PEMBELAJARAN IPA BERBASIS RUMAH UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SAINS PROSES Atin Kurniawatai Universitas Djuanda Bogor
[email protected] Abstrak Pendidikan tidaklah hanya berupa transfer ilmu pengetahuan, tetapi ada proses pembentukan sikap serta kepribadian peserta didik. Hal tersebut berlaku juga pada mata pelajaran IPA /sains. IPA mencangkup aspek pengetahuan yang dihasilkan melalui metode saintifik, tidak terbatas pada fakta dan konsep saja tetapi juga aplikasi pengetahuan dan prosesnya yang mengacu pada kemajuan pola pikir manusia, sehingga IPA memiliki dimensi produksi ilmiah (scientific product), proses ilmiah (scientific process), sikap ilmiah (scientific attitude), dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA selama ini yang banyak diterapkan masih pada lingkup sekolah dengan memanfaatkan laboratorium ataupun lingkungan sekolah. Sehingga dengan keterbataskan pada lingkup tersebut, maka pengaplikasian pada kehidupan keseharian peserta didik kurang tergali padahal sains meliputi dimensi sikap, proses produk dan aplikasi. Maka diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat mengcover hal tersebut, yakni berupa pembelajaran berbasis rumah. Pembelajaran berbasis rumah lebih pada titik poin pengembangan keterampilan proses peserta didik yakni dengan mengintegrasikan materi pembelajaran sains yang memuat kompetensi pembelajaran dengan komponen-komponen keterampilan proses sains dengan memanfaatkan potensi lingkungan rumah pada pembelajarannnya. Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas, dan kreativitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari. Tujuan dari pembelajaran berbasis rumah adalah memanfaatkan potensi rumah sebagai tempat pembelajaran serta mengasah keterampilan proses sains peserta didik sehingga pengaplikasian sains pada kehidupan keseharaian dapat tergali. Langkah-langkah pembelajaran berbasis rumah meliputi perancangan yang matang untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis rumah meliputi komponen orang yang terlibat pada kegiatan pembelajaran, Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pembelajaran, RPP, Modul Pembelajaran, LKPD, soal Keterampilan Proses, Lembar Penilaian berupa Lembar observasi dan Pelaksanaan Pembelajaran. Kata Kunci: IPA/Sains, Pembelajaran Berbasis Rumah, Keterampilan Proses Sains
89
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan ranah yang tak lepas dari faktor penentu dari kemajuan suatu negara. Beberapa negara terbukti bahwa dengan porsi pendidikan yang diberikan lebih besar dibanding dengan ranah yang lain memberikan dampak kemajuan yang pesat bagi warga negaranya. Diantaranya adalah Filnlandia, merupakan sebuah negara kecil namun dari peringkat pendidikan menempati tinggi. Bahkan mengalahkah negara lain yang sekian kali lipat luas negara maupun jumlah penduduknya. Kunci dari kesuksesan tersebut ternyata tak lepas dari perhatian pemerintah yang cukup besar terhaap ranah pendidikan, baik dari sumber daya manusia, fasilitas, serta kurikulum yang digunakan saling bersinergi. Berdasarkan OECD data PISA 2016 menunjukan bahwa scientific literacy Finlandia menduduki perangkat teratas diantara negara yang lain. Beranjak dari hal tersebut bahwa penentu kemajuan pendidikan terutama faktor SDM merupakan salah satu diantara faktor penting sebagai kunci kemajuan suatu pendidikan. Kemajuan suatu pendidikan tak lepas dari peran serta dari IPA/sains, karena IPA/sains merupakan salah satu ilmu dasar/basic dari cabang ilmu pengetahuan yang lain. IPA/sains ikut andil dalam mencerdaskan masyarakat serta membentuk karakter peserta didik. IPA/SAINS IPA mencangkup aspek pengetahuan yang dihasilakan melalui metode saintifik, tidak terbatas pada fakta dan konsep saja
tetapi juga aplikasi pengetahuan an prosesnya yang mengacu pada kemajuan pola pikir manusia, sehingga IPA memiliki dimensi produksi ilmiah (scientific product), proses ilmiah (scientific process), sikap ilmiah (scientific attitude), dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (Kirikkaya and Vurkaya, 2011). Senada dengan Kirikkaya and Vurkaya, Carin dan Sund (1990), sains pada hakikatnya meliputi 3 aspek yakni scientific process, scientific process, scientific attitude. Sains dipandang sebagai proses (scientific process), artinya sains merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan melalui sejumlah kegiatan keterampilan proses sains dengan cara berinkuiri, observasi dan eksperimen. Sains dipandang sebagai produk (scientific products), Sains dipandang sebagai sikap (scientific attitude) artinya berupa nilai- nilai yang berkembang setelah melakukan proses ilmiah. IPA/sains didefinikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dipercaya. Sebanyak tiga kemampuan yang dimunculkandalam pembelajaran sains, yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen; dan (3) kemmapuan untuk mengembangkan sikap ilmiah (Krikaya dan Vurkaya, 2011). Pengemasan pembelajaran IPA tidaklah hanya sekedar transfer of knowlegde, melainkan seharusnya
90
perlu adanya proses ilmiah serta pembentukan sikap ilmiah serta pengaplikasian dalam keseharian bagi peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu interaksi dan hubungan yang dilakukan pendidik secara sistematis kepada peserta didik tentang sesuatu konsep, yang bertujuan untuk melatih, membantu, memotivasi dan menyenangkan peserta didik dalam belajarnya, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Wina Sanjaya (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi baik antara manusia dengan manusia ataupun dengan lingkungan sehingga akan tercapai tujuan yang telah ditetapkan. HD Sudjana (2000:6) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Menurut Kimble dan Garmezy (dalam Pringgawidadga, 2002: 20), pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relative tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkanbukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Siswa sebagai subjek belajar dituntut untuk aktif mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah, dan menyimpulkan suatu masalah. Rombepajung (1988:25) berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan
melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Terkait karakteristik pembelajaran Brown (2007: 8) memperinci sebagai berikut: 1. Belajar adalah menguasai atau memperoleh 2. Belajar adalah mengingat-ingat informasi atau keterampilan. 3. Proses mengingat-ingat melibatkan sistem penyimpanan, memori, dan organisasi kognitif. 4. Belajar melibatkan perhatian aktif sadar dan bertindak menurut peristiwa-peristiwa di luar serta di dalam organisme. 5. Belajar itu bersifat permanen, tetapi tunduk pada lupa. 6. Belajar melibatkan berbagai bentuk latihan, mungkin latihann yang ditopang dengan imbalan dan hukum. 7. Belajar adalah suatu perubahan dalanm perilaku. Beberapa kelemahan dan kekurangan yang sering terjadi pada pelaksanaan kegiatan belajar berkisar pada teknis pengaturan waktu dan kegiatan belajar. Misalnya (Sudjana, 2009: 209): (a) Kegiatan belajar kurang dipersiapkan sebelumnya yang menyebabkan pada waktu siswa dibawa ke tujuan tidak melakukan kegiatan belajar yang diharapkan sehingga ada kesan main – main. Kelemahan ini bisa diatasi dengan persipan yang matang sebelum kegiatan dilaksanakan.(b) ada kesan dari guru dan siswa bahwa kegiatan mempelajari lingkungan memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga menghabiskan waktu untuk belajar di lingkungan kelas. Kesan ini keliru sebab kunjungan ke kebun sekolah untuk mempelajari keadaan tanah, jenis tumbuhan, dan lain-lain
91
cukup dilakukan beberapa menit, selanjutnya kembali ke kelas untuk membahas lebih lanjut apa yang telah dipelajarinya. (c) Sempitnya pandangan guru bahwa kegiatan belajar hanya terjadi di dalam kelas. Ia pun lupa bahwa tugas belajar siswa dapat dilakukan di luar jam kelas atau pelajaran baik secara individual maupun kelompok dan satu diantaranya dapat dilakuakan dengan mempelajari lingkungannya. Pembelajaran IPA selama ini yang banyak diterapkan masih pada lingkup sekolah dengan memanfaatkan laboratorium ataupun lingkunga sekolah. Jika pembelajaran hanya terbataskan pada lingkup tersebut, maka pengaplikasin IPA/sains pada kehidupan keseharian peserta didik kurang tergali. Maka perlu suatu inovasi pemebelajaran yang mendobrak gap tersebut. Dalam Sukardjo (2010) pada pembelajaran sains memiliki empat dimensi yaitu sikap, proses, produk dan aplikasi. 1. Sikap berkaitan denga rasa ingin tahu tentang benda, fenomena, alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. 2. Proses berkaitan dengan prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan metode ilmiah yang meliputi merumuskan hipotesis, merancang, dan melaksanakan penyelidikan, pengumpulan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. 3. Produk
Produk sains meliputi konsep, prinsip, hukum dan teori. 4. Aplikasi Berkaitan dengan penerapan metode ilmiah dan produk sains dalam kehidupan sehari – hari. Dalam pembelajaran sains bukan hanya untuk menguasai sejumlah pengetahuan sebagai produks sains, tetapi juga harus menyediakan ruang yang cukup untuk tumbuh berkembangnya sikap ilmiah, berlatih melakukan proses pemecahan masalah, dan penerapan sains nyata. Proses kecenderungan pembelajaran sains pada masa kini adalah adanya kenyataan bahwa peserta didik hanya mempelajari sains sebagai produk, menghafalkan konsep, prinsip, hukum, dan teori. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang berorientasi pada ujian. Akibatnya sains sebagai sikap, proses, dan aplikasi tidak tersentuh dalam proses pembelajaran sains. Oleh karena itu, diperlukan cara proses pembelajaran sains yang dapat menyiapkan peserta didik untuk menguasai sains dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, dapat berargumentasi secara benar, dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan berpikir secara komprehensif dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan nyata. Rumah sebagai suatu lingkup lingkungan tempat berpijak serta hampir sebagaian besar waktu dihabiskan oleh peserta didik di keluarganya memiliki potensi yang besar untuk menerapkan IPA/sains. Rumah dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak
92
huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta asset bagi pemiliknya. Penggunaan rumah untuk penerapan pembelajaran tentu tak lepas dari keterlibatan pihak keluarga ataupun orang tua pada kemajuan pembelajaran putranya. Sudjana (2006) menyatakan bahwa berbagai bidang studi yang dipelajari di sekolah, hampir bisa dipelajari dari lingkungan, seperti ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, bahasa, kesenian, keterampilan, olahraga, kesehatan, kependudukan, biologi dan laianlain. Adanya bantuan lingkungan sekitar dalam belajar menyebabkan pembelajaran akan dirasa lebih bermakna oleh siswa dan menjadi wahana untuk mengembangkan potensi siswa. Dengan menggunakan lingkungan sebagai media belajar akan memeberikan siswa berbagai kebebasan bergerak dan menylurkan kreativitas. Lingkungan bisa memberikan inspirasi kepada siswa sehingga mendapatkan pengalaman baru yang bermanfaat. Terlebih lagi dalam pembelajaran IPA, pada setiap konsep pembelajarannya akan cepat dipahami siswa apabila dilakukan praktik dan secara nyata belajar di lingkungan sekitar terkait dengan materi yang dibelajarkan. Apabila diberikan pembelajaran IPA berbantuan media lingkungan, anak akan mendapat pengalaman langsung dengan sumber belajar dan dapat menemukan hal baru yang lebih bermakna bagi dirinya, sehingga dapat berpengaruh pada hasil belajar. Berdasarkan teori belajar, melalui pendektan lingkungan pembelajaran menjadi bermakna. Sikap verbalisme siswa terhadap
penguasaan konsep dapat diminimalkan dan pemahaman siswa akan membekas dalam ingatannya. Bahwa dari proses pendidikan dan pembelajaran akhirnya akan bermuara pada lingkungan. Manfaat keberhasilan pembelajaran akan terasa manakala apa yang diperoleh dari pembelajaran dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Inilah salah satu sisi positif yang melatarbelakangi pembelajaran dengan pendekatn lingkungan, dalam hal ini pada lingkup rumah sehingga. Disamping itu pencapaian tujuan pembelajaran juga harus menjadi priporitas. Karena keberhasilan suatu pembelajalan dikatakan sukses manakala tujuan yang telah dirancang tercapai. Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap – sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa (Hamalik dalam Jihad dan Haris, 2008: 15). Secara umum, tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui aktivitas belajar di luar ruang kelas atau di luar lingkungan sekolah ialah sebagai berikut (Vera, 2012: 21): (1) Mengarahkan peserta untuk membangun bakat dan kreativitas mereka dengan seluas – luasnya di alam terbuka. (2) Kegiatan belajar mengajar di luar kelas bertujuan menyediakan latar (setting) yang berarti bagi pembentukan sikap dan mental peserta didik. (3) Meningkatkan kesadaran apresiasi, dan pemahaman peserta didik terhadap lingkungan sekitarnya, serta cara mereka bisa membangun
93
hubungan baik dengan alam. (4) Membantu mengembangkan segala potensi setiap peserta didik agar menjadi manusia sempurna, yaitu memiliki perkembangan jiwa, raga, dan spirit yang sempurna. (5) Memberikan konteks dalam proses pengenalan berkehidupan sosial dalam takaran praktik (kenyataan di lapangan). (6) Menunjang keterampilan dan ketertarikan peserta didik. (7) Menciptakan kesadaran dan pemahaman peserta didik cara menghargai alam dan lingkungan, serta hidup berdampingan di tengah perbedaan suku, ideologi, agama, politik ras, bahasa dan lain sebagainya. (8) Mengenalkan berbagai kegiatan di luar kelas yang dapat membuat pembelajaran lebih kreatif. (9) Memberi kesempatan yang unik bagi peserta didik untuk perubahan perilaku melalui penataan latar pada kegiatan di luar kelas. (10) Memberi kontribusi penting dalam rangka membantu mengembangkan hubungan guru dan murid. . (11) Memanfaatkan sumber – sumber yang berasal ari lngkungan dan komunitas sekitar untuk pendidikan. (13) Agar peserta didik dapat memahami secara optimal seluruh mata pelajaran. PEMBELAJARAN BERBASIS RUMAH Frame pembelajaran IPA yang menyenangkan harusnya menjadi sebuah mindset yang diterapkan kepada peserta didik. Pembelajaran dapat diterapkan dimanapun, termasuk di ruamahnya sendiri. Sehingga peserta didik tidak menjadikan IPA sebagi sebuah momok yang membebani dengan
berbagai rumus, hafalan, atauupun setumpuk tugas. Di rumah peserta didik dapat menemukan berbagai aplikasi penerapan IPA, Mulai dari hal yang sederhana sampai hal yang komplek. Pun demikian tidak semua materi yang dipelajari di sekolah dapat diterapkan di rumah. Maka perlu adanya pengemasan seerta pemetaan materi dari pendidik agar apa yang nantinya diterapkan di rumah memang sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. Keterbatasan waktu pembelajaran di sekolah untuk melaksnakan kegiatan eksperimen ataupun kegiatan di luar kelas menjadikan solusi dari keterbatasan tersebut. Pengemasan tersebut dengan pemberian penugasan ataupun proyek yang dapat dilakukan di rumah. Pembelajaran berbasis rumah lebih pada titik poin pengembangan keterampilan proses peserta didik. Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas, dan kreativitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari. Dalam pengertian tersebut, termasuk diantaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial, peserta didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan (Mulyasa, 2007: 99 – 100). KETERAMPILAN PROSES SAINS Menurut S. Karim A. Karhami (1998: 11) keterampilan proses adalah keterampilan kognitif yang lazim melibatkan keterampilan
94
penalaran dan fisik seseorang untuk membangun suatu gagasan/pengetahuan baru atau untuk meyakinkan dan menyempurnaan suatu gagasan yang sudah terbentu. Tujuan keterampilan proses adalah untuk mengembangkan kreativitas murid dengan berbagai macam kegiatan yang dapat dilakukannya seperti mengamati, mengklasifikasi, menghubungkan ruang/waktu, merencanakan, penelitian, merumuskan hipotesis, mengendalikan variabel, menginterpretasi data, menarik kesimpulan sementara, meramal, mengaplikasikan perolehan serta mengkomunkasikan perolehan sebagai hasil belajarnya (Lalu Muhammad Azhar, 1993: 55) Samana (1992) juga mengemukakan ciri – ciri keterampilan proses yaitu merupakan pendekatan pembelajaran yang strategis , mendayagunakan semua daya (fungsi) diri siswa, bersifat generis (mendukung nilai tambah dan meningkatkan kreativitas), bersasaran utuh serta kemanusiaan, dan sekaligus meningkatkan sosialisasi diri siswa (pelayan sesama). Ardiansyah (2003) menyatakan bahwa ciri – ciri umum pendekatan keterampilan proses adalah : a. Mendambakan aktivitas siswa untuk memperoleh informasi sebagai sumber (misalnya dari observasi, eksperimen, dan sebagainya) b. Guru tidak dominan melainkan bertindak selaku organisator dan fasilitator Mundilarto (2002) mengemukakan keterampilan proses dapat dikelompokkan dalam:
a)
Keterampilan proses dasar (basic skill), meliputi: mengamati, observasi, mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi. b) Keterampilan proses terpadu (integrated skills), meliputi: mengidentifikasi variabel, merumuskan definisi operasional variabel, menyusun hipotesis, merancang penyelidikan, mengumpulkan dan mengolah data, menyusun tabel data dan grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, menganalisis, dan melakukan eksperimen. Menurut Abruscato dalam (Patta Bundu, 2006: 23) menyatakan bahwa penggolongan keterampilan proses sains meliputi : a) Observing (mengamati) b) Using space relationship (menggunakan hubungan ruang) c) Using number (menggunakan angka) d) Classinying (mengelompokkan) e) Measuring (mengukur) f) Communicating (mengkomunikasikan) g) Predicting (meramalkan) h) Inferring (menyimpulkan) Cony Setiawan et al (1986) juga mengemukakan kemampuan – kemampuan atau keterampilan – keterampilan proses mendasar meliputi mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasikan, mencarai hubungan ruang dan waktu, membuat hipotesis, merencanakan penelitian/eksperimen, mengendalikan variabel, menginterpretasikan atau menafsirkan data, menyusun
95
kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan (memprediksi), menerapkan (mengaplikasikan), mengkomunikasikan. Adapun indikator – indikator keterampilan proses seperti yang dikemukakan Mulyasa (2007: 100) anatara lain meliputi kemampuan mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur mengamati, mencari hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasikan, mengekpresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan suatu karya. Menurut B. Suryobroto (1986: 130-133) langkah – langkah pelaksanaan keterampilan proses meliputi: 1. Pemanasan Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan siswa pada pokok permasalahan agar siswa siap, baik secara mental, emosional, maupun fisik. Kegiatan ini antara lain dapat berupa: a) Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami siswa ataupun guru. b) Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu sebelumnya. c) Kegiatan – kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian – perhatian siswa antara lain meminta pendapat/saran siswa, menunjukan gambar, slide, film, atau benda lain. 2. Proses belajar mengajar Proses belajar mengajar hendaknya selalu mengikutkan siswa secara aktif guna mengembangkan kemampuan –
kemampuan siswa antara lain kemampuan mengamati, menginterpretasikan, meramalkan, mengaplikasikan konsep, merencanakan, dan melaksankan penelitian, serta mengkomunikasikan penelitiannya. LANGKAH-LANGKAH Pendidik perlu merancang dari perangkat, proses pelaksanaan hingga penilaian. Perangkat dengan menyiapkan silabus, RPP, media (menilik yang ada di rumah), LPKD, Modul pembelajaran, Instrumen penilaian. Proses pelaksanaan dengan melist pihak yang terlibat pada pelaksanaan. Pada penilaian dengan menyiapkan instrumen penilain sebagai bahan pengevaluasian. Langkah pelaksnaan pembelajaran dengan berbasis rumah lebih melibatkan kreativitas peserta didik, perangkat di rumah yang mendukung proses pelaksanaan, serta kolaborasi dengan orang tua yang akan mendampingi pelaksanaannya. Adapun langkah penyusunan perangkat yang bembrelajarannnya meliputi: - Analisis SK dan KD, materi pembelajaran Standar kompetenasi dan kompetensi dasar dipilah yang mendukung terlaksananya pembelajaran berbasis rumah. - Pembuatan RPP Pembuatan RPP dengan mengetahui karakteristik peserta didik, gaya belajar, media yang mendukung pelaksanaan, materi pembelajaran. - Pembuatan Modul pembelajaran Modul merupakan buku panduan materi yang mencangkup materi
96
-
-
-
-
pembelajaran yang mengukur Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Modul ini sebagai bahan bacaan bagi peserta didik sebelum pelaksanaan pembelajaran. LKPD Lembar Kerja Peserta didik disusun yang dapat mengukur komponen keterampilan proses. Dengan pembuatan langkah pelaksanaan pada LKPD yang mencerminkan komponen keterampilan proses pada stepstep pelaksanaan. Disamping itu juga merancang alat dan bahan yang digunakan yang sekiranya dapat tersedia pada lingkungan rumah. LKPD hendaknya dilengkapi dengan soal keterampilan proses. Soal keterampilan proses disusun dengan membuat kisikisi soal keterampilan proses, yang meliputi komponen keterampilan proses yang akan diukur, jumlah butir soal, serta nomer soalnya. Soal keterampilan proses ini untuk mengukur kemampuan kognitif serta keterampilan proses. Lembar penilaian Lembar penilaian mengukur kemampuan secara holistik yakni mencangkup afektif, kognitif dan psikomotorik. Lembar penilaian tersebut berupa lembar observasi beserta pedoman penskoran. Lembar observasi tersebut untuk mengukur kemapuan afektif dan psikomotorik. Pelaksanaan pembelajaran berbasis rumah dengan memberikan suatu tugas/proyek yang memuat serta
mengembangkan komponen keterampilan proses sains peserta didik. Pada pelaksanaan tersebut juga dijabarkan siapa yang berperan/terlibat pada saat pelaksanaan. PENUTUP Perlu suatu perancangan yang matang untuk pelaksanaan pembelajaran berbasis rumah meliputi komponen orang yang terlibat pada kegiatan pembelajaran, Analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi Pembelajaran, RPP, Modul Pembelajaran, LKPD, soal Keterampilan Proses dan Lembar Penilaian berupa Lembar observasi. Sehingga tujuan pembelajaran yang telah di rancang dapat tercapai serta kemapuan keterampilan proses sains peserta didik dapat tercapai. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. 2003. Penerapan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA fisika konsep arus listrik kelas III semester 5 di MTs N Tenggarong, Jurnal Penelitian. Azhar, L.M. (1993). Proses belajar mengajar pola CBSA. Surabaya: usaha Nasional. Brown, H. Douglas. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa (Edisi Kelima). USA: Pearson Educatoin, Inc. Brualdi, A. (1998). Implementing performance assessment in the classroom. A Peer-reviewed Electronic Journal, Vol. 6, No. 2000, 1-4. OECD Data Science performance PISA.Diambil pada tanggal 22 September 2016, dari
97
https://data.oecd.org/pisa/scien ce-performancepisa. htm Jihad, Haris. 2008. Evaliasi Pembelajaran. Jakarta: Multi Press. Karhami, S.K.A. (1998). Panduan pembelajaran fisika SLTP. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kirikkaya, E.B. dan Vurkaya, G. 2011. The Effect of Using Alternative Assessment Activities on Student,s Success And Attitudes in Science and Technology Course. Educational Sciences: Theory and Practice. Spring 2011. Pages 997-1004. Mundilarto. (2002, April). Pembelajaran fisika yang menarik sebagai dasar pembentukan calon fisika, Makalah disampaikan dalam seminar Quantum pendidikan fisika di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Mulyasa, E. (2007). Menjadi guru profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Rombepanjung. 1998. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Depdikbud Dirjennd Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Samana. (1992). Sistem pengajaran prosedur pengembangan sistem instruksi (PPSI) dan perkembangan metodologisnya. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, W. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Semiawan, C. et all. (1986). Pendekatan keterampilan proses. Jakarta: Gramedia. Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2006. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sudjana, Nana. 2009. Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sukardjo. (2010). Buku Pegangan Kuliah Kapita Selekta Pendidikanr Sains. Yogyakarta: FMIPA UNY Suryobroto, B. (1986).Mengenal metode pengajaran di sekolah dan pendekatan baru dalam proses belajar mengajar. Yogyakarta: Amarta. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Vera, Adelia. 2012. Metode Mengajar Anak di Luar Kelas (Outdoor Study). Jakarta: Diva Press.
98