PEMBELAJARAN DRAMA BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER: ALTERNATIF PENERAPAN QUANTUM LEARNING DAN QUANTUM TEACHING LEARNING DRAMA BASED ON CHARACTER EDUCATION: ALTERNATIVE APPLICATION OF QUANTUM LEARNING AND QUANTUM TEACHING Titik Dwi Ramthi Hakim Jalan Politeknik Senggarang, Tanjung Pinang Universitas Maritim Raja Ali Haji Pos-el:
[email protected] (Makalah diterima tanggal 25 Februari 2014 – Disetujui tanggal 5 April 2014) Abstrak: Pembelajaran drama dapat membangun karakter siswa dan menguatkan keberadaan komunitas kebajikan di sekolah. Pembelajaran drama memungkinkan siswa meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara langsung melalui praktik, tidak hanya sekadar teori. Karakter siswa pun dapat lebih dipertahankan. Karakter yang dapat dikembangkan dan dipertahankan melalui pembelajaran drama antara lain percaya diri, berani, jujur, disiplin, tenggang rasa/ solidaritas tinggi, komitmen, konsisten, kreatif, dan visioner. Penggunaan quantum learning dan quantum teaching sebagai alternatif metode pembelajaran di kelas dapat meningkatkan minat dan mengembangkan kemampuan dasar siswa. Kata Kunci: drama, pendidikan karakter, quantum learning, quantum teaching. Abstact:Learning drama can build the student’s characteristic and reinforce the existence of virtue community. Learning drama allows students to enhance the ability to communicate directly foward practice, and not only from theory. The character of any students may be retained. The characters that can be developed and maintained through the drama lessons among other things are self-confident, courageous, honesty, disciplined, high solidarity, commitment, consistent, creative, and visionary. Using the quantum learning and quantum teaching as an alternative method of learning in the classroom can increase interest and develop the students’s basic skill. Keywords: drama, character education, quantum learning, quantum teaching.
PENDAHULUAN Pembelajaran bahasa Indonesia, pada dasarnya bertujuan sama, yaitu menjadikan siswa memiliki kecakapan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Tidak hanya di tingkat SD, SMP, SMA, bahkan di Perguruan Tinggi. Sekarang bukan saatnya menjadikan siswa siap menghadapi ujian dan menjawab soal dengan benar sebanyak-banyaknya, melainkan melatih keterampilan berbahasa mereka yang terwujudkan dalam tiga komponen yaitu pengetahuan (kebahasaan), pemahaman (kemampuan menyimak dan membaca), serta penggunaan (keterampilan berbicara dan menulis). Hasil yang kurang maksimal dari proses pembelajaran bahasa
Indonesia selama ini pun dapat dikarenakan penggunaan metode yang cenderung monoton sehingga menimbulkan kebosanan dan matinya minat belajar dalam diri siswa. Quantum learning dan quantum teaching merupakan salah satu teori belajar yang sangat menarik dan tepat untuk digunakan. Kedua teori ini memberikan wawasan dan alternatif metode pembelajaran, termasuk pembelajaran bahasa Indonesia. Quantum learning didefinisikan oleh De Porter dan Hernacki (2001:16) sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum learning mempermasalahkan bagaimana cara menjadikan belajar waktu yang menyenangkan, sehingga siswa dapat
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pada dasarnya Quantum learning merupakan metode yang dilakukan secara nyaman dan menyenangkan. Quantum teaching merupakan penerapan quantum learning di dalam kelas. De Porter, dkk (2000:5) menyatakan bahwa quantum teaching merupakan pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar proses belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Dengan demikian pendidikan karakter pun dapat masuk di dalamnya. Sebelum menerapkan quantum teaching di dalam kelas perlu diperhatikan hal-hal berikut. (1) Asas Utama; menurut De Porter, dkk. (2000:6) quantum teaching mendasarkan diri pada konsep ”Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa seorang guru wajib memasuki dunia siswa, sehingga diharapkan siswa mampu membawa hal-hal yang mereka pelajari ke dalam dunianya. (2) Prinsip-prinsipnya; De Porter, dkk. (2000:7-8) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip atau kebenaran yang tetap pada quantum teaching yaitu (a) segalanya berbicara, (b) segalanya bertujuan, (c) pengalaman sebelum pemberian nama, (d) akui setiap usaha, dan (e) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. (3) Kerangka Rancangan; De Porter, dkk. (2000:10) memakai kerangka rancangan yang disingkat ’TANDUR’, yaitu (a) tumbuhkan, (b) alami, (c) namai, (d) demonstrasikan, (e) ulangi, dan (f) rayakan. Tumbuhkan berarti guru harus menumbuhkan motivasi dan minat kepada siswa akan kemanfaatan pembelajaran melalui istilah ’AMBAK’ (Apa Manfaat Bagiku). Alami berarti memberi
pengalaman kepada siswa. Namai berarti memasukkan konsep keterampilan berpikir dan strategi belajar pada saat minat siswa muncul. Demostrasikan berarti guru menyediakan kesempatan pada siswa untuk menunjukkan bahwa mereka telah tahu dan bisa. Ulangi berarti memberikan kesempatan kepada siswa memperkuat atau menegaskan pengetahuan yang telah mereka miliki. Rayakan berarti memberi pengakuan atas prestasi siswa, misalnya memberi pujian, menyanyi bersama, membunyikan yel-yel, dan sebagainya. Dalam quantum teaching, guru memegang lebih dari satu peran. Guru memegang peran penting sebagai model, pembimbing, dan fasilitator. Sebagai model guru diharapkan telah memiliki kemampuan berkomunikasi, mampu mempresentasikan sesuatu secara efektif, dan memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri maupun terhadap siswanya. Sebagai pembimbing dan fasilitator, guru diharapkan memiliki kesadaran yang optimal dalam mengarahkan siswa untuk selalu aktif dalam pembelajaran yang berlangsung, mengingat orientasi pembelajaran ada pada siswa, bukan pada guru. PENGARUH SEKOLAH TERHADAP KARAKTER Kita merupakan makhluk sosial dan hidup dalam kemasyarakatan. Sekolah sebagai lingkungan tempat anggota masyarakat (siswa, guru, kepala sekolah, staf TU, dan masyarakat sekolah lainnya, termasuk orang tua siswa) berinteraksi. Ciri khas suatu lingkungan (sekolah) adalah berpotensial untuk berpengaruh pada kehidupan para siswa. Lingkungan kelas dan sekolah dapat memunculkan beragam bentuk hubungan sosial di antara siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat sekolah lainnya (penjaga sekolah, supir bis sekolah, penjaga 106
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
kantin, dan atau penjaga keamanan sekolah). Adapun hubungan yang terdapat di dalamnya seperti apakah itu kepercayaan atau ketidakpercayaan, saling menyemangati atau memusuhi, bahkan ketakutan atau tanggapan yang baik. Siswa sangat cepat mengambil nilai suatu sikap pada saat mereka berada di lingkungan sekolah dan membangun pola tingkah laku dari sekitar mereka. Sebagai contoh, di satu sisi, kemampuan bertahan hidup tertanam di lingkungan ketika seseorang yang lebih tua menggertak mereka yang lebih muda. Manipulasi dan penipuan pun sangat tinggi di sekolah, ketika menyusun peringkat kelas dari prestasi akademik dan pemberian penghargaan atas semua itu misalnya. Di sisi lain, sekolah dengan jiwa moral yang sangat tinggi dapat menggambarkan (tercermin) pada siswanya. Ketika kebajikan dapat terlakasana dengan adanya kesempatan dan kesungguhan melaksanakan dari seluruh anggota masyarakat (sekolah), mulai dari lingkungan kantin hingga taman bermain, dari ruang kelas hingga ke Perguruan Tinggi, maka nilai-nilai kebajikan yang dilakukan itu seperti saling mengajarkan, memberikan pengharapan, dan juga penghormatan. Anak dan remaja memerlukan peran serta orang dewasa selama pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka membutuhkan itu untuk mengerti dan memperoleh kebiasaan moral yang baik dan kuat dan yang akan memberikan kontribusi terhadap karakter yang baik pada diri mereka. Menjadi seseorang yang berkarakter merupakan suatu perkembangan yang memerlukan pengetahuan, usaha, dan latihan. Hal tersebut pun memerlukan dukungan, contoh, dorongan semangat, dan inspirasi setiap saat. Secara singkat kesemua itu memerlukan pendidikan karakter.
107
PROBLEMATIK KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN Harus diakui, bahwa sistem pendidikan kita selama ini masih memberi ruang yang demikian sempit bagi anak untuk mampu mengenal diri dan potensinya sendiri. Pendidikan kita cenderung mencerabut anak dari akarnya. Anak dibiasakan untuk menerima sesuatu, yang sama sekali baru bagi mereka tanpa memberikan kesempatan mereka untuk mencari tahu terlebih dahulu sendiri sesuatu yang baru baginya. Ukuran nilai yang dibangun dalam sistem pendidikan kita selama ini pun cenderung merampas identitas dan jati diri anak. Selama ini ukuran keberhasilan pendidikan hanya dilihat dari nilai-nilai formal pelajaran di sekolah. Maka setiap pembelajaran dan evaluasi menekankan pada banyaknya menjawab dengan benar, bukan memahami dan mampu menggunakannya sebagai suatu keterampilan. Hal itu mengakibatkan terpangkasnya potensi lain yang seharusnya dimiliki anak. Orang tua pun akan cenderung mendorong anak untuk berprestasi dalam bidang-bidang yang dalam paradigma masyarakat umum bernilai baik. Perbedaan karakter dan potensi anak menjadi tidak diakui. Nilai-nilai kepedulian yang tinggi terhadap sesama pun cenderung tidak diajarkan di sekolah. Sedangkan dalam lingkungan keluarga pun kadang-kadang orang tua masih menggunakan metode yang memaksa, kurang memanusiakan anak, seperti masuknya anak pada jurusan yang diinginkan orang tua tanpa melihat dan mengukur kemampuan serta kemauan anak. Keteladanan yang seharusnya didapatkan dari orang tua hampir tidak didapatkan oleh anak, mengingat orang tua telah disibukkan dengan urusan masing-masing. Upaya yang bisa dilakukan dalam menanamkan pendidikan karakter sesuai dengan perannya, adalah bentuk kerja sama orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah. Menanamkan nilai-nilai dalam keluarga masing-masing, kemudian
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
menyebarkan pengalaman-pengalaman sebagai temuan untuk mendorong perubahan-perubahan menuju perubahan perilaku lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, negara, bahkan dunia. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Peribahasa yang berbunyi bahasa menunjukkan bangsa memiliki pengertian bahwa perkataan (bahasa) yang digunakan seseorang sejatinya menunjukkan kepribadian/karakter pengguna bahasa tersebut. Jadi rasanya sangat dimungkinkan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia, pendidikan karakter pun dapat berhasil dan memberikan pengaruh pada bidang akademik dan nonakademik terutama bagi siswa, dan tidak menutup kemungkinan bagi guru, orang tua, dan masyarakat. Melalui bahasa Indonesia, seseorang dapat mengembangkan seluruh keterampilan berbahasa sekaligus membentuk dan mempertahankan karakternya. Ada dua aspek utama dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu kebahasaan dan kesastraan. Masing-masing aspek memiliki empat keterampilan yang dapat dilatih untuk mengembangkan keterampilan berbahasa serta pengembangkan pendidikan karakter. Empat keterampilan berbahasa yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak Melalui kegiatan menyimak seseorang dituntut untuk mendengarkan informasi atau pesan yang sedang disampaikan pihak lain. Misalnya dalam kegiatan diskusi, siswa pun akan belajar menghormati siswa lain yang sedang mengemukakan pendapat. Siswa diharap dapat memberikan tanggapan berupa sanggahan maupun dukungan atas pernyataan siswa lain dengan cara yang baik dan benar pula. Dengan menyimak diskusi dengan baik dan tidak membuat kegaduhan
dengan membuat diskusi dalam diskusi ”mengobrol sendiri” itu juga dapat dikatakan pedidikan karakter. Melalui kesastraan dengan kegiatan menyimak, siswa diminta menganalisis tokoh-tokoh yang ada dalam rekaman dongeng misalnya. Bila siswa menyimak dengan saksama maka besar kemungkinan dari nada bicara tokoh siswa mengetahui watak tokoh-tokoh yang tersebut. Melalui pembacaan puisi, kepekaan, rasa simpati dan empati siswa juga dikembangkan. Dengan meminta siswa menyimak pembacaan puisi tersebut lalu siswa menentukan amanat yang ingin disampaikan oleh penyair puisi tersebut. Berbicara Kemampuan siswa dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan pembentukan karakter melalui pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dilatih saat pembelajaran berpidato, drama, diskusi, serta membaca dan atau membacakan karya sastra. Melalui kegiatan berpidato, siswa dilatih kepercayaan dirinya untuk berani tampil di hadapan orang banyak untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun pemikirannya. Melalui diskusi siswa dilatih untuk berani mengemukakan ide, gagasan pemikiran diri dalam sebuah diskusi, atau berupa sanggahan atau pun dukungan atas ide, gagasan, atau pemikiran orang lain. Siswa berlatih mengemukakan tidak hanya ide, gagasan, pemikiran, melainkan juga perasaannya kepada orang lain. Cara lain melatih siswa meningkatkan kemampuan berbahasa terutama keterampilan berbicara dan mempertahankan karakter siswa adalah dengan berlatih drama. Drama akan melatih siswa berhadapan dengan orang lain guna mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Siswa akan terbiasa menyiapkan segala sesuatu dengan baik, seperti mengekspresikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk drama dengan jujur, tidak merupakan hasil plagiat, 108
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
mengumpulkan naskah tersebut tepat waktu, serta bagaimana bekerja sama mengenali dan menempatkan tokoh pada seorang teman dengan tepat, serta disiplin ketika tiba waktu berlatih sebelum tampil. Lebih penting dari semua itu adalah menekan ego saat beradu akting. Pada bagian kesastraan khususnya keterampilan berbicara, karakter siswa dapat dilatih dengan pemeranan drama atau pembacaan karya sastra lainnya. Dengan memerankan drama siswa mencoba menjadi seseorang di luar dirinya, bahkan karakter yang dimainkan pun bisa sangat bertolak belakang dengan dirinya yang sesungguhnya. Siswa yang tergolong mampu misalnya akan belajar sungguhsungguh untuk memerankan seseorang yang tidak mampu, begitu pula sebaliknya. Atau siswa yang ramah memerankan tokoh antagonis yang sombong. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya mereka bukanlah tokoh yang mereka mainkan. Dengan demikian siswa belajar memahami orang lain dengan segala latar belakang dan permasalahan yang ada, tanpa melupakan atau meninggalkan dirinya sendiri. Jadi setelah pemeranan itu selesai, siswa akan kembali menjadi dirinya sendiri. Berlatih berbicara dengan baik dan benar harus lebih ditingkatkan mengingat sering kita temui siswa yang sering menggunakan bahasa gaul dalam berkomunikasi. Bila kembali mengingat pepatah, bahasa menunjukkan bangsa, hal tersebut jelas mencerminkan bahwa siswa kita sudah mulai kehilangan karakternya. Membaca Kegiatan membacakan berita atau informasi apa pun dan atau karya sastra juga dapat memberikan suatu masukan dalam pendidikan karakter yang berlangsung bersamaan. Saat membacakan berita atau informasi siswa akan berhadapan pula dengan pendengar. Keterampilan siswa dalam memberikan penekanan pada kata, menampilkan ekspresi yang sesuai, 109
bagaimana keajegan siswa dalam melafalkan tiap kata juga dapat melatih karakter siswa melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Sebagai contoh kata Esa sering salah pengucapannya. Kata sekadar lebih umum dilafalkan sekedar. Hal tersebut adalah sebuah kesalahan yang memasyarakat dan dianggap benar. Membaca sebuah artikel atau bahan bacaan lain dan menentukan ide pokok, kalimat utama, jenis paragraf, maupun jenis karangan merupakan kegiatan membaca yang juga dapat melatih siswa membentuk karakter yang kuat. Dengan meminta siswa mengerjakan tugas secara individu, siswa berlatih untuk jujur, tidak mencontek. Menyerahkan tugas tepat waktu melatih siswa untuk bertanggung jawab dan konsekuen berani menerima segala akibat kelalaian yang menjadikannya terlambat menyerahkan tugas. Siswa berlatih untuk lebih teliti saat menentukan kalimat utama setiap paragraf dan menentukan jenis paragraf tersebut dan ide pokok atau tema sebuah karangan atau bahan bacaan yang disajikan. Menulis Bila membaca karya tulis siswa, maupun jawaban siswa secara tertulis, tidak jarang kita mendapati bentuk penulisan yang salah. Penggunaan bahasa gaul dan gaya penulisan sms terbawa saat siswa harus menulis dengan kaidah penulisan yang benar. Siswa mungkin lupa atau tidak terbiasa patuh pada EYD, padahal hampir setiap hari mereka menggunakan bahasa Indonesia. Latihan untuk taat pada kaidah penulisan harus lebih ditingkatkan. Kegiatan menulis baik sastra maupun nonsastra pun dapat memberikan jalan bagi kesuksesan pendidikan karakter di kelas khususnya. Dengan menulis, siswa dapat berekspresi, mengaktualisasikan diri dalam bentuk tulisan. Saat itu ia akan jujur mengalirkan kata demi kata sesuai perasaan, gagasan, ide atau pemikirannya tentang suatu hal, bahkan tentang dirinya sendiri.
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
Dengan menuliskan sesuatu tentang diri sendiri, siswa akan tahu siapa dirinya, kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, serta mampu menentukan tindakan atau keputusan untuk suatu urusan. Terlebih menulis karangan ilmiah, karakter siswa akan lebih terlatih untuk selalu bersikap kritis dan analitis. Siswa diajak untuk selalu berusaha mencari tahu jawaban-jawaban atas pertanyaanpertanyaan yang ada pada diri mereka karena fakta-fakta, fenomena, dan atau data yang mereka tangkap dari sekitarnya. Mereka akan berpikir objektif tentang hal itu, menganalisis dan melaporkan hasil penelitiaannya dengan jujur, sehingga pada akhirnya menarik suatu kesimpulan yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara umum. Pelaksanaan Pembelajaran Drama Drama bukanlah sekadar naskah yang dilakonkan dan dipertontonkan. Jika diruntut dari aspek etimologi, istilah drama berasal dari akar tunjang ”drama” dari bahasa Greek (Yunani Kuno) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat sesuatu. Menurut Wiyanto (dalam Endraswara, 2011: 11) drama berasal dari akar kata dram yang berarti bergerak. Gerak inilah yang menjadi perbedaan antara drama dengan puisi ataupun prosa. Berikut gambaran konkret pembelajaran drama dengan menggunakan metode quantum learning dan quantum teaching di sekolah, dan pengaruhnya terhadap karakter dan komunitas kebajikan di sekolah. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pembelajaran drama dengan menggunakan metode quantum learning dan quantum teaching adalah sebagai berikut. (1) Kegiatan Pendahuluan a. Siswa mendapatkan apersepsi mengenai kegiatan pembelajaran drama dari guru.
b. Siswa mendapatkan informasi tentang materi drama dan manfaatnya. c. Siswa terbagi ke dalam kelompok kecil beranggotakan 4-6 orang. d. Siswa membuat yel-yel yang mewakili identitas kelompok, maupun penyemangat kelompok. (2) Kegiatan Inti a. Siswa telah menyusun atau memilih naskah yang akan dipentaskan. Setelah berlatih mereka akan menampilkan drama yang telah mereka susun atau pilih tersebut. b. Sebelum menampilkan drama, tiap kelompok mengenalkan anggota dan menampilkan yel-yel yang telah mereka buat sebelumnya. c. Kelompok lain yang menyaksikan penampilan kelompok teman memperhatikan dengan seksama dan memberikan catatan atau penilaian. d. Tiap-tiap kelompok menampilkan drama secara bergantian. (3) Kegiatan Penutup a. Guru mengumumkan kelompok terbaik dengan kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya (ketepatan pengumpulan tugas, kekompakan kelompok, dan penampilan drama yang telah dilaksanakan). b. Guru memberikan penguatan pada materi drama dan merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan pembelajaran berlangsung tidak hanya di kelas. Karakter Siswa dan Nilai Kebajikan yang Ditanamkan Melalui Pembelajaran Drama Berikut adalah gambaran karakter siswa yang terbentuk dari nilai-nilai kebajikan yang ditanamkan melalui pembelajaran drama berbasis karakter sebagai
110
Pembelajaran Drama ... (Titik Dwi Ramthi Hakim)
implementasi metode quantum learning dan quantum teaching. 1. Percaya diri dan berani Siswa terlatih untuk berani tampil memerankan tokoh di luar kepribadiannya bahkan ketika harus disaksikan banyak orang. 2. Jujur Siswa terlatih untuk jujur terutama dalam pelaporan hasil drama yang mereka lakukan, mulai dari proses persiapan hingga penampilan drama. 3. Disiplin Siswa terlatih untuk disiplin, terutama masalah waktu. Mereka harus menepati kesepakatan saat berlatih bersama. Jika seorang siswa yang berperan sebagai salah seorang tokoh tidak dapat berlatih, maka jalannya latihan akan terganggu. Begitu pun dengan kesiapan kelompok menghadapi waktu tampil yang sudah ditetapkan. 4. Tenggang rasa dan rasa solidaritas yang tinggi Siswa dalam kelompok terlatih untuk tidak egois, memiliki tenggang rasa, dan rasa solidaritas yang tinggi. Mereka dilatih untuk saling membantu, saling mendukung dalam kelompok dan juga terhadap kelompok yang lain. Menjaga kekompakan saat menunjukkan yel-yel penyemangat dan bagian dari identitas kelompok. 5. Komitnen dan konsisten/ajeg Siswa dilatih untuk serius terhadap apa yang mereka upayakan. Dengan keseriusan dan komitmen yang tinggi. Tiap kelompok akan meraih kesuksesan bersama. 6. Kreatif Siswa akan terasah daya kreativitasnya dengan memadukan tokoh dengan karakter teman. Tata busana, tata rias, dekorasi, maupun tata suara yang mendukung pertunjukkan drama mereka. 7. Visioner Siswa dilatih menjadi seseorang yang bervisi, seseorang yang memiliki 111
pandangan jauh ke depan. Siswa dapat mempersiapkan segala sesuatu agar pertunjukkan drama mereka berjalan dengan baik. Sedikitnya ada enam nilai kebajikan yang ditanamkan pada diri siswa. Dengan menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan menjadikan mereka mengalami dan merasakan sendiri manfaat kegiatan pembelajaran drama sesungguhnya. Adanya interaksi seperti ini akan menumbuhkan rasa keinginan untuk memperkuat nilai-nilai moral yang ada di sekolah. PENUTUP Banyak jalan menuju Roma, begitu pun dengan mendidik karakter penerus bangsa. Kita dapat mengupayakan hal tersebut dengan beragam aspek dan cara. Keteladanan dan kebiasaan tetap menjadi kunci utama. Benar jika ada yang berpendapat bahwa karakter adalah kemenangan, bukan hadiah. Karakter merupakan buah usaha. Pembelajaran drama berbasis pendidikan karakter dengan menggunakan metode quantum learning dan quantum teaching sudah tentu memberikan kenyamanan akan meningkatkan minat dan kesan penuh keceriaan hidup. Dengan demikian suka hati akan membawa dampak optimisme yang tinggi pada diri siswa dalam menatap masa depannya. Interaksi-interaksi yang terjadi selama pembelajaran akan sangat melekat dalam diri siswa dan nilainilai yang terkandung di dalamnya mudah terdeteksi dan tertangkap siswa. Dengan begitu kitalah sebagai guru yang harus berupaya mendapatkannya terlebih dahulu, dengan senantiasa berupaya keluar dari zona nyaman kita selama ini. Kita dituntut lebih kreatif dan inovatif. Sudahkah kita memilikinya? Dengan pembelajaran drama yang dikemas demikian menarik, membuat siswa mengerti dan merasakan drama yang sesungguhnya. Tidak hanya sekadar teori, siswa pun mampu mempraktikannya dan
BÉBASAN, Vol. 1, No. 2, edisi Desember 2014: 105—112
mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari apa yang telah mereka alami/lakukan. DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar. 2007. Rahasia Sukses Membangkitka ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui AlIhsan. Jakarta: Arga. DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2000. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. DePorter, Bobbi, Mark Reardon, dan Sarah Singer N. 2001. Quantum Teaching: Mempraktikkan Wuantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Apresiasi, Ekspresi dan Pengkajiannya. Yogyakarta: CAPS. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ryan K. & Bohlin K. 1999. Building Character in Schools. San Fransisco: Jossey Bass. Sobur,
Alex. 2003. Psikologi Bandung: Pustaka Setia.
Umum.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tim Dosen FIP Unesa. 2004. Refleksi Pendidikan Masa Kini. Surabaya.
112