perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA
SKRIPSI
Oleh : EKA WAHYU NURLAILI K1308006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini Nama
: Eka Wahyu Nurlaili
NIM
: K1308006
Jurusan / Program Studi
: PMIPA / Pendidikan Matematika
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA” ini benar-benar hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012 Yang membuat Pernyataan
Eka Wahyu Nurlaili
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA
Oleh : EKA WAHYU NURLAILI K1308006
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Oktober 2012 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Oktober 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Triyanto, S.Si, M.Si
Dwi Maryono, S.Si, M.Kom
NIP. 19720508 199802 1 001
NIP. 19800808 200501 1 003
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Eka Wahyu Nurlaili. ANALISIS MISKONSEPSI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOK SEGITIGA. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Oktober 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan strategi penelitian yaitu deskripstif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah 1) metode observasi di kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 2) metode tes yang dilakukan kepada siswa kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 3) metode wawancara dilakukan kepada siswa yang mengalami miskonsepsi. Pemeriksaan keabsahan data dengan teknik triangulasi metode, yaitu dengan membandingkan data hasil tes, wawancara, dan observasi. Hasil penelitian dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) Terjadi miskonsepsi siswa yaitu pada a) Definisi segitiga dan daerah segitiga. Miskonsepsi ini termasuk dalam miskonsepsi teoritikal. b) Jenis-jenis, dasar pengklasifikasian, dan sifat-sifat segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi teoritikal, klasifikasional, dan korelasional. c) Alas dan tinggi segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi klasifikasional dan korelasional. d) Sisi dan keliling segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi klasifikasional dan teoritikal. e) Sudut dalam dan sudut luar segitiga. Miskonsepsi ini terdiri atas miskonsepsi korelasional dan teoritikal. 2) Penyebab miskonsepsi adalah a) Berasal dari guru. b) Berasal dari siswa, yaitu kesalahan intrepretasi gambar, belum memahami konsep prasyarat, simplifikasi konsep, ketidakmampuan mengaitkan konsep, dan aspek praktis. c) Konteks. Kata kunci: miskonsepsi, segitiga, teoritikal, klasifikasional, korelasional, SMP Negeri 16 Surakarta
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Eka Wahyu Nurlaili. ANALYSIS OF STUDENT’S MISCONCEPTION ON SEVENTH GRADE SMP NEGERI 16 SURAKARTA IN ACADEMIC YEAR OF 2011/2012 AT THE MATHEMATICS LEARNING IN THE TRIANGLE MATERIAL. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Oktober 2012. The purpose of this research is for describing and understanding causal factor of student’s misconception on seventh grade SMP Negeri 16 Surakarta in academic year of 2011/2012 in triangle material . The qualitative research is used as form of this research, with qualitative descriptive as a research strategy. The data collection technique which is used are 1) observation method in class of VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 2) test method which is done to students in VII E SMP Negeri 16 Surakarta, 3) interview method which is done to students work out misconception. The technique of data validation uses method triangulation, by comparing data which is got from the test, interview, and observation. The result of this research can be explained as 1) There are student’s misconception on a) Definition of triangle and triangle’s area. This misconception include to teoritical misconception. b) Classification, basic of classification, and characteristic of triangle. This misconception concist of teoritical, classificational, and corelational misconception. c) Base and altitude of triangle. This misconception concist of classificational and corelational misconception. d) Side and perimeter of triangle. This misconception concist of classificational and teoritical misconception. e) Internal and external angle of triangle. This misconception consist of corelational and teoritical misconception. 2) Causal factors of misconception are a) From teacher. b) From student, consist of wrong interpretation, not understanding praconditional concept, simplification, inability making a relation of the concept and practical aspect. c) Context. Key words: misconception, triangle, teoritical, classificational, corelational, SMP Negeri 16 Surakarta
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(QS. Al-Insyirah 5-6) Who knows what miracles you can archieve. When you believe, somehow you will. You will when you believe
(Petikan Lagu)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukurku kepada Allah, karya ini kupersembahkan kepada: Ayahanda, Ibunda, Adik tersayang Terima kasih atas semua doa, cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, pengorbanan, dan harapan yang selalu tercurah untukku. Mas Dapow People change, memories don’t. Terima kasih telah menjadi penyemangat dan partner yang baik bagi penulis selama ini. Teman-teman Kost Tisanda 2 (terutama Dede, Atna, Nurul, Yunita, Momon, Sandy, Dian, Ami, Lulu) Terima kasih atas canda, tawa, kebersamaan, semangat, dan semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Mahasiswa Pendidikan Matematika 2008 Terimakasih atas semangat, perjuangan, dan kebersamaan selama ini. Alamamater UNS
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA UNS. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.
2.
Bapak Sukarmin, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.
3.
Bapak Triyanto, S.Si., M.Si., Ketua Program Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan ijin menyusun skripsi.
4.
Ibu Henny Ekana Chrisnawati, S.Si, M.Pd., Koordinator Skripsi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pengajuan ijin menyusun skripsi.
5.
Bapak Triyanto, S.Si., M.Si., Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam skripsi.
6.
Bapak Dwi Maryono, S.Si., M.Kom., Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam skripsi.
7.
Bapak Abdul Haris Alamsyah, S.Pd., M.Pd., Kepala SMP Negeri 16 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian. commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
8.
Bapak Wiyono, S.Pd.,
digilib.uns.ac.id
guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 16
Surakarta yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, bimbingan, dan ilmu selama melakukan penelitian. 9.
Seluruh siswa kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta yang telah memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
memberikan sedikit kontribusi serta masukan bagi dunia pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta,
Oktober 2012 Penulis,
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN.............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO .....................................................................................
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
BAB I
BAB II
xix
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Batasan Masalah ....................................................................
4
C. Rumusan Masalah ..................................................................
5
D. Tujuan Penelitian ...................................................................
5
E. Manfaat Penelitian .................................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
7
A. Kajian Teori ...........................................................................
7
1.
Pengertian Belajar ..........................................................
7
2.
Pengertian Matematika ..................................................
8
3.
Belajar Matematika .......................................................
9
4.
Konsep ...........................................................................
9
5.
Belajar Konsep ...............................................................
10
6.
Macam-macam Konsep ..................................................
12
7.
Miskonsepsi ................................................................... to user a. Konsepsicommit ...................................................................
13
xii
13
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
BAB IV
digilib.uns.ac.id
b. Prakonsepsi ..............................................................
13
c. Miskonsepsi .............................................................
14
d. Identifikasi Miskonsepsi ...........................................
17
e. Penyebab Miskonsepsi .............................................
18
8. Materi Pokok Bangun Datar Segitiga..............................
20
B. Penelitian yang Relevan .........................................................
23
C. Kerangka Berpikir ..................................................................
24
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
27
A. Deskripsi Latar .......................................................................
27
1.
Tempat Penelitian ...........................................................
27
2.
Waktu Penelitian .............................................................
27
3.
Subjek Penelitian ............................................................
28
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...............................................
28
C. Sumber Data ...........................................................................
29
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
29
1. Metode Observasi ...........................................................
30
2. Metode Tes..................................................................... .
30
3. Metode Wawancara ........................................................
31
E. Validasi Data ..........................................................................
32
F. Teknik Analisis data ..............................................................
32
G. Prosedur Penelitian ................................................................
33
HASIL PENELITIAN ..................................................................
36
A. Deskripsi Lokasi/ Objek Penelitian .......................................
36
B. Deskripsi Temuan Penelitian ................................................
37
1.
Deskripsi Data Observasi ................................................
37
a. Observasi Guru Mengajar .........................................
37
b. Observasi Siswa saat Proses Belajar Mengajar.........
39
2.
Deskripsi Data Tes ..........................................................
40
3.
Subjek Penelitian ...........................................................
46
C. Pembahasan ........................................................................... to user 1. Analisis Datacommit Hasil Tes ...................................................
47
xiii
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Analisis Data Hasil Wawancara .....................................
72
3.
Hasil Validasi dan Analisis Data .................................... 122 a. Hasil Validasi Data .................................................. 124 b. Hasil Analisis Data ................................................... 129
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 134 A. Simpulan ................................................................................. 134 B. Implikasi ................................................................................. 136 Implikasi Teoritis ......................................... .......................... 136 Implikasi Praktis .................................................................... 136 C. Saran ....................................................................................... 136 Bagi Guru........................................................................ ....... 136 Bagi Siswa............................................................ ................. 137 Bagi Peneliti Lain................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
138
LAMPIRAN....................................................................................................
141
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Prosedur Penelitian di SMP Negeri 16 Surakarta……………….
26
Gambar 4.1
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 1…..…….………………..
47
Gambar 4.2
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2a…….…………………… 47
Gambar 4.3
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2b…….…………………… 48
Gambar 4.4
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2c…….…………………… 48
Gambar 4.5
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2d…….…………………… 48
Gambar 4.6
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2e…….…………………… 49
Gambar 4.7
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3a…….…………………… 49
Gambar 4.8
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3b…….…………………… 49
Gambar 4.9
Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3c…….…………………… 50
Gambar 4.10 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3d…….…………………… 50 Gambar 4.11 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 4…..…….………………..
51
Gambar 4.12 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 1…….……………………
51
Gambar 4.13 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2a…….…………………… 51 Gambar 4.14 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2b…….…………………… 52 Gambar 4.15 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2c…….…………………… 52 Gambar 4.16 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2d…….…………………… 52 Gambar 4.17 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2e…….…………………… 52 Gambar 4.18 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3a…….…………………… 53 Gambar 4.19 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3b…….…………………… 53 Gambar 4.20 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3c…….…………………… 53 Gambar 4.21 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3d…….…………………… 54 Gambar 4.22 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 1…….……………………
54
Gambar 4.23 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2a…….…………………… 54 Gambar 4.24 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2b…….…………………… 55 Gambar 4.25 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2c…….…………………… 55 Gambar 4.26 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2d…….…………………… 55 Gambar 4.27 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2e…….…………………… 56 Gambar 4.28 Penggalan Jawabancommit Subjekto3 user Nomor 3a…….…………………… 56 xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.29 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3b…….…………………… 56 Gambar 4.30 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3c…….…………………… 57 Gambar 4.31 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3d…….…………………… 57 Gambar 4.32 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 4…….……………………
58
Gambar 4.33 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 1…….……………………
58
Gambar 4.34 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2a…….…………………… 59 Gambar 4.35 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2b…….…………………… 59 Gambar 4.36 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2c…….…………………… 59 Gambar 4.37 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2d…….…………………… 60 Gambar 4.38 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2e…….…………………… 60 Gambar 4.39 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3a…….…………………… 60 Gambar 4.40 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3b…….…………………… 61 Gambar 4.41 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3c…….…………………… 61 Gambar 4.42 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3d…….…………………… 62 Gambar 4.43 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 4…….……………………
63
Gambar 4.44 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 1…….……………………
63
Gambar 4.45 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2a…….…………………… 64 Gambar 4.46 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2b…….…………………… 64 Gambar 4.47 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2c…….…………………… 64 Gambar 4.48 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2d…….…………………… 65 Gambar 4.49 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2e…….…………………… 65 Gambar 4.50 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3a…….…………………… 65 Gambar 4.51 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3b…….…………………… 66 Gambar 4.52 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3c…….…………………… 66 Gambar 4.53 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3d…….…………………… 67 Gambar 4.54 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 4…….……………………
67
Gambar 4.55 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 1…….……………………
68
Gambar 4.56 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2a…….…………………… 68 Gambar 4.57 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2b…….…………………… 68 Gambar 4.58 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2c…….…………………… 69 Gambar 4.59 Penggalan Jawabancommit Subjekto6 user Nomor 2d…….…………………… 69 xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.60 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3a…….…………………… 70 Gambar 4.61 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3b…….…………………… 70 Gambar 4.62 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3c…….…………………… 71 Gambar 4.63 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3d…….…………………… 71 Gambar 4.64 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 4…….……………………
commit to user xvii
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional Tahun 2010/2011 SMP Negeri 16 Surakarta………………………………..........................
3
Tabel 2.1 Derajat Pemahaman Konsep………………………………............
17
Tabel 4.1 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 1…………
40
Tabel 4.2 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2a…………
41
Tabel 4.3 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2b…………
42
Tabel 4.4 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2c…………
42
Tabel 4.5 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2d…………
43
Tabel 4.6 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 2e…………
44
Tabel 4.7 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3a…………
44
Tabel 4.8 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3b…………
44
Tabel 4.9 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3c………….
45
Tabel 4.10 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 3d…………..
46
Tabel 4.11 Deskripsi Kesalahan Konsep Siswa pada Soal Nomor 4…………….
46
Tabel 4.12 Hasil Validasi Data Siswa…………………………………………… 124
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pedoman Observasi Guru Mengajar……………………………..………..
142
2. Pedoman Observasi Siswa pada Proses Pembelajaran……………………
145
3. Catatan Lapangan…………………………………………………………
147
4. Kisi-kisi Tes Diagnostik Materi Segitiga…………………………………
162
5. Tes Diagnostik…………………………………………………………….
163
6. Kunci Jawaban Tes Diagnostik Materi Segitiga………………………….
166
7. Hasil Tes dan Pemilihan Subjek………………………………………….
172
8. Lembar Jawab Subjek Penelitian………………………………………….
177
9. Lembar Validasi……………………………………………………………
188
10. Pedoman Wawancara………………………………………………………
194
11. Transkrip Wawancara……………………………………………………… 196 12. Triangulasi Data……………………………………………………………
233
13. Surat-surat………………………………………………………………….
288
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan harus dilakukan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang optimal. Selain itu, pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas, karena pendidikan merupakan sarana untuk membentuk seseorang menjadi individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Matematika merupakan ilmu yang mempunyai karakteristik tertentu bila dibandingkan dengan disiplin ilmu lainnya. Salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek kajian abstrak ( Soedjadi, 2000: 13-19). Objek dasar matematika terdiri dari fakta, konsep, definisi, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar tersebut selanjutnya berkembang menjadi objek lain. Oleh karena itu, belajar matematika harus dilakukan secara bertahap, berurutan dan sistematis serta didasarkan pada pengalaman belajar yang lalu. Matematika diberikan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan siswa agar memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi). Berdasarkan hal tersebut, matematika dianggap sebagai ilmu yang sangat penting dan diajarkan hampir di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah
dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Kemampuan
matematika siswa dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Selain itu, matematika dapat mendorong perkembangan ilmu lainnya. Peran penting matematika diakui Cockcroft yang menulis “It would be very difficult – perhaps impossible – to live a normal life in very many parts of the world in the twentieth century without making use of mathematics of some kind.” Yang berarti commit tobagi userseseorang untuk hidup di bagian akan sangat sulit atau tidaklah mungkin
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bumi ini pada abad ke-20 ini tanpa sedikitpun memanfaatkan matematika ( Shadiq, 2007). Melihat begitu pentingnya matematika, terdapat fakta ironis. Sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian siswa menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan hanya berisi kumpulan rumus. Akibatnya, prestasi belajar mengajar matematika yang dicapai masih tergolong rendah. Berdasarkan survey internasional TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), rata-rata skor prestasi matematika siswa sekolah lanjutan tingkat pertama Indonesia masih berada di bawah rata-rata Internasional. Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat 34 dari 38 negara, tahun 2003 berada di peringkat 35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada di peringkat 36 dari 49 negara (http://litbangkemdiknas.net/detail.php?id=214). Berdasarkan data dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dari 512.534 siswa SMP dan sederajat di Jawa Tengah yang mengikuti Ujian Nasional tahun 2010 terdapat 5162 (1,007%) siswa yang tidak lulus. Meskipun jumlah tersebut tidak terlalu banyak, tetapi ternyata nilai rata-rata untuk beberapa mata pelajaran, termasuk matematika, masih di bawah nilai rata-rata nasional. Nilai rata-rata nasional untuk mata pelajaran matematika adalah 7,53 sedangkan nilai rata-rata Jawa Tengah hanya mencapai 7,06. Untuk Kota Surakarta, dari 11.790 siswa SMP dan sederajat yang mengikuti Ujian Nasional tahun 2010, terdapat 850 (7,210%) siswa yang tidak lulus. Lebih lanjut dilihat bahwa nilai rata-rata matematika siswa SMP dan sederajat di Surakarta ini juga masih di bawah ratarata nasional yaitu sebesar 7,03. Salah satu guru di SMP Negeri 16 Surakarta menyatakan bahwa bagi siswa di sekolah tersebut, matematika juga masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan menjadi batu sandungan keberhasilan mereka di ujian nasional. Distribusi nilai Ujian Nasional matematika tahun 2010 SMP Negeri 16 Surakarta seperti Tabel 1.1 berikut.
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1.1 Distribusi Nilai Ujian Nasional Matematika Tahun 2010 SMP Negeri 16 Surakarta Distribusi Nilai
Jumlah Real
Persen (%)
10,00
-
-
9,00-9,99
6
3,03
8,00-8,99
40
20,20
7,00-7,99
50
25,25
6,00-6,99
54
27,27
5,50-5,99
19
9,60
4,25-5,49
26
13,13
3,00-4,24
3
1,52
Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa masih banyak siswa SMP Negeri 16 Surakarta dengan nilai Ujian Nasional matematika rendah. Terdapat 48 ( 24,25%) siswa dengan nilai di bawah 6,00. Berdasarkan analisis awal, penyebab dari rendahnya prestasi matematika siswa dimungkinkan adalah adanya permasalahan dalam pemahaman konsep matematika. Hal ini senada dengan informasi dari guru matematika SMP Negeri 16 Surakarta yang mengatakan bahwa pada beberapa materi sebagian siswa sering kesulitan dalam memahami konsep dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Permasalahan tersebut mungkin saja terjadi karena siswa lebih suka menghafal suatu konsep, adanya prakonsepsi yang salah pada siswa, atau pembelajaran yang kurang memberikan penanaman konsep. Pada proses pembelajaran matematika, siswa mempelajari konsep-konsep yang saling berkaitan. Bila salah satu konsep tidak dipahami dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh pada pemahaman konsep selanjutnya yang berkaitan. Kadang pembelajaran di sekolah juga kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Padahal prakonsepsi yang dimiliki siswa berbeda-beda dan belum tentu benar. Kondisi demikian sangat memungkinkan timbulnya salah konsep (miskonsepsi) pada siswa.
commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karimah juga mengemukakan bahwa salah satu penyebab kegagalan dalam pembelajaran matematika adalah siswa tidak paham konsep matematika atau siswa salah memahami konsep matematika (miskonsepsi). Kebanyakan kesalahan konsep yang dialami siswa dibawa dari jenjang pendidikan sebelumnya, sehingga mengakibatkan kesalahan konsep yang berkesinambungan pada jenjang yang lebih lanjut (Republika, 2008). Menurut Howe dalam Wilantara (2003: 3), miskonsepsi pada siswa yang muncul secara terus menerus dapat berakibat buruk. Kegiatan belajar mengajar yang tidak memperhatikan adanya miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan informasi dari guru matematika kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta, salah satu materi yang kadang membingungkan bagi siswa adalah materi segitiga, Materi segitiga merupakan materi yang pernah didapat siswa pada saat Sekolah Dasar. Namun prestasi belajar siswa pada materi pokok segitiga ini masih kurang memuaskan. Hal ini sungguh sangat tidak diharapkan. Beberapa soal pada ujian nasional matematika SMP juga kadang berasal dari materi segitiga ini. Menurut data dari BSNP, daya serap pada materi segitiga Ujian Nasional tahun 2010 siswa SMP 16 Surakarta adalah 74,52%. Itu artinya masih terdapat 25,48% siswa yang salah dalam menyelesaikan soal pada materi segitiga. Berawal dari hal yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang miskonsepsi yang dialami siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga.
B. Batasan Masalah Agar dalam penelitian ini lebih terarah dan dapat dikaji lebih mendalam diperlukan adanya pembatasan-pembatasan sebagai berikut. 1. Dasar penggolongan karakteristik miskonsepsi siswa yang dilakukan adalah berdasarkan bentuk konsepnya, yaitu konsep klasifikasional, konsep korelasional, dan konsep teoritikal. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Observasi yang dilakukan pada proses pembelajaran adalah observasi guru mengajar,observasi siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar, dan observasi lingkungan belajar (sarana dan alat belajar) pada materi pokok segitiga. 3. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan siswa.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana deskripsi dan karakteristik miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga? 2. Apa penyebab miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga?
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui deskripsi dan karakteristik miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga. 2. Untuk mengetahui penyebab miskonsepsi siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 pada pembelajaran matematika materi pokok segitiga.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kepada guru matematika SMP tentang miskonsepsi siswa dan penyebabnya pada materi pokok segitiga sebagai bahan masukan bagi guru matematika SMP untuk mewaspadai adanya miskonsepsi tersebut commit to user dan melakukan upaya perbaikan.
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Memberikan informasi kepada siswa tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi pokok segitiga sehingga siswa dapat mengetahui konsep yang benar. 3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian lain yang sejenis atau berkaitan.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang penting dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Terdapat banyak sekali definisi belajar yang kita jumpai. Antara pendapat ahli yang satu dengan yang lain kadang terdapat perbedaan. Perbedaan pendapat ini mungkin dikarenakan adanya perbedaan latar belakang pandangan atau teori yang dipegang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian, ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman” (2007: 17). Syah mengemukakan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif (2005: 68). Slameto berpendapat, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (2003: 2)” Sedangkan menurut Purwoto, “Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tahu menjadi tidak tahu, dari tidak trampil menjadi trampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi teliti, dan seterusnya” (2003: 14). Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang secara sadar dilakukan seseorang sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil to user pengalaman dan interaksi dengan commit lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
2. Pengertian Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam
penyelesaian masalah mengenai bilangan”
(2007: 723). Menurut Ruseffendi dalam Heruman, ”Matematika adalah bahasa simbol, ilmu yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil” (2010:1). Selanjutnya Johnson dan Myklebust dalam Abdurrahman menyatakan pendapatnya bahwa ”Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir” (2009: 252). Lebih lanjut Paling dalam Abdurrahman berpendapat bahwa ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing (2009: 252). Kemudian menurut Higgens (1983), ”Matematika adalah ilmu yang mempelajari konsep, simbol, serta hubungan antara konsep dan simbol tersebut” (Darmiyati , 2007:512). Terdapat banyak definisi matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejadi (2000) yang menyatakan: Ada beberapa definisi dari matematika, yaitu: a. matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; b. matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; c. matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan; d. matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; e. matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; f. matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Tidak terdapat pengertian tunggal tentang matematika yang telah disepakati. Akan tetapi, dapat dilihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum commitumum, to useryaitu: a. memiliki objek kajian pengertian matematika secara
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
abstrak, meliputi fakta, konsep, operasi maupun relasi, dan prinsip; b. bertumpu pada kesepakatan; c. berpola pikir deduktif; d. memiliki simbol yang kosong dari arti; e. memperhatikan semesta pembicaraan; f. konsisten dalam sistemnya (hlm. 11).
3. Belajar Matematika Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius dalam Abdurrahman (2009) mengungkapkan: Alasan pentingnya belajar matematika adalah: a. matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis; b. sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; c. sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; d. sarana mengembangkan kreativitas; e. sarana meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan budaya ( hlm. 253). Selanjutnya, Cockroft dalam Abdurrahman (2009) mengemukakan: Matematika perlu diajarkan kepada setiap individu karena beberapa hal, yaitu: a. selalu digunakan dalam kehidupan; b. semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; c. merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, jelas; d. dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; e. meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; f. memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang (hlm. 253). 4. Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkrit; gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (2007: 588). Menurut Berg, “konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir” (1991: 8). Sedangkan menurut Haberlandt, “Concepts are fundamental units of through” (1997:134). Kembali menurut commitHaberlandt to user (1997:134), konsep membantu
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kita mengorganisasi banyak obyek, peristiwa, dan hubungan dalam dunia fisik dan mental. Konsep juga mewujudkan pengetahuan tentang obyek yang tidak digambarkan secara nyata (abstrak). Winkel berpendapat, “Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama” (1996: 82). Rosser dalam Dahar mengemukakan “Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian kegiatan atau hubunganhubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama” (1989: 80). Lebih lanjut dikemukakan bahwa selain itu konsep menggambarkan keteraturan dan hubungan dengan sekelompok faktor-faktor yang ditandai oleh beberapa simbol atau tanda. Abdurrahman menyatakan bahwa konsep menunjuk pada pemahaman dasar.
Siswa
mengembangkan
suatu
konsep
ketika
mereka
mampu
mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Misalnya antara konsep segitiga dan nonsegitiga (2009: 254). Berdasarkan beberapa pengertian konsep di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak yang merupakan generalisasi dari peristiwa konkret dan digunakan untuk memahami hal-hal lain dengan mengelompokkan benda-benda atau suatu nama ke dalam contoh dan noncontoh. Ciri-ciri konsep yang dikemukakan oleh Dahar (1989) antara lain adalah: a. Konsep timbul dari hasil pengalaman manusia lebih dari satu benda, peristiwa atau fakta, konsep merupakan generalisasi dari fakta tersebut; b. hasil berpikir abstrak manusia dari fakta-fakta tersebut; c. suatu konsep dapat dianggap kurang tepat disebabkan timbulnya fakta-fakta baru, sehingga konsep dapat mengalami suatu perubahan. 5. Belajar Konsep Gagne menyatakan bahwa belajar konsep adalah kemampuan untuk mengidentifikasi stimulus sebagai anggota suatu golongan (class) yang memiliki beberapa persamaan karakterisitik. Konsep ini disebut konkret kalau memiliki sifat obyek seperti warna, bentuk, terstruktur dan sebagainya. Contoh lain adalah konsep segitiga, segiempat, biru, enam, datar, lengkung. Juga pinggir, tengah, depan, yang menggambarkan kedudukan dalam konteks tempat (Suparno, 2001: commit to user 13).
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nasution (2005:138) menyatakan, belajar konsep terjadi mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang dapat melakukan demikian akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menggunakan konsep manusia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya. Menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya anak dapat kita suruh melakukan perintah, “ambil botol yang di tengah”. Menurut Ausubel dalam Dahar (1989: 84), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara yaitu formasi konsep dan asimilasi konsep. Formasi konsep terutama merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak masuk sekolah. Sedangkan asimilasi konsep merupakan cara utama memperoleh konsep. Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Dalam hal itu ia harus dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur. Hasil dari proses belajar konsep ini akan menghasilkan konsepsi-konsepsi tentang obyekobyek tertentu dalam pikiran anak. Selanjutnya
Dahar
menyatakan
bahwa
perkembangan
intelektual
didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Fungsi organisasi akan memberikan kemampuan mensistematika atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau psikologis menjadi system yang teratur dan berhubungan. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi, seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi, seseorang memerlukan modifikasi struktur commit respon to user terhadap tantangan lingkungan. mental yang ada dalam mengadakan
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Pernyataan tersebut berarti bahwa untuk menyesuaikan stimulus yang belum diketahui sebelumnya, otak akan membentuk konsep baru atau memodifikasi konsep yang telah ada sehingga dapat mengasimilasikan dalam otak dan akan digeneralisasikan (1989: 150-151). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah belajar definisi konsep, melainkan memperhatikan hubungan konsep dengan konsep-konsep lainnya, dan kemudian menghubungkan konsep baru ke dalam struktur pengetahuan mereka, sedangkan belajar konsep matematika adalah belajar memahami hubungan antarkonsep dalam matematika yang tersusun secara hierarkis.
6. Macam-macam Konsep Menurut Moh. Amien dalam Salirawati (2010: 13) konsep dapat dibedakan berdasarkan bentuknya menjadi tiga, yaitu: a. Konsep Klasifikasional Bentuk konsep ini didasarkan pada klasifikasi fakta-fakta ke dalam bagan-bagan yang terorganisir. Dengan kata lain, fakta tertentu diorganisir untuk menerangkan suatu objek atau gejala. Contoh: Garis tinggi segitiga (t) adalah garis yang ditarik dari satu titik sudut dan tegak lurus sisi seberangnya. Segitiga selalu memiliki tiga garis tinggi. b. Konsep Korelasional Konsep ini dibentuk dari kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan atau observasi yang terdiri dari dugaan. Konsep ini terdiri dari suatu dimensi yang menyatakan adanya hubungan antara dua variabel yang dirumuskan dengan “jika…maka….” Contoh: Jika suatu bangun datar mempunyai satu simetri lipat maka terdapat tepat satu garis yang membagi bangun tersebut menjadi dua bagian sama besar dan luasannya saling menutupi. c. Konsep Teoritik Bentuk konsep ini mempermudah penjelasan terhadap fakta atau commit user kejadian-kejadian dalam sistem yangto terorganisir. Konsep ini menyangkut
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
proses pengembangan mulai dari yang diketahui sampai yang belum diketahui. Contoh: Rumus luas daerah segitiga adalah
1 a t , dengan a adalah alas dan 2
t adalah tinggi segitiga.
7. Miskonsepsi a. Konsepsi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 390) konsepsi diartikan sebagai pendapat, paham, pandangan, pengertian; cita-cita yang terlintas (ada) dalam pikiran. Konsepsi adalah pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu dalam kerangka yang sudah ada dalam pikirannya dan setiap konsep baru didapatkan dan diproses dengan konsep-konsep yang telah dimiliki (Berg, 1991: 10). Pengertian lain dari konsepsi adalah konsep yang dimiliki seseorang melalui penalaran, intuisi, budaya, pengalaman hidup atau yang lain. Jadi dari beberapa pengertian di atas konsepsi dapat disimpulkan sebagai pemahaman atau tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu yang telah ada di dalam pikiran.
b. Prakonsepsi Menurut Berg (1991: 10) prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal. Lebih lanjut, Berg menyatakan bahwa pengetahuan dan pengalaman sudah menghasilkan struktur pengetahuan di dalam otak, tetapi belum tentu benar dan sesuai untuk menerima konsep baru. Seringkali ada prakonsep yang perlu diubah atau dibongkar. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget, “Dalam mengajar harus diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian mengajar bukan dianggap commit to user sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru dipindahkan pada siswa,
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada dan mungkin salah” (Dahar , 1989: 167),.
c. Miskonsepsi Miskonsepsi (misconception) adalah terjadinya perbedaan konsepsi seseorang dengan konsepsi para ahli. Biasanya perbedaan tersebut sulit untuk diubah
menjadi
benar
(Berg,
1991).
Munculnya
miskonsepsi
ini
dilatarbelakangi bahwa seseorang sebelum mengenal konsep yang benar mereka sudah mempunyai konsep sendiri yang terbentuk dari penalaran, intuisi, budaya atau yang lain. Konsep yang dimiliki itu dipertahankan dan digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala yang ada di sekitarnya namun konsep tersebut berbeda dengan konsep yang benar. Menurut Novak dalam Wilantara (2003: 49), “Miskonsepsi adalah suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima”. Menurut Soedjadi (2000:157), miskonsepsi timbul karena adanya prakonsepsi. Prakonsepsi adalah konsep awal yang dimiliki seseorang tentang suatu obyek. Konsep awal ini diperoleh seseorang dari pendidikan formal jenjang tertentu. Konsep awal tentang suatu obyek yang dimiliki oleh seorang anak tidak mustahil berbeda dengan konsep yang diajarkan sekolah tentang obyek yang sama. Bukan hal yang mengherankan jika konsep yang diterima di kelas satu tidak tepat sama dengan yang diajarkan di kelas dua (tentang obyek yang sama). Dalam keadaan itulah, prakonsepsi menjadi suatu miskonsepsi. Batasan lain tentang miskonsepsi adalah apabila pemahaman siswa terhadap suatu konsep berbeda dengan apa yang dipahami atau dimaksudkan oleh masyarakat ilmiah ataupun kurikulum termasuk di dalamnya buku-buku acuan yang dipakai (Suhadi, 1989: 21). Dari pengertian-pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau commit to user pengertian yang diterima oleh para ilmuwan. Miskonsepsi didefinisikan
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Penelitian menunjukkan bahwa kadang guru kurang mampu mengembangkan konten atau isi pengetahuan. Jika guru memiliki pemahaman konsep yang tipis, maka dapat mengarah pada penciptaan konsepsi siswa berkembang cacat. Penelitian telah menunjukkan rendahnya pemahaman konsep menjadi sangat bermasalah dalam matematika (Masters, 2012). Guru mempunyai peran penting dalam belajar konsep. Hill dan Ball menyatakan bahwa, “High levels of conceptual understanding of fundamental mathematics are important to teach mathematics to others with profound understanding” (Carlos Zerpa dkk, 2009 : 70), artinya bahwa penguasaan konsep tingkat tinggi pada pokok matematika sangat penting untuk mengajarkan matematika kepada orang lain dengan pengertian yang lebih dalam. Hill dan Ball juga berpendapat bahwa, “teachers need to have deep conceptual understanding of mathematics they are teaching to their students and be able to illustrate to their students why mathematical algorithms work and how these algorithms may be used to solve problems in real life situations” (Carlos Zerpa dkk, 2009 : 59). Maksudnya adalah bahwa guru perlu untuk mempunyai penguasaan konsep secara mendalam tentang matematika yang mereka ajarkan kepada murid-murid mereka, dapat diartikan bahwa guru dapat mengilustrasikan pada muridnya bagaimana langkah-langkah tersebut memungkinkan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Menurut Berg (1991: 15), ciri-ciri miskonsepsi adalah: 1) miskonsepsi sulit sekali diperbaiki; 2) seringkali sisa miskonsepsi terus menerus mengganggu walaupun dalam soal-soal yang sederhana; 3) seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi bebrapa waktu akan salah lagi; 4) miskonsepsi tidak dapat dihilangkan dengan metode ceramah; 5) siswa, mahasiswa, guru, dosen, peneliti dapat mengalami miskonsepsi; 6) siswa yang pandai dan yang lemah dapat mengalami miskonsepsi. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Berg (1991: 11), dalam pembelajaran konsep peserta didik diharapkan dapat: 1) mendefinisikan konsep yang bersangkutan; 2) menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain; 3) menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain; 4) menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan keempat kriteria tersebut dapat diketahui apakah peserta didik sudah memahami konsep atau belum. Dengan kata lain, jika peserta didik telah memahami suatu konsep, maka ia seharusnya memenuhi keempat kriteria tersebut. Pada kenyataannya, tidak semua peserta didik memiliki pemahaman yang sama tentang suatu konsep. Ada beberapa derajat pemahaman konsep yang dimiliki seseorang. Derajat pemahaman konsep ialah tingkatan pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Derajat pemahaman siswa yang dikemukakan oleh Edmund A. Mark (dalam Michael R. Abraham, 1992:112) dapat digolongkan menjadi enam derajat pemahaman seperti yang tertera dalam Tabel 2.1 berikut.
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Derajat Pemahaman Konsep No. Kategori 1. Tidak Memahami
Derajat Pemahaman
Kriteria
a. Tidak ada respon
Tidak ada jawaban / kosong
b. Tidak memahami
Menjawab “saya tidak tahu” Mengulang pertanyaaan
2. Miskonsepsi
a. Miskonsepsi b. Memahami sebagian dengan miskonsepsi
Menjawab
dengan
penjelasan yang tidak logis Jawaban adanya
menunjukkan konsep
yang
tetapi
ada
dikuasai
pertanyaan dalam jawaban yang
menunjukkan
miskonsepsi. 3. Memahami
a. Memahami sebagian b. Memahami konsep
Jawaban hanya dikuasai
menunjukkan sebagian
konsep
tanpa
adanya
miskonsepsi Jawaban
menunjukkan
konsep dipahami dengan semua penjelasan benar
d. Identifikasi Miskonsepsi Dalam menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa kiranya perlu diketahui lebih dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dipunyai siswa dan darimana mereka mendapatkannya. Dengan demikian, kita dapat memikirkan bagaimana mengatasinya. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa bila tidak segera diketahui dan diidentifikasi serta diatasi maka akan mengganggu dalam penguasaan konsep selanjutnya, apalagi konsep selanjutnya terkait dengan konsep dipelajari sebelumnya. commityang to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai suatu cara yang dilakukan untuk mendeteksi belajar siswa yang diperkirakan mengalami kesalahan pemahaman konsep, dalam hal ini konsepsi siswa berbeda dengan para ahli. Tes
diagnostik
dapat
digunakan
sebagai
instrumen
untuk
mengidentifikasi dan mengklasifikasi miskonsepsi. Arikunto (1955) mengemukakan: Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahankelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik menjaring informasi tentang mengapa siswa menjawab salah pada soal. Perhatian lebih dipusatkan pada jawaban yang salah terutama pada konsepsi siswa dan usaha menemukan sebab-sebab siswa sampai memberikan jawaban yang salah itu (hlm. 31). Ada beberapa cara tes diagnostik antara lain dengan tes obyektif beralasan atau tes uraian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes uraian karena dari hasil tes uraian akan tampak kesalahan-kesalahan konsep yang menyebabkan jawaban siswa tidak benar sehingga dari jawabanjawaban siswa tersebut dapat dianalisis berbagai miskonsepsi dalam hal ini mengenai materi segitiga.
e. Penyebab Miskonsepsi Menurut Suhadi (1989), hal-hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yaitu : 1) Sulitnya untuk ditinggalkan pemahaman siswa yang telah ada sebelumnya atau prakonsepsi (terutama yang salah) yang mungkin diperoleh dari proses belajar terlebih dahulu. 2) Kurang tepatnya aplikasi konsep-konsep yang telah dipelajari 3) Penggunaan alat peraga yang tidak mewakili secara tepat konsep-konsep yang digambarkan. 4) Ketidakstabilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensial dari konsep yang bersangkutan. 5) Ketidakajegan guru dalam pemakaian istilah commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Ketidakstabilan dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep yang lain pada saat situasi yang tepat. Selanjutnya Soejadi (1995) menyatakan bahwa terdapat empat hal penyebab miskonsepsi yaitu: 1) Makna Kata Makna kata dapat merupakan sumber miskonsepsi. Contoh dalam salah makna kata adalah pada kata “tinggi”, misalnya dalam pembelajaran seorang guru bertanya “mengapa tinggi segitiga dapat dibuat dari sebarang titik sudutnya, bukankah tinggi itu harus tegak?” 2) Aspek Praktis Miskonsepsi dapat terjadi karena tekanan aspek praktis. Seringkali hanya memperhatikan
aspek
praktis
tanpa
memperhatikan
konsepnya.
Misalnya: karena hanya mengutamakan nilai maka konsep 2 x 4 dipandang sama dengan 4 x 2. 3) Simplifikasi Miskonsepsi
dapat
disebabkan
oleh
adanya
simplifikasi
atau
penyederhanaan dalam pembelajaran. Misalnya: pengertian garis tinggi yang dimengerti siswa hanya sisi yang tegak lurus alas. Padahal seharusnya, garis tinggi adalah garis yang ditarik dari puncak tegak lurus alas dan perpanjangannya. Di sini konsep yang dimengerti siswa lebih sederhana dari konsep yang seharusnya. 4) Gambar Miskonsepsi dapat muncul dari ilustrasi gambar. Misalnya pada gambar berikut.
A
B
Dengan memperhatikan gambar tersebut siswa mengatakan bahwa luas daerah segitiga A tidak sama dengan luas daerah segitiga B. Padahal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
luas daerah segitiga A sama dengan luas daerah segitiga B karena panjang alas dan panjang tingginya sama. Ada pun penyebab atau alasan yang dapat mengakibatkan siswa mengalami miskonsepsi menurut Suparno dan Rosita (2005) yaitu: 1) Bahasa sehari-hari siswa yang mempunyai arti lain dengan bahasa matematika; 2) Beberapa intuisi siswa yang salah dan perasaan siswa mengakibatkan salah pengertian dan seringkali membuat pemikiran siswa tidak kritis; 3) Siswa mengalami miskonsepsi jarang mengungkapkannya kepada guru karena takut; 4) Beberapa guru jarang mendiskusikan dan bertanya kepada siswa untuk mengatakan pengertian matematika mereka dengan kata-kata mereka sendiri; 5) Beberapa siswa yang tidak tertarik pada pembelajaran matematika, mereka kurang memberi perhatian kepada penjelasan guru yang sedang menjelaskan pengertian baru; 6) Tidak semua pelajaran matematika dapat menyajikan konsepkonsep sederhana yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dari siswa. Sehingga konsepnya berkembang sendiri. Kadangkala walaupun ada materi atau konsep yang berhubungan tidak diberikan oleh guru atau gurunya pun tidak tahu; 7) Bahasa daerah yang kadang tidak sesuai dengan terjemahan aslinya; 8) Faktor budaya. Miskonsepsi sebagai kesalahan pemahaman konsep yang disebabkan oleh kesalahan konstruksi kognitif peserta didik itu sendiri merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika. Namun jika ditelusuri lebih lanjut, miskonsepsi dapat disebabkan oleh banyak hal. Suparno (2005: 29) menyatakan secara garis besar ada lima kelompok penyebab terjadinya miskonsepsi pada peserta didik, yaitu 1) peserta didik, 2) guru, 3) buku teks pelajaran, 4) konteks, dan 5) metode mengajar.
2) Materi Pokok Bangun Datar Segitiga a. Definisi egitiga Pada geometri, bangun yang terletak pada bidang datar dinamakan sebagai bangun datar. Segitiga adalah bangun datar yang terbentuk dari tiga buah titik tak segaris A, B, C. Titik A dihubungkan dengan titik B, titik B dihubungkan dengan titik C, dan titik C dihubungkan dengan titik A. Jadi, commit user yang setiap ujungnya bersekutu segitiga terbentuk oleh tiga ruas togaris
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan sebuah ujung ruas garis lainnya. Ruas garis tersebut membentuk sisi-sisi segitiga, sedangkan persekutuan ruas garis tersebut membentuk titik sudut segitiga. Segitiga melingkupi sebuah daerah segitiga. Segitiga biasanya dilambangkan dengan simbol “”. Jadi segitiga ABC biasanya ditulis ABC. ABC mempunyai tiga buah sisi yaitu sisi AB, sisi BC, dan sisi AC serta tiga buah sudut yaitu BAC, ABC, dan ACB. Segitiga sering disebut sebagai poligon tiga sisi. b. Jenis-jenis segitiga 1) Jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi-sisinya Segitiga sebarang Segitiga sebarang adalah segitiga yang ketiga sisnya tidak sama panjang. Segitiga sama kaki Segitiga sama kaki adalah segitiga yang mempunyai dua buah sisi yang sama panjang. Segitiga sama sisi Segitiga sama sisi adalah segitiga yang memiliki tiga buah sisi yang sama panjang. 2) Jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudut-sudutnya Segitiga lancip Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan sudut lancip. Segitiga siku-siku Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku. Segitiga tumpul Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
c. Sifat-sifat Segitiga Istimewa 1) Segitiga siku-siku Misalkan bangun ABCD merupakan persegi panjang. Jika persegi panjang tersebut dipotong menurut diagonal AC akan terbentuk dua buah bangun segitiga, yaitu ADC dan ABC. Karena D=90˚, maka ADC merupakan segitiga siku-siku. Demikian juga dengan ABC,
karena B=90◦ maka ABC merupakan segitiga siku-siku. Jadi, besar salah satu sudut pada segitiga siku-siku adalah 90◦. 2) Segitiga sama kaki Jika ADC dan ABC dihimpitkan pada salah satu sisi siku-siku yang sama panjang maka akan terbentuk segitiga sama kaki sebagai berikut. Sisi siku-siku yang sama panjang tersebut yang menjadi sumbu simetri dari segitiga sama kaki. Jadi segitiga sama kaki mempunyai dua buah sisi yang sama panjang, dua buah sudut yang sama besar, dan sebuah sumbu simetri. 3) Segitiga sama sisi Segitiga sama sisi mempunyai tiga buah sisi yang sama panjang, tiga buah sudut yang sama besar, dan tiga buah sumbu simetri. d. Besar Sudut-sudut Segitiga Jumlah besar sudut dalam sebuah segitiga adalah 180◦. e. Hubungan Sudut Dalam dan Sudut Luar Segitiga Besar sudut luar suatu segitiga sama dengan jumlah besar dua sudut dalam yang tidak berpelurus dengan sudut luar tersebut. f. Keliling dan Luas Daerah Segitiga 1) Keliling segitiga Suatu segitiga dengan panjang sisi a, b,dan c . Maka kelilingnya adalah
K a bc 2) Luas daerah segitiga
1 Luas segitiga dengan panjang alas a dan tinggi t adalah L a t . 2 commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tinggi segitiga merupakan ruas garis yang ditarik dari suatu titik sudut tegak lurus sisi di hadapan atau perpanjangannya. Sedangkan alas merupakan sembarang sisi pada segitiga.
B. Penelitian yang Relevan 1. Wulandari Retno Astuti dalam penelitiannya yang berjudul “Identifikasi Kesalahan Memahami Konsep Persamaan dan Pertidaksamaan Kuadrat pada Siswa Kelas X SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2005 / 2006 ”. Dari Penelitian yang telah dilakukan, maka mendapatkan beberapa hasil yaitu dari hasil observasi kelas ditemukan bahwa interaksi siswa dengan guru masih belum maksimal, yaitu siswa tidak berusaha bertanya pada guru ketika belum mengerti mengenai konsep, tetapi memilih bertanya pada temannya. Demikian pula guru yang tidak berusaha memancing siswa untuk bertanya. Kemudian ditemukan ada 7 kesalahan pemahaman konsep yang dialami siswa, yaitu kesalahan memahami konsep himpunan penyelesaian pertidaksamaan kuadrat berdasarkan sketsa grafik fungsi, hubungan antara dua fungsi, rumus jumlah dan hasil kali akar-akar, diskriminan, faktor, rumus menyusun persamaan kuadrat, dan sketsa grafik fungsi kuadrat. 2. Tuti Alpeni dalam penelitiannya yang berjudul “Studi Miskonsepsi Siswa Kelas V SDN 1 Sidogede pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Luas dan Keliling Bangun Datar”. Hasil penelitian ini adalah: a. Terjadi miskonsepsi siswa kelas V SDN 1 Sidogede pada pembelajaran matematika pokok bahasan luas dan keliling bangun datar sebagai berikut. 1) Konsep klasifikasional Siswa salah dalam mengklasifikasikan objek atau fakta ke dalam kelompok tertentu. 2) Konsep korelasional Siswa salah dalam memahami hubungan antara kejadian-kejadian khusus yang ada pada pembelajarn matematika pokok bahasan luas commit to user dan keliling bangun datar.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Konsep teoritik Siswa salah dalam memberikan rumus yang mewakili penjelasan atau konsep. b. Miskonsepsi yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. 1) Konsep klasifikasional a) Guru tidak menggunakan alat peraga dalam menyampaikan materi sehingga esensi dari suatu konsep tidak muncul b) Contoh soal atau latihan yang diberikan guru lebih sering berbentuk bahasa verbal daripada gambar c) Adanya penyederhanaan makna oleh siswa d) Kesalahan memaknai kata 2) Konsep korelasional a) Siswa beranggapan bahwa seolah-olah materi dalam matematika berdiri sendiri-sendiri b) Siswa salah dalam memahami hubungan antarkonsep yang dipelajari 3) Konsep teoritik a) Guru lebih memperhatikan hasil daripada proses b) Guru kurang memperhatikan prakonsepsi siswa apakah sudah benar atau belum c) Siswa lebih suka menghafal
C. Kerangka Berpikir Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian siswa baik sekolah dasar maupun menengah. Akibatnya, matematika menjadi kurang diminati. Hal tersebut dapat dilihat dari prestasi matematika siswa yang kurang memuaskan. Penyebab rendahnya prestasi belajar matematika dimungkinkan adalah adanya permasalahan dalam pemahaman konsep. Pembelajaran mengenai materi pokok segitiga bukanlah yang pertama kali bagi siswa. Materi ini pernah diterima siswa saat berada di Sekolah Dasar. Materi to user segitiga sangat berkaitan dengan commit materi sebelumnya, yaitu garis dan sudut. Jadi,
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa tentu sudah tidak asing dengan hal ini. Siswa memberikan pengertian atau tafsiran di dalam kerangka berpikirnya. Konsepsi ini terbentuk melalui penalaran dan intuisinya setelah proses pembelajaran berlangsung. Siswa juga memproses konsep baru yang mereka dapatkan dengan konsep-konsep yang telah dimiliki sebelumnya. Konsepsi terdahulu siswa dan konsepsi baru tersebut belum tentu benar. Dalam pemahaman konsep ada tiga derajat, yaitu siswa benar-benar memahami konsep, siswa mengalami miskonsepsi, dan siswa sama sekali tidak paham konsep. Adanya penambahan konsep baru dengan konsep awal siswa, keterbatasan intelektual, bahkan penyampaian konsep dari guru yang belum sesuai akan menyebabkan miskonsepsi pada diri siswa. Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat adanya miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga dan mengidentifikasi penyebab terjadinya miskonsepsi tersebut. Siswa yang telah memperoleh materi segitiga diberi tes diagnostik. Dari hasil tes diagnostik tersebut dapat diperoleh dugaan tentang adanya miskonsepsi pada siswa. Pada siswa yang terpilih akan dilakukan pula wawancara untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi dan mengetahui penyebabnya. Dari hasil tes diagnostik, wawancara, dan observasi selama proses pembelajaran materi pokok segitiga dicocokkan dan dianalisis untuk mendapatkan deskripsi dan penyebab miskonsepsi yang valid.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan prosedur penelitian yang akan dilakukan seperti Gambar 2.1 berikut. KBM Materi segitiga
Observasi (guru dan siswa)
Tes diagnostik (siswa)
Jawaban salah
Jawaban benar STOP
Wawancara Miskonsepsi+Penyebab Teoritikal
Tidak Paham STOP
Klasifikasional Korelasional
Diskusi dengan guru mata pelajaran matematika sebagai tindak lanjut berdasarkan hasil penelitian
Gambar 2.1 Prosedur Penelitian di SMP Negeri 16 Surakarta
Keterangan: “
” berarti urutan prosedur commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Latar 1. Tempat Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah SMP Negeri 16 Surakarta yang beralamatkan di Jalan Kolonel Sutarto 188, Surakarta. Alasan pemilihan tempat penelitian tersebut adalah karena berdasarkan data hasil Ujian Nasional 2009/2010, rata-rata nilai matematika SMP Negeri 16 Surakarta masih tergolong rendah.
2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bertahap. Adapun tahap-tahap waktu penelitian dilaksanakan adalah: a. Tahap persiapan Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan-kegiatan berupa survey, pengajuan proposal penelitian, pembuatan permohonan ijin penelitian, dan persiapan perlengkapan penelitian. Tahap ini dilakukan mulai pertengahan Januari sampai akhir maret 2012. b. Tahap pelaksanaan Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengambilan data. Tahap ini dilakukan pada awal bulan April sampai Mei 2012, dengan rincian sebagai berikut. 1) Observasi kelas
: 2 April 2012-16 April 2012
2) Pelaksanaan tes
: 17 April 2012
3) Wawancara
: 2 Mei 2012-9 Mei 2012
c. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan analisis data hasil penelitian, penarikan kesimpulan, penyusunan laporan penelitian, dan konsultasi dengan pembimbing. Tahap ini dilakukan selama bulan Juni sampai September 2012. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Subjek Penelitian Sampling yang dimaksud dalam penelitian kualitatif adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Hal tersebut bertujuan untuk merinci kekhususan yang ada dalam konteks yang unik serta menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample). Menurut Moleong (2007: 165), sampel bertujuan ditandai dengan sampel yang tidak dapat ditentukan terlebih dahulu dan jumlah sampel ditentukan oleh jumlah informasi-informasi yang diperlukan. Berdasarkan
uraian
di
atas,
penentuan
subyek
penelitian
ini
menggunakan sampel bertujuan (purposive sampling). Pengambilan sampel tidak ditekankan pada jumlah, melainkan ditekankan pada kekayaan informasi anggota sampel sebagai sumber data. Cara pengambilan sampel didasarkan pada karakteristik tertentu yang dimiliki sampel sesuai dengan tujuan penelitian karena sampel tidak dimaksudkan untuk generalisasi. Subjek dipilih berdasarkan hasil tes diagnostik siswa, yaitu siswa yang dicurigai memiliki miskonsepsi pada materi pokok segitiga. Penelitian ini dilakukan pada kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta. Alasan dipilihnya kelas VII E adalah berdasarkan masukan guru mata pelajaran matematika dan observasi awal, dimana prestasi belajar matematika kelas VII E kurang bagus. Dipilih enam subjek penelitian sebagai sampel kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta tersebut. Pemilihan subjek ini didasrakan pada variasi dan kekayaan akan miskonsepsi siswa.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2007: 3) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong (2007: 5-8) juga mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki commit to user dari suatu keutuhan), manusia ciri-ciri yaitu mempunyai latar alamiah (konteks
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai alat atau instrumen, menggunakan metode penelitian kualitatif, analisis data secara induktif, penyusunan teori substantif berasal dari data, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, desain bersifat sementara dan hasil penelitian merupakan kesepakatan bersama. Dalam penelitian ini, tidak ada hipotesis dan data yang dihasilkan adalah data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan. Pengambilan data menggunakan metode observasi, tes, wawancara. Data yang diperoleh akan dideskripsikan atau diuraikan kembali kemudian akan dianalisis. Pada penelitian ini peneliti berusaha mendeskripsikan dan menganalisis miskonsepsi yang dimiliki siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 16 Surakarta terkait dengan materi pokok segitiga. Selain itu, peneliti juga mengkarakterkan miskonsepsi yang dimiliki siswa dan mencari penyebabnya.
C. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007: 112), sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari hasil kegiatan observasi selama proses belajar mengajar materi segitiga, hasil tes siswa berupa dugaan miskonsepsi pada materi pokok segitiga, dan hasil wawancara dengan beberapa siswa terpilih terkait dengan miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi pada materi pokok segitiga.
D. Teknik Pengumpulan Data Sumber dalam penelitian kualitatif terdiri dari beragam jenis, bisa berupa orang, peristiwa dan lokasi atau tempat, benda serta dokumen atau arsip. Beragam sumber data tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai guna mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Umumnya penelitian kualitatif menggunakan strategi multi commit to user teknik dalam mengumpulkan data. Data yang diperoleh dari suatu metode
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
diperkuat dan dilengkapi dengan metode yang lain. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan beberapa metode yaitu metode observasi, metode tes, dan metode wawancara.
1. Metode Observasi Observasi atau pengamatan adalah cara pengumpulan data di mana peneliti (orang yang ditugasi) melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian sehingga subyek tidak tahu dia sedang diamati (Budiyono, 2003: 53). Pengamatan atau metode observasi memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi guru mengajar dan observasi siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar materi pokok segitiga. Selain itu, metode observasi digunakan sebagai salah satu sumber informasi penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga. Observasi dilakukan berdasarkan pedoman observasi. Pedoman observasi tidak diuji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Danim ( 1997: 194) yang mengemukakan: Apabila alat pengumpul data berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, format penjaring data dan sejenisnya tidak perlu diuji ( dan memang tidak dapat diuji) validitas dan reliabilitasnya. Dalam hal ini, peneliti hanya dituntut berpikir logis dan cermat agar alat semacam ini memenuhi syarat untuk menjawab permasalahan penelitian. Peran peneliti dalam penelitian ini adalah pemeran serta sebagai pengamat karena peneliti memasuki latar penelitian dan tidak menjadi anggota penuh dari komunitas latar penelitian tersebut. Saat melakukan observasi, peneliti membuat catatan-catatan pada lembar observasi yang selanjutnya dikembangkan menjadi catatn lapangan.
2. Metode Tes Budiyono (2003: 54) mengungkapkan bahwa ”Metode tes adalah commit to user cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau suruhan-suruhan kepada subjek penelitian”. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik berbentuk uraian. Tes diagnostik merupakan tes yang diberikan sesudah materi pembelajaran disajikan. Tujuan tes ini adalah mengetahui kelemahan dan kekuatan peserta didik pada materi tersebut (Zainul dan Nasution, 1995: 31). Pada penelitian ini disusun sebuah tes diagnostik yang terdiri dari empat buah soal uraian. Soal ini diteskan dan diikuti oleh 26 siswa di kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta.
3. Metode Wawancara Moleong ( 2007: 135) mengungkapkan bahwa “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu”. Metode wawancara merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian. Dalam hal ini pewawancara mengadakan percakapan sedemikian hingga pihak yang diwawancarai bersedia terbuka mengeluarkan pendapatnya ( Budiyono, 2003: 52). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan setelah data hasil tes didapat. Tujuan diadakannya wawancara ini adalah untuk memastikan miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi pokok segitiga. Wawancara tidak dilakukan pada semua siswa yang mengikuti tes tertulis, melainkan hanya beberapa subjek yang dipilih berdasarkan banyak dan variasi miskonsepsi. Subjek wawancara dipilih karena dianggap dapat memberikan lebih banyak informasi yang dibutuhkan peneliti bila dibandingkan siswa yang tidak dipilih sebagai subjek. Pada penelitian ini dipilih enam subjek wawancara dari 26 siswa yang telah mengikuti tes tertulis. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka dimana subjek mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengerti pula maksud dari wawancara tersebut. Wawancara dalam penelitian ini juga terstruktur. Peneliti sudah menetapkan garis besar pertanyaan yang akan diberikan, namun tidak menutup kemungkinan bisa berkembang sesuai dengan jawaban subjek wawancara. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Validasi Data Validitas data dilakukan untuk menguji keabsahan data. Validitas data daalm penelitian ini dilakukan denagn triangulasi. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu” ( Moleong, 2007: 178). Triangulasi yang dilakukan dalam peneltian ini adalah triangulasi metode yaitu dengan membandingkan data tes, wawancara, dan observasi. Jika data-data dari teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut dikorelasikan diperoleh pandangan yang sama, maka data dianggap valid sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai data tersebut. Data yang tidak valid tidak harus dibuang, namun bisa dijadikan sebagai temuan lain dalam penelitian.
F. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif sehingga data dianalisis secara nonstatistik. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong ( 2007: 103), “Analisis
data
kualitatif
adalah
proses
mengatur
urutan
data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”. Selanjutnya Bogdan dan Taylor dalam Moleong ( 2007: 103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Analisis data merupakan suatu proses yang berarti pelaksanaannya harus dilakukan sejak mengumpulkan data hingga meninggalkan lapangan. Analisis data dan penafsirannya harus dilakukan secepatnya oleh peneliti, jangan sampai data itu menjadi digin atau kadaluwarsa. Pekerjaan menganalisis data memerlukan usaha pemusatan perhatian, pengarahan tenaga fisik dan pikiran peneliti. Selain menganalisis
data,
peneliti
juga
perlu
mendalami
kepustakaan
guna
mengonfirmasi teori atau untuk menjastifikasikan adanya teori baru yang commit to user ditemukan.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Miles dan Huberman ( 1992: 16) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Reduksi data Reduksi data didefinisikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis data yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverivikasi. Proses reduksi data bertujuan untuk menghindari penumpukan data atau informasi yang diperoleh. Setelah direduksi, data akan member gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. 2. Penyajian data Penyajian data dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk menyusun sekumpulan informasi yang telah diperoleh di lapangan dengan menyajikan data tersebut secara jelas dan sistematis sehingga akan mempermudah peneliti dalam mengambil kesimpulan. Penyajian data dapat berupa kalimat yang sistematis, matriks, grafik, tabel atau bagan. Dengan melihat penyajianpenyajian akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan harus dilakukan. Penyajian data dalam penelitian ini adalah penyajian data hasil tes, hasil observasi, hasil wawancara, dan hasil triangulasi data. 3. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan didasarkan atas sajian data dengan tujuan untuk memperoleh kesimpulan tentang miskonsepsi, karakter miskonsepsi, dan penyebab miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga.
G. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah sekumpulan langkah secara urut dari awal hingga akhir yang digunakan dalam penelitian agar penelitian berjalan lancar dan commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sistematis. Adapun prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan proposal penelitian Setelah judul disetujui oleh pembimbing, peneliti menyusun proposal penelitian dan diajukan kepada pembimbing kemudian merevisinya. 2. Permohonan izin ke lembaga terkait Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin ke SMP Negeri 16 Surakarta. 3. Penyusunan instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal tes uraian, pedoman observasi, dan pedoman wawancara. Langkah-langkah yang dilakukan pada penyususnan instrumen penelitian adalah sebagai berikut. a. Menyusun soal tes uraian yang terkait dengan materi pokok segitiga. b. Menyusun pedoman observasi dan pedoman wawancara. c. Melakukan uji validitas isi soal tes uraian yang telah dibuat dengan bantuan validator. 4. Pelaksanan Penelitian a. Observasi Observasi yang dilakukan adalah observasi pada saat kegiatan belajar mengajar di kelas yang terdiri dari observasi guru mengajar dan observasi siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar. b. Tes tertulis Tes tertulis diberikan setelah materi pokok segitiga diajarkan. Soal tes yang diberikan merupakan tes diagnostik yang berbentuk tes uraian. Setelah tes dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah memeriksa hasil tes untuk mengetahui dugaan miskonsepsi siswa. c. Wawancara Wawancara terdiri atas dua tahap, yaitu: 1) Penentuan subjek wawancara Subjek
wawancara
ditentukan berdasarkan miskonsepsi yang commit totidak user dilakukan kepada semua siswa dilakukan siswa. Wawancara
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengikuti tes tertulis tetapi beberapa subjek dipilih berdasarkan variasi miskonsepsi. Subjek wawancara tersebut dipilih karena dianggap dapat memberikan lebih banyak informasi yang dibutuhkan peneliti bila dibandingkan siswa yang tidak dipilih sebagai subjek. 2) Pelaksanaan wawancara Wawancara dilaksanakan untuk memastikan miskonsepsi yang dilakukan siswa dan mengetahui penyebab miskonsepsi tersebut. Lama waktu pelaksanaan wawancara tidak dibatasi. Wawancara berhenti bila informasi yang dibutuhkan telah diperoleh. 5. Validasi data Validasi data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi metode, yaitu dengan membandingkan data hasil observasi, tes, dan wawancara. 6. Analisis data Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a. Reduksi data b. Penyajian data c. Penarikan kesimpulan 7. Penyusunan laporan penelitian Penyusunan laporan yaitu, penyusunan laporan awal, mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing, perbaikan / revisi laporan awal, penyusunan laporan akhir dan penggandaan laporan. 8. Menindaklanjuti hasil penelitian dengan berdiskusi dan memberikan laporan kepada guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 16 Surakarta.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi/ Obyek Penelitian Sekolah Menengah pertama (SMP) 16 Surakarta berlokasi di Jalan Kolonel Sutarto 108 Surakarta, tepatnya di : Perempatan lampu merah panggung dari arah timur sebelah kanan jalan Sebelah barat wisma Tri Sakti Surakarta Sebelah timur dari SMK Kristen 1 Surakarta Kegiatan belajar mengajar siswa juga dapat berjalan dengan lancar karena didukung oleh fasilitas belajar mengajar yang cukup memadai antara lain: 1. Ruang komputer 2. Ruang tata boga 3. Aula tari 4. Mushola 5. Lapangan volly 6. Perpustakaan 7. Laboratorium Di SMP 16 Surakarta dibuka enam kelas VII, enam kelas VIII dan enam kelas IX. Setiap kelas rata-rata berjumlah 25 sampai 30 anak. Fasilitas yang tersedia di setiap kelas sama, yaitu satu buah papan tulis besar, meja dan kursi siswa, meja dan kursi guru, serta kipas angin. Suasana kelas cukup nyaman untuk belajar dengan pencahayaan yang cukup dan ruangan yang bersih. Namun untuk kelas tertentu sering terganggu oleh bisingnya laju kendaraan yang melewati jalan raya. Seperti sekolah pada umumnya, setiap kelas diampu oleh satu guru wali kelas. Hubungan antara guru dengan siswa di sekolah ini dapat dikatakan baik karena hubungan antara keduanya terjalin dengan akrab.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Deskripsi Temuan Penelitian 1. Deskripsi Data Observasi Observasi dilakukan di kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta selama lima kali dengan jumlah siswa 26 orang yang terdiri dari 12 siswa putri dan 14 siswa putra. Observasi yang dilakukan adalah observasi guru mengajar, observasi siswa saat proses belajar mengajar, dan observasi lingkungan belajar (sarana dan alat belajar) pada materi pokok segitiga. a. Observasi Guru Mengajar 1) Kegiatan Pendahuluan Di
setiap
pertemuan,
guru
mengawali
pelajaran
dengan
mengucapkan salam. Setelah itu guru menginformasikan materi pokok apa yang akan dipelajari serta kegiatan apa yang akan dilakukan. Apersepsi diberikan guru saat akan menjelaskan materi keliling dan luas daerah segitiga yaitu dengan mengingatkan kembali tentang sisi dan daerah segitiga. Pada pertemuan lainnya guru hanya menanyakan sampai mana materi sebelumnya, membahas PR, atau bahkan langsung memulai materi. Guru tidak pernah memberikan pretest untuk mengecek pengetahuan atau konsep awal siswa. Guru juga tidak pernah menjelaskan manfaat mempelajari materi segitiga atau mengaitkan materi segitiga dengan kehidupan sehari-hari untuk memotivasi siswa. 2) Kegiatan Inti Selama menggunakan membentuk
mengajar metode kelompok
pokok
ceramah diskusi
bahasan
segitiga,
(ekspositori). ataupun
Guru
guru
hanya
tidak
pernah
menggunakan
metode
pembelajaran lain. Dalam menyampaikan materi, guru tidak pernah menggunakan media pembelajaran apapun. Di kelas ini juga tidak tersedia LCD sehingga guru hanya memanfaatkan papan tulis baik untuk menjelaskan materi maupun membahas soal. Dalam menyampaikan materi pokok segitiga, guru memberikan commit to user judul dan subbab mengenai topik yang akan diajarkan, tetapi tidak
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan konsep apa saja yang terkandung dalam topik yang diajarkan tersebut. Guru juga tidak pernah menghubungkan konsep satu dengan konsep lainnya. Penyampaian materi pokok segitiga dimulai dengan definisi segitiga. Guru menuliskannya di papan tulis, tetapi konsep ini tidak banyak dibahas karena guru berpikir siswa sudah mengerti. Begitu juga saat
menjelaskan daerah segitiga hanya sambil lalu saja. Untuk
materi-materi selanjutnya, guru selalu menuliskan di papan tulis. Guru selalu memulai penjelasan dengan gambar. Setelah selesai menjelaskan materi, guru biasanya memberikan contoh soal. Contoh soal dibuat sendiri oleh guru dan dituliskan di papan tulis. Biasanya guru memberi waktu siswa untuk mengerjakan contoh soal selama beberapa menit. Setelah itu guru mengajak siswa membahas contoh soal bersama-sama. Contoh soal yang diberikan guru kurang bervariasi. Guru juga kurang memberi kesempatan siswa untuk mengeksplor kemampuannya. Kadang guru mencoba berinteraksi dengan siswa. Namun karena respon siswa kurang baik, guru menjadi lebih dominan saat membahas soal dan sering menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Guru juga jarang meminta siswa mengerjakan contoh soal di papan tulis untuk dikoreksi bersama-sama. Sebagian besar siswa hanya mencocokkan atau sekedar mencatat saja. 3) Kegiatan Penutup Pada kegiatan penutup, guru tidak pernah memberikan posttest atau kuis untuk dikumpulkan sebagai evaluasi setelah pelajaran. Akan tetapi, guru sering memberikan PR untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. PR biasanya diambil dari LKS atau buku paket. Sama halnya dengan contoh soal, PR yang diberikan guru juga kurang bervariasi. Guru tidak pernah mengambil soal dari sumber lain. Guru juga tidak pernah mengajak siswa menyimpulkan materi yang sudah dipelajari baik secara klasikal maupun secara personal di akhir pelajaran. Guru sesekali hanya menawarkan siswa untuk bertanya hal-hal commit to Guru user menutup pelajaran dengan apa yang belum dimengerti.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menginformasikan materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya dan meminta siswa untuk belajar di rumah. Setelah itu guru mengucapkan salam dan meninggalkan ruang kelas. b. Observasi Siswa saat Proses Belajar Mengajar Secara umum, sebagian besar siswa kelas VII E mengikuti proses belajar mengajar dengan cukup baik. Saat guru menjelaskan sebagian besar siswa memperhatikan dengan baik. Ada siswa yang mendengarkan penjelasan sambil mencatatnya di buku catatan, dan ada yang mencatat materi setelah guru selesai menjelaskan. Hal itu sesuai dengan instruksi guru untuk selalu mencatat materi yang dijelaskan. Namun, tetap saja ada beberapa siswa yang sibuk dengan urusannya sendiri yang tidak berhubungan dengan pelajaran, seperti mengobrol dengan teman, menggambar, atau justru malah mengantuk. Ketika guru sesekali bertanya saat menerangkan, siswa banyak yang diam. Hanya beberapa anak saja yang mau menjawab, itu pun dengan suara pelan. Saat guru memberikan kesempatan bertanya, tidak ada siswa yang bertanya walaupun ada materi atau konsep yang belum dipahami. Siswa lebih suka bertanya pada temannya karena malu atau takut bertanya pada guru. Oleh karena itu, guru beranggapan siswa sudah paham dan langsung memberikan latihan soal. Pada saat mengerjakan contoh soal atau latihan soal, kebanyakan siswa berdiskusi dengan teman sebangku, depan atau belakangnya. Ada beberapa siswa yang mengerjakan soal sendiri. Akan tetapi, guru sangat jarang menunjuk siswa untuk mengerjakan soal di depan sehingga tidak dapat terlihat kesalahan-kesalahan yang terjadi, seperti kesalahan konsep dan kesalahan hitung. Siswa hanya memiliki buku pegangan berupa BSE (Buku Sekolah Elektronik) dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Kedua buku tersebut hanya digunakan untuk latihan soal atau PR. Setiap siswa memiliki buku catatan karena guru selalu menghimbau siswa untuk mencatat. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Deskripsi Data Tes Tes konsepsi mengenai materi pokok segitiga dikerjakan oleh 26 siswa kelas VII E SMP Negeri 16 Surakarta. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah jawaban siswa yang mengandung miskonsepsi. Berikut disajikan tabel deskripsi dugaan miskonsepsi yang dilakukan siswa pada jawaban tes konsepsi segitiga. Tabel 4.1 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 1 Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Mengatakan bahwa model segitiga adalah
10
gambar A tapi tidak menjelaskan alasannya, sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut. 2. Mengatakan bahwa model segitiga adalah
22
gambar A karena sisi-sisinya jelas. 3. Mengatakan bahwa gambar A dan B adalah model segitiga karena ketiga sisinya bukan sisi
1, 2, 17, 19, 20, 21, 23, 24.
lengkung. 4. Mengatakan bahwa gambar A dan B adalah
3, 5, 9
model segitiga tapi tidak menjelaskan alasannya sehingga belum bisa diidentifikasi lebih lanjut. 5. Mengatakan bahwa gambar B merupakan model segitiga karena sisi-sisinya lurus dan gambarnya
4, 6, 8, 11, 12, 14, 15, 16, 18
tebal (memiliki luasan). Siswa menganggap segitiga termasuk daerah di dalamnya. 6. Mengatakan bahwa gambar B merupakan model segitiga tapi
tidak
menjelaskan
7, 13, 26
alasannya
sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut 7. Mengatakan bahwa gambar C merupakan model segitiga karena salah satu sisinya melengkung atau tidak sama panjang. commit to user
25
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2a Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Siswa mengalami salah dalam memahami
2
pengertian segitiga lancip. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. 2. Siswa mengalami kesalahan konsep pengertian
11,16
segitiga lancip. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang bentuknya
lancip.
Jadi,
siswa
memahami
segitiga lancip bukan berdasarkan ciri-ciri atau besar sudutnya tapi berdasarkan bentuk yang sesuai dengan pemahamannya. 3. Siswa salah dalam memahami pengertian
10
segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus kurang dari 90˚. Di sini jawaban siswa kurang lengkap. 4. Siswa mengatakan bahwa segitiga lancip adalah
18, 22
segitiga yang sudutnya lancip. Dari jawaban tersebut diduga siswa salah dalam memahami segitiga lancip. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus merupakan sudut lancip. Belum diketahui juga apakah siswa memahami sudut lancip atau tidak. 5. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang memiliki commit to user sudut lancip. Dari jawaban tersebut, siswa
20, 23
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diduga salah dalam memahami pengertian segitiga lancip. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus merupakan sudut lancip. Belum diketahui juga apakah siswa benar-benar memahami sudut lancip atau tidak.
Tabel 4.3 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2b Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
5, 14, 17, 21, 24, 25
segitiga siku-siku adalah segitiga B tapi tidak menjelaskan
alasannya.
Jadi
belum
bisa
diidentifikasi lebih lanjut. 2. Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah
18
segitiga siku-siku karena ada tanda yang menyatakan siku-siku. Belum bisa diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi atau tidak, karena siswa hanya melihat dari tanda siku-siku pada gambar. 3. Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah
2, 8, 10, 15, 16, 22
segitiga siku-siku karena sudutnya 90˚. Di sini jawaban siswa kurang lengkap. Belum dapat diidentifikasi lebih lanjut.
Tabel 4.4 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2c Jenis kesalahan konsep siswa 1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga tumpul adalah yang sudutnya kurang dari 90˚. Di sini siswa mengalami kesalahan dalam memahami konsep segitiga tumpul. commit to user
No.subyek 2
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Siswa mengalami kesalahan dalam memahami
11
konsep segitiga tumpul. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga tumpul adalah segitiga yang bentuknya tumpul. Jadi, siswa memahami segitiga tumpul bukan berdasarkan ciri-ciri atau besar sudutnya tapi berdasarkan bentuk yang sesuai dengan pemahamannya. 3. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
10, 15, 22,
segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Di sini jawaban siswa kurang lengkap. Jadi, belum dapat diidentifikasi lebih lanjut. 4. Siswa mengatakan bahwa segitiga tumpul
18
adalah segitiga yang sudutnya tumpul. Di sini jawaban siswa kurang lengkap. Belum diketahui juga apakah siswa memahami sudut tumpul atau tidak. 5. Siswa menyebutkan segitiga tumpul tanpa menjelaskan alasannya sehingga belum dapat
5, 6, 14, 17, 21, 24, 25
diidentifikasi lebih lanjut.
Tabel 4.5 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2d Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan
4
segitiga sama kaki adalah segitiga yang dua sisi yang berhadapan sama panjang atau sejajar. Di sini
siswa
mengalami
kesalahan
dalam
memahami arti sejajar. 2. Siswa mengklasifikasikan segitiga sama kaki tanpa menjelaskan alasannya sehingga belum commit to user
5, 6, 14, 17, 21, 24, 25
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat diidentifikasi lebih lanjut
Tabel 4.6 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 2e Jenis kesalahan konsep siswa 1. Siswa mengklasifikasikan
No.subyek
segitiga sama sisi
5, 14, 17, 21, 24, 25
tanpa menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi lebih lanjut.
Tabel 4.7 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3a Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Konsepsi siswa benar dalam panjang sisi pada
18
segitiga sama sisi dan sama kaki namun diduga tidak mengerti konsep kesimetrian. 2. Siswa menggunakan rumus phytagoras namun
19, 21
tidak dapat mengaplikasikannya dengan benar. 3. Siswa mengerti CD adalah sumbu simetri,
22
namun tidak dapat mengaitkannya dengan konsep panjang sisi. 4. Siswa
langsung
menghitung
menjawab
sehingga
atau
belum
hanya
1, 2, 3, 4, 5, 7, 11,
dapat
12, 13, 15, 26
diidentifikasi lebih lanjut.
Tabel 4.8 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3b Jenis kesalahan konsep siswa 1. Siswa menggunakan persamaan jumlah sudut
No.subyek 8, 11, 19, 21, 25
dalam segitiga namun tidak tepat dalam mengaplikasikannya. 2. Siswa mengerti CD adalah sumbu simetri, namun tidak dapat mengaitkannya dengan konsep besar sudut.
commit to user
22
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Konsepsi siswa benar dalam besar sudut pada
18
segitiga sama sisi namun tidak mengerti konsep kesimetrian. 4. Siswa
langsung
menghitung
menjawab
sehingga
atau
belum
hanya
1, 2, 4, 7, 9, 10, 12,
dapat
13, 14, 20, 23, 24,
diidentifikasi lebih lanjut.
26
Tabel 4.9 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3c Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Siswa menyatakan tinggi segitiga sebagai sisi
10
yang tegak, sedangkan alas sebagai sisi lain yang letaknya di bawah. Di sini terjadi kesalahan konsep siswa tentang alas dan tinggi. 2. Siswa menyatakan tinggi segitiga sebagai sisi
11, 22
tegak atau sisi yang letaknya di atas dan alas sebagai sisi yang mendatar atau sisi yang letaknya di bawah. Di sini terjadi kesalahan konsep siswa tentang alas dan tinggi. 3. Siswa menyatakan alas dan tinggi sebagai
2, 15, 20, 23
sembarang sisi pada segitiga. Di sini terjadi kesalahan konsep siswa tentang alas dan tinggi. 4. Siswa menyatakan alas dan tinggi harus tegak lurus
tetapi
tidak
tepat
18
dalam
mengaplikasikannya. 5. Siswa
langsung
menghitung
menjawab
sehingga
atau
belum
diidentifikasi lebih lanjut.
commit to user
hanya dapat
9, 26
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.10 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 3d Jenis kesalahan konsep siswa 1. Siswa keliling
memiliki
No.subyek
konsepsi
benar
tentang
namun
salah
dalam
segitiga,
18, 22
menentukan sisinya. 2. Siswa salah dalam menetukan sisi segitiga.
10
3. Siswa
hanya
2, 9, 11, 14, 15, 16,
dapat
19
langsung
menghitung
menjawab
sehingga
atau
belum
diidentifikasi kesalahan konsep yang terjadi
Tabel 4.11 Deskripsi Dugaan Miskonsepsi Siswa pada Soal Nomor 4 Jenis kesalahan konsep siswa
No.subyek
1. Siswa salah menyatakan sudut luar segitiga sebagai sudut dalam. Terjadi kesalahan konsep
3, 9, 10, 16, 18, 23, 24,
segitiga dalam dan segitiga luar. 2. Siswa menganggap sudut luar segitiga sebagai
6, 8, 19, 21, 25.
sudut dalam dan tidak memperhatikan sudut lain yang belum diketahui besarnya. 3. Siswa
langsung
menghitung
menjawab
sehingga
atau
belum
hanya
2, 11, 15, 20
dapat
diidentifikasi lebih lanjut.
3. Subjek Penelitian Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Pemilihan subjek bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang kaya dengan kasus untuk studi yang bersifat mendalam. Tujuan dari pemilihan sampel bertujuan adalah untuk memperoleh kedalaman studi dalam konteksnya. Selain itu, juga untuk menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Pemilihan subjek dilakukan secara manual berdasarkan kekayaan commit to user dan variasi miskonsepsi siswa.
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dipilih enam subjek penelitian yaitu: a. Nomor absen 2, selanjutnya disebut subjek 1. b. Nomor absen 14, selanjutnya disebut subjek 2. c. Nomor absen 11, selanjutnya disebut subjek 3. d. Nomor absen 18, selanjutnya disebut subjek 4. e. Nomor absen 10, selanjutnya disebut subjek 5. f. Nomor absen 22, selanjutnya disebut subjek 6.
C. PEMBAHASAN 1. Analisis Data Hasil Tes a. Subjek 1 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1: Gambar 4.1 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 1 Dari penggalan jawaban di atas, siswa menjawab bahwa gambar A dan gambar B adalah model segitiga. Diduga siswa mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga. Siswa tidak membedakan antara segitiga dan daerah segitiga. Kemungkinan penyebab miskonsepsi ini adalah kurangnya penekanan guru mengenai konsep segitiga dan konsep daerah segitiga. 2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.2 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2a Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga lancip sebagai segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Diduga siswa mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga lancip. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalahcommit siswa to belum user sepenuhnya memahami materi
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prasyarat yaitu sudut lancip dan kurangnya penekanan guru pada konsep segitiga lancip. Soal 2b:
Gambar 4.3 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2b Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga sikusiku sebagai segitiga yang sudutnya 90˚. Jawaban siswa tersebut kurang lengkap. Diduga siswa mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga siku-siku. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah adanya simplifikasi dari siswa dan kurangnya penekanan guru pada konsep segitiga lancip. Soal 2c:
Gambar 4.4 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2c Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga tumpul sebagai segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Diduga siswa mengalami miskonsepsi tentang pengertian segitiga tumpul. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa belum sepenuhnya memahami materi prasyarat yaitu sudut tumpul dan kurangnya penekanan guru pada konsep segitiga tumpul. Soal 2d:
Gambar 4.5 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2d Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga sama kaki sebagai segitiga yang kakinya sama panjang. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi commit sama to usersisi bukanlah segitiga sama kaki. dimana siswa menganggap segitiga
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Soal 2e:
Gambar 4.6 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 2e Dari penggalan jawaban siswa di atas, siswa menyatakan segitiga sama sisi sebagai segitiga yang sisinya sama panjang. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada. 3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a
: Gambar 4.7 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3a Jawaban siswa di atas sudah benar. Akan tetapi siswa langsung menjawab. Jadi, belum bisa diidentifikasi apakah siswa benar-benar sudah memahami sifat-sifat segitiga sama sisi serta sifat kesimetrian atau belum. Soal 3b:
Gambar 4.8 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, belum dapat diidentifikasi miskonsepsi apa yang terjadi karena siswa langsung menjawab saja tanpa diserati alasan atau proses diperolehnya besar sudut-sudut tersebut.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 3c:
Gambar 4.9 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3c Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami rumus luas daerah segitiga. Akan tetapi diduga siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa juga salah dalam menuliskan satuan. Kemungkinan miskonsepsi tersebut disebabkan oleh kurangnya penekanan guru tentang konsep alas dan tinggi segitiga. Sehingga siswa menggunakan pemahamannya sendiri berdasarkan contoh soal atau buku. Soal 3d:
Gambar 4.10 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 3d Berdasarkan
penggalan
jawaban
siswa
tersebut,
tidak
dapat
diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep. Siswa sekedar menuliskan angka-angka di atas yang tidak diketahui asalnya. Siswa juga tidak menuliskan rumus yang digunakan.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Soal Nomor 4 Penggalan jawaban siswa: Soal 4:
Gambar 4.11 Penggalan Jawaban Subjek 1 Nomor 4 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak memahami konsep sudut luar segitiga. Angka-angka yang dituliskan siswa tidak diketahui berasal dari mana.
b. Subjek 2 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1:
Gambar 4.12 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 1 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa mengalami miskonsepsi terkait konsep segitiga. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kurangnya penekanan guru terhadap konsep segitiga dan daerah segitiga. 2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.13 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2a Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah benarbenar terjadi miskonsepsi ataucommit tidak. to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 2b:
Gambar 4.14 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami konsep segitiga siku-siku.Namun siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diketahui apakah siswa benar-benar memahami atau tidak, Soal 2c:
Gambar 4.15 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2c Penggalan jawaban siswa di atas diduga mengandung miskonsepsi pada segitiga tumpul. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah benar-benar terjadi miskonsepsi atau tidak. Soal 2d:
Gambar 4.16 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami miskonsepsi pada segitiga sama kaki. Siswa juga tidak menyebutkan semua segitiga sama kaki yang ada pada soal. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah benar-benar terjadi miskonsepsi atau tidak. Soal 2e:
Gambar 4.17 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 2e Berdasarkan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami miskonsepsi pada segitiga sama sisi. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum diketahui apakah benar-benar terdapat miskonsepsi atau tidak. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a:
Gambar 4.18 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3a Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Siswa langsung menjawab tanpa menjelaskan alasan atau prosesnya. Soal 3b:
Gambar 4.19 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak memahami sifat-sifat segitiga dan besar sudut dalam segitiga. Namun belum dapat diidentifikasi apakah siswa benar-benar tidak paham atau terjadi miskonsepsi. Soal 3c:
Gambar 4.20 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3c Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa tidak memahami konsep luas segitiga. siswa juga tidak dapat menuliskan rumus luas daerah segitiga.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 3d:
Gambar 4.21 Penggalan Jawaban Subjek 2 Nomor 3d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa sudah memahami konsep keliling segitiga. Namun siswa hanya menghitung, sehingga belum dapat dipastikan apakah siswa benar-benar paham atau ada miskonsepsi di dalamnya. 4) Soal Nomor 4 Siswa tidak menjawab soal nomor 4. Belum dapat diidentifikasi apakah siswa benar-benar tidak paham atau ada hal lain yang terjadi.
c. Subjek 3 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1:
Gambar 4.22 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 1 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa mengalami miskonsepsi terkait konsep segitiga. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru. 2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.23 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2a Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa mengalami
miskonsepsi
terkait
konsep
segitiga
lancip.
Siswa
mengklasifikasikan segitiga lancip bukan karena besar sudutnya tetapi karena commit to user bentuk yang sesuai dengan pemahaman siswa. Miskonsepsi ini mungkin
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi karena siswa kurang memahami konsep prasyarat yaitu tentang sudut lancip, simplifikasi, dan kurangnya penekanan guru terhadap materi ini. Soal 2b:
Gambar 4.24 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2b Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami segitiga siku-siku. Akan tetapi siswa menuliskan “sisi yang besarnya 90˚”. Belum dapat diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi dalam hal ini. Soal 2c:
Gambar 4.25 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2c Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami miskonsepsi pada segitiga tumpul. Siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga tumpul adalah segitiga yang bentuknya tumpul. Jadi, siswa memahami segitiga tumpul bukan berdasarkan ciri-ciri atau besar sudutnya tapi berdasarkan bentuk yang sesuai dengan pemahamannya. Hal ini kemungkinan terjadi karena kurangnya pemahaman siswa pada konsep prasyarat, terjadi simplifikasi, dan kurangnya penekanan konsep oleh guru. Soal 2d:
Gambar 4.26 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2d Jawaban siswa di atas sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 2e:
Gambar 4.27 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 2e Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami konsep segitiga sama sisi. 3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a:
Gambar 4.28 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3a Siswa menjawab benar, namun siswa langsung menjawab tanpa disertai alasannya. Sehingga belum dapat diketahui apakah siswa benar-benar paham atau terjadi miskonsepsi. Soal 3b:
Gambar 4.29 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga mengalami miskonsepsi dalam konsep sudut dalam segitiga. Siswa menggunakan persamaan sudut dalam segitiga tetapi mengaplikasikannya dengan tidak tepat. Miskonsepsi ini kemungkinan karena guru kurang memberi penekanan.
commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 3c:
Gambar 4.30 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3c Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa sudah memahami rumus luas daerah segitiga. Akan tetapi diduga siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa juga tidak menuliskan satuan luas daerah segitiga. Kemungkinan miskonsepsi tersebut disebabkan oleh kurangnya penekanan guru tentang konsep alas dan tinggi segitiga. Sehingga siswa menggunakan pemahamannya sendiri berdasarkan contoh soal atau buku yang kurang variatif. Soal 3d:
Gambar 4.31 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 3d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa sudah to user memahami konsep keliling commit segitiga. Namun siswa hanya menghitung,
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga belum dapat dipastikan apakah siswa benar-benar paham atau ada miskonsepsi di dalamnya. 4) Soal Nomor 4 Penggalan jawaban siswa: Soal 4:
Gambar 4.32 Penggalan Jawaban Subjek 3 Nomor 4 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa mengalami miskonsepsi terkait konsep sudut luar segitiga. Siswa menganggap sudut luar segitiga sebagai sudut dalam dan tidak memperhatikan sudut lain yang belum diketahui besarnya. Miskonsepsi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya simplifikasi dan ketidakmampuan siswa menghubungkan antarkonsep. d. Subjek 4 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1:
Gambar 4.33 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 1 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, diduga siswa mengalami miskonsepsi terkait dengan konsep segitiga. Ada kemungkinan konsep segitiga tercampur dengan konsep daerah segitiga. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kesalahan intrepretasi siswa dan kurangnya penekanan guru.
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.34 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2a Berdasarkan penggalan wawancara di atas, siswa sudah dapat menyebutkan seluruh segitiga lancip yang ada pada soal. Akan tetapi, alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Siswa hanya menyebutkan bahwa alasannya adalah karena sudutnya lancip. Tidak dijelaskan apakah cukup satu sudut atau harus seluruh sudutnya lancip. Ada kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi terkait segitiga lancip. Penyebabnya adalah kurangnya penekanan guru dan terjadi simplifikasi konsep oleh siswa. Soal 2b:
Gambar 4.35 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat mengklasikasikan segitiga siku-siku dengan benar. Namun siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah segitiga siku-siku karena ada tanda yang menyatakan siku-siku. Belum bisa diidentifikasi apakah terjadi miskonsepsi atau tidak, karena siswa hanya melihat dari tanda siku-siku pada gambar. Soal 2c:
Gambar 4.36 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2c Berdasarkan penggalan wawancara di atas, siswa sudah dapat menyebutkan seluruh segitiga tumpul yang ada pada soal. Akan tetapi, alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Siswa hanya menyebutkan bahwa alasannya adalah karena sudutnya tumpul. Ada kemungkinan siswa commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami miskonsepsi terkait segitiga tumpul. Penyebabnya adalah adanya simplifikasi konsep dan kurangnya penekanan guru. Soal 2d:
Gambar 4.37 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada pada soal. Diduga siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Soal 2e:
Gambar 4.38 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 2e Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami konsep tentang segitiga sama sisi. Alasan yang diberikan juga sesuai dengan konsep yang ada. 3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a:
Gambar 4.39 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3a Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami sifat-sifat segitiga terkait dengan panjang sisi pada segitiga sama commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sisi dan sama kaki. Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan konsep panjang sisi. Siswa menganggap bahwa panjang AD tidak sama dengan panjang BD. Hal ini mungkin dikarenakan siswa tidak memahami konsep prasyarat kesimetrian atau siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan panjang sisi. Soal 3b:
Gambar 4.40 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami bahwa besar sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun siswa tidak menggunakan konsep kesimetrian untuk mencari besar sudut ACD. Diduga siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan konsep besar sudut. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena siswa tidak memahami konsep prasyarat atau siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian dengan besar sudut. Soal 3c:
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.41 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3c Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami konsep luas segitiga dimana L
1 xaxt . Namun siswa salah 2
dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Siswa tahu bahwa alas dan tinggi harus tegak lurus tetapi salah dalam memaknai sisi yang tegak lurus tersebut. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal latihan yang kurang variatif. Soal 3d:
Gambar 4.42 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 3d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami konsep bahwa keliling segitiga merupakan jumlah panjang seluruh sisinya. commit to user Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa salah mengklasifikasikan ruas garis
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang disebut sisi. Selain itu siswa juga salah menuliskan satuan keliling. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal latihan yang kurang variatif. 4) Soal Nomor 4 Penggalan jawaban siswa: Soal 4:
Gambar 4.43 Penggalan Jawaban Subjek 4 Nomor 4 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan konsep yang lain. e. Subjek 5 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1:
Gambar 4.44 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 1 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat menetukan model segitiga yang tepat. Akan tetapi, siswa tidak menjelaskan alasannya sehingga belum dapat diidentifikasi apakah siswa benar-benar memahami atau mengalami miskonsepsi.
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.45 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2a Berdasarkan penggalan jawaban siswa, siswa menyebutkan segitiga D dan E adalah segitiga lancip. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada. Namun alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Diduga siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus kurang dari 90˚. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh simplifikasi dari siswa dan kurangnya penekanan konsep dari guru. Soal 2b:
Gambar 4.46 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2b Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga siku-siku dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga siku-siku adalah segitiga yang sudutnya 90˚. Siswa tidak menjelaskan apakah satu sudut saja atau ada kemungkinan lebih dari satu sudut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan kurangnya perhatian siswa terhadap konsep yang ada. Soal 2c:
Gambar 4.47 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2c Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi commit to user pada segitiga tumpul dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Siswa tidak menjelaskan apakah satu sudut saja atau ada kemungkinan lebih dari satu sudut. Hal ini disebabkan oleh simplifikasi, kurangnya penekanan konsep oleh guru, dan kurangnya perhatian siswa terhadap konsep yang ada. Soal 2d:
Gambar 4.48 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada pada soal. Ada kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Soal 2e:
Gambar 4.49 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 2e Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami konsep tentang segitiga sama sisi. Alasan yang diberikan juga sesuai dengan konsep yang ada. 3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a:
Gambar 4.50 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3a Berdasarkan penggalan jawaban siswa, diduga siswa sudah commit to user memahami sifat-sifat segitiga sama sisi dan sama kaki terkait dengan panjang
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sisi dan dapat menghubungkan konsep kesimetrian untuk menentukan panjang sisi. Akan tetapi, siswa langsung menghitung sehingga belum diketahui apakah siswa benar-benar paham atau terjadi miskonsepsi di dalamnya. Soal 3b:
Gambar 4.51 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3b Siswa langsung menjawab tanpa disertai alasan dan prosesnya. Sehingga belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Soal 3c:
Gambar 4.52 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3c Berdasarkan jawaban siswa di atas, siswa secara tersirat menuliskan bahwa luas daerah segitiga sebagai
1 xaxt . Hal ini sesuai dengan konsep yang 2
ada. Akan tetapi, siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. dari jawaban di atas, siswa selalu memilih alas sebagai sisi yang di bawah sedangkan tinggi sebagai sisi yang di atas. Siswa juga membagi-bagi commit to user luasan segitiga menjadi dua bagian. Hal ini mungkin dilakukan untuk
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memudahkannya menentukan alas dan tinggi. Selain itu, siswa salah menuliskan satuan luas daerah segitiga. Miskonsepsi ini kemungkinan terjadi karena soal-soal yang kurang variatif dan kurangnya penekanan guru. Soal 3d:
Gambar 4.53 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 3d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami konsep keliling segitiga tapi mengaplikasikannya dengan kurang tepat. Jawaban siswa terpengaruh pada jawaban sebelumnya dimana siswa membagi segitiga menjadi dua bagian. 4) Soal Nomor 4 Penggalan jawaban siswa: Soal 4:
Gambar 4.54 Penggalan Jawaban Subjek 5 Nomor 4 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan konsep yang lain. commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Subjek 6 1) Soal Nomor 1 Penggalan jawaban siswa: Soal 1:
Gambar 4.55 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 1 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah dapat menetukan model segitiga yang tepat. Akan tetapi, berdasarkan alasan yang diberikan siswa belum dapat diidentifikasi apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. 2) Soal Nomor 2 Penggalan jawaban siswa: Soal 2a:
Gambar 4.56 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2a Berdasarkan penggalan jawaban siswa, siswa menyebutkan segitiga E adalah segitiga lancip. Hal ini sudah cukup sesuai dengan konsep yang ada. Namun alasan yang diberikan siswa kurang spesifik. Diduga siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Siswa tidak memperhatikan bahwa segitiga lancip semua sudutnya harus kurang dari 90˚. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh simplifikasi dari siswa dan kurangnya penekanan konsep dari guru. Soal 2b:
Gambar 4.57 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2b Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga siku-siku dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga siku-siku adalah segitiga yang sudutnya 90˚. Jawaban siswa kurang commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lengkap. Hal ini mungkin disebabkan oleh simplifikasi dan kurangnya penekanan konsep oleh guru. Soal 2c:
Gambar 4.58 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2c Jawaban siswa sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi, alasan yang diberikan kurang tepat. Diduga siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga tumpul dimana siswa mengatakan bahwa yang merupakan segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Jawaban siswa kurang lengkap. Hal ini mungkin disebabkan oleh simplifikasi dan kurangnya penekanan konsep oleh guru. Soal 2d:
Gambar 4.59 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 2d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa diduga sudah memahami konsep segitiga sama kaki. Alasan yang diberikan siswa juga sudah sesuai. Akan tetapi, siswa tidak menyebutkan seluruh segitiga sama kaki yang ada pada soal. Ada kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi dimana siswa menganggap segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Kemungkinan penyebab miskonsepsi tersebut adalah siswa tidak dapat mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Soal 2e: Siswa tidak menjawab soal nomor 2e. Belum dapat diidentifikasi apakah siswa tidak paham atau ada hal lain yang terjadi.
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Soal Nomor 3 Penggalan jawaban siswa: Soal 3a:
Gambar 4.60 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3a Berdasarkan penggalan jawaban siswa, diduga siswa sudah memahami sifat-sifat segitiga sama sisi dan sama kaki terkait dengan panjang sisi. Namun siswa tidak dapat menggunakan konsep kesimetrian untuk menentukan panjang sisi. Diduga miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak dapat menghubungkan konsep-konsep yang ada. Soal 3b:
Gambar 4.61 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3b Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa sudah memahami bahwa besar sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun siswa tidak menggunakan konsep kesimetrian untuk mencari besar sudut ACD. Siswa menggunakan konsep jumlah sudut dalam segitiga tetapi mengaplikasikannya dengan kurang tepat. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan konsep oleh guru. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Soal 3c:
Gambar 4.62 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3c Berdasarkan penggalan jawaban di atas, siswa memahami rumus luas daerah segitiga. namun siswa salah dalam mengklaisfikasikan alas dan tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal latihan yang kurang variatif. Soal 3d:
Gambar 4.63 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 3d Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa memahami konsep bahwa keliling segitiga merupakan jumlah panjang seluruh sisinya. Namun terjadi miskonsepsi dimana siswa salah mengklaisifikasikan ruas garis yang disebut sisi. Selain itu siswa juga salah menuliskan satuan keliling. Hal commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini mungkin disebabkan oleh kurangnya penekanan konsep oleh guru dan soal latihan yang kurang variatif. 4) Soal Nomor 4 Penggalan jawaban siswa: Soal 4:
Gambar 4.64 Penggalan Jawaban Subjek 6 Nomor 4 Berdasarkan penggalan jawaban siswa di atas, siswa salah dalam memahami konsep sudut luar. Siswa menganggap sudut luar sama dengan sudut dalam. Miskonsepsi ini mungkin terjadi karena kurangnya penekanan konsep oleh guru. Siswa juga salah dalam menghubungan satu konsep dengan konsep yang lain.
2. Analisis Data Hasil Wawancara Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada 6 subjek penelitian. Metode wawancara merupakan metode pokok dalam pengumpulan data. Melalui metode wawancara ini dapat diketahui apakah siswa yang diduga dalam tes mengalami miskonsepsi benar-benar mengalami miskonsepsi atau tidak. Melalui wawancara ini pula dapat dicari penyebab miskonsepsi siswa tersebut. Berikut ini disajikan petikan wawancara dengan keenam subjek penelitian dan hasil analisisnya. Adapun S untuk subjek dan P untuk peneliti. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
a. Subjek 1 1) Soal Nomor 1 Petikan 1. S : “Model segitiga yang A sama yang B mbak.” P : “ Kok bisa yang A dan yang B itu bagaimana, coba dijelaskan!” S : “ Karena suatu model segitiga itu harus lurus dan tegak mbak” P : “ Lurus dan tegak gimana maksudnya?” S : “ Ya kayak gambar A dan B ini kan lurus dan tegak. Kalau yang C kan gak lurus mbak.” Dari petikan 1, diketahui bahwa siswa salah dalam memahami konsep segitiga. Siswa beranggapan gambar A dan gambar B adalah model segitiga karena keduanya memiliki sisi yang lurus dan memiliki tiga buah sisi. Sedangkan gambar C bukan merupakan model segitiga karena satu buah sisinya merupakan sisi lengkung. Siswa menjawab hanya berdasarkan bentuk gambar. Petikan 2 P : “ Berarti yang A dan yang B gitu? Kalau ini model dari segitiga bukan?” (memberikan gambar segitiga yang daerahnya tidak diarsir) S : “ Ini model segitiga mbak.” P : “ Lha kalau yang ini juga model segitiga?” (memberikan gambar segitiga yang daerahnya diarsir) S : “ Ada dalamnya? Ini model segitiga mbak.” Siswa mempertahankan konsepsinya bahwa baik gambar A dan gambar B keduanya merupakan model segitiga. Siswa sama sekali tidak menyinggung konsep daerah segitiga. Petikan 3 P : “Nah kalau misal yang ini tadi (menunjuk gambar segitiga yang daerahnya diarsir) aku gunting gitu dek, trus yang dalamnya tadi tak ambil. Itu model segitiga bukan?” S : “ Ya iya model segitiga mbak.” commityang to user P : “ Lha kalau yang dalamnya tak ambil tadi dek?”
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S : “ Ya sama aja mbak. Bentuknya kan segitiga nih. Jadi dua-duanya model segitiga Berdasarkan petikan 3, siswa mengalami
miskonsepsi tentang
konsep segitiga. Konsep siswa tentang segitiga sana daerah segitiga tercampur sehingga siswa menganggap keduanya adalah hal yang sama. Petikan 4 S : “Ya sama aja mbak. Bentuknya kan segitiga nih. Jadi dua-duanya model segitiga” P: “Dulu dijelasin gak dek sama Pak Wi?” S: “Iya mbak, di awal materi. Tapi dikit thok.” P: “Dulu diajarinnya gimana?” S: “Ya biasa, nyatet gitu” Berdasarkan petikan 4, miskonsepsi disebabkan oleh kurangnya penekanan guru dan aspek praktis siswa. 2) Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 5 S : “ Yang C dan F mbak.” P : “ Oh yang C dan F. Selain itu ada lagi gak? Coba dilihat lagi!” S : “ Gak” P : “Oh gak ada. Kamu kok bisa bilang segitiga C dan F memangnya segitiga lancip itu segitiga yang bagaimana to?” S : “ Lancip ki yang lebih dari 90◦ mbak” P : “ Yang lebih dari 90◦?” S : (mengangguk-angguk dengan yakin). P : “Oh, satu sudutnya, dua sudutnya, atau gimana?” S : “ Satu sudute.” Dalam petikan 5 di atas, siswa salah dalam memahami konsep segitiga lancip. Menurut siswa, segitiga lancip adalah segitiga yang salah satu sudutnya lebih darito90◦. commit user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 6 P: “Kalau misalnya sebuah segitiga besar sudutnya 40˚, 120˚, dan 20˚ berarti termasuk segitiga apa dek?” S: “Emm, 40˚, 120˚, dan 20˚ berarti lancip mbak” P: “Lancip?” S: “Iya mbak, kan salah satu sudutnya 120˚.” P: “O gitu dek. Emangnya kalau salah satu sudutnya 120˚ trus kenapa?” S: “Kan lebih dari 90˚ mbak, berarti lancip tadi” Dalam petikan 6 di atas, siswa tetap salah memahami konsep segitiga lancip. Siswa mempertahankan konsepsinya bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang salah satu sudutnya lebih dari 90˚. Petikan 7 P: “Menurutmu sudut lancip tuh apa dek pengertiannya?” S: “Sudut yang besarnya lebih dari 90˚.” P: “Kamu bisa yakin banget gitu dek, emang tau kayak gini dari mana?” S: “Yakin nhu mbak, ini kan pelajaran sebelumnya dulu” P: “Pas pelajaran sering disuruh menentukan jenis segitiga gitu gak?” S: “Enggak sih mbak, cuma sekali” Dalam petikan 7 diketahui penyebab miskonsepsi yang terjadi karena konsepsi siswa tentang segitiga lancip yang salah. Menurut siswa, materi tentang macam-macam segitiga ini juga tidak terlalu banyak dibahas. b) Nomor 2b Petikan 8 S : “ Ini mbak, yang B mbak.” P : “ Kok bisa siku-siku gimana?” S : “ Lha ini mbak.” (sambil menunjuk sudut siku-siku pada gambar segitiga B) commit to user P: “Emang apa ini dek?”
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Siku-sikunya mbak” P: “Besar sudut siku-siku berapa dek, tau gak?” S: “Tau mbak, 90˚ kan?” Dalam petikan 8 diketahui bahwa siswa mengerti bahwa segitiga
siku-siku
memiliki
sudut
siku-siku.
Siswa
melihat
berdasarkan tanda siku-siku pada gambar. Tapi siswa juga tahu bahwa besar sudut siku-siku adalah 90˚. Petikan 9 P: “Ya. Kalau segitiga siku-siku memiliki berapa buah sudut yang besarnya 90˚?” S: “Satu mbak” P: “Kalau misal sudut siku-sikunya dua buah, berarti termasuk segitiga siku-siku gak?” S: “Emm, gimana ya mbak aku bingung.” P: “Lha gimana dek, coba digambar atau dibayangin aja” S: (diam sejenak) “Bentuk segitiganya seperti apa ya mbak kalau sudut siku-sikunya dua buah?” P: “Seperti apa ya? Hehe. Lha bisa terbentuk segitiga gak dek?” S: “Menurutku bisa mbak, cuma aku belum kebayang bentuknya.” Dalam petikan 9 siswa paham definisi segitiga siku-siku. Namun siswa mengalami miskonsepsi terkait besar sudut dalam sebuah segitiga. Menurut siswa ada kemungkinan sebuah segitiga memiliki dua buah sudut siku-siku. Di sini siswa kurang memperhatikan konsep lain yang berkaitan. c) Nomor 2c Petikan 10 S : “ Yang E mbak.” P : “ Selain itu ada lagi?” S: “ Bentar mbak.” P : “ Dilihat dulu coba!” commit to user S : (diam)
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P : “ Memangnya segitiga tumpul itu yang apa to, menurutmu aja coba dek.” S : “ Yang kurang dari 90◦ mbak.” Dari petikan 10 terlihat bahwa ada kesalahan konsepsi siswa tentang definisi segitiga tumpul. Siswa beranggapan bahwa segitiga tumpul adalah segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚. Petikan 11 P : “ Bener cuma ini tok dek?” (menunjuk gambar segitiga E) “ Kalau yang ini dek?” (menunjuk gambar segitiga A) S : “ Itu sama kaki kok mbak. Eh sama sisi.” P : “ Kamu lihat dari besar sudutnya, jangan panjang sisinya.” S: “ Emmm.” P : “ Sudutnya kan ada tiga ini to dek? Katamu tadi yang lancip yang mana?” S : “ Yang E. Eh yang lancip? C dan F.” P : “ Yang tumpul ding dek.” S : “ Yang tumpul yang E.” Dari petikan 11, siswa mempertahankan jawabannya bahwa segitiga C dan F adalah segitiga lancip, sedangkan segitiga E adalah segitiga tumpul. Tetapi siswa sudah bisa membedakan jenis-jenis segitiga berdasarkan besar sudut atau panjang sisinya. Petikan 12 P : “ Nah coba yang gambar segitiga A dilihat. Katamu tadi yang tumpul tu yang gimana?” S : “ Yang kurang dari 90◦.” P: “Berapa buah sudutnya?” S: “Ya semuanya” P : “ Berarti yang gambar A ini gimana?” S : “ Tumpul mbak.” Dari petikan 12 siswa mempertahankan konsepsinya bahwa to besar user ketiga sudutnya kurang dari 90˚. segitiga tumpul adalahcommit segitiga
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 13 P: “Pengertian sudut tumpul menurutmu apa dek?” S: “Sudut yang besarnya kurang dari 90˚ mbak” P : “ Kamu tau gitu dari mana dek tentang yang aku tanyain tadi?” S : “Setauku ya gitu mbak.” P: “Setaumu dari buku, dari Pak Wi, atau darimana?” S: “Ya dari pelajaran, trus dari materi sebelumnya juga” Dari petikan 13 diketahui bahwa terdapat prakonsepsi yang salah yaitu tentang sudut tumpul. Hal ini mengakibatkan terjadi miskonsepsi siswa pada definisi segitiga tumpul. Prakonsepsi yang salah didapatkan siswa berdasarkan pemahaman yang dia peroleh dari berbagai sumber belajar. d) Nomor 2d Petikan 14 S : “ Yang D mbak.” P : “ Selain itu ada lagi gak?” S : “ Gak.” P : “ Yakin gak ada to?” S : “ Iya.” P : “ Kalo yang ini dek?”(menunjuk gambar segitiga C). “ Sama kaki bukan?” S : “ Bukan.” P : “ Kenapa bukan?” S : “ Ya bukan wae.” Dari petikan 14 siswa sudah dapat menyebutkan salah satu segitiga sama kaki dengan benar. Tetapi siswa mengatakan bahwa segitiga C bukan merupakan segitiga sama kaki. Siswa tidak dapat menjelaskan alasannya. Petikan 15 P : “ Memang sama kaki itu yang gimana to?” commit to sama.” user S : “ Sama kaki tu yang sisinya
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P : “ Yang gambar D tadi sisi yang sama yang mana?” S : “ Yang ini mbak.” (menunjuk dua sisi segitiga D yang panjangnya 6) P : “ Kalau yang C tadi?” S : “ Ya sama kaki ding mbak.” P : “ Nah kalo yang A ini?” S : “ Ya sama juga” (sambil tertawa) P : “ Lha terus jadinya yang sama kaki yang mana?” S: “ Yang A, D, C.” Dari petikan 15 siswa dapat menyebutkan ketiga segitiga sama kaki. Siswa juga memahami bahwa segitiga sama sisi juga merupakan segitiga sama kaki. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami definisi segitiga sama kaki. Petikan 6 P: “Tadi di awal kan menurutmu segitiga C merupakan segitiga lancip dek. Trus baru saja menurutmu segitiga C sama kaki. Bisa ya dek sebuah segitiga punya dua nama gitu?” S: “Eh kok iya ya mbak?” P: “Hehe, lha gimana?” S: “O aku tau mbak. Kan yang awal tadi berdasarkan besar sudut. Kalau yang terakhir barusan berdasarkan panjang sisi.” Dari petikan 16 siswa memahami dasar pengelompokan segitiga, yaitu berdasarkan besar sudut dan panjang sisinya. e) Nomor 2e Petikan 17 S : “ Yang A mbak.” P : “ Yang A aja? Segitiga sama sisi pengertiannya apa?” S : “ Pengertiane sama panjang.” P : “ Apanya?” S : “ Sisinya.” commit user P : “ Berapa sisinya? Dua sisitoatau berapa?”
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S : “ Dua.” P : “ Oh dua ya dek?” S : “ Tiga ding mbak, tiga.” P: “Dua atau tiga hayo?” S: “Hehe, tiga maksudku mbak” Dari petikan 17 siswa memahami definisi segitiga sama sisi, yaitu segitiga yang panjnag ketiga sisinya sama. Petikan 18 P: “Tadi menurutmu segitiga A sama kaki ya dek. Kok sama sisi juga?” S: “Iya tuh mbak” P: “Kok bisa gitu dek?” S: “Kan berdasarkan panjang sisinya mbak” P: “Dua-duanya juga berdasarkan panjang sisi kan?” S: “Eh iya mbak. Oh gini mbak, kan segitiga sama sisi juga punya dua sisi sama panjang. Jadi termasuk sama kaki juga to mbak” Dari petikan 18, siswa memahami bahwa segitiga sama sisi juga merupakan segitiga sama kaki. Hal ini menunjukkan bahwa siswa benar-benar memahami definisi segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi. Siswa juga memahami bahwa dasar pengelompokan segitiga sama kaki dan sama sisi ini adalah berdasarkan panjang sisinya. 3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 19 S : “ AB nya 6 cm mbak.” P : “ Kok bisa kenapa?” S : “ AB?”(diam dan terlihat berpikir) P : “ Kamu kok bisa menjawab AB 6 cm itu dari mana dan alasannya apa gitu.” to user S : “ Oh, sama kayak commit ini mbak.” (menunjuk sisi AC).
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P : “ Kok sama?” S : “ Kan segitiganya sama sisi.” Dari petikan 19, siswa memahami bahwa panjang ketiga sisi segitiga sama sisi sama. Siswa memahami bahwa panjang AB adalah 6 cm dan dapat mengungkapkan alasannya dengan benar. Petikan 20 P : “ Selanjutnya kalau panjang AD?” S : “ 3 mbak.” P : “ Kok bisa gitu kenapa?” S : “ Itu dikurangi 3 mbak.” (menunjuk DB) P : “ Dikurangi 3 yang mana?” S : “ Dibagi separone mbak.” P : “ Kok bisa dibagi separone?” S : “ Ya kalau segini 6, berarti segini 3.” P : “ Iya, alasannya kok bisa separone itu kenapa sih? Bisa dijelaskan gak dek biar aku tau.” S : “ Lha itu tadi lho mbak, A ke B kan 6 to mbak. Lha A ke D nya 3.” P : “ Emm, pasti kayak gitu to dek? Di semua segitiga gitu? Kalau aku punya segitiga ini dek.” (menyodorkan gambar segitiga sembarang) “ Kan tadi ada garis gini kan, apa panjang ini juga setengahnya kayak tadi?” S : “ Bukan.” P : “ Alasannya?” S : “ Lha …” (diam dan tidak melanjutkan ucapannya) Siswa bisa menghitung bahwa panjang AD adalah setengah AB. Tapi siswa tidak memiliki alasan yang jelas. Petikan 21 P : “ Bedanya sama yang tadi apa?” S : “ Apa ya? Udahlah mbak jawabanku bener kan? Gambarnya kan commit to user gitu.”
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan petikan 21, diketahui bahwa siswa menjawab soal berdasarkan gambar saja. Siswa tidak memiliki alasan yang jelas dan tepat. Petikan 22 P : “ O ya udah oke berarti kamu cuma lihat dari gambar ya. Kamu tau gak dek garis CD ini sebagai apa dari segitiga sama sisi? Diajarin sifat-sifat segitiga kan?” S : “ Ya diajarin mbak. Sisi itu mbak.” (terlihat ragu) P : “ Sebagai apa?” S : (tersenyum) Berdasarkan petikan 22 siswa memiliki konsepsi bahwa CD adalah sisi. Namun siswa terlihat masih ragu. Petikan 23 P : “ Tak kasih tau ya dek, dari sifat-sifat segitiga sama sisi CD ini sumbu simetri. Tau gak sumbu simetri itu apa? Garis yang apa dek?.” S : “ O iya mbak aku inget. Garis yang membagi segitiga menjadi dua bagian yang sama kan.” P : “ Ya. Kalau pada segitiga ini, sumbu simetri juga bukan?” (menunjuk gambar segitiga sembarang yang sudah digambarkan sebelumnya) S : “ Bukan. Gak ada garis potong-potongnya kok mbak.” P : “ Oh tidak ada garis putus-putus ini maksudnya?” S : “ Heem.” P: “ Kalau garisnya gak putus-putus, berarti apa dong namanya?” S: “ Sisi mbak” P: “Kok sisi?” S: “Iya, kan sama-sama garis” P: “Kata siapa kalau sama-sama garis berarti pasti sisi?” S: “Ya iya kan mbak, sisi kan biasanya kayak gitu.” commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswa diberi tahu bahwa CD adalah sumbu simetri, bukan merupakan sisi. Tapi ketika diberikan gambar yang hampir sama dengan CD bukan berupa garis putus-putus, siswa yakin bahwa CD adalah sisi. Siswa salah dalam memaknai sisi. Hal ini terjadi karena pemikiran humanistik siswa. b) Nomor 3b Petikan 24 P: “Segitiga ABC ini segitiga apa to?” S: “Sama sisi mbak” P: “Kalau segitiga sama sisi tuh panjang sisinya gimana?” S: “Panjang ketiga sisinya sama mbak” P: “Nah kalau besar sudutnya gimana? Ada hubungannya gak?” S: “Ya gak tau, gak ada satupun sudutnya yang diketahui. Kalau panjang sisi tadi kan diketahui mbak” P: “Kok di pekerjaanmu kemarin bisa 90˚ gimana?” S: “Ngawur mbak, hehe” Berdasarkan petikan 24, siswa tidak memahami konsep besar sudut pada segitiga sama sisi. Siswa hanya asal mengerjakan saja. Menurut siswa, besar sudut tersebut tidak dapat dicari karena tidak ada satupun sudut yang diketahui besarnya. c) Nomor 3c Petikan 25 P: “Kalau luas daerah segitiga ABC berapa dek? Rumusnya apa?”
1 S: “ x alas x tinggi ” 2 P: “Alasnya yang mana?” S: “Yang 6 cm mbak” P: “Tingginya?” S: “Yang 6 cm juga mbak” commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Segitiga ABC ini kan sama sisi, panjang sisi-sisinya 6 cm. yang kamu anggap alas sisi 6 cm yang mana? Tingginya juga yang mana?” S: “Alasnya yang AB, tingginya yang BC” Siswa sudah memahami rumus luas daerah segitiga. namun siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan tingginya. Petikan 26 P: “Kalau segitiga ini dek?” (menyodorkan sebuah gambar segitiga) S: “Tingginya yang ini” (menunjuk sisi mendatar) “Alasnya yang ini” (menunjuk sisi tegak) P: “Sekarang yang segitiga BCE. Luas daerahnya berapa?” S: “18 cm2 mbak” P: “Dapet dari mana?”
1 S: “ x alas x tinggi mbak. Alasnya yang BC” 2 P: “Tingginya?” S: “CE” P: “O ya oke dek. Kalau segitiga ABE dek, berapa luas daerahnya?” S: “Mmm, 31,2 cm2 mbak. Alasnya AB, tingginya BE” P: “Segitiga yang lain juga kamu kerjakan seperti itu ya. Selalu kayak gitu ya dek?” S: “Iya mbak” Lagi-lagi siswa salah dalam mengklasifikasikan alas dan tinggi segitiga. Kesalahan siswa memiliki pola yang sama, dimana alas adalah sisi yang letaknya di sebelah kiri, sedangkan tinggi merupakan sisi yang letaknya di sebelah kanan. Petikan 27 P: “Emang kamu menetukan alas dan tingginya tadi berdasarkan apa?” S: “Ya memang selalu begitu mbak” P: “Apa iya selalu?” commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Iya mbak, lihat aja di buku catatanku” P: “Trus satuan luas daerah segitiga apa?” S: “cm2 mbak” P: “Kok di pekerjaanmu satuannya cm?” S: “Kurang teliti mbak” Terjadi miskonsepsi siswa dalam hal mengklasifikasikan alas dan tinggi. Hal ini terjadi karena contoh dan latihan soal yang diberikan kurang variatif meskipun sebenarnya konsep alas dan tinggi sudah diberikan. Siswa memahami satuan luas daerah segitiga. d) Nomor 3d Petikan 28 P: “Nomor 3d ini kan soal tentang keliling dek. Kok bisa 18+18+30 itu gimana? Keliling itu apa to dek?” S: “Apa ya mbak? Seingatku, keliling itu nanti penjumlahan” P: “Trus kok bisa 18+18+30 itu gimana?” S: “Haha, aku ngawur mbak.” P: “Wah kamu tu. Kamu belajar gak sebelumnya dek?” S: “Belajar mbak, dari catetan” P: “Lha kamu ngerti gak apa yang kamu catet?” S: “Ya pokoknya aku nyatet dulu mbak, daripada dimarahi Pak Wi” Siswa tidak memahami konsep keliling segitiga. Siswa tahu bahwa keliling merupakan suatu penjumlahan, namun siswa tidak paham sehingga tidak tahu apa yang harus dijumlahkan. 4) Nomor 4 Petikan 29 P: “Yaah. Eh dek sudut luar segitiga itu yang gimana sih?” S: “Sudut yang di luar segitiga yae mbak” P: “Di gambar ini yang mana sudut luarnya?” S: “Aduh, mana ya?” P: “Trus ini di pekerjaanmu kok bisa gini?” commit to10˚ user S: “Bingung kok mbak. Hasilnya ini lho. Caranya gak usah dilihat.”
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
P: “”Emang sebenarnya caranya gimana? S: “Ya jumlah sudutnya ini 180˚, trus dikurangi sudut-sudut yang diketahui ini” Dari petikan 29 terlihat bahwa sebenarnya siswa sama sekali tidak paham tentang sudut luar segitiga. Siswa menghitung besar sudut ACB dengan menganggap sudut CAD adalah sudut dalam segitiga.
b. Subjek 2 1) Soal Nomor 1 Petikan 30 P: “O gitu. Gambar B tadi kan kita anggap dibuat dari kertas karton. Misal kertas kartonnya tak gunting tengahnya gini dek (memperlihatkan gambar), trus tengahnya ini tak ambil. Kertas karton yang tak ambil ini merupakan model segitiga bukan?” S: “Model segitiga mbak” P: “Kalau yang sisanya ini?” (menunjuk gambar) S: “Bukan model segitiga mbak” P: “Trus namanya apa dek?” S: “Itu berarti sisinya mbak” P: “O gt ya, kok bisa bilang itu sisi darimana?” S: “Ya iya, kan itu luarnya mbak. Berarti itu bukan model segitiga, tapi cuma sisi” Menurut siswa model segitiga adalah gambar B yang diilustrasikan terbuat dari kertas karton. Siswa memiliki konsepsi bahwa gambar A adalah sisi, bukan merupakan model segitiga. 2) Soal Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 31 S: “Yang C, D, dan E” P: “Oke, emang menurutmu segitiga lancip itu segitiga yang gimana to user C, D, E itu lancip?” dek, kok bisa bilangcommit kalau segitiga
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Saya lihat dari ciri-cirinya mbak” P: “Em, misal yang segitiga C. Kok merupakan segitiga lancip kenapa?” S: “Karena bentuknya” Berdasarkan petikan 31 siswa menyebutkan bahwa segitiga C, D, dan E merupakan segituga lancip. Hal ini didasarkan pada bentuk segitiga
pada
gambar.
Belum
teridentifikasi
apakah
terjadi
miskonsepsi atau tidak dalam hal ini. Petikan 32 P: “Macam-macam sudut itu ada tiga kan dek, coba sebutkan apa aja?” S: “Lancip, siku-siku, tumpul” P: “Lihat yang gambar segitiga C. Sudut-sudutnya termasuk sudut apa?” S: “Lancip, tumpul, lancip” P: “Kalau yang segitiga D?” S: “Lancip, lancip, lancip” P: “Yang E?” S: “Sama mbak” P: “Jadi, segitiga lancip itu apa?” S: “Ya yang bentuknya lancip mbak” Berdasarkan petikan 32, siswa sebenarnya memahami macammacam sudut. Akan tetapi, terjadi miskonsepsi tentang definisi segitiga lancip. Petikan 33 P: “Kalau misalnya 110, 20˚, dan 50˚ lancip juga gak?” S: “Ya sama” Petikan 33 memperkuat bukti bahwa terjadi miskonsepsi siswa pada pengertian segitiga lancip. Siswa mendefinisikan segitiga lancip sebagai segitiga yang salah satu sudutnya lancip. commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Nomor 2b Petikan 34 S: “Yang B mbak” P: “Kenapa kok yang B?” S: “Karena punya sudut siku-siku” P: “Besarnya?” S: “90˚ mbak” P: “Kalau jenis sudut-sudut pada segitiga B ini apa aja?” S: “Lancip, siku-siku, lancip” P: “Berarti segitiga B merupakan segitiga lancip juga bukan?” S: “Iya mbak. Tadinya mau tak tulis juga tapi gak jadi” Menurut siswa, segitiga B merupakan segitiga siku-siku. Tapi karena salah satu sudut pada segitiga B merupakan sudut lancip, maka segitiga B juga bisa dikatakan sebagai segitiga lancip. c) Nomor 2c Petikan 35 S: “Yang C” P: “Kok bisa kenapa dek? Eh bentar, yang C tadi bukannya lancip?” S: “Iya mbak. Tapi juga tumpul.” P: “O bisa ya dek kayak gitu?” S: “Iya mbak, kan sudut ada tiga macam. Jadi ya bisa.” Berdasarkan petikan 35, terjadi miskonsepsi bahwa segitiga tumpul bisa juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya merupakan sudut lancip. Hal ini terjadi karena pemahaman siswa tentang segitiga lancip salah. Selain itu juga terdapat penerapan konsep sudut yang salah. d) Nomor 2d Petikan 36 S: “Yang C” P: “Segitiga C sama kaki karena apa dek?” commit to user S: “Karena garisnya berbeda”
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Garis yang berbeda tu gimana maksudnya? Kalau yang gambar D ini sama kaki bukan?” S: “Bukan mbak, yang D kan garisnya sama” P: “Yang merupakan segitiga sama kaki yang garisnya sama atau berbeda?” S: “Berbeda mbak” Siswa menyebutkan bahwa segitiga C adalah segitiga sama kaki. Hal ini sudah benar, tetapi alasan yang diberikan siswa tidak logis dan belum bisa dimengerti. Jadi, terdapat miskonsepsi siswa tentang pengertian segitiga sama kaki, dimana segitiga sama kaki adalah segitiga yang garisnya berbeda. Pengertian garis berbeda dan garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa tentang bentuk segitiga yang ada. e) Nomor 2e Petikan 37 S: “Yang D” P: “Karena?” S: “Karena garisnya sama” P: “O ya oke dek. Aku tau maksudmu. Diajarin Pak Wi kayak gitu dek?” S: “Jarang bahas yang kayak gini sih mbak, tapi aku niteni gitu kok mbak” Berdasarkan petikan 37, terdapat kesalahan konsep pengertian segitiga sama sisi sehingga salah mengklasifikasikan segitiga mana yang merupakan segitiga sama sisi. Menurut siswa segitiga D merupakan segitiga sama sisi karena garisnya sama. Pengertian garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa yang didasarkan pada bentuk segitiga. Miskonsepsi ini terjadi karena guru kurang memberi penekanan konsep segitiga sama sisi sehingga siswa cenderung menggeneralisasi contoh-contoh soal yang pernah ditemui. commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 38 P: “Misalnya sebuah segitiga panjang sisinya 5 cm, 7 cm, 14 cm berarti termasuk segitiga apa dek?” S: “Kalau digambarkan kayak apa dulu mbak?” P: “Berarti kalau mau menentukan jenis segitiga yang berdasarkan panjang sisinya harus digambar dulu?” S: “Iya mbak, biar tahu garisnya sama atau gak” Terjadinya miskonsepsi tentang jenis segitiga berdasarkan panjang sisinya karena kurangnya penekanan konsep. Selain itu terdapat kebiasaan guru untuk mewujudkan soal dalam bentuk gambar. Akibatnya, siswa tidak memperhatikan konsep yang sebenarnya sudah disampaikan dan menganggap bahwa untuk mengetahui jenis segitiga yang dimaksud haruslah dibuat gambarnya terlebih dahulu. 3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 39 S: (diam agak lama) “6 mbak” P: “Kok bisa dek?” S: (diam agak lama lagi) “Lha itu ada tandanya yang menyatakan kalau panjangnya sama mbak” Siswa menjawab dengan benar. Tetapi siswa sebenarnya tidak mengerti konsep kesamaan panjang sisi pada segitiga sama sisi. Siswa menjawab benar karena pada gambar terdapat tanda sama panjang. Petikan 40 P: “Oke. Nah panjang BE kan 10,4. Panjang BF berapa?” S: “Em, BF sama kayak AC mbak. 6 cm.” P: “Kok bisa dek?” S: “Karena ini lurus mbak” (menunjuk ruas garis BC dan BF) P: “Lurus gimana?” S: “Lurus dari BC” commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “O kalau gitu berarti panjangnya sama to?” S: “Iya mbak” Berdasarkan petikan 40, terlihat bahwa terjadi kesalahan konsepsi siswa yaitu panjang BF sama dengan panjang BC yang merupakan sisi miring dari segitiga BCF. Hal ini terjadi karena aspek praktis siswa sehingga siswa berfikir jika sisi miring BC diluruskan akan sama dengan BF. b) Nomor 3b Petikan 41 S: “Nomer b aku gak bisa mbak” P: “Lha itu ada jawabannya. 216-180 itu didapat darimana?” S: “Ngawur kok mbak” Berdasarkan petikan 41 siswa tidak paham konsep sifat-sifat segitiga terkait dengan besar sudut. c) Nomor 3c Petikan 42 S: “Eh alas kali tinggi” P: “Beneran rumusnya itu?” S: “Iya mbak” P: “Asalnya darimana?” S: “Lha gak tau mbak, dulu langsung dikasih rumus gitu sama Pak Wi” P: “Kalau diminta mencari luas daerah segitiga ABC. Berarti alasnya yang mana, tingginya yang mana?” S: “Alasnya yang ini” (menunjuk BC) “Tingginya yang ini” (menunjuk AB) Siswa salah menyebutkan rumus daerah luas segitiga. Selain itu, siswa juga salah dalam menetukan alas dan tinggi segitiga. Siswa tidak memahami konsep ini karena kurangnya penekanan konsep. Guru tidak menggunakan alat peraga atau membimbing siswa untuk commit to user menemukan sendiri rumus segitiga.
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 43 S: “Ya pokoknya alas itu sisi yang di bawah mbak. Mendatar boleh, miring boleh. Kalau tinggi tuh yang tegak. Tapi kadang miring juga gak papa” P: “Alas dan tinggi harus sama-sama sisi?” S: “Iya mbak” P: “Trus tinggi selalu yang sisi tegak? Kalau saya balik boleh gak, tinggi yang mendatar?” S: “Gak boleh. Namanya aja tinggi, ya berarti yang tegak” P: “Satuan luas daerah segitiga tadi apa?” S: “cm2 mbak” Terjadi miskonsepsi tentang alas dan tinggi. Siswa memiliki konsepsi bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan sisi dari segitiga. Tinggi segitiga merupakan sisi yang tegak. Hal ini terjadi karena salah makna kata yang dipengaruhi bahasa sehari-hari. Di sini siswa sudah memahami satuan luas daerah segitiga. d) Nomor 3d Petikan 44 S: “Keliling ya panjang semua sisinya” P: “Kalau keliling segitiga rumusnya apa?” S: “Sisi+sisi+sisi mbak” Berdasarkan petikan 44 siswa paham konsep keliling. Siswa juga bisa menyebutkan rumus keliling dengan tepat. Petikan 45 P: “Keliling segitiga ABE gimana nyarinya?” S: “Ya tinggal panjang ketiga sisinya dijumlah. 12+6+10,4. Hasilnya 28,4.” P: “Pada segitiga ABE, BC merupakan sisi bukan?” S: “Bukan mbak” commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswa bisa mengaplikasikan rumus keliling segitiga dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa benar-benar memahami konsep keliling segitiga 4) Soal Nomor 4 Petikan 46 S: “Gak bisa mbak. Aku kalau masalah sudut-sudut gak tau” P: “Sebabnya kenapa dek, kok tiap ada soal tentang sudut kamu gak bisa?” S: “Aku sering bingung mbak. Soalnya di bab sebelumnya aku juga bingung” P: “Ooo, lha kamu kok gak tanya Pak Wi kalau bingung?” S: “Gak mbak, aku takut” Berdasarkan petikan 46, siswa sama sekali tidak paham konsep sudut luar segitiga. Selain itu siswa juga tidak paham konsep segitiga dalam. Hal ini terjadi karena siswa kurang paham konsep di bab sebelumnya, yaitu garis dan sudut. Siswa tidak berani bertanya kepada guru karena takut.
c. Subjek 3 1) Soal Nomor 1 Petikan 47 P: “Jadi ketiga gambar ini merupakan model segitiga dek?” S: “Iya mbak” P: “Pengertian segitiga itu apa sih dek menurutmu?” S: “Pokoknya tiga sisi itu lho mbak” P: “Bangun yang gimana dek?” S: “Bangun yang dibentuk oleh tiga sisi mbak” P: “Jadi meskipun ada yang lengkung itu juga model segitiga dek?” S: “Iya mbak, yang penting tiga sisinya disambungkan” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan petikan 47 terjadi kesalahan konsep segitiga pada siswa. Menurut siswa segitiga adalah bangun yang dibentuk oleh tiga sisi, tidak peduli apakah sisi pembentuknya lurus atau lengkung. Petikan 48 P: “Emm sekarang misal saya punya kertas karton berbentuk seperti gambar B ini. Kan bentuknya kayak gitu. Kalau misal saya gunting seperti ini (menunjukkan gambar) trus saya ambil dalamnya, yang tersisa model apa dek?” S: “Masih model segitiga mbak” P: “Kalau dalamnya tadi yang saya ambil?” S: “Itu juga, kan sisinya juga tiga” P: “Kalau misalnya kertas karton yang saya gunting bentuknya seperti gambar C gimana dek?” S: “Ya asalkan sisinya tetap tiga, berarti model segitiga” Siswa mempertahankan konsepsinya yang salah tentang segitiga. Siswa sama sekali tidak memperhatikan konsep daerah segitiga yang terkandung dalam gambar B. Petikan 49 P: “Okelah. Nah kalau daerah segitiga kamu tau gak dek?” S: “Apa ya mbak? Daerahnya segitiga to?” P: “Ya bisa dikatakan seperti itu. Tau gak?” S: “Enggak mbak” P: “Di kelas dijelaskan gak dek tentang segitiga dan daerah segitiga?” S: “Saya pernah dengar dari Pak Wi sih mbak, tapi gak begitu mudeng soalnya hanya sekilas. Di buku juga gak ada.” Siswa tidak paham konsep daerah segitiga. Konsep ini hanya dibahas sekilas saat pelajaran. Tidak ada penekanan konsep dari guru. 2) Soal Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 50 commit to user S: “Yang segitiga F mbak”
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Kenapa dek kok yang F merupakan segitiga lancip?” S: “Karena berbentuk lancip mbak” P: “Cuma segitiga F ya? Kalau yang C gimana?” S: “Emm, lancip juga mbak” Berdasarkan petikan 50, siswa menyebutkan bahwa segitiga C dan F merupakan segitiga lancip. Hal ini berdasarkan bentuk dari segitiga. Petikan 51 P: “Kalau yang D dek?” S: “Itu sama kaki nhu mbak” P: “Berarti bukan segitiga lancip dek?” S: “Bukan mbak, itu segitiga sama kaki” P: “Kalau yang C tadi gimana?” S: “Sebentar mbak. Yang C segitiga sama kaki ding mbak.” P: “Lho kok berubah, bukan segitiga lancip?” S: “Bukan mbak” P: “Kenapa?” S: “Kan panjang sisinya ada yang sama” P: “Em, gak bisa ya dek segitiga D tadi disebut segitiga lancip dan segitiga sama kaki gitu?” S: “Ya gak bisa mbak, masak punya dua nama” Berdasarkan petikan 51 siswa mengatakan bahwa segitiga C bukan merupakan segitiga lancip, tapi merupakan segitiga sama kaki. Begitu juga dengan segitiga D. Siswa juga mengatakan bahwa sebuah segitiga tidak bisa dikatakan sebagai segitiga lancip dan segitiga sama kaki sekaligus. Terjadi miskonsepsi dalam hal ini. Petikan 52 P: “O jadi kalau sama kaki ya sama kaki aja, kalau lancip ya lancip aja gitu?” commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Iya mbak. Dulu dijelasinnya pertama kali segitiga lancip. Trus dilanjutin segitiga sama kaki. Gak ada segitiga sama kaki sekaligus lancip” Miskonsepsi terjadi karena guru tidak mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Sehingga siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Petikan 53 S: “Segitiga yang bentuknya lancip mbak” P: “Besar sudutnya?” S: “45˚ mbak” P: “Itu pasti?” S: “Enggak” Siswa kembali mengemukakan bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang bentuknya lancip. Tetapi siswa tidak memiliki konsepsi tentang besar sudut-sudut pada segitiga lancip. b) Nomor 2b Petikan 54 P: “Kalau gitu yang segitiga B gimana dek?” S: “Itu segitiga siku-siku mbak, kan ada sudut yang besarnya 90˚” P: “Di lembar jawab kok kamu bilang sisi?” S: “Maksudnya sudut mbak” P: “Bentuknya lancip juga gak?” S: “Lancip sih, tapi ada yang 90˚nya” P: “Tidak termasuk segitiga lancip?” S: “Tidak mbak” Siswa mengatakan bahwa segitiga B adalah segitiga siku-siku karena memiliki sudut yang besarnya 90˚. Hal ini sudah sesuai dengan konsep yang ada. Akan tetapi ternyata terjadi miskonsepsi karena gambar. Siswa menganggap segitiga B juga segitiga lancip. Tetapi karena salah satu sudutnya 90˚ maka dikatakan segitiga B adalah to user segitiga siku-siku. Halcommit ini berhubungan juga dengan konsepsi siswa
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mengatakan bahwa sebuah segitiga tidak mungkin punya dua nama. c) Nomor 2c Petikan 56 S: “Yang segitiga E” P: “Kenapa dek?” S: “Gak tau i mbak” P: “Segitiga tumpul itu yang gimana emangnya dek kalau dilihat ciricirinya?” S: “Yang sisinya berbeda semua” Menurut siswa segitiga E adalah segitiga tumpul karena panjang semua sisinya berbeda. Masih belum bisa dipastikan apakah terjadi miskonsepsi atau tidak dalam hal ini. Petikan 57 P: “Kalau sudut tumpul kamu tau gak?” S: “Gak tau mbak” P: “Kalau sudut siku-siku?” S: “90˚” P: “Kalau sudut lancip?” S: “Sudut lancip kalau gak 45˚ ya 60˚ mbak” P: “Oh itu pasti ya?” S: “Enggak mbak” P: “Lha terus dek?” S: “Gak tau mbak, hehe” Berdasarkan petikan 57 ternyata siswa tidak memahami konsep prasyarat. Siswa hanya tahu bahwa sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90˚. Sedangkan untuk besar sudut lancip dan tumpul siswa tidak tahu. Hal inilah yang menjadi penyebab miskonsepsi siswa pada segitiga lancip. commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Nomor 2d Petikan 58 S: “Yang D dan C” P: “Alasannya?” S: “Karena dua kakinya punya panjang yang sama” Berdasarkan petikan 58, siswa sudah memiliki konsepsi yang benar tentang segitiga sama kaki. Siswa tahu bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga yang kedua kakinya sama panjang. e) Nomor 2e Petikan 59 S: “Yang A mbak” P: “Kalau saya ngomong segitiga A sama kaki bener atau salah?” S: “Segitiga A sama sisi kok mbak” P: “Berarti saya tadi salah?” S: “Salah” Konsepsi siswa tentang segitiga sama sisi sudah benar. Tapi terjadi miskonsepsi sebagian yang menyatakan bahwa segitiga sama sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Hal ini disebabkan oleh konsepsi siswa bahwa sebuah segitiga tidak mungkin mempunyai lebih dari satu nama. 3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 60 P: “Yang a dulu. Panjang AB berapa cm?” S: “6 cm” P: “Dapat dari mana?” S: “Segitiganya kan sama sisi” P: “Kalau panjang AD berapa?” S: “3 cm” P: “Di sini kamu tulis 6/2 ya. Kok bisa gitu?” commit to user S: “AD kan setengahnya AB mbak.”
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Taunya?” S: “Kalau segitiga sama sisi kan gitu mbak” P: “Trus yang panjang BF kok bisa dapat 5cm?” S: “Aku salah mbak, harusnya 5,2 cm” P: “Dapat darimana?” S: “10,4 dibagi 2” P: “Kok bisa?” S: “Segitiga sama kaki mbak” Siswa bisa menghitung panjang sisi dan ruas garis yang ditanyakan dengan benar. Siswa juga dapat mengungkapkan alasannya. Jadi, siswa memahami konsep sifat-sifat segitiga sama kaki dan sama sisi terkait panjang sisi. Petikan 61 P: “Emangnya segitiga sama sisi dan sama kaki kenapa kok bisa separonya2 gitu?” S: “Itu lho mbak, kan ada garis yang membagi dua sama besar” P: “Yang mana?” S: “Yang garis putus-putus” P: “Kalau misal garisnya gak putus-putus?’ S: “Ya sama aja tetap membagi dua sama besar” P: “Itu pasti ya?” S: “Pasti mbak” P: “Kalau panjang CE kok bisa dapat 6cm dari mana?” S: “Sama kayak BC mbak, kan sama kaki” Berdasarkan petikan 61, siswa memiliki konsepsi yang benar tentang sumbu simetri. Selain itu, siswa juga bisa mengaitkan hubungan kesimetrisan dengan panjang ruas garis yang ditanyakan. b) Nomor 3b Petikan 62 S: “Besar sudut segitiga kan 180˚. Itu dikurangi sisi-sisinya” commit P: “Caranya emang gitu ya?” to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Emm, iya mbak. Apa aku salah?” P: “Ya gak tau, makanya aku tanya karena penasaran dengan jawabanmu. Hehe. Kalau yang sudut BEC?” S: “Ya sama aja mbak caranya” P: “Dapet cara kayak gitu darimana?” S: “Tak inget-inget aja mbak” Siswa memiliki konsepsi yang benar bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180˚. Namun siswa tidak paham sifat-sifat segitiga sama kaki dan sama sisi terkait dengan besar sudut. Siswa menghitung besar sudut yang ditanyakan dengan mengurangkan 180˚ dengan panjang sisi-sisinya. c) Nomor 3c Petikan 62
1 S: “ xaxt ” 2 P: “Yang luas daerah ABC kamu tuliskan
1 x6 x6 . Itu 6 yang mana 2
sama yang mana?” S: “Yang BC sama yang AB mbak” P: “Alasnya yang mana, tingginya yang mana?” S: “Alasnya yang BC tingginya yang AB” P: “Kok bisa gitu? Kalau saya balik boleh gak?” S: “Gak boleh mbak. Pokoknya tingginya yang AB. Tinggi kan tegak mbak. Masak tinggi mendatar.” Siswa memiliki konsep teoritik yang benar untuk luas segitiga. Siswa menyebutkan bahwa rumus luas segitiga adalah
1 xaxt . Akan 2
tetapi, terjadi miskonsepsi dalam penentuan alas dan tinggi segitiga. Siswa memiliki konsepsi bahwa tinggi segitiga haruslah tegak. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa sehari-hari. commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 63 P: “Emm, yang luas daerah segitiga CEG ini kok gak kamu lanjutkan?” S: “Oh itu saya tau rumusnya, tapi saya gak tau mana alas dan tingginya” P: “Oh gitu. Kok bisa gak tau?” S: “Lha gak ada sisi tegaknya.” Siswa mempertahankan konsepsinya yang salah tentang tinggi segitiga. saat mencari luas daerah segitiga CEG siswa tidak melanjutkan jawabannya karena siswa tidak menemukan sisi tegak. Akibatnya, siswa tidak dapat menentukan tinggi segitiga. d) Nomor 3d Petikan 64 S: “Sisi+sisi+sisi mbak” P: “Emm, sekarang kalau ada segitiga seperti ini. (Menyodorkan sebuah segitiga sama kaki). kalau misalnya ada yang mengerjakan K=10+13+13+12 gitu bener gak?” S: “Emm salah” P: “Harusnya gimana?” S: “Harusnya 10+13+13” P: “Lha yang panjangnya 12 ini sisi bukan?” S: “Bukan mbak” Siswa dapat menyebutkan rumus keliling segitiga dengan tepat. Selain itu, siswa juga bisa menetukan bagian mana yang merupakan sisi segitiga. tidak terdapat miskonsepsi dalam hal ini. 4) Soal Nomor 4 Petikan 65 S: “180˚-65˚” P: “Itu udah ketemu besar sudut ACB?” S: “Iya mbak’ commit to user P: “Emang rumusnya gimana to dek?”
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Gak ada rumusnya. Jumlah sudut dalam segitiga kan 180˚” P: “Trus gimana? Ini yang diketahui baru satu sudutnya to dek” S: “Iya, trus dicari sudut yang lain” P: “Caranya?” S: “Ya 180˚-65 tadi mbak” P: “Lha sudut satunya lagi?” S: “Udah diketahui mbak, 105˚ tadi” P: “ Trus kok gak ikut dikurangkan tadi?” S: “Gak mbak, lha ini sudutnya di luar kok” Siswa sebenarnya mengerti bahwa sudut CAD adalah sudut luar segitiga. Namun siswa tidak memahami konsep teoritik sudut luar segitiga, sehingga siswa tidak dapat menentukan besar sudut ACB dengan benar. Siswa berusaha mencari besar sudut ACB dengan mengurangi 180˚ oleh besar sudut dalam lain yang diketahui pada soal.
d. Subjek 4 1) Soal Nomor 1 Petikan 67 S: “Gambar B mbak” P: “Alasannya apa?’ S: “Kan dibuat dari kertas karton to mbak misalnya” P: “Iya. Emangnya kenapa kalau dari kertas karton?” S: “Berarti kan pinggir-pinggirnya lurus. Selain itu kan gak bolong” Berdasarkan petikan 67, siswa memperhatikan ilustrasi yang diberikan pada soal. Menurut siswa, gambar B adalah model segitiga. Di sini belum terlihat apakah terjadi miskonsepsi atau tidak. Petikan 68 S: “Saya pikir sendiri mbak. Menurut saya model segitiga harus ada isinya, biar bisa dicari luas segitiganya” P: “Yang punya luas tuh segitiga atau daerah segitiga dek?” commit to user S: “Maksudnya mbak?”
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Ya itu tadi, yang bisa dihitung luasnya tuh segitiganya atau daerah segitiganya?” S: “Segitiga mbak, kan luas segitiga” Berdasarkan petikan 68, terjadi miskonsepsi pada konsep segitiga.
Konsepsi
tentang
segitiga
siswa
tercampur
dengan
konsepsinya tentang daerah segitiga. Hal ini terjadi karena banyaknya penggunaan istilah “luas segitiga”. 2) Soal Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 69 S: “D, A, E” P: “Alasannya?” S: “Karena sudutnya lancip mbak” P: “Maksudnya?” S: “Hehe, ya ada sudutnya yang lancip” P: “Minimal berapa buah sudutnya yang lancip?” S: “Satu mbak” Jawaban siswa sudah tepat, yaitu segitiga A, D, E merupakan segitiga lancip. Tetapi alasan yang diberikan siswa menunjukkan adanya miskonsepsi yaitu segitiga lancip adalah segitiga yang paling tidak satu sudutnya lancip. Terjadi simplifikasi yang mengakibatkan miskonsepsi. b) Nomor 2b Petikan 70 S: “Yang segitiga B mbak. Alasannya karena ada tanda yang menyatakan siku-siku.” P: “Kalau tandanya tak hilangin gimana?” S: “Ya gak tau mbak” Menurut siswa, segitiga B adalah segitiga siku-siku. Alasannya adalah karena ada tanda siku-siku. Terlihat bahwa siswa commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjawab berdasarkan gambar yang diberikan. Diduga hal ini menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Petikan 71 P: “Misalnya ada segitiga dengan besar sudutnya 60˚, 90˚, dan 30˚. Itu segitiga apa dek?” S: “Lancip mbak” P: “Beneran?” S: “Iya mbak. Eh coba digambar dulu mbak” Petikan 71 menguatkan dugaan adanya miskonsepsi siswa pada konsep segitiga siku-siku. Siswa bisa menyatakan suatu segitiga merupakan segitiga siku-siku atau tidak jika segitiga tersebut digambarkan lengkap dengan tanda siku-sikunya. c) Nomor 2c Petikan 72 S: “F dan C” P: “Alasannya?” S: “Karena sudutnya tumpul” P: “Berapa sudut?” S: “Satu aja cukup” Berdasarkan petikan 72 siswa sudah paham konsep segitiga tumpul. Siswa mengetahui pengertian segitiga tumpul dan dapat menentukan segitiga mana saja yang merupakan segitiga tumpul. d) Nomor 2d Petikan 73 S: “Yang C dan D mbak” P: “Segitiga sama kaki tuh segitiga yang gimana dek?” S: “Yang kedua kakinya sama panjang” P: “Kalau yang A ini?” S: “Sama sisi mbak” P: “Sama kaki juga bukan?” commit S: “Bukan, kan sama sisi” to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Coba dilihat panjang sisinya. Kedua kakinya sama panjang gak?” S: “Iya mbak. Trus sama kaki atau sama sisi?” P: “Hehe, kok malah balik tanya. Boleh gak segitiga A masuk kedua-duanya?” S: “Ya gak boleh” Berdasarakan petikan 73, siswa sebenarnya sudah mengerti bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga yang kedua kakinya sama panjang. Tetapi siswa mengatakan bahwa segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki meskipun kedua kakinya juga sama panjang. Miskonsepsi ini terjadi karena guru tidak memberikan adanya kaitan antarkonsep. e) Nomor 2e Petikan 74 P: “Berarti segitiga A segitiga apa?” S: “Sama sisi mbak” P: “Kenapa dek?” S: “Tuh panjang sisinya 5 cm semua” Konsepsi siswa tentang segitiga sama sisi sudah benar. Alasan yang diberikan pun juga tepat. 3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 75 P: “Sekarang nomor 3a. Panjang AB berapa dek?” S: “6 cm mbak” P: “Kok bisa dek?” S: “Karena segitiga sama sisi mbak” Berdasarkan petikan 75, siswa dapat menentukan panjang AB dengan tepat dan alasan yang benar. Terlihat bahwa siswa memahami konsep sifat-sifat segitiga sama sisi terkait dengan commit to user panjang sisi.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 76 P: “Sekarang kalau panjang AD berapa?” S: “Gak tau mbak, tergantung panjang BD nya” Berdasarkan petikan 76, siswa tidak paham konsep kesimetrian pada segitiga sama sisi. Menurut siswa, untuk mencari panjang AD harus diketahui pula panjang BD. Petikan 77 P: “Panjang CE bisa dapat 6 cm dari mana?” S: “Sama kayak BC mbak, kan sama kaki” Berdasarkan petikan77, siswa dapat menetukan panjang CE dengan tepat dan alasan yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memahami konsep segitiga sama kaki terkait dengan panjang sisi-sisinya. Petikan 78 P: “Kalau BF nya dek?” S: “Emm, gak tau mbak. Tergantung panjang EF berapa to. Nanti 10,4 dikurangi EF” Berdasarkan petikan 78, siswa berpendapat bahwa untuk mencari panjnag BF harus diketahui panjang EF terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep kesimetrisan pada segitiga sama kaki. b) Nomor 3b Petikan 79 P: “Yang 3b sekarang. Besar sudut ABC berapa dek?” S: “60˚ mbak” P: “Alasannya dek?” S: “Karena segitiganya sama sisi” Berdasarkan petikan 79 siswa menjawab benar dengan alasan yang logis. Akan tetapi belum diketahui apakah siswa benar-benar memahami sifat segitiga sama sisi terkait dengan besar commit to user masing-masing sudutnya.
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Petikan 80 P: “Dapatnya dari mana?” S: “Nyarinya gitu? Emm aku gak tau mbak. Tapi kalau 60˚+60˚+60˚ bener jumlahnya 180˚ kan” Berdasarkan petikan 80, siswa memahami bahwa besar masing-masing sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Meskipun siswa tidak tahu bagaimana proses mendapatkannya, tapi siswa mampu menghubungkan konsep ini dengan konsep jumlah sudut dalam segitiga. Petikan 81 P: “Kalau besar sudut BEC dek?” S: “Sama dengan besar sudut ACD mbak” P: “Kok bisa sama?” S: “Kan sehadap mbak” P: “Kalau sudut ACD besarnya berapa dek?” S: “Gak tau mbak. Emang besar sudut BCD berapa?” Siswa menggunakan konsep sudut sehadap untuk mencari besar sudut BEC. Sudut BEC sehadap dengan sudut ACD. Namun, siswa tidak dapat mencari besar sudut ACD karena besar sudut BCD tidak diketahui. Siswa tidak memahami konsep kesimetrian pada segitiga sama sisi. c) Nomor 3c Petikan 82
1 S: “ xaxt ” 2 P: “a apa, t apa?” S: “alas dan tinggi” Berdasarkan petikan 82, siswa sudah memiliki konsepsi yang benar tentang luas segitiga. Petikan 83 commit to mana?” user P: “Alas dan tingginya yang
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “DC dan AD mbak. Tapi gak aku lanjutin, soalnya aku gak tau panjangnya” P: “Kenapa kok alas dan tingginya itu dek?” S: “Kan harus saling tegak lurus to mbak” Siswa memiliki konsepsi yang benar bahwa alas dan tinggi segitiga harus tegak lurus. Namun terjadi miskonsepsi dalam penentuan alas dan tinggi segitiga tersebut. Terjadi simplifikasi makna sehingga siswa memandang bahwa DC tegak lurus AD saja, bukan AB. Oleh karena itu ditentukanlah DC sebagai alas dan AD sebagai tinggi. Namun siswa tidak melanjutkan pekerjaanya karena siswa tidak bisa mencari panjang DC dan AD. Petikan 84 P: “Oke. Sekarang misalnya kita punya segitiga ABC seperti gambar. Diketahui Luas daerah ACD nya 20cm2. Kita bisa mencari luas daerah BCD gak?” S: “Bisa mbak” P: “Berapa?” S: “Ya harus diketahui dulu Luas daerah ABC nya berapa” P: “Misal Luas daerah ABC tidak diketahui?” S: “alas dan tingginya yang harus diketahui” P: “Jadi kalau tanpa diketahui itu semua kita tidak bisa tau luas daerah segitiga BCD ya?” S: “Iya mbak” Berdasarkan petikan 84, siswa tidak dapat menghubungkan konsep
kesimetrisan
dengan
konsep
luas
daerah.
Siswa
berpendapat bahwa untuk mencari luas daerah segitiga BCD, harus diketahui alas dan tinggi atau luas daerah segitiga ABC terlebih dahulu. d) Nomor 3d Petikan 85 to usermbak” S: “Jumlah panjangcommit sisi segitiga
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Keliling segitiga ABC berapa?” S: “18 mbak” P: “Caranya?” S: “A+B+C” P: “A, B, C apaan?” S: “Panjang sisinya maksudku” P: “Oke. CD sisi bukan dek?” S: “Bukan” P: “Pada segitiga ABE, BC sisi bukan?” S: “Sisi mbak” Siswa memiliki konsepsi yang benar tentang keliling segitiga. Siswa menuliskan A, B, dan C sebagai simbol dari sisisisi segitiga. Siswa salah dalam mengklasifikasikan sisi. Siswa menganggap pada segitiga ABE, BC merupakan sisi. 4) Soal Nomor 4 Petikan 86 P: “Besar sudut ACB berapa?” S: “10˚ mbak” P: “Caranya gimana?” S: “ ABC ACB CAD 180d . Trus dimasukkan angkanya, ketemu 10˚” Siswa menyampurkan konsep sudut dalam dengan konsep sudut luar segitiga. Untuk mencari besar sudut ACB, siswa menggunakan persamaan jumlah sudut dalam segitiga.
e. Subjek 5 1) Soal Nomor 1 Petikan 87 S: “Gambar A mbak” P: “Alasannya kenapa dek?” commit to user S: “Gak tak kasih alasan mbak”
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Tapi tentunya kamu jawab segitiga A itu ada alasannya kan dek” S: “Aku pilih yang A karena biasanya misal di soal-soal gitu juga gak diarsir kok mbak” P: “O dari itu. Tapi sebenarnya tau gak bedanya gambar A dan B?” S: “Gak tau mbak” Menurut siswa, model segitiga yang sesuai adalah gambar A. Namun alasan yang diberikan siswa hanya didasarkan pada pengamatannya terhadap contoh-contoh soal. Siswa sebenarnya tidak memahami konsep segitiga dan konsep daerah segitiga. 2) Soal Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 88 S: “Segitiga E” P: “Segitiga lancip itu segitiga yang bagaimana dek?” S: “Segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚” P: “Satu sudut, dua sudut, atau semua sudutnya?” S: “Semua sudutnya mbak” P: “Selain itu ada lagi?” S: “Yang D mbak” P: “Udah?” S: “Ya” Berdasarkan petikan 88, siswa memiliki konsepsi yang benar tentang segitiga lancip, yaitu segitiga yang semua sudutnya kurang dari 90˚. b) Nomor 2b Petikan 89 S: “Segitiga B mbak. Karena sudutnya 90˚.” P: “Berapa sudut sih?” S: “Satu aja mbak” P: “Kalau sudut siku-sikunya dua?” commit S: “Segitiga siku-siku juga”to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Kok gitu?” S: “Kan minimal satu sudutnya siku-siku” Berdasarkan petikan 89, diketahui bahwa siswa memahami konsep segitiga siku-siku dengan baik. c) Nomor 2c Petikan 90 S: “Yang C dan F mbak” P: “Pengertian segitiga tumpul itu apa?” S: “Segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚” P: “Satu sudut, dua sudut, atau tiga sudutnya?” S: “Satu sudut mbak yang tumpul” Berdasarkan petikan 90, siswa memiliki konsepsi yang benar tentang segitiga tumpul, yaitu segitiga yang salah satu sudutnya lebih dari 90˚. Petikan 91 P: “Kalau dua sudut yang tumpul bisa?” S: “Ya mungkin aja mbak” P: “Segitiga tumpul juga bukan?” S: “Ya iya. Satu sudut aja udah termasuk segitiga tumpul. Apalagi dua mbak.” Berdasarkan petikan 91, siswa tidak dapat menghubungkan konsep segitiga tumpul dengan konsep besar sudut dalam segitiga. Siswa berpikir bahwa suatu segitiga mungkin saja memiliki dua buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. d) Nomor 2d Petikan 92 S: “Yang D” P: “Ada lagi gak dek?” S: “Gak ada kayaknya mbak” commit to user P: “Dilihat lagi coba. Segitiga E sama kaki bukan?”
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Bukan mbak” P: “Kenapa?” S: “Panjang sisinya gak ada yang sama” Berdasarkan petikan 92, siswa memahami konsep segitiga sama kaki. Siswa dapat membedakan segitiga sama kaki dan segitiga sembarang dengan melihat panjang sisi-sisinya. Petikan 93 P: “Oke. Trus yang sama kaki ada lagi gak?” S: “Yang C mbak” P: “C tadi kan menurutmu tumpul. Sekarang menurutmu sama kaki. Bisa gak dek kayak gitu?” S: “Eh iya ya. Kok double ya mbak. Bisa gak to?” P: “Haha, aku gak tau. Bisa gak ya dek?” S: “Gak tau mbak” Berdasarkan petikan 88 dan petikan 92, siswa memahami konsep segitiga lancip dan segitiga sama kaki. Akan tetapi, siswa tidak memahami dasar penggolongan segitiga-segitiga tersebut. Petikan 94 P: “O ya udah gak papa. Kalau segitiga A sama kaki juga gak?” S: “Gak mbak” P: “Trus apa?” S: “Sama sisi mbak” Berdasarkan petikan 94, siswa menganggap bahwa segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa tidak dapat mengaitkan antarkonsep. e) Nomor 2e Berdasarkan petikan 94, siswa memahami bahwa segitiga sama sisi adalah segitiga yang panjang sisi-sisinya sama. Namun terjadi miskonsepsi yang menyatakan bahwa segitiga sama sisi bukanlah segitiga sama kaki. Miskonsepsi ini terjadi karena siswa commit to user tidak dapat mengaitkan antarkonsep.
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 95 P: “Panjang AB berapa dek?” S: “6 cm mbak” P: “Kalau AD?” S: “3 cm mbak” P: “Kok bisa?” S: “6cm dibagi 2 mbak” Berdasarkan petikan 96, siswa memahami sifat-sifat terkait dengan panjang sisi pada segitiga sama sisi. Siswa juga memahami bahwa panjang AD adalah setengah panjang AB. Petikan 97 P: “Garis CD ini sebagai apa dek?” S: “Garis tengah mbak” P: “Pengaruhnya ke panjang sisi tadi apa dek?” S: “Ya tadi itu, makanya dibagi dua tadi” Siswa memahami bahwa CD adalah sumbu simetri. Siswa juga dapat menghubungkan konsep kesimetrian tersebut dengan panjang sisi. b) Nomor 3b Petikan 98 S: “ABC berarti 45˚” P: “Yakin? Dapetnya dari mana?” S: “Yakin mbak, kelihatan nih. Segini 90˚, jadi kalau sudut ABC setengahnya. Didapet 45˚” Berdasarkan petikan 98, siswa memperoleh besar sudut ABC berdasarkan gambar. Petikan 99 P: “Kalau besar sudut BEC?” commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Itu sama kayak sudut CBF berarti mbak. CBF kan 45˚ juga. Jadi besar sudut BEC juga 45˚” P: “Kok bisa sama dengan sudut CBF?” S: “Emm, kan sama kaki mbak” Berdasarkan petikan 99, siswa sebenarnya memahami sifatsifat segitiga terkait besar sudut pada segitiga sama kaki. Namun jawaban siswa salah karena salah menetukan besar sudut ABC. Petikan 100 P: “Ooo, kalau besar sudut ACD kok 45˚ juga darimana?” S: “Oh itu kan sama kayak BEC. Sehadap kalau gak salah namanya” Berdasarkan petikan 100, siswa dapat menghubungkan konsep kesehadapan dengan besar sudut segitiga. c) Nomor 3c Petikan 101
1 S: “ xaxt ” 2 P: “a nya apa, t nya apa?” S: “a ya alas mbak. Kalau t ya tinggi” P: “a sama t boleh dibolak balik g?” S: “Ya gak boleh. Alas kan yang di bawah, masak alas berdiri mbak” P: “Jadi alas harus mendatar sedangkan tinggi harus tegak?” S: “Ya gak harus. Miring juga gak papa, yang penting bawah sama atas” P: “Satuan luas apa?” S: “cm2” P: “Kok di sini cm?” S: “Salah mbak” Berdasarkan petikan 101, siswa memahami konsep luas commitsiswa to user daerah segitiga. Namun salah mengklasifikasikan alas dan
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. Di sini siswa memahami satuan luas daerah segitiga. Petikan 102 P: “Yang luas daerah CEG kok gak dikerjain?” S: “Iya mbak, habisnya bingung alas dan tingginya. Di gambar miring semua, gak ada yang tegak atau mendatar sama sekali” Petikan 102 memperkuat pernyataan siswa sebelumnya bahwa menurut siswa alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Ketika kedua sisinya miring, siswa tidak dapat menetukan alas dan tinggi segitiga. d) Nomor 3d Petikan 103 P: “Keliling itu apa?” S: “Ya jumlah dari alas tinggi sama sisinya gitu” P: “Kok untuk nyari keliling kamu bagi jadi dua daerah gini?” S: “Lho, apa gak boleh mbak?” P: “Ya cuma tanya sih, hehe. Keliling ABC kok bisa kamu kerjain kayak gini. Emangnya CD ini juga sisi?” S: “Itu tadi alasnya mbak” P: “Ikut dijumlahkan juga?” S: “Iya, kan alasnya tingginya sama sisinya dijumlahkan” P: “Yakin kayak gini bener?” S: “Iya lah” Berdasarkan petikan 103, siswa sebenarnya memahami bahwa keliling merupakan jumlah semua sisi segitiga. Namun konsepsi siswa terpengaruhi oleh konsepsinya tentang luas daerah commit to user segitiga sehingga siswa menyebutkan dua sisi segitiga sebagai alas
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan tinggi. Hal ini berpengaruh ke cara siswa mengrjakan. Miskonsepsi ini kemungkinan disebabkan oleh ketidaktepatan siswa mengaplikasikan konsep.
4) Soal Nomor 4 Petikan 105 S: “Oh itu mbak. Jumlah sudut dalam segitiga kan 180˚. Lha yang satunya yang dicari. Jadi 180˚ dikurangi dua sudut yang diketahui” P: “Sudut CAD-nya gimana?” S: “Ya ikut dikurangkan mbak” P: “Kok bisa?” S: “Kan termasuk salah satu sudut di segitiga” P: “O gitu. Ya udah. Kamu tau darimana dek kalau caranya kayak gitu? Ada rumusnya?” S: “Aku cari cara sendiri mbak. Lha gak ada rumusnya juga” P: “Sama pak guru dijelaskan gak?” S: “Dijelaskan, tapi sedikit.” Siswa menyampurkan konsep sudut dalam dengan konsep sudut luar segitiga. Untuk mencari besar sudut ACB, siswa menggunakan persamaan jumlah sudut dalam segitiga. Miskonsepsi ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan siswa menghubungkan konsep-konsep sehingga siswa memperoleh pemahamannya sendiri. Selain itu, guru kurang member penekanan konsep.
f. Subjek 6 1) Soal Nomor 1 Petikan 106 S: “Yang A” P: “Kok bisa gimana?” S: “Sisi-sisinya jelas mbak.” commit to user P: “Lha yang B sama yang C jelas juga gak?”
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Yang B arsiran semua mbak, mana sisinya coba? Yang C gak jelas, ada yang melengkung” P: “Yang B model segitiga bukan?” S: “Bukan mbak” P: “Trus apa dong?” S: “Itu kayak isinya gitu kali mbak” P: “Kalau yang C?” S: “Jelas bukan. Melengkung kok” Berdasarkan petikan 106, siswa memahami konsep segitiga. Siswa dapat membedakan segitiga dengan daerah segitiga. 2) Soal Nomor 2 a) Nomor 2a Petikan 107 S: “Segitiga yang sudutnya kurang dari 90˚” P: “Berapa sudutnya?” S: “Sik sik. Semua sudutnya mbak.” P: “Yang mana aja dong yang segitiga lancip?” S: “Yang E mbak” Berdasarkan petikan 107, siswa memahami segitiga lancip. Namun siswa tidak menyebutkan semua segitiga lancip yang ada pada soal. Petikan 108 P: “Itu aja?” S: “Iya” P: “Lha di lembar jawabmu kok yang segitiga D kamu coret. Emang kenapa?” S: “D kan sama kaki mbak” P: “Lancip juga bukan?” S: “Emm, sama kaki kok mbak” P: “Sudutnya lancip semua gak?” commit to user S: “Hehehe, iya sih”
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
P: “Trus segitiga lancip bukan?” S: “Sama kaki mbak, nih kan panjang kakinya sama” Berdasarkan petikan 108, siswa mengalami miskonsepsi tentang dasar pengklasifikasian segitiga. b) Nomor 2b Petikan 109 S: “Yang B mbak.” P: “Kenapa yak ok yang B?” S: “Sudutnya ini mbak, pas 90˚” P: “Berapa sudutnya?” S: “Cukup satu mbak” Berdasarkan petikan 89, diketahui bahwa siswa memahami konsep segitiga siku-siku dengan baik. Alasan yang diberikan siswa juga sudah tepat. c) Nomor 2c Petikan 110 S: “Yang C sama F” P: “Kenapa?” S: “ karena sudutnya lebih dari 90˚” P: “Berapa sudut?” S: “Cukup satu juga mbak” Berdasarkan petikan 110, siswa memahami konsep segitiga tumpul dengan baik yaitu segitiga yang besar salah satu sudutnya lebih dari 90˚. d) Nomor 2d Petikan 111 S: “Yang D mbak” P: “Kalau yang A segitiga apa?” S: “Sama sisi mbak” P: “Sama kaki juga bukan?” commit to sisinya user sama semua” S: “Bukan deh. Kan panjang
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan petikan 111 siswa menganggap segitiga sama sisi
bukanlah
segitiga
sama
kaki.
Siswa
tidak
dapat
menghubungkan konsep-konsep yang ada. e) Nomor 2e Petikan 112 P: “Kok kemarin 2e gak dikerjain dek, kenapa?” S: “Wah kelewatan mbak, nyesel aku” Siswa tidak mengerjakan soal nomor 2e karena terlewatkan. Berdasarkan petikan 111 siswa memahami bahwa segitiga A adalah segitiga sama sisi karena panjang semua sisinya sama. 3) Soal Nomor 3 a) Nomor 3a Petikan 113 P: Kamu tau sifat segitiga sama sisi? Diajarin gak ya?” S: “Tau sedikit mbak. Iya diajarin kok, pas awal-awal.” P: “Oke. Panjang AB berapa dek? Trus alasannya apa gitu?” S: “Emm, 6 cm mbak. Alasannya karena ABC segitiga sama sisi” P: “Emang kalau sama sisi kenapa?” S: “Kan panjang sisinya sama semua” Berdasarkan petikan 113, siswa memahami sifat segitiga sama sisi terkait panjang sisi-sisinya. Petikan 114 P: “O iya ya. Trus dijawabanmu kemarin kamu tulis DC adalah sumbu simetri. Maksudnya apa?” S: “Di sifat-sifat itu lho mbak kan ada. Sumbu simetri berarti kayak garis tengah gitu” P: “Trus panjang AD berapa?” S: “Gak bisa dicari mbak.” P: “Lha kenapa?” S: “Panjang DB-nya berapa dulu nhu” commit to userberarti gak bisa?” P: “Oo, kalau DB tidak diketahui
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S: “Gak mbak” P: “Yang panjang BF dek?” S: “Ya sama aja gak bisa dicari” P: “Kamu tau sumbu simetri itu apa kan? Ada hubungannya gak sih sama panjang yang ditanyakan tadi?” S: “Gak mbak” Siswa memahami bahwa CD adalah sumbu simetri. Siswa tidak dapat menghubungkan konsep kesimetrian tersebut dengan panjang sisi. b) Nomor 3b Petikan 115 S: “60˚ mbak” P: “Dapatnya darimana?” S: “Kan segitiga sama sisi sudutnya sama semua to. Jadi 180˚ dibagi 3 mbak” P: “Sip. Trus besar sudut F yang kamu tuliskan sama dengan 90˚ ini sudut yang mana?” S: “Yang siku-siku ini mbak” P: “Sudut C kok bisa 45˚?” S: “Oh itu karena ada segitiga sama kaki dan ada sudut siku-siku. Jadi sudut lainnya 45˚” P: “O gitu. Trus kamu mencari besar sudut BEC pakai apa?” S: “Pakai besar sudut dalam segitiga mbak.” Berdasarkan petikan 115, siswa memahami bahwa besar sudut pada segitiga sama sisi adalah 60˚. Namun siswa menentukan besar sudut BEC menggunakan konsep jumlah sudut dalam segitiga. Siswa menggunakan persamaan tersebut, tetapi salah dalam mengaplikasikannya.
commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Nomor 3c Petikan 116
1 S: “ xaxt ” 2 P: “Menentukan alas dan tingginya gimana?” S: “Alas kan yang di bawah, tinggi yang tegak mbak” P: “Jadi alas harus mendatar sedangkan tinggi harus tegak?” S: “Ya gak harus juga sih. Miring juga gak papa, yang penting di bawah dan di atas” P: “Selau kayak gitu?” S: “Iya mbak” P: “Dulu diulang-ulang gak konsep segitiga sama Pak Wi?” S: “Enggak mbak, langsung latihan soal dulu kayaknya” Berdasarkan petikan 116, siswa memahami konsep luas daerah segitiga. Namun siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. d) Nomor 3d Petikan 117 P: “Oke. Oiya kamu tau keliling segitiga gak?” S: “Tau mbak. Jumlah sisi-sisinya itu to” P: “Iya bener banget. Emm, untuk segitiga ABE kok yang dijumlahkan ada empat dek?” S: “O itu mbak. Kan ada sisi BC juga” Siswa memiliki konsepsi yang benar tentang keliling segitiga. Siswa menuliskan a, b, dan c sebagai simbol dari sisi-sisi segitiga. Siswa salah dalam mengklasifikasikan sisi. Siswa menganggap pada segitiga ABE, BC merupakan sisi. commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Soal Nomor 4 Petikan 118 P: “Oalah, gitu to. Langsung nomor terakhir deh. Jawabanmu ini kan bener dek. Tapi kamu mengerjakan menggunakan konsep sudut berpelurus, lalu menggunakan jumlah sudut dalam segitiga. Ada cara lain gak?” S: “Ada sih mbak, tapi aku lupa” Siswa mengerjakan soal nomor 4 menggunakan konsep sudut berpelurus dan jumlah sudut dalam segitiga.
3. Hasil Validasi dan Analisis Data Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap guru beserta siswa dan wawancara yang dilakukan kepada siswa, dapat diketahui bagaimana metode guru dalam menyampaikan materi pokok segitiga. Dari kedua hal ini juga diketahui bagaimana siswa mengikuti proses pembelajaran dan mempelajari materi pokok ini. Kegiatan pendahuluan terdiri dari 3 bagian yaitu penyampaian tujuan dan kompetensi yang ingin dicapai, apersepsi, serta motivasi. Dalam hal ini guru jarang memberikan ketiganya. Namun guru selalu menginformasikan materi pokok apa yang akan dipelajari serta kegiatan apa yang akan dilakukan. Apersepsi diberikan guru saat akan menjelaskan materi keliling dan luas daerah segitiga yaitu dengan mengingatkan kembali tentang sisi dan daerah segitiga. Pada pertemuan lainnya guru hanya menanyakan sampai mana materi sebelumnya, membahas PR, atau bahkan langsung memulai materi. Guru tidak pernah memberikan pretest untuk mengecek pengetahuan atau konsep awal siswa. Pada
kegiatan
inti,
guru
cenderung
memakai
metode
ceramah
(ekspositori). Guru tidak pernah membentuk kelompok diskusi atau meminta siswa presentasi. Dalam mengajar, guru menggunakan buku pegangan berupa BSE (Buku Sekolah Elektronik) karangan Dewi Nuharini dan LKS (Lembar Kerja Siswa). Soal latihan dan PR banyak diambil dari kedua buku ini. Guru dalam commit to user penjelasan materi lebih banyak langsung mengaplikasikan suatu konsep ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
soal yang ada dalam kedua buku ini. Sedangkan untuk contoh soal, guru biasanya membuat soal sendiri. Baik contoh soal maupun latihan soal kurang bervariasi kerena guru tidak pernah menggunakan sumber lain. Guru tidak banyak menanamkan konsep secara jelas kepada siswa. Selain itu, di dalam penjelasan guru sangat mendominasi kelas. Guru selalu memberi contoh kepada siswa dengan mengerjakan suatu soal untuk dicatat dan tidak banyak memberi kesempatan untuk siswa belajar mandiri. Begitu juga saat membahas PR atau latihan soal. Guru lebih banyak mendominasi kegiatan belajar siswa. Guru juga hanya sesekali berkeliling untuk mengecek pemahaman siswa secara personal. Pada kegiatan penutup, guru tidak pernah mengajak siswa untuk menyimpulkan materi. Kegiatan penutup yang dilakukan biasanya adalah dengan memberikan arahan atau PR. Guru juga tidak memberi posttest untuk mengetahui bagaimana siswa dalam memahami konsep segitiga ini secara individu. Hal ini seharusnya dilakukan agar guru dapat mengetahui apakah siswa mengalami kesalahan dalam memahami konsep. Di dalam pembelajaran, siswa tergolong pasif dalam mengikuti proses tersebut. Saat guru mulai menjelaskan materi, perhatian sebagian besar siswa terpusat kepada guru. Siswa juga selalu mencatat materi atau contoh soal yang diberiakn guru. Hal ini dilakukan karena siswa sangat takut kepada guru. Mengenai pemahaman siswa terhadap materi prasyarat tidak banyak diketahui karena guru tidak pernah menanyakannya. Selain itu siswa juga tidak pernah mau bertanya kepada guru tentang materi yang belum dipahami. Dalam belajar, siswa tidak terlalu banyak mempedulikan konsep. Siswa tidak memperdalam konsep mengenai segitiga. Dalam belajar konsep, siswa mengalami kekacauan pemikiran asosiatif (pertautan konsep). Siswa juga belum dapat menyatakan ulang sebuah konsep. Beberapa siswa juga masih salah dalam mengklasifikasikan obyek-obyek menurut konsepnya Konsep awal yang dimiliki siswa, pemikiran humanistik, serta informasi yang baru diterima menyebabkan konsep yang dimiliki siswa menjadi kacau. Kekacauan ini mengakibatkan commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
miskonsepsi pada siswa. Selain itu, guru dan buku ajar juga bisa menjadi faktor penyebab miskonsepsi siswa. a. Hasil Validasi Data Dalam penelitian, dibutuhkan suatu data yang valid. Untuk mendapat data yang valid ini dilakukan triangulasi data menurut metode yaitu metode tes , wawancara, dan observasi. Berikut disajikan hasil validasi dari subjek penelitian. Tabel 4.12 Hasil Validasi Data Siswa No.
Hasil Validasi Data
Subyek 1
1. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep segitiga dan daerah segitiga. Penyebabnya kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena guru kurang menekankan konsep segitiga dan daerah segitiga. Selain itu, miskonsepsi ini juga disebabkan oleh aspek praktis siswa. 2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru. 3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa ada kemungkinan sebuah segitiga terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku. Jadi terdapat miskonsepsi terkait jumlah sudut dalam segitiga. Penyebabnya adalah siswa tidak dapat mengaitkan konsep segitiga siku-siku dengan konsep jumlah sudut dalam segitiga. 4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul adalah segitiga yang seluruh sudutnya kurang dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru. 5. Siswa
mengalami miskonsepsi bahwa siswa salah commit to user mengklasifikasikan apa yang dinamakan sisi. Penyebab
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
miskonsepsi adalah kacaunya pemikiran humanistik siswa dan ketidakpedulian terhadap konsep. 6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi segitiga selalu merupakan sisi segitiga tersebut. Penyebab dari miskonsepsi ini adalah kurangnya penekanan konsep dan kurang variatifnya soal yang diberikan guru. 2
1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa pengertian segitiga termasuk luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep segitiga dan daerah segitiga. 2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga
yang
salah
satu
sudutnya
lancip.
Penyebab
miskonsepsi adalah adanya simplifikasi konsep oleh siswa dan kurangnya penekanan guru. 3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya lancip. Penyebabnya adalah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep lain, yaitu segitiga lancip. 4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul bisa juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya merupakan sudut lancip. Penyebab miskonsepsi adalah karena siswa mengalami miskonsepsi pada segitiga lancip. 5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga yang garisnya berbeda. Pengertian garis berbeda dan garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa tentang bentuk segitiga yang ada. Penyebab miskonsepsi ini adalah kesalahan intrepretasi siswa dan kurangnya penekanan dari guru. 6. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga D merupakan segitiga sama sisi karena garisnya sama. Pengertian garis sama commit to user merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa yang
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didasarkan pada bentuk segitiga. Penyebab miskonsepsi ini adalah guru tidak memberikan penekanan konsep segitiga sama sisi sehingga siswa cenderung menggeneralisasi contohcontoh soal yang pernah ditemui. Selain itu siswa lebih senang berpedoman pada gambar. 7. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa panjang sisi miring jika diluruskan akan sama dengan panjang salah satu sisinya. Penyebabnya adalah siswa sering berpedoman pada gambar dan adanya aspek praktis siswa serta imajinasi yang salah. 8. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan sisi dari segitiga. Tinggi segitiga merupakan sisi yang tegak. Miskonsepsi terjadi karena salah makna kata “tinggi” yang dipengaruhi bahasa sehari-hari. 3
1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang bentuknya lancip. Penyebab miskonsepsi adalah adanya simplifikasi konsep oleh siswa, kurangnya penekanan guru, dan tidak paham konsep prasyarat. 2. Siswa
mengalami
miskonsepsi
dalam
hal
dasar
pengklasifikasian segitiga dengan menyatakan bahwa sebuah segitiga tidak bisa dikatakan sebagai segitiga lancip dan segitiga sama kaki sekaligus. Penyebab miskonsepsi adalah karena guru tidak mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya. Sehingga siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. 3. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat juga dikatakan sebagai segitiga lancip. Akan tetapi karena salah satu sudutnya 90˚ maka tetap dikatakan sebagai segitiga siku-siku. Penyebabnya adalah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep lain, yaitu segitiga lancip. 4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan commit to user merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah adanya konsepsi siswa bahwa sebuah segitiga tidak mungkin mempunyai lebih dari satu nama. Siswa mengalami miskonsepsi tentang dasar pengklasifikasian segitiga. 5. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa tinggi harus tegak. Alas harus merupakan sisi segitiga. Miskonsepsi terjadi karena salah memaknai kata “tinggi” yang dipengaruhi bahasa seharihari. 4
1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga termasuk luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah penggunaan istilah “luas segitiga”. 2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang paling tidak satu sudutnya lancip. Penyebab miskonsepsi adalah terjadi simplifikasi sehingga mengurangi makna konsep sebenarnya. 3. Siswa
mengalami
miskonsepsi
bahwa
suatu
segitiga
merupakan segitiga siku-siku jika salah satu sudutnya sikusiku. Siswa menyatakan suatu segitiga siku-siu berdasarkan gambar Jika sebuah segitiga siku-siku digambarkan tanpa tanda siku-siku, maka siswa menganggap segitiga tersebut bukan merupakan segitiga siku-siku. Penyebabnya adalah kurangnya penekanan konsep. 4. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep. 5. Siswa memahami sifat-sifat segitiga sama kaki dan sama sisi terkait panjang sisinya. Namun terjadi miskonsepsi yang menyatakan bahwa panjang AD tidak sama dengan BD pada segitiga sama sisi ABC dan panjang BF tidak sama dengan EF pada segitiga sama kaki BCE. Miskonsepsi terjadi karena siswa tidak memahami konsep prasyarat. commit to user 6. Terjadi miskonsepsi dimana siswa salah memahami hubungan
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudut ACD dan sudut BCD. Miskonsepsi terjadi karena siswa tidak memahami konsep prasyarat yaitu kesimetrian. 7. Siswa memahami bahwa alas harus tegak lurus tinggi. Namun siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas yang tegak lurus dengan tinggi tersebut. Miskonsepsi terjadi karena salah dalam memahami makna kata tegak lurus. 8. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan sisi. Miskonsepsi terjadi karena salah memaknai kata “sisi”. Siswa menganggap setiap ruas garis merupakan sisi. 9. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar sama dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain 5
1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa suatu segitiga mungkin saja memiliki dua buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri 2. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep. 3. Siswa mengalami miskonsepsi terkait besar sudut segitiga karena hanya melihat berdasarkan gambar 4. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. 5. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami ketidaktepatan pengaplikasian konsep. commit to user 6. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain. 6
1. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ni adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep. 2. Siswa memiliki konsep prasyarat tentang kesimetrian namun tidak dapat menggunakannya untuk menentukan panjang AD dan BF. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa AD dan BD serta BF dan FE tidak sama panjang. 3. Siswa menggunakan konsep jumlah besar sudut dalam segitiga namun salah mengaplikasikannya. 4. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. 5. Siswa memahami konsep keliling segitiga, namun mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan sisi.
b. Hasil Analisis Data Berdasarkan hasil validasi data, siswa mengalami berbagai miskonsepsi dalam materi pokok segitiga. Dari berbagai miskonsepsi yang ada, dapat diketahui karakter miskonsepsi siswa. 1. Miskonsepsi mengenai segitiga dan daerah segitiga Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang adalah sebagai berikut. a. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep segitiga dan daerah segitiga dengan menganggap keduanya sama. Penyebab kekacauan pemikiran siswa terhadap konsep tersebut karena guru kurang menekankan konsep segitiga commit to user dan daerah segitiga. Selain itu, miskonsepsi ini juga disebabkan oleh aspek
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
praktis siswa yang hanya melihat dari bentuk saja. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa pengertian segitiga termasuk luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep segitiga dan daerah segitiga. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga termasuk luasan di dalamnya. Penyebabnya adalah penggunaan istilah “luas segitiga” sehingga pemikiran siswa menjadi kacau. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. 2. Miskonsepsi mengenai jenis-jenis segitiga, dasar pengklasifikasian segitiga, dan sifat-sifatnya Miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi yang dilakukan oleh siswa yang adalah sebagai berikut: a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang sudutnya lebih dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul adalah segitiga yang seluruh sudutnya kurang dari 90˚. Penyebab miskonsepsi adalah siswa belum paham materi prasyarat dan kurangnya penekanan guru. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga lancip adalah segitiga yang salah satu sudutnya lancip. Penyebab miskonsepsi adalah adanya simplifikasi konsep oleh siswa dan kurangnya penekanan guru. Miskonsepsi ini masuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga siku-siku dapat juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya lancip. Penyebabnya adalah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep lain, yaitu segitiga lancip. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter commit to user miskonsepsi klasifikasional.
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga tumpul bisa juga dikatakan sebagai segitiga lancip karena salah satu sudutnya merupakan sudut lancip.
Penyebab
miskonsepsi
adalah
karena
siswa
mengalami
miskonsepsi pada segitiga lancip. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional. e. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama kaki adalah segitiga yang garisnya berbeda. Pengertian garis berbeda dan garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa tentang bentuk segitiga yang ada. Penyebab miskonsepsi ini adalah kesalahan intrepretasi siswa dan kurangnya penekanan dari guru. Miskonsepsi ini masuk ke karakter dalam miskonsepsi teoritikal. f. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi adalah segitiga yang garisnya sama. Pengertian garis sama merupakan ungkapan verbal dari pemahaman siswa yang didasarkan pada bentuk segitiga. Penyebab miskonsepsi ini adalah guru tidak memberikan penekanan konsep segitiga sama sisi sehingga siswa cenderung menggeneralisasi contoh-contoh soal yang pernah ditemui. Selain itu siswa lebih senang berpedoman pada gambar. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi teoritikal. g. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga sama sisi bukan merupakan segitiga sama kaki. Penyebab miskonsepsi ini adalah ketidakmampuan siswa membuat kaitan antarkonsep. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional. h. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa panjang sisi miring jika diluruskan akan sama dengan panjang salah satu sisinya. Penyebabnya adalah siswa sering berpedoman pada gambar dan adanya aspek praktis siswa serta imajinasi yang salah. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional i. Siswa memiliki konsep prasyarat tentang kesimetrian namun tidak dapat menggunakannya untuk menentukan ruas garis atau besar sudut tertentu. Siswa mengalami miskonsepsi dengan menggunakan gambar sebagai commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
acuan. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional. 3. Miskonsepsi mengenai alas dan tinggi segitiga a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi segitiga selalu merupakan sisi segitiga tersebut. Penyebab dari miskonsepsi ini adalah kurangnya penekanan konsep dan kurang variatifnya soal yang diberikan guru.
Miskonsepsi
ini
masuk
ke
dalam
karakter
miskonsepsi
klasifikasional b. Siswa salah mengklasifikasikan alas dan tinggi. Menurut siswa, alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Penyebab miskonsepsi ini adalah salah makna kata yang dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional c. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan sisi dari segitiga. Tinggi segitiga merupakan sisi yang tegak. Miskonsepsi terjadi karena salah makna kata “tinggi” yang dipengaruhi bahasa sehari-hari. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional. d. Siswa memahami bahwa alas harus tegak lurus tinggi. Namun siswa mengalami miskonsepsi dalam mengklasifikasikan alas yang tegak lurus dengan tinggi tersebut. Miskonsepsi terjadi karena salah dalam memahami makna kata tegak lurus. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional. 4. Miskonsepsi mengenai sisi dan keliling segitiga a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa siswa salah mengklasifikasikan apa yang dinamakan sisi. Penyebab miskonsepsi adalah kacaunya pemikiran humanistik siswa dan ketidakpedulian terhadap konsep. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional. b. Siswa mengalami miskonsepsi dalam hal pengaplikasian konsep keliling segitiga. Siswa menyatakan keliling segitiga sebagai alas+tinggi+sisi. commit to user
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyebabnya adalah kurangnya penekanan guru akan konsep keliling segitiga. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi teoritikal. 5. Miskonsepsi mengenai sudut dalam dan sudut luar segitiga a. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa ada kemungkinan sebuah segitiga terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku. Jadi terdapat miskonsepsi terkait jumlah sudut dalam segitiga. Penyebabnya adalah siswa tidak dapat mengaitkan konsep segitiga siku-siku dengan konsep jumlah sudut dalam segitiga. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional. b. Siswa mengalami miskonsepsi bahwa suatu segitiga mungkin saja memiliki dua buah sudut tumpul. Penyebabnya adalah siswa memandang konsep-konsep tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional. c. Terjadi miskonsepsi siswa yang menyatakan bahwa sudut luar sama dengan sudut dalam. Penyebabnya adalah guru kurang menekankan konsep dan siswa tidak dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain. Miskonsepsi ini masuk ke dalam karakter miskonsepsi teoritikal.
commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Dari data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta mengalami miskonsepsi pada materi pokok segitiga dalam beberapa hal yaitu: a. Miskonsepsi mengenai segitiga dan daerah segitiga Dalam hal ini beberapa siswa mengalami miskonsepsi bahwa segitiga dan daerah segitiga adalah hal yang sama. Adapula yang menganggap bahwa segitiga termasuk luasan yang ada di dalamnya. Miskonsepsi yang terjadi termasuk dalam karakter miskonsepsi teoritikal. b. Miskonsepsi mengenai segitiga lancip, siku-siku, tumpul, sama kaki, sama sisi, dasar pengklasifikasian segitiga, dan sifat-sifat segitiga istimewa. Dalam
hal
ini
siswa
sering
mengalami
miskonsepsi
dalam
mengklasifikasikan jenis-jenis segitiga berdasarkan panjang sisi dan besar sudutnya. Selain itu beberapa siswa juga mengalami miskonsepsi dalam sifat-sifat segitiga istimewa, terutama terkait panjang sisi dan besar sudutnya. Terdapat ketiga karakter miskonsepsi dalam hal ini, yaitu miskonsepsi teoritikal, klasifikasional, dan korelasional. c. Miskonsepsi mengenai alas dan tinggi segitiga Kebanyakan siswa sudah mengerti rumus luas daerah segitiga. akan tetapi, siswa mengalami miskonsepsi dalam menetukan alas dan tinggi segitiga. Ada yang beranggapan bahwa alas dan tinggi keduanya harus merupakan sisi segitiga, meskipun kadang siswa juga salah mengklasifikasikan sisi itu sendiri. Alas merupakan sisi mendatar atau sisi yang di bawah sedangkan tinggi adalah sisi tegak atau sisi yang di atas. Adapula siswa yang beranggapan bahwa tinggi haruslah sisi yang tegak. Miskonsepsi yang dialami siswa dalam hal ini adalah miskonsepsi klasifikasional dan commit to user korelasional.
perpustakaan.uns.ac.id
135 digilib.uns.ac.id
d. Miskonsepsi mengenai sisi dan keliling segitiga Dalam hal ini terjadi miskonsepsi siswa dalam menentukan sisi. Siswa memiliki konsepsi bahwa sisi merupakan sembarang ruas garis pada segitiga. Selain itu, ada siswa yang salah dalam mengaplikasikan konsep keliling segitiga. Miskonsepsi yang terjadi cenderung masuk ke dalam karakter miskonsepsi klasifikasional dan teoritikal. e. Miskonsepsi mengenai sudut dalam dan sudut luar segitiga Dalam hal ini terjadi miskonsepsi siswa yang menganggap bahwa ada kemungkinan sebuah segitiga terbentuk oleh dua buah sudut siku-siku atau dua buah segitiga tumpul. Siswa tidak dapat mengaitkan konsep besar sudut dengan konsep sudut dalam segitiga. Ada pula siswa yang menganggap bahwa sudut luar sama dengan sudut dalam segitiga. Miskonsepsi yang terjadi masuk ke dalam karakter miskonsepsi korelasional dan teoritikal. 2. Penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 16 Surakarta pada materi pokok segitiga adalah sebagai berikut. a. Penyebab berasal dari guru. Guru menjadi penyebab miskonsepsi karena guru kurang memberikan penekanan pada setiap konsep yang ada, guru tidak pernah mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain, dan guru kurang memperhatikan prakonsepsi siswa. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan guru saat mengajar. b. Kesalahan intrepretasi siswa terhadap gambar, kacaunya pemikiran humanistik siswa dan ketidakpedulian terhadap konsep yang ada. c. Siswa kurang memahami konsep prasyarat, misalnya konsep garis dan sudut. d. Simplifikasi konsep sehingga konsep yang dipahami siswa lebih sederhana daripada konsep sebenarnya, misalnya dalam memahami pengertian segitiga lancip sebagai segitiga yang salah satu sudutnya lancip. e. Ketidakmampuan siswa mengaitkan konsep. f. Aspek praktis siswa yang lebih senang menjadikan gambar sebagai acuan. commit to user g. Konteks bahasa sehari-hari.
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Dengan diperolehnya kesimpulan tersebut, maka implikasi dari penelitian ini adalah: Secara Teoritis Secara teori, penelitian ini perlu dievaluasi lebih lanjut, tetapi paling tidak ada sebuah gambaran secara teoritis mengenai miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian selanjutnya.
Secara Praktis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi siswa pada materi pokok segitiga beserta penyebabnya. Secara praktis, guru dapat memberikan penekanan konsep-konsep tersebut dan memberikan soal latihan yang melatih siswa untuk belajar mengaitkan konsep-konsep yang ada. Selain itu guru dapat mewaspadai terjadinya hal-hal yang menjadi penyebab miskonsepsi.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: Bagi Guru 1. Guru terus memperkaya pengetahuan dan membekali diri dengan cara banyak belajar
konsep.
Selain
dengan
terus
belajar
seorang
guru
dapat
mengungkapkan miskonsepsi yang mungkin juga guru sendiri alami, agar miskonsepsi tidak sampai kepada siswa. 2. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan materi baru kepada siswa, misalnya dengan memberikan pretest. Hal ini sangat penting agar konsepsi siswa yang salah tidak akan menjadi penghambat siswa dalam memahami materi selanjutnya. 3. Guru hendaknya menekankan konsep yang ada dalam materi dan menjelaskan commit to user konsep-konsep yang ada sebagai sesuatu yang berkaitan.
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Guru harus mengetahui letak miskonsepsi yang dialami siswa dan mengetahui penyebabnya untuk menentukan langkah lanjut yang harus dilakukan. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak berinteraksi dengan siswa dan member kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
Bagi Siswa 1. Siswa harus lebih peduli dan memperhatikan suatu konsep pada materi dalam pembelajaran matematika serta tidak hanya mementingkan ketrampilan menghitung saja. 2. Siswa lebih banyak belajar mengaitkan konsep-konsep yang ada pada suatu materi. 3. Siswa harus lebih aktif menggali informasi misalnya dengan bertanya atau berdiskusi. Selain itu, siswa hendaknya mengemukakan konsep-konsep apa yang belum dipahami.
Bagi Peneliti Lain Dari hasil penelitian ini, ternyata siswa tidak terlepas dari miskonsepsi. Maka dari itu, penelitian tentang miskonsepsi penting untuk dikembangkan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang dilakukan. Peneliti lain mungkin dapat menngali lebih lanjut dari penelitian ini atau dapat melakukannya pada tingkat dan materi yang berbeda dengan suatu sudut peninjauan. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk melakukan penelitian pengembangan berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini.
commit to user