TESIS
PEMBERIAN GEL NANOCHITOSAN-PRP TOPIKAL MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DAN MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN PADA JARINGAN LUKA TIKUS WISTAR
IMELDA AUDRY CHANDRA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
PEMBERIAN GEL NANOCHITOSAN-PRP TOPIKAL MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DAN MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN PADA JARINGAN LUKA TIKUS WISTAR
IMELDA AUDRY CHANDRA NIM 1290761023
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
TESIS
PEMBERIAN GEL NANOCHITOSAN-PRP TOPIKAL MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DAN MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN PADA JARINGAN LUKA TIKUS WISTAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana
IMELDA AUDRY CHANDRA NIM 1290761023
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 25 April 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001
Dr. Dr. A.A. G.P. Wiraguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV NIP. 195609121984121001
Mengetahui
Ketua Program Magister Program Studi Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Dr. Wimpie I. Pangkahila, SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 25 April 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 1131 /UN14.4/HK/2014 Tanggal 21 April 2014
Ketua
: Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And., FAACS.
Anggota
:
1. Dr.dr.A.A.Gde.P. Wiraguna.,Sp.KK(K).,FINSDV, FAADV 2. Prof. Dr. dr. Nyoman Adiputra, MOH 3. Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK 4. Dr .dr. Ida Sri Iswari, SpMK
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis yang berjudul PEMBERIAN GEL NANOCHITOSAN-PRP TOPIKAL DAPAT MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DAN MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN PADA JARINGAN LUKA TIKUS WISTAR . Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang dijalani Penulis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti-Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, SpS(K)
sebagai
Direktur
Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph selaku Asdir II yang telah memberikan
kesempatan
untuk
mengikuti
Pendidikan
di
Program
Pascasarjana 2. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp. And, FAACS selaku pembimbing I dan selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Universitas Udayana yang telah banyak memberikan
v
dorongan, semangat, bimbingan dan masukan kepada penulis selama mengikuti program magister khususnya pada saat penyusunan tesis ini. 3. Dr. dr. A. A. G. P. Wiraguna, SpKK(K),FINSDV,FAADF selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan masukan kepada penulis selama mengikuti program magister khususnya dalam penyusunan tesis ini. 4. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK selaku Kepala Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, serta penguji dan pembimbing akademik yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyusunan tesis ini. 5. Dr. Indra Bachtiar, PhD sebagai Principal Investigator at Stem Cell and Cancer Institute, Jakarta yang telah banyak membantu dalam segala hal termasuk pengadaan bahan aktif serta tak henti-hentinya membimbing dan mendorong serta memberi semangat kepada penulis dalam menyusun tesis ini sejak awal hingga akhir. 6. Dra. Juanita I Tawas selaku owner dan pimpinan komisaris PT. Fanita Estetika berlokasi di jalan Kranji F12 no 8 Delta Silicon II Kawasan Industri Lippo Cikarang, Bekasi-Jawa Barat yang membantu dan membimbing pada saat pembuatan pencampuran bahan aktif hingga siap menjadi gel yang siap pakai. 7. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH selaku penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
vi
8. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes sebagai penguji yang dengan sepenuh hati memberikan bimbingan, dorongan, dan saran selama penulisan tesis ini. 9. Drs. I Ketut Tunas, M.Si yang dengan tekun dan sabar memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk dalam analisis statistik. 10. Bapak I Gede Wiranatha yang banyak membantu dan menjaga tikus peneliti selama penelitian di bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 11. Dr. I Gusti Kamasan Nyoman Arijana, M.Si.Med yang telah membantu dalam pelaksanaan pemeriksaan histologi laboratorium. 12. Sahabat-sahabat seangkatan AAM 2012 khususnya dr. Tania, dr. Ericson, serta seluruh teman dokter seangkatan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu bersama dalam suka dan duka, memberikan motivasi dan doa. 13. Para dosen pengajar dan rekan-rekan staf yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan doa dan dorongan kepada penulis. 14. Keluarga tercinta yaitu: suami (dr. Soehadi), anak-anak tersayang (Andrew dan Regina), kedua orang tua dan adik-adik tercinta yang selalu memberikan motivasi, doa, dukungan, dan pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan serta pada saat penyusunan tesis. 15. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Manusia tidak luput dari kesalahan karena tidak ada manusia yang sempurna, untuk itu penulis berharap dengan semua kekurangan dalam tulisan tugas akhir ini, tetap dapat memberikan manfaat bagi penulis pribadi, bagi
vii
program pendidikan Magister Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana
Universitas
Udayana,
serta
bagi
pihak-pihak
lain
yang
berkepentingan. Akhir kata semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua, amin. Denpasar, April 2014
Penulis
viii
ABSTRAK PEMBERIAN GEL NANOCHITOSAN-PRP TOPIKAL DAPAT MENURUNKAN EKSPRESI MMP-1 DAN MENINGKATKAN JUMLAH KOLAGEN PADA JARINGAN LUKA TIKUS WISTAR Kondisi kulit dapat menjadi salah satu indikator utama dalam menentukan usia seseorang. Teknologi nano adalah ilmu dan rekayasa material didalam skala yang sangat kecil yaitu skala nanometer tapi berkekuatan penetrasi yang sangat besar. Chitosan adalah produk alami dari chitin yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya karena dapat melindungi dan melepaskan secara perlahan bahan aktif yang diikatnya. Nanochitosan-prp adalah penggabungan teknologi nano dan chitosan dalam mengikat dan memaksimalkan Growth factor didalam PRP. Matriks Metalloproteinase-1 (MMP-1) bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. Kolagen merupakan salah satu komponen yang penting peranannya di dalam proses penyembuhan luka. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian gel Nanochitosan-PRP dapat mempercepat penyembuhan luka tikus Wistar secara topikal. Penelitian ini adalah animal eksperimental laboratorik dengan rancangan the randomized post test only control group. Penelitian dilaksanakan di Animal Unit Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, selama 2 minggu. Populasi dalam penelitian ini adalah tikus Wistar jantan dewasa dan sehat, umur 10-12 bulan, dan berat 270-300 gram, yang berjumlah 30 ekor,yang dilukai dan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (klindamisin gel), kelompok P1 (Klindamisin gel dan PRP gel), dan kelompok P2 (Klindamisin Gel dan Nanochitosan-PRP gel). Data disajikan secara deskriptif dengan program SPSS 17.0 for windows. Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05). Berdasarkan hasil analisis didapatkan rerata kelompok kontrol 53,76±8,94 untuk jumlah kolagen dan 22,93±8,04 untuk ekspresi MMP-1, sedangkan rerata kelompok PRP adalah 70,27±6,53 untuk jumlah kolagen dan 13,85±8,12 untuk ekspresi MMP-1 dan rerata kelompok Nanochitosan-PRP adalah 80,91±4,67 untuk jumlah kolagen dan 2,83±2,53 ekspresi MMP-1. Analisis kemaknaan menggunakan uji One Way Anova dan menunjukkan bahwa nilai F = 22,19 dan nilai p = 0,001 untuk ekspresi MMP-1 dan nilai F=38,88 dan nilai p=0,001 untuk jumlah kolagen. Hal ini menyatakan bahwa hasil rerata jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok berbeda bermakna (p< 0,005).Uji lanjut dengan LSD digunakkan untuk mengetahui beda nyata terkecil ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pemberian gel Nanochitosan– PRP dapat menurunkan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 dan meningkatkan jumlah kolagen dermis pada jaringan luka tikus Wistar. Kata kunci : Nanochitosan-PRP, Kolagen, Matriks Metalloproteinase-1, Growth Factor, Luka.
ix
ABSTRACT
TOPICAL NANOCHITOSAN-PRP GEL DECREASE MMP-1 EXPRESSION AND INCREASE DERMAL COLLAGEN IN WOUNDED TISSUE WISTAR RATS
Skin condition can be used as one of main indicator to determine someone’s age. Nano technology was a material engineering and science in nanometer scale but have a great penetration ability. Chitosan was a natural product of chitin which can easily found in outer skin of Crustaceae. The form can be changed into sponge, gel, paste, membrane and fiber which will be useful in its application because it can protect and release slowly the active ingredients that bind to it. Nanochitosan-PRP was a combined nano and chitosan technology in binding and maximizing the Growth factor in PRP. Matrix Metalloproteinase-1 (MMP-1) play a role in collagen degradation. Collagen is important in rejuvenating skin process. This study was an experimental animal study using post test only control group. This study was held in Animal Unit Laboratory and Pharmacology Udayana University Medical Faculty Denpasar for 2 weeks (from late December 2013 to January 2014). Population for this study were 27 Wistar adult and healthy male rats,10- 12 months age, and weight 270-300 gram, wounded and divided into three groups, group control (clindamicyn gel), group P1 (PRP) and group P2 (Nanochitosan-PRP). All data were descriptive, collagen and MMP-1 level were evaluated with Shapiro-Wilk Test. The result were all data is normally distributed (p>0,05). Based on the analysis the mean of control group is 53,768,94 for collagen and 22,938,04 for MMP-1 level. The mean of PRP group is 70,276,53 for collagen and 13,858,12 for MMP-1 level. And the mean of Nanochitosan-PRP group is 80,914,67 for collagen and 2,832,53 for MMP-1 level. To find the difference in three groups we used One Way Anova Test and the result are F=22,19 and p=0,001 for MMP-1 level and F=38,88 and p=0,001 for collagen. This result mean that mean for collagen and MMP-1 level in three groups is significantly different (p<0,005). LSD test is used to know the smallest difference in MMP-1 levl and collagen. In conclusion, applied Nanochistosan-PRP gel in Wistar rats can lower MMP-1 level and enhance collagen better compare to PRP group in wounded male Wistar rats’ skin. Key words: Nanochitosan-PRP, Collagen, Matrix Metalloproteinase-1, Growth Factor, Wounded
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ..........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ....................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
ix
ABSTRACT .....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH .......................
xvi
BAB I.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
8
1.3.1 Tujuan Umum ..............................................................
8
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
9
1.4.1 Manfaat Ilmiah .............................................................
9
1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................
9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA .......................................................................
10
2.1 Penuaan ....................................................................................
10
2.1.1 Definisi Penuaan ..........................................................
10
2.1.2 Teori Penuaan ...............................................................
11
2.1.3 Proses Penuaan .............................................................
12
2.2 Luka .........................................................................................
14
2.2.1 Jenis-Jenis Luka ...........................................................
15
2.2.2 Proses Penyembuhan Luka ..........................................
16
xi
2.3 Kolagen ....................................................................................
23
2.4 Matriks Metalloproteinase-1 ( MMP-1 ) .................................
25
2.5 Platelet Rich Plasma ( PRP ) ...................................................
27
2.5.1 Growth Factor ..............................................................
31
2.6 Teknologi Nano .......................................................................
34
2.7 Chitosan ...................................................................................
35
2.8 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) ............................................
37
BAB III. KERANGKA
BERPIKIR,
KONSEP
DAN
HIPOTESIS
PENELITIAN ..................................................................................
39
3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................
39
3.2 Kerangka Konsep ....................................................................
40
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................
41
BAB IV. METODE PENELITIAN ................................................................
42
4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................
42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................
43
4.3 Populasi dan Besar Sampel......................................................
43
4.3.1 Populasi ........................................................................
43
4.3.2 Sampel ..........................................................................
44
4.3.3 Besar sampel dan teknik penentuan sampel .................
44
4.4 Variabel Penelitian ..................................................................
45
4.4.1 Klasifikasi Variabel ......................................................
45
4.4.2 Hubungan Antar Variabel ............................................
46
4.4.3 Tehnik Pengambilan Sample........................................
46
4.4.4 Definisi Operasional Variabel ......................................
47
4.5 Prosedur Penelitian ..................................................................
50
4.6 Alur Penelitian .........................................................................
57
4.7 Analisis Data............................................................................
58
xii
BAB V. HASIL PENELITIAN .....................................................................
59
5.1 Uji Normalitas Data ................................................................
59
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ..................................
60
5.3 Jumlah Kolagen .......................................................................
60
5.4 Ekspresi MMP-1 ......................................................................
62
BAB VI. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ........................................
68
6.1 Subyek Penelitian ....................................................................
68
6.2 Pengaruh Nanochitosan-PRP Topikal terhadap Ekspresi MMP-1..................................................................................... 6.3 Pengaruh
Nanochitosan-PRP
topikal
terhadap
69
Jumlah
Kolagen ....................................................................................
72
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................
76
7.1 Simpulan ..................................................................................
76
7.2 Saran ........................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
77
LAMPIRAN .....................................................................................................
81
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel.2.1 Jenis Matriks Metalloproteinase dan Target Sasaran YangTerdegradasi ............................................................................ 26 Tabel.2.2 Synopsis of Growth Factors Present in PRP (Peter A.M. Evert et al. Platelet –rich plasma and Platelet gel: A review³) ..................... 32 Tabel.5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen Dermis dan Ekspresi MMP-1 Masing-masing Kelompok ................................................. 59 Tabel.5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan ............................................... 60 Tabel.5.3 Rerata Jumlah Kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan .......................................................................................... 60 Tabel.5.4 Analisa Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok ......................................................................................... 61 Tabel.5.5 Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan .......................................................................................... 63 Tabel.5.6 Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok ......................................................................................... 63
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Pembagian Jenis Luka Berdasarkan Lamanya Luka .................... 16 Gambar 2.2 Mekanisme Penyembuhan Luka ................................................... 21 Gambar 2.3 Fase Penyembuhan luka berdasarkan waktu dan faktor yang berperan......................................................................................... 22 Gambar 2.4 Tahapan Dalam Pembuatan PRP .................................................. 30 Gambar 2.5 Penggunaan Platelet Rich Plasma dalam menghambat penuaan kulit wajah untuk keperluan mesotherapy dan/ atau filler ........... 31 Gambar 2.6 Perbedaan Ukuran Partikel dan Penetrasi ke Kulit ....................... 35 Gambar 2.7 Proses Pembuatan Chitosan ......................................................... 37 Gambar 2.8 Tikus Jantan Galur Wistar ............................................................ 38 Gambar 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 40 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................... 42 Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel ............................................................ 46 Gambar 4.3 Alur Penelitian .............................................................................. 57 Gambar 5.1 Profil Rerata Jumlah Kolagen Jaringan Dermis Tikus ................. 62 Gambar 5.2 Perbedaan Ekspresi MMP-1 antar Kelompok............................... 65 Gambar 5.3 Ekspresi Kolagen pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan Picro-Sirius Red ......................................................... 66 Gambar 5.4 Ekspresi MMP-1 pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan IHC ............................................................................ 67
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
A4M
: American Academy of Anti-Aging Medicine
CTGF
: Conective Tissue Growth Factor
DHEA
: Dehydroepiandrosterone
DNA
: Deoxyribonucleic Acid
EGF
: Epidermal Growth Factor
FDA
: Food and Drug Administration
FTA
: Fibrin Tissue Adhesive
GH
: Growth Hormon
IGF
: Insulin like Growth Factor
IL
: Interleukin
JPEG
: Joint Photographic Experts Group
KGF
: Keratinocyte Growth Factor
LSD
: Least Significant Difference
MPP
: Matriks Metalloproteinase
mRNA
: Messenger Ribonucleic Acid
N2O
: Nitrogen
PDGF
: Platelet Derived Growth Factor
PMN
: Polymorphonuclear
PRP
: Platelet Rich Plasma
TGF
: Transforming Growth Factor
THT
: Telinga Hidung Tenggorokan
TMB
: Tetra Methyl Benzidine
TNF
: Tumor Necrosis Factor
UV
: Ultraviolet
VEGF
: Vascular Endothelial Growth Factor
Zn
: Zinc
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses alami yang terjadi pada setiap makhluk hidup, yang dimulai sejak proses kelahiran terjadi didunia ini. Terutama setelah mencapai usia dewasa, secara alami seluruh komponen tubuh selain tidak berkembang lagi, bahkan terjadi penurunan fungsi. Di bidang kedokteran ilmu berkembang dengan pesat, ini dibuktikan dengan lahirnya ilmu kedokteran terbaru yang mendalami tentang melawan efek penuaan dan meningkatkan kualitas hidup setiap individu Ilmu baru yang mendalami tentang anti penuaan atau Anti Aging Medicine merupakan ilmu yang dikembangkan awalnya oleh The American Academy of Anti Aging Medicine (A4M) pada tahun 1993 (Pangkahila, 2007). Penuaan dianggap dan diperlakukan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, diperlambat atau dihambat serta dapat diobati sehingga dapat mencapai keadaan semula yang optimal. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologis dari usia kronologis seseorang. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup sehingga proses penuaan seseorang dapat terjadi lebih dini atau lebih tergantung kesehatan individu masing-masing (Fowler, 2003).
1
2
Mencegah atau mengobati proses penuaan di dalam tubuh diharapkan dapat mengembalikan fungsi berbagai organ tubuh sehingga dapat berfungsi kembali seperti pada usia muda, walaupun usia sebenarnya semakin bertambah. Kesehatan dan kualitas hidup seseorang bisa lebih baik dibandingkan dengan usia yang sebenarnya. Anti Aging Medicine membagi usia manusia menjadi dua kategori, yaitu usia kronologis dan usia fisiologis. Usia kronologis merupakan usia sebenarnya sesorang yang disesuaikan dengan tahun kelahiran, sedangkan usia fisiologis seseorang adalah usia yang sesuai dengan fungsi organ atau sel tubuhnya. Pada kenyataanya di masyarakat dapat ditemukan orang yang memiliki usia kronologis yang tidak selalu sama dengan usia fisiologisnya (Pangkahila, 2007). Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologis dari usia kronologis seseorang. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup sehingga proses penuaan seseorang dapat terjadi lebih dini atau lebih tergantung kesehatan individu masing-masing (Fowler, 2003). Proses penuaan berhubungan dengan perubahan yang terjadi secara terus menerus pada semua jaringan semua, termasuk jaringan kulit. Kulit dapat mengalami penuaan oleh karena faktor intrinsik dan diperberat oleh faktor ekstrinsik. Organ tubuh cukup kompleks termasuk kulit manusia merupakan organ yang kompleks dan dinamis, yang menunjukkan tanda – tanda penuaan secara nyata.
3
Salah satu perubahan mikroskopis yang terjadi pada lapisan dermis kulit adalah berkurangnya jumlah
serat kolagen secara bermakna dengan
bertambahnya usia setiap orang (Yaar dkk., 2008 ; Walker dkk., 2008). Kolagen merupakan salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekenyalan dan kekompakan kulit. Kolagen adalah protein yang sangat labil, banyak faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembentukan maupun dalam proses degradasinya (Uito dkk., 2008 ; Walker dkk., 2008). Untuk lebih memahami tentang hubungan MMP-1, kolagen dan luka pada proses penuaan kulit, maka kita harus memahami bahwa kulit mengalami penuaan dan berpengaruh pada proses penyembuhan luka. Sel fibroblast bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Selain itu fibroblast juga dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (Matriks Metalloproteinase-1 atau MMP-1) dan elastase (Junqueiradkk., 1997; Obagi, 2000). Proses perubahan kolagen III menjadi I yang terjadi di dalam dermis dikontrol oleh interaksi yang melibatkan sintesis kolagen yang baru dengan melisiskan kolagen tua. Proses perubahan ini dipengaruhi oleh enzim metalloproteinase-1 terutama kolagenase. Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen, dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat masih berusia muda (Chung dkk., 2004).
4
Dua pilihan yang saat ini digunakan untuk penyembuhan luka adalah dengan menggunakan darah Fibrin Tissue Adhesive (FTA) dan Platelet Rich Plasma (PRP) karena pada FTA dan PRP diketahui terdapat banyak Growth Factor. Metode ini cukup banyak juga digunakan untuk peremajaan kulit wajah, PRP atau plasma kaya trombosit yang merupakan tindakan salah satu tindakan dengan menggunakan serum pasien dalam volume kecil. PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). Teknologi
medis
semakin
berkembang,
salah
satunya
adalah
perkembangan teknologi Nano yang merupakan teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm. Satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter atau satu per-milyar meter, yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Nano digunakan untuk mencapai tujuan yaitu mencapai penyerapan lebih dalam pada kulit yaitu lapisan dermis kulit. Pengabunggan teknologi Nano dan PRP dalam mengaplikasi PRP ke wajah atau luka diharapkan dapat mencapai lapisan dermis kulit tanpa melukai dengan suntikan atau alat roller yang biasa dipakai untuk menghilangkan bekas jerawat dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih nyaman terutama dalam mempercepat pembentukan kolagen kulit dalam proses penyembuhan luka maupun dalam menghambat penuaan kulit. Chitosan berasal dari bahasa yunani yaitu “Chiton“ yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material chitosan sebagai jaket
5
pelindung pada invertebrate. Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu N-asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne dan Simoson, 2000). Berdasarkan sifat biologi dan kimianya, maka chitosan memiliki sifat khas yaitu : mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang bisa dikombinasi dengan bahan lain sehingga bermanfaat dalam aplikasinya. Dalam penelitian ini, chitosan diubah menjadi partikel nano, selanjutnya Growth Factor yang diambil dari serum darah PRP dimasukkan ke dalam nano chitosan tersebut sehingga terbentuklah gel Nanochitosan-PRP yang berfungsi untuk melepaskan Growth Factor secara bertahap dan dapat mencapai dermis kulit secara perlahan dan nyaman. Chitosan berfungsi untuk melakukan proses enkapsulisasi pada Growth Factor yang diambil dari Platelet Rich Plasma (PRP), tanpa harus diambil secara autologus. Sifat Chitosan yang unik dan dapat mengikat Growth Factor dari serum darah PRP, dan kondisi partikel yang telah dirubah menjadi nano diharapkan secara perlahan dan secara bertahap melepaskan Growth factor ke dalam jaringan kulit terutama dermis kulit . Penelitian
ini
diharapkan
dapat
membantu
mempercepat
proses
penyembuhan luka dan secara tidak langsung dapat menghambat penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada proses penyembuhan luka. Pencapaian hasil yang lebih maksimal dikarenakan adanya teknologi nano yang menjadikan chitosan yang mengandung Growth factor
6
menjadi partikel yang sangat kecil sehingga dapat dilepaskan secara perlahan dan bertahap hingga ke dalam lapisan dermis kulit. Luka adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan. Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain semakin tua usia seseorang maka proses penyembuhan luka akan berlangsung lebih lama. Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi. Pada proses penyembuhan luka bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka. Pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007). Seperti sirkulasi sel di dalam darah, PRP dibentuk dari stem sel di dalam sumsum tulang belakang. Mereka memulai hidup sebagai suatu sel yang disebut megakariosit. PRP dan darah normal berisi antara 120.000 sampai 600.000 per mikroliter. Mereka berbeda dengan sel darah putih mereka tidak memiliki inti dan tidak bisa membagi. Bagaimanapun mereka mempunyai peran yang utama di dalam banyak proses tubuh. Awal kerja menunjukkan bahwa platelet darah adalah pusat proses pembekuan tetapi itu secara berangsur-angsur menjadi jelas bahwa mereka mempunyai fungsi penting di dalam mediasi inflamasi dan pendukung proses penyembuhan (Roberts, 2010).
7
Kemajuan pengetahuan dan berbagai penelitian di bidang tersebut, terjadi antusiasme besar dalam penggunaan PRP yang mengeluarkan growth factor dalam jumlah sangat besar untuk menstimulasi penyembuhan pada luka yang tidak dapat sembuh. Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PRP autologus banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf, mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson dkk., 2008). Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem sel. Selanjutnya akan terjadi proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem sel untuk membentuk sel baru yang dibutuhkan (Green dkk., 2009). Growth factor yang dikeluarkan oleh trombosit pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009). Penelitian tentang manfaat PRP dalam penyembuhan luka dan dalam proses menghambat penuaan masih banyak yang perlu diteliti. Penelitian di bidang PRP masih kontroversi, maka peneliti ingin membuktikan kegunaan dan manfaat PRP yang dienkapsulisasi oleh chitosan dan dibuat dengan teknologi Nano agar menjadi gel Nanochitosan – PRP yang dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka dan secara tidak langsung dapat menghambat proses penuaan kulit.
8
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma secara topikal dapat menurunankan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 pada jaringan luka tikus Wistar? 2. Apakah pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma secara topikal dapat meningkatkan jumlah kolagen dermis
pada jaringan luka tikus
Wistar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian gel Nanochitosan-
Platelet Rich Plasma topikal dapat menghambat penuaan kulit
dan dapat
mempercepat penyembuhan jaringan luka. 1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pemberian Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal dapat menurunkan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 pada jaringan luka tikus Wistar. 2. Untuk mengetahui pemberian
gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma
topikal dapat meningkatan jumlah kolagen dermis pada jaringan luka tikus Wistar.
9
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Ilmiah Dapat menambah wawasan dan memberi informasi ilmiah baru tentang
peranan PRP pada proses penyembuhan luka melalui penggunaan gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma tanpa harus menggunakan darah secara autologus dan tanpa tindakan suntikan ke dalam lapisan dermis sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif terbaik dalam penanganan penyembuhan luka dan dalam menghambat penuaan kulit secara bertahap dan nyaman dengan hasil yang lebih maksimal. 1.4.2
Manfaat Praktis Diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan
penyembuhan luka dan terobosan baru dalam menghambat penuaan kulit.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan 2.1.1
Definisi Penuaan Proses penuaan merupakan suatu akumulasi secara progresif berbagai
perubahan patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu. Aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Rabe dkk., 2006). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini tentunya banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini adalah Ilmu Anti Penuaan. Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003).
10
11
2.1.2
Teori Penuaan Ada empat teori pokok dari penuaan (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu
1. Teori Wear and Tear Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2. Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3. Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, di mana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental terentu. Penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita dapat hidup.
12
4. Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas.
2.1.3 Proses Penuaan Proses terjadinya penuaan memiliki dua fenomena yang saling berkaitan dan sering tumpang tindih. Yang pertama adalah penuaan intrinsik dan yang kedua adalah penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik berlangsung secara alamiah
13
disebabkan oleh berbagai faktor dari faktor fisiologis tubuh sendiri seperti faktor genetik, hormonal dan ras. Penuaan ekstrinsik antara lain disebabkan oleh berbagai
bahan
yang meningkatkan pembentukan radikal bebas
dapat
mempercepat penuaan kulit seperti: sinar X, sinar UV, polusi, gas N2O, freon, rokok, diet salah, bahan pengawet, pewarna dan pelezat. Penggunaan kosmetik yang tidak sesuai. Terlalu sering menggunakan sabun, detergen, pembersih berkadar alkohol tinggi pada jenis kulit normal atau kering akan mempercepat terjadi penuaan kulit (Chung dkk., 2003; Soepardiman, 2003). Menurut Fowler (2003), aging adalah suatu penyakit dengan karakteristik yang terbagi menjadi tiga fase yaitu: 1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun) Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas mulai terjadi, namun kerusakan yang terjadi belum tampak dari luar. Sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa tanda dan gejala penuaan. 2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun) Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga halnya dengan pendengaran, penglihatan dan dorongan seksual. Kerusakan oleh radikal bebas mulai
14
merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. 3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas) Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya
terjadi
ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya
lemak tubuh dan berat badan. Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata. Ketidakmampuan menjadi faktor utama.
2.2 Luka Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi, dimana bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka atau injury. Beberapa binatang yang primitif, seperti amphibi dan reptil tetap mampu mengalami regenerasi seperti tersebut diatas. Pada binatang yang lebih besar dan komplek, regenerasi tidak dapat dilakukan. Pada manusia dewasa dengan pengecualian pada organ hati, regenerasi yang sebenarnya, tidak mungkin terjadi. Oleh sebab itu pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007).
15
2.2.1
Jenis – Jenis Luka Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara
spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi: 1.
Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.
2.
Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.
3.
Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.
4.
Luka mengenai otot, tendon dan tulang (Tawi, 2008). Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya
adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Sekali lagi, dari suatu proses terjadinya evolusi, maka manusia tidak seharusnya mengalami suatu penyakit degeneratif atau hidup lebih lama serta mempertahankan sistem arteri, vena, serta mencegah terjadinya dekubitus atau ulkus neuropati dari suatu penyakit diabetes. Untuk itu manusia tidak disiapkan untuk mengalami keadaan ini (luka kronik), dan tidak ada mekanisme yang spesifik untuk mengatasinya secara efektif. Yang menjadi perhatian penting dalam hal ini adalah adanya perluasan dan kedalaman luka. Untuk itu, luka yang dangkal (luka saat bercukur) dimana komponen atau adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dll) masih
16
terdapat, memiliki kemampuan untuk sembuh karena keratinosit pada tempat tersebut masih ada. Pada bagian lain, luka dengan fullthickness (punch biopsy) tergantung pada
migrasi
keratinosit
dan
mengherankan bahwa pada luka
proliferasi
pada
bagian
tersebut.
Tidak
fullthickness akan mengalami penyembuhan
yang lama dan sering timbul jaringan parut (Falanga, 2007).
Journal of Investigative Dermatology (2007)127, 10181029
Gambar 2.1 Pembagian jenis luka berdasarkan lamanya luka ( Jurnal Investigasi Dermatology (2007)127 )
2.2.2
Proses Penyembuhan Luka Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase
koagulasi, fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping. Ini
17
menunjukan seluruh fase secara berurutan
dan juga menerangkan hubungan
secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, dimana hal ini tidak terdapat pada luka yang kronis, serta proses terjadinya melalui jalur yang pendek atau secara berulang. Yang menjadi perhatian adalah penjabaran mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam fase-fase yang pasti dan hal ini harus menjadi pertimbangan karena fase–fase tersebut sering overlaping (Falanga, 2007). 1. Fase Inflamasi Pertama fase penyembuhan luka dimulai dari segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari (Broughton dkk., 2006). Dalam literatur lain, fase penyembuhan diklasifikasikan menjadi empat tahap dengan membedakan hemostasis sebagai fase pertama (Chin dkk., 2005), sementara itu umumnya diketahui sebagai bagian dari fase inflamasi. Tahap awal yang alami untuk mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007) dan ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskular oleh hemostasis trombin berikut, sekresi sitokin chemotactic yang memfasilitasi migrasi sel (Myers, 2007). Kolagen selama luka membentuk pengaktivan kaskade pembekuan, baik intrinsik maupun jalur ekstrinsik (Broughton dkk., 2006) yang memuncak dalam pembentukan gumpalan fibrin
dan hemostasis memulai fase inflamasi
(Broughton dkk., 2006; Myers dkk., 2007)
bekuan fibrin berfungsi sebagai
scaffolding untuk sampai sel, seperti neutrofil, monosit, fibroblasts, dan endotel sel (Broughton dkk., 2006)
polimorfonuklear leukosit dan makrofag adalah
18
dominan jenis sel selama fase awal (Myers dkk., 2007) pembekuan fibrin atau matriks sementara juga berfungsi untuk memusatkan sitokin dan growth factor (Broughton dkk., 2006) yang dilepaskan oleh trombosit, trombin, dan fibronectin. Penghapusan sementara matriks fibrin akan mengganggu penyembuhan luka (Gurtner, 2007). Neutrofil adalah respon pertama tekanan sinyal sel dan sinyal chemotactic (oleh sitokin) tiba ke dalam pembekuan fibrin (Broughton dkk., 2006). Selanjutnya darah di dekat pembuluh vasodilatasi dan neutrofil lebih ditarik ke daerah luka dengan interleukin (IL) -1, tumor nekrosis faktor (TNF)-α, faktor trombosit (PF)-4, mengubah faktor pertumbuhan (TGF)-β, trombosit berasal faktor pertumbuhan (PDGF) (Broughton dkk., 2006; Chin dkk., 2005) dan "produk bakteri" (Broughton dkk., 2006). Leukosit PMN mulai membersihkan menyerang bakteri dan seluler debris (Broughton dkk., 2006) Monosit akan tertarik ke daerah luka dan berubah menjadi makrofag dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007) Makrofag phagocytose debris dan bakteri, tapi sangat penting untuk diatur produksi faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk produksi matriks ekstraselular oleh fibroblasts dan produksi pembuluh darah (Gurtner, 2007) . Singkatnya, proses penyembuhan dimulai dengan hemostasis, deposisi trombosit, dan interaksi mediator larut dan faktor pertumbuhan dengan ekstraselular matrik (Chin dkk., 2005)
19
2. Fase Proliferasi Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006; Ueno dkk., 2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka. Fase kedua akan mulai pada hari 7-45 bersamaan dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai 146-215 hari, setelah luka. Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentuk kapiler (Broughton dkk., 2006). Ini adalah respon alami penyembuhan untuk menggantikan mikrosirkulasi luka yang meliputi pergerakan sel endotel dalam menanggapi ke tiga gelombang yaitu faktor pertumbuhan PDGF, TGF-β, insulin-like growth factor selama fase inflamasi; fibroblast growth factor (FGF) dibebaskan ikatannya pada molekul jaringan ikat sebagai gelombang kedua, dan vascular endotelial growth factor (VEGF) disampaikan oleh makrofag sebagai yang ketiga dan gelombang dominan (Ueno dkk., 2006). Angiogenesis berlangsung proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Ueno dkk., 2006). Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks kolagen dibentuk oleh fibroblast PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang berasal dari platelet dan makrofag adalah sinyal utama ke fibroblasts (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007).
20
Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit (Gurtner, 2007) Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton dkk., 2006). Myofibroblast ada yang lain dari fibroblast
dengan intraseluler actin
mikrofilamen yang mampu meregenerasi matrik dan kontraksi (Gurtner, 2007). Kontraksi myofibroblast luka melalui spesifik c integrin berinteraksi dengan matriks kolagen (Gurtner, 2007). Klinis, kontraksi luka adalah respon alami dari tubuh melokalisasi dan membuat daerah lebih kecil melindungi dirinya dari semua dampak negatif luka. Luka yang sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan khusus menunjukkan ini kekuatan dari tindakan kontraksi luka. Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah luka dan dirangsang oleh inflamasi sitokin.1 IL-1 dan TGF-α up regulate growth factor keratinocyte (KGF) ekspresi gen di fibroblast. Fibroblast kemudian akan mensintesis dan mensekresikan KGF-1, KGF-2 (paling penting pada manusia) dan IL-6 yang merangsang keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka, berproliferasi dan berdiferensiasi di epidermis (Broughton dkk., 2006). Terakhir, epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi.
21
3. Fase Remodelling Merupakan
fase
terpanjang
dalam
penyembuhan
luka
yaitu
pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006). Fase ini diakui akan mulai tumpang tindih dengan fase proliferatif 8 hari (Broughton dkk., 2006) sampai 21 hari (Gurtner, 2007) setelah cedera sampai satu tahun setelah itu. Karakteristik utama fase ini penting adalah deposisi kolagen pada tempatnya (Broughton dkk., 2006) yang menyiratkan untuk memperbaiki kolagen dan kontraksi scar (Gurtner, 2007). Gerakan fibroblasts menarik jaringan kolagen bersama merangsang kontraksi jaringan scar (Ueno dkk., 2006).
PENYEMBUHAN LUKA
FASE I INFLAMASI
1. Platelet realese/ agregasi 2 . Coagulation & inflammation 3. Recruitment of leucocytes
FASE III FASE II
REMODELING
PROLIFERASI 1. Fibronectin & ass. com. 1. Hypoxia 2. Fibroplasia 3. Angiogenesis
4. Keratinocyte Migration
2. Hyaluronic acid &proteoglycans 3. Collagen
4. Myofibroblasts & contraction
Gambar 2.2 Mekanisme Penyembuhan Luka (Mechanism Of Cutaneous Wound Repair by Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna)
22
Seperti sirkulasi sel di dalam darah, platelet dibentuk dari stem sel di dalam sumsum tulang belakang. Mereka memulai hidup sebagai suatu sel yang disebut megakariosit. Platelet dan darah normal berisi antara 120.000 sampai 600.000 per mikroliter. Mereka berbeda dengan sel darah putih mereka tidak memiliki inti dan tidak bisa membagi. Bagaimanapun mereka mempunyai peran yang utama di dalam banyak proses tubuh. Awal kerja menunjukkan bahwa platelet darah adalah
pusat proses
pembekuan tetapi itu secara berangsur-angsur menjadi jelas bahwa mereka mempunyai fungsi penting di dalam mediasi inflamasi dan pendukung proses penyembuhan (Roberts, 2010).
Gambar 2.3. Fase Penyembuhan luka berdasarkan waktu dan faktor yang berperan (http://www.medscape.com)
23
2.3 Kolagen Kolagen adalah salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekenyalan dan kekompakan kulit. Merupakan polipeptida yang ditemukan pada hampir semua organ tubuh. Sampai saat ini sudah ditemukan sebanyak 12 tipe kolagen, jumlah dan jenisnya berbeda-beda pada berbagai organ tubuh manusia. Kolagen tipe I terus meningkat sampai umur 35 tahun, saat kulit mencapai puncak kekuatan mekanik, setelah itu kolagen tipe I akan menurun. Hubungan umur dengan jumlah kolagen sampai saat ini belum jelas, akan tetapi jumlah kolagen manusia setelah umur 60 tahun secara keseluruhan secara signifikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kulit umur lebih muda (Rhein dan Santiago, 2010). Kolagen tipe I merupakan jenis serabut kolagen terbanyak yang dijumpai dalam tubuh manusia seperti pada tendon, tulang, kulit. Serabut kolagen tipe I berperan penting dalam pembentukan jaringan parut. Kolagen tipe II, IX, X, XI ditemukan pada kartilago. Kolagen tipe III banyak dijumpai pada kulit, dinding pembuluh darah, pada jaringan yang ada serabut retikuler, seperti pada jaringan yang mengalami pertumbuhan cepat terutama pada tahap awal penyembuhan luka. Kolagen tipe III penyebarannya hampir sama dengan kolagen tipe I. Sedangkan kolagen tipe VII kebanyakan lokasinya terletak pada anchoring fibril di dermal epidermal junction pada kulit, mukosa dan servik.
24
Kolagen tipe VII juga banyak terdapat pada dinding pembuluh darah. Matriks ekstraseluler dermis terutama terdiri dari kolagen tipe 1 (85%), sejumlah kecil kolagen tipe 3, elastin, proteoglikan dan fibronektin. Serat kolagen yang terdapat pada dermis manusia berperan penting untuk kekuatan dan kekenyalan kulit, terdiri sekitar 85% kolagen tipe 1 dan sekitar 30% kolagen tipe 3 (Uito dkk., 2008). Biosintesis kolagen tipe 1, berawal dari pembentukan prokolagen tipe 1 dalam sel fibroblast dermis dan terdiri dari kolagen tipe 1 tripel helix, ujung karboksipeptida dan ujung aminopeptida. Begitu disekresikan dari fibroblast ke matriks ekstraseluler, prokolagen tipe 1 melalui proses enzimatik pecah dari kedua ujungnya dan membentuk kolagen tipe 1 matang (Varani dkk., 2001). Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses penuaan
alamiah
adalah
akibat
dari
peningkatan
ekspresi
matriks
metalloproteinase (MMP-1). Kolagen tipe I terus meningkat sampai umur 35 tahun, saat kulit mencapai puncak kekuatan mekanik, setelah itu kolagen tipe I akan menurun. Hubungan umur dengan jumlah kolagen sampai saat ini belum jelas, akan tetapi jumlah kolagen manusia setelah umur 60 tahun secara keseluruhan secara signifikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kulit umur lebih muda (Rhein dan Santiago, 2010).
25
Walaupun kolagen tipe I merupakan kolagen utama pada lapisan dermis kulit akan tetapi kolagen tipe lain juga tidak kalah peranan pentingnya. Kolagen tipe VII yang terbanyak pada anchoring fibril terletak pada membrana basalis yang melekatkan membrana basalis ke papila dermis.
2.4 Matriks Metalloproteinase-1 (MMP-1) Matriks metalloproteinase (MMP) adalah suatu protease dengan aktivitas degradasi terhadap protein jaringan ikat seperti kolagen, elastin, proteoglikan dan laminin. Pada setiap organisme, MMP merupakan endopeptidase yang mengandung domain aktif Zn² (zinc-dependent endopeptidas). MMP memiliki gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesivitas berbeda. MMPs berhubungan dengan proses fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP (MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer dan Eisen, 2006). Matriks Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen. MMP juga telah dikenal perannya dalam pertumbuhan sel
26
kanker dan metastase dan telah sering menjadi target terapi anti kanker oleh karena ekspresinya yang berlebihan. Berbagai jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang didegradasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Rhein dan Santiago, 2010). Jenis Matriks Metalloproteinase dan target sasaran yang terdegradasi Tabel 2.1 Jenis Matriks-Metalloproteinase dan target sasaran yang terdegradasi. SINGKATAN NAMA
NAMA ALTERNATIF
TARGET SASARAN
MMP-1
Matrix collagenase
Collagens I, II, VII dan X
MMP-2
Gelatinase
Gelatin, Collagens I, V, VII, XI, Fibronectin laminin dan elastin
MMP-3
Stromelysin I
Agreccan, Gelatin, Laminin Fibronectin, Collagens tipe IV,IX,X
MMP-7
Matrilisyn
Agreccan, Fibronectin
MMP-8
Neutrophil colagenase
Agreecan, Gelatin, Fibronectin, Laminin, Collagens II, IV, IX, X
MMP-9
Gelatinese B
Agrecan dan Fibronectin
MMP-10
Stromelysin 2
Agrecan
MMP-11
Stromelysin 3
Fibronectan
MMP-12
Metalloelastase
Elastin
MMP-13
Collagenase 3
Collagens I, II, III
MMP-14
Membran Type
Collagens I, II, III, Lamininn
MMP-18
Colagenase IV
Sumber : Rhein dan Santiago (2010)
Agrecan
27
2.5 Platelet Rich Plasma (PRP) PRP bisa didefinisikan sebagai plasma darah yang mengandung 1.00.000 trombosit/mikroliter dengan volume 5 ml plasma (Greene dkk., 2009). PRP mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Kadar growth factor in-vivo akan tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan PRP. PRP adalah bagian dari fraksi plasma yang diperoleh secara autologus (diambil dari tubuh sendiri) (Marx, 2001; Mehta dan Watson, 2008). Sejak tahun 1985 PRP sudah digunakan untuk menyembuhkan luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Platelet rich plasma pertama kali digunakan pada operasi jantung oleh Ferrari , dkk tahun 1987 sebagai komponen transfusi autologus setelah operasi terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh banyak spesialis seperti pada operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic, dan penyembuhan luka secara keseluruhan (Crane dan Evert, 2008). Hasil publikasi terakhir PRP juga digunakan dalam bedah periodontal dan mulut (Pietrzak dan Eppley, 2005; Shashikiran dkk., 2006), bedah plastik dan kosmetik (Bhanot dan Alex, 2002; Frechette dkk., 2005), bedah spinal (Eppley dkk., 2006), bedah bypass jantung dan luka bakar (Henderson dkk., 2003).
28
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang manfaat PRP maka harus dipahami tentang respon tubuh terhadap luka yang terdiri dari 3 fase yaitu inflamasi, proliferasi dan remodeling. Fase inflamasi yang didahului dengan agregasi trombosit sehingga terjadi hemostasis. Selain itu trombosit juga mengeluarkan thromboxane dan serotonin yang merangsang hemostasis dengan vasokonstriksi. Selain itu trombosit juga mengeluarkan histamin yang merangsang polymorphonuclear (PMN) dan monosit ke tempat luka. Selanjutnya kemotaktik dari growth factor akan merekrut sel endotel untuk membuat pembuluh darah baru (angiogenesis), juga fibroblas terangsang untuk membentuk matriks ekstraseluler sehingga luka akan cepat menutup (Greene dkk., 2009). Bermacam sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Contoh produk yang telah dipakai dan disetujui oleh FDA yaitu bentuk isomer rantai β dari PDGF (PDGF-BB) yang secara klinis terbukti mempercepat penyembuhan, termasuk pada luka kronis diabetic neuropathy. Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi, dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel, dan sel imun untuk menambah percepatan penyembuhan luka.
29
Konsentrasi trombosit dalam PRP dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam PRP juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1. Selama proses pengambilan atau pembuatannya tidak terjadi aktivasi dari trombosit (Greene dkk. 2009). PRP juga disebutkan sebagai volume plasma darah autologus yang mengandung trombosit 4x nilai normal yaitu 200,000/µl. Namun belum diketahui apakah dengan peningkatan konsentrasi trombosit akan menghasilkan efek yang lebih baik (Sampson dkk. 2008). Kontraindikasi dari terapi ini adalah kelainan fungsi trombosit, trombositopenia, pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik serta kehamilan (Budiyanto, 2009). Platelet Rich Plasma diperoleh melalui dua tahap: 1.
Mengambil darah pasien kemudian ditambahkan antikoagulan (Natrium Sitrat) untuk menghindari aktivasi dan degranulasi dari platelet, lakukan sentrifugasi yang pertama dengan kecepatan lambat (soft spin) sebesar 1100 rpm selama 10 menit untuk memisahkan plasma dari packed red blood cell sehingga menghaasilkan tiga lapisan, yaitu paling dasar 55% dari total volume adalah red blood corpuscles, paling atas 40% dari total volume adalah acellular plasma layer (platelet – poor plasma), di antara kedua lapisan tersebut terdapat 5% dari total volume disebut “buffy coat”yang merupakan platelet – rich plasma. Pada tahap ini pengambilan PRP masih sulit.
30
2.
Serum yang telah terbentuk tersebut diaspirasi dengan menggunakan syringe steril, kemudian dipindahkan ke tabung lain tanpa menggunakan antikoagulan, lakukan sentrifugasi yang ke dua dengan kecepatan yang lebih cepat dibanding yang pertama (hard spin) sebesar 2000 rpm selama 2 menit untuk memisahkan PRP dengan PPP sehingga menghasilkan tiga lapisan, yaitu residual red blood corpuscle terjebak paling bawah, 80% dari total volume terdapat paling atas adalah acellular plasma (PPP), lapisan tengahnya adalah PRP. Pada saat ini sudah lebih mudah untuk mengambil PRP dengan menggunakan syringe steril.
Gambar 2.4 Tahapan dalam pembuatan Platelet Rich Plasma (www.amsjournal.com)
31
Gambar 2.5 Penggunaan Platelet Rich Plasma dalam menghambat penuaan kulit wajah untuk keperluan mesotherapy dan/ atau filler (www.dermavita.bg)
2.5.1 Growth Factor Growth factor adalah substansi yang secara alamiah ada di dalam tubuh kita, dan berguna untuk merangsang pertumbuhan sel baik proliferasi maupun diferensiasi. Growth factor adalah protein atau hormon steroid. Growth factor sangat penting dalam regulasi proses seluler dan berperan sebagai signal antar sel. Contohnya sitokin dan hormon yang menempel pada reseptor dari sel target. Mereka berperan dalam diferensiasi dan maturasi sel yang bervariasi untuk setiap growth factor. Misalnya, bone morphogenic proteins menstimulasi diferensiasi sel tulang, VEGF menstimulasi diferensiasi pembuluh darah (angiogenesis).
32
Growth factor akan menstimulasi siklus sel dari phase G0 menjadi phase G1. Dalam dunia kedokteran selama 20 tahun belakangan, penggunaan growth factor pada penanganan kelainan darah, kanker dan cardiovascular sangat meningkat antara lain: neutropenia, sindrom myelodisplastik, leukemia, anemia aplastik,
transplantasi
sumsum
tulang,
angiogenesis
untuk
penyakit
kardiovaskular serta penyembuhan luka dan menghambat penuaan kulit. Tabel 2.2 Synopsis of Growth Factors Present in PRP (Peter A.M. Evert dkk. Platelet –rich plasma and Platelet gel: A review³)
Growth factor
Source
Function
Transformin g growth factor- beta, TGF-β
Platelet, extracellular matrix of bone, cartilage matrix, Activated TH1 cell and natural killer cells, macrophage/ monocytes and neutrophils
Stimulates undifferentiated mesenchymal cell proliferation; regulates endothelial, fibroblastic mitogenesis;regulate s collagen synthesis and collagenase secretion; regulates mitogenic effects of growth factors; stimulates endothelial chemotaxis and angiogenesis; inhibits macrophage and lymphocyte proliferation
Basic Fibroblast Growth
Platelet, macrophage, mesenchymal cell, chondrocytes,
Promotes growth and differentiation of chondrocytes and
33
factor, bFGF
osteoblast
osteoblasts; mitogenic for mesenchymal cells, chondrocytes and osteoblasts
Platelet Derived Growth Factor, PDGFa-b
Platelets,osteoblasts, endothelial cell, macrophage, monocytes, smooth muscle cells
Mitogenic for mesenchymal cells and osteoblasts, stimulates chemotaxis and mitogenesis in fibroblast/glial/smoot h muscle cells, regulates collagenase secretion and collagen synthesis; stimulates macrophage and neutrophil chemotaxis
Epidermal Growth factor, EGF
Platelets, macrophage, monocytes
Stimulates endothelial chemotaxis/angiogen esis; regulates collagenase secretion; stimulates epithelial/mesenchym al mitogenesis
Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF
Platelets, endothelial cells
Increases angiogenesis and vessel permeability, stimulates mitogenesis for endothelial cells
Conective Tissue Growth Factor, CTGF
Platelet through endocytosis from extracellular environment in bone marrow
Promotes angiogenesis, cartilage regeneration, fibrosis and platelet adhesion
34
2.6 Teknologi Nano Merupakan teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm.Satu nanometer sama dengan seperseribu mikrometer atau sepersejuta milimeter atau satu per-milyar meter, yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Nano digunakan untuk mencapai
penyerapan lebih dalam pada kulit.
Nano teknologi adalah ilmu dan rekayasa material, struktur fungsional maupun piranti di dalam skala ukuran yang sangat kecil yaitu skala nanometer atau sepuluh pangkat minus sembilan. Dengan ukuran material yang sangat kecil diharapkan memiliki kekuatan yang sangat besar karena kemampuan penyerapan yang dapat menembus lapisan dalam kulit dan dapat meningkatkan ketelitian pengarahan obat atau zat yang dibawanya ke target organ tubuh yang dikehendaki. Periode 2010 – 2020 terjadi percepatan yang luar biasa didalam penerapan nano teknologi dalam dunia industri dan medis. Material apapun selama dapat dibuat menjadi nano kristal akan menghasilkan sifat yang mencengangkan dan bahkan tidak pernah ada di alam ini.
35
Gambar 2.6 Perbedaan ukuran partikel dan penetrasi ke kulit (Slide Presentasi Produk Qva –PT.Kalbe Farma Tbk)
2.7 Chitosan Kata chitosan berasal dari bahasa yunani yaitu “Chiton“ yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material chitosan sebagai jaket pelindung pada invertebrate. Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000). Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C8 H12 NO5 dengan kadar C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%.Sifat chitosan yang biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat
36
seperti asam nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002). Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007) Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditujukan oleh angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006) Chitosan
bersifat
anti
mikrobakterial
(dapat
menghambat
perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003).
37
Gambar 2.7 Proses pembuatan chitosan (www.akbio.net)
2.8. Tikus Wistar (Rattus norvegicus) Tikus liar, tikus norwegia dan tikus coklat adalah hewan semarga dengan tikus laboratorium. Akan tetapi nama ilmiah tikus liar lain itu yaitu tikus hitam adalah Rattus rattus. Tikus ini mirip dengan tikus norwegia dan sering terdapat di kota-kota di seluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai hewan laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
38
Gambar 2.8 Tikus Jantan Galur Wistar (Anonim,2013)
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti tikus jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat atau mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani dilaboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada mencit tetapi mencit berkembang biak sebaik tikus. Karena hewan ini lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Umumnya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa usia 10-12 bulan memiliki berat badan rata-rata 250-300 gram, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 gram tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
39
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir penelitian ini disusun berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka, diketahui bahwa penuaan merupakan proses yang dapat dicegah atau diobati. Seperti organ tubuh yang lain, kulit manusia merupakan organ kompleks dan dinamis yang menunjukkan tanda – tanda penuaan secara nyata. Pada saat ini PRP digunakan sebagai salah satu alternatif penyembuhan luka yang diaplikasikan dengan menggunakan autologus darah atau serum pasien sendiri dalam volume kecil. PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka. Nano teknologi adalah ilmu dan rekayasa material, struktur fungsional maupun piranti di dalam skala ukuran yang sangat kecil yaitu skala nanometer atau sepuluh pangkat minus sembilan. Dengan ukuran material yang sangat kecil diharapkan memiliki kekuatan yang sangat besar karena kemampuan penyerapan yang dapat menembus lapisan dalam kulit dan dapat meningkatkan ketelitian pengarahan obat atau zat yang dibawanya ke target organ tubuh yang dikehendaki. Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons,
39 39
40
larutan gel, pasta, membran dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya karena dapat melindungi dan melepaskan perlahan bahan yang diikatnya. Diharapkan dalam penggabungan teori dan penelitian yang sudah ada, maka gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal diharapkan dapat memberi alternatif baru dalam
proses penyembuhan
luka secara bertahap dan
berkesinambungan tanpa metode autologus dan tanpa menggunakan teknik suntikan .
3.2 Konsep Penelitian
Platelet Rich Plasma Topikal Nanochitosan-Platelet Rich Plasma Topikal Faktor Eksternal Infeksi Lama luka Luas luka Bentuk luka
Faktor Internal Ras Hormonal Genetik Tikus Wistar yang dilukai
Penurunan ekspresi MMP-1 Peningkatan jumlah kolagen
Keterangan Gambar : : Diteliti : Tidak diteliti Gambar 3.1 Konsep Penelitian
41
3.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep penelitian maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : 1. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma secara topikal dapat menurunankan
ekspresi
Matriks
Metalloproteinase-1
pada
penyembuhan jaringan luka tikus Wistar. 2. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma secara topikal dapat meningkatan jumlah kolagen dermis melalui proses penyembuhan jaringan luka tikus Wistar.
42
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah animal experimental dengan rancangan post test only control group. Pada awal penelitian tikus dibagi untuk 3 kelompok. Kelompok satu (kontrol), dilukai dan hanya diberi Klindamicin gel saja. Kelompok dua dilukai, dioleskan klindamisin gel dan PRP gel. Sedangkan kelompok tiga dilukai dan dioleskan klindamisin gel dan gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma. Skema Rancangan Penelitian sebagai berikut PO 01 P1 P
S
R
02 P2 03
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan : P = Populasi S= Sampel R= Random P0 = Kontrol, dilukai dan diberi klindamisin gel. P1 = Perlakuan 1, dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan PRP topikal. P2 = Perlakuan 2, dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan Nanochitosan-PRP topikal. O1 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 kontrol post test. O2 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 perlakuan 1 post test. O3 = Observasi jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 perlakuan 2 post test. 42
43
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratory Animal Unit bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar – Bali. Penelitian dilakukan selama dua minggu (pertengahan Desember 2013 sampai awal Januari 2014). Sedangkan pembuatan bahan aktif Chitosan-PRP dikerjakan di laboratorium pusat Stem Cell & Cancer Institute, Jakarta. Sedangkan untuk proses zat aktif diubah molekul menjadi nano dilaksanakan di LIPI – Jakarta. Proses akhir untuk bentuk gel yang siap diaplikasikan dikerjakan di PT. Fanika Estetika, Kawasan Industri
Lippo
Cikarang-Bekasi-Jawa
Barat.
Pemeriksaan
histologi
dan
pengecatan Sirius Red dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Udayana. Demikian juga dengan pengecatan Imunohistokimia dan pembacaan ekspresi MMP-1 dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Udayana. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan yang berlangsung mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari 2014.
4.3 Populasi dan Besar Sample 4.3.1
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah: a. Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh tikus Wistar (Rattus norvegicus) Wistar race yang menerima perlakuan dan
dipelihara di
kandang hewan Laboratorium Animal Unit Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan dalam penelitian.
44
b. Populasi terjangkau meliputi tikus yang berumur 12 – 15 bulan dengan berat badan 270 – 300 g.
4.3.2
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah tikus Wistar dewasa, yang memenuhi
kriteria inklusi, kriteria eksklusi dan kriteria drop out sebagai berikut : Kriteria inklusi : a.
Tikus Wistar, jantan dan sehat.
b.
Umur 12 – 15 bulan
c.
Berat badan 270 - 300 g.
Kriteria drop Out : Apabila tikus Wistar mati pada saat penelitian. 4.3.3
Besar sampel dan teknik penentuan sampel Sample menggunakan tikus Wistar jantan sehat dengan berat 270-300
gram dan umur 12-15 bulan. Besar sampel yang digunakan dihitung dengan rumus Federer (2008) (n-1) x (t-1) ≥ 15 t = jumlah perlakuan / kelompok n = jumlah replikasi
45
Jadi perhitungannya sebagai berikut : ( n-1 ) x ( t-1 ) ≥ 15 (n-1) x (3-1) ≥ 15 (n-1) x 2 ≥ 15 2n – 2 ≥ 15 2n - ≥ 17 n ≥ 17 / 2 = 8 Tiap kelompok ditambah 10% sebagai cadangan ( 10% x 8 = 1 ). Jadi total sampel ( 8 x 3 ) + ( 1 x 3 ) = 27 ekor tikus yang dibutuhkan untuk penelitian secara keseluruhan. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1
Klasifikasi Variabel
a. Variabel prakondisi: dalam penelitian ini yang menjadi variabel prakondisi adalah luka. b. Variabel bebas: dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah gel Nanochitosan- platelet Rich Plasma yang diberikan secara topikal. c. Variabel tergantung: variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek yang ditimbulkan akibat pemberian gel Nanochitosan – Platelet Rich Plasma berupa: ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen pada dermis. d. Variabel kendali:. Faktor yang dikendalikan tersebut adalah strain tikus, umur, berat badan, jenis kelamin dan pakan tikus Wistar.
46
4.4.2
Hubungan antar variabel Untuk lebih memudahkan dalam memahami hubungan antar variabel
penelitian, dibuat skema hubungan antar variabel seperti disajikan pada Gambar 4.2.
Variabel Prakondisi Luka
Variabel Bebas
Variabel Tergantung
Gel PRP Gel Nanochitosan PRP
Ekspresi MMP-1 Jumlah kolagen
Variabel Kendali Strain, umur, jenis kelamin, berat badan tikus, pakan Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.4.3
Teknik Pengambilan Sample Tikus putih diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi tiga
kelompok. Kelompok 1 tikus dilukai di punggung dengan pump biopsi ukuran 0,6 lalu hanya diberi klindamisin gel sebagai kelompok kontrol. Kelompok 2 dilukai dipunggung pump biopsi ukuran 0,6 yang sama lalu diberi klindamisin gel 10 menit kemudian dioles gel Platelet Rich Plasma. Kelompok 3 dilukai dipunggung pump biopsi ukuran 0,6 yang sama lalu diberi klindamisin gel lalu 10 menit setelah antibiotik menyerap dioles gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma.
47
Penelitian dilakukan selama 14 hari dengan pengolesan sehari 2x yaitu pada sore hari dan pagi hari. Selanjutnya dari ketiga kelompok tersebut (Kontrol, perlakuan 1 dan perlakuan 2) pada hari ke 14 setelah pengolesan pada pagi hari 2 jam kemudian tikus dieuthanasia, untuk dilakukan biopsi pada kulit punggung tikus Wistar jantan. Kulit tikus dipotong dengan scapel dengan ukuran 1 x 1 cm2 dimana posisi luka persis berada ditengah-tengahnya, hal ini untuk mempermudah pembuatan blok parafin untuk pemeriksaan histologi. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat dan pengecatan dengan reagen Sirius Red. Jumlah ekspresi kolagen dinilai dengan analisa digital menggunakan piranti lunak adobe-photoshop. Sedangkan untuk penilaian ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 di gunakan Kit MMP-1 (DAKO LSAB plus, Universal Detection Kit, DAB 15 ml) adalah suatu bahan yang digunakan untuk proses pengukuran
MMP-1 pada
manusia dalam bentuk pro dan aktif yang ada dalam serum, plasma, supernatan kultur sel dan urin. Kit ini terdiri dari lempengan mikro dengan 96 sumuran yang sudah dilapisi dengan anti-human MMP-1, larutan buffer untuk pencuci, larutan standar yang mengandung recombinant human MMP-1, assay dilluent, pendeteksi antibody MMP-1 (Rabbit Anti-MMP-1 Polyclonal Antibody), HRPconjugated streptavidine, tetramethylbenzidine (TMB) dan Stop Solution.
4.4.4
Definisi Operasional Variabel 1. Platelet Rich Plasma adalah bagian dari plasma darah manusia yang mengandung 1.000.000 trombosit/microliter yang diambil dari Human whole blood yang diolah dan dijadikan gel.
48
Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGFβ2, VEGF, EGF. Dan
kadar growth factor
in-vivo tetap terjaga
setelah dilakukan pembuatan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk, 2009). 2. Gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal adalah fraksi plasma yang berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar yang mengandung 7 macam growth factor yang diolah menjadi bahan aktif yang dienkapsulisasi dengan chitosan dan diolah dengan teknologi Nano. 3. Klindamisin gel adalah suatu antibiotik dari golongan lincosamides dan bersifat bakteriostatik yaitu bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan
kuman
bukan
membunuh
kuman.
Digunakan untuk mengobati infeksi bakteri gram positif, anaerob. Pada penelitian ini klindamisin gel yang dipakai adalah calinda gel produksi
PT.
First
Medipharma,
Sidoarjo-Indonesia
sebagai
propilaksis untuk pencegahan infeksi sekunder. Tiap gram gel mengandung klindamisin gel phosphate 12 mg yang setara dengan klindamisin base 10 mg.
49
4. Jenis tikus yang digunakan: tikus jantan galur Wistar. a. Umur tikus Wistar: 12-15 bulan. b. Berat badan tikus Wistar: 270- 300 gr c. Jenis kelamin tikus Wistar jantan tua Tikus Wistar yang sehat dilukai dengan punch biopsi ukuran 0,6 mm di daerah punggung dan kedalaman kurang lebih 0,2 cm agar mencapai lapisan dermis kulit kemudian dioleskan dengan Nanochitosan-Platelet rich plasma. 5. Pemeriksaan histologi dilakukan pada hari ke 14 dengan mengambil jaringan untuk melihat ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen dermis jaringan dengan melakukan biopsi pada kulit punggung tikus Wistar jantan tua untuk dibuat dalam bentuk blok parafin. 6. Matriks metalloproteinase merupakan sekelompok enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi kolagen. Sampai saat ini sudah ditemukan 18 jenis matriks metalloproteinase, akan
tetapi yang
berperan pada kulit dapat diklasifikasikan menjadi 4 sub family yaitu: kolagenase,
gelatinase,
stromelisin
dan
MMPs
membrane.
Penghancuran kolagen tergantung pada aktivitas kolagenase (MMP-1). Perhitungan
ekspresi
MMP-1
dengan
menggunakan
teknik
immunohistokimia LSAB (Dako, Denmark) dengan antibodi primer anti-mouse MMP-1 (BIOS, USA). Ekspresi MMP-1 berwarna coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang mengekpresikan MMP-1 dibagi total fibroblast dalam lapangan pandang dan dihitung masing-
50
masing 3 lapangan pandang dengan pembesaran 400x menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan) dan mikrofotografi menggunakan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Hasil mikrofotografi dianalisis menggunakan perangkat lunak Image Raster 2.1 (Miconos, Indonesia). 7. Kolagen adalah salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekenyalan dan kekompakan kulit. Kolagen merupakan protein yang sangat labil dan banyak faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembentukkan maupun dalam proses degradasinya (Uiito dkk., 2008 ; Walker dkk., 2008). Pengamatan jumlah ekspresi kolagen dilakukan dengan metode analisis digital dengan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia) dan dengan pewarnaan khusus picro sirius red. Ekspresi kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan pixel area seluruhnya.
4.5 Prosedur Penelitian 1. Perlakuan terhadap tikus a) Dari populasi tikus, dipilih sebanyak 27 ekor tikus sesuai kriteria inklusi untuk dijadikan sampel. b) Sebanyak 27 ekor tikus sampel diadaptasi terlebih dahulu selama satu minggu.
51
c) Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus percobaan berupa bak plastik berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup kawat, di dalam kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman, serta pada dasar bak diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran tikus. Ada delapan kandang, tiap kandangnya berisi 2-3 ekor tikus. d) Dari 27 ekor tikus percobaan tersebut dibagi menjadi tiga kelompok secara random. Sebelum dilukai tikus menggunakan anastesi Ketamin dengan dosis 44 sampai 100mg / kg berat badan secara IM. Kelompok 1 tikus dilukai dengan punch biopsi 0,6 mm di punggung lalu hanya diberi antibiotik topikal (klindamisin gel) disebut sebagai kelompok kontrol. Kelompok 2 dilukai ditempat yang sama lalu diberi antibiotik dan gel Platelet Rich Plasma. Kelompok 3 dilukai ditempat yang sama lalu diberi antibiotik dan gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma. e) Selanjutnya dari ketiga kelompok tersebut (Kontrol, Perlakuan 1 dan Perlakuan 2) selanjutnya pada hari ke 14 tikus didietil-ether dengan menggunakan metode inhalasi kemudian dilakukan pemotongan kulit dengan scapel ukuran 1 x 1 cm2 dan pada kulit punggung tikus Wistar jantan untuk dibuat dalam bentuk blok parafin. Semua tikus percobaan diaklimatisasi di unit Animal Laboratorium Farmakologi Universitas Udayana. Tikus dikandangkan dan setiap kandang berisi tikus sebanyak 2-3 ekor dan diberikan makanan standar berupa pakan tikus jenis pakan ayam petelur (pakan ayam 594) dengan campuran KLK super 35%. Ditambah dedak 15% dan jagung 50% diberikan 2 x sehari selama lima
52
minggu. Diberi minum secara ad libitum. Suhu kandang dijaga pada kisaran suhu kamar (25-30ᵒ C) dan kelembaban 70%, kebersihan dan kenyamanan kandang harus selalu dijaga dan tikus diperlakukan dengan kasih sayang. f) Pada akhir penelitian tikus dieuthanasia melalui cara diinhalasi dengan diethyl-ether dengan dosis 50mg/250g berat badan tikus atau 200mg/kg berat badan tikus, bila belum mati ditambahkan letal barbiturat (pentotal) IM. Bila sudah mati, tikus ditempatkan dalam ruang kaca yang tertutup dan transparan. Setelah itu kadaver tikus dikubur. 2. Pembuatan sediaan histologis Pembuatan sediaan histologis dibagi menjadi empat tahapan yaitu tahap fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Tahap fiksasi artinya kulit hasil biopsi direndam dalam formalin buffer fhosfat 10% selama 24 jam kemudian dilakukan triming bagian jaringan yang akan diambil. Selanjutnya jaringan tersebut direndam dengan alkohol bertingkat (tahap dehidrasi) direndam berturut turut 50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2 jam. Selanjutnya masuk ke tahap clearing dengan memasukkan jaringan ke clearing agent (xylene) selama 24 jam sampai transparan. Tahap embeding diawali dengan proses infiltrasi sebanyak 2 kali selama masing-masing 1 jam dengan parafin murni (Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan ditanam ke dalam parafin cair dan dibiarkan membentuk blok yang memakan waktu selama satu hari agar mudah diiris dengan mikrotom.
53
Pemotongan
menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica
820), tebal 5 mikro meter secara seri dan diambil irisan ke 5, 10, 15 untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60oC selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat dengan immunohistokimia, menggunakan object glass yang sudah dilapisi daya rekat seperti Poly-Lysine atau yang sejenis. 3. Pemeriksaan Kolagen dengan Sirius Red Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan aquadest selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan inti sel dengan Hematoxilin Gill selama 10 menit dan dicuci selama 10 menit dengan air mengalir. Dilakukan pewarnaan dengan picro Sirius Red selama 1 jam yang bertujuan memberikan pewarnaan mendekati seimbang. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian dengan air asam sebanyak 2 kali. Air yang berlebihan selanjutnya dihilangkan secara fisik dengan menggoyang secara perlahan. Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX). Pengamatan hasil jumlah kolagen dilakukan dengan metode analisis digital. Sediaan dengan pembesaran 10 dan 40 kali, difoto dengan kamera Optilab Pro (Miconas, Indonesia). Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan format JPEG. Penghitungan jumlah ekspresi
54
kolagen dermis dengan menggunakan piranti lunak Adobe Photoshop CS3 dan Image J. Jaringan kolagen yang tampak berwarna merah terang dipilih menggunakan fungsi “Magic Wand” oleh Adobe Photoshop CS3. Kemudian dengan menggunakan fungsi “inverse” maka terpilihlah pixel selain warna merah, lalu dihapus menggunakan fungsi “delete” sehingga pada gambar hanya tersisa pixel dengan warna merah. Ekspresi kolagen dihitung sebagai persentase pixel area kolagen yang berwarna merah dibandingkan dengan pixel area seluruh jaringan. Pertama-tama gambar yang sudah dihilangkan pixel selain warna merah, dipisah channel warna merahnya melalui fungsi “RGB stack” pada Image J. Setelah didapatkan channel
warna merah
kemudian dibuat nilai “threshold” untuk warna merah, lalu dijalankan fungsi “measure” sehingga didapatkan presentase pixel warna merah dari total pixel secara otomatis. Jumlah kolagen =
pixel area kolagen x 100% pixel area seluruh jaringan
4. Pemeriksaan Ekspresi Matriks Mettalloproteinase - 1 Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan PBS selama 2 menit. Selanjutnya dilakukan antigen retrieval, yaitu slide direndam dalam buffer Tri Sodium Citrat lalu dipanaskan dalam microwave selama 5 menit
55
dengan menggunakan daya 800 Watt, dinginkan lalu cuci dengan PBS 2 x 5 menit. Selanjutnya dilakukan bloking peroksidase endogen dalam boks plastik dengan H2O2 3% selama 30 menit. Kemudian dicuci dengan PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali. Diteteskan 5% FBS 100 µL selama dua jam dalam suhu ruang dan boks dalam keadaan tertutup. Dilanjutkan dengan dicuci PBS 1X selama 5 menit masing-masing dua kali, kemudian diteteskan antibodi primer 100 µL selama satu malam dalam boks tertutup. Setelah satu malam dicuci dengan PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing sebanyak dua kali sambil digoyangkan. Dilanjutkan dengan biotinylated link yang diteteskan pada seluruh permukaan jaringan kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam boks tertutup, kemudian dicuci dalam PBS 1X selama 5 menit dalam glass jar masing-masing dua kali sambil digoyangkan. Selanjutnya diteteskan streptavidin peroxidase kemudian didiamkan selama 30 menit dalam boks tertutup, dicuci kembali dalam glass jar menggunakan PBS 1X sebanyak empat kali masing-masing selama 3 menit sambil digoyangkan. Diteteskan DAB hingga berwarna coklat kemudian dicuci dengan PBS 1X hingga bersih dan dikeringkan. Diteteskan Hematoxylin Gill didiamkan selama lima menit kemudian dicuci dengan air mengalir. Direndam dalam etanol absolut sebanyak dua kali masing-masing selama lima menit, dilanjutkan perendaman pada xylene sebanyak dua kali masing-masing selama
56
lima menit. Setelah kering slide di-mounting dengan medium berbasis xylene (DPX) dan ditutup cover glass. Ekspresi MMP-1 berwarna coklat dan dihitung berdasarkan sel fibroblast yang mengekpresikan MMP-1 dibagi total fibroblast dalam lapangan pandang dan dihitung masing-masing 3 lapangan pandang dengan pembesaran 400x menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan) dan mikrofotografi menggunakan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Hasil mikrofotografi dianalisis menggunakan perangkat lunak Image Raster 2.1 (Miconos, Indonesia). Jumlah MMP-1 =
57
4.6 Alur Penelitian 27 tikus Wistar jantan usia 12-15 bulan, berat 270-300 gram di adaptasi selama 7 hari
Hari ke-8 di anastesi Ketamin dan dibagi 3 kelompok
9 (ekor) Lukai dengan punch biopsi 0,6 mm, kedalaman 0,2 cm
9 (ekor) Lukai dengan punch bipsi 0,6 mm, kedalaman 0,2 cm
9 (ekor) Lukai dengan punch biopsi 0,6 mm, kedalaman 0,2 cm
kontrol
PRP
Nanochitosan PRP
Hari ke-14 Dilakukan biopsi serta pemeriksaan kolagen dan MMP-1
ANALISIS DATA
Gambar 4.3 Gambar Alur Penelitian
58
4.7 Analisis Data Semua data yang diperoleh kemudian dideskripsikan. Selanjutnya untuk melakukan analisis perbedaan jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 pada tikus coba antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan 1 dan 2 dilakukan langkah-langkah analisis statistik sebagai berikut: 1. Seleksi data termasuk editing, koding dan tabulasi digunakan file software program SPSS 17.0 for windows. 2. Analisis normalitas data ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen pada masingmasing kelompok dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk, dengan tingkat kemaknaan = 0,05. 3. Homogenitas varian dianalisis menggunakan Levene’s test. 4. Analisis komparasi dilakukan dengan one way ANOVA, karena data berdistribusi normal dan variannya homogen yaitu untuk mengetahui pengaruh Klindamisin gel, PRP gel dan gel Nanochitosan – Platelet Rich Plasma, terhadap ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen. Untuk melihat perbedaan antar kelompok diuji dengan post hoc test dan menggunakan batas nyata terkecil pada tingkat kemaknaan = 0,05.
59
BAB V HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 27 tikus Wistar jantan sehat dengan berat 250-300 gram dan umur 12-15 bulan sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 9 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (dilukai dan diberi antibiotik topikal), perlakuan 1 (dilukai, diberi antibiotik topikal dan PRP topikal), dan perlakuan 2 (dilukai, diberi antibiotik topikal dan Nanochitosan-PRP topikal). Dalam pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas, uji homogenitas, uji komparabilitas, dan efek perlakuan. 5.1 Uji Normalitas Data Data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data jumlah kolagen dermis dan ekspresi MMP-1 berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Kolagen Dermis dan Ekspresi MMP-1 Masing-masing Kelompok Kelompok Perlakuan
n
P
Keterangan
Jumlah kolagen kontrol
10
0,806
P > 0,05
Jumlah kolagen perlakuan 1
10
0,664
P > 0,05
Jumlah kolagen perlakuan 2
10
0,135
P > 0,05
Ekspresi MMP-1 kontrol
10
0,077
P > 0,05
Ekspresi MMP-1 perlakuan 1
10
0,096
P > 0,05
Ekspresi MMP-1 perlakuan 2
10
0,195
P > 0,05
60
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok Data jumlah kolagen dan ekspresi MMP-1 diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Jumlah kolagen dan Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan Variabel Jumlah kolagen Ekspresi MMP-1
F
P
Keterangan
1,47 3,23
0,249 0,055
p > 0,05 p > 0,05
5.3 Jumlah Kolagen Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata jumlah kolagen antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Rerata Jumlah kolagen antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Rerata Jumlah Kolagen Kelompok Subjek n SB F P (%)
Kontrol
10
53.76
8.94
Perlakuan 1
10
70.27
6.53
Perlakuan 2
10
80.91
4.67
38,88
0,001
61
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata jumlah kolagen kelompok Kontrol adalah 53,768,94, rerata kelompok Perlakuan 1 adalah 70,276,53, dan kelompok Perlakuan 2 adalah 80,914,67. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 38,88 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata jumlah kolagen pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil jumlah kolagen. Hasil uji disajikan di bawah ini. Tabel 5.4 Analisis Komparasi Jumlah Kolagen Sesudah Perlakuan antar Kelompok Beda Kelompok
Rerata
p
Interpretasi
(%) Kontrol dan Perlakuan 1
16,51
0,001
Berbeda Bermakna
Kontrol dan Perlakuan 2
27,15
0,001
Berbeda Bermakna
Perlakuan 1 dan perlakuan 2
10,64
0,002
Berbeda Bermakna
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa: 1. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok Perlakuan 1 (rerata kelompok Perlakuan 1 lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol). 2. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol berbeda secara
bermakna
dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok kontrol).
62
3. Rerata jumlah kolagen kelompok Perlakuan 1 berbeda secara bermakna dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih tinggi daripada rerata kelompok Perlakuan 1).
Gambar 5.1 Profil Rerata Jumlah Kolagen Jaringan Dermis Tikus
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kolagen pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 dibandingkan kelompok kontrol. Keterangan gambar : Kontrol adalah kelompok yang dilukai dan hanya diolesi klindamisin gel sebagai profilaksis. Kelompok 1 adalah kelompok yang di lukai dan diolesi PRP gel. Kelompok 3 adalah kelompok yang dilukai dan diolesi Nanochitosan – PRP gel.
5.4 Ekspresi MMP-1 Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata ekspresi MMP-1antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
63
Tabel 5.5 Rerata Ekspresi MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
N
Rerata Ekspresi MMP-1 (%)
SB
Kontrol
10
22.93
8.04
Perlakuan 1
10
13.85
8.12
Perlakuan 2
10
2.83
2.53
Kelompok Subjek
F
p
22,19
0,001
Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata ekspresi MMP-1 kelompok Kontrol adalah 22,93 8,04, rerata kelompok Perlakuan 1 adalah 13,858,12, dan kelompok Perlakuan 2 adalah 2,832,53. Analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA menunjukkan bahwa nilai F = 22,19 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata ekspresi MMP-1 pada ketiga kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD) digunakan untuk mengetahui beda nyata terkecil ekspresi MMP-1. Hasil uji disajikan di bawah ini. Tabel 5.6 Analisis Komparasi Ekspresi MMP-1 Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok
Beda Rerata
p
Interpretasi
Kontrol dan Perlakuan 1
9,08
0,006
Berbeda Bermakna
Kontrol dan Perlakuan 2
20,10
0,001
Berbeda Bermakna
Perlakuan 1 dan perlakuan 2
11,02
0,001
Berbeda Bermakna
64
Hasil uji lanjutan di atas menunjukan bahwa: 1. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok Perlakuan 1 (rerata kelompok Perlakuan 1 lebih rendah daripada rerata kelompok kontrol). 2. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol berbeda secara
bermakna
dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih rendah daripada rerata kelompok kontrol). 3. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok Perlakuan 1 berbeda secara bermakna dengan kelompok Perlakuan 2 (rerata kelompok Perlakuan 2 lebih rendah daripada rerata kelompok Perlakuan 1).
65
2.83
Gambar 5.2 Profil Rerata Ekspresi MMP-1 Jaringan Dermis Kulit
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan ekspresi MMP-1pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 dibandingkan kelompok kontrol. Keterangan Gambar : Kontrol adalah kelompok yang dilukai dan tidak diberi perlakuan. Kelompok 1 adalah kelompok yang dilukai dan diberi PRP gel. Kelompok 2 adalah kelompok yang dilukai dan diberi Nanochitosan – PRP gel
66
A
B
C
Gambar 5.3 Ekspresi Kolagen pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan PicroSirius Red Keterangan: A. Kelompok kontrol terjadi kerusakan susunan dan struktur kolagen dengan serat kolagen berwarna merah yang tampak tipis. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang tidak utuh. B. Kelompok PRP jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak lebih lebar dan tebal. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang utuh. C. Kelompok Nanochitosan PRP jumlah kolagen dengan serat kolagen berwarna merah tampak paling lebar dan tebal. Tanda panah menunjukkan serat kolagen yang utuh.
67
A
B
C
Gambar 5.4 Ekspresi MMP-1 pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan IHK Keterangan: A. Kelompok kontrol tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) meningkat. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1 B. Kelompok PRP tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat) menurun dibandingkan kelompok A. Tanda panah hitam menunjukkan sel fibroblast yang mengekspresikan MMP-1. Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1 C. Kelompok Nanochitosan PRP tidak tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat). Tanda panah merah menunjukkan sel fibroblast yang tidak mengekspresikan MMP-1
68
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1. Subyek Penelitian Untuk
menguji
pemberian
Nanochitosan-PRP
topikal
terhadap
peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 tikus Wistar, maka dilakukan penelitian pada tikus Wistar jantan sehat yang diberikan NanochitosanPRP topikal. Pada penelitian ini tikus dilukai dengan punch biopsy 0,6 di punggung agar terjadi luka. Sebagai hewan coba digunakan tikus putih Wistar, jantan, dewasa umur 1215 bulan dengan berat badan 270-300g yang sehat sebanyak 27 ekor sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 9 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol ( dilukai dan diberi klindamisin gel ), kelompok perlakuan 1 ( dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan prp gel ), dan kelompok perlakuan 2 ( dilukai dan diberi klindamisin gel sebagai
profilaksis dan 10 menit kemudian dioleskan nano
citosan prp ). Pada penelitian ini menggunakkan tikus jantan wistar sebagai hewan percobaan karena tikus jantan wistar termasuk vertebrata mamalia dan mempunyai struktur kulit yang mirip dengan manusia.
68
69
6.2. Pengaruh Nanochitosan-PRP topikal terhadap ekspresi MMP-1 Data ekspresi MMP-1 pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05). Uji perbandingan rerata ekspresi MMP-1 antara ketiga kelompok menggunakan uji One Way Anova. Rerata ekspresi MMP-1 kelompok kontrol adalah 22,938,04, rerata kelompok perlakuan 1 adalah
13,858,12, dan
kelompok perlakuan 2 adalah 2,83 2,53. Uji perbandingan antara ketiga kelompok dengan One Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata ekspresi MMP-1 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) (p < 0,05). Demikian juga antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05). Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan ekspresi MMP-1 secara bermakna pada kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan (p<0,05). Hal ini disebabkan karena PRP mengandung banyak Growth Factor. (Mehta dan Watson, 2008). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian NanochitosanPRP jauh lebih baik dibandingkan pemberian PRP saja dalam hal menurunkan ekspresi MMP-1 pada proses penyembuhan luka. Lebih lanjut diketahui bahwa PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). PRP berfungsi sebagai penyembuh luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi
70
platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Selanjutnya sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF, dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka. Disamping itu growth factor berperan terhadap penurunan ekspresi MMP-1. Dengan menurunnya ekspresi MMP-1, akan meningkatkan pembentukan jumlah kolagen. Hal ini membantu mempercepat penyembuhan luka. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi Nano yang merupakan teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm. Nano digunakan untuk mencapai tujuan yaitu mencapai penyerapan lebih dalam pada kulit yaitu lapisan dermis kulit. Penggabungan teknologi Nano dan PRP dalam mengaplikasi PRP ke wajah atau luka terbukti mampu mencapai lapisan dermis kulit tanpa melukai dengan suntikan atau alat roller yang biasa dipakai untuk menghilangkan bekas jerawat dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih nyaman terutama dalam mempercepat pembentukan kolagen kulit dalam proses penyembuhan luka
71
maupun dalam menghambat penuaan kulit. Sedangkan chitosan merupakan polisakarida lininer tersusun atas residu N-asetil glukosamin dan memiliki 20003000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 1993). Berdasarkan sifat biologi dan kimianya, maka chitosan memiliki sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang bisa dikombinasi dengan bahan lain sehingga bermanfaat dalam aplikasinya. Dalam penelitian ini, chitosan diubah menjadi partikel nano, selanjutnya Growth Factor yang diambil dari serum darah PRP dimasukkan ke dalam nano chitosan tersebut sehingga terbentuklah gel Nanochitosan-PRP yang berfungsi untuk melepaskan Growth Factor secara bertahap dan dapat mencapai dermis kulit secara perlahan dan nyaman. Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditujukan oleh angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003). Chitosan berfungsi untuk melakukan proses enkapsulisasi pada Growth Factor yang diambil dari Platelet Rich Plasma (PRP), tanpa harus diambil secara autologus. Sifat Chitosan yang unik dan dapat mengikat Growth Factor dari serum darah PRP, dan kondisi partikel yang telah diubah menjadi nano mampu secara perlahan dan secara bertahap melepaskan Growth factor ke dalam jaringan kulit terutama dermis kulit.
72
Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PRP autologus banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf, mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson dkk., 2008). Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem sel. Selanjutnya akan terjadi proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem sel untuk membentuk sel baru yang dibutuhkan (Green dkk., 2009). Growth factor yang dikeluarkan oleh trombosit pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).
6.3. Pengaruh Nanochitosan-PRP topikal terhadap Jumlah kolagen Data jumlah kolagen pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan 1, dan kelompok perlakuan 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene test) untuk masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05). Uji perbandingan rerata jumlah kolagen antara ketiga kelompok menggunakan uji One Way Anova. Rerata jumlah kolagen kelompok kontrol adalah 53,768,94, rerata kelompok perlakuan 1 adalah 70,276,53, dan kelompok perlakuan 2 adalah 80,914,67. Uji perbandingan antara ketiga kelompok dengan One Way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
73
secara bermakna rerata jumlah kolagen antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan 1 (P1) maupun kelompok perlakuan 2 (P2) (p < 0,05). Demikian juga antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 terdapat perbedaan secara bermakna (p<0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian Nanochitosan-PRP jauh lebih baik dibandingkan pemberian PRP saja dalam hal peningkatan jumlah kolagen pada proses penyembuhan luka. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan jumlah kolagen secara bermakna pada kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan (p<0,05). Hal ini disebabkan karena PRP mengandung banyak Growth Factor. (Mehta dan Watson, 2008). Lebih lanjut diketahui bahwa PRP mengandung 7 protein Growth Factor yang aktif dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). PRP berfungsi sebagai penyembuh luka (Driver dkk., 2006), karena selain berisi platelet dan faktor pembekuan darah dalam jumlah besar, PRP juga mempunyai growth factor agonist (Petrova dan Edmonds, 2006). Selanjutnya sitokin dan growth factor berpengaruh terhadap penyembuhan dan maturasi dari luka. Sitokin berperan dalam perekrutan sel untuk proliferasi dan diferensiasi. Growth factor yang berasal dari trombosit atau PDGF keluar dari alfa granul dan berfungsi dalam rekrutmen dan aktivasi sel immun dan fibroblas. Selain itu trombosit juga mengeluarkan TGF-β, yang merangsang maturasi fibroblas, migrasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Sedangkan growth factor lainnya yaitu EGF dan VEGF dikeluarkan oleh fibroblas, sel endotel dan sel immun untuk menambah percepatan penyembuhan luka.
74
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi Nano yang merupakan teknologi terbaru yang mencakup pengembangan teknologi dalam skala nanometer, biasanya dengan ukuran 0,1 sampai 100 nm. Nano digunakan untuk mencapai tujuan yaitu mencapai penyerapan lebih dalam pada kulit yaitu lapisan dermis kulit. Pengabunggan teknologi Nano dan PRP dalam mengaplikasi PRP ke wajah atau luka terbukti mampu mencapai lapisan dermis kulit tanpa melukai dengan suntikan atau alat roller yang biasa dipakai untuk menghilangkan bekas jerawat dengan mencapai hasil yang lebih baik dan lebih nyaman terutama dalam mempercepat pembentukan kolagen kulit dalam proses penyembuhan luka maupun dalam menghambat penuaan kulit. Sedangkan chitosan merupakan polisakarida lininer tersusun atas residu N-asetil glukosamin dan memiliki 20003000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 1993). Berdasarkan sifat biologi dan kimianya, maka chitosan memiliki sifat khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang bisa dikombinasi dengan bahan lain sehingga bermanfaat dalam aplikasinya. Dalam penelitian ini, chitosan di ubah menjadi partikel nano, selanjutnya Growth Factor yang diambil dari serum darah PRP dimasukkan kedalam nano chitosan tersebut sehingga terbentuklah gel Nanochitosan-PRP yang berfungsi untuk melepaskan Growth Factor secara bertahap dan dapat mencapai dermis kulit secara perlahan dan nyaman. Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan dapat meminimalisasikan oksidasi, ditunjukan oleh
75
angka peroksida, perubahan warna dan jumlah mikroba dalam sample (Yingyuad dkk.,2006).
Chitosan
bersifat
anti
mikrobakterial
(dapat
menghambat
perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk.,2003). Chitosan berfungsi untuk melakukan proses enkapsulisasi pada Growth Factor yang di ambil dari Platelet Rich Plasma (PRP), tanpa harus diambil secara autologus. Sifat chitosan yang unik dan dapat mengikat Growth Factor dari serum darah PRP, dan kondisi partikel yang telah diubah menjadi nano mampu secara perlahan dan secara bertahap melepaskan Growth factor kedalam jaringan kulit terutama dermis kulit. Selama 20 tahun terakhir ini penggunaan PRP autologus banyak didokumentasikan dan tidak hanya di bidang penyembuhan luka namun juga di bidang ortopedi, kedokteran olah raga, kedokteran gigi, THT, bedah saraf, mata, urologi, bedah jantung dan bedah plastik (Sampson dkk., 2008). Pada proses penyembuhan luka, trombosit sangat dibutuhkan untuk membuat fibrin, mengeluarkan growth factor disertai dengan chemoattraction untuk menginduksi migrasi makrofag dan stem sel. Selanjutnya akan terjadi proliferasi serta mitosis dan diferensiasi stem sel untuk membentuk sel baru yang dibutuhkan (Green dkk., 2009). Growth factor yang dikeluarkan oleh trombosit pada proses degranulasi, yaitu platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor (TGF), insulin like growth factor (IGF) dan epidermal growth factor (EGF) (Blair dan Flaumenhaft, 2009).
76
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pemberian Nanochitosan-PRP topikal pada Tikus jantan jenis Wistar didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal mencegah penuaan kulit melalui penurunan ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 pada tikus Wistar yang dilukai. 2. Pemberian gel Nanochitosan-Platelet Rich Plasma topikal mencegah penuaan kulit melalui peningkatan jumlah kolagen dermis pada tikus Wistar yang dilukai.
7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada tikus untuk mengetahui efektivitas pemberian Nanochitosan-PRP topikal terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada penuaan kulit. 2. Perlu melakukan penelitian klinis pada manusia untuk mengetahui efektivitas pemberian Nanochitosan-PRP topikal terhadap peningkatan jumlah kolagen dan penurunan ekspresi MMP-1 pada penyembuhan luka.
76
77
DAFTAR PUSTAKA
Bartake, A. 2005. Role of the growth hormone/insulin-like growth factor system in mammalian aging. Endocrinology. 10:2-12. Bhanot, S., Alex, J.C. 2002. Current applications of platelet gels in facial plastic surgery. Facial Plast Surg, 18(1), 27–33. Bhattacharyya, T. K., and Thomas, J. R. 2004. Histomorphologic Changes in Aging Skin Observation in the CBA Mouse Model. Archives of Facial Plastic Surgery. 6(1): 21-5 Budiyanto, A. 2009. Penggunaan Platelet Rich plasma (PRP) dibidang Dermatologi.Workshop POKJA kulit dan kelamin, FK-UGM, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. 8 Maret 2009. Blair, P., Flaumenhaft, R. 2009. Platelet alpha-granules: basic biology and clinical correlates.Blood Rev. 2009 July, 23(4), 177-189. Broughton, II,G., Janis, J.E dan Attiger,C.E. 2006. Wound healing: an overview. Plast Reconstr Surg. 117 (suppl) : 1 eS-32eS Chin,G.A., Diegelmenn, R.A., Schultz, G.S. 2005. Celullar and MolecularRegulation of Wound Healing. In: Falabella, A.F., Kiersner, R.S. Editor. Wound Healing. Boca raton: Taylor dan Francis Group; 2005.P. 17-38. Crane, Ddan Evert, P .A. M,januari/februari 2008, Platelet Rich Plasma (PRP)Matrix Grafts. Practical Pain Management. Chung, J., Cho, S., dan Kang, S. 2004. Why does The Skin Ages. in: Rigel, D.S., Weiss, R.A., Linn, H.W., Dover, J.S. editors. Photoaging, 2nd. ed. Canada: Maarced Decker inc. p 1-5 Chung, J., Hanf, V.N., dan Kang, S. 2003. Aging and Photoaging. J. Am. Acad. of Dermatol July. Vol. 49 : 690-7. Eppley, B.L., Pietrzak, W.S., Blanton, M. 2006. Platelet-rich plasma: a review ofbiology and applications in plastic surgery. Plast Reconstr Surg, 118(6), 147e–159e. Falanga, V. 2007. Wound Repair: Mechanisms and Practical Consideration, Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition p 236- 242.
77
78
Federer, W. 2008. Statistics and society : data collection and interpretation. 2nd Edition. New York : Marcel Dekker Fowler, B. 2003. Functional dan Biological Markers of Aging. In : Klatz, R. 2003. Anti-Aging MedicalTherapeutics volume 5. Chicago : the A4M Publications. p. 43. Frechette, J. P., Martineau, I., Gagnon, G. 2005. Platelet-rich plasmas: growth factor content and roles in wound healing. J Dent Res. 84(5), 434–439. Gagne, N dan Simpson. 2000. Use of Proteolytic Enymes to Facilitate Recovery of Chitin from Shrimp Waste. J. Food Biotechnol. (7). P : 253-263. Goldman, R dan Klatz, R. 2004-2005. Anti-Aging Clinical Protocols. Chicago : The A4M Publication. p. 215. Goldman, R dan Klatz, R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. Malaysia : Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Greene, R.M., Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM, 2009. Blood Products in Wound Healing. In: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA. (editors). Essential Tissue Healing of The Face and Neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc. p.379-387. Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing :Normal and Abnormal. In Thorne, C.H.,Beasley,R.W.,Aston, S.J., Barlett,S.J.,Gurtner, G.c, dan Spear, S.L. Editor. Grabb dan Smith’sPlastic surgery.6th ed Philadelphia: Lippincott William dan Wilkin; .p. 15-22. Henderson, J. L., Cupp, C. L., Ross, E. V. 2003. The effects of autologous plateletgel on wound healing. Ear Nose Throat J, 82(8), 598–602. Irawan, B. 2007. Berbagai Pemanfaatan library.usu.ac.id.Access : 2 Maret 2013
Polimer.http//digital-
Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O.1997. Histologi Dasar Kulit. Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. page 357-369. Lee, V. dan E. Tan. 2002. Enzymatic Hydrolysis of Prawn Shell Waste for The Purification of Chitin. Available online from http://www.lboro.ac.uk/. Diakses 7 Maret 2013 pukul 21.00 WIB Marx, R.E. 2001. Platelet- Rich Plasma (PRP): What is PRP and What is Not PRP?. Implant Dentistry, volume 10, no 4.
79
Marx, R.E. 2004. Platelet-Rich Plasma: Evidence to Support its Use.Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol 62, p 4. Mizuno K, Yamamura K, Yano K, et al. Effect of Chitosan Film Containing Basic Fibroblast Growth Factor On Wound Healing in Genetically Diabetic Mice. J Biomed Mater Res A. 2003; 64(1):177-181. Myers, W.T., Leong, M., Phillips,L.G.2007. Optimizing the Patient for Surgical Treatmen of the Wound. Clin Plast Surg; 34(4) : 607-20 Mehta, S., Watson, J.T. 2008. Platelet rich concentrate: basic science and current clinical applications. J OrthopTrauma, 22(6): 432–438. Obagi, Z.E. 2000. Skin Health Concepts, in Obagi Skin Health Restoration & Rejuvenation. Springer. p.27-45 Petrova, N., Edmonds, M. 2006. Emerging drugs for diabetic foot ulcers. Expert OpinEmerg Drugs, 11(4), 709–724. Pietrzak ,W.S., Eppley, B.L. 2005. Platelet rich plasma: biology and new technology. J Craniofac Surg, 16(6): 1043–1054. Pocock, S.J. 2008. Clinical Trial : A Practical Approach. John Wiley & Sons. p. 127-128. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine:Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. 1st Ed.. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Rabe, J.H., Mamelak, A.J., Mc Elgunn, P., Morison, W.L., Sauder, D.N. 2006. Photoaging : Mechanism and Repair, Continuing Medical Education, American Academy of Dermatology, Inc. p.1-19. Rhein, L.D., dan Santiago, J.M. 2010. Matrix Metallo Proteinase, Fibrosis, and Regulationby Transforming Growth Factor Beta: A new Frontier in Wrinkle Repair.In:Rhein, L.D., Fluhr J.M., editors. Aging Skin: Current and FutureTherapeutic Strategis 1st ed.USA: AlluRed Bussiness Media. P. 26-81 Robert, J. R. 2010. suite101.com
What is Platelet Rich Plasma Therapy. http;//www,
Sampson, S., Gerhardt, M., Mandelbaum, B. 2008. Platelet Rich Plasma Injection Grafts for Musculoskeletal Injuries.Curr Rev Musculoskeletal Med. Humana press. 1:165-174. (published online:16 July 2008).
80
Seltzer,
J.L., Eisen, A.Z. 2006. The Role of Extracellular Matrix Metalloproteinases in Conective Tissue Remodelling. In: Fitzpatrick T.B. et al, editors. Dermatology. Mc Graw-Hill Book co, p 200-209.
Shashikiran, N.D., Reddy, V.V., Yavagal, C.M., Zakirulla, M. 2006. Applications ofplatelet-rich plasma (PRP) in contemporary pediatric dentistry. J Clin PediatrDent. 30(4), 283–286. Soepardiman, L. 2003. Etiopatogenesis Kulit Menua. In: Peremajaan Kulit. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. P. 1-9. Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. Jakarta : CV. Infomedika. p. 31-46. Tawi, M ,2008. Proses penyembuhan luka. Konsep model self care. Ueno,C., Hunt,T.K.,dan Hopf, H.W. 2006. Using Physiology To Improve SurgicalWound Outcomes. Plast Reconstr Surg; 117 (suppl): 59S-71S Uito, J.,Chu, M., Gallo, R., dan Eizen, A.Z. 2008. Collagen, Elastic fibers and ExtracellularMatrix of the Dermis. In: Wolff, K., Gold Smith, L.A., Katt S.I.,GilchrestB.A., Paller, A.S.,Leffel, D.J., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th. ed. New York: McGraw-Hill. p. 517-41 Walker, S.L., Hawk, J.L.M., dan Young, A.R. 2008. Acute and Chronic CollagenaseDegradeed Collagen in Vitro. Am. J. Pathology. Vol 158; 931-42 Yaar, M., dan Gilchrest, B.A. 2008. Aging of Skin. In: Feedberg, I.M., Eisen, A.Z., A.Z., Wolff,K.,Austen, K.F., Goldsmith, L.A.Katz, S.I., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 6th ed. Newyork: McGraw-Hill.p 963-75 Yingyuad, S ; S.Ruamsib ; P. Reekprkhon ; S. Douglass ; S. Pongamphai ; and U. Siripatiawan. 2006. Effect of Chitosan Coating and Vaccum Packaging on The Quality of Refrigrated Grilled Pork. Journal of Research Article Vol.19, issue 3, Pages 149-157 (2006).John Willey and Sons, Lth.http://www.interscience.willey.com.Diakses 1 Maret 2013
81
Lampiran 1 Data Rerata Umur Tikus Pada Masing-masing Kelompok Perlakuan Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2 Keterangan : px = normalitas
Umur
px
11,00±0,894 10,83±0,753 11,33±0,816
0,167 0,212 0,091 pn = homogenitas
pn
0,974
Data Rerata Berat Badan Tikus Pada Masing-masing Kelompok Perlakuan Kontrol Kelompok 1 Kelompok 2 Keterangan : px = normalitas
Umur
px
pn
270,5 ±510,5 268,3 ±12,3 274,6 ±11,2
0,275 0,996 0,286
0,484
pn = homogenitas
82
Lampiran 2 Uji Normalitas Data Ekspresi Kolagen dan Kadar MMP-1 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Kolagen
Kontrol Perlakuan 1
MMP1
Statistic .186 .145
df
Shapiro-Wilk
Sig. 10 10
Statistic
df
Sig.
.200
*
.962
10
.806
.200
*
.950
10
.664
.200
*
Perlakuan 2 Kontrol
.213
10
.881
10
.135
.242
10
.099
.861
10
.077
Perlakuan 1
.242
10
.101
.868
10
.096
10
*
.895
10
.195
Perlakuan 2
.190
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
.200
83
Lampiran 3 Uji One Way Anova untuk Mengetahui Perbedaan Ekspresi Kolagen dan Kadar MMP-1 antar Kelompok Descriptives 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimu Maxim m um
Kolage Kontrol n Perlakuan 1
10 53.7630
8.93846 2.82659
47.3688
60.1572
37.87
70.46
10 70.2680
6.53263 2.06580
65.5948
74.9412
61.02
81.61
Perlakuan 2
10 80.9110
4.67010 1.47681
77.5702
84.2518
71.72
85.67
Total
30 68.3140
13.18538 2.40731
63.3905
73.2375
37.87
85.67
10 22.9300
8.04472 2.54397
17.1752
28.6848
15.00
40.16
Perlakuan 1
10 13.8510
8.11825 2.56722
8.0436
19.6584
4.35
30.18
Perlakuan 2
10
2.8270
2.52788 .79939
1.0187
4.6353
.14
7.06
Total
30 13.2027
10.60267 1.93577
9.2436
17.1618
.14
40.16
MMP1 Kontrol
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Kolagen
1.465
2
27
.249
MMP1
3.232
2
27
.055
ANOVA Sum of Squares Kolagen
MMP1
df
Mean Square
Between Groups
3742.341
2
1871.171
Within Groups
1299.430
27
48.127
Total
5041.772
29
Between Groups
2026.958
2
1013.479
Within Groups
1233.125
27
45.671
Total
3260.083
29
F
Sig.
38.880
.000
22.191
.000
84
Post Hoc Tests Multiple Comparisons LSD Depende Mean nt (I) (J) Difference (IVariable Kelompok Kelompok J) Std. Error Kolagen Kontrol
Lower Bound
Upper Bound
-16.50500*
3.10248
.000
-22.8708
-10.1392
Perlakuan 2
-27.14800
*
3.10248
.000
-33.5138
-20.7822
16.50500
*
3.10248
.000
10.1392
22.8708
-10.64300
*
3.10248
.002
-17.0088
-4.2772
27.14800
*
3.10248
.000
20.7822
33.5138
10.64300
*
3.10248
.002
4.2772
17.0088
9.07900
*
3.02229
.006
2.8778
15.2802
20.10300
*
3.02229
.000
13.9018
26.3042
-9.07900
*
3.02229
.006
-15.2802
-2.8778
11.02400*
3.02229
.001
4.8228
17.2252
-20.10300*
3.02229
.000
-26.3042
-13.9018
*
3.02229
.001
-17.2252
-4.8228
Perlakuan 2 Perlakuan 2 Kontrol Perlakuan 1 Kontrol
Sig.
Perlakuan 1
Perlakuan 1 Kontrol
MMP1
95% Confidence Interval
Perlakuan 1 Perlakuan 2
Perlakuan 1 Kontrol Perlakuan 2 Perlakuan 2 Kontrol Perlakuan 1
-11.02400
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
85
Lampiran 4
Adaptasi Tikus
Pembagian Tikus Berdasarkan Kelompok
86
Gel Antibiotik, Gel PRP, Gel Nanochitosan-PRP
Persiapan Biopsi Tikus
87
Pada Hari ke 14 Pengambilan Jaringan Kulit ukuran 1 x 1 cm2 untuk Pembuatan Preparat Histologi
Jaringan Kulit Yang Siap Diperiksa Secara Histologi
88
Isi kit LSAB+ DAKO
Kit LSAB+ DAKO, Fetal bovine Serum, dan anti bodi MMP1
89
Microskop Olympus CX41 dan kamera Optilab pro
Microtome Leica Jung 820