Pembelajaran IPA Sekolah Dasar Model Problem Based Learning Bervisi SETS Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa
Oleh: Setyo Eko Atmojo, (Dosen Universitas PGRI Yogyakarta) Abstract This study aims to improve social skills by using the model of Problem Based Learning Visionary SETS on science subjects fourth grade students Sonosewu Kasihan Bantul. The study was Classroom Action Research (CAR) to the subject of the research is about 20 students of class IV students by using the model of Problem Based Learning Visionary SETS. Data collection techniques used are observation, interview, and test. The instrument used is the observation sheet, interview, and test questions. Data analysis techniques with descriptive quantitative average and percentage of completeness. The results showed that the learning SETS Visionary Problem Based Learning can improve (1) the student's social skills from an average of 32 with a pre-action mastery students 0%, the average cycle of 38.3 with the thoroughness of students achieving 5% and increased in second cycle the average score to 49 with student mastery by 20%, and increase in cycle III to 65.7 with 75% of students achieving mastery, (2) student achievement than the average score of 18 with a pre-action student mastery 0% after the first cycle to 65 with the thoroughness of students reached 30%, in the second cycle ratannya mean score at 57 with a 55% student mastery then the third cycle increased to 82.5 with 95% of students achieve mastery. Keywords: Problem Based Learning Visionary SETS, social skills, academic achievement
PENDAHULUAN Pembelajaran bervisi SETS merupakan suatu pembelajaran yang mengintegrasikan antara antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Pembelajaran bervisi SETS akan akan menghasilkan output pendidikan yang bertujuan untuk pemanfaatan Sains dalam menghasilkan teknologi yang diikuti dengan pemikiran untuk mengatasikan masalah yang mungkin timbul di masyarakat. Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) dimaksudkan untuk membekali kemampuan dasar kepada siswa berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi diri sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting di SD. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, 344
sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat
IPA
sebagai
proses
diwujudkan
dengan
melaksanakan
pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan. Produk sains yang merubah peradaban dunia adalah teknologi. Berawal dari sebuah konsep sains dapat berkembang menjadi temuan teknologi yang merubah perilaku manusia. Pada era kemajuan teknologi informasi saat ini tidak terdapat perbedaan antara laki laki dan perempuan, keduanya memegang peranan yang sama penting. Pendidikan mengalami tantangan yang berat, disaat kaum ibu masuk ke dalam sektor publik, maka pendidikan anak di rumah menjadi terabaikan, disaat budaya baca belum terbentuk maka budaya visual melalui TV masuk dengan intensif, di saat modal sosial belum terbina, individualisme melalui permainan, home schooling, tugas individual menjadi kebutuhan dan tunttutan, disaat etos kerja atau belajar dan produktivitas belum terbina, budaya santai telah terbentuk, disaat profesionalisme semakin sulit digapai, maka tunttutan materi begitu mendesak. Keteladanan pun menjadi sesuatu yang sangat langka. Dewasa ini banyak siswa yang pandai, namun dalam hal sosial berhubungan dengan sesama siswa tersebut mengalami kegagalan. Dalam artian siswa tersebut tidak pandai dalam hal berkomunikasi dengan guru, orang tua, dan bergaul dengan sesama siswa. Sangat disayangkan sekali, kepandaian anak tidak diimbangi oleh keberhasilan dalam sosial. Anak anak perlu diajarkan dalam hal sosial, misalnya cara menyapa orang, berbicara dengan guru dan orang tua, serta berbicara dengan sesama teman. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Sonosewu, Kasihan, Bantul. SD ini merupakan SD pinggiran dan diketahui sebagai SD yang mempunyai prestasi yang kurang menonjol dibandingkan SD lain di Kecamatan Kasihan. Hal ini dikemukakan oleh kepala sekolah dan guruguru yang mengampu di SD tersebut. Menurut mereka, salah satu faktor yang 345
mempengaruhi kondisi prestasi sekolah adalah berasal dari keadaan siswa dimana siswa kebanyakan berasal dari golongan ekonomi menengah. Perilaku siswa terbentuk dari kondisi orang tua, dimana dukungan dari orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka masih sangat kurang. Para orang tua cenderung sibuk dengan pekerjaan mereka dan kurang memperhatikan pendidikan anak anak mereka. Wilayah tempat tinggal yang terletak di perbatasan juga berpengaruh terhadap perilaku siswa. Dimana para siswa lebih banyak di tinggal di rumah sendirian karena oarang tua mereka bekarja di kota dengan jarak yang cukup jauh. Sehingga harus berangkat pagi dan pulang malam, biasanya setelah pulang dari sekolah siswa lebih banyak menghabiskan waktu dengan berjam jam di warnet untuk main game online, internet, FB, dan bahkan mengakses informasi yang bukan selayaknya mereka konsumsi hingga sore hari disaat orang tua mereka kembali dari bekerja. Perilaku siswa-siswa tersebut mereka peroleh dari lingkungan, yakni egois,berbicara seenaknya sendiri, tidak tahu sopan santun pada guru (kurang hormat pada guru). Sehingga hal ini menimbulkan keprihatinan guru. Permasalahan di atas merupakan permasalahan yang mendasar yang harus di atasi. Inilah yang menjadi pekerjaan berat guru dalam rangka menuntaskan belajar bukan hanya dari segi kognitif tetapi juga afektif dan psikomotor siswa. Untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dilakukan melalui penggunaan model Problem Based Learning bervisi SETS dalam pembelajaran IPA agar dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran ini dapat mendukung proses pembelajaran karena siswa dituntut untuk aktif bekerjasama dengan teman.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012, di SD Sonosewu pada semester I tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD N Sonosewu dengan jumlah 20 siswa yaitu 13 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan 346
memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran. Penelitian tindakan kelas berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas (Suharsimi Arikunto, dkk, 2010:58). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa melalui model pembelajaran Problem Based Learning bervisi SETS. Penelitian ini menggunakan siklus model spiral yaitu model tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart, (Suwarsih Madya, 1994:84) seperti pada Gambar 1.
Keterangan: 1. Perencanaan (Planning) 2.Pelaksanaan tindakan (Acting) 3. Pengamatan (Observing) 4. Refleksi (Reflecting) 5. Perbaikan perencanaan (Revised planning) 6. Pelaksanaan tindakan (Acting) 7. Pengamatan (Observing) 8. Refleksi (Reflecting)
Gambar 1. Model Siklus Penelitan Perencanaan (planning) Pada siklus ini difokuskan pada upaya meningkatkan keterampilan sosial siswa melalui implementasi model Problem Based Learning bervisi SETS. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai yaitu membuat skenario pembelajaran, RPP, silabus, bahan ajar, LKS, dan media yang dapat meningkatkan hasil keterampilan sosial. Membuat lembar observasi untuk melihat kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam lembar observasi ini yang lebih ditekankan adalah pengamatan kepada siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Membuat lembar wawancara guru dan siswa. Dalam hal ini diperlukan karena data yang diambil tidak hanya dari guru tetapi juga data siswa.
347
Untuk melihat sejauh mana kekurangan yang ada pada pembelajaran dan keterampilan sosial siswa. Mendesain penilaian untuk melihat sejauh mana kemajuan yang telah dicapai. Hal ini penting agar kita tahu perkembangan siswa pada tiap siklus. Dalam mendesain penelitian ini kita membuat test baik pretest maupun posttest. Pretest maupun posttest dihitung berapa besar kemampuan siswa dalam mengerjakan diskusi tetapi yang perlu diingat yang paling terpenting adalah penilaian keterampilan yang dilihat melalui lembar observasi. Menyiapkan peralatan untuk mendokumentasikan kegiatan selama pembelajaran. Dalam kegiatan ini yang perlu disiapkan adalah lembar observasi dan kamera untuk merekam kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan (acting) Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini
adalah
melaksanakan
skenario pembelajaran yang telah direncanakan sesuai dengan RPP dengan menggunakan model Problem Based Learning Bervisi SETS. Dalam tahap tindakan ini, peneliti bertugas sebagai observer dan guru mitra sebagai pelaksana pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran diawali dengan kegiatan awal yaitu berdoa, mengecek kehadiran siswa, dan apersepsi. Selanjutnya, dalam kegiatan inti guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang heterogen. Jumlah anggota tiap-tiap kelompok seharusnya sama. Masing masing anggota kelompok diberi tugas oleh guru untuk mempelajari permasalahan yang sudah disiapkan. Setelah selesai mempelajari permasalahan tersebut, siswa mendiskusikan permasalahan tersebut dengan mencari pemecahan masalahnya. Setelah selesai berdiskusi, tiap kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil diskusinya kepada anggota kelompok yang lain. Di kegiatan akhir, guru melakukan tes/evaluasi untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Pengamatan (observing) Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanakan tindakan dengan menggunakan lembar observasi. Dan pengamatan ini yang terpenting yakni melihat kegiatan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning Bervisi SETS pada keterampilan sosial siswa. 348
Refleksi (reflecting) Kegiatan refleksi merupakan kegiatan diskusi antara observer dengan guru untuk mengkaji dan menganalisis proses kegiatan hingga ditemukannnya berbagai kelemahan tindakan serta mengkaji informasi tentang efek yang ditimbulkan dari adanya tindakan. Kegiatan refleksi dilakukan secara kolaborasi. Refleksi tidak hanya dilakukan setelah selesai mengajar saja tetapi juga melihat dari analisis data yang dilakukan oleh observer. Hal ini penting karena bila hanya melihat dari pembelajaran di hari itu tanpa tahu apakah ada peningkatan pada keterampilan sosialnya tidak akan tahu tindakan yang akan dilakukan pada kegiatan berikutnya. Keempat komponen penelitian tindakan di atas yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada penelitian ini ialah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan siklus merupakan keputusan bersama antara peneliti dan guru mitra. Siklus dihentikan jika peneliti dan guru mitra sepakat bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning Bervisi SETS yang dilakukan sudah sesuai dengan rencana dan telah mampu meningkatkan keterampilan sosial siswa. Adapun jenis instrumen dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis, Instrumen dan teknik analisis data No 1 2 3
Jenis Data Keterampilan Sosial Respon Siswa dan Guru Hasil Belajar Kognitif
Instrumen Lembar Observasi Lembar Wawancara
Teknis analisis data Deskriptif Persentase Deskriptif
Soal Tes
Persentase Ketuntasan
Indikator Keberhasilan Keterampilan
sosial
siswa
dikatakan
meningkat
jika
presentase
keterampilan mengalami peningkatan di akhir siklus dengan tingkat kenaikan dihitung 70% dari jumlah siswa yang mencapai KKM keterampilan sosial sebesar 60. Prestasi belajar siswa dikatakan meningkat jika 75% dari siswa sudah
349
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 75, maka penelitian ini dikatakan berhasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Sonosewu bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan model pembelajaran Problem Based Learning Bervisi SETS. Dengan membandingkan data-data yang telah diperoleh selama tiga siklus dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang telah dilakukan telah mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari segi pelaksanaan pembelajaran adalah guru dan siswa mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning Bervisi SETS di kelas dengan baik. Siswa dapat mempunyai keterampilan sosial seperti bekerja sama dengan teman, berinteraksi dengan baik, bertukar pikiran dan pengalaman serta mengontrol diri. Keterampilan sosial tersebut dapat mendukung mendukung kesuksesan hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja bersama dengan orang lain secara efektif (Arends, 2008:28). Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning Bervisi SETS
sebagai setrategi
pembelajaran di kelas telah mampu melatih siswa untuk bekerja sama dalam diskusi dan menghargai teman maupun orang lain. Dengan mengkondisikan pada kegiatan diskusi yang terdiri dari empat orang siswa telah merangsang siswa untuk lebih bisa berinteraksi dengan teman dalam pembelajaran di kelas. Pelaksanaan diskusi yang beranggotakan empat orang ini juga membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi ataupun menyelesaikan permasalahan yang ada. Penggunaan LKS sebagai media pembelajaran juga telah membantu siswa untuk berpikir secara mandiri (tidak hanya sekedar menerima teori dari guru). Siswa berusaha untuk mengkonstruksi pengetahuannya dengan berbekal pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa mencoba untuk memecahkan permasalahan yang ada bersama teman dalam kelompok. Model pembelajaran ini membuka peluang bagi usaha mencapai tujuan meningkatan keterampilan sosial peserta didik. Seperti yang diungkapan Stahl (2000) (Isjoni, 2010:110), “The 350
cooperativebehaviors and attitudes that contributed to the success and or failure of these groups”. Dalam kelompok ini mereka bekerja tidak hanya sebagai kumpulan individual tetapi merupakan suatu tim kerja yang tangguh. Keterampilan sosial akan nampak jika individu itu merealisasikan apa yang ia peroleh sebagai hasil belajar. Sikap keterampilan sosial ini terlihat dari perbuatan siswa, misalnya siswa tanggap terhadap masalah kebersihan di kelas, tanggap terhadap keamanan di kelas, tanggap terhadap iuran wajib di kelas, tanggap terhadap hak sebagai siswa di kelas, di keluarga, di seolah, di masyarakat, dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. John Jarolimek, (1993 : 9) (Hidayati, 2008: 12) mengemukakan bahwa keterampilan sosial yang perlu dimiliki siswa yaitu sebagai berikut: living and working together; taking turns; respecting the rights of others; being sosially sensitive. Learning self-control and self-direction. Sharing ideas andexperience with others. Berdasarkan pernyataan Jarolimek di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial itu memuat aspek-aspek keterampilan untuk hidup dan bekerjasama; keterampilan untuk mengontrol diri dan orang lain; keterampilan untuk saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya; saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta suasana yang menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok tersebut. Adapun data hasil obsevasi Indikator dan aspek keterampilan sosial pada setiap pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata- Rata Indikator Dan Aspek Keterampilan Sosial Pra Tindakan 1,4 1,3 1,3
Bekerjasama menghargai pendapat memecahkan masalah pembagian tugas mengerjakan tugas kooperatif Peduli mengerjakan tugas senang Berinteraksi
Siklus 1
Siklus 2
siklus 3
1,1 1,1 1,1
1,5 1,7 1,6
1,9 1,9 1,9
1,3 1,2
1,0 1,0
1,6 1,4
2,0 1,7
1,2 Pra
1,3 Siklus 1
1,6 Siklus 2
2,0 siklus 3
secara
dengan
351
bertanya pada teman menjawab pertanyaan teman menyesuaikan diri dalam kelompok memberi semangat teman tidak membeda-bedakan teman mendiskusikan permaslahan memiliki keberanian di depan kelas menggunakan bahasa yang baik Bertukar pikiran dan pengalaman saling bertanya dalam kelompok menghargai dalam kelompok memberitahu dan memberi masukan mengeluarkan pendapat menyelesaikan masalah bersama memberi arahan pada teman mengkomunikasikan permasalahan percaya diri berbagi pengalaman Mengontrol diri tidak melakukan agresi tidak melakukan tingkah laku berkuasa tidak memaksakan pendapat sendiri duduk dengan sikap yang baik tidak membangkang mampu mengendalikan emosi berbicara dengan nada suara yg tepat bertanggung jawab terhadap kelompok melakukan persaingan yang sehat
Tindakan 1,1 1,1
1,4 1,2
1,6 1,6
1,9 1,7
1,1 1,1 1,2 1,3
1,5 1,1 1,1 0,9
1,8 1,5 1,4 1,4
2,0 1,7 1,7 1,6
1,3 1,3 Pra Tindakan 1,2 1,1
1,0 0,9
1,3 1,3
1,7 1,8
Siklus 1
Siklus 2
siklus 3
1,4 1,2
1,7 1,5
2,0 1,9
1,2 1,1 1,2 1,2
1,0 1,1 0,9 0,9
1,4 1,5 1,3 1,4
1,6 1,8 1,6 1,6
1,2 1,1 1,1 Pra Tindakan 1,1
1,0 1,2 1,1
1,3 1,5 1,6
1,8 1,8 2,0
Siklus 1
Siklus 2
siklus 3
1,2
1,5
1,7
1,1
1,3
1,7
2,0
1,1 1,1 1,0 1,1
1,1 1,0 1,0 1,1
1,6 1,4 1,6 1,6
1,7 1,6 1,5 1,8
1,1
1,1
1,6
1,8
1,1
1,1
1,7
1,9
1,2
1,0
1,6
2,0
352
Berdasarkan analisis terhadap hasil observasi keterampilan sosial pada pembelajaran model Problem Based Learning Bervisi SETS diperoleh hasil untuk setiap indikator keterampilan sosial seperti pada Gambar 2. Keterampilan Sosial Indikator Bekerjasama
Gambar 2. Grafik Keterampilan Sosial Siswa Indikator Bekerja Sama Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa siswa sudah memiliki kemampuan bekerja sama yang lebih baik dari pada sebelum adanya penggunaan model Problem Based Learning bervisi SETS. Adanya peningkatan sikap bekerjasama siswa dalam kelompok. Walaupun peningkatan yang terjadi tidak signifikan tetapi sudah terjadi adanya perubahan di dalam kelas. Keterampilan Sosial Indikator Berinteraksi
Gambar 3. Grafik Keterampilan Sosial Siswa Indikator Beinteraksi
353
begitu
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam berinteraksi sudah adanya perubahan dari pra tindakan hingga siklus III sangat terlhat bahwa adanya perubahan yang cukup signifikan walaupun keterampilan sosial siswa termasuk kurang yang mendekati baik. Keterampilan Sosial Siswa Indikator Bertukar Pikiran Dan Pengalaman
Gambar 4. Grafik Keterampilan Sosial Siswa Indikator Bertukar Pikiran Dan Pengalaman Dari Gambar 4 juga dapat dilihat adanya peningkatan yang terjadi dari sebelum adanya tindakan dan sesudah tindakan. Siswa mempunyai keterampilan sosial seperti saling bertanya dalam kelompok yang cukup baik, saling memberi tahu dan memberi masukan yang cukup baik, menyelesaikan masalah bersama dengan cukup baik, mengkomunikasikan permasalahan dengan cukup baik, dan dapat berbagi pengalaman dengan baik. Keterampilan Sosial Siswa Indikator Mengontrol Diri
Gambar 5 : Grafik Keterampilan Sosial Siswa Indikator Mengontrol Diri 354
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa siswa sudah dapat mengontrol diri dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari siswa tidak melakukan agresi dengan cukup baik, tidak memaksakan pendapat sendiri dengan cukup baik, tidak membangkang dengan porsi yang cukup, siswa dapat berbicara dengan nada suara yang tepat, dan mampu melakukan persaingan sehat dengan cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diperoleh hasil bahwa pembelajaran yang baru seperti ini membuat guru menjadi lebih mudah dalam mengajar. Guru menjadi lebih variatif dalam memberikan pembelajaran di kelas. Guru menjadi lebih senang karena para siswa bisa menjadi lebih sopan dari sebelumnya. Guru merasa lebih nyaman dalam mengajar karena pembelajaran ini dapat merangsang prestasi belajar siswa maupun keterampilan siswa menjadi lebih baik. Pada siswa diawal sebelum diadakan tindakan siswa menggunakan bahasa ngoko kepada guru. Siswa bersikap kurang sopan dengan teman yang lain dan tidak ada kerja sama dengan teman. Kemudian setelah dilakukan tindakan, peningkatan yang terjadi pada siswa adalah siswa mampu bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya. Adanya interaksi yang baik dan siswa sudah mempunyai sikap yang sopan terhadap teman yang lain. Selain itu, siswa jarang menggunakan bahasa ngoko terhadap guru. Hasil observasi keterampilan sosial siswa dengan rata-rata skor siswa siklus I sebesar 5% kualifikasi kurang baik dan meningkat pada siklus III dengan rata-rata keterampilan sosial siswa sebesar 63% kualifikasi cukup baik sehingga skor keterampilan sosial siswa mengalami peningkatan sebesar 58%. Pada akhir tiap siklus diadakan tes prestasi, pada skor awal rata-rata tes prestasi belajar sebesar 18, pada siklus I rata-rata tes prestasi belajar meningkat menjadi 65, pada siklus II rata-rata tes prestasi belajar mengalami penurunan menjadi 57, pada siklus III rata-rata tes prestasi belajar meningkat menjadi 64,5 sehingga rata-rata prestasi belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 17,5.
355
Peningkatan rata-rata tes prestasi kelas dapat dilihat pada Gambar 6. Peningkatan Prestasi Siswa 82.5 65
57
18
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Gambar 6. Grafik Peningkatan Rata-rata Prestasi Belajar Peningkatan ketuntasan siswa dimulai dari ketuntasan kelas awal sebesar 0%, pada siklus I ketuntasan kelas meningkat menjadi 30%, pada siklus II ketuntasan kelas meningkat menjadi 55%, pada siklus III ketuntasan kelas meningkat menjadi 95% sehingga ketuntasan kelas mengalami peningkatan sebesar 65%. Sedangkan peningkatan ketuntasan dapat dilihat pada Gambar 7. Peningkatan Ketuntasan Siswa 95% 55% 30% 0% Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Gambar 7. Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa
KESIMPULAN Model Problem Based Learning Bervisi SETS dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas IV SD SonosewuKasihan Bantul dari hasil observasi keterampilan sosial siswa dengan rata-rata awal sebelum diberi tindakan sebesar 32 dengan ketuntasan siswa 0%. Pada siklus I skor rata-rata sebesar 38,3 dengan ketuntasan siswa mencapai 5% dan meningkat pada siklus II skor rata-rata menjadi 49 dengan ketuntasan siswa sebesar 20%. Kemudian dari hasil siklus III 356
ini menjadi 65,7 dengan ketuntasan siswa mencapai 75%. Model Problem Based Learning Bervisi SETS meningkatkan prestasi belajar siswa pada siswa kelas IV SD Sonosewu Kasihan Bantul dimana nilai rata-rata sebelum penelitian adalah 18 dengan ketuntasan siswa mencapai 0%. Kemudian dilaksanakan tindakan pada siklus I dengan skor rata-rata menjadi 65 dan dengan ketuntasan siswa mencapai 30%. Skor rata-rata prestasi siswa dari hasil siklus II ini menjadi 57 dengan ketuntasan siswa mencapai 55% dan dari hasil siklus III ini menjadi 82,5 dengan ketuntasan siswa mencapai 95%.
DAFTAR PUSTAKA Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Amir,
Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Learning.Kencana Prenada. Media Group.
Arends, R, I. 2008. Learning Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
to
Teach
Melalui
Belajar
Problem
untuk
Based
Mengajar.
Hidayati, dkk, 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Isjoni.
2010. Pembelajaran Kooperatif (Meningkatkan Kecerdasan KomunikasiAntar Peserta Didik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharsimi Arikunto 2010. Manajemen Cipta.Jakarta. Suwarsih Madya. 1994. Penelitian Yogyakarta.
Penelitian.
Tindakan.
357
Edisi Revisi. Rineka
Yogyakarta: IKIP
Negeri