1 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SQUATTER SITU RAWA BESAR KOTA DEPOK (Sumbangsih Pemikiran) * Oleh: Tarsoen Waryono **)
Abstrak Situ Rawa Besar, selain berperan sebagai kawasan tandon air; memiliki propek cerah sebagai wahana rekreasi alam dan pusat kegiatan ekonomi berbasis kemasyarakatan. Upaya relokasi masyarakat squatter, nampaknya menjadi suatu keharusan, namun demikian perlu diimbangi dengan bentuk-bentuk pelatihan yang erat kaitannya dengan pengisian pengembangan situ dimasa mendatang.
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah lingkungan hidup telah berkembang sebagai isu global dan penting untuk diungkap fenomenanya. Berbagai negara di dunia semakin mening-katkan keperduliannya terhadap masalah-masalah lingkungan hidup, yang merupakan perwujudan keprihatinan terhadap semakin merosotnya kondisi lingkungan global dan hal itu menjadi tanggung-jawab semua negara untuk memperbaikinya. Perhatian masyarakat internasional untuk menata secara formal terhadap aspekaspek lingkungan hidup global telah dilaksanakan sejak dekade tahun 1970-an, yaitu ketika atas prakarsa PBB dilangsungkan Konperensi Lingkungan Hidup Sedunia yang pertama di Stockholom, Swedia pada tahun 1972; dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang turut berperan aktif dalam konperensi tersebut. Konperensi itu dikenal sebagai United Nations Conference on Human Environment; yang lebih menyoroti aspek lingkungan hidup manusia. Sebagai tindak lanjut dari konperensi di atas, 20 tahun berikutnya tepatnya tahun 1992 hadirlah KTT Rio Jenario, yang ternyata pendekatannya berbeda dengan konperensi yang pertama, dan konotasi terhadap lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Tumbuh berkembangnya pembangunan di Indonesia, atas prisip-prinsip KTT Rio Jenario; tertuang dalam GBHN 1993-1998; dengan memberikan pene-kanan tidak hanya manfaat ekonomi, lapangan kerja dan perolehan devisa, tetapi lebih menekankan pada dua aspek yang sangat mendasar yaitu; (a). Peningkatan kelestarian lingkungan, konservasi fisik, tata air tanah dan biota (flora dan fauna); *). Paparan Akademis dalam rangka pemberdayaan situ-situ di Kota depok, 22 Oktober 2002 **). Ataf Pengajar Geografi FMIPA Universitas Indonesia
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
2 (b). Peningkatan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pelaksanaan pembangunan. Mencermati atas penekanan seperti tersirat dalam GBHN, serta memperhatikan kebijakan pemeritah melalui UU. No. 5 tahun 1990, tentang ratifikasi sumberdaya alam hayati; dan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung; penyelamatan keberadaan, penyelamatan dan optimalisasi pemanfaatan situ rawa besar, mendudukan posisi strategis bagi Pemerintah Kota Depok yang sebagian besar wilayahnya (78,2%) merupakan kawasan resapan air. Pentingnya penyelamatan situ Rawa Besar, mengingat semakin terancamnya keberadaan situ oleh hal-hal sebagai berikut; (a). Konversi lahan (alih fungsi status); keberadaan ini cenderung disebabkan semakin pesatnya luju pertumbuhan penduduk, yang dimbangi oleh kebutuhan ruang dan lahan untuk kepentingan pemukiman, hingga kawasan situ Rawa Besar menjadi sasaran utamanya; (b). Okupasi (squatter) masyarakat terhadap situ Rawa Besar tercatat 210 KK atau 816 jiwa; yang memberikan kecenderungan semakin terancamnya keberadaan dan pelestarianya; (c). Pendangkalan; endapan lumpur merupakan salah satu faktor penyebab utama terdegrasinya kawasan situ-situ, akibat ulah masyarakat sekitarnya; dengan dijumpainya limbah domestik (rumah tangga), dan perkayaan unsur hara mineral, hingga sering menyebabkan luapan air pada waktu musim hujan, serta timbulnya cemaran bau yang kurang sedap; (c). Pencemaran limbah; yang terbawa oleh aliran air dan terakumulasi cenderung berpengaruh terhadap kelestarian situ. Sebagai akibat yang ditimbulkannya, dapat berpengaruh terhadap biota perairan. Proses eutrofikasi yang terjadi, menyebabkan melimpahnya eceng gondok (Eichornia crassipes); selain mempercepat pendang kalan, juga penyusutan jumlah air situ karena tingginya penguapan.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Pemberdayaan masyarakat squatter di sekitar Situ Rawa Besar, untuk tujuan penyadaran masyarakat akan arti pentingnya peranan fungsi jasa situ-situ, pada hakekatnya merupakan maksud dan tujuan dalam proposal ini. Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah terbangunnya kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap keberadaan, penyelamatan, pelestarian situ Rawa Besar, secara berkelanjutan baik pada masa kini maupun masa mendatang.
1.3. Hasil dan Manfaat yang Diharapkan Manfaat pemberdayaan masyarakat squatter, terhadap penyelamatan situ Rawa Besar, diharapkan mampu memacu kesadaran masyarakat dalam hal-hal sebagi berikut:
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
3 (1). Terciptanya kesadaran masyarakat, hingga mereka peduli untuk memulihkan kembali lingkungan situ Rawa Besar sesuai dengan kondisi alam sebelum terokupasi, dan berperanan sebagai wahana kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya; (2). Pembangunan sumberdaya alam perairan dan lingkungannya, bertujuan untuk mewujudkan keserasian antara kegiatan-kegiatan manusia dan lingkungannya, hingga terciptanya kota Depok yang indah, nyaman, bersih dan menarik; melalui kegiatankegiatan berbasis kemasyarakatan. (3). Alam lingkungan situ Rawa Besar di samping berfungsi sebagai tandon air juga merupakan sumber-sumber pendapatan bagi masyarakat maupun Pemerintah Daerah, hal ini mengingat bahwa lingkungan situ-situ merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai wahana rekreasi alam, untuk kepentingan wisata dan kesegaran jasmani. (4). Peningkatan peranan fungsi situ Rawa Besar selain sebagai kawasan tandon air, juga dapat dimanfaatkan secara optimal baik oleh masyarakat sekitar maupun Pemerintah Kota Depok, secara terpadu berkelanjutan berbasis kemitraan.
Konsepsi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Squatter 2.1. Konsepsi Penyadaran Masyarakat Masyarakat squatter pada dasarnya merupakan komunitas masyarakat yang bermukim secara ilegal (okupasi) pada suatu wilayah perkotaan yang telah diren-canakan peruntukannya, dan atau peranan fungsinya secara jelas diatur dalam Undang-undang (UU. No. 5 tahun 1990 tentang ratifikasi sumberdaya alam dan hayati), serta kebijakan pemerintah melalui Kepres No. 32 tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung. Mencermati atas pengertian di atas, pendekatan masyarakat yang harus ditem-puh didasarkan atas; (a). Partisipatif dalam arti mencari jalan keluar agar mereka tetap dalam situasi dan kondisi yang optimal, sesuai dengan keinginan masyarakat secara terkendali; (b). Pemberdayaan dalam bentuk pelatihan yang diarahkan untuk memacu masyarakat mampu untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perairan situ;
2.2. Konsepsi Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Squatter A. Konsepsi Mewujudkan Kemadirian Untuk mewujudkan kemandirian pembangunan ekonomi bagi masyarakat squatter, melalui pengintegrasian dimensi pembangunan berwawasan lingkungan, diperlukan lima prinsip dasar keserasian yaitu; (a) keseimbangan lingkungan, (b) pemberdayaan ekonomi, (c) pemerataan pembangunan, (d) pengintegrasian dan (e) kemampuan serta niat kesungguhan dalam mensinergikannya.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
4 Mencermati atas lima prinsip dasar yang saling keterkaitan antara satu dengan lainnya, hal yang tidak mungkin dalam pelaksanaannya diselesaikan dengan cara-cara berfikir dan bertindak secara tradisional, dan atau konvensional. Oleh karena itu cara berfikir baru yang dapat mengantarkan ke cara-cara untuk bertindak secara rasional. Atas dasar itulah melalui berbagai terobosan dengan menfokuskan jalinan hubungan antara perilaku pembangunan (stake holder), termasuk masyarakat di dalamnya. Kota Depok merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang mempunyai arti dan peranan penting dalam mewujudkan tujuan nasional; untuk itu implementasi pembangunan berbasis kemasyarakatan nampaknya menjadi suatu dasar pertimbangan dalam implementasi pemberdayaannya. Ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dan tingkat perekonomiannya, menimbulkan berbagai bentuk dampak antara lain (a) pudarnya sikap dan perilaku masyarakat, (b) meningkatnya kemiskinan, dan (c) terdegradasinya kualitas lingkungan hidup; seperti yang terjadi di sekitar kawasan situ Rawa Besar. Pudarnya sikap dan perilaku masyarakat, tercermin dari penguasaan sempadan situ. Meningkatnya penguasaan lahan sempadan situ, disebabkan adanya kecenderung kurangnya perhatian para pemangku pembangunan untuk mengolah dayakan masya-rakat sebagai ”subyek pembangunan” yang memiliki kapasitas sebagai basis-basis perekonomian regional. Secara geohidrologi dan geomorfologi, Wilayah Kota Depok mempunyai fungsi yang sangat besar terhadap kelangsungan sistem tata air baik secara lokal maupun regional. Secara regional, fungsi situ sebagai cadangan air tawar dan pengendali banjir, dan secara lokal dapat diperuntukan untuk kegiatan dan usaha peningkatkan pereko-nomian rakyat misalnya perikanan dan wisata serta PAD (pendapatan asli daerah). Pemanfaatan situ, secara profesional baik sebagai wahana konservasi, rekreasi, pendidikan (pelatihan) dan pusat kegiatan bisnis, pada dasarnya merupakan pendekatan yang rasional untuk diimplementasikan kepada masyarakat squatter binaan. B. Implementasi Mewujudkan Kemadirian Konsep pemberdayaan situ Rawa Besar, pada dasarnya ada tiga tatanan yaitu; (a) pengembangan situ, (b) relokasi masyarakat squatter, dan (c) memacu kemandirian masyarakat, untuk tetap berprofesi di sekitar lingkungan situ Rawa Besar. Pengembangan situ Rawa Besar, akan ditelaah pada sub-bab 2.3; sedangkan relokasi masyarakat squatter dalam proposal ini tidak diungkap; sedangkan tatanan memacu kemandiarian masyarakat antara lain dilakukan dengan sosialisasi peranan fungsi situ dan bentuk-bentuk pelatihan. Bentuk pelatihan yang dicanangkan untuk memacu kemandirian masyarakat antara lain melalui pelatihan, dan diimplementasikan sebagai pencanangan aktivitas masyarakat untuk mengisi berbagai kegiatan ekonomi di sekitar kawasan situ Rawa Besar. 2.3. Kosepsi Pengelolaan dan Pengembangan Situ Rawa Besar A. Manajemen Pengelolaan Situ Secara Terpadu Berkelanjutan Kondisi fisik wilayah situ Rawa Besar, berdasarkan sejarah dan proses terbentuknya, pada hakekatnya merupakan kunci dasar pendekatan pertimbangan dalam manajemen Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
5 penangananya. Hal ini mengingat bahwa potensi daya dukung lingkungan situ seperti jenis tanah (batuan asal), besaran curah hujan, dan kondisi penutupan vegetasi di wilayah tangkapannya, berpengaruh besar terhadap sifat fisik-kimia air, yang erat kaitannya dengan ancaman yang cukup potensial terhadap kelestarian dan keberadaan situ. Mencermati atas proses terbentuknya situ, pendekatan konsepsi penge-lolaannya, seyogyanya didasarkan atas kaidah konservasi tanah dan air. Pema-duserasian antara pemanfaatan situ secara optimal dengan upaya-upaya (olah-daya) pelestarian terhadap daya dukung lingkunganya, merupakan alternatif yang dinilai terjitu. Membangun kawasan hijau sebagai penyangga kawasan tandon air situ Rawa Besar, dalam bentuk hutan kota yang dipaduserasikan dengan pengembangan sarana rekreasi wisata air, nampaknya menjadi strategis untuk memulihkan kembali keberadaan situ-situ yang kini dinilai sangat memprihatinkan. Untuk itu, harapan munculnya arahan kebijakan sebagai kaidah dan rambu-rambu untuk tujuan penyelamatan, pelestarian dan pemanfaatan secara optimal berbasis kemasyarakatan akan mendudukan posisi strategis atas prestasi yang dicapai oleh Pemda Kota Depok dalam mempertahankan wilayahnya sebagai kawasan resapan air tanah. Hal ini mengingat peranan fungsi situ yang berpengaruh langsung terhadap wilayah dibagian hilirnya; untuk itu, Rentrada (Rencana Strategi Pembangunan Daerah) Kota Depok, dalam kaitannya dengan penanganan situ-situ secara terpadu dan berkelanjutan, paling tidak akan memuat hal-hal sebagai berikut: (a). Pembangunan sumberdaya alam perairan dan lingkungannya, diarahkan untuk mewujudkan keserasian antara kegiatan-kegiatan manusia dan ekosistem yang mendukungnya; hingga tujuan pemulihan aset-aset Pemerintah Daerah yang kini terokupasi oleh penduduk dapat dilakukan secara transparan atas dasar kesadaran masyarakat dapat diwujudkan. Hal ini mengingat pentingan pembangunan berwawasan lingkungan, melalui peningkatan budaya dan sadar terhadap pentingnya keserasian hidup. (2). Pemanfaatan sumberdaya perairan situ, mempunyai nilai ekonomis dan fungsi sosial, diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, melalui berbagai penggunaan yang jelas. Tata guna air dan lahan diselenggarakan secara terpadu, hingga menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai pendukung kawasan tandon air. Agar tujuan dan sasaran kebijakan pengelolaan dan pengembangan ekosis-tem perairan situ Rawa Besar, secara terpadu dan berkelanjutan dapat diimplementasikan secara rasional, pendekatan utamanya yang harus dilakukan adalah: (a). Relokasi masyarakat squatter, pada lokasi yang relatif dekat; (b). Pemulihan kawasan sempadan situ, baik melalui rehabilitasi kawasan, maupun pengembangan peranan fungsi situ itu sendiri. (c). Pengelolaan secara terpadu, terprogram secara berkelanjutan.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
6 B. Aspek Pengembangan Situ Aplikasi pengelolaan dan pengembangan ekosistem perairan pada dasarnya dilakukan melalui penyusunan rencana tapak sebagai langkah awal dalam tahapan penyusunan konsep desain detail engineringnya. Dalam penyusunannya, dirumuskan sebagai gambaran alokasi dan penempatan (tata letak) pengisian ruang tapak pengembangan ekosistem perairan secara terpadu, yang mencakup beberapa unsur perpaduan antar lokasi, kondisi fisik wilayah dan lingkungan di sekitarnya, yang erat kaitannya dengan aspek pemanfaatannya. Didasari atas kriteria dasar pengelolaan dan pengembangan situ-situ secara terpadu berkelanjutan, seperti uraian terdahulu dengan memperhatikan aspek daya dukung fisik wilayahnya, untuk itu dalam perencanaanya perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a). Aspek kelembagaan; situ-situ di wilayah Kota Depok secara ekologis, hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan kawasan tandon air yang mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengelolaannya perlu direncanakan secara terpadu dengan melibatkan beberapa Instansi terkait, yang meliputi unsur pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai stakeholder. (b). Aspek Teknis; secara teknis pengelolaan dan pengembangan situ-situ harus melibatkan beberapa disiplin ilmu, karena dalam pelestarianya mencakup upaya konservasi sumberdaya air, tanah dan ekosistemnya, yang erat kaitannya dengan kondisi fisik wilayah pada masing-masing situ, (c). Aspek IPTEK; pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan dan pengembangan situ-situ, karena erat kaitannya dengan upaya pemanfaatan secara optimal baik untuk kepentingan rekreasi dan wisata air, budidayaan perikanan, serta pemanfaatan untuk kepentingan pengairan (irigasi). (d). Aspek sumber PAD; pengelolaan sumberdaya perairan secara terpadu berkelajutan, melalui manajemen yang rasional, selain mampu dan menjamin atas peningkatan pendapatan masyarakat sekitar, juga merupakan sumber PAD yang seiring dan sejalan dengan tingkat profesional manajemen pengelolaannya. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keberhasilan pengelolaan situ-situ secara terpadu berkelanjutan, sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar (PPM), berdasarkan peranan fungsinya (pengatur tata air, iklim mikro, habitat flora dan fauna, wahana rekreasi, dan penopang keserasian lingkungan hidup), sangat ditentukan oleh partisipatif para stakeholder dan tingkat profesionalisme penangannya.
Beberapa Aspek Persepsi Masyarakat Squatter Situ Rawa Besar Selain okupasi penduduk yang erat kaitannya dengan upaya pengelolaan kawasan konservasi situ Rawa Besar, persepsi dan penyataan masyarakat squatter, menunjukkan atas tingkat keacuhan, ancaman pengguna yang tidak bertanggung-jawab, serta kepedulian dan
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
7 merasa memanfaatkannya, juga memperlihatkan keterkaitannya dengan kualitas nilai situ Rawa Besar. 1. Tingkat keacuhan Terhadap Situ Berdasarkan cuplikan responden, tingkat keacuhan masyarakat terhadap situ Rawa Besar atas dasar persepsi dan pernyataan, antara lain: (a). 26,4% responden, menyatakan merasa senang tinggal di sekitar situ Rawa Besar karena dekat dengan pusat kota, terminal dan stasiun kereta api. (b). 3,98% responden, merasa tenang karena tempat tinggal yang ditempati merupakan warisan dari orang tua. (c). 11,6% responden, merasa siap untuk pindah karena merasa dirinya sebagai pengontrak. (d). 9,75% responden, menyatakan bahwa lahan yang ditempati merupakan tanah garapan (tanah pemerintah, dan bila lebih dari 20 tahun bisa diurus jadi tanah milik). (e). 23,7% responden, merasa tidak bersalah bila limbah domestik dari pemukimannya masuk ke situ Rawa Besar, karena Pemerintah tidak membuat saluran pembuangan yang aman. (f). 5,17% responden, menyatakan kurangnya perhatian Pemerintah dalam mengurus situ yang bermanfaat. 2. Tingkat Kemanfaatan Situ Persepsi dan pernyataan masyarakat terhadap nilai kemanfaatan kawasan bantaran sungai, secara rinci diuraikan sebagai berikut: (a). 33,72% responden, menyatakan hampir setiap harinya memanfaatkan situ sebagai sumber penghasilan. (b). 11,2% responden, menyatakan bila situ Rawa Besar dibangun, akan banyak manfaat mendatangkan para pengguna rekreasi dan wisata. (c). 9,72% responden, menyatakan tradisi adat sudah hampir punah dan perlu diaktifkan kembali. 3. Tingkat Pemahaman Peranan Situ Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kawasan konservasi situ Rawa Besar, secara rinci diuraikan sebagai berikut: (a). 13,97% responden, situ Rawa Besar bermanfaat sebagai pengendali banjir, dan memberikan suplai air tanah pada musim kemarau. (b). 18,45% responden menyatakan, situ bukan tempat sampah dan limbah cair; hingga perlu dilestarikan. (c). 21,54% responden menyatakan, masyarakat mestinya yang bertanggung-jawab dan memanfaatkan secara optimal terhadap peranan fungsi situ.
4. Tingkat Kepedulian Terhadap Situ Kepedulian masyarakat terhadap situ Rawa Besar, secara rinci diuraikan sebagai berikut: Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
8 (a). 19,23% responden menyatakan, siap berpartisipasi untuk ikut serta mengurus dan memberdayakan situ sebagai wahana rekreasi alam perairan; (b). 78,3% responden, menyatakan siap untuk relokasi permukiman, asal ditempatkan tidak terlalu jauh dari lokasi tinggal awal; (c). 90,2% responden menyatakan walaupun telah pindah, tetap akan kembali menekuni profesinya di situ Rawa besar;
Kriteria Masyarakat Squatter dan Aspek Pembinaannya 4.1. Kriteria Masyarakat Squatter Daerah asal penghuni bantaran sungai; 69,3% responden menyatakan berasal dari luar Depok; dan telah tinggal lebih dari 6 tahun; 10% responden (penduduk asli DepokBetawi), telah tinggal di sekitar bantaran sungai sejak nenek moyangnya. Kehidupan dan profesi; 34,2% responden menyatakan bahwa profesinya sebagai buruh dan dagang; 2,3% responden sebagai pegawai Pemerintah; 8,5% responden bekerja di sektor swasta; 1,8% responden menyatakan telah membangun rumah kontrakan; Pendidikan masyarakat, 26,60% mengatakan umumnya mengaku telah mengikuti pendidikan resmi (sekolah); dan penghasilan rata-rata tidak kurang dari Rp 1.350.000,-/tahun; dan 75,35% responden mengaku dengan usaha rumah kontrakan menghasilkan > Rp 150.000,-/periode kontrak bulanan. 4.2. Aspek Pembinaan Masyarakat Aspek pembinaan masyarakat squatter, dirahkan tetap pada profesinya, dengan tujuan untuk peningkatan melalui kegiatan sebagai berikut; (1). Pelatihan pemberdayaan peningkatan ekonomi, dilakukan dengan melatih masya-rakat untuk melakukan breeding ikan hias, dan sejenisnya; (2). Pelatihan, untuk pemenuhan sektor jasa, antara lain; meliputi pelatihan teknis dayung, menjala dan siaga pertolongan pertama; (3). Pelatihan memacu untuk penjualan jasa peralatan pancing dan sejenisnya; (4). Pelatihan pemberdayaan tanaman hias, dan tanaman produktif hidroponik (sistem pot), dan sejenisnya. (5). Pelatihan pemberdayaan budaya Adat Asli Depok (Gong Bolong), sebagai salah satu pelestarian budaya asli sekitar situ Rawa besar.
Kesimpulan dan Rekomendasi Situ Rawa Besar, selain berperan sebagai kawasan tandon air, memiliki propek cerah dalam kaitannya dengan pengembangan wahana rekreasi alam dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk itu baik rencana pengembangan maupun relokasi masyarakat squatter, Kumpulan Makalah Periode 1987-2008
9 nampaknya merupakan alternatif yang harus dilakukan. Hal ini mengingat potensi, posisi, dan kesadaran masyarakat sekitar situ Rawa Besar merupakan modal dasar terciptanya keinginan luhur masyarakat dan Pemerintah Kota Depok. Untuk mewujudkan berbagai upaya yang hendak dicapai, nampaknya kemitraan dengan stake holder, kini saatnya untuk diperdayakan. Agar masyarakat squatter dapat berperan aktif dalam pengembangan situ; pemberdayaan (pelatihan) masyarakat menjadi urgen untuk segera diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA Alkadri., CS., 1999. Manajemen Teknologi Untuk Pengembangan Wilayah. Direktorat Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT Jakarta. Anonim, 1999. Peraturan Daerah No. 6 tahun 1999, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2010. Bapedalda, 1996. Kajian Spatial Kawasan Kumuh Berdasarkan Kriteria Desa/ Kelurahan Miskin di Wilayah DKI Jakarta. Kerjasama Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah dengan Pusat Pengkajian Geografi Terapan Fakultas MIPA-Universitas Indonesia. Dinas Tata Kota Propinsi DKI Jakarta, 2001. Penyusunan Strategi dan Rencana Pengembangan RTH DKI Jakarta. Gunawan dan Waryono,. T., 1987. Kajian dan Prediksi Besaran Air Infiltrasi dan Limpasan di Sekitar Kampus Universitas Indonesia. Program Pembangunan Hutan Kota Kampus UI Depok. Hendrawan dan Waryono,. Tarsoen., 1993. Studi Kualitas Air Tanah Dangkal di Beberapa Lokasi Strategis Resapan Air di Wilayah Kotatip Depok. Program Pembangunan Hutan Kota Kampus UI Depok. Narwanto dan Waryono,. T., 1994. Prediksi Besaran Air Limpasan, Infiltrasi dan Evapotranspirasi di Sekitar Kampus Universitas Indonesia. Program Pembangunan Hutan Kota Kampus UI Depok. Soerjani., M,. 1987. Lingkungan Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Universitas Indonesia. Jakarta. UI Press 1087. Salim., E, 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3S. Jakarta. Wolf,. JCM., 1996. Urban Geomorphology in dry lands, pp. 234-253, Clarendon Prees, Oxford. Waryono., Tarsoen, 1996. Aspek Lingkungan Fisik Kritis Perkotaan dan Upaya Pengen-daliannya (Studi kasus DKI Jakarta). Diskusi panel Program Pasca Sarjana Biologi Konservasi Universitas Indonesia. ________________, 1997. Fenomena Kutub-kutub Panas Kota dan Upaya Pengendaliannya (Studi kasus DKI Jakarta).Diskusi panel Program Pasca Sarjana Biologi Konservasi Universitas Indonesia. ________________, 1998. Peranan Fungsi Jasa Bio-Eko-Hidrologis Kawasan Hijau Dalam Kancah Pembangunan Wilayah Perkotaan. Diskusi panel Program Pasca Sarjana Biologi Konservasi Universitas Indonesia. ________________, 2002. Aspek Pengelolaan Wilayah Resapan Berbasis Ramah Lingkungan. Warta Pembangunan Kota Depok. Edisi-1 tahun 2002.
Kumpulan Makalah Periode 1987-2008