (p < 0,05). Rerata fibroblast sesudah 7 hari diberikan perlakuan pada kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 76,2029,64 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 120,008,60. Sedangkan sesudah 14 hari diberikan perlakuan rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 67,6019,46 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 15,003,00. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan epitelisasinya, sesudah 7 hari diberikan perlakuan rerata epitelisasi kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 2,001,23 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 2,200,45. Sedangkan sesudah 14 hari pemberian perlakuan rerata epitelisasi kelompok
76
kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 3,600,55 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 3,800,45. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya tidak berbeda (p > 0,05). Hal ini disebabkan karena platelet rich plasma merupakan suatu autologous dari trombosit manusia dalam volume yang kecil dalam plasma. Platelet mengandung 7 protein growth factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). Diketahui bahwa trombosit darah dalam keadaan normal berkisar antara 150.000/µL dan 350.000/µL dan rata-rata sekitar 200.000/µL (Marx, 2001). Platelet Rich Plasma mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml plasma. Lebih lanjut diketahui bahwa plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk, 2009). Platelet rich plasma pertama kali digunakan pada operasi jantung oleh Ferrari et al tahun 1987 sebagai komponen transfusi autologus setelah operasi terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh banyak spesialis seperti pada operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic, dan penyembuhan luka secara keseluruhan ( Crane and Evert, 2008). Fungsi biologi VEGF-A adalah sebagai reseptor, dimana VEGF-1 dan VEGF2
77
mempunyai karakteristik lebih detail. VEGF-A diindentifikasi sebagai mayor regulator
dari
vasculogenesis
dan
angiogenesis
selama
perkembangan,
menunjukkan mungkin juga mempengaruhi dalam regulasi angiogenesis selama proses penyembuhan luka (Warner and Grose, 2003). VEGF-A adalah yang terbaik dan paling spesifik sebagai regulator dalam psiologi dan patologi pada proses remodeling angiogenic (Roth dkk, 2006). Peran dari VEGF-A pada perbaikan luka, expresi dari gen ini memperlihatkan peningkatan yang kuat setelah luka kutaneus, dengan keratinosit dan makrophage menjadi produsen utama. Sebagai tambahan reseptor di deteksi pada pembuluh darah di jaringan granulasi. Expresi ini menggambarkan VEGF-A merangsang luka angiogenesis didalam paracrine. Sangatlah penting
peranan VEGF-A dalam
proses
penyembuhan didukung oleh beberapa penelitian yang memperlihatkan penurunan VEGF-A atau
peningkatan degaradasi akan menimbulkan defect pada
penyembuhan luka. Selanjutnya terapi dari luka iskemik dengan VEGF-A atau ekpresi berlebihan dari VEGF-A mempercepat fibroblast pada proses luka (Warner and Grose, 2003). Peran penting dari VEGF-A dalam penyembuhan luka baru-baru ini diungkapkan dalam suatu penelitian dimana memperlihatkan penetralan antibodi VEGF-A menyebabkan penurunan mencolok dalam angiogenesis luka, akumulasi cairan dan formasi jaringan granulasi luka pada babi. Lebih lanjut, terjadinya angiogenic yang terlihat pada luka manusia, saat pertama kali cairan luka ada setelah luka terjadi Sudah ada penghambatan VEGF (Warner and Grose, 2003). VEGF merangsang perkembangan pembuluh darah vena yang baru, termasuk sel otot polos ditemukan dalam dinding pembuluh darah
78
vena. Pembuluh darah vena membentuk dan saling menyambung untuk proses penyembuhan yang sempurna dan penyediaan oksigen dan makanan yang baik akan membentuk jaringan yang baru (Disease prevention and Treatment, 2003). Re-epitelisasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi, migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel. (Tahapan-tahapan ini akan mengembalikan integritas kulit yang hilang. Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses reepitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel baru pada kulit (Priosoryanto dkk, 2010). Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka (Adnan, 2010). Fibroblast akan mengalami beberapa perubahan fenotip dan menjadi myofibroblas yang berfungsi untuk retraksi luka (Kalangi, 2004).
79
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan: Pemberian platelet rich plasma topikal dan pemberian amoksilin oral dapat mempercepat proses regenerasi jaringan luka dibandingkan dengan luka yang diberikan aqua dan pemberian amoksilin oral. 7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah : 1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja platelet rich plasma dalam penyembuhan luka yang lebih detail. 2. Lakukan penelitian pada manusia.
80
62
DAFTAR PUSTAKA Adnan. 2010, jaringan ikat, Biolagi FMIPA UNM Anonym. 2003, Trombosis Prevention, Disease Prevention and Treatment,Fourth Edition, p 1528, Life Extention Media, USA. Broughton II,G., Janis, J.E dan Attiger,C.E. 2006. Wound healing: an overview. Plast Reconstr Surg. 117 (suppl) : 1 eS-32eS Chin,G.A., Diegelmenn, R.A., Schultz, G.S. 2005. Celullar and Molecular Regulation of Wound Healing. In: Falabella, A.F., Kiersner, R.S. Editor. Wound Healing. Boca raton: Taylor dan Francis Group; 2005.P. 17-38. Chrono-Par and Chrono-Lume Reagents for Platelet Function Testing and secretion Studies in Whole Blood and Platelet Rich Plasma, e-mail:
[email protected]. Crane, D,dan Evert, P .A. M,januari/februari 2008, Platelet Rich Plasma (PRP) Matrix Grafts. Practical Pain Management. Elias, P. M., Feingold K. R dan Flurh. J.W, 2007. Skin As an Organ of Protection, Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition, p 107-111. Falanga, V. 2007. Wound Repair: Mechanisms and Practical Consideration, Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition p 236- 242.
81
Gawaz, M. 2001. Blood Platelet.1 ed.Stuttgart; Georg Thieme Verlag; p.42-9;923 Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing : Normal and Abnormal. In Thorne, C.H.,Beasley,R.W.,Aston, S.J., Barlett,S.J.,Gurtner, G.c, dan Spear, S.L. Editor. Grabb dan Smith’s Plastic surgery.6 th ed Philadelphia: Lippincott William dan Wilkin; .p. 15-22. Hoffbrand, A.V.,Pettit, J.E dan Moss, P.A.H. 2001. Essential Haematology.4th ed. Oxfort Blackwell Science ; p 286-7. Jarvis, G.E. 2004. Platelet Agregation. New Jersey, Humana Pres. Kalangi, S. J. R. 2004. Peran kolagen pada persembuhan luka http;//www.dexamedika. com/tes/htdocs/dexamedika/ article files/kolagen pdf html (15/12/2006). Klatz and Goldman, 2003, Theory on aging, Anti Aging Revolution, Third Edition; p 25-26. Low Q.E.H., Drugea,I.A.,Duffner, L.A., Quinn,D.G.G., Cock,D.N., Rollins, B.J., Kovacs, E.J, dan Dipietro, L.A. 2001, Wound healing in MIP- alpha⁺ and MCP-1⁺ Mice . American journal of Pathology 159: 457- 463 Marx, R.E. 2001. Platelet- Rich Plasma (PRP): What is PRP and What is Not PRP?. Implant Dentistry, volume 10, no 4. Marx, R.E. 2004. Platelet-Rich Plasma: Evidence to Support its Use.Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol 62, p 4. Myers, W.T., Leong, M., Phillips,L.G.2007. Optimizing the Patient for Surgical Treatmen of the Wound. Clin Plast Surg; 34(4) : 607-20 Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Metode uji Toksisitas. Hal : 86 – 13. Pagana, K. D. 2006. Platelet Agregation Manual Diagnosis and Laboratorium Mosby Tes, Elsevier USA. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine, Memperlambat Penuaan
82
Meningkatkan Kualitas Hidup. 1 Ed, Jakarta, Kompas. Perry, J. P, dan Todd, T. 2011. A Practical Guide to laboratory Haemostasis. Royal Devon And Departement of Haematology, Exeter Hospital Addenbrooke`s Hospital Pocock, S.J, 2008. Clinical Trial.A Practical Approach,New York: Jonh Wiley & Sons.p.127-128 Prasetyo, B. F., Wientarsih I, dan Priosoeryanto, B.P. 2010,.Aktivitas sediaanEkstra Batang pisang Ambon dalam proses penyembuhan luka pada mencit, Jurnal Veteriner. Vol.11. p:70-73. Prasetyono, T. O. H, 2009. General Concept of Wound Healing. Med J Indonesia. Vol.18 , p: 207-209 Priosoeryanto B.P. dkk.,2006. Aktivitas Getah Batang Pohon Pisang Dalam Proses Persembuhan Luka Dan Efek Kosmetiknya pada hewan , Lembaga Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Robert, J. R. 2010. What is Platelet Rich Plasma Therapy. http;//www, suite101.com Roth,D., Piekarek, M., Poulsson, M., Christ, H., Krieg,T., Bloc,.W., Davidson, J. M M, dan Eming. S. A. 2006. Plasmin Modulates Vascular Endothelial Growth Factor – A- Mediated Angiogenesis During Wound Repair, American journal of Pathology, vol 168 p 670-672. Shantsila, E., Watson, T, dan Lip, G.Y.H. 2008. Lab Investigation of Platelet in Platelet Haematologic and KV Disorder, Cambridge University Press, 128-131 Smith, G. R., Gassmann, J.C, dan Campbell, M.S. 2007. Platelet rich plasma Properties and Aplication. The journal of Lancester General Hospital, Vol, 2 p 2. Smith, J.B dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakann dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Tawi, M ,2008. Proses penyembuhan luka. Konsep model self care.
83
Pemerdayaan masyarka dalam promke. Ueno,C., Hunt,T.K.,dan Hopf, H.W. 2006. Using Physiology To Improve Surgical Wound Outcomes. Plast Reconstr Surg; 117 (suppl): 59S-71S Werner, S dan Grose, R. 2003. Regulation of Wound Healing by Growth Factor and Cytokines, Institute of Cell Biology, Depertement of biology, ETH,Zurich,Switzerland and Cancer Research UK, London Research Institute, London United Kingdom, p 16 Wijaya, L. 2010. Plasma Kaya Trombosit Menurunkan Ekspresi SenesceneAssosiated- β Galactosidase Sel Fibroblast. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Wirawan, R. 2007. Nilai Rujukan Pemeriksaan Agregasi Trombosit Dengan Adenosin Difosfatat pada Orang Indonesia Dewasa Normal di Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia.Volume 57 no 7, hal 216-218.
84
Lampiran 1 Uji Normalitas Data
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok
Statistic
Neovasku Kontrol er_7 Perlakuan Neovasku Kontrol ler_14 Perlakuan
.300
5
.161
.836
5
.154
.273 .254 .231 .324 .164 .288 .300
5 5 5 5 5 5 5
.200* .200* .200* .093 .200* .200* .161
.852 .914 .881 .828 .953 .861 .858
5 5 5 5 5 5 5
.201 .492 .314 .135 .758 .233 .222
Epitelisasi Kontrol .300 _7 Perlakuan .473 Epitelisasi Kontrol .367 _14 Perlakuan .473 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
5
.161
.833
5
.146
5
.001
.552
5
.000
5
.026
.684
5
.006
5
.001
.552
5
.000
Fibroblast Kontrol _7 Perlakuan Fibroblast Kontrol _14 Perlakuan
Df
Sig.
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
85
Lampiran 2 Uji t-independent
Group Statistics Kelompok
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Mean
Neovaskuer_7
Kontrol
5
8.00
3.536
1.581
5
15.60
1.342
.600
Neovaskuler_14
Perlakuan Kontrol
5
4.40
1.517
.678
Perlakuan
5
.80
.837
.374
Kontrol
5
76.20
29.643
13.257
Perlakuan
5
120.00
8.602
3.847
Kontrol
5
67.60
19.463
8.704
Perlakuan
5
15.00
3.000
1.342
Fibroblast_7 Fibroblast_14
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Neov Equal variances 1.481 asku assumed
Sig.
t-test for Equality of Means
t
.258 -4.494
df
95% Confidence Sig. Std. (2- Mean Error Interval of the tailed Differe Differe Difference ) nce nce Lower Upper 8 .002 -7.600
1.691
-3.700 11.500
86
er_7 Equal variances not assumed Neov Equal variances 1.252 askul assumed er_1 Equal variances 4 not assumed Fibro Equal variances 2.354 blast assumed _7 Equal variances
-4.494 5.129 .006 -7.600 .296 4.648
Fibro Equal variances 3.919 blast assumed _14 Equal variances
-3.285 11.915
8 .002
3.600
.775
1.814
5.386
4.648 6.228 .003
3.600
.775
1.721
5.479
8 .013
13.804 43.800 75.631 11.969
-3.173 4.669 .027
13.804 -7.546 43.800 80.054
.164 -3.173
not assumed
1.691
.083 5.973
not assumed
8 .000 52.600
8.807 32.291 72.909
5.973 4.190 .003 52.600
8.807 28.579 76.621
Lampiran 3 Uji Mann-Whitney Test
Group Statistics Kelompok Epitelisasi_7
N
Std. Deviation
Mean
Std. Error Mean
Kontrol
5
2.00
1.225
.548
Perlakuan
5
2.20
.447
.200
5
3.60
.548
.245
5
3.80
.447
.200
Epitelisasi_14 Kontrol Perlakuan
Ranks Kelompok Epitelisasi_7
Mean Rank
Sum of Ranks
Kontrol
5
4.80
24.00
Perlakuan
5
6.20
31.00
Total Epitelisasi_14
N
10
Kontrol
5
5.00
25.00
Perlakuan
5
6.00
30.00
Total
10
Test Statisticsb Epitelisasi_7
Epitelisasi_14
87
Mann-Whitney U Wilcoxon W
9.000 24.000 -.827 .408 .548a
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
10.000 25.000 -.655 .513 .690a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok
Lampiran 4 Uji t-Paired Test
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Fibroblast_7
98.10
10
30.924
9.779
Fibroblast_14
41.30
10
30.674
9.700
Paired Samples Correlations N Pair 1
Fibroblast_7 & Fibroblast_14
Correlation 10
Sig.
-.412
.237
Paired Samples Test Paired Differences Std. Std. Deviatio Error Mean n Mean Pair Fibroblast_7 - 56.80 51.751 1 Fibroblast_14 0
16.365
95% Confidence Interval of the Difference Lower 19.779
Upper
t
93.821 3.471
Sig. (2tailed)
df 9
.007
88
T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1
Neovaskuer_7
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
11.80
10
4.733
1.497
2.60
10
2.221
.702
Neovaskuler_14
Paired Samples Correlations N Pair 1
Neovaskuer_7 & Neovaskuler_14
Correlation 10
Sig.
-.474
.167
Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviatio Mean n Pair Neovaskuer_7 1 9.200 Neovaskuler_1 4
6.106
Std. Error Mean 1.931
95% Confidence Interval of the Difference Lower 4.832
Upper
t
13.568 4.764
Sig. (2tailed)
df 9
.001
89
Lampiran 5 Uji Wilcoxon Sign Ramk Test
Ranks N Epitelisasi_14 Epitelisasi_7
Negative Ranks Positive Ranks Ties
Mean Rank Sum of Ranks 1a
2.00
2.00
b
5.89
53.00
9
0
Total a. Epitelisasi_14 < Epitelisasi_7 b. Epitelisasi_14 > Epitelisasi_7
c
10
c. Epitelisasi_14 = Epitelisasi_7
Test Statisticsb Epitelisasi_14 - Epitelisasi_7 Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
-2.668a .008
90
LAMPIRAN GAMBAR I Gambaran Histologi Penelitian Jaringan Kulit dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin Kontrol hari ke 7, Pembesaran 400 x
Kontrol hari ke 14
91
Perlakuan PRP hari ke 7
LAMPIRAN GAMBAR II Perlakuan PRP hari 14
Adaptasi tikus
Pembuatan PRP
92
Saat dilukai
Proses penyembuhan
93