PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan yang ditemukan antara lain: batang menjadi pendek, perubahan warna bunga, warna biji, bentuk daun, motif daun, dan jumlah anak daun. Dickison (2000) menyatakan bahwa respon tanaman terhadap radiasi ionisasi bermacam-macam, antara lain: hilangnya dominansi apikal, percabangan tidak normal, serta perubahan pada anatomi dan morfologi daun. Perubahan morfologi daun meliputi menyusutnya ukuran daun, perubahan bentuk, warna dan tekstur. Hasil uji keragaman menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dari dua belas populasi asal (Lampiran 1). Perbedaan tersebut terlihat pada semua karakter yang diamati kecuali warna polong. Warna polong tanaman kontrol pada kedua kultivar adalah coklat. Pada tanaman M-1 diperoleh tanaman yang memiliki warna polong coklat muda, namun karakter ini hanya muncul pada beberapa populasi saja. Sehingga tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap populasi tersebut. Hasil analisis diskriminan menunjukkan adanya keragaman di dalam populasi yang cukup besar pada duabelas populasi awal. Duabelas populasi tersebut menyebar secara tumpang tindih ke kelompok populasi lain yang memiliki kemiripan karakter (Tabel 1). Penyebaran ini disebabkan oleh pengaruh irradiasi yang diberikan pada tanaman yang berbeda-beda. Pada dosis irradiasi rendah, intensitas irradiasi yang diterima tanaman sedikit sehingga tingkat kerusakan juga kecil. Akibatnya tanaman dengan dosis irradiasi rendah akan mengelompok dengan sesama dosis rendah. Sebaliknya pada dosis tinggi, intensitas irradiasi yang diterima tanaman juga tinggi sehingga tingkat kerusakan menjadi besar. Akibatnya tanaman akan mengelompok dengan sesama dosis tinggi. Populasi 2 dan 3 sebagian besar memiliki karakter mirip dengan populasi 1 (Lumut wild type). Hal ini diduga karena dosis irradiasi yang diterima relatif rendah sehingga perubahan karakternya tidak terlalu besar. Populasi 4, 5 dan 6
32
sebagian besar mengelompok menjadi satu kelompok sehingga terpisah dari populasi 1, 2 dan 3. Populasi tersebut berasal dari kultivar Lumut dosis 0.3 sampai 0.5 kGy. Dosis 0.3 sampai 0.5 kGy merupakan dosis yang cukup tinggi sehingga menghasilkan perubahan karakter yang lebih besar. Sesuai dengan pendapat Broertjes & Harten (1988) bahwa frekuensi mutasi meningkat dengan meningkatnya dosis (secara linier untuk sinar X dan Gamma). Penyebaran populasi juga terjadi pada kultivar Slamet. Populasi 7 merupakan kelompok populasi Slamet wild type yang sebagian besar masuk ke dalam kelompok 7. Kultivar Slamet relatif lebih seragam dibandingkan Lumut. Tanaman wild type (kontrol) mencapai 97.3% yang memiliki persamaan karakter dan hanya 2.7% yang bergeser ke populasi lain. Populasi 8 dan 9 menunjukkan adanya perubahan terhadap karakter wild type walaupun perubahannya tidak terlalu banyak. Hal ini dapat dilihat dari penyebaran kedua populasi tersebut yang tidak terlalu jauh bergeser dari wild type (Tabel 1). Namun populasi 10, 11 dan 12 mengalami pergeseran yang sangat jauh dari wild type. Sehingga dari populasi inilah diperoleh banyak mutan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mutan, sehingga dari perubahan karakter masing-masing populasi dapat ditentukan populasi mana saja yang mengalami mutasi (dalam hal ini berbeda dengan wild type). Analisis diskriminan terhadap dua belas populasi awal menghasilkan enam kelompok baru, yaitu kelompok A, B, C, D, E dan F (Tabel 2). Kelompok B, C, E dan F memiliki karakter yang berbeda dengan wild type kedua kultivar. Keempat grup tersebut secara umum memiliki karakter ukuran batang yang lebih pendek, jumlah cabang lebih sedikit, buku subur dan buku total lebih sedikit, polong isi dan polong total lebih sedikit, jumlah biji dan berat total lebih kecil, umur mulai bunga dan umur polong masak lebih lama. Namun berat 100 bijinya lebih besar yang berarti ukuran biji relatif lebih besar dibandingkan wild type. Adanya perbedaan karakter ini menunjukkan bahwa keempat grup tersebut sudah mengalami mutasi, namun untuk menentukan apakah suatu tanaman sudah stabil mutasinya, harus dilakukan uji stabilitas dengan cara menanam kembali dan dilihat segregasinya. Kelompok B dan E memiliki ukuran batang yang lebih pendek dibandingkan populasi kontrol (A dan D). Namun jika dibandingkan dengan kelompok C dan F,
33
kelompok ini memiliki ukuran batang yang masih relatif lebih tinggi. Kelompok C dan F merupakan kelompok yang anggotanya kebanyakan berasal dari dosis irradiasi 0.3, 0.4 dan 0.5 kGy pada kultivar Lumut dan Slamet. Kelompok ini memiliki ukuran batang yang paling pendek jika dibandingkan dengan populasi lain. Karakter pendek merupakan salah satu indikator suatu tanaman kehilangan Gα (Fujisawa et al. 1999), sehingga karakter pendek menjadi prioritas dalam penelitian ini. Terjadinya perubahan berbagai karakter secara umum diduga disebabkan oleh tingginya dosis irradiasi yang diterima tanaman. Menurut Ratma (1988) makin besar dosis irradiasi gamma makin besar pula kerusakan genetik maupun fisiologik yang ditimbulkannya.
Tipe-Tipe Mutan pada Tanaman M-1 dan Uji Stabilitas pada Tanaman M-2 Kedelai yang diradiasi dengan sinar gamma menunjukkan perubahan terhadap karakter wild type. Radiasi sinar gamma merupakan radiasi ionisasi. Bentuk radiasi ini dapat menembus sel-sel dan jaringan dengan mudah (Pai 1999), sehingga dapat menyebabkan perubahan pada materi genetiknya. Menurut Jusuf (2001), Jika terjadi perubahan pada DNA maka akan menyebabkan terjadinya perubahan kodon-kodon mRNA, dan akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan asam amino tertentu pada protein yang disandikannya. Perubahan protein atau enzim akan menyebabkan perubahan metabolisme serta fenotip organisme. Besar kecilnya jumlah asam amino yang berubah akan menentukan besar kecilnya perubahan fenotip pada organisme tersebut. Tanaman M-1 memiliki karakter yang berbeda-beda jika dibandingkan dengan tanaman wild type. Perbedaan tampak pada karakter warna biji, warna bunga, jumlah anak daun, bentuk daun, motif daun, ukuran biji, dan ukuran batang. Uji stabilitas pada tanaman M-2 diperlukan untuk melihat ada tidaknya segregasi pada karakter tanaman tersebut. Tanaman yang mengalami segregasi berarti hanya mengalami perubahan karakter sementara dan belum stabil. Sehingga tanaman demikian tidak bisa disebut mutan. Karakter warna biji dan motif daun merupakan karakter yang tidak terwariskan, karena terjadi segregasi
34
pada generasi M-2. Sehingga kedua macam mutan ini dalam uji stabilitas tidak disajikan. Sinar gamma merupakan salah satu mutagen yang mempunyai energi yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan perubahan karakter pada tanaman yang diradiasi. Perubahan karakter yang bermacam-macam, terjadi karena bagian yang terkena radiasi tidak sama. Karakter warna biji kedelai mengalami perubahan dari warna normal. Kulit biji kedelai umumnya berwarna coklat, kuning, atau hitam atau kombinasi dari warna tersebut tergantung dari pigmen antosianin dalam sel, klorofil dalam plastida serta kombinasi pigmen-pigmen lapisan palisade pada epidermis (Lamina 1989). Kedelai kultivar Lumut memiliki warna biji hijau kekuningan, sedangkan kultivar Slamet memiliki warna biji kuning. Warna biji yang dihasilkan pada kultivar Lumut yang diradiasi adalah kuning, kuning kecoklatan dan hijau kehitaman, sedangkan kultivar Slamet meliputi coklat, krem dan kuning kehijauan (Gambar 2). Frekuensi mutan warna biji pada kultivar Slamet (M-1) lebih besar dibandingkan kultivar Lumut. Frekuensi mutan tertinggi dihasilkan pada dosis 0.4 kGy kultivar Slamet (Tabel 3). Hasil uji kestabilan mutan menunjukkan bahwa warna biji pada M-2 baik pada kultivar Lumut maupun Slamet berubah kembali seperti tanaman wild type. Perubahan warna biji diduga hanya merupakan respon fisiologis akibat besarnya dosis irradiasi yang diterima tanaman, sehingga tidak diwariskan. Karakter warna bunga pada kedelai yang diradiasi juga mengalami perubahan. Kedelai kultivar Lumut dan Slamet wild type memiliki warna bunga ungu. Irradiasi sinar gamma menyebabkan perubahan warna bunga kedelai menjadi ungu muda dan putih. Warna bunga dikendalikan oleh satu pasang gen yaitu W1 dan w1 (Wilcox 1987) dengan sifat ungu dominan. Hartwig dan Hinson (1962) dalam Wilcox (1987) melaporkan bahwa warna bunga juga dikendalikan oleh gen W3 dan W4. Warna bunga ungu umumnya bergenotip W1W3W4, sedangkan putih bergenotip W1w3w4. Munculnya warna bunga ungu muda pada M-1 diduga karena adanya mutasi pada gen pengendali warna bunga. Menurut Jusuf (2001) perubahan warna dapat terjadi karena mutasi gen telah menyebabkan terjadinya perubahan proses metabolisme produksi pigmen warna tersebut.
35
Jika dilihat pada generasi M-2 tampak bahwa semua warna bunga ungu muda mengalami segregasi (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa secara genotip warna bunga tersebut tidak mengalami perubahan. Warna bunga putih bersifat stabil karena tidak terjadi segregasi pada generasi M-2. Mutan warna bunga hanya diperoleh dari kultivar Lumut. Perbedaan tersebut diduga karena adanya perbedaan sensitifitas dari kedua kultivar. Menurut Ismachin (1988) efektivitas irradiasi yang diberikan pada tanaman dipengaruhi oleh perbedaan kepekaan terhadap irradiasi. Selain itu terjadinya mutasi sangat tergantung pada terkena tidaknya gen yang mengendalikan fungsi tertentu, yang dalam hal ini mengendalikan warna bunga. Karakter jumlah anak daun, bentuk daun dan motif daun pada kedelai yang diradiasi menunjukkan perbedaan terhadap wild type. Perbedaan karakter ditunjukkan oleh adanya variasi pada jumlah anak daun (beranak daun 1, 2, 4 dan 5), bentuk daun (bulat dan memanjang) maupun motif daun (pinggiran putih, totol tua muda, keriput dan tebal gelap) (Gambar 4-6).
Kultivar Lumut memiliki
frekuensi mutan lebih tinggi dibandingkan Slamet untuk ke tiga karakter tersebut (Tabel 5-7). Hasil uji kestabilan pada M-2 menunjukkan bahwa sebagian mutan jumlah anak daun dan bentuk daun tidak mengalami segregasi, artinya karakter tersebut sudah stabil. Karakter motif daun mengalami segregasi pada semua tanaman M-2. Variasi tersebut diduga akibat adanya perubahan gen-gen yang mengendalikan tiga karakter tersebut , sehingga muncul karakter baru yang menyimpang dari tanaman normal. Ukuran biji kedelai kultivar Lumut lebih kecil dibandingkan Slamet (Gambar 7). Induksi irradiasi pada kedua kultivar menghasilkan perubahan ukuran biji pada kultivar Lumut tapi tidak pada Slamet. Biji yang dihasilkan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan wild type. Perubahan ukuran biji diduga karena kedelai pada saat menerima energi radiasi, gen-gen tertentu menjadi tidak aktif. Sementara itu energi diterima dalam jumlah besar, akibatnya muncul mekanisme untuk menyimpan energi tersebut dalam bentuk lain, dalam hal ini disimpan sebagai sumber cadangan makanan. Jika dilihat dari frekuensi mutan yang sudah dibahas sebelumnya, secara umum kultivar Lumut memiliki frekuensi mutan lebih tinggi. Kultivar ini lebih
36
mampu bertahan pada dosis irradiasi tinggi dibandingkan Slamet yang ditunjukkan oleh tingkat letalitas yang lebih rendah pada Lumut. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan sensitifitas dari kedua kultivar sehingga menyebabkan perbedaan dalam memberikan respon terhadap stimulus dari lingkungan. Karakter pendek menjadi prioritas dalam penelitian ini karena menjadi salah satu indikator tanaman mengalami mutasi Gα. Irradiasi gamma telah banyak dilaporkan
dapat
menginduksi
tanaman
sehingga
mengalami
gangguan
pertumbuhan dan menghasilkan mutan pendek. Yulidar (2003) melaporkan bahwa irradiasi gamma dapat menghambat pertumbuhan tanaman krisan. Irradiasi gamma juga menyebabkan penurunan tinggi plantlet krisan dan tinggi krisan dilapangan (Kendarini 2006), serta menghasilkan mutan kedelai pendek pada dosis 0.2 dan 0.4 kGy (Ratma 1988). Mutan kedelai pendek banyak diperoleh dari dosis 0.3 sampai 0.5 kGy pada kedua kultivar (Tabel 8 dan 12). Terjadinya mutan pendek diduga telah terjadi mutasi pada gen Gα. Tanaman padi yang kehilangan Gα menyebabkan tanaman tersebut menjadi kerdil (Fujisawa et al. 1999). Menurut Fujisawa et al. (2001), Gα terlibat di dalam perpanjangan batang tanaman padi. Gα juga berperan dalam pemanjangan tabung polen pada bunga lily (Ma et al. 1999), transduksi sinyal auksin (Fairley-Grenot & Assmann 1991) serta terlibat dalam induksi giberelin dari gen α-amylase pada sel aleuron oat (Jones et al. 1998). Oleh karena itu terjadinya perubahan pada gen Gα menyebabkan gangguan perpanjangan batang tanaman yang berakibat pertumbuhan tanaman menjadi terhambat sehingga tanaman menjadi pendek atau kerdil. Subunit Gα juga dapat meningkatkan level IP3 pada tanaman kedelai (Legendre et al. 1993). IP3 berperan penting sebagai second messenger dalam transduksi sinyal terhadap berbagai stimulus dari luar yang diterima oleh tanaman. Perubahan pada Gα menyebabkan terganggunya proses pensinyalan sel, akibatnya terjadi gangguan proses metabolisme sel yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan pertumbuhan.
37
Konfirmasi Mutasi Gα α dengan Observasi Stomata dan Ekspresi Gen Indikator lain bahwa tanaman mengalami mutasi Gα adalah mengalami perubahan pembukaan stomata (Assmann 1996). Untuk memastikan bahwa tanaman pendek tersebut mengalami mutasi pada gen Gα dilakukan deteksi terhadap kondisi stomata dan ekspresi gennya. Stomata tanaman mutan cenderung menutup jika dibandingkan dengan wild type. Menurut Aharon et al. (1998), subunit Gα diketahui dapat mengaktifkan kanal kalsium (Ca2+) pada membran plasma sehingga meningkatkan level Ca2+ di sitoplasma pada tomat. Protein heterotrimerik-G juga berperan dalam regulasi dari influk kanal ion K+ pada sel penjaga (Wu & Assmann 1994). Adanya peran Gα tersebut, maka tanaman yang mengalami mutasi Gα menjadi turun aktivitas kanal Ca2+ dan kanal ion K+ pada sel penjaga. Kanal K+ merupakan komponen penting untuk respon terintegrasi gerakan stomata. Penurunan aktivitas kanal tersebut menyebabkan gangguan pada respon seluler terhadap stimulus dari lingkungan. Tanaman wild type tidak mengalami gangguan pada gerakan stomata karena tidak terjadi penurunan aktivitas kanal K+. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku stomata antara tanaman wild type dengan tanaman mutan. Dilihat dari ekspresi gen Gα, terdapat perbedaan antara tanaman wild type dengan mutan. Analisis molekuler baru dilakukan pada Slamet wild type (kontrol) dan satu tanaman yang diduga mutan dari kultivar Slamet. Hasil PCR dengan primer spesifik Gα menunjukkan adanya perbedaan pada dua tanaman yang diperiksa. Tanaman wild type menghasilkan pita berukuran 1380 pb, sedangkan pada tanaman yang diduga mutan tidak dihasilkan pita. Berarti Gα pada tanaman tersebut tidak diekspresikan. Kehilangan ekspresi gen Gα pada tanaman mutan diduga telah terjadi mutasi pada Gα. Menurut Weiss et al. (1997) subunit Gα terdapat dalam membran plasma tanaman Arabidopsis dan padi (Iwasaki et al. 1997). Hilangnya ekspresi gen Gα diduga akibat besarnya energi irradiasi gamma yang diterima, mengingat posisi Gα yang berada pada membran plasma sel tanaman.