buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
1
tatap redaksi buletin
PenanggungJawab Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Dewan Redaksi Pengurus Aprobi Alamat Redaksi Multivision Tower, Lantai 11, Jl Kuningan Mulia Lot 9B
Buletin ini diterbitkan oleh Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI)
Redaksi menerima kiriman artikel opini, naskah berita, foto, dan karikatur. Naskah bisa dikirimkan melalui pos ke Alamat Redaksi atau melalui email:
[email protected]. Redaksi berhak mengedit dan mengubah tulisan tanpa mengubah makna dari tulisan tersebut.
Biofuelpedia Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk di antaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.(Sumber: wikipedia)
2
Industri Biodiesel Lebih Positif Pembaca yang terhormat, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menerbitkan buletin Bioenergi pada bulan ketiga tahun 2017. Buletin yang mulai dipublikasikan pada pertengahan tahun lalu ini menginformasikan perkembangan terkini di industri biodiesel dan pada umumnya industri sawit. Dalam Rubrik Laporan Utama, kami mengulas dua produsen biodiesel yaitu Musim Mas dan Sinar Mas. Nama kedua kelompok usaha ini sangat familiar di telinga pelaku industri sawit. Musim Mas sudah 10 tahun lamanya menghasilkan produk biodiesel yang dipasarkan ke pasar dalam dan luar negeri. Sementara itu, Sinar Mas baru dua tahun terakhir terjun menghasilkan biodiesel untuk menyokong program mandatori pemerintah. Dalam artikel yang kami sajikan kedua perusahaan menyatakan kesanggupannya menjalankan program mandatori sebagai bagian membangun ketahanan energi nasional dan mengurangi emisi karbon. Rubrik Teropong mengulas kemajuan industri biodiesel di bawah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sepanjang dua tahun
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
Foto: SAWITINDONESIA
bioenergi
terakhir. Ini terbukti konsumsi biodiesel di dalam negeri terus meningkat sampai 3 juta ton pada 2016. Kenaikan konsumsi domestik tidak terlepas dari program mandatori biodiesel yang menjadi komitmen serius pemerintah. Bahkan berdasarkan peta jalan biofuel dalam negeri, pemakaian biodiesel bisa mencapai B30 dalam tiga tahun mendatang atau tepatnya 2020. Pembaca, kami harapkan buletin Bioenergi membantu penyebaran informasi positif mengenai peranan biodiesel kepada negara ini., sehingga dukungan masyarakat terhadap industri biodiesel dapat terus meningkat dan memahami pentingnya kehadiran industri bioenergi. Selamat membaca.
Kilas BERITA
Aprobi Sukses Gelar Rapat Pleno Anggota Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) telah menyelenggarakan Rapat Pleno Anggota pada 16-19 Maret 2017, di Sumatera Utara. Dalam Rapat ini, MP Tumanggor terpilih kembali sebagai Ketua Umum APROBI periode 2017-2020.
D
i tepian Danau Toba, anggota APROBI dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul dalam Rapat Pleno APROBI sebagai forum tertinggi asosiasi. “Rapat pleno ini merupakan forum tertinggi APROBI dan sangat penting bagi anggota,” kata Paulus dalam pembukaan rapat tersebut. APROBI yang berdiri pada 2006 silam ini telah mempunyai 22 anggota perusahaan. MP Tumanggor, Ketua Umum APROBI, menuturkan asosiasi mempunyai visi untuk menjadikan biofuel sebagai bagian energi terbarukan yang utama dan kompetitif. Untuk menjalankan visi ini, maka ada tiga misi yang dijalankan APROBI; pertama, bermitra dan bekerjasama dengan pemerintah serta dunia usaha supaya penggunaan biodiesel dapat meningkat untuk kepentingan domstik dan ekspor. Kedua, menjalankan sosialisasi serta kampanya positif terhadap keberadaan biodiesel. Lantaran banyak sekali isu negatif dari luar negeri untuk itu kampanye positif lebih agresif lagi untuk menjaga keberlangsungan biofuel. “Misi berikutnya memperkuat keberadaan produsen biodiesel dalam membuka lapangan kerja baru. Di samping, peningkatan kesejahteraan bagi pemangku kepentingan yang berkaitan dengan industri sawit,” jelasnya. Selama ini, kata MP Tumanggor, APROBI sudah berhasil membangun kerjasama yang baik dengan pemerintah. Contohnya saja, asosiasi ini terlibat aktif dalam pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit pada 2015. Kala itu pendirian BPDP
bertujuan menjaga supaya hrga sawit tidak merosot tajam. Selain itu, APROBI membangun kemitraan yang baik dengan Kementerian ESDM terutama Ditjen EBTKE dalam pembahasan regulasi. “Kemitraan ini berperan untuk menyakinkan pemerintah mengenai posisi strategis biodiesel ini,” jelasnya. Dalam Rapat Pleno hadir perwakilan pemerintah yaitu Agus Saptono dari Ditjen EBTKE Kementerian ESDM. Sebelumnya dijadwalkan Sudjoko Harsono, Direktur Bioenergi EBTKE, tetapi mendadak berhalagan hadir. Agus Saptono menyebutkan program B20 telah menyentuh angka konsumsi 3,05 juta Kl pada tahun lalu. Diharapkan penggunaan domestik tahun ini bisa bertambah menjadi 5 juta Kl asalkan ada partisipasi sektor biodiesel non subsidi. Tantangan industri ini, menurut Agus, mengenai tingginya selisih harga minyak sawit dan solar. Itu sebabnya, ada kekhawatiran dana subsidi biodiesel tidak akan mencukupi. BPDP Kelapa Sawit mengalokasikan anggaran sebesar Rp 9,6 triliun untuk subsidi biodiesel pada tahun ini. Paulus Tjakrawan mengharapkan komitmen program biodiesel tetap dipegang oleh pemerintah sebagai bagian menopang serta memperkokoh ketahanan energi nasional. Dalam Rapat Pleno APROBI ditetapkan kepengurusan periode 2017-2020 yaitu MP Tumanggor sebagai Ketua Umum dan Paulus Tjakrawan menjadi Ketua Harian. Sekjen APROBI adalah Stanley dan Rapolo Hutabarat sebagai Bendahara Umum. (*)
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
3
Laporan Utama PT Musim Mas
Musim Mas Andalkan Pengalaman dan Kompetensi Musim Mas Grup punya pengalaman lebih dari satu dekade sebagai produsen biodiesel. Memiliki tiga unit pabrik biodiesel dengan total kapasitas produksi 1,5 juta ton.
S
ebelum program mandatori B-20 berjalan, Musim Mas telah membangun fasilitas produksi biodiesel semenjak 2007. Togar Sitanggang, Senior Manager Musim Mas mengatakan lini produksi biodiesel mulai dibangun di Sumatera Utara yang terintegrasi dengan pabrik oleokimia. “Fatty acid dicampur dengan methanol sudah dapat menjadi biodiesel. Awalnya memang dihasilkan dari pabrik oleokimian,” kata Togar. Menurut Togar pembangunan pabrik biodiesel karena pemerintah sudah membicarakan program pencampuran biodiesel mulai tahun 2005. Setelah itu keluarlah Peraturan Menteri ESDM Nomor 32/2008 yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, dan tata niaga bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain. Beleid ini mengatur kewajiban penggunaan biodiesel di sektor transportasi. “Kami (Musim Mas) sedari awal ingin membantu pemerintah untuk merealisasikan biodiesel ini,” kata Togar. Musim Mas membangun pabrik biodiesel waktu itu karena Indonesia sudah membicarakan blending biodiesel semenjak 2005 maka keluar mandatori penggunaan Biodiesel malalui Permen SDM 32/2008. Memang kami ingin ikut partisipasi karena ada oleokimia itu kami install
4
untuk gunakan biodiesel. Sukses dengan pabrik biodiesel di Sumatera Utara yang berkapasitas 400 ribu ton per tahun. Musim Mas menambah dua pabrik lagi di Batam dan Dumai. Pabrik di Batam berkapasitas produksi 780 ribu ton per tahun dan di Dumai 385 ribu ton per tahun. Di luar negeri, Musim Mas juga mengelola tiga unit pabrik biodiesel di Spanyol dan satu unit di Italia. Dalam situs perusahaan disebutkan bahwa bisnis hulu dan hilir perusahaan ditunjang jaringan logistik dan instalasi tanki yang kuat. Perusahaan punya jaringan instalasi tanki yang komprehensif di pelabuhan besar di seluruh Indonesia. Diperkuat pula armada truk yang besar, tanker darat, dan kapal untuk memberikan solusi pelayanan terbaik kepada pelanggan. Pemasaran dan distribusi produk melalui Inter-Continental Oil and Fats (ICOF) Pte Ltd yang berbasis di Singapura. ICOF memiliki kantor lokal di seluruh Asia, Eropa, dan Amerika Serikat untuk mengawasi pemasaran dan pendistribusian minyak sawit berkualitas tinggi, minyak lauric, dan produk turunannya ke lebih 80 negara. Dukungan jaringan logistik dan fasilitas ini mempermudah perusahaan untuk memasarkan produk biodieselnya di dalam dan
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
luar negeri. Sepanjang penerapan program mandatori B15 sampai B20, Musim Mas selalu ditunjuk untuk menyuplai biodiesel bersubsidi ke depo Pertamina. “Utilisasi kapasitas kami sekitar 30% yang sebagian besar dipakai untuk memenuhi kebutuhan biodiesel bersubsidi. Pasar utama masih berasal dari permintaan domestik,” jelas Togar. Walapun demikian, perusahaan juga menjual kepada sektor non subsidi tetapi jumlahnya lebih kecil dari subsidi. Sebagai informasi untuk pengadaan biodiesel dari Oktober 2016-April 2017, Musim Mas menerima jatah pengadaan biodiesel dari Pertamina sebesar 200.448 Kl. Pengadaan ini ditujukan kepada wilayah Jakarta, Kabil, Medan, Sabang, Meulaboh, Krueng Raya, Simeulue, Sibolga, Sitoli, Kisaran, Pematang Siantar, dan Lhokseumawe. Untuk periode sama, Musim Mas juga mengikat kontrak dengan AKR Corporindo sebanyak 4.000 kl ke wilayah Medan. Untuk pasar luar negeri, kata Togar, pasar Eropa menjadi pasar utama penjualan biodiesel. Akan tetapi dengan adanya kebijakan anti dumping Uni Eropa, ekspor ke negaranegara Eropa sangat jauh berkurang saat ini. Sementara itu, Tiongkok dan
Laporan Utama beberapa negara lain belum serius menjalankan permintaan biodieselnya. Togar menyebutkan perusahaaan masih menghasilkan biodiesel generasi pertama. Kendati demikian kompetensi dan teknologi yang dikuasai Musim Mas tidak menutup kemungkinan memproduksi biodiesel generasi kedua. Syaratnya, ada permintaan tetap dari pasar. Lantaran, biaya produksi biodiesel generasi kedua tidaklah murah. “Jika ada demand untuk itu kami bisa akan berpikir ke arah sana. Tapi sekarang di lokal belum ada,”pungkasnya. Togar mengatakan perusahaan tetap fokus menghasilkan produk turunan kelapa sawit dari berbagai jenis produk. “Dalam hal ini perusahaan berupaya untuk berinvestasi sekecil apapun selama periode krisis terjadi. Hal ini yang membuatkami bisa terus bertahan dan menjadi pemain papan atas bisnis sawit,” jelas Togar seperti dikutip dari kontan.co.id. Ada tiga faktor yang membuat bisnis Musim Mas mampu bertahan sampai sekarang. Faktor pertama, cekatan dan cepat tanggap terhadap situasi bisnis yang bergerak dinamis. Togar menyatakan, Musim Mas percaya bila krisis ekonomi dan kesempatan datang secara bersamaan, sehingga hal ini harus dihadapi dengan bijaksana. Kedua, meskipun Musim
Mas dikenal sebagai perusahaan keluarga, namun hal ini tak membuat perusahaan ini menutup diri dari dunia luar. Faktor tersebut juga yang membuat perusahaan mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi. “Perusahaan ini mengembangkan bisnis dengan menggandeng orangorang profesional untuk masuk dalam manajemen,” ujar Togar. Dengan menempatkan orangorang profesional di manajemen, perusahaan ini pun berjalan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan bahkan dijalankan oleh keluarga pemilik perusahaan.
Ketiga, Musim Mas sukses selamat dari krisis ekonomi 2008 lalu karena mengembangkan sustainability policy atau kebijakan berkelanjutan untuk tiap produk kelapa sawit yang dihasilkan perusahaan. Ini terbukti Musim Mas menjadi perusahaan sawit pertama di Indonesia sebagai pemegang sertifikat RSPO. Selain itu, perusahaan aktif dalam mensertifikasi kebunnya mengikuti prinsip dan kriteria ISPO. Nilai tambah dari aspek keberlanjutan inilah yang membuat bisnis Musim Mas mampu berjalan hingga sekarang. (*)
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
5
Laporan Utama PT SINAR MAS
Dukung Mandatori B-20, Sinarmas Operasikan Dua Pabrik Biodiesel Sinarmas Grup memiliki dua unit pabrik biodiesel di Kalimantan Selatan dan Jakarta. Kedua pabrik ini bagian komitmen perusahaan dalam mendukung program mandatori biodiesel pemerintah.
R
onny Rusli, Corporate Affair Director PT SMART Tbk, mengatakan keterlibatan Sinarmas dalam program biodiesel sudah menjadi inisiatif group yang telah dijalankan semenjak tahun 2013. Sinarmas salah satu penggagas ide didirikannya Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi). Lalu tahun 2014, perusahaan merealisasikan inisiatif ini guna mendukung mandatori biodiesel. “Sejalan dengan masterplan kami untuk membangun pabrik biodiesel dengan produksi satu juta kiloliter. Setelah itu, kami buat feasibility study terkait lokasi pabrik dan berapa kapasitas yang dibangun di tiap lokasi serta berapa banyak lokasinya,” jelas Ronny. Di saat feasibility study tadi, kata Ronny, harga minyak
6
bumi merosot drastis sama pula dengan harga minyak sawit. Kendati demikian, perusahaan tetap berkomitmen dalam jangka panjang maka pembangunan pabrik tetap dilanjutkan pada 2014. Lokasi pabrik pertama sesuai komitmen berada di Tarjun, Kalimantan Selatan. Di daerah ini, Sinarmas sudah memiliki komplek kawasan pengolahan minyak sawit. Menurut Ronny, Tarjun dipilih sebagai lokasi pabrik biodiesel karena membuat kompetitif produk biodieselnya apabila di dalam satu kompleks yang terintegrasi. Dari sisi ekonomis pabrik sudah mendapatkan akses air, listrik, logistik,pengangkutan dan terutama kepastian pasokan bahan baku. “Makanya, kami pilih menempatkan pabrik biodiesel di dalam pusat kawasan hilir Sinarmas. Tidak jauh dari kawasan
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
Ronny Rusli mengharapkan program mandatori biodiesel terus berjalan lantaran menjadi urat nadi keberlangsungan industri sawit Indonesia. Biodiesel ini punya tujuan jangka panjang untuk menciptakan permintaan baru dan menyokong stabilitas harga CPO.
Laporan Utama
tadi ada perkebunan sawit kami. Dengan begitu sangat efisien dan sudah ditunjang pasokan bahan baku,” ucapnya. Pabrik biodiesel di Tarjun resmi beroperasi pada 2015. Di tahun yang sama, Sinarmas membangun satu unit lini biodiesel berlokasi di Marunda, Jakarta Utara. Ronny mengatakan pabrik biodiesel di Jakarta Utara ini lebih dekat kepada konsumen. “Pabrik Marunda sekarang dalam tahapan commisioning untuk tahun ini. Kegiatan operasional menunggu timing saja terutama pengadaan dari PSO (redbiodiesel bersubsidi),” jelasnya. Berdasarkan informasi perusahaan, investasi pembangunan kedua unit pabrik ini hampir mencapai US$ 150 juta. Saat ini, kata Ronny, kapasitas terpakai (utilisasasi) produksi pabrik di Tarjun lebih dari 50%. “Utilisasi masih cukup bagus karena dekat dengan lokasi konsumen seperti di Kalimantan.
Lalu lokasi kami sangat strategis untuk melayani Indonesia bagian tengah maupun timur.” kata Ronny. Untuk pengadaan November 2016-April 2017, pemerintah menunjuk PT SMART Tbk untuk menyuplai biodiesel sebesar 75.940 Kl. Wilayah pengadaan meliputi Pare-pare, Makasar, Kotabaru, Tarakan, Pangkalan Bun, Pulau Pisang, dan Sampit. Ronny Rusli menyebutkan perusahaan sudah punya kompetensi baik untuk supply chain biodiesel dan logistik. Lebih lanjut kata Ronny, dari hulu sampai hilir bagian logistik menjadi perhatian utama perusahaan seperti transportasi darat dan laut. “Perusahaan kami punya armada kapal yang joint venture dengan salah satu perusahaan multinasional. Makanya, kami berpengalaman untuk logistik,” jelasnya. Ronny mengharapkan program mandatori biodiesel
terus berjalan lantaran menjadi urat nadi keberlangsungan industri sawit Indonesia. Biodiesel ini punya tujuan jangka panjang untuk menciptakan permintaan baru dan menyokong stabilitas harga CPO. Tantangan bagi perusahaan, menurut Ronny, bagaimana memahami kebutuhan pelanggan Pertamina seperti supply chain. Lalu, ada keterbatasan fasilitas di wilayah pengadaan. “Memang bisnis ini ckup menantang karena harga CPO lagi tinggi ketimbang harga minyak fosil,” ungkapnya. Ronny menambahkan produk biodiesel semestinya dapat dihargai lebih baik karena termasuk green product. Ambil contoh, produk pangan organik di supermarket lebih mahal harganya daripada non organik. “Sekarang ini biodiesel masuk produk green tetapi konsumen belum berani membayar lebih,” pungkasnya. (*)
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
7
TEROPONG
Eropa
Seperti tidak ada habisnya, ekspor produk sawit ke Uni Eropa mendapatkan hambatan dari anggota parlemen Eropa. Pemerintah diminta bertindak cepat untuk selesaikan masalah ini.
A
nggota Parlemen Eropa Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, dan Keamanan Pangan membuat voting terkait laporan mengenai dampak kelapa sawit terhadap masalah lingkungan dan sosial. Dalam voting yang dibuat oleh Komite, dari 58 anggota tercatat 57 anggota setuju terhadap laporan yang menyatakan sawit sebagai penyebab deforestasi, degradasi habitat, masalah HAM, standar sosial yang tak patut, dan masalah tenaga kerja anak. Satu anggota tidak setuju kepada isi laporan ini. “Voting itu merupakan langkah politik yang tidak menghormati kerja sama Indonesia Uni Eropa, didasarkan pada laporan yang tidak benar, dan merupakan bentuk kampanye negatif yang nyata dan sangat bernuansa kepentingan persaingan dagang,” ujar Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Bayu Krisnamurthi. Menurut Bayu hasil voting tadi belum mengikat karena mesti dibawa ke sidang pleno 3-6 April mendatang. Tetapi yang harus diperhatikan dampak laporan itu bisa menghentikan penggunaan minyak sawit dari program biodiesel Eropa di 2020 nanti, selain itu untuk menerapkan sertifikasi minyak sawit Eropa. Bayu mengatakan, kajian Komisi Eropa pada 2013 menunjukkan
8
foto : istimewa
Kembali Hadang Produk Sawit
deforestasi yang dipicu sawit hanya 2,5%, jauh lebih kecil dari pembukaan lahan kedelai, peternakan sapi, jagung, dan pengembangan infrastruktur. Selain itu, ekspansi sawit di seluruh dunia hanya seperlima dari ekspansi kedelai dan jauh lebih kecil dari ekspansi rapseed, tanaman sumber minyak nabati yang tumbuh di Eropa. “Sawit adalah salah satu kegiatan ekonomi yang mendukung (sustainable development goals) dan diakui APEC sebagai development product karena terkait pembangunan pedesaan dan pengurangan kemiskinan dengan fakta 90% sawit di Afrika, dan 45% di Indonesia diusahakan petani kecil,” terang Bayu yang menjabat Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit periode 2015- Februari 2017. Untuk mengahadapi kebijakan Uni Eropa, Bayu mengharapkan pemerintah segera bertindak., Pertama memastikan sawit menjadi salah satu perhatian utama dalam negosiasi RIEU-CEPA. Kedua, memanfaatkan forum WTO untuk mendapatkan perlakuan non diskriminatif apabila sawit harus bersertifikat. Artinya, semua minyak nabati yang digunakan Uni Eropa termasuk dari kedelai, rapseed, bunga matahari dan lainnya harus bersertifikat. Ketiga, menyiapkan langkah untuk mengatur tentang sertifikat bagi komoditas impor seperti kosmetik, susu/keju, anggur/wine, termasuk yang berasal dari Eropa. Keempat,
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
memperkuat kerja sama dengan negara produsen sawit, terutama di kawasan APEC dan Afrika. Togar Sitanggang, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) menyayangkan sikap Komisi Uni Eropa terhadap Anggota Parlemen Eropa Komite Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, dan Keamanan Pangan, yang membuat keputusan sepihak terhadap sawit. Sebagai contoh tuduhan deforestasi tidaklah tepat dibebankan kepada lahan kelapa sawit lantaran ada bisnis peternakan sapi yang terbukti melakukan lebih banyak deforestasi. Tidak itu saja, kata Togar, pemerintah bersama pelaku industri sudah berkomitmen dalam pelaksanaan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). “Kita sudah lakukan penguatan ISPO. Ke depan, sertifikasi ini bisa diperkut dari aspek rantai pasoknya dalam hal ini produk hilir. Jadi kita harus melakukan penguatan hingga produk hilirnya. Sebab kita melakukan ekspor hingga produk refineri,” tambahnya. Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo menyampaikan pihaknya sangat memperhatikan informasi ini yang menciptakan persepsi CPO yang makin buruk meski baru dibahas di tingkat Komite di Parlemen Eropa. “Dan hal ini dapat mempengaruhi dukungan publik dan stakeholders terhadap proses perundingan RI-EU CEPA.” kata dia seperti dilansir dari media cetak. (*)
TEROPONG
Pemerintah Kaji Kenaikan Pungutan CPO Pemerintah mengakui subsidi biodiesel semakin melebar pada tahun ini. Ada rencana pungutan CPO akan dinaikkan untuk menutupi kekurangan subsidi.
foto : gaikindo
D
alam sebuah diskusi di pertengahan Maret 2017, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebutkan alokasi dana untuk menanggung subsidi biodiesel tidak dapat menutup kebutuhan. Penyebabnya, kenaikan harga CPO terus terjadi semenjak awal tahun yang tembus sampai US$ 800 per ton. Lebih lanjut kata Rida, harga CPO mengalami kenaikan setelah mandatori biodiesel berjalan dari tahun 2015. Sementara itu, harga minyak mentah masih bertahan di kisaran USS 50 per barel. Terjadi selisih cukup lebar dari harga CPO yang mencapai USS 800 per ton. Ini berakibat gap harga yang harus ditutup dengan subsidi semakin besar. “Dalam prediksi kami dengan gap seeperti sekarang. Maka capaian dananya bisa kurang,” jelas Rida. Pemerintah tengah menyiapkan sejumlah opsi untuk menutupi kekurangan subsidi. Opsi yang dipilih adalah penyesuaian formula Harga Indeks Pasar (HIP) biodiesel melalui pemangkasan biaya konversi dan transportasi. Opsi berikutnya adalah pungutan ekspor CPO dinaikkan. Dua opsi ini bertujuan untuk menambah anggaran dana subsidi biodiesel. Saat ini formula harga indeksi pasar (HIP) biodiesel yakni USS 125 per ton ditambah ongkos angkut sampai titik serah. Menurut Rida, angka sebesar US$125 per ton sedang dipertimbangkan turun menjadi sekitar US$ 100 per ton. Selanjutnya, ongkos angkut dapat ditenderkan karena selama ini pengusaha biodiesel memakai kapal milik sendiri, melainkan sewa. Kalaupun pungutan CPO (CPO Fund) naik dipertimbangkan menjadi US$ 68 per ton untuk produk CPO. Saat ini, pungutan CPO yang berlaku sebesar US$50 per ton. Rida beralasan nilai pungutan US$ 68 per ton dengan asumsi pungutan CPO US$50 per ton
dan bea keluar rata-rata US$ 18 per ton. Dalam satu bulan mendatang, Rida menyebutkan kajian dua opsi ini bisa memperoleh keputusan. Selanjutnya, pihaknya akan membawa hasil kajian ke Komite Pengarah BPDP Kelapa Sawit. Harapannya segera muncul kebijakan baru sebelum kontrak pasokan biodiesel periode November 2016-April 2017 selesai. “Bagusnya begitu (terbit bersama penentuan kontrak biodiesel) atau sebelumnya, Karena periode sebelumnya kan ada kekurangan subsidi berapa gitu,” ujarnya. Pada periode November 2016 sampai April 2017, pemerintah menetapkan alokasi biodiesel yang disubsidi sebesar 1,53 juta KL. Hal ini dengan asumsi biodiesel yang disubsidi hanya solar subsidi dan solar untuk pembangkit listrik. Pemerintah menetapkan 16 perusahaan untuk memasok biodiesel ini. Jika perluasan subsidi biodiesel belum jalan, maka target serapan biodiesel 5,5 juta KL kemungkinan tidak akan tercapai. Apalaagi solar nonsubsidi belum seluruhnya memperoleh subsidi, maka serapan
biodiesel setiap enam bulan hanya sekitar 1,5 juta KL Sehingga total serapan hanya 3 juta KL. Sebagaimana diketahui, BPDP Kelapa Sawit menurunkan alokasi dana subsidi biodiesel menjadi Rp 9,6 triliun tahun ini. Togar Sitanggang, Sekjen Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI), menyebutkan asosiasi masih dalam posisi wait and see terkait usulan pemerintah yang ingin merevisi HIP biodiesel dan pungutan CPO. “Bagi kami yang terpenting, kalau pemerintah usulkan US$ 100 per ton formula biodiesel. Angka ini berdasarkan kajian siapa dan darimana. Karena, angka sebesar US$125 per ton ini berasal dari perhitungan BPPT( red- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi),” jelasnya. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI, menyayangkan usulan pemerintah yang ingin menaikkan pungutan CPO karena berpotensi menurunkan daya saing industri sawit. “Jika terjadi kenaikan pungutan maka petani sawit yang dirugikan,”pungkasnya. (*)
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
9
Teropong
Di bawah Pemerintahan Jokowi,
Industri Biodiesel Lebih Positif
Sepanjang dua tahun terakhir, pertumbuhan industri biodiesel menunjukkan perkembangan positif. Konsumsi domestik biodiesel meningkat signifikan hingga 60%. Investasi juga tumbuh dengan hadirnya beberapa pabrik biodiesel baru.
B
erdasarkan data Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, jumlah produksi biodiesel lalu mencapai 3,6 juta ton pada 2016. Dari jumlah ini terdiri penggunaan dalam negeri sebesar 3 juta ton dan ekspor sebanyak 428.869 ton. Dibandingkan tahun 2012, pertumbuhan produksi biodiesel mengalami kenaikan sebesar 63% dari periode saat itu sebesar 2,2 juta ton. Bahkan penggunaan biodiesel di dalam negeri tumbuh tajam sampai 340% ketimbang tahun 2012 berjumlah 669 ribu ton. Tahun 2014, pemakaian domestik untuk biodiesel
10
foto : esdm.go.id
sebesar 1,84 juta ton atau terjadi kenaikan 60% dibandingakn tahun 2016 sebesar 3 juta ton. Dari aspek investasi pada 2017, akan ada tambahan investasi baru dan eksisting biodiesel sekitar empat pabrik. Itu sebabnya, kapasitas terpasang produksi semakin bertambah dari 9 juta ton menjadi 10 juta ton pad tahun ini. Meningkatnya kebutuhan biodiesel di dalam negeri tidak terlepas dari dukungan pemerintah kepada program mandatori B-20. Ini terbukti sebelum penerapan dana pungutan CPO (CPO Fund), regulasi yang dihasilkan pemerintah mencapai
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
18 regulasi dalam jangka waktu tujuh bulan. Regulasi ini mulai dari peraturan pemerintah, peraturan menteri sampai keputusan menteri. Dalam satu kesempatan, Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyebutkan penerapan mandatori B-20 harus tetap berjalan walaupun tantangan yang dihadapi pemerintah sangat luar biasa. “Jika berhasil, Indonesia akan menjadi negara pelopor pengunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada sektor transportasi dengan kandungan Bahan Bakar Nabati (BBN) 20 persen,”kata dia. Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, menyatakan dukungannya
d
TEROPONG kepada program mandatori B-20. Pihak kementerian selalu berkoordinasi dengan pelaku industri otomotif dan komponennya untuk mengembangkan mesin dan peralatan canggih yang lebih adaptif dengan penggunaan bahan bakar biodiesel. “Kemenperin mengharapkan dukungan dari pihak terkait untuk menciptakan efisiensi industri domestik, salah satunya melalui pemberian harga khusus gas industri terutama untuk sektor oleochemical, pangan, bahan bakar nabati, dan utilitas kawasan industri,” ujarnya. Merujuk data Statistik Perkebunan Indonesia tahun 2016, Airlangga mengakui perkebunan kelapa sawit berperan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di dalam negeri sebanyak 5,7 juta orang, dengan 2,2 juta orang di antaranya adalah petani rakyat skala kecil. “Secara keseluruhan, diperkirakan sekitar 16–20 juta orang mengandalkan penghidupan dari bisnis kelapa sawit hulu-hilir yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia,” tutur Airlangga melalui keterangan tertulis. Sementara itu, berdasarkan data BPS sampai bulan September 2016, tercatat nilai ekspor produk hilir sawit sebesar USD13.3 miliar atau telah melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi. “Produk hilir mencapai 54 jenis. Secara rata-rata tahunan, sektor industri kelapa sawit hulu-hilir menyumbang USD20 miliar pada devisa negara,” imbuh Airlangga. Airlangga menjelaskan dalam jangka menengah, kami memprioritaskan upaya peningkatan investasi industri pengolahan sawit untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah produksi bahan baku yang diharapkan mencapai 40 juta ton CPO pada tahun 2020. Selain itu, Kemenperin mendorong pertumbuhan industri pengolahan sawit terutama yang membawa teknologi canggih dan terkini untuk menghasilkan aneka produk hilir seperti super edible oil, golden nutrition, bio plastic, bio surfactant, hingga green fuel. Lebih lanjut, kata Airlangga pemerintah berupaya memacu hilirisasi industri kelapa sawit melalui instrumen kebijakan fiskal melalui pengenaan tarif bea keluar secara progresif sejak tahun 2011, disusul
dengan kebijakan penghimpunan dana perkebunan pada tahun 2015. “Kedua instrumen fiskal ini bersinergi untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri domestik, menciptakan permintaan minyak sawit di dalam negeri, dan menciptakan iklim usaha yang kondusif,” paparnya. Dampak dari kebijakan tersebut sejak tahun 2013, telah terjadi pergeseran rasio ekspor yang semula 70 persen produk hulu dan 30 persen produk hilir, menjadi 30 persen produk hulu dan 70 persen produk hilir. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana menyebutkan Indonesia lebih maju dalam penggunaan biodiesel. Malaysia baru menerapkan program mandatori biodiesel 7 persen (B7). “Indonesia memang negara dengan produksi biodiesel terbesar jadi bisa kita menjadi pionir kedepannya dan dunia menunggu konsistensi kita”tambah dia. Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia, mengapresiasi dukungan pemerintah kepada program mandatori biodiesel. Keberhasilan biodiesel subsidi setelah terbentuknya kelembagaan Badan
Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Lembaga ini berasal dari inisiatif swasta dan Pemerintah yang mengumpulkan dana untuk menutupi selisih harga solar dan harga biodiesel. “Memang program biodiesel ini semestinya menjadi tanggungan pemerintah pusat. Tapi kita tahu problem energi sangat kompleks dari hulu sampai hilir,” jelasnya. Paulus menyebutkan pemanfaatan biodiesel memberikan dampak besar kepada perekonomian, dari aspek tenaga kerja dan investasi. Lalu bicara emisi lingkungan, penggunaan biodiesel mampu membantu Indonesia untuk memenuhi target pengurangan emisi karbon 29% kepada dunia. Sebagai informasi, program B20 biodiesel tahun lalu berkontribusi mengurangi greenhouse gas emissions (GHG) sekitar 4,49 juta ton barel/hari. Nilai tambah lainnya adalah program B20 juga menciptakan nilai tambah industri Rp 4,4 triliun, penyerapan tenaga kerja 385 ribu orang, serta penghematan devisa dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil senilai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 14,8 triliun. (*)
Tabel Produksi, Konsumsi, dan Ekspor Biodiesel 2016 Bulan
Produksi
Konsumsi
Ekspor
Januari
318.531
225.101
4.334
Februari
300.554
282.730
35.728
Maret
271.210
200.728
46.863
April
252.615
232.623
52.349
Mei
323.960
267.128
46.212
Juni
352.985
265.064
46.208
Juli
247.029
238.311
55.749
Agustus
334.661
268.035
80.735
September
301.801
262.233
34.253
Oktober
286.108
283.460
-
November
348.056
217.136
26.437
Desember
318.851
265.926
-
3.656.360
3.008.475
428.869
Total
Sumber: Ditjen EBTKE Kementerian ESDM
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017 11
AKTIVITAS
BPDP-KS Dan Aprobi Gelar Program Bantuan Masyarakat
12
kepada masyarakat cara mengoreng secara baik dan benar. Salah satu tipsnya adalah massyarakat sebaiknya jika mengoreng atau memasak tidak mengunakan minyak yang sudah dipakai lebih dari dua kali pemakaian. Di kegiatan ini, perwakilan BPDP-KS mengedukasi masyarakat tentang bagaimana cara mengoreng dengan baik dan benar, dengan tidak mengunakan minyak bekas dan tidak menggunakan minyak yang sudah dipakai lebih dari dua kali. Minyak kelapa sawit adalah salah satu minyak yang tidak mengandung Trans Fat, hal ini d nyatakan oleh Food and Drug Administration United State of Amerika, adalah salah satu otoritas kemanan pangan yang paling dirujuk di dunia. Trans Fat adalah zat yang membahayakan bagi tubuh manusia,
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
terutama jantung. Merujuk kepada Food and Drugs Administration United State of America, itu salah satu otoritas keamanan pangan yang paling dirujuk di dunia, telah menyatakan bahwa minyak goreng sawit itu tidak memiliki zat yang berbahaya yang dikenal sebagai Trans Fat, dan FDA justru telah mengeluarkan warning konsumsi minyak goreng yang mengandung transfat, dan yang paling banyak mengandung Trans Fat adalah minyak kedelai. Dengan adanya kegiatan diharapkan mampu menjadi wadah promosi, sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat tentang peran kelapa sawit di Indonesia. Di samping itu, masyarakat dapat merasakan dampak positif kelapa sawit bagi kehidupan sehari-hari mereka. (*)
foto : aprobi
B
adan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit bersama Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) menyelenggarakan kegiatan bakti sosial di Panti Asuhan Wisma Karya Bakti, Bojongsari Depok, Jawa Barat pada awal Februari 2017. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai rangkaian acara Pertemuan Nasional Sawit Indonesia pada 2-3 Februari 2017. Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Aprobi menyebutkan kegiatan ini menjadi salah satu pilar keberhasilan bisnis kelapa sawit, sekaligus merupakan bentuk promosi, bentuk sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, bagaimana peran ibu-ibu dalam pemanfaatan minyak goreng tersebut. “Dalam kegiatan ini kami mengedukasi masyarakat tentang peranan kelapa sawit bagi negara ini. Contohnya saja manfaat positif biodiesel sebagai bakar minyak nabati,” ujar Paulus. Di tempat yang sama, Aprobi bersama asosiasi sawit lainnya seperti DMSI, Apkasindo, dan AIMMI memberikan bantuan. Aprobi menyerahkan bantuan berupa 2 unit komputer dan 1 printer untuk memenuhi kebutuhan anak-anak panti asuhan. Di kegiatan ini, diadakan pula demo masak sekaligus menjadi forum edukasi
Tamu Kita Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Biodiesel Hasilkan
Manfaat Ganda Kepada Energi Nasional
M
foto : aktual
foto : setkab.go.id
enko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan bahwa sesuai UU No 30 tahun 2007 tentang energi disebutkan pemerintah berkewajiban mendorong pengembangan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai salah satu jenis energi terbarukan. Kelapa sawit salah satu produk unggul di antara komoditas penghasil minyak nabati karena lebih kompetitif sebagai bahan baku energi terbarukan. “Biodiesel sebagai produk hilir sawit punya manfaat ganda baik untuk mendukung indsutri sawit itu sendiri, juga untuk mendukung ketahanan energi nasional,” kata Darmin. Sesuai Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2015 yang merupakan peta jalan pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar lain pada tahun 2016 diamanatkan menjadi biodiesel 20% (B20) dan akan terus
meningkat secara bertahap menjadi 30% pada tahun 2020. Menurut Darmin pemanfatan B20 dipercaya akan dapat menyerap lebih banyak lagi produksi CPO dalam negeri yang pada akhirnya akan menjaga stabilitas harga sawit, meningkatkan nilai tambah dan memperluas lapangan kerja. Lebih lanjut, menurut Menko Darmin, pemerintah berkomitmen untuk tetap melanjutkan program mandatori B20. Progaram ini merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah Indonesia dalam COP21 Paris yaitu menurunkan tingkat emisi. Harus diakui biodiesel upaya diversifikasi energi bagi ketahanan energi nasional karena mengurangi impor BBM sampai 6,9 juta kiloliter. “Indonesia sebagai negara pertama yang mengimplementasikan B20, tentunya akan banyak tantangan yang akan hadir dari sisi teknis dan non teknis. Dengan keyakinan dan semangat untuk terus mengembangkan produksi dalam negeri, hal ini akan dapat diselesaikan dan Indonesia akan menjadi pionir biodiesel di dunia,” ujar pria kelahiran Mandailing Natal ini. Dalam hal ini, ditambahkan Menko Darmin berharap Kementerian ESDM sebagai regulator menegakkan kebijakan mandatori B20 tahun 2016 bersama PT Pertamina (Persero) dan BPDP Kelapa Sawit berusaha semaksimal mungkin mewujudkan program Mandatori Biodiesel B20 yang merupakan program Pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan dalam negeri sekaligus
mempromosikan era energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan Darmin menyebut, produk-produk turunan kelapa sawit memberikan kontribusi ekspor sebesar 75 persen dari sektor non-minyak bumi dan gas (migas). Sehingga, sawit menjadi salah satu penyumbang pemasukan terbesar ke negara. Melihat besarnya potensi yang dihasilkan produk-produk turunan sawit, pemerintah semakin fokus mendorong kemajuan industri kelapa sawit nasional, yang tujuannya untuk memenuhi permintaan kebutuhan produk sawit di pasar nasional maupun internasional. Darmin Nasution menyebutkan komoditas kelapa sawit punya posisi penting bagi perekonomian. Itu sebabnya pemerintah terus fokus untuk memajukan industri kelapa sawit nasional. Disadari bahwa kelapa sawit adalah suatu berkah bagi Indonesia. Sebab dari 8 komoditas perkebunan, kelapa sawit menjadi andalan dan kebanggaan Indonesia. Untuk menjaga momentum di saat sekarang, pemerintah sedang mempelajari beberapa persoalan yang terdapat pada kelapa sawit. Salah satunya dengan program peremajaan kembali (replanting) perkebunan milik petani kelapa sawit. Menurut Darmin, pemerintah butuh dukungan serta keterlibatan dunia usaha. “Tahun ini bertekad untuk mulai replanting kelapa sawit rakyat. Tentu saja harus kombinasikan dengan pemerintah, Kementan, dan dunia usaha,”jelasnya. Masalah kampanye negatif sawit, Darmin meyakini kampanye negatif akan bisa terselesaikan, sebab negara Eropa yang mendorong kampanye tersebut justru makin ketergantungan dengan produk biodiesel B20. “Intinya, kita harus perkuat industri ini, kita tidak mau meningkat terus permintaan dari Eropa tetapi mempengaruhi harganya menjadi besar, akan mempengaruhi ekspor nantinya,” tutupnya. (*)
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017 13
BIOENERGI
Kebijakan Tarif Listrik EBT Diminta Akomodir Investasi Aturan pemerintah mengenai tarif listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) diminta mengakomodir kepentingan semua pihak termasuk pelaku. Pengaturan tarif saat ini dinilai tidak menarik bagi investasi baru.
P
ada awal Februari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menandatangani tiga aturan mengenai pengaturan jual beli dan penyediaan tenaga listrik sistem ketenagalistrikan. Antar lain Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik; Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Listrik dan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Melalui Permen ini, Pemerintah juga terus mengupayakan pengembangan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. “Adanya aturan ini ingin mengedepankan EBT dengan memperhatikan kewajaran harga dan prinsip usaha yang sehat dan memperbaiki kondisi lingkungan,” ujar Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana. Salah satu permen yang menuai kontroversi adalah Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dalam beleid ini tidak lagi diatur kebijakan Feed in Tariff sebagaimana diatur dalam Permen ESDM sebelumnya yaitu Permen ESDM No.21/2016 tentang Pembelian Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Oleh PLN. Kalangan investor dan akademisi menilai Permen ESDM No 12/2017 tidak menarik bagi investor. Surya Dharma, Ketua Umum Masyarakat
14
Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyebutkan formula tarif listrik EBT baru kurang menarik minat. Alasannya pembangunan pembangkit berbasis EBT butuh investasi yang tidak sedikit. “Formula yang di tawarkan pemerintah tidak berimbang karena berdasarkan aspek aturan menguntungkan PLN karena ditentukan berdasarkan BPP PLN. Padahal membangun pembangkit energi terbarukan seperti panas bumi memerlukan investasi yang tidak sedikit,” ujarnya dalam sebuah diskusi bertemakan ”Mengungkap Fakta Pengembangan EBT” di Jakarta, pada pertengahan Februari. Secara umum Permen ESDM tersebut mengatur pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTA, PLTBm, PLTBg paling tinggi 85% dari Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, maka harga pembelian tenaga listriknya sebesar sama dengan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat. Menurut Surya Dharma
aturan baru listrik EBT semestinya mengakomodasi kepentingan dari pengembang investasi. Penetapan harga menurutnya tidak hanya dilakukan oleh PLN. Itu sebabnya, pemerintah juga semestinya memberikan daya tarik supaya sektor EBT dilirik pengembang, bukan sebaliknya. ”Sejauh ini pola yang diterapkan tidak ilmiah karena ditetapkan berdasarkan BPP PLN,” ujarnya. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai beleid pemerintah tadi malahan bisa menghambat investasi di sektor EBT. Keluarnya aturan tidak lagi memberikan subsidi kepada pengembang, sementara itu pemerintah di sisi lain belum mengalokasikan skema insentif yang jelas. Ditambahkan Fabby pemerintah seharusnya menyiapkan skema pemberian insentif kepada investor sebelum mengeluarkan aturan. Insentif itu, kata dia, dapat berupa suku bunga pinjaman rendah hingga pembebasan pajak. ”Ketentuan Permen ini tidak bisa dilepaskan dari insentif pemerintah khususnya mendorong biaya investasi yang tinggi mengembangkan energi terbarukan.”
Melalui Permen ini, Pemerintah juga terus mengupayakan pengembangan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia. “Adanya aturan ini ingin mengedepankan EBT dengan memperhatikan kewajaran harga dan prinsip usaha yang sehat dan memperbaiki kondisi lingkungan,” ujar Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
BIOENERGI asumsi kurs Rp13.300 per dolar AS, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang akan dibangun di Papua dengan BPP wilayah mencapai USD13,67 sen per kWh listriknya akan dihargai USD11,61 sen per kWh. Sementara jika dibangun di Jakarta dengan BPP USD5,37 sen per kWh, maka harga listriknya sesuai BPP di Jakarta. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa aturan baru tersebut ditujukan agar tarif listrik berbasis EBT menjadi lebih kompetitif. Dengan harga yang kompetitif, PLN pun wajib membeli listrik yang dihasilkan. Rida Mulyana menyebutkan pemerintah tidak menutup kemungkinan revisi Permen ESDM tarif listrik EBT yang berlaku sekarang. Penerapan Permen ESDM 12/2017 berada dalam proses evaluasi pelaksanaannya. Tidak menutup kemungkinan dapat direvisi apabila berdampak negatif. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki 13 wilayah prioritas dengan potensi energi baru terbarukan (EBT) dengan kapasitas sekitar 210 gigawatt (GW) yang keenomiannya menarik untuk dikembangkan. Ke-13 wilayah itu
Menurut Surya Dharma aturan baru listrik EBT semestinya mengakomodasi kepentingan dari pengembang investasi. Penetapan harga menurutnya tidak hanya dilakukan oleh PLN. Itu sebabnya, pemerintah juga semestinya memberikan daya tarik supaya sektor EBT dilirik pengembang, bukan sebaliknya antara lain Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Riau, Bangka Belitung (Babel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Timur (Kaltim), Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Sulutenggo), Maluku, Kalimantan Selatan dan Tengah (Kalselteng), lalu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (Sulselrabar), kemudian Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku serta Papua. (*)
foto : asianagri
Rida Mulyana berpendapat kebijakan baru ini punya tujuan baik supaya rakyat tidak dibebani tarif listrik tinggi. Biaya listrik yang murah diharapkan mampu tingkatkan daya saing industri, mendorong investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Pemerintah tidak ingin kebijakannya membuat rakyat menderita. Pak Presiden ingin lebih kompetitif ini berarti modal untuk produksi barang harus lebih murah, salah satunya dari biaya energi,” jelasnya. Fabby Tumiwa mengkhawatirkan investasi listrik energi terbarukan tidak akan tumbuh dengan aturan baru Kementerian ESDM. Berdasarkan pengamatannya tren pertumbuhan energi baru terbarukan di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 1990-2010 dibandingkan dengan negara-negara lain yang secara masif menggenjot pertumbuhan EBT. Menurutnya jika dihitung dari BPP nasional maka aturan tersebut dianggap hanya akan mengembangkan potensi EBT di Indonesia bagian timur, namun menyulitkan pengembangan EBT di Indonesia bagian barat, khususnya di Jawa. Saat ini BPP nasional sebesar USD7,5 sen per kWh. Dengan
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017 15
SUSTAINABILITY
Ekspor Biodiesel Terancam
Petisi Antidumping &Antisubsidi Amerika Serikat
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) memprotes petisi antidumping dan antisubsidi biodiesel yang diusulkan oleh National Biodiesel Board Fair Trade Coalition pada 23 Maret 2017. Pemerintah diharapkan cepat berdiplomasi supaya petisi ini ditolak pemerintah Amerika Serikat.
P
engajuan petisi antidumping dan antisubsidi biodiesel dimotori National Biodiesel Board (Dewan Biodiesel Amerika Serikat) ditambah 15 produsen biodiesel. Petisi ini berpotensi merugikan ekspor biodiesel Indonesia ke Amerika Serikat lantaran dibebani tarif pajak tinggi. “Ekspor biodiesel bisa semakin kecil jika isi petisi dikabulkan pemerintah Amerika Serikat. Diperkirakan tarif pajak akan naik sekitar 34 andaikata petisi dikabulkan,” kata Paulus Tjakrawan, Ketua Harian APROBI, dalam jumpa pers di Jakarta, pada Jumat (24/3). Isi petisi anti dumping dan antisubsidi yaitu tuduhan kepada Indonesia dan Argentina melakukan tindakan subsidi dan dumping harga untuk biodiesel yang dipasarkan di Amerika Serikat. Mereka juga meminta pemerintah Amerika Serikat menginisiasi tindakan antisubsidi dan anti dumping melalui tindakan investigasi. “Tujuan akhir petisi ini mengusulkan bea masuk tinggi kepada produk biodiesel Indonesia dan Argentina,” jelas Paulus. Petisi ini ditujukan kepada Kementerian Perdagangan Amerika Serikat dan Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat. Dasar pengenaan antisubsidi adalah pemberian subsidi biodiesel dari pungutan CPO. “Adapula dasar pemberian tax allowance kepada industri biodiesel. Sekitar 53 komponen menjadi argumen petisi ini,”kata Paulus. Menurut Paulus, dalam tiga tahun terakhir ekspor biodiesel Indonesia ke Amerika Serikat naik dua kali lipat. Data asosiasi mencatat, ekspor biodiesel ke Amerika Serikat sebesar 51.280 juta galon pada 2014 selanjutnya pada 2016 tumbuh signifikan menjadi 111.272 juta galon. Paulus Tjakrawan meminta pemerintah cepat bertindak supaya isi petisi tidak dikabulkan pemerintah
16
Amerika Serikat. Pasalnya petisi ini akan mengakibatkan pabrik biodiesel di Indonesia bisa mangkrak karena konsumsi domestik hanya 25% dari total kapasitas terpasang 10,07 juta ton. “Yang jelas pasar ekspor kian mengecil apalagi setelah tidak adanya ekspor ke Uni Eropa,” kata Paulus. Sahat Sinaga, Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, menyebutkan target ekspor biodiesel tahun ini sebesar 500 ribu ton akan sulit tercapai apabila isi petisi disetujui pemerintah Amerika Serikat. Hambatan perdagangan pemerintah Donald Trump akan terus muncul supaya harga sawit tidak lagi kompetitif. “Upaya proteksionisme ini dilakukan karena harga kedelai sulit bersaing dengan sawit. Harga sawit lebih murah 150 dolar per ton karena produktivitasnya lebih tinggi,” pungkas Sahat. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan telah melayangkan protes kepada Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO terkait dengan tingginya bea masuk (BM) produk biodiesel ke pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ditemui seusai pembukaan Rapat Kerja Nasional Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Enggartiasto mengatakan bahwa Indonesia keberatan dengan
buletin bioenergi / Edisi 3 - Maret 2017
tingginya BM yang dikenakan untuk produk biodiesel. “Di Parlemen Eropa, kita sudah kirim surat ke sana, kalau yang ke Amerika Serikat kita sudah menyampaikan ke WTO. Kita sudah lakukan pernyataan keberatan, protes, agar itu tidak diteruskan,” kata Enggartiasto, di Jakarta, Senin (27/3) seperti dilansir Antara. Berdasarkan data dari Trademap, sejak dikenakan Bea Masuk AntiDumping (BMAD) oleh Uni Eropa, ekspor biodiesel dari Indonesia ke benua Biru tersebut turun sebesar 72,34 persen dari 635 juta dolar AS pada 2013 menjadi sembilan juta dolar AS juta pada 2016. Nilai BMAD yang ditetapkan cukup besar yaitu berkisar dari 8,8 persen-23,3 persen atau 76,94-178,85 euro per ton. “Kita keberatan. Kami sudah sampaikan, sama halnya seperti Argentina dulu, dan kita sudah lakukan pernyataan keberatan, protes, agar itu tidak diteruskan,” kata Enggartiasto. Berdasarkan hasil analisis pengenaan BMAD oleh Uni Eropa tersebut, pemerintah Indonesia menilai ada ketidakadilan dan inkonsistensi dengan Anti-Dumping Agreement (ADA) WTO. Atas alasan tersebut, Indonesia mencari keadilan melalui forum Dispute Settlement Body (DSB) WTO.