i
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh: Tarjo A14202028
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ii
RINGKASAN
TARJO. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT. Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. (Dibawah bimbingan MURDIANTO). Kebijakan pembangunan yang bersifat topdown menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan, sehingga program pembangunan yang dilaksanakan hanya bersifat searah oleh pemerintah terhadap masyarakat. Demikian halnya dengan program-program dalam pembangunan pertanian, termasuk di dalamnya peternakan, sehingga mengalami kegagalan. Kegagalan perencanaan pembangunan top-down telah digantikan dengan perencanaan buttom up. Gagasan ini memunculkan konsep pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) dimana manusia ditempatkan dalam posisi sentral subjek pembangunan. Namun konsep perencanaan buttom up dapat mengalami kegagalan jika tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan. Dari kondisi ini, pendekatan dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan masyarakat, yaitu model pemberdayaan masyarakat. Dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kabinet Indonesia Bersatu melalui Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) Departemen Pertanian RI membuat program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) sebagai bentuk kepedulian pemerintah dengan strategi pemberdayaan masyarakat. LM3 merupakan lembaga yang telah lama mengakar di masyarakat seperti pondok pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara, pura, subak, dan lainnya. Strategi pemberdayaan masyarakat yang dilakukan ditujukan kepada pengelola dan masyarakat sekitar LM3 yang memfokuskan kegiatannya pada bidang agribisnis. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dan mencapai kemandirian melalui program pengembangan agribisnis LM3 dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Subjek penelitian ini adalah masyarakat sekitar pesantren dan pengelola agribisnis peternakan yang menerima bantuan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan
iii
LM3. Metode penelitian adalah dengan metode kualitatif dengan strategi studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program yang dilaksanakan meskipun telah berkonsep pemberdayaan masyarakat, namun di dalam realisasinya tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan fakta bahwa pengelola LM3 agribisnis peternakan tidak terlibat secara penuh dalam semua tahapan partisipasi mulai dari pengambilan keputusan hingga evaluasi. Dari segi kemandirian, tidak semua pengelola memiliki sikap mandiri karena keterbatasan akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan. Keterbatasan tersebut dilihat dari peran mereka yang terbatas terhadap setiap kegiatan pelatihan ataupun magang. Sementara itu, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Faktor tersebut adalah faktor pendukung dan faktor yang menghambat proses pemberdayaan. Faktor pendukung antara lain : sumberdaya manusia yang berkualitas, sumberdaya alam dan sarana dan prasarana serta peluang pasar. Faktor penghambat pemberdayaan antara lain modal usaha, koordinasi antar elemen, pemasaran, dan kualitas produk. Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah bisa dikatakan kurang berhasil. Seluruh tahapan pemberdayaan memang sudah berusaha dilakukan, namun hanya sebatas melaksanakan program tanpa melihat lebih jauh maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya. Jika konsep pemberdayaan tidak diterapkan sesuai maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya di lapangan, maka usaha yang dikembangkan tidak akan berjalan lama. Alasan paling mendasar adalah lemahnya koordinasi antar elemen yakni pemerintah, pendamping, dan yayasan, serta antara yayasan dengan pengelola LM3.
iv
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)
Oleh: Tarjo A14202028
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
1.
Keluarga besar penulis di Wonogiri Jawa Tengah. Bapak dan Ibu atas do’a, cinta, motivasi, dukungan, dan harapan, semoga ananda bisa selalu birul walidain dan menjadi anak yang sholeh. Kepada Mas Lardi, Mbak Marmi, Mbak Tarmi, dan Dik Yuni, terimakasih atas semuanya, sungguh bahagia menjadi bagian dari keluarga ini.
2.
Istri tercintaku Inggit Retnowati dan Ananda Gaza Abdillah Hammaam. Tiada yang abadi selain cinta yang berlandaskan Mahabbatullah. Semoga sakinah mawwadah warrahmah yang kita damba menjadi kenyataan dalam episode kehidupan ke depannya. I Love You All...
3.
Keluarga besar Pesantren Pertanian Darul Fallah. Jazakumullohu khoiron katsiron kepada Ustadz Abdul Hanan Abbas, Lc atas kesempatan izin penelitian. Kepada Mas Endin, Mas Qiqin, Mas Yus, terima kasih atas kerjasamanya. Kepada Pak Mawi, Pak Saimo, Pak Apep, Bu Marlina , Jeng Nurul, Hamra, Ahmad Bukhori, Oman, dan Andika Yusuf Firdaus Agustiyansyah, terima kasih atas kesediaannya belajar bersama, bertukar fikiran hingga sangat bermakna di hati penulis.
4.
Keluarga besar Bapak Muhammad Tuwarno dan Ibu Narti. Terima kasih atas cinta, do’a, dan pelajaran hidup terhadap penulis. Kepada Kakak Ufi dan Dedek Dzikra, senyum dan tangis kalian selalu mengisi bagian dalam bayangan semangatku di saatsaat akhir penulisan skripsi ini.
5.
Keluarga besar Bapak Dr. Joko Santoso, MSi dan Ibu Ir. Yuyum Yumiarsih. Terima kasih atas segalanya, do’a, cinta, semangat, dan pembelajaran hidup yang sangat berarti bagi penulis. Semoga ananda bisa berbakti. Kepada Kak Farras, Teh Lala dan Dik Sasa, sungguh bahagia bersama kalian, lucu, unik, pinter, dan membuat fikir jadi cair.
6.
Keluarga besar Ir. Sugeng Heru Wiseso atas bantuannya.
7.
Keluarga besar Budi Utomo. Terima kasih atas segalanya. Semoga saya bisa mencontoh untuk memiliki anak asuh di kemudian hari.
8.
BPOM IPB atas bantuan beasiswa selama 4 tahun di IPB, LPPM-IPB dan Yayasan Damandiri atas bantuan beasiswa SPP++, dan Yayasan Al-Qudwah atas bantuan beasiswanya.
9.
KJK IPB, DIKTI, Kementrian KUKM, Mitra Tani Farm atas kesempatan magang Co-op yang diberikan.
10. Teman-teman KPM ’39, KPM ’40 dan KPM ’41. Terimakasih atas kebersamaan dalam menimba ilmu. Semoga kita dapat mengamalkannya sebagai bentuk tanggung jawab pada Allah SWT, masyarakat, bangsa dan negara. 11. Teman-teman LQ, atas kebersamaan, semangat, cinta, do’a, dan pengorbanan. Semoga amalan yang kita perjuangkan bersama berujung pada syurga-Nya. 12. Teman-teman di CAS Faperta, teman-teman Pagi Anaba 2004, atas niat suci untuk berikrar bahwa kita adalah da’i dan da’iyah sebelum yang lainnya. Allahu ghoyatuna, Arrosulu qudwatunna, Al-Qur’anu dusturunna, Aljihadu fissabiluna, dan Almautu fissabilillah Asma a’manina. 13. Teman-teman KMS 2002-2003, BEM Faperta 2003-2004, FKRJ-A 2004-2005, AlHurriyyah IPB, jazakumullahu khoiran katsiran. 14. Teman-teman KIRANA Camp, kenangan terindah yang kumiliki; Iwan, Arim, Bayu, Gempar, Andi, Danang, Ibnu, Hasyim, Ari, Dwi, Slamet, Boim, Putra, Hendra, Ndakir, Asep. Akhirnya aku menyusul kalian. 15. Semua pihak yang membantu penulis, yang belum disebut dalam skripsi ini. Jazakumullahu khoiron katsiron. Semoga karya kecil ini bermanfaat.
v
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa penelitian yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa
: Tarjo
Nomor Pokok
: A14202028
Program Studi
: Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul
: Pemberdayaan
Masyarakat
Melalui
Program
Pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Murdianto, M.S NIP. 19630729 199203 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus Ujian : _______________________
vi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL
”PEMBERDAYAAN
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
LEMBAGA
MANDIRI
MELALUI
YANG
PROGRAM
MENGAKAR
DI
MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)” INI MERUPAKAN KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN SERTA TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG TIDAK DITULIS
ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SEBENARNYA.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 22 Juli 1981. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Parmorejo dan Ibu Parmi. Riwayat pendidikan penulis diawali di TK Marsudisiwi IV Gumiwang Lor dari tahun 1986 sampai tahun 1987. Pendidikan Dasar ditempuh di SD Negeri Gumiwang Lor 04 dari tahun 1987 sampai tahun 1993. Tahun 1993 sampai tahun 1996, penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 01 Wuryantoro. Selanjutnya, penulis berhenti sekolah selama 3 tahun. Tahun 1999 penulis memulai kembali sekolah dan diterima di SMU Negeri 03 Wonogiri hingga lulus tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan di IPB, diantaranya sebagai staf Departemen Pembinaan Keluarga Muslim Sosek (KMS) periode 2002-2003, Ketua Biro Aksi dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB periode 2003-2004, Ketua Umum Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD-A) Fakultas Pertanian IPB periode 2004-2005, Staf Divisi Syi’ar Lembaga Pengajaran Al-Qur’an (LPQ) DKM AlHurriyyah IPB tahun 2003-2005 dan aktif di berbagai kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus. Selain itu, penulis memperoleh beberapa pengalaman kerja antara lain: menjadi asisten dosen pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam TPB-IPB pada semester 5 dan 6 (tahun akademik 2004-2005), Panitia KPPS Pemilu 2004, Surveyor pada Survei Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Perilaku Masyarakat (PSN-Plus) di Kota Bogor tahun 2004, Manajer Operasional Bimbingan Belajar Mathematic Studi Club (MSC) Bogor tahun 2005, Konselor Usaha pada UKM Lingkar Kampus IPB Kerjasama LPPM-IPB dan Yayasan Damandiri Indonesia tahun 2005, anggota Tim Pengawas Independen Ujian Nasional SMP-SMU/SMK Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2006 dan peserta pada Cooperative Education Program (Co-op) yang merupakan program kerjasama antara Kantor Jasa
viii
Ketenagakerjaan IPB, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI periode Juli November 2007. Pada tanggal 15 Juni 2008 penulis telah menentukan pasangan hidup dengan menikahi seorang wanita bernama Inggit Retnowati dan pada tanggal 11 Mei 2009 dikaruniai seorang putra bernama Gaza Abdillah Hammam.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Illahi Robbi, Allah SWT atas anugerah nikmat sehingga penulisan skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN LEMBAGA MANDIRI YANG MENGAKAR DI MASYARAKAT (Studi Kasus Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat)” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Adapun topik kajian di dalam penelitian ini adalah mengenai pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Topik pemberdayaan masyarakat dipilih oleh penulis guna menganalisis sejauhmana program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah dilihat dari dua dimensi pemberdayaan masyarakat, yakni partisipasi dan kemandirian. Selain itu, penulis juga menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan melalui pengembangan LM3. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Murdianto, M.S selaku dosen pembimbing skripsi dan semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, maka penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di dalam penulisan skripsi ini.
Bogor ,
Agustus 2009
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT atas terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang secara khusus membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, antara lain kepada: 1.
Bapak Ir. Murdianto, M.S selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan banyak masukan yang sangat berarti bagi penulis.
2.
Bapak Ir. Dwi Sadono, MS selaku dosen penguji utama, atas masukan, saran, dan kritiknya sehingga membuat penulis lebih mengerti arti sebuah ketelitian.
3.
Ibu Ratri V., S.Sos, M.Si sebagai dosen penguji dari Komisi Pendidikan Departemen yang memberikan pelajaran kepada penulis untuk lebih memahami arti sebuah tulisan ilmiah dalam penelitian.
4.
Bapak Dr. Ir. MT. Sitorus, MS sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang mengarahkan penulis dalam proses studi di KPM IPB.
5.
Para dosen, staf administrasi, dan karyawan di IPB umumnya dan KPM khususnya atas bantuan dan kerjasama hingga terselesaikannya skripsi ini.
6.
Keluarga besar Pesantren Pertanian Darul Fallah. Jazakumullohu khoiron katsiron atas kesempatan izin penelitian.
7.
Semua pihak yang membantu penulis, yang tidak dapat disebut dalam skripsi ini. Jazakumullahu khoiron katsiron. Semoga karya kecil ini bermanfaat
Bogor,
Agustus 2009
Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR TABEL ......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1.1 Latar Belakang ………………………............................. 1.2 Perumusan Masalah ……………...................................... 1.3 Tujuan Penelitian …………….......................................... 1.4 Kegunaan Penelitian ………............................................. BAB II PENDEKATAN TEORITIS ................................................... 2.1 Tinjauan Pustaka …………………….............................. 2.1.1 Kelembagaan ……………................................... 2.1.1.1 Pengertian Kelembagaan …................. 2.1.1.2 Jenis dan Ciri Kelembagaan ................ 2.1.2 Agribisnis …….................................................... 2.1.2.1 Pengertian Agribisnis ……................... 2.1.2.2 Strategi dan Aspek Penting Pengembangan Agribisnis ................... 2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Strategi dalam Pembangunan …………........................... 2.1.3.1 Pengertian Masyarakat ........................ 2.1.3.2 Batasan dan Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ........................................... 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat .................. 2.1.3.4 Upaya Pemberdayaan Masyarakat …... 2.1.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat …. 2.1.4 Program Pengembangan Kelembagaan LM3 …. 2.1.4.1 Latar Belakang Program ……….......... 2.1.4.2 Strategi Pengembangan Agribisnis Melalui LM3 ……................................ 2.1.4.3 Arah dan Prinsip Pengembangan …..... 2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Usaha Agribisnis LM3 (Sebuah Studi Kasus) ………............................................ 2.2 Kerangka Pemikiran ……………………………............. 2.3 Hipotesis Pengarah ………………………………........... 2.4 Definisi Konseptual ……………….................................. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 3.1 Metode Penelitian …………............................................. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 3.3 Teknik Pengumpulan Data ………................................... 3.4 Teknik Analisis Data ……………………........................
ix xiii xvi xvii 1 1 7 8 8 10 10 10 10 11 13 13 15 17 17 19 25 26 27 27 28 29 30
31 33 35 36 39 39 40 41 45
xii
BAB IV
BAB V
BAB VI
GAMBARAN UMUM LOKASI ............................................. 4.1 Gambaran Umum Desa Benteng ...................................... 4.1.1 Letak Geografis .................................................... 4.1.2 Sarana dan Prasarana ........................................... 4.1.3 Kependudukan ..................................................... 4.2 Gambaran Umum Pesantren Pertanian Darul Fallah ....... 4.2.1 Status Hukum dan Sejarah .................................. 4.2.2 Visi, Misi, dan Tujuan ......................................... 4.2.3 Letak Geografis .................................................... 4.2.4 Potensi .................................................................. 4.2.4.1 Sumberdaya Manusia ........................... 4.2.4.2 Sumberdaya Fisik ................................ 4.2.5 Penyelenggaraan Pendidikan ............................... 4.2.5.1 Kegiatan Pendidikan Formal ............... 4.2.5.2 Kegiatan Pendidikan Non-Formal ...... 4.2.6 Bidang Usaha yang Dikembangkan ..................... 4.3 Ikhtisar .............................................................................. SISTEM AGRIBISNIS LM3 .................................................. 5.1 Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah .................. 5.1.1 Sejarah LM3 ........................................................ 5.1.2 Maksud, Tujuan, dan Target ................................ 5.1.3 Keadaan LM3 ....................................................... 5.1.4 Pemberdayaan pada Kegiatan LM3 ..................... 5.1.5 Kegiatan Kemitraan ............................................. 5.2 Sistem Agribisnis Peternakan pada LM3 ......................... 5.2.1 Agribisnis Hulu .................................................... 5.2.2 Agribisnis Usahatani ............................................ 5.2.3 Agribisnis Hilir .................................................... 5.2.4 Agribisnis Kelembagaan dan Jasa Penunjang ...... 5.3 Ikhtisar .............................................................................. PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PENGELOLA PADA PENGEMBANGAN LM3 ........................................... 6.1 Tahap Perencanaan Program ............................................ 6.1.1 Pengambilan Keputusan ....................................... 6.1.2 Identifikasi dan Seleksi ........................................ 6.2 Tahapan Pelaksanaan Program ......................................... 6.2.1 Pengembangan Sumberdaya Manusia ................. 6.2.1.1 Training of Trainers (TOT)................... 6.2.1.2 Pelatihan dan Magang........................... 6.2.1.3 Sekolah Lapang .................................... 6.2.1.4 Studi Banding ...................................... 6.2.1.5 Pendampingan ...................................... 6.2.2 Penguatan Kelembagaan ...................................... 6.2.3 Pengembangan LM3 Model ................................. 6.2.4 Pengembangan Jejaring Kerjasama ..................... 6.3 Monitoring dan Evaluasi Program ................................... 6.5 Ikhtisar ..............................................................................
47 47 47 50 50 53 53 54 56 57 57 58 58 59 61 61 63 65 65 65 66 66 69 72 73 74 78 79 82 83 85 85 85 86 87 87 88 89 91 92 93 94 96 97 100 101
xiii
BAB VII
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA LM3 ................................................. 7.1 Faktor Pendukung ……………………………………… 7.1.1 Sumberdaya Manusia Berkualitas ……………… 7.1.2 Sumberdaya Alam dan Sarana Prasarana ……… 7.1.3 Peluang Pasar …………………………………... 7.2 Faktor Penghambat ……………………………………... 7.2.1 Modal …………………………………………... 7.2.2 Koordinasi Antar Elemen ……………………… 7.2.3 Pemasaran ……………………………………… 7.2.4 Kualitas Produk ………………………………… 7.3 Ikhtisar ………………………………………………….. BAB VIII PENUTUP ................................................................................. 8.1 Kesimpulan ……………………………………………... 8.2 Saran ……………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... LAMPIRAN .................................................................................................
103 103 103 104 106 108 108 110 111 112 113 115 115 116 118 121
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Teks Gambar 1.
Kerangka Pemikiran Penelitian ……………………………...
34
Gambar 2.
Bagan Teknik Penentuan Subjek Penelitian ............................
42
Gambar 3.
Komponen-komponen Analisis data: Model Interaktif ...........
45
Gambar 4.
Usaha Pengembangan Sapi Perah …………………………,,,
62
Gambar 5.
Struktur Organisasi Usaha Agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah ……………………………………….
73
Gambar 6.
Jenis Sapi Perah di Pesantren Pertanian Darul Fallah ……….
75
Gambar 7.
Jenis Kambing PE Pejantan ………………………………….
76
Gambar 8.
Proses Penimbangan Susu oleh Karyawan sebelum Disaring .
80
Gambar 9.
Salah Satu Produk Olahan Susu berupa Yoghurt ....................
81
Gambar 10.
Kegiatan Sekolah Lapang dengan Praktek Pembuatan Kompos di Pesantren Pertanian Darul Fallah ………………..
92
Gambar 11.
Pelatihan Teknis Pengobatan Suntik pada Kmbing Perah …..
97
Gambar 12.
Magang Peternakan terhadap Petani dan Peternak Sekitar ….
99
Gambar 13.
Sarana Kandang Kambing Perah …………………………….
105
Gambar 14.
Sarana Mesin Pengolah Pakan Ternak ………………………
107
Halaman Lampiran Gambar 1.
Sketsa Lokasi Penelitian Desa Benteng ………......................
121
Gambar 2.
Dokumentasi Penelitian ………………………………...........
122
xv
DAFTAR TABEL Halaman Teks Tabel 1.
Luas lahan di Desa Benteng Beserta Penggunaannya....................
48
Tabel 2.
Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Struktur Umur ….
51
Tabel 3.
Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Agama ………….
52
Tabel 4.
Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Mata Pencaharian
52
Tabel 5.
Data Sumber Air Minum dan MCK …………………………….
58
Tabel 6.
Kegiatan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah ………………
71
Halaman Lampiran Tabel 1.
Data Bangunan (Luas, Tahun Pembuatan, Kondisi) ....................
128
Tabel 2.
Daftar Sarana dan Prasarana ........................................................
130
Tabel 3.
Data Lulusan Santri Berdasarkan Jenjang Pendidikan .................
131
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan perangkat upaya terencana dan sistematik untuk meningkatkan kesejahteraan hidup warga masyarakat (Suparlan, 1994), sehingga tujuan akhir setiap pembangunan adalah untuk kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup manusia (Kasiyanto, 1991). Lebih jauh, Kasiyanto (1991), menyebutkan bahwa hakikat pembangunan adalah memanusiawikan manusia, yaitu supaya matang dalam kedewasaannya, dinamis, dan sanggup mengatasi segala tantangan lingkungan. Pertanian dan sektor terkait (yang dikenal sebagai sektor agribisnis) merupakan sektor penting di negara-negara berkembang, sehingga pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Data dari World Bank (1997) dikutip oleh Daryanto (2001) menyebutkan bahwa sektor pertanian di negara berkembang merupakan penyedia utama pendapatan dan lapangan kerja bagi mayoritas penduduk yakni mencapai 95 persen. Di Asia, sektor pertanian merupakan penyumbang signifikan dalam pembentukan GDP, yakni berkisar antara 11 sampai 41 persen. Di Afrika, sektor pertanian menyumbang antara 37 sampai 93 persen pangsa tenaga kerja, dan menyumbang pada GDP rata-rata sebesar 57 persen. Mengingat
besarnya
kontribusi
pembangunan
pertanian
dalam
pembangunan nasional di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka diperlukan perhatian serius terhadap sektor tersebut. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan pengembangan kelembagaan. Nasution (2002),
2
menyebutkan bahwa pengembangan kelembagaan secara makro merupakan tugas pemerintah dan secara mikro merupakan tugas lembaga atau organisasi yang berkembang dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah produksi dan pemasaran komoditas hasil pertanian. Lebih lanjut, Nasution (2002), mengatakan bahwa kelembagaan adalah faktor strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan terutama di sektor pertanian karena sifatnya padat karya dan lingkup usahanya relatif luas. Demikian juga yang disampaikan oleh Soekartawi (1994), yang menggarisbawahi bahwa kelembagaan merupakan salah satu dari empat aspek penting bagi pembangunan sektor pertanian selain aspek sumberdaya alam, teknologi, dan kebudayaan. Di dalam konsep agribisnis, produsen atau petani sering dihadapkan pada keterbatasan yang dimiliki sehingga dibutuhkan kerjasama dengan lembaga keuangan untuk memperlancar produksi dan lembaga KUD untuk memperlancar pemasaran. Soekartawi (1993) mengutip (Hayami dkk (1982), bahwa kelembagaan baik yang berupa lembaga formal maupun nonformal
merupakan
aspek
menonjol yang sering menghambat jalannya
pembangunan pertanian jika tidak mendapat perhatian serius. Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu melalui Departemen Pertanian RI melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) pada bidang agribisnis. Program ini sudah
dimulai sejak tahun 1991 dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri Agama No. 346/1991 dan No. 94/1991 tentang pembinaan terhadap LM3 berbasis keagamaan. Selanjutnya tahun 1996, pembinaan dilakukan lebih terarah dengan diterbitkannya
3
Surat Menteri Dalam Negeri No. 412.25/1141/PMD tanggal 21 Oktober 1996 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/OT.210/6/97 serta Surat Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian No. RC.22G/ 720 IB VI /1998 tentang pengembangan agribisnis LM3. Pada tahun 2006, Departemen Pertanian melanjutkan fasilitasi untuk merevitalisasi usaha agribisnis yang telah dirintis ataupun usaha pengembangan agribisnis baru melalui pemberdayaan dan penguatan kelembagaan LM3. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 468/Kpts/KU.210/8/2006 tentang penetapan LM3 Terpilih Penerima Bantuan Pengembangan LM3 tahun 2006, telah melegitimasi 338 LM3 terpilih. Pada tahun 2007, pemerintah kembali meneruskan program tersebut dengan memperbesar jumlah lembaga penerima program.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
RI
No.553/Kpts/01.140/9/2007 tentang Penetapan LM3 terpilih, terdapat 1042 lembaga di 371 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia1. Pesantren Pertanian Darul Fallah di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu pesantren terpilih dalam program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 pada periode tahun 2005-2006 dan periode tahun 2006-2007. Pengembangan dititikberatkan pada bidang agribisnis peternakan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah. Sementara itu, fokus program ditekankan pada pengembangan sumberdaya manusia melalui pembinaan dan pelatihan, serta pada pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
1
Http://www.deptan.go.id/bpsdm/SK_Mentan_LM3_2007.pdf. [diakses 27 November 2007]
4
Pada periode tahun 2005-2006 Pesantren Pertanian Darul Fallah menerima bantuan dari Departemen Pertanian dengan mengajukan proposal kepada dua Ditjen, yakni Ditjen Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) dan Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Ditjen BPSDMP melalui Balai Besar Agribinis Kesehatan Hewan Cinagara Bogor mengalokasikan dana untuk pengolahan susu sebesar Rp 199.970.000,- dan sebagai LM3 model menjadi Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pertanian dan Sumberdaya (P4S) sebesar Rp 250 juta. Ditjen P2HP mengalokasikan dana untuk pabrik pakan dan ternak sebesar Rp 265,650 juta. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan program pemberdayaan sumberdaya manusia dan penguatan LM3 dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian RI tahun 2006, program LM3 periode tahun 2005-2006 seharusnya selesai pada bulan Desember 2006. Namun, program baru selesai pada bulan Maret 2007 dengan realisasi pembangunan pabrik pengolahan pakan ternak2. Pada tahun 2007, Pesantren Pertanian Darul Fallah kembali mengajukan proposal yang ditujukan kepada Dirjen P2HP yang dialokasikan untuk pemasaran hasil pertanian dengan memperoleh bantuan dana sebesar Rp 400,500 juta3. Hal ini dimaksudkan agar program sebelumnya berlanjut dengan bantuan modal pendanaan. Namun, hingga pelaksanaan penelitian oleh penulis, sebagai contoh bahwa pabrik pakan ternak belum beroperasi secara optimal. Pengolahan pakan
2
Hasil wawancara dengan Ketua Harian LM3 Pondok Pesantren Darul Fallah pada Hari Rabu, 23 Januari 2008. 3 http://116.12.47.220/lm3/datalm3s/kabupaten/7407/?filter=1&show=33&sort=tahun&direction=a sc&page=19 [ diakses 27 November 2007]
5
ternak dilakukan hanya untuk mencukupi kebutuhan ternak pada agribisnis peternakan LM3, belum dapat menjual ke luar pesantren. Selain itu, program yang dilaksanakan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat lingkar pesantren. Penduduk sekitar pesantren tidak pernah mendapat akses seperti modal dari pelaksanaan program. Program pelatihan yang dilaksanakan lebih banyak mendatangkan warga yang berlokasi jauh dari pesantren, misalnya warga yang berasal dari luar Desa Benteng4. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan program LM3 yakni menciptakan kemitraan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui kemitraan produksi dan pemasaran serta melatih warga pesantren dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan bidang produksi agribisnis (Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah, 2006). Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi
pengaruh
pada
kehidupan
masyarakat
mereka.
Pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga. Hal ini menjadi penting untuk dikaji karena berdasarkan pengalaman, program-program
pembangunan
yang
mengatasnamakan
pemberdayaan
masyarakat, pada tataran teknis di lapangan, pelaksanaan program tidak sesuai konsep pemberdayaan masyarakat. Proses perencanaan dan pengambilan 4
Hasil wawancara dengan salah satu penduduk sekitar pesantren dan salah satu perangkat desa di Desa Benteng pada Hari Kamis, 17 Januari 2008.
6
keputusan dalam program pembangunan sering kali dilakukan dari atas ke bawah (top-down). Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberi masukan. Hal ini biasanya disebabkan adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan bagi masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam visi ini masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Program yang dilakukan dengan pendekatan dari atas ke bawah sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya. Demikian juga dengan program-program dalam pembangunan pertanian. Kegagalan perencanaan pembangunan top-down telah digantikan dengan perencanaan buttom up. Namun konsep perencanaan buttom up juga mengalami kegagalan disebabkan karena tidak memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tidak berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan (Kartasasmita, 1996) Dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.5
5
http://www.deliveri.org/Guidelines/training/tm_7/tm_7_1i.htm [diakses 27 November 2007]
7
Berdasarkan uraian tersebut di atas, menarik untuk dilakukan analisis oleh penulis melalui penelitian dengan fokus kajian mengenai pemberdayaan masyarakat pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Melalui model pemberdayaan masyarakat, akan diketahui implementasi program pengembangan kelembagaan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan tujuan program pemberdayaan yakni mensejahterakan
masyarakat
dengan
menggali
potensi
dirinya
dan
mengembangkan potensi tersebut secara partisipatif untuk mencapai kemandirian (Nasdian, 2003).
1.2 Perumusan Masalah Departemen Pertanian RI membuat program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3. Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor mampu mengakses peluang tersebut yang ditandai dengan bantuan modal bergulir selama 2 tahun berturut-turut pada bidang agribisnis peternakan. Namun, dalam tahap pelaksanaan program diduga tidak berjalan sesuai dengan tujuan pemberdayaan masyarakat dimana partisipasi dan kemandirian merupakan dimensi utama pemberdayaan masyarakat (Zakaria, 2006). Sebagai contoh berdasarkan penelusuran penulis, terdapat kelemahan masyarakat sekitar pesantren dalam mengakses sumberdaya khususnya modal dari adanya program. Apabila dilihat dari dimensi partisipasi dan kemandirian masyarakat, perlu dianalisis lebih lanjut sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dalam mencapai kemandirian melalui program pengembangan agribisnis LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
8
Sementara itu, waktu pelaksanaan program tidak sesuai jadual yang telah ditetapkan Departemen Pertanian RI. Program pada periode tahun 2005-2006 seharusnya selesai pada bulan Desember 2006, namun program baru selesai pada bulan Maret 2007. Pabrik pakan ternak yang direncanakan bisa beroperasi, ternyata belum beroperasi secara optimal. Hal ini menjadi menarik untuk ditelusuri penyebabnya. Maka, penelitian ini berusaha menganalisis faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap proses pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini: 1. Menganalisis sejauhmana masyarakat dan pengelola berpartisipasi dan mencapai kemandirian melalui program pengembangan LM3 agribisnis di Pesantren Pertanian Darul Fallah. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak : 1. Bagi peneliti, untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam memahami proses pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan suatu program.
9
2. Bagi pemerintah, sebagai masukan dalam melaksanakan program-program pembangunan khususnya pembangunan pertanian melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara tepat. 3. Bagi akademisi, sebagai bahan rujukan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan program khususnya dalam pengembangan LM3 di sekitar masyarakat pesantren.
10
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1
Kelembagaan
2.1.1.1 Pengertian Kelembagaan Konsep mengenai kelembagaan telah diuraikan oleh para ilmuwan. Koentjaraningrat (1981), menyebutnya dengan istilah ”pranata sosial”. Sistemsistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi dalam ilmu sosiologi dan antropologi disebut “pranata” atau “institution”. Di sisi lain “pranata” juga dapat dikatakan sebagai suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Di dalam bahasa sehari-hari istilah “institution” sering dikacaukan dengan istilah “institute” (lembaga). Padahal kedua istilah tersebut jelas memiliki perbedaan mendasar. Pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat khusus, sedangkan lembaga adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas tersebut. Apabila istilah lembaga dikaitkan dengan istilah perkumpulan atau kelompok, lembaga merupakan suatu bentuk perkumpulan yang khusus. Sementara itu, Kasryno dan Stepanek (1985), juga menjelaskan perbedaan antara lembaga dan organisasi. Lembaga didefinisikan sebagai aturan perilaku yang menentukan pola-pola tindakan dan hubungan sosial. Organisasi adalah kesatuan sosial yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan-keluarga, perusahaan, kantor- yang menjalankan fungsi pengendalian terhadap berbagai
11
sumberdaya. Apapun yang diterima oleh suatu organisasi rumah tangga atau suatu perusahaan, umpamanya sebagai pengaturan tingkah laku yang sifatnya eksternal selalu merupakan hasil dari tradisi atau keputusan yang diambil oleh organisasi lain misalnya sistem peradilan di suatu negara atau praktek hubungan kerja dalam suatu organisasi.
2.1.1.2 Jenis dan Ciri Kelembagaan Menurut Hasansulama dkk (1983), jenis kelembagaan antara lain sebagai berikut : 1. Kumpulan norma-norma untuk mengatur pemenuhan kebutuhan kekerabatan, yang pada dasarnya
merupakan
kebutuhan
akan
dorongan kelamin,
menurunkan keturunan, dan kebutuhan akan hubungan akrab adalah institusi atau lembaga keluarga; menurut perkembangannya terbagi lagi ke dalam institusi atau lembaga perkawinan (termasuk pelamaran dan perceraian), keluarga inti (batin), keluarga besar dan seterusnya. 2. Kumpulan norma-norma untuk mengatur kegiatan mencari nafkah, yang pada dasarnya menyangkut usaha memperoleh dan menyalurkan pangan, sandang dan perumahan adalah institusi atau lembaga perekonomian, yang dapat terbagi lagi menjadi institusi-institusi yang lebih khusus, menurut jenis lapang pencahariannya seperti pertanian, peternakan, perikanan, industri dan sebagainya. Lembaga pertanian terbagi lagi menjadi lembaga-lembaga persawahan, pertanahan, ijon, gadai, tebasan, bagi hasil, perkreditan, pengairan, pemasaran hasil, dan sebagainya.
12
3. Kumpulan norma-norma untuk mengatur kegiatan memenuhi kebutuhan akan pendidikan, yang pada dasarnya menyangkut hal-hal menambah ilmu pengetahuan adalah lembaga atau institusi pendidikan, baik resmi atau tidak resmi dalam perencanaan, maupun tidak resmi tanpa perencanaan; menurut jenis dan tingkatannya dari pesantren, madrasah, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan, perguruan tinggi, kursus-kursus ketrampilan dan sebagainya. 4. Kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuan masyarakat, rasa kekaguman dan keindahan, adalah institusi atau lembagalembaga keagamaan, kesusasteraan, kesenian dan sebagainya. 5. Kumpulan norma-norma yang mengatur kegaitan memenuhi kebutuhan akan pemeliharaan jasmani adalah lembaga-lembaga kesehatan, lingkungan sehat, taman, gizi, keluarga berencana, olahraga, dan sebagainya. 6. Kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan untuk memenuhi kebutuhan akan menjaga kelestarian alam adalah institusi atau lembaga alam, penghijauan, pemeliharaan dan lain sebagainya. Berdasarkan ciri tersebut, pesantren merupakan salah satu jenis kelembagaan pendidikan dimana di dalamnya terdapat norma-norma yang mengatur kegiatan memenuhi kebutuhan akan pendidikan, yang pada dasarnya menyangkut hal-hal menambah ilmu pengetahuan. Pesantren Pertanian Darul Fallah juga berusaha memenuhi kebutuhan guna menopang kegiatan pendidikan dengan usaha dalam bidang pertanian secara umum. Salah satu turunan dari usaha di bidang pertanian adalah agribisnis peternakan. Agribisnis peternakan dapat dikatakan juga sebagai salah satu kelembagaan perekonomian menurut jenis mata
13
pencahariannya dimana di dalamnya terdapat kumpulan norma-norma yang mengatur kegiatan mencari nafkah melalui bidang peternakan.
2.1.2
Agribisnis
2.1.2.1 Pengertian Agribisnis Pengertian pertanian, secara tradisional dianggap sebagai kegiatan bercocok tanam saja. Pada tahapan berikutnya seiring dilaksanakannnya pembangunan, pertanian diidentikkan dengan kegiatan produksi usaha tani semata (proses budidaya). Pada dasawarsa tahun 1950-an muncul konsep agribisnis sebagai sebuah sistem pertanian yang kompleks. Menurut Saragih (2000)1, sistem agribisnis tidak sama dengan sektor pertanian. Sistem agribisnis jauh lebih luas daripada sektor pertanian yang dikenal selama ini. Sistem agribisnis terdiri dari tiga subsistem utama, yaitu: Pertama, subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana produksi bagi pertanian, seperti industri dan perdagangan agrokimia (pupuk, pestisida, dll), industri agrootomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih/bibit. Kedua, subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang merupakan kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan produk pertanian primer. Termasuk ke dalam subsistem usahatani ini adalah usaha tanaman pangan, usaha tanaman
1 http://icdscollege.com/artikel/agribisnis_sbg_landasan_pemb_ekonomi.pdf [diakses diakses, 22 Desember 2008 ]
14
hortikultura, usaha tanaman obat-obatan, usaha perkebunan, usaha perikanan, usaha peternakan, dan kehutanan. Ketiga, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yang berupa kegiatan ekonomi yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, beserta kegiatan perdagangan di pasar domestik maupun di pasar internasional. Kegiatan ekonomi yang termasuk dalam subsistem agribisnis hilir ini antara lain adalah industri pengolahan makanan, industri pengolahan minuman, industri pengolahan serat (kayu, kulit, karet, sutera, jerami), industri jasa boga, industri farmasi dan bahan kecantikan, dan lain-lain beserta kegiatan perdagangannya. Keempat, subsistem penunjang merupakan seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya). Arsyad dkk. (1985) dalam Soekartawi (1993), menyebutkan bahwa agribisnis merupakan kegiaan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran, yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Sementara itu, David dan Golberg (1957) dalam Soekartawi (1994), mendefinisikan agribisnis sebagai satu kesatuan kegiatan yang meliputi industri dan distribusi sarana produksi pertanian, kegiatan budidaya tanaman dan atau ternak, dan penanganan pascapanen (penyimpanan, pemrosesan, dan pemasaran komoditi).
15
Menurut Departemen Pertanian (2008), agribisnis adalah rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4 (empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain2.
2.1.2.2 Strategi dan Aspek Penting Pengembangan Agribisnis Strategi pengembangan agribisnis menurut Jiaravanon (2007), adalah penerapan teknologi, peningkatan aspek pembiayaan, pengembangan sumberdaya manusia, industrialisasi dan korporasi pertanian, liberalisasi pedesaan dan kebijakan perpajakan.
Strategi ini dipertegas oleh Soekartawi (1993), yang
menyebutkan 4 aspek penting yang perlu diperhatikan secara serius dalam pembangunan agribisnis. Pertama,
pemanfaatan
sumberdaya
alam
dengan
memperhatikan
kelestarian lingkungan. Hal ini dapat ditempuh dengan 4 cara yakni : 1) meningkatkan produktivitas pertanian (productivity) dengan rekayasa teknis atau sosial-ekonomi, 2) meningkatkan kestabilan produktivitas (stability), 3) mempertahankan aspek kesinambungan (sustainability), dan 4) mempertahankan dan meningkatkan pemerataan (equitability). Kedua, memperhatikan aspek pemanfaatan
teknologi
agar
produksi
pertanian
meningkat.
Ketiga,
memperhatikan aspek kelembagaan baik yang bersifat formal maupun non-formal. 2
http://database.deptan.go.id/PUAP/tampil.php?page=pedum [diakses, 22 Desember 2008 ]
16
Keempat, memperhatikan aspek kebudayaan yang berkembang secara dinamis. Adanya faktor resiko dan ketidakpastian, tidak maunya petani mengadopsi teknologi, tidak maunya petani mengikuti program pertanian dan sebagainya merupakan suatu contoh agar memperhatikan aspek budaya dalam pembangunan agribisnis. Namun, kegiatan agribisnis juga menuai kritik berdasarkan orientasi basis pengembangannnya. Kritik tersebut didasarkan pada pandangan bahwa di dalam pembangunan nasional sistem pengembangan agribisnis lebih mengarah kepada modal ekonomi saja yakni sumberdaya alam dan manusia, investasi, dan inovasi. Menurut Sitorus, dkk (2001), jika pengembangan agribisnis hanya dipandang dari tiga sisi tersebut, maka akan memunculkan kesenjangan sosial dimana petani kuat akan semakin kuat karena memiliki modal besar mudah mendapatkan akses terhadap sumberdaya. Begitupun sebaliknya, petani miskin akan semakin miskin karena rendah akses akibat keterbatasan modal. Pada akhirnya posisi petani miskin ini hanya akan menjadi objek karena dianggap sebagai modal atau tenaga kerja. Maka Sitorus, dkk (2001), menggagas konsep agribisnis berbasis komunitas (ABK). Konsep ini menekankan pada pemahaman bahwa agribisnis dipandang sebagai proses interaksi sosial sekaligus proses kerja. Petani diposisikan sebagai subjek bukan objek. Proses interaksi sosial menunjuk pada hubungan komunikatif antara -subjek-subjek- pelaku kegiatan agribisnis, sedangkan proses kerja menunjuk pada tindakan-tindakan teknis subjek pelaku terhadap objek kegiatan agribisnis. Konsep ini lebih dekat dengan strategi pemberdayaan masyarakat.
17
2.1.3 Pemberdayaan Masyarakat sebagai Strategi dalam Pembangunan 2.1.3.1 Pengertian Masyarakat Istilah masyarakat di dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris society atau community (Nasdian, 2003). Konsep society dan community memiliki perbedaan. Koentjaraningrat (1981), menyebutkan bahwa society merupakan kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Cirinya ada tiga; adanya interaksi antar anggotanya, adanya pola tingkah laku yang khas dalam semua faktor kehidupannya, dan adanya rasa identitas diri antara anggotanya. Sedangkan community merupakan komunitas atau masyarakat setempat, (Nasdian, 2003). Koentjaraningrat (1981), menyebut komunitas sebagai satu kesatuan manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat serta yang terikat oleh rasa identitas komunitas. Dasar-dasar komunitas adalah sifat lokalitas dan perasaan masyarakat setempat (Soemarjan, 1962 dikutip Nasdian, 2003). Menurut Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), komunitas dibagi menjadi dua, yakni geographical community dan functional community. Geographical community didasarkan bahwa komunitas yang terlibat atas kesamaan lokalitas atau satu kesatuan tempat tinggal. Functional community didasarkan bahwa komunitas yang terikat adalah komunitas berdasarkan pada hal lain yang lebih umum dan menimbulkan rasa identitas sendiri.
18
Sementara itu, Soekanto (2002), menyebut komunitas adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun teritorial. Pesantren adalah sebuah institusi pendidikan keagamaan tertua yang tumbuh dan berkembang secara swadaya dalam masyarakat muslim Indonesia. Lembaga pendidikan yang khas Indonesia (indigenous) ini bisa dilacak sejak awal kehadiran dan da’wah Islam di Indonesia. Pesantren merupakan pioner dan corong sosialisasi Islam di Indonesia, bahkan pada era kolonialisme, pesantren tidak saja bermain dalam wilayah da’wah dan pendidikan akan tetapi juga secara signifikan telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya iklim kemerdekaan (Mastuhu, 1994). Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan "pe" dan akhiran "an" berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Di dalam istilah lain, kata santri berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tahu buku-buku suci Agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu (Zamakhsari;1983 dikutip Mastuhu, 1994). Sejak awal keberadaannya hingga perkembangan yang terakhir, pesantren dapat didefinisikan sebagai lembaga pendidikan yang sekurang-kurangnya memiliki tiga unsur, yaitu: Pertama, kiai sebagai tokoh spiritual yang memiliki, yang mendidik dan mengajar di pesantren yang bersangkutan. Kedua, santri yakni orang-orang yang punya kesadaran untuk menjadi orang saleh dan karenanya mau belajar. Ketiga, masjid tempat mereka belajar dan mengajar (Bernadien, 2009).
19
Hampir seluruh pesantren di Indonesia konsisten dengan ketiga unsur yang menjadi definisi lembaga pendidikan itu. Sejarah menunjukkan bahwa pesantren mempunyai akar tradisi yang sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia yang merupakan produk budaya asli masyarakat Indonesia. Sejak awal kehadirannya pesantren telah menunjukkan watak populisnya dengan memberikan sistem pendidikan yang dapat diakses oleh semua golongan masyarakat. Hal itu merupakan pengejawantahan dari konsep “ummah” dalam Islam yang menempatkan harkat dan martabat manusia secara egaliter di hadapan Tuhan (Mastuhu, 1994). Oleh karena itu masyarakat pesantren merupakan kelompok sosial yang hidup di pondok dengan kegiatan utama belajar ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan umum.
2.1.3.2 Batasan dan Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Allah berfirman di dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib/keadaan suatu kaum sebelum kaum tersebut merubah nasib/keadaannya sendiri”. Maksudnya, bahwa konsep tentang pemberdayaan masyarakat telah ada sejak masa kepemimpinan Rosululloh SAW. Keadaan suatu kaum atau masyarakat akan ditentukan oleh diri mereka sendiri. Apabila masyarakat mampu memenuhi kebutuhannya berarti masyarakat tersebut telah berdaya. Rosulullah Muhammad SAW memfungsikan masjid sebagai pusat pemberdayaan selain pusat pendidikan.3 Kisah itu berawal
3
http://arachnoiza.blog.friendster.com/2006/09/ [diakses diakses, 22 Desember 2008 ]
20
dari masjid yang pertama didirikan nabi di Kota Makkah yakni Masjid Quba dan pembangunan masjid selanjutnya yakni Masjid Nabawi di Kota Madinah.4 Pada masa setelah Rosulullah Muhammad SAW, konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga dekade 1990-an (Makmur, 2003). Berbagai batasan dan pengertian mengenai konsep pemberdayaan masyarakat memiliki makna tersendiri menurut para ilmuwan. Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris empowerment. Konsep ini dijadikan alternatif terhadap konsep-konsep yang selama ini dianggap gagal memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah-masalah pembangunan khususnya masalah kekuasaan (power) dan ketimpangan (inequity) (Kartasasmita, 1996). Lebih lanjut, Kartasasmita (1996), mengatakan bahwa kata power dalam empowerment
diartikan
daya
sehingga
empowerment
diartikan
sebagai
pemberdayaan. Ia merupakan sebuah konsep untuk memotong lingkaran setan yang menghubungkan power dengan pembagian kesejahteraan. Kartasamita (1996), juga menyebutkan bahwa pemberdayaan merupakan konsep yang menyeluruh yakni menyangkut konsep ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Artinya bahwa pemberdayaan masyarakat menyangkut bukan hanya kesejahteraan dalam ukuran material, tetapi juga berkenaan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan dambaan setiap orang untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
4
Masjid Quba saat itu digunakan sebagai pusat pemberdayaan perekenomian, pusat pembelajaran, perpustakaan, tempat merundingkan strategi sebelum berperang, tempat atau benteng umat muslim dikumpulkan sewaktu akan menghadapi peperangan. dan bukan hanya masjid quba saja, masjid yang terletak di Madinah ( masjid Nabawi ) lebih memperlihatkan perannya sebagai tempat dalam masyarakat yang mutlak diperlukan dan sangat sentral sebagai tempat penampungan baitul mall yang digunakan untuk kaum fakir dan miskin untuk memperoleh modal dalam berdagang.
21
Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Secara ringkas, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga. Hal ini dipertegas oleh Zakaria (2006) dengan menjelaskan 2 elemen penting pemberdayaan yakni partisipasi dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan atau peran seseorang secara penuh dalam setiap langkah dan tindakan pengambilan keputusan. Sedangkan kemandirian adalah kemampuan untuk meningkatkan, mempertahankan, dan mengelola berbagai kegiatan, kelembagaan, potensi, dan sumberdaya lain yang dimiliki tanpa menggantungkan sepenuhnya pada pihak lain. Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), juga menjelaskan 3 prinsip yang saling berkaitan dalam pengembangan masyarakat, yakni pemberdayaan, partisipasi, dan kemandirian. Pemberdayaan memiliki makna -memfasilitasi- komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas. Proses pemberdayaan tidak cukup hanya dengan retorika bahwa masyarakat pasti bisa melakukannya sendiri. Hal ini penting sebatas untuk memberikan motivasi tetapi tidak cukup. Partisipasi diartikan sebagai peran serta warga komunitas secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi program. Kemandirian
22
diartikan
bahwa
warga
komunitas
mengidentifikasi
dan
memanfaatkan
sumberdaya untuk menciptakan proses pembangunan yang berkelanjutan dengan menggunakan potensi lokal. Lebih lanjut, Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menegaskan tentang 4 azas pemberdayaan masyarakat, antara lain: (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan, (2) mensinergikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga, (3) membuka akses warga atas bantuan professional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga, dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas. Craig dan Mayo (1995) dikutip Nasdian (2003), mengaitkan antara pemberdayaan dan partisipasi bahwa “empowerment is road to participation”. Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dikategorikan : Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang dan kontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolaknya adalah memutuskan, bertindak, kemudian merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Cohen dan Uphoff (1980) dikutip Nasdian (2003), menegaskan bahwa partisipasi melihat adanya keterlibatan masyarakat mulai tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi.
23
Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), menyebutkan bahwa seseorang dikatakan berpartisipasi dalam suatu kegiatan jika ; Pertama, merasa bahwa kegiatan tersebut penting. Kedua, yakin bahwa tindakannya akan membawa perubahan. Ketiga, kegiatan yang dilaksanakan diakui dan memiliki nilai bagi warga. Keempat, keadaan memungkinkan serta mendukung partisipasi seseorang. Kelima, struktur dan proses dari kegiatan tidak membuat seseorang merasa diasingkan. Partisipasi yang tercapai akan menimbulkan kemandirian (self-relience) bagi komunitas (Nasdian, 2003). Menurut Ife (1995) sebagaimana dikutip Nasdian (2003), mengartikan self-relience
bahwa komunitas pada dasarnya
bergantung pada sumberdaya sendiri daripada sumberdaya dari luar dirinya. Menurut Nasdian (2003), terdapat tiga kategori kemandirian: Pertama, kemandirian material, yakni kemampuan produktif guna memenuhi materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan dalam waktu kritis. Kedua, kemampuan intelektual, yakni pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang lebih halus diluar kontrol dari pengetahuan tersebut. Ketiga, kemampuan manajemen, yakni kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan dalam situasi kehidupan mereka. Agusta (2002), mendefinisikan pemberdayaan sebagai tindakan individu untuk menguatkan status/peranan sosialnya dengan cara mengubah struktur atau mencari peluang untuk berkembang. Pada struktur sosial yang ada, proses pemberdayaan idealnya merupakan suatu gerakan sosial atau tindakan kolektif yang memungkinkan adanya proses saling-menguatkan antar individu. Lebih
24
lanjut, Agusta (2002), menggariskan bahwa partisipasi individu dalam tindakan kolektif akan bermakna pemberdayaan, hanya apabila ia merupakan tindakan rasional sukarela yang bebas dari dominasi kekuasaan. Sementara itu, ciri-ciri masyarakat yang telah berdaya menurut Sumardjo, dkk (2004), antara lain: (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding dan bekerjasama secara saling menguntungkan dengan “bargaining power” yang memadai, dan (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Dari berbagai konsep yang diuraikan di atas, menurut peneliti bahwa pemberdayaan
masyarakat
merupakan
upaya
berlanjut
dalam
proses
pembangunan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersamasama : (1) mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya, (2) mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian, (3) menerapkan rencana tersebut, dan (4) secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya. Sementara itu, dimensi pemberdayaan masyarakat adalah partisipasi dan kemandirian warga. Partisipasi diartikan sebagai peran serta warga komunitas secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi program. Kemandirian diartikan bahwa warga komunitas mengidentifikasi dan memanfaatkan sumberdaya untuk menciptakan proses pembangunan yang berkelanjutan dengan menggunakan potensi lokal.
25
2.1.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat Berbagai faktor akan berpengaruh terhadap suatu pelaksanaan program pembangunan termasuk pemberdayaan masyarakat, baik yang berupa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor bisa berasal dari dalam lingkungan pelaksanaan program maupun lingkungan di luar program. Di dalam program pemberdayaan masyarakat, meskipun program pengembangan masyarakat berpotensi memberdayakan masyarakat lapisan bawah, tetapi potensinya tidak dapat diaktualisasikan dengan baik karena masalah struktural. Selain itu, mekanisme pengawasan, monitoring dan evaluasi serta koordinasi antar lembaga juga belum berjalan sebagaimana mestinya, akibatnya pemerintah lokal terjebak dalam perancangan program pengembangan masyarakat yang kaku (Nasdian, 2003). Kendala di dalam pemberdayaan masyarakat menurut Nasdian (2003), pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural-kultural. Dimensi struktural bersumber terutama pada struktru sosial yang berlaku dalam suatu komunitas. Sedangkan dimensi kultural adalah sikap pasrah dari anggota komunitas karena terjerat dengan berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah, dan tidak dinamis untuk mengubah nasib mereka. Dimensi struktural-kultural mengandung makna berlakunya hubungan-hubungan sosial dan interaksi sosial yang khas dalam suatu komunitas yang mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan yang dapat membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang.
26
2.1.3.4 Upaya Pemberdayaan Masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya menumbuhkan peranserta
dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat individu,
kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses kepada sumberdaya, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari aktivitas pembangunan yang dilakukan di lingkungannya (Nasdian, 2003). Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Solihin (2007), Kartasasmita (1996), dan Sumodiningrat (1999) terdapat 3 macam upaya, antara lain: 1) Enabling, yakni menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun, mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran
akan
potensi
yang
dimilikinya
serta
berupaya
untuk
mengembangkannya, 2) Empowering, yakni memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Penguatan meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan input dan pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat semakin berdaya, dan 3) Protecting, artinya memberdayakan mengandung pula arti melindungi, yakni upaya mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
27
2.1.3.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Menurut pemberdayaan
Kartasamita masyarakat
(1996),
dapat
strategi
dilakukan
atau
dengan
pendekatan tiga
hal.
dalam
Pertama,
pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan terarah (targetted). Program ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dirancang untuk mengatasi masalah dan sesuai kebutuhannya. Dasarnya adalah kepercayaan (trust) kepada masyarakat, maka program dilaksanakan dengan langsung mengikursertakan masyarakat. Kedua, menggunakan pendekatan kelompok. Pendekatan ini dirasa efektif,
karena
secara
sendiri-sendiri
masyarakat
kurang
berdaya
sulit
memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga perlu organisasi sebagai satu sumber power yang penting. Ketiga, adanya pendamping. Hal ini didasarkan bahwa
masyarakat
yang
tidak
berdaya
memiliki
keterbatasan
untuk
mengembangkan dirinya sehingga memerlukan pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahteraannnya. Fungsi pendamping dalam pemberdayaan adalah menyertai pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat, sebagai fasilitator, komunikator ataupun dinamisator, serta membantu mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
2.1.4
Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3) adalah lembaga
mandiri yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dengan kegiatan peningkatan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan dan keterampilan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Departemen Pertanian RI, 2006). LM3 berbasis keagamaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia seperti,
28
pesantren, yayasan, gereja, pura, vihara, seminari, paroki, pasraman, subak, dan lainnya. Adapun tujuan dari program ini antara lain: (1) mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan para santri/anggota LM3, (2) mengembangkan LM3 menjadi lembaga ekonomi, (3) memfungsikan LM3 sebagai pusat pelatihan dan pemberdayaan masyarakat, dan (4) meningkatkan produksi, produktivitas usaha, mutu, daya saing, nilai tambah, dan pendapatan LM3 serta masyarakat sekitarnya (Pedoman Umum dan Petunjuk Pelaksanaan Teknis Program LM3, 2006).
2.1.4.1 Latar Belakang Program Kebijaksanaan pembangunan nasional diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan produktifitas dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan terhadap beberapa lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) bertujuan agar mereka memiliki kemandirian
usaha
dan
mampu
meningkatkan
kesejahteraan
melalui
pembangunan ekonomi masyarakat, disamping pengembangan pendidikan agama yang merupakan tugas pokoknya. Dalam pembangunan ekonomi, LM3 dituntut untuk mampu memanfaatkan dan mengembangkan potensi dan sumberdaya yang ada di wilayahnya agar mereka mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Institusi tersebut juga menanamkan jiwa kewiraswastaan, kemandirian, berdikari bagi para santri/siswa dan pengelola LM3 serta masyarakat luas, sehingga berpotensi tidak hanya sebagai pelopor pembangunan masyarakat tetapi juga berpotensi untuk dapat berkembang dan atau dikembangkan sebagai pelaku ekonomi. Karena
29
sebagian besar LM3 berada di pedesaan, maka LM3 dinilai berpotensi dalam pengembangan pertanian (agribisnis) pedesaan. Untuk
pengembangan
usaha
pertanian,
LM3
memiliki
berbagai
keunggulan antara lain (1) potensi sumberdaya manusia, (2) potensi sumberdaya alam, (3) potensi jaringan pemasaran, (4) potensi teknologi, dan (5) potensi kelembagaan. Dengan potensi/peranan tersebut, maka LM3 disamping tugas pokoknya sebagai lembaga pendidikan, juga dapat berperan sebagai agen pembaharuan dan agen pembangunan di daerah yang dapat mendukung kegiatan ekonomi desa serta perekonomian rakyat pada umumnya.
2.1.4.2 Strategi Pengembangan Agribisnis Melalui LM3 Strategi pengembangan agribisnis untuk daerah LM3 dan sekitarnya adalah dengan mengembangkan kebijakan pokok sebagai berikut : (1) Pengembangan
sumberdaya
manusia
warga
LM3
dan
sekitarnya,
(2)
Pengembangan kewirausahaan dengan penekanan ke arah pengembangan kemitraan dengan pihak lain, (3) Pengembangan usaha kecil, dengan pendekatan penerapan kelompok, dan (4) Iklim kondusif yang menyangkut pembinaan dan pelayanan yang terkoordinasi (pendampingan). Strategi untuk mengembangkan kebijakan di atas adalah dengan melalui kegiatan pelatihan, magang, inkubator, penyuluhan dan temu usaha. Setelah kegiatan ini dilaksanakan maka diharapkan terbentuk sumberdaya manusia yang memiliki wawasan yang memiliki wawasan agribisnis yang lebih luas, yang dapat mengembangkan agribisnis untuk daerah LM3 dan sekitarnya.
30
2.1.4.3 Arah dan Prinsip Pengembangan Arah pengembangan agribisnis melalui LM3 adalah pengembangan kawasan/sentra pengembangan komoditi yang ada di LM3 dan sekitarnya. Pada kawasan tersebut, LM3 bertindak sebagai inti dan penggerak bagi para petani yang ada di sekitarnya. Sentra pengembangan agribisnis dengan kelembagaan ekonomi seperti koperasi dan Balai Mandiri Terpadu (BMT) terus dikembangkan melalui pengembangan skala ekonomi produksi dan skala ekonomi pelayanan yang memadai. Pembinaan pengembangan agribisnis melalui LM3 berdasarkan pada 4 (empat) prinsip yaitu : 1) Prinsip pengembangan unit bisnis di LM3. Fungsi unit bisnis ini dilaksanakan oleh lembaga ekonomi seperti koperasi, BMT (Balai Mandiri Terpadu) dan atau bentuk-bentuk lembaga lainnya. 2) Prinsip Kemandirian LM3. Pemerintah hanya membantu pada tahap awal yaitu dengan menyelenggarakan pelatihan dan atau magang, penyediaan agroinput dan bantuan modal serta pendamping teknis (pembina profesional), pada tahap selanjutnya LM3 harus mampu mandiri dan pemerintah hanya bertindak sebagai fasilisator. 3) Prinsip Prisma LM3 yang berpotensi dalam pengembangan agribisnis yang diklasifikasikan: (a) LM3 Maju (b) LM3 Berkembang (c) LM3 Belum Berkembang. 4) Prinsip Selektif LM3 yang dipilih untuk dibina adalah LM3 yang berpotensi (memiliki potensi lahan dan potensi kemampuan) yang bersedia dibina dan bersedia membuka diri untuk mengembangkan agribisnis di LM3 dan bersedia menjadi penggerak masyarakat setempat.
31
2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Usaha Agribisnis LM3 (Sebuah Studi Kasus) Pengembangan LM3 yang telah dilaksanakan oleh Departemen Pertanian RI bertujuan untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis sekaligus upaya untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat sekitarnya, berupa gerakan moral melalui pendidikan dan ketrampilan. Kekuatan lembaga seperti pesantren, paroki, subak, gereja, dan lembaga keagamaan lainnya merupakan lembaga yang memiliki rasa dan tanggung jawab yang tinggi, mempunyai kemandirian, adaptif terhadap perubahan, memiliki jaringan kultural dan basis konstituen yang solid, penjaga moral etika bagi masyarakat serta sebagai komunitas yang ikhlas tulus rela berkorban bagi masyarakat (Suprapto, 2006). Adapun mereka yang telah berperan dalam pengembangan LM3 berdasarkan informasi dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian Departemen Pertanian RI antara lain; Yayasan Al-Ittifaq yang kerjasama dengan kaum dhuafa, kaum miskin yang tidak memiliki apa-apa. Kerjasama tersebut berawal dari tahun 1992 dengan keterlibatan para santri mencangkul di ladang, mengairi tanaman, memberi makan ternak, mengemas sayuran dan menjualnya ke pasar. Di sela aktivitas yang melelahkan, apabila tiba waktu sholat, bersegeralah para santri meninggalkan kesibukannya untuk memenuhi panggilan illahi. Sebuah gambaran penggabungan antara unsur profesionalisme kerja dengan dasar spiritual. Kewajiban terhadap Tuhan-Nya adalah yang utama. Ini menjadi tata nilai bagi para santri di Pesantren Al-Ittifaq. Bagi mereka bertani untuk ngaji, berdagang untuk ngaji, dan semua hal untuk ngaji.
32
Adapun tahapan kerjasama yang dilakukan oleh Pesantren Al-Ittifaq; Pertama, kerjasama yang berorientasi ke dalam, artinya membangun kerjasama dengan para santri. Tujuannya adalah agar mereka yang merasa awalnya dari golongan yatim piatu dan merasa tidak mampu menjadi merasa percaya diri dengan potensi yang dimiliki sehingga mampu bersaing dengan masyarakat lainnya. Kedua, kerjasama dengan pihak luar dengan membangun kepercayaan terhadap pihak luar, terutama mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun bersama. Pada saat ini, Pesantren Al-Ittifaq menjadi salah satu penyalur buah dan sayur untuk pasar swalayan di Jakarta yaitu Hero, Makro dan Giant. Di Bandung, swalayan yang sudah menjadi langganan adalah Yogya, Matahari, dan Superindo. Kapasistas produksinya adalah 3,5 ton per hari, satu ton dari lahan pesantren dan sisanya dari lahan kurang lebih 400 warga sekitar pesantren. Tahun 1997 berdiri Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) yang mendorong dilaksanakannya pembinaan terhadap empat kelompok tani dengan jumlah anggota 80-90 petani setiap kelompoknya. Yayasan menjunjung tinggi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dengan didampingi seorang penyuluh yang membina 4 kelompok tani tersebut. Selanjutnya, LM3 Al-Kautsar Al-Gontori di Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sama halnya dengan Pondok Pesantren Al-Ittifaq Bandung, Pesantren Al-Gontori mendidik para santrinya dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum serta membekali dengan ketrampilan. Bedanya, para santri di pesantren tersebut lebih diasah dalam dua Bahasa Asing yakni Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Adapun lahan yang dipakai untuk kegiatan LM3
33
merupakan lahan masyarakat sekitarnya sebagai tempat kegiatan ekstrakurikuler pesantren dalam bidang pertanian. Jenis tanaman yang ada antara lain : pohon mangga dan pohon melinjo yang sudah berbuah, juga dibudidayakan sayuran seperti tomat, bawang daun, seledri, kubis, wortel, cabe, terong, kol, dan ketimun. Selain itu juga dikembangkan peternakan itik, kambing, dan sapi. Untuk bidang perikanan dikembangkan ikan nila dan karper. Semua kegiatan pertanian dilakukan oleh sebanyak 250 santri dari penanaman hingga pemasaran. Pada saat ini, kerjasama dengan masyarakat sekitar juga terus dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar pesantren.
2.2 Kerangka Pemikiran Perubahan paradigma pembangunan dari model pembangunan yang bersifat top down ke arah bottom up memunculkan wacana baru yakni sebuah konsep pemberdayaan masyarakat. Konsep ini telah berkembang di Eropa sejak abad ke-18 dan digunakan di negara berkembang termasuk Indonesia pada abad 20. Departemen
Pertanian
RI
melalui
Dirjen
BPSDMP
dan
P2HP
melaksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Kelembagaan LM3 pada bidang agribisnis. Pesantren Pertanian Darul Fallah di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor adalah salah satu penerima program berdasarkan pada hasil tahapan identifikasi dan seleksi dari BPSDMP dan P2HP. Berbekal potensi lokal berupa SDM (sumberdaya manusia), sumberdaya alam pertanian, memiliki unit usaha pengembangan agribisnis
34
pertanian maupun peternakan, jaringan pemasaran, teknologi, dan kelembagaan menjadikan alasan dipilihnya pesantren tersebut sebagai peserta program LM3. Menurut Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), pemberdayaan masyarakat berarti melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Departemen Pertanian RI merupakan agen pemberdayaan masyarakat karena memiliki program. Target program pemberdayaan adalah pengelola usaha agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah dan masyarakat sekitar pesantren. Namun berdasarkan fakta di lapangan, di dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah, muncul berbagai masalah dan hambatan. Kemunduran pelaksanaan program, indikasi kurangnya partisipasi dalam mencapai kemandirian para pengelola dan masyarakat sekitar pesantren menjadi menarik untuk ditelusuri penyebabnya. Keberadaan masyarakat sekitar pesantren merupakan aset bagi perkembangan pembangunan di dalam pesantren dan masyarakat sekitarnya apabila dapat saling bekerjasama. Berdasarkan pendapat Ife (1995) tersebut di atas, peneliti berusaha untuk menganalisis program pemberdayaan masyarakat pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Secara ringkas, kerangka pemikiran yang digunakan peneliti dapat dilihat pada Gambar 1.
35
Agen Pemberdayaan (Deptan RI): • Modal bergulir • Pelatihan • Pendampingan, dll Program LM3 Æ berdasarkan: • Sejarah • Tujuan • Sasaran
Analisis program berdasarkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Ife (1995) Æ pemberdayaan : melengkapi masyarakat dengan: • Sumberdaya, • Kesempatan, • Pengetahuan, • Ketrampilan
Target Pemberdayaan (Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor)Æ Pengelola LM3 dan masyarakat sekitar pesantren
Ket :
Pengaruh faktor: • Pendukung • Penghambat
Dimensi pemberdayaan: • Partisipasi • Kemandirian
: Mempengaruhi : Saling berkaitan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.3 Hipotesis Pengarah Hipotesis merupakan dugaan sementara tentang hubungan antara konsep yang satu dengan yang lainnya (Agusta, 1998). Hipotesis pengarah biasanya dilakukan dalam penelitian kualitatif yang berfungsi mengarahkan pengamatan kepada fakta-fakta yang berkaitan dengan hipotesis (baik yang menunjang maupun yang menolaknya).
36
Adapun hipotesis pengarah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika pengelola dan masyarakat sekitar pesantren berpartisipasi (terlibat dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan -memperoleh akses terhadap sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, ketrampilan- dan evaluasi program), maka masyarakat akan memiliki kemandirian. Diduga bahwa pengelola LM3 dan masyarakat belum dilibatkan secara penuh di dalam tahapan pemberdayaan masyarakat sehingga proses pemberdayaan masyarakat menjadi terhambat. 2. Jika tahap pelaksanaan program dilaksanakan sesuai dengan rencana kegiatan yang di tetapkan, maka program akan terlaksana dengan baik dan tujuan program akan tercapai. Diduga, kemunduran dalam pelaksanaan program adanya pengaruh berbagai faktor (keterbatasan SDM dalam pengelolaan, manajemen yang lemah, kurangnya pendanaan, tidak adanya laporan evaluasi, lemahnya kontrol, kurang optimalnya pendamping, dan lain-lain).
2.4 Definisi Konseptual Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Agribisnis merupakan rangkaian kegiatan usaha pertanian yang terdiri atas 4
(empat) sub-sistem, yaitu (a) subsistem hulu yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian; (b) subsistem pertanian primer yaitu kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan subsistem hulu; (c) subsitem agribisnis hilir yaitu yang mengolah dan memasarkan komoditas`pertanian; dan (d) subsistem penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa penunjang antara lain permodalan, teknologi dan lain-lain.
37
2. Pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya berlanjut dalam proses
pembangunan dengan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama : (1) mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya, (2) mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian, (3) menerapkan rencana tersebut, dan (4) secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya. 3. Pemberdayaan
LM3
adalah
upaya
memfasilitasi
peningkatan
kemampuan/kapasitas sumberdaya manusia dan kelembagaan usaha LM3 sehingga mampu mengembangkan usaha agribisnis secara mandiri dan berkelanjutan. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat merupakan yang dapat berupa faktor pendukung maupun penghambat program pemberdayaan masyarakat baik yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). . 5. Masyarakat adalah suatu unit atau kesatuan sosial yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama baik yang bersifat fungsional maupun teritorial. 6. Pesantren adalah lembaga pendidikan mandiri yang bertujuan mendidik dan menyiarkan agama Islam kepada masyarakat. 7. Masyarakat pesantren merupakan kelompok masyarakat yang terorganisasi yang memiliki kepentingan bersama untuk belajar serta menetap di lokasi belajar berupa pondok.
38
8. Masyarakat sekitar pesantren merupakan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren dan menyatu dalam teritorial pesantren, namun tidak masuk ke dalam struktur organisasi pesantren. 9. Program
pengembangan
kelembagaan
LM3
merupakan
program
pemberdayaan masyarakat mencakup pemberdayaan pengelola LM3 dan masyarakat sekitarnya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian berbasis keagamaan seperti pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara, pura, subak, dan lainnya yang memfokuskan kegiatannya pada bidang agribisnis. 10. Lembaga Mandiri Yang Mengakar di Masyarakat (LM3) adalah lembaga yang tumbuh dan berkembang secara mandiri di masyarakat dengan kegiatan utama meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan, sosial dan keagamaan, serta peningkatan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti: pondok pesantren, seminari, paroki, gereja, pasraman, vihara dan subak. 11. Pengembangan usaha agribisnis LM3 adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah, pendapatan dan kesejahteraan pengelola LM3 serta masyarakat sekitarnya dari usaha agribisnis. 12. Pengelola LM3 adalah orang-orang yang mengelola seluruh kegiatan LM3 yang ditunjuk oleh yayasan pesantren baik yang berasal dari ahli di bidang agribisnis maupun masyarakat yang diberikan pendidikan dan pelatihan dalam bidang agribisnis.
39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi studi
kasus.
Penelitian
kualitatif
merupakan
prosedur
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan bukan rangkaian angka (Miles dan Huberman, 1992). Unaradjan (2000), mengistilahkan penelitian kualitatif dengan sebutan field study yaitu jenis penelitian yang berhubungan dengan peneliti yang terlibat dalam lapangan penelitiannya, maksudnya peneliti berpartisipasi selama beberapa lama dalam kehidupan sehari-hari kelompok sosial yang diteliti. Jawaban yang dicari adalah jawaban atas pertanyaan bagaimana pengalaman sosial dibentuk dan diberi makna (Sitorus, 1998). Di dalam kasus pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3, peneliti menekankan realita sosial yang terjadi pada kehidupan di sekitar wilayah Pesantren Pertanian Darul Fallah berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat melalui program pengembangan LM3 pada bidang agribisnis peternakan. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya terhadap satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif (Faisal, 2005). Sitorus (1998), menyebutkan bahwa studi kasus merupakan strategi penelitian yang bersifat multi-metode yakni memadukan metode pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Pada penelitian ini seseorang atau kelompok yang diteliti adalah individu pengelola LM3 dan masyarakat lingkar Pesantren Pertanian Darul Fallah dengan menelaah
40
secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif mengenai pemberdayaan masyarakat dalam program pengembangan LM3. Studi kasus yang dipilih adalah studi kasus instrinsik untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus khusus yakni pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di pesantren. Pesantren Pertanian memiliki sesuatu yang unik dibandingkan dengan pesantren pada umumnya. Keunikannya terletak pada latar belakang pendidikan pada bidang pertanian. Pada umumnya, pesantren hanya mengedepankan pendidikan agama saja sebagai latar belakang. Pesantren pertanian menyeimbangkan aspek religi dan pendidikan pertanian sebagai dasar di dalam mengasah ilmu pengetahuan, sehingga keluaran SDM diharapkan selain fasih dalam ilmu agama, juga cakap dalam kemampuan di bidang pertanian.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan bahwa tempat tersebut merupakan salah satu tempat pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian RI. Selain itu, Darul Fallah merupakan pesantren yang berbasis pendidikan pertanian sehingga sesuai dengan bidang kajian keilmuan di IPB dan relevan dengan tujuan penelitian. Pesantren Pertanian Darul Fallah juga berjarak dekat dengan IPB sehingga memudahkan peneliti di dalam melakukan penelitian.
41
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2008. Sebelumnya peneliti telah melakukan survei lokasi secara temporer sejak bulan Juli-Desember 2007 berkaitan dengan program magang Co-OP 2007 yang merupakan program kerjasama antara Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB dengan Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Peneliti merupakan peserta magang di UKM Mitra Tani Farm yang menjalin kerjasama dengan Pesantren Pertanian Darul Fallah yang membidangi usaha dalam agribisnis peternakan, sehingga peneliti sering berhubungan dengan kegiatan agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data kualitatif merupakan data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau perilaku manusia yang dapat diamati (Sitorus, 1998). Di dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang telah dikumpulkan yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang bersumber dari responden maupun informan, sedangkan data sekunder merupakan data berupa tulisan yang berhubungan dengan lokasi dan topik penelitian. Data sekunder yang diperoleh antara lain Laporan Tugas Kepala Desa Benteng tahun 2007, Data Monografi Desa Benteng tahun 2008, Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007, Profil LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah, Petunjuk Pelaksanaan Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian RI, dan data-data tertulis lainnya baik yang berasal dari institusi, buku, maupun internet.
42
Teknik pengumpulan data yang dilakukan di dalam penelitian ini menggunakan triangulasi metode pengumpulan data kualitatif yakni wawancara mendalam, pengamatan berperanserta, dan analisis dokumen. Wawancara mendalam
merupakan
cara
pengumpulan
data
yang
berkaitan
dengan
permasalahan penelitian melalui kegiatan temu muka yang dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian. Pertanyaan yang diajukan berupa pertanyaan terbuka yang tidak berstruktur tetapi terpusat pada satu pokok bahasan. Responden merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya, sedangkan informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya. Teknik pemilihan responden dan informan dilakukan dengan teknik snowballing yang merupakan teknik berantai dalam menentukan subjek penelitian dari satu orang kepada orang lain. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Ab (informan)
Hn (informan)
• End (informan dan responden) • Qqn (responden) • Ys (responden) • Mar (responden) • Nrl (responden) • Hm (responden) • Bk(responden) • And (responden)
Ud (informan)
• Sgt (informan) • Tt (informan dan responden)
Gambar 2. Bagan Teknik Penentuan Subjek Penelitian
• Dw (responden) • Sm (responden)
43
Pada mulanya, peneliti menemui Kepala Desa Benteng (Ab) yang lebih mengetahui perkembangan masyarakat di lokasi penelitian sekaligus memberikan gambaran tentang perkembangan dan kondisi masyarakat desa. Selanjutnya, Ab mengarahkan peneliti untuk menemui Kepala Pesantren yang membidangi LM3 (Hn) dan salah satu tokoh masyarakat yang berkediaman di sekitar pesantren (Ud). Ketiganya selanjutnya menjadi informan. Selanjutnya, Hn memberi gambaran subjek penelitian yang tepat untuk dijadikan informan dan responden dalam penelitian. Setelah memperoleh nama dan jumlah responden maupun informan, maka peneliti mendapatkan enam orang pengelola yakni ; End, Qqn, Ys, Mar, Nrl, dan Hm, dan dua orang santri Bk dan dan And. End sebagai informan sekaligus responden. Qqn, Ys, Mar, Nrl, Hm, Bk, dan And sebagai responden. Sementara itu, Ud memberikan gambaran kepada penulis mengenai siapa yang bisa dijadikan responden dan memperoleh dua nama warga masyarakat sekitar yakni Dw dan Sm. Penulis juga memperoleh nama dari Hn yakni perwakilan dari Departemen Pertanian yakni Sgt sebagai informan dan seorang pendamping LM3 Pesantren Darul Fallah yakni Tt sebagai informan sekaligus responden. Pengamatan berperanserta merupakan kegiatan pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian baik menyangkut subjek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat di Pesantren Pertanian Darul Fallah dan masyarakat di sekitar pesantren. Sedangkan analisis dokumen merupakan kegiatan
yang dilakukan untuk mendapatkan jawaban-
jawaban serta data-data yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum berupa dokumen resmi dari pemerintah maupun dokumen lain yang terkait dengan topik
44
pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Sebelum melaksanakan penelitian, penulis berusaha mengenal lebih dekat dengan masyarakat pesantren khususnya para pengelola yayasan dengan cara silaturrohmi melalui pengajian rutin. Hal ini penulis lakukan guna menggali informasi tentang LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Selanjutnya, penulis melakukan pengamatan dan silaturrohmi kepada para pengelola LM3 agribisnis peternakan dengan cara turut menjadi agen pemasar produk susu kambing murni dan susu sapi murni serta produk olahan berupa es susu dan yoghurt. Hal ini penulis lakukan guna menjalin kedekatan dengan para pengelola sehingga menjadi lebih akrab. Pada akhirnya penulis menyampaikan maksud untuk mengambil data primer kepada para pengelola dengan wawancara mendalam sambil melakukan pengamatan berperanserta terhadap pekerjaan, tindakan, dan seluruh aktivitas di sekitar lokasi agribisnis peternakan. Hasil wawancara dan pengamatan berperanserta selanjutnya dicatat dalam catatan harian. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data berupa dokumentasi beberapa kegiatan dalam rangkaian LM3 yang telah terlaksana maupun mengambil dokumentasi terhadap aktivitas kegiatan LM3 secara langsung. Begitu seterusnya hingga memperoleh data yang siap untuk dianalisis.
45
3.4 Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus-menerus sepanjang penelitian di lokasi hingga peneliti selesai dari lokasi penelitian. Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman, 1992). Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sedangkan penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Tiga hal di atas merupakan suatu jalinan pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis. Secara lebih jelas digambarkan dalam proses siklus model interaktif pada Gambar 3.
Penyajian data Pengumpulan data Penarikan kesimpulan Reduksi data
Gambar 3. Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif Sumber: Miles dan Huberman (1992)
46
Peneliti harus siap bergerak diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data dan selanjutnya bergerak bolak-balik diantara kegiatan reduksi penyajian dan penarikan kesimpulan. Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan analisis dokumen serta literatur yang mendukung direduksi melalui proses pemilihan dan pengkategorian data-data yang sesuai. Reduksi data bertujuan menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasikan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dari penelitian diperoleh. Reduksi di dalam proses pengumpulan data meliputi kegiatan-kegiatan meringkas data, mengkode, menelusuri tema, membuat pengelompokan data, dan membuat memo. Kegiatan ini berlangsung dari sejak pengumpulan data hingga penulisan laporan penelitian. Setelah dilakukan reduksi, selanjutnya data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung dari hasil wawancara mendalam. Setelah penyajian data, dilakukan proses penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Penarikan terhadap sejumlah informasi yang diperoleh dilakukan secara bertahap bersamaan dengan penyajian data. Dalam tahap analisis data juga mengacu pada rancangan analisis dimana data-data atau informasi yang sesuai dengan rancangan analisis akan dianalisia sedemikian rupa sesuai dengan teori yang dikemukakan di bagian tinjauan teoritis.
47
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Benteng 4.1.1 Letak Geografis Desa Benteng merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari dua dusun, tujuh Rukun Warga (RW), dan 38 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas wilayah Desa Benteng adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Rancabungur Kecamatan Rancabungur
Sebelah Timur
: Desa Cibanteng
Sebelah Selatan
: Desa Bojongrangkas
Sebelah Barat
: Desa Ciampea
Berdasarkan Data Monografi Desa Benteng tahun 2008, Desa Benteng memiliki luas 286 hektar, dengan ketinggian 300 m di atas permukaan laut. Temperatur udara di Desa Benteng rata-rata 23 – 25 °C, penyinaran matahari 66 % dan kelembaban nisbi 80 %. Curah hujan rata-rata 12, 55 mm per hari atau > 3000 mm per tahun, 09 - 12 bulan basah serta 0-1 bulan kering. Jarak kantor desa dengan ibukota kabupaten adalah 45 km, jarak dengan ibukota provinsi adalah 133 km, dan jarak dengan ibukota negara adalah 75 km. Desa Benteng merupakan daerah dengan pemukiman seluas 60, 5 hektar dan daerah pertanian sawah dengan luas 60 hektar. Sedangkan ladang seluas 43,6 hektar, jalan seluas 12 hektar, pemakaman, seluas 4 hektar, rumah ibadah seluas 4 hektar, perkantorasn seluas 3 hektar, bangunan pendidikan seluas 3 hektar, dan 17 hektar untuk kawasan lainnya. Pertanian memiliki peranan yang penting bagi Desa Benteng. Jika digabungkan, areal pertanian sawah dan ladang luasnya
48
berjumlah 103,6 hektar atau sekitar 36 % dari luas desa. Menurut Ab, fokus areal pertanian berada di lingkup Pesantren Pertanian Darul Fallah ke arah utara yang merupakan areal persawahan. Luas areal pertanian di pesantren sekitar 21 hektar atau 20,27 % dari 103,6 hektar luas pertanian desa. Artinya bahwa, lahan pertanian di Pesantren Pertanian Darul Fallah tidak dominan terhadap lahan pertanian desa. Masyarakat Desa Benteng yang berada di sekitar pesantren tidak begitu tergantung pada lahan pertanian di pesantren. Namun ada beberapa warga yang turut mengolah lahan di dalam areal pesantren atas izin yayasan pesantren. Secara ringkas, komposisi penggunaan lahan di Desa Benteng tergambar dalam Tabel 1. Tabel 1. Luas Lahan di Desa Benteng Beserta Penggunaannya Kegunaan
Luas (hektar)
Presentasi (%)
Untuk pemukiman
60,5
21,1
Untuk persawahan
60,0
21,0
Untuk ladang
43,6
15,0
Untuk jalan
12,0
4,2
Untuk pemakaman
4,0
1,3
Untuk rumah ibadah
4,0
1,3
Untuk perkantoran
3,0
1,0
Untuk pendidikan
3,0
1,0
17,0
6,0
Lain-lain
Sumber : Data Monografi Desa Benteng tahun 2008
49
Komoditi utama produksi pertanian di Desa Benteng menurut Ud, selaku masyarakat tani di wilayah tersebut antara lain berupa tanaman pangan diantaranya adalah padi, ubi, palawija dan sayuran dataran rendah, serta komoditi utama peternakan ayam kampung, domba, kambing, dan itik manila. Petani di Desa Benteng melakukan pola tanam tiga sampai empat kali dalam setahun. Pola tanam tiga kali dalam setahun yakni padi-padi-palawija. Namun ada juga petani yang melakukan pola tanam empat kali yakni padi-padi-palawija-palawija. Tanaman padi biasanya ditanam pada saat musim penghujan, sedangkan tanaman palawija ditanam pada saat curah hujan rendah. Sementara itu, peternakan yang dikembangkan oleh masyarakat didominasi peternakan domba. Menurut Ab, peternak di Desa Benteng beternak domba dengan cara penggemukan sebagai sumber pasokan daging khususnya menjelang Hari Raya Idul Adha. Hal ini dipertegas oleh Ud, “ Iya Mas, ternak domba mah lebih bisa diandalkan daripada ternak ayam ataupun bebek. Bahan pakan untuk domba juga gratis, kan lumayan untuk sampingan. Apalagi pas musimnya Kurban Mas, bisa untuk membeli kebutuhan lain.”
Pada awalnya, beternak domba juga menjadi prioritas usaha peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah, namun saat ini pesantren beralih pada pengembangan peternakan sapi perah dan kambing perah. Peralihan tersebut menurut Hn dikarenakan prospek usaha tersebut lebih menjanjikan dan secara bersamaan pesantren mendapat bantuan program dari Departemen Pertanian. Sementara itu, masyarakat desa secara personal sangat jarang yang memelihara sapi maupun kerbau sebagai hewan ternak. Hal ini menurut Ab, dikarenakan masyarakat belum terbiasa memelihara sapi, namun untuk kerbau ada beberapa orang yang memeliharanya. Sebagaimana diungkapkan Ud,
50
“Memelihara sapi atau kerbau harga belinya mahal dan repot dalam mengurusnya Mas. Pakannya banyak dan menjualnya juga lama. Jika ada yang meminjamkan modal, masyarakat juga senang biar bisa untuk membeli induk sapi.”
Ungkapan tersebut menandakan begitu besar harapan masyarakat untuk mendapatkan akses modal guna menambah pendapatan ekonomi mereka. Modal merupakan hal yang penting untuk membuat masyarakat menjadi lebih berdaya.
4.1.2 Sarana dan Prasarana di Desa Benteng Adapun sarana dan prasarana yang ada di Desa Benteng meliputi sarana dan prasarana pemerintah desa berupa 1 buah kantor desa dan 38 pos kamling. Sarana dan prasarana perhubungan berupa jalan tanah sepanjang 14 km, 48 buah gorong-gorong, dan 4 buah jembatan. Sarana pendidikan umum terdiri dari 2 buah sekolah dasar (SD) dan sarana pendidikan Islam berupa 3 buah taman kanakkanak (TK), 4 buah Madrasah Ibtidaiyah, dan sebuah pondok pesantren. Sarana peribadatan berupa 11 buah masjid dan 1 buah mushola. Selanjutnya sarana kesehatan berupa 1 buah posyandu serta sarana olahraga berupa 11 buah lapangan bulu tangkis, 3 buah lapangan bola volley dan 1 buah lapangan sepak bola. Berdasarkan pengamatan penulis, lapangan sepak bola berada di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
4.1.3 Kependudukan Data jumlah penduduk Desa Benteng sampai dengan Bulan Maret 2008 berdasarkan Data Monografi Desa tahun 2008 adalah 10.958 jiwa, terdiri dari laki-laki 5.365 jiwa dan perempuan 5.593 jiwa. Jumlah kepala keluarga 1.978 KK. Jumlah tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan data
51
tahun 2007 yakni sebesar 10.858 penduduk dengan komposisi 5.530 penduduk laki-laki dan 5.328 penduduk perempuan. Peningkatan ini menurut Ab selain disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran, juga disebabkan oleh perpidahan penduduk dari daerah lain. Jumlah penduduk Desa Benteng berdasarkan struktur umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Struktur Umur Kelompok
Jenis Kelamin
umur
Jumlah (jiwa) Laki-laki
Perempuan
(tahun) 0-6
702
602
1304
7-12
604
613
1217
13-18
621
638
1258
19-25
504
341
845
26-35
606
709
1315
36-45
651
856
1507
46-50
748
692
1440
51-60
412
519
931
61-75
329
331
660
76 keatas
188
295
483
5.365
5.593
10.958
Jumlah
Sumber : Data Monografi Desa Benteng tahun 2008
Berdasarkan Tabel 2, dapat dijelaskan bahwa usia produktif penduduk berada pada kelompok umur 36-45 tahun yang ditandai dengan jumlah penduduk tertinggi sebanyak 1507 jiwa. Sementara itu, jumlah penduduk menurut keyakinan
52
beragama mayoritas beragama Islam dengan jumlah 10.474 jiwa, disusul Katholik 331 jiwa, Budha 100 jiwa, Protestan 38 jiwa, dan Hindu 15 jiwa.
Selanjutnya, jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Benteng Berdasarkan Mata Pencaharian Mata pencaharian
Jumlah (jiwa)
Petani
554
Pedagang
108
Pegawai Negeri Sipil
622
Pensiunan
438
Swasta
227
Buruh pabrik Pengrajin Sopir angkutan Lain-lain Jumlah
28 292 48 382 2.699
Sumber : Data Monografi Desa Benteng tahun 2008
Berdasarkan Tabel 3, mata pencaharian penduduk Desa Benteng paling dominan adalah pegawai negeri sipil (PNS) dengan jumlah 622 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa PNS merupakan profesi yang paling diminati di desa ini. Namun berdasarkan penelusuran peneliti, bahwa penduduk yang bekerja sebagai PNS tidak semuanya penduduk asli, namun penduduk pendatang yang bertugas dan berpindah tempat ke Desa Benteng. Berikutnya adalah petani dengan jumlah 554 jiwa. Meskipun menempati urutan kedua, potensi pertanian masih berkembang di Desa Benteng terbukti masih ada sejumlah penduduk yang masih
53
memiliki kemauan untuk bertani. Menurut Sm, keahlian yang dimiliki hanya sekitar pengetahuan bertani dan beternak. Untuk melakukan pekerjaan selain bertani membutuhkan keahlian dan pendidikan yang lebih baik.
4.2
Gambaran Umum Pesantren Pertanian Darul Fallah
4.2.1 Status Hukum dan Sejarah Berdasarkan Profil Pesantren tahun 2007, Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah (YPPDF) didirikan berdasarkan Akta Notaris J.L.L Wenas di Bogor pada tanggal 09 April 1960, dengan Nomor 12. Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah terdaftar dalam buku regristrasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bogor pada tanggal 16 Maret 1969 di bawah No. 25/1969 AN. Perkampungan pesantren dibangun mulai bulan Juni 1960 di atas lahan tanah wakaf dari R.H.O. Djunaedi seluas 26,6 hektar. Pengesahan terhadap pengwakafan areal lahan itu disyahkan oleh Kepala Pengawas Agraria Keresidenan Bogor pada tanggal 20 Juni 1961, dengan piagam No. 114/1961. Pada tanggal 2 Agustus 1966, oleh Pengurus Yayasan telah dilakukan perubahan Anggaran Dasar Yayasan di depan Notaris Ny. Nurhayati Yunus, SH Di Bogor dengan Nomor 1. Anggaran Dasar Yayasan telah dimasukkan dalam Tambahan Berita Negara dengan Nomor 49 tahun 1997, pada Tambahan Berita Negara RI tanggal 24 April 1997 No. 32. Pengurus yayasan dan pimpinan pesantren beralamatkan di Kampung Lemahduhur, RT. 02/04 Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Surat-surat pos dapat dialamatkan pada Pesantren Pertanian Darul Fallah Kotak Pos 100 Bogor (16001). Sebagai Ketua Yayasan berturut-turut adalah K.H.
54
Sholeh Iskandar (1960-1992), Dr. Ir. H. A. Aziz Darwis, MSc (1992 - 2003), Dr.Ir. Meika Syahbana Rusli (2003-sekarang). Pendidikan formal pesantren dimulai pada tahun 1963 dan terhenti karena faktor politik Orde Lama. Pada tahun 1968, dimulai kembali pendidikan Pesantren Pertanian Darul Fallah tingkat Aliyah yang dipimpin oleh (Alm.) Ir. M. Saleh Widodo (meninggal tahun 1991). Pada tahun yang sama ditetapkan pula (Alm.) Dr. Muhammad Natsir (meninggal tahun 1993) sebagai Ketua Badan Penasehat Pengurus YPPDF, selanjutnya digantikan oleh (Alm.) K.H. Hasan Basri sebagai Ketua Badan Penasehat YPPDF pada tahun 1993-1999 (meninggal tahun 1999) dan sejak 1999 digantikan oleh Prof. Dr. Ir. H. Zuhal Abdul Qodir, M.Sc.
4.2.2
Visi, Misi, dan Tujuan Adapun visi Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah mewujudkan Darul
Fallah sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan pengembangan masyarakat dengan memiliki keunggulan tersendiri dan menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki ruhul jihad, kreatif, inovatif, dan mandiri. Sedangkan misi Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Menyelenggarakan dan mengembangkan sistem pendidikan yang unggul dengan kurikulum yang memadukan materi ajaran Islam dan iptek dalam jenjang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa.
55
2. Dakwah Menyelenggarakan dakwah bilhal dengan mengaplikasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dan mendifusikan iptek dalam usaha-usaha produktif. Dakwah difokuskan dalam bentuk dakwah bilhal. 3. Pengembangan Masyarakat Mengembangkan proyek-proyek percontohan qoryah thoyyibah di daerah pedesaan dengan pendekatan menjalin kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait. Sementara itu, tujuan didirikannya Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah terbentuknya pribadi beriman-berilmu-berakhlaq Islam yang mandiri dan berdakwah menegakkan agama (iqomatuddin), yang membina peningkatan harkat kehidupan diri pribadi, keluarga dan masyarakat melalui dakwah dan berwiraswasta yang diridhoi Allah SWT.
4.2.3 Letak Geografis Pesantren Pertanian Darul Fallah terletak di dua blok yaitu blok Lemahduhur dan blok Gunung Leutik berada di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Berdasarkan Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007, luas lahan pesantren adalah 26,5 hektar, terletak pada km 12 jalan raya Bogor-Ciampea, atau 2 km dari kampus IPB Darmaga. Letak pesantren berada di bagian tenggara Desa Benteng. Lahan memanjang sekitar 1 km dari tepi jalan raya Kampung Kebon Eurih ke arah Kampung Gunung Leutik Kondisi lahan berbukit, 90 % miring dengan
56
kemiringan bervariasi antara 30° – 60° dan 10 % datar. Hanya sekitar 5 % berupa lahan sawah dan sebagian besar berupa lahan kering. Tanah lahan kering termasuk jenis latosol, dengan pH antara 5-7. Pada awalnya, keadaan lahan kekurangan unsur hara karena proses pencucian oleh air hujan (perkolasi). Kondisi itu telah berubah setelah sebagian besar lahan tertutup oleh budidaya tanaman tahunan serta kebun rumput. Lahan pesantren diapit oleh dua sungai, yakni sungai Ciampea di sebelah barat dan sungai Cinangneng di sebelah timur. Sungai Cinangneng juga membelah lahan pesantren yakni antara pusat pendidikan dengan area lokasi agribisnis peternakan. Sebelah timur bagian utara merupakan areal persawahan di kampung Gunung Leutik dan di sebelah utara merupakan areal persawahan di Kampung Lebak Gunung.
4.2.4 Potensi 4.2.4.1 Sumberdaya Manusia Sumberdaya yang dimiliki oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah terdiri dari staf tetap dan tidak tetap dengan tingkat pendidikan yang beragam yakni 4 orang S3, 5 orang S2, 30 orang S1, 10 orang D3. Sedangkan jumlah santri sampai dengan tahun 2008 adalah 300 orang santri. Menurut Hn, jumlah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Para santri tersebut berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sementara itu, tingkat pendidikan S3 dan S2 merupakan bagian dari pimpinan yayasan yang merangkap sebagai dosen. Tingkat pendidikan S1 yang berjumlah 30 orang merupakan tenaga pengajar yang mayoritas guru dan D3 merupakan para staf administrasi pesantren.
57
Kehidupan di pesantren dengan tata nilai religi membentuk kepribadian yang saling memberi contoh satu dengan yang lainnya. Keberadaan guru dan santri sama. Hal ini disampaikan oleh Dw, “Saya tidak pernah membeda-bedakan siapa guru siapa santri semua sama di hadapan Allah. Sebagai pengajar tentu saya harus bisa memberi contoh kepada para santri. Tidak ada rasa gengsi misalkan saya harus nyangkul di ladang dan melakukan pekerjaan yang dibilang kasar.”
Berdasarkan pengamatan penulis dan pendapat Hn, Dw merupakan sosok yang patut dicontoh. Kehidupan keluarganya yang menyatu dengan komunitas dalam pesantren memberikan efek positif bagi para santri. Selain sebagai Imam masjid dan guru, kegiatan seperti membersihkan jalan sekitar pesantren, membajak sawah, dan mengambil rumput untuk pakan ternak selalu menjadi rutinitasnya. Hal ini menjadikannya figur teladan bagi yang lainnya.
4.2.4.2 Sumberdaya Fisik Sumberdaya fisik Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain : sumber air minum, jaringan air bersih, bangunan, jaringan listrik serta sarana dan prasarana. Tabel 5. Data Sumber Air Minum dan MCK Jenis Sumber Air
Jumlah (buah)
Keterangan
Mata air
2
Air Bersih
Pompa Sumur dalam
1
Air Kotor
17
Air Bersih
1
Air Bersih
Sumur Gali Pompa Hidran
Sumber : Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007
Sementara itu, jenis data bangunan serta sarana dan prasarana lainnya di Pesantren Pertanian Darul Fallah terurai pada lampiran pada Tabel 1 dan Tabel 2.
58
4.2.5 Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren Pertanian Darul Fallah menerapkan suatu sistem pendidikan terpadu antara pendidikan agama, teknologi dan keterampilan (khususnya agribisnis), pendidikan formal sekolah dengan non formal pesantren, serta informasi komunitas pesantren, pendidikan intelektual (teori) dengan praktek penerapan kewirausahaan, pendidikan pencapaian prestasi individual dengan semangat melayani masyarakat dhuafa walmasikin. Tujuan Pendidikan Pesantren adalah terbentuknya pribadi beriman-berilmu-berakhlaq Islam, yang mandiri, yang berdakwah menegakkan agama (iqomatuddin), yang membina peningkatan harkat kehidupan diri pribadi-keluarga dan masyarakat, terutama dengan berwirausaha yang diridhoi Allah SWT.
4.2.5.1 Kegiatan Pendidikan Formal Menurut Hn, pada saat ini pesantren menyelenggarakan 5 jenjang pendidikan formal, yaitu : Taman kanak-kanak Al -Qur’an, Madrasah Diniyyah 4 tahun untuk anak-anak yang belajar di SD Negeri, Madrasah Tsanawiyyah 3 tahun, Madrasah Aliyyah umum terpadu 4 tahun (sebagai pengganti Pesantren Pertanian tingkat Aliyah), Pesantren Politeknik Program Diploma 2 untuk Program Studi Hortikultura, Program Studi Dakwah Pembangunan dan Program Studi Manajemen Informatika Komputer. Untuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah terpadu, santri diikutkan ujian negara. Penerapan tahun akademik di Pesantren Pertanian Darul Fallah dimulai pada setiap Bulan Juli setiap tahunnya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta Bulan September untuk tingkat pendidikan tinggi. Pendaftaran
59
masuk dilakukan pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Juni setiap tahunnya. Santri dari tingkat Tsanawiyah hingga Sekolah Tinggi mengikuti kegiatan rutin sejak waktu subuh. Menurut And, kegiatan berturut-turut diawali dengan ibadah dan pengajian di masjid, kegiatan praktek sesuai dengan pilihan santri (pertanian, peternakan, atau perikanan), kegiatan belajar formal di sekolah atau kampus, dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini juga penulis temukan berdasarkan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian. Santri Pesantren Pertanian Darul Fallah juga diikutkan dalam kegiatan unit usaha produksi yang ada di lingkungan pesantren sebagai santri magang, dengan harapan program ini dapat menanamkan jiwa wirausaha kepada para santri. And menyebutkan, “Sejak masuk sini Mas, saya diperkenalkan sesuatu yang belum saya alami Biasanya kan kalau nyantri hanya belajar ilmu agama saja, tapi di sini saya diajarkan mencangkul, menanam sayuran, mencari rumput untuk ternak, sampai jualan sayur ke pasar. Semuanya baru Mas.”
Hal serupa juga dialami oleh Bk. Bahkan pengalamannya waktu menjadi santri diteruskannya setelah lulus sebagai seorang pemasar produk susu seperti yoghurt dan es susu ke wilayah sekitar pesantren. Bk mengungkapkan, “Saya pernah Mas jualan di kampus, waktu ada pasar kaget setiap Hari Ahad itu. Hasilnya lumayan, untungnya bisa untuk menambah uang jajan.”
Pada tahun terakhir pendidikan, santri Madrasah Aliyah dan Diploma STTP diharuskan mengikuti kegiatan magang/praktek lapang di berbagai instansi/perusahaan di luar pesantren, dan dibebankan untuk menulis Laporan Praktek Lapang. Laporan tersebut dipresentasikan melalui kegiatan seminar di hadapan dewan guru/dosen dan santri yang lain. Adapun santri sarjana STTP diwajibkan menyelenggarakan penelitian sesuai dengan tingkatannya sebagai
60
mahasiswa strata 1 (S1) dan melaksanakan magang kerja di berbagai perusahaan agribisnis. Sejak pertama kali meluluskan santri, alumni dari Pesantren Pertanian Darul Fallah telah tersebar ke seluruh pelosok Indonesia, baik sebagai pegawai di instansi pemerintah maupun swasta, wiraswasta, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Perpaduan pendidikan duniawi dan ukhrowi yang diterapkan di setiap jenjang pendidikan di pesantren mengantarkan lulusannya mudah
bersosialisasi
dan
mampu
menempatkan
diri
sebagai
muslim
berkepribadian di tengah masyarakat. Data lulusan berdasarkan jenjang pendidikan dapat di lihat pada lampiran Tabel 3.
4.2.5.2 Kegiatan Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal dalam bentuk pendidikan latihan (diklat) ditujukan untuk orang-orang dewasa (bukan santri program pendidikan formal). Penyelenggara diklat dilaksanakan bervariasi dan disponsori oleh Pesantren Darul Fallah sendiri bekerjasama dengan Instansi Pemerintah, Perguruan Tinggi, BUMN atau organisasi sosial lainnya. Selama masa 30 tahun terakhir, beberapa instansi yang
bekerjasama dengan Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain :
Departemen Sosial, Departemen Agama, Departemen Transmigrasi, Departemen Perindustrian, Kiblat Centre, Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islammiyyah Indonesia (DDII) Institut Pertanian Bogor (IPB), P3M dan BKSPPI. Pada tahun 2007, pesantren juga mengadakan pelatihan magang bagi para petani.
61
5.2.6 Bidang Usaha yang Dikembangkan Untuk dapat membiayai penyelenggaraan pendidikan bagi golongan ekonomi lemah (dhuafa wal masakin) pesantren mengembangkan berbagai usaha sebagai berikut : 1) Di antara usaha-usaha tersebut ada yang pernah berkembang maju tetapi kemudian terhenti karena perubahan situasi, seperti: usaha pabrik kapur, usaha percetakan batako, penggilingan padi, pembibitan cengkeh dan kelapa, peternakan ayam ras petelur, peternakan ayam potong, dan bengkel besi beghel. 2) Usaha-usaha pesantren yang terus berlanjut sejak awal tahun 1970 adalah budidaya pertanian dan peternakan sapi perah, yang kemudian menajemen pengelolaannya diserahkan kepada Koperasi Pondok Pesantren Darul Fallah. 3) Unit usaha bibit melalui kultur jaringan pengurus yayasan pada tahun 1996 telah
membangun
laboratorium
kultur
jaringan
beserta
fasilitas
operasionalnya, yang saat ini bernilai 850 juta. Laboratorium tersebut sejak bulan Agustus 1996 memproduksi bibit kentang granola yang di jual kepada beberapa perusahaan agribisnis. Laboratorium kultur jaringan memproduksi bibit kentang (var, granola, columbus, atlantic, Russet Burbank); pisang (Cavendish, tanduk, emas, raja buluh), pisang serat (abaca), tanaman hias (krisan, dianthes, petunia, kalili, glokxinia), umbi-umbian (iles-iles). Kapasitas maksimum produksi 1 angkatan secara pararel yaitu 190.000 planet kentang (19.000 botol) beserta 84.000 planet pisang (21.000 botol).
62
Adapun salah satu bentuk usaha yang masih bertahan hingga saat ini (tahun 2008) adalah usaha peternakan kambing perah, usaha peternakan sapi perah, usaha hasil pengolahan susu seperti yoghurt, es susu, dan pabrik pengolah pakan ternak yang merupakan implementasi dari program pengembangan LM3,
Dokumentasi: Tarjo (2008)
Gambar 3. Salah Satu Usaha Penggemukan Sapi Perah
4.3
Ikhtisar Darul Fallah merupakan salah satu pesantren yang memiliki latar belakang
ilmu pengetahuan umum pada bidang pertanian sehingga sering disebut pesantren pertanian. Pesantren Pertanian Darul Fallah terletak di Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Adapun visi Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah mewujudkan Darul Fallah sebagai lembaga pendidikan, dakwah dan pengembangan masyarakat dengan memiliki keunggulan tersendiri dan menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki ruhul jihad, kreatif, inovatif, dan mandiri.
63
Sedangkan misi Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah sebagai berikut : 1.
Menyelenggarakan dan mengembangkan sistem pendidikan yang unggul dengan kurikulum yang memadukan materi ajaran Islam dan iptek dalam jenjang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa.
2.
Menyelenggarakan dakwah bilhal dengan mengaplikasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari dan mendifusikan iptek dalam usaha-usaha produktif. Dakwah difokuskan dalam bentuk dakwah bilhal.
3.
Mengembangkan proyek-proyek percontohan qoryah thoyyibah di daerah pedesaan dengan pendekatan menjalin kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait. Pesantren Pertanian Darul Fallah memiliki 2 potensi utama, yakni
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Sumberdaya manusia adalah para santri dan guru yang memiliki dasar keilmuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Sementara, sumberdaya fisik berupa sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia seperti gedung dan berbagai fasilitas lainnya guna menunjang kegiatan di dalam pesantren. Sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, Pesantren Pertanian Darul Fallah juga membekali para santri dengan berbagai ketrampilan khususnya dalam bidang agribisnis. Kepemimpinan memegang peranan penting dalam memberikan tauladan kepada para santri seperti halnya yang dilakukan seorang guru di pesantren tersebut. Guna menunjang kegiatan pendidikan, yayasan membangun berbagai kegiatan usaha. Kegiatan usaha yang dilakukan memberi manfaat ganda. Pertama, dengan adanya kegiatan usaha dapat dijadikan wahana peningkatan ketrampilan
64
bagi para santri dengan harapan mereka kelak memiliki bekal setelah lulus untuk membangun sebuah usaha. Kedua, dengan adanya kegiatan usaha dapat meningkatkan ekonomi pesantren sehingga dapat membantu pembiayaan pendidikan di pesantren.
65
BAB V SISTEM AGRIBISNIS LM3 PONDOK PESANTREN PERTANIAN DARUL FALLAH 5.1 Profil LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah 5.1.1
Sejarah LM3 Sejarah LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah dimulai pada tahun
1998/1999 pada Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional melalui Pemberdayaan Masyarakat Petani, Badan Agribisnis Departemen Pertanian RI. Pesantren Pertanian Darul Fallah ditunjuk sebagai pengelola LM3/ KKA (Klinik Konsultasi Agribisnis) memperoleh pembinaan dengan mengikuti magang atau pelatihan kepada pengelola LM3 yang diselenggarakan selama 10 hari pada bulan Januari 1999 di Pusat Inkubator Agribisnis Al-Ittifaq Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Pada bulan Maret 1999, direalisasikan usahatani oleh kelompok tani yang berada dalam lingkup pembinaan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Terdapat 2 kelompok tani TPH (Kebun Pisang) dan 2 Kelompok Tani Peternakan Domba, dengan sistem dana bergulir. Dana diperoleh dari program Jaringan Pengaman Sosial Departemen Pertanian RI sebesar Rp 80.150.000,-. Pada tahun 2004, LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah menerima bantuan dana sebesar Rp 110.000.000,- dengan mengajukan proposal untuk pengembangan peternakan sapi perah dan penggemukan domba, yang penandatanganannya direalisasikan di Pesantren Sunan Drajat Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2005, LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah kembali menerima bantuan peralatan pertanian dan peternakan.
66
Berdasarkan informasi dari End (28), pada tahun 2006 LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah menerima bantuan dari Departemen Pertanian dengan mengajukan proposal kepada dua Dirjen, yakni Dirjen Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) dan
Dirjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP). Dirjen BPSDMP melalui Balai Besar Agribinis Kesehatan Hewan Cinagara Bogor mengalokasikan dana untuk pengolahan susu sebesar Rp 199,970 juta dan sebagai LM3 model menjadi Pusat Pelatihan dan Pengembangan Pertanian dan Sumberdaya (P4S) sebesar Rp 250 juta. Dirjen P2HP mengalokasikan dana untuk pabrik pakan dan ternak sebesar Rp 265,650 juta.
5.1.2
Maksud, Tujuan dan Target
5.1.2.1 Maksud Pesantren merupakan salah satu lembaga mandiri yang mengakar kuat di masyarakat. Hal ini terbukti dari eksistensi pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang tetap bertahan hinggga saat ini. Pada masa awal terbentuknya, pesantren dikenal sebagai lembaga yang hanya mengkhususkan seluruh aktifitasnya kepada usaha pendidikan keagamaan (keislaman). Namun, seiring dengan kemajuan dan modernisasi dunia pendidikan, pesantren mengalami perubahan. Saat ini pesantren tidak hanya memfokuskan diri pada aspek pendidikan agama saja, akan tetapi juga membekali para santri dengan berbagai kecakapan dan keterampilan baru termasuk pengetahuan dan keahlian dalam usaha agribisnis. Menurut Hn, penerapan model pendidikan semacam ini memberikan
67
efek ganda bagi dunia pesantren. Pertama, pesantren akan tetap mampu bertahan karena dapat secara mandiri membiayai seluruh aktifitasnya. Kedua, terbentuknya pribadi santri yang tidak hanya alim dalam ilmu agama islam, tetapi juga cakap sebagai seorang wirausaha yang berakhlak mulia. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, Pesantren Pertanian Darul Fallah yang dibangun pada bulan Juni 1960 hingga saat ini, belum sepenuhnya dapat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki secara optimal. Sumberdaya alam khususnya lahan yang cukup luas, dapat memberikan kontribusi yang sangat besar apabila dapat dimanfaatkan secara optimal. Melalui program pengembangan LM3 yang dimulai pada tahun 2006, menjadikan Pesantren Pertanian Darul Fallah sebagai salah satu agen pembangunan agribisnis, pelopor pembangunan, dan pelaku ekonomi pedesaan.
5.1.2.2 Tujuan Secara umum, tujuan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah untuk mengaktualisasi dan mengoptimalkan potensi usaha agribisnis sehingga memiliki keunggulan komparatif, kompetitif, dan berkelanjutan. Adapun tujuan khusus dari pengembangan usaha agribisnis LM3 ini, adalah: 1.
Meningkatkan kemampuan teknologi dan manajemen agribisnis peternakan sebagai unggulan Pesantren Pertanian Darul Fallah sehingga dapat mendorong berkembangnya unit usaha agribisnis yang lain.
2.
Mengoptimalkan sinergi antar unit usaha agribisnis dalam rangka usaha agribisnis terpadu yang telah ada di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
68
3.
Menciptakan kemitraan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui kemitraan produksi dan pemasaran.
4.
Melatih warga pesantren dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan pada bidang produksi agribisnis.
5.1.2.3 Target Sedangkan target yang ingin dicapai dalam pengembangan usaha agribisnis LM3 ini: 1. Berkembangnya potensi agribisnis LM3 dalam mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing tinggi. 2. Meningkatnya kemampuan teknologi dan manajemen agribisnis unit usaha bidang peternakan sehingga mampu menciptakan kemitraan dan pemasaran. 3. Terlatihnya peserta warga belajar dan masyarakat sekitar dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan.
5.1.3
Keadaan LM3 Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor tempat dimana LM3
Pesantren Pertanian Darul Fallah berada, secara umum potensi lahannya dimanfaatkan untuk usaha pertanian kebun, seperti pisang, sayur-sayuran dan singkong, usaha peternakan domba, sapi perah, usaha perikanan, industri kerajinan logam besi serta kegiatan perdagangan. Pesantren Pertanian Darul Fallah sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan pengembangan masyarakat telah memiliki unit-unit usaha agribisnis sebagai
69
pendukung kegiatannya. Usaha-usaha yang dikembangkan antara lain: peternakan sapi perah, peternakan domba, peternakan kambing perah, produk pupuk bokashi, pembibitan tanaman baik secara konvensional maupun dengan teknologi kultur jaringan, perikanan, budidaya tanaman hortikultura, pengolahan hasil pertanian yaitu produksi nata de coco, jelly serta sirup lidah buaya.
5.1.4
Pemberdayaan pada Kegiatan LM3 Ife (1995), menerangkan bahwa pemberdayaan masyarakat berarti
melengkapi masyarakat dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk turut berpartisipasi dalam memberi pengaruh pada kehidupan masyarakat mereka. Secara ringkas, pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang selalu bersumber pada keswadayaan lokal serta mengandung unsur partisipasi dan kemandirian warga. Pada kegiatan LM3 pada bidang agribisnis peternakan yang dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah, secara umum pengelola dan masyarakat telah dilengkapi dengan sumberdaya alam seperti lahan di lingkup pesantren, kesempatan mengelola, pengetahuan dan ketrampilan yang direalisasikan melalui pelatihan dan magang agar menjadi manusia yang mandiri. Sebagaimana yang dialami oleh Ys yang mengikuti pelatihan di Ciwidey Bandung dan Mar yang mengikuti pelatihan pembuatan yoghurt di IPB. Demikian yang menjadi rancangan pada program pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian. Namun, sejauhmana realisasi yang dirasakan dan dilakukan oleh pengelola dan masyarakat akan dibahas dalam bab-bab berikut.
70
5.1.4.1 Potensi Usaha pada Bidang Pertanian Pesantren selain mengelola pendidikan juga memiliki potensi usaha baik di bidang pertanian maupun non pertanian. Tujuan adanya usaha-usaha tersebut adalah untuk menunjang tujuan organisasi sebagimana tersebut diatas. Kegiatan dan potensi usaha di bidang pertanian, antara lain: peternakan penggemukan domba, peternakan sapi perah, peternakan kambing perah, produksi pupuk bokashi, produksi bibit tanaman hortikultura, pengolahan hasil pertanian nata de coco, pengolahan hasil pertanian minuman lidah buaya, pengolahan hasil pertanian gula semut, pertanian tanaman semusim, dan perikanan air tawar.
5.1.4.2 Kegiatan Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal dalam bentuk pendidikan-pelatihan (diklat) ditujukan untuk orang-orang dewasa (bukan santri program pendidikan formal). Penyelenggaraan Diklat dilaksanakan bervariasi sponsornya oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah sendiri, kerjasama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, BUMN atau organisasi sosial lainnya, serta kerjasama dalam lingkungan pesantren. Menurut Hn, sejak 1971 – 1992 Pesantren Pertanian Darul Fallah menjalin hubungan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui pendidikan ketrampilan, dalam bentuk pendidikan non formal, misalnya penyuluhan pertanian dan aneka pelatihan ketrampilan di bidang pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan hasil pertanian, teknologi tepat guna dan kerajinan bambu. Selama kurun waktu tersebut, sekitar 133 kegiatan pelatihan telah diselenggarakan dan menghasilkan alumni sebanyak 5.332 orang.
71
Pada bulan Juni 2003, Pesantren Pertanian Darul Fallah bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jambi menyelenggarakan Pelatihan Pertanian Terpadu yang diikuti oleh 9 orang utusan dalam propinsi Jambi. Beberapa kegiatan tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Kegiatan LM3 Pesantren Pertanian Darul Falah No
Uraian Kegiatan
1
Mitra
Pelatihan Petani
Dinas Pertanian
Se Kabupaten Bogor
dan Kehutanan
2
Pertemuan P4S Nasional
3
Pembinaan Kelompok Tani
Tempat
Tahun
Bogor
2006
BPSDM
Bandung
2006
BPSDM
Bogor
2006
BPSDM
Bogor
2007
Gunung Leutik 4.
Magang Peternakan
Sumber : Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007
5.1.5 `
Kegiatan Kemitraan Beberapa kegiatan kemitraan yang telah dilakukan oleh Pesantren
Pertanian Darul Fallah antara lain : 1. Pelatihan Pertanian, Peternakan, Perikanan, Pengolahan hasil, Managemen Usaha, Perkoperasian, Teknologi tepat Guna bagi Pengelola Pesantren seIndonesia.
Kerjasama dengan Pelaksana Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3Tahun 1983-1989 (21 kali pelatihan). 2. Pelatihan Motivator Pembangunan Pertanian Transmigrasi. Kerjasama dengan Departemen Transmigrasi RI. Tahun 1992/1993.
72
3. Pelatihan Teknologi Hortikultura bagi Pengelola Pesantren. Kerjasama dengan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi RI, Depag RI, LPM IPB. Juli 2001 4. Pelatihan Teknologi Kultur Jaringan Tanaman. PT DaFa Tekno Agromandiri. Sejak tahun 2001 5. Pelatihan Pembibitan Tanaman. Kerjasama Sekretariat Bina Desa dengan PT DaFa Taman. Oktober 2002 6. Pelatihan Pembekalan bagi Calon Pensiun Pegawai Perum Pegadaian. Kerjasama dengan IPB. 2002. 7. Pelatihan Pertanian terpadu bagi Pengelola Pesantren. Kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Darat Propinsi Jambi. Mei 2003. 8. Pelatihan Tanaman Hortikultura, Kerjasama Departemen Pertanian RI, tahun 2006. 9. Pelatihan Pengolahan Air, Kerjasama Departemen Pertanian Tahun 2006.
5.2 Sistem Agribisnis Peternakan pada LM3 Di dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan pembahasan pada sistem agribisnis peternakan LM3. Agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah merupakan kegiatan yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1991 sehingga mengalami pergantian jenis usaha ternak maupun pengelolanya. Menurut Hn, beberapa usaha ternak yang pernah dikembangkan antara lain; usaha ternak domba, kambing, ayam, sapi perah, dan kambing perah. Demikian juga dengan para pengelola, dimana sudah mengalami pergantian berulang-ulang.
73
Sampai penelitian ini dilakukan, pengelola pada unit agribisnis peternakan berjumlah 12 orang. Secara lengkap jumlah dan identitas pengelola usaha agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah dapat dilihat pada Gambar 5.
Ketua LM3 Darul Fallah Ketua Pengelola LM3 Administrasi dan Keuangan
Produksi &Usahatani
Pemeliharaan Sapi Gambar 5.
Pemeliharaan Kambing
Pengolahan & Pemasaran
Pengolahan
Pemasaran
Struktur Organisasi Usaha Agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah
Menurut Departemen Pertanian (2007) sebagaimana dikutip Jiaravanon (2007), konsep agribisnis dipandang sebagai suatu sistem yang mencakup lima subsistem. Pertama, subsistem agribisnis hulu, yang meliputi semua kegiatan yang memproduksi dan menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas. Di dalam sistem ini termasuk kegiatan pabrik pupuk, usaha pengadaan bibit unggul, baik untuk tanaman pangan, tanaman perkebunan, ternak maupun ikan, juga termasuk pabrik pakan, pabrik pestisiada, serta kegiatan perdagangannya. Kedua, subsistem agribisnis usahatani, lebih dikenal sebagai kegiatan usahatani.
74
Lingkupnya adalah kegiatan di tingkat petani, pekebun, peternak, dan nelayan termasuk kegiatan perhutanan yang merupakan kegiatan mengelola input-input berupa lahan, tenaga kerja, modal, teknologi, dan manajemen untuk menghasilkan produk pertanian. Ketiga, subsistem pengolahan yang disebut kegiatan agroindustri, merupakan kegiatan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku. Keempat, subsistem pemasaran serta perdagangan hasil pertanian dan hasil olahannya untuk menyampaikan output kepada konsumen dalam dan luar negeri. Kelima, subsistem jasa penunjang yang merupakan kegiatan jasa yang melayani pertanian. Kegiatan tersebut diantaranya adalah perbankan, infrastruktur, litbang, pendidikan, dan penyuluhan atau konsultasi, transportasi dan lain sebagainya.
5.2.1
Agribisnis Hulu Pada bagian hulu, agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul
Fallah meliputi pemeliharaan sapi perah, kambing perah, penyediaan pakan hijauan (rumput) untuk pakan ternak, dan pabrik pakan ternak. Pada awalnya sapi perah berjumlah 30 ekor, dan 22 ekor produktif untuk diperah. Selanjutnya terjadi penambahan 10 ekor sapi betina sehingga total sapi menjadi 40 ekor dengan 32 ekor merupakan sapi yang produktif untuk diperah. Menurut End, pengadaan 10 ekor sapi perah betina dan pendirian bangunan untuk pabrik pakan ternak merupakan realisasi program pengembangan LM3 dari BPSDMP Departemen Pertanian RI. Namun menurut Ys, khusus untuk pengadaan sapi, tidak semuanya berasal dari dana bantuan LM3 karena sebelum pengadaan, terlebih dahulu pengelola
75
menjual sapi yang sudah ada sebelumnya dikarenakan sudah tidak produktif lagi. Hal ini terkait dengan usia sapi dan keadaan fisik sapi yang memerlukan waktu lama untuk pemulihan. Selain itu, terdapat satu ekor sapi pejantan untuk memperlancar proses produksi.
Dokumentasi: Tarjo (2008)
Gambar 6. Jenis Sapi Perah di Pesantren Pertanian Darul Fallah Sementara itu, khusus untuk kambing perah, saat penelitian dilakukan, jumlah indukan kambing untuk diperah berjumlah 20 ekor betina dan 2 ekor pejantan. Dari sejumlah 20 ekor indukan, yang produktif diperah setiap harinya berjumlah antara 12-14 ekor. Jenis kambing betina merupakan jenis kambing Peranakan Etawa (PE) dan jenis Jawa Randu. Jenis kambing jantan merupakan jenis kambing PE. Menurut Ys, keterbatasan bibit unggul menjadi penghambat proses produksi, karena jika menunggu anakan betina, membutuhkan waktu minimal satu tahun untuk siap jadi indukan dan siap diperah. Maka, diperlukan indukan unggul untuk menambah kapasitas produksi. Keberadaan kambing jantan harus berjenis PE dan betina lebih dominan jenis jawa randu, Ys mengemukakan bahwa jenis kambing jantan PE memiliki kualitas yang paling baik sebagai
76
pejantan dibandingkan dengan jenis kambing lainnya. Hal ini juga berpengaruh terhadap kualitas produksi susu yang dihasilkan pada kambing betina setelah dikawinkan. Sementara itu, jenis Jawa Randu dipilih dengan alasan harganya lebih murah daripada jenis PE, sementara kualitas susu yang dihasilkan tidak jauh berbeda, sehingga dapat menekan biaya produksi.
Dokumentasi: Tarjo (2008)
Gambar 7. Jenis Kambing Peranakan Etawa Pejantan Sebagai sumber pakan untuk ternak, terdapat lahan seluas kurang lebih satu hektar untuk pakan hijauan. Namun, pakan hijauan saja tidak cukup untuk pakan ternak sapi perah dan kambing perah. Diperlukan konsumsi makanan tambahan khusus untuk jenis ternak yang diperah. Menurut Ys, untuk menghasilkan kualitas susu yang baik dan kuantitas produksi tinggi, diperlukan konsumsi makanan tambahan berupa konsentrat dan ampas tahu atau kedelai. Konsentrat merupakan jenis makanan yang berisi campuran beberapa jenis sisa hasil pertanian seperti dedak, bungkil sawit, ampas tebu, onggok, kulit jagung, dan lain-lain yang selanjutnya dicampur dengan menggunakan mesin pengolah sehingga siap untuk dikonsumsi ternak.
77
Pada awalnya, unit peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah membeli konsentrat dari KPS Bogor sebagai pabrik pakan ternak terbesar di Bogor. Namun setelah mendapat bantuan dana dari Departemen Pertanian, didirikan pengolahan pabrik pakan ternak. Sampai dengan penelitian dilakukan, pabrik pakan belum beroperasi secara optimal. Hanya sementara waktu melakukan pengolahan untuk konsumsi sendiri, namun setelah bahan baku untuk konsentrat harganya naik, unit peternakan kembali membeli konsentrat ke KPS Bogor. Ampas tahu diperoleh dengan cara bekerjasama dengan pabrik pembuat tahu di wilayah Bogor dan Tanjung Priuk Jakarta. Apabila dilihat dari biaya produksi, mendatangkan ampas dari Jakarta membutuhkan biaya transportasi lebih tinggi. Namun, karena ampas tersebut sangat dibutuhkan untuk memperlancar aktivitas produksi maka mendatangkan dari wilayah Jakarta. Menurut Qqn, efisiensi harga hampir sama dengan mendatangkan dari wilayah Bogor, sehingga biaya produksi tidak terlalu tertekan.
5.2.2
Agribisnis Usahatani Pada sektor usaha tani, kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola unit
agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain: menanam rumput, ngarit1, membersihkan kandang, memberi pakan ternak, mengobati jika terdapat ternak yang sakit, dan memerah susu. Pada sektor ini, saat penelitian dilakukan, terdapat 3 sumberdaya manusia. Satu orang menangani kambing perah dan dua orang menangani sapi perah. Adapun tugas yang dilakukan oleh ketiga sumberdaya tersebut sebagaimana tersebut di atas. 1
Mengambil rumput yang siap dipanen dengan alat berupa sabit untuk selanjutnya diberikan kepada ternak.
78
Kegiatan menanam rumput hanya dilakukan setiap setahun sekali atau pada saat membuka lahan baru untuk ditanam rumput. Rumput gajah sebagai mayoritas rumput yang ditanam untuk pakan ternak. Di sekitarnya, tumbuh rumput liar yang dapat juga dimanfaatkan untuk pakan. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Sm, setiap harinya para pengelola melakukan kegiatan rutin sebagai berikut. Pertama, membersihkan kandang dan ternak pada pagi hari mulai jam 06.00 WIB dan memberikan pakan pada ternak dilanjutkan sarapan pagi. Kedua, memerah susu sesi pertama pada jam 07.00 WIB dilanjutkan penimbangan. Ketiga, ngarit ke kebun sekitar pontren. Keempat, memberi pakan berupa ampas tahu sekitar jam 10.00 WIB dilanjutkan istirahat. Kelima, membersihkan kandang dan ternak untuk persiapan pemerahan susu berikutnya. Keenam, memerah susu sesi kedua sekitar jam 14.00 WIB dilanjutkan penimbangan. Ketujuh, memberi pakan ternak untuk sore hari sekitar jam 15.30 WIB. Hal ini yang menjadi kegiatan rutin 3 pengelola di bagian budidaya ternak. Selain itu, terdapat kegiatan mengobati penyakit pada ternak yang terkena penyakit. Sementara itu produksi susu murni sebelum pasteurisasi untuk sapi perah kurang lebih 300 liter per hari. Kambing perah kurang lebih menghasilkan susu 8 liter per hari. Angka ini menurut Qqn, masih sangat minim untuk sebuah unit usaha agribisnis. Maka dibutuhkan percepatan untuk memperbesar skala usaha agar semakin berkembang menjadi lebih baik secara kualitas, maupun kuantitas. Langkah yang dilakukan menurut End adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam hal penguatan modal.
79
5.2.3
Agribisnis Hilir Pada sektor hilir, kegiatan agribisnis mencakup dua kegiatan penting yakni
kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil produksi olahan. Pada unit agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah, kegiatan ini dilakukan oleh empat sumberdaya manusia. Dua orang menangani proses pengolahan dan dua orang menangani bagian pemasaran. Pada bagian pengolahan, sumberdaya yang ada merupakan tenaga perempuan yang telah dilatih sebelumnya. Adapun macam produksi olahan yang sudah dilakukan berupa yoghurt, es susu, dan kevir. Bentuk kemasan pun beragam ukuran dan bentuk. Untuk es susu dikemas dalam plastik biasa selanjutnya disatukan dalam satu pak yang berisi 20 buah es susu ukuran kecil atau 10 es susu ukuran sedang. Demikian juga untuk yoghurt, namun produk ini juga memakai kemasan gelas dan botol untuk produk yang berbahan baku susu kambing. Sementara kevir berbahan baku susu sapi dengan kemasan gelas. Proses pengolahan dimulai dari setelah penimbangan kemudian disaring, pasteurisasi, dan dilakukan pengolahan sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat. Setelah itu dilakukan pengemasan dan dimasukkan dalam freezer agar menjadi beku untuk mempertahankan kualitas produk. Selain produk olahan, unit agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah juga melakukan kemasan produk susu murni sapi dan kambing. Untuk susu sapi dikemas dalam kemasan per 0,5 liter dan untuk susu kambing dikemas dalam kemasan per 200 ml. Dalam sehari, tidak ada patokan kuantitas produksi yang dihasilkan karena tergantung dari permintaan pasar, namun tetap memperhatikan target. Menurut Qqn, sektor
80
pemasaran harus terus ditingkatkan agar di bagian produksi dan pengolahan juga meningkat.
Dokumentasi: Tarjo (2008)
Gambar 8. Proses Penimbangan Susu oleh Karyawan sebelum Disaring
Selanjutnya, untuk pemasaran produk dilakukan untuk wilayah Jabotabek. “jajanan yang menyehatkan” menjadi slogan unit usaha ini dalam menembus persaingan pasar. Sebagaimana yang diungkapkan Qqn, bahwa selama ini produk jajanan khususnya minuman yang beredar merupakan produk minuman dengan komposisi bahan baku yang masih dipertanyakan keamanannya. Contoh kecil yang dapat diamati adalah dari pemakaian zat pewarna yang berlebih sehingga membahayakan konsumen yang pada umumnya adalah anak usia sekolah. Jadi, selain meraih keuntungan dibalik usaha ini, Pesantren Pertanian Darul Fallah berupaya mengkampanyekan kesehatan bagi konsumen, demikian yang disampaikan End. Sumberdaya pemasar yang ada sementara ini berjumlah dua orang. Tenaga tersebut dirasa sudah cukup untuk sementara ini. Apabila suatu waktu produksi
81
meningkat, unit agribisnis peternakan ini akan menambah tenaga kerja baik di bagian hulu, usahatani maupun hilir. Pengamatan penulis selama penelitian, jumlah produksi semakin meningkat. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan pasar juga meningkat. Pengelola melakukan pemasaran langsung dan tidak langsung. Pemasaran langsung dilakukan di sekitar wilayah Bogor dengan memberdayakan santri yang memiliki motivasi untuk menjual. Sedangkan pemasaran tidak langsung adalah dengan menggandeng orang yang siap menjadi agen dengan perjanjian secara tertulis yang sudah disepakati bersama.
Dokumentasi: Tarjo (2008)
Gambar 9. Salah Satu Produk Olahan Susu berupa Yoghurt
5.2.4
Agribisnis Kelembagaan dan Jasa Penunjang Pada sektor kelembagaan dan jasa penunjang terdapat beberapa komponen
penting yang berperan dalam agribisnis peternakan yang dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah. Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren)
82
Adanya kopontren menurut Ys, sangat membantu keberadaan unit agribisnis peternakan, khususnya pengadaan modal untuk pakan dan pemasaran. Apabila kegiatan agribisnis memiliki kekurangan dana untuk operasional, maka salah satu alternatif yang dilakukan adalah dengan memakai dana dari kopontren. Selain itu,. kopontren juga membantu memasarkan produk olahan untuk wilayah dalam pontren. 2. Penyuluhan Kegiatan pendidikan dan pelatihan yang merupakan bagian dari penyuluhan merupakan hal penting bagi para pengelola agribisnis. Hal ini dikarenakan, kemampuan sumberdaya manusia merupakan penentu maju tidaknya sebuah usaha agribisnis. Artinya, kegiatan usaha agribisnis membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas menurut Soekartawi (1994), adalah manusia yang dapat mengembangkan potensi dirinya secara produktif bagi pembangunan nasional. Cirinya adalah efisiensi, kerajinan, kerapian, sikap, tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, logis dalam berfikir dan bertindak, kesediaan untuk mengubah sikap gesit dalam memanfaatkan kesempatan, bekerja secara energik, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, mampu bekerjasama, dan memandang jauh ke depan.
3. Infra struktur dan transportasi Infrastruktur seperti jalan merupakan bagian jasa penunjang yang penting dalam proses agribisnis. Menurut pengamatan penulis, sarana jalan menuju lokasi kegiatan agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah memiliki jalan berbatu sehingga diperlukan perbaikan. Hal ini yang menjadi salah satu kendala di
83
dalam melaksanakan kegiatan agribisnis. Demikian juga untuk transportasi. Menurut End, pada awalnya transportasi turut menjadi hambatan, namun setelah mendapat bantuan dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Departemen Pertanian melalui program pengembangan LM3 tahun 2007, semuanya menjadi lebih lancar. Unit agribisnis peternakan sekarang memiliki sebuah mobil pick up, APV, dan sebuah sepeda motor untuk menunjang kegiatan pemasaran, serta beberapa tambahan alat pengolahan susu.
5.3 Ikhtisar Sejarah LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah dimulai pada tahun 1998/1999 pada Proyek Peningkatan Ketahanan Pangan Nasional melalui Pemberdayaan Masyarakat Petani, Badan Agribisnis Departemen Pertanian RI. Pontren Pertanian Darul Fallah ditunjuk sebagai pengelola LM3/ KKA (Klinik Konsultasi Agribisnis) memperoleh pembinaan dengan mengikuti magang atau pelatihan kepada pengelola LM3 yang diselenggarakan selama 10 hari pada bulan Januari 1999 di Pusat Inkubator Agribisnis Al-Ittifaq Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Pada tahapan selanjutnya, LM3 mengalami pasang surut dan pada tahun 2006 LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah mendapat kepercayaan dari Departemen Pertanian RI setelah mengajukan permohonan dengan mendapat bantuan modal usaha agribisnis. Kegiatan pengembangan LM3, hanya dikhususkan untuk kegiatan agribisnis dengan berbagai macam bidang agribisnis. Namun, pengajuan modal usaha yang dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah hanya dibatasi pada pengembangan usaha agribisnis peternakan.
84
Pada sistem agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah, dari sub sistem agribisnis hulu hingga hilir, berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditandai dengan keberhasilan di dalam memasarkan produk olahan susu berupa es susu, yoghurt, dan kevir ke beberapa wilayah. Namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sumberdaya manusia atau pengelola di dalam melaksanakan kegiatannya, apakah sudah memiliki kapabilitas yang sesuai dengan bidang agribisnis yang ditekuni ataukah sebaliknya. Maka pada bab selanjutnya akan di bahas mengenai partisipasi para pengelola dalam melaksanakan program pengembangan LM3 secara menyeluruh dari awal sebelum pelaksanaan hingga evaluasi.
85
BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PENGELOLA PADA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS LM3 6.1 6.1.1
Tahap Perencanaan Program Pengambilan Keputusan Perkembangan agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah
mengalami pasang surut. Menurut Ys, pada tahun 2006 usaha yang masih tersisa adalah usaha kambing perah dan sapi perah. Namun kondisinya cukup memprihatinkan. Hal ini dipertegas oleh Bapak Sm sebagai pengelola sekaligus masyarakat sekitar pesantren yang sudah lama bekerja di peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah. Beliau menuturkan: “Peternakan di sini mah sudah lama Mas, namun ya begitu, kadang bagus kadang jelek. Selama saya bekerja sejak tahun 70-an, ya begitu-begitu saja. Memang sudah waktunya diperbaiki. Tapi yang punya wewenang kan orang yayasan Mas”
Pendapat pengelola di atas menggambarkan bahwa partisipasi pengelola dalam tahap pengambilan keputusan tidak ada. Keputusan dilakukan sepihak oleh yayasan dan pengelola hanya melaksanakan mandat dari yayasan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Ife (1995) dikutip Nasdian (2003), yang menyatakan bahwa partisipasi diartikan sebagai peran serta warga komunitas secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, implementasi, dan evaluasi program. Aktif di sini menurut Ife (1995) sebagaimana dikutip Nasdian (2003), mengandung makna ciri seseorang berpartisipasi adalah keadaan memungkinkan serta mendukung peran serta seseorang dan struktur serta proses dari kegiatan tidak membuat seseorang merasa diasingkan.
86
Keadaan fisik peternakan kurang baik. Sebagai contoh kondisi fisik sapi perah sangat kurus sehingga kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan kurang. Demikian juga dengan bangunan kandang yang membutuhkan perbaikan. Saat penelitian ini akan dilakukan, kondisi kandang sapi sudah rusak sebagian dan kurang layak untuk melakukan proses produksi. Menurut Hn, setelah pihak yayasan mendapatkan berbagai masukan dan mengetahui adanya program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 dari Departemen Pertanian RI maka beberapa pimpinan yayasan memutuskan untuk mengambil peluang tersebut. Selanjutnya dibuat proposal yang disusun oleh salah satu pengelola yakni End dengan persetujuan yayasan, untuk selanjutnya diajukan ke Departeman Pertanian melalui BPSDMP pada tahun 2006.
6.1.2 Identifikasi dan Seleksi Identifikasi dan seleksi dilaksanakan sebagai persiapan implementasi tahap awal pelaksanaan program yang mencakup pengumpulan data berupa profil lembaga, potensi usaha, sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, dan sumberdaya sosial. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengenali dan memahami secara menyeluruh gambaran LM3 yang akan terlibat program untuk selanjutnya memilih dan menetapkan LM3 sesuai dengan kriteria dalam pedoman umum. Menurut End, setelah proposal diterima Departemen Pertanian RI, Pesantren Pertanian Darul Fallah mengikuti semua proses identifikasi dan seleksi dengan tahapan sebagai berikut : 1) Penjaringan melalui Kabupaten Bogor, 2) Identifikasi dan verifikasi melalui Balai Diklat Agribisnis Peternakan dan Hewan
87
Cinagara Bogor, 3) Validasi dan Penilaian dari tim pusat (BPSDMP) Departemen Pertanian RI tahun 2006 dan oleh tim pusat (P2HP) Departemen Pertanian RI tahun 2007, 4) Seleksi akhir, dimana LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah menjadi bagian dari 163 LM3 terpilih di Indonesia. Menurut Bpk Sgt, terdapat kurang lebih 1000 LM3 yang mendaftar dan masuk ke Balai Balai Diklat Agribisnis Peternakan dan Hewan Cinagara Bogor. Selanjutnya diseleksi dengan memilih 20 LM3 yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Bangka Belitung, Papua, dan Papua Barat. Salah satu LM3 terpilih dari beberapa provinsi di atas merupakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor. Kegiatan identifikasi dan seleksi mengalami kemunduran, yang seharusnya terlaksana pada bulan Maret sampai dengan Mei 2006, baru terlaksana pada Bulan September 2006.
6.2
Tahapan Pelaksanaan Program Program pemberdayaan pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian
Darul Fallah merupakan program yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian RI terhadap usaha agribisnis LM3. Agen pemberdayaan (pemberdaya) adalah pelaksana program yakni Departemen Pertanian RI. Sementara itu, pihak yang diberdayakan adalah pengelola usaha agribisnis LM3 dan masyarakat sekitar pesantren yang masuk dalam target program. Masyarakat sekitar pesantren merupakan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren dan menyatu dalam teritorial pesantren, namun tidak masuk ke dalam struktur organisasi pesantren. Hal ini dimaksudkan sesuai dengan tujuan program yakni menciptakan kemitraan dengan masyarakat lingkar pesantren melalui kemitraan produksi dan pemasaran
88
serta melatih warga pesantren dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewirausahaan pada bidang produksi agribisnis. Pada tahap pelaksanaan program, beberapa kegiatan pemberdayaan yang dilakukan antara lain: 6.2.1
Pengembangan Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia (SDM) menggambarkan ketrampilan, pengetahuan,
dan kemampuan untuk bekerja serta kesehatan yang baik yang secara bersamasama membuatnya mampu melaksanakan strategi penghidupan berbeda dan meraih tujuan dari penghidupannya. SDM merupakan hal yang pertama dan utama. Dalam konteks LM3, memberdayakan SDM yang tangguh adalah salah satu tujuan utama dan menjadi langkah awal agar segala aset yang diberikan kepada kelembagaan LM3 oleh SDM yang tangguh dapat dimanfaatkan dan menghasilkan capaian penghidupan yang lebih baik bagi mereka dan masyarakat sekitarnya. Adapun kegiatan utama pemberdayaan SDM pada pengembangan LM3 Agribisnis Peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah upaya untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan agar menjadi SDM pengelola agribisnis peternakan yang berdaya saing di masyarakat. Berdasarkan pedoman umum LM3 dari Departemen Pertanian tahun 2006, secara umum materi yang diberikan meliputi 3 hal : Pertama, enterpreneurship, berisi materi yang memberi wawasan pengelola untuk menjadi pelaku agribisnis yang profesional. Kedua, administrasi dan manajemen, meliputi aspek manajemen perencanaan, produksi, dan pemasaran, untuk menyiapkan SDM pengelola agribisnis yang
89
efektif dan efisien. Ketiga, teknis pertanian, yaitu bekal bagi SDM pengelola LM3 dalam menjalankan teknis usaha agribisnis baik on-farm maupun off-farm. Kegiatan dilaksanakan oleh Departemen terhadap para pengelola agribisnis LM3 termasuk di dalamnya pendamping LM3 dimana keseluruhan materi dirangkum dalam kegiatan antara lain: 6.2.1.1 Training of Trainers (TOT) Kegiatan ini merupakan pelatihan bagi widyaiswara dan petugas yang akan melatih para pendamping di lapangan dan pengelola LM3. Kegiatan ini dilaksanakan pada Bulan Juli tahun 2006 bertempat di PMPSDMP Ciawi. Adapun peserta yang mendampingi LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah Tt dari Balai Diklat Agribisnis Peternakan dan Kesehatan Hewan Cinagara Bogor. Sementara itu, pengelola LM3 yang mengikuti pelatihan yakni Bapak Hn. Menurut Sgt, materi yang diberikan meliputi materi kewirausahaan, manajemen agribisnis, metode pendampingan, dan pengembangan masyarakat.
6.2.1.2 Pelatihan dan Magang Kegiatan pelatihan ini diperuntukkan kepada pendamping dan para pengelola LM3. Pelaksana atau pihak yang memberdayakan adalah Departemen Pertanian RI. Pelatihan bagi pendamping adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar bagi pendamping pengelola LM3 di bidang agribisnis. Tujuannya adalah membekali peserta untuk dapat mendampingi dan memfasilitasi para pengelola LM3 dalam melaksanakan dan mengembangkan usaha agribisnisnya. Adapun materi
yang
diberikan
adalah
kewirausahaan,
manajemen
agribisnis,
kepemimpinan, administrasi dan organisasi, human relation, kemitraan, teknis
90
negoisasi, permodalan, teknik pertanian spesifik, menajemen pendampingan, dan kapita selekta. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan setiap tahun karena Pesantren Pertanian Darul Fallah terlibat selama dua tahun berturut-turut. Pada tahun 2006, kegiatan direncanakan dilaksanakan pada Bulan Agustus 2006, namun realisasinya dilaksanakan pada tanggal 10-16 September 2006. Adapun pendamping yang mengikuti pelatihan berasal dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Peserta yang mewakili pengelola dari LM3 Pesantren pertanian Darul Fallah adalah Hn selaku Ketua LM3 dan End selaku manajer agribisnis peternakan. Menurut analisa penulis, kedua sosok ini adalah orang-orang yang merupakan jajaran pimpinan LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Menurut Hn, pelatihan magang tersebut diikuti oleh dua orang saja dikarenakan kuota dari Departemen Pertanian untuk mengikuti pelatihan hanya diberikan untuk dua orang wakil saja. Sementara End menyebutkan bahwa pentingnya pelatihan tersebut adalah untuk transfer ilmu kepada para pengelola pada tataran teknis. Pada tataran teknis ini, pengelola agribisnis peternakan juga akan diberikan pelatihan atau dimagangkan pada tempat dan waktu lain
guna meningkatkan wawasan, kemampuan, dan
ketrampilan para pengelola. Pada tahun 2007, pendamping yang mendampingi para pengelola agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah Bpk Tt, dimana beliau bersama pengelola Ys mengikuti kegiatan di Pesantren Al-Ittifaq Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung selama seminggu. Pengalaman yang disampaikan oleh Ys bahwa kegiatan yang didapat berisi materi-materi yang
91
semestinya bisa dipelajari sendiri. Hal yang membuat berbeda adalah bentuk studi banding melihat perkembangan LM3 agribisnis sayuran dan buah yang dilakukan oleh Pesantren Al-Ittifaq. Belajar dari pengalaman di Al-Ittifaq membuat Ys bersemangat untuk mengembangkan pola yang berbeda pada LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Sementara itu, kegiatan magang merupakan salah metode pembelajaran yang diterapkan di unit usaha dengan praktek langsung di lapangan. Tujuannya adalah untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan para pengelola melalui pengalaman langsung di lapangan. Pada LM3 agribisnis peternakan Pesantren Pertanian Darul Fallah, beberapa pengelola dimagangkan pada beberapa institusi. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan oleh Nrl, Hmr, dan Mar. Menurut Nrl, ia bersama Hmr dan Mar pernah dimagangkan di Institut Pertanian Bogor dengan materi teknis membuat yoghurt, es susu, dan kevir. Berbekal pengalaman itu, kini mereka memiliki keahlian dalam membuat ketiga produk tersebut yang hingga saat ini dikembangkan pada sektor agribisnis pengolahan susu. 6.2.1.3 Sekolah Lapang Kegiatan sekolah lapang adalah suatu pola pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi sasaran dimana proses pelatihannya dilaksanakan melalui kegiatan ”belajar sambil mengerjakan” dan belajar untuk menemukan /memecahkan masalah secara mandiri dan hubungan antara peserta dengan pelatih dibangun berazaskan kemitraan serta kesetaraan. Materi yang diberikan ditentukan
92
berdasarkan identifikasi kebutuhan pelatihan yang dilaksanakan BBDA terhadap LM3 terpilih. Beberapa kegiatan sekolah lapang yang dilaksanakan kepada para pengelola agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain teknis pengobatan pada hewan ternak yakni pada sapi perah dan kambing perah, juga teknis pembuatan kompos. Kegiatan tersebut berhubungan dengan salah satu tujuan kegiatan LM3 dimana LM3 yang terpilih dapat menjadi LM3 model dengan mengajak peserta dari masyarakat sekitar wilayah pesantren nonpengelola LM3. Menurut penuturan Bapak Mw yang merupakan pengelola LM3 yang menjadi peserta sekolah lapang, kegiatan ini sangat bermanfaat, namun agak sulit menerapkannya. Harus dilakukan dengan cara sering mencoba agar semakin terampil.
Dokumentasi : Endin (2007)
Gambar 10. Kegiatan Sekolah Lapang dengan Praktek Pembuatan Kompos di Pesantren Pertanian Darul Fallah
6.2.1.4 Studi Banding Studi banding adalah suatu proses pembelajaran dengan cara mengunjungi langsung objek yang dinilai sudah berhasil atau dijadikan model untuk pengembangan usaha agribisnis. Pada kegiatan pengembangan LM3, peserta
93
pengembangan LM3 melakukan kunjungan untuk melihat dan mempelajari keberhasilan usaha agribisnis di suatu tempat. Tujuannya adalah memperluas cakrawala berfikir dan mengembangkan wawasan peserta tentang pengelolaan agribisnis di suatu wilayah, meningkatkan pengetahuan dengan cara tukar menukar informasi peserta dengan para pengelola agribisnis di wilayah lain, dan menumbuhkan minat dan motivasi peserta program pengembangan LM3 untuk menerapkan teknologi yang digunakan dan mengembangkan usaha yang berorientasi agribisnis. Pelaksana kegiatan ini adalah Departemen Pertanian RI. Pesantren Pertanian Darul Fallah selama program pengembangan LM3, hanya sekali mengikuti studi banding dengan mengirim satu peserta yakni Ys bersamaan dengan kegiatan pelatihan di Pesantren Al-Ittifaq Ciwidey Kabupaten Bandung tahun 2007. 6.2.1.5 Pendampingan Pendampingan adalah proses pengawalan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan usaha LM3. Tujuan utama pendampingan, antara lain: (1) mengawal keberlangsungan program, (2) membantu meningkatkan kapasitas peran LM3 dalam memberdayakan masyarakat di lingkungannya, (3) mendampingi LM3 dalam akses modal, teknologi, dan jaringan pasar (terutama captive market), (4) memfasilitasi hubungan kemitraan antara LM3 dengan masyarakatnya (pendapatan dan kesejahteraan), dan (5) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan menjaga keberlangsungan program.
94
Pendampingan dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian, petugas teknis dari
dinas
lingkup
pertanian,
atau
tenaga
profesional
dari
asosiasi/
LSM/Poktan/P4S/Swasta, yang menguasai secara teknis dan berdomisili dekat dengan lokasi LM3 yang dibina. Untuk meningkatkan efektivitas pendampingan usaha, juga dapat dilakukan pembinaan oleh peneliti, para ahli, petugas teknis setempat, dan perguruan tinggi. Kegiatan pendampingan LM3 mencakup pengembangan SDM, manajemen usaha agribisnis, dan kelembagaan LM3, dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pasca kegiatan. Petugas pendamping ditunjuk oleh kepala dinas lingkup pertanian kabupaten/kota. Jumlah petugas pendamping untuk setiap kabupaten/kota disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Honor dan biaya operasional petugas pendamping dialokasikan dalam masing-masing RUK LM3 terpilih. Kegiatan pendampingan yang dilaksanakan pada LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah didampingi oleh pendamping yang merupakan pegawai penyuluh lapangan (PPL) yang berasal dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Namun, partisipasi pendamping untuk LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Darul Fallah dianggap kurang optimal. Hal ini disampaikan oleh End, bahwa pendamping hanya aktif saat awal-awal saja, setelah kegiatan mulai berjalan, peran pendamping sangat minim. Hal ini juga turut menhambat jalannya program. Lebih lanjut, Ys menuturkan bahwa keberadaan pendamping sangat dibutuhkan untuk membantu transfer wawasan baik teori maupun teknis pada kegiatan agribisnis karena rata-rata pengelola di LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah belum menguasai teknis lapangan. Sementara Qqn, menegaskan bahwa terjadi suatu kesalahan dalam menempatkan
95
pendamping di LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Semestinya pendamping adalah orang yang menguasai teori dan teknis di bidangnya. Pendamping pada tahun 2006 merupakan pendamping yang berlatar belakang pertanian sehingga pengetahuan di bidang agribisnis peternakan sangat minim. Pada tahun berikutnya dilakukan perubahan dengan mengganti pendamping yang memiliki latar belakang peternakan. Adapun bentuk kegiatan pendampingan terealisasi melalui tiga kegiatan utama; penguatan kelembagaan, pengembangan LM3 model, dan pengembangan jejaring kerjasama.
6.2.2
Penguatan Kelembagaan Penguatan kelembagaan pada LM3 dimaksudkan agar LM3 disamping
mencetak kader pemuka agama dan masyarakat, juga dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan kemandirian bagi para siswa/santri atau pengelola lembaga tersebut dan masyarakat dalam usaha ekonomi khususnya agribisnis. Tujuannya adalah terbentuknya suatu organisasi ekonomi di bidang agribisnis yang formal di LM3 dengan ciri-ciri ; 1) lebih berorientasi ekonomi daripada sosial, 2) pembagian tugas, peranan, tanggung jawab berdasarkan kesepakatan yang dibuat secara tertulis, 3) mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang jelas, 4) kepengurusan dipilih secara demokratis, dan 5) kegiatan organisasi lebih bersifat komersial. Berdasarkan ciri di atas LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah belum memiliki seluruh ciri tersebut. Untuk keempat ciri sudah dimiliki oleh pontren LM3, namun pemilihan pengurus yang dilakukan secra demokratis belum
96
dilaksanakan. Pengurus dipilih dan ditentukan sepenuhnya oleh yayasan. Yayasan disini yang dimaksud adalah pemegang kebijakan di lingkup pontren yang menentukan segala bentuk keputusan termasuk pada kegiatan agribisnis peternakan. Sebagai contoh, pergantian manajer peternakan untuk tahun 2008 langsung ditunjuk kepada salah satu orang yang belum berpengalaman pada bidangnya. Sebagaimana dituturkan oleh Qqn segala bentuk keputusan ditentukan oleh pihak yayasan, kita hanya sekedar mengusulkan. Khusus untuk penunjukkan manajer peternakan sebenarnya bukan orang yang berpengalaman apabila dibanding manajer sebelumnya. Berdasar pengamatan penulis, pengembangan usaha mengalami kemajuan berdasar pada peningkatan permintaan pasar terhadap produk pengolahan pada LM3 agribisnis peternakan. Hal itu turut meningkatkan produksi olahan sehingga untuk ke depannya akan ditambah tenaga kerja pada semua sub sektor agribisnis dari hulu sampai hilir. Menurut Ys, saat ini LM3 sudah BEP (break event point). Permintaan pasarpun menjadi meningkat seiring kerjasama dengan beberapa agen pasar. Maka ke depan membutuhkan suatu inovasi agar produk LM3 agribisnis Peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah mampu bersaing dengan menempatkan produknya di pasar nasional. Salah satu yang dilakukan sekarang adalah dengan memperbaiki kemasan dan mengurus legalitas usaha seperti izin BPOM, sertifikat halal, dan izin dari DEPKES.
6.2.3
Pengembangan LM3 Model Pengembangan LM3 model adalah upaya mengembangkan kapasitas LM3
menjadi kelembagaan yang berdaya saing tinggi. Terdapat tiga model LM3 yang
97
dikembangkan yakni ; 1) LM3 model sebagai pusat pelatihan untuk pengembangan SDM pertanian yang difasilitasi agar dapat menjadi teladan yang ideal, 2) LM3 model agribisnis yang difasilitasi dalam hal pemberian bantuan sarana dan prasarana usaha agribisnis, dan 3) LM3 agribisnis perkebunan yang difasilitasi dalam hal pemberian bantuan sarana dan prasarana usaha agribisnis dan usaha perkebunan serta pemberdayaan dan penguatan kelembagaan usaha LM3.Tujuan dari pengembangan LM3 model adalah untuk memilih kelembagaan LM3 unggulan sebagai kelembagaan yang mampu berperan sebagai contoh bagi masyarakat di sekitarnya. LM3 agribisnis di Pesantren Pertanian Darul Fallah termasuk dalam dua model dari tiga model di atas dengan model pusat pelatihan dan pemberian sarana dan prasarana usaha agribisnis. Sampai saat LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah sudah beberapa kali dijadikan tempat pelatihan bagi petani dan masyarakat sekitar terkait teknis usaha agribisnis peternakan. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan pembuatan pupuk kompos, pelatihan pemeliharaan ternak kambing perah dan sapi perah khususnya yang berkaitan dengan hal-hal teknis seperti memerah susu dan menobati ternak yang sakit. Adapun peserta pelatihan merupakan beberapa kelompok tani di sekitar wilayah
Kecamatan
Ciampea maupun di luar wilayah Kecamatan Ciampea. Menurut End, kegiatan pelatihan untuk masyarakat sekitar dilaksanakan dengan harapan bahwa Pesantren Pertanian Darul Fallah dapat berkontribusi bagi masyarakat sekitar dengan berbagi pengalaman dalam beberapa teknis agribisnis khususnya peternakan.
98
Dokumentasi: Endin (2007)
Gambar 11. Pelatihan Teknis Pengobatan Suntik pada Kambing Perah
6.2.4
Pengembangan Jejaring Kerjasama Pengembangan jejaring kerjasama merupakan kolaborasi atau integrasi
usaha agribisnis baik antar sesama LM3, LM3 dengan perusahaan swasta, LM3 dengan pemerintah, dan LM3 dengan pihak lainnya. Tujuannya adalah untuk memperluas dan mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam mengembangkan hubungan vertikal dan horizontal. Kerjasama yang dimaksud dapat berupa kerjasama LM3 dengan pihak penyedia sarana produksi, lembaga keuangan, maupun pihak prosessing hasil pertanian dan pemasarannya. LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah telah menjalin kerjasama dengan beberapa pihak. Pihak-pihak tersebut berupa instansi pemerintahan, swasta, maupun perorangan. Adapun lembaga yang telah bekerjasama antara lain : 1. Bank Mu’amalat Bentuk kerjasama dengan Bank Mu’amalat adalah penambahan beberapa sarana pengolahan dan bangunan tempat pengolahan susu. Hal ini dilakukan
99
mengingat kurangnya modal dalam proses agribisnis sehingga diperlukan kerjasama guna meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. 2. Institut Pertanian Bogor Kerjasama dengan institusi pendidikan seperti IPB merupakan hal yang penting dalam kerangka peningkatan ilmu pengetahuan, baik yang sifatnya teori maupun teknis. Bentuk kegiatan yang pernah dilakukan adalah pelatihan dan magang bagi pengelola khususnya di bagian produksi dan pengolahan agar pengelola semakin mahir dan terampil bekerja di bidangnya. 3. Pusat Manajemen Pengembangan Sumberdaya Manusia-Ciawi Bogor Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah magang peternakan yang dilaksanakan pada tanggal 12 – 25 Maret 2007 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Peserta pelatihan dan magang adalah para petani peternak di wilayah Kecamatan Ciampea dan sekitarnya.
Dokumentasi: Endin (2007)
Gambar 12. Magang Peternakan terhadap Petani dan Peternak Sekitar 4. Agen pemasar Peran pasar sangat menentukan, demikian yang diungkapkan oleh Qqn (30). Selama ini usaha agribisnis pada LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah
100
telah bekerjasama dengan beberapa agen pasar guna memperluas pasar. Sampai dengan penelitian ini dilakukan, telah ada tiga agen pemasar yang berlokasi di Depok, Jakarta, dan Tangerang. Kapasitas produksi juga semakin meningkat sehingga hal ini membuat perkembangan usaha menjadi semakin maju. Bentuk kerjasama seperti di atas menurut Hn, merupakan suatu hal yang positif yang akan terus di kembangkan. Semakin besar pesantren melakukan segala bentuk usaha, maka semakin mandiri pesantren di dalam membiayai kegiatannya. Optimisme seperti inilah yang dibutuhkan oleh para pengelola sehingga mampu memotivasi diri dengan segenap kemampuan yang dimiliki dengan saling bahu membahu mencapai cita yang diinginkan.
6.3
Monitoring dan Evaluasi Program Monitoring atau pemantauan merupakan kegiatan mengamati pelaksanaan
setiap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi adalah suatu proses yang menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas, dampak, dan kontinyuitas dari kegiatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai secara sistematik dan objektif. Tujuannya adalah untuk menjaga agar kegiatan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Pada program pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah, evaluasi yang dilakukan tidak penuh. Monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan hanya sebatas untuk merealisasikan dalam bentuk laporan tertulis. Bagi para pengelola, jarang sekali diajak menyampaikan ide-ide berkaitan dengan
101
perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan. Semua hanya menurut pada hasil evaluasi yang dilakukan yayasan. Sebagaimana yang diungkapkan Bapak Mw, “Kita-kita mah nurut saja sama atasan Mas. Kalau atasan meminta harus ganti ini, ganti itu, ya kita laksanakan saja. Nanti kalau kita usul, malah dikira lancang. Sudah ada yang berwenang Mas”
Bentuk hubungan seperti inilah yang menurut pengamatan penulis kurang berjalan sehat. Meskipun pemimpin memiliki wewenang dan kapasitas sebagai pihak yang memiliki keahlian dan kemampuan, semestinya juga menempatkan bawahan sebagai subjek sehingga tidak ada kesan bawahan-atasan dalam strata sosial pengembangan usaha pada LM3. Partisipasi tidak terlihat, bahkan pengelola merasa menurut saja terhadap atasan. Hal ini tidak membentuk sikap mandiri sebagaimana yang disampaikan Nasdian (2003), bahwa partisipasi yang tercapai akan menimbulkan kemandirian (self-relience) bagi komunitas Menurut Ife (1995) sebagaimana dikutip Nasdian (2003), mengartikan selfrelience bahwa komunitas pada dasarnya bergantung pada sumberdaya sendiri daripada sumberdaya dari luar dirinya. Pengelola di atas menunjukkan ketergantungan terhadap yayasan, sehingga tidak percaya diri. Selanjutnya, End menyampaikan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh pendampingpun juga demikian, hanya terbatas pada laporan tertulis tanpa melihat kondisi riil yang terjadi di lapangan. Pendamping hanya dua kali datang dan bertanya beberapa hal terkait perkembangan program. Jika yang terjadi demikian, maka partisipasi pengelola dalam melakukan evaluasi terhadap kegiatan agribisnisnya tidak berjalan sesuai dengan bentuk partisipasi sesungguhnya karena menurut Cohen dan Uphoff (1980) dikutip Nasdian (2003) bahwa partisipasi
102
melihat adanya keterlibatan masyarakat mulai tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan (pelaksanaan), dan evaluasi.
6.4
Ikhtisar Melihat proses pelaksanaan kegiatan pengembangan agribisnis peternakan
yang dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah, partisipasi dari para pengelola dalam melakukan perannya tidak dilakukan secara penuh. Terdapat beberapa hal yang dapat dianalisa. Pertama, hilangnya sikap demokratisasi dimana penentuan pengurus dan pengambilan keputusan dilakukan sepihak oleh yayasan dengan kurang mempertimbangkan kapabilitas yang dimiliki pengelola. Kedua, pemberian pelatihan yang dilakukan tidak secara kontinyu sehingga hanya pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh para pengelola kurang dalam menopang kegiatan agribisnis. Ketiga, kurang berperannya pendamping sehingga karena faktor ini, menghambat kemampuan pengelola untuk mempercepat diri dengan potensi mereka. Keempat, kurang diperhatikannya aspirasi dari bawah tentang keberadaan mereka sehingga upaya untuk mencapai kemandirian tidak sesuai harapan. Menurut analisa penulis, satu hal yang mesti mendapat perhatian serius, yakni pola hubungan antar pihak yayasan dengan para pengelola sehingga pengelola merasa ditempatkan sebagai subjek bukan objek. Di titik inilah pemberdayaan tidak terlihat. Selanjutnya, peran pimpinan yayasan harus melihat aspirasi dari bawah. Secara kuantitas, usaha agribisnis semakin baik, namun pengelola sebagai motor utama dalam melakukan kegiatannya mesti dioptimalkan perannya dengan menggali secara penuh ide dan kreativitas dalam diri mereka.
103
103
BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS LM3 6.1
Faktor-Faktor Pendukung
6.1.1
Sumberdaya Manusia Berkualitas Sumberdaya manusia merupakan aktor utama di dalam pelaksanaan
program. Sumberdaya manusia di dalam lingkup kegiatan pengembangan LM3 agribisnis di Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah orang-orang yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dari seluruh proses kegiatan agribisnis. Sumberdaya manusia merupakan faktor pendukung dalam proses kegiatan pemberdayaan pada pengembangan LM3. Sebagai faktor pendukung dalam kegiatan pemberdayaan, sumberdaya manusia yang dibutuhkan merupakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Sumberdaya manusia yang berkualitas menurut Soekartawi (1994), adalah manusia yang dapat mengembangkan potensi dirinya secara produktif bagi pembangunan nasional. Cirinya adalah efisiensi, kerajinan, kerapian, sikap, tepat waktu, kesederhanaan, kejujuran, logis dalam berfikir dan bertindak, kesediaan untuk mengubah sikap gesit dalam memanfaatkan kesempatan, bekerja secara energik, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, mampu bekerjasama, dan memandang jauh ke depan. Adapun potensi sumberdaya manusia pengelola kegiatan pengembangan LM3 agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah berdasarkan latar belakang pendidikan antara lain: tiga orang lulus program sarjana, satu orang lulus program diploma, dua orang lulusan SLTA, dua orang lulusan SLTP, dua orang lulusan SD, dan dua orang tidak tamat SD. Berdasarkan potensi tersebut menurut
104
Hn, keterbatasan yang dimiliki oleh para pengelola dengan tingkat pendidikan yang berbeda bukan merupakan suatu kendala. Hal itu didasarkan pada spesifikasi bidang yang mereka kerjakan karena pada dasarnya mereka bisa diberikan pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan mereka sesuai spesifikasi kerja yang dilakukan. End juga menyampaikan bahwa selain pengelola pada tataran teknis dimagangkan, mereka juga selalu diberikan pelatihan sampai bisa seiring proses waktu yang ada. Hal ini juga diakui oleh Mar, meskipun dia hanya lulus SD, dengan pelatihan yang diberikan melalui magang dan pengetahuan teknis secara berkesinambungan dari pengelola yang lebih berpengalaman, akhirnya juga mampu mempraktekkan pembuatan produk olahan susu yang siap bersaing di pasar. “Saya mah cuma lulusan SD Mas. Dulu tidak bisa sama sekali membuat yoghurt. Awalnya susah banget, kemasannya ada yang kegedhean, kadang ada yang kekecilan. Setelah diberi pelatihan dan diajari sama Mas Yus terusmenerus, lama-lama akhirnya juga bisa”.
Dengan demikian, pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi untuk dikembangkan, termasuk para pengelola usaha agribisnis LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Syarat bagi mereka untuk berkembang dan siap bersaing dengan manusia lainnya adalah dengan memberikan mereka pengetahuan dan ketrampilan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, magang, sekolah lapang dan semacamnya yang dilakukan secara kontinyu.
6.1.2
Sumberdaya Alam dan Sarana Prasarana Sumberdaya alam merupakan faktor pendukung dari setiap kegiatan
agribisnis dalam bidang apapun. Adapun sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah untuk kegiatan agribisnis peternakan antara lain;
105
lahan untuk pananaman rumput seluas kurang lebih satu hektar dan sumber air yang melimpah. Sampai dengan penelitian dilakukan, lahan yang berada dilokasi peternakan ditanami rumput sebagai pakan ternak. Selain itu, sebagian lahan digunakan untuk mendirikan sarana prasarana berupa bangunan, antara lain : dua buah kandang sapi perah, dua buah kandang kambing peranakan etawa (kambing perah), sebuah pabrik pakan ternak, sebuah tempat pengolahan kompos, satu buah kantor dan mes, tempat pembuatan gas, serta satu buah bangunan untuk pengolahan susu dilengkapi sarana pertemuan. Letak semua sarana bangunan tersebut saling berdekatan dan saling berhadapan di antara jalan berbatu sehingga memudahkan pengelola melakukan kontrol. Di sekitar bangunan nampak hijau oleh rimbunnya rumput gajah yang telah ditanam oleh pengelola untuk persediaan makan ternak.
Dokumentasi : Tarjo (2008)
Gambar 13. Sarana Kandang Kambing Perah
106
Sementara itu, guna melengkapi sarana prasarana yang ada, terdapat sebuah unit computer, tiga buah freezer penampung produk, dua buah kulkas, dua mesin pengolah (termasuk alat pasteurisasi), penyaring susu, kaleng-kaleng penampung susu, dan mesin pengolah pakan. Selain itu, untuk memperlancar pemasaran terdapat sebuah mobil pick up, sebuah mobil APV dan sebuah sepeda motor. Menurut End, keberadaan sumberdaya alam dan sarana prasarana sangat mendukung proses kegiatan agribisnis. Sebagaimana adanya sepeda motor dan mobil yang sangat bermanfaat sebagai sarana transportasi. Hal ini diakui oleh Qqn, (pengelola): “Berkat bantuan dana dari Departemen Pertanian melalui Dirjen P2HP, kami memakai dana tersebut untuk membeli sarana berupa mobil dan motor. Sebelum ada sarana tersebut, dulu kami memasarkan produk dengan sarana kami sendiri sehingga kurang efektif. Setelah adanya sarana, kami tidak susah lagi dalam mendistribusikan produk kepada agen-agen maupun konsumen kami sehingga terasa lebih efektif”.
6.1.3 Peluang Pasar Produk agribisnis peternakan yang diproduksi oleh usaha agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah memiliki peluang pasar yang sangat besar. Hal ini didasarkan pada jenis produk olahan yang belum dikenal oleh sebagian besar masyarakat atau konsumen. Menurut Qqn, sekarang ini banyak produk jajanan yang justru membahayakan konsumen yang notabene adalah anak-anak. Produk olahan dengan bahan baku susu disertai teknik pengolahan yang teliti dengan mengedepankan sisi kesehatan lambat laun akan semakin dikenal oleh masyarakat. Inilah yang menjadi keyakinan dari para pengelola usaha agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Selain itu, peluang pasar juga dimiliki pada usaha pengolahan pakan ternak apabila dapat dilaksanakan. Menurut End, sudah banyak pengusaha sapi,
107
kambing yang sifatnya kelompok usaha maupun perorangan yang meminta dibuatkan pakan ternak berupa konsentrat dari usaha agribisnis yang dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Fallah. Mereka menilai produk pakan ternak yang diproduksi oleh unit agribisnis ini memiliki kualitas yang lebih baik dibanding produk dari tempat lain. Hal ini menurut Ys, berkaitan dengan pencampuran bahan baku dimana pengelola benar-benar memperhatikan komposisi masingmasing bahan baku dengan melihat kadar kandungan zat yang ada di dalam produk olahan sehingga kualitasnya menjadi baik. Selain itu, unit usaha ini juga memiliki motif menjaga hubungan terhadap konsumen dengan memberikan kualitas yang terbaik. Peluang pasar inilah yang merupakan salah satu faktor pendorong bagi proses pemberdayaan pada pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Berbekal kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan yang dimiliki, para pengelola semakin termotivasi dalam mengembangkan usahanya.
Dokumentasi : Tarjo (2008)
Gambar 14. Sarana Mesin Pengolah Pakan Ternak
108
6.2 Faktor Penghambat 6.2.1 Modal Usaha Modal merupakan salah satu aspek penting dalam usaha agribisnis karena tanpa adanya modal, mustahil kegiatan agribisnis dapat berjalan. Modal dapat berupa modal keuangan dan modal non keuangan seperti trust atau kepercayaan. Di dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah, faktor penghambat modal yang dimaksud adalah modal keuangan. Berdasarkan informasi dari End, bahwa model bantuan modal yang diberikan oleh Deptan RI terpisah-pisah sesuai dengan departemen atau ditjen masing-masing. Ditjen P2HP memberikan bantuan pada sektor pengolahan dan pemasaran, sedangkan BPSDMP menitikberatkan pada pengembangan SDM pertanian. Hal ini menjadi penghambat para pengelola dalam memprioritaskan bidang yang akan didahulukan. Selanjutnya, Hn menegaskan bahwa bantuan yang diberikan jika harus diperuntukkan kepada salah satu bidang tidak akan mampu mensinergikan jalannya usaha agribisnis karena sifat usaha agribisnis yang mengalir dari sektor hulu ke hilir, jika salah satu tidak berjalan maka yang lainnya mengalami hambatan. Seperti halnya P2HP, mengalokasikan dana untuk pembelian alat pengolahan susu saja, jika di bidang produksinya tidak berjalan maka tidak akan terjadi proses pengolahan susu. Begitu juga dengan bantuan dari ditjen BPSDMP yang mengalokasikan dana untuk budidaya sapi, jika terdapat produksi susu tanpa adanya alat pengolahan maka usaha pegolahan susu tidak akan berjalan. Maka langkah yang diambil oleh pengelola LM3 adalah membuat dua model pengajuan. Untuk tahun 2006 LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah
109
mengajukan dana untuk pasteurisasi yakni alat pengolahan susu dan alat pengolah pabrik pakan ternak dan untuk tahun berikutnya mengajukan dana untuk pemasaran hasil pertanian. Namun, ketika pabrik pakan ternak sudah terbangun dan pabrik pengolahan susu sudah berdiri, terdapat kendala lain. Kendala tersebut berupa modal operasional dalam menjalankan produksi. Menurut End, untuk pengolahan susu dapat berjalan karena bekerjasama dengan Bank Mu’amalat. Namun, untuk pengolahan pakan ternak, meskipun alat pengolah beserta gedung sudah ada, tetapi unit usaha tidak memiliki cukup modal untuk menjalankan proses produksi. Unit usaha agribisnis memerlukan kerjasama dengan pihak investor atau sumber modal lain untuk menjalankan produksi pakan ternak. Selain itu, End menyebutkan bahwa untuk menjalankan operasional produksi pakan ternak, membutuhkan kurang lebih enam sumberdaya manusia sehingga ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru. Sementara itu, besarnya modal yang dibutuhkan terletak pada pembelian bahan baku seperti dedak, bungkil kelapa sawit, onggok, dan sisa-sisa tanaman yang lain. Untuk memperoleh bahan-bahan tersebut harus mendatangkan dari wilayah lain sehingga membutuhkan
biaya
yang
cukup
besar
khususnya
untuk
transportasi.
Sebagaimana disampaikan oleh Ys, (pengelola): “Untuk mengolah pakan ternak sangat membutuhkan modal besar Mas, kalau hanya membeli bahan baku dengan jumlah yang sedikit maka bisa jadi malah rugi karena untuk mendatangkan bahan baku ini yang mahal biaya transportasinya dan mendatangkannya dari luar pulau”.
Melihat kondisi tersebut, para pengelola belum berani melakukan spekulasi untuk melakukan produksi. Sampai dengan saat ini, proses menuju pengolahan pakan ternak baru dalam tahap menjaring kerjasama dengan investor guna mendukung pengadaan modal dengan target tahun 2009 dapat berjalan.
110
6.2.2 Koordinasi Antar Elemen Adapun elemen yang terlibat pada proses pengembangan agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah antara lain: pemerintah melalui BPSDMP Departemen Pertanian RI, pendamping dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, dan pihak pesantren. Di dalam lingkup pesantren sendiri, antara pihak yayasan dengan pengelola juga kurang bersinergi, sehingga kegiatan agribisnis yang dilaksanakan terlihat kurang seimbang. Hal ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar elemen. Koordinasi antar elemen terlihat sangat lemah berdasar pada beberapa alasan. Pertama, kurang optimalnya kontrol yang dilakukan pemerintah terhadap program yang dilaksanakan sehingga seberapa besar pencapaian program kurang terlihat. Kedua, kurang optimalnya pendamping dalam melakukan fungsinya sehingga proses peningkatan kapasitas para pengelola agribisnis menjadi lambat. Berdasarkan informasi dari End, pendamping tidak berperan optimal karena dari rencana kerja yang semestinya dilakukan oleh pendamping, tidak dilakukan seluruhnya. Pendamping hanya menerima laporan tertulis yang dbuat oleh pengelola setiap bulannya tanpa mengontrol aktivitas langsung di lapang secara berkelanjutan. Ketiga, kurang adanya singkronisasi dari yayasan dan pengelola LM3, dimana setiap perencanaan yang diusulkan oleh pengelola harus dengan persetujuan pihak yayasan. Hal ini tentu menjadi penghambat karena membatasi para pengelola dalam menentukan kemandiriannya. Seperti halnya diungkapkan oleh Ys, setiap kali akan mengusulkan beberapa hal seperti mencari pemodal lain untuk operasional pabrik pakan, yayasan tidak mengizinkan. Menurut Hn, hal itu
111
dikarenakan yayasan memiliki pertimbangan lain pada setiap masukan yang disampaikan terhadap pengembangan agribisnis. Menurut Qqn, sebaiknya yayasan tidak sekedar mempertimbangkan usulan tersebut, namun segera merespon dan memberikan alternatif lain dan segera mengambil keputusan karena semakin cepat semakin baik untuk melakukan hal-hal teknis.
6.2.3
Pemasaran Adapun kendala di dalam pemasaran adalah terbatasnya sarana pemasaran
dan kurangnya jaringan pasar. Langkah yang diambil oleh para pengelola adalah memanfaatkan sarana yang ada, khususnya transportasi untuk distribusi produk olahan ke agen-agen pasar. Selain, itu, media publikasi diperbesar untuk memperbesar pasar. Sementara itu, bagi pasar yang sudah ada adalah ketidakkonsistenan agen dalam memesan produk, sehingga terkadang terdapat kelebihan produk. Namun dibalik itu, terkadang datang beberapa agen penjemput yang tidak kontinyu untuk memesan barang dan hal ini bisa berpotensi memeperbesar pasar jika dapat menggandeng mereka untuk menjadi agen. Selanjutnya, sebagaimana diungkapkan oleh End, bahwa langkah dari pengelola dan yayasan untuk mengatasi keterbatasan sarana pemasaran ini adalah dengan mengajukan bantuan LM3 kembali ke Deptan RI hingga terealisasi sarana transportasi berupa satu unit mobil dan satu unit sepeda motor. Sementara itu, Hn menyampaikan perlunya pengembangan jejaring kerjasama dengan agen pemasar dan konsumen dengan perjanjian yang jelas. Sampai dengan akhir penelitian ini, pengelola unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah telah membuat mekanisme surat perjanjian dengan para
112
agen. Untuk sementara, bentuk kerjasama melalui perjanjian tersebut dilakukan dalam memasarkan produk olahan yoghurt dan es susu. Syarat untuk menjadi agen adalah apabila calon agen mampu mencapai target penjualan minimal 5000 batang produk tersebut dalam waktu seminggu akan diberikan pinjaman freezer dari unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Maka menurut Qqn, sebelum menjadi agen, calon agen diberi keleluasaan untuk promosi produk selama dua bulan. Setelah itu, dilihat perkembangannya untuk dilakukan evaluasi. Apabila memiliki potensi dan mencapai target penjualan kerjasama dapat dilakukan dengan disertai penandatanganan surat perjanjian kerjasama yang telah disiapkan oleh unit agribisnis LM3 dengan persetujuan bersama.
6.2.4
Kualitas Produk Kualitas produk
merupakan satu sisi yang perlu mendapat perhatian
dalam sebuah usaha termasuk usaha agribisnis. Kualitas produk inilah yang menjadi salah satu penghambat dalam usaha agribisnis LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Beberapa hal yang berkaitan dengan kualitas produk antara lain. Pertama, aspek rasa. Menurut Qqn, salah satu selera konsumen yang perlu diperhatikan adalah dalam hal rasa untuk produk usaha makanan maupun minuman. Unit agribisnis LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah telah melakukan berbagai variasi rasa dalam setiap produk yang dibuat dengan tetap mengedepankan sisi kesehatan. Kedua, aspek kemasan. Perhatian terhadap kemasan suatu produk akan sangat penting. Karena segmen utama pasar dari produk olahan seperti yoghurt, es susu dan kevir adalah anak-anak, maka kemasan yang dibuat disesuaikan dengan selera anak-anak. Sampai dengan saat ini, unit
113
agribisnis LM3 terus melakukan perbaikan-perbaikan kemasan. Sebagaimana disampaikan Nrl, (pengelola): “Dari awal pembuatan, kemasan untuk yoghurt dan es susu ini dalam bentuk plastic biasa Mas, Namun, mulai tiga bulan terakhir ini, kemasan produk sudah bervariasi, seperti kevir dalam bentuk cup dan yoghurt dalam bentuk botol”.
Ketiga, aspek legalitas produk. Menurut Ys, untuk mencapai pasar yang lebih tinggi, pengembangan usaha harus memperhatikan legalitas usaha. Legalitas tersebut berupa izin usaha, sertifikasi halal dari BPOM dan izin dari Departemen Kesehatan. Kendala yang dialami pengelola dalam memenuhi aspek legalitas usaha ini adalah proses yang membutuhkan waktu yang lama karena factor birokrasi. Dari ketiga hal tersebut, walaupun unit agribisnis LM3 mendapatkan kendala, para pengelola secara terus menerus akan melakukan perbaikan dengan kualitas terbaik untuk siap bersaing di pasaran, demikian yang disampaikan oleh End.
6.3
Ikhtisar Dari berbagai uraian di atas, terdapat dua faktor yang mempengaruhi
proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha agribisnis peternakan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Faktor tersebut adalah faktor pendukung dan faktor yang menghambat proses pemberdayaan. Faktor pendukung antara lain: sumberdaya manusia yang berkualiatas, sumberdaya alam dan sarana dan prasarana serta peluang pasar. Sumberdaya manusia yang berkualitas yang dimiliki oleh unit agribisnis LM3 dapat meningkatkan pengembangan usaha agribisnis dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan yang
114
mereka miliki. Sumberdaya alam yang potensial yang merupakan anugerah dari Sang Pencipta akan sangat bermanfaat apabila dikelola oleh SDM yang berkualitas; Sarana dan prasarana yang cukup akan memperlancar SDM dalam melakukan pengelolaan terhadap SDA sehingga mampu menghasilkan produk. Sementara itu, peluang pasar sangat terbuka terhadap produk yang dihasilkan. Selanjutnya, faktor penghambat pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis peternakan, antara lain modal usaha, koordinasi antar elemen, pemasaran, dan kualitas produk. Modal sangat dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah usaha, sehingga hal ini harus ada. Sementara itu, agar di dalam pengelolaan modal untuk menjalankan usaha agribisnis tepat sasaran dan mencapai target, maka diperlukan koordinasi antar elemen. Jika koordinasi antar elemen rapuh maka akan menghambat jalannya usaha. Elemen yang berperan dalam pengembangan usaha agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah adalah pemerintah, pendamping, yayasan, serta para pengelola LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Selain itu, pemasaran juga menjadi hambatan apabila tidak berjalan dengan lancar karena sebaik apapun sebuah usaha dalam melakukan produksi tanpa diimbangi pemasaran maka usaha akan menjadi bangkrut karena hanya mampu memproduksi. Diperlukan jaringan kerjasama dalam pemasaran untuk memperoleh tempat bagi konsumen dan siap bersaing dengan produk lainnya yang semacam. Demikian halnya perhatian terhadap kualitas produk. Kualitas produk sangat menentukan apakah produk layak untuk dikonsumsi oleh konsumen, sehingga perlu memperhatikan selera konsumen agar produk disukai konsumen.
115
BAB VIII PENUTUP
8.1 Kesimpulan Pemberdayaan Masyarakat pada Program Pengembangan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat, belum menunjukkan bahwa konsep pemberdayaan masyarakat diterapkan di lapangan. Masyarakat sekitar pesantren dan pengelola LM3, belum dilibatkan secara penuh dalam seluruh tahapan kegiatan LM3. Pada tahap pengambilan keputusan, yayasan mengambil keputusan sepihak, sementara pengelola hanya melaksanakan mandat dari yayasan. Pada tahap pelaksanaan program, bentuk kegiatan seperti TOT,
pelatihan
dan
magang
memang
telah
dilakukan,
namun
tidak
berkesinambungan, sehingga pengetahuan yang diperoleh pengelola masih terbatas. Sementara itu, masyarakat sekitar pesantren tidak mendapatkan akses terhadap
sumberdaya
modal,
pengetahuan,
maupun
kesempatan,
serta
ketrampilan. Justru masyarakat dari luar pesantren yang terlibat dalam program. Pada tahap evaluasi, hanya evaluasi tertulis oleh pendamping, namun tidak ada evaluasi yang melibatkan pengelola secara menyeluruh dalam kegiatan agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat sekitar pesantren dan pengelola tidak ada, sehingga tidak tercapai kemandirian masyarakat sekitar pesantren dan pengelola. Selanjutnya, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan LM3 di Pesantren
116
Pertanian Darul Fallah. Faktor-faktor pendukung antara lain: sumberdaya manusia yang berkualitas, sumberdaya alam dan sarana dan prasarana serta peluang pasar. Faktor-faktor penghambat antara lain: modal usaha, koordinasi antar elemen, pemasaran, dan kualitas produk. Secara tegas, Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan LM3 di Pesantren Pertanian Darul Fallah bisa dikatakan gagal. Seluruh tahapan pemberdayaan memang sudah berusaha dilakukan, namun hanya sebatas melaksanakan program tanpa melihat lebih jauh maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya. Jika konsep tidak diterapkan sesuai maksud pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya di lapangan, maka usaha yang dikembangkan tidak akan berjalan lama. 8.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini antara lain : 1.
Perlunya sinergi antar elemen dalam melaksanakan program pengembangan LM3 melalui usaha agribisnis peternakan di Pesantren Pertanian Darul Fallah. Pemerintah
sebaiknya
selalu
melakukan
kontrol
dengan
konsep
pemberdayaan yang telah disusun dengan mengimplementasikan secara nyata di lapangan. 2.
Pendamping semestinya bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang diamanahkan sehingga perannya dapat dirasakan oleh para pengelola. Yayasan dan pengelola mengupayakan komunikasi yang aktif dalam mengembangkan usaha dengan terus melakukan perbaikan dan evaluasi
117
secara mandiri dengan mengkonsultasikan kepada pendamping dan berkoordinasi dengan pemerintah jika mengalami hambatan. 3.
Unit agribisnis peternakan LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah perlu memperbesar jaringan kerjasama dengan pihak lain untuk menambah akses para pengelola terhadap sumberdaya, sehingga usaha yang dikembangkan semakin maju dan mampu memberdayakan masyarakat sekitar serta mampu menopang biaya operasional kegiatan pesantren.
4.
Yayasan senantiasa memberikan kesempatan kepada pengelola dan masyarakat
sekitar
mempertimbangkannya
pesantren
untuk
menyampaikan
untuk
perbaikan
pengembangan
ide
dengan
usaha.
Para
pengelola sudah saatnya diposisikan setara sebagai subjek dalam melakukan setiap aktivitas tanpa adanya batas sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. 5.
Untuk menambah kapasitas para pengelola dalam menjalankan usaha, pemberian input pengetahuan dan ketrampilan kuantitasnya ditambah dengan terus memberikan pelatihan dengan materi-materi yang beragam disesuaikan dengan
bidang
yang
diusahakan.
Pelaksanaannya
dilakukan
secara
berkelanjutan. 6.
Pelatihan kepada para santri dalam lingkup pesantren untuk lebih optimal dalam melaksanakan praktek karena mereka memiliki potensi dasar spiritual yang baik sehingga potensi dasar tersebut mampu menopang bekal ketrampilan yang diberikan.
118
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Agusta, Ivanovich. 1998. Cara Mudah Menggunakan Metode Kualitatif pada Sosiologi Pedesaan. Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial. --------. 2002. Pemberdayaan, Partisipasi dan Modal Sosial. Bahan Kuliah. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Bernadien, W.U. 2009. Dinamika dan Problematika Pondok Pesantren. Ponorogo: Lakpesdam. Daryanto, A. (2001). Peranan Sektor Pertanian dalam Pemulihan Ekonomi. Agrimedia 6 (3), hal 42-49. Departemen Pertanian RI. 2006. Pedoman Umum Pelaksanaan Program SDM Pertanian 2006. http;//www.deptan.go.id/bpsdm/pedum2006.pdf [diakses 6 Maret 2007] --------. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan SDM dan Penguatan kelembagaan LM3. Jakarta. --------. 2006. Pemberdayaan LM3. Http : // www.deptan.go.Id / HomepageBBKP / PKPM /pemberdayaan_lm3. htm. [diakses 6 Maret 2007] --------. 2006. Rancangan Kegiatan Pemberdayaan dan Pengembangan Berwawasan Agribisnis 2006. Http : // agribisnis. deptan.go.Id / Pustaka /LM3.pdf. [diakses 6 Maret 2007] --------. 2006. Rencana Kerja Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2007.
http://agribisnis. deptan.go.id/Pustaka/renja2007.pdf. [diakses 6
Maret 2007] Faisal, Sanapiah. 2005. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grasindo Persada. Hasansulama, M.I. Mahmudin, E., dan Sugarda, T.J., 1983. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Menengah.
119
Hayami, Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Http://www.slideshare.net/DadangSolihin/strategi-pemberdayaan-masyarakatdalam-pembangunan-ekonomi-lokal/ [diakses 27 November 2007] Http://setjen.deptan.go.id/deptan/visi/visi_misi.htm.[diakses 27 November 2007] Jiaravanon, Sumet. 2007. Masa Depan Agribisnis ; Perspektif Seorang Praktisi. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Power dan Empowerment : Sebuah Telaah Mengenai Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Makalah dalam Pidato pada Peringatan Hari Jadi Ke-28. Jakarta: Pusat Kesenian Jakarta. Kasiyanto, M.J. 1991. Masalah dan Strategi Pembangunan Indonesia. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara Kasryno, F., J.F. Stepanek. 1985. Dinamika Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Koentjaraningrat. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-8. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 162-171. Makmur, Syarif. 2003. Gagasan Pemberdayan dan Partisipasi : Sebuah Konsepsi dan Aplikasi untuk Masyarakat Lokal. Jakarta : PT Wahyu Media Pertiwi. Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. Miles, Mathew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Penerjemah Tjetjep Rohidi. Jakarta : UI Press. Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Pengembangan Masyarakat. Bogor: BISKEMIPB. Nasution, M. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri. Bogor: IPB Press. Pamungkas, Sigit. 2003. Evaluasi Program Pemberdayaan masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Republika (Kasus Desa Buanajaya Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). Bogor: Skripsi. IPB.
120
Pranadji, Tri. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Social Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Ritonga, Razali. 2007. “Ngewongke” Petani. Kompas 3 Mei 2007 hal 6. Soekartawi. 1993. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. --------. 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumarjo, dkk. 2004. Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Suparlan, Parsudi. 1994. Pembangunan yang Terpadu Berkesinambungan : Keterpaduan Pemanfaatan Sumber-sumber dan Potensi Masyarakat untuk Peningkatan dan Pengembangan Pembangunan Masyarakat Pedesaan yang Berkesinambungan. Jakarta: Balitbangsos Depsos RI. Sitorus, M.T,.2001. Agribisnis Berbasis Komunitas; Sinergi Modal Ekonomi dan Modal Sosial. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Unaradjan, Dolet. 2000. Pengantar Metode Ilmu Penelitian Sosial. Jakarta : PT Grasindo. Yusuf, Aang. A.B. 2006. Relasi Community Empowerment (Pemberdayaan Masyarakat)
dengan
Perdamaian.
http://www.csrc.or.id/artikel/?Berita=071304022110&Kategori=28. [diakses 27 November 2007] Zakaria, Amrin. 2006. Membangun Penyuluhan Pertanian untuk Meningkatkan Daya Saing Petani. Bogor: Orasi Ilmiah. Pusat Manajemen Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian.
121
Gambar 1. Sketsa Lokasi Penelitian Desa Benteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
Skala 1 : 10.000
122
Gambar 2. Dokumentasi Lapangan
Foto 1. Potensi alam pertanian di Pesantren Pertanian Darul Fallah.
Foto 2. Para santri bersantai di kebun setelah melaksanakan praktikum lapang.
Foto 3. Para santriwati melaksanakan outbond sebagai salah satu kegiatan pesantren.
123
Foto 4. Kantor atau secretariat LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
Foto 5. Kandang kambing perah di Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
Foto 6. Kondisi kandang saat survey sebelum penelitian.
124
Foto 7. Kondisi kandang saat penelitian.
Foto 8. Pemanfaatan kotoran ternak untuk gas yang sering dikenal dengan Biogas.
Foto 9. Sarana transportasi pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
125
Foto 10. Aktivitas pengelola mencari rumput (ngarit) sebagai pakan ternak.
Foto 11. Konsentrat sebagai salah satu jenis pakan ternak pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
Foto 12. Salah satu aktivitas memerah sapi untuk menghasilkan susu.
126
Foto 13. Salah satu aktivitas mengemas kompos pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
Foto 14 dan 15. Pemberian teori kepada peserta peserta magang pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
127
Foto 16. Salah satu bentuk pelatihan kepada peserta magang pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
Foto 17 Pengarahan yang diberikan oleh petugas dari perwakilan Departemen Pertanian kepada peserta pelatihan pada LM3 Pesantren Pertanian Darul Fallah Bogor.
128
Tabel 1. Data Bangunan (Luas, Tahun Pembuatan, Kondisi) No
Jenis Bangunan
Luas
Dibuat
Renov
(m²)
thn
thn
Kondisi
1
Masjid
756
1970
2005
Baik
2
Kantor Pesantren &Aula
812
1970
1980
Sedang
3
Dapur umum
216
1975
2005
Baik
4
Wisma Tani
90
1975
1995
Rusak
5
Ruang kelas MA bawah
144
1975
1995
Sedang
6
Ruang kelas MA atas
410
1975
1995
217
1975
1995
108
1996
-
640
1970
2005
baik
7
Ruang kelas MTs
8
Ruang kelas TK
Rusak ringan Baik Rusak ringan
9
Gudang TC
10
Kantor MA / Ruang guru
24
1998
-
Baik
11
Asrama putra Al-ghifari
318
1975
-
baik
12
Asrama putra Salsabila
318
1975
-
Baik
13
Asrama putra Al-ghozali
234
1970
1995
baik
14
Asrama putri Annissa
318
1975
-
baik
15
Asrama putri Albarkah
408
1970
1995
-
2003
-
baik
186
-
-
Sedang
60
-
-
16
Asrama baru 2 lantai
17
Laboratorium terpadu
18
Rumah kaca
Rusak ringan
Rusak ringan
19
Bengkel kayu
216
1975
1995
20
Bengkel besi
216
1975
1995
Baik
21
Rumah Bpk H.M.Tamsur
94
1975
-
Baik
22
Rumah Bpk. Bunzamin
78
1975
-
Baik
23
Rumah Ibu Asma Farida S
152
1975
-
Baik
24
Runah Bpk. Madjid
72
1975
-
Baik
25
Rumah Ibu Asmaidar
78
1975
-
Baik
26
Rumah Bpk. Aan Raikhan
36
1998
-
Baik
27
Rumah Bpk Sukiman
72
-
-
Baik
129
28
Rumah Ibu ...
90
1975
-
Baik
29
Rumah Bpk.Sunarya
90
1975
1995
Baik
30
Rumah Bpk. Didid
270
1970
1980
Baik
31
Rumah Bpk.Kumia
-
2002
-
108
1974
-
Baik
Rusak ringan
32
Mess. Guru Mujahidin
33
PT Dafa Taman
66
1980
2000
Baik
34
Asrama Karyawan
36
1976
2000
Baik
35
Peternakan
90
1976
-
Rusak ringan
36
Warung Koperasi
90
1976
-
Rusak
37
Toilet Kantor
24
1975
-
Sedang
38
Rumah Bpk. Ismanto
24
1975
-
Sedang
39
Wisma Sadagori
240
1074
-
Rusak ringan
40
Ruang ex gedung lab.
58
-
-
Baik
41
Kamar mandi Al-Barkah
92
1978
-
Rusak
42
Kandang Sapi I
92
1978
-
baik
43
Kandang Sapi II
72
2004
-
Baik
44
Kandang Domba I
45
2000
-
24
2002
-
60
2000
-
24
2000
-
Rusak
45
46
Kandang Domba II
Kandang Domba
Rusak Ringan Rusak Ringan Rusak Ringan
47
Pembesaran
48
Kandang Etawa I
4
2003
-
Baik
49
Kandang Etawa II
9
2003
-
Baik
50
Kandang Ayam Baros
9
2003
-
Baik
51
Bangunan Bokasi Sumber : Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007
Baik
130
Tabel 2. Daftar Sarana dan Prasarana
No
Jenis
Kondisi
Jumlah Ukuran (m²)
Baik
Cukup
Kuran g
1
Gedung Pertemuan
640
2
Gedung Sekolah
879
3
Lab. Bahasa
50
4
Lab. Komputer
50
5
Lab. Kultur Jaringan
6
Perpustakaan
50
7
Rumah Kaca
56
v
8
Sarana Olah raga
6500
v
9
Asrama
1596
v
10
Masjid
756
11
Perbengkelan
220
12
Lahan Praktek Kebun
13
Perikanan
14
Ternak Sapi Perah
276
15
Ternak Kambing PE
180
16
Ternak Domba
184
v
17
Pertukangan Kayu
212
v
18
Waserda
50
v
19
Wisma Tamu
90
v
20
Ruang Kantor
750
v
280
v v v v v v
v v
20.000
v
5000
v v v
Sumber : Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007
131
Tabel 3. Data Lulusan Santri Berdasarkan Jenjang Pendidikan No
Lulusan (%)
Jenjang Pendidikan
Melanjutkan
Pegawai/Karyawan
Wiraswasta
1
MTs
100
0
0
2
MA
30
20
50
3
STTP
10
65
25
Sumber: Profil Pesantren Pertanian Darul Fallah tahun 2007