181
STAIN Palangka Raya
PEMBERDAYAAN FUNGSI MASJID RAYA DARUSSALAM PALANGKARYA Asmawati Abstract The problems of the study are: 1) how is the role of Palangka Raya Darussalam Mosque? 2) What are the problems in maximizing the role of Palangka Raya Darussalam Mosque? 3) What are the implementation solutions of the role of Palangka Raya Darussalam Mosque? The study belonged to descriptive qualitative study. The methods applied in the study covered: a) participatory observation, b) in-depth interview, and c) documentation. The data analysis applied in the study covered: a) data collection, b) data reduction, c) data display, and d) drawing conclusion and verification. The results of the study could be described as follows: 1) the Palangka Raya Darussalam Mosque was functioned for education and da’wa. This could be seen from education activities and da’wa such as: the 7 minute Islamic preaching during the Ramadhan Month, Islamic teaching for Muslim female, kindergarten and Qur’anic education school (TK-TPA), the Islamic preaching for Friday prayers and Holy days (the Fitri and Adha days), and the celebration of Islamic Great Days (PHBI). 2) as social functions such as wedding ceremony, witnessing to embrace Islam for new Muslim followers (muallaf), meeting for mosque board members, accepting the visiting of guests both from the government officers and Islamic mass organization, giving aids for the poor through together open fasting activity and distributing the zakat in the Fitri days and distributing meat at the Adha days. 3) The mosque was also functioned as art and culture covering the Maulid Habsyi activity, MTQ (Qur’anic Reading Competition), the anak saleh festivals, religious competitions, boy scouting for TK-TPA students around Palangka Raya Town. Key words: empowering, the Palangka Raya Darussalam Mosque role. A. Pendahuluan Masjid sebagai salah satu pusat pembinaan umat Islam menempati peranan penting dalam proses perubahan sosial dan menunjang percepatan pembangunan dalam masyarakat terutama dalam membangun aspek rohani. Masjid sebagai salah satu penyangga sistem sosial Islam merupakan instrumen
Penulis adalah dosen Sosial pada Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Palangka Raya. Email//
[email protected]
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
182
STAIN Palangka Raya
pembentuk atau yang mengarahkan masyarakat untuk kembali pada spiritual agama Islam, yakni dengan kembali "menghidupkan" masjid dalam pengertian yang sangat luas. Hal ini berarti bahwa pemakmuran masjid tidak hanya terbatas pada pembangunan secara fisik dalam keadaan yang serba indah dan semegah mungkin, akan tetapi juga harus didukung dengan pembangunan pemahaman yang lebih luas mengenai fungsi dan peranan masjid sebagai pranata sosial Islam. Pemaknaan masjid sebenarnya tidak terbatas sebagai tempat sujud tetapi semua aktivitas yang mendekatkan diri kepada Allah. Masjid secara historis di masa Nabi Saw. mengemban multi fungsi. Masjid sebagai instrumen di samping digunakan untuk bersujud juga digunakan untuk kegiatan-kegiatan berdimensi sosial yang melibatkan manusia dengan menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan umat Islam yang bersifat universal seperti sebagai tempat kegiatan ubudiyah, sosial kemasyarakatan, sebagai kampus dan lembaga pendidikan, tempat bermusyawarah dan lain sebagainya. Dalam perspektif al-Qur'an dan as-Sunnah, masjid memiliki empat fungsi: pertama, fungsi teologis, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah; kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah) untuk membangun nilai takwa yang merupakan kelanjutan dari fungsi teologis diatas; ketiga, fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah), keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.1 Mengamati sementara di lapangan, disatu sisi dapat disaksikan masjid mengalami evolusi fisik yang sangat membanggakan, semakin megah, semakin mewah dan secara kuantitas semakin banyak. Namun secara kualitatif, dari sisi optimalisasi dan pemberdayaan fungsi masjid yang universal sebagaimana di atas, terkesan semakin hari semakin tereduksi, fungsinya semakin menyempit. Hal ini jika dibiarkan tidak mustahil masjid-masjid akan menjadi bangunan mati dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan persoalan-persoalan umat yang tinggal disekitarnya, prinsip integrasi ajaran Islam antara hablum min Allah dan hablum min an-nās akan semakin terpecah. Masjid belum diberdayakan, belum dikelola dan diarahkan pada hal-hal yang bersifat keumatan2 dan bahkan tidak menutup kemungkinan masjid hanya dijadikan sebagai pembedaan kelompok keagamaan, pembedaan status sosial masyarakat lingkungannya dan dijadikan sebagai alat perebutan jama'ah atau sekedar identitas suatu komunitas. Sidi Gazalba mendeskripsikan bahwa secara umum penyebab terjadinya krisis masjid di Indonesia adalah disebabkan hilangnya perimbangan atau terjadinya pemecahan fungsi masjid dan maknanya sebagai pusat ibadah dan kebudayaan di masyarakat yang berakibat rusaknya tugas-tugas dan makna
1
Moh. Roqib. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, (Porwokerto: STAIN Porwokerto Press, 2005), hal. 73-76. 2 A.Bachrun, Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen masjid, Mengopimalkan Fungsi SosialEkonomi Masjid, cet. I. (Bandung: Benang Merah Press. 2005), hal. 39-40.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
183
STAIN Palangka Raya
masjid. Akibat dari hilangnya perimbangan fungsi masjid membawa kerusakan pada kehidupan Islam dan melahirkan krisis dalam masyarakat Muslim. 3 Sementara itu, untuk kegiatan-kegiatan yang berdimensi sosial pendidikan dan dakwah, sosial kemasyarakatan, pemberdayaan sosial ekonomi dan sosial politik, seni-budaya, demikian juga dengan kegiatan pembinaan terhadap remaja masjid terkesan kurang mendapat perhatian. Dengan kata lain masjid terkesan sepi dari kegiatan yang menunjukan fungsinya dilihat dari berbagai dimensi yang bersifat muamalah. Kondisi seperti ini menurut pendapat sementara penulis bisa jadi kemungkinan sangat terkait dengan pemahaman pengurus dan jamaah terhadap pemaknaan masjid beserta fungsinya, kemampuan manajemen pihak pengurus dalam mengelola berbagai kegiatan kemasjidan, atau sebagai akibat perkembangan masyarakat dan zaman modern. Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Fungi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Apa saja yang menjadi problem dalam mengoptimalkan fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Bagaimana solusi pelaksanaan fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang Fungi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Problem dalam mengoptimalkan fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Solosi pelaksanaan fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya. B. Kajian Teoritik 1. Masjid Secara harfiyah, sebagaimana banyak dipahami bahwa masjid merupakan sebuah kata yang terbentuk dari bahasa Arab sajada- yasjudu yang artinya bentuk penyerahan diri, bersujud atau menyembah. Sebuah penghambaan makhluk kepada sesuatu yang dinggap lebih dan maha berkuasa atas segala sesuatu. Dari kata tersebut muncul istilah antara lain; "sujud" posisi mencium bumi seraya menghadap sesuatu yang dianggap "besar" tadi; sajadah-benda yang bisa dijadikan sebagai alas untuk sujud dalam salat. Satu kata lagi yang terbentuk dari kata dasar tadi ialah "masjid" yang dalam gramatika bahasa Arab berada pada posisi isim makan, yang menunjukkan tempat. Dari makna tersebut telah dapat dipahami bahwa masjid tidak lain berfungsi sebagai tempat bersujud seorang hamba kepada Sang Khalik.4 Kata masjid (bentuk tungal ) dan masâjid (bentuk jamak) banyak terdapat di dalam al-Qur'an antara lain (QS. [7]: 31), (QS. [2]: 114), (QS. [19]: 18 dan [QS. [72]: 18) (John L. Esposito, 2002: 169) Menurut Quraish Shihab kata masjid terulang sebanyak 28 kali dalam al-Qur'an yang 3Sidi
Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta, Pustaka Al Husna, 1994), hal. 320. 4 Bachrun A. , Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen masjid, Mengopimalkan Fungsi Sosial-Ekonomi Masjid..., hal. 10.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
184
STAIN Palangka Raya
berintikan pada tempat ketundukan insan kepada khalik-Nya. Namun demikian menurutnya pemahaman ini tidak berarti sampai disitu saja. Secara filosofis, substansi sujud tadi ialah penyerahan diri seorang hamba, apapun bentuknya. Dalam Islam sendiri dikenal kategorisasi ibadah makhdah sebagai ibadah mikro dalam arti yang sempit dan ibadah ghairu mahdhah sebagai ibadah makro dalam kerangka maknanya yang lebih luas. Apa yang dapat dipahami dari uraian diatas adalah bahwa sujud memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Pengabdian kepada Tuhan tidak hanya terbatas dalam sekatsekat ibadah ritual hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi juga menciptakan hubungan manusia dengan manusia lain yang merupakan konsekwensi logis dari ajaran Islam sebagai rahmatan lil 'alamiin, rahmat bagi seluruh alam.5 Dari definisi diatas maka dapat dipahami bahwa masjid memiliki dua makna, Pertama, istilah yang digunakan untuk menunjukan tempat khusus beribadah umat Islam, suatu tempat yang digunakan untuk bersujud kepada kepada Allah, dan Kedua, secara luas yang dimaksud dengan masjid adalah suatu tempat yang digunakan untuk berbagai aktivitas mengarah kepada kedekatan atau kepatuhan seorang Muslim kepada Allah dalam rangka untuk mengabdikan diri kepada- Nya. Departemen Agama RI, mendefinisikan masjid berdasarkan kategorinya adalah bangunan tempat ibadah ibadah (shalat) yang bentuk bangunannya dirancang secara khusus dengan berbagai atribut masjid seperti ada menara yang cukup megah, memiliki kubah, bangunannya cukup besar, kapasitasnya dapat menampung ratusan bahkan ribuan jamaah dan biasanya dipakai melaksanakan ibadah shalat jum’at atau perayaan hari-hari besar Islam.6 2. Masjid dan Fungsinya Dalam perspektif al-Qur'an Sunnah, masjid memiliki empat fungsi, Pertama, fungsi teologis, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah. Hal ini dapat ditemukan antara lain dalam surat al-Jin [72]: 11 "Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, karena itu janganlah menyembah sesuatu pun selain Allah" Ayat ini menunjukan dimensi tauhid yang tanpa terikat oleh waktu dan tempat terlepas dari arti terminology ayat tersebut. Dalam hadis Nabi menyebutkan bahwa " Telah dijadikan untukku (dan ummatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri (HR. Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah). Makna pembebasan inilah yang ditawarkan oleh al-Qur'an dan al-Hadis. Pembebasan seorang Muslim dari belenggu kekufuran dimana saja ia berada, sebab bila ketauhidan seseorang terbatas pada situasi, kondisi dan tempat 5
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an. (Bandung: Mizan, 1999), hal. 453. Syahidin, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan teoritis dan Organisatoris.( Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 2004), hal. 120-121. 6
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
185
STAIN Palangka Raya
tertentu, maka ia pada hakikatnya beluim terbebasa dari beban-beban teologi yang akan menghantui hidupnya. Karenanya, masjid merupakan tempat yang mulia tetapi terbebasa dari kultus-kultus yang irasional. Kemuliaan masjid tetap berada dalam bingkai rasionalitas dan kemanusiaan, yang selamanya akan menunjang para jamaahnya memanfaatkan akal (ilmu) dan hati (iman)nya yang dengan keduanya jaminan keunggulan dan superioritas diberikan Allah kepada hambanya. Kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah). Fungsi ini yang merupakan kelanjutan dari fungsi teologis diatas yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat penyucian diri dari segala ilah dan penyucian dari pengesaaan tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jikalau dibarengi dengan peribadatan yang menunjukkkan kearah tersebut. Hal ini dapat ditemukan antara lain dalam firman Allah pada surat An-nur [24]: 36-37. Pada fungsi kedua ini, tumpuan masjid adalah untuk membangun nilai takwa. Hal ini dimungkinkan karena selama seharian terlupakan oleh aktivitas-aktivitas duniawi-material sekaligus menempatkan posisi duniamaterial tersebut pada posisi media pendukung aktivitas akhirat-rohaniah sehingga dalam kehidupan jamaah tercipta keterpaduan yang erat antara akal – materi dan rohani dengan hati-spiritual-dan rohaniah. Dalam kaitan fungsi kedua ini nabi bersabda: "Mereka yang hatinya selalu dekat dengan masjid akan memperoleh naungan (keamanan) di akhirat dikala tidak ada akan dijumpai kecuali naungan Allah tersebut" (HR. Bukhari dari Abi Hurairah). Aplikasi dari kehidupan yang demikian akan terbentuknya prilaku saling menopang. Seorang muslim beribadah dengan hati, pikiran dan jasad, sekaligus dengan harta bendanya. Dikala ia bekerja untuk mendapatkan ketinggian materi, prestise, dan prestasi dunia lainnya, ia akan menyertainya dengan kehadiran hati, prilaku spiritual, dan pencarian akan ridha Tuhan, Allah SWT. Oleh karena masjid berfungsi sebagai ubudiyah, maka pendirian masjid harus didasarkan takwa kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam alQur'an surat at-Taubah [9]:107 , al-Baqarah [2]:114, at-Taubah [9]:18-19. Ketiga, fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah). Secara etik, peribadatan dianggap sebagai penyerahan total apabila disertai dengan nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Bukan sekedar membangun sebuah bangunan, tetapi juga membangun hati yang tegak dalam jalan Allah. Prilaku halal, tetapi terlarang apabila melakukan hubungan seksual dengan istri saat iktikaf di Masjid (QS. at-Baqarah [2]: 187 dan melakukan transaksi jual beli di dalam masjid. (QS. At-Taubah [9]:29) dan (QS. Al-Hajj [22]: 40. Secara sosial masjid juga menjadi jaminan keamanan bukan sekedar dari panas dan hujan, tetapi lebih dari itu adalah jaminan akan marabahaya keamanan dan ekonomi. Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam sejarah fungsi ini dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid. Keempat fungsi ini Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
186
STAIN Palangka Raya
saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.7 Dari empat fungsi dasar masjid tersebut diatas dapat dikembangkan menjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai berikut: 1) Fungsi keagamaan; untuk melakukan shalat, pembagian zakat, manasik haji, memberi fatwa dan lain-lain. 2) Fungsi sosial, untuk tempat saling mengenal, memahami dan menerima orang lain, baik secara individu maupun kolektif. 3) Fungsi fsikologi, untuk memberi rasa aman dan kebersamaan, senasib dan seiman yang memupuk persatuan dan rasa optimis. 4) Fungsi edukatif dan dakwah; untuk pendidikan ulumul qur'an, ulumul hadits, ilmu-ilmu sosial ekonomi dan eksak, pendidikan moral dan juga perpustakaan. 5) Fungsi politik; untuk perdamaian, tempat mengatur strategi perang, menerima delegasi dan memusyawarahkan urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. 6) Fungsi pengobatan fisik dan mental 7) Fungsi peradilan, tempat untuk mengadili perkara perdata dan pidana. 8) Fungsi komunikatif, yaitu untuk mengkomunikasikan berbagai informasi aktual. 9) Fungsi estetis, untuk menuangkan kreatifitas seni.8 A. Bachrun dkk ketika mengemukakan tentang fungsi masjid dalam lingkungan masyarakat Islam menyatakan bahwa, fungsi masjid dapat dikategorikan kepada dua jenis, yakni primer dan sekunder. Penyebutan istilah primer dan sekunder sama sekali tidak bermaksud untuk membuat dikotomi terhadap fungsi masjid itu sendiri. Fungsi primer yang dimaksud ialah sebagai tempat ibadah yang bersifat ritual. Sedangkan fungsi sekunder ialah segala kegiatan yang berdimensi muamalah yang berkenaan dengan hubungan sesama anggota masyarakat Muslim yang ada dilingkungan masjid tersebut yang secara substansial sesungguhnya merupakan bentuk ibadah juga kepada Allah. Secara keseluruhan kedua ketegori ini saling melengkapi dan karenannya keduanya merupakan fungsi yang terintegrasi dan bersifat komplementer. Secara umum baik secara primer maupun sekunder paling tidak masjid memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : 1) Fungsi peribadatan ritual seperti shalat, dzikir dan iktikaf 2) Fungsi sosial kemasyarakatan 3) Fungsi sosial pendidikan dan dakwah 4) Fungsi pemberdayaan ekonomi ummat 5) Fungsi sosial politik 6) Fungsi pengembangan seni dan budaya9
7 8
Moh. Roqib. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid..., hal. 73-76. Ibid, hal. 77-78.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
187
STAIN Palangka Raya
Selaras dengan A. Bahrun Rifa’i, Syahidin mengatakan bahwa masjid memiliki dua fungsi utama yaitu : Pertama sebagai pusat ibadah shalat, dzikir dan berdoa, yaitu suatu upaya mendekatkan diri kepada Allah secara langsung (hablum minallah). Kedua berfungsi sebagai pusat pengembangan ibadah sosial (hablum minannas), yaitu beribadah kepada Allah melalui hubungan dengan sesama manusia dan alam lingkungannya.10 Selanjutnya menurut Quraish Shihab, dilihat dari peran dan fungsi Masjid pada zaman Rasulullah masjid mempunyai peran yang sangat besar dan multi fungsi sebagai wadah pembinaan umat baik sebagai wadah/tempat kegiatan ubudiyah, sosial kemasyarakatan, sebagai kampus dan lebaga pendidikan dan tempat bermusyawarah. Sejarah telah mencatat tidak kurang dari 10 (sepuluh) peran yang telah diemban oleh masjid seperti masjid Nabawi yakni : a) Tempat pusat ibadah seperti sholat dan zikir; b) Tempat konsultasi dan komunikasi soal ekonomi dan sosial budaya; c) Tempat pendidikan; d) Tempat santunan sosial; e) Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya; f) Tempat pengobatan para kurban perang; g) Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa; h) Sebagai aula dan tempat menerima tamu; i) Tempat menawan tawanan perang; j) Pusat penerangan/informasi atau pembelaan agama;11 Selanjutnya kalau dilihat dari fungsi masjid pada masa pembangunan, maka menurut instruksi Dirjen Binbaga Islam nomor DII/Inst/62/75 disebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai pusat kegiatan peribadatan dan pusat kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan fungsi tersebut fungsi masjid didalam pembangunan dapat digambarkan : 1) Sebagai tempat ibadah; 2) Sebagai tempat/wadah pembinaan umat dan kesejahteraan umat; 3) Sebagai tempat kegiatan sosial bernilai ibadah; 4) Sebagai tempat menjabarkan program pembangunan melalui pintu dan bahasa agama. Di dalam Muktamar Risalatul Masjid di Makah pada tahun 1975 telah disepakati pula bahwa suatu masjid baru dapat dikatakan berperan secara baik apabila memiliki ruangan dan peralatan yang memadai untuk : 1) Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan; 2) Ruang-ruang khusus wanita yang memungkinkan mereka keluar masuk tanpa bercampur dengan pria baik digunakan untuk sholat, maupun untuk kegiatan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 3) Ruang pertemuan dan perpustakaan; 4) Ruang poliklinik, ruang untuk memandikan dan mengapankan jenazah; 5) Ruang untuk bermain, berolahraga bagi remaja.12 9
A.Bachrun, Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen masjid, Mengopimalkan Fungsi SosialEkonomi Masjid..., hal. 46. 10 Syahidin, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan teoritis dan Organisatoris..., hal. 65. 11 Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an...,hal. 462. 12 Ibid, hal. 463.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
188
STAIN Palangka Raya
Fungsi-fungsi diatas akan dapat berjalan dengan baik jika : 1) Keadaan masyarakat masih berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama 2) Kemampuan pembina dan pengelola masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhannya dengan kegiatan masjid. 3) Manifestasi pemerintah terlaksana didalam masjid, baik pada pribadipribadi pemimpin pemerintah yang menjadi imam/khotib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (permusyawaratan)13 3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Krisis Masjid Menurut penelitian Sidi Gazalba dalam bukunya Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam mendeskripsikan bahwa penyebab secara umum terjadinya krisis fungsi masjid disebabkan : 1) Hilangnya perimbangan antara sifat kekudusan masjid dengan sifat profannya atau terjadinya pemecahan fungsi masjid dan maknanya sebagai pusat ibadah dan kebudayaan di masyarakat yang berakibat rusak pula tugas-tugas dan makna masjid, membawa kerusakan pada kehidupan Islam dan melahirkan krisis dalam masyarakat muslim. Dalam pandangan muslim bahwa masjid adalah tempat ibadah, tempat soal-soal akhirat saja sementara soal keduniaan bukanlah tempatnya dimasjid, sehingga mengenai kebudayaan mesti dijauhkan dari masjid. 2) Munculnya berbagai macam paham keagamaan dan politisasi masjid untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang memecahkan kesatuan Muslim. Masyarakat Muslim yang ada disekitar masjid, bersatu dalam ibadah di masjid, tetapi terpecah dalam kebudayaan di luar masjid. Masjid tidak lagi tempat dibentuk, dituntun, dikendalikan, dikembalikan jiwa atau cita dari kehidupan sosial, ekonomi, politik, ilmu, kesenian dan filsafat. Sehingga tinggallah masjid hanya tempat agama. 3) Perpecahan di kalangan umat Islam sebagai akibat perpecahan madzhab. Faham tua dan muda di Indonesia, yang membentuk kaum tua dan muda, sejajar kedudukannya dengan madzhab. Keduanya pun memecah kesatuan muslim dan masing-masing mempergunakan masjid dalam mempertahankan dan atau meluaskan fahamnnya. 4) Krisis menjadikan masjid sebagai mata pencaharian dan meninggalkan landasan takwa. Hal berkaitan dengan petugas masjid yang sesudah diangkat dan juga digaji. Dalam hal ini menurut Sidi Gazalba para petugas masjid betul-betul berkedudukan sebagai pegawai. Ia hanya bertugas sebagai pemimpin shalat formil, membaca khutbah secara formil, karena hakikatnya sebagai pemimpin di dalam dan diluar masjid sudah hilang. Ia kehilangan makna sebagai lembaga penting dalam masjid juga dalam masyarakat. Idealnya petugas masjid mempunyai usaha diluar sehingga ia tidak menggantungkan kehidupannya pada masjid. Andaikata petugas masjid tidak 13
Ibid, hal. 462-463.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
189
STAIN Palangka Raya
mempunyai waktu untuk pekerjaan diluar masjid, karena masjid banyak meminta perhatiannya, maka masyarakat disekitarnya berkewajiban untuk mencukupi kebutuhannya melalui wakap dan baitul māl masjid. 5) Krisis manajemen pengelolaan masjid yang tidak terencana. Urusan masjid dilaksanakan secara tradisional. Angkatan-angkatan caranya tidak banyak berubah. Andaikata ada perubahan, ia ditunjukan pada masjid sebagai bangunan, tidak sebagai lembaga. Jadi perubahan itu mengenai segi material, tidak segi spiritual, yaitu tidak mengenai perkembangan kearah kesempurnaan fungsi-fungsi dan makna.14 Dalam kaitan ini A. Bahrun Rifa’i dkk. menambahkan bahwa masjid hanya sebuah tempat yang sekali-kali dikunjungi saja, tidak diberdayakan dan diarahkan pada hal-hal yang bersifat keumatan. Proyek yang ada dalam masjid biasanya hanya proyek-proyek fisik itu sendiri dan tidak memperdulikan kebutuhan masyarakat yang ada disekitarnya. Yang muncul kepermukaan masjid dibuat semegah mungkin namun jauh dari nilai-nilai pemberdayaan masyarakat yang justru menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh masyarakat Islam. Masjid sebagai pranata sosial tidak lagi memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada disekitar. Kondisi ini akan mengakibatkan terciptanya jurang yang sangat dalam dan curam akan pembedaan ibadah dan muamalah yang semestinya berjalan secara seiring dan harmonis sebagai mata rantai tak terpisahkan.15 6) Masjid didirikan hanya sebagai identitas atau "ligitimasi" dan pelengkap Rasulullah memandang bahwa masjid sangat perlu dibangun atas dasar takwa, maka didirikanlah masjid dengan persyaratan demikian. Di masjid tersebut para sahabatpun mempersiapkan diri untuk mengisi kegiatan dan memakmurkannya. Bagi Nabi Muhammad saw, masjid bahkan merupakan bagain integrasi dari kehidupannya. Masjid merupakan sarana untuk meningkatkan dan memelihara ketakwaan kepada Allah. Dalam pembinaan ummat, secara historis, yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid, sesudah itu baru membangun prasarana lainnya. Jika masjid sudah berfungsi mendekati citra yang disunnahkan Rasulullah, maka masjid itu insya Allah akan mempunyai sekolah, masjid punya pabrik, masjid punya kampus, masjid punya kantor, masjid punya perusahaan, masjid punya terminal dan masjid punya tempat rekreasi. Tetapi kenyataannya tidak sedikit masjid yang didirikan sekedar pelengkap dalam suatu lingkungan. Misalnya dikantor-kantor, di pabrik-pabrik, pasar, terminal, kampus atau tempat rekreasi yang keberadaannya sekedar mengukuhkan "legitimasi" keislaman bagi lingkungan itu. Hal semacam ini juga merupakan bagian dari sebab tidak berfungsinya masjid sebagaimana fungsi yang sesungguhnya.16 Penyebab lain kata Ayub adalah pengurus dengan corak kepemimpinan yang tertutup, yang 14
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam..., hal. 320-338. A.Bachrun, Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen masjid, Mengopimalkan Fungsi SosialEkonomi Masjid..., hal. 40. 16 Moh Ayub, Dkk. Manajemen Masjid Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, hal. 17-18. 15
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
190
STAIN Palangka Raya
tidak perduli dengan aspirasi jamaah, jamaah yang bersifat pasif, kurangnya partisifasi masyarakat luas terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masjid dan pengurusnya, enggan turun tangan, berkeberatan mengeluarkan sebagain hartanya untuk kegiatan masjid dan enggan menghadiri berbagai kegiatan dimasjid merupakan salah satu faktor penghambat tidak maksimalnya fungsi masjid. 7) Berpihak kepada satu golongan atau paham Pengurus masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan atau kegiatan atau pelaksanaan kegiatan ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jamaah itu pasif. Menolak paham atau sikap jamaah atau golongan yang secara kebetulan tidak sehaluan, disamping tidak memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan gairah. Perbedaan paham dalam masalah khilafiyah, misalnya bukan harga mati untuk menolak kerjasama yang berdimensi keagamaan. Adalah ironis jika pengurus masjid terjebak pada fanatisme sempit atas nuansa perbedaan yang bersifat tidak terlalu prinsip. 8) Kurangnya perhatian terhadap keindahan dan kebersihan masjid juga merupakan salah satu penyebab masjid tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebab dengan keadaan masjid yang kotor atau jorok. Citra masjid lamakelamaan akan menjadi negatif dan akan menurunkan wibawa masjid dimata para jamaahnya. Ketika wibawa masjid menjadi menurun maka kegiatankegitan apapun yang akan dilakukan di masjid kurang mendapat respon yang baik dari para jamaah yang ada dilingkungannya.17 Quraish Shihab mengatakan bahwa perubahan zaman, yang berakibat pada pengambilalihan sebagai fungsi masjid oleh organisasi keagamaan merupakan salah satu faktor penyebab kurang berfungsinya masjid. Ia mengatakan : Keadaan kini telah berubah, timbullah lembaga-lembaga baru yang mengambil alih sebagian peranan masjid dimasa lalu, yaitu organisasiorganisasi keagamaan swasta dan lembaga pemerintah, sebagai pengaruh kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembagalembaga itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid".18 C. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya lebih bersifat deskritif kualitatif, Penelitian ini dilaksanakan di Palangka Raya dengan mengambil objek penelitia pada masjid Raya Darussalam Palangka Raya. Untuk menggali data dalam penelitian ini informasi diharapkan diperoleh sekurangkurangnya dari dua sumber, yakni 1) Sumber lapangan (sebagai sumber primer dan 2) sumber dokumen (sebagai sumber sekunder). Untuk mendapatkan kedua 17 18
Ibid, hal. 22-23. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an...,hal. 463.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
191
STAIN Palangka Raya
jenis informasi tersebut, maka digunakan observasi partisipan, wawancara mendalam (deft interview), dan teknik dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis Intractive model dari Miles dan Hubermen, yang meliputi tiga kegiatan (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan/ferifikasi (menguji). Pemberdayaan Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkarya 1. Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkaraya Masjid disamping sebagai tempat pelaksanaan ibadah ritual, juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan/pengajaran dan dakwah. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasullullah dan para sahabat yang menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat salat tetapi tempat penanaman akidah, ibadah dan akhlak serta transfer ilmu penetahuan terutama ilmu pengetahuan agama. Fungsi pendidikan dan dakwah masjid Raya Darussalam Palangkaraya adalah sebagai berikut : a. Kuliah Tujuh Menit (Kultum) setelah tarawih dilaksanakan 2 kali seminggu b. Pengajian ibu-ibu satu bulan sekali c. Kultum Ramadhan (setelah shalat lohor) d. Taman kanak-kanak dan Taman Pendidikan Al-Qor’an (TK-TPA) e. Khutbah jum’at dan hari raya (Idul Fitri dan Adha) f. Peringatan hari besar Islam. (PHBI) dan Tabligh/dzikir akbar g. TK Islam Darussalam Palangkaraya Dalam pembangunan dan pelaksanaan kegiatan masjid, tentunya sangat diperlukan dukungan serta partisipasi dari jamaah. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi jika jamaahnya aktif, mau peduli, mau berbagi, ringan langkahnya dan mau berderma sesuai dengan kemampuan masingmasing. Pendidikan dan pemakmuran masjid merupakan dua hal yang saling berkaitan dan pendidikan merupakan fungsi yang sangat melekat pada masjid. Masjid akan terisi dan semakin tampak makmur apabila disertai dengan pengembangan pendidikan di lingkungannya. Jadi hasil dari proses pendidikan ini, memang tidak langsung terlihat, akan tetapi perlu proses yang cukup lama. Pendidikan merupakan proses untuk mempersiapkan generasi yang akan mengisi masjid dimasa akan datang. 2. Fungsi Sosial Kemasyarakatan Masjid Raya Darussalam telah dimanfaatkan untuk kegiatan seperti upacara pernikahan, kegiatan pensyahadatan para mualaf, kegiatan musyawarah masjid, dan menerima kunjungan dari berbagai pihak seperti pejabat pemerintah dan ormas-ormas Islam saat kegiatan safari Ramadhan. Masjid juga digunakan untuk kegiatan santunan kepada fakir miskin melalui kegiatan buka puasa bersama salama bulan Ramadhan, pembagian zakat pada malam hari raya Idul Fitri dan pembagian daging kurban pada Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
192
STAIN Palangka Raya
hari raya Idul Adha. Masjid juga terkadang dijadikan tempat kegiatan dakwah dan menginap oleh kelompok jamaah Tablig, menyampaikan informasi kemasyarakatan dan keagamaan, tempat untuk penyelenggaraan salat jenazah dan sesekali menjadi tempat berteduh bagi masyarakat yang sedang kehujanan saat dalam perjalanan. Pihak pengelola belum memiliki program secara berjangka baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Karena tidak ada agenda yang jelas, sehingga keuangan masjid yang ada juga belum teralokasi dengan baik untuk melakukan berbagai kegiatan yang menunjukkan pada usaha pemakmuran masjid sebagai pusat pembinaan umat jamaah dari berbagai fungsinya. Suatu perencanaan kegiatan yang baik dapat memprediksi kemumgkinan-kemungkinan tentang kecenderungan kebutuhan jamaahnya, sehingga kegiatan masjid selalu aktual dimata jamahnya. Untuk itu suatu perencanaan dapat disusun dalam tiga tahapan yaitu : Pertama ; rencana jangka panjang dalam hitungan sepuluh tahun sampai tiga puluh tahun ke depan. Kedua ; rencana jangka menengah, dalam hitunganwaktu lima tahun sampai sepuluh tahun ke depan, dan Ketiga ; jangka pendek satu tahu sampai lima tahun ke depan. Atau paling tidak selama satu periode kepengurusan.19 3. Fungsi Sosial Ekonomi Masjid memiliki potensi secara ekonomi, sebab melalui masjid konsep-konsep ekonomi Islam dapat disampaikan baik melalui khutbahkhutbah maupun ceramah pada berbagai kesempatan yang dilaksanakan di masjid. Disamping itu secara riil masjid juga memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masjid serta umat dengan pengelolaan zakat, infak dan sedekah melalui Bait al-Maal, pengelolaan wakaf dan koperasi jamaah yang berbasis kemasjidan. Fungsi ekonomi masjid baik yang berkaitan dengan penyampaian konsep atau prinsip ekonomi melalui khutbah dan ceramah pada acara majelis taklim maupun dalam bentuk usaha mandiri terpadu seperti koperasi masjid, Bait al Mal wa at-Tawil, pengelolaan wakaf belum berjalan dengan baik. Kalaupun disampaikan melalui khutbah dan ceramah, hanya berkaitan dengan prinsip keseimbangan dalam hidup. Ada kecenderungan para khatib dan mubaligh dalam dakwahnya lebih menenkankan pada aspek peribadatan dalam rukun Islam, sementara aspek muamalah seperti jual beli, sewa menyewa dalam Islam sangat jarang dikupas. 4. Fungsi Sosial Politik Salah satu fungsi politik masjid adalah perekat ukhuwah diantara sesama umat Islam. Mengamati masjid Raya Darissalam terkadang juga ada potensi-potensi yang mengidentifikasi terjadi ketidak harmonisan antar jamaah yang dilatarbelakangi karena perbedaan paham keagamaan 19
Syahidin, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan teoritis dan Organisatoris..., hal. 103.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
193
STAIN Palangka Raya
meskipun tidak sampai pada konflik terbuka. Masjid Raya Darussalam beberapa tahun yang silam pernah terjadi kekurangharmonisan diantara jamaah. Kekurang harmonisan ini berawal dari tuntutan sebagian jamaah masjid agar masjid yang pada awalnya dikelola oleh pemerintah provinsi pengelolaannya diserahkan kepada jamaah sekitar masjid dengan alasan karena jamaah yang memakmurkan masjid adalah masyarakat yang ada di lingkungan masjid. Jamaah juga menuntut pola peribadatan seperti salat Jumat dan Tarawih dirubah menurut tata cara yang biasa dilakukan kebanyakan jamaah di lingkungan masjid (sebut saja menurut kebiasaan warga NU). Mempertimbangkan kebaikan umat dan kemakmuran masjid, akhirnya tuntutan warga disetujui. Kepengurusan masjid tidak lagi dikelola oleh pemerintah provinsi, tetapi diserahkan pengelolaannya kepada jamaah setempat. Setelah pengelolaan diserahkan dengan masyarakat setempat, kegiatan masjid tampaknya kurang berkembang sebagaimana saat dikelola oleh pemerintah provinsi. Salah satu penyebabnya karena dalam pengelolaan masjid belum menerapkan fungsi-fungsi manajemen secara baik. Masjid Darussalam juga pernah digunakan untuk kegiatan rapat/musyawarah,pertemuan silaturahmi dengan para pejabat, atau calon walikota dan wakil walikota Palangkaraya seperti beberapan tahun yang lalu, namun kegiatan tersebut masih sebatas pada kegiatan silaturahmi dan sosalisasi, belum sampai pada pembicaraan tentang isu-isu strategis dan membicarakan persoalan yang dihadapi oleh umat Islam khususnya di Palangka Raya. 5. Fungsi Seni-Budaya Pengembangan fungsi seni-budaya masjid belum berjalan secara optimal. Umumnya masjid sepi dari kegiatan yang mengarah pada apresiasi kesenian yang bernuansa keislaman. Kegiatan pengembangan seni-budaya secara khusus dibeberapa masjid intensitasnya sangat terbatas yakni hanya sebatas pembicaraan syair mauli hasbyi. Disamping itu masjid juga dimanfaatkan untuk kegiatan kesenian Islam kegiatan yang dilakukan dengan memanfaatkan masjid dan lingkungan masjid antara lain kegiatan Musabaqah Tilawatil Quran, Festifal Anak Saleh, lomba-lomba keagamaan dalam menyambut hari-hari besar Islam seperti lomba adzan, salat, wudhu, nasyid, muhadharah, lomba kaligrafi, Perkemahan Sabtu Minggu (Petuah) bagi santriwan-santriwati TK-TPA se-kota Palangka Raya. Kegiatan tersebut di atas tidak sepenuhnya yang melaksanakan pengurus masjid, akan tetapi dari instansi lain atau yang memiliki ide/prakarsa kegiatan tersebut, namun kegiatan ini sudah menunjukkan kepada uaha pengembangan dan pemanafaatan fungsi sosial masjid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
194
STAIN Palangka Raya
2. Problem dalam mengoptimalkan Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkaraya Ada beberapa fakor yang menjadi problem pengembangan fungsi masjid Darussalam Palangkaraya. Problem tersebut akan dipaparkan secara global dan menyeluruh. Hal ini dilakukan mengingat bahwa yang menjadi faktor penyebab belum optimalnya sebagian fungsi masjid Raya Darussalam adalah sebagai berikut : 1) Sumber Daya Manusia (SDM) yang Masih Lemah Berdasarkan data dilapangan, ada sejumlah pengurus masjid yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan ada juga yang masih belum memiliki sumber daya yang berkualitas. Kelemahan ini dapat dilihat dari keterbatasan tenaga yang mengelola kegiatan, penempatan personil yang kurang proposional. Tingkat pendidikan pengurus masjid yang masih belum memadai. Kalaupun ada diantara para pengurus yang memiliki kualifkasi pendidikan yang dapat diharapkan, akan tetapi kebanyakannya adalah orang-orang yang sibuk. Kelemahan lain adalah belum diberdayakannya semua pengurus yang ada dalam struktur. Masjid Darussalam juga belum memiliki kyai atau ulama yang siap setiap saat dapat membimbing umat. Keadaan ini menyebabkan bimbingan keagamaan menjadi terganggu, karena menggantungkan mubaligh dari tempat lain. Hal ini disebabkan karena tidak ada program khusus untuk melakukan pengkaderan ulama. 2) Kelemahan dalam Manajemen Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, (1999 : 8) dalam bukunya Manajemen yang dikutip A. Bachrun Rifa’i menjelaskan istilah manajemen mengacu pada proses pengorganisasian dan mengintegrasikan kegiatankegiatan kerja agar diselesaikan secara efektif dan efisien dengan dan melalui orang lain.20 Idarah binail madiy (Phisical Management) adalah manajemen secara fisik yang meliputi kepengurusan masjid, pengaturan pembangunan fisik masjid, penjagaan kehormatan, kebersihan, ketertiban dan keindahan masjid (termasuk tanaman di lingkungan masjid); pemeliharaan tata tertib dan ketentraman masjid; pengaturan keuangan dan administrasi masjid, pemeliharaan agar masjid tetap suci, terpandang, menarik dan bermanfaat bagi kehidupan umat dan sebagainya. Dalam kaitan dengan pengelolaan masjid, maka tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam mengelola dan pengembangan fungsi masjid juga sangat dipengaruhi oleh sejauhmana kemampuan dan kemauan pengurus dalam menerapkan fungsi manajemen. Pengurus yang tidak memiliki kemampuan manajemen yang baik akan cenderung mengelola masjid secara konvensional dan apa adanya. Akan tetapi bagi para 20
A.Bachrun, Rifa’i dan Moch. Fakhruroji, Manajemen masjid, Ekonomi Masjid..., hal. 107.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Mengoptimalkan Fungsi Sosial-
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
195
STAIN Palangka Raya
pengurus masjid yang memiliki wawasan manajemen yang baik dan memiliki kemauan serta memiliki pemahaman yang baik tentang makna dan fungsi masjid akan cenderung mengelola masjid secara profesional. 3) Beragamnya Pemahaman Fiqih Jamaah dan Masih Terjadinya Dikhotomi Fungsi Masjid Beragamnya pemahaman fiqih disatu sisi akan memberikan alternatif pilihan bagi jamaah untuk melakukan aktivitas sesuai dengan keyakinannya.akan tetapi apabila keyakinan tersebut sampai menyebabkan sikap antipati dari jamaah untuk melakukan ibadah pada masjid yang dikelola oleh jamaah yang berlain mazhab fiqihnya, tentunya akan sangat merugikan bagi pemakmuran masjid dan sangat bertentangan dengan tujuan didirikannya masjid yang diinginkan oleh Islam, yakni landasan takwa. Inilah yang dimaksud oleh Sidi Gazalba yang menyatakan bahwa perpecahan dikalangan umat Islam sebagai akibat perpecahan mazhab. Faham tua dan muda di Indonesia yang membentuk kaum tua dan muda, sejajar kedudukannya dengan mazhab dan “partai”. Golongan ini sesungguhnya dilahirkan oleh paham mazhab dan anti mazhab.Keduanya pun memecah persatuan muslim dan masing-masing mempergunakan masjid dalam mempertahankan dan atau meluaskan fahamnya. 21 Persoalan lain adalah adanya tarik menarik antara sesama pengurus dan jamaah yang berlainan organisasi dan paham keberagaman untuk mendominasi pelaksanaan metode ibadah menurut pemahamannya. Sikap ini berakibat menjadi kurang harmonisnya hubungan antar sesama pengurus dan jamaah dan juga kurang menguntungkan bagi pengembangan dan kemajuan masjid ke depan. Memang perbedaan semacam ini tidak akan dapat dihapus, namun sebaiknya dari kedua jamaah yang mempunyai perbedaan tersebut sebaiknya mempunyai “blue print” untuk mengakomodir keadaan seperti ini sehingga perbedaan itu tidak menimbulkan pertikaian dan permusuhan yang akan melemahkan jamaah terutama yang ada disekitarnya. Menurut Syahidin, salah satu penyebab awal “kematian” suatu masjid bermula dari hilangnya tradisi berpikir integral dan komprehensif menjadi berpikir yang sektoral dan sempit. Masjid hanya mengajari umat tentang belajar Al-Quran, atau paling jauh masjid hanya difungsikan sebagai tempat belajar ilmu fiqih ibadah, bahkan lebih sempit lagi ibadah praktis dari satu mazhab tertentu. Diperparah lagi, masjid-masjid menjadi tempat belajar menghujat dan menyalahkan mazhab-mazhab lain yang berbeda dengan pemahaman fiqihnya.22 4) Belum Terbangunnya Komunikasi dengan Jamaah Pengurus masjid Raya Darussalam Palangkaraya belum membangun komunikasi memperhatikan needs jamaah. Hal ini dapat dilihat antara lain kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan hanya merupakan inisiatif pengurus, 21 22
Sidi Gazalba, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam..., hal. 326. Syahidin, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan teoritis dan Organisatoris..., hal. 81
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
196
STAIN Palangka Raya
tanpa melihat secara riil pada kebutuhan jamaah. Padahal di zaman Rasulullah masjid pusat pengembangan umat, nyaris hampir seluruh bidang strategi, ekonomi, sosial, politik, budaya dan pendidikan semuanya tergarap dengan baik. Bahkan ketika awal-awal Nabi hijrah ke Madinah, masjidlah yang mula-mula dibangun. Di masjid pula Nabi tinggal hidup dalam kesederhanaan dan kebersahajaan. 5) Pembangunan Masjid Lebih Berorientasi pada Pengembangan Fisik Bertolak darifungsi masjid sebagai pusat pembinaan umat, maka secara fisik unsur kemegahan dan keindahan masjid merupakan daya tarik yang kuat untuk menarik jamaah agar senang dan tidak segan untuk datang ke masjid sebagaimana yang dinyatakan Nana Rukmana sebagai berikut : “Masjid yang makmur, dalam arti masjid yang bersih, indah dan penuh dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat akan merupakan semacam besi berani yang mempunyai daya tarik bagi masyarakat yang ada disekitarnya”.23 Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa kondisi fisik yang indah, bersih, dan penuh dengan kegiatan pemakmurannya menjadi unsur daya tarik bagi jamaah untuk rajin datang ke masjid. Namun yang perlu juga diingat bahwa aspek pemakmuran dari segi kegiatan tentunya merupakan prioritas pertama yang perlu diperhatikan. Sebab apabila menengok masjid di jaman rasulullah, meskipun masjid yang dibangun Rasulullah dalam keadaan yang sangat sederhana, tetapi dari sisi pemakmurannya menunjukkan fungsi yang sangat luar biasa dan mengagumkan. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah memberikan itibar bahwa pembangunan isi, lebih penting dari sekedar membangun fisik. Lebih ideal lagi apabila ada keseimbangan antara pembangunan aspek fisik masjid dengan segala keindahan dan kemegahannya tadi dengan usaha pemakmurannya baik dari segi jamaah maupun kegiatannya. Sehingga dengan demikian diharapkan masjid benar-benar berfungsi secara optimal dan dapat menjadi pusat kegiatan ibadah dan pusat kegiatan muamalah. Menarik untuk disimak apa yang diungkapkan oleh Quraish Shihab yang mengutip pengamatan sementara para pakar yang menyatakan bahwa : “Perhatian yang berlebihan terhadap nilai-nilai arsitektur dan estetika suatu masjid ditandai dengan kedangkalan, kekurangan dan bahkan kelumpuhannya dalam penekanan fungsi masjid yang sesungguhnya. seolah-olah nilai estetika dijadikan konpensasi untuk menutupi kekurangan dan kelumpuhan tersebut”. 24 Dari ungkapan di atas menunjukkan bahwa pihak pengurus Masjid Raya Darussalam belum optimal untuk mengalokasikan dana kas masjid sesuai dengan bidangnya 23 24
Rumana, Masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, hal. 53. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan, 1998, hal. 464.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
197
STAIN Palangka Raya
6) Keterbatasan Sarana Masjid Masjid merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem. Subsub sistem tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung antar satu dengan yang lainnya. Salah satu sub sistem yang erat kaitannya dengan kemajuan suatu masjid adalah tersedianaya sarana yang memadai untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Mengamati di lapangan bahwa masjid Raya Darussalam Palangkaraya sebenarnya sangat besar ruangnya, namun untuk pembagian ruang untuk shalat, menyimpan inventaris barang masjid serta rumah marbot dan imam rawatib. Sementara ruang untuk kantor, ruang perpustakaan, ruang aula pertemuan, ruang pengajian, ruang belajar, ruang usaha dana dan ruang untuk fasilitas sosial seperti layanan kesehatan, konsultasi agama, sarana olahraga dan kesenian beserta kelengkapannya belum semuanya tersedia. Hal ini tentu saja akan menyulitkan untuk mewujudkan fungsi masjid yang ideal yakni sebagai pusat peribadatan dan muamalah. 7) Terjadinya Reduksi terhadap Sebagian Fungsi Masjid Seiring dengan perkembangan zaman disertai perubahan pesat yang berpengaruh terhadap suasana dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kemajuan peradaban manusia di segala aspek kehidupan, membawa berbagai perubahan dalam struktur kehidupan masyarakat termasuk fungsi masjid juga mengalami pergeseran akiabat spesifikasi dan pembangunan. Jika dimasa Rasulullah dan para sahabat institusi masjid benar-benar merupakan institusi dan pusat/sentral dari kebudayaan dan peradaban Islam. Pada masa itu masjid bisa berperan begitu luas disebabkan karena masyarakatnya belum begitu banyak, permasalahan belum begitu komplek dan fasilitas masih sangat terbatas atau keadaan masyarakat waktu itu masih sangat kuat berpegang pada nilai, norma dan jiwa agama. Sejalan dengan Quraish Shihab mengatakan : “Keadaan kini telah berubah, timbulah lembaga-lembaga baru yang mengambil alih sebagian peranan masjid dimasa lalu, yaitu organisasiorganisasi keagamaan swasta dan lembaga pemerintah, sebagai pengaruh kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembagalembaga itu memiliki kemapuan material dan teknis melebihi masjid”.25 Jika peran yang diemban oleh masjid seperti masjid nabawi ada 10 (sepuluh) uakni : 1) Tempat pusat ibadah seperti shalat dan zikir, 2) Tempat konsultasi dan komunikasi soal ekonomi dan sosial budaya, 3) Tempat pendidikan, 4) Tempat tuntunan sosial, 5) Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, 6) tempat pengobatan para kurban perang, 7) Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, 8) Sebagai aula dan tempat
25
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an...,hal. 463.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
198
STAIN Palangka Raya
menerima tamu, 9) Tempat menawan tawanan perang, dan 10) Pusat penerangan/informasi atau pembelaan agama.26 Fungsi dan peranan masjid sebagaimana zaman Rasullulah tentunya sulit diwujudkan pada masa kini, akan tetapi masjid-masjid besar harus mampu melakukannya paling tidak melalui uraian para pembinanya guna mengarahkan umat pada kehidupan dunia dan akhirat yang lebih berkualitas.27 3. Solusi Pelaksanaan Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkaraya Bertolak dari berbagai problem yang muncul dalam rangka untuk mengoptimalkan fungsi masjid Raya Darussalam Palangkaraya maka jalan keluarnya agar nantinya pelaksanaan fungsi masjid dapat berfungsi secara optimal adalah sebagai berikut : 1) Berdasarkan data dilapangan, ada sejumlah pengurus masjid yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan ada juga yang masih belum memiliki sumber daya yang berkualitas. Kelemahan ini dapat dilihat dari keterbatasan tenaga yang mengelola kegiatan, penempatan personil yang kurang proposional. Tingkat pendidikan pengurus masjid yang masih belum memadai. Menurut peneliti sebenarnya bahwa kepengurusan masjid Raya Darussalam Palangkaraya sudah menunjukkan struktur kepengurusan yang sudah memadai dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada dikota Palangkaraya, karena tingkat pendidikannya rata-rata sudah tingkat sarjana, namun yang menjadi penyebabnya adalah bagaimana menempatkan posisi kepengurusan tersebut belum sesuai dengan proporsinya disamping itu karena faktor kesibukan pengurus yang rata-rata adalah PNS. Sehingga waktunya kurang terfokus untuk menangani kegiatan-kegiatan yang ada di Masjid Raya Darussalam. Untuk itu agar fungsi masjid Raya Darussalam bisa dapat berjalan dengan optimal sebaiknya pengurus lebih berkonsentrasi untuk melakukan pertemuanpertemuan rutin secara periodik untuk membahas bagaimana usaha-usaha untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia pengurus/pengelola masjid yang berkualitas sehingga nantinya fungsi masjid dapat berjalan secara optimal. 2) Dalam kaitan dengan pengelolaan fungsi masjid Raya Darussalam Palangkaraya, Peneliti berpendapat bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam mengelola dan pengembangan fungsi masjid juga sangat dipengaruhi oleh sejauhmana kemampuan dan kemauan pengurus dalam menerapkan fungsi manajemen. Pengurus yang tidak memiliki kemampuan manajemen yang baik akan cenderung mengelola masjid secara konvensional dan apa adanya. Dengan kemampuan manajemen tersebut apabila seorang pengurus masjid yang memiliki wawasan manajemen yang baik dan memiliki kemauan serta memiliki pemahaman 26 27
Ibid, hal. 426. Ibid, hal. 463.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
199
STAIN Palangka Raya
yang baik tentang makna dan fungsi masjid akan cenderung mengelola masjid secara profesional, sehingga nantinya fungsi masjid dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. 3) Menurut peneliti beragamnya pemahaman fiqih jamaah dan masih terjadinya dikhotomi fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkaraya disatu sisi akan memberikan alternatif pilihan bagi jamaah untuk melakukan aktivitas sesuai dengan keyakinannya, akan tetapi apabila keyakinan tersebut sampai menyebabkan sikap antipati dari jamaah untuk melakukan ibadah pada masjid yang dikelola oleh jamaah yang berlain mazhab fiqihnya, tentunya akan sangat merugikan bagi pemakmuran masjid dan sangat bertentangan dengan tujuan didirikannya masjid yang diinginkan oleh Islam, yakni landasan takwa. Untuk itu agar keragaman tersebut nantinya tidak menimbulkan perpecahan jamaah sebaiknya pengurus masjid Raya Darussalam sebagai mediator untuk menyamakan persepsi bagi kedua belah pihak yang berselisih pahan sehingga perbedaan tersebut dapat terakomodir sehingga perbedaan itu tidak menimbulkan pertikaian dan permusuhan yang akan melemahkan jamaah terutama yang ada disekitarnya. 4) Menurut peneliti bahwa hasil wawancara di lapangan membuktikan pengurus masjid Darussalam Palangkaraya belum membangun komunikasi memperhatikan needs jamaah. Hal ini dapat dilihat antara lain kegiatankegiatan yang dilaksanakan hanya merupakan inisiatif pengurus, tanpa melihat secara riil pada kebutuhan jamaah. Selain itu dari hasil wawancara dengan pengurus masjid mereka tidak memiliki pemetaan terhadap jamaahnya. Mengingat pentingnya komunikasi dengan jamaah maka sebaiknya pengurus untuk lebih terkonsentrasi untuk memikirkan bagaimana pengurus bisa melakukan perhatian yang lebih serius dengan cara membuat sekretariat yang lebih memadai yang fungsinya untuk kegiatan pengurus dan remaja masjid serta sebagai sarana komunikasi antara jamaah dengan pengurus untuk membahas berbagai kegiatan atau program yang sudah tersusun yang nantinya fungsi masjid bisa berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. 5) Keterbatasan sarana masjid Raya Darussalam Palangkaraya sebenarnya sangat besar ruangnya, namun untuk pembagian ruang untuk shalat, menyimpan inventaris barang masjid serta rumah marbot dan imam rawatib. Sementara ruang untuk kantor, ruang perpustakaan, ruang aula pertemuan, ruang pengajian, ruang belajar, ruang usaha dana dan ruang untuk fasilitas sosial seperti layanan kesehatan, konsultasi agama, sarana olahraga dan kesenian beserta kelengkapannya belum semuanya tersedia. Hal ini tentu saja akan menyulitkan untuk mewujudkan fungsi masjid yang ideal yakni sebagai pusat peribadatan dan muamalah, maka dari itu menurut peneliti agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara menuyusun atau menata kembali ruangan sedemikian rupa sehingga fungsi masjid dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
200
STAIN Palangka Raya
6) Seiring dengan perkembangan zaman disertai perubahan pesat yang berpengaruh terhadap suasana dan kondisi masyarakat. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa dengan kemajuan peradaban manusia di segala aspek kehidupan, membawa berbagai perubahan dalam struktur kehidupan masyarakat termasuk fungsi masjid juga mengalami pergeseran akibat spesifikasi dan pembangunan. Jika dimasa Rasulullah dan para sahabat institusi masjid benar-benar merupakan institusi dan pusat/sentral dari kebudayaan dan peradaban Islam. Pada masa itu masjid bisa berperan begitu luas disebabkan karena masyarakatnya belum begitu banyak, permasalahan belum begitu komplek dan fasilitas masih sangat terbatas atau keadaan masyarakat waktu itu masih sangat kuat berpegang pada nilai, norma dan jiwa agama. Namun sekarang sebagai akibat perubahan zaman telah bermunculan lembaga-lembaga maupun organisasi-organisasi keagamaan baik swasta maupun lembaga pemerintah yang bergerak di dalam berbagai aspek baik agama, pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Lembagalembaga ini juga memiliki kemampuan material (finansial dan sarana) yang lengkap dan memadai serta memiliki kemampuan yang unggul dibidang manajemen seperti munculnya lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, bermunculannya rumah, puekesmas, bank-bank konvensional dan bank Syariah, berdirinya hotel-hotel dan penginapan, munculnya partai-partai Islam dan lembaga-lembaga dan organisasi keagamaan ini tidak bisa dipungkiri menyebabkan terjadinya reduksi/pengurangan sebagian fungsi ideal masjid. Menurut peneliti bahwa fungsi dan peranan masjid sebagaimana zaman Rasullulah tentunya sulit diwujudkan pada masa kini, akan tetapi masjid-masjid besar seperti masjid Raya Darussalam harus mampu melakukannya paling tidak melalui uraian para pembinanya guna mengarahkan umat pada kehidupan dunia dan akhirat yang lebih berkualitas. D. Kesimpulan 1. Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya telah difungsikan untuk kegiatan pendidikan, dakwah dan sosial kemasyarakatan namun untuk fungsinya sebagai sosial ekonomi,politik dan seni budaya tampaknya belum optimal dilakukan. 2. Problem dalam mengoptimalkan fungsi Masjid Raya Darussalam Palangka Raya disebabkan oleh faktor-faktor : Masih lemahnya sumber daya pengelola masjid, kelemahan dalam bidang manajemen, beragamnya pemahaman fiqih dan masih terjadi dikotomi dalam memahami fungsi masjid, belum terjadinya komonikasi yang intensif dengan jamaah, belum terbangunnya sinergi intern pengurus. Dari beberapa paktor tersebut faktor yang paling dominan sebagai penyebab belum optimalnya pengembangan pungsi masjid adalah faktor lemahnya manajemen dalam pengelolaan kepengurusan masjid. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
201
STAIN Palangka Raya
7) Solusi Pelaksanaan Fungsi Masjid Raya Darussalam Palangkaraya adalah : Menurut peneliti sebenarnya bahwa kepengurusan masjid Raya Darussalam Palangkaraya sudah menunjukkan struktur kepengurusan yang sudah memadai dibandingkan dengan masjid-masjid yang ada dikota Palangkaraya, karena tingkat pendidikannya rata-rata sudah tingkat sarjana, namun yang menjadi penyebabnya adalah bagaimana menempatkan posisi kepengurusan tersebut belum sesuai dengan proporsinya disamping itu karena faktor kesibukan pengurus yang rata-rata adalah PNS. Sehingga waktunya kurang terfokus untuk menangani kegiatan-kegiatan yang ada di Masjid Raya Darussalam. Untuk itu agar fungsi masjid Raya Darussalam bisa dapat berjalan dengan optimal sebaiknya pengurus lebih berkonsentrasi untuk melakukan pertemuan-pertemuan rutin secara periodik untuk membahas bagaimana usaha-usaha untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia pengurus/pengelola masjid yang berkualitas sehingga nantinya fungsi masjid dapat berjalan secara optimal. E. Saran 1. Kepada pengurus masjid agar dalam pengelolaan kegiatan masjid dapat menerapkan fungsi-fungsi manajemen modern, mamaksimalkan pemberdayaan terhadap jamaah. 2. Kepada pihak Departemen Agama dan Dewan Masjid Indonesia kota Palangkaraya agar dapat memberikan pembinaan yang lebih maksimal dan berkesinambungan. Jika dianggap perlu dilakukan pemilihan masjid teladan dan appreciation atau reward kepada pengurus atau masjid yang masuk dalam kategori masjid teladan. 3. Kepada jamaah masjid agar meningkatkan partisipasi dan peran serta dalam usaha pemakmuran masjid dengan cara ikut terlibat dalam berbagai kegiatan pemakmuran masjid. 4. Kepada pemerintah daerah agar lebih memperhatikan perkembangan masjid terutama pengembangan di bidang ekonomi dengan mendirikan amal uaha.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013
202
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, 2003. Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta. Ayub, Moh, Drs. Dkk. 1996. Manajemen Masjid Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus, Jakarta, Gema Insani Press Gazalba, sidi, Drs. 1994, Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Pustaka Al Husna. Milles, Mattew, B dan Hubberman A. Michael, 1992. Analisis Data Kualitatif terjemahan oleh Tjetjep Rohendi, Jakarta: UI Moleong, Lexi, J. 1996. Metodologi Bandung: PT Rosdakarya.
Penelitian Kualitatif,
Edisi
Revisi.
-----------, 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung, PT Rosdakarya. Mulyana, Deddi, DR. M.A. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Rifa’i,
A.Bachrun, dan Moch. Fakhruroji, 2005. Manajemen masjid, Mengopimalkan Fungsi Sosial-Ekonomi Masjid, cet. I. Bandung: Benang Merah Press.
Roqib,
Moh. Drs. M.Ag, 2005. Menggugat Porwokerto: STAIN Porwokerto Press.
Fungsi
Edukasi
Masjid,
Shihab, Quraish, Prof. DR, MA, 1998. Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan. -----------, 1999. Membumikan Al Qur’an. Bandung: Mizan. Syahidid, 2004, Manajemen Masjid: Suatu Pendekatan teoritis dan Organisatoris. Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa. Rumana, 2004. Masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 2, Desember 2013