BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Membaca buku merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan. Kebudayaan membaca ini sebaiknya diterapkan dan dibiasakan semenjak kecil, terutama sejak masa kanak-kanak. (Tampubolon, 1993) menjelaskan pada hakekatnya membaca adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan itu terjadi proses pengenalan huruf-huruf. Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian-bagian tubuh khususnya mata, yang melakukannya. Dikatakan kegiatan mental karena bagianbagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan, terlibat didalamnya. Dari definisi ini, kiranya dapat dilihat bahwa menemukan makna dari bacaan (tulisan) adalah tujuan utama membaca, dan bukan mengenali huruf-huruf. Oleh sebab itu, tiap anak membutuhkan kemampuan untuk membaca dengan baik. Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Dokumentasi tertulis pertama yang ditemukan berumur sekitar 3000 tahun sebelum masehi, berbentuk lempengan tanah liat yang berasal dari Mesopotamia. Buku pertama tercipta di Mesir setelah ditemukannya kertas Papyrus pada 2400 tahun sebelum masehi. Kertas Papyrus yang berisi tulisan digulung dan gulungan ini merupakan bentuk buku pertama. Ada pula yang mengatakan bahwa buku sudah ada sejak zaman San Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Buku pertama yang dibuat pada masa Medieval menggunakan bahan perkamen atau kulit sapi vellum untuk halamannya, dengan cover yang terbuat dari kayu yang dilapisi kulit. Produksi buku modern berkembang setelah ditemukannya printing press. Penemuan ini sudah ada di Cina sejak lama, tetapi Johan Guttenberg dari Jerman adalah orang pertama yang memperkenalkan printing press dan movable type di Eropa. Metode printing ini mulai tersebar di Eropa dan seluruh dunia pada masa Renaissance.
Pemberian buku cerita juga dapat menghibur dan menambah wawasan serta pengetahuan pada anak. Seperti yang dikatakan oleh Tarigan (1985) bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, suatu metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri dan kadang-kadang orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Finochiaro dan Bonomo (Tarigan, 1985) mendefinisikan secara singkat, membaca adalah memetik serta memahamai arti makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Karena itu, dibutuhkan buku cerita yang tidak hanya bersifat menghibur, tetapi juga harus dapat mendidik sebagai sebuah pembelajaran pada anak. Berdasarkan buku “Perkembangan Anak” yang ditulis oleh Elizabeth B. Hurlock, dikatan bahwa membaca merupakan salah satu bentuk hiburan yang paling sehat. Membaca adalah cara terbaik untuk mengisi otak dan jiwa, dapat membawa anak dalam masa perkembangannya ke arah yang baik. Membaca juga dapat mendorong timbulnya kreativitas serta meningkatkan kecakapan anak dalam membaca. Membaca juga merupakan dasar pengetahuan manusia. Dengan membaca, kita memberi asupan pada otak kita, sama seperti kebutuhan manusia akan makan untuk mengatasi rasa lapar. Seperti makanan yang berpengaruh terhadap perkembangan tubuh kita, bacaan juga berpengaruh terhadap perkembangan intelektualitas seseorang. Maka dari itu, seorang anak yang membaca dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan intelektualitas seseorang.
Berdasarkan perbandingan antara jumlah illustrasi dan teks, buku dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: 1. Picture Book Dalam buku jenis ini, ilustrasi dan teks menjadi satu kesatuan. Walaupun ilustrasi dalam buku mendominasi, tetapi nilai dari teks tidak berkurang. 2. Picture Storybook
Dalam buku jenis ini, ilustrasi memegang peranan penting, karena ilustrasi
tersebut
menggambarkan
jalan
cerita,
dan
terkadan
menggambarkan keseluruhan cerita dari buku. 3. Illustrated Book Dalam buku ini, perbandingan antara jumlah ilustrasi dan teks seimbang dan sama banyaknya.
Buku juga dapat menjadi sumber identifikasi bagi anak. Melalui buku bacaan, anak dapat menemukan nilai-nilai yang belum diketahuinya dari orang tua. Karena itu, sebaiknya dipilih cerita yang mendidik untuk bacaan anak. Sebuah cerita dengan pesan dan nilai moral yang disisipkan ke dalamnya sangat berfungsi dalam mendidik anak-anak. Biasanya, dalam pengungkapannya, pesan moral tidak terlihat secara langsung, namun bertahap dan tidak terlalu kentara. Sebuah karya sastra terkadang menyiratkan suatu kehidupan nyata. Hal ini tidak bisa terlepas dari fungsi karya sastra yang memang diciptakan untuk menggambarkan sebuah realita dari kehidupan manusia. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita / cerpen (tertulis / lisan), syair, pantun, sandiwara / drama, lukisan / kaligrafi. Fungsi sosial sastra pada umumnya adalah mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur. Jadi selain mempunyai sigat indah, sastra juga memberikan manfaat bagi penikmatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa sastra apat sebagai penuntun hidup tersublimasi sedemikian rupa hingga tidak bersifat mendikte dan apa yang sebaiknya dilakukan (Suyitno, 1983:4). Ini senada dengan pandangan Dryden dalam esainya yang berjudul “Dramatic Poesy,” yaitu:
“Fungsi sastra adalah memberikan gambaran yang jujur dan hidup tentang hakekat manusia atau setidaknya memberi gambaran tentang mereka yang berprinsip bahwa tujuan akhir sastra ialah semacam penjelasan tentang manusia.” (Dryden dalam Siswantoro, 2004: 43)
Selain itu sastra juga dapat diartikan sebagai hasil karya seseorang yang diekspresikan melalui tulisan yang indah, sehingga karya yang dinikmati mempunyai nilai estetis dan dapat menarik para pembaca untuk menikmatinya. Kemampuan berfantasi perlu mendapat bimbingan dan kesempatan untuk maju. Karena fantasi adalah sumbu utama kreativitas yang di mana sebagai andil dalam penciptaan suatu kreasi baru. Fantasi itu penting dan memiliki kugunaan dalam kehidupan manusia. Antara lain, dengan kemampuan berfantasi manusia dapat menciptakan sesuatu yang baru, atau seseorang dapat mengikuti cerita / sejarah masa lampau sehingga diceritakannya seolah-olah hidup. Menurut Drs. Agus Sujanto, yang dimaksud dengan fantasi adalah suatu daya jiwa untuk menciptakan sesuatu yang baru. Dengan fantasi, manusia dapat membuat sesuatu yang merupakan suatu kreasi. Dalam fantasi ini, terpadu unsur pemikiran dan perasaan yang ada pada manusia yang memungkinkan manusia untuk menciptakan kreasi yang baru yang dapat dinikmati. Ada dua pendapat berbeda yang menggaris bawahi fantasi ini, yaitu pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama mengatakan bahwa fantasi mempunyai sifat yang pasif merupakan fantasi yang tidak dipimpinoleh akal atau kemauan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, berfantasi secara pasif dikatakan melamun atau berkhayal atau lari dari kenyataan real sehingga disebut juga sebagai mimpi di siang hari. Mereka yang berbuat demikian hanya akan menyesatkan hidupnya serta tidak produktif. Tetapi, ada pendapat baru yang mengatakan bahwa fantasi mempunyai sifat aktif, disadari dan dipimpin oleh akal atau kemauan sehingga bersifat positif. Fantasi memberikan arti penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam pendidikan diperlukan adanya pengarahan agar anak-anak mampu berprestasi. Karena dengan fantasi, alam pikiran seseorang dapat dibawa ke negeri yang jauh, dapat juga menerobos masa silam. Fantasi yang berkembang dengan baik, misalnya seseorang membuat film tentang binatang yang dapat melakukan perbuatan seperti manusia. Menurut Kabar UPI dan Bahasa Sastra Indonesia, apresiasi karya sastra secara umum di Indonesia saat ini terbilang cukup rendah. Hal ini terbuktu dari
rendahnya jumlah buku (hampir mendekati angka nol) yang dibaca oleh mahasiswa Indonesia dibandingkan mahasiswa dari 13 negara lain dalam sebuah riset yang dilakukan oleh sastrawan Taufiq Ismail pada tahun 2003. Terlebih budaya membaca dan media cetak telah tergeser dengan masuknya budaya visual yang didukung oleh teknologi modern seperti televisi, boskop, video, dan komputer. Budaya visual modern ini mencakup film, videogame, internet, dan berbagai media audio-visual lainnya. (Mirzoeff, 1999: 1-3). Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Karya-karya yang menarik itu dapat mempengaruhi jiwa para pembaca sehingga dapat menyelami dan seolah-olah hadir dalam cerita tersebut. (Tarigan, 1984:164).
Hasil
karya
sastra
novel
mengandung
keindahan
yang
dapat
menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, menyegarkan perasaan pembaca, pengalaman jiwa yang terdapat dalam karya sastra memperkaya kehidupan batin manusia khususnya pembaca. Letak kenikmatan membaca sebuah novel adalah kenikmatan kala menyusuri halaman demi halaman (Kurniawan, 2001: 102). Sebuah kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh pembacanya saja karena bersifat individual. Di sini pembaca berada dalam sebuah alam imajinasi yang orang lain tidak dapat merasakan kenikmatan serupa seperti yang dirasakan pembacanya apabila tidak membaca novel yang sama. Dalam hal ini pembaca bebas mengimajinasikan apapun dalam dunia yang ia bangun terkait dengan cerita dalam novel yang ia baca. Kendati beberapa kisah yang diceritakan dalam sebuah novel hanya fiktif belaka, dengan tidak menutup kemungkinan memang ada novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata, tetapi jalan cerita novel sedikit banyak telah merepresentasikan sebuah kehidupan dari suatu komunitas ataupun seseorang. Mereka yang membaca novel akan memetik keuntungan dari apa yang mereka pelajari. Mereka juga memperoleh hiburan. Sebagai hasil akhirnya,
mereka dapat terus mengasah otak dan merasa puas karena telah menggunakan waktu dengan bijak. (Niven, David, 2002). Buku novel berjudul “The Sheep Pig” merupakan sebuah cerita fiksi anak-anak yang menawan tentang seekor babi kecil yang sopan yang belajar untuk menjaga domba. Novel ini dikarang oleh Dick King-Smith yang lahir di Gloucestershire, Inggris pada tahun 1922. Beliau merupakan seorang penulis buku cerita anak-anak yang sukses, namun ia tidak mempublikasikan cerita pertamanya sampai dia berusia 58 tahun. Meskipun ia terlambat untuk mulainya, King-Smith telah menerbitkan lebih dari 30 cerita anak-anak dalam 20 tahun terakhir. Sebelum menjadi seorang penulis, King-Smith bertempur dalam Perang Dunia II sebagai seorang penjaga senjata. Setelah menyelesaikan dinas militer, ia menikah, mempunyai anak dan menghabiskan dua puluh tahun berikutnya bekerja sebagai petani. Dia kemudian memutuskan untuk beralih karir sepenuhnya, menjadi guru Sekolah Dasar di sebuah desa selama 7 tahun. Selama itu juga ia menuliskan cerita anak-anak yang sukses sehingga ia membuat keputusan untuk menjadi seorang penulis lepas pada tahun 1982. Novel “The Sheep-Pig” diterbitkan pada tahun 1983, yang kemudian menjadi best-seller dan memenangkan penghargaan Children’s Fiction Award. Pada tahun 1992, Dick King-Smith terpilih sebagai Children’s Author of the Year at the British Book Awards. King-Smith mengatakan tentang dirinya bahwa: “Saya terlambat untuk menulis, setelah sebuah pertanian yang baik dalam waktu yang panjang. Kemudian saya mengajar anak-anak (dan saya punya 10 cucu), dan ini merupakan potensi kenikmatan dari sebuah cerita, yang membuat saya menulis itu menjadi menyenangkan.” Penulis tinggal di sebuah pondok abad ke-17 yang sangat dekat dengan rumah di mana ia dilahirkan. The Sheep-Pig merupakan sebuah petualangan peternakan yang menawan di mana semua binatangnya memiliki kemampuan untuk berbicara satu sama lain. Tn. Hogget, pemilik peternakan, memenangkan seekor babi kecil yang pintar dalam sebuah undian. Yang kemudian babi itu deberi nama Babe. Ny. Hogget, istri dari si petani, bermaksud bermaksud untuk mempersiapkan Babe untuk makan malam natal keluarga, tetapi Fly, seekor anjing gembala yang
baik, mengadopsi Babe dan mulai mengajarinya bagaimana cara menjadi seekor anjing gembala. Babe membuktikan dirinya untuk menjadi pahlawan, melindungi dombadomba Tn. Hogget dari sekelompok pencuri, yang pada akhirnya dia berhasil merebut hati Ny. Hogget, yang menyerah akan rencananya untuk membuatnya menjadi makanan pada hari libur. Tn. Hogget memutuskan untuk melatih Babe menjadi seekor anjing gembala, atau lebih tepatnya, seekor babi gembala. Tetapi cara Babe dalam menggembala domba tersebut tidak lah biasa. Bukannya mengejar domba, melainkan ia memintanya dengan sopan, dan domba-domba pun sangat senang untuk diminta secara sopan sehingga merekapun menjadi taat kepadanya. Tn. Hogget sangat bangga dengan Babe, sehingga dia memasuki babi kecilnya untuk percobaan anjing gembala, yang pada akhirnya Babe pun memenangkannya. Novel ini memiliki konten cerita yang indah, menarik, dan juga memiliki pesan moral yang baik yang mungkin memberikan batu loncatan untuk diskusikan tentang pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat. Namun sangat disayangkan bahwa buku ini tidak didukung dengan desain menarik yang sesuai untuk targetnya. Untuk melengkapi teks dalam penyampaian konsep yang telah ada pada buku, dibutuhkan peran visual yang mampu menstimulasi pembaca untuk lebih menyelami konsep secara kreatif. Menrut penjelasan dalam buku Visual Communication, Images and Messages, sebuah pesan yang memiliki kekuatan dan makna yang dapat memberikan
dampak
lebih
kepada
penerimanya
adalah
pesan
yang
mengkombinasikan secara seimbang antara kata-kata dan gambar. Oleh karenanya, dalam perancangan novel “The Sheep-Pig,” visual merupakan bagian dari konsep naratif yang memiliki proporsi sebanding dengan naskah.
1.2
Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis menemukan beberapa permasalahan desain dalam novel ini, yaitu: 1. Cover buku yang kurang sesuai untuk target anak-anak jika dilihat dalam
pemilihan warnanya. 2. Gaya ilustrasi gambar yang sedikit sekali dan hanya menggunakan outline tanpa warna begitu pula dengan elemen visual lainnya. 3. Tipografi yang disajikan kurang sesuai untuk disajikan kepada anakanak. 4. Layout yang terlalu penuh dengan teks dalam seluruh halaman dinilai kurang sesuai bagi anak-anak 5. Kurang spesifikasi dalam menentukan targert audience yang membuat novel tidak berbeda dengan novel-novel lainnya.
1.3
Batasan Masalah
Sesuai pengamatan di atas, maka penulis membuat alternatif desain lain untuk buku ini dengan pengolahan kembali visual dan layout dari buku ini sehingga dapat lebih menarik dan sesuai untuk target yang ditujukan. Untuk itu penulis mencoba mengatasi permasalahan itu dengan membuat alternatif desain lain buku berjudul ”The Sheep-Pig” ini. Namun dengan keterbatasan biaya, dalam pengaplikasian desain dan ilustrasi pada novel ini, penulis hanya membatasinya sampai dengan chapter 3.
Proyek alternatif desain kali ini meliputi: a) Alternatif desain cover buku Menata ulang kembali ilustrasi cover yang akan digambarkan dengan visual yang lebih menarik sesuai dengan target pembacanya. b) Alternatif desain ilustrasi isi buku Menggambarkan tokoh-tokoh dalam buku ini dengan visual yang menarik dengan memberikan warna-warna yang sesuai dengan target pembacanya. c) Alternatif tipografi Mengubah dan mengolah lagi tipografi yang dipakai pada buku ini agar lebih menarik dan tidak terlihat seperti teks saja yang menguasai halaman buku.
d) Proses produksi cetak e) Finishing
1.4
Tujuan
Pengaplikasian desain dan ilustrasi pada novel ”The Sheep-Pig” ini bertujuan agar buku ini menjadi sebuah buku yang lebih menarik dengan memberikan sentuhan ilustrasi dan visual di dalamnya. Menampilkan tokoh manusia dan hewan dalam cerita tersebut untuk dapat menyampaikan sebuah pesan yang terkandung di dalamnya. Menghasilkan sebuah konsep dan rancangan cerita bergambar yang memadukan antara aspek visual dan aspek verbal sehingga dapat menarik pembacanya. Menghasilkan sebuah novel grafis yang komunikatif sehingga bisa menyampaikan tema sosial dan pesan moral yang terkandung di dalamnya.