i
PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN SENSOR AVNIR DAN PALSAR POLARISASI PENUH (STUDI KASUS PT SANG HYANG SERI, SUBANG)
SETIA WAHYU CAHYANINGSIH A14070065
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
ABSTRAK SETIA WAHYU CAHYANINGSIH. Pemantauan Fase Pertumbuhan Padi Menggunakan Sensor AVNIR dan PALSAR Polarisasi Penuh (Studi Kasus PT Sang Hyang Seri, Subang). Dibimbing oleh BAMBANG H. TRISASONGKO dan DYAH R. PANUJU. Padi merupakan kebutuhan mendasar bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pemantauan lahan sawah penting dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pemenuhan tingkat produksi pangan yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk melakukan pemantauan lahan sawah adalah dengan teknik penginderaan jauh. Pada penelitian ini, kemampuan ALOS dalam penyediaan data lahan sawah dikaji melalui 2 sensor yaitu dengan menggunakan ALOS AVNIR-2 yang berbasis citra optik dan ALOS PALSAR yang merupakan sensor radar. Citra ALOS PALSAR yang digunakan diakuisisi pada tahun 2007 dan 2009, sedangkan citra ALOS AVNIR diakuisisi pada tahun 2008 dan 2009. Penyebaran nilai NDVI pada citra AVNIR-2 cukup beragam. Pada citra tahun 2008, didapat kisaran nilai NDVI 0,238-0,549 sedangkan pada citra tahun 2009 didapat nilai NDVI antara -0,209-0,516. Keberagaman nilai NDVI pada lahan sawah disebabkan tanaman padi sawah memiliki beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, generatif, fase pematangan, dan fase siap panen. Pemantauan lahan sawah ditelaah pada citra ALOS PALSAR menggunakan analisis hamburan balik (backscatter). Pada berbagai fase pertumbuhan padi, nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi linier HH secara konsisten memiliki nilai hamburan tertinggi dibandingkan dengan kedua polarisasi linier yang lainnya yaitu HV dan VV. Hasil analisis data hamburan balik pada PALSAR menunjukkan bahwa polarisasi linear HH merupakan polarisasi yang paling sesuai untuk pemantauan lahan padi sawah. Polarisasi linier HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umur dibandingkan dengan polarisasi linier yang lainnya. Pada tahap klasifikasi, penelitian ini memanfaatkan pendekatan pohon keputusan dengan menggunakan algoritma QUEST dan CRUISE. Pada citra PALSAR, nilai akurasi menggunakan CRUISE adalah 56,36% dan menggunakan QUEST adalah 40%. Pada citra AVNIR-2, nilai akurasinya lebih tinggi dibanding dengan akurasi pada citra PALSAR yaitu 94,74% dengan menggunakan CRUISE dan 90,91% dengan menggunakan QUEST. Kata kunci: padi, AVNIR, PALSAR, hamburan balik, NDVI
iii
ABSTRACT SETIA WAHYU CAHYANINGSIH. Monitoring rice growth phase using AVNIR sensor and fully polarimetric PALSAR (A case study of PT Sang Hyang Seri, Subang). Supervised by BAMBANG H. TRISASONGKO and DYAH R. PANUJU. Rice is fundamental for most Indonesian people. Monitoring rice field is therefore important in order to obtain information required by food or agriculture planning. This task could be accomplished by using satellite-based remote sensing technology, including ALOS. In this research, ALOS capability in provision rice field information are explored through its two main sensors, i.e. optical-based AVNIR-2 and PALSAR, which is a SAR sensor, primarily focused on fully polarimetric data. ALOS PALSAR data used in this research were acquired in 2007 and 2009, while ALOS AVNIR images were attained in 2008 and 2009. This research shows that NDVI values based on AVNIR-2 fluctuate during both observations. In 2008 and 2009 images, the NDVI range was 0,238-0,549 and -0,209-0,516 respectively. The diversity of NDVI value in rice field was caused by varying growth phases such as vegetative, generative, mature, and pre- harvest. In this research, rice growth phase were studied using linear backscatter analysis using fully polarimetric (PLR) PALSAR image. In many phases, HH consistently produced higher backscatter coefficient compared to other linear polarization components, i.e. HV and VV. Analysis showed that HH is the most suitable polarization for monitoring rice field. This is due to the fact that HH polarization is more sensitive to variations of rice structure in different age levels. Classification using decision tree was implemented by exploiting QUEST and CRUISE algorithms. Using PALSAR image, classification accuracy based on CRUISE and QUEST was 56,36 % and 40 % respectively. Accuracy on AVNIR-2 was higher than PALSAR, i.e. 94,74 % and 90,91 % using CRUISE and QUEST respectively. Keywords: rice, AVNIR-2, PALSAR, backscatter, NDVI
iv
PEMANTAUAN FASE PERTUMBUHAN PADI MENGGUNAKAN SENSOR AVNIR DAN PALSAR POLARISASI PENUH (STUDI KASUS PT SANG HYANG SERI, SUBANG)
SETIA WAHYU CAHYANINGSIH A14070065
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
Judul Penelitian
: Pemantauan Fase Pertumbuhan Padi Menggunakan Sensor AVNIR dan PALSAR Polarisasi Penuh (Studi Kasus PT Sang Hyang Seri, Subang)
Nama
: Setia Wahyu Cahyaningsih
NRP
: A14070065
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Bambang H. Trisasongko, M. Sc NIP. 19700903 200812 1 001
Ir. Dyah R. Panuju, M. Si NIP 19710412 199702 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Purwokerto pada tanggal 11 Agustus 1989 dari pasangan Bapak Suryadi dan Ibu Eko Setiawati, sebagai anak keempat dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1994 di Taman Kanakkanak Aishiyah 01 Purwokerto, pada tahun 1995 melanjutkan ke Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Irsyad Al-Islamiyah 01 Purwokerto, kemudian pada tahun 2001 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 02 Purwokerto. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Purwokerto. Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapat kesempatan untuk menjadi asistem praktikum Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (PJIC) pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2011/2012 dan pada tahun ajaran 2010/2011 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Geomorfologi dan Analisis Lanskap dan mata kuliah Sistem Informasi Geografis. Penulis juga aktif di Himpunan Keprofesian HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) sebagai staf Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia pada tahun 2009/2010. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan yang diselenggarakan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penulis pernah mengikuti karya ilmiah sekaligus menjadi pemakalah dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII Tahun 2011 di Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul „Evaluasi Beberapa Filter Spekel pada Data Hamburan Balik L-Band Tanaman Padi‟.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Pemantauan Fase Pertumbuhan Padi Menggunakan Sensor Avnir dan Palsar Polarisasi Penuh (Studi Kasus PT Sang Hyang Seri, Subang)”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc selaku pembimbing skripsi I dan Ir. Dyah R. Panuju, M. Si selaku pembimbing skripsi II yang senantiasa sabar dalam memberikan waktu, arahan, motivasi, masukan, dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Boedi Tjahjono, DEA selaku dosen penguji atas saran dan masukannya kepada penulis. 2. Keluarga besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3. Pihak PT Sang Hyang Seri atas segala bantuannya saat proses pengambilan data. 4. Orang tuaku tercinta Suryadi (bapak) dan Eko Setiawati (ibu), serta ketiga kakak-kakakku Gunawan Setiadi, Fajar Nugroho, dan Rokhman Febrianto atas kasih sayang, doa, serta dukungan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. 5. Saudaraku SOILSCAPER 44 atas persaudaraan dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 6. Alwan Rafiuddin dan keluarga atas kasih sayang, perhatian, dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 7. Keluarga kecilku Hanna Aditya, Juniska Muria, Astria Hernisa, dan Reyna Prachmayandini atas persaudaraan, kebersamaan dan motivasi kuat yang diberikan kepada penulis.
viii
8. Teman-teman Kost Pochan (Henni, Ratna, Resti, Dewi, Amy, Enno, Uni, dan Nia) atas kebersamaan yang indah selama ini. 9. Seluruh pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2012
Setia Wahyu Cahyaningsih
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Tujuan ............................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal ............................. 4 2.2. Pemanfaatan Polarisasi Ganda ........................................................... 5 2.3. Analisis Hamburan Balik ................................................................... 6 2.4. Klasifikasi melalui Pohon Keputusan ................................................. 8 BAB III BAHAN DAN METODE ................................................................... 10 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 10 3.2. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 11 3.3. Metode Penelitian ............................................................................ 11 3.3.1. Persiapan ................................................................................ 11 3.3.2. Pengumpulan Data .................................................................. 12 3.3.3. Survey Lapang ........................................................................ 12 3.3.4. Analisis Data .......................................................................... 12 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ................................... 16 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian ................................................. 16 4.1.1. Lokasi ..................................................................................... 16 4.1.2. Topografi ................................................................................ 16 4.1.3. Iklim ....................................................................................... 17 4.2. Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri ........................................... 18 4.2.1. Sejarah perusahaan.................................................................. 18 4.2.2. Struktur Organisasi ................................................................. 18 4.2.3. Bidang Usaha .......................................................................... 19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 21
x
5.1. Variasi NDVI Citra AVNIR-2 ......................................................... 21 5.2. Variasi Hamburan Balik Citra ALOS PALSAR ............................... 26 5.3. Teknik Klasifikasi ........................................................................... 31 5.3.1. Keterpisahan Kelas ................................................................. 31 5.3.2. Akurasi ................................................................................. 32 BAB VI KESIMPULAN .................................................................................. 43 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 43 6.2. Saran ............................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbandingan nilai R2 dan standar eror (SE) pada citra AVNIR-2.................. 26 2. Perbandingan nilai R2 dan standar eror (SE) pada citra PALSAR .................. 29 3. Nilai Transformed Divergence pada citra AVNIR-2 tahun 2009 .................... 31 4. Nilai Transformed Divergence pada citra PALSAR tahun 2009 .................... 31 5. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-2 ................................... 35 6. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR .................................... 39 7. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra AVNIR tahun 2008 dan 2009 ............................................................................................................. 41 8. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra PALSAR tahun 2007 dan 2009 ....................................................................................................... 42
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 10 2. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi ................................................................ 22 3. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Komposit RGB 321. Citra © JAXA ............ 22 4. Variasi nilai NDVI pada Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009 ........ 23 5. Boxplot Nilai NDVI pada Berbagai Fase Pertumbuhan Padi ....................... 25 6. Regresi polynomial pada grafik variasi nilai NDVI ..................................... 25 7. Citra ALOS PALSAR Komposit RGB VV, HV, dan HH. Citra © JAXAMETI .......................................................................................................... 26 8. Hubungan Antara Koefisien Hamburan Balik dan Pertumbuhan Kanopi Padi berdasarkan Fase Pertumbuhan Padi............................................................ 27 9. Hubungan Antara Koefisien Hamburan Balik dan Pertumbuhan Kanopi Padi berdasarkan Umur Tanaman Padi ................................................................ 27 10. Variasi nilai koefisien hamburan balik pada citra ALOS PALSAR .............. 30 11. Pohon Keputusan pada Citra AVNIR-2 tahun 2009 ..................................... 33 12. Hasil Klasifikasi Citra ALOS AVNIR-2 ...................................................... 34 13. Hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR ................................................ 36 14. Pohon Keputusan pada Citra PALSAR tahun 2009 ..................................... 37 15. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009 ..................................................................................................... 41 16. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS PALSAR tahun 2007 dan 2009 ..................................................................................................... 42
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Padi merupakan kebutuhan mendasar bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun, meningkat pula kebutuhan pangan manusia. Apabila jumlah ketersediaan pangan lebih kecil daripada kebutuhan, maka ketahanan pangan di Indonesia akan terganggu. Ketahanan pangan menurut FAO (1997) adalah situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut (Magrin et al., 2009). Lahan sawah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra, dan Sulawesi. Sebagian produksi padi yang berada di Pulau Jawa juga relatif tersebar di beberapa lokasi. Persebaran wilayah produksi padi yang terpisah-pisah tersebut memerlukan sistem pemantauan yang efisien dan memakan biaya rendah. Pemantauan lahan sawah penting dilakukan untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi pemenuhan tingkat produksi pangan yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu cara yang dilakukan untuk melakukan pemantauan lahan sawah adalah dengan teknik penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengamati keadaan suatu objek yang terdapat pada permukaan bumi dari jarak jauh tanpa bersentuhan langsung dengan objek tersebut. Teknik penginderaan jauh memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan melakukan survei lapangan. Teknik survei lapangan juga membutuhkan waktu yang lebih lama; semakin luas objek yang akan diamati maka semakin banyak juga waktu dan biaya yang dihabiskan. Satelit penginderaan jauh dapat dibedakan berdasarkan sumber energinya, yaitu sensor pasif (misalnya sensor optik) dan sensor aktif (radar). Pada penginderaan jauh pasif, sensor merekam objek (permukaan bumi) yang mendapat iluminasi sinar matahari. Kualitas citra dari sensor pasif ini dipengaruhi oleh kondisi atmosfer pada saat perekaman. Apabila objek tertutup awan maka objek tidak terlihat atau tidak tergambarkan. Beberapa contoh citra penginderaan jauh
2
optik adalah Landsat, SPOT, MOS, dan NOAA. Pemanfaatan citra optik telah banyak dilakukan, antara lain citra SPOT-5 untuk memperkirakan kondisi dan struktur hutan tropika di wilayah Chiapas, Mexico (Castillo et al., 2010) dan pemanfaatan citra Landsat untuk melakukan pemantauan dan pengukuran lahan basah (Wiley, 2007). AVNIR-2 sebagai salah satu sensor terbaru juga telah dimanfaatkan untuk pemantauan lahan pertanian (Tjahjono et al., 2009). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa klasifikasi numerik pohon keputusan dapat dimanfaatkan untuk memetakan beberapa fase tumbuh tanaman. Sensor aktif memanfaatkan pengukuran sinyal balik dari sinyal yang dipancarkannya. Salah satu sensor aktif yang terkenal adalah Radar (Radio Detection and Ranging). Keuntungan utama radar adalah kemampuannya beroperasi dalam segala cuaca, siang, dan malam hari. Dengan demikian sensor ini berguna pada daerah-daerah dengan penutupan awan yang tinggi. Iklim Indonesia yang tropis dan beberapa wilayahnya mempunyai curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan wilayah Indonesia banyak tertutup awan, sehingga penggunaan radar sesuai untuk pemantauan lahan sawah di Indonesia. Menurut Berens (2006), ada beberapa sensor SAR angkasa (Spaceborne SAR), antara lain adalah Lacrosse (1988, X-band), ERS-1 (1991, C-band), J-ERS1 (1992, L-band), RADARSAT (1995, C-band), ENVISAT (2002, C-band), TerraSAR-X (2006, X-band), Radarsat 2 (2005 C-band), SAR-Lupe (2005, Xband), IGS-2b (2008, X-band), dan ALOS (2006, L-band). Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja, namun dalam perkembangannya, sensor dengan kapabilitas polarisasi ganda dan polarisasi penuh telah dibangun. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki 2 satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV (transmisi dan penerimaan pada polarisasi linier vertikal) pada C-band. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk pemantauan lahan sawah dengan menggunakan SAR khususnya dengan menggunakan data X-band dan C-band, antara lain pemantauan lahan sawah di daerah China Selatan (Wu et al., 2011). Hasil dari penelitian Le Toan et al. (1989) menunjukkan bahwa data polarisasi ganda X-band diperlukan untuk membedakan lahan pertanian yang tidak digenangi seperti padi, kedelai, bunga matahari, dan gandum, sedangkan data
3
polarisasi tunggal X-band dapat berfungsi sebagai pembeda padi sawah pada fase pertumbuhan yang berbeda. ALOS PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu sensor dari ALOS dengan berbagai tingkat resolusi spasial dengan resolusi paling detil adalah sekitar 6 meter dan tersedia pada polarisasi tunggal, ganda, maupun polarisasi penuh. Kemampuan menyediakan data polarisasi penuh (fully polarimetry) pada ALOS PALSAR menyajikan peluang dibangunnya pengetahuan dan kapabilitas dalam penyediaan data lahan sawah. Sensor dengan kapabilitas polarisasi penuh dapat menyediakan berbagai macam data, baik dalam bentuk polarisasi linier, eliptik maupun sirkular. Hal ini menjadikan citra turunan yang dihasilkan cukup bervariasi dalam mendukung berbagai analisis atau ekstraksi informasi yang kompleks. Namun demikian, telaah literatur menunjukkan bahwa data polarisasi penuh L-band untuk aplikasi pemantauan padi belum dikaji secara mendalam pada wilayah tropis. Dengan kendala awan yang tinggi, maka kajian analisis data polarisasi penuh dari L-band sangat penting untuk memperkaya pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Penelitian ini dirancang untuk menelaah potensi L-band dalam pemantauan padi, utamanya pada data polarisasi penuh.
1.2. Tujuan 1. Mempelajari berbagai fase pertumbuhan padi sawah (varietas Ciherang) pada ALOS AVNIR-2 dan PALSAR L-band melalui pendekatan NDVI dan hamburan balik. 2. Menguji metode klasifikasi numerik dalam memetakan fase pertumbuhan tersebut dan memperkirakan luasan panen dan awal musim tanam di wilayah studi (PT Sang Hyang Seri), utamanya menggunakan pendekatan pohon keputusan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman dan kemampuan komputasi merupakan pembatas yang signifikan pada masa tersebut. Lembaga Antariksa Eropa (ESA) memiliki 2 satelit SAR yang identik yaitu ERS-1 dan ERS-2 yang menggunakan polarisasi VV pada C-band. Jepang menyumbangkan penyediaan data SAR L-band dengan polarisasi HH. Ribbes dan Le Toan (1999) melakukan penelitian tentang pemantauan dan pemetaan lahan padi sawah dengan menggunakan data RADARSAT di Indonesia. Data yang digunakan adalah RADARSAT dengan polarisasi HH pada C-band. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa koefisien backscatter pada RADARSAT dengan polarisasi HH pada C-band lebih tinggi daripada menggunakan data ERS dengan polarisasi VV pada C-band pada awal fase pertumbuhan padi. Selain itu, penelitian Zhang et al. (2009) dengan polarisasi tunggal HH pada L-band menunjukkan bahwa serial data 3 waktu yang digabungkan dengan Support Vector Machine (SVM) dapat dimanfaatkan untuk mengamati mekanisme pertumbuhan padi. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dengan hanya tersedianya citra tunggal, maka pilihan teknik analisis masih cukup terbatas. Hal ini dapat berdampak pada akurasi pengolahan data yang dilakukan. Pilihan utama yang paling banyak dimanfaatkan untuk pemantauan penutupan lahan atau lingkungan adalah dengan melakukan akuisisi pada 3 waktu yang berbeda atau lebih dengan menggabungkan pada tampilan citra komposit. Zhang et al. (2009) melakukan penelitian tentang aplikasi citra komposit multitemporal untuk pemantauan lahan sawah di China Selatan. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah citra komposit L-band dengan polarisasi HH yang diakuisisi pada tanggal 18 Juni 2006, 3 Agustus 2006, dan 18 September 2006. Selain itu, Dobson et al. (1996) melakukan penelitian menggunakan citra komposit antara ERS-1 dan JERS-1 untuk klasifikasi penutupan lahan. Data ERS-1 yang digunakan beroperasi dengan polarisasi VV pada C-band yang diakuisisi tanggal 12 Agustus
5
1991 sedangkan data JERS-1 beroperasi dengan polarisasi HH pada L-band yang diakuisisi pada tanggal 7 Agustus 1992. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa citra komposit antara ERS-1 dan JERS-1 memberikan nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan aplikasi ERS-1 dan JERS-1 secara terpisah.
2.2. Pemanfaatan Polarisasi Ganda Polarisasi sebuah gelombang elektromagnetik merupakan hal yang penting di bidang penginderaan jauh radar. Polarisasi dalam SAR memanfaatkan sifat orientasi komponen elektrik dan magnetik dari sinyal radar, baik sesaat setelah dipancarkan maupun hasil pancaran balik dari suatu benda yang diiluminasi. Sistem antena radar dapat berfungsi untuk memancarkan dan menerima polarisasi horizontal maupun vertikal. Apabila polarisasi yang dipancarkan dan yang diterima memiliki arah yang sama maka disebut polarisasi searah (co-polarized). Polarisasi HH mengindikasikan gelombang yang diterima dan yang dipancarkan adalah horizontal sedangkan VV artinya gelombang yang diterima dan yang dipancarkan secara vertikal. Polarisasi yang dipancarkan ortogonal terhadap polarisasi yang diterima disebut polarisasi silang (cross polarized); HV artinya gelombang yang dipancarkan horizontal dan yang diterima vertikal; VH artinya gelombang yang dipancarkan vertikal dan yang diterima horizontal. Penggunaan polarisasi dan panjang gelombang yang berbeda dapat menggali informasi lebih beragam. Pada tahun 2003, era baru SAR dimulai dengan diluncurkannya satelit Envisat yang memuat sensor Advanced SAR (ASAR). Sensor ini memiliki keunggulan dengan kemampuannya mengakuisisi dua dari tiga pilihan polarisasi linier yaitu VV, HH, dan VH. Kemampuan polarisasi ganda ini memberikan wawasan baru pada analisis dan aplikasi data SAR dalam pemantauan bumi. Hasil penelitian Le Toan et al. (1989), menunjukkan bahwa data polarisasi ganda (HH dan VV) X-band diperlukan untuk membedakan lahan pertanian yang tidak digenangi seperti padi, kedelai, bunga matahari, dan gandum. Bouvet et al. (2009) melakukan penelitian tentang penggunaan polarisasi HH/VV dari data ENVISAT/ASAR untuk pemetaan produktivitas padi di daerah Delta Mekong, Vietnam. Simulasi koefisien hamburan balik pada polarisasi HH dan VV pada
6
sudut datang 23o menunjukkan peningkatan koefisien hamburan balik yang cukup signifikan selama masa vegetatif yaitu sekitar umur padi 40-70 hari tergantung dari varietas padi yang ditanam. Selanjutnya nilai hamburan balik sedikit demi sedikit mengalami penurunan selama fase reproduksi sampai masa panen. Wang et al. (2009) juga melakukan penelitian tentang karakteristik hamburan balik padi sawah menggunakan L-band di daerah China Selatan dengan memanfaatkan Radiative Transfer Model dan diuji dengan data multitemporal ALOS PALSAR dengan polarisasi ganda (HH dan HV). Dalam penelitian ini, digunakan 3 buah citra ALOS PALSAR polarisasi ganda yang diakuisisi pada tanggal 28 Juni, 13 Agustus, dan 28 September 2007. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hamburan balik pada koefisien HH lebih bisa berguna untuk mempelajari pemodelan dan pemetaan biofisik padi sawah. Sedangkan hamburan balik HV mengindikasikan interaksi ganda antara sinyal radar dan kanopi padi sehingga hasil yang diperoleh menjadi kurang akurat untuk simulasi pemodelan hamburan balik pada kanopi. Penelitian lainnya yang menggunakan data SAR dualpolarization adalah penelitian Laurila et al. (2010) yaitu mengintegrasikan model indeks vegetasi dan klasifikasi fenologi dengan menggunakan paduan SAR dan data optik untuk estimasi hasil panen biji-bijian di Finlandia. Data yang digunakan pada penelitian Laurila et al. (2010) ini adalah Envisat ASAR yang diakuisisi pada mode polarisasi ganda dengan polarisasi VV dan VH. Baghdadi et al. (2007) menyajikan publikasi mengenai operasional pemetaan kelembaban tanah di Lembah Touch, Perancis, dengan menggunakan ERS-1/2, RADARSAT-1, dan ASAR polarisasi ganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa estimasi keadaan kelembaban tanah yang lebih baik dapat diperoleh dengan konfigurasi radar yang mampu meminimalisasi efek karakteristik permukaan tanah (terutama tingkat kekasaran permukaan tanah).
2.3. Analisis Hamburan Balik Kekasaran permukaan mempengaruhi reflektivitas energi gelombang mikro, demikian juga dengan kecerahan permukaan dari suatu objek pada citra radar. Permukaan horizontal yang halus akan merefleksikan energi gelombang mikro menjauhi sensor dan disebut sebagai fenomena spekular. Sebaliknya pada
7
permukaan kasar, energi gelombang mikro akan dipencarkan (scattered) ke beberapa arah sekaligus; dikenal sebagai diffuse atau reflektansi tersebar. Reflektivitas permukaan dapat dinyatakan sebagai koefisien backscattering (σo) dan umumnya dinyatakan dalam besaran decibel (dB). Koefisien hamburan balik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: sistem radar (panjang gelombang, antena, dan kekuatan transmisi), geometri citra radar (yang dipengaruhi oleh lebar sinar, sudut pandang, dan jaraknya), dan karakter objek (kekasaran dan komposisi permukaan,
topografi,
orientasi,
konstanta
dielektrik,
kelembaban,
dan
sebagainya). Wang et al. (2009) menyajikan publikasi tentang pemantauan variasi hamburan balik padi di daerah China Selatan pada 3 waktu akuisisi yang berbeda. Data yang digunakan pada penelitian tersebut adalah multitemporal ALOS PALSAR polarisasi ganda (HH dan HV) yang diakuisisi pada tanggal 28 Juni 2007, 13 Agustus 2007, dan September 2007. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa sifat biofisik padi, seperti leaf area index (LAI), biomassa, dan tinggi tanaman, berkorelasi secara signifikan dengan koefisien hamburan balik SAR. Hamburan balik pada citra multitemporal L-band dengan polarisasi HH lebih berguna untuk pemodelan dan pemantauan lahan sawah daripada polarisasi HV. Hal itu disebabkan oleh fakta bahwa pada polarisasi HV terjadi interaksi berganda antara sinyal radar dan kanopi dari tanaman padi sehingga mengurangi tingkat akurasi. Penelitian lainnya oleh Wu et al. (2011) menggunakan data RADARSAT2 polarisasi penuh menunjukkan hubungan antara koefisien hamburan balik pada padi dengan parameter pertumbuhan padi sawah. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa koefisien hamburan balik pada padi dengan mengunakan polarisasi penuh memiliki korelasi yang baik dengan umur padi setelah fase transplantasi, terutama pada polarisasi HV atau VH. Polarisasi HV atau VH memiliki korelasi yang paling baik dengan umur padi dibandingkan dengan polarisasi HH dan VV. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan padi dapat dipantau dengan koefisien hamburan balik dari data C-band.
8
2.4. Klasifikasi melalui Pohon Keputusan Metode Pohon Keputusan merupakan teknik klasifikasi terbimbing yang memanfaatkan ekstraksi informasi dari data training dari konteks yang umum menuju cakupan yang spesifik atau khusus. Status awal dari suatu pohon keputusan adalah tangkai pohon yang menjadi pangkal bagi pemisahan (disimbolkan dalam cabang pohon) yang diturunkan dari data training (Apte dan Weiss, 1997). Pohon keputusan ini dapat dipandang sebagai diagram alir dari titik-titik pertanyaan yang menuju kepada sebuah keputusan. Pohon keputusan yang menggunakan pemisahan (split) peubah tunggal sangat menguntungkan karena mudah dipahami oleh pemakai dan bentuk representasinya yang sederhana. Namun demikian, batasan-batasan yang diterapkan pada representasi aturan dan pohon tertentu dapat secara signifikan membatasi bentuk fungsional dari model. Kelebihan-kelebihan pohon keputusan antara lain adalah menyediakan hasil yang mudah divisualisasikan
sehingga
mudah dipahami
pengguna,
dibangun
berdasarkan aturan yang dapat dimengerti dan dipahami, dan dapat dimanfaatkan untuk prediksi. Di samping itu, kekurangan dari pohon keputusan adalah model dapat menjadi sangat kompleks untuk tujuan yang sederhana pada suatu data tertentu (Kaneko et al., 2009). Pohon keputusan merupakan metode non-parametrik atau distribution-free statistics, dimana data tidak harus cocok dengan kurva distribusi normal. Elnaggar dan Noller (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan data penginderaan jauh dan analisis pohon keputusan untuk pemetaan tingkat salinitas tanah luas di daerah arid dan semi arid di Oregon Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah membandingkan pemetaan tingkat salinitas tanah dengan menggunakan analisis penginderaan jauh dengan dan tanpa analisis pohon keputusan. Data yang digunakan adalah 2 buah citra Landsat TM 7 band yang diakuisisi tanggal 17 Agustus 2005 yang telah dimosaik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi metode penginderaan jauh untuk pemetaan tingkat salinitas pada tanah dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menambahkan metode analisis pohon keputusan. Simard et al. (2002) melakukan penelitian tentang aplikasi data radar JERS-1 (dengan polarisasi HH pada L-band) dan ERS-1 (dengan polarisasi VV
9
pada C-band) dengan klasifikasi pohon keputusan untuk pemetaan vegetasi pantai di daerah Gabon, Afrika Tengah. Diagram pohon keputusan menunjukkan bahwa penggunaan data beresolusi rendah dan kombinasi antara data amplitudo ERS-1 dan JERS-1 adalah faktor yang paling berguna untuk klasifikasi. Selain itu, karena karakteristik yang saling melengkapi antara 2 sensor, seluruh hasil klasifikasi yang berasal dari kombinasi data L-band dan C-band meningkat sebanyak 18% dibandingkan dengan penggunaan 1 band saja.
10
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini terdiri atas pengamatan di lapang dan analisis data spasial. Pengamatan di lapang dilakukan sebanyak 2 kali yang berlokasi di PT Sang Hyang Seri dan Balai Besar Penelitian Padi, Subang (Gambar 1). Kabupaten Subang merupakan salah satu pemasok utama padi di Pulau Jawa. Dengan melakukan pemantauan padi di lokasi ini, diharapkan hasilnya dapat mewakili keadaan produksi padi pada cakupan yang lebih luas yaitu Pulau Jawa. Analisis data spasial dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
11
3.2. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra ALOS PALSAR yang diakuisisi pada tanggal 27 Maret 2007 dan 30 Maret 2009 dengan resolusi spasial 28 meter. Selain data PALSAR, digunakan juga citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 12 Desember 2008 dan 30 Juni 2009 dengan resolusi spasial 10 meter. Data penunjang lainnya meliputi data jalan dan sungai Kabupaten Subang yang sudah terkoreksi geometri, data temperatur rata-rata dan curah hujan wilayah Sukamandi Subang tahun 2007-2010 (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor), dan data realisasi tebar tanam produksi benih padi PT Sang Hyang Seri tahun 2007-2011. Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global Positioning, System), kamera digital, dan seperangkat komputer dengan perangkat lunak Map Ready 2.3, ENVI 4.5 beserta toolbox tambahan, ArcGIS 9.3, Microsoft Word XP, dan Microsoft Excel XP.
3.3. Metode Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu : 1) Persiapan, 2) Pengumpulan data, 3) Survey lapang, 4) Analisis data. Secara terinci tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
3.3.1. Persiapan Pada tahap ini dilakukan studi pustaka tentang penginderaan jauh, radar, citra PALSAR, citra AVNIR-2 dan lain-lain. Studi pustaka penting dilakukan untuk mempelajari sumber-sumber yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian dan memahami metode yang telah berkembang dalam kaitannya dengan penelitian ini. Pustaka penunjang yang diperlukan antara lain: buku teks, berbagai jurnal ilmiah, dan prosiding seminar yang terkait dengan tujuan penelitian. Selain itu juga dilakukan eksplorasi beberapa perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Map Ready 2.3, ENVI 4.5, dan ArcGIS 9.3.
12
3.3.2. Pengumpulan Data Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian yaitu meliputi citra ALOS PALSAR yang diakuisisi pada tanggal 27 Maret 2007 dan 30 Maret 2009 serta citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi tanggal 28 Desember 2008, semuanya diperoleh dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Selain itu juga dikumpulkan data jalan dan sungai Kabupaten Subang dari Peta Rupa Bumi Indonesia BAKOSURTANAL, data temperatur rata-rata dan curah hujan wilayah Sukamandi Subang tahun 2007-2010 (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Balai Besar Wilayah II, Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor), data realisasi tebar tanam produksi benih padi PT Sang Hyang Seri tahun 2007-2011, dan data laporan panen padi swakelola dan kerjasama produksi inhibrida dan hibrida tahun 2007-2011. Beberapa data tambahan dan foto-foto terkait dengan penelitian juga diperoleh dari hasil survei lapang dan dari sumber-sumber terkait lainnya.
3.3.3. Survey Lapang Kegiatan survey lapang meliputi pengamatan pada beberapa blok lahan sawah PT. Sang Hyang Seri yang dilakukan pada tanggal 28 Juli 2011 dan 26 Oktober 2011. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data realisasi tebar tanam produksi padi PT Sang Hyang Seri dan data laporan panen padi swakelola dan kerjasama produksi inbrida dan hibrida tahun 2007-2011.
3.3.4. Analisis Data Langkah awal pada tahapan ini adalah mengekspor citra ALOS PALSAR dan ALOS AVNIR-2 dengan menggunakan perangkat lunak MapReady 2.3 ke dalam format data yang dapat dibaca oleh ENVI 4.5 dan ArcGIS 9.3. Pra-proses pada citra ALOS PALSAR akan menghasilkan nilai koefisien hamburan balik (backscatter sigma nought σo) dalam besaran decibel (db). Dari proses ini diperoleh 3 polarisasi linier yaitu VV, HV, dan HH. Pada citra ALOS AVNIR-2, konversi nilai digital number (DN) ke dalam nilai radiansi (Radiance) perlu dilakukan mengingat data radiansi merupakan bentuk data yang lebih formal untuk analisis biofisik.
13
Proses dilanjutkan dengan layer stacking dan koreksi geometri citra pada perangkat lunak ArcGIS 9.3 dengan menggunakan acuan peta jalan dan sungai Kabupaten Subang. Koreksi geometri merupakan proses pengoreksian posisi objek pada citra yang tidak sama dengan posisi geografis permukaan bumi yang terjadi karena pengaruh distorsi geometrik selama proses akuisisi citra tersebut. Analisis citra pada ALOS AVNIR-2 dilakukan dengan menghitung nilai NDVI untuk menduga nilai indeks vegetasi sebagai upaya untuk mengetahui perbedaan fase pertumbuhan pada setiap blok padi sawah. Analisis statistika pada koefisien hamburan balik dan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dilakukan pada data contoh. Persamaan umum dari NDVI adalah: NDVI = Keterangan: ρNIR = nilai reflektan kanal spektral infra merah dekat ρRED = nilai reflektan kanal spektral merah Nilai NDVI merupakan suatu persamaan yang paling umum digunakan untuk mencari nilai indeks vegetasi dimana NDVI memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan kerapatan tajuk vegetasi dibandingkan dengan indeks vegetasi lainnya (Zhou et al., 2001). Proses pengambilan contoh (training set) dilakukan pada semua tersebut dengan memilih region of interest (ROI) sebanyak 75 piksel pada setiap umur padi. Proses dilanjutkan dengan analisis statistika dengan mencari persamaan linier dan polinomial dari setiap scatterplot. Keberhasilan analisis kemudian ditelaah dengan menghitung nilai R2 dari persamaan linier dan polinomial tersebut. Tahapan selanjutnya adalah analisis keterpisahan kelas menggunakan Transformed Divergence (TD). Transformed divergence (TD) merupakan nilai yang menunjukkan tingkat keterpisahan spektral antar data. Dasar perhitungan pada metode TD adalah nilai sampel dari region of interest (ROI) data dan memiliki selang nilai 0-2. Nilai TD lebih dari 1,9 menunjukkan keterpisahan yang baik antar kelas data yang kita gunakan dalam suatu penelitian (Panuju et al., 2010). Jika nilai TD rendah, maka keterpisahan spektral antar kelas juga kecil. Berikut adalah persamaan TD (Jensen, 1996) :
14
di mana TDcd merupakan parameter TD dan Dcd adalah parameter yang diperoleh dari persamaan berikut: Dcd = 0.5tr[(Vc-Vd)(Vd-1-Vc-1)] + 0.5tr[(Vc-1+Vd-1)(Mc-Md)(Mc-Md)T] Keterangan: tr
= fungsi teras (trace) dalam fungsi matriks
Vc dan Vd
= matriks kovarian dari 2 kelas (c dan d)
Mc dan Md
= nilai rataan vektor untuk kelas c dan d
Tahapan selanjutnya adalah proses klasifikasi citra ALOS AVNIR-2 dan ALOS PALSAR tahun 2009. Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi pohon keputusan untuk memetakan berbagai fase pertumbuhan padi. Klasifikasi pohon keputusan merupakan teknik klasifikasi terbimbing yang memanfaatkan ekstraksi informasi dari data training dalam konteks yang umum menuju ke cakupan yang lebih spesifik atau khusus. Penggunaan teknik klasifikasi pohon keputusan telah ditelaah dalam berbagai kajian mengingat kemampuannya dalam menangani missing data akibat gangguan sensor atau atmosfer. Terdapat beberapa algoritma yang ditemukan pada literatur ilmiah antara lain QUEST, CART, CHAID, CRUISE, ID3, dan C4. Namun demikian, pada penelitian ini hanya digunakan 2 algoritma saja yaitu QUEST (Quick, Unbiased, Efficient Statistical Trees) dan CRUISE (Clasiffication Rule with Unbiased Interaction Selection and Estimation). QUEST merupakan algoritma pemisahan biner decision tree untuk klasifikasi dan data mining. Menurut Loh dan Shih (1997), atribut yang mempunyai perkiraan perubahan yang sama terpilih untuk
pemisahan suatu
tangkai pohon jika semua atribut tidak informatif berkaitan dengan atribut kelas. CRUISE merupakan versi multivariate decision tree lain yang dapat menggunakan unbiased multiway splits dan dapat menyatukan model tangkai pohon bivariate linear discriminant (Kim dan Loh, 2003). Model ini memiliki prediksi dengan tingkat ketelitian setidaknya setingkat dengan algoritma QUEST. Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah algoritma QUEST dan CRUISE adalah ENVI 4.5. Hasil pohon keputusan tersebut selanjutnya diterapkan sehingga
15
menghasilkan citra hasil klasifikasi untuk masing-masing algoritma. Proses pengujian hasil klasifikasi dengan mengambil masing-masing 75 piksel dari setiap fase pertumbuhannya.
16
BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107o31‟-107o54‟ BT dan di antara 6o11‟-6o49‟ LS. Adapun batas-batas wilayah dengan kabupaten atau kota yang berdekatan letaknya secara geografis adalah sebagai berikut: -
Sebelah selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat
-
Sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang
-
Sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa
-
Sebelah timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang
Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 ha atau sekitar 6,34% dari luas Provinsi Jawa Barat, sedangkan ketinggian tempat antara 0-1500 meter di atas permukaan laut. Lokasi penelitian khususnya adalah di PT. Sang Hyang Seri yang berlokasi di Kecamatan Ciasem. Areal kerja PT. Sang Hyang Seri terletak di Desa Ciasem Girang, Kecamatan Ciasem, dan sebagian kecil termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan dan Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang. Letak geografis PT. Sang Hyang Seri berada antara 6o16‟-6o20‟ LS dan 107o36‟-107o39‟ BT dan berada pada ketinggian sekitar 15 m di atas permukaan laut. Luas wilayah penelitian adalah sekitar 3.100 ha. Secara keruangan, batas-batas wilayahnya adalah sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciasem, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sukahaji, sebelah utara berbatasan dengan Desa Blanakan, dan sebelah selatan berbatasan Desa Pancabali.
4.1.2. Topografi Secara umum, topografi Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 zona/ klasifikasi daerah, yaitu: 1. Daerah pegunungan Daerah ini memiliki ketinggian antara 500-1500 m di atas permukaan laut dengan luas 41.035,09 ha atau sekitar 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten
17
Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Sagalaherang, Serangpanjang, Ciater, Jalancagak, Kasomalang, Cisalak, dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsiang. Penggunaan lahan pada daerah pegunungan ini didominasi oleh perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun Negara, hutan, dan lokasi pariwisata. 2. Daerah bergelombang/berbukit Daerah dengan ketinggian antara 50-500 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 71.502,16 ha atau 34,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayahnya meliputi Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Dawuan, Kalijati, Cipeundeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, dan Cikaum. Penggunaan lahan yang dominan pada daerah ini adalah perkebunan karet, tebu, dan buah-buahan untuk pertanian dan industri. 3. Daerah dataran rendah Daerah ini memiliki ketinggian 0-50 m di atas permukaan laut dengan luas 92.639,7 ha atau sekitar 45,15% dari seluruh luas wilayah kabupaten Subang. Daerah ini merupakan wilayah pantura (Pantai Utara) yang meliputi Kecamatan Pegaden, Pegaden Barat, Binong, Tambakdahan, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Sukasari, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, sebagian kecil Kecamatan Cikaum dan Purwadadi. Penggunaan lahan yang dominan pada wilayah ini adalah sawah berpengairan teknis dan tambak pantai.
4.1.3. Iklim Iklim di wilayah Sukamandi (areal kerja PT Sang Hyang Seri) menurut Oldeman termasuk pada tipe D, sedangkan menurut Ferguson termasuk iklim tipe C dengan kelembaban udara yang cukup tinggi yaitu 86,7%. Total curah hujan tahunan pada daerah ini adalah 1200 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari-Februari. Pada daerah ini, musim hujan terjadi pada bulan November-April dengan curah hujan maksimal 4200 mm, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-Oktober dengan curah hujan 610 mm. rata-rata suhu harian adalah 27,3oC di mana suhu udara maksimum mencapai 31,2oC dan suhu udara minimum mencapai 23,4oC (Andriarini, 2007).
18
4.2. Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri 4.2.1. Sejarah perusahaan PT Sang Hyang Seri merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perbenihan, yaitu memproduksi tanaman pangan (padi dan palawija) dan menjadi penyalur benih bermutu terutama padi. Pada awalnya, tahun 1940, perusahaan ini berbentuk perkebunan besar milik swasta asing (Inggris) yang dikenal dengan nama Pamanukan dan Tjiasem lands (P&T Lands). Tanaman yang diusahakan adalah sisal/agave dan singkong. Areal yang dikelola P&T Lands pada saat itu mencapai luas 9000 hektar. Adanya proses nasionalisasi yang terjadi pada tahun 1957 menyebabkan pengambilalihan semua perusahaan asing di Indonesia termasuk P&T Lands oleh pemerintah Indonesia yang kemudian dikelola oleh Yayasan Pembangunan Daerah Jawa Barat (YPDB). Nama yayasan ini kemudian diubah menjadi Proyek Produksi Pangan Sukamandi Jaya pada tahun 1966. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri pertanian No. 9/2/1968 Proyek Produksi Pangan Sukamandi Jaya diubah menjadi Lembaga Sang Hyang Seri. Perkembangan selanjutnya melalui Peraturan pemerintah no.22 tahun 1971, Perum Sang Hyang Seri terbentuk yang berfungsi sebagai produsen dan pemasar benih tanaman pangan, dan merupakan salah satu sub sistem perbenihan nasional. Pada awalnya Perum Sang Hyang Seri berpusat di Sukamandi, tetapi berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No. 169/KPTS/UM/3/1982 pada tanggal 15 Maret 1982 Pusat Pelaksanaan Administrasi dipindahkan ke Jakarta. Status perum selanjutnya diubah menjadi Persero melalui PP 18/1995 tanggal 28 Juni 1995. Pengelolaan perusahaan PT Sang Hyang Seri pada saat ini dilaksanakan oleh Kementrian BUMN sesuai PP 64/2001 tanggal 13 September 2001. Bidang usaha yang ditangani sebagai usaha pokok PT Sang Hyang Seri adalah benih pertanian dengan mengembangkan diversifikasi usaha yang terkait dengan usaha pokok.
4.2.2. Struktur Organisasi Berdasarkan SK Direksi No.56/SHS.01/Kept/IV/2000 PT Sang Hyang Seri dikelola berdasarkan sistem regional manager (RM). PT Sang Hyang Seri memiliki 5 regional manager yaitu RM I Sukamandi, RM II Jawa Timur, RM III
19
Medan, RM IV Lampung, dan RM V Sulawesi Selatan. Masing-masing dari RM membawahi beberapa Unit Bisnis Daerah (UBD). RM I membawahi beberapa UBD yaitu UBD khusus Sukamandi, UBD Serang, UBD Ciamis, UBD Tegal, UBD Banyumas, dan UBD Cirebon. UBD khusus Sukamandi merupakan satusatunya UBD di PT Sang Hyang Seri yang memiliki areal produksi sehingga disebut UBD khusus yang dipimpin oleh seorang Kepala Rm yang dibantu oleh 2 orang deputi. Masing-masing deputi membawahi beberapa orang kepala UBD. Seorang kepala bagian membawahi beberapa bagian dan sub bagian. Bagianbagian yang ada di PT Sang Hyang Seri RM I UBD khusus Sukamandi antara lain bagian produksi, bagian pengolahan benih, bagian usaha benih dan hortikultura dan kemitraan, bagian keuangan, bagian pemasaran, sub bagian pengadaan barang, sub bagian irigasi dan jalan, sub bagian hama dan penyakit, sub bagian pembinaan mutu benih, dan beberapa sub bagian lainnya.
4.2.3. Bidang Usaha Luas areal PT Sang Hyang Seri RM I UBD khusus Sukamandi yang ada sekitar 4.300 hektar, namun baru terealisasi sekitar seluas 3.500 hektar dan sisanya merupakan areal yang tidak ditanami. Pengelolaan produksi PT Sang Hyang Seri ini dilakukan dalam dua sistem produksi, yaitu sistem swakelola dan sistem kerjasama. Sistem swakelola merupakan sistem produksi dimana seluruh kegiatan produksi mulai dari tanam sampai dengan pengolahan dan pemasaran benih dilakukan oleh perusahaan, sedangkan sistem kerjasama dilakukan dengan cara petani menyewa lahan pada perusahaan namun cara pembayaran sewa berupa hasil panen padi yang jumlahnya sebesar 1,2 ton/ha dan sisa hasilnya harus dijual kepada perusahaan dengan harga 5% di atas harga pasaran. Menurut PP No. 18 Tahun 1995 Bab II pasal 2, bidang usaha PT Sang Hyang Seri berupa: 1. Produksi, pengolahan, penyimpanan, pengepakan, dan penyaluran serta pemasaran benih tanaman padi dan hortikultura. 2. Penelitian, pendidikan, dan penyuluhan dalam bidang perbenihan dan kegiatan lain yang langsung menunjang usaha perbenihan.
20
Kantor pemasaran cabang/daerah PT Sang Hyang Seri cabang Jawa Barat dibentuk untuk pengawasan dan kelancaran yang tepat guna dalam distribusi, yaitu: 1. KPD
Sukamandi
untuk
wilayah
pemasaran
Subang,
Karawang,
Purwakarta, dan Bekasi. 2. KPD Cirebon untuk wilayah pemasaran Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka. 3. KPD Tasikmalaya untuk wilayah pemasaran Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan Sumedang. 4. KPD Sukabumi untuk wilayah pemasaran Sukabumi, Bogor, Cianjur, dan Bandung. 5. KPD Serang untuk wilayah pemasaran Serang, Pandeglang, Tangerang, dan Lebak. Selain itu KPD berfungsi sebagai bagian yang dapat memperluas jaringan distribusi dan merupakan pihak penghubung langsung perusahaan dengan pihak penyalur/konsumen terhadap keluhan atau klaim.
21
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Variasi NDVI Citra AVNIR-2 Citra AVNIR-2 yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal 12 Desember 2008 dan 30 Juni 2009. Pada citra AVNIR-2 yang diakuisisi tanggal 12 Desember 2008 dapat ditemui umur padi 73, 74, 76, 81, 82, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 100, 101, 102, 103, dan 104. Sedangkan pada tanggal akuisisi 30 Juni 2009 diperoleh umur 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 49, 51, 58, 59, 61, 67, 69, 70, 71, 99, 100, dan 108. Perhitungan nilai NDVI pada penelitian ini didasarkan pada nilai radiansi pada berbagai region of interest (ROI) yang mewakili masing-masing umur. Penyebaran nilai NDVI pada citra AVNIR-2 yang digunakan pada penelitian ini cukup beragam. Pada citra tahun 2008, diperoleh kisaran nilai NDVI 0,238-0,549 sedangkan pada citra tahun 2009 diperoleh kisaran -0,209-0,516. Nilai NDVI rendah menunjukkan bahwa tingkat kehijauan tanaman (klorofil) rendah, sedangkan nilai NDVI tinggi menunjukkan bahwa tanaman tersebut mempunyai kanopi yang lebat/hijau (kanopi/hijau daun tanaman menutupi permukaan tanah). Keberagaman nilai NDVI pada lahan sawah disebabkan tanaman padi sawah memiliki beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, generatif, fase pematangan, dan fase siap panen (Gambar 2). Fase vegetatif berlangsung dari umur 0-90 hari. Pada fase vegetatif awal, kenampakan lahan didominasi tanah terbuka dan genangan air karena tubuh tanaman padi masih kecil. Warna yang terlihat pada citra warna alami (natural color) citra AVNIR-2 pada saat fase vegetatif awal tanam adalah warna coklat yang disebabkan unsur tanah yang lebih dominan (Gambar 3). Fase vegetatif awal memerlukan kelembaban tanah yang tinggi untuk menghidupi tanaman padi. Kondisi ini tercermin pada nilai NDVI yang cenderung kecil dan berkisar pada nilai sekitar 0.
22
a). Fase Bera
b). Fase vegetatif (awal tanam)
c). Fase Vegetatif
d). Fase Generatif
Gambar 2. Fase pertumbuhan tanaman padi lahan sawah PT Sang Hyang Seri tahun 2009
Gambar 3. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Komposit RGB 321. Citra © JAXA
23
Gambar 4 menyajikan hubungan antara nilai NDVI citra pada tahun 2008 dan 2009. Pada umur awal tanaman padi, NDVI menunjukkan nilai negatif. Pada umur-umur tersebut lahan sawah berada pada tahap pengolahan tanah sehingga masih banyak terdapat genangan air. Nilai NDVI semakin bertambah dengan bertambahnya umur padi. Namun, pada umur 28 hari, nilai NDVI mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut pengamatan, hal ini disebabkan adanya serangan hama tikus dan keong emas pada tanaman padi tersebut. Serangan hama menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman padi di wilayah studi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan pada tanaman padi yang terkena serangan hama adalah dengan melakukan penyulaman. Setelah dilakukan
penyulaman,
nilai
NDVI
perlahan-lahan
meningkat
seiring
bertambahnya umur padi.
Gambar 4. Variasi nilai NDVI pada Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009
Nilai NDVI meningkat secara cepat sampai umur padi mencapai 90 hari yaitu saat tanaman padi mengalami perubahan fase dari vegetatif ke fase generatif. Pada umur padi mencapai sekitar 60 hari, kenampakan dicirikan dengan adanya penambahan jumlah daun dan peningkatan tinggi tanaman. Pada fase ini, vegetasi dicirikan oleh meningkatnya klorofil secara signifikan. Hal ini menyebabkan kenampakannya berwarna hijau tua pada citra warna alami karena besarnya pantulan spektrum warna hijau sehingga terjadi kenaikan nilai NDVI yang cukup
24
signifikan (Gambar 4). Pada umur menjelang 90 hari, tanaman padi mulai tumbuh malai, pengisian bulir dan ditandai oleh menguningnya daun atau terjadi pengurangan klorofil pada daun sehingga nilai NDVI juga menurun (fase generatif). Menurut Le Toan et al. (1997), fase generatif ini juga dicirikan dengan adanya penurunan jumlah daun, kadar uap air, dan komponen daun. Pada tahapan ini, nilai NDVI turun dengan cepat mengingat hilangnya sebagian besar klorofil daun. Pola yang ditemukan pada penelitian ini menunjukkan konsistensi dengan penelitian sebelumnya dengan data deret waktu MODIS pada wilayah yang sama (Panuju et al. 2009). Pada fase pematangan dan fase siap panen, nilai NDVI sangat rendah karena jumlah klorofil yang rendah. Nilai NDVI terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur padi sampai saat tahap pemanenan. Pada Gambar 5 terlihat adanya perbedaan antara boxplot tahun 2008 dan 2009. Secara umum, fase vegetatif merupakan fase yang panjang (sekitar 90 hari pada varietas Ciherang), dengan variasi tutupan lahan yang besar (dari dominansi tanah terbuka ke dominansi vegetatif). Implikasinya adalah cukup lebarnya rentang yang ditunjukkan oleh panjang boxplot. Hal tersebut juga menyebabkan timbulnya banyak pencilan atau outlier pada fase vegetatif pada kedua citra. Kondisi tersebut terlihat berbeda pada fase generatif dan fase pematangan yang memiliki kenampakan lahan sawah yang cenderung seragam dengan selang umur yang lebih pendek sehingga nilai NDVI juga ditunjukkan tidak terlalu beragam (tidak terdapat outlier). Secara teoritik, pola boxplot yang lebih sesuai dengan pola NDVI yang didapat adalah pola boxplot pada tahun 2009. Hal itu disebabkan perbedaan rentang umur pada citra tahun 2008 dan 2009. Pada citra tahun 2008, fase vegetatif dimulai pada umur 73, 74, 76, 81, dan 82, sedangkan pada citra tahun 2009 dimulai pada umur 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 49, 51, 58, 59, 61, 67, 69, 70, dan 71. Ketersediaan data pada citra tahun 2008 menyebabkan nilai NDVI nya juga relatif tinggi karena fase vegetatif sudah memasuki fase vegetatif akhir, sedangkan pada citra tahun 2009, umur vegetatif dimulai pada fase awal vegetatif sehingga nilai NDVI nya pun juga masih rendah. Dengan demikian dapat diduga bahwa pemisahan fase generatif dan pematangan dalam prosedur klasifikasi dengan data NDVI relatif nyata (distinct).
25
Namun demikian, variasi fase vegetatif yang besar dapat mempengaruhi pemisahan kelas pada data NDVI.
a). tahun 2008
b). tahun 2009
Gambar 5. Boxplot Nilai NDVI pada Berbagai Fase Pertumbuhan Padi Pada Gambar 6 disajikan grafik variasi nilai NDVI dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Nilai yang digunakan dalam pembuatan pemodelan tersebut adalah nilai rataan dari sebaran nilai NDVI. Umur padi dikelompokkan menjadi 18 kelas yang kemudian dipilih median dari masingmasing kelas umur. Model polinomial dengan menggunakan variabel nilai rataan memiliki nilai R2 dan galat model (standard error) yang relatif kecil dibandingkan dengan menggunakan variabel nilai median dan nilai maksimum. Tabel berikut menyajikan perbandingan nilai R2 dan galat model pada ketiga parameter yang diuji tersebut.
Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 2008 dan 2009 Gambar 6. Regresi polinomial pada nilai NDVI tahun 2008 dan 2009
26
Tabel 1. Perbandingan nilai R2 dan standard error (SE) pada citra AVNIR-2 R2
SE
Median
0.942
3.578
Rataan
0.944
3.745
Nilai Maksimum
0.916
3.974
5.2. Variasi Hamburan Balik Citra ALOS PALSAR ALOS PALSAR (Phased Array-type L-band Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu sensor dari ALOS. Citra ALOS PALSAR yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal 25 Maret 2007 dan 30 Maret 2009 dengan polarisasi HH, HV, dan VV. Pada citra tahun 2007, pengamatan dilakukan pada data umur padi menjelang panen (87-114 hari) pada lokasi pengamatan lapang. Sedangkan pada citra tahun 2009, pengamatan dilakukan pada data umur padi 79-116 hari. Data tersebut dikelompokkan ke dalam 4 kelas berdasarkan fase pertumbuhan padi yaitu fase vegetatif (0-90 hari), fase generatif (90-100 hari), fase pematangan (100-110 hari), dan fase siap panen (110-120 hari). Pengelompokan fase ini agak berbeda dengan data AVNIR mengingat pada data AVNIR-2 tidak teridentifikasi adanya lahan dengan fase siap panen. Citra komposit PALSAR disajikan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Citra ALOS PALSAR Komposit RGB VV, HV, dan HH. Citra © JAXA-METI
27
Gambar 8 dan 9 menunjukkan hubungan antara umur padi dengan koefisien hamburan balik pada fase vegetatif sampai fase siap panen. Pada fase pertumbuhan tersebut, nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi linier HH secara konsisten tertinggi dibandingkan dengan kedua polarisasi linier lainnya yaitu HV dan VV.
a). tahun 2007
b). tahun 2009
Gambar 8. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan fase pertumbuhan padi
a). tahun 2007
b). tahun 2009
Gambar 9. Hubungan antara koefisien hamburan balik dan pertumbuhan kanopi padi berdasarkan umur tanaman padi Secara umum dapat dilihat bahwa terdapat pola penurunan nilai koefisien hamburan balik pada polarisasi HH selama akhir fase vegetatif sampai siap panen. Pada citra akuisisi tahun 2007 terlihat bahwa nilai tertinggi dari koefisien hamburan balik pada polarisasi HH adalah pada umur 86-90, sedangkan pada citra akuisisi tahun 2009, puncaknya berada pada umur padi ke 91-95. Pada saat umur padi tersebut, tanaman padi sedang mengalami peralihan dari fase vegetatif menuju fase generatif. Setelah itu nilai hamburan balik cenderung mengalami penurunan sampai fase panen. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian Rosenqvist
28
(1999) yang menggunakan JERS-1 SAR multitemporal untuk mempelajari karakteristik spasial dan temporal lahan padi beririgasi pada L-band polarisasi HH. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pada saat padi berumur 45-90 hari koefisien hamburan balik meningkat dan mencapai puncaknya lalu mengalami penurunan saat memasuki fase pematangan yaitu saat umur padi 90-120 hari. Kedua data menunjukkan pola variasi yang kurang konsisten pada polarisasi VV. Hal ini mungkin disebabkan oleh fenomena rotasi Faraday yang tidak dikompensasi pada penelitian ini. Rotasi Faraday terjadi akibat interaksi ionosfer dengan gelombang elektromagnetik SAR pada L- atau P-band. Menurut Sumantri et al (2006), efek Faraday merupakan peristiwa rotasi bidang polarisasi cahaya yang terpolarisasi linier dan merambat melalui medium dalam pengaruh medan magnet. Pada polarisasi HV, terjadi peningkatan nilai hamburan balik sejak fase vegetatif sampai fase pematangan kemudian menurun lagi sampai tahap siap panen. Namun demikian, pola yang jelas belum terlihat pada data HV. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa polarisasi linier HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umurnya dibandingkan dengan polarisasi linier lainnya. Panjang gelombang juga mempengaruhi nilai koefisien hamburan balik. Hal ini bersesuaian dengan penelitian Wang et al. (2009) yang dilakukan di wilayah sub tropika. Penelitian Wang et al. (2009) menunjukkan bahwa L band pada polarisasi HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi dibandingkan dengan polarisasi linear lainnya. Demikian pula kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Rosenqvist (1999). Hal tersebut mengindikasikan bahwa polarisasi HH cukup bermanfaat untuk mempelajari pola pertumbuhan padi lahan sawah. Penelitian Wu et al, (2011) menunjukkan hubungan yang cukup tinggi antara koefisien hamburan balik polarisasi linier HV dengan umur padi pada data RADARSAT-2 (C-band). Masih menurut Wu et al. (2011), untuk mendapatkan data parameter padi, polarisasi HV atau VH lebih sesuai dibandingkan dengan polarisasi HH dan VV. Namun demikian, hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan pada C-band tidak dapat diperoleh pada panjang gelombang yang lebih tinggi (L-band). Hal ini terkait dengan kekuatan penetrasi
29
L-band yang berinteraksi dengan bagian bawah kanopi padi. Pada wavelength yang panjang, seperti L band, sinyal radar dapat menembus kanopi sehingga dapat menyediakan informasi struktural, sedangkan indeks vegetasi pada citra optik cenderung terpenuhi hanya pada tahap puncak pertumbuhan padi. Gambar 10 menyajikan grafik variasi nilai koefisien hamburan balik dengan menggunakan regresi polinomial pada berbagai umur padi. Grafik tersebut dibuat pada polarisasi VV, HV, dan HH. Pada polarisasi VV dan HV menggunakan variabel nilai rataan, sedangkan polarisasi HH menggunakan variabel nilai median. Seperti halnya regresi nilai NDVI pada citra ALOS AVNIR-2, variabel yang digunakan dalam regresi nilai hamburan balik pada ALOS PALSAR juga mempertimbangkan nilai R2 dan galat model (SE). Berikut disajikan tabel nilai R 2 dan SE pada masing-masing polarisasi dan variabel yang digunakan. Tabel 2. Perbandingan nilai R2 dan standard error (SE) pada citra PALSAR Polarisasi VV HV HH
Median R² SE 0.921 30.204 0.668 26.068 0.953 14.665
Rataan R² 0.932 0.781 0.893
SE 3.474 3.371 19.68
Nilai Maksimum R² SE 0.62 36.617 0.8 10.922 0.897 12.576
30
NILAI RATAAN
a). Polarisasi VV NILAI RATAAN
b). Polarisasi HV
NILAI MEDIAN
c). Polarisasi HH Gambar 10. Variasi nilai koefisien hamburan balik pada citra ALOS PALSAR
31
5.3. Teknik Klasifikasi 5.3.1. Keterpisahan Kelas Pada citra ALOS AVNIR-2, kenampakan spektral pada setiap fase pertumbuhan padi cukup mudah diidentifikasi. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai TD yang cukup tinggi (Tabel 3). Pada citra tahun 2009, nilai TD berkisar antara 1,9 sampai 2. Nilai TD yang terendah adalah antara fase vegetatif dan pematangan. Secara visual, fase vegetatif dan fase pematangan cukup mudah untuk dibedakan. Nilai TD rendah pada fase vegetatif dan pematangan kemungkinan disebabkan adanya haze atau kabut tipis pada citra ALOS AVNIR-2 tahun 2009. Secara keseluruhan, data AVNIR tahun 2009 menunjukkan keterpisahan yang baik antar kelas. Namun demikian, kisaran nilai TD 1,9 masih bisa dikatakan baik.
Tabel 3. Nilai Transformed Divergence pada citra AVNIR-2 tahun 2009 Fase Padi
Vegetatif
Generatif
Pematangan
Vegetatif
-
2.0
1.9
Generatif
2.0
-
2.0
Pematangan
1.9
2.0
-
Perhitungan nilai Transform Divergence juga dilakukan pada citra ALOS PALSAR. Tabel 4 menyajikan nilai TD pada tahun citra 2009.
Tabel 4. Nilai Transformed Divergence pada citra PALSAR tahun 2009 Fase Padi
Vegetatif
Generatif
Pematangan
Siap Panen
Vegetatif
-
2.0
2.0
2.0
Generatif
2.0
-
2.0
2.0
Pematangan
2.0
2.0
-
1.9
Siap Panen
2.0
2.0
1.9
-
Tidak jauh berbeda dengan citra AVNIR tahun 2009, citra ALOS PALSAR tahun 2009 juga memiliki nilai TD yang tinggi yaitu di atas 1,9. Nilai TD terendah berada di antara fase siap panen dan pematangan. Kedua fase
32
tersebut cukup sulit dibedakan baik secara spektral maupun melalui kenampakan langsung di lapang. Pada fase pematangan dan siap panen, kenampakan tanaman padi sudah sama-sama menguning dan sudah terdapat bulir-bulir padi. Hal ini menyebabkan nilai TD paling rendah dibandingkan dengan fase-fase lainnya.
5.3.2. Akurasi Penelitian ini menggunakan pendekatan klasifikasi pohon keputusan untuk memetakan berbagai fase pertumbuhan padi. Gambar 11 menunjukkan pohon keputusan yang terbentuk cukup sederhana yang dapat dibangun dari data AVNIR-2. Pada pohon keputusan CRUISE maupun QUEST, band 1 memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembangunan pohon keputusan. Band 1 memberikan banyak informasi tentang permukaan air, khususnya dalam pembedaan fase vegetatif dan pematangan. Pada fase generatif dengan menggunakan algoritma CRUISE, band yang paling berperan adalah band 3. Bentuk pohon yang sederhana dan tidak terlalu banyak cabang mengindikasikan bahwa data pembangun citra AVNIR-2 ini juga sederhana. Hasil akurasi dari kedua algoritma ini cukup tinggi yaitu 94,74% untuk algoritma CRUISE dan 90,91% untuk algoritma QUEST. Hasil klasifikasi tematik dari algoritma QUEST dan CRUISE disajikan pada Gambar 12.
33
B 1 le 6 0
B 1 le 6 1
B 3 le 2 9
B 1 le 6 2
B 3 le 2 9
B 1 le 6 5
B 1 le 7 0
B 2 le 4 7
P e m a ta n g a n 2
V e g e t a t if 3
B 3 le 3 1
V e g e t a t if 2
B 2 le 4 8
G e n e r a t if 3
B 3 le 3 0
G e n e r a t if 5
B 4 le 5 6
V e g e t a t if 4
G e n e r a t if 4
V e g e t a t if 5
YES NO
P e m a ta n g a n 1
V e g e t a t if 1
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
a). Algoritma CRUISE
B 1 le 6 5
B 1 le 7 1
P e m a ta n g a n 1
B 3 le 2 9
B 4 le 5 4
P e m a ta n g a n 2
V e g e t a t if 1
B 1 le 6 2
P e m a ta n g a n 3
B 4 le 5 8
V e g e t a t if 2
B 2 le 4 9
B 4 le 6 5
B 3 le 3 1
YES NO
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
G e n e r a t if 3
B 4 le 6 9
G e n e r a t if 4
b). Algoritma QUEST Gambar 11. Pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-2
G e n e r a t if 5
G e n e r a t if 6
G e n e r a t if 6
34
a). CRUISE b). QUEST Gambar 12. Hasil klasifikasi pada citra ALOS AVNIR Tabel 5 menjelaskan tentang beberapa kriteria yang ada dalam pohon keputusan pada fase pertumbuhan padi. Masing-masing fase pertumbuhan padi memiliki beberapa kriteria. Fase vegetatif memiliki 5 kriteria pada algoritma CRUISE dan 2 kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 6 kriteria pada CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, dan fase pematangan memiliki 2 kriteria pada CRUISE dan 3 kriteria pada QUEST. Pada algoritma CRUISE, penentuan kriteria dominan dilakukan oleh band 1. Band 1 memiliki panjang gelombang 0,42-0,50 mikrometer. Pada fase vegetatif, kriteria pertama adalah suatu piksel memiliki nilai pada band 1 di antara 65 dan 70. Jika nilai band 1 pada piksel tersebut berada di antara 61 dan 62 maka band 2 harus lebih kecil atau sama dengan 47 (termasuk kriteria kedua). Jika piksel tersebut memiliki nilai di antara 60 dan 61 pada band 1 maka nilai pada band 3 harus lebih kecil atau sama dengan 29 (termasuk kriteria ketiga). Jika nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 60 maka nilai pada band 3 harus di antara nilai 29 dan 30. Namun demikian jika nilai band 3 lebih kecil atau sama dengan 29 maka nilai band 4 harus lebih besar dari 56. Pada fase generatif, kriteria pertama dalam klasifikasi adalah nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 62 dan nilai pada band 2 lebih dari 48. Kriteria pertama pada fase pematangan adalah nilai pada band 1 kurang dari 70. Pada algoritma QUEST, band 1 masih menjadi kriteria yang dominan dalam proses klasifikasi. Klasifikasi pertama pada fase vegetatif adalah nilai pada band 1 berada di antara 65 dan 71 dan nilai pada band 4 harus kurang dari atau
35
sama dengan 54, sedangkan pada fase generatif nilai pada band 1 kurang dari atau sama dengan 62 dan nilai pada band 4 harus lebih dari 65. Pada fase pematangan, kriteria pertama hanya ditentukan oleh band 1 saja yaitu dengan nilai lebih besar dari 71.
Tabel 5. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS AVNIR-2 Vegetatif
Generatif
Pematangan
Kriteria Algoritma CRUISE K-1
65
B1≤62 dan B2>48
B1>70
K-2
61
B1≤62 dan 47
62
K-3
60
B1≤61 dan B3>31
-
K-4
B1≤60 dan 29
B1≤61 dan 29
-
K-5
B1≤60 dan B3≤29 dan B4>56
B1≤60 dan B3>30
-
K-6
-
B1≤60 dan B3≤29 dan B4≤56
-
Algoritma QUEST 65
B1≤62 dan B4>65
B1>71
K-2
B1≤65 dan B3≤29 dan B4>58
B1≤62 dan B4≤65
65
54
K-3
-
K-4
-
K-5
-
K-1
B1≤62 dan B2≤49 dan B3>31 B1≤62 dan B2≤49 dan B3≤31 dan B4>69 B1≤62 dan B2≤49 dan B3≤31 dan B4≤69
62
-
-
36
Pada pohon keputusan algoritma CRUISE dan QUEST pada citra ALOS PALSAR (Gambar 14), terlihat bahwa polarisasi yang berperan dalam proses klasifikasi adalah VV (band 1) dan HH (band 3). Pada fase pertumbuhan vegetatif, polarisasi yang paling berperan adalah polarisasi VV, sedangkan pada fase generatif, pematangan, dan siap panen, polarisasi yang paling berperan adalah HH. Dari kedua algoritma tersebut, pohon keputusan yang diturunkan sangat kompleks. Hal ini disebabkan oleh data pembangun yang cukup kompleks. Tingginya keragaman data pembangun tersebut berdampak pada tingkat kecepatan pemrosesan. Hasil akurasi dari kedua algoritma tersebut juga rendah yaitu 40% dengan menggunakan algoritma QUEST dan 56,36% dengan algoritma CRUISE. Implementasi dari hasil klasifikasi dapat dilihat pada gambar berikut.
a). CRUISE b). QUEST Gambar 13. Hasil klasifikasi pada citra ALOS PALSAR.
37
B 1 le - 1 7
B 1 le - 1 3
B 3 le - 9
B 1 le - 1 1
B 1 le - 1 1
B 1 le - 1 0
B 1 le - 1 0
G e n e r a t if 2
B 3 le - 8
S ia p p a n e n 2
S ia p p a n e n 1
B 3 le - 6
S ia p p a n e n 3
B 3 le - 8
B 3 le - 9
G e n e r a t if 5
B 3 le - 6
B 3 le - 7
S ia p panen 7
S ia p panen 9
B 3 le - 5
V e g e t a t if 1
B 2 le - 2 0
S ia p panen 8
B 3 le - 8
V e g e t a t if 3
V e g e t a t if 6
V e g e t a t if 5
V e g e t a t if 4
S ia p panen 10
B 1 le - 1 2
P e m a ta n g a n 6
V e g e t a t if 2
S ia p panen 6
G e n e r a t if 7
B 3 le - 5
P e m a ta n g a n 3
B 2 le - 2 1
B 3 le - 5
P e m a ta n g a n 5
S ia p panen 5
B 3 le - 8
B 3 le - 9
B 1 le - 8
B 3 le - 8
B 3 le - 8
B 3 le - 9
B 3 le - 1 1
YES
P e m a ta n g a n 4
NO G e n e r a t if 3
B 3 le - 6
P e m a ta n g a n 1
P e m a ta n g a n 2
G e n e r a t if 4
G e n e r a t if 6
S ia p panen 4
G e n e r a t if 1
a). Algoritma CRUISE
B 1 le - 1 4
B 3 le - 5
B 3 le - 9
B 1 le - 1 2
V e g e t a t if 1
B 1 le - 8
G e n e r a t if 1
G e n e r a t if 2
B 1 le - 1 3
P e m a ta n g a n 2
B 3 le - 2
P e m a ta n g a n 1
V e g e t a t if 2
S ia p p a n e n 6
B 1 le - 1 3
V e g e t a t if 3
P e m a ta n g a n 3
S ia p p a n e n 5
B 3 le - 8
G e n e r a t if 7
B 2 le - 2 0
S ia p p a n e n 3
B 2 le - 2 0
B 1 le - 1 0
V e g e t a t if 5
B 1 le - 1 1
B 2 le - 2 2
S ia p p a n e n 1
B 2 le - 2 3
B 3 le - 8
B 2 le - 1 9
G e n e r a t if 3
V e g e t a t if 4
B 3 le - 7
S ia p p a n e n 4
B 2 le - 2 0
P e m a ta n g a n 4
B 1 le - 1 1
G e n e r a t if 4
YES
B 2 le - 2 1
P e m a ta n g a n 5
G e n e r a t if 5
S ia p p a n e n 2
NO B 1 le - 1 1
G e n e r a t if 6
b). Algoritma QUEST Gambar 14. Pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR
38
Berdasarkan implementasi dari algoritma QUEST dan CRUISE dapat terlihat bahwa kedua gambar tersebut memiliki perbedaan di beberapa bagian. Hal itu disebabkan oleh sensitivitas algoritma pohon keputusan yang berbeda. Rendahnya nilai akurasi pada klasifikasi citra PALSAR tersebut dapat disebabkan oleh rentang waktu pembagian fase yang kurang seimbang. Fase vegetatif memiliki rentang yang sangat panjang dan lebih beragam dibandingkan fase lainnya. Fase generatif, pematangan, dan siap panen memiliki rentang yang pendek dan berdekatan sehingga cenderung lebih sulit untuk dibedakan. Selain itu, pada data lapang tahun 2009, lahan padi sedang mengalami serangan hama yang cukup parah sehingga banyak dilakukan penyulaman pada lahan sawah. Penyulaman menyebabkan keragaman umur dan vigor tanaman padi menjadi cukup tinggi. Hal ini juga memberi kontribusi pada rendahnya tingkat akurasi tersebut. Tabel 6 menunjukkan kriteria pohon keputusan untuk masing-masing fase pertumbuhan padi pada citra ALOS PALSAR. Fase vegetatif memiliki 6 kriteria pada algoritma CRUISE dan 5 kriteria pada QUEST, fase generatif memiliki 7 kriteria pada kedua algoritma, fase pematangan memiliki 6 pada CRUISE dan 5 pada QUEST, dan fase siap panen memiliki 10 kriteria pada CRUISE dan 6 kriteria pada QUEST. Pada citra PALSAR, berturut-turut B1, B2, dan B3 menunjukkan polarisasi VV, HV, dan HH. Pada fase vegetatif menggunakan algoritma CRUISE, kriteria pertama adalah polarisasi VV dan HH. Pada kriteria pertama ini, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara -13 dan -11 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH harus lebih dari -5. Apabila nilai hamburan balik pada VV berada di antara -13 dan -12 maka nilai hamburan balik pada HH harus di antara -8 dan -5 (kriteria kedua). Apabila nilai hamburan balik pada VV di antara -17 dan -13 maka nilai hamburan balik HH harus lebih besar dari -8 (kriteria ketiga). Untuk kriteria keempat, nilai hamburan balik pada VV berada di antara -17 dan -13 dan nilai hamburan balik pada HH harus kurang dari atau sama dengan -11. Selanjutnya jika nilai hamburan balik pada VV kurang dari atau sama dengan -17 maka nilai hamburan balik pada HH bisa lebih dari atau kurang dari sama dengan -9. Pada fase generatif, pematangan, dan siap panen polarisasi HH merupakan kriteria pertama. Pada fase generatif, kriteria nilai
39
hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -6. Pada fase pematangan, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH adalah lebih dari -6, sedangkan pada fase siap panen, kriteria nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -8. Pada algoritma QUEST, kriteria pertama pada fase vegetatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV kurang dari atau sama dengan -12. Pada fase generatif, kriteria pertama pada fase generatif adalah nilai hamburan balik pada polarisasi VV lebih dari -8. Pada fase pematangan, ada 2 kriteria yaitu polarisasi VV dan polarisasi HH, nilai hamburan balik pada polarisasi VV berada di antara 12 dan -8 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HH kurang dari atau sama dengan -2. Pada fase siap panen, polarisasi HH dan polarisasi HV menjadi kriteria yang pertama dimana nilai hamburan balik pada polarisasi HH berada di antara -8 dan -7 dan nilai hamburan balik pada polarisasi HV harus lebih dari -19.
Tabel 6. Kriteria pohon keputusan pada citra ALOS PALSAR Fase Pertumbuhan Padi Kriteria Vegetatif
Generatif
Pematangan
Siap Panen
B3>-6
B3≤-8 B1≤-8 dan B3≤-9
B3≤-6 dan B2≤-21 -11
CRUISE -13-5 -13-8 -17
B1= -10 dan B3≤-5 B1= -10 dan -9
B1≤-10 dan B3>-5 B1≤-10 dan B3>-5 -11-8
K-6
B1≤-17 dan B3>-9
-8
-12≤B1≤-11 dan -8
K-7
-
-11
-
K-8
-
-
-
K-9
-
-
-
B3≤-8
K-10
-
-
-
-17
K-1 K-2 K-3 K-4 K-5
B3≤-6 B1>-8 -8
B3≤-9
B1= -11 dan B3≤-8 dan B2>-20 B1= -11 dan B3≤-8 dan B2≤-20
40
QUEST K-1
B1≤-12
B1>-8
-12
-8-19
K-2
-7
-12-2
-7-13
-8-11
K-3
-8
-8-10
-8
B3≤-8 dan B2>-20
K-4
B1≤-14 dan B3>-9
-8-11
-8
B3≤-8 dan B2≤-20
K-5
B1≤-14 dan B3≤-9 dan B2≤-23
-8
-8
B3≤-8 dan B1≤-11
K-6
-
-8
-
B1≤-14 dan B3≤-9 dan B2>-23
K-7
-
B3≤-7 dan B1>-11
-
-
Pada Gambar 15 terlihat bahwa luas area terbesar pada lokasi penelitian lahan sawah adalah pada blok sawah fase generatif pada citra AVNIR tahun 2008 dan fase vegetatif pada citra tahun 2009. Tabel berikut menyajikan data luasan area lahan sawah PT Sang Hyang Seri yang diidentifikasi melalui analisis pohon keputusan dengan nilai akurasi terbaik.
41
a). 2007 b). 2009 Gambar 15. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS AVNIR-2 tahun 2008 dan 2009 Tabel 7. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra AVNIR tahun 2008 dan 2009 Luas Area (ha) Fase Pertumbuhan 2008 2009 Vegetatif 146,06 1.119,10 Generatif 352,59 111,77 Pematangan 66,94 14,61 Pada Gambar 16 terlihat bahwa luas area terbesar pada blok sawah adalah fase vegetatif pada citra PALSAR tahun 2007 dan fase vegetatif pada citra tahun 2009. Hasil analisis pohon keputusan terbaik selanjutnya dihitung luasannya dan disajikan pada Tabel 8.
42
a). 2007 b). 2009 Gambar 16. Peta lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra ALOS PALSAR tahun 2007 dan 2009 Tabel 8. Luas area lahan sawah PT Sang Hyang Seri pada citra PALSAR tahun 2007 dan 2009 Luas Area (ha) Fase Pertumbuhan 2007 2009 Vegetatif 486,98 552,29 Generatif 255,91 427,73 Pematangan 240,67 303,37 Siap panen 38,27 119,27
43
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Pada analisis hamburan balik PALSAR, polarisasi linear HH merupakan polarisasi yang paling sesuai untuk pemantauan lahan padi sawah. Hal ini disebabkan oleh polarisasi linier HH lebih sensitif terhadap variasi struktur padi pada berbagai tingkat umurnya dibandingkan dengan polarisasi linier lainnya. Penyebaran nilai NDVI pada citra AVNIR-2 pada 2 tahun pengamatan cukup beragam. Pada citra tahun 2008, didapat nilai NDVI 0,238-0,549 sedangkan pada citra tahun 2009 didapat nilai NDVI sebesar -0,209-0,516. Keberagaman nilai NDVI pada lahan sawah disebabkan tanaman padi sawah memiliki beberapa fase pertumbuhan, yaitu fase vegetatif, generatif, fase pematangan, dan fase siap panen. Secara kuantitatif, peta tematik yang dihasilkan dari citra PALSAR dengan menggunakan
CRUISE
menghasilkan
nilai
akurasi 56,36%,
sedangkan
menggunakan QUEST adalah 40%. Menggunakan citra AVNIR-2, nilai akurasi yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan pada citra PALSAR yaitu 94,74% dengan menggunakan CRUISE dan 90,91% dengan menggunakan QUEST.
6.2. Saran Perlu dilakukannya penelitian dengan L-band polarisasi penuh dan citra multispektral pada varietas padi yang lain, karena berbeda varietas dapat menghasilkan pola nilai hamburan balik dan pola NDVI yang berbeda pula.
44
DAFTAR PUSTAKA Apte C., Weiss S. 1997. Data Mining with Decision Trees and Decision Rules. Future Generation System. 13: 197-210. Baghdadi, N., Aubert, M., Cerdan, O., Franchisteguy, L., Viel, C., Martin, E., Zribi, M., Desprats, J.F. 2007. Operational mapping of soil moisture using synthetic aperture radar data: application to the Touch Basin (France). Sensors. 7: 2458-2483. Berens, P. 2006. Introduction to Synthetic Aperture Radar (SAR). In Advanced Radar Signal and Data Processing (pp. 3-1 – 3-14). Educational Notes RTO-EN-SET-086, Paper 3. Neuilly-sur-Seine, France: RTO. Bouvet, A., Le Toan, T., Lam-Dao, N. 2009. Monitoring of the rice cropping system in the Mekong Delta using ENVISAT/ASAR dual polarization data. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing. 47: 517-526. Castillo, M.A., Ricker, M., de Jong, B.H.J. 2010. Estimation of tropical forest structure from SPOT-5 satellite images. International Journal of Remote Sensing. 31: 2767-2782. Dobson, M.C., Pierce, L.E., Ulaby, F.T. 1996. Knowledge-based land-cover classification using ERS-1/JERS-1 SAR composite. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing. 34: 83-99. Elnaggar, A.A., Noller, J.S. 2010. Application of remote-sensing data and decision tree analysis to mapping salt-affected soils over large areas. Remote Sensing. 2: 151-165. Jensen, J.R. 1996. Introductory Digital Image Processing: A Remote Sensing Perspective. Prentice Hall Series in Geographic Information Science: New Jersey. Kaneko, D., Kumakura, T., Yang, P. 2009. Data assimilation for crop yield and CO2 fixation monitoring in Asia by a photosynthetic sterility model using satellites and meterological data. International Journal of Global Warming. 1: 179-200. Kim, H., Loh, W.Y. 2003. Classification trees with bivariate linear discriminant node models. Journal of Computational and Graphical Statistics. 12(3): 512-530.
45
Laurila, H., Karjalainen, M., Hyyppa, J., Kleemola, J. 2010. Integrating vegetation indices models and phonological classification with composite SAR and optical data for cereal yield estimation in Finland (part I). Remote Sensing. 2: 76-114. Le Toan, T., Laur, H., Mougin, E., Lopez, A. 1989. Multitemporal and dualpolarization observations of agricultural vegetation cover by X-band SAR images. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing. 27: 709718. Le Toan, T., Ribbes, F., Wang, L.F., Floury, N., Ding, K.H., Kong, J.A., Fujita, M., Kurosu, T. 1997. Rice crop mapping and monitoring using ERS-1 data based on Experiment and modeling results. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing. 35: 41-56. Loh, W.Y., Shih, Y.S. 1997. Split selection methods for classification trees. Statistica Sinica. 7: 815-840. Magrin, G.O., Travasso, M.I., Rodriguez, G.R., Solman, S. Nuñez, M. 2009. Climate change and wheat production in Argentina. International Journal of Global Warming. 1: 214-226. Panuju, D.R., Heidina, F., Trisasongko, B.H., Tjahjono, B., Kasno, A., Syafril, A.H.A. 2009. Variasi nilai indeks vegetasi modis pada siklus pertumbuhan padi. Jurnal Ilmiah Geomatika. 15: 9-16. Panuju, D.R., Iman, L.S., Trisasongko, B.H., Barus, B., Shiddiq, D. 2010. Simulasi data LOSAT untuk pemantauan pesisir. dalam : Satelit Mikro untuk Mitigasi Bencana dan Ketahanan Pangan. 203-216. Ribbes, F., Le Toan, T. 1999. Rice field mapping and monitoring with RADARSAT data. International Journal of Remote Sensing. 20: 745-765. Rosenqvist, A. 1999. Temporal and spatial characteristics of irrigated rice in JERS-1 L-band SAR data. International Journal of Remote Sensing. 20: 1567-1587. Simard, M., De Grandi, G., Saatchi, S., Mayaux, P. 2002. Mapping tropical coastal vegetation using JERS-1 and ERS-1 radar data with a decision tree classifier. International Journal of Remote Sensing. 23: 1461-1474.
46
Sumantri., Utomo, A.B.S., Setiawan, I. 2006. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap nilai tetapan verdet dengan metode pengukuran intensitas cahaya (Rotasi Faraday). Jurnal Fisika Indonesia. 30: 95-105. Tjahjono, B., Syafril, A.H.A., Panuju, D.R., Kasno, A., Trisasongko, B.H., Heidina, F. 2009. Pemantauan lahan sawah menggunakan citra ALOS AVNIR-2. Jurnal Ilmiah Geomatika. 15: 1-8. Wang, C., Wu, J., Zhang, Y., Pan, G., Qi, J., Salas, W.A. 2009. Characterizing Lband scattering of paddy rice in Southeast China with radiative transfer model and multitemporal ALOS/PALSAR imagery. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing. 47: 988-998. Wiley, J. 2007. Integration of GIS and Remote Sensing. Great Britanian by TJ International : Padstow. Cornwall. Wu, F., Wang, C., Zhang, H., Zhang, B., Tang, Y. 2011. Rice crop monitoring in South China with RADARSAT-2 quad-polarization SAR data. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters. 8: 196-200. Zhang, Y., Wang, C., Wu, J., Qi, J., Salas, W.A. 2009. Mapping paddy rice with multitemporal ALOS/PALSAR imagery in South China. International Journal of Remote Sensing, 30: 6301-6315. Zhou, L., Tucker, C.J., Kaufmann, R.K., Slayback, D., Shabanov, N.V., Myneni, R.B. 2001. Variations in northern vegetation activity inferred from satellite data of vegetation index during 1981 to 1999. Journal of Geophysical Research. 106: 20.069-20.083.