PEMBELAJARAN OPEN-ENDED PADA LUAS SEGITIGA SISWA SMA NEGERI 2 INDRAJAYA * Martunis ABSTRAK. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil belajar siswa, ketuntasan belajar siswa, aktivitas siswa dan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan pendekatan open-ended. Untuk mencapai tujuan penelitian secara komprehensif seperti di atas, prosedurnya adalah: (!) mengambil subjek penelitian di kelas X-3 SMA Negeri 2 Indrajaya sebanyak 31 siswa, (2) menyusun instrumen penelitian yaitu soal mencari luas segitiga untuk kelas X SMA semester genap, (3) melakukan treatment berupa pembelajaran open-ended bagi siswa oleh guru, (5) melakukan feed back. Adapun teknik pengumpulan data adalah melalui tes hasil belajar siswa, observasi aktivitas siswa dan penyebaran angket respon siswa. Sedangkan teknik pengolahan data, penulis menggunakan analisis deskriptif (persentase). Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Hasil belajar siswa melalui pendekatan open-ended mencapai rata-rata 71,03%, (2) siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebanyak 87,1% siswa memperoleh skor lebih besar dari 65% dari skor total hasil tes, (3) Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, (4) Respon siswa positif terhadap pendekatan open-ended. Kata kunci: Pembelajaran Open-ended, dan Luas segitiga. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang banyak mengundang perhatian berbagai elemen dari aspek kehidupan yang beranekaragam. Berbagai alasan dikemukakan yang berkaitan dengan matematika, diantaranya matematika merupakan alat dan ilmu pendukung bagi cabang ilmu lainnya untuk mendapatkan solusi dari berbagai permasalahan yang timbul. Disamping itu, matematika juga merupakan ilmu yang sangat berguna dalam kaitannya dengan perilaku kehidupan seharihari. Matematika mengajarkan cara atau proses berpikir yang terstruktur, logis (rasional), kritis dan objektif. Semua itu akan diperoleh dan dinikmati secara mudah jika adanya ketekunan dan keyakinan yang penuh dari setiap insan yang mempelajarinya sekaligus mencoba untuk menghilangkan kesan bahwa matematika merupakan momok yang menakutkan. Kurangnya minat, bakat, intelegensi, motivasi dan keadaan psikologis dari siswa merupakan faktor internal yang menyebabkan terjadinya kesulitan belajar matematika. Disamping itu, faktor eksternal juga sangat berpengaruh diantaranya faktor lingkungan, pengajaran, kelengkapan dan
fasilitas alat pengajaran. Adapun penyebabnya adalah dominasi peran guru yang cenderung menonton dalam berbagai bentuk masalah yang disajikan dalam pelajaran matematika. Disinilah peran seorang guru dioptimalkan untuk meminimalkan faktor negatif tersebut. Tugas seorang guru memang sangatlah berat, karena selain untuk menguasai materi secara baik, luas dan mendalam juga harus memiliki kiat khusus melalui strategi dan pendekatan pembelajaran untuk membangkitkan motivasi dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang diajarkan sehingga proses pembelajaran akan lebih berarti dan bermakna bagi siswa. Salah satu pengembangan strategi dan pendekatan pembelajaran tesebut adalah didasarkan pada teori kognitif yang lebih mengacu kepada teori konstruktivis. Menurut teori ini siswa harus menemukan sendiri dan menyampaikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan informasi baru yang diterimanya yang dikenal dengan asimilasi konsep. Dengan acuan teori konstruktivis tersebut dikembangkan model dan pendekatan
pembelajaran dengan harapan guru dapat menerapkannya dalam pelaksanaan pembelajaran untuk memancing aktivitas siswa. Melalui aktivitas tersebut diharapkan siswa akan lebih kreatif karena dengan kreatifitas siswa akan membantu guru dalam meningkatkan pemahaman siswa terutama dalam bidang pendidikan. Pendekatan pembelajaran (learning approach) merupakan cara guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa (Suherman, 2001:7). Surakhmad (1979:75) mengemukakan bahwa “metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, makin baik metode itu makin baik dan efektif pula pencapaian tujuannya”. Jadi, pemilihan metode, model dan pendekatan pembelajaran yang tepat akan mempermudah proses terbentuknya pengetahuan pada siswa. Secara teoritis, salah satu pendekatan pembelajaran yang menjanjikan dapat mengintegrasikan siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran yang efektif dan inovatif melalui penerapan pendekatan open-ended. Menurut Hedden dan Speer (dalam Maqsudah, 2003:6) pendekatan open-ended adalah suatu model pembelajaran yang dapat memberikan keleluasaan kepada siswa berpikir secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan cara berpikir siswa. Salah satu materi yang dianggap layak diterapkan dengan pembelajaran melalui pendekatan open-ended adalah “luas segitiga”. Luas segitiga yang diajarkan di SMA merupakan lanjutan dari materi yang pernah diajarkan di SMP. Contoh penerapannya adalah untuk menghitung luas tanah/daerah yang berbentuk segitiga. Materi luas segitiga juga merupakan salah satu materi yang menyumbangkan soal dalam distribusi soal tes/ujian, baik UN (Ujian Nasional) maupun tes SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan materi luas segitiga juga merupakan materi yang diajarkan secara berkelanjutan dari tingkat
SMP sampai Perguruan Tinggi yang saling keterkaitan. Materi luas segitiga yang dipelajari secara berkelanjutan tentu harus benar-benar bisa dipahami secara berkelanjutan pula. Oleh karena itu, hendaknya si pengajar/guru dapat memilih dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dan relevan agar siswa mampu memahami dan menguasai materi tersebut secara mudah. Bertolakbelakang pada acuan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengamati dan meneliti tentang kegiatan pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan open-ended. B.
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana pencapaian hasil belajar siswa tentang luas segitiga yang diperoleh melalui penerapan pendekatan open-ended? 2) Apakah siswa mencapai ketuntasan belajar melalui pendekatan openended pada materi luas segitiga? 3) Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan pendekatan open-ended? 4) Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pendekatan open-ended? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1) Hasil belajar siswa tentang Luas Segitiga melalui penerapan pendekatan open-ended. 2) Ketuntasan belajar siswa pada materi Luas Segitiga setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan open-ended. 3) Aktivitas siswa selama proses pembelajaran. 4) Respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran pendekatan openended. II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika dalam Pandangan Konstruktivis Belajar dan pembelajaran merupakan suatu rangkaian proses kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Melalui belajar seorang akan mengalami perubahan dalam kehidupan baik dari pola berpikir, keterampilan maupun tingkah laku. Hal ini sejalan dengan definisi belajar yang dikemukakn oleh Slameto (1995: 2), ia mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secaca keseluruhan sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Namun pada hakekatnya, menurut paham konstruktivis belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mengkonstruksi pengetahuan karena seseorang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksinya. Proses konstruksi pengetahuan dilakukan melalui pengorganisasian antara aktivitas fisik (kegiatan indera) dan aktivitas mental (proses berpikir). Proses berpikir sangat penting karena pengetahuan itu hanya dapat dibangun dalam pikiran seseorang (Piaget dalam Suhartati, 2006:91). Sementara itu untuk menumbuhkan aktivitas fisik sangat dibutuhkan lingkungan belajar yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Menurut seorang ahli konstruktivis Vigotsky (Suparno, 1997:45) menyatakan bahwa budaya dan konteks mempunyai pengaruh proses dalam proses kontruksi pengetahuan. Ini juga meyakini bahwa dengan interaksi sosial dapat membatu seseorang untuk mengkonstruksi pengetahuannya yang lebih sesuai dengan kontruksi para ahli (dalam Suhartati, 2006:91). Disamping itu, ahli konstruktivis lain juga berpendapat bahwa belajar juga dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif yang menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, oleh karena itu dibutuhkan lingkungan belajar agar siswa dapat menemukan konsep dasar, keterampilan algoritma proses heuristic dan kebiasaan bekerjasama serta berefleksi Cobb (Suherman, 2001:72).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal dan produk yang berkualitas perlu adanya lingkungan belajar yang baik dengan perencanaan yang maksimal. Perencanaan lingkungan belajar dapat dirancang dan diorganisir dalam sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses eksternal yang sengaja dirancang dan direkayasa dalam upaya penataan lingkungan untuk memberikan atau menciptakan suasana sehingga proses belajar berlangsung secara optimal. Belajar matematika merupakan keharusan bagi semua siswa dari SD sampai SMA bahkan sampai mahasiswa di Perguruan Tinggi. Cornelius (Suhartati, 2007:1) memberikan lima alasan perlunya belajar matematika, yaitu matematika merupakan sarana untuk: 1. berpikir jelas dan logis, 2. memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, 3. mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, 4. mengembangkan kreativitas, 5. meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Tujuan belajar yang telah disebutkan di atas akan terealisasi dengan baik jika ada proses pembelajaran yang baik pula. Selama ini pembelajaran yang dipraktekkan masih tergolong konvensional. Schoenfeld (dalam Yuwono, 2001:6) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa bekerja secara prosedural tanpa proses pemahaman. Disamping itu, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru dan siswa cenderung bersifat pasif. Hal itu tidak sejalan dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengembangan pembelajaran matematika didasarkan paham konstruktivis. Menurut Ridhwan (2006:63) “Konstruktivisme lahir oleh gagasan Jean Piageat dan Vigotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai
informasi-informasi baru”. Menurut Nickson (Hudojo, 1998:6), pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah usaha membantu siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinisp matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep tersebut terbangun kembali. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, melainkan diinterpretasikan sendiri oleh masingmasing orang. Dengan demikian tujuan pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivis adalah membangun pemahaman. Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis menurut Hudojo (1998:7) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa terlibat aktif dalam belajarnya, siswa belajar materi matematika secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, 2) Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa , dan 3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Namun disamping kemampuan pemecahan masalah, pembelajaran matematika jika ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai maka matematika juga menekankan pada penguasaan konsep dan materi serta algoritma penyelesaian. Peranan guru dan pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivis menurut Suparno (1997:65) adalah sebagai fasilitator dan mediator yang bertugas untuk: (1) menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mengkontruksi pengetahuan dengan benar, (2) menyediakan atau memberikan kegiatan yang merangsang rasa ingin tahu siswa, dan (3) memonitor dan mengevaluasi proses belajar siswa. Evaluasi dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung untuk memantu
perkembangan pemahaman siswa dan mengawasi proses kontruksi pengetahuan yang dibuat siswa. Berdasarkan filsafat konstruktivis ini banyak muncul pendekatan-pendekatan yang diikuti bermacam strategi belajar, diantaranya adalah pendekatan penemuan, pemecahan masalah (problem solving), problem posing, investigasi, open-ended dan pendekatan realistik (dalam Suherman, 2001:70). Strategi belajar yang tertuang dalam beragam model pembelajaran makin gencar dikembangkan seiring dengan munculnya pendekatan tersebut, Soekamto dkk (1995:7) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosudur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian berarti guru harus mampu mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar. Guru harus dapat memilih pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk dapat merangsang siswa kreatif membangun pemahaman tentang pengetahuan yang dipelajarinya. B. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Problem open-ended merupakan problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar. Problem ini disebut juga problem tak lengkap atau problem terbuka. Hancock (Suhartati, 2007:3) menyatakan bahwa masalah openended adalah soal yang memiliki lebih dari satu selesaian yang benar. Selain itu masalah open-ended juga mengarah siswa untuk menggunakan keragaman cara atau metode penyelesaiannya sehingga sampai pada suatu jawaban yang diinginkan (Maqsudah, 2003:17). Pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended adalah pembelajaran yang menggunakan masalah open-ended dan dimulai dengan memberikan masalah
terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban yang benar sehingga mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Dalam menyelesaikan masalah (problem solving), guru berusaha agar siswa mengkombinasikan pengetahuan, ketrampilan, dan cara berpikir matematika yang telah dimiliki sebelumnya Sawada (Muqsudah, 2003:17). Ciri penting dari masalah open-ended adalah terjadinya keleluasaan siswa untuk memakai sejumlah metode dan segala kemungkinan yang dianggap paling sesuai untuk menyelesaikan masalah. Artinya pertanyaan open-ended diarahkan untuk mengiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan guru. “Adapun bentuk-bentuk soal yang dapat diberikan melalui pendekatan openended terdiri dari tiga bentuk, yaitu: (1) soal untuk mencari hubungan, (2) soal mengklasifikasikan dan, (3) soal mengukur” (Sawada dalam Maqsudah, 2003:18-21). Pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk
maksimal dan berkomunikasi melalui proses belajar mengajar sehingga akan membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa. Perlu digaris bawahi kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut yaitu: 1) kegiatan siswa harus terbuka, 2) kegiatan matematika adalah ragam berpikir, 3) kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan. Sifat keterbukaan dalam pendekatan tersebut dikatakan hilang apabila guru hanya mengajukan satu alternatif cara dalam menjawab permasalahan (Suherman, 2001:114). Menurut Maqsudah (2003:141-144), bentuk pembelajaran dengan pendekatan openended yang dapat meningkatkan pemahaman siswa adalah suatu pebelajaran yang menggunakan strategi tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap inti dan tahap akhir. Ketiga tahapan tersebut dilaksanakan secara klasikal dan secara kelompok serta kelompok dilengkapi dengan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS). Secara sistematis bentuk pembelajaran tersebut dapat digambarkan Pembelajaran menginvestigasi berbagai strategi dan cara secara diagram blok seperti yang tertera di yang diyakini sesuai dengan kemampuan bawah ini: mengelaborasi permasalahan. Tujuannya agar berpikir matematika melalui kegiatan kreatif siswa dapat berkembang secara
Tahap Awal (Klasikal)
Aktifitas Pengenalan (Klasikal) Pemberian Masalah dan LKS
Tahap Inti
Tahap Akhir (Klasikal)
Aktifitas Pemahaman (kelompok)
Aktifitas Pemantapan (Kelompok)
Gambar 1: Skema Pembelajaran Open-Ended
Dari skema di atas, ketiga tahapan pembelajaran dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:
Tahap awal, merupakan tahap persiapan siswa untuk mengikut kegiatan pembelajaran. Pada tahap ini guru
menjelasan tujuan pembelajaran, pendekatan atau model serta strategi yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, mengaktifkan kemampuan dasar siswa, mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya serta mengaitkan motivasi siswa. Tahap Inti, kegiatan pada tahap ini dibagi dalam tiga aktivitas yaitu aktivitas pengenalan, aktivitas pemahaman dan aktivitas pemantapan. Kegiatan siswa dalam aktivitas pengenalan antara lain membaca dan memahami masalah yang ada pada LKS, menjawab pertanyaan yang diajukan guru serta menyelesaikan masalah dengan mengkonstruksi ide-ide dan pengetahuan dasar yang dimiliki secara individu. Kegiatan siswa pada aktivitas pemahaman antara lain menyelesaikan masalah didalam kelompok dengan melakukan kolaborasi dan pengabungan ideide yang diperoleh dari setiap anggota kelompok menuju sebuah kesimpulan yang akan dipresentasikan dan dipertanggungjawabkan di depan kelas. Pada saat diskusi kelas, siswa mencatat halhal penting sebagai bahan sharing pendapat. Pada aktivitas pemantapan, kegiatan yang dilakukan adalah siswa memberikan tanggapan dan komentar serta kritikan terhadap jawaban atau kesimpulan dari penyelesaian masalah yang telah disampaikan. Selain itu guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk memancing respon siswa yang belum muncul. Tahap Akhir, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan kegiatan refleksi untuk mengecek pemahaman siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari. Dari tahapan pembelajaran di atas, jelaslah bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended juga tidak terlepas dari gabungan beberapa metode pembelajaran. Hal yang paling menonjol adalah metode kooperatif (kerja kelompok).
Metode ini tepat karena akan mendorong siswa aktif menemukan sendiri pengetahuan melalui keterampilan proses dan kerjasama. Namun, agar dapat bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya, Wardono (dalam Waluya dkk, 2006:279) mengatakan bahwa: Ada 5 keterampilan kooperatif yang harus diajarkan, yaitu: 1) berada dalam tugas, artinya tetap berada dalam kerja kelompok dan menyelesaikan masalah yang menjadi tanggung jawabnya. 2) mengambil giliran dan mengambil tugas, artinya bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas. 3) mendorong partisipasi, artinya memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi. 4) mendengarkan dengan aktif, artinya mendengar dengan menyerap informasi yang disampaikan oleh teman dan menghargai pendapat teman. 5) Bertanya, artinya terampil menanyakan informasi atau penjesan lebih lanjut dari teman sekelompok. Jika semua siswa telah memiliki ketrampilan kooperatif yang telah disebutkan diatas maka keiatan pembelajaran akan berjalan dengan lancar. C. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended ternyata terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan (Suherman, 2001:121). Keunggulan dari pendekatan openended antara lain: a) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekpresikan idenya. b) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
c) Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri. d) Siswa dengan cara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan. e) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan. Disamping keunggulan yang diperoleh, terdapat beberapa kelemahan dari penerapan pembelajaran dengan pendekatan open-ended antara lain: a) Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. b) Mengemukakan masalah yang langsung yang dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa mengalami kesulitan bagaimana merespon masalah yang diberikan. c) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka. d) Mungkin ada sebagian siswa yang merasa keegiatan belaar mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi. Jadi, di samping keunggulan yang menjanjikan pembelajaran lebih bermakna namun harus disadari bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimal dibutuhkan kerja yang maksimal dan guru yang inovatif serta motivatif untuk membuat siswa aktif dan kreatif. III.
SUBYEK SAMPEL DAN INSTRUMEN PENELITIAN Penelitian ini bernuansa eksperimen berbasis Peneltian Tindakan Kelas (PTK.
Subyek penelitian adalah siswa kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Indrajaya Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Sedangkan alat ukurnya berupa soal essay matematika untuk kelas X SMA semester genap dan penilaiannya berpedoman pada item tujuan penelitian seperti yang telah digambarkan di atas. Selain itu kerpada semua siswa diberikan angket isian untuk menilai keaktifan siswa dalam kelas. IV.
TEMUAN DAN PEMBAHASAN Secara umum penelitian ini mengungkapkan tiga macam temuan yaitu intensitas keaktifan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran, kemampuan berpikir kritis siswa menurut level sekolah dan pola kesalahan dalam menjawab soal cerita. Temuan intensitas keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dinilai berdasarkan hasil pengamatan guru terhadap siswa dan pengamatan siswa terhadap siswa lainnya di dalam kelompok. Tujuannya untuk mengungkap apa yang dilakukan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran yang berbasis inkuairi. Sedangkan temuan kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh berdasarkan hasil tes awal, evaluasi 1, evaluasi 2 dan tes akhir terhadap siswa dari enam lokasi/daerah uji coba. A. Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar Siswa Pada penelitian ini, hasil belajar siswa diperoleh melalui tes akhir belajar secara tertulis dan dikerjakan secara mandiri. Penilaian dilakukan pada akhir proses kegiatan pembelajaran secara keseluruhan. Data hasil belajar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1: Data Hasil Tes Siswa No
Kode
Soal
Total
Keterangan
siswa 10 Subjek 1 2 Subjek 2 3 111 Subjek 3 4 Subjek 4 5 Subjek 5 6 Subjek 6 7 Subjek 720 8 8 Subjek 8 9 Subjek 9 10 Subjek 10 11 Subjek 11 12 Subjek 12 13 Subjek 13 14 Subjek 14 15 Subjek 15 16 Subjek 16 17 Subjek 17 18 Subjek 18 19 Subjek 19 20 Subjek 20 21 Subjek 21 22 Subjek 22 23 Subjek 23 24 Subjek 24 25 Subjek 25 26 Subjek 26 27 Subjek 27 28 Subjek 28 29 Subjek 29 30 Subjek 30 31 Subjek 31 Rata - Rata
1
2
3
4
20 20 20 20 20 20 20 18 20 18 20 20 20 20 20 18 20 15 16 20 18 18 20 20 20 16 16 20 20 20 20 19,13
20 12 20 20 12 20 20 20 20 14 10 18 20 20 10 12 12 20 11 20 20 20 10 20 20 20 10 20 20 10 15 16,13
18 14 19 19 12 19 16 10 14 15 13 13 18 17 17 15 14 14 3 19 13 13 18 16 18 10 10 16 17 12 14 14,58
10 20 18 19 16 18 4 10 16 18 20 18 18 10 20 20 20 8 2 19 6 6 20 20 18 5 18 10 18 6 18 14,97
Dari data di atas diperoleh jangkauan data adalah 59 dengan skor tertinggi 91 dan terendah adalah 32. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa adalah 71,03 dari skor maksimal 100 dari 5 soal yang tersedia, sebahagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan butir soal nomor 5 karena keterbatasan waktu yang tersedia. 2. Ketuntasan Hasil Belajar Berdasarkan nilai tes hasil belajar yang telah dipaparkan di atas menunjukan 3. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Data pengamatan mengenai aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran diperoleh dari 3 kali pertemuan Hasil dan
5 0 0 11 13 7 13 7 8 10 0 7 8 13 0 8 0 0 8 0 13 8 8 8 8 13 0 0 0 10 5 10 6,23
68 66 88 91 67 90 67 66 80 65 70 69 89 67 75 65 66 65 32 90 65 65 76 84 89 51 54 66 85 53 77 71,03
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas
bahwa 27 siswa sudah mencapai skor minimal 65% dari skor total, sehingga 27 siswa tersebut dinyatakan telah tuntas belajar secara individual. Adapun siswa yang tidak mencapai skor minimal 65% dari total skor adalah 4 siswa. Secara persentase diperoleh banyaknya siswa yaang tuntas belajar secara individu adalah 87,1%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai. pengamatan dinyatakan dengan persentase dan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini.
Tabel 2. Persentase Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran
Katagori Pengamatan Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru atau teman Membaca, memahami masalah di LKS Menyelesaikan masalah/ menemukan cara penyelesaian masalah di LKS Bertanya kepada guru atau teman,menyampaikan pendapat /ide kepada guru atau teman Bekerjasama/berdiskusi dalam kelompok Menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur Perilaku yang tidak relevan dengan KBM
Persentase Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran (%) RP I RP II RP III
Persentase Rata-Rata (%)
14,81%
8,89%
12,22%
11,97%
11,11%
8,89%
12,22%
8,15%
24,44%
31,11%
25,56%
27,04%
28,15%
24,44%
32,22
28,27%
10,37%
17,78%
11,11%
13,09%
10,37%
6,67%
11,11%
9,38%
0,74%
3,33%
2,22%
2,1%
Berdasarkan tabel di atas dan mengacu pada kriteria waktu ideal aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa untuk masing-masing kategori pada setiap pembelajaran adalah sesuai dengan rencana pembelajaran yaitu terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. 4. Respon Siswa Data respon siswa diperoleh dari penyebaran angket yang dilakukan setelah
semua kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan. Angket respon siswa yang diisi oleh 31 siswa dikelompokkan dalam beberapa aspek tinjauan dinyatakan dalam bentuk persentase dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. Persentase Perasaan Siswa Terhadap Komponen Mengajar Aspek Respon siswa 1. 2. 3. 4. 5.
Model Pembelajaran Meteri Pelajaran LKS Suasana Pembelajaran di Kelas Cara Guru Mengajar
Respon Siswa Senang Tidak 83,87 % 16, 13 % 80,65 % 19,35 % 35,48 % 64,52 % 83,87 % 16,52 % 80,65 % 19,35 %
Tabel 4. Persentase Tanggapan Siswa Terhadap Komponen Mengajar Aspek Respon siswa
Respon Siswa Baru Tidak
1. 2. 3. 4. 5.
Model Pembelajaran Materi Pelajaran LKS Suasana Pembelajaran di Kelas Cara Guru Mengajar
83,47 % 35,48 % 64,52 % 41,94 % 45,16 %
16,13 % 64,52 % 35,48 % 58,06 % 54,84 %
Tabel 5. Persentase Pendapat Siswa tentang Minat untuk Mengikuti Pembelajaran Selanjutnya dengan Open-Ended Aspek Respon siswa Pendapat siswa tentang minat untuk mengukuti pembelajaran selanjutnya dengan pendekatan open-ended
Respon Siswa Berminat Tidak 83,87 %
16,13 %
Tabel 6. Persentase Pendapat Siswa Tentang Pemahaman Bahasa yang Digunakan Aspek Respon siswa 1. Lembar Kerja Siswa 2. Tes Hasil Belajar
Respon Siswa Jelas Tidak 45,16 % 54,84 % 67,74 % 32,26 %
Dari tabel di atas terlihat bahwa lebih dari 80% siswa berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya dengan pendekatan open ended dan mereka senang terhadap semua komponen pembelajaran kecuali LKS, karena menurut sebagian besar siswa LKS merupakan komponen baru yang jarang digunakan sehingga siswa tidak dapat memahami secara baik petunjuk dari LKS yang disajikan. Namun secara keseluruhan respon siswa terhadap komponen pembelajaran dapat digolongkan positif. B. Pembahasan Kegiatan pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended yang telah dipraktekkan di kelas X-3 SMA Negeri 2 Indrajaya Kabupaten Pidie menunjukan hasil yang positif ditinjua dari hasil belajar, ketuntasan belajar, aktivitas siswa maupun respon siswa. Hal ini menunjukan bahwa pendekatan open-ended cocok diterapkan dalam pembelajaran matematiaka khususnya pada materi Luas Segitiga. Namun perlu digarisbawahi bahwa tidak semua materi cocok diajarkan dengan pendekatan open-ended. Oleh karena itu guru harus mampu menyesuaikan materi yang diajarkan dengan model, pendekatan dan metode serta strategi pembelajaran yang akan diterapkan. Berdasarkan data hasil pengamatan di atas menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada materi Luas Segitiga yang diperoleh melalui penerapan pendekatan open-ended mencapai skor rata-rata siswa sebesar 71,03 dengan skor tertinggi 91 dan skor terendah adalah 32 dari skor maksimal yaitu 100. sebagian besar siswa mampu menjawab secara maksimal 4 soal dari 5 soal yang diberikan. Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian siswa kurang memahami petunjuk soal sehingga waktu yang tersedia tidak cukup untuk menyelesaikan semua soal. Hasil tes belajar menunjukan bahwa jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 27 siswa dan siswa yang tidak tuntas belajar berjumlah 4 siswa, artinya secara persentase siswa yang tuntas belajar mencapai 87,1% dari keseluruhan siswa. Dengan demikian penerapan pendekatan open-ended pada materi Luas Segitiga dapat mencapai ketuntasan belajar siswa secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan open-ended juga menunjukan hasil yang positif terhadap aktivitas siswa pada setiap pertemuan. Sebagian besar siswa antusias dan memiliki motivasi tinggi serta aktif dalam kegiatan pembelajaran baik secara individu maupun secara kelompok. Aktivitas dan respon siswa terhadap materi muncul sesuai dengan harapan yang diinginkan. Buktinya persentase seluruh aktivitas siswa yang diamati berada dalam batas-batas waktu ideal yang telah ditetapkan pada aspek pengamatan dengan toleransi 5 %. Walaupun demikian dalam proses pembelajaran masih ada kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru baik dari segi teknis maupun dari segi nonteknis. Pada pertemuan pertama, kegiatan awal dilakukan adalah guru melakukan sharing info, memberikan informasi tentang tujuan, materi, dan model pendekatan pembelajaran yang akan dilaksanakan serta mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya. Adapun tujuan pembelajaran pada pertemuan pertama adalah mengingat kembali penggunaan rumus luas segitiga jika panjang alas dan tinggi segitiga itu diketahui. Luas segitiga ABC jika panjang alas dan tinggi segitiga itu diketahui dapat digunakan rumus :
L=
1 2
at
Keterangan : L = Luas segitiga a = Panjang alas t = Tinggi segitiga
Rumus luas segitiga diatas dapat digunakan untuk mencari luas segitiga lancip dan segitiga tumpul yang panjang alas dan tingginya diketahui. Menurut pengamatan peneliti dan observer, kegiatan awal pembelajaran siswa terlihat sangat kaku. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan masalah openended yang disajikan di dalam LKS sehingga mereka untuk memahami masalah LKS dan siswa tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan. Pada pertemuan ini siswa diminta untuk mencari luas segitiga ABC yang panjang alas dan tingginya diketahui. Setelah siswa mengingat kembali penggunaan rumus luas segitiga dengan panjang
alas dan tinggi segitiga itu diketahui, kemudian peneliti mengarahkan siswa dalam berdiskusi untuk mencari rumus luas segitiga jika tiga unsur dalam segitiga itu diketahui. Kemungkinan dari tiga unsur yang diketahui itu adalah: 1) Panjang dua sisi dan besar sudut yang diapit oleh kedua sisi itu (ss.sd.ss) 2) Besar dua sudut dan panjang satu sisi yang terletak di antara kedua sudut itu (sd.ss.sd) 3) Panjang dua sisi dan besar satu sudut yang berhadapan dengan salah satu sisi itu (ss.ss.sd) 4) Panjang ketiga sisinya (ss.ss.ss) Pada pertemuan kedua, proses pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar dan siswa pun sudah mulai terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga. Adapun tujuan pembelajaran yaitu menentukan luas suatu segitiga jika: Dua sisi dan satu sudut dari segitiga itu diketahui Dua sisi dan sebuah sudut di hadapan sisi dari segitiga itu diketahui Kegiatan pembelajaran langsung menuju fokus permasalahan dengan membagikan LKS kepada siswa dan mengarahkan siswa agar membentuk kelompok berdasarkan pertemuan sebelumnya. Beberapa kelompok langsung terlihat aktif berdiskusi di dalam kelompok (17,78%). Mereka mencoba memahami dan menyelesaikan masalah yang ada di LKS (31,11%). Sementara itu hasil kerja kelompok didiskusikan di depan kelas. Pada pertemuan ketiga, melanjutkan tujuan pembelajaran pada pertemuan kedua yaitu menentukan luas suatu segitiga jika : Dua sudut dan satu sisi dari segitiga itu diketahui Ketiga sisi dari sebuah segitiga diketahui Pada pertemuan ketiga, kegiatan pembelajaran tetap berjalan seperti pertemuan sebelumnya dan berlangsung dengan baik dan lancar. Aktivitas siswa didominasi dengan kegiatan bertanya dan menyampaikan pendapat kepada guru/teman baik di dalam kelompok maupun diskusi kelas (32,22%) sehingga
kegiatannya terkesan aktif. Kegiatan pembelajaran berakhir dengan penarikan kesimpulan secara menyeluruh tentang rumus mencari luas segitiga. Berdasarkan rician kegiatan pada setiap pertemuan maka dapat diperoleh rata-rata waktu yang banyak digunakan adalah untuk bertanya dan menyampaikan pendapat/ide kepada guru atau teman (28,27%) dan menyelesaikan masalah atau menemukan cara menyelesaikan masalah di LKS (27,04%) serta bekerjasama atau berdiskusi dengan kelompok (13,09%). Data ini menerangkan bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended dapat meningkatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam mengekplorasi masalah dengan menggunakan ide-ide yang dimiliki untuk menarik suatu kesimpulan. Hal ini senada dengan pernyataan Suherman (2001:121), ia mengatakan bahwa melalui pendekatan openended, siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya dan merespon masalah dengan cara mereka sendiri sehingga siswa termotivasi untuk memberikan bukti dan penjelasan mengenai hasil temuannya. Disampinng itu, pendekatan open-ended yang dilakukan dengan metode diskusi kelompok (kooperatif) ternyata juga dapat mengaktifkan siswa baik secara individual maupun berkelompok sehingga dapat meminimalisasikan waktu yang terbuang untuk perilaku yang tidak sesuai dengan Kegiatan Belajar Mengajar (2,1%). Dengan Demikian pemblajaran melalui pendekatan open-ended dapat digolongkan baik dan efektif. Respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran berdasarkan hasil pengamatan menunjukan tanggapan yang positif. Hal itu dapat dibuktikan dari angka persentase yang menunjukan lebih dari 80% siswa senang terhadap komponen mengajar seperti model pembelajaran dan suasana pembelajaran (83,87%), serta materi pelajaran dan cara guru mengajar (80,65%). Menurut pengakuan siswa materi pelajaran, cara guru menngajar dan suasana kelas selama kegiatan pembelajaran adalah hal yang tidak baru lagi bagi siswa karena sudah sering dipraktekkan selama ini, akan tetapi model pendekatan open-ended yang diterapkan adalah hal yang baru bagi siswa, merekapun tertarik dan berminat untuk
mengikuti pembelajaran berikutnya dengan menggunakan model pendekatan open-ended pada materi yang berbeda. Hal itu ditunjukan dengan angka persentase terhadap aspek yang direspon masing-masing mencapai 83,87%. Namun, sebagian besar siswa memberikan tanggapan negatif terhadap komponen pembelajaran LKS. Dari 31 siswa hanya 35,48% yang senang terhadap komponen pembelajaran tersebut. Hal itu disebabkan karena LKS merupakaan komponen pembelajaran baru (64,52%) yang jarang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga siswa sulit memahami petunjuk dan bahasa yang digunakan dalam LKS. Jadi, untuk kelancaran proses pembelajaran guru memberikan informasi tambahan terhadap masalah dan kesulitan yang dihadapi siswa. Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran melalui pendekatan open-ended adalah positif. Walaupun uraian di atas menunjukan bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan open-ended efektif dan lebih mudah membentuk dan menetapkan pemahaman siswa dalam mengajar materi Luas Segitiga, namun perlu disadari bahwa pembelajaran tersebut tidak efesien dari segi waktu karena membutuhkan waktu yang lama untuk mengkontruksi ide-ide siswa dalam menemukan hubungan menuju suatu kesimpulan. Di samping itu, pada penelitian ini masih ada beberapa kelemahan pada perlakuan seperti pada penyajian masalah di dalam LKS dan tes hasil belajar. Siswa menanggapi bahwa bahasa yang digunakan di dalam LKS dan tes hasil belajar masih susah untuk dipahami sehingga diperlukan informasi tambahan dari guru. Peneliti menyadari satu faktor rendahnya rata-rata nilai siswa dipengaruhi oleh kurang pahamnya siswa terhadap bahasa yang digunakan dalam tes hasil belajar. Oleh karena itu, untuk menerapkan model pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika dibutuhkan persiapan yang maksimal dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan akan mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan Rencana Pembelajaran (RP) yang telah dirancang.
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Hasil belajar siswa melalui pendekatan open-ended mencapai rata-rata 71,03% 2. Siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebanyak 87,1% siswa memperoleh skor 65% dari skor total hasil tes, 3. Siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, 4. Respon siswa positif terhadap pendekatan open-ended. B. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas berikutnya disajikan beberapa rekomendasi: 1. Diharapkan kepada guru agar dapat melakukan persiapan yang maksimal untuk menyajikan dan mengkontruksi masalah open-ended, baik dari segi kesesuaian materi, bentuk masalah maupun dari segi penggunaan bahasa yang digunakan di dalam LKS. 2. Diharapkan kepada guru SMA Negeri 2 Indrajaya Kabupaten Pidie untuk menerapkan pendekatan open-ended pada materi Luas Segitiga serta materi lainnya yang dianggap cocok dengan pendekatan open-ended. 3. Diharapkan guru dapat memadukan masalah open-ended dengan model dan pendekatan pembelajaran lain sehingga kegiatan pembelajaran lebih menarik dan variatif serta lebih bermakna dan bermamfaat bagi siswa dan guru. DAFTAR PUSTAKA Hudojo, H. 1998. Pembelajaran matematika menurut Pandangan Kontruktivistik. Makalah disajikan Dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika. Malang 4 Maret: Program Pasca Sarjana IKIP Malang. Ridhwan, M dan Samsul Bahri. 2006. “Teori yang Mendasari Belajar dan Pembelajaran”. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu. 3(2): 90-94 Slameto. 1995. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rhineka Cipta, Jakarta.
Soekamto. 1995. Teori Belajar dan ModelModel Pembelajaran. PAU Dirjen Dikti: Jakarta Suherman, 2001. Common texbook, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Untuk mahasiswa, guru dan calon guru bidang studi pendidikan matematika. Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika F.MIPA JICA UPI Bandung Suhartati. 2007. Penggunaan Masalah OpenEnded dalam Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disajikan dalam Seminar dan Workshop Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) FKIP Unsyiah Banda Aceh, 9-10 April Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivitas dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Surakhmad, W. 1979. Metodelogi Pengajaran Nasional. Jakarta: Jemmas. Yuwono, 1.2001. RME (Realistik Mathematics Education) dan hasil studi Awal Implementasi di SLTP. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME). F MIPA UNESA Surabaya, 24 Januari. Wardono. 2006. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Keterlibatan Siswa dan guru SLTP melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. PTK Kolabosari antara Dosen dan Guru SLTP di Pekalongan Jurusan Matematika F.MIPA Univ. Semarang. Prosiding Koferenssi Nasional Matematika XIII, 24-27 Juli.